Top Banner
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia TABLOID Media Komunikasi dan Interaksi Diplomasi Diplomasi No. 40 Tahun IV, Tgl. 15 Februari - 14 Maret 2011 www.tabloiddiplomasi.org Email: [email protected] Optimalisasi Diplomasi Ekonomi Untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional www.tabloiddiplomasi.org 771978 917386 9 ISSN 1978-9173 Indonesia Ingin Menjadi Bagian Penting Dalam Penyelesaian Masalah-Masalah Internasional
24

Diplomasi Februari 2011

Aug 13, 2015

Download

Documents

Rizal Cuwang

rewqard
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diplomasi Februari 2011

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

TABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia

Email: [email protected]

771978 9173869

ISSN 1978-9173

DiplomasiDiplomasiNo. 21, Tahun II, Tgl. 15 Juli - 14 Agustus 2009

Email: [email protected]

Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia

Menlu RI :Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem

“KING”Film Bertema Bulutangkis

Pertama di Dunia

Kebudayaan, Fondasi Untuk Memperkuat Hubungan RI - Suriname

Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin

Da’i Bachtiar :Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin

Nia Zulkarnaen :Nia Zulkarnaen :

No. 40 Tahun IV, Tgl. 15 Februari - 14 Maret 2011

www.tabloiddiplomasi.org

Email: [email protected]

Optimalisasi Diplomasi Ekonomi

Untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional

www.tabloiddiplomasi.org

771978 9173869

ISSN 1978-9173 Indonesia Ingin Menjadi Bagian Penting Dalam Penyelesaian Masalah-Masalah Internasional

Page 2: Diplomasi Februari 2011

Daftar Isi

5 FokusDiplomasi Ekonomi Indonesia Masih Lemah

>

6

8

9

10

11

12

13

FokusIndonesia Ingin Menjadi Bagian Penting Dalam Penyelesaian Masalah-Masalah Internasional

LensaDiplomasi HAM Dalam Hubungan Internasional

Lensa

Lensa

Lensa

Lensa

Lensa

ASEAN Foreign Ministers’ (AMM)2011 Akan Ditandai Oleh Kemajuan Yang Signifikan Bagi Pencapaian Komunitas ASEAN

SOM ASEAN Membahas Isu Penting Dalam Proses Pembangunan Komunitas ASEAN

Komite Wakil Tetap untuk ASEAN Secara Rutin Menggelar Pertemuan Dengan Pemimpin Daerah, Akdemisi dan LSM

Keterlibatan Indonesia Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Samudera Hindia

Revolusi BiruPerubahan Mendasar Cara Berpikir Dari Daratan Ke Maritim

>

>

>

>

>

>

>

15

17

19

LensaSamudera India, Arena Persaingan Antara AS dan China Dalam Hal interlocks Pasifik Dan Persaingan Regional Antara China Dan India

Lensa

Bilateral

Perlindungan TKI Harus Dilakukan Sejak Proses Perekrutan

KBRI Memiliki 20 Titik Pusat Informasi Terakait Evakuasi WNI di Mesir

LensaTerdapat Persoalan Mendasar Yang Harus Dibenahi Terkait Verifikasi Kasus-Kasus TKI

18

>

>

>

>

DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

22

Berdiplomasi Lewat Pencak Silat di Belanda

fokus7

Indonesia Memiliki Potensi Memimpin dan Mengambil Inisiatif Isu HAM dan Demokrasi

bilateral

Page 3: Diplomasi Februari 2011

PengarahFirdaus SE.MH

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi KHaRiRi Ma’MUn

Redaktur Pelaksana

CaHyono

Staf Redaksi SaiFUl aMinaRiF Hidayat

taUFiK RESaMaili dian HaRja iRana

tata letak dan artistiktSabit latiEF

distribusiMaRdHiana S.d.

KontributorM. diHaR

alamat Redaksijl. Kalibata tiMUR i no. 19

PanCoRan, jaKaRta SElatan 12740 tElP. 021-68663162, Fax : 021-86860256,

Surat Menyurat :direktorat diplomasi Publik, lt. 12

Kementerian luar negeri Ri jl. taman Pejambon no.6

jakarta Pusat

tabloid diplomasi dapat didownload di http://www.tabloiddiplomasi.orgEmail : [email protected]

diterbitkan oleh diREKtoRat diPloMaSi PUbliK KEMEntERian lUaR nEgERi R.i

Sumber gambar Cover :vibiznews.com

kayakingindonesia.blogspot.com

Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan,

informasi, kritik dan saran,silahkan kirim email:

[email protected]

Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau

meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid

Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila

ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid

Diplomasi, segera hubungi redaksi.

Diplomasi

DiplomasiTABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

TerasDiplomasi

Abad ke-21 ditandai dengan perkembangan yang sangat dinamis dalam hubungan internasional, baik itu berkaitan dengan hubungan antarnegara, munculnya konflik-konflik baru maupun peralihan sistem politik sebuah negara. Perubahan- perubahan yang terjadi pada tingkat global tersebut ternyata sulit dihindari oleh masyarakat internasional sehingga mempengaruhi substansi dan arah politik luar negeri sebuah negara.

Politik luar negeri Indonesia pun menunjukkan upaya-upaya penyesuaian dengan mencermati perubahan lingkungan eksternal yang ada sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Indonesia melihat bahwa perubahan-perubahan yang terjadi bukan hanya berupa hambatan melainkan juga peluang. Bagaimanapun perubahan itu menjadi penting ketika ia membawa pengaruh terhadap Indonesia.

Selama 2010 Indonesia lebih fokus pada penanganan permasalahan global secara multilateral, dimana keanggotaan Indonesia di G20 merupakan manifestasi dari apresiasi negara-negara maju terhadap peran internasional Indonesia dan kemajuan pembangunan ekonomi.

Globalisasi ekonomi ternyata juga telah ‘memaksa’ banyak negara untuk mengkaji kembali kebijakan luar negerinya agar dapat terus memajukan kehidupan ekonomi masyarakatnya. Hubungan ekonomi dan perdagangan internasional sekarang ini memiliki peran penting dalam hubungan luar negeri suatu negara. Dan hal ini telah mengubah diplomasi tradisional yang digunakan menuju diplomasi multisektor dan

multilevel diplomacy.Multilevel diplomacy tersebut

bermakna bahwa diplomasi ekonomi akan dijalankan dalam tingkatan, bilateral; regional;

dan multilateral serta menjadikan peran diplomasi ekonomi sebagai salah satu instrumen penting dalam politik luar negeri. Dalam konteks ini, hubungan ekonomi antarnegara dapat menjadi perekat dalam hubungan politik.

Tahun ini Indonesia lebih serius menerapkan pentingnya diplomasi ekonomi

yang bersifat berkelanjutan dan jangka panjang. Dengan mengoptimalkan diplomasi ekonomi, diharapkan kapasitas dan kapabilitas ekonomi nasional Indonesia meningkat secara signifikan.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dengan 240 juta penduduk dan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRC dan India, posisi Indonesia tentunya sangat strategis di dunia. Ini merupakan peluang dan sekaligus juga tantangan bagi Indonesia di era perdagangan bebas sekarang ini.

Pada tataran praksis, politik luar negeri suatu negara merupakan hasil perpaduan dan refleksi dari politik dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi regional maupun internasional. Politik luar negeri Indonesia tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor berupa posisi geografis yang strategis, potensi sumber daya alam dan manusia berikut susunan demografinya; serta sistem sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara pandang dan cara Indonesia memposisikan dirinya di fora internasional.

Adalah suatu kebijakan yang tepat jika pelaksanaan politik luar negeri diarahkan pada prioritas untuk mengupayakan, mengamankan dan meningkatkan kerjasama serta dukungan negara-negara sahabat dan badan-badan internasional bagi peningkatan perekonomian nasional.

Page 4: Diplomasi Februari 2011

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Diplomasi

4 f o k u s

Globalisasi ekonomi telah ‘memaksa’ banyak negara untuk mengkaji kebijakan luar negerinya agar dapat terus memajukan kehidupan ekonomi masyarakatnya.

Hubungan ekonomi dan perdagangan internasional suatu negara berperan penting dalam hubungan luar negeri. Bahkan, hubungan internasional kontemporer menunjukkan kebutuhan politik luar negeri (necessity of foreign policy). Hal ini untuk mengubah diplomasi tradisional yang digunakan menuju diplomasi multisektor dan multiperingkat (multilevel diplomacy).

Dengan kata lain, kebutuhan penting suatu negara untuk hubungan internasional dengan mendefinisikan kembali makna diplomasi politik luar negerinya. Multilevel diplomacy ini juga bermakna, diplomasi ekonomi akan beroperasi dalam tiga peringkat, yaitu bilateral; regional; dan multilateral.

Globalisasi ekonomi yang terus melanda dunia kian menjadikan peran diplomasi ekonomi sebagai salah satu instrumen penting dalam politik luar negeri. Dalam konteks ini, hubungan ekonomi antarnegara dapat menjadi perekat hubungan politik. Maka, hubungan ekonomi dapat berperan sebagai faktor pengaruh dalam hubungan politik.

Patut diakui, bahwa tidak ada satu definisi ketat tentang diplomasi ekonomi. Namun, diplomasi ekonomi dapat dimaknai sebagai formulation and advancing policies relating to production, movement or exchange of goods, services, labor and investment in other countries. GR Berridge dan Alan James memaknai konsep ini sebagai upaya sistematis yang dijalankan negara dalam employing economic resources, either as rewards or sanctions, in pursuit of a particular foreign policy objective. Kedua

sarjana itu kerap menyamakannya dengan economic statecraft.

Diplomasi ekonomi paling tidak menghadapi tiga isu penting, yaitu; hubungan antara ekonomi dan politik; hubungan antara lingkungan dengan aneka tekanan domestik dan internasional; serta hubungan antara aktor negara dan non-negara (aktor privat/swasta). Kombinasi ketiga hubungan itulah yang akhirnya menjadi salah satu warna utama dinamika hubungan internasional kontemporer.

Isu pertama mengacu pada kondisi di tengah perkembangan intensitas dan kompleksitas yang kian tinggi dari tiga pola interaksi itu serta isu ekonomi global yang kian rumit, hubungan ekonomi dan politik kerap tidak dapat berjalan seiring. Banyak kasus menunjukkan, isu-isu politik menjadi penghambat hubungan atau diplomasi ekonomi yang dimiliki negara. Sebaliknya, ada banyak kasus terjadi, di mana

hubungan ekonomi suatu negara dengan negara lain terbentuk secara efektif tanpa disibukkan hubungan politik yang mereka miliki.

Isu kedua merujuk tingkat ekonomi domestik sebagai basis instrumen kebijakan ekonomi luar negeri (economic foreign policy). Dalam konteks ini, tingkat kesiapan domestik yang rendah kerap menjadi kerikil dalam meningkatkan diplomasi ekonomi suatu negara. Hal ini dimaknai sebagai rendahnya kesiapan domestik suatu negara atau kerap dimaknai sebagai rendahnya daya saing negara di bidang ekonomi dan perdagangan dibandingkan negara lain. Alhasil, tingkat kesiapan domestik dan daya saing negara juga akan menentukan kapasitas dan kemampuan ekonomi nasional suatu negara dalam arena ekonomi dan politik global.

Isu ketiga terkait kemampuan negara dan swasta dalam hubungan ekonomi/perdagangan internasional. Semakin harmonis hubungan pemerintah (negara) dan swasta serta kian tingginya tingkat koordinasi hubungan antara aktor negara dan non-negara, akan berdampak positif terhadap efektivitas diplomasi ekonomi yang dimiliki. Sebaliknya, banyak kasus di negara berkembang, termasuk di Indonesia, menunjukkan,

Optimalisasi Diplomasi EkonomiUntuk Meningkatkan Ekonomi Nasional Prof. Dr. AA Banyu Perwita

Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional FISIP universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Posisi Indonesia sangat strategis di dunia, karena Indonesia merupakan negara demokratis terbesar ketiga di dunia setelah India, dan AS. Selain itu, Indonesia merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan 240 juta penduduk dan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRC dan India. Ini tentunya merupakan peluang dan tantangan bagi Indonesia di era perdagangan bebas/free trade.

Namun jika Indonesia tidak siap dengan adanya ACFTA (ASEAN-China Free Trade

Free Trade Agreement (FTA) Indonesia

Harus Menyiapkan

Langkah Strategis

Melalui Pengaamanan

Pasar domestik Dan Penguatan

Ekspor

Dok. Infomed

Page 5: Diplomasi Februari 2011

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

f o k u s 5

Diplomasi

betapa lemahnya hubungan dan rendahnya koordinasi antara sesama institusi pemerintah dan swasta. Akibatnya, diplomasi ekonomi yang dimiliki bersifat sporadis dan tidak dapat secara efektif mencapai kepentingan ekonomi nasional.

Melihat berbagai masalah itu, salah satu isu utama yang patut dikedepankan guna memanfaatkan peluang pasar non-tradisional adalah penetapan dan implementasi rencana aksi yang seragam oleh institusi pemerintah dan non-pemerintah. Dengan kata lain, dibutuhkan kemitraan antarinstansi agar dapat menembus pasar lebih efektif. Secara spesifik, keharusan membangun segitiga sinergi jaringan antarlembaga pemerintah; antarswasta; dan antara pemerintah dan swasta adalah sesuatu yang strategis. Ini bertujuan untuk menjamin berbagai kebijakan yang dihasilkan workable, terarah dan terpadu.

Indonesia perlu lebih serius memikirkan pentingnya diplomasi ekonomi yang bersifat berkelanjutan dan jangka panjang. Kecenderungan selama ini, diplomasi ekonomi Indonesia masih bersifat reaktif dan sporadis. Ketidakmampuan kita menghasilkan perangkat diplomasi ekonomi yang utuh, komprehensif, dan berjangka panjang hanya akan menghasilkan berbagai output ekspor terbatas. Sebaliknya, jika kita dapat mengoptimalkan diplomasi ekonomi, hal itu akan berdampak amat signifikan bagi peningkatan kapasitas dan kapabilitas ekonomi nasional Indonesia yang kini sedang terpuruk.[]

Agreement), maka Indonesia hanya akan menjadi penonton. Oleh sebab itu, Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah yang strategis, antara lain dengan penguatan daya saing global, pengamanan pasar domestik dan penguatan ekspor. Dalam hal ini kita mencoba mendorong multistakeholder untuk lebih serius menjalin kerjasama di era perdagangan bebas saat ini.

Konsep sistem kebijakan perdagangan di era perdagangan bebas sekarang ini, para pedagang bisa langsung melakukan transaksi tanpa campur tangan dari pemerintah. Free trade, merupakan antitesa dari ekonomi merkantilisme, yang antara lain meliputi kekuatan nasional, kekuatan negara dan peningkatan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan pembatasan impor. Implementasi

free trade adalah berupa integrasi ekonomi atau regionalisme, termasuk kesepakatan dan pemberlakuan free trade agreement (FTA). Kesepakatan ini diharapkan akan meningkatkan ekonomi dan pemerataan pendapatan, yang secara tidak langsung akan menanggulangi kemiskinan di Indonesia.

Dalam hal ini peran sektor jasa sangat penting, karena sektor jasa memiliki peranan yang siginifikan dalam perekonomian nasional mengingat sektor jasa berhubungan erat dengan produksi barang. Di era perdagangan bebas saat ini, Indonesia tentunya harus mampu bersaing dengan negara-negara lain, karena jika tidak, Indonesia hanya akan menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi produk-produk dari China dan negara-negara lainnya.[]

Gusmardi bustami Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan RI

implementasi dari ASEAN-China Free Trade Area ternyata telah menyadarkan pemerintah untuk memperbaiki strategi didalam diplomasi ekonomi. Oleh karena diplomasi ekonomi kita lemah, maka hal itu membuat Indonesia terpaksa mengikuti arus. Selama ini kami selalu menggunakan manajemen Sangkuriang, dimana besok akan melakukan negosiasi, malam ini baru bertemu di hotel untuk melakukan diskusi.

Seringkali bahwa para negosiator kita itu kurang dipersiapkan dari segi detail dan kedalaman isu yang dihadapi. Kondisi ini membuat posisi tawar Indonesia menjadi lemah dalam perundingan kerjasama ekonomi internasional. Contohnya adalah kasus Tangguh, dimana Indonesia adalah pemilik perusahaan tersebut, tetapi faktanya Indonesia justru sulit untuk ikut menentukan harga.

Dalam hal ini Indonesia harus bisa membangun kekuatan kolektif di dalam diplomasi ekonomi ASEAN-China Free Trade Area, karena China itu cukup kuat. Indonesia harus proaktif, agar seluruh anggota ASEAN dapat bergerak bersama-sama. Karena setelah perjanjian ASEAN-China Free Trade Area tersebut ditandatangani, China kemudian langsung berkoordinasi dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk melindungi produk-produk mereka yang bakal terkena dampak.[]

Diplomasi Ekonomi Indonesia Masih Lemah

Duta Besar Ibrahim Yusuf

Dok. Diplomasi

Dok. antarafoto

Page 6: Diplomasi Februari 2011

Diplomasi

6 f o k u s

abad ke-21 adalah abad yang penuh denganperkembangan berarti dalam hubungan internasional, baik itu berkaitan dengan hubungan antarnegara, munculnya konflik-konflik baru maupun peralihan sistem politik sebuah negara dari otoriter ke demokrasi dan sebagainya.

Perubahan- perubahan pada tingkat global tersebut sulit dihindari oleh anggota masyarakat internasional, apalagi isu-isu yang dibawa oleh perubahan itu tidak lagi mengenal batas wilayah “bermain”. Perkembangan dan perubahan tersebut sebagian, kalau tidak seluruhnya, memengaruhi substansi maupun arah politik luar negeri sebuah negara. Indonesia adalah salah satu negara yang tidak dapat menghindar dari perubahan-perubahan pada tingkat global.

Pada awal tahun 2010, Menlu Marty Natalegawa mengatakan bahwa dalam menjalankan politik luar negerinya, Indonesia perlu memperhatikan perubahan lingkungan eksternal. Pernyataan itu mengasumsikan bahwa perubahan- perubahan di lingkungan eksternal menjadi salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan luar negeri. Dan sejak awal tahun 2010, Indonesia menunjukkan upaya untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam politik luar negerinya.

Perubahan-perubahan itu dilihat bukan hanya sebagai hambatan, tetapi juga peluang. Perubahan itu menjadi penting ketika ia membawa pengaruh terhadap Indonesia. Krisis finansial global adalah salah satu contohnya dan sampai batas tertentu mempengaruhi Indonesia. Karena itu kerja sama internasional Indonesia, bilateral maupun multilateral, menjadi suatu keharusan ketika pengaruh dari krisis itu tidak bisa ditangani secara sedirian.

upaya Indonesia untuk

menggalang sentimen internasional dalam mengatasi antara lain masalah perubahan iklim, adalah refleksi komitmen Indonesia untuk mengatasi isu-isu internasional bersama. Bisa dimengerti mengapa selama 2010 Indonesia lebih fokus pada penanganan secara multilateral masalah-masalah ancaman pandemik global, krisis pangan dan sebagainya.

Pada tahun 2010 Indonesia beberapa kali menjadi tuan rumah pertemuan internasional mengenai perubahan iklim. Ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin menjadi bagian penting dalam penyelesaian masalah-masalah internasional. Indonesia memang menunjukkan keinginannya untuk memperbesar peran internasionalnya baik di tingkat global maupun regional. Semboyan “seribu sahabat tanpa musuh” sepertinya menjadi semacam panduan politik luar negeri Indonesia selama tahun 2010 dan untuk tahun-tahun mendatang.

Keinginan Indonesia untuk

menjadi bagian dari kolaborasi internasional untuk menyelesaikan masalah-masalah internasional, misalnya dengan mengajukan usul penyelesaian masalah krusial seperti Palestina, pemanasan global, krisis finansial dunia, menunjukkan kepeduliannya terhadap masalah-masalah global dan hal itu perlu diapresiasi. Selain untuk meningkatkan posisi internasional Indonesia, kepedulian itu juga untuk menunjukkan upaya Indonesia untuk memperluas dan memperdalam hubungan luar internasionalnya.

Semboyan “seribu sahabat tanpa musuh” ini muncul di saat Indonesia sudah mengalami perubahan fundamental di dalam negeri. Keanggotaan Indonesia di G20, gagasan Indonesia untuk membentuk Bali Democracy Forum dan diterimanya tawaran mediasi Indonesia untuk menyelesaikan masalah-masalah internasional bukan hanya bentuk apresiasi dunia internasional terhadap Indonesia, tetapi juga upaya global Indonesia

untuk menciptakan sahabat sebanyak mungkin.

Namun dalam praktiknya semboyan tersebut sangat sulit diwujudkan dalam beberapa kasus karena beberapa faktor. Pertama, dilihat dari perspektif pemikiran realis klasik, kepentingan nasional menjadi acuan utama hubungan antara negara. Karena itu, sekeras apapun upaya Indonesia untuk “berkawan” dengan seribu negara tidak akan memberikan efek positif bagi kredibilitas internasional Indonesia, utamanya kalau negara yang “diajak berkawan” itu tidak melihat ada prospek untuk mendapatkan manfaat strategik dari “pertemanan” dengan Indonesia.

Kedua, telah diketahui oleh umum bahwa keanggotaan Indonesia dalam G20 adalah manifestasi dari apresiasi negara-negara maju terhadap peran internasional Indonesia dan kemajuan dalam pembangunan ekonominya. Keberadaan Indonesia di forum itu adalah juga bagian dari upaya untuk “berkawan” dengan sebanyak mungkin negara.

Tetapi publik di dalam negeri Indonesia belum merasakan hasil optimal dari keberadaan Indonesia di forum itu. Bahkan muncul kritik bahwa keberadaan Indonesia di forum itu hanyalah untuk tujuan pencitraan pemerintah SBY. Di forum G20 tahun 2010 lalu, Presiden mengatakan bahwa Indonesia akan memainkan peran dalam arsitektur ekonomi global di masa depan. Indonesia akan menjadi “world power” dalam jangka waktu 10 hingga 15 tahun. Pernyataan demikian dinilai ambisius, karena untuk menjadi kekuatan dunia, negara harus memiliki keseimbangan antara kekuatan militer dan ekonomi. Indonesia jelas tidak memiliki kualifikasi itu.

Ketiga, gagasan Bali Democracy Forum memang bagus dan ini adalah bukti komitmen Indonesia untuk ikut mendukung proses pengembangan demokrasi di negara-negara lain dan mencari

Indonesia Ingin Menjadi Bagian Penting Dalam Penyelesaian Masalah-Masalah InternasionalBantarto Bandoro Peneliti Indonesia Institute for Strategic Studies (IISS), Jakarta

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dok. Diplomasi

Page 7: Diplomasi Februari 2011

f o k u s 7

Diplomasi

kawan sebanyak mungkin.Tetapi forum ini bisa menjadi ajang bagi negara-negara lain untuk menyaksikan kemunduran dalam proses demokrasi di Indonesia jika Indonesia gagal memperlihatkan praktik terbaiknya dalam berdemokrasi di forum itu.

Keempat, Indonesia adalah bagian dari kerja sama regional dan percaya bahwa kerjasama regional itu akan membawa pada perluasan dan penguatan hubungan internasional Indonesia.

Tahun 2010 menyaksikan keterlibatan Indonesia secara ekstensif dalam proses regional, baik itu APEC, ARF, KTT Asia Timur maupun ASEAN Plus. Menlu Marty Natalegawa mengatakan bahwa keterlibatan Indonesia dalam proses itu akan memandu arah hubungan luar negeri Indonesia di kawasan. Sebagai salah satu negara kunci di Asia Tenggara dan sebagai ketua

ide itu bukan hanya untuk mencari kawan sebanyak mungkin, tetapi juga untuk membantu menjaga kerukunan antar umat baik pada level nasional maupun global.Tetapi proses demikian akan kontra produktif jika Indonesia gagal membangun kerukunan antar umat di level domestiknya.

Tahun 2010 menyaksikan berbagai inisiatif Indonesia dalam hubungan luar negerinya, baik pada level global maupun regional. Indonesia konsisten dalam menjalankan politik luar negerinya yang bebas dan aktif. Apa yang dilakukan oleh Indonesia selama 2010 harus dilihat dalam konteks perubahan-perubahan yang terjadi pada level domestik maupun internasional dan dalam upayanya untuk menyesuaikan dengan perubahan- perubahan tersebut.

Semboyan “seribu kawan tanpa musuh” atau politik luar negeri

ASEAN tahun 2011, Indonesia dituntut tampil optimal dalam proses regional tersebut.

Tetapi peran demikian hanya dapat dilakukan jika Indonesia memperlihatkan kemajuan berarti dalam proses demokrasi dan menjaga stabilitas dalam negeri. Kegagalan dalam proses tersebut bukan hanya akan membuat citra Indonesia menjadi buruk di forum-forum tersebut, tetapi juga akan membuat peran regionalnya menjadi tidak maksimal, karena Indonesia akan terbebani dan lebih berorientasi pada persoalan-persoalan domestik. Singkatnya, Indonesia bisa terjebak dalam semboyan “seribu teman tanpa musuh” jika dalam praktiknya Indonesia justru dinilai tidak produktif dalam kerjasama regional.

Kelima, hingga pertengahan 2010 Indonesia terus memprakarsai interfaith dialog. untuk Indonesia,

segala arah (omnidirectional foreign policy) adalah manifestasi Indonesia untuk menjadi bagian, kalau bukan pemimpin, dari perubahan-perubahan tersebut. Indonesia harus mampu menerjemahkan semboyan itu dalam aksi-aksi yang lebih konkret, karena kegagalan mengelola masalah-masalah dalam negeri akan menjadikan Indonesia terjebak dalam semboyannya itu sendiri. Ini membuktikan korelasi strategik antara persoalan domestik dan luar negeri. Selain itu, semboyan semacam itu juga akan dinilai tidak realistik untuk jangka panjang jika tidak mampu memberikan keuntungan-keuntungan strategik untuk Indonesia. Di atas semuanya itu, kelihatannya dibutuhkan investasi yang masif dalam bidang hubungan luar negeri Indonesia kalau ia tidak mau dilihat pasif dalam politik luar negerinya di 2011 ini.[]

dan inilah yang menjadi pangkal instabilitas di Thailand.

Sementara Filipina, memang sudah mengalami percobaan demokrasi lebih dahulu, namun tingkat heterogenitasnya lebih ringan daripada Indonesia, negaranya lebih kecil serta lebih terekspos ke dunia internasional karena faktor bahasa.

Saya kira perspektif Trias Politica, yaitu state, society, dan market itu, sekarang ini sudah tidak bisa lagi dilepaskan. Harus dipahami bahwa negara hanya memiliki kontribusi sebesar tiga puluh persen bagi perubahan politik dan perubahan perkembangan masyarakat. Tiga puluh persen lainnya dimiliki oleh dunia usaha dan sisanya, yaitu empat puluh perses, dimiliki oleh society. Inilah mindset baru dalam melihat Asia Tenggara dan perkembangan isu demokrasi dan HAM, yaitu bahwa kita memerlukan peran civil society karena ia memegang porsi sepertiganya.[]

sebaGai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia harus mampu memimpin di bidang HAM dan demokrasi. Indonesia mempunyai potensi memimpin dan mengambil inisiatif di isu HAM dan demokrasi ini karena keberhasilan kita dalam mengelola keragaman selama ini. Yang dihadapi Indonesia saat ini adalah bahwa institusi politik yang kita bangun mencontoh dari luar, sementara sebenarnya Indonesia tidak mempunyai tradisi yang menopang beroperasinya institusi tersebut. Disinilah letak kesenjangan itu.

Dalam hal ini Thailand mengalami masalah yang sama dengan Indonesia, bahkan lebih berat. Saya kira ada yang salah dengan praktik demokrasi di Thailand, karena dari sudut pandang sistem demokrasi, impeachment itu hanyalah alat untuk mengontrol dan bukan untuk melawan demokrasi. Namun di Thailand, impeachment itu bisa memberhentikan perdana menteri,

Indonesia Memiliki Potensi Memimpin dan Mengambil Inisiatif Isu HAM dan Demokrasi

Prof. Dr. Jimly Asshidiqie

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Wiro

sabl

eng8

19.b

logs

pot

Page 8: Diplomasi Februari 2011

Diplomasi

8 f o k u s

Salah satu aspek yang perlu dikaji mengenai politik luar negeri Indonesia adalah pemahaman akan kinerja implementasi kebijakan luar negeri Indonesia. Paling tidak ini akan dapat mengarahkan kita pada bagaimana proyeksi tingkah laku Indonesia di lingkup masyarakat internasional ke depan serta implikasi kebijakan apa yang kiranya perlu dirmuskan oleh para pemangku kepentingan nasional.

Dewasa ini Indonesia sebagai sebuah entitas negara-bangsa sedang memasuki suatu era yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdependensi) antar-bangsa yang semakin mendalam, saling keterkaitan antar-masalah yang semakin erat, serta proses globalisasi, khususnya dalam perekonomian dunia yang semakin menyeluruh, dipacu oleh kemajuan-kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi.

Dari perspektif tatanan politik dunia kontemporer, Indonesia juga sedang berada dalam arus empat kecenderungan mendasar. Pertama, menguatnya gejala saling ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar-masalah global di berbagai bidang seiring dengan semakin menguatnya arus serta dampak globalisasi dengan segala implikasinya, baik yang positif maupun negatif.

Kedua, meningkatnya peranan aktor-aktor non-pemerintah dalam tata-hubungan antar negara. Ketiga, menguatnya isu-isu baru dalam agenda internasional, seperti masalah HAM, intervensi humaniter, demokrasi dan demokratisasi, “good governance”, lingkungan hidup, dan lain-lain.

Setiap bangsa, negara dan lembaga internasional, termasuk Indonesia tanpa kecuali, harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan yang sedang terus

berubah sedemikian drastisnya. Perubahan-perubahann tersebut

memunculkan aneka ragam tantangan dan sekaligus peluang baru bagi Indonesia di masa mendatang. Pada tataran praksis, politik luar negeri suatu negara sesungguhnya merupakan hasil perpaduan dan refleksi dari politik dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi regional maupun internasional. Demikian pula halnya dengan politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor, antara lain posisi geografis yang strategis, yaitu posisi silang antara dua benua dan dua samudra; potensi sumber daya alam dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara pandang serta cara Indonesia memposisikan diri di fora internasional.

Kiranya tidak berlebihan jika pelaksanaan politik luar negeri dengan sendirinya diarahkan pada prioritas mengupayakan dan mengamankan serta meningkatkan kerja sama dan dukungan negara-negara sahabat serta badan-badan internasional bagi peningkatan perekonomian nasional.

Bagi negara yang memiliki keunggulan diplomasi tentunya akan memperoleh banyak manfaat bagi kemajuan pembangunan dan integritas negerinya, maupun untuk memperkuat posisi tawar dalam rangka hubungan internasionalnya. Oleh karena itu, meningkatkan keunggulan diplomasi merupakan kebijakan yang harus dilakukan setiap negara, begitu pula dengan Indonesia.

Globalisasi dan revolusi informasi telah mengubah kenyataan wawasan dalam hubungan internasional, dan telah mendorong pergeseran paradigma, dari paradigma traditional diplomacy ke paradigma baru yang menempatkan peran aktor publik di luar pemerintahan atau non-state actors semakin menonjol. Diplomasi yang dilakukan aktor non-pemerintah kepada masyarakat bangsa atau dari pemerintah kepada masyarakat bangsa lain disebut diplomasi publik.

Secara umum diplomasi publik merupakan langkah-langkah mempromosikan kepentingan nasional dalam rangka menciptakan saling pengertian dan mempengaruhi opini masyarakat luas di luar negeri. Dengan kata lain peran aktor non-pemerintah ini telah menjadikan kebijakan yang berlaku secara internasional dan tidak boleh ada jarak dengan kebijakan yang berlaku secara nasional. Hal ini perlu sungguh-sungguh diresapi oleh setiap insan Indonesia. Jangan sampai bangsa ini terjebak ke dalam masalah

yang diakibatkan dari tidak konsistennya antara kebijakan di tingkat nasional dengan kondisi lingkungan strategis internasional yang sedang berlangsung.

