Top Banner
Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin Nama: Gladys Suwanti NIM: FAA 113 010 Kelompok: 4 (Empat) Fasilitator: Tri Widodo, SKM 1. Jelaskan anatomi kelenjar tiroid Anatomi Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
17

Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Feb 15, 2016

Download

Documents

gladysitsme

111
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Nama: Gladys Suwanti

NIM: FAA 113 010

Kelompok: 4 (Empat)

Fasilitator: Tri Widodo, SKM

1. Jelaskan anatomi kelenjar tiroid

AnatomiKelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Page 2: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Page 3: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar tiroid (Ellis, 2006).2. Jelaskan histologi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Jaringan tiroid terdiri atas folikel yang berisi koloid. Kelenjar dibungkus oleh simpai jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalam parenkim (Jonqueira, 2007).

Gambar 3. Gambaran histologi dari kelenjar tiroid (Jonqueira, 2007).Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang mengandung suatu asam amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan dalam folikel sebagai koloid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau

Page 4: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

diantara folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel, memudahkan mencurahkan hormon ke dalam aliran darah (Jonqueira, 2007).

3. Jelaskan pembentukan sekresi dan mekanisme kerja hormon hipofisis dari hormon tiroid

4. Jelaskan mengenai hipertiroidismea. Definisi

Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupapeningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal (Bahn et al, 2011). Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah. Peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan paparan berlebihan pada jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan munculnya berbagai manifestasi klinik yang terkait dengan fungsi hormon tiroid dalam berbagai prosesmetabolisme tubuh (Bartalena, 2011).

b. Epidemiologi

c. Tanda dan gejala

Hormon tiroid memiliki peranan yang vital dalam mengatur metabolisme tubuh. Peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah memacu peningkatan kecepatan metabolisme di seluruh tubuh. Salah satu gejala yang umum ditemui pada penderita hipertiroid adalah intoleransi panas dan berkeringat berlebihan karena peningkatan kadar tiroid memacu peningkatan basal metabolic rate. Selain itu hipertiroidisme juga mempengaruhi sistem kardiorespiratori menyebabkan kondisi palpitasi, takikardi dan dyspnea umum ditemukan pada pasien hipertiroidisme (Nayak dan Burman, 2006).Tabel I. Gejala Dan Tanda Klinis Pasien Hipertiroidisme

Page 5: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Akibat stimulasi sistem saraf adrenergik berlebihan, muncul gejalagejala psikiatrik seperti rasa cemas berlebihan, mudah tersinggung dan insomnia. Peningkatan kecepatan metabolisme menyebabkan pasien hipertiroidisme cepat merasa lapar dan nafsu makan bertambah, namun demikian terjadi penurunan berat badan secara signifikan dan peningkatan frekuensi defekasi.Pada pasien wanita dapat terjadi gangguan menstruasi berupa oligomenorrhea, amenorrhea bahkan penurunan libido (Bahn et al, 2011; Baskin et al, 2002). Pada pasien Graves’ disease, gejala klinis juga dapat berupa inflamasi dan edema di otot mata (Graves’ ophtalmopathy) dan gangguan kulit lokal (myxedema). Mekanisme terjadinya Graves’ ophtalmopathy dan myxedema belum diketahui secara pasti namun diperkirakan pada keduanya terjadi akumulasi limfosit yang disebabkan oleh aktivasi sitokin pada fibroblast (Weetman, 2000).

d. Patofisiologie. Etiologi

Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, secara umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic adenoma, dan multinodular goiter.a. Graves’ DiseaseGraves’ disease merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena sekitar 80% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes mellitus tipe 1 (Fumarola et al, 2010). Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkata kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan karena adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal.TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada pasien Graves’ Disease ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh empat pada rantai HLA-DRb1. Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan ke tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan umumnya pada orang normal, asam amino pada urutan tersebut berupa glutamine (Jacobson et al, 2008). Untuk membantu menegakkan diagnosis pasien menderita Graves’ disease perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Menurut Baskin et al (2002), pemeriksaan yang perlu dilakukan untukmenegakkan diagnosis Graves’ disease yaitu TSH serum, kadar hormon tiroid (T3 dan T4) total dan bebas, iodine radioaktif, scanning dan thyrotropin receptor antibodies (TRAb). Pada pasien Graves’ disease,

