Page 1
DINAMIKA RELASI MENANTU DENGAN MERTUA
YANG TINGGAL BERSAMA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Devi Putri Sari
129114131
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 2
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 3
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 4
iv
MOTTO
“f.o.c.u.s – follow one course until successful”
(Robert Toru Kiyosaki)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 5
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebuah persembahan karya sederhana kepada yang tercinta
Bapak dan Ibu:
Sudarmin & Wirati
Selesainya karya ini adalah tanda nyata Bapak dan Ibu selalu mempercayakan
harapan pada anakmu menyelesaikan tanggung jawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 6
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 7
vii
DINAMIKA RELASI MENANTU DENGAN MERTUA
YANG TINGGAL BERSAMA
Devi Putri Sari
ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami dinamika relasi menantu dengan mertua
yang tinggal bersama. Menantu dan mertua merupakan relasi keluarga yang menunjukkan
ambivalensi. Relasi kekeluargaan menantu dan mertua tinggal serumah juga menunjukkan
ketegangan, sehingga hubungan mereka renggang. Ketegangan yang terjadi menyebabkan hubungan
mereka tidak harmonis dan menantu menilai tidak dekat dengan ibu mertua. Hal ini berkaitan
dengan konsep dua nilai budaya Jawa yaitu nilai rukun dan hormat yang mengarahkan dan
menggerakkan keluarga Jawa mewujudkan keharmonisan sebagai harapan budaya itu sendiri. Kedua
hal ini saling berlawanan dan bagaimana titik temu untuk menyelaraskan sesuai cerminan keluarga
Jawa. Informan penelitian ini adalah menantu perempuan yang tinggal bersama mertua dengan
jumlah empat menantu perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara semi-
terstruktur. Analisis penelitian kualitatif ini menggunakan analisis fenomenologi interpretatif.
Penelitian ini mendapati dinamika relasi menantu dengan mertua berorientasi pada relasi keluarga
yang harmonis. Menantu menunjukkan dengan sikap mengalah sebagai cara menghormati mertua
dan penerimaan keadaan yang mengarah pada relasi kekeluargaan. Peran budaya Jawa mengarahkan
dan menyelaraskan tindak tanduk menantu mencerminkan norma budaya itu sendiri. Relasi menantu
terhadap mertua juga didasarkan pada keuntungan cinta yang didapat menantu selama tinggal
bersama. Menantu merasa bergantung pada bantuan mertua sehingga menantu memprioritaskan
kebersamaan dan keutuhan keluarga.
Kata kunci : relasi menantu dengan mertua, keluarga, keharmonisan, budaya Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 8
viii
THE DYNAMICS OF DAUGHTER-IN-LAW AND MOTHER-IN-LAW’S
RELATIONSHIP WHO LIVES TOGETHER
Devi Putri Sari
ABSTRACT
This research aimed to understand the dynamics of daughter-in-law and mother-in-law’s
relationship who lives together. Daughter-in-law and mother-in-law is family relationship that
shows ambivalence. The familial relationship of daughter-in-law and mother-in-law who lives
together shows tension, so there is a gap between them. The tension makes their relationship
disharmonious and not intimate. It relates to Java’s culture value, such as harmonious and
respectful that direct and stir Java’s family actualize harmony as the culture’s hope. These two
contrast at each other and how the intersection synchronize due Java’s family reflection. The
subjects were 4 daughter-in-laws that lived together with their mother-in-law. The data collected
using semi-structured interview, analyzed with interpretative phenomenology analysis. This
research found that the dynamics of daughter-in-law and mother-in-law’s relationship oriented on
harmonious family relationship. Daughter-in-law shows succumb attitude as a way to respect
mother-in-law and condition acceptance that leads to family relationship. Java’s culture role leads
and sychronize daughter-in-law behavior reflects the culture norm itself. The relationship from
daughter-in-law to mother-in-law based on affection obtained during live together. Daughter-in-law
feels dependent on mother-in-law’s help so that daughter-in-law prioritize togetherness and unity of
the family.
Keyword : relationship of daughter-in-law and mother-in-law, family, harmony, Javanese culture
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 9
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 10
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Yesus Kristus atas rahmat dan kasih-
Nya yang berlimpah menyertai anak-Nya dalam proses penulisan skripsi dengan
lancar. Perjalanan selama penulisan skripsi ini mengalami kesulitan, namun selalu
diberikan pembelajaran dan kemudahan untuk menyelesaikan pada waktu yang
tepat. Banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan segenap jajaran Dekanat.
2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M. App., Ph.D., selaku Kepala
Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis yang selalu memberi masukan, semangat untuk menyelesaikan studi
S1 penulis selama di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Y.B. Cahya Widiyanto, M.Si., Ph.D., selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah membimbing dan memberi masukan sehingga penulis
dapat menyelesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesempatan yang
Bapak berikan untuk berproses bersama dan selalu memberi keyakinan di
tengah keraguan. Banyak hal dalam hidup yang Bapak ajarkan dan kenalkan
melalui proses penyelesaian skripsi ini. Hidup bukan sekedar berproses dan
dijalani namun menemukan dan menggali makna dari setiap kejadian hidup
yang terjadi. Segala proses yang terjadi memampukan penulis mengenali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 11
xi
dan memahami diri lebih jauh dari sebelumnya. Terima kasih kesempatan
berdinamika dan menjembatani bertemu dengan ibu Tuti.
5. Seluruh dosen Psikologi yang mendidik dan mendampingi dengan penuh
kesabaran selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
6. Seluruh Staff dan Karyawan Psikologi Universitas Sanata Dharma yang
telah sabar melayani dan memberikan informasi selama penulis berkuliah di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ini.
7. Para informan yang membantu untuk bersedia meluangkan waktu dan
berbagi pengalaman berharga kepada penulis. Terima kasih kesempatan
yang diberikan.
8. Bapak dan Ibu tercinta: Sudarmin dan Wirati sangat memberikan energi
positif dan cinta kasih yang selalu mengalir. Terima kasih memberikan
kesempatan menuntut ilmu, kesabaran menghadapi proses kehidupan
anakmu, doa-doa dan cinta kasih yang selalu terucap. Terima kasih air mata
yang harus mengalir untuk anakmu, mohon maaf menyakiti Bapak Ibu
sebagai orang tua yang sepenuh hati menyayangi penulis. Maaf kebaikan
Bapak dan Ibu belum terbalaskan.
9. Keluarga yang memberikan dukungan, perhatian, dan tak pernah putus
memberikan cinta kasih kepada penulis. Teruntuk Mas Nunung, Mbak Atik,
Mas Andi, Mbak Becha, dan keponakan Lia, Dhafin, Via, Falisha yang
selalu menguatkan dengan tawa mereka. Terima kasih pengertian dan
pemahaman untuk tidak menanyakan “kapan”, selalu mendampingi di saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 12
xii
kesulitan dan memberikan motivasi persiapan mengenai kehidupan
selanjutnya.
10. Seluruh teman penulis di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
angkatan 2012. Terima kasih kesempatan mengenal kalian yang mengisi
jalan cerita hidup penulis, bertemu kalian adalah pengalaman yang
berharga. Canda tawa bersama teman-teman menjadi warna kenangan
dalam diri sebagai mahasiswa. Suka duka bersama teman-teman menjadikan
diri kita kuat dan menjadi sosok kita yang hebat memahami kehidupan.
Terima kasih energi positif yang ditularkan. Pertemuan kita adalah awal kita
berjalan bersama menapaki kehidupan untuk terus berlanjut dan saling
mendoakan dimana pun teman-teman berkembang. Teruntuk teman-teman
Karina, Maria, Fani, Reka, Anti, Priska, KaGue, Rini, Nia, Maureen, Oci,
Ogek, Gege, Sekar, Jeje, dan teman-teman lain yang selalu menularkan
senyum mereka.
11. Teman-teman seperjuangan menuliskan pemikiran di atas kertas putih.
Terima kasih kalian berproses bersama dan selalu menularkan energi positif
di tengah kesulitan. Teruntuk teman-teman Nia, Karina, Priska, Amel, Cia,
Edo, Ananta, Mas AP, Vincent, Kenang dan teman-teman angkatan 2011,
2013, 2014.
12. Teman-teman Klaten penulis yang memberikan energi positif dan harapan
akan ada hal baik. Terima kasih berbagi pengalaman suka duka kehidupan
yang memotivasi penulis untuk terus maju melawan hambatan. Teruntuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 13
xiii
Giffari, Ayu, Titis, Tiara, Salindri, Alphin, Yeyen dan teman-teman lain
yang selalu memberi dukungan.
13. Devi Putri Sari yang telah kuat bertahan melawan diri. Terima kasih
kesempatan tumbuh dan berkembang hingga detik ini membawa diri
menjadi lebih baik. Perjalanan sesungguhnya akan segera dimulai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 14
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xix
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 10
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10
1. Manfaat Teoritis ....................................................................... 10
2. Manfaat Praktis ......................................................................... 10
BAB II: TINJAUAN TEORI......................................................................... 12
A. Keluarga ......................................................................................... 12
B. Penelitian Terkait Relasi Menantu dengan Mertua .......................... 13
C. Hubungan ....................................................................................... 16
D. Kaidah Dasar Masyarakat Jawa ...................................................... 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 15
xv
1. Nilai Hormat ............................................................................. 19
2. Nilai Rukun .............................................................................. 21
3. Nilai Harmoni Jawa .................................................................. 22
E. Analisis Fenomenologi Interpretatif ................................................ 23
F. Dinamika Relasi Menantu dengan Mertua ...................................... 25
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 27
A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian ............................................. 27
B. Fokus Penelitian ............................................................................. 29
C. Prosedur Penelitian ......................................................................... 29
1. Informan Penelitian................................................................... 29
2. Metode Pengambilan Data ........................................................ 31
D. Metode Analisis Data ..................................................................... 33
1. Membaca dan membaca kembali .............................................. 33
2. Membuat catatan awal .............................................................. 33
3. Mengembangkan tema .............................................................. 34
4. Mencari keterkaitan antara tema-tema yang muncul .................. 34
5. Pindah ke kasus selanjutnya ...................................................... 34
6. Mencari pola dari keseluruhan kasus ......................................... 34
E. Kredibilitas Penelitian .................................................................... 35
1. Sensitivity to context ................................................................. 35
2. Commitment and rigour ............................................................ 36
3. Coherence and transparency..................................................... 37
4. Impact and importance ............................................................. 38
F. Refleksivitas Peneliti ...................................................................... 39
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 41
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ............................................. 41
1. Persiapan Penelitian .................................................................. 41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 16
xvi
2. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 42
B. Informan Penelitian ........................................................................ 43
1. Latar Belakang Informan .......................................................... 43
a. Informan 1 (N) .................................................................... 43
b. Informan 2 (Wf) .................................................................. 46
c. Informan 3 (Sr) ................................................................... 47
d. Informan 4 (Fs) ................................................................... 48
e. Informan 5 (S)..................................................................... 49
f. Informan 6 (Hm) ................................................................. 51
C. Hasil Penelitian .............................................................................. 52
1. Informan N (31) ........................................................................ 52
2. Informan Wf (30) ...................................................................... 54
3. Informan Sr (27) ....................................................................... 57
4. Informan Fs (28) ....................................................................... 59
5. Informan S (59) ........................................................................ 61
6. Informan Hm (62) ..................................................................... 62
D. Analisis Data .................................................................................. 65
1. Kekurangan ekonomi hidup mandiri ......................................... 65
2. Ketegangan pendapat ................................................................ 68
3. Sanggahan perkataan mertua ..................................................... 70
4. Diam terhadap mertua ............................................................... 72
5. Introspeksi diri .......................................................................... 74
6. Nilai rukun dan hormat ............................................................. 77
a. Kerukunan .......................................................................... 78
b. Kehormatan ........................................................................ 80
7. Mengalah untuk menghormati ................................................... 82
8. Penerimaan keadaan ................................................................. 84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 17
xvii
E. Pembahasan .................................................................................... 89
1. Mengalah untuk menghormati ................................................... 92
2. Penerimaan keadaan ................................................................. 94
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 104
A. Kesimpulan .................................................................................... 104
B. Keterbatasan ................................................................................... 105
C. Saran .............................................................................................. 106
1. Bagi peneliti selanjutnya ........................................................... 106
2. Bagi menantu dan calon menantu .............................................. 106
3. Bagi Mertua .............................................................................. 107
4. Bagi Praktisi ............................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
LAMPIRAN ................................................................................................. 113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 18
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Interview Protocol ........................................................................................ 113
Lembar Persetujuan Informan 1 .................................................................... 114
Lembar Persetujuan Informan 2 .................................................................... 115
Lembar Persetujuan Informan 3 .................................................................... 116
Lembar Persetujuan Informan 4 .................................................................... 117
Lembar Persetujuan Informan 5 .................................................................... 118
Lembar Persetujuan Informan 6 .................................................................... 119
Verbatim Informan N .................................................................................... 120
Clustering of Themes N ................................................................................. 144
Skema Informan N ........................................................................................ 147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 19
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Relasi Menantu dengan Mertua Yang Tinggal Bersama .... 26
Gambar 2. Tabel Keterangan Pelaksanaan Penelitian ................................... 42
Gambar 3. Skema Dinamika Relasi Menantu Dengan Mertua Yang Tinggal
Bersama ........................................................................................................ 103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 20
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia khususnya daerah Jawa memiliki konsep keluarga yang tidak
terbatas pada hubungan sedarah, melainkan adanya unsur pelebaran hubungan
(Geertz, 1983). Salah satu pelebaran hubungan yang dimaksud adalah proses
pernikahan yang terdapat istilah ‘menantu’ dan ‘mertua’. Setelah pernikahan
terjadi, menantu tinggal bersama mertua dan telah menjadi keluarga, yang disebut
keluarga batih. Keluarga batih adalah keluarga yang dari keluarga inti (ayah, ibu,
dan anak) dan adanya posisi anggota keluarga lain di dalamnya (Lee, 1982 dalam
Lestari, 2012). Hubungan keluarga batih menekankan pada hubungan
kekerabatan. Penelitian ini memfokuskan pada hubungan menantu perempuan
dengan ibu mertua di keluarga yang tinggal bersama.
Fenomena menantu tinggal bersama mertua di Jawa masih sering ditemukan
di masyarakat pedesaan. Menantu menjadi bagian dalam keluarga mertua
dianggap seperti anak sendiri, sama halnya dengan mertua. Sebagai keluarga yang
tinggal seatap, mereka saling berinteraksi setiap harinya. Menantu dan mertua
memiliki perbedaan dalam hal menilai satu sama lain. Perbedaan tersebut memicu
masalah, yang mengakibatkan ketegangan, kekakuan interaksi serta membuat
jarak di antara keduanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 21
2
Menantu yang tinggal bersama mertua sering dijumpai di berbagai daerah.
Seperti penelitian di Asia ditemukan, sebanyak 55% menantu Vietnam dan 42%
menantu di Taiwan tinggal bersama ibu mertua (Li-Ching & Yi-Fang, 2015).
Hasil tersebut mengungkapkan masih banyak menantu perempuan yang tinggal
bersama ibu mertua. Penelitian Andriyani dan Widyayanti (2015) di Indonesia
juga menyampaikan masih adanya pasangan suami istri setelah menikah tinggal
bersama orang tua suami atau istri.
Hubungan menantu dan mertua di dalam keluarga menarik untuk dibahas.
Pada dasarnya mereka memiliki hubungan yang memengaruhi satu sama lain
(Kelley et al. dalam Sears, Freedman, & Peplau, 1985). Hal tersebut terjadi pada
hubungan menantu dengan mertua yang tinggal serumah. Hubungan menantu
dengan mertua saat tinggal serumah diwarnai ambivalensi, dimana terjadi
kedekatan hubungan dan juga terjadi permusuhan (Allendorf, 2015; Willson,
Shuey, & Elder, 2003). Hubungan ambigu tersebut menimbulkan konflik yang
berdampak pada interaksi keluarga (Fischer, 1983).
Allendorf (2015) dalam penelitiannya menjabarkan hubungan menantu
perempuan dan ibu mertua. Hubungan mereka yang ambivalensi digambarkan
hubungan dalam keluarga yang dekat seperti ibu dan anak namun secara
bersamaan terjadi situasi seperti orang asing. Keambiguan interaksi nampak pada
perilaku mereka dalam aktivitas sehari-hari. Sebuah penelitian mengungkapkan
kedekatan menantu dengan mertua justru memiliki hubungan yang rendah
(Fingerman, Gilligan, VanderDrift, & Pitzer, 2012). Dengan kata lain, kualitas
hubungan mereka mengarah pada hal negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 22
3
Salah satu informan menantu perempuan penelitian ini, Informan Wf,
menggambarkan bahwa sulitnya menganggap mertua sebagai orang tua sendiri.
Ambigu hubungan mereka diibaratkan seperti kedekatan hubungan ibu-anak, akan
tetapi secara bersamaan terhadap situasi seperti orang asing di antara keduanya.
Adanya kecenderungan dalam dirinya membedakan dan membandingkan mertua
dengan orang tua sendiri.
“..walaupun mereka bilang kamu tak anggap seperti anak
sendiri tapi tetep rasanya beda, bicaranya aja beda kalo
kita kan sama ibu kita kan biasa aja gitu lho gak pernah
sakit hati, biasa. Gini lho kalo sama ibu sendiri kan biasa
ngoko gitu lho kan gak papa kan kalo sama mertua kan lha
harus bicaranya halus seperti itu karna ya soalnya beda.
Kalo ibu sendiri bicara blak-blakan gini-gini gak akan
marah soalnya udah tau anaknya sifatnya kayak gini kalo
mertua belum tentu. Kadang kita bicara sedikit sakit hati
kadang bicara ini sedikit tersinggung kan kita harus hati-
hati.” (Wf, 30th, 36-46)
Penelitian ini difokuskan pada sudut pandang menantu perempuan. Peneliti
melihat seorang menantu yang telah menikah dan ikut tinggal bersama suami
memberikan pengalaman baru dalam hidupnya. Pengalaman menantu sebagai
anggota keluarga baru membawa pengaruh terhadap bagaimana dirinya terlibat
interaksi dengan mertua. Geertz (1983) menyampaikan wanita memiliki pengaruh
besar dalam sebuah hubungan yang bersolidaritas. Suatu penelitian di Taiwan
menunjukkan terjadi konflik tingkat tinggi dalam hubungan menantu perempuan
dan ibu mertuanya (Wu et al., 2010). Konflik tersebut terjadi akibat ibu mertua
menekan dan memojokkan menantu. Perilaku ibu mertua dianggap sebagai
penghambat menantu menjadi istri yang baik. Dengan kata lain, keluarga baru
yang dibangun menantu menentukan masa depan bagaimana relasi antara menantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 23
4
dengan mertua dan relasi dua keluarga besar. Hal tersebut juga memunculkan
harapan akan terwujudnya suasana keluarga yang nyaman dan tenang sehingga
tidak terjadi konflik.
Menantu dihadapkan pada proses penyesuaian diri dari berbagai perubahan.
Menantu sebagai wanita yang memiliki keterlibatan lebih dengan mertua memiliki
kuasa untuk mengendalikan semua hal terkait keluarga barunya. Menantu yang
ikut suami tinggal bersama mertua membentuk interaksi intens dengan mertua
atau orang tua suami meskipun merasa asing menjadi bagian keluarga baru.
Perasaan yang dirasakan menantu seperti ketakutan disebabkan oleh adanya
kebingungan dan kecemasan karena merasa tidak nyaman berinteraksi dengan
keluarga suami (Fingerman et al., 2012; Prentice, 2008). Menurut Mulder (1992),
kedekatan jarak tidak menjamin hubungan mengarah pada keintiman atau
memiliki ikatan personal yang kuat.
Li-Ching dan Yi-Fang (2015) menyatakan frekuensi kedekatan memberikan
dampak positif dan negatif terhadap relasi menantu dan mertua yang tinggal
bersama. Menantu perempuan mendapatkan dukungan dan dampingan tentang
bagaimana membangun rumah tangga yang baik. Akan tetapi, dukungan dan
dampingan yang berlebihan menimbulkan anggapan kerugian bagi menantu. Ibu
mertua memerankan porsi lebih dalam rumah tangga menantu dimana
keterlibatannya mendominasi keputusan keluarga. Bagi menantu intensitas
dukungan mertua yang berlebihan memberikan dampak buruk seperti anggapan
sumber stres dan pembatasan dirinya berperan di keluarga (Li-Ching, 2015;
Rittenour & Soliz, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 24
5
Fischer (1983) menjelaskan bahwa ibu mertua dan menantu yang tinggal
bersama memiliki batasan interpersonal menantu yang kurang jelas. Ibu mertua
memiliki perasaan menolak menantunya sebagai pilihan anak laki-lakinya.
Ketidakjelasan tersebut membawa dampak terhadap manajemen rumah tangga.
Menantu menganggap ibu mertua sebagai pengganggu kehidupan pernikahannya.
Anggapan ini menyebabkan timbulnya konflik yang lebih banyak dalam
hubungan mereka. Konflik mengurangi dan merenggangkan ruang intimasi relasi
mereka sebagai keluarga yang tinggal bersama.
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mengonstruksi
hubungan menantu-mertua. Menurut Li-Ching dan Yi-Fang (2015) menganggap
ekonomi sebagai pemicu konflik, dimana mertua mendominasi kekuasaannya
untuk menekan menantu perempuan. Campur tangan mertua yang berkuasa dalam
keluarganya mengakibatkan ketidaknyamanan dan muncul perasaan terjajah dan
terhina (Min-Jung & Yun-Jeong, 2015). Persaingan berdampak negatif terhadap
hubungan mereka apabila mertua bergantung finansial pada anak laki-laki (suami)
(Turner, Young, & Black, 2006). Konsekuensi yang diterima menantu perempuan
selama tinggal bersama menyulitkan dirinya untuk terbuka terhadap mertua.
Hubungan keluarga menantu dan mertua mengalami ketidakcocokan karena
tidak memiliki ikatan yang sama sehingga ketegangan terjadi (Allendorf, 2015).
Ketegangan berkaitan interaksi yang tidak akrab (Santi, 2015) dan adanya
interaksi yang formal antara menantu terhadap mertua (Fischer, 1983). Hal
tersebut berbeda dengan hubungan keluarga yang ideal. Anggota keluarga saling
mengakrabkan diri dan mengutamakan keterbukaan dan keharmonisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 25
6
Budaya memiliki pengaruh dan peran penting dalam hubungan menantu dan
mertua (Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Nganase & Basson, 2017). Peneliti
mengaitkan pandangan relasi menantu-mertua dengan budaya di Indonesia,
khususnya Jawa. Budaya Jawa memiliki sistem nilai yang mengatur pola interaksi
sosial di keluarga Jawa. Nilai tersebut terangkum dalam nilai rukun dan hormat.
Orientasi dua prinsip tersebut memberikan pengaruh akan tercapainya
keharmonisan sesama individu (Geertz, 1983). Bagi masyarakat Jawa meyakini
dua prinsip yang dipegangnya membantu untuk menyelaraskan perilaku hidup
mereka dengan norma budaya di lingkungan.
Budaya lebih memengaruhi pada masyarakat pedesaan daripada masyarakat
modern (Datta, Ype, & Alfons, 2003; Nganase & Basson, 2017). Interaksi
masyarakat pedesaan memiliki hubungan sosial yang tinggi (Landis, 1948, dalam
Setyawan, 2015) daripada masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, penelitian ini
juga mempertimbangan lokasi untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan.
Elemen dasar masyarakat Jawa nampak pada sebuah sistem mengenai
prinsip kehidupan (Mulder, 1992). Sistem ini dianggap sebagai pelengkap dalam
diri orang Jawa. Sistem tersebut mencakup tradisi Jawa dari berbagai aspek
kehidupan orang Jawa yang berpengaruh pada gaya hidup dan etnik di lingkup
sosial. Dengan kata lain, sistem prinsip kehidupan menjadi pengajaran orang Jawa
yang meyakini sebagai sumber kebijakan dan kebenaran untuk refleksi diri.
Pengajaran Jawa mengarahkan individu Jawa menjadi pribadi Jawa.
Menurut Handayani dan Noviyanto (2004), individu perlu mencapai dan
mempertahankan keseimbangan batin. Hal ini dapat ditunjukkan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 26
7
ketenangan, pengendalian diri, dan berpikir secara rasional. Individu Jawa juga
diarahkan untuk mengendalikan diri dari nafsu dan egoisme. Arahan tersebut
membantu untuk memperkuat diri dengan menyeimbangkan dan menyesuaikan
dengan tuntutan keselarasan sosial. Pengajaran Jawa memuat nilai budaya Jawa
sebagai pedoman masyarakat Jawa bertindak tanduk sehari-hari.
Nilai budaya Jawa memerankan tidak hanya mendasari perilaku, juga
menjadi pusat pemahaman. Nilai hormat merupakan salah satu nilai yang secara
konkretnya berupa tata krama. Tata krama berkaitan dengan kewajiban individu
untuk memelihara hubungan di masyarakat dan keluarga. Pemeliharaan relasi
seyogyanya dilakukan dalam setiap situasi sosial. Tata krama tidak mengenal
waktu dan tempat. Nilai budaya Jawa lainnya adalah terpeliharanya keharmonisan
sosial dalam nilai rukun. Gambaran hubungan sosial yang ideal di lingkungan
Jawa diukur melalui nilai rukun. Peran nilai rukun untuk mencegah ungkapan
perselisihan dengan menjaga keharmonisan. Petunjuk moral bagi masyarakat
Jawa secara tradisional mengandalkan nilai rukun untuk menengahi suatu
ketegangan (Geertz, 1983).
Pedoman moral dua budaya Jawa digunakan sebagai ukuran bagaimana
bertata krama yang baik dalam konteks sosial apapun. Adanya petunjuk normatif
mempermudah masyarakat Jawa untuk memelihara tindak tanduknya dengan
tenang dan mantap dalam segala hubungan. Hal tersebut menjadi kekuatan atau
strategi mereka membangun hubungan yang kuat dengan orang lain. Nilai budaya
Jawa menyatu dan tertanam dalam diri individu sebagai pusat pengertian dirinya
berelasi. Bagi hubungan keluarga, setiap anggota keluarga membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 27
8
pemahaman dan pengalaman bertindak tanduk dengan anggota keluarga lainnya.
Dalam hubungan keluarga, anggota keluarga membutuhkan pengertian dan
pengalaman bertindak tanduk (Geertz, 1983).