Diplomasi itu harus dapat mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di luar kepada publik dalam negeri, dan mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di dalam negeri ke luar negeri. Selaras dengan pemahaman tersebut, kiranya Indonesia perlu menguatkan upaya pemberdayaan publik dalam masalah luar negeri berkenaan dengan diplomasi HAM.

AS tampaknya akan mendominasi corak hubungan internasionalnya yang bertumpu pada pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan demokrasi. Dengan kata lain, di dalam menjalin hubungan luar negeri dengan negara lain termasuk Indonesia, AS kerap akan mengkaitkan kebijakannya dengan tingkat pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan demokrasi di suatu negara.

Dalam konteks ini, dimensi intermestik diplomasi HAM Indonesia mutlak dilakukan Peningkatan peran aktif Indonesia dalam diplomasi HAM pada tataran internasional yang disinergikan dengan berbagai langkah pembaruan, sosialisasi informasi dan reformasi di bidang pemajuan HAM dan demokratisasi perlu terus diupayakan.

Dalam hal ini Indonesia sudah beberapa langkah lebih maju dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia secara bertahap dan berkesinambungan telah membentuk berbagai lembaga negara, badan pemerintah ataupun lembaga independen yang secara langsung akan memperkuat sistem kenegaraan dan kemasyarakatan yang lebih menjamin perlindungan HAM, penguatan rule of law dan pemajuan kehidupan demokrasi. Termasuk dalam kategori ini adalah pembentukan Mahkamah Konstitusi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komisi Hukum Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian dan seterusnya.

Pada tataran internasional, Indonesia juga telah menjadi negara pihak dari Konvensi utama HAM PBB, yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Kovenan Hak Ekososbud (ICESCR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), Konvensi HAk Anak (CRC), Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW), Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD). Dan sedang dalam proses ratifikasi Konvensi Pekerja Migran (CMW). Hal ini telah semakin menunjukkan keseriusan komitmen Indonesia terhadap upaya pemajuan dan perlindungan HAM dalam menghadapi era makin menguatnya diplomasi HAM dalam hubungan internasional untuk beberapa tahun ke depan (immediate years).[]

Diplomasi HAM Dalam Hubungan InternasionalYanyan Mochamad YaniDosen Jurusan Hubungan Internasional dan Program Pascasarjana FISIP universitas Padjadjaran.

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Page 9: Diplomasi Februari 2011

f o k u s 9

Diplomasi

2011 Akan Ditandai Oleh Kemajuan Yang Signifikan Bagi Pencapaian Komunitas ASEAN

ASEAN sebagai perwujudan karakter ASEAN sebagai people-oriented dan people-centered organization. Selain itu para Menlu juga membahas bagaimana agar ASEAN Summits menjadi lebih strategis, interaktif, efisien, efektif dan fokus.

Terkait dengan East Asia Summit (EAS), para Menlu menegaskan kembali pentingnya mempertahankan sentralitas ASEAN dan menjadikan EAS relevan dalam penciptaan kawasan yang aman dan damai berdasarkan ‘common security’, ‘common stability’ dan ‘common prosperity’.

Sementara dalam pembahasan konsep tema ASEAN Community in a global community of nations, telah dibahas mengenai langkah-langkah ASEAN untuk lebih meningkatkan citra dan peran ASEAN pada tataran internasional, antara lain melalui kontribusi pemikiran dan tindakan dalam menghadapi tantangan dunia serta penanganan isu-isu utama regional dan global. Hal ini khususnya ditekankan dalam mempersiapkan perumusan visi ASEAN pasca 2015 (ASEAN’s vision beyond 2015).

Para Menlu juga menyetujui Terms of Reference of the ASEAN Connectivity Coordinating Committee pada Special Meeting of the ASEAN Coordinating Council. Komite ini akan diberi mandat untuk memonitor dan menggalang dukungan Mitra Wicara dan badan asing lainnya bagi realisasi Master Plan on ASEAN Connectivity.

Selain melakukan berbagai pembahasan penting terkait ASEAN, sebagai Side-Events dalam penyelenggaraan AMM Retreat para Menlu ASEAN dan Sekretaris Jenderal ASEAN juga melakukan kegiatan berwawasan lingkungan, yaitu berupa penanaman terumbu karang, pelepasan penyu ke laut dan penanaman pohon trembesi di tepi pantai Medana di sebelah Barat Lombok.[]

Sejalan dengan itu, para Menlu ASEAN juga menggarisbawahi perlunya dilakukan proses rekonsiliasi nasional bagi pihak-pihak terkait, serta pentingnya keterlibatan ASEAN dalam proses tersebut.

Terkait isu Semenanjung Korea, para Menlu ASEAN berpandangan bahwa krisis yang berkepanjangan akan berdampak buruk bagi keamanan dan kestabilan di kawasan. Pertemuan menyepakati bahwa Six Party Talks (SPT) merupakan forum yang tepat untuk penyelesaian krisis ini. untuk itu, ASEAN akan berupaya untuk mendorong dimulainya kembali negosiasi dalam kerangka Six Party Talks tersebut. ASEAN juga berkomitmen untuk mendukung upaya penciptaan lingkungan yang kondusif di Semenanjung Korea, antara lain melalui ASEAN Regional Forum (ARF), dimana Korea Selatan dan Korea utara serta keempat negara Six Party Talks lainnya juga merupakan peserta dalam forum ARF ini.

Para peserta AMM Retreat sepakat berpandangan mengenai perlunya dilakukan upaya mempercepat proses finalisasi Guidelines di dalam pembahasan isu Laut China Selatan (LCS), hal ini mengingat negosiasi telah berjalan selama 9 (sembilan) tahun di tingkat kelompok kerja namun belum membuahkan hasil yang signifikan. Pengimplementasian DOC (Declaration on Conduct of Parties in the South China Sea) oleh ASEAN dan China secara bersama-sama akan dapat menciptakan kestabilan di kawasan LCS. untuk itu, pembahasan Guidelines diharapkan tidak akan menghambat implementasi segera DOC serta kemungkinan penyusunan suatu code of conduct (COC).

Dalam pertemuan, para Menlu juga menyarankan agar tahapan pelaksanaan Cetak Biru dari masing-masing pilar disusun secara jelas hingga terwujudnya Komunitas ASEAN 2015 dalam sesi pembahasan mengenai ASEAN Summits. Para Menlu menggarisbawahimengenai perlunya meningkatkan awareness dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan di

Dalam pertemuan pertama ini AMM Retreat membahas isu-isu kawasan dan internasional yang menjadi perhatian bersama ASEAN, seperti masalah Myanmar,

Semenanjung Korea serta Laut China Selatan dalam konteks ASEAN-China on Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC). Disamping itu telah dibahas pula topik mengenai KTT ASEAN (ASEAN Summits) yang difokuskan pada implementasi Cetak Biru dari ketiga Pilar Komunitas ASEAN, modalitas KTT ASEAN, dan East Asia Summit (EAS), serta pemikiran tentang ASEAN Community in a global community of nations. Penyelenggaraan AMM Retreat ini akan dilanjutkan dengan Special Meeting of the ASEAN Coordinating Council (ACC) guna mengesahkan TOR ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC).

Dalam pembahasan mengenai isu Myanmar, para Menlu ASEAN mendengarkan briefing Menlu Myanmar mengenai perkembangan implementasi Roadmap to Democracy di Myanmar. Pertemuan sepakat untuk menyuarakan pencabutan sanksi ekonomi untuk mengimbangi dan mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan Myanmar dalam bidang demokratisasi, yaitu penyelenggaraan Pemilu pada tanggal 7 November 2010 yang lalu dan pembebasan Daw Aung San Suu Kyi. Pencabutan sanksi ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembangunan ekonomi dan sosial di Myanmar.

PADA tanggal 16-17 Januari 2011, Indonesia selaku tuan rumah telah menyelenggarakan ASEAN Foreign Ministers’ (AMM) Retreat yang dihadiri oleh delapan Menlu dan Sekretaris Jenderal ASEAN, di Hotel Oberoi, Lombok. Menteri Luar Negeri RI Dr. R.M. Marty M. Natalegawa selaku Ketua rangkaian Pertemuan AMM Retreat mengatakan bahwa AMM Retreat di Lombok ini merupakan pertemuan pertama dari Keketuaan Indonesia untuk ASEAN, dimana dalam hal ini Indonesia telah menyampaikan 3 (tiga) prioritas Keketuaannya, yaitu: Memastikan bahwa tahun 2011 akan ditandai oleh kemajuan yang signifikan dalam pencapaian Komunitas ASEAN; Memastikan terpeliharanya tatanan dan situasi di kawasan yang kondusif bagi upaya pencapaian pembangunan; dan Menggulirkan pembahasan mengenai perlunya visi “ASEAN pasca 2015” (“ASEAN beyond 2015”), yaitu peran masyarakat ASEAN dalam masyarakat dunia (ASEAN Community in a global community of nations).

ASEAN Foreign Ministers’ (AMM)

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dok. Infomed

Page 10: Diplomasi Februari 2011

Diplomasi

10 f o k u s

Diskusi bertajuk “Indonesia’ Chairmanship in ASEAN 2011” ini diselenggarakan terkait dengan keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini. Dalam kesempatan ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk ASEAN dan Perwakilan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) mendiskusikan proyeksi kebijakan dan politik luar negeri Indonesia.

InDonesIA memiliki peran penting di ASEAN yang tidak hanya sebagai pendiri saja, tetapi juga sebagai inisiator ASEAN Political Security Community (APSC) menjelang pembangungan Komunitas ASEAN 2015. Pada tahun 2011, Indonesia sebagai Ketua ASEAN mempunyai peluang memimpin ASEAN dalam tiga pilar, dimana termasuk didalamnya merangkul prinsip-prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia, isu perubahan iklim, hubungan antara negara ASEAN dan peran ASEAN dalam G-20.

Cukup banyak isu strategis yang perlu ditangani

oleh ASEAN, seperti kerjasama ASEAN, kejahatan transnasional, kemiskinan, serta mempersempit kesenjangan pembangunan. Diskusi kali ini membahas beberapa hal yang penting dalam kaitan isu ASEAN, seperti dinamika perkembangan dan prospek ASEAN di masa mendatang, antara lain adalah kebijakan Indonesia dalam mengembangkan komunitas ASEAN 2015. Selain itu juga dibahas mengenai pelaksanaan prinsip demokrasi, HAM serta penegakan hukum di ASEAN, khususnya tentang aspek legal pekerja migran di ASEAN.

ASEAN Connectivity merupakan isu ekonomi yang mendapat perhatian seius dalam pertemuan Senior Officials Meeting (SOM) negara anggota ASEAN yang diselenggarakan di Hotel Santosa, Lombok pada tanggal 15 Januari 2011. Pertemuan SOM membahas Kerangka Acuan (ToR) bagi ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC) yang diharapkan dapat menjadi dasar kerja bagi ACCC untuk mengawasi proses implementasi Master Plan on ASEAN Connectivity yang telah diadopsi oleh para Kepala Negara ASEAN pada tahun 2010 di Vietnam. ACCC diharapkan dapat membangun kerjasama dan kemitraan dengan Mitra Wicara dan organisasi atau badan internasional dalam rangka penguatan konektivitas ASEAN untuk masyarakat dan kawasan Asia Tenggara.

Para SOM Leader ASEAN, termasuk wakil dari Sekretariat ASEAN, juga telah membahas isu-isu penting dalam proses pembangunan Komunitas ASEAN. Pertemuan ini adalah pertemuan pertama di tingkat SOM ASEAN pada Keketuaan Indonesia untuk ASEAN tahun 2011. Di bawah Keketuaan Indonesia, pertemuan SOM ASEAN dipimpin oleh Djauhari Oratmangun, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, selaku SOM Leader ASEAN, Kementerian Luar Negeri.

Pertemuan SOM ASEAN pertama ini membahas mengenai isu-isu politik dan keamanan, antara lain isu kerja sama ASEAN – China terkait dengan Laut China Selatan, pembahasan zona bebas nuklir di Asia Tenggara (SEANWFZ), perangkat hukum Piagam ASEAN (HLEG), Komisi HAM Antar-Kementerian ASEAN (AICHR), serta pengembangan Konektivitas ASEAN sebagaimana diuraikan di atas.

Terkait keamanan Laut China Selatan, para pemimpin SOM

ASEAN mencatat hasil dari Joint Working Group on DOC (Declaration of Conduct) yang diadakan di China pada bulan Desember 2010 untuk membahas Guidelines on the Implementation of the DOC. Pembahasan ini adalah wujud proses ASEAN yang secara bersama-sama terus berupaya untuk mencari jalan damai dan menciptakan kestabilan di kawasan. Pertemuan sepakat untuk mendorong agar proses pembahasan Guidelines tersebut dapat dituntaskan.

Selain itu pertemuan juga membahas dan menyambut Work Plan 5 (lima) tahunan AICHR dalam rangka mempromosikan HAM melalui implementasi Komisi HAM Antar-Kementerian ASEAN (AICHR). Disepakati pula dalam pertemuan tersebut untuk terus melanjutkan pembahasan terkait penyelesaian HLEG dan protokol serta beberapa aspek terkait SEANWFZ yang diharapkan dapat diaksesi oleh negara pemilik senjata nuklir.[]

SOM ASEAN Membahas Isu Penting Dalam Proses Pembangunan Komunitas ASEAN

Indonesia Sebagai Ketua ASEAN Mempunyai Peluang Memimpin ASEAN Dalam Tiga Pilar

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Prof. Dr. syamsuddin Haris, M.si Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI

Dok. matanews

Page 11: Diplomasi Februari 2011

f o k u s 11

Diplomasi

Komite Wakil Tetap untuk ASEAN Secara Rutin Menggelar Pertemuan Dengan Pemimpin Daerah, Akdemisi dan LSM

Pertemuan dengan perwakilan Pemerintah Daerah dan akademisi serta civil society organisations merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh CPR ketika menyelenggarakan pertemuan di luar Jakarta. Sebelumnya, CPR juga pernah melakukan courtesy call dengan Gubernur Yogyakarta dan akademisi dari unversitas Gadjah Mada.

Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Nusa Tenggara Barat menyampaikan apresiasinya kepada CPR yang telah menyempatkan waktu untuk melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat. Gubernur NTB mengharapkan agar kerjasama ASEAN dapat melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat luas. Terkait dengan hal tersebut, Gubernur juga menyampaikan bahwa Propinsi Nusa Tenggara Barat mengharapkan kerjasama yang lebih erat dengan negara-negara anggota ASEAN terutama di bidang perdagangan, investasi dan pariwisata.

Dalam acara courtesy call itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat, K.H. M. Zainul Majdi, MA berkesempatan pula memaparkan potensi ekonomi dan investasi Propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki sumber daya alam terutama dibidang pertanian, perkebunan dan pertambangan. Selain itu, Gubernur juga menyampaikan potensi wisata beberapa daerah di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini negara-negara ASEAN diharapkan dapat

Koordinasi ASEAN. Sebagai Ketua ASEAN tahun

2011 ini, Indonesia memiliki tiga (3) prioritas utama yang akan dibahas oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada saat ASEAN Foreign Ministers’ Retreat. Pertemuan Tingkat Menteri ini merupakan pertemuan pertama dalam rangkaian pertemuan-pertemuan ASEAN yang akan diselenggarakan di beberapa propinsi di Indonesia dan pertemuan ini memiliki arti strategis tidak hanya bagi kepemimpinan Indonesia, tetapi termasuk juga bagi ASEAN untuk mencapai tujuan-tujuan pembentukan Komunitas ASEAN.[]

ASEAN, tugas dan fungsi pokok Komite Wakil Tetap untuk ASEAN adalah untuk (i) Mendukung kerja Dewan-Dewan Komunitas ASEAN dan Badan-Badan Sektoral pada tingkat Menteri; (ii) Berkoordinasi dengan Sekretariat-Sekretariat Nasional ASEAN dan Badan-Badan Sektoral Tingkat Menteri ASEAN lain; (iii) Menjadi penghubung ke Sekretaris Jenderal ASEAN dan Sekretariat ASEAN dalam semua bidang yang relevan dengan pekerjaannya; (iv) Memfasilitasi kerjasama ASEAN dengan mitra-mitra eksternalnya; dan (v) Menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan ditentukan oleh Dewan

meningkatkan kerjasama dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada di Nusa Tenggara Barat, khususnya dalam kaitannya dengan pembentukan Komunitas ASEAN, terutama Komunitas Ekonomi dan Sosial Budaya.