Page 6: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

kadar TSH ditemukan rendah disertai peningkatan kadar hormon tiroid. Dan pada pemeriksaan dengan iodine radioaktif ditemukan uptake tiroid yang melebihi normal. Sedangkan pada teknik scanning iodine terlihat menyebar di semua bagian kelenjar tiroid, dimana pola penyebaran iodine pada Graves’ disease berbeda pada hipertiroidisme lainnya. TRAb ditemukan hanya pada penderita Graves’ disease dan tidak ditemukan pada penyakit hipertiroidisme lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis Graves’ Disease. Selain itu TRAb dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan terapi dan tercapainya kondisi remisi pasien (Okamoto et al, 2006). Menurut Bahn et al (2011), terapi pada pasien Graves’ disease dapat berupa pemberian obat anti tiroid, iodine radioaktif atau tiroidektomi. Di Amerika Serikat, iodine radioaktif paling banyak digunakan sebagai terapi pada pasien Graves’ disease. Sedangkan di Eropa dan Jepang terapi dengan obat anti tiroid dan operasi lebih banyak diberikan dibandingkan iodine radioaktif. Namun demikian pemilihan terapi didasarkan pada kondisi pasienmisalnya ukuran goiter, kondisi hamil, dan kemungkinan kekambuhan. Selain pemberian terapi di atas, pasien Graves’ disease perlu mendapatkan terapi dengan beta-blocker. Beta-blocker digunakan untuk mengatasi keluhan seperti tremor, takikardia dan rasa cemas berlebihan. Pemberian beta-blocker direkomendasikan bagi semua pasien hipertiroidisme dengan gejala yang tampak (Bahn et al, 2011).b. Toxic AdenomaPada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat memproduksi hormon tiroid. Nodul didefinisikan sebagai masa berupa folikel tiroid yang memiliki fungsi otonom dan fungsinya tidak terpengaruhi oleh kerja TSH (Sherman dan Talbert, 2008). Sekitar 2 – 9% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan karenahipertiroidisme jenis ini. Menurut Gharib et al (2007), hanya 3–7% pasien dengan nodul tiroid yang tampak dan dapat teraba, dan 20 – 76% pasien memiliki nodul tiroid yang hanya terlihat dengan bantuan ultra sound. Penyakit ini lebih sering muncul pada wanita, pasien berusia lanjut, defisiensi asupan iodine, dan riwayat terpapar radiasi. Pada pasien dengan toxic adenoma sebagian besar tidak munculgejala atau manifestasi klinik seperti pada pasien dengan Graves’ disease. Pada sebagian besar kasus nodul ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan pemeriksaan kesehatan umum atau oleh pasien sendiri. Sebagian besar nodul yang ditemukan pada kasus toxic adenoma bersifat benign (bukan kanker), dan kasus kanker tiroid sangat jarang ditemukan. Namun apabila terjadi pembesaran nodul secara progresif disertairasa sakit perlu dicurigai adanya pertumbuhan kanker. Dengan demikian perlu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap kondisi pasien untuk memberikan tatalaksana terapi yang tepat. Munculnya nodul pada tiroid lebih banyak ditemukan pada daerah dengan asupan iodine yang rendah. Menurut Paschke (2011), iodine yang rendah menyebabkan peningkatan kadar hidrogen peroksida di dalam kelenjartiroid yang akan menyebabkan mutasi. Hal ini sesuai dengan Tonacchera dan Pinchera (2010), yang menyatakan pada penderita hipertiroidisme dengan adanya nodul ditemukan adanya mutasi pada reseptor TSH.