Patokan ideal hubungan harmoni antara menantu dan mertua adalah
kerukunan. Mereka dapat saling bekerja sama menyerasikan diri dengan
menitikberatkan pada harmoni hubungan (Geertz, 1983), sehingga perselisihan
dapat dicegah. Dengan demikian, menantu dan mertua bergotong royong
membangun hubungan keluarga yang saling menerima dan memberi satu sama
lain. Hal tersebut termasuk memahami mengenai perbedaan yang ada.
Perasaan-perasaan yang ditekan seringkali memunculkan ketegangan
terbuka dalam keluarga. Hal tersebut seharusnya dapat dicegah dengan proses
komunikasi. Pengutamaan cinta kasih dalam hubungan mereka dan penerapan
nilai moral mewujudkan keharmonisan hubungan keluarga. Perilaku dan sikap
sebagai media menantu dan mertua menunjukkan aksi kerja samanya. Bagi orang
Jawa, pengendalian diri di setiap situasi kesopanan sosial penting untuk
menunjukkan setiap hormat pada orang lain (Geertz, 1983).
Pada dasarnya, keluarga Jawa membekali anggota keluarga, dengan nilai-
nilai budaya Jawa untuk mengembangkan relasi mengarah pada hubungan
harmonis. Pemeliharaan bentuk-bentuk tata krama yang selaras menjadikan
kualitas relasi yang terjalin mengarah positif. Kesepakatan bersama menyesuaikan
tindak tanduk sebagai cara untuk menaati norma demi keserasian dan
keharmonisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 28
9
Harapan budaya Jawa yang mengutamakan keharmonisan keluarga berbeda
dengan kenyataanya, terjadi pada relasi menantu dengan mertua. Adanya
perbedaan yang nampak pada relasi keluarga mereka menampilkan relasi tegang
dan berkonflik. Menantu memandang ibu mertua sebagai orang tidak dekat
dengan dirinya (Santos & Levitt, 2007), juga mendapatkan pemahaman hubungan
menantu-mertua yang tidak harmonis. Pandangan nilai budaya Jawa mengarahkan
dan menggerakkan keluarga secara aktif mengupayakan harapan budaya
terwujudkan. Penelitian ini melihat perbedaan dua hal yang saling berlawanan
arah dan tidak menemukan satu titik temu yang baik untuk mengubah arah relasi
sesuai cerminan keluarga Jawa.
Peneliti memandang menantu sebagai orang baru perlu membawa diri
masuk ke dalam relasi keluarga terutama dengan mertua. Pada sisi lain, menantu
perempuan memandang negatif terhadap sosok ibu mertua yang diakibatkan
konflik. Keterlibatan mertua pada kehidupan keluarga menantu menyulitkan
konflik itu dicegah. Dengan kata lain, menantu mengalami kesulitan menemukan
kecocokan dan kenyamanan dirinya berinteraksi dengan mertua selama tinggal
bersama. Oleh karena itu, situasi menuntut menantu berperan untuk meleburkan
pertentangan, melembutkan interaksi, dan menciptakan keharmonisan dalam
hubungan mereka.
Berdasarkan uraian tersebut, menantu memahami dasar nilai budaya Jawa
sebagai pertimbangan bagaimana mengarahkan dan memelihara hubungan selaras.
Peran menantu mengupayakan relasi dengan mertua yang penuh selisih dengan
mertua dapat mencerminkan hubungan kekeluargaan yang harmonis. Oleh karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 29
10
itu, peneliti tertarik melihat dinamika seorang menantu perempuan dengan ibu
mertua yang tinggal bersama dan peran budaya Jawa di dalamnya.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana dinamika relasi menantu dengan
mertua tinggal bersama?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dinamika relasi menantu
dengan mertua yang tinggal bersama.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini memberikan sumbangsih pada Ilmu Psikologi terutama
Psikologi Budaya dan Psikologi Sosial mengenai pandangan masyarakat tertentu
terutama ibu mertua dan menantu perempuan mengenai pola relasi berlandaskan
nilai budaya Jawa. Selain itu, untuk mempelajari dan memahami keunikan ikatan
relasi menantu pada mertuanya sebagai masyarakat Jawa yang menjunjung nilai
keharmonisan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan paparan mengenai hal-hal berkaitan
dengan relasi masyarakat Jawa, terutama ibu mertua dan menantu perempuan.
Menantu perempuan menapaki kehidupan baru pernikahan memberikan pelajaran
melalui pengalaman berrumah tangga. Penelitian ini diharapkan memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 30
11
manfaat bagi mertua dan menantu mempersiapkan, menerima, dan menyesuaikan
diri terhadap segala perubahan, serta sebagai strategi berkeluarga yang produktif.
Bagi praktisi maupun konselor terkait topik ini, diharapkan dapat membantu
menambah informasi sebagai pertimbangan untuk memberikan bimbingan dan
program yang sesuai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 31
12
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Keluarga
Pengertian keluarga selalu diasosiasikan dengan gambaran rumah tangga
(Fatimaningsih, 2015). Beberapa pandangan mendefinisikan keluarga dari berbagai
sudut, Murdock (dalam Lestari, 2012) mengartikan keluarga tidak hanya sebatas
kelompok sosial, namun memiliki empat fungsi utama yakni seksual, reproduksi,
pendidikan, dan ekonomi. Menurut Reis (dalam Lestari 2012), keluarga sebagai suatu
kelompok yang memiliki pertalian keluarga, menjadi tempat bersosialisasi dan
sumber dukungan emosi atau disebut sosialisasi pemeliharaan.
Karakteristik sebuah keluarga diuraikan Lestari (2012) menjadi dua jenis
keluarga, yakni keluarga inti dan keluarga batih. Keluarga inti terdiri dari anggota
keluarga ayah, ibu, dan anak. Suseno (1985) menambahkan dalam masyarakat Jawa,
keluarga inti merupakan pertalian kekerabatan dasar. Sedangkan keluarga batih
menurut Lestari terdiri dari anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah.
Perspektif dari keluarga Jawa mengonsepkan keluarga tidak hanya terbatas pada
keluarga inti melainkan menyebar secara sosial maupun geografis, dengan syarat
memiliki ikatan hubungan yang kuat (Geertz, 1983). Pertalian keluarga juga
menyangkut relasi dengan masyarakat, serta mencakup berbagai aspek yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 32
13
mendukung yaitu kebutuhan pribadi, ekonomi, sosial, dan psikologis setiap individu
masyarakat terpenuhi dan nilai-nilai yang diyakini bersama (Geertz, 1983).
Keluarga berawal dari pernikahan sebagai pondasi utama (Lestari, 2012).
Geertz (1983) mengartikan perkawinan sebagai perubahan dan perluasan hubungan
persaudaraan. Perluasan hubungan keluarga ini memunculkan istilah menantu dan
mertua. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mendefiniskan menantu “istri atau
suami dari anak kita”; sedangkan mertua didefinisikan “orang tua dari istri (suami)”.
Senada dengan Purnomo (1994) mengartikan mertua adalah orang tua pasangannya
yang sekarang menjadi orang tuanya juga. Dalam masyarakat Jawa memiliki istilah
khusus untuk menyapa seperti daughter-in-law untuk mantu-wedok atau menantu
sebagai anak dan parent-in-law untuk maratuwa sebagai orang tua menantu (Geertz,
1983).
B. Penelitian Terkait Relasi Menantu dengan Mertua
Banyak penelitian meneliti dan memfokuskan pada keberlanjutan hubungan
menantu perempuan dan ibu mertua. Penelitian menguraikan banyak faktor yang
memengaruhi hubungan menantu dan mertua seperti, edukasi (Li-Ching & Yi-Fang,
2015), kedekatan (Fingerman et al., 2012; Li-Ching & Yi-Fang, 2015; Rittenour &
Soliz, 2009; Santos & Levitt, 2007), ekonomi (Li-Ching & Yi-Fang, 2015; Min-Jung
& Yun-Jeong, 2015; Turner et al., 2006), pengasuhan (Fischer, 1983), dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 33
14
ketidakcocokan (Allendorf, 2015). Hubungan menantu perempuan dengan ibu mertua
diasosiasikan hubungan negatif yang berkonflik (Allendorf, 2015).
Fokus penelitian adalah relasi menantu yang tinggal bersama ibu mertua. Li-
Ching dan Yi-Fang (2015) dalam penelitian kuantitatifnya menguraikan sebanyak
42% menantu perempuan di Taiwan dan 55% menantu perempuan di Vietnam tinggal
serumah dengan ibu mertua. Menantu mengalami dampak positif dan negatif selama
tinggal bersama ibu mertua. Menantu mendapat dukungan dan dampingan seperti
hubungan persahabatan oleh ibu mertua (Li-Ching, 2015; Li-Ching & Yi-Fang, 2015;
Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Santos & Levitt, 2007). Pada sisi lain, fokus topik
penelitian ini adalah dampak negatif dukungan yang berlebih. Ibu mertua yang
memberikan dukungan berlebih cenderung mendominasi, mengkritik, dan menekan
(Char, Saavala, & Kulmala, 2010; Fingerman et al., 2012; Fischer, 1983; Li-Ching &
Yi-Fang, 2015; Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Prentice, 2008; Rittenour & Soliz,
2009; Turner et al., 2006).
Tinggal berdekatan dengan mertua, dinilai tidak menguntungkan bagi menantu,
sebab menimbulkan perasaan tidak nyaman (Prentice, 2008; Fingerman et al., 2012).
Menurut Fischer (1983), tinggal bersama justru menimbulkan konflik lebih sering.
Hal ini mengindikasikan adanya kualitas hubungan negatif antara menantu dan
mertua (Fingerman et al., 2012). Turner et al. (2006) menjelaskan bahwa menantu
menunjukkan keraguan, ketakutan, dan kecemasan selama berinteraksi dengan ibu
mertua. Konflik seringkali terjadi setelah pernikahan, yang disebabkan menantu tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 34
15
dapat menerima komentar maupun kritikan dari ibu mertua. Faktor lain dalam
hubungan berkonflik disebabkan oleh ketidakcocokan ikatan keluarga yang
mendorong terjadinya konflik (Allendorf, 2015), dan perbedaan perspektif dalam
mengasuh anak dianggap mengganggu (Fisher, 1983). Ibu mertua cenderung
mengendalikan dan menguasai rumah tangga menantu yang memiliki pendapatan
rendah (Li-Ching & Yi-Fang, 2015; Turner et al., 2006). Keterlibatan ekonomi
berkaitan faktor ekonomi yang terbatas dengan perilaku ibu mertua yang mengejek
dan mengkritik keluarga menantu perempuan, sehingga muncul perasaan terhina dan
direndahkan (Min-Jung & Yun-Jeong, 2015). Menurut Fischer (1983), konflik relasi
menantu-mertua dikarenakan batasan interpersonal yang tidak jelas, sehingga
mengganggu interaksi mereka.
Menantu menilai keterlibatan ibu mertua membawa hal negative dalam
keluarganya (Rittenour & Soliz, 2009). Santos dan Levitt (2007) menjelaskan bahwa
kedekatan menantu dan mertua memengaruhi pandangan menantu terhadap kualitas
relasinya dengan ibu mertua. Dalam penelitian Turner et al. (2006) menemukan
menantu memandang negatif terhadap ibu mertua. Oleh karena itu, menantu
membandingkan orang tua denghan ibu mertuanya (Fischer, 1983).
Budaya juga memiliki peran dalam relasi menantu dan mertua (Datta et al.,
2003; Nganase & Basson, 2017). Menantu menganggap budaya berpengaruh negatif
dan positif terhadap perkembangan hubungan dengan mertua (Nganase & Basson,
2017). Dalam penelitian tersebut mengungkapkan menantu menganggap perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 35
16
yang berkaitan dengan rumah tangga merupakan kontruksi budaya. Hal ini
menimbulkan anggapan budaya telah bergeser dan berubah. Menurut Geertz (1983),
dalam masyarakat Jawa perilaku menantu perempuan diatur dalam norma budaya.
Dengan kata lain, menantu seyogyanya menghormati mertua. Menurut Rittenour
(2012) mengenai lingkungan yang memandang buruk hubungan menantu-mertua. Wu
et al. (2010) mengungkapkan konflik terjadi karena ketidaksesuaian ekspetasi
masyarakat terhadap hubungan menantu dan mertua.
Dalam perkembangan relasi menantu dengan mertua, Prentice (2008)
mengungkapkan dukungan ibu mertua merupakan penentu kemampuan adaptasi
menantu. Hal ini mendukung bagaimana menantu mempersepsikan hubungan
keluarga yang harmonis terutama dengan ibu mertua (Andriyani & Widyayanti,
2015). Semakin positif persepsi menantu semakin positif juga kualitas relasinya.
Menurut Min-Jung dan Yun-Jeong (2015), adanya harapan hubungan harmonis di
tengah perselisihan antara ibu mertua.
C. Hubungan
Kelly et al. (1983 dalam Sears et al., 1985) mendefinisikan hubungan adalah
sesuatu yang terjadi bila dua orang saling memengaruhi dan bergantung satu sama
lain. Menurut kacamata psikologi sosial meninjau berbagai bentuk hubungan yang
terdapat pola perilaku manusia (Sears et al., 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 36
17
Proses pembentukkan hubungan memiliki dasar yang digambarkan oleh
Levinger & Snoek (1972 dalam Sears et al., 1985) melalui beberapa tahapan. Berikut
jabaran tahapan individu membentuk hubungan melalui model interdependesi. Tahap
pertama disebut zero contact. Proses diawali dengan tidak ada kesadaran terhadap
kehadiran individu lain dalam situasi atau tempat. Tahap kedua adalah menyadari dan
adanya kepekaan dengan memperhatikan individu lain. Perhatian terhadap orang lain
membentuk kesan dalam diri melalui penampilan atau perilaku. Kesan yang baik
membuka kesempatan untuk berinteraksi. Tahap ketiga adalah kontak permukaan.
Interaksi awal terjadi percakapan atau surat menyurat. Pada tahap ini interaksi
berlangsung singkat dari topik pembicaraan, dampak interaksi awal dan peran sosial
yang terbatas. Tahap keempat atau tahap terakhir yang bersifat kontinuum adalah
mutualitas. Tahap ini bergantung pada intensitas keberlanjutan dan ketergantungan
tahap kontak permukaan.
Menurut Kelly et al. (1983 dalam Sears et al., 1985), adanya karakteristik yang
disebut hubungan. Pertama, faktor frekuensi interaksi yang terjadi dalam waktu yang
panjang. Kedua, terlibat dalam berbagai macam kegiatan atau peristiwa yang terjadi
bersama-sama. Ketiga, hubungan terbentuk dimulainya proses pengaruh kuat antar
dua orang. Dalam hal ini, ketergantungan emosi dengan orang lain.
Salah satu teori yang membahas persoalan hubungan adalah teori pertukaran
sosial. Seseorang akan memperhitungkan ganjaran dan kerugian yang diterima dan
diberi dalam hubungan dengan orang lain (Sears et al., 1985). Foa dan Foa (1974
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 37
18
dalam Sears et al., 1985) mendefiniskan ganjaran sebagai hal yang diterima dan
diberikan dalam hubungan. Terdapat enam bentuk ganjaran sebagai acuan seseorang
menilai hasil hubungannya. Enam ganjaran tersebut meliputi cinta, uang, status,
informasi, barang, dan jasa. Salah satu ganjaran bergantung pada pemberi adalah
cinta sebagai ganjaran utama dalam hubungan dengan dan oleh orang lain, status, dan
jasa. Menurut teori pertukaran sosial, selain enam ganjaran terdapat ganjaran dalam
hubungan yang dapat dilihat, dicium, dan diraba. Ganjaran lain yang diterima dan
diberikan berupa nasihat atau kedekatan sosial.
Dalam teori pertukaran sosial juga memperhitungkan konsekuensi negatif.
Seseorang mempertimbangkan kerugian dalam hubungannya dengan orang lain
seperti membutuhkan tenaga dan waktu. Apabila hubungan terkendala interaksi dan
tidak disetujui oleh salah satu pihak maka memungkinkan terjadi pertentangan.
Pada dasarnya, hubungan mengalami beberapa proses yang terjadi. Kuantitas
atau intensitas keberlanjutan interaksi memengaruhi kualitas hubungan. Pertimbangan
tersebut meliputi empat tahapan pembentukan hubungan, faktor-faktor yang
menentukan terjalinnya hubungan, dan pertimbangan teori pertukaran sosial. Teori
pertukaran sosial menfokuskan pada konsekuensi berupa ganjaran dan kerugian
dalam hubungan.
D. Kaidah Dasar Masyarakat Jawa
Ketenteraman dan keselarasan masyarakat merupakan dasar moralitas. Dasar
itu terletak pada hubungan selaras antara orang dalam masyarakat mereka sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 38
19
(Mulder, 1973). Geertz (1983) menyatakan nilai-nilai kemasyarakatan berlaku
sebagai petunjuk normatif dalam masyarakat. Nilai dasar kemasyarakatan tersebut
ada dalam dua nilai Kejawen. Nilai pertama menuntut orang Jawa bersikap bentuk
tata krama yang sesuai yaitu nilai hormat. Nilai kedua mengenai perilaku memelihara
sosial yang harmonis sehingga tidak menimbulkan konflik yaitu nilai rukun (Geertz,
1983). Kedua nilai dasar tersebut merupakan cerminan pola sosial masyarakat Jawa
(Suseno, 1985).
1. Nilai Hormat
Geertz (1983) mengungkapkan situasi sosial masyarakat Jawa selalu
mengutamakan tata krama, salah satunya hormat. Hormat merupakan prinsip yang
bersifat mengekang diri sendiri secara halus untuk menunjukkan hormat pada orang
lain (Handayani & Novianto, 2004). Menurut Suseno (1985), prinsip hormat
mengatur diri selaras dengan membawa diri mengikuti aturan tata krama sosial.
Bentuk penghormatan masyarakat Jawa ditunjukkan dalam sikap, pembawaan
diri, dan bahasa (Geertz, 1983). Komunikasi orang Jawa diatur dalam tataran bahasa
yaitu krama inggil, krama, ngoko madya, dan ngoko. Masing-masing tataran bahasa
tersebut menunjukkan kedudukan dan pengakuan sosial.
Dasar moral orang Jawa dipelajari dan didapat dari lingkungan (Mulder, 1973).
Keluarga sebagai lingkungan awal individu memulai dan memperkenalkan
pendidikan dasar sejak bayi (Geertz, 1983). Keluarga tidak membentuk anak menjadi
mandiri namun mampu bersosial dengan masyarakat (Mulder, 1973). Kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 39
20
bersosial yang dimiliki anak dapat mencapai kedewasaan dengan diukur tiga perasaan
yaitu wedi, isin, dan sungkan (Geertz, 1983).
Geertz (1983) mengartikan perasaan wedi sebagai perasaan takut secara jasmani
maupun sosial. Keluarga mengajarkan anak takut terhadap orang tua yang membuat
mereka menjadi penurut. Suseno (1985) menambahkan anak mendapatkan ajaran
untuk menumbuhkan rasa takut pada orang yang dihormati.
Langkah awal anak menuju pendewasaan memiliki perasaan isin. Arti kata isin
yaitu malu atau diartikan merasa bersalah (Geertz, 1983). Pada dasarnya, anak dididik
untuk malu ketika bertemu dengan orang lain. Suseno (1985) mengungkapkan
perasan isin dan hormat saling berkaitan dan kesatuan. Orang merasa isin diartikan
menaruh hormat terhadap orang yang pantas dihormati. Bagi orang Jawa, perasaan
isin merupakan kekuatan mereka menyesuaikan perilaku dengan norma di masyarakat
(Suseno, 1985).
Ciri khas nilai hormat masyarakat Jawa adalah perasaan sungkan. Menurut
Geertz (1983), anak memiliki isin sekaligus mempelajari perasaan sungkan. Hal yang
membedakan sungkan dan isin adalah perasaan basa-basi menunjukkan hormat pada
orang lain. Geertz (1983) menggambarkan isin sebagai kesopanan dengan
pengendalian diri sedangkan sungkan digambarkan pengendalian yang peka dan
lembut di masyarakat sosial. Suseno (1985) memandang sungkan sebagai perasaan
malu yang positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 40
21
Ketiga perasaan wedi, isin, dan sungkan saling berkaitan sebagai fungsi sosial
untuk memengaruhi dan mendukung psikologis seseorang dalam tuntutan prinsip
hormat (Suseno, 1985). Seseorang melakukan dan memiliki perasaan tersebut
memiliki pribadi yang matang (Suseno, 1985), inilah konsep dewasa menurut
pandangan masyarakat Jawa (Geertz, 1983).
2. Nilai Rukun
Masyarakat Jawa memandang rukun sebagai nilai tertinggi yang
menyeimbangkan emosional (Geertz, 1983). Rukun berkaitan dengan hubungan
selaras yang harmonis. Dengan kata lain, mewujudkan kedamaian dengan
menyelaraskan diri dengan sosial (Handayani & Novianto, 2004).
Suseno (1985) memandang adanya indikasi tuntutan kerukunan terhadap
masyarakat Jawa. Rukun digambarkan tidak mengganggu ketenangan dan keselarasan
sosial yang dianggap sebagai keadaan normal. Rukun juga diartikan menghindari
konflik terjadi. Tuntutan rukun merupakan menjaga dan mengatur keselarasan dalam
bermasyarakat sosial. Pengendalian hubungan sosial yang diperlukan untuk
mencegah konflik terbuka. Handayani dan Novianto (2004) menambahkan dalam
Serat Wulangreh menggambarkan rukun menjaga keharmonisan dan kerukunan serta
mencegah timbulnya konflik.
Lingkup keluarga rukun dipandang sebagai elemen sentral (Geertz, 1983).
Suasana terbuka dalam keluarga inti memudahkan setiap anggota keluarga berlaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 41
22
ramah, spontan, simpati, dan saling percaya. Situasi hubungan keluarga itu berbeda
dengan keluarga ipar yang menjaga jarak dan adanya suasana hati-hati dan dingin
(Suseno, 1985). Menurut Geertz (1983), pertimbangan utama menyelesaikan masalah
adalah rukun. Suseno (1985) menyampaikan masyarakat Jawa menuntut dapat
mengendalikan diri dan membawa diri sebagai orang dewasa secara tenang dan rukun
menghadapi konflik. Geertz (1983) mengungkapkan rukun sebagai gambaran ideal
hubungan sosial, yang selalu diusahakan di setiap situasi keluarga maupun
masyarakat.
3. Nilai Harmoni Jawa
Dua nilai dasar Jawa saling berkesinambungan satu sama lain untuk
mengarahkan interaksi masyarakat Jawa. Nilai rukun mengatur segala bentuk proses
keputusan itu diambil. Nilai hormat menentukan kerangka bermacam interaksi. Nilai
hormat menetapkan pertimbangan hal-hal pengambilan keputusan, sedangkan nilai
rukun memastikan semua pihak menyetujui kesepakatan bersama yang sudah
ditentukan. Hal ini disebutkan sebagai syarat interaksi teratur, artinya saling
mengakui satu dengan yang lain dan memahami sikap menjalin relasi yang
mengutamakan keselarasan (Suseno, 1985).
Peran dua nilai memunculkan implikasi terhadap interaksi masyarakat Jawa.
Keselarasan sebagai prinsip yang menuntut individu menjamin kepentingan dan hak
tidak mengganggu keselarasan sosial. Keselarasan tindak tanduk dijaga dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 42
23
mempertimbangkan keputusan sendiri dan menghormati sistem kedudukan. Individu
mengupayakan bertindak berdasarkan pertimbangan-pertimbangan norma sosial,
bukan dari kehendak sendiri. Prinsip keselarasan dianggap sebagai patokan kerangka
atau batasan bagi individu bertindak dan menemukan batasnya (Suseno, 1985).
Nilai hormat dan rukun secara utuh tidak menuntut individu terhadap sikap
batinnya, melainkan menunjukkan perilaku mencerminkan dua nilai tersebut di
masyarakat. Masyarakat Jawa menjunjung keselarasan dalam segala bentuk apa pun.
Akan tetapi, keselarasan dan tanggung jawab moral berlawanan dapat memunculkan
konflik. Artinya, sikap selaras dalam diri individu baik sejalan dengan tuntutan
tanggung jawab moral bertindak tanduk.
E. Analisis Fenomenologi Interpretatif
Topik relasi merupakan fokus utama dari penelitian ini. Relasi merupakan salah
satu aspek psikologi yang berkaitan dengan proses kehidupan informan. Secara lebih
rinci, aspek psikologi menguraikan persoalan dalam diri informan atau personal dan
sosial dimana saling memengaruhi satu sama lain. Keterkaitan dunia personal dan
sosialnya membangun sebuah harapan terhadap perkembangan relasinya.
Peneliti mengungkapkan dinamika relasi antara menantu perempuan dengan ibu
mertua yang tinggal bersama berdasarkan pengalaman menantu. Selain melihat faktor
internal informan, peneliti menganggap aspek budaya sebagai faktor eksternal
memiliki pengaruh pada dinamika relasi mereka. Hal internal dan eksternal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 43
24
menyangkut dan berkaitan pada harapan relasi menantu perempuan. Oleh karena itu,
kombinasi topik penelitian dengan metode yang tepat akan menentukan perolehan
data yang menunjang dan mendukung jawaban dari pertanyaan penelitian.
Strategi mendapat data yang sesuai dan mendalam, peneliti menggunakan IPA
(Interpretative Phenomenologi Analysis) karena dianggap sesuai dengan prinsipnya.
Menurut Smith (2013), IPA merupakan metode yang efektif digunakan untuk
penelitian di bidang psikologi. Penguraian psikologis informan mempelajari
bagaimana pemikiran dan perasaannya mengenai pengalaman ditafsirkan lebih dalam.
Inilah kekuatan IPA menggali informasi masuk lebih dalam pada ranah kognitif,
bahasa, afeksi, dan fisik dari pengalaman personal informan (Smith, 2008). Oleh
karena itu, tugas peneliti menginterpretasi dalam mengidentifikasi dan memahami
rasionalitas dari sudut pandang mental dan emosional informan (Smith, 2008).
Berdasarkan penjelasan tersebut, IPA membantu peneliti mengurai ranah
psikologis terkait dengan objek masalah penelitian yang diangkat. Peneliti mendapat
informasi melalui kacamata menantu yang merumuskan dinamika relasi melalui
proses identifikasi dan interpretasi. Hal tersebut menuntut kedalaman informasi
bagaimana relasi menantu tinggal bersama ibu mertua terkait hal yang dialami dan
dirasakan. Ketepatan prinsip IPA mengarahkan pembelajaran menggali informasi
dengan pertanyaan-pertanyaan melalui proses wawancara. Dengan demikian,
informasi sebagai data penelitian didapat tepat sasaran dan mendalam. Hasil tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 44
25
didapat menggunakan pendekatan IPA yang sesuai dengan tujuan dan pertanyaan dari
penelitian ini.