Dalam sambutannya, Duta Besar/ Wakil Tetap Indonesia untuk ASEAN atas nama Duta Besar/ Wakil Tetap untuk ASEAN lainnya menyampaikan bahwa Komite Wakil Tetap untuk ASEAN merupakan badan yang dibentuk berdasarkan Piagam ASEAN dan beranggotakan Duta Besar/Wakil Tetap dari kesepuluh Negara Anggota ASEAN. Sesuai dengan Pasal 12 Piagam

MeMegAng peran sebagai Ketua ASEAN pada 2011 ini, Indonesia dihadapkan pada banyak tantangan. Setidaknya ada tiga tantangan besar yang akan dihadapi Indonesia. Tantangan pertama yang akan dihadapi oleh Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya saat ini adalah perbedaan yang ada diantara negara anggota ASEAN.

Perbedaan tersebut antara lain perbedaan ideologi, sistem politik serta kepentingan.

Hal lain yang menjadi tantangan bagi ASEAN dan Indonesia pada khususnya adalah ketegangan bilateral antar negara anggotanya. Ini patut menjadi perhatian lebih dari kesepuluh negara anggota ASEAN. Bila terjadi ketegangan bilateral yang berlarut, dipastikan

stabilitas yang diperlukan untuk menuju ASEAN Community 2015 dapat terganggu.

Tantangan terakhir yang patut diperhatikan oleh negara-negara ASEAN adalah isu-isu regional yang terus mewarnai negara-negara ASEAN. Salah satu contohnya adalah kejahatan transnasional. []

Ketegangan Bilateral Antar Negara ASEAN Dapat MenggangguStabilitas KawasanDr. Adriana elisabeth Kepala Bidang Perkembangan Politik Internasional P2P LIPI.

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

KoMIte Wakil Tetap untuk ASEAN (Committee of Permanent Representatives to ASEAN/CPR), di sela-sela pertemuan kedua yang diselenggarakan di Lombok pada tanggal 13 Januari 2011, berkesempatan melakukan Courtesy-Call kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat, K.H. M. Zainul Majdi, MA di Pendopo Kantor Gubernur NTB. Kegiatan courtesy-call terebut merupakan awal dari serangkaian pertemuan ASEAN Foreign Ministers’ Retreat yang diselenggarakan di Lombok pada tanggal 13-17 Januari 2011.

Page 12: Diplomasi Februari 2011

FAKtA yang ada terkait dengan Indian Ocean adalah bahwa sebanyak sepertiga dari pupolasi dunia ada disana, terdiri dari 24 negara didalamnya. Luas wilayahnya adalah sebesar 68.556 juta kilometer persegi dan merupakan kawasan laut terbesar ketiga di dunia, mensuplai sekitar 20 % kebutuhan energi dunia disamping juga menguasai 25% total nilai perdagangan dunia. Potensi kandungan minyak yang ada di dasar lautnya sebesar 40% dari cadangan minyak dunia, dan produksi ikan lautnya mencapai 12% total produksi ikan dunia.

Sementara dalam hal pengembangan pemanfaatan sumber daya (development of resource utilization), wilayah sebelah barat dari Indian Ocean ini 75% full di eksploitasi dan 25% sisanya bahkan sudah over eksploited. untuk wilayah sebelah timur, 28 % masih moderately eksploited, 55% full eksploited dan 17% sudah over eksploited.

20 % pasokan energi dunia dikirim melalui kawasan Indian Ocean dari wilayah barat (Teluk Persia) menuju ke wilayah timur (China, India, Jepang dan Korea); tidak kurang dari 255 item perdagangan dunia setiap harinya melalui jalur Indian Ocean ini. Diperkirakan sebesar 40% produksi minyak lepas pantai dunia dihasilkan dari kawasan Indian Ocean. Pengembangan pemanfaatan sumber daya yang meliputi sumberdaya perikanan, sumberdaya mineral dasar laut dan sumberdaya pariwisata yang sangat tergantung dari kepulauan tropis dan terumbu karang yang dikontribusikan oleh Indian Ocean ini mencapai 12% dari total produksi dunia.

Keterlibatan Indonesia dalam pengelolaan dan pengembangan Indian Ocean ini dilakukan

melalui IOTC (Indian Ocean Tuna Commission) ; CCSBT (Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna); BOB-LME (Bay of Bengal- Large Marine Ecosystem) ; IOGOOS (Indian Ocean Global Ocean Observing System) ; IO-TEWS (Indian Ocean Tsunami Early Warning System) ; dan IOR-ARC (Indian Ocean Rim-Association for Regional Cooperation).

Permasalahan yang perlu disikapi dalam pengembangan dan pengelolaan Indian Ocean adalah berupa ancaman yang potensial terhadap sumber daya perikanan laut di Indian Ocean, peningkatan produksi perikanan, dan produktivitas tangkapan per unit usaha. Penurunan produktivitas perikanan yang terjadi di kawasan Indian Ocean adalah akibat dari tekanan manusia secara langsung, yaitu berupa peningkatan populasi manusia, usaha penangkapan ikan, dan tingkat konsumsi manusia.

Perubahan iklim juga merupakan ancaman yang potensial terhadap keanekaragaman hayati dan produksi perikanan di Indian Ocean disamping juga keamanan manusia dan lain-lainnya. Potensi penurunan produksi perikanan di Indian Ocean akibat dari perubahan iklim, diperkirakan menurun sebesar 30% -50% pada

tahun 2055. Angka penurunan ini bisa saja mengalami peningkatan mengingat minimnya insentif yang ada untuk pelaksanaan eksploitasi berkelanjutan; kurangnya kepatuhan dan penegakan yang efektif, serta kurangnya kerjasama dan kolaborasi antar sektor.

untuk menuju pendekatan baru tata kelola laut di Indian Ocean tentunya diperlukan upaya untuk memperlancar kerangka penguatan tata kelola laut tersebut, yaitu bagaimana agar banyak badan-badan regional dan konvensi regional tidak terfragmentasi. Bagaimana menjadikan mosaik ekosistem laut, berbagai kebijakan laut nasional, dan CTI, sebagai sebuah upaya pembelajaran. Bagaimana menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada melalui penelitian kelautan di kawasan, penelitian mengenai tata kelola laut yang multi dimensional serta mempromosikan integrasi usaha.

Tampaknya dibutuhkan pendekatan yang lebih inklusif dan komprehensif untuk melakukan kerjasama maritim diantara negara-negara untuk menyongsong era baru tata pengelolaan kawasan Indian Ocean yaitu dengan mengadopsi pendekatan multiple-use ocean governance.[]

Keterlibatan Indonesia Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Samudera Hindia

Diplomasi

12 l e n s a

dr. Gellwynn YusufSekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dr. Gellwynn Yusuf, M. Sc, Dr. Sanjay Caturvedi, Prof. Dr.Hasjim Djalal dan Duta Besar Ibrahim Yusuf pada saat pelaksanaan seminar sehari bertajuk Indian Ocean and The New Regional Strategic Development yang diselenggarakan oleh Kemlu dan ICWA di Jakarta (1/12/2011)

Dok

. Dip

lom

asi

Dok

. Inf

omed

Page 13: Diplomasi Februari 2011

RencAnA Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014 mengusung VISI : ‘Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015’ dengan MISI : ‘Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan’. Grand Strategynya adalah : Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi; Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan; Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; dan Memperluas akses pasar domestik dan internasional.

Revolusi Biru adalah perubahan mendasar cara berfikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan untuk Peningkatan Produksi kelautan dan perikanan melalui Program Nasional Minapolitan yang intensif, efisien, dan terintegrasi guna peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata, dan pantas.

4 (empat) Pilar Revolusi Biru adalah; Perubahan berpikirdan orientasi dari daratan ke maritim; Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan; Peningkatan produksi kelautan dan perikanan melalui program Minapolitan; dan Peningkatan pendapatan rakyat yang adil,merata dan pantas.

Peran KKP dalam pembangunan ekonomi kelautan & perikanan adalah sebagai pemeran utama produksi Hasil Perikanan, Industri Perikanan, Penanganan Illegal Fishing, Pengelolaan & Konservasi Laut dan Perairan, Pengelolaan Pulau-Pulau Terluar, Penamaan Pulau, Sebagai koordinator Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Penyediaan data Kelautan dan Perikanan, Pengelolaan BMKT (Benda Muatan Kapal Tenggelam), Pasir laut, Sebagai pendukung utama Industri Galangan Kapal, Wisata Bahari, Mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim, Pembangunan wilayah perbatasan, Pembangunan daerah tertinggal, Pelayaran rakyat, Industri farmakologi, Industri garam rakyat, Energi laut, dan Industri air laut dalam.

Kapasitas manajemen yang ada memang terdapat kesenjangan sehingga perlu dilakukan upaya reformasi birokrasi. Kapasitas

Revolusi BiruPerubahan Mendasar Cara Berpikir Dari Daratan Ke MaritimManajemen yang diinginkan adalah memiliki akselerasi, breaktrough, dan terbangunnya networking KKP dengan lintas sektor, komunitas bisnis (Lokal & Internasional), serta antara Pusat dengan Daerah. Fokus utamanya adalah berupa Peningkatan Produksi dan Peningkatan Pendapatan Nelayan. Sementara Lokusnya adalah : Perikanan Budidaya, Perikanan Tangkap dan Pengolahan Hasil & Pemasaran.

Indikator utama kinerja KKP dapat dilihat dari konstribusi sektor Kelautan dan Perikanan pada PDB tahun 2010 yang ditargetkan sebesar 3%, tetapi terealisasinya mencapai 3,12%. Disamping itu terjadi efisiensi penggunaan APBN, jika pada tahun 2009 Rp 1 APBN diikuti dengan PDB sektor Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 36,15 maka pada 2010 Rp 1 APBN diikuti dengan PDB sektor Kelautan dan Perikanan Rp 43,74. Sementara itu Produksi Perikanan Tangkap & Budidaya pada tahun 2010 melampaui target, dari yang ditargetkan 10,76 juta ton realisasinya 10,83 juta ton.

Produksi tersebut terdiri dari hasil budidaya sebesar 50,55% dan hasil penangkapan sebesar 49,45% dengan laju pertumbuhan produksi perikanan budidaya meningkat lebih signifikan dibandingkan dengan perikanan tangkap. Tahun 2010 volume produksi perikanan budidaya telah berhasil melampaui perikanan tangkap.

Nilai ekspor tahun 2010 mencapai uSD 2,66 miliar atau naik dibanding dengan tahun 2009 yang hanya uSD 2,46 miliar (naik 8,05%). Resesi yang dialami negara-negara maju tampaknya cukup berdampak pada laju kenaikan ekspor Indonesia tahun 2010. Disamping itu Pemerintah (KKP) juga telah mengupayakan pemebukaan pasar-pasar ekspor baru untuk komoditas perikanan. Surplus neraca perdagangan Produk Perikanan tahun 2010 meningkat sebesar

7,06% dibanding tahun 2009, yaitu rata-rata meningkat sebesar 5,06% sejak tahun 2006. Tingkat konsumsi ikan domestik rata-rata naik sebesar 5,05 % pertahun, karena kaum miskin mendapat akses sumber pangan berbasis protein dengan harga terjangkau.

Kewirausahaan di sektor Kelautan dan Perikanan juga terus tumbuh. KKP berhasil mengembangkan 505 unit Pengolahan Ikan (uPI) yang telah menerapkan Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan yang merupakan Paspor untuk masuk ke pasar global. Sebaran uPI yang merata ini diharapkan mampu menciptakan multiplier effect ekomomi kelautan & perikanan, terutama dalam menciptakan kesempatan kerja.

Nilai Tukar Nelayan (NTN) digunakan untuk mempertimbangkan seluruh penerimaan (revenue) dan pengeluaran (expenditure) nelayan sebagai ukuran tingkat kesejahteraan relatif dan kemampuan memenuhi kebutuhannya. NTN ini sangat dipengaruhi oleh musim, sehingga mulai meningkat pada Juli-September. NTN yang terus meningkat berarti proses penurunan kemiskinan di masyarakat nelayan terus berlangsung

Yang menjadi latar belakang

munculnya inovasi dan terobosan serta capaian tersebut adalah karena ekonomi biaya tinggi dan retribusi yang memberatkan nelayan, penghapusan retribusi untuk meningkatkan pendapatan nelayan, koordinasi yang intensif dengan Pemda, serta pemberian insentif program/kegiatan kepada Pemda.

Optimasi dan maksimisasi produk kelautan dan perikanan dilakukan melalui kebijakan yang konvergen dan fokus antara Pusat - Daerah secara serentak. Selain itu juga dilakukan melalui upaya Zero red tapes dalam Kebijakan Anggaran dan Perijinan , Kontrak Produksi dengan Pemerintah Daerah, Pengembangan wira usaha mandiri, Restrukturisasi armada Perikanan dan Pengembangan prasarana perikanan.

Di sisi lain juga dilakukan percepatan dalam hal pengembangan kawasan potensi perikanan, pengembangan Minapolitan, pengembangan usaha Mina Pedesaan dan pengembangan usaha Garam Rakyat, pengembangan Kawasan Budidaya, pengembangan Pelabuhan Perikanan sebagai sentra perikanan, pengembangan sentra pengolahan dan pemasaran , serta pengembangan sentra garam rakyat.

l e n s a 13

Diplomasi

dr.ir. Fadel muhammadMenteri Kelautan dan Sumberdaya Perikanan

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dok. Infomed

Page 14: Diplomasi Februari 2011

BADAn Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Asia, Pasifik dan Afrika (Ditjen Aspasaf) Kemlu RI dan Indonesian Council on World Affairs (ICWA), pada tanggal 1 Februari 2011 menyelenggarakan Seminar sehari dengan tema “Indian Ocean and the New Regional Strategic Development” di Plaza Bapindo Jakarta.

Acara dibuka oleh Joop Ave, Chairman of ICWA Governing Board dan Yusra Khan, Sekretaris Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK), Kemlu. Seminar menghadirkan 3 (tiga) orang pembicara, yaitu Prof. Dr. Sanjay Chaturvedi (Professor Political Science, Panjab University dan Vice Chairman of Indian Ocean Research Group/IORG), Dr. Ir. Gellwynn Jusuf, M.Sc (Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI), dan Duta Besar Prof. Dr. Hasjim Djalal (Pakar Konvensi Hukum Laut). Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Fadel Muhammad, berkenan menyampaikan keynote speech.

Pentingnya posisi strategis Samudera Hindia dan semakin kompleksnya perkembangan yang terjadi bagi negara-negara kawasan, baik dari aspek ekonomi, politik, maupun pertahanan dan keamanan, telah mendorong Indonesia untuk lebih meningkatkan pengelolaan Samudera Hindia secara berkesinambungan dengan pendekatan ocean governance. Yaitu pendekatan yang menyeluruh (holistic approach) meliputi pendekatan ekonomi, politik dan keamanan, lingkungan, benefit sharing, riset serta ocean regime, termasuk peaceful dispute settlement.

Tujuan dari implementasi ocean governance antara lain adalah untuk menerapkan kebijakan dan program di tingkat nasional, regional maupun internasional, sehingga dengan demikian bias dihasilkan sebuah action plan yang efektif bagi pengelolaan laut secara berkelanjutan.

Isu geopolitik/geostrategis dan aspek ekonomi merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh Indonesia dalam kaitannya dengan Samudera Hindia ini. Tantangan geopolitik/geostrategis tersebut terkait dengan sikap dan peran yang dapat dilakukan oleh Indonesia dalam menyikapi hubungan antara China, India dan beberapa major power lainnya yang masih diwarnai perbedaan kepentingan di Samudera Hindia. Di bidang ekonomi, peluang pengembangan dan pengelolaan sumber daya di Samudera Hindia juga masih perlu terus ditingkatkan. Gagasan-gagasan baru kerja sama perlu terus didorong dan dilembagakan sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional.