Page 7: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis toxic adenoma adalah pemeriksaan TSH, kadar hormon tiroid bebas, ultrasonography dan fine-needle aspiration (FNA). Pemeriksaan TSH merupakan pemeriksaan awal yang harus dilakukan untuk mengevaluasi fungsi kelenjar tiroid, serta perlu dilakukan pemeriksaan kadar hormon tiroid (T4 dan T3). Ultrasonography merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambar dan bentuk kelenjar tiroid. Dengan pemeriksaan ini dapat diidentifikasi bentuk dan ukuran kelenjar tiroid pasien. Sedangkan pemeriksaan dengan fine-needle aspiration digunakan untuk mengambil sampel sel di kelenjar tiroid atau biopsi. Dari hasil biopsi dengan FNA dapat diketahui apakah nodul pada pasien bersifat benign (non kanker) atau malignant (kanker) (Gharib et al, 2010). Tata laksana terapi bagi pasien hipertiroidisme akibat toxic adenoma adalah dengan iodine radioaktif atau tiroidektomi. Sebelum dilakukan tindakan dengan iodine radioaktif atau tiroidektomi pasien disarankan mendapat terapi dengan obat anti tiroid golongan thionamide hingga mencapai kondisi euthyroid (Bahn et al, 2011). Setelah terapi dengan iodine radioaktif dan tiroidektomi perlu dilakukan evaluasi setiap 1-2 bulan meliputi evaluasikadar TSH, T4 bebas dan T3 total. Serta dilakukan tes ultrasonography untuk melihat ukuran nodul (Gharib et al, 2010).c. Toxic Multinodular GoiterSelain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic multinodular goiter merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di dunia. Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma karena ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan, namun pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat dideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine. Tatalaksana utama pada pasien dengan toxic multinodular goiter adalah dengan iodine radioaktif atau pembedahan. Dengan pembedahan kondisi euthyroid dapat tercapai dalam beberapa hari pasca pembedahan, dibandingkan pada pengobatan iodine radioaktif yang membutuhkan waktu 6 bulan.d. Hipertiroidisme SubklinisGraves’ Disease, toxic adenoma, dan toxic multinodular goiter merupakan penyebab utama hipertiroidisme utama di seluruh dunia dan termasuk dalam jenis overt hyperthyroidism. Pada hipertiroidisme jenis ini, kadar TSH ditemukan rendah atau tidak terdeteksi disertai peningkatan kadar T4 dan T3 bebas (Bahn et al, 2011). Selain ketiga jenis di atas, sekitar 1% kasus hipertiroidisme disebabkan hipertiroidisme subklinis. Pada hipertiroidisme sub klinis, kadar TSH ditemukan rendah disertai kadar T4 dan T3 bebas atau total yang normal. Menurut Ghandour (2011), 60% kasus hipertiroidisme subklinis disebabkan multinodular goiter. Pada pasien yang menderita hipertiroidisme subklinis dapat ditemukan gejala klinis yang tampak pada pasien overt hyperthyroidism. Menurut Bahn et al, 2011 prinsip pengobatan hipertiroidisme sub klinis sama dengan pengobatan overt hyperthyroidism.

