BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Pada tahun 1974 cakupan vaksinasi baru mencapai 5% sehingga dilaksanakan imunisasi global yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI). 1,2 Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/ kelurahan mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Pencapaian UCI desa/ kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6%. Hal ini disebabkan antara lain karena kurang perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah terhadap program imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik rutin maupun tambahan, dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang adekuate. Selain itu juga kurangnya koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan kesehatan swasta, kurang sumber daya yang memadai serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi. 3,4 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat
efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Pada tahun 1974
cakupan vaksinasi baru mencapai 5% sehingga dilaksanakan imunisasi global
yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI).1,2
Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/
kelurahan mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization) atau 90% dari
seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang
terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Pencapaian UCI desa/
kelurahan tahun 2009 masih sangat rendah, yaitu 69,6%. Hal ini disebabkan
antara lain karena kurang perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah
terhadap program imunisasi, kurangnya dana operasional untuk imunisasi baik
rutin maupun tambahan, dan tidak tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang
adekuate. Selain itu juga kurangnya koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan
kesehatan swasta, kurang sumber daya yang memadai serta kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi.3,4
Menurut data profil kesehatan Indonesia 2008, di Sumatera Selatan angka
kejadian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) masih tinggi.
Penyakit campak, terjadi 766 kasus (7,2%) dengan 232 kasus (2,2%) terjadi pada
orang yang telah divaksinasi. C a m p a k ( measles, morblli, rubela) disebabkan oleh
virus measles yang termasuk dalam genus Morbillivirus famili Paramyxoviridae.
Campak merupakan penyakit akut yang sangat menular, dan ditandai dengan
Gejala utama dari campak adalah demam, batuk, coryza, konjungtivitis, dan
bercak koplik yang diikuti timbulnya ruam makulopapular pada hari ke tiga
sampai hari ke tujuh.
Dari data profil Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun 2010, didapatkan
bahwa cakupan imunisasi campak di kota palembang rata-rata mencapai 93,28%,
Namun pada profil Puskesmas Gandus pada tahun 2012, cakupan imunisasi
1
2
campak di Puskesmas Gandus untuk tahun 2011 hanya mencapai 75%. Hasil ini
masih di bawah standar UCI Nasional per kecamatan pada tahun 2012 yang
seharusnya mencapai 90%.6
Idealnya, seorang anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai
umurnya, sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi optimal. Faktor – faktor seperti pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita keluarga per bulan, jumlah anak yang
dimiliki, pengetahuan sikap dan perilaku orang tua terhadap imunisasi diketahui
berperan dalam pemberian imunisasi.1-3
Menurut Lawrence Green dalam Notoadmojo (2003) perilaku
dilaterbelakangi oleh tiga faktor yakni: faktor predisposisi (predisposing factor),
faktor yang mendukung (enabling factor), faktor-faktor yang memperkuat dan
mendorong (reinforcing factor). Faktor perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya untuk memunculkan masalah kesehatan termasuk imunisasi di
negara-negara berkembang. Perilaku dan sikap ibu yang tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang tersedia adalah akibat kurangnya pengetahuan ibu-ibu
tentang manfaat imunisasi dan efek sampingnya.4 Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, tingkat
pengetahuan ibu, dan sikap ibu terhadap pemberian imunisasi campak khususnya
di Puskesmas Gandus Kota Palembang.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana cakupan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas
Gandus Kota Palembang?
2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik sosiodemografi, tingkat
pengetahuan ibu, dan sikap ibu terhadap pemberian imunisasi campak di
wilayah kerja Puskesmas Gandus Kota Palembang?
3
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Gandus Kota Palembang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui cakupan pemberian imunisasi campak dan alasan mengapa
tidak diberikan imunisasi campak pada anak di wilayah kerja
Puskesmas Gandus Kota Palembang.
2. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu,
tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan per kapita
keluarga per bulan, dan jumlah anak yang dimiliki dengan pemberian
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Gandus Kota
Palembang.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi peneliti
1. Menambah informasi, pengetahuan, dan wawasan tentang imunisasi
dasar pada balita.
2. Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian sebagai bekal
dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.2. Bagi Institusi
Memberikan karya bagi almamater sehingga dapat menambah data yang
baru yang dapat digunakan oleh mahasiswa/i Fakultas Kedokteran UNSRI.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Dengan meningkatnya kualitas program imunisasi akan menurunkan
angka kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Campak
2.1.1 Definisi
Penyakit campak adalah suatu penyakit berjangkit. Campak atau rubeola
adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam,
batuk, konjungtivitis dan ruam kulit. Campak ialah penyakit infeksi virus akut,
menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. stadium kataral, b. stadium
erupsi dan c. stadium konvalesensi.4
Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:
1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam
ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka,
tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi
hiperpigmentasi.
2.1.2 Etiologi
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus
Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam
tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat
aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel
raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat
dideteksi bila ruam muncul.
5
2.1.3 Epidemiologi
Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan
Subdit Surveilans dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-kasus campak terjadi
karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi, mencapai sekitar 40–100
persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen). Frekuensi KLB campak pada
tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi se-Indonesia ke Subdit
Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 1998–1999: dari
32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi
intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern
pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup
tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai kontribusi besar terhadap
kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa
Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.4
2.1.4 Patofisiologi
Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, dan
saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel
mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada
hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi terutama
menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik pada mukosa
bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi
sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder.
2.1.5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah