LAPORAN R-LAB DISIPASI KALOR HOT WIRE Nama : Wenty Eka Septia NPM : 0806338134 Fakultas : TEKNIK Departemen : Teknik Industri Kode Praktikum : KR-01 Tanggal Praktikum : Rabu, 6 Mei 2009 Unit Pelaksana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Dasar (UPP-IPD) Universitas Indonesia Depok Disipasi Kalor Hot Wire
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN R-LAB
DISIPASI KALOR HOT WIRE
Nama : Wenty Eka Septia
NPM : 0806338134
Fakultas : TEKNIK
Departemen : Teknik Industri
Kode Praktikum : KR-01Tanggal Praktikum : Rabu, 6 Mei 2009
Unit Pelaksana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Dasar (UPP-IPD)
Universitas IndonesiaDepok
Disipasi Kalor Hot Wire
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menggunakan hotwire
sebagai sensor kecepatan aliran udara.
II. PERALATAN PRAKTIKUM
Adapun peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. kawat pijar (hotwire)
2. Fan
3. Voltmeter dan Ampmeter
4. Adjustable power supply
5. Camcorder
6. Unit PC beserta DAQ dan perangkat pengendali otomatis
III. LANDASAN TEORI
Dewasa ini, banyak pekerjaan menggunakan electro-mechanic (semi
otomatis) dengan sistem robotic (full automatic) seperti penggunaan Flexible
Manufacturing Systems (FMS) dan Computerized Integrated Manufacture (CIM)
dan sebagainya. Model apapun yang digunakan dalam sistem otomasi pemabrikan
sangat tergantung kepada keandalan sistem kendali yang berupa sensor atau
transduser.
Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen yang
mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan
dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari
sistem pengaturan secara otomatis. Besaran masukan pada kebanyakan sistem
kendali adalah bukan besaran listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan
sebagainya. Untuk memakaikan besaran listrik pada sistem pengukuran, atau
sistem manipulasi atau sistem pengontrolan, maka biasanya besaran yang bukan
listrik diubah terlebih dahulu menjadi suatu sinyal listrik melalui sebuah alat yang
disebut transducer.
Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai
dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum
sensor berikut ini : (D Sharon, dkk, 1982)
Linearitas
Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara
kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu.
Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan
panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara
tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa
sebuah grafik.
Sensitivitas
Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas
yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang
menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”.
Beberepa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu
volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan
menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat
saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan
dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi
sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga
akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan.
Tanggapan Waktu
Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap
perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang
jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan
keluarannya adalah posisi merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit
demi sedikit dan kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a).
Frekuensi adalah jumlah siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan hertz
(Hz). { 1 hertz berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik].
Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat,
termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”.
Single normal probe merupakan suatu tipe hotwire yang paling banyak
digunakan sebagai sensor untuk memberikan informasi kecepatan aliran dalam
arah axial saja. Probe seperti ini terdiri dari sebuah kawat logam pendek yang
halus yang disatukan pada dua kawat baja. Masing masing ujung probe
dihubungkan ke sebuah sumber tegangan. Energi listrik yang mengalir pada
probe tersebut akan didispasi oleh kawat menjadi energi kalor. Besarnya energi
listrik yang terdisipasi sebanding dengan tegangan , arus listrik yang mengalir di
probe tersebut dan lamanya waktu arus listrik mengalir. Hal itu dapat dijelaskan
melalui perumusan berikut ini.
P = v i Δ t
Bila probe dihembuskan udara maka akan merubah nilai resistansi kawat sehingga
merubah besarnya arus listrik yang mengalir. Semakin cepat udara yang mengalir
maka perubahan nilai resistansi juga semakin besar dan arus listrik yang mengalir
juga berubah. Jumlah perpindahan panas yang diterima probe dinyatakan oleh
overheat ratio yang dirumuskan sebagai :
Overheat ratio =
Rw/Ra
Keterangan :
Rw = resistansi kawat pada temperatur pengoperasian (dihembuskan udara).
Ra = resistansi kawat pada temperatur ambient (ruangan).
Hot wire probe harus dikalibrasi untuk menentukan persamaan yang
menyatakan hubungan antara tegangan kawat (wire voltage , E) dengan kecepatan
referensi (reference velocity , U) setelah persamaan diperoleh, kemudian
informasi kecepatan dalam setiap percobaan dapat dievaluasi menggunakan
persamaan tersebut. Persamaan yang didapat berbentuk persamaan linear atau
persamaan polinomial.
Perkembangan teknologi yang cepat dalam peralatan penyensoran telah
memungkinkan berbagai pengukuran aliran fluida dilakukan dengan berbagai
sensor yang memberikan hasil-hasil pengukuran yang akurat. Untuk pengukuran
berbagai aliran turbulen, salah satu jenis sensor yang banyak digunakan adalah
hot-wire anemometer. Sebelum digunakan dalam pengukuran aliran, hot-wire
anemometer harus dikalibrasi untuk menentukan suatu persamaan respon kalibrasi
yang menyatakan suatu hubungan antara tegangan kawat (wire voltage, E) dengan
kecepatan referensi (reference velocity, U). Setelah persamaan respon kalibrasi
tersebut diperoleh, kemudian informasi kecepatan dalam setiap percobaan utama
dapat dievaluasi dengan menggunakan persamaan respon tersebut. Ada beberapa
bentuk persamaan respon kalibrasi, diantaranya adalah persamaan simple
powerlaw [1] dan persamaan extended power-law [2] yang dapat digunakan
dalam konversi data. Setiap persamaan respon ini memiliki keakurasian yang
dihubungkan dengan curve fit yang dihasilkan pada suatu rentang kecepatan exit
yang digunakan untuk setiap percobaan. Keakurasian persamaan respon kalibrasi
tersebut ditentukan oleh nilai optimum konstanta pangkat yang dipilih untuk
menghasilkan suatu curve fit yang baik. Sehubungan dengan keakurasian curve fit
dari persamaan respon kalibrasi tersebut, beberapa peneliti [3, 4, 5] telah mengkaji
keakurasian curve fit dari persamaan simple power-law dengan rentang kecepatan
referensi atau kecepatan exit yang berbeda-beda untuk menghasilkan nilai
optimum konstanta pangkat selain nilai optimum (nopt = 0.5) yang disarankan
oleh King [1]. King menggunakan rentang kecepatan exit moderat dari 10–20
meter/detik, sementara Collis dan Williams [4,1] menyarankan nilai optimum
konstanta pangkat sebesar 0.45 dengan rentang 0.02 < Re < 44 untuk
menghasilkan suatu curve fit yang baik. Berbeda dengan para peneliti
sebelumnya, Bruun [3] dan Swaminathan, Bacic et al.[5] menyarankan nilai
optimum sebesar 0.4 – 0.45 pada kecepatan exit moderat tersebut digunakan
untuk persamaan simple power-law. Lebih jauh, penelitian awal yang dilakukan
oleh Bruun dan Tropea [6] menjelaskan bahwa persamaan extended power-law
oleh Siddall dan Davies (1972) tidak mampu memberikan suatu curve fit yang
lebih akurat dibandingkan curve fit dari persamaan simple power-law bahkan
untuk suatu rentang kecepatan exit yang besar [6,2].