Penyelenggaraan seminar dengan tema Indian Ocean and the New Regional Strategic Development ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya berkelanjutan BPPK Kemlu untuk meningkatkan kualitas rekomendasi kebijakan terkait kajian isu Samudera Hindia dengan melibatkan partisipasi para pemangku kepentingan secara lebih luas dan dukungan data yang lebih akurat. Rekomendasi yang dihasilkan dari penyelenggaraan seminar ini diharapkan dapat memperkuat langkah-langkah Indonesia dalam upaya menjaga stabilitas dan sekaligus pemanfaatan kawasan Samudera Hindia bagi seluas-luasnya kepentingan nasional Indonesia. []

14 l e n s a

Diplomasi

Meningkatkan Pengelolaan Samudera

Hindia Secara Berkesinambungan Dengan Pendekatan

Ocean Governance

Kebutuhan BBM untuk nelayan agar mereka bisa melaut adalah sebesar 2,5 juta KL/tahun, namun saat ini baru terpenuhi sebesar 1,5 juta KL/tahun. untuk itu perlu ada upaya penyediaan kecukupan BBM bersubsidi untuk kepentingan nelayan melalui kerjasama dengan Pertamina, diantaranya adalah mempercepat akselerasi pembangunan SPDN.

Kesulitan yang dialami para nelayan pada saat musim tangkap namun tidak bisa melaut dikarenakan nelayan tidak memiliki agunan untuk mendapatkan modal usaha agar bisa melaut. untuk itu diperlukan upaya menyediakan Jaring Pengaman Sosial Nelayan, Kartu Nelayan, Asuransi, Sertifikat tanah, Kartu Tanda Anggota Nelayan, dan Jamsostek/Asuransi Nelayan disamping upaya pengembangan mata pencaharian alternatif, pembangunan rumah nelayan, serta sertifikasi Hak Atas Tanah nelayan.

Pembangunan Sektor Perikanan terdiri dari tiga Jalur, Jalur pertama adalah pembangunan Kelautan & Perikanan yang fokus pada pengentasan kemiskinan (Pro Poor). Jalur 2 adalah pembangunan Kelautan & Perikanan yang fokus pada pengembangan wilayah (Pro Growth & Pro Job), dan Jalur 3 adalah pembangunan Kelautan & Perikanan yang fokus pada FDI (Foreign Direct Investment) yang diarahkan sebagai Pusat Pertumbuhan.

Pembangunan Kelautan & Perikanan yang fokus pada pengentasan kemiskinan (Pro Poor) diwujudkan dalam bentuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri melalui Pengembangan usaha Mina Pedesaan (PuMP). PuMP ini terdiri dari PuMP Budidaya di 300 Kabupaten/Kota, PuMP Tangkap di 110 Kabupaten/Kota, dan PuMP P2HP di 51 Kabupaten/Kota.

Selanjutnya adalah Pengembangan usaha Garam Rakyat (PuGAR) melalui PuGAR KP3K di 40 Kabupaten/Kota. Disamping itu pada tahun 2011 ini dilakukan pengembangan Sentra Garam Percontohan di 8 Kabupaten, yaitu di Cirebon, Indramayu, Rembang, Pati, Pamekasan, Sampang, Sumenep, dan Nagakeo.

untuk Pembangunan Kelautan & Perikanan yang fokus pada pengembangan wilayah (Pro Growth & Pro Job) dilakukan dalam bentuk program Minapolitan Percontohan Berbasis Perikanan

Budidaya di 24 Kabupaten, yaitu di Muoro Jambi (Patin), Kampar (Patin), Bogor (Lele), Banyumas (Gurame), Blitar (Ikan Koi), Gunung Kidul (Lele), Morowali (Rumput Laut), Sumbawa (Rumput Laut), Sumba Timur (Rumput Laut), Banjar (Patin & Nila), Pohuwato (udang), Boyolali (lele), Klaten (Nila), Gresik (udang vanamae), Lamongan (udang vanamae), Serang (rumput laut & kekerangan), Maros (udang), Pangkep (udang), Pesawaran (kerapu), Bintan (kerapu), Bangli (nila), Musi Rawas (nila , mas), Pandeglang (rumput laut & kekerangan), dan Kapuas (patin).

untuk Minapolitan Percontohan Berbasis Perikanan Tankap dilakukan di 9 Kabupaten, yaitu di Sukabumi (PPN Palabuhan Ratu), Cilacap (PPS Cilacap), Pacitan (PPP Tamperan), Banyuwangi (PPP Muncar), Kota Ternate (PPN Ternate), Bangka (PPN Sungai Liat), Kota Bitung (PPS Bitung), Kota Medan (PPS Belawan), dan Kota Ambon (PPN Ambon).

Sementara pembangunan Kelautan & Perikanan yang fokus pada FDI (Foreign Direct Investment) diarahkan sebagi pusat pertumbuhan Mega Minapolitan Morotai yang merupakan kawasan terdepan Indonesia di bibir Samudera Pasifik yang memiliki sumberdaya ikan melimpah. Ikan bernilai ekonomi tinggi dapat dengan mudah dikirim dari Morotai ke pasar utama (Taiwan, Jepang, Korea) karena adanya infrastruktur penerbangan warisan McArthur. Hal ini dalam upaya mendorong Morotai menjadi economic hub kawasan Timur Indonesia.

Prakiraan nilai potensi ekonomi dan kekayaan laut Indonesia di sektor Perikanan adalah sebesar uS$ 31.935.651.400/tahun, di sektor wilayah Pesisir Lestari sebesar uS$ 56 milyar, di sektor Bioteknologi Laut sebesar uS$ 40 milyar , di sektor Wisata Bahari sebesar uS$ 2 milyar per tahun, di sektor Minyak Bumi sebesar uS$ 6.643 juta per tahun, dan di sektor Transportasi Laut sebesar uS$ 20 milyar per tahun.

Pengembangan Energi Arus (Bidang Energi Kelautan Kebijakan Energi Nasional dan Perpres No.5/2006, prioritas pemanfaatan energi non fosil sebesar 17 % yang meliputi 5 % biofuel, 5 % geothermal, 2 % coal liquefaction dan 5 % lagi terdiri dari jenis-jenis energi biomasa, nuklir, hidro, surya, angin, pasang surut, gelombang, OTEC, arus laut dan algae sampai dengan tahun 2025.[]

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Page 15: Diplomasi Februari 2011

selAt Malaka merupakan The Global Stake, dimana lebih dari 70.000 kapal yang melintas disini setiap tahunnya, mereka masing-masing mengangkut berbagai produk barang dan jasa bernilai uSD 1 triliun. Sekitar 30% perdagangan dunia dan 80% kebutuhan BBM Jepang disuplai melalui selat ini.

untuk itu banyak permasalahan Selat Malaka yang perlu ditangani, misalnya terkait dengan masalah keamanan, diantaranya adalah; keamanan navigasi dan traffic control pelayaran. Di bidang keamanan lingkungan, yaitu berupa polusi maritim dan pengelolaan sumberdaya. Bentuk ancaman yang ada adalah aksi terorisme terhadap kapal-kapal tanker pengirim BBM, pembajakan dan perampokan bersenjata, proliferasi senjata nuklir, penculikan, perdagangan manusia, perdagangan obat illegal, dan pencurian hasil laut. Seting masalah keamanan maritim diantaranya adalah terkait bidang perikanan, energi, terorisme, penyelundupan manusia, narkotika, sumberdaya, perdagangan senjata dan lain sebagainya.

Respon dari sisi militer (CMF, NATO, uni Eropa, Otoritas keamanan nasional) yang dihasilkan dalam pertemuan koordinasi bulanan CMF dengan perwakilan-perwakilan Angkatan Laut (AL) adalah ditetapkannya koordinat CTF 151 bagi kapal-kapal perang dan pihak-pihak maritim lainnya untuk memaksimalkan efektivitas pengamanan; Mengatur keterlibatan

Samudera India, Arena Persaingan Antara AS dan China Dalam Hal interlocks Pasifik Dan Persaingan Regional Antara China Dan IndiaAL dan otoritas keamanan nasional dengan Rules of Engagement (ROE); NATO, uni Eropa, CMF, dan pasukan lainnya memiliki komando yang bersifat independen; Komunikasi yang kompatibel agar tidak menghambat upaya koordinasi; Pengembangan pengetahuan mengenai pola pembajakan dimana dalam hal ini aset-aset militer difokuskan pada upaya pencegahan gangguan bajak laut ketimbang upaya pengumpulan data intelijen.

Sementara itu yang menjadi perhatian International Maritime Organization (IMO) dan masyarakat maritim adalah: Pertama, adanya kebutuhan untuk melindungi pelaut, nelayan dan penumpang kapal yang berlayar di lepas pantai Somalia dan di Teluk Aden; Kedua, adanya kebutuhan untuk menjamin keamanan kapal-kapal pengirim bantuan kemanusiaan ke Somalia dalam kerangka World Food Program; dan Ketiga, adanya kebutuhan untuk menjaga integritas jalur pelayaran melalui Teluk Aden, mengingat kepentingan strategis dan signifikansi terhadap pelayaran dan perdagangan antara Timur dan Barat melalui Terusan Suez.

Segitiga geopolitik-strategis di wilayah samudera Hindia antara Amerika Serikat, India dan China ini telah membuat tidak terelakkannya globalisasi terhadap program kepemimpinan Amerika dan kebebasan ekonomi, pemutusan permusuhan, perubahan rejim, dan strategi “mempersempit gap” dalam hal kekuatan dan sistem pasukan penjaga perdamaian.

Strategi pertahanan “Amerika adalah bangsa perang” pada tahun 2005 memiliki tujuan strategis untuk mengamankan AS dari serangan langsung; Akses strategis kebebasan untuk melakukan tindakan; Memperkuat aliansi dan kemitraan serta menciptakan kondisi keamanan

yang menguntungkan bagi AS; Menetapkan Strategi Maritim Nasional (2007), dimana belum pernah terjadi sebelumnya pasukan maritim yang terdiri dari AL, Korps Marinir dan Coast Guard bersama-sama menciptakan sebuah strategi maritim terpadu. Strategi tersebut juga untuk menekankan pendekatan yang mengintegrasikan kekuatan laut dengan unsur-unsur lain dari kekuatan nasional dan sekutu-sekutu AS. Hal ini guna menjelaskan kekuatan laut yang akan diterapkan di seluruh dunia untuk melindungi way of life mereka, seperti bagaimana caranya bergabung dengan bangsa-bangsa yang berbeda pemikiran guna melindungi dan mempertahankan globalisasi serta saling keterkaitan yang dapat menciptakan kemakmuran. Komitmen untuk melindungi tanah air dan memenangkan peperangan antar bangsa ternyata match dengan komitmen untuk mencegah terjadinya perang.

Strategi kerjasama AL abad 21 tampaknya akan terus disikapi di Pasifik Barat dan Teluk Arab/Samudra Hindia untuk melindungi kepentingan vital AS. Hal ini untuk menjamin komitmen negara-negara sahabat dan sekutunya untuk tetap mengusung masalah keamanan regional, mencegah dan menghalangi musuh-musuh potensial dan para pesaing lainnya. Kekuatan tempur ini akan dengan cepat dan selektif dapat di reposisi untuk memenuhi kontinjensi yang mungkin timbul di tempat lain.

Proyeksi perubahan iklim juga merupakan ancaman serius bagi keamanan nasional AS, karena bisa menciptakan suatu ketidakstabilan di beberapa wilayah yang bergejolak, dan bahkan diproyeksikan dapat menumbuhkan ketegangan di wilayah yang selama ini cukup stabil.

Pada saat terjadinya tsunami

Samudra Hindia pada 2005, China memperluas hubungan vertikalnya, sementara India memperluas hubungan horizontalnya. Samudra India merupakan arena persaingan antara AS dan China dalam hal interlocks Pasifik dan persaingan regional antara China dan India, disamping juga perlawanan AS terhadap terorisme Islam di Timur Tengah serta upaya AS untuk memasukkan Iran kedalamnya. Setiapkali Angkatan Laut AS membom Irak atau Afghanistan dari pangkalan di Teluk Persia dan kepulauan Diego Garcia, itu tepat di pusat serangan AS terhadap Iran.

Di dalam revolusi hubungan militer, India dan China masing-masing cenderung untuk mengakuisisi laut. Baik India maupun China masing-masing menunjukkan gambaran proliferasi persenjataan AL yang menarik. Beberapa akuisisi dilakukan secara defensif tapi sebagian besar pastinya dilakakukan dengan ofensif. Ini termasuk proyeksi platform kekuatan seperti kapal induk, kapal perusak, kapal selam, peralatan tempur modern, dan pesawat maritim (pesawat tempur dan pengintai).

Tren yang ada juga menunjukkan bahwa telah terjadi proliferasi rudal, torpedo canggih, peralatan tempur elektronik, sistem radar serta teknologi siluman. Sifat kualitatif dan kuantitatif dari pembelian persenjataan tersebut tentunya dibumbui dengan teknologi informasi. Baik India maupun China ternyata memiliki potensi strategis untuk secara agresif mengejar dan menyerap RMA dalam doktrin strategis mereka. Saat ini tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa AL kedua negara tersebut memiliki kemampuan teknologi untuk menantang AL AS atau AL Jepang.

Perspektif strategis India telah dibentuk oleh karakter kontinental

l e n s a 15

Diplomasi

sanjay Chaturvedi universitas Panjab Chandigarh, India

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dok

. Dip

lom

asi

Page 16: Diplomasi Februari 2011

16 l e n s a

Diplomasi

dan maritim geografinya, dimana lokasi Semenanjung India berada di dasar benua Asia yang menjorok ke Samudra Hindia. Tempat sebuah sudut pandang dalam hubungan perdagangan maritim yang melalui samudera ini. Kami memiliki peran yang kuat dalam hal keamanan dan stabilitas perairan ini, terutama terkait dengan keamanan energi, karena persentase pasokan BBM dan gas Asia yang sangat besar dikapalkan melalui Samudera Hindia.

Strategi pembangunan kontemporer AL India adalah menjadi yang terbesar di Asia Selatan dan ketiga terbesar di Asia-Pasifik setelah AL PLA dan AL Pasukan Beladiri Jepang. Pada 2022 armada AL India akan terdiri dari 160 kapal tempur, 3 kapal induk dan 400 pesawat dengan berbagai jenis. Satelit pengawas dengan jaringan yang lebih luas akan hadir di Samudra Hindia, dimana sebagian besar sudah mulai dibangun. Misinya adalah : pencegahan berbasis laut, keamanan ekonomi dan energi, kehadiran berbagai kepentingan, dan diplomasi multifaset AL.

Kekuatan laut nasional merupakan hasil dari sejumlah kondisi pokok, menurut Mahan adalah berupa : posisi geografis, jumlah penduduk, penyesuaia karakter dan fisik pemerintah. Saat

ini kita untai di bawah satu payung istilah, yaitu geopolitik. Faktor-faktor tersebut layak dijadikan latar belakang strategi maritim di kawasan Samudera Hindia.

Status perkembangan internasional India memberikan relevansi strategis di kawasan, mulai dari Teluk Persia hingga ke Selat Malaka. India telah mengeksploitasi ketidak-stabilan tatanan dunia yang muncul untuk menjalin hubungan baru melalui kombinasi reposisi diplomatik, kebangkitan ekonomi dan keteguhan militer.

Dalam sebuah simposium tentang “keamanan jalur laut” yang diselenggarakan di Beijing (2004), seorang pakar telah mengutip pandangan Mahan dan membuktikan pengaruhnya. Hampir tanpa kecuali, semua yang senang berperang mengutip pandangan Mahan tentang perang, yaitu “komando laut” yang menyatakan; “ that overbearing power on the sea which drives the enemy’s flag from it, or allows it to appear only as a fugitive; and which, by controlling the great common, closes the highways by which commerce moves to and fro from the enemy’s shores.” AL PLA ternyata mampu melaksanakan misi penolakan terhadap laut selama dekade berikutnya dan berjuang untuk menguasai AL Mahanian di China bagian Timur, Kuning, dan laut China

Selatan dalam beberapa dekade berikutnya.