F. Dinamika Relasi Menantu Dengan Mertua
Keluarga merupakan bentuk pertalian keluarga yang diikat melalui sistem
pernikahan. Pernikahan memunculkan istilah menantu dan mertua dalam keluarga.
Menantu menjadi bagian keluarga mertua masih ada yang tinggal serumah, inilah
gambaran keluarga batih. Keluarga batih adalah keluarga yang terdiri keluarga inti
dan anggota keluarga lain yang tinggal bersama (Lestari, 2012). Budaya Jawa
mengonsepkan pertalian hubungan dalam keluarga berkaitan dengan aspek kebutuhan
pribadi, ekonomi, sosial, dan psikologis serta nilai yang disepakati bersama (Geertz,
1983).
Pernikahan menandakan dimulainya jalinan relasi menantu dengan mertua.
Bagi menantu tinggal bersama mendapati keuntungan dan kerugian. Menantu
mendapat dukungan dan dampingan oleh ibu mertua strategi membangun rumah
tangga yang baik. Menantu juga merasakan ketidaknyamanan karena mertua yang
menekan dan mendominasi kepentingan keluarganya. Dampak terhadap relasi antara
dua anggota keluarga tersebut menampilkan ketegangan yang disebabkan
ketidaknyamanannya menantu.
Berkaitan dengan budaya Jawa, menurut Geertz (1983) keluarga Jawa memiliki
dua nilai yang mutlak sebagai pedoman tingkah laku mereka di dalam lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 45
26
sosial. Dua nilai tersebut dicerminkan pada nilai hormat dan rukun. Tindak tanduk
sebagai harapan budaya Jawa mewujudkan kerukunan dan suasana keluarga yang
harmonis. Apabila terjadi ketegangan, masyarakat Jawa mengandalkan nilai rukun
untuk menengahi permasalahan dan mengutamakan kerukunan.
Penjelasan tersebut mendapati bahwa arah keberlawanan antara relasi menantu
dengan mertua dan harapan budaya Jawa. Menantu diharapkan dapat mencerminkan
tindak tanduk selaras dengan norma dalam nilai Jawa. Harapan budaya berorientasi
keharmonisan kolektif sebagai petunjuk arah relasi menantu dengan mertua. Oleh
karena itu, penelitian ini mengupayakan untuk menguraikan bagaimana dinamika
relasi menantu dengan mertua yang tinggal bersama, serta untuk mewujudkan
interaksi harmonis.
Gambar 1. Skema Relasi Menantu dengan Mertua Yang Tinggal Bersama
Tinggal bersama
(keluarga)
Tekanan dan
dominasi
Relasi menantu
dengan mertua
Nilai budaya
Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 46
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian kualitatif. Paradigma
penelitian kualitatif merupakan metode yang sesuai untuk mengungkapkan tujuan
penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian dengan mengeksplorasi fokus dari
penelitian. Menurut Creswell (2012), penelitian kualitatif merupakan metode atau
strategi untuk mempelajari makna dari pengalaman pribadi informan terkait masalah
penelitian. Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretatif atau penafsiran
sebagai tugas peneliti mengidentifikasi pengamatan langsung selama berinteraksi
dengan informan (Creswell, 2012).
Karakteristik yang dimiliki penelitian kualitatif membantu peneliti
menerjemahkan data dalam proses analisis interpretasi. Peneliti mempertimbangkan
faktor lingkungan atau setting penelitian, agar terfokus pada informan dan interaksi
mereka di dalam konteks penelitian. Penelitian kualitatif menuntut peneliti
mengembangkan hubungan personal langsung dengan informan sebagai strategi
untuk memahami kehidupan nyata sehari-hari. Selain itu, penelitian kualitatif
mengutamakan proses analisis data yang bersifat induktif artinya pengolahan data
berupa pola, kategori, dan tema dilakukan secara berulang-ulang hingga menemukan
rangkaian tema yang utuh (Creswell, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 47
28
Pendekatan penelitian ini menggunakan analisis fenomenologi interpretatif
(Interpretative Phenomenological Analysis atau IPA). Smith (2013) menekankan IPA
sebagai metode tepat digunakan untuk penelitian berkaitan dengan psikologi. IPA
menganalisis dan berfokus pada sisi kognisi psikologi dalam interaksi peneliti dan
informan. Proses mental dalam kognisi psikologi dan kognisi sosial merupakan
bagian dalam psikologi sosial dan klinis. Dengan demikian, IPA bekerja untuk
membantu peneliti memahami sebuah fenomena dengan menganalisis berkaitan
proses mental secara lebih dalam (Smith, 2013).
Smith (2013) menjelaskan bahwa IPA tepat digunakan untuk menginterpretasi
hal yang menarik dengan memahami melalui proses identifikasi atau penekanan.
Tujuan pendekatan IPA untuk memaksimalkan proses eksplorasi pengalaman
informan. Peneliti IPA bertugas untuk mengeksplorasi masa lalu dan masa depan
berdasarkan perspektif informan. Sumber informasi dari pengalaman informan
membantu peneliti IPA untuk menemukan bagaimana seorang berproses memaknai
dunia personal dan sosial mereka.
Pendekatan IPA menuntut peneliti kualitatif untuk terlibat langsung dalam
proses pengambilan data. Masalah penelitian dalam penelitian ini adalah relasi
menantu perempuan dengan ibu mertua. Peneliti membangun hubungan dengan
informan supaya mereka lebih leluasa mengutarakan pandangannya. Oleh karena itu,
Smith (2013) menyarankan untuk menggunakan wawancara semi-terstruktur. Hal ini
berkaitan dengan bagaimana informan mengekspresikan pikiran dan perasaan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 48
29
terbuka kepada peneliti. Kemudian, data dianalisis melalui proses interpretasi untuk
menemukan dan memahami dinamika menantu berelasi dengan ibu mertua yang
tinggal satu rumah.
B. Fokus Penelitian
Penelitian berfokus pada dinamika relasi menantu perempuan dengan ibu
mertua. Relasi yang dimaksudkan tinggal berdekatan atau dalam satu rumah.
Penelitian ini mengeksplorasi relasi dari sudut pandang menantu perempuan sebagai
data utama dan ibu mertua sebagai data pendukung. Sudut pandang mertua digunakan
untuk data tambahan, melengkapi, dan menyeimbangkan pandangan menantu.
Dinamika relasi informan dikaitkan dengan peran budaya Jawa untuk menyelaraskan
sikap dan perilakunya dengan norma. Budaya mengharuskan sebuah interaksi dapat
terjalin intim dan mencapai keharmonisan.
C. Prosedur Penelitian
1. Informan Penelitian
Informan penelitian ini adalah menantu perempuan dan ibu mertua. Jumlah
informan sebanyak empat menantu perempuan dan dua ibu mertua. Karakteristik
informan yaitu menantu perempuan dan ibu mertua yang tinggal dalam satu rumah.
Peneliti tidak membatasi lamanya waktu informan tinggal bersama dan tinggal di
rumah menantu atau ibu mertua. Peneliti mengharapkan mendapat informasi lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 49
30
mengenai pengalaman menantu perempuan dengan mempertimbangkan keleluasaan
informasi psikologis.
Pemilihan informan penelitian memperhitungkan karakteristik yang telah
ditentukan sebelumnya. Pada awalnya, peneliti mencari menantu perempuan dan ibu
mertua yang tinggal bersama di lingkungan sekitar rumah peneliti. Peneliti juga
memilih informan pendukung yaitu ibu mertua. Informan ibu mertua penelitian ini
merupakan mertua dari dua informan menantu perempuan.
Peneliti meminta kesediaan menantu perempuan dan ibu mertua sebagai
informan penelitian. Strategi untuk mendapatkan data yang autentik, peneliti
melakukan rapport dengan berkunjung ke rumah menantu perempuan dan ibu
mertua. Hal tersebut merupakan langkah awal yang penting agar informan merasa
nyaman dengan peneliti sebelum mengungkapkan pikiran dan perasaan pada orang
lain. Peneliti mendekati informan untuk bercakap-cakap untuk membangun interaksi
hangat, sekaligus menentukan kebersediaan waktu informan untuk melakukan
wawancara.
Selama proses persiapan wawancara, peneliti dan informan bersepakat
mengenai waktu, tempat, dan kenyamanan informan untuk pelaksanaan wawancara.
Informan dan peneliti mengupayakan waktu luang bersama dengan saling
menginformasikan kebersediaan waktu. Peneliti mempertimbangkan situasi rumah
saat wawancara agar informan menantu perempuan merasa nyaman menyampaikan
pengalamannya ketika tidak ada kehadiran ibu mertua. Sedangkan, salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 50
31
informan ibu mertua meminta untuk melaksanakan wawancara di luar rumahnya atau
bertempat di rumah peneliti. Hal ini mempertimbangkan situasi ketenangan dan
kenyamanan informan selama proses wawancara berlangsung. Informan ibu mertua
yang lain memilih melaksanakan wawancara di rumahnya sendiri.
2. Metode Pengambilan Data
Lokasi pengambilan data penelitian dilakukan di kota Klaten, tepatnya di Desa
Jatiwoyo dan Desa Kwoso. Peneliti mempertimbangkan wilayah pengambilan data
sebab faktor kedekatan budaya peneliti dan informan merasa tidak asing satu sama
lain. Hal ini juga mempermudah peneliti memahami berbagai hal rinci terkait fokus
penelitian. Penelitian ini menerapkan purposefully select atau sengaja memilih
informan dan lokasi dengan penuh kepercayaan untuk membantu peneliti memahami
masalah (Creswell, 2012). Informan dan lokasi pengambilan data dipilih secara
sengaja sesuai dengan karakteristik penelitian.
Proses pengambilan data dilakukan di tempat tinggal dan tempat kerja
informan. Salah satu informan menantu perempuan dan ibu mertua meminta proses
wawancara dilakukan jauh dari tempat tinggalnya. Informan menginginkan
keleluasaan dan kenyamanan dirinya mengungkapkan pikiran dan perasaan. Oleh
karena itu, peneliti memprioritaskan suasana pelaksanaan wawancara supaya
informan merasa nyaman dan terbuka menceritakan pengalaman personalnya.
Penelitian kualitatif mendapatkan data dengan melakukan wawancara. Metode
wawancara digunakan untuk mendapatkan data yang detail mencakup cerita, pikiran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 51
32
perasaan informan (Smith, 2013). Selama proses pengambilan data, peneliti
melibatkan diri dalam interaksi aktif secara langsung dengan informan. Dengan
demikian, peneliti dapat mengendalikan alur tanya jawab supaya terarah dan langsung
pada pokok permasalahan.
Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti menyusun berbagai pertanyaan
terbuka sebagai panduan wawancara. Menurut Smith (2013), panduan wawancara
merupakan serangkaian pertanyaan yang disusun bersifat terbuka dan meluas untuk
memunculkan pandangan dan penjelasan secara luas dari informan. Pertanyaan dalam
panduan wawancara mengenai eksplorasi pengalaman informan berelasi dengan ibu
mertua dan pandangan tentang nilai budaya Jawa. Panduan wawancara digunakan
secara fleksibel dan menyesuaikan cakupan ketertarikan informan. Peneliti juga
melakukan pendekatan atau rapport terhadap informan. Suasana dan interaksi yang
dekat membantu informan dan peneliti tidak merasa terinvestigasi dari pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan.
Peneliti menggunakan panduan wawancara yang diterapkan dalam wawancara
semi-terstruktur. Wawancara semi-terstruktur secara fleksibel mengikuti ketertarikan
informan mengungkapkan pengalaman, sehingga memperoleh kekayaan data.
Informasi yang menarik dan perlu penjelasan, peneliti probing atau menggali
sehingga dapat dikembangkan (Smith, 2008). Peneliti memanfaatkan informasi
menarik dari data untuk digali dalam aspek psikologis dan sosialnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 52
33
Sebelum wawancara berlangsung, peneliti meminta ijin pada informan untuk
melakukan perekaman wawancara. Perekaman bertujuan untuk merekam jawaban-
jawaban informan saat peneliti mengajukan pertanyaan. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan fasilitas audio-recorder pada hand-phone sebagai alat perekam.
Jawaban informan yang terekam merupakan data penelitian berupa audio. Data audio
tersebut ditranskripkan melalui proses verbatim dan dianalisis pada tahap selanjutnya.
D. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data menurut Smith (2013), yang
dijabarkan sebagai berikut:
1. Membaca dan membaca kembali
Langkah pertama pada proses analisis adalah mengumpulkan data dengan
melakukan wawancara kepada informan. Hasil wawancara dalam bentuk verbal
ditranskipkan dalam bentuk kalimat, sehingga mempermudah membaca data kembali.
Peneliti menemukan fokus analisis penelitian melalui baca data. Tugas peneliti
mengulang membaca transkrip untuk mempermudah mengembangkan struktur
wawancara.
2. Membuat catatan awal
Pada tahap ini, peneliti membuat catatan pada tranksrip data. Hal ini
memerlukan kedetailan dan memakan waktu. Peneliti melakukan identifikasi
keterkaitan kata dan bahasa pada transkrip untuk menemukan pola pikir informan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 53
34
terhadap konteks yang difokuskan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memahami
kedetailan catatan dan komentar pada data. Analisis memfokuskan pada deskripsi hal
penting dan makna dalam diri mereka (fokus penelitian seperti relasi, proses, tempat,
kejadian, nilai, dan prinsip).
3. Mengembangkan tema
Pada tahap ini, peneliti mengubah catatan ke dalam bentuk tema. Hal tersebut
bertujuan untuk menghasilkan tema yang singkat dan jelas sesuai pernyataan penting
pada komentar transkrip. Catatan yang dikembangkan dalam bentuk tema untuk
memudahkan peneliti mengeksplor fokus tema-tema yang muncul. Tugas peneliti
juga memetakan dan menyambungkan pola-pola dalam data transkrip yang bertujuan
mengeksplorasi catatan.
4. Mencari keterkaitan antara tema-tema yang muncul
Peneliti menggabungkan tema menjadi struktur yang menggambarkan semua
aspek dari informan. Pada tahap ini memetakan keterkaitan tema-tema menjadi pola
atau bagan. Keterhubungan tema digunakan untuk proses analisis interpretasi tema-
tema.
5. Pindah ke kasus selanjutnya
Tahap ini mengarahkan peneliti untuk mengulang langkah awal untuk
memproses data informan lainnya. Peneliti akan menjumpai tema-tema yang muncul
pada informan satu dan kembali muncul di informan lainnya. Pada sisi lain, peneliti
menemukan tema baru muncul pada setiap informan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 54
35
6. Mencari pola dari keseluruhan kasus
Pada tahap ini, peneliti mencari pola dari keseluruhan kasus informan. Peneliti
IPA dapat melakukannya dengan mind-mapping dari tema-tema keseluruhan
informan. Tahap ini membantu peneliti untuk menganalisis dan menginterpretasinya.
E. Kredibilitas Penelitian
Pentingnya mengevaluasi validitas penelitian berguna untuk membuat penilaian
penelitian yang baik, terpercaya, dan berguna. Lucy Yardley (Smith, 2008)
menjabarkan evaluasi validitas penelitian, sebagai berikut:
1. Sensitivity to context
Penelitian kualitatif penting mempertimbangkan sensitivitas konteks. Salah
satunya penggunaan teori yang relevan dan pustaka secara empiris sebagai dasar
penjelasan makna dan konsep fokus penelitian. Sensitivitas pada teori yang
digunakan dapat relevan dengan ilmu di konteks lain yang berbeda. Penelitian
terdahulu membantu peneliti membangun pertanyaan penelitian, sebagai pembanding
dan penjelas interpretasi.
Dalam penelitian kualitatif, fokus penelitian adalah relasi menantu dengan
mertua. Peneliti menyesuaikan fokus topik penelitian dengan teori maupun pustaka
yang relevan, agar menjadi dasar yang kuat dalam penjelasannya. Teori hubungan
dan beberapa penelitian terdahulu terkait relasi membantu peneliti meletakkan
pemahaman dasar sesuai dengan tujuan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 55
36
Penelitian kualitatif yang baik menunjukkan kesensivitasan perspektif pada
konteks sosial-budaya terhadap hal yang diteliti. Proses pengambilan data
mempertimbangkan karakteristik informan dan setting pengambilan data. Pertanyaan
terbuka-tertutup mendorong informan untuk mengungkapkan pemikiran mereka tanpa
dibatasi.
Peneliti mempertimbangkan karakteristik informan dan setting pengambilan
data untuk mencapai kesensitivitasan data. Karakteristik informan penelitian berguna
untuk memperjelas dan memfokuskan perspektif. Lokasi pengambilan data
mengutamakan situasi dan kenyamanan informan menantu perempuan dan ibu
mertua.
Pada tahap analisis, peneliti menganalisis data dengan melihat makna yang
ingin disampaikan informan. Sensitivitas pada analisis berperan sebagai
pertimbangan alasan mengapa keterangan boleh dan tidak boleh diekspresikan dan
bagaimana mereka mengekspresikannya. Hal yang perlu diperhatikan dalam
menganalisis adalah keterbukaan menginterpretasikan dan mengakui kompleksitas
serta ketidakkonsistenan yang dibicarakan oleh informan. Kompleksitas makna dari
pernyataan informan satu berbeda dengan informan lain. Peneliti memanfaatkan
perbedaan tersebut sebagai kekhasan setiap informan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 56
37
2. Commitment and rigour
Aspek komitmen merupakan prinsip untuk menyesuaikan analisis data dengan
tujuan penelitian. Kekakuan dalam penelitian kualitatif menuntut peneliti
mengupayakan konsistensi fokus penelitian dengan data yang terkumpul. Komitmen
yang tepat diterapkan dalam memilih informan penelitian, sebab kurang tepatnya
pemilihan informan dapat memengaruhi kevalidannya analisis penelitian. Kesesuaian
pemilihan informan dengan metode dan teori menunjukkan konsistensi yang jelas
untuk menginterpretasikan data.
Penelitian ini mengutamakan kesesuaian topik dengan informan untuk
mencapai tujuan penelitian. Peneliti memilih menantu perempuan yang sesuai dengan
kriteria informan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria tersebut
mempertimbangkan menantu yang tinggal dalam satu rumah dengan mertua dan tidak
membatasi berapa lama menantu tinggal bersama. Oleh karena itu, peneliti
mengupayakan kedekatan dengan informan.
3. Coherence and transparency
Kejelasan dan kekuatan argumen dalam menganalisis bergantung pada
pendekatan teoritis, pertanyaan penelitian, metode, dan interpretasi data. Proses
analisis data memperhitungkan konsistensi metode dan teori yang relevan saling
mendukung. Oleh karena itu, analisis transparansi menyajikan cukup data berupa
kutipan, kutipan teks, dan merangkum tema, untuk menunjukkan kepada pembaca
dasar analisis interpretatif. Transparansi hasil penelitian kualitatif dilihat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 57
38
bagaimana pembaca dapat memahami apa yang telah diteliti dan mengapa hal
tersebut diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menyampaikan alasan dan hal-hal yang perlu
diketahui oleh pembaca secara jelas. Peneliti memberikan alasan pada setiap bagian
penelitian untuk menyampaikan transparansi proses pemikiran dalam melakukan
penelitian ini. Salah satunya pendekatan analisis fenomenologi interpretatif yang
digunakan penelitian ini untuk mengolah data sesuai tujuan penelitian yang
diharapkan. Pada proses analisis, peneliti mengupayakan kesesuaian kutipan verbatim
yang mendukung interpretasi. Penjelasan dalam interpretasi menggambarkan makna
yang disampaikan informan berdasarkan kemurnian data yang diperoleh.
4. Impact and importance
Penelitian yang baik memiliki manfaat dapat diimplentasikan secara langsung
pada kehidupan manusia. Penelitian ini memberikan pandangan baru pada pembaca
untuk memahami pandangan menantu perempuan mengenai relasi dengan ibu mertua.
Peneliti memberikan masukan untuk menantu dan mertua, serta konselor atau
praktisi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dan memberikan
pandangan baru mengenai relasi menantu perempuan dan ibu mertua di Jawa terkait
nilai-nilai moral Jawa dalam relasi mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 58
39
Validitas data penelitian ini menggunakan prosedur triangulasi. Smith (2008)
menjelaskan guna triangulasi dalam penelitian sebagai cara menguatkan data dari
orang atau kelompok lain. Triangulasi juga membantu penelitian mendapat
kedalaman untuk memudahkan peneliti menganalisis melalui proses interpretasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi teori sebagai cara yang sesuai
untuk memperluas deskripsi aspek psikologis yang berkaitan dengan fokus penelitian
ini. Proses triangulasi memanfaatkan referensi penelitian terdahulu melalui
pembandingan hasil penelitian dan data penelitian yang diperoleh.
F. Refleksivitas Peneliti
Saya berperan sebagai peneliti yang meneliti dinamika relasi menantu
perempuan dengan ibu mertua yang tinggal bersama. Saya, Devi Putri Sari, tinggal
dalam keluarga batih, bersama ayah dan ibu sebagai mertua dan keluarga kakak
dalam satu rumah. Selama tinggal bersama, saya mengamati interaksi menantu dan
mertua dimulai dari perubahan situasi keluarga dan relasi antar anggota keluarga.
Pengalaman tersebut menarik perhatian saya menjadi topik penelitian ini. Saya
mendapat kemudahan untuk memahami perubahan menantu perempuan dan mertua.
Saya membangun interaksi intim dengan ibu mertua dan menantu perempuan.
Mereka menyampaikan keluh kesahnya terhadap satu sama lain pada saya. Oleh
karena itu, saya mendapat kesempatan dan tidak merasa canggung lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 59
40
mengeksplorasi pengalaman sensitif informan penelitian. Hal ini mendorong
keinginan dan ketertarikan saya untuk memahami dinamika mereka lebih mendalam.
Penelitian ini memungkinkan terjadinya bias dalam menginterpretasikan data.
Selama menyusun penelitian ini, saya belum menikah membentuk persepsi atau
harapan akan suatu situasi tertentu, sehingga interpretasi cenderung memihak
menantu perempuan. Hal ini dikarenakan, saya sebagai calon menantu mencerminkan
pengalaman langsung di rumah yang memengaruhi keberpihakkan. Pengalaman saya
masuk dalam dunia informan penelitian menggambarkan pengalaman langsung saya
dalam keluarga. Hal ini mengurangi objektivitas dan kevalidan hasil penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 60
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan
adalah analisis fenomenologi interpretatif yang berfokus pada dinamika relasi
menantu dengan mertua tinggal bersama. Tujuan peneliti ini mengeksplorasi lebih
dalam terutama pengalaman menantu perempuan berdinamika serumah dengan
mertua. Peneliti menggunakan metode wawancara semi-terstruktur sebagai
metode pengambilan data untuk mendapat data yang lebih terperinci. Proses
pengambilan data dilakukan menggunakan handphone sebagai alat perekam. Data
kualitatif yang diperoleh berupa audio yang ditranskripkan melalui tahap
verbatim.
Awalnya, peneliti bertemu pada informan untuk meminta kesediaan waktu
sebagai bagian penting dalam penelitian ini. Peneliti juga membangun rapport
dengan menanyakan kabar dan menjelaskan secara singkat maksud penelitian ini,
agar informan merasa nyaman dan jelas bercerita dari awal hingga akhir. Selama
proses wawancara berlangsung, peneliti mengikuti arah pembicaraan informan
namun tidak terlepas dari pertanyaan panduan wawancara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 61
42
2. Pelaksanaan Penelitian
Berikut keterangan waktu dan tempat pelaksanaan penelitian pada masing-
masing informan.
Gambar 2. Tabel Keterangan Pelaksaan Penelitian
No Keterangan Informan 1
(N)
Informan 2
(Wf)
Informan 3
(Sr)
Informan 4
(Fs)
1. Perizinan
pada
informan
Selasa, 29
November
2016
Jumat, 6
Januari 2017
Selasa, 1
Agustus 2017
Selasa, 1
Agustus 2017
2. Pengambilan
data–
wawancara
informan
a. Rabu, 30
November
2016
18.40 –
19.50
Rumah Ibu
S
a. Senin, 16
Januari
2017
11.28 –
13.13
Rumah Ibu
Hm
a. Kamis, 3
Agustus
2017
14.17 -
15.03
Rumah Ibu
Sr
a. Kamis, 3
Agustus
2017
15.15 –
16.38
Rumah Ibu
Sr
b. Jumat, 09
Desember
2016
18.38 –
19.05
Rumah Ibu
S
b. Jumat, 03
Maret 2017
11.18 –
11.53
Rumah Ibu
Hm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 62
43
No Keterangan Informan 5
(S)
Informan 6
(Hm)
1. Perizinan pada
informan
Sabtu, 26 November
2016
Senin, 2 Januari 2017
2. Pengambilan data–
wawancara
informan
a. Selasa, 29 November
2016
14.39 – 15.43
Rumah Ibu S
a. Jumat, 6 Januari 2017
11.16-13.39
Rumah peneliti
b. Sabtu, 10
Desember 2016
16.11– 16.38
Rumah Ibu S
b. Rabu, 8 Maret 2017
11.19 – 12.19
Rumah Ibu Hm
B. Informan Penelitian
1. Latar Belakang Informan
Berikut pengalaman singkat responden penelitian sebagai menantu tinggal
bersama mertua.
a. Informan 1 (N)
N adalah perempuan berasal dari kota Sragen yang menikah dan tinggal
di kota Klaten. Sejak awal menikah N langsung tinggal di rumah mertua.
Pengalaman N tinggal bersama mertua sudah 9 tahun lamanya. Saat ini N dan
suami telah dikaruniai 2 anak laki-laki.
Pada awalnya, N dan suami memutuskan untuk mengontrak rumah
yang berjarak jauh dari rumah mertua. Selama tinggal mengontrak, N mengurus
semua pekerjaan rumah termasuk mengurus anaknya. Kesibukkan bekerja N dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 63
44
suami harus menitipkan anaknya pada mertua pada pagi dan N menjemput pada
sore hari. Sebelum berangkat bekerja, N harus menitipkan anaknya di rumah
mertua setiap hari. Hal tersebut dikarenakan anak N lebih senang tinggal di rumah
neneknya yang memiliki teman lebih banyak dibandingkan di rumah kontrakan. N
juga merasa kesepian ketika tinggal di kontrakan karena terbiasa bercengkrama
dengan mertua. Akhirnya, keluarga N kembali pindah dan tinggal di rumah
mertua.