f. Faktor risiko

Page 8: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

a. Terjadinya hipertiroidismeMenurut Anonim (2008), faktor-faktor risiko seseorang untuk terkena hipertiroidisme sebagai berikut:1) Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter atau pernah menjalani operasi kelenjar tiroid.2) Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan gangguan hormonal.3) Adanya riwayat gangguan tiroid di keluarga.4) Mengkonsumsi iodine dalam jumlah berlebihan secara kronik.5) Menggunakan obat-obatan yang mengandung iodine seperti amiodarone.6) Berusia lebih dari 60 tahun.b. Kambuh (relapse)Terjadinya kekambuhan setelah pengobatan hipertiroidisme terutama dengan obat antitiroid cukup tinggi dengan persentase 30 – 70% (Bartalena, 2011). Kekambuhan pada pasien hipertiroidisme dapat terjadi satu tahun setelah pengobatan dihentikan hingga bertahun-tahun setelahnya. Secara umum faktor-faktor risiko terjadi kekambuhan hipertiroidisme adalah sebagai berikut:1) Berusia kurang dari 40 tahun.2) Ukuran goiter tergolong besar.3) Merokok.4) Serum TSH-receptor Antibody (TSAb) masih terdeteksi di akhir pengobatan dengan obat anti tiroid.5) Faktor psikologis seperti depresi.

g. Klasifikasih. Preventifi. Komplikasij. Prognosisk. Tatalaksana

Tujuan terapi baik dengan penggunaan obat anti tiroid, iodine radioaktif maupun tiroidektomi adalah menurunkan kadar hormon tiroid pasien ke level normal serta mencapai kondisi remisi. Kondisi remisi pada pasien hipertiroid dapat tercapai apabila kadar hormon tiroid pasien dapat dijaga pada rentang euthyroid (Laurberg, 2006).Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien hipertiroidisme adalah sebagai berikut:a. Obat Anti TiroidObat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk menekan kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level normal (euthyroid). Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi. Lama penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisi bervariasi antar pasien dan kesuksesan terapi sangat tergantung pada kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Baskin et al, 2002).

Page 9: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Di negara-negara maju, pengobatan hipertiroidisme cenderung bergeser ke terapi iodine radioaktif dan penggunaan obat anti tiroid semakin jarang diberikan karena tingginya kemungkinan relaps (kambuh) setelah remisi dan jangka waktu pengobatan yang memakan waktu selama satu hingga dua tahun. Namun demikian obat anti tiroid juga masih umum digunakan pada pasien yang kontraindikasi terhadap iodine radioaktif, pasien hamil dan pasien yang akan menjalani terapi radioiodine.Pada pasien hipertiroidisme dengan toksik nodul atau toxic multinodular goiter obat anti tiroid tidak direkomendasikan untuk digunakan karena tidak menyebabkan remisi pada golongan pasien ini. Sedangkan pada pasien Graves’ Disease obat anti tiroid terbukti dapat menghasilkan remisi karena efek antitiroid dan imunosupresan (Ajjan dan Weetman, 2007).1) Jenis Obat Anti TiroidObat anti tiroid yang secara luas digunakan, propylthiouracil dan methimazole, termasuk dalam golongan yang sama yaitu thionamide. Keduanya memiliki mekanisme aksi yang sama namun memiliki profil farmakokinetika yang berbeda dalam hal durasi, ikatan dengan albumin dan lipofilisitas. Propylthiouracil dan methimazole dapat digunakan sebagai terapi tunggal pada hipertiroidismeyang diakibatkan oleh Graves’ Disease maupun pada pasien yang akan menerimaterapi radioiodine dan tiroidektomi (Bahn et al, 2011; Fumarola et al, 2010). Dalam mengobati hipertiroidisme karena autoimun atau Graves’ Disease, obat anti tiroid dapat mengembalikan fungsi tiroid karena adanya sifat imunosupresan. Obat anti tiroid dapat memacu apoptosis limfosit intratiroid, menekan ekspresi HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells (Bartalena, 2011; Fumarola et al, 2010).a) PropylthiouracilPropylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi hormon tiroid. Selain itu obat anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan produksi limfosit,HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola et al, 2010). Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo edisi III, dosis awal propylthiouracil adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4 – 8 minggu dosis diturunkan menjadi 50 – 200 mg sekali atau dua kali dalam sehari (Anonim, 2008). Keuntungan propylthiouracil dibandingkan methimazole adalah propylthiouracil dosis tinggi juga dapat mencegah konversi thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif triiodothyronine (T3) di perifer, sehingga merupakan terapi pilihan dalam thyroid storm atau peningkatan hormon tiroid secara akut dan mengancam jiwa (Nayak dan Burman, 2006). Propylthiouracil yang digunakan secara per oral hampir sepenuhnya terabsorpsi di saluran gastrointestinal. Karena durasi kerjanya yang hanya 12 – 24 jam maka PTU harus digunakan beberapa kali sehari (multiple dose). Hal ini menjadi salah satu alasan obat ini mulai ditinggalkan karena berkaitan dengan kepatuhan pasien (Bartalena, 2011; Fumarola et al, 2010). Di Amerika Serikat propylthiouracil hanya