China membangun hubungan strategis di sepanjang alur laut mulai dari Timur Tengah sampai ke Laut China Selatan dengan cara yang menunjukkan posisi defensif dan ofensifnya untuk melindungi kepentingan energi China dan juga tujuan keamanan yang lebih luas. Strategi “string of pearls “ termasuk pangkalan AL baru yang sedang dibangun di pelabuhan Gwadar, Pakistan, pangkalan AL di Myanmar, perjanjian militer dengan Kamboja, memperkuat hubungan dengan Bangladesh dan rencana ambisius untuk membangun sebuah kanal bernilai uSD 20 miliar di Thailand untuk memotong Selat Malaka.

Pengendalian alur laut pengiriman minyak oleh militer China ini dapat mengancam kapal-kapal, sehingga menciptakan iklim ketidakpastian terhadap keselamatan kapal di laut lepas. China bukan hanya bermaksud membangun sebuah AL blue-water untuk mengontrol jalur laut, tetapi juga untuk mengembangkan penambangan dasar laut dan kemampuan rudal untuk mencegah potensi gangguan pasokan energi dari ancaman potensial, termasuk AL AS, terutama dalam kasus konflik dengan Taiwan.

Meningkatnya China secara simultan dan juga India sekarang ini merupakan faktor fundamental dalam memahami abad 21. Munculnya China sebagai Great Powers, sebuah istilah yang sangat relatif, menjadikan mereka saling kunjung di perairan Asia dan sekitarnya. Model geopolitik tradisional Mackinder, Spykman dan Mahan kemudian bertemu di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Pasifik dan Samudra Hindia. Penataan hubungan aktual yang dikombinasikan dengan ruang pandang yang lebih luas dapat dirasakan disini. Negara-negara tetangga yang kuat juga terus berusaha untuk lebih meningkat, dan mendesak dibentuknya suatu aliansi/proxy. Bentuk ‘Great Game’ semacam ini sangat jelas dalam hubungan keamanan-militer, diplomatik dan bidang ekonomi. Globalisasi tidak untuk menggantikan regionalisme, demikian pula

dengan geoeconomics bukan untuk menggantikan geopolitik. Taruhannya sangat besar disini seperti kebutuhan untuk mengamankan akses sumberdaya energi bagi ekonomi mereka, menyebabkan meningkatnya status mereka menjadi ‘negara adi daya’. Beberapa kerjasama yang dilakukan membuktikan bahwa mereka mengusung liberalisme-fungsional. Bagaimanapun dilema realisme geopolitik dan persepsi keamanan masih mendominasi bentuk tindakan mereka.

Seorang analis yang banyak dibaca analisisnya, baru-baru ini juga telah menerbitkan sebuah buku mengenai Samudra Hindia yang membicarakan tentang India sebagai “poros utama global”, dalam apa yang disebut sebagai pergumulan antara AS dan China. Kami cukup tersanjung dengan deskripsi ini, namun kita tidak akan membuat kebijakan atas dasar ‘perasaan baik’. Tidak ada keniscayaan konflik, dan India memandang kecenderungan yang muncul dengan realis. Membangun tema populer di media, yaitu Samudera Hindia sebagai panggung baru keamanan regional yang berkelanjutan tentunya membutuhkan upaya kerjasama semua negara di kawasan di satu sisi dan juga semua negara pengguna Samudera Hindia. Sebagai kekuatan utama di wilayah Samudera Hindia, kita memiliki peran penting dalam evolusi yang inklusif, stabil dan terbuka terhadap arsitektur kerjasama keamanan yang seimbang di kawasan ini.

Dengan definisi ini maka diperlukan proses berdasarkan konsensus, dimana semua pemangku kepentingan yang sah di kawasan ini harus memberikan kontribusi masing-masing untuk keamanan kawasan. Singkat kata India akan memanfaatkan kekuatan geo-politiknya untuk membentuk kerjasama baru dibanding munculnya dominasi oleh satu negara. Itulah visi yang kita inginkan, dimana dengan visi tersebut kami berharap dapat mewujudkan kerjasama dengan semua negara-negara IOR. []

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dok. newsofap

Page 17: Diplomasi Februari 2011

TKI Seharusnya Dilihat Sebagai Asetupaya perlindungan terhadap TKI

sebagai warga negara yang berada di luar negeri adalah suatu kewajiban. Negara wajib melindungi setiap warga negaranya termasuk TKI yang berada di luar negeri. Warga negara Indonesia yang berada di luar negeri memang mayoritas adalah TKI. Dan pada umumnya para TKI ini bekerja di sektor 3 D, yaitu Dirty, Dangerous, dan Difficult yaitu mencapai 2.029.528 orang. Sementara mereka yang bekerja sebagai professional expatriat jumlahnya adalah sekitar 269.400 orang, yang lain-lainnya adalah para ABK, pelajar dan WNI yang menikah dengan orang asing.

Akar permasalahan TKI di luar negeri sebenarnya adalah karena para TKI ini masih dilihat sebagai liability, padahal mereka seharusnya dilihat sebagai asset, karenanya sampai sekarang ini TKI di luar negeri masih mengalami banyak masalah. Akar permasalahannya sebenarnya ada tiga, yaitu individu TKI, Pemerintah, dan negara penempatan. Permasalahan individu TKI adalah menyangkut kemiskinan, kurangnya pendidikan, tidak memiliki skill, kurangnya kemampuan untuk beradaptasi dan permasalahan awareness. Sementara permasalahan

pemerintah adalah koordinasi yang kurang baik, tumpang-tindihnya regulasi, serta lemahnya law enforcement. Sedangkan permasalahan di negara penempatan adalah berupa peraturan setempat yang tidak memberikan perindungan terhadap pekerja asing di sektor informal, cara pandang terhadap para pekerja asing, serta pendekatan budaya yang berbeda.

Dalam hal ini Kementerian Luar Negeri telah berupaya menyelesaikan beberapa kasus TKI yang ada, termasuk penanganan masalah overstay. Akar permasalahan mengenai overstay adalah dari faktor negara penerima dan individu TKI. Diantaranya adalah karena mendatangkan TKI secara prosedural itu cukup sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar, maka kemudian menimbulkan demand penggunaan WNI yang overstay, sehingga terjadi pasar gelap TKI.

Permasalahan para WNI overstayers yang ingin pulang kembali ke tanah air itu bukan semata-mata terutama karena masalah biaya untuk pulang, namun terutama karena masalah exit permit dari Kaill (sponsor) dan masalah karantina imigrasi. upaya-upaya yang dilakukan Perwakilan RI dalam hal ini

antara lain adalah berupa pedampingan korban dengan menunjuk lawyer untuk memberikan bantuan hukum, serta menjamin kepulangan dan kesehatan fisik korban. Saat ini Kemlu juga sedang membuat grand design untuk perlindungan WNI di luar negeri serta membentuk Kelompok Kerja (Pokja), antara lain yang terpenting adalah Pokja mengenai public awareness campaign disamping juga telah membuat tim khusus untuk menangani permasalahan TKI.

Memang diakui bahwa dari pihak staff KJRI di luar negeri kurang menjangkau secara kongkret terhadap TKI yang bermasalah, namun itu bukan berarti tidak ada upaya penanganan yang dilakukan. Dalam hal ini masing-masing instansi telah melakukan tugasnya sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Sementara dalam menyikapi masalah konstelasi politik yang tengah bergejolak di suatu negara, Kemenlu memiliki standar prosedural operasional untuk melindungi WNI yang berada di negara lain. Disamping itu Kemenlu juga melakukan langkah-langkah berdasarkan assessment yang dilakukan, namun dalam hal ini tidak semuanya bisa

diberitakan ke masyarakat. Kemenlu berharap agar upaya-upaya penanganan dan pembenahan mengenai permasalahan TKI ini juga dapat dilakukan melalui perubahan regulasi yang dibutuhkan, di sisi lain Kemenlu juga melakukan evaluasi terhadap Perwakilan di luar negeri.[]

untuk mengatasi persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri, dalam hal ini negara harus terlebih dulu memenuhi hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan di dalam negeri.

direkrut, diberangkatkan, ditempatkan, hingga pemulangan kembali ke keluarganya di tanah air. Harus ada pemilahan yang jelas antara peran dan tanggung jawab negara pengirim, negara penempatan dan individu TKI itu sendiri.

Dengan demikian maka Ruu tentang Pekerja Rumah Tangga (PRT) itu menjadi penting, argumennya adalah bahwa mayoritas TKI di luar negeri adalah pekerja sektor informal atau Pekerja Rumah Tangga. Lalu bagaimana kemudian kita menuntut bahwa TKI di luar negeri harus dilindungi apabila PRT didalam negeri sendiri belum terlindungi. Paling tidak kita harus mengupayakan agar PRT itu diperlakukan sebagai suatu profesi yang memiliki hak dan kewajiban. Dan dalam konteks TKI, pengakuan PRT sebagai profesi diharapkan dapat melindungi hak mereka sebagai pekerja.

Saya kira uu mengenai PRT itu merupakan suatu keharusan, karena uu mengenai Tenaga Kerja yang ada sekarang ini hanya mengatur tentang hubungan industrial dan tidak mengatur mengenai pekerja di

Ada hal-hal yang perlu disepakati terlebih dulu dimana hal yang paling penting adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM). HAM bagi warga negara Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri yang pertama-tama harus dipenuhi adalah hak untuk memperoleh pekerjaaan di dalam negeri. Apalagi karena kebijakan penghentian pengiriman TKI ke luar negeri atau moratorium itu seringkali ditentang karena alasan melanggar HAM warga negara untuk bekerja di luar negeri. Jadi meskipun ada konvensi mengenai free movement, tetap saja kita harus memperhatikan mengenai pemenuhan hak warga negara di dalam negeri untuk mendapatkan pekerjaan.

Akar permasalahan TKI sebenarnya disebabkan oleh pengelola negara yang berwatak swasta. Oleh karenanya regulasi mengenai TKI itu rumusannya adalah peraturan penempatan dan perlindungan, dimana seolah-olah perlindungan TKI itu menjadi sub ordinat dari penempatan TKI. Seharusnya yang menjadi prioritas itu adalah perlindungan terhadap TKI sejak dari calon TKI

sektor domestik. Dalam hal ini, revisi terhadap uu tentang Tenaga Kerja untuk memasukkan regulasi mengenai pekerja di sektor informal, itu mungkin bisa saja dilakukan. Namun demikian kita tetap harus hati-hati karena ini akan membuka peluang bagi kepentingan pemodal, antara lain misalnya masalah outsourching. Jadi yang lebih efektif menurut saya adalah usulan untuk membuat perundangan tersendiri (lex specialis).

Yang dilakukan oleh DPR RI sekarang ini, antara lain adalah memperjuangkan anggaran untuk upaya perlindungan TKI di luar negeri, misalnya anggaran untuk melakukan pemulangan TKI yang bermasalah. Disamping itu, DPR RI juga mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium atau pelarangan pengiriman. Sementara untuk jangka pendek, yang harus dilakukan untuk menangani persoalan TKI bermasalah adalah penambahan shelter di negara-negara yang banyak memiliki TKI bermasalah.

Perlindungan TKI Harus Dilakukan Sejak Proses Perekrutan

l e n s a 17

Diplomasi

tatang Budi Utama Razak Direktur Perlindungan WNI dan BHI

Rieke Dyah Pitaloka Anggota Komisi IX DPR RI

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dok

. mat

anew

s

Dok

. Dip

lom

asi

Page 18: Diplomasi Februari 2011

Terdapat Persoalan Mendasar Yang Harus Dibenahi Terkait Verifikasi Kasus-Kasus TKI

Akar permasalahan TKI bermasalah di luar negeri yang kemudian harus dipulangkan, adalah tanggungjawab negara. Hingga saat ini, belum pernah ada satu orang pun pejabat publik yang menyatakan bertanggungjawab terhadap kasus-kasus TKI bermasalah. Setiapkali terjadi atau ada kasus TKI yang disiksa oleh majikannya di luar negeri, selalu yang dituding adalah siapa agennya, siapa penyalurnya, dan siapa PJTKI nya. Dalam hal ini negara selalu tidak hadir.

Argumen yang selalu dikatakan oleh pemerintah bahwa banyak TKI yang sengaja menelantarkan diri di kolong jembatan supaya bisa dipulangkan secara gratis ke tanah air, ini menandakan bahwa tidak adanya tanggungjawab negara terhadap permasalahan yang terjadi. Negara ternyata masih memandang TKI sebagai sebuah komoditas, hal ini ditandai dengan penekanan negara terhadap jumlah remitansi TKI.

Merupakan hak asasi seorang WNI untuk bisa dipulangkan kembali ke tanah air. Dan jika permasalahan TKI yang berada di kolong jembatan ini dilihat dari perspektif HAM, semestinya permasalahan ini sudah selesai, yaitu bahwa manusia yang terlantar harus diselamatkan. Tidak ada alasan bagi negara untuk tidak berbuat apa-apa, termasuk argument bahwa TKI yang bersangkutan tidak berdokumen. Argument ini keliru karena melokalisir permasalahan, sebab persoalan TKI yang tidak berdokumen itu juga banyak terjadi dimana-mana.

Persoalan mengenai TKI yang berada di kolong jembatan ini sebetulnya merupakan permasalahan yang tidak berdiri sendiri. Ini merupakan lanjutan dari skema imigrasi kita yang menimbulkan banyak persoalan, dimana dibalik setiap persoalan TKI bermasalah selalu ada masalah mengenai anggaran. Meskipun ada

asuransi bagi para buruh migrant itu, tetapi asuransi tersebut ternyata juga rawan korupsi. Dalam hal ini pemerintah harus melakukan koordinasi lintas departemen (tenaga kerja, kesehatan dan sebagainya). Belum lagi dalam upaya ganti rugi kasus kematian TKI, itu juga miris karena seolah jual beli nyawa TKI.

Menurut saya semua pihak yang terkait dengan penempatan TKI itu harus segera di audit mengenai kinerja mereka, misalnya seperti yang sudah dilakukan oleh KPK terhadap BNP2TKI. Audit seperti itu juga harus dilakukan terhadap Kemenhukham, Dinas Imigrasi dan lain-lainnya.

Sementara itu respon pemerintah yang bersifat parsial dan kasuistik juga harus dirubah menjadi respon yang bersifat holistik termasuk juga melibatkan semua birokrat struktural di dalam pelaksanaan pelatihan dan penempatan TKI, jadi tidak semata hanya dilakukan oleh PJTKI.

Ada persoalan besar holistik yang harus dibenahi dalam hal verifikasi kasus-kasus TKI, dan pintu masuk bagi upaya perbaikan tersebut antara lain melalui revisi UU No 39, dan ratifikasi konvensi pekerja migrant. Selanjutnya juga perlu dilakukan kebijakan afirmasi, antara lain pengadaan shelter-shelter dan tambahan tenaga pendamping, disamping juga perlu adanya upaya langkah tanggap darurat emergency action untuk kasus-kasus seperti kasus Kandara.[]

Diplomasi

18 l e n s a

Anis HidayahDirektur Executive Migrant Care

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

MAsAlAH terbengkalainya TKI di luar negeri itu bukan masalah baru bagi Indonesia, khususnya bagi TKI yang berada di Malaysia dan Arab Saudi. Hal ini kemudian mendorong solidaritas masyarakat sipil untuk melakukan ‘Gerakan Pengumpulan Rp 1.000,-‘ guna membantu pemulangan para TKI bermasalah yang tinggal di kolong jembatan di luar negeri untuk bisa kembali ke tanah air. Aksi ini juga merupakan kritik terhadap pemerintah yang dinilai belum sigap menangani permasalahan TKI, terutama terkait dengan status illegal mereka.

Para buruh Migrant (TKI) menuju ruang khusus pemberangkatan TKI di Bandara Soekarno Hatta ketika akan berangkat menuju negara penempatan.

