ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH KEKUATAN SAAT MELAHIRKAN, MASALAH DENGAN FETUS, DAN MASALAH DENGAN PELVIS Diajukan untuk memenuhi tugas MK : Kep. Maternitas II dosen Pengampu : Umi Aniroh, Skep, Ns Oleh : Mathilda Olivia P. Nur Hariani Rita Ika S. Welling Khairullah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASUHAN KEPERAWATAN
MASALAH KEKUATAN SAAT MELAHIRKAN,
MASALAH DENGAN FETUS, DAN
MASALAH DENGAN PELVIS
Diajukan untuk memenuhi tugas MK : Kep. Maternitas II
dosen Pengampu : Umi Aniroh, Skep, Ns
Oleh :
Mathilda Olivia P.
Nur Hariani
Rita Ika S.
Welling Khairullah
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
NGUDI WALUYO UNGARAN
2007
BAB I
PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Persalinan yang normal (eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung spontan di dalam 24 jam, tanpa menimbulkan kerusakan
yang berlebih pada ibu dan anak
Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama: Kekuatan ibu (power),
keadaan jalan lahir (passage), dan keadaan janin (passanger). Dengan adanya
keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan normal
diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor P ini,
dapat terjadi kelambatan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau
kesulitan persalinan ini disebut distosia. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun
janin.
Istilah distocia atau persalinan yang sulit kita pergunakan kalau tidak ada
kemajuan dari persalinan.
Sebab-sebab distocia dapat dibagi dalam tiga golongan:
1. Distocia karena kekuatan yang mendorong anak keluar kurang kuat
2. Distocia karena kelainan letak atau kelainan anak
3. Distocia karena kelainan jalan lahir
B TUJUAN
1. Tujuan umum:
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada ibu dengan distocia (kelainan
kekuatan, kelainan letak, kelainan jalan lahir).
2. Tujuan khusus
a. Dapat menjelaskan definisi tentang distocia
b. Dapat menyebutkan macam-macam distocia
c. Dapat menentukan diagnosa keperawatan
d. Dapat memberikan asuhan keperawatan ibu dengan
distocia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DISTOSIA
A. DEFINISI
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan . Distosia karena kelainan
tenaga (his) adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun maupun sifatnya,
sehingga menghambat kelancaran persalinan. His normal yaitu :
1. Tonus otot rahim di luar his tidak seberapa tinggi lalu meningkat pada waktu his.
Pada kala pembukaan serviks ada dua fase yang digambarkan pada servikogram
menurut Friedman yaitu :
Fase laten
Fase aktif
2. Kontraksi otot rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau
sebelah kiri, lalu menjalar ke seluruh otot rahim.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-
bagian lain. Bagian tengah berkontraksi lebih lambat, singkat an tidak sekuat
fundus uteri. Bagian bawah (segmen bawah rahim) dan serviks tetap pasif atau
hanya berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his: lamanya, kuatnya, teraturnya, seringnya atau relaksasinya serta
sakitnya. (Hanifah Winkjosastro, 2005:587)
B. ETIOLOGI
Kelainan his terutama ditemukan pada prigmigrafida tua. Pada multipara lebih
banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Faktor herrediter mungkin
memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai seberapa jauh factor
emosi(ketakutan dan lain-lain) mempengaruhi kelainan his. Belum ada persesuaian
paham antara para ahli. Satu sebab yang penting dalam kelainan his, khususnya
inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan
segmen bawah uterus seperti misalnya paqda kelainan letak janin atau pada
disproporsi sevalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
maupun hidramnion juga dapat nerupakan penyebab dari inersia uteri yang murni.
Akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus
bikornis unikollis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi pada sebagian
besar kasus, kurang lebih separuhnya penyebab inersia uteri ini tidak diketahui.
Perubahan-perubahan akibat his
1. Pada uterus dan servik : uterus terasa keras/ padat karena kontraksi. Tekanan
hidrostatis ketuban dan tekanan intra uterin naik serta menyebabkan servik
menjadi pendatar dan terbuka (dilatasi)
2. Pada ibu : rasa nyeri karena iskemi rahimdan kontraksi rahim. Juga ada kenaikan
nadi dan tekanan darah
3. Pada janin : denyut jantung janin melambat dan kurang jelas didengar karena
adanya iskemik fisiologis. Jika benar-benar terjadi hipoksia yang agak lama,
misalnya pada kontraksi titanie, maka terjadi gawat janin atfiksia dengan denyut
jantung janin diatas 160/menit, tidak teratur.