Selama tinggal bersama mertua, N membandingkan kebebasan
beraktivitas ketika di rumah kontrakan dan di rumah mertua. Ia mendapat
kebebasan melakukan hal sesuka hati tinggal jauh dari mertua. Berbeda ketika di
rumah mertua, N membatasi ruang geraknya untuk melakukan hal yang harus
dipikirkan terlebih dahulu. N merasa pakewuh atau tidak enak hati melakukan hal
dan meminta bantuan mertua. Oleh karena itu, N menyadari untuk menjaga sikap
di rumah mertua yang bukan rumah sendiri.
Masalah kecil atau pun besar seringkali terjadi. N membandingkan
perkataan mertua yang membuatnya mudah sakit hati dibandingkan dengan orang
tua sendiri. Perkataan atau perasaan dibatin mertua menjadi masalah sendiri dalam
diri N yang membuatnya tidak nyaman. N merasa kesal karena perkataan mertua
yang menyinggung hatinya, meskipun demikian ia mencoba berpikir positif
maksud perkataan mertua. Sebagai contoh, mertua memberikan saran pada N
untuk menyabuni wajah anak, namun N hanya membatin bahwa wajah anak perlu
sabun khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 64
45
N mendengar pembicaraan ibu mertua dan bapak mertua yang
membicarakannya. N merasa sakit hati dan menangis bahwa apa yang dibicarakan
mereka tidak benar. Kejadian tersebut membuat N memutuskan untuk
menenangkan diri dari rumah selama beberapa minggu. Pertimbangan suami
membuat N memutuskan untuk kembali ke rumah mertua. Pada awalnya, N
merasa canggung ketika berhadapan dengan mertua. Masalah membawa dampak
pada relasi N yang menghambatnya untuk lebih dekat dengan mertua. N
mengupayakan dirinya bersabar dan ikhlas menghadapi tinggal bersama mertua.
N juga mengalah pada mertua untuk menjaga relasi agar tidak merenggang hanya
karena masalah kecil.
N memiliki penilaian baik dan buruk terhadap mertuanya. Kekecewaan
N terhadap mertua disebabkan sikap keras kepala yang meyakini hal salah
menjadi benar. Akan tetapi, N memandang mertua sebagai sosok orang tua yang
sabar membantu, mengasuh anak-anak, mengajarkan kehidupan bersosialisasi di
masyarakat, dan mengajarkan N mengikhlaskan hal buruk terjadi dalam hidup.
Kesederhanaan ibu mertua membawa kecocokan N sehingga ia mudah terbuka
dan akrab.
Nilai budaya Jawa membawa N untuk menyesuaikan dengan situasi. N
membangun relasi dengan mertua dilandasi nilai hormat yang diterapkannya
selama berinteraksi. N bertindak dengan menyesuaikan tata bahasa Jawa ketika
berkomunikasi. Kesesuaian tata bahasa Jawa yang menunjukkan bahwa N
menghormati dan menghargai mertuanya. N menyadari sebagai menantu secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 65
46
etika mengharuskan menghormati mertua. Harapan N menyatukan dua keluarga
yang tinggal bersama dengan menghindari masalah.
b. Informan 2 (Wf)
Wf menikah dan memiliki satu anak. Saat pengambilan data dilakukan,
Wf mengandung anak keduanya yang berusia 2 bulan. Pengalaman Wf tinggal
bersama mertua sudah 8 tahun lamanya. Sejak awal menikah Wf dan suami sudah
langsung tinggal bersama mertua. Salah satu cara penyesuaian diri N adalah
menganggap mertua seperti keluarga sendiri. Ia juga mengupayakan dukungan
suasana rumah nyaman agar keluarga merasa nyaman.
Faktor ekonomi keluarga Wf belum mampu tinggal mandiri. Beberapa
tahun tinggal bersama mertua, Wf mengungkapkan seringnya hal kecil
dipermasalahkan dalam keluarga. Perkataan mertua menyakiti hatinya karena
memaksa dirinya untuk ikut kegiatan gereja. Wf menilai apa yang dikatakan
mertua membuatnya tidak nyaman. Dalam keadaan hamil, Wf tidak
memperdulikan perkataan mertua. Wf mengungkapkan perasaan sakit hati karena
koreksi mertua mengenai dirinya yang tidak banyak beraktivitas. Wf menyadari
sebagai menantu perlu menjaga sikap maupun perkataan yang dapat menyinggung
perasaan mertua. Wf menyampaikan dalam menghadapi ibu mertua lebih sabar
dan nrimo. Meskipun demikian, Wf memberanikan diri menjawab mertua.
Menurut Wf, menantu dan mertua yang berbeda hubungan darah harus lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 66
47
menghormati, menghargai, dan menyayangi satu sama lain. Hal tersebut
merupakan usaha bersama membangun relasi lebih harmonis.
Nilai di lingkungan Wf mengikat untuk bertingkah laku sesuai aturan
etika budaya Jawa. Wf sebagai menantu penting menjunjung sopan santun dan
menghormati mertua. Hormat dimaksud mengalah mendahulukan orang tua,
berbicara yang sopan, dan tidak menyinggung hati. Menurut N, saling
menghormati dapat menciptakan damai dan saling menikmati dinamika dalam
keluarga.
c. Informan 3 (Sr)
Sr telah berkeluarga dan memiliki seorang anak perempuan. Sr menikah
dengan tetangganya yang berbeda RT, dimana Sr tinggal di RT 27 sedangkan
suami tinggal di RT 25. Setelah menikah, ia pindah dan tinggal di rumah
suaminya. Sr merasa tidak asing dengan mertuanya yang sudah mengenalnya
terlebih dulu. Suami Sr adalah anak tunggal yang menjadi harapan ibunya.
Sr tinggal bersama mertua sudah satu tahun. Pada awalnya, Sr merasa
khawatir dan sungkan tidak dapat melakukan hal sebebas ketika tinggal mandiri.
Sr memahami hubungan menantu dan mertua tidak selalu baik, salah satu masalah
yang sering muncul yaitu perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat dapat terjadi
dalam hal apapun. Dalam menghadapi masalah, Sr memampukan dirinya dapat
bersikap. Sr cenderung memilih cuek dalam menghadapi masalah. Mereka saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 67
48
menjaga relasi. Sr memandang suatu masalah dapat terjadi hanya karena
perbedaan pemahaman.
Sr mengungkapkan kehidupan masyarakat Jawa mengutamakan
keseimbangan, keselarasan, dan kesopanan. Orang Jawa memiliki daya tahan
bersahr dan nrimo keadaan buruk. Pemahaman dan pengetahuan bertindak tanduk
mengajarkan Sr menyelaraskan bagaimana bersikap sesuai etika. Pemahaman
tersebut mendorong Sr membuka diri pada mertua yang dianggapnya mengajeni
bahwa ia menerima mertua. Bagi Sr, mertua adalah sosok yang berjasa dalam
hidupnya sebagai teladan dalam hidupnya. Keterbukaan Sr terhadap mertua
membawa harapan akan hubungan rukun dan terjalin harmonis.
d. Informan 4 (Fs)
Pada tahun 2012, Fs menikah dan tinggal mandiri denan keluarga
barunya. Fs dalam kondisi hamil memutuskan keluar dari pekerjaan dan tinggal
bersama mertua. Setelah dua tahun menikah Fs dan suami dikaruniai anak,
masalah mulai muncul. Permasalahan muncul dikarenakan perbedaan cara
pengasuhan bayi yang tidak sesuai harapan menantu. Kemunculan masalah
mendorong Fs tinggal mandiri jauh dari rumah mertua. Suatu masalah membuat
relasi renggang, sehingga perlu jarak untuk mendinginkan suasana. Saat
wawancara dilakukan Fs telah tinggal selama 4 tahun bersama mertua.
Permasalahan berawal dari suami yang mementingkan bekerja daripada
memberi perhatian pada anaknya. Suasana memanas ketika Fs mengungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 68
49
keluhan mengenai ibunya pada suami yang tidak menerimanya. Fs menyalahkan
keterlibatan ibu mertua mengenai keuangan keluarga. Percekcokan tidak dapat
dihindarkan diantara mereka. Fs merasa kecewa terhadap sikap suami yang mudah
emosi sehingga memulangkan dirinya ke rumah orang tua. Masalah tersebut
menyebabkan ketidakcocokan Fs dengan ibu mertua.
Fs menenangkan diri dengan beribadah dan mengikuti kegiatan
keagamaan, pengajian. Ketenangan dan introspeksi diri yang Fs lakukan
diharapkan dapat menemukan cara mendekati dan merubah mertua menjadi lebih
baik. Relasi rukun diupayakannya menjaga keutuhannya keluarga.
Fs mengartikan budaya Jawa kental tata krama Jawa untuk bertingkah
laku. Tata krama merupakan pedoman bagaimana seharusnya Fs bertindak tanduk.
Fs menyadari menghormati mertua dengan mengalah dalam suasana tegang.
Meskipun sulit menerima mertua karena hal kecil yang dibesarkan, Fs memahami
harus menjaga sikap dan perkataannya untuk menjaga relasi rukun. Menurut Fs,
Relasi rukun tercermin dari kehidupan yang bahagia kebersamaan keluarga
bergotong royong mencegah masalah muncul. Kebersamaan keluarga juga
menunjukkan sisi keluarga yang saling melengkapi dan menerapkan tata krama
menjadikan hubungan keluarga terasa harmonis.
e. Informan 5 (S, Mertua)
S merupakan sosok istri sekaligus ibu mertua berjuang merawat
suaminya yang sakit. Ia memiliki dua anak dan saat ini tinggal bersama anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 69
50
keduanya yang telah menikah. Tinggal bersama menantu memberikan
pengalaman baru dalam hidup S. Sejak anak laki-lakinya menikah S sudah
menganggap menantu bagian dalam keluarga. Ia menilai hubungannya dengan
menantu baik, bahkan mengungkapkan menantu sudah dianggap seperti anak
sendiri.
Pengalaman tinggal bersama menantu mendorong S saling pengertian
dan menjaga perasaan satu sama lain. Masalah pun terjadi ketika anak yang
ditinggal kerja oleh menantunya, sebagai mertua harus menjaga cucunya. Akan
tetapi, S merasa senang hatinya dapat berdekatan dengan cucu-cucunya.
Dalam keluarga S mengutamakan kebersamaan dengan bergotong
royong memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga beban terasa ringan. Meskipun
demikian, S merasa kesal karena menantu tidak membantunya mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Dengan kata lain, S hanya memendam kekesalannya. S
mengupayakan sebagai orang tua berusaha menjaga suasana keluarga tetap
tenteram dan damai. Pada sisi lain, S memandang hal utama menyatukan satu
keluarga yang utuh.
Pemahaman S akan nilai budaya Jawa kental rasa kekeluargaan. Tindak
tanduk kekeluargaan ditunjukkan dengan rukun, ramah, dan saling bergotong
royong. Hal ini tidak hanya berlaku dalam hubungan keluarga, namun juga
dengan tetangga sehingga dapat saling srawung satu sama lain. S menyakini
suasana kerukunan dalam keluarga mencerminkan sikap dan perilaku kerukunan
dalam bermasyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 70
51
Rukun dan harmonis selalu diutamakan S untuk masa depan keluarga
dan keluarga menantunya. S mengungkapkan dirinya masih kuat meringankan
beban menantu dengan harapan menantu dapat membantunya kelak. Hubungan
awal yang baik membuka harapan terhadap menantu untuk merawat dirinya di
masa tua.
f. Informan 6 (Hm, Mertua)
Hm adalah seorang ibu yang tinggal bersama keluarga anak
kandungnya. Suami Hm telah meninggal sejak anak-anaknya masih kecil. Selama
tinggal bersama permasalahan mulai muncul. Perbedaan harapan antara Hm
dengan menantunya menjadi persoalan utama. Hm mengungkapkan menantunya
beribadah di gereja. Semakin lama tinggal bersama Hm merasa menantunya
menunjukkan sikap buruk. Hm menilai menantunya malas mengerjakan pekerjaan
rumah tangga, bahkan semakin jarang mengikuti kegiatan gereja. Hal ini
menimbulkan kekecewaan dalam diri Hm yang selalu memberikan nasihat
padanya.
Hm menerima menantu tinggal bersamanya, namun ia merasa tidak
dihormati menantunya. Ia merasa tidak hargai, dihormati, dan bahkan diremehkan
ketika memberikan nasihat pada menantunya. Hal ini berdampak pada relasi
mereka yang cenderung tidak harmonis. Menantu menunjukkan sikap perlawanan
dengan menjawab perkataannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 71
52
Hm bersikap dan perilaku yang baik pada menantunya. Hm memiliki
keyakinan pada budaya Jawa yang memberikan petunjuk bagaimana bertindak
tanduk yang selaras. Ia juga mengharapkan menantu dapat bertindak tanduk sesuai
pemahaman dasar nilai budaya Jawa agar menunjukkan kesopanan dan menjalin
relasi rukun pada orang lain.
C. Hasil Penelitian
Data penelitian telah diperoleh dari hasil wawancara, kemudian
ditranskripkan. Berikut penjabaran hasil pengolahan data kualitatif.
1. Informan N (31, Menantu)
Informan N tinggal bersama ibu mertua dikarenakan persoalan keuangan
dan anak. Sebelumnya, Informan N mengontrak justru membuatnya repot.
Informan N menitipkan asuhan anak-anaknya pada ibu mertuanya. Selain itu,
adanya kehangatan kebersamaan keluarga yang dirindukan Informan N. Hal ini
menjadi pertimbangan Informan N untuk tinggal bersama ibu mertua.
Kerepotan sebagai ibu rumah tangga yang bekerja menimbulkan persoalan
lain bagi Informan N. Ibu mertua sering memberikan komentar maupun
melontarkan perkataan yang membuat Informan N sakit hati. Adanya perbedaan
pendapat terhadap dirinya mengurangi interaksi relasi. Perasaan sakit hati dan
kekesalan akibat dari masalah hanya dipendam sebab takut dinilai buruk ibu
mertua. Hal ini dapat menambah ketegangan relasi mereka semakin rumit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 72
53
Dalam suasana perselisihan, Informan N berusaha membela dirinya di
hadapan mertua. Pengaruh suasana hati mendominasi bagaimana Informan N
tidak mengalah menghadapi perselisihan tersebut. Ia menjawab perkataan ibu
mertua yang ditujukan padanya yang mengakibatkan dirinya merasa tidak aman.
Akan tetapi, Informan N takut apabila ia mendapat penilaian buruk dari ibu
mertua. Hal ini menyadarkan dirinya untuk mengintrospeksi diri bahwa
perilakunya salah. Informan N mendapati penyesalan dalam diri bahwa tidak
mampu mengendalikan emosinya. Bahwasanya perilaku Informan N tidak
menunjukkan kedewasaan sebagai menantu, atau ia menganggap tidak etis mertua
diperlakukan demikian.
Belajar dari pengalaman emosionalnya, Informan N mengupayakan
kesabaran setiap masalah datang. Mertua yang menerima dirinya dan keluarga
tinggal menumpang adalah pengingat bahwa ia berhutang budi. Oleh karena itu,
Informan N memanajemenkan diri sesuai dengan waktu di rumah, sehingga ia
merasa leluasa beraktivitas. Usaha lainnya, ia melakukan pendekatan dengan
lingkungan keluarga dan sosial.
Kesadaran akan pengendalian sikap dan perilaku Informan N sesuaikan
dengan pemahaman etika dalam nilai budaya Jawa. Salah satunya ia tunjukkan
dengan menunjukkan hormat pada mertua. Ketika suasana perselisihan terjadi
Informan N mengendalikan dirinya untuk tidak mendominasi perdebatan. Oleh
karena itu, ia mengalah sebagai upaya meminimalisir konflik-konflik terjadi. Ia
juga meyakini sebagai orang Jawa seharusnya menampilkan diri menjaga relasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 73
54
antar individu lain terjalin rukun. Pentingnya bersikap tidak melupakan pedoman
dasar budaya.
Peran budaya mengingatkan Informan N menyelaraskan sikap dan perilaku
dengan dua nilai Jawa. Informan N mengartikan rukun sebagai karakter yang
melekat dalam pribadi orang Jawa. Penjagaan hati dari pertengkaran supaya tidak
menyakiti dan tersakiti. Nilai lain yang menjadi fokus karakter orang Jawa adalah
hormat. Bagi Informan N menghormati juga berlaku patuh dan menghargai orang
lain seperti dalam situasi perbedaan pendapat. Penyelarasan terhadap dua nilai
tersebut, membuka matanya bahwa ada tanggung jawab sebagai menantu untuk
menjaga nama baik keluarga di hadapan masyarakat. Kendali diri akan sikap dan
perilaku dan menyesuaikan dengan prinsip budaya membantu Informan N
menjalin interaksi intim dengan mertua. Dengan kata lain, membuka diri
kehadiran mertua dalam rumah tangga mewujudkan keharmonisan yang
diharapkan. Perasaan bersyukur diterima mertua dan melakukan kegiatan bersama
merupakan bentuk penerimaan keadaan yang baik.
2. Informan Wf (30, Menantu)
Informan Wf sebagai menantu memulai membangun rumah tangga tidak
mudah dijalani. Perekonomian rumah tangganya yang belum matang, artinya
pendapatan dan pekerjaan suami saat itu belum mencukupi tinggal mandiri. Oleh
karena itu, Informan Wf dan suami tinggal bersama mertua untuk tempat tinggal
keluarganya. Meskipun demikian, ia tetap memiliki keinginan untuk hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 74
55
mandiri. Tinggal berbeda atap dari ibu mertua agar keluarga kecilnya belajar
membangun rumah tangga bersama.
Bagi Informan Wf tinggal bersama mertua dianggap menimbulkan tekanan.
Suasana rumah yang tidak membuat nyaman disebabkan perkara perbedaan
pendapat antara Informan Wf dan mertua. Apa yang diinginkan mertua tidak
sesuai keinginan Informan Wf, sehingga mertua memaksakannya. Seperti
menuntut untuk mengikuti kegiatan keagamaan, komentar mengenai perannya
sebagai ibu rumah tangga dan cara pengasuhan anak. Hal ini mengakibatkan
seringnya Informan Wf mendapat teguran dan komentar negatif dari ibu mertua.
Timbulnya perasaan tersinggung mengakibatkan Informan Wf menunjukkan sikap
penolakan terhadap tuntutan tersebut. Ia mengaku malas untuk menuruti
keinginan ibu mertua.
Menurut Informan Wf memiliki cara untuk menghadapi konflik dengan ibu
mertua. Hal penting dalam suasana pertengkaran adalah membela diri, ia
menganggap bodoh apabila tidak melakukannya. Oleh karena itu, ia berani
menjawab perkataan mertua mengungkapkan ketidaksetujuan dan membantah
yang menurutnya tidak benar. Di sisi lain, ia juga mengkhawatirkan penilaian
mertua yang ditujukan padanya. Informan Wf juga mengupayakan perselisihan
tidak berdampak lama, sehingga dengan sabar dan diam menjadi efektif saat
terjadi konflik. Diam menampilkan diri Informan Wf yang tidak nyaman terlibat
perdebatan panjang. Hal tersebut merupakan caranya mengendalikan emosi tidak
terpancing marah yang justru mengakibatkan sakit hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 75
56
Kesadaran pentingnya menantu mengendalikan dirinya membuka diri
mengenai pandangan masyarakat. Yakni perlunya menjaga nama baik keluarga
sebagai menantu yang dilihat dari relasi dalam keluarga. Informan Wf
mempercayai bahwa relasi dengan masyarakat merupakan cerminan dari relasi
dalam keluarga. Pandangan Informan Wf orang Jawa menjunjung adatnya yakni
saling menghormati dan menjaga kerukunan. Baginya, rukun menciptakan
suasana ayem tenteram yang menyamankan dirinya. Sedangkan hormat erat
kaitannya dengan tata krama seperti sopan dalam berbicara atau tidak
menyinggung hati. Apa yang ia pahami dari budaya Jawa berusaha
dilaksanakannya, bahwa kerukunan dapat terwujud dengan menghormati mertua.
Seperti ketika ia dihadapkan perdebatan dengan ibu mertua, mengalah menjadi
cara terbaik untuk dilakukan sebagai wujud menghormati mertua. Hal ini supaya
tidak menimbulkan masalah lain yang bisa dicegah sehingga relasi dapat
mencapai kerukunan.
Keterbukaan terhadap perbedaan dengan mengalah mengajarkan Informan
Wf untuk lebih membesarkan hati menerima keadaan keluarganya bersama
mertua. Hal tersebut juga didorong keikhlasan hati dan mensyukuri setiap keadaan
yang terjadi dalam relasinya dengan mertua. Informan Wf juga mengupayakan
interaksi dekat seperti melakukan aktivitas dan berkumpul di tengah keluarga.
Sebab, Informan Wf menganggap keluarga menjadi zona nyaman untuk memberi
dan mendapat kasih sayang dari orang terkasihnya. Selain itu, keutuhan keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 76
57
menjadi prioritas Informan Wf menjaga relasi dan interaksi intim dengan ibu
mertua mewujudkan makna harmonis dalam keluarganya.
3. Informan Sr (27, Menantu)
Informan Sr menggambarkan perasaan greget selama tinggal bersama ibu
mertua. Salah satu alasannya adalah perbedaan pendapat yang selalu terjadi
diantara mereka. Persoalan pengasuhan anak dan urusan rumah tangga sering
diperdebatkan, sehingga menimbulkan cekcok. Kehadiran ibu mertua dalam
rumah tangganya dianggap membatasi gerak Informan Sr untuk melakukan hal
dengan leluasa. Pertimbangan Informan Sr dan suami memutuskan untuk
mengajak mertua tinggal bersama, sebab suami adalah anak tunggalnya. Adanya
ketakutan akan koreksi ibu mertua yang menilai salah sehingga memaksakan
caranya kepada Informan Sr.
Ketegangan hubungan dengan ibu mertua memunculkan berbagai respon
oleh Informan Sr. Bagaimana Informan Sr bersikap menghadapi masalah
terpengaruh oleh suasana hati. Apabila suasana hati buruk memunculkan perilaku
menjawab perkataan ibu mertua. Pada sisi lain Informan Sr menyadari harapan
menjauhkan relasi mereka dari percekcokan. Harapan tersebut teringat akan
penampilan perilaku anak yang seharusnya ditunjukkan pada orang tua, bahwa
tidak etis menantu menjawab perkataan ibu mertua. Oleh karena itu, Informan Sr
mengendalikan dirinya dengan bersikap diam, tidak membantah mertua. Ia
berusaha ikhlas dan sabar menyikapi perdebatan pendapat yang saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 77
58
mendominasi. Selain itu, Informan Sr mengakali perdebatan dengan memberikan
saran agar mertua menampungnya.
Ia menyadari dirinya sebagai orang Jawa dituntut mampu beretika terhadap
berbagai hal dalam kehidupan. Tuntutan ini juga berkaitan dengan pengutamaan
keseimbangan, keselarasan, dan kesopanan di interaksi keseharian masyarakat
Jawa. Kekhasan orang Jawa terletak pada kesopanan, kesederhanaan, dan nrimo.
Pandangan Informan Sr mengenai rukun dikaitkan dengan saling mengingatkan
dalam hubungan supaya terjalin harmonis. Ia juga mendefiniskan hormat sebagai
tata krama pada orang lain yang saling menghormati. Informan Sr juga menyadari
sebagai masyarakat Jawa menjalin hubungan harmonis dan rukun juga diartikan
menjaga kedamaian. Keharmonisan hubungan mertua dan keluarga berusaha
Informan Sr capai melalui sikapnya bertindak tanduk dengan tepat.
Bagi Informan Sr nilai hormat dan rukun memberikan pengaruh pada
dirinya untuk memperbaiki hubungan. Ia mengutamakan interaksi hubungan
dengan ibu mertua semakin intim. Sikap menghormati merupakan caranya
membalas kebaikan ibu mertua. Hubungan harus terjaga silahturahmi dan saling
menerima keadaan orang lain agar terhindar dari hal yang tidak mengenakan hati.
Informan Sr memfokuskan pada kekompakkan hubungan keluarga, terutama
dengan ibu mertua. Selama tinggal bersama memberikan dampak positif bagi
hidupnya. Perekonomian keluarga meningkat dengan usaha konveksi yang
diajarkan ibu mertua. Penyesuaian diri akan kehadiran ibu mertua yang tinggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 78
59
serumah mengubah pandangannya. Selain itu, Informan Sr beruntung kehadiran
anak membantu interaksi dengan mertua mementingkan komunikasi yang jelas.
4. Informan Fs (28, Menantu)
Pengalaman Informan Fs tinggal bersama ibu mertua mengalami berbagai
konflik. Informan Fs tinggal di rumah ibu mertuanya dikarenakan keterbatasan
ekonomi dan alasan suami adalah anak tunggal. Ia mengalami perbedaan pendapat
sejak awal pernikahan dengan ibu mertuanya. Adanya ketakutan ibu mertua
menguasai urusan rumah tangganya bersama suami. Seperti persoalan cara
pengasuhan anak oleh ibu mertua yang tidak sesuai harapannya. Informan Fs
mengutamakan perkembangan anak tumbuh sesuai didikannya sebagai ibu.
Perbedaan ini mengakibatkan konflik dalam hubungan mereka. Namun, Informan
Fs tidak menyampaikan keluhan langsung pada ibu mertua melainkan kepada
suaminya.
Dalam interaksi dengan mertua, Informan Fs menunjukkan keraguan.
Hubungan harmonis antara menantu-mertua sulit terbangun karena minimnya
kepercayaan. Persoalan keuangan menyebabkan ibu mertua berbohong pada
Informan Fs dan suami. Hal ini mengakibatkan pertengkaran dengan suami
bahkan ia berkeinginan untuk berpisah dan membawa anaknya. Oleh karena
kejadian ini, tidak mudah bagi Informan Fs kembali mempercayai ibu mertuanya.
Diam adalah satu-satunya cara Informan Fs menghadapi mertua. Masalah
tidak akan selesai jika saling menunjukkan keegoisan masing-masing. Setiap kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 79
60
konflik muncul, ia introspeksi diri untuk menenangkan diri. Kegiatan keagamaan
seperti pengajian dan mencari tausiah menenangkan dirinya untuk lebih baik
dalam bersikap menghadapi masalah. Informan Fs menyakini pengajian menjadi
jalan membuka hati menerima ibu mertua.