Dok

. Dip

lom

asi

Dok. waspada.co.id

Page 19: Diplomasi Februari 2011

Diplomasi

19l e n s a

BenAR bahwa ada beberapa warga negara Indonesia di Mesir yang menolak untuk dievakuasi pulang ke tanah air. Mereka kebanyakan adalah para mahasiswa yang belum menyelesaikan kuliahnya dan harus mengikuti ujian. Oleh karena itu pemerintah tidak memaksa mereka, kita hargai hak mereka. Mereka memiliki keleluasaan untuk menilai apakah keadaan atau konflik yang ada sekarang ini cukup membuat mereka tidak hanya merasa aman, tapi juga nyaman untuk tetap tinggal. Kalau itu pilihan mereka, kita hormati.

Saya tidak tahu persis berapa jumlah warga negara kita yang belum mau pulang, karena Satgas bekerja berdasarkan daftar WNI yang sudah mendaftar untuk dipulangkan. Para WNI yang mau pulang tentunya sudah terdaftar melalui KBRI.

semua WNI karena ada juga sebagian dari mereka yang menolak pulang, seperti para mahasiswa. Mereka tidak ingin kuliahnya terputus dan kesempatan ujiannya terlewatkan, apalagi mereka tinggal di Naser City, jauh dari Tahrir Square, jadi masih bisa tenang-tenang.

Saya berharap pesawat Garuda Boeing 747- 400 yang digunakan selalu terisi penuh pada saat evakuasi berlangsung. Namun demikian kita juga akan pastikan bahwa evakuasi selalu berlangsung dengan tertib dan rapi, serta tidak ada penumpang yang berjejal.

Penjemputan gelombang kedua ini secara umum berjalan lebih lancar dibandingkan proses pertama yang dilakukan dua hari lalu. Hal ini dikarenakan seluruh pihak telah lebih siap pada evakuasi tahap kedua ini. Salah satu yang

perwakilan RI. Sebagian dari WNI tersebut bahkan ikut membantu KBRI dengan menggunakan kendaraan pribadi untuk menjemput rekan-rekan masyarakat Indonesia. Hal ini sangat membantu proses evakuasi, dimana transportasi bus tidak dapat digunakan karena dikhawatirkan akan memancing demonstran.

Jika konflik di Mesir ini berkembang menjadi konflik horizontal dan kemudian melebar, tentunya aktivitas ekonomi di negeri itu akan lumpuh. Jaminan keamanan akan semakin tidak ada kepastian. Karena itu saya berharap proses pemulangan WNI, termasuk para mahasiswa yang tengah belajar di negeri itu, sebisa mungkin dapat dipercepat. untuk itu pemerintah merencanakan akan menerbangkan kembali pesawat untuk evakuasi

Pekerjaan ini tidak sulit karena KBRI memiliki 20 titik pusat informasi untuk berkomunikasi dengan WNI di seluruh Mesir.

Selain itu, pemerintah juga tidak berpretensi untuk memulangkan

menjadi kunci kelancaran ini adalah partisipasi aktif masyarakat Indonesia di Mesir. Mereka secara aktif mendaftarkan diri untuk evakuasi dan membuka posko-posko siaga dan informasi guna membantu

gelombang ketiga pada tanggal 5 February 2011. Pesawat tersebut juga akan terbang dengan membawa beras dan bahan makanan lainnya. Ini untuk mengantisipasi apabila bahan makanan semakin sulit

disana. Saat ini sudah 420 WNI di Mesir yang terdaftar untuk diterbangkan pada gelombang ketiga proses evakuasi ke Indonesia.[]

KBRI Memiliki 20 Titik Pusat Informasi Terkait Evakuasi WNI di Mesir

dr n Hassan WirajudaKetua Satgas Evakuasi WNI

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Ketua Satgas Evakuasi WNI, Dr. N. Hassan Wirajuda menyampaikan laporan kepada Presiden RI pada saat menerima kedatangan gelombang I evakuasi WNI dari Mesir di Bandara Soekarno Hatta.

Dok

. inf

omed

Page 20: Diplomasi Februari 2011

Diplomasi

20 s o s o k

pria kelahiran Bandung, 20 Agustus 1958 ini memilih bekerja sebagai diplomat di Kemlu RI

karena dua alasan. Pertama karena beliau adalah lulusan FISIP uI jurusan HI, dan kedua

karena beliau berpandangan bahwa Kemlu merupakan salah satu instansi yang relatif cukup bersih dari praktek KKN.

unit-unit yang pernah dimasuki oleh alumni Sekdilu Angkatan XII ini,

diantaranya adalah Badan Litbang yaitu sebagai Staf Kapuslitbangpol dan Staf Sekretariat. Selanjutnya beliau ditempatkan di KBRI Seoul sebagai Staf Bidang Politik dan sempat menjabat sebagai Plh. Kasubdit Renbang di Biro PAL ASEAN.

unit lainnya yang pernah digelutinya adalah Ditjen Politik, yaitu dari tahun 1996 hingga 2000. Beberapa jabatan yang pernah diemban di Ditjen Politik adalah sebagai Kasi Kerjasama Regional dan Kasubdit Indochina serta Ks. Regional, Direktorat Aspas. Tahun 2002, beliau memperoleh tugas sebagai Kasubdit IV, Dit. Kerjasama Intra-Kawasan, Ditjen Aspasaf.

Setiap Penugasan Memiliki Kesan TersendiriDrs. Sunu M. Soemarno, MADirektur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Ditjen Multilateral

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

diplomat lulusan HI FISIP, universitas Padjadjaran, Bandung, yang lahir di Palembang pada tanggal 7 April 1962 ini, benar-benar sibuk pada beberapa minggu terakhir ini. Bagaimana tidak, belum lagi menyelesaikan permasalahan pemulangan TKI yang terlantar di Saudi Arabia, tiba-tiba muncul gejolak di Mesir, sehingga pemerintah harus melakukan evakuasi terhadap Warga Negara Indonesia yang berada disana.

Alumni Sekdilu Angkatan XIII ini

mengemban tugas pertamanya di Kemlu RI sebagai Pjs. Kasi Politik Khusus, Direktorat Organisasi Internasional. Sementara tugas penempatan ke luar negeri yang pertama, beliau laksanakan pada tahun 1992 di KBRI Paris sebagai Kepala Sub Bidang Politik Luar Negeri. Ketika kembali ke Jakarta pada 1996, diplomat yang meraih gelar MBA dari European university, Paris, Perancis ini dipercayakan sebagai Kasi Politik Ekonomi, Dit. Organisasi Internasional. Penggemar

gado-gado dan makanan khas tradisional ini kemudian kembali ditugaskan ke luar negeri pada tahun 1999, yaitu ke Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB di New York, dan menjabat sebagai Kepala Peneraangan dan Hubungan Masyarakat.

Sebelum memegang jabatan sebagai Direktur Perlindungan WNI dan BHI sejak tahun 2010 lalu hingga sekarang, beliau juga sempat bertugas di Direktorat Kerjasama Intra Kawasan Asia Pasifik dan Afrika guna menangani kerjasama ekonomi sub regional, serta dipercayakan menjadi Wakil Duta Besar RI untuk Malaysia pada tahun 2006 hingga 2010.

Peraih penghargaan ‘Pelopor Inovasi’ di bidang Perlindungan WNI dari Menlu RI tahun 2008 dan juga ‘Inovator Perbaikan Pelayanan Prima’ dari Menteri Pendayaagunaan Aparatur Negara pada tahun 2009 ini terlibat aktif dalam berbagai perundingan, baik bilateral, regional, maupun multilateral serta aktif menjadi dosen tamu di beberapa perguruan tinggi di dalam dan di luar negeri.

Olah raga kegemarannya, yaitu badminton dan jogging, hingga

Pelopor Inovasi’ di Bidang Perlindungan WNI

sekarang ini masih dilakukan secara rutin, biasanya setiap Rabu pagi, sehingga diplomat yang ramah dan familiar serta dikenal sebagai pekerja keras ini tetap terlihat energik dalam menjalani kesibukannya. Mengingat bahwa masalah perlindungan terhadap WNI dan BHI di luar negeri merupakan salah satu prioritas dari Kemlu RI, maka diplomat yang telah dikaruniai empat orang anak ini mengharapkan seluruh jajaran di Direktorat PWNI dan BHI untuk bekerja melaksanakan tugas secara profesional, disiplin dan bertanggung jawab.

“Jajaran Dit.PWNI/BHI diuntut untuk inovatif didalam memberikan pelayanan secara langsung, cepat dan tepat” jelasnya. “Kedepan Dit.PWNI/BHI Kemlu akan terus meningkatkan pelayanan dalam bentuk upaya Pencegahan terjadinya permasalahan TKI di luar negeri dengan dukungan penyediaan Database TKI, Early Detection dan Immediate Respon” kata diplomat yang tinggal di kawasan Tebet Jakarta Selatan ini.

Drs. Tatang Boedie Utama Razak, MBA.Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia/Badan Hukum Indonesia

Drs. Tatang Boedi utama Razak, MBA menerima ucapan selamat dari Presiden SBY ketika memperoleh penghargaan Piala Citra Pelayanan Prima di Istana negara, 31 Oktober 2008.

Dok

. inf

omed

Dok. infomed

Dok.

Dip

lom

asi

Page 21: Diplomasi Februari 2011

21

Diplomasi

Sosbud, Ditjen ASEAN dan HELN. Tugas penempatan ke luar negeri yang pertama beliau jalani di KBRI Jenewa sebagai staff di urusan HAM dan Kemanusiaan.

Kemudian beliau kembali ke Jakarta dan ditugaskan di Direktorat Organisasi Internasional. Setelah proses restrukturisasi Kemlu pada 2002 beliau kemudian bertugas di Direktorat HAM, Sosial Budaya dan Kemanusiaan. Selanjutnya beliau kembali ditugaskan ke luar negeri, yaitu ke KBRI New York. Diplomat yang sangat gemar mencicipi kuliner berkolesterol tinggi seperti sate dan gulai kambing serta buah durian ini kemudian ditarik kembali ke Jakarta dan di percaya sebagai pimpinan di Direktorat HAM dan Kemanusiaan.

Diplomat yang baru bisa merasa senang jika hasil pekerjaannya dapat dikontribusikan kepada bangsa dan negara, dimana dalam hal ini melalui Kemlu, mengajak seluruh jajarannya untuk melaksanakan pekerjaan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Sehingga dengan demikian dapat memberikan kontribusi kepada unit kerja, instansi, serta bangsa dan negara sesuai dengan porsi masing-masing, baik besar ataupun kecil.

“Kalau kita bisa melakukan sesuatu dan kemudian itu menjadi kontribusi kita, tentunya kita akan

memperoleh kepuasan dalam bekerja, apapun dan dimanapun pekerjaan itu dilakukan” jelasnya. Oleh karena itu menurut beliau tidak ada tugas yang lebih berkesan dari tugas yang lainnya. “Yang ada adalah perasaan tidak nyaman ketika berada dalam situasi dimana kita tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak bias memberikan kontribusi” jelasnya.

untuk itu beliau berharap agar seluruh jajarannya memiliki komitmen terhadap pekerjaannya, dalam arti menekuni pekerjaan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Sehingga dengan begitu ada upaya untuk terus meningkatkan kapasitas diri. Dengan memiliki kapasitas diri maka akan ada sesuatu yang dapat dikontribusikan.

Direktur yang senang kumpul-kumpul dengan komunitas penggemar barang lawas ini menyarankan, “Kalau kita ingin berumur panjang, jangan lihat kedepan, karena kita tidak tahu sampai kapan usia kita. Agar berumur panjang tanpa harus melawan hukum alam, caranya adalah dengan mencitai dan mempelajari masa lalu, jadi seolah-olah kita menikmati hal-hal yang ada ketika itu sebelum kita lahir” ungkapnya.[]

Muhammad Anshor, SH Direktur HAM dan Kemanusiaan

“Sama sekali tidak terpikir oleh saya untuk menjadi seorang diplomat, karena saya berasal dari keluarga petani sederhana” ungkap Direktur HAM dan Kemanusiaan Kemlu RI. Ketika masih kuliah beliau sempat bekerja sebagai wartawan di majalah Tempo, dan ketika lulus dari Fakultas Hukum uGM pada tahun 1990, malah berkeinginan untuk menjadi lawyer. Namun jalan hidupnya menentukan lain, saat mecoba mengikuti test penerimaan CPNS Kemlu, beliau ternyata berhasil lolos, dan kemudian menjadikannya

s o s o k

PenggemarBarang-Barang Jadul

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

sebagai seorang diplomat.Penggemar ‘barang-barang

jadul’ alias barang kuno ini mengaku menjalani hidupnya bagai air yang mengalir begitu saja, namun dijalaninya dengan bertanggung jawab. Alumnus Sekdilu Angkatan 17 ini mengawali

karirnya dengan magang di

Direktorat Politik dan Sosial Budaya. Selanjutnya ditugaskan di beberapa

unit lainnya, diantaranya di Sekretariat Ditjen Politik

dan

Diplomat yang terlambat menikah ini kemudian ditempatkan di Jenewa pada 2003 sebagai Kepala Bidang Politik II. Selanjutnya ayah dari satu orang anak yang menyelesaikan studi S2 nya di university of Wollongong, NSW ini kembali ke tanah air dan menjabat sebagai Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Ditjen Multilateral hingga sekarang.

Menurut diplomat yang tinggal di Bogor ini, setiap penugasan itu memiliki kesan tersendiri, terutama pada saat penempatan pertama ke luar negeri, dan kebetulan saat itu statusnya masih bujangan jadi bisa lebih fokus terhadap pekerjaan. Dengan kesibukannya sekarang ini, beliau mengaku sudah tidak sempat lagi untuk aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan, namun tetap sebaik mungkin menjalin keakraban dengan

masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Olah raga yang menjadi kegemarannya adalah lari pagi, namun itupun dilakukan sesempatnya saja jika ada waktu luang.

untuk generasi penerusnya, yaitu para diplomat yunior, Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang ini mengingatkan untuk mempelajari sejarah Indonesia. “Sejarah itu sangat terkait erat dengan politik luar negeri Indonesia dan bagaimana kita menempatkan posisi Indonesia di dunia internasional, jadi otomatis sejarah ini perlu dipelajari” jelasnya.

Beliau juga menghimbau seluruh jajarannya untuk bekerja dengan semangat dan penuh perhatian serta melakukan pekerjaan dengan penuh kesenangan. “Jika tidak demikian maka kita tidak akan fokus dan kurang maksimal dalam bekerja” ungkapnya. Hal ini mengingat bahwa pada umumnya diplomat di Kemlu itu berada dalam satu posisi hanya dalam jangka waktu 3-4 tahun saja. “Jadi lakukanlah apa yang bisa dilakukan dengan sebaik mungkin dan jadikan itu sebagai hasil capaian kita, dengan begitu kita akan dapat merasakan kepuasan pribadi” jelas Drs.Sunu M. Soemarno, MA.[]

Dok

. Dip

lom

asi

Page 22: Diplomasi Februari 2011

22 b i l a t e r a l

Berdiplomasi Lewat Pencak Silat di Belanda

PencAK silat yang merupakan bagian dari budaya Indonesia dan diwariskan oleh nenek moyang kita sekarang ini berkembang dengan baik di Eropa, terutama di Belanda. Ini merupakan suatu kebanggaan bagi kita dan patut diberi perhatian. Kita melihat bahwa hubungan Indonesia-Belanda, setidaknya didukung oleh dua pilar, yaitu pertama; sejarah hubungan bilateral kedua negara yang cukup panjang, dan kedua; adalah hubungan kedekatan emosi antara masyarakat kedua negara.

Dalam konteks kondisi sekarang ini, kedua pilar tersebut harus kita perkuat kedepannya dan tidak boleh goyah. Kalau kita lihat perkembangan hubungan Indonesia-Belanda di era tahun 50an, orang-orang Belanda yang lahir di Indonesia (Indo-Belanda) dan memiliki ikatan emosi dengan Indonesia, jumlahnya mencapai 1,7 juta orang. Sementara itu orang Indonesia yang tinggal di Belanda jumlahnya mencapai sekitar 15 ribu orang.