Pembagian –pembagian dan sifat-sifatnya :
1. His pendahuluan
His tidak kuat atau tidak teratur
Menyebabkan show
2. His pembukaan (kala I)
His pembukaan ervik sampai terjadi lengkap 10 cm
Mulai kuat, teratur dan sakit
3. His pengeluaran (kala II)
Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi, sangat lama
His untuk mengeluarkan janin, koordinasi bersama antara : his kontraksi
otot perut, kontraksi diafragma dan ligamen
4. His pelepasan uri (kala III)
Kontraksi sedang untuk pelepasan dan melahirkan plasenta
5. His pengiring (kala IV)
Kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, pengecilan rahim dalam beberapa
jam atau hari. (Bagian Obstetri dan Ginekologi, 2002)
C. JENIS-JENIS KELAINAN HIS
1. Inersia Uteri
His bersifat biasa, dalam arti bahwa fun dus berkontraksi lebih kuat dari
bagian-bagian lainnya, kelainan terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih
aman, singkat dan jarang dari biasa. Keadaan umum penderita baik, rasa nyeri
tidak kuat. Selama ketuban masih utuh tidak membahayakan vagi ibu dan janin,
kecuali jika persalinan berlangsung lama.
Inersia uteri hipotonik . Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah /
tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada
penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu
teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik..Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase latin atau fase aktif,
maupun pada kala pengeluaran.
Inersia uteri hipertonik . Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar
(kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari
bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka
serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine
action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-
menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah
rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban
pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
2. His Terlampau Kuat (Tetania Uteri)
Pada golongan ini bukan merupakan penyebab distosia, tetapi his yang terlalu
kuat dapat menyebabkan pesalinan selesai dalam waktu singkat.
Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam disebut partus presipitatus.
Sifat his normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada
kekuatan his.
Bahaya partus presipitatus pada ibu : terjadi perlukaan luas pada jalan
lahir, serviks uteri, vagina dan perineum
Bahaya partus presipitatus pada bayi : terjadi perdarahan pada tengkorak
karena mengalami tekanan yang kuat dalam waktu yamg singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi sehingga disebut lingkaran patologis atau lingkaran
Bandi. Ligamenta rotunda menjadi tegang sehingga menjadi lebih jelas terba,
penderita merasa nyeri terus menerus dan gelisah. Bila tidak diberi pertolongan
regangan bawah uterus melampaui kekuatan jarinagn sehingga terjadi ruptur uteri.
3. Incoordinate Uterine Action
Pada incoordinate uterine action sifat his berubah. Tonus otot uterus
meningkat, juga diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak ada
koordinasi antar bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efesien
dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot uterus yang menarik mnyebabkan rasa nyeri yang
lebih keras dan lebih lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada
bayi.
Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah,
kelainan ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat sehingga terjadi
penyempitan kavum uteri pada tempat itu.
D. PENANGANAN
Dalam menghadapi persalinan yang lama oleh sebab apapun, keadaan wanita
yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama ;
1. Tekanan darah (TD) diukur setiap empat jam, atau apabila ada gejala
preeklamsi pemeriksaan harus dilakukan dengan lebih sering.
2. DJJ dicatat setiap !/2 jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II
3. Kaji adanya kemungkinan dehidrasi dan asidosis
4. Indikasikan tindakan pembedahan dengan nercosis apabila diperlukan.
5. Pemberian makanan dalam bentuk cairan
6. Pemberian infus larutan glukosa 5% dan larutan nacl isotonic melalui IV
secara bergantian
7. - Pemberian pretidin 50 mg dapat diulang untuk mengurangi nyeri
- Pada kala I dapat diberikan 10 mg, morfin
8. Pemeriksaan dalam dapat dilakukan dengan meminimalkan resiko infeksi
9. Perhatikan keadaan ketuban sudah pecah atau belum
Inersia Uteri
Periksa keadaan serviks, presentasi dari posisi janin, turunnya bagia terbawah
janin dan keadaan panggul. Kemudianmenentukan sikap dan tindakan yang akan
dikejakan. Misalnya pada letak kepala :
1. Berikan oksitosin drips 5-10 saruan dalam 500 cc dekstrosa 5% dimulai
dengan 12 tetes per menit. tujuannya supaya serviks dapat membuka.
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus-menerus, sebab apabila setelah beberapa
lam pemberian oksigen tidak memperkuat his maka sebaiknya pemberian his
dihentikan dan ibu dianjurkan untuk istirahat. pada malam hari pemberian
obat penenang, misalnya valium 10 mg dan keesokan harinya dapat diulang
lagi dengan pemberian oksitosin.