Meskipun Informan Fs menjunjung agama sebagai sarana introspeksi diri, ia
juga mengutamakan nilai budaya Jawa sebagai arah sikap dan perilakunya.
Informan Fs sebagai orang Jawa tata krama merupakan poin utama dalam
berbahasa sangat mencerminkan diri Jawa. Pandangan Informan Fs untuk
mencapai rukun yang diartikannya bahagia dalam kebersamaan perlu
menyeimbangkan dengan berlaku sesuai tata krama budaya Jawa, yakni hormat.
Informan Fs memaknai kedua nilai Jawa sebagai pedoman memperbaiki diri demi
membangun hubungan harmonis dan menjaga kedamaian.
Menantu yang membangun hubungan dengan ibu mertua membutuhkan
kesiapan diri. Konflik terjadi menguji bagaimana Informan Fs menyikapinya
adalah dengan menjaga hati dan sikap supaya tidak menimbulkan masalah lain.
Sikap mengalah untuk menyakinkan dirinya bentuk menghormati ibu mertuanya
sebagai orang tua sendiri. Dengan kata lain, perdebatan pendapat dapat ditengahi
agar tidak menimbulkan masalah lain dengan mengalah.
Dalam pengalaman dinamika Informan Fs, nilai yang mewujudkan
introspeksi diri membantunya mampu menerima keadaan. Informan Fs percaya
membuka dan mengakrabkan diri dapat mewujudkan kerukunan dalam hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 80
61
mereka. Dukungan keluarga bersama-sama dapat mencapai harapan Informan Fs
untuk hidup bahagia.
5. Informan S (59, Mertua)
Informan S merasa bahagia tinggal bersama menantu, sehingga ia dekat
dengan cucunya. Meskipun demikian, Informan S mengungkapkan kekesalan
terhadap menantu yang tidak membantu dirinya mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Hal ini memunculkan anggapan bertambah tanggungan dalam keluarga
sehingga bertambah pula bebannya sebagai ibu mertua. Di sisi lain, Informan S
juga merasakan keringanan beban pekerjaan rumah tangga karena dibantu
menantu.
Informan S menyadari ketebatasan ekonomi membawa menantunya tinggal
bersamanya. Ia merasa khawatir sebab keterbatasan ekonomi di keluarganya juga
berakibat menantunya terbebani. Bahkan keluarga menantunya belum mampu
tinggal mandiri. Meskipun demikian, Informan S mengupayakan pemenuhan
kebutuhan keluarga bersama. Hal ini dikarenakan, anggapan Informan S sebagai
orang tua wajib membantu anak-anaknya dalam kesulitan. Oleh karena itu,
Informan S sebagai mertua dapat kesempatan menjalin hubungan baik dengan
menantu karena kedekatan.
Kesempatan tersebut Informan S manfaatkan untuk memelihara
kekompakkan hubungannya dengan menantu. Kekompakkan diwujudkan dari
Informan S yang menjaga sikapnya dan menahan dirinya sebagai bentuk toleransi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 81
62
pada menantu. Di samping itu, kekompakkan dapat diwujudkan dari mertua dan
menantu bersama-sama menjaga keluarga saling melengkapi kekurangan. Dalam
masalah ekonomi maupun masalah lain dapat diselesaikan dengan
mengkomunikasikan bersama. Informan S mengungkapan kesederhanaan
keluarganya memicu semakin kompak dalam menanggung kekurangan secara
bersama-sama.
Berlandaskan keyakinan nilai budaya Jawa yang dipahaminya, Informan S
menggambarkan keluarga Jawa erat kaitannya dengan gotong royong. Hal ini
dibangun dengan sikap hormat dan rukun dalam keluarga. Hormat diartikan
menjaga perasaan, sedangkan rukun secara bersama-sama menghadapi kesulitan.
Saling pengertian satu sama lain juga membawa suasana harmonis dalam
keluarga. Pemahaman dasar ini membuka komunikasi pada dua keluarga sehingga
kebersamaan dan kekompakkan dapat terwujudkan.
Informan S menyakini penerapan nilai Jawa dalam kehidupan keluarga
dapat terjalin rukun. Keluarga yang rukun menampilkan ketenteraman dalam
masyarakat sosial. Bagi Informan S, keluarga yang rukun diharapkan dapat
bergotong-royong menjaga rumah tangga. Selain itu, sebagai orang tua juga
berharap kelak menantu membantu dirinya saat masa tua tiba.
6. Informan Hm (63, Mertua)
Tinggal bersama menantu mendorong Informan Hm sebagai orang tua
memberikan saran atau nasihat. Bagi Informan Hm nasihat yang diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 82
63
membangun rumah tangga menantu menjadi lebih baik. Informan Hm
menginginkan menantu memiliki keaktifan kegiatan gereja. Menantu merasa tidak
cocok dengan saran Informan Hm, seringkali meresponnya dengan membantah
bahkan nampak meremehkan. Hal ini mengundang kekesalan Informan Hm
sebagai orang tua yang tidak diperhatikan dan disepelekan. Informan Hm merasa
kecewa sikap menantu yang tinggal bersamanya menunjukkan sikap tidak
menghargai dan menghormati dirinya. Perasaan kesal tersebut ia luapkan pada
anak laki-lakinya, berharap suami menantu dapat menasihati sebagai orang
terdekatnya.
Menurut Informan Hm, menantu secara terbuka menunjukkan
ketidakcocokan melalui sikapnya. Informan Hm menilai peran istri memanajemen
rumah tangga tidak menunjukkan kedewasaan bahkan dinilai seperti anak kecil.
Sikap menantu yang meremehkan nasihat Informan Hm menimbulkan perasaan
sakit hati. Bahkan, Informan Hm membandingkan pengalaman dirinya sebagai
menantu dengan menantunya saat ini. Informan Hm merasa kecewa dengan
perilaku menantunya. Oleh karena itu, Informan Hm berpandangan negatif
mengenai sikap malas menantu yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Informan Hm menilai hubungannya dengan menantu tidak harmonis, meskipun
demikian dirinya tetap memperlakukan menantu dengan baik seperti anak sendiri.
Di samping itu, Informan Hm berpandangan seharusnya menantu dapat
memposisikan diri sebagai anak dan menganggap Informan Hm seperti orang tua
sendiri. Dengan kata lain, tidak ada jarak dalam hubungan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 83
64
Informan Hm menghadapi permasalahan dengan mengimbangi sikap baik
terhadap menantu. Meskipun menantu menunjukkan sikap yang menyakiti
hatinya, Informan Hm mengupayakan untuk menjaga hati menantu. Sikap
menantu yang berlawanan dengan nilai dirinya diabaikannya, namun tetap
menjaga komunikasi. Informan Hm juga membatasi dirinya tidak terlibat jauh
dalam urusan rumah tangga menantunya. Informan Hm mengendalikan dirinya
agar terhindar percekcokan dalam keluarga. Selain itu, adanya keinginan
terjaganya harmonis dalam keluarga.
Pengendalian diri Informan Hm menyesuaikan dengan nilai-nilai Jawa yang
ia pahami. Informan Hm mengutamakan tindak tanduk yang selaras dengan nilai
Jawa yang ditunjukkan dalam bertutur kata. Penampilan ini menunjukkan sikap
menghormati pada orang lain. Demikian yang Informan Hm harapkan pada
menantu agar selalu menjunjung kehormatan pada orang tua. Sikap menghormati
membawa diri mampu mengkomunikasikan masalah dengan baik sehingga
suasana tegang pun dapat kembali rukun. Hal ini dapat mewujudkan
keharmonisan itu dalam hubungan menantu dan Informan Hm.
Pemahaman akan nilai Jawa tersebut, diharapkan menantu mampu bersikap
dan berperilaku menghormati Informan Hm. Adanya kesadaran memperlakukan
Informan Hm seperti orang tua sendiri. Selain itu, dapat mengubah perilakunya
menjadi sosok istri yang sesuai perannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 84
65
D. Analisis Data
Tahap analisis selanjutnya dilakukan pemetaan dari tema berupa skema
bagaimana tema-tema saling berkaitan. Tema yang muncul telah merefleksikan
pertanyaan penelitian ini yaitu bagaimana dinamika relasi menantu dengan
mertua yang tinggal bersama. Melalui tahapan ini, peneliti mendapati uraian lebih
rinci pandangan terkait relasi mertua.
1. Kekurangan ekonomi hidup mandiri
Beberapa alasan menantu membangun rumah tangga di tengah kehadiran
sosok mertua. Pertama, faktor ekonomi dipandang sebagai faktor utama pasangan
setelah menikah untuk hidup mandiri. Kekuatan ekonomi pasangan menentukan
kehidupan selanjutnya setelah pernikahan terjadi. Pasangan yang telah menikah
menginginkan tinggal mandiri sebagai pendewasaan rumah tangga. Akan tetapi,
menantu terdesak ekonomi untuk tinggal bersama ibu mertua.
Menantu mendominasi ungkapan akan keluhan terkait pendapatan keluarga.
Pendapatan yang kecil menyulitkan memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Pekerjaan yang belum menetap sehingga pendapatan yang dihasilkan tidak
mencukupi. Hal ini terjadi dalam pengalaman menantu N, Wf, dan Fs yang
menyinggung perekonomian keluarganya.
“Sebenere ya gak ini wong siapapun yang berumah tangga
pasti ingin udah punya rumah sendiri ini masalahe ekonomi
belum punya rumah sendiri yo bertahan aja gitu aja aku
karena apa gitu gak ya itu karena belum punya itu tadi” (N,
231-235)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 85
66
“...saya disini kan gak kerja karena hamil kan kemarin kan
pendapatan hanya dari suami saya sedangkan suami saya
dulu kerja di rumah sakit aja magang kan gajinya kecil
mbak otomatis dia gak bisa memenuhi kebutuhan uangnya
dari mana dia kalo buat kontrakan buat makan kalo bisa
memenuhi kebutuhan saya juga tau kalo suami saya itu kalo
kita hidup sendiri mandiri dia belum bisa, kebutuhan sendiri
belum bisa lha dia kan masih honorer kalo kemarin kan saya
kerja jadi kita saling menopang saling membantu suami istri
bahkan gaji saya lebih besar dari suami saya kemarin
kemarin itu lho jadi kita bisa ekonominya bisa cukup kayak
gitu lho mbak bisa nabung tapi kalo kalo kerja sendiri pada
saat ini kalo buat rumah ngontrak itu ya bisa jadi ya mau
gimana lagi ya terpaksa ikut mertua..” (Wf, 395-409 &411-
412)
“...tinggal dimana gak punya rumah i maksude kan ekonomi
ya belum mencukupi buat apa buat nyewa maksude ndiriin
rumah..” (Fs, 167-169)
Menantu yang mengeluhkan finansial merupakan pertimbangan alasan
mereka tinggal bersama ibu mertua. adapun efek negatif dan negatif yang diterima
dalam interaksi kedekatan mereka. Menantu mendapat dukungan bantuan
persoalan urusan rumah tangga. pada sisi lain, tidak mendapat ruang privasi untuk
keluarganya. Ibu mertua mendorong mendominasi dan mengendalikan lebih
dalam keluarganya. Seperti Menantu Fs mengungkapkan hal tersebut.
“pas itu masak kan masih sama sama sama mertua lha itu
saya tu pengennya tu masak sendiri jadi apa ya pengennya
di sekat gitu lho. Disekat antara ini sama ini gimana ya
butuh saya cuma kamar tidur tempat masak yaudah itu aja
kalo itu kamar masih sama jadi kan ada waktu buat
keluarga bertiga itu. setelah itu saya pulang saya motor
sendiri numpak sendiri ee apa ya udah beberapa bulan
berjalan biasa gitu lah “ (Fs, 97-104)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 86
67
Menantu membandingkan perilaku ibu mertua dengan ibu kandung,
berusaha memanajemenkan diri sesuai peran, dan mengikuti aturan di keluarga
suami. Masing-masing menantu mengutarakan niat baik untuk memasuki keluarga
barunya, dengan menyesuaikan diri.
“Mmm apa adanya gak dibuat-buat..ya menghargai
menghormati wayahe apa yo..wayahe kerja ya kerja
wayahe nyantaiyo nyantai” (N, 476-478)
“Gini lho kalo sama ibu sendiri kan biasa ngoko gitu lho
kan gak papa kan kalo sama mertua kan lha harus
bicaranya halus seperti itu karna ya soalnya beda. Kalo ibu
sendiri bicara blak-blakan gini-gini gak akan marah
soalnya udah tau anaknya sifatnya kayak gini kalo mertua
belum tentu.” (WF, 39-44)
Alasan kedua adalah anak. Kenyamanan anak merupakan prioritas menantu
yang kerepotan mengurus rumah tangga. Peran baru sebagai ibu sekaligus istri
yang bekerja menyulitkan menantu membagi waktu. Oleh karena itu, harapan
tinggal bersama mertua dapat meringankan pekerjaan rumah tangganya. Meskipun
demikian, menantu merasa pakewuh dan tidak leluasa. Seperti menantu N berikut
ini.
“tapi sayangnya Azam gak mau tinggal di perumahan gak
ada temenne biasane disini di lapangan main main disitu
gak ada temene terus Balik lagi kesini.” (N, 72-75)
“Enake gini dulu kan udah pernah kontrak itu kayake sepi
biasane guyon-guyon rame sama sini cerita enak kalo kalo
kontrak kan sepi kalo bapake kerja saya di rumah sama
Azam cuma berdua gak enak juga kangen kebersamaan
sama mertua..wes itu enaknya kangennya, gak enaknya
tadi og ya. Kangen kebersamaan, enaknya tadi bebas,
bebas tadi.gak enaknya ya kangen kebersamaan itu tadi,
guyon-guyon yo itu” (N, 104-111)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 87
68
“ya ada baiknya sih kalo sama mertua orang tua tu ada
baiknya pas kita mau apa gimana ya pergi kemana dia
bilang tu ada yang jaga jadi ya itulah baiknya ada masih
ada” (FS, 161-164)
2. Ketegangan pendapat
Kedekatan jarak menantu dan mertua menimbulkan ketegangan. Relasi baru
terganggu oleh karena berbagai persoalan. Menantu membicarakan mengenai
relasi yang terbangun negatif. Ketegangan terjadi didominasi perbedaan pendapat
soal pengasuhan anak perkataan ibu mertua yang cenderung menyakiti. Seperti
yang diungkapkan oleh menantu N dan Wf.
“Kadang beda prinsip, duwur basane. Contoh kecil wae
contoh kecil. Kebiasaan saya pas kecil pas magrib tivi
dimatiin terus semua ngaji nek disini gak ibu nyetel tivi,
saya ngajak anak saya ngaji padahal tivinya nyala lha
itu..itu” (N, 209-213)
“Pernah. Dulu ya dulu tu anak kecil, dulu kan masih sama
adiknya suami, adiknya suami masih tinggal disini lha kok
bicara apa bicara apa kok lama-lama bicara “oo gagas
Diaz marake stress”ngoten niku bilang gitu. Lha saya
ngopo ee kenapa kok anak kecil bisa buat orang tua stress
kayak gitu” (Wf, 474-479)
“Kekhawatiran ada sih kekhawatiran saya dulu lho ya dulu
sebelum anu kadang kan mertua itu suka mengoreksi cara
mengasuh anak terus kadang kan mertua memaksa
menggunakan caranya yang belum tentu saya setuju
dengan dengan semua itu” (Sr, 160-164)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 88
69
Ada upaya keterlibatan ibu mertua dalam rumah tangga menantu yang
dianggap sebagai tekanan. Ibu mertua dianggap sebagai figur pengendali rumah
tangga menantu. Dominasi ibu mertua ditunjukkan dengan pengawasan berlebih
terhadap peran menantu mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.
“...saya gak suka ya mbak kalo PA itu saya gak suka saya
pengene mertua itu diam kalo gak mau mengerjakan
yaudah gak usah dikerjakan udah suruh diem aja jadi
suasana tenang gak usah ngeloke kayak gini kayak gini
saya itu” (Wf, 829-833)
“Pakewuh ya ada yang mengawasi seperti itu ya seperti
itu gak bisa santai ya bisa kalo kita itu udah kalo kita udah
selesai pekerjaan kalo belum kan ada rasa pakewuh ada
rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan seperti itu”
(Wf, 1348-1352)
“Kalo ikut campur dalam hal dalam urusan bersama gak
papa tapi kalo urusan pribadi saya sama suami ya jangan.”
(FS, 198-200)
Kekhawatiran, kekecewaan, ketakutan, ketidaknyamanan, dan keraguan
adalah perasaan yang menggambarkan menantu saat masalah terjadi. Hal tersebut
berdampak penilaian negatif dan keraguan untuk membangun kembali relasi.
“ya itu dadine ki aku curiga, saya jadi curigaan mertuaku
kok koyo ngene yo karo wong tuwo kok ngene jadi gak
seneng gitu lho nandange kayak udah gak percaya sama
orang. Gimana to mbak kalo udah gak peracya sama orang
sampai sekarang mbak. Kadang ngene mbak dia ngomong
sama tetangga saya gini tapi ngomong sama saya beda, lha
itu lho beda. Ini orang tua saya sendiri ini tetangga saya
mau percaya yang mana.Orang tua saya yo sok ngapusi tu
lho mbak gitu.beda jadi saya gak percaya gitu ya Cuma ya
bolehlah satu dua boleh dipercayai tapi kalo percaya 100%
gak bisa i mbak kayak gitu tapi yo gitu.” (Fs, 246-257)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 89
70
Menantu merasakan tekanan. Oleh karena ibu mertua selama tinggal
berdekatan. Interaksi mereka bergerak dan menjauhkan satu sama lain. Krisis
ketegangan mengakibatkan konsekuensi jangka panjangnya terhadap hubungan
yang sulit harmonis.
“Konfliknya tu gak begitu terus terusan gitu lho mungkin
saya pribadi biar agak adem antara mungkin karena
mungkin sapa tau jauh malah nanti bisa lebih baik gitu lho
nek menurut saya. pasti ya kalo pas datang kesini pasti ada
aja itu masalahnya gitu” (Fs, 61-65)
3. Sangahan perkataan mertua
Dalam suasana perselisihan, menantu menunjukkan respon perlawanan
terhadap mertua. Perkataan mertua memengaruhi munculnya rasa sakit dan
suasana hati bagaimana menantu bersikap. Menantu N, Wf, dan Sr adalah
Informan yang menjawab menjawab perkataan ketika mereka tersudutkan. Hal ini
menantu menganggap perlawanan sekaligus pembelaan diri.
“...terus agak keras saya sepele lah sepele mungkin gak
pas gak ngepasan tapi kalo pas rileks hatinya enak gitu ya
“oya bu” gitu aja.”(N, 91-93)
“Nah bilangnya kayak gitu ya saya berani membantah no
“bu kasar sama keras niku benten” saya ya bilang gitu,
beda kasar sama keras.” (Wf, 506-508)
“...kita berani karena kita tanggung jawabnya lebih ya kita
itu masih diawasi, kalo gak kalo rumah sendiri kan gak
ada yang ngawasi perbuatan kita”(Wf, 1315-1317)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 90
71
“...kadang kalo suasana hati sedang suasana hati lagi gak
mood gregetan gitu ya kadang ya njawab juga.” (Sr, 215-
217)
Perilaku menjawab menantu merupakan bentuk evaluasi perkataan mertua.
Menantu merasa terganggu akibat perkataan ibu mertua. Pada sisi lain, secara
lebih tegas dan jelas menunjukkan ketidakcocokan pada ibu mertua. Hal ini
menampakkan pengendalian diri menantu menghadapi kenyamanannya. Menantu
mengharapkan pengungkapan dapat melegakan hati, meskipun menunjukkan
keegoisan dihadapan mertua.
“Kalo orang lebih banyak yang ndableg serasa gak
berat ooiya..kalo gak ndableg pasti berat kalo
ndableg ringan mau kemana aja ringan itu gak
ndableg gak dimasukin ke hati itu enak itu orang kan
aada yang seperti itu ada orang yang hatinya kecil
sedikit sedikit gak enak hati pulang ke rumah ibunya
nangis terus curhat sharing gini-gini bikin orang tua
sana ikut mikir nah itu kan dikatakan jadi menantu
ya berat. Kalo yang ndableg itu ya dah bleh bleh
orang yang dikatakan gak digagas orang ya gak tau
yang ndableg itu yang baik apa gak kan yang tau
orang itu sendiri. ya kalo ndableg menurut saya ya
kurang gawe kalo dikatain dimasukin hati.” (Wf,
1333-1345)
“...moodnya kadang kan kalo gregeten kan mau
ngomong kan kalo dipendem malah jadi gak enak
mending dijawab aja langsung gitu...” (Sr, 222-224)
Menantu perlu membentengi diri dari perkataan mertua mengenai dirinya.
Meskipun demikian, menantu merasa khawatir dan takut mendapat penilaian
buruk dari mertua terkait perilakunya yang tidak etis dan salah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 91
72
4. Diam terhadap mertua
Menantu merespon lain perselisihan dengan diam. Menantu Wf, Sr, dan Fs
mengartikan diam untuk mengendalikan diri agar tidak memperpanjang
perselisihan. Upaya menantu menghindari ketegangan tidak mengganggu interaksi
dengan ibu mertua yang terjadi. menurut menantu bersikap diam merupakan hal
tepat daripada memaksakan keegoisan dan dominasi masing-masing atau tidak
ada yang mengalah.
“Masih banyak sabar dan diam. Saya tu lebih banyak sabar
dan diam mbak.” (Wf, 53-54)
“Diam saja. Diam saja.” (Sr, 209)
“...beda pendapat ya beda pendapat saya pengen ini ibu
gak gak sependapat sama saya otomatis daripada saya
menjawab mending saya diam” (Sr, 213-215)
“Yang penting itu gak tau nanti apa yang pasti sekarang
kadang udah di gak usah dipikirkan kesana lagi gitu ya
cuma gitu aja biar, cuma diam aja gitu usah kayak di
omongkan atau dipikirkan yaudah biar aja” (Fs, 139-143)
“Gak mungkin kita kalo anak kecil sama orang yang lebih
tua kayaknya kan gak bebas ya paling diam aja gitu aja,
menyikapinya diem aja” (Fs, 276-278)
Menantu dituntut mengendalikan diri dalam setiap situasi di keluarga.
Pengendalian diri dilakukan dengan diam dan sabar. Tujuannya adalah kepedulian
dan menjaga perasaan mertua serta menjaga interaksi keluarga. Menantu tidak
menginginkan timbul kerugian akibat masalah lain muncul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 92
73
“gimana yo digaweyo ngalah yo sabar wong yo rung
isonggawe omah dewe ngoten. Saling membantu saling..”
(N, 100-102)
“Nek belum bisa yo tadi sabar, nrimo, njogo.. njogo ati,
sikap kadang nek rakuat kadang yo ngomong banter” (N,
176-178)
“...saya gak suka yang kayak gimana-gimana saya lebih
banyak diam tapi diam saya kan gatau apa-apa saya itu tau
cuma saya itu ya daripada mertua saya bilang apa bilang
apa sama mertua gak gak sesuai dengan hatinya juga gak
baik saya banyak diam terus kalo dia bilang apa ya
dijawab ya bu cuma gitu aja. Dia paling ya udah lega to
dia bilang kayak gitu karena kalo orang berani kalo bicara
takutnya menyinggung hatinya terus sekarang tu saya
lebih banyak diam...” (Wf, 888-894)
“kalo saya ya kan orang sini orang tua kan jadi satu kan
mbak ya saya tu eman-eman lah kayak gitu sabarlah dan
eman-eman soalnya saya juga berpikir saya saya juga tua”
(Wf, 174-177)
“ya pasti ada sesuatu satu dua kali tapi kan kita sebagai
anak ya sebagai anak harus pinter pinter menyikapi. Kalo
kita buat dipikir ya kita sendiri yang rugi makanya kita
harus sabar ikhlas” (Sr, 49-53)
Kepekaan menantu selalu dituntut dalam situasi apapun untuk mengontrol
emosi tanpa mendominasi. Ibu mertua telah menjadi orang tua bagi menantu,
sudah seharusnya menantu menjadi anak yang patuh dan ikut menjaga
keharmonisan relasi keluarga. Hal ini menjadi awal yang baik bagi menantu
perempuan membuka diri untuk mendekat dan mengutamakan dinamika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 93
74
kebersamaan. Menantu mewujudkan interaksi terbuka sebagai kebutuhan dalam
relasi mereka.
5. Introspeksi diri
Menantu menyadari batasan bersikap dan perilaku terhadap mertua. Hal ini
ditunjukkan dengan bagaimana respon menantu cenderung membentak.
Introspeksi diri dilakukan menantu untuk menilik kepantasan bersikap dan
perilaku. Anak menantu menjaga sikap merupakan kewajiban yang tinggal di
rumah mertua, terutama bagi Menantu N dan Wf. Idealnya, mertua dihormati
seperti orang tua sendiri.
“Sini yo suka dukane banyak gak seperti rumah
sendiri, sama wong tuwo yo kudu jaga sikap, kadang
masalah apa, kecil sih tapi sah rene bukan rumah
sendiri kayake masuk dalam hati gitu” (N, 75-78)
“Jaga sikap ee misale dulu ceplas ceplos ee mungkin
ibu mungkin mertua lagi gak mood lagi mungkin ada
masalah, gak gak srek sama omongan kita malah
berabe.” (N, 525-527)
“Kalo dulu kan belum menikah belum ikut mertua
kan masih sembarangan bicara tu lho bicara masih
ceplas-ceplos, sekarang kan bicara harus sopan
karena kan disini saya kan disini kalo saya kalo saya
gak baik kan orang-orang bilang “anak sopo?” Nah
keluarga sana juga dapet nanti jelek wah mungkin
“mantune sopo to” lho kayak gitu lho kalo kita
masih muda kita masih bebas bicara pa bicara apa
terserah. Kalo sekarang ya mbak kalo sekarang udah
punya mertua harus menjaga nama baik mertua sama
keluarga ngarepnya ya lebih baik ya walaupun
sudah jadi menantu itu ya seperti itu bagaimana
tanggung Jawab ya ngerti, saling bantu membantu
saling menghargai” (Wf, 328-340)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 94
75
Berbeda dengan dua menantu lain, Menantu Fs memaknai intropeksi untuk
menenangkan diri. Kegiatan keagamaan yang diikuti menyiapkan diri untuk
menengahi konflik secara lebih dewasa. Selain harapan tersebut, menantu Fs
dapat membuka hati menerima ibu mertua.