Dari sudut manapaun kita memandang, angka tersebut cukup potensial, begitupun dari sudut bisnis dan ekonomi, dimana investasi Belanda di Indonesia menempati rangking ke-4. Dari segi pariwisata, Belanda termasuk pasar terbesar di Eropa dengan sekitar 141.000 turis setiap tahunnya dan mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tapi yang perlu kita lihat dalam

salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyelenggarakan ‘Ambassador Cup’, yaitu semacam festival Pencaksilat. Dalam hal ini KBRI melakukan kerjasama dengan seluruh perguruan Pencaksilat yang ada di Belanda dan sudah di identifikasi ada sekitar 40 perguruan. KBRI aktif menemui mereka dan selanjutnya kita undang ke KBRI untuk membicarakan masalah pengembangannya kedepan.

Sebelum ini mereka berjalan sendiri-sendiri dan belum ada kegiatan yang bisa merangsang mereka untuk bersatu-padu. Sekarang mereka sudah kita ikat dalam satu kegiatan Festival Pencaksilat Indonesia, dan sudah memasuki penyelenggaraan yang kedua pada tahun 2010 lalu. Festival ini rata-rata diikuti oleh sekitar 150 atlit Pencaksilat setiap tahunnya.

Penyelenggaraan festival ini merupakan salah satu upaya untuk memperlihatkan kepada seluruh perguruan Pencaksilat di Belanda bahwa KBRI memberikan perhatian dan mendorong mereka untuk lebih berkembang menyebarkan salah satu budaya asli Indonesia di luar negeri. Kita melihat bahwa perkembangan Pencaksilat ini juga diminati oleh generasi muda Belanda, dimana dalam festival Pencaksilat yang diselenggarakan, disana juga ada kategori anak-anak dengan usia 5 tahun. Di Indonesia sendiri festival Pencaksilat untuk kategori anak-anak ini mungkin tidak ada. Jadi ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi KBRI Denhaag.

Setelah dua tahun penyelenggaraan ‘Ambassador Cup’ ternyata perguruan-perguruan Pencaksilat tersebut juga menyelenggarakan kompetisi di internal perguruan mereka masing-masing dengan juga mengundang perguruan lainnya. KBRI sering diminta untuk membuka kegiatan semacam itu, dan KBRI sangat aktif untuk hadir dan memberikan dukungan moril kepada mereka. Ini membuat mereka bangga karena mendapat apresiasi dari KBRI, sehingga mereka tetap memiliki semangat.

hal ini adalah apakah generasi muda Belanda sekarang ini mempunyai ikatan emosi terhadap Indonesia sebagaimana orang tua mereka, inilah yang harus menjadi perhatian kita kedepan. Sekarang ini kondisinya memang sangat bagus, tetapi bagaimana dengan waktu 10-15 tahun mendatang. Dalam hal ini kita harus terus berupaya mengikat dan menyentuh emosi mereka supaya tetap memberikan attachment yang khusus kepada Indonesia, yaitu melalui pendekatan sosial budaya.

Salah satu pendekatan yang kita lakukan adalah dengan mendukung perkembangan Pencaksilat di Belanda. Sementara di dalam negeri, termasuk di daerah-daerah, mungkin Pencaksilat kurang berkembang karena generasi muda kita sekarang sudah kurang berminat dengan Pencaksilat. Tetapi anehnya, Pencaksilat itu berkembang dengan baik di tengah-tengah masyarakat Belanda. Pencaksilat itu tidak hanya digemari oleh orang-orang Indobelanda, melainkan juga orang-orang asli Belanda. Jumlahnya cukup banyak, bahkan salah satu diatara mereka kita kirim untuk mengikuti program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI).

Kita memperkenalkan kepada masyarakat Belanda bahwa Pencaksilat yang kita kembangkan ini merupakan budaya asli Indonesia. Mungkin beberapa aliran Pencaksilat juga banyak dikembangkan di negara-negara lainnya, tetapi yang kita kembangkan di Belanda ini adalah Pencaksilat asli Indonesia. Inilah yang kita tekankan, karena kita tidak ingin nantinya Pencaksilat asli Indonesia ini kemudian diklaim oleh negara lain. Misalnya saja ‘Silat Tuo’ salah satu aliran Pencaksilat asli Sumatera Barat, itu tidak mungkin diklaim oleh negara lain sebagai budaya mereka. Demikian juga dengan Pencaksilat asal Madura dan daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia yang kemudian berkembang di Belanda, itu tidak mungkin di klaim oleh negara lain. Inilah yang kita luruskan dan kembangkan di Belanda.

untuk memacu semangat perguruan Pencaksilat di Belanda,

Sekarang ini mereka sudah membentuk semacam asosiasi yang dinamakan ‘Yayasan Asli’ yang fokus membantu mengembangkan Pencak Silat yang berasal dari Indonesia. Ada juga memang aliran Pencaksilat yang diklaim berasal dari Malaysia, dan kami tidak mempermasalahkan hal ini, kalau memang berasal dari sana maka silahkan saja, karena yang ingin dikembangkan oleh KBRI adalah Pencaksilat yang berasal dari Indonesia.

Disamping penyelenggaraan festival, perguruan Pencaksilat di Belanda juga dilibatkan untuk meramaikan perayaan HuT RI. Pada acara ‘Pesta Rakyat’ kita juga menampilkan pertunjukan Pencaksilat disamping pertunjukan seni budaya, dimana pertunjukan ini biasanya dihadiri oleh sekitar 9 ribu pengunjung setiap harinya. Bayangkan kita mendemonstrasikan Pencaksilat sebagai budaya asli Indonesia yang berarti kita telah memberikan pesan kepada 9 ribu orang yang hadir.

Selain event tersebut, kita juga ada ‘Pasar Malam Indonesia’ dimana pertunjukan Pencaksilat juga ditampilkan disini, dan seluruh perguruan Pencaksilat yang ada di Belanda diberikan kesempatan untuk tampil secara bergiliran. Ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka untuk bisa tampil di event yang diselenggarakan selama 5 hari dan dihadiri oleh sekitar 7 ribu orang setiap harinya. Kami melihat ini sebagai sesuatu yang sangat positif, dan bahkan mereka mengharapkan agar KBRI menjadikan ini sebagai agenda rutin.

Duta Besar dan Wakil Duta Besar RI untuk Belanda sangat terkesan ketika melihat secara langsung perkembangan Pencaksilat di Belanda dan menilai bahwa ini merupakan hal positif yang perlu terus dikembangkan di luar negeri, karena ternyata orang asing begitu sangat menghargai senibeladiri tradisional Indonesia. Orang Belanda sangat tertarik dengan Pencaksilat karena nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya.[]

Diplomasi

Firdaus, se, mH.Koord. Fungsi Pensosbud KBRI Belanda (2006-2010)

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Dok. Diplomasi

Page 23: Diplomasi Februari 2011

23aPa kata Mereka

selama ini yang selalu mendapatkan job dalam penempatan TKI adalah PJTKI selaku penyalur TKI dan bukan pemerintah. Saya kira hal ini harus dikoreksi, negara harus mengambilalih penempatan TKI ke luar negeri ini.

Belajar dari kasus Meksiko, yang merupakan negara pengirim dan sekaligus juga negara penerima pekerja migrant, mereka tidak menggunakan istilah pekerja legal dan illegal melainkan pekerja berdokumen dan non dokumen. Selain itu Meksiko juga mempunyai cukup banyak Perwakilan di negara-negara penempatan.

Permasalahan kita adalah bahwa kantor Perwakilan RI itu sulit diakses oleh para TKI ketika hari libur, misalnya di Perwakilan Hongkong. Kemudian masalah keadilan hukum bagi TKI bermasalah di Arab Saudi, karena orang Arab itu punya banyak uang maka mudah saja bagi mereka untuk menyuap hukum untuk dimenangkan dalam kasus yang mereka hadapi, dan pemerintah Indonesia tidak memberikan jaminan apapun dalam hal ini.

Sebenarnya akar dari masalah TKI ini adalah persoalan pengangguran dan pembangunan yang bias kota. Saya kira

pembangunan di kota itu sudah cukup dan sekarang harus diarahkan ke desa-desa, dengan begitu maka pengiriman TKI ke luar negeri ini akan menyusut dengan sendirinya.

Persoalan TKI yang terlantar di Arab Saudi itu harus segera ditangani dengan serius, mengingat masalah HAM di Arab Saudi itu cukup mengkhawatirkan. upaya untuk menerapkan kebijakan moratorium terhadap Arab Saudi juga akan terkait dengan konvensi internasional yang menjamin perpindahan orang antar negara.

Perlindungan terhadap TKI merupakan masalah klasik yang tidak pernah bisa diselesaikan oleh negara selama ini. Pelarangan agar TKI tidak meninggalkan desanya untuk bekerja ke luar negeri, itu juga tidak dapat dilakukan tanpa tanggung jawab pemerintah daerah untuk memberikan jaminan kepada para penganggur di daerahnya. untuk itu regulasi mengenai batas minimum usia TKI perlu ditinjau kembali dengan concern pada batas minimum usia dimana seseorang dikatakan telah dewasa untuk menentukan pilihannya, apakah ingin bekerja di dalam atau di luar negeri.

apa katamereka ?

Diplomasi

15 FEBRuARI - 14 MARET 2011 No. 40 Tahun IV15 FEBRuARI - 14 MARET 2011No. 40 Tahun IV

Menyarankan Tabloid Diplomasi Untuk Mengulas Potret Perbatasan RI - PNG Membaca Tabloid No.39 Tahun IV Tanggal 15 Januari s/d 14 Februari 2011 yang saya download di website tabloid ini, saya tertarik dengan topik politik dan demokrasi, tentu sebagai orang yang tidak mendalami kedua hal tersebut, tetapi sebagai bagian dari masyarakat indonesia yang mengikuti proses dan dinamika politik ditanah air, tetapi secara khusus di papua, saya berpendapat bahwa stabilitas politik bisa terjadi ketika fungsi pelayanan publik berjalan pada sistemnya, dan sistem itu harus tumbuh dari sebuah dasar/asas demokrasi, bukan kah hal tersebut dicerminkan oleh Pancasila. Saran saya Tabloid Informasi pada edisi mendatang, bisa mengulas potret perbatasan RI - Papua Nieugini, disana ada hubungan kekerabatan yang sangat erat antar masyarakat RI - PNG, sayangnya hubungan kekerabatan itu lebih banyak dipolitisir dalam stigma separatis, bukan kah ini bagian yang keliru dari demokrasi, saya pikir demokrasi itu akan tumbuh subur dari sebuah budaya yang ada, secara turun temurun proses kekerabatan antar dua negara ini terjadi dalam kehidupan ekonomi, mereka membangun demokrasi dari hal - hal praktis yang ada di lingkungan tempat mereka bekerja, baik itu di kebun atau di laut (nelayan) mereka menghargai batas - batas wilayah dalam adat,. Saya pikir Tabloid diplomasi adalah sebuah instrumen yang baik dalam membangun pemahaman bersama, dan perspektif melihat papua harus di rubah, Jakarta sebaiknya melihat papua dari sudut pandang orang Papua meilhat Jakarta, sayangnya selama ini jakarta meilhat papua dalam stigma separatis yang berlebihan. Terima kasih untuk Redaksi. Salam DiplomasiEdison Koibur Weblog: www.maykoedison.wordpress.com

Istilah TKI Legal dan Ilegal Kurang TepatQodrat Migrant Institute

suara Pembaca

Page 24: Diplomasi Februari 2011

http://www.tabloiddiplomasi.org

TABLOID

Media Komunikasi dan Interaksi

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia

Email: [email protected]

771978 9173869

ISSN 1978-9173

DiplomasiDiplomasiNo. 21, Tahun II, Tgl. 15 Juli - 14 Agustus 2009

Email: [email protected]

Kontribusi Islam Dan Demokrasi Dalam Membangun Indonesia

Menlu RI :Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem

“KING”Film Bertema Bulutangkis

Pertama di Dunia

Kebudayaan, Fondasi Untuk Memperkuat Hubungan RI - Suriname

Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin

Da’i Bachtiar :Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin

Nia Zulkarnaen :Nia Zulkarnaen :

www.tabloiddiplomasi.com

No. 40 Tahun IV, Tgl. 15 Februari - 14 Maret 2011

tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:http://www.tabloiddiplomasi.orgBagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke: [email protected]

Direktorat Diplomasi Publik

Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110Telepon : 021-3813480Faksimili : 021-3513094

“Cepat, Tanggap, Hands on dan Berintegritas” demikian sikap yang harus dimiliki oleh para diplomat Indonesia yang ditekankan oleh Menteri Luar Negeri, Dr. R.M. Marty Natalegawa kepada 60 diplomat muda ketika secara resmi membuka Diklat Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) angkatan ke-36 di Gedung Pancasila, pada tanggal 7/2/2011. “sikap ini berlaku di seluruh level, dari staf yang baru hingga diplomat senior bahkan menteri luar negeri” ujarnya.

Menekankan kembali arahan Presiden RI, Menlu juga menyatakan setiap Diplomat harus memiliki empat kompetensi untuk mendukung tugasnya. Sebagai

pelobi yang handal, intelijen yang baik, pencari peluang dan pembangun citra.

Menurut Menlu sikap dan keahlian ini sangat diperlukan para diplomat dalam menggerakan mesin diplomasi di dunia global yang dinamis dan cepat. Diplomat harus dapat melihat setiap masalah menjadi satu tantangan dan peluang secara cepat yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan nasional serta menjadi part of the solution, bagian dari solusi.

Menlu menggambarkan evakuasi WNI dari Kairo yang menunjukan kinerja mesin diplomasi Indonesia, “kita harus menganalisa situasi dan membuat

keputusan secara cepat” jelasnya. Tidak seperti pada masa lalu, dalam era kecepatan informasi yang tinggi, para diplomat tidak mempunyai buffer atau jeda dalam mengambil keputusan, “semua terjadi tidak dalam hitungan minggu ataupun hari, tapi dalam hitungan jam” imbuh Menlu.

Kepada para siswa/i, Menlu juga menyatakan jangan dulu berpuas diri dengan keberhasilan menembus rekrutmen yang sangat selektif, tetapi juga terus meningkatkan kwalitas dan keterampilan agar mampu mencapai berbagai keberhasilan lain, “ini adalah awal dari karier kalian yang panjang” tegasnya. Sementara bagi Pusat

Pendidikan juga akan memiliki tugas yang berat dan memainkan peran sangat substansial mempersiapkan calon diplomat untuk melaksanakan amanat negara.

usai sambutannya, Menlu bersama Kapusdiklat menyematkan pin dan tag nama secara simbolis kepada dua orang wakil siswa-siswi sekaligus membuka secara resmi diklat Sekdilu 36. Diklat sekdilu 36 Diklat Sekdilu ke-36 Kemlu diikuti oleh 60 orang siswa/i dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kepala Pusdiklat, Prianti Gagarin Djatmiko Singgih menyatakan tahun ini merupakan sejarah baru rekrutmen diplomat Indonesia yang lebih di dominasi perempuan, 32 orang sementara laki-laki 28 orang. “ini menunjukan pelaksanan tes CPNS Kemlu dilakukan dengan merit system” jelasnya. Para siswa/siswi tersebut mempunyai latar belakang Hubungan Internasional, ekonomi dan akutansi, komunikasi, politik, studi kawasan dan sastra.

Para siswa/i Sekdilu akan dilatih selama enam bulan (Februari-September) di pusat pendidikan Kemlu dan akan dimagangkan di perwakilan RI di luar negeri selama tiga bulan (Oktober-Desember). Para siswa akan dibekali dengan substansi, keterampilan diplomatik, karakter dan perilaku serta profesionalisme untuk menjadi diplomat Indonesia yang handal yang sanggup menjadi wakil 20 juta rakyat Indonesia di luar negeri.[] Sumber : www.deplu.go.id

Keahlian Diplomat Diperlukan Untuk Menggerakkan Mesin Diplomasi

Menlu RI, Dr. RM. Marty Natalegawa saat menyampaikan sambutan pembukaan Diklat Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) Angkatan 36 di Gedung Pancasila, 7 Pebruari 2008.

Dok

. inf

omed