Page 10: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

digunakan jika pasien alergi atau dikontraindikasikan terhadap methimazole dan hamil. Propylthiouracil tidak menjadi terapi lini pertama pada pengobatan hipertiroidisme karena kepatuhan pasien yang rendah dan efek samping berat seperti hepatotoksik.Namun propylthiouracil merupakan obat pilihan pertama padapasien hipertiroidisme yang sedang hamil trimester pertama. Hal ini disebabkan sifat PTU yang kurang larut lemak dan ikatan dengan albumin lebih besar menyebabkan obat ini transfer plasenta lebih kecil dibandingkan methimazole (Fumarola et al, 2010; Hackmon et al,2012).b) MethimazoleMethimazole atau biasa disingkat MMI merupakan obat anti tiroid golongan thionamide yang menjadi lini pertama pengobatan hipertiroidisme dan merupakan metabolit aktif dari carbimazole.Carbimazole merupakan bentuk pro-drug dari methimazole yang beredar di beberapa negara seperti Inggris. Di dalam tubuh carbimazole akan diubah menjadi bentuk aktifnya methimazole dengan pemotongan gugus samping karboksil pada saat metabolisme lintas pertama (Bahn et al, 2011). Mekanisme kerja methimazole dalammengobati hipertiroidisme sama seperti propylthiouracil yaitu menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pembentukan hormon tiroid. Namun methimazole tidak memiliki efek mencegah konversi T4 ke T3 (Nayak dan Burman, 2006). Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsi sempurna di saluran cerna. Karena durasi aksinya yang panjang, sekitar 40 jam, maka MMI cukup digunakan satu kali sehari (single dose). Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo Edisi III, dosis awal methimazole dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1 – 2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5 – 20 mg setiap pagi (Anonim, 2008). Methimazole merupakan lini pertama pengobatan hipertiroidisme karena efek samping yang relatif lebih rendah dari propylthiouracil, faktor kepatuhan pasien, serta efektivitas yang lebih baik dibandingkan propylthiouracil. Sejak tahun 1998 methimazole merupakan obat anti tiroid yang paling banyak diresepkan di Amerika Serikat untuk mengobati Graves’ Disease (Bahn et al, 2011; Emiliano et al, 2010; Nakamura et al, 2007). Penggunaan methimazole pada kehamilan terutama trimester pertama tidak direkomendasikan karena efek teratogenik methimazole menyebabkan malformasi kongenital seperti aplasia cutis dan choanal atresia. Sehingga pada pasien hipertiroidisme yang sedang hamil trimester pertama yang sedang mengonsumsi methimazole perlu dilakukan penggantian terapi ke propylthiouracil. Sedangkan pada ibu menyusui methimazole terbukti aman diberikan hingga dosis 20 – 30 mg/ hari (Hackmon et al, 2012;Stagnaro-Green et al, 2011).2) Metode Terapi Obat Anti Tiroida) Block and ReplacementPada metode block and replacement pasien diberikan obat anti tiroid golongan thionamide (propylthiouracil atau methimazole) dosis tinggi tanpa adanya penyesuaian dosis bersamaan dengan levothyroxine. Pada