“Tapi ya bolak balik. Intropeksi diri saja
saya.sempet mau apa mau pisah itu lho” (Fs, 67-68)
“Yo mungkin nek saya pribadi yo mungkin karena
apa yo menenangkan diri di luar nek saya pengajian
opo itu sebenere kan kalo dapatnya itu anu
sebenernya orang tua yang sebenernya yang angel di
atur itu malah Tuhan amal kita gitu terus saya
berpikir oiya ya gitu jadi saya bisa merubah ibu saya
lebih baik gitu. nek saya lho dengan pengajian
seperti itu gimana saya mendekati ibu saya biar lebih
baik lagi gitulah” (Fs, 264-271)
Konflik memberikan pembelajaran pada menantu bahwa lebih dewasa
menengahinya. Inti dari penengahan konflik terletak pada kesadaran beretika,
bukan persoalan menang atau kalah. Menantu mengupayakan kesabaran dan
melakukan renungan atau intropeksi diri terhadap sikap dan perilakunya pada ibu
mertua.
“yo susah bapake kerjone neng kene aku muleh neng
kono berpisahe yo saling merenung kulo mikirke
piye opo aku ki.. Balik lagi ke sini paling yo emosi
sesaat.” (N, 295-298)
“Ya menurutku sayanya saja yang merasa hal kecil
dibesarin mungkin perasaan saya aja gitu. Nek
menurut saya lain lain digedhe-gedheke gitu
intropeksi diri aja” (Fs, 257-260)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 95
76
Konflik dan etika dalam hubungan menantu dan mertua perlu dipahami
bahwa saling berkaitan. Mereka mengerti bagaimana seharusnya etika
ditempatkan ketika tinggal bersama dan menghadapi mertua. Bagi menantu N,
introspeksi diri diartikan dengan memanajemenkan diri di lingkungan keluarga
suami atau menyesuaikan diri.
“Mmm apa adanya gak dibuat-buat..ya menghargai
menghormati wayahe apa yo..wayahe kerja ya kerja
wayahe nyantaiyo nyantai” (N, 476-478)
“nek mikir lagi tadi wah aku neng kene nunut kok, wes
paling ngalah wae kan dititipi anak nek nyambut gawe
paling kayak gitu terus ngalah sabar wae” (N, 592-595)
Menantu Fs memaknai introspeksi diri sebagai bentuk penenangan diri
terhadap ketegangan. Kegiatan keagamaan menjadi sumber pencerahannya untuk
memperbaiki diri demi menjaga kedamaian dalam hubungan rumah tangga dan
mertuanya.
“Yo mungkin nek saya pribadi yo mungkin karena apa
yo menenangkan diri di luar nek saya pengajian opo itu
sebenere kan kalo dapatnya itu anu sebenernya orang
tua yang sebenernya yang angel di atur itu malah Tuhan
amal kita gitu terus saya berpikir oiya ya gitu jadi saya
bisa merubah ibu saya lebih baik gitu. nek saya lho
dengan pengajian seperti itu gimana saya mendekati ibu
saya biar lebih baik lagi gitulah” (FS, 264-271)
Menantu memahami introspeksi diri membantunya untuk menyesuaikan
dengan keadaan. Pada dasarnya, tinggal bersama menunjukkan semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 96
77
berkonflik tinggi sehingga menantu perlu langkah awal untuk membuka diri di
lingkungan baru. Penyesuaiannya juga berkaitan dengan upaya menjaga nama
baik keluarga di mata masyarakat juga menjadi tanggung jawabnya.
“Dengan kita perilaku kan anakn saya bisa pinter yo
perilakune baik gak nakal bangga punya cucu yang pinter
yang solid gak buat malu keluarga“ (N, 241-243)
“Kalo dulu kan belum menikah belum ikut mertua kan
masih sembarangan bicara tu lho bicara masih ceplas-
ceplos, sekarang kan bicara harus sopan karena kan disini
saya kan disini kalo saya kalo saya gak baik kan orang-
orang bilang “anak sopo?” Nah keluarga sana juga dapet
nanti jelek wah mungkin“mantune sopo to” lho kayak gitu
lho kalo kita masih muda kita masih bebas bicara pa bicara
apa terserah. Kalo sekarang ya mbak kalo sekarang udah
punya mertua harus menjaga nama baik mertua sama
keluarga ngarepnya ya lebih baik ya” (WF, 328-338)
6. Nilai rukun dan hormat
Salah satu bentuk prinsip hidup orang Jawa dapat tergambar dari dinamika
relasi menantu-mertua. Menantu mengupayakan untuk menjaga nama baik
keluarga dengan penyesuaian etika di hadapan masyarakat. Dengan kata lain, dua
nilai budaya Jawa dianggap sebagai pemahaman etika menantu bertindak tanduk
sebagai orang Jawa. Karakter khas pribadi orang Jawa digambarkan kental akan
tata krama yakni hormat dan rukun. Dua nilai tersebut merupakan cerminan
pribadi orang Jawa yang mengutamakan keseimbangan dan keselarasan perilaku.
“Adat, kebudayaan, alus, tapi banyak juga yang gak alus
kayak lemah lembut nek pakewuh “ (N, 339-340)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 97
78
“Kalo orang Jawa tu ya mbak ya orang Jawa tu emang
halus ya bahasanya halus perasaannya halus kita kan
hidup di Jawa kan saling menghormati lha saling
menghargai lha kalo kalo adat istiadat gitu ada yang
memakai ada yang enggak. Ya kita itu di Jawa saling
rukun mbak misalnya ayem tentrem kan enak kalo saya
kalo disini saya tak buat suasananya ayem tentrem “
(Wf, 822-828)
“orang Jawa mengutamakan keseimbangan,
keselarasan, kesopanan kan dalam kehidupan sehari hari
yang notabene orang jawa itu menjunjung kesopanan
dan kesederhanaan, nerimo itu cirri khas orang jawa.
hidup orang Jawa sangat memegang teguh tradisi
misalnya di kampung saya ya itu tradisi banyak kayak
kenduri mitoni sekaten ruwatan wayangan yo kayak
gitu orang jawa” (Sr, 246-253)
“Orang Jawa, orang Jawa itu anu lebih mengutamakan
apa mbak toto kromo itu lho mbak. Lha itu juga jadi
masalah lho mbak lha saya raiso boso. Lha jadi masalah
lha ro wong tuwo tapi orang lain yang ngomong nek
wong tuwoku yo meneng wae “wong karo mbokne
pakne kok ra boso” ngoten niku. Lha nggah nggeh
waemaksude dalam tahap apa ya basa kromo yang
biasa aja yang gak halus halus. mungkin itu yang utama
yo nek wong Jowo tata krama yo mbak unggah ungguh.
Nek Jowo unggah ungguh toto kromo, bahasa tu lho”
(Fs, 306-315)
a. Kerukunan
Orang Jawa erat kaitan akan relasi yang rukun dipahami tidak terjadi
pertengkaran. Bagaimana mewujudkan kerukunan adalah dengan menjaga hati
tidak mudah terpancing pertengkaran. Menantu N memandang pertengkaran
merupakan bumbu rumah tangga bersama mertua.
“Rukun damai, ya damai kui mau.. rukun yo ra enek
pertengkaran yo walaupun cilik sithik sithik ning nek
rukun iki yo mbuh tetep bersatu neh cilik-cilik dingo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 98
79
penyedap rumah tangga. Yo nek rukun yo ngko tetep
mbalek neh. Yo koyo kui mau, pendapat koyo mau
berbedajane yo jane yo koyo ora srek neng athi sakrehne
yo menghargai menghormati..oh yowes o yowes
menghargai wae terus balek neh rukun neh” (N, 497-505)
“Rukun kalo rukun itu gak saling iri. Rukun itu gak saling
iri gak saling meri misalnya mertua saya membelikan kan
saya kan cucunya kan 4 sana satu sini satu yang masnya
dua yang maksudnya kan memang beda sana anaknya dua
mungkin dikasih dua ratus ribu sana seratus anak saya
seratus yaudah kita gak usaah meri gak usah iri terus habis
itu kalo di rumah sini kalo rukun gak saling mengadu
domba lha itu namanya rukun kadang ada mbak sesama
menatu tu saling mengadu domba sama mertua misalnya
saya dijelek-jelekan dengan kakak ipar saya kayak gitu
misalnya dijelek-jelekan pas saya gak ada kan senengnya
adu domba terus saya itu ya itu tidak iri tidak meri dan
tidak mengadu domba itu namanya dalam keluarga” (Wf,
953-966)
Di sisi lain, rukun berkaitan dengan harmonis dan bahagia. Menurut
Menantu Sr, tinggal bersama mertua harus bersedia mengingatkan dalam bertata
krama hubungan terjalin rukun dan suasana nampak harmonis. Sama halnya
menantu Fs memandang kebersamaan dapat membangun hubungan rukun.
“Rukun. Rukun dalam kita bersikap yo..opo yo ya kita
tidak boelh bertengkar bertengkar dengan saudara dengan
ataupun dengan suami sekalipun ataupun dengan mertua
sekalipun kita harus saling mengingatkan sesuatu yang
berhubungan dengan rukun itu tadi supaya kita terjalin
suatu hubungan yang baik harmonis” (Sr, 329-334)
“Rukun itu apa ya mbak rukun itu hidup bahagia. Hidup
bahagia tidak ada tekat itu ya apa lagi ya mbak ya rukun tu
kebersamaan itu kebersamaan di dalam keluarga dan tidak
ada masalah itu namanya rukun” (Fs, 367-370)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 99
80
b. Kehormatan
Menantu mempercayai untuk mencapai kerukunan perlu diimbangi
sikap dan perilaku. Nilai kedua adalah hormat yang berkaitan dengan tata krama
budaya Jawa. Tata berbicara yang sopan sesuai norma menunjukkan sikap
menghormati. Apabila situasi ketegangan terjadi, menantu menampilkan sikap
menghormati dan menghargai pendapat mertua. Menantu meyakini dengan
menghormati orang lain, orang lain juga akan menghormatinya.
“Patuh. Patuh..menghargai menghormati. Pas sharing
pendapat gini-gini ya saya menghormati.Misale
pendapat, misalebeda beda pendapat, saya dengan
mertua padahal saya punya pendapat gini ibu gini ya
menghormati pendapat mertua walaupun beda” (N,
482-491)
“Hormat. Hormat itu saling menjaga silahturahmi aja.
Apa ya mau menerima menerima keadaan orang lain
yang..mau menerima keadaan orang lain ya kita kita
harus jaga..apa ya sopan santun ya intine itu tadi
ngejeni sama orang. Orang lain pun kalo kita ngejeni
sama orang, orang lain kan senang udah merasa hormat
udah merasa dihormati sama orang lain. kita pun kalo
kita pun misal misal istilahnya tidak dijeni kita kan juga
merasa tidak enak to begitu juga sebaliknya tetangga
atau orang lain pun kalo kita kalo kita gak gak ngejeni
mereka juga mereka juga gak gak peduli dengan kita.
Intinya saling mendukung” (Sr, 316-326)
“Hormat maksudnya hormat pada orang tua, ya
misalnya orang tua berbicara ya udah didengerin dulu
baru nanti kalo udah baru kalo udah selesai dijawab
gitu. Misalnya ngomong ini ini gak
memotongpembicaraan gitu lho mbak jadi didengerke
kabeh sek baru dijawab gitu” (Fs, 361-365)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 100
81
Sebagai fondasi dasar dalam bertindak tanduk, menantu memerlukan
pengorbanan selaras dengan ikatan norma budaya. Konflik maupun ketegangan
mendorong menantu agar mampu menyelaraskan diri dengan nilai. Hal ini
merupakan bentuk keberhasilan yang dapat diukur sebagai pribadi yang dewasa.
Menantu memahami bagaimana seharusnya yang dilakukan dan disikapi.
“Bahagia, ketoke yo bahagia maunya sih bahagia klop
hatinya ora enek duri-duri diantara kita duri dalam
daging..duri maksude kerikil-kerikil sing ada di hati
maksude koyo eneng sing ra penak di hati. dadi plong
kabeh ra eneng sing dongkol..” (Wf, 454-459)
“Harmonis tu ya rukun itu. harmonis tu seimbang ee
seimbangnya tu piye yo mbak harmonis..saling
melengkapi aja kalo harmonis misalnya saya kok saya
orangnya itu dalam hal misale tata krama tapi bapak saya
meninggikan menjunjung tata krama nah dadikan
melengkapi jadinya kan harmonis saling melengkapi” (Fs,
373-378)
Nilai budaya sebagai perlindungan menantu menyesuaikan perilaku
yang berlawanan menjadi selaras dengan norma. Menghormati harus ditanamkan
dalam diri menantu sehingga tercerminkan melalui sikap dan perilaku. Hal
tersebut mencapai keharmonisan yang merupakan cita-cita bersama.
7. Mengalah untuk menghormati
Menantu memiliki strategi untuk menengahi ketegangan dengan mertua.
Menantu dalam keluarga yang tinggal bersama menyadari adanya batasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 101
82
bertindak tanduk terhadap mertua. Ketegangan dapat dihadapi dengan tenang dan
bijak seperti sikap mengalah. Menantu menunjukkan sikap mengalah karena
pemahaman etika anak menantu terhadap mertua sebagai orang tua. Sikap
mengalah diasosiasikan dengan nilai hormat.
“Kan harus menghormati orang tua kan walaupun orang
tua salah kita yang mengalah gitu biasanya gitu” (Fs, 318-
319)
“kui ibuku kudu dihormati. Kalo iso ojo sampek wong
tuokuloro ati mergo aku ngono wae mbak soale nek
ndarani wani kan yo isin iya to wong tuwo” (Fs, 332-334)
Sikap mengalah dipandang sebagai bentuk menyampaikan hormat pada
mertua. Menantu memahami mertua sehingga sikap yang ditunjukkan dalam
situasi perselisihan dapat disikapi sesuai norma budaya Jawa. Dengan kata lain,
nilai budaya Jawa dipandang petunjuk normatif tindak tanduk seseorang
berinteraksi dan membangun relasi sebagai keselarasan mencapai keharmonisan.
Penyelarasan diri dengan norma dalam nilai Jawa memerlukan
pengorbanan. Sebagai orang hidup di lingkungan yang berbudaya Jawa, menantu
menghadapi situasi rumit dengan menekan emosi dalam batin. Meskipun
ketegangan sering terjadi menantu masih mengutamakan berlanjutnya relasi
dengan mertua.
“Karena kan melu wong tuwo, yowes ngalah digawe
ngalah. Kene melu bojo opo arep karo morotuwo arep
istilahe jahat arep wani ketoke ra etis wae, melu bojo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 102
83
bojone yo isih melu wong tuwo. Moso ora ngajeni karo
wong tuwo.” (N, 430-433)
“Yo koyo kui mau, pendapat koyo mau berbedajane yo
jane yo koyo ora srek neng athi sakrehne yo menghargai
menghormati.. oh yowes o yowes menghargai wae terus
balek neh rukun neh” (N, 502-505)
“kita harus kita harus menghormati mengajeni lebih tua,
harus sering memaafkan. Ya” (Wf, 1204-1206)
“kita harus mendahulukan orang tua sih, kalo njawaninya
harus ngalah, mendahulukan orang tua ngalah itu
mendahulukan orang tua maksudnya biasa yang sopan
kalo lewat di depannya ya seperti itu.” (Wf, 1182-1186)
Keterkaitan definisi hormat menurut menantu selaras dengan bagaimana
mengalah itu diartikan. Definisi hormat digambarkan sebagai bentuk etika
kesopanan dan kepatuhan, dimana menantu melaksanakannya dengan mengalah.
Menantu mengalah dimaksudkan mendahulukan kepentingan mertua di atas
kepentingan mereka. Etika mengalah diyakini dasar sikap menantu tinggal
bersama mertua yang relasi selalu mengalami ketegangan.
Ujung dari sikap mengalah mengacu pada nilai rukun. Pemahaman menantu
mengenai nilai rukun mengutamakan inti kekeluargaan yang damai, bahagia, dan
harmonis. Menantu meyakini menanamkan sikap hormat terhadap mertua juga
memengaruhi relasi rukun dalam keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 103
84
8. Penerimaan keadaan
Sebuah tantangan menantu sebagai anggota keluarga baru untuk
menyesuaikan sesuatu yang baru. Keluarga baru yang tinggal bersama mendapat
dampingan bagaimana membangun rumah tangga oleh ibu mertua. Menantu
memaknainya dengan membuka diri sehingga memudahkan dirinya akrab
seidealnya seperti anak-ibu.
“Ya udah klop maksude udah kayak orang tua saya sendiri,
ibu juga nganggep saya kayak anak sendiri apa yo curhat-
curhat yo curhat-curhat sering malah jarang curhat ke anak
kandungnya cerita-cerita apa kan sama-sama cewek gitu
lho terus masalah ee keuangan kadang nganu sama saya
daripada anak kandungnya sendiri.” (N, 575-580)
“Tetep baik tidak ada perbedaan yang signifikan
maksudnya yo komentare ora bedo ben klop terus ora
gawe ora dadi padu jadi..pertengkaran ya ketoke
harmonis” (N, 449-451)
“kita itu wajib mencontoh seorang ibu ataupun mertua ya
memang berjasa ya memang memang mertua berjasa bagi
saya lho ya.” (Sr, 349-352)
“...harmonis dalam hubungan ya..harus tanggung jawab.”
(Sr, 337-338)
Penerimaan keadaan diartikan keterbukaan diri yang mengutamakan
kebersamaan keluarga. Keluarga baru bersama mertua telah menjadi satu kesatuan
keluarga di rumah yang sama. Keterbukaan diri memudahkan menantu melakukan
aktivitas rumah tangga bersama ibu mertua. Meskipun terjadi ketegangan relasi,
menantu menyederhanakan pemahamannya bahwa keluarga sebagai zona nyaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 104
85
untuk dirinya berkembang. Berada di tengah keluarga bersama mertua, menantu
mendapat kebahagiaan dengan melewati suka duka bersama-sama.
“Ya wis dianggep wae dadi wong tuwone dewe. Opo yo
mbak yo” (Fs, 342-343)
“Arti keluarga ya kebersamaan mbak hidup bahagia piye
yo arti keluarga ya susah bareng seneng bareng ngono lho
mbak. Lha gimana susah bareng seneng bareng disonggo
bersama sama nek aku” (Fs, 336-339)
Perjuangan membuka diri terhadap segala perubahan untuk lebih ikhlas dan
bersyukur. Keegoisan dileburkan dari ketegangan yang selalu datang dan pergi.
Penerimaan keadaan bagi Informan mengupayakan terjalin relasi intim dengan
mertua. Relasi dapat digambarkan seperti hubungan pertemanan yang tidak kaku
dan canggung. Hubungan pertemanan juga bekerja sama membangun keutuhan
keluarga. Masing-masing perlu belajar mengutamakan keluarga tanpa
mendahulukan kepentingan pribadi.
Pada sisi lain, mertua yang tinggal bersama menantu mengeluhkan sisi
ketidakcocokannya dengan menantu. Ketidakcocokan antara menantu dan mertua
memicu sensitivitas dalam interaksi mereka. Permasalahan berdampak pada
komunikasi dalam memanajemen rumah tangga. Keegoisan menantu memicu
mertua menegur dan menasihatinya. Teguran dimaksudkan mertua sebagai orang
tua memedulikan menantu untuk membangun kepercayaan diri berumah tangga.
“Kalo aku mengerjakan apa ketoke dia gak seneng ya
mungkin tidak sejalan mungkin gitu. Aku kalo bersih-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 105
86
bersih semua tinggal duduk kalo dia tidak jadi cuma
semaunya tok.” Hm, 1431-1435
Informan Hm membandingkan pengalaman dulu sebagai menantu dengan
menantunya yang sekarang. Pengalaman mertua sebagai menantu sebelumnya
menjadi tolak ukur terhadap menantu. Mertua juga mempelajari pengalaman
mertuanya dulu bagaimana bersikap sebagai orang tua bagi menantu.
“Umpamanya aku ya aku rame karo Pipit tapi kan sedilit
rukun maneh kan anak sama orang tuanya sendiri tapi kalo
menantu dengan mertua kalo komplen mungkin menantu
pergi bali neng wong tuane dewe, kalo benci dengan
mertua mungkin ada dendam tapi anak kan tidak.”(Hm,
1486-1491)
Mertua membatasi komunikasi pada menantu agar tidak terlibat jauh
keluarga menantu. Hal tersebut merupakan cara mertua mengendalikan dirinya
menjaga hubungan tidak terjadi percekcokkan dan menjaga keharmonisan
keluarga.
“berusaha untuk tidak ke opo jenenge kebentrokan rame
sering sering padhu sering sering cek cok yang membikin
saya jadi tidak enak untuk komunikasi tetapi saya tidak
seperti itu” (Hm, 1200-1203)
Dalam berperilaku dan bersikap, mertua menjunjung keutamaan kesesuaian
dengan nilai-nilai budaya Jawa. Informan Hm mengungkapkan tutur kata sebagai
media orang berlaku hormat pada yang lain. Komunikasi yang menghormati
melalui tutur kata yang baik dan menyenangkan mendasari keharmonisan itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 106
87
terwujud. Dalam penyelesaian masalah atau situasi ketegangan tutur kata yang
baik menjadi aspek komunikasi hubungan kembali rukun.
“Kalo mengartikan orang Jawa cara berpakaian tu sopan
kesopananya ketuturkatanya sikap dan perilakunya” (Hm,
1062-1064)
“Harmonis tu nyaman ya keluarga tu mau gerak kemana
aja aman kita enak mau bicara enak karena kita tidak ada
hal hal yang membuat kita itu tidak nyaman, kalo menantu
dengan mertua seperti tadi ya ada komunikasi yang baik
dia menghargai mertua dia menghormati mertua bisa
membuat seneng mertua.” (Hm, 1180-1186)
Tinggal dengan menantu dalam satu rumah, Informan S dihadapkan pada
kewajiban sebagai orang tua untuk peduli dan membantu meringankan beban
rumah tangga menantunya. Bagi Informan S masalah atau ketegangan yang terjadi
dapat segera diselesaikan bersama-sama. Hal ini ditunjukkan pada sikap S
menjaga suasana perdamaian dalam keluarga.
“orang tua ini sudah kewajiban saya untuk ee momong
anak cucu saya gitu aja.” (S, 218-219)
“hidup serumah apa-apa serba ee apa yaharus..saling
pengertian, saling menjaga perasaan satu dengan yang lain
gitu. Kalo ada masalah ya saling dipecahkan bersama, kalo
ada kekurangan bagaimana” (S, 38-41)
Informan S mengutamakan kebersamaan dengan mertua seperti saling
melengkapi kebutuhan keluarga dan mengkomunikasikan masalah. Hal ini
merupakan strategi S untuk memelihara kekompakan relasinya dengan menantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 107
88
yang dapat berdampak positif pada suasana keluarga. Mertua juga sebagai orang
tua memposisikan diri untuk menengahi dua keluarga. Dalam segala situasi
mengupayakan keadilan berinteraksi dan membagi perhatian guna menunjukkan
keteladanan dalam dirinya.
“kalo ada apa-apa ya kita bicarakan bersama-sama, kalo
ada masalah, kalo ada kurang apa kita bicara kita
pecahkan bersama gitu aja” (S, 72-74)
Hubungan keluarga penting dibangun berlandaskan nilai budaya Jawa. Bagi
S keluarga Jawa kental akan kekeluargaan yang bergotong royong. Toleransi
keluarga nampak pada bagaimana keluarga itu saling komunikasi mengutamakan
hormat dan rukun. Hal tersebut merefleksikan kekompakan keluarga, menjaga
perasaan dan aktifnya komunikasi. Kebersamaan antara dua pihak saling
menerapkan dalam tindak tanduknya dapat menciptakan keharmonisan sehingga
keluarga terasa tenteram.
“orang Jawa itu ee kental dengan kekeluargaan yang saya
maksud kita dengan bertetangga itu masih saling ee
gotong royong saling kenal satu dengan yang lain” (S,
230-233)
“keluarga biarpun ini terdiri dari dua keluarga tapi kan
masih satu rumah jadi intine kan anggapan saya masih
satu keluarga karena kan masih keluarga anak saya gitu.
Kalo kadang-kadang berkumpul kan masih ee bagus saling
kalo ada apa-apa komunikasi gitu..” (S, 279-284)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 108
89
E. Pembahasan
Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan analisis data ditemukan tema
besar yakni sikap mengalah untuk menghormati dan penerimaan keadaan. Pola
relasi menantu yang tinggal bersama mertua mengalami ketegangan dan
menunjukkan perlawanan. Mereka juga mengharmonisasikan mengalah sebagai
bentuk hormat pada mertua. Menantu menyadari pentingnya menyelaraskan dan
menyesuaikan diri dengan keadaan keluarga dengan mencerminkan nilai hormat
dan rukun. Kedua nilai tersebut berperan sebagai petunjuk moral untuk
menyeimbangkan hubungan menjadi harmonis.
Penelitian ini mendapati kondisi awal menantu mengalami kesulitan untuk
tinggal mandiri. Kondisi yang menyulitkan tersebut disebabkan faktor ekonomi
dan anak. Ketiga menantu (N, Wf, dan Sr) mengungkapkan ekonomi membuat
mereka mempertimbangkan untuk tinggal bersama mertua. Ekonomi disebutkan
menjadi tantangan terbesar hubungan menantu dan mertua (Li-Ching & Yi-Fang,
2015; Nganase & Basson, 2017). Faktor ekonomi berkaitan dengan relasi mereka,
dimana ibu mertua mendominasi keputusan rumah tangga menantu sehingga
melemahkan peran menantu perempuan (Rittenour & Soliz, 2009). Dominasi
mertua mengurangi keefektifan dan kemandirian menantu berperan sebagai istri
dan ibu untuk membangun rumah tangganya (Li-Ching, 2015) sekaligus
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi menantu.
Kondisi lain adalah persoalan pengasuhan anak yang membutuhkan bantuan
mertua. Bagi menantu anak merupakan prioritasnya, namun pekerjaan memaksa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 109
90
menantu untuk menitipkan anak pada mertua. Menurut Santos dan Levitt (2007),
menantu yang memiliki anak akan mempertimbangkan mertua sebagai orang
terdekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa menantu mulai untuk mementingkan
kualitas relasi dengan ibu mertua.