3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis maka sebaiknya
dilakukan sc
4. Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia sekunder, ibu lemah, dan
partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada prigmagravida dan lebih dari
18 jam pada multigravida, pemberian oksitosin drips tidak perlu dilakukan.
sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetric lainnya (ekstrasi vakum atau forsep atau SC)
Uteri His Terlalu Kuat (Tetania)
1. Berikan obat seperti morfin, luminal, dan sebagainya jika diindikasikan janin
tidak akan lahir dalam waktu dekat (4-6 jam)
2. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan
SC
3. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
dengan tiba-tiba
4. Pada wanita yang berisiko mengalami partus presipitatus berulang, sebaiknya
wanita dirawat sebelum persalinan. Sehimgga pengawasan dapat dilakukan
dengan baik.pada waktu persalinan, keadaan diawasi dengan cermat dan
episiotomidilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya
rupture perinea.
Incoordinate Uterine Action
1. Untuk mengurangi rasa sakit, berikan obat-obatan anti sakit dan penenang
(sedative analgesik) seperti morfin, petidin dan valium.
2. Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah
partus menggunakan hasil pemeriksaan dan hasil evaluasi, dengan ekstraksi
vakum, forssep dan SC. (Hanifah Winkjosastro, 2005)
Pemilihan jenis analgesia yang cermat dan waktu pemberiannya
sangat penting untuk menghindari gangguan upaya ekspulsif voluntar. Analgsia
intratekal atau anastesi umum jangan dinerikan sampai semua kondisi untuk
pelahiran dengan forsep pintu bawah panggul yang aman telah terpenuhi. Pada
analgeri epidural kontinu, efek paratitik mungkin perlu dibiarkan menghilang
sendiri sehingga wanita yang bersangkutan dapat menghasilkan tekanan intra-
abdomen yang cukup kuat untuk menggerakkan kepala janin keposisi yang sesuai
untuk pelahiran dengan forsep pintu bawah panggul. (Gary Cuningham, 2002)
Gambar : aktifitas uterus normal pada kehamilan, persalinan (his) dan nifas
E. PENGKAJIAN
1. Data demografi
2. Riwayat kesehatan (dahulu dan sekarang)
3. Riwayat partus
4. Pemeriksaan TTV
Tekanan darah (TD) diukur setiap empat jam, atau apabila ada gejala preeklamsi
pemeriksaan harus dilakukan dengan lebih sering.
5. Kaji tingkat nyeri saat kontraksi (his)mulai.
6. Kaji sifat his: frekuensi, kekuatan, lamanya his
7. DJJ dicatat setiap !/2 jam dalam kala I dan lebih sering
dalam kala II
8. Kaji adanya kemungkinan dehidrasi dan asidosis
9. Indikasikan tindakan pembedahan dengan nercosis apabila
diperlukan.
10. Pemberian makanan dalam bentuk cairan
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan otot uterus
2. Resiko Infeksi berhubungan dngan partus
presipitatus
3. Risiko tinggi injuri pada janin berhubungan dengan
partus persipitatus
4. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi
tentang prosedur penatalaksanaan
5. Reiko berduka berhubungan dengan kematian janin
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH Itervensi Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan
peningkatan otot uterus
Setelah dilakukan perawatan,
nyeri menghilang
1.
24 x/menit, nadi: 60-100
x/menit, suhu: 36,5o-37o C
pada janin DDJ: 100-140
x/menit
2.
penurunan rasa nyeri
3.
menunjukkan nyeri
1.
2.
jam
3.
tenang
4.
5.
dan respon emosional terhadap
kajian
Berkura
ngnya stimulasi nyeri
Mengan
tisipasi adanya gejala preeklamsi
pemeriksaan harus dilakukan dengan
lebih sering.
Diguna
kan untuk mengetahui keadaan nyeri
dan untuk mencegah terjadinya nyeri
Memba
ntu menurunkan persepsi klien tentang
ketidaknyamanan dan meningkatkan
rasa kontrol
Ansieta
s sebagai respon terhadap situasi
darurat dapat memperberat derajat
ketidaknyamanan karena syndrome
ketegangan, takut nyeri
2. Resiko Infeksi berhubungan
dngan partus presipitatus
Infeksi dapat dicegah setelah
dilakukan tindakan perawatan
Criteria hasil:
1.
normal (36,5-370c )
2.
1.
2. Lakukan perawatan luka
dengan hati-hati agar luka tetap bersih
3. Tetap pada fasilitas
kontrol infeksi, sterilisasi, dan
infeksi
infeksi (kemerahan,
panas, nyeri, bengkak,
dan fungsi laesa)
prosedur/kebijakan aseptic
4. Identifikasi gangguan
pada tehnik aseptik dan atasi dengan
segera pada waktu terjadi
untuk mencegah infeksi
personal akan menyebabkan daerah
yang steril menjadi tidak steril
sehingga dapat meningkatkan resiko
tinggi infeksi
3. Risiko tinggi injuri pada janin
berhubungan dengan partus
persipitatus
Tujuan:
Meminimalkan kejadian
cedera cerebral
KH:
1.
yang teridentifikasi
2.
x/menit
1.
kecepatan turunnya janin
2.
maulage kepala, ukuran panggul.
Beri tahu dokter bila frekuensi 2
menit kurang
3.
4.
meningkatkan resiko trauma kepela
janin karena tulang tengkorak tidak
mempunyai cukup waktu untuk
menyelaraskan dengan dimensi jalan
lahir.
kurang tidak memungkinkan
oksigenasi adekuat dari ruang
intravilos
tentang status bayi/ klien dan
kebutuhan pascapartum
4 Ansietas berhubungan dengan
kurang informasi tentang
prosedur penatalaksanaan
Tujuan:
Ansietas hilang
KH:
1.
2.
tentang perasaan ansietas
3.
pada tingkat yang diatasi
4.
ansietas
1.
dan ketersediaan system pendukung
2.
mengungkapkan mengekspresikan
perasaannya
3.
pernafasan dan relaksasi
4.
partal kontineu
besar tingkat ansietas
masalah negative dan memberikan
kesempatan untuk mengatasi perasaan.
dan persepsi terhadap nyeri
ansietas/kehilangan kontrol jika
dibiarkan
5. Reiko berduka berhubungan
dengan kematian janin
Tujuan:
Klien tidak terlalu larut akan
reaksi berduka.
KH:
1.
perasaannya
2.
kedpannya
1.
dengan orang tua dan orang
terdekat. Anjurkan mengungkapkan
perasaan melalui mendengar dan
sikap tidak terburu-buru.
2.
jika masalah bayi baru lahir bersifat
sementara atau dapat diperbaiki
melalui pembdahan
3.
dan hubungi dukungan yang tepat
bila mereka menginginkan.
dan kekhawatiran. membatu orangtua
untuk focus pada realita, situasi, dan
memeriksa respon emosi mereka
tergantung pada berat/ permanensi dari
masalah bayi.
keyakinan, sebagai sumber kekuatan
selama resolusi krisis.
KELAINAN LETAK ATAU SUNGSANG
A Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Hanifa W,
2002).
Persalinan pada bayi dengan prosentasi bokong (sungsang) dimana bayi letaknya
sesuai dengan suhu badan ibu, kepala pada fundus uteri sedangkan bokong
merupakan bagian terbawah (didaerah pintu atas panggul / simfisis) (Sarwono, 2002).
I. BENTUK-BENTUK LETAK SUNGSANG
Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki
1. Letak bokong murni
Teraba bokong
Kedua kaki menjungkir ke atas sampai kepala bayi
Kedua kaki bertindak sebagai opalk
2. Letak bokong kaki sempurna
Teraba bokong
Kedua kaki berada disamping bokong
3. Letak bokong tak sempurna
Teraba bokong
Disamping bokong teraba satu kaki
4. Letak kaki
Bila bagian terendah terabah salah satu dan kedua
kaki atau lutut
Dapat di bedakan letak kaki, bila kaki terendah:
letak lutut.
(Manuaba, 1998)
5. Letak bokong
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas.
6. Letak sungsang sempurna (complete breech).
Letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong janin posisi
duduk (letak bokong kaki sempurna / lipat kejang).
7. Letak sungsang tidak sempurna (incomplete breech)
Letak sungsang dimana selain bokong bagian yang
terendah juga kaki atau lutut terdiri dari:
Kedua kaki: letak kaki sempurna.
Satu kaki : letak kaki tidak sempurna.
Kebua lutut: letak lutut sempurna.
Satu lutut: letak lutut tidak sempurna
(Rustam Mohtar, 1998)
II. POSISI KEPALA YANG NORMAL DAN ABNORMAL
B ETIOLOGI
Penyebab letak sungsang dapat berasal dari :
1. Sudut ibu
a. Keadaan rahim
Rahim arkuatus
Seputum pada rahim
Uterus dupleks
b. Keadaan plasenta
Plasenta previa
c. Keadaan jalan lahir
Kesempitan panggul
Deformitas tulamg panggul
Tedapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran
koposisi kepala.
2. Sudut janin
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang.
Tali pusat pendek /
lilitan tali pusat
Hedrocefalus /
anensefalus
Kehamilan kembar
Hidroamnion /
oligohidroamnion
Prematuritus
(Manuaba, 1998)
a. Fiksasi kepala
pada PAP tidak baik / tidak ada, misalnya : pada panggul sempit,