Page 11: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

penderita Graves’ Disease anti tiroid dosis tinggi diharapkan dapat memberikan efek imunosupresan yang maksimal. Sedangkan pemberian levothyroxine ditujukan untuk mengganti kebutuhan hormon tiroid yang dihambat oleh obat anti tiroid dosis tinggi dan mencegah hipotiroidisme (Bartalena, 2011). Menurut Ajjan dan Weetman (2007), pemberian obat anti tiroid dengan regimen dosis block and replacement lebih banyak menghasilkan efek samping dibandingkan dengan metode titrasi karena penggunaan obat anti tiroid dosis tinggi. Namun metode ini ini memiliki keuntungan berupa fluktuasi fungsi tiroid yang lebih terjaga dan durasi pengobatan yang lebih pendek (6 bulan).b) TitrasiPada metode titrasi pemberian dosis disesuaikan dengan kondisi hipertiroidisme masing-masing pasien. Dosis awal untuk methimazole 15 – 40 mg/hari diberikan single dose dan dosis awal untuk propylthiouracil 300 – 400 mg/hari diberikan multiple dose. Prinsip dari regimen dosis dengan metode titrasi adalah mencapai kondisi euthyroid secepatnya dan menghindari kondisi hipotiroidisme. Apabila kadar TSH serum meningkat dan kadar T4 telah mencapai kondisi euthyroid maka dosis obat anti tiroid diturunkan hingga mencapai dosis efektif minimal yang menghasilkan efek (Bartalena, 2011). Menurut Abraham et al (2005), pemberian obat anti tiroid dengan metode titrasi memberikan efikasi yang setara dengan metode block and replacement. Keunggulannya efek samping berupa rash dan agranulositosis lebih jarang terjadi pada metode titrasi. Namun pada metode ini durasi pengobatan yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan metode block and replacement, rata-rata selama 12 – 24 bulan, dan perlu dilakukan kontrol rutin untuk mengetahui profil TSH dan hormon tiroid darah untuk penyesuaian dosis.b. Iodine RadioaktifPengobatan hipertiroidisme dengan iodine radioaktif atau RAI menjadi pilihan utama dokter di Amerika Serikat. Pada metode ini digunakan isotop iodine, yang paling umum digunakan adalah131I. Di dalam tubuh RAI akan di-uptake oleh kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid RAI beraksi dengan cara mencegah sintesis hormon tiroid sehingga dapat menurunkan kadar hormon tiroid yang berlebihan. RAI dikontraindikasikan bagi pasien yang hamil, menyusui, kanker tiroid dan merencanakan kehamilan 4 – 6 bulan setelah terapi (Bahn et al, 2011; Baskin et al 2002). Efek samping pada pengobatan hipertiroidisme dengan RAI diantaranya adalah memburuknya gejala Graves’ ophtalmopathy dan peningkatan kadar hormon tiroid akut. Sehingga pada pasien dengan hipertiroidisme dengan kadar T4 bebas yang tinggi, pasien berusia lanjut, atau pada pasien dengan risiko komplikasi hipertiroidisme perlu diberikan obat anti tiroid hingga mencapai kondisi euthyroid (Baskin et al, 2002). Menurut Walter et al (2007), pasien yang menggunakan obat anti tiroid seminggu sebelum maupun setelah pengobatan dengan iodine radioaktifmemiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi. Sehingga obat anti tiroid harus dihentikan 2 minggu sebelum pemberian RAI (Ghandour dan Reust, 2011). Kondisi euthyroid umumnya dapat tercapai tiga hingga enam bulan pasca penggunaan RAI.