Persoalan ekonomi memaksa keadaan menantu tinggal bersama mertua
menimbulkan ketegangan. Menantu menyebutkan gangguan hubungan yang
terjadi seperti ketegangan pendapat mengenai pengasuhan, kontrol perilaku,
kendali atas pengelolaan rumah tangga, dan perkataan ibu mertua yang
memojokkan. Ibu mertua memiliki kuasa atas menantu perempuannya (Li-Ching
& Yi-Fang, 2015; Min-Jung & Yun-Jeong, 2015; Rittenour & Soliz, 2009) dan
memberi kritikan pada menantu terkait persoalan pengasuhan anak (Fischer,
1983), sehingga menimbulkan ketegangan diantara mereka. Perselisihan
mengakibatkan menantu tertekan dan ketidaknyamanan akan kuasanya mertua
memiliki porsi lebih pada urusan keluarganya. Dampaknya menantu mengalami
kesulitan terbangun hubungan harmonis.
Seberapa lama waktu menantu dan mertua yang tinggal bersama
diasosiasikan banyaknya ketegangan terjadi. Pada sisi lain, hubungan menantu
dan mertua terjadi interaksi lebih intim daripada menantu dan mertua yang tinggal
terpisah. Fischer (1983) mengungkapkan bahwa tinggal berdekatan justru
memunculkan banyak konflik dengan mertua dari pada ibu sendiri. Hal ini dapat
terjadi karena kualitas komunikasi yang buruk antara mereka seperti kritikan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 110
91
perkataan yang kejam, dan hal yang dapat menyakitkan hati menantu (Allendorf,
2015). Beberapa hal tersebut melemahkan kualitas hubungan menantu dan mertua.
Ketegangan yang terjadi memunculkan perlawanan yang oleh ketiga
menantu N, Wf, dan Sr ditampilkan dengan menyanggah perkataan mertua.
Mereka mengekspresikan perlawanan tersebut sebelum adanya tekanan yang
memojokkan dirinya sehingga memunculkan perasaan negatif dan diri yang
dikuasai emosi. Perkataan mertua mendorong menantu melawan, untuk membela
dirinya yang dinilai salah oleh mertua. Akan tetapi, dalam pandangan budaya
Jawa, seseorang yang mengekspresikan emosi secara spontanitas dianggap tidak
pantas (Handayani & Novianto, 2004).
Meskipun menantu menunjukkan perlawanan aktif, ia mengimbangi dengan
diam dan introspeksi diri. Seperti menantu Wf, Sr, dan Fs memilih diam dengan
alasan tidak memperpanjang perdebatan dengan mertua. Menurut Geertz (1983),
menyampaikan bagi orang Jawa situasi perselisihan dapat dihadapi dengan
mengelak, membangkang diam-diam, dan saling menghindari. Menantu
melakukan perlawanan pasif terhadap situasi perselisihan untuk mendapat
ketenangan dan pengendalian diri. Oleh karena itu, menantu membutuhkan
ketenangan dengan introspeksi diri untuk mengevaluasi kepantasan bersikap dan
berperilaku sebagai anak menantu terhadap ibu mertua. Bahwasanya menantu
dapat menengahi suatu perselisihan secara dewasa dan bijak.
Selain nilai Jawa yang mendasari norma perilaku dan sikap, menantu Fs
juga menggunakan agama sebagai pedoman untuk mengarahkan perilakunya ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 111
92
hal yang positif. Ia meyakini agama mengandung norma untuk memberikan
petunjuk kebenaran sikap dan perilaku (Jalaluddin, 2016). Handayani dan
Novianto (2004) menjelaskan bahwa besarnya tekanan mewujudkan harmoni
dalam relasi keluarga terutama mertua
1. Mengalah untuk menghormati
Nilai budaya Jawa yakni rukun dan hormat sebagai pemahaman dasar
menantu bertindak tanduk. Hal ini menjadi dasar sehingga menantu untuk
menengahi ketegangan, konflik, perselisihan dengan sikap yang selaras nilai
budaya Jawa. Menantu memilih bersikap mengalah sebagai wujud tata krama
untuk meredakan situasi tegang dalam keluarganya.
Menantu N, Wf, dan Fs mengalah karena merasa enggan untuk terlibat
dalam konflik dengan mertua. Bagi menantu, ketegangan sebagai pembelajaran
untuk menyadari dan memahami etika seorang anak menantu kepada mertua.
Menantu menyelaraskan emosi dan batinnya dengan norma dalam nilai Jawa
untuk mengutamakan relasi keluarga bukan seperti musuh. Menurut Handayani
dan Novianto (2004), menahan diri dalam situasi perselisihan dianggap baik
sebagai pengendali diri dengan tidak melakukan apa-apa dan bersikap biasa.
Dengan kata lain, mengalah sebagai strategi yang tepat dalam menghadapi
perselisihan dengan mertua.
Suseno (1985) mengungkapkan peran tata krama Jawa dapat mencegah
konflik muncul atau semakin besar, dengan cara mengatur semua bentuk interaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 112
93
di luar lingkungan keluarga dan sosial. Penyesuaian tindak tanduk dengan peran
budaya Jawa sebagai pengikat menantu memelihara sikapnya agar sesuai dengan
norma budaya itu sendiri. Hormat merupakan salah satu nilai Jawa yang
diutamakan dalam penelitian ini. Menantu mengartikan mengalah merupakan
strategi dirinya sebagai anak menantu untuk menghormati ibu mertua. Cara
mereka untuk menunjukkan tindak tanduk yang sopan dan patuh terhadap mertua
yang juga sebagai orang tuanya. Geertz (1983) mengungkapkan sudah sewajarnya
seorang anak menunjukkan toleransi hormat pada orang tua yang bertujuan untuk
keberlanjutan hubungan mereka. Sebuah pengorbanan menyesuaikan dengan etika
yang seharusnya ditunjukkan demi menyeimbangkan hubungan dengan mertua.
Pandangan Suseno (1985) mengenai pencegahan konflik dengan
mengandalkan prinsip keselarasan sosial di masyarakat Jawa menjadi sempurna
ketika mampu menyangganya dengan keselarasan batin. Mulyono (1987) menilai
sikap mengalah merupakan suatu nilai tinggi yang seharusnya bukan karena
paksaan, melainkan dijiwai secara tulus dan ikhlas. Wedhatama menyebutkan
orang yang mengalah telah mampu bertindak secara matang dan bijaksana
(Mulyono, 1987). Artinya, mampu mengolah rasa membentengi diri dengan
melakukan tindakan yang sesuai nilai-nilai budaya Jawa.
Tanda kedewasaan dalam kacamata budaya Jawa adalah individu mampu
menyadari dan menguasai sikap dan perilakunya sehingga menginterpretasikan
harapan dari hubungan tersebut (Geertz, 1983). Menantu mengendalikan diri
dengan menyelaraskan sikap dan perilaku sesuai cerminan harapan budaya Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 113
94
Suseno (1985) menilai kematangan diri orang Jawa diukur dari tindak tanduknya
cerminan nilai hormat. Melalui pendidikan sejak kecil dalam keluarga hormat
diasosiasikan bentuk pengendalian diri. Pokok konsep hormat tercermin pada
wedi, isin, dan sungkan (Geertz, 1983). Pengendalian perasaan demikian sebagai
penyeimbang keselarasan antara batin dan norma budaya
Sikap mengalah yang diartikan menghormati mertua untuk kesadaran diri
demi kerukunan bersama. Dua nilai Jawa menjadi kekuatan dasar menantu
bertindak tanduk bagaimana berperilaku yang baik untuk membangun hubungan
yang menegaskan secara aktif mencapai tujuan keharmonisan. Hubungan dalam
keluarga Jawa menekankan pada keharmonisan (Geertz, 1983), sebagai harapan
bersama. Menurut Santi (2015), harmonis diartikan dengan saling mendukung,
menghindari ketegangan, dan saling menghormati.
Menantu menggambarkan hubungan keluarga yang ideal seperti hubungan
yang damai, bahagia, dan harmonis. Gambaran tersebut secara jelas
mengungkapkan kebutuhan akan memiliki hubungan rukun dengan mertua
sebagai satu keluarga. Meskipun saat tinggal bersama mertua dan menantu
mengalami hubungan yang sulit, tapi menantu tetap memiliki harapan (Min-Jung
& Yun-Jeong, 2015) dan memprioritaskan tercapainya hubungan ideal.
2. Penerimaan keadaan
Penerimaan keadaan dimaksudkan sebagai kesadaran menerima kebenaran
bahwa tinggal dengan mertua menjadi ketergantungan menantu pada sosok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 114
95
mertua. Oleh karena tinggal bersama dipandang sebagai kesempatan untuk saling
menguntungkan di berbagai pihak dengan membuka diri terhadap perbedaan di
dalam keluarga. Keterbukaan tersebut mereka syukuri dengan melakukan kegiatan
rumah tangga bersama, menanamkan pemikiran positif dimana ibu mertua juga
dianggap orang tua sendiri, dan merasakan menjadi bagian dalam keluarga
mertua. Menantu yang mengakrabkan diri diartikan mampu memahami mertua
sehingga mampu menampilkan hubungan kekeluargaan yang lebih positif (Min-
Jung & Yun-Jeong, 2015).
Membuka diri diasosiasikan sebagai keharmonisan dan kerukunan,
menghindari ketidakselarasan sosial seperti menunjukkan permusuhan ketika
perbedaan pendapat, melawan dengan menjawab perkataan mertua, dan
bertengkar dengan tekanan suara yang keras. Konflik atau ketegangan menjadi
kesempatan bagi seorang untuk berlatih menjajagi emosi dalam diri sebagai
persiapan diri (Suseno, 1985). Dengan kata lain, dapat bekerja sama diawali dari
diri sendiri memberikan kesempatan mengendalikan diri dan saling menerima
demi mewujudkan keharmonisan antara relasi menantu dengan mertua.
Menantu yang menyadari, memahami, dan melaksanakan bagaimana konsep
kerukunan Jawa diwujudkan akan membuka dirinya dan merasa aman dalam
relasi dengan mertua. Menurut Suseno (1985) dari segi psikologis rukun diartikan
keadaan yang bebas dari perasaan negatif dan didominasi perasaan aman dan
tentram. Keadaan aman memberikan kemudahan untuk tidak mengambil
keputusan sendirian, melaksanakan tanggung jawab didukung oleh orang lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 115
96
dapat membuka diri dengan dunia asing, dan selalu berpegang tata krama dalam
berbagai situasi.
Suatu hubungan yang dibangun pasti membawa konsekuensi negatif, namun
individu yang terlibat dalam hubungan akan memperbesar keuntungan atau
ganjaran untuk jalinan hubungan itu sendiri. Menurut Foa dan Foa (1974), salah
satu ganjaran psikologis yakni cinta (Sears et al., 1988) didapatkan menantu
perempuan berupa kebahagiaan, dukungan, bantuan oleh ibu mertua. Menurut
Knapp dan Vangelish (1995), saat keuntungan atau ganjaran semakin tinggi,
menantu semakin merasakan kebahagiaan.
Kecintaan dan kerinduan akan suasana keluarga yang harmonis mendorong
menantu membuka diri dengan mertua. Segala hal yang terjadi dalam perjalanan
relasinya dengan mertua menyadarkan menantu masih adanya ketergantungan
pada mertua dan mengharapkan mendapat ganjaran lain yang dibutuhkannya.
Menantu mengutamakan bagaimana mendapat kesejahteraan bersama dengan
memenuhi kebutuhan akan keterbukaan dengan mertua demi hubungan keluarga
yang bahagia. Menantu melakukan strategi untuk mengupayakan kebersamaan
dan kerukunan di berbagai keproduktifitasan rumah tangga. Knapp dan Vangelish
(1995) mengungkapkan bahwa aktivitas bersama yang dilakukan menantu dapat
mengubah pandangannya menjadi semakin positif dan berorientasi pada hubungan
keluarga.
Penelitian Min-Jung dan Yun-Jeong (2015) mengungkapkan hidup keluarga
yang harmonis menjadi prioritas menantu yang tinggal bersama mertua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 116
97
Pengertian harmoni adalah masih adanya harapan di tengah ketegangan relasi.
Menantu yang tinggal bersama mertua menunjukkan simpati untuk mengusahakan
cara hidup keluarga yang harmonis. Menurut Suseno (1985), keadaan harmonis
merupakan tujuan dari nilai rukun dilaksanakan. Suseno juga mengartikan rukun
sebagai “berada dalam keadaan selaras”, “tenang dan tentram”, “tanpa
perselisihan dan pertentangan”, “bersatu dalam maksud untuk saling membantu”.
Semua pihak berada dalam keadaan damai saling bekerja sama, menerima, dan
sepakat menciptakan ketenangan.
Tanggung jawab akan memelihara hubungan juga merupakan bagian dari
peran menantu di keluarga. Tinggal bersama menyadarkan mereka untuk lebih
peduli dengan menjaga nama baik keluarga di mata masyarakat. Hubungan yang
baik dengan keluarga memggambarkan hubungan yang baik pula ketika
bermasyarakat. Keterkaitan hal tersebut selaras dengan pandangan Shih dan Pyke
(2010) mengenai harapan budaya bahwa pemeliharaan relasi baik untuk
mengutamakan harmoni yang berorientasi kolektif, bukan hanya untuk
kepentingan pribadi.
Menantu mengharapkan keterbukaan dapat terjaga untuk membangun
hubungan lebih baik (Turner et al., 2006). Menurut Rittenour dan Soliz (2009),
relasi terjalin positif jika dalam keluarga saling mengkomunikasikan dan berbagi
pengalaman. Hal ini merupakan kesempatan menantu membangun relasi semakin
intim (Fingerman et al., 2012). Bahkan interaksi hubungan yang semakin tinggi,
memengaruhi kepercayaan diri menantu perempuan sebagai ibu (Li-Ching, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 117
98
Adanya harapan dalam relasi menantu maupun mertua dapat saling mengasihi dan
memiliki relasi ideal layaknya menantu seperti anak bagi mertua dan mertua
seperti ibu bagi menantunya (Allendorf, 2015).
Keempat menantu sebagai informan penelitian ini memiliki prioritas yang
sama yakni keluarga dengan mengusahakan kebersamaan dan keutuhan dalam
setiap hal. Mereka memahami berelasi dengan mertua sebagai pembelajaran untuk
menantu meminimalizir pertengkaran. Menantu juga menganggap mertua telah
menerima mereka menjadi bagian keluarga sehingga muncul kepercayaan diri
untuk lebih mengakrabkan dan dekat dengan mertua. Keharmonisan keluarga
dapat menggambarkan bahwa menantu dan mertua dapat mengendalikan suasana
rumah menghindari perselisihan (Gunarsa & Gunarsa, 1990).
Pada sisi lain, mertua menjelaskan bahwa tinggal bersama mempersoalkan
ketidakcocokannya terhadap menantu. Mertua memandang menantu yang tinggal
bersama nampak tidak ingin langsung berinteraksi dengannya (Prentice, 2008).
Menurut Rittenour dan Soliz (2009), ibu mertua seringkali memunculkan perilaku
eksklusif terhadap menantu yaitu tindakan komunikatif ibu mertua yang justru
menjauhkan jarak dengan menantu dan komunikasi yang merendahkan seperti
memberi saran yang tidak diinginkan. Allendorf (2015) menyatakan
ketidakcocokan antara menantu dan mertua dapat memicu ketegangan dan
konflik. Ketegangan terjadi dalam interaksi menantu mertua dikarenakan
kurangnya keakraban dari dua keluarga yang berbeda (Fisher, 1983).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 118
99
Fisher (1983) mengungkapkan adanya batasan interpersonal yang ambigu
ditunjukkan mertua yang kritis terhadap menantu. Ibu mertua memiliki
kecenderungan menolak menantu karena tidak merasa senang dengan pilihan anak
laki-lakinya. Salah satu hal menonjol dalam kekritisan mertua adalah perbedaan
manajemen rumah tangga yang memicu ketegangan hubungan antara mereka. Ibu
mertua menengahi ketegangan dengan melakukan strategi membatasi komunikasi
dengan menantu. Prentice (2008) mengungkapkan mediasi masalah dapat menjaga
hubungan dengan menantu-mertua. Meskipun menantu dalam situasi sulit, mertua
memiliki naluri sebagai orang tua untuk memedulikan dan membantunya.
Penelitian Serewicz et al. (2008) mengungkapkan bahwa interaksi mertua tanpa
yang terlibat dalam keluarga menantu, memengaruhi komunikasi dan hubungan
dalam pernikahan antara menantu, suami, dan mertua (triadik).
Adhikari (2015) mengungkapkan bahwa anak laki-laki merupakan sentral
hubungan menantu perempuan dan ibu mertua membangun hubungan. Peran anak
laki-laki memiliki pengaruh dalam hubungan menantu dengan mertua. Peran anak
laki-laki yang terlibat dalam ketegangan menantu-mertua dan memihak pada ibu
mertua justru melemahkan kepercayaan diri dan peran sebagai pengasuh (Li-
Ching, 2015). Menantu N, Wf, dan Fs mengungkapkan peran suami menjadi
krusial sebagai tempat perlindungan dan pembelaan dari ketegangan. Dalam
sistem keluarga, peran anak laki-laki merupakan penghubung dua wanita yang
sering mengalami ketegangan sekaligus pertolongan (Rittenour & Soliz, 2009).
Sejatinya keterlibatan anak laki-laki secara langsung memiliki peran dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 119
100
kepentingan untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan keluarga dengan saling
menyesuaikan dan berkompromi satu sama lain (Adhikari, 2015).
Mertua memiliki pengalaman sebagai menantu sebelumnya, dijadikan tolak
ukurnya terhadap menantu memerankan istri dan ibu. Tinggal bersama
membutuhkan penyesuaian fisik berupa rutinitas keluarga, juga penyesuaian
norma komunikasi interaksi keluarga (Prentice, 2008). Pengalaman mertua
sebagai menantu memengaruhi dirinya untuk mengutamakan keselarasan dengan
nilai budaya Jawa. Mertua mengutamakan kebersamaan dan komunikasi satu
sama lain. Hubungan orang tua dengan anak disampaikan dengan berkomunikasi
menghormati melalui tutur kata. Menurut Allendorf (2015), menantu dan mertua
dari dua keluarga yang berbeda diharapkan dapat tinggal bersama dan bekerja
sama secara berdekatan. Hal ini dapat diterapkan pada pola kesepakatan pekerjaan
rumah tangga yang dilakukan bersama dan tugas apa yang menjadi tanggung
jawab menantu di keluarga. Bergotong royong di keluarga dapat memelihara
kekompakkan relasi. Toleransi hormat dan rukun merefleksikan keharmonisan
keluarga sehingga tercipta suasana tentram di tengah keluarga.
Dinamika relasi tinggal bersama merupakan tantangan bagi menantu dan
mertua untuk terbuka terhadap perbedaan dan perubahaan yang ada. Akan ada
masalah yang dinilai negatif menurut menantu maupun mertua. Hal tersebut juga
dipengaruhi frekuensi lamanya menantu yang tinggal bersama mertua. Semakin
lama waktu tinggal bersama, permasalahan akan sering terjadi. Salah satunya
yang menonjol adalah permasalahan ekonomi yang memiliki implikasi terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 120
101
berbagai persoalan keluarga menantu dengan terlibatnya mertua di dalamnya.
Secara keseluruhan, terlibatnya mertua dalam rumah tangga menantu terlalu jauh
justru menjauhkan interaksi dan relasi dengan menantu. Willson et al. (2003)
menyampaikan hubungan menantu dan mertua erat kaitannya dengan ambivalensi,
dimana menantu menginginkan perasaan bebas dan menjadi diri sendiri dalam
pengerjaan tugas rumah tangganya dan menikmati tanggung jawabnya namun
menantu mendapat gangguan dari keterlibatan mertua. Hal ini dibenarkan Fisher
(1983) bahwa mertua dianggap menantu sebagai gangguan rumah tangganya.
Pada sisi lain, perbedaan rutinitas menantu dengan mertua menjadi pemicu
kecemasan dan kebingungan menantu serta membawa dirinya dalam
ketidaknyamanan beraktivitas sesuai harapan keluarga atau mertuanya (Prentice,
2008).
Seperti pada idealnya sebagai anak, menantu menyadari keterbatasan
perilaku terhadap mertua sebagai orang tuanya. Allendorf (2015) menjelaskan
hubungan ideal yang positif ditunjukkan dari tampilan diri menantu sebagai anak
dan mertua sebagai orang tua. Menantu harus menyadari situasi kapan
memposisikan diri sebagai anak dan menantu. Meskipun demikian, hubungan
menantu dan mertua dalam kenyataannya terhambat pada komunikasi. Batasan
yang ambigu ini akan menyulitkan pemahaman menantu membaca situasi yang
sesuai ekspektasi mertua. Demikian mertua juga peka akan situasi kapan
memposisikan sebagai mertua dan orang tua. Krusialnya kepekaan dalam
hubungan mereka memiliki dampak pada interaksi kedepan. Masing-masing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 121
102
menantu dan mertua memiliki ekspetasi terhadap yang lain terhadap peran
masing-masing dengan mengetahui batasan berkeluarga. Oleh karena itu, kerja
sama antara menantu dan mertua diperlukan dan dibangun bersama melalui
komunikasi. Santos dan Levitt (2007) dalam penemuannya mengungkapkan
komunikasi berkorelasi dengan kualitas hubungan menantu dan mertua. Menantu
maupun mertua dapat menunjukkan hubungan persahabatan, toleransi simpati dan
kesepakatan harapan bersama (Allendorf, 2015). Fingerman et al. (2012)
menyampaikan ekspektasi tidak selalu berkaitan dengan kualitas hubungan positif,
namun kurangnya ekspektasi terhadap hubungan menantu dan mertua berkaitan
dengan kualitas hubungan negatif.
Apabila dilihat dari kacamata prinsip budaya Jawa, Mulder (1992)
menyatakan hidup dalam bermasyarakat bergotong royong mewujudkan suasana
harmonis atau rukun sebagai cita-cita. Rukun terjadi dari kesediaan diri untuk
saling berlaku toleransi dan harapan dengan yang lain. Rukun atau harmonis
merupakan hubungan timbal balik yang dibangun dari menghormati dan
menyesuaikan diri. Dalam dinamika relasi menantu dan mertua, apabila menantu
dibantu mertua maka timbal balik akan dirasakan mertua yang pasti dibantu
menantu. Titik harmonis didasarkan pada pengakuan membutuhkannya orang
lain. Konsekuensinya, mereka saling menyadari keberadaan satu dengan yang lain
untuk merayakan lingkungan keluarga yang baik. Min-Jung dan Yun-Jeong
(2015) mengasosiasikan hidup keluarga yang harmoni dengan pengalaman
menantu dan mertua tinggal bersama dapat menemukan harapan dalam kesulitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 122
103
yang dapat dihadapi bersama. Resolusi konflik bersama dicari untuk cara hidup
berdampingan.
Pada sisi lain, konflik justru memberikan dinamika dan kekuatan dalam
hubungan. Demikian yang terjadi dalam hubungan menantu dan mertua yang
mengalami ketegangan, mereka tetap mengharapkan dapat memberi dan
menerima cinta (Allendorf, 2015). Pasangan baru membangun keluarga baik
mempertimbangkan strategi mempertahankan hubungan harmonis dengan mertua
saat tinggal bersama (Li-Ching & Yi-Fang, 2015).
Gambar 3. Skema Dinamika Relasi Menantu Dengan Mertua Yang Tinggal
Bersama
ekonomi
diam introspeksi
diri
ketegangan
mengalah
untuk
menghormati
penerimaan
keadaan
nilai hormat
dan rukun
sanggahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 123
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dinamika relasi menantu dengan mertua yang muncul berorientasi pada
relasi keluarga. Sikap mengalah sebagai wujud keharmonisan hubungan untuk
menghormati mertua. Strategi lainnya, penerimaan keadaan diasosiakan pada
relasi kekeluargaan yang harmonis. Menantu menampilkan perilaku tersebut
sebagai penyesuaian diri selaras dengan norma untuk menghormati mertua. Hal
tersebut berkaitan dengan kesadaran bahwa menantu masih mengharapkan
keuntungan dari sosok mertua untuk kehidupan keluarganya.
Dalam penelitian ini, harmonis diartikan sebagai selaras dengan norma yang
terkandung dalam nilai Jawa. Nilai rukun dan hormat menjadi pedoman menantu
menyelaraskan perilaku dengan norma di dalamnya. Menantu tinggal bersama
mertua perlu berperilaku sopan santun, mencerminkan nilai hormat yang
mengarahkan pada pemeliharaan relasi yang rukun. Menantu juga mewujudkan
keselarasan kerja sama untuk membangun relasi keluarga yang ideal sesuai
harapan budaya, meskipun di tengah pertentangan.
Tinggal bersama memberikan keuntungan bagi menantu seperti keuntungan
psikologis yakni cinta dari mertua. Mertua memberikan dukungan pada menantu
untuk membangun rumah tangga yang baik, dukungan ekonomi, dan bantuan
menggantikan peran ibu pada menantu. Di sisi lain, menantu merasa tergantung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 124
105
dengan mertua sehingga berusaha menampilkan relasi kekeluargaan yang positif.
Menantu memprioritaskan keluarga dengan mengusahakan kebersamaan dan
keutuhan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
B. Keterbatasan
Penelitian ini belum mencapai pada titik sempurna, adapun kelemahan
penelitian yang dapat peneliti sampaikan. Dari segi teknis, proses pengambilan
data melalui wawancara dilakukan adanya gangguan yang menghambat peneliti.
Meskipun peneliti sudah mengutamakan kenyamanan Informan, namun ada hal
tak terduga yang menjadi gangguan dalam proses wawancara. Pertanyaan proses
wawancara probing terbatas dan kurang mendalam.
Dari segi konteks, penelitian ini tidak membatasi karakteristik Informan
menantu perempuan dari segi umur, jangka waktu tinggal bersama dengan mertua,
dan telah memiliki anak. Hal ini membuat kurang jelas gambaran relasi menantu
dengan mertua yang baru dan yang telah lama tinggal bersama. Selain itu,
penelitian ini hanya difokuskan pada satu pihak utama yaitu menantu perempuan.