Page 12: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

Pada pengobatan hipertiroidisme dengan metode RAI terdapat dua metode pengobatan sebagai berikut1.) Metode AblativePada metode ini digunakan RAI dosis tinggi untuk mencapai kondisi hipotiroidisme permanen. Metode ini direkomendasikan pada pasien geriatrik dan pasien dengan gangguan jantung untuk mengendalikan gejala secepat mungkin. Selain itu metode ini merupakan pilihan bagi pasien hipertiroidisme akibat toxic nodular goiter. Kelemahanmetode ini adalah pasien akan menderita hipotiroidisme secara permanen dan perlu mendapat terapi pengganti hormon tiroid seumur hidup.2.) Metode Gland-specific MethodPada metode ini pasien diberikan RAI dosis rendah yang dapat mencapai kondisi euthyroid. Kelebihan dari metode ini dibandingkan metode ablative adalah pasien tidak menderita hipotiroidisme secara permanen, namun demikian penghitungan dosis optimal sulit untuk dilakukan (Ghandour dan Reust, 2011).c. TiroidektomiTiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat besar (Baskin et al, 2002).Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua metode berikut.1) Tiroidektomi totalPada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar tiroid. Dengan tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid, pasien perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur hidup.2) Tiroidektomi sub-totalPada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena kelenjar tiroid yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid. Salah satu efek samping yang dapat muncul akibat pembedahan ini adalah hipoparatioroidisme. Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon paratiroid tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Secara anatomis kelenjar tiroid danparatiroid terletak berdekatan, sehingga pada prosedur tiroidektomi kelenjar paratiroid dapat ikut terganggu dan menyebabkan hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi. Hipoparatiroidisme pada pasien tiroidektomi dapat bersifat sementara maupun permanen. Selain hipoparatiroidisme, efek samping lainnya yang dapat muncul adalah gangguan pada produksi suara beberapa hari hingga beberapa minggu setelah operasi (Bhattacharyya dan Fried, 2002).7. Penggunaan Obat RasionalMenurut WHO penggunaan obat rasional didefinisikan sebagai pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinis, dosis sesuai kebutuhan individu, selama waktu yang cukup, dan dengan biaya yang terendah. Penggunaan obat dikatakan tidak rasional apabila tidak sesuai

Page 13: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

dengan definisi di atas. Beberapa contoh penggunaan obat yang tidak rasional yang paling sering umum terjadi adalah:a. Polifarmasi, pasien menerima obat terlalu banyak.b. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Pasien menerima dosis antibiotik yang tidak tepat atau bahkan sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.c. Pemberian obat injeksi dimana penggunaan obat per oral masih dapat digunakan.d. Pemberian resep yang tidak sesuai dengan guideline atau panduan klinis.e. Swamedikasi yang tidak tepat.Penggunaan obat yang tidak tepat dapat menimbulkan efek bagi pasien baik langsung maupun tidak langsung. Pada kasus penggunaan obat yang berlebihandari sisi ekonomi dapat meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan pasien dan dari sisi klinik hal ini dapat meningkatkan kemungkinan munculnya efek samping obat. Pada pasien hipertiroidisme penggunaan obat rasional memegang kunci penting dalam keberhasilan terapi. Ketepatan pemberian dosis dapat mempercepat tercapainya kondisi euthyroid dan dapat memperpendek durasi terapi. Selain itu regimen dosis antitiroid dan banyaknya obat dapat mempengaruhi kepatuhan pasien yang secara tidak langsung mempengaruhi keberhasilan terapi hipertiroidisme.

l. Pemeriksaan fisikm.Pemeriksaan penunjang

5. Sebutkan komplikasi metabolik dan hipertiroidisme

6. Jelaskan mengenai (eutiroidisme, hipotiroidisme, dan neoplasma)

7. Jelaskan hubungan bberdebar-debar dengan hipertiroidisme

Page 14: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

8. Jelaskan hubungan banyak keringat dengan hipertiroidisme

9. Jelaskan hubungan BB menurun dengan hipertiroidisme

Page 15: Diskusi Kelompok 2 Pemicu 3 Modul Matabolik Endokrin

10. Jelaskan terapi nutrisi pada hipertiroidisme