Meskipun demikian, terdapat data dari sudut pandang ibu mertua sebagai data
pelengkap dan pendukung. Cakupan data pendukung di Indonesia kurang dan
mendukung kekuatan isu masalah yang diangkat, sehingga penelitian ini
menggunakan hasil penelitian di luar Indonesia namun beberapa penelitian masih
dalam satu wilayah budaya Timur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 125
106
C. Saran
Demikian masukan yang dapat peneliti penelitian ini sampaikan untuk
peneliti selanjutnya dan masyarakat umum
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang tertarik topik penelitian ini berkaitan dengan
keluarga dapat mempertimbangkan sudut pandang yang lain. Hal ini terkait
pentingnya kompleksitas dinamika Informan penilaian melalui pemikiran relasi.
Peneliti selanjutnya dapat memfokuskan pada dua perspektif yakni menantu
perempuan dan ibu mertua. Selain itu, peneliti perlu mempertimbangkan
kedetailan dan konsistensi karakteristik Informan penelitian seperti lama tinggal
bersama dan tempat di mana menantu tinggal di rumah mertua atau sebaliknya.
Hal ini dapat memengaruhi hasil data dan hasil penelitian yang lebih jelas.
Dari segi metode, peneliti selanjutnya penting untuk mengkondisikan proses
wawancara lebih intim. Proses wawancara perlu mengutamakan situasi
kenyamanan Informan dalam menceritakan pengalamannya. Gangguan kehadiran
anak dari menantu perempuan dapat dihindari dengan mengkondisikan situasi
wawancara. Dengan ini menantu perempuan sebagai Informan dapat fokus
menjawab pertanyaan terhadap peneliti tanpa membagi fokus terhadap hal lain.
2. Bagi Menantu dan Calon Menantu
Perempuan yang telah menikah dan tinggal bersama mertua disarankan
untuk tidak membandingkan mertua dengan orang tua sendiri. Hal yang terpenting
adalah memfokuskan pada keterbukaan diri terhadap perbedaan yang terjadi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 126
107
menerima perubahan. Menantu perlu menyadari etika seorang anak menantu
terhadap mertuanya.
Selain itu, sebagai orang Jawa tetap mengutamakan keharmonisan meskipun
ketidakcocokan sering terjadi. Peran menantu memelihara keharmonisan keluarga.
Hidup dan tinggal di lingkungan menjunjung keharmonisan kolektif
membutuhkan bekal bersosial yang baik dari keluarga. Tentu hal ini membantu
menantu mempertimbangkan relasi dengan mertua yang selaras norma sehingga
mampu membawa diri ke lingkungan sosial.
Bagi perempuan yang hendak menikah, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi gambaran untuk mempersiapkan terhadap perubahan dan menyiapkan
strategi membangun keluarga yang produktif. Persiapan diri tersebut dapat
dilakukan dengan menyesuaikan diri terhadap hal apa pun dengan menampilkan
tindak tanduk sesuai norma. Selain itu, penting bagi pasangan muda yang tinggal
bersama mertua maupun yang berencana menikah untuk mempertimbangan dan
mempersiapkan kemandirian ekonomi, hal ini mencegah timbulnya pertentangan
dengan keluarga mertua yang tidak diinginkan.
3. Bagi Mertua
Menurut hasil penelitian, disarankan kepada mertua untuk mengupayakan
diri menjadi teman bukan sebagai ibu yang cenderung berkuasa di atas menantu.
Dalam budaya Jawa, mertua sebagai orang tua memiliki martabat yang tinggi
dalam keluarga yang dihormati oleh kedudukan yang berada di bawahnya. Orang
tua seringkali berperan sebagai penasehat, pemandu, dan peneladan bagi generasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 127
108
muda. Oleh karena itu dalam proses penyesuaian masing-masing peran, mertua
dapat memposisikan diri sebagai teman membantu menantu menyesuaikan diri
dengan memperkenalkan kegiatan-kegiatan di lingkungan keluarga atau pun
sosial. Hal ini memudahkan mertua maupun menantu untuk nyaman saling
mengenal satu sama lain. Selain itu, mertua sebagai sosok yang dihormati
menantu juga bekerja sama mewujudkan keharmonisan relasi dengan saling
menghormati hak-hak menantu dalam membangun rumah tangganya secara
mandiri.
4. Bagi Praktisi
Bagi praktisi maupun konselor membantu menantu yang mengalami
ketidakharmonisan relasi dengan mertua dengan mengenali karakteristik diri. Hal
ini bertujuan agar menantu mudah mengenali dan memahami karakterik mertua,
dan sebaliknya. Pemahaman karakteristik menantu maupun mertua diharapkan
dapat menampilkan sikap dan perilaku yang selaras dengan budaya Jawa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 128
109
DAFTAR PUSTAKA
Allendorf, K. (2015). Like her own: ideals and experiences of the mother-in-
law/daughter-in-law relationship. Journal of Family Issues. 38(15), 2012-
2127.
Andriyani, S. S., & Neni, W. (2015). Mertua Perempuan Dan Keharmonisan
Keluarga. Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta.
Bryant, C. M., Rand D. C., & Jennifer, M. M. (2001). The influence of in-laws on
change in marital success. Journal of Marriage and Family. 63(3), 614-626.
Char, A., Minna, S., & Teija, K. (2010). Influence of mothers-in-law on young
couples' family planning decisions in rural India. Reproductive Health
Matters (RHM). 18(35), 154-162.
Creswell, J. W. (2012). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
mixed (ed. ke-3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Datta, P., Ype H, P., & Alfons, M. (2003). Parent care by Indian and Belgian
caregivers in their roles of daughter/daughter-in-law. Journal Of Cross-
Cultural Psychology. 34(6), 736-749.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa (ed. ke-4). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Fatimaningsih, E. (2015). Memahami fungsi keluarga dalam perlindungan anak.
Jurnal Sosiologi. 17(2), 77-88.
Fingerman, K. L., Megan, G., Laura, V., & Lindsay, P. (2012). In-Law
relationships before and after marriage: husbands, wives, and their mothers-
in-law. Research in Human Development. 9(2), 106-125.
Fischer, L. R. (1983). Mother and mother-in-law. Journal of Marriage and
Family. 45(1), 187-192.
Geertz, H. (1983). Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Press.
Gunarsa, S, & Gunarsa, S. (1990). Psikologi untuk keluarga. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 129
110
Handayani, S. C., & Ardhian, N. (2004). Kuasa wanita Jawa. Yogyakarta: LKis
Printing Cemerlang.
Jalaluddin, H. (2016). Psikologi agama: memahami perilaku dengan
mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Knapp, M. L., & Vangelish, A. L. (1995). Interpersonal communication and
human relationship: third edition. United States of America: Allyn and
Bacon.
Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga: penanaman nilai dan penanganan konflik
dalam keluarga (ed. ke-1). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Li-Ching, S. (2015). Linking maternal self-efficacy, mother- and daughter-in-law
relationship, and role of husband in Taiwanese families. The Journal of
International Management Studies. 10(1), 68-77.
Li-Ching, S., & Yi-Fang, L. (2015). Homogenous mothers-in-law, different
daughters-in-law: in-law relationship comparison between Vietnamese and
Taiwanese daughters-in-law. Asian Social Science. 11(4), 252-258.
Min-Jung, K., & Yun-Jeong, K. (2015). Experience of relationship between
mother-in-law and daughter-in-law among korea rural married immigrant
women: with a focus on daughter-in-laws from China, Vietnam and the
Philippines who live with their mother-in-laws in Korea. Indian Journal of
Science and Technology. 8(S1), 307-314.
Mulder, N. (1992). Individual and society in Java: a cultural analysis (ed.
second). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulder, N. (1973). Kepribadian Jawa dan pembangunan nasional. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Mulyono, S. (1987). Wayang dan filsafat nusantara. Jakarta: Gunung Agung.
Nganase, T.R, & Basson, W.J. (2017). Socio-cultural influences on the mother-
and-daughter-in-law relationship within a South African context. Journal of
African Studies. 31(1), 65-91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 130
111
Prentice, C. M. (2008). The assimilation of in-laws: the impact of newcomers on
the communication routines of families. Journal of Applied Communication
Research. 36(1), 74-97.
Purnomo, H. B. (1994). Pondok mertua indah: suatu tinjauan psikologis
hubungan menantu-mertua. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Rittenour, C., & Jordan, S. (2009). Communicative and relational dimensions of
shared family identity and relational intentions in mother-in-law/daughter-in-
law relationships: developing a conceptual model for mother-in-law/daughter-
in-law research. Western Journal of Communication. 73(1), 67-90.
Rittenour, C. (2012). Daughter-in-law standards for mother-in-law
communication: associations with daughter-in-law perceptions of relational
satisfaction and shared family identity. Journal of Family Communication.
12, 93-110.
Santi, Y. (2015). Peran komunikasi interpersonal dalam menjaga hubungan yang
harmonis antara mertua dan menantu perempuan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. 4(3), 466-472.
Santos, J. D., & Mary J. L. (2007). Intergenerational relations with in-laws in the
context of the social convoy: theoretical and practical implications. Journal of
Social Issues. 63(4). 827-843.
Sears, D. O., Jonathan L. F., & Letitia, A. P. (1985). Psikologi Sosial: Jilid 2 (ed.
ke-5). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Setyawan, Doni. (2015, 2 Desember). Teori Desa. Dipungut 08 Januari, 2018, dari
http://www.donisetyawan.com/teori-desa/.
Shih, K. Y., & Karen, P. (2010). Power, resistance, and emotional economies in
women’s relationships with mother-in-law in Chinese immigrat families.
Journal of Family Issues. 31(3), 333-357.
Smith, J. A. (2008). Qualitative psychology: a practical guide to research
methods (ed. second). London: Sage Publications Ltd.
Smith, J. A., Paul, F., & Michael, L. (2013). Interpretative phenomenological
analysis: theory, methods and research. London: Sage Publication Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 131
112
Suseno, F. M. (1985). Etika Jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan
hidup Jawa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Turner, J. M., Carolyn, R. Y., & Kelly, I. B. (2006). Daughters-in-law and
mothers-in-law seeking their place within the family: a qualitative study of
differing viewpoints. Family Relations. 55(5), 588-600.
Willson, A. E., Shuey, K. M., & Elder, Jr. G. H. (2003). Ambivalence in the
relationship of adult children to aging parents and in-laws. Journal of
Marriage and Family. 65, 1055-1072.
Wu. T-F., Kuang-Hui. Y, Susan. E. C., Lisa. M. L., Yi-Chao. W., & Yi-Lin. T.
(2010). Conflict with mother-in-law, and Taiwanese womens marital
satisfaction: the moderating role at husband support. The counseling
psychologist. 38(4), 487-522.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 132
113
Interview Protocol
Nama interviewee :
Umur :
Hari, tanggal :
Waktu :
Tempat :
Interview ke- :
A. Pengalaman tinggal bersama mertua
1. Bagaimana pengalaman dengan keluarga besar ibu?
2. Saat ini, ibu tinggal satu rumah dengan mertua, bagaimana pengalaman ibu dengan
hal tersebut?
3. Bagaimana perasaan ibu dengan hal tersebut?
4. Bagaimana pendapat ibu dengan hal tersebut?
5. Pertimbangan apa dan mengapa ibu tinggal bersama mertua?
B. Pengalaman konflik
6. Berdasarkan pengalaman ibu, apa harapan dan kekhawatiran ibu terhadap mertua?
7. Berdasarkan pengalaman, pernahkah ibu mengalami konflik dengan mertua?
8. Bagaimana konflik tersebut terjadi dan bagaimana ibu menyikapinya?
9. Setelah kejadian tersebut, bagaimana penilaian ibu terhadap mertua?
C. Pemahaman nilai Jawa
10. Apa pendapat ibu tentang orang Jawa?
11. Nilai-nilai apa saja yang memengaruhi hidup ibu?
12. Berdasarkan pengalaman, bagaimana nilai tersebut memengaruhi hubungan ibu
dengan mertua?
13. Bagaimana menciptakan nilai-nilai tersebut dalam hubungan mertua?
14. Bagaimana ibu memaknai keluarga?
15. Bagaimana harapan ibu terhadap mertua dalam keluarga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 133
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 134
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 135
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 136
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 137
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 138
119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 139
120
Verbatim N
Nama Interviewee : Ibu N
Umur : 31 tahun
Status : Menantu
Hari, Tanggal : Rabu, 30 November 2016
Waktu : 18.40 WIB – 19.50 WIB
Tempat : Rumah Ibu S
Interview ke- : 1
Baris Tematik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
T Selamat malam mbak, Gimana kabarnya hari ini mbak?
J Alhamdulilah baik
T Ini mau nanya-nanya tentang pengalamanya mbak
J Ya
T Bagaimana pengalamanya mbak dengan keluarga?
J Hampir kurang lebih sembilan tahun ya suka dukanya
banyak. Sukanya ada punya dua anak yang besar sudah
kelas dua yang kecil tiga tahun. Kalo dukanya banyak
(ketawa) banyak juga. Tapi ya dinikmati tetap semangat
(ketawa), sabar.
Kesabaran menghadapi
mertua (8-10)
T Susahnya apa mbak?
J Susahnya? Ya repotnya punya anak gitu. Repotnya kalo
pagi mau kerja harus buatin sarapan anak-anak dulu
mandiin terus ngurus diri sendiri mau ke kantor, bersih-
bersih rumah, cuci piring, ngepel gitu. Terus masalah
ekonomi juga. Kadang ya susah kayak berat gitu tapi yo
Keikhlasan menerima
keadaan bersama mertua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 140
121
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
tetap semangat, sabar, ikhlas gitu aja (16-17)
T Kalo apa namanya, pengalaman mbak dengan keluarganya
yang dulu sebelum menikah itu gimana mbak?
J Kalo dulu gimana ya, yo seneng.. akrab, seneng, suka
bercanda terus jarang serius malah tapi opo yo.. kalo
masalah agama tu bapak saya keras, misale abis magrib
harus ngaji, tivi gak boleh nyala. Habis ke masjid tivi gak
boleh nyala harus ngaji semua terus sampek sekarang jadi
tertanam gak usah disuruh gitu udah sendiri udah jalan
sendiri kayak ngaji, abis magrib ngaji gak usah
gak..pokokke gak berat ibadahnya pokoknya gak berat.
Kayak sholat kalo udah biasa dari kecil udah besarnya
sendiri mbak gak usah dioyak-oyak gitu. Ekonomi kadang
juga sulit. Ekonomi lagi..
Pelajaran kemandirian
beribadah oleh orang tua
(21-29)
T Udah biasa ya mbak..
J ha.a udah biasa (ketawa)
T Kalo mbak ini, pengalaman keluarga yang sekarang
gimana mbak?
J Sekarang, tentang apa ya mbak?
T Cerita aja keluarga yang sekarang gimana mbak
J Masalah kerja, dulu pernah kerja di toko. Di toko berapa
tahun ya..2 tahun terus keluar karena punya anak kecil
repot. Terus keluar, itu pernah jualan di depan mitra tu
jualan es, jualan es, cuma berapa bulan terus ditawari kerja
di puskesmas terus sampe sekarang sekitar berapa tahun
ya, 4 tahunan kerja di puskesmas. Alhamdulilah yo
ekonomi agak meningkat dibanding dulu.. dulu kerja di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 141
122
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
toko sekarang kerja di puskesmas agak lumayan,
pengetahuanya juga tambah masalah kesehatan, terus apa
yo..
T Kalo apa namanya, mbak asalnya dari mana?
J Sragen
T O Sragen, terus menikah, ee coba ceritain mbak pindahnya
dari Sragen ke sini?
J Oo dulu kerja di toko busana muslim Zahara di tempat
saudara klaten situ terus berapa tahun terus ketemu sama
ini bapake Azam, dia sering sering main di wartel mas
supri it uterus ketemu terus kenalan terus akhirnya nikah
tahun 2007 akhir. Tahun 2007 akhir saya masih kerja di
toko itu di Zahara melahirkan itu hamil melahirkan terus
keluar karena repot punya anak kecil, terus keluar 100%
jadi ibu rumah tangga, repot di rumah gak kerja rasane
jenuh, dirumah jenuh ngurus bayi. Terus pindah ke sini
dari Sragen pindha ke sini kerja kerja di Zahara itu udah
tinggal di sini gak gak..tinggal di Sragen tahun 2005..
T Berarti tinggal disini tu ngekos apa gimana?
J Di tempat saudara yang punya Zahara, tinggal disitu 2
tahun lebih. Dua tahun ketemu bapake Azam terus pindah
ke sini, dari 2005.
T Terus saat ini kan mbak tinggal serumah sama mertua, nah
pengalamanya mbak tu coba ceritain pengalaman mbak
satu rumah dengan mertua tu gimana?
J Ya ada enaknya ada gaknya.kadang yo gak enak sama
mertua kalo serumah tu kurang leluasa gak seperti rumah
Ketidaknyamanan tinggal
dengan mertua karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 142
123
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
sendiri dulu pernah ngontrak enak udah rumah sendiri
masak wes pokoke bebas sesuka hati tapi sayangnya Azam
gak mau tinggal di perumahan gak ada temenne biasane
disini di lapangan main main disitu gak ada temene terus
Balik lagi kesini. Sini yo suka dukane banyak gak seperti
rumah sendiri, sama wong tuwo yo kudu jaga sikap,
kadang masalah apa, kecil sih tapi sah rene bukan rumah
sendiri kayake masuk dalam hati gitu, beda, nek sama
orang tua sendiri kan dari kecil mau ngomong apa tu gak
masuk nek maksude gak sakit hati gitu kadang sama
mertua dikit aja udah sakit hati tapi ya.. belum rumah
sendiri yo sabar itu tadi. pokoknya gak ngalah kadang gak
bisa ngalah juga
kurang leluasa (69-72)
Kenyamanan anak
sebagai pertimbangan
tinggal dengan mertua
(72-75)
Kesadaran menjaga sikap
tinggal bersama mertua
(75-78)
Perasaan sakit hati
terhadap perkataan
mertua (78-81)
Ketidakmauan mengalah
pada mertua (81-83)
T Kayak hal apa mbak kayak gak bisa ngalah
J Kayaknya kalo saya benar, apa ya misale sepele sih apa ya
misalnya dulu bapak, tapi masalah opo yo, misale bapak,
misale sayuranlah bapak padahal itu bukan saya anu bapak
naruh sayuran gak dimasukin kulkas lagi terus dimakan
tikus, anu ibu gak tau kalo bapak dikirain aku, besoknya
“la nek marai di di kemBalikan ke kulkas lagi” “bukan
saya og bu kemarin bapak” terus agak keras saya sepele lah
sepele mungkin gak pas gak ngepasan tapi kalo pas rilek
hatinya enak gitu ya “oya bu” gitu aja. Cuma sepele gitu.
Ya cuma masalah kayak gitu. Kalo masalah besar mungkin
ya udah pindah..
Pengaruh suasana hati
berani merespon (91-93)
T Pindah gimana mbak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 143
124
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
J Pindah maksude nek besar. Nek besar enggak sini enak-
enak aja gak sampe.. gak sampe nek masalah besar kayak
orang-orang yang udah gak kuat, wong kan “wong karo
mertua gimana?” gimana yo digawe yo ngalah yo sabar
wong yo rung iso nggawe omah dewe ngoten. Saling
membantu saling..
Pindah sebagai pilihan
menghadapi masalah
besar (97-99)
Kesabaran menghadapi
mertua (100-102)
T Terus enak gak enake apa mbak?
J Enake gini dulu kan udah pernah kontrak itu kayake sepi
biasane guyon-guyon rame sama sini cerita enak kalo kalo
kontrak kan sepi kalo bapake kerja saya di rumah sama
Azam cuma berdua gak enak juga kangen kebersamaan
sama mertua..wes itu enaknya kangennya, gak enaknya
tadi og ya. Kangen kebersamaan, enaknya tadi bebas,
bebas tadi.gak enaknya ya kangen kebersamaan itu tadi,
guyon-guyon yo itu
Kerinduan kebersamaan
(106-111)
T Berarti pindah ke sini tu ini ya mbak ya enakan pernah
sempet ngontrak akhire Balik lagi, Balik lagi ke sini itu
karena anaknya mbak yang gak betah..
J Gak betah terus saya juga kerja kan nek waktu itu kan saya
belum kerja terus bapake terus akhire saya kerja jualan es
teh poci itu adik saya terus saya yang jaga di mitra akhire
pagine Azam kalo pagi tak titipin disini nanti sore saya
ambil tapi Azam gak mau, gak mau ke sana disini temene
banyak di sana gak ada alasan yang kedua itu. sebenere
saya ya seneng disana luweh bebaslah, masak-masak juga
ini kayak pokoke yo menikmati jadi ibu rumah tangga
Kenyamanan anak
sebagai pertimbangan
tinggal dengan mertua
(117-120)
Kebebasan berperan ibu
rumah tangga (120-122)
T Kalo disini mbak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 144
125
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
J Di sini kan susah mbak, maunya ya.. kayake gak pakewuh
juga mau itu... mau apa namanya paling kalo pulang kon
bukake lawang juga gimana (ketawa).. disini ya enak sih
gak begitu. Sini bebas bebas aja sih..
Kesungkanan meminta
sesuatu pada mertua
(124-127)
T Bebasnya gimana?
J Bebas.. karena gak canggung sama mertua itu lho. Kalo
canggung kan mau ngapa-ngapain gak enak, enake itu sih..
Kebebasan beraktivitas
menunjukkan tidak
canggung (129-130)
T Pas awal-awal pas adaptasi, ada gak susahnya pastikan ada
hambatan apa?
J Saya kerja jadi gak begitu kerasa kalo di rumah 24 jam
kayake kroso banget. Soale kan saya kerja pulang sore dari
pagi sampe sore kalo gak setiap malem siang sampe malem
jadi gak begitu kerasa. awal-awal belum kenal sama
tetangga, baru punya anak baru srawung karena gak
berani..
Pekerjaan menyita waktu
mengenal lingkungan
(133-138)
T Kalo kayak kebiasaan di rumah gimana?
J Masalah makan, gak berani (ketawa) maksude..belum
berani kalo mau ngambil sendiri tu gimana gitu nek gak
disuruh ayo maem ayo maem gitu awal isin-isin saiki no
wes tanduk (ketawa).. terus apa ya..
Perasaan malu
menyesuaikan diri dalam
keluarga (140-143)
T Kalo ini cara adaptasi mbak disini tu gimana?
J Pas awal-awal?
T Ya
J Pas awal-awal ya paling ibu di dapur ibu bantuin metikin
sayur terus nonton tipi aku ikut tapi yo agak gimana gitu
pas awal..pas aku nonton tipi ibu ndeketin terus aku mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 145
126
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
masuk kamar “wes rapopo neng kene wae” gimana gak ada
suami pas kerja aku pas masuk siang, saya masuk siang
suami masuk pagi tu kan susah kan jan-jane kan belum
akrab sama mertua kan awal-awal gitu belum akrab bedane
kalo sama suami kalo pas masuk shift itu aduu..jadi cuma
dikamar.. terus kalo nonton tivi sebentar trus masuk kamar
lagi belum menikmati banget. Ya menikmati tu pas punya
anak, punya anak terus akrab sama mertua
Keasingan dan belum
akrab saat penyesuaian
diri (152-157)
T Kalo pas punya anak nah kalo pas ngasuh ya itu ada
perbedaan kayak ngasuhnya gitu gak mbak?
J Kadang ada sih apa misalnya, nek ibu gak gitu.. nek-nek
orang jaman dulu kan opo yo ibu ibu mengikuti saran
dokter jadi gampang sih ibu gak begitu beda sih. Kalo apa
dipakein gritolibu kalo di saran dari dokter perawat bidan
ibu oya terus kalo dari dokter abis nglairin makan amis-
amis gak papa ibu ya.. gak begitu kayak orang dulu banget
kudu ngene-ngene.. gak gitu. Ee kalo mandi, mandiin anak
aku kan gak pernah nyabunin wajah, disuruh nyabunin
wajahe tapi gak ngomong langsung anu “raine mbok
disabuni mbak sisan didusi.” Rai kok disabuni aku ngono
aku gur batin tok, ada sabun khusus aku yo gur batin gitu
sih
Keluwesan mertua
bersikap (160-166)
Membatin
ketidaksetujuan pendapat
mertua (166-171)
T Terus kalo perasaan mbak tinggal serumah tu gimana
mbak? Pas awal-awal sama sekarang tu gimana?
J Kalo awal-awal tu santai, pas duwe anak nglairke. Punya
anak baru satu sekarang dua pengene udah punya rumah
sendiri tapi yo belum bisa. Nek belum bisa yo tadi sabar,
Kesabaran dan nrimo
menghadapi mertua (176-
178)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 146
127
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
nrimo, njogo.. njogo ati, sikap kadang nek rakuat kadang
yo ngomong banter
T Kenapa jaga sikap ee hati dan sikap?
J Menjaga hati tu tadi maksude digawe santai ojo sampe loro
ati ngono lho kadang ibu ngomong opo kok nylekit,
kadang nek dipikir secara jernih asline iki mau ora asline
ngono asline iki mau biasa nek sing ngomong wong
tuwane dewe ki sih ora tak anggep loro ati ta renehke
ketoke anu banget..yokui mau..kadang nek opo yo. Dipikir
jenih nanti..nek pas harii itu ibu ngomong dipikir nanti
“anyel aku” tapi nek besok “woo ora nek dingeneke yo
oraa” pas anu wae atiku pas ra penak pas bad mood
Sikap santai menghadapi
mertua (180-181)
Perasaan sakit hati
terhadap perkataan
mertua (181-185)
T Bagaimana pendapatnya mbak ee mbak tu serumah sama
mertuanya
J Ya gimana ya, itu pertanyaane daritadi sama aku dadine
binggung.. y owes penghargaan bagi mertuaku, anakku
diasuhke, dikei duit.. dadi nek enek masalah opo iso aku
mengingat hal itu jadi ngko dipikirke maneh oo iyo aku
utang budi karo mertua, mertuwa ku ngko nek
dinengke…digawe ngko wae terus, kui kunci ku kunci ben
iso nyaman terus kui duwe utang budi kui..
Hutang budi sebagai
kunci bertahan (193-196)
T Terus pengaruhnya mbak serumah sama mertua dalam
hidupnya mbak sekarang
J Positife yo diajari kehidupan lah
T Kayak apa?
J Bersosialisasi dengan tetangga, tilik-tilik terus arisan
keluarga kayak gitu. Nek nek rumah sendiri mungkin
Kedekatan keluarga
dengan berkumpul (202-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 147
128
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
jarang..nek serumah kan ayo …..nek nek rumah sendiri
mungkin repot terus yo ngentengke mungkin tidak tidak
bisa diajak gitu serumah. Terus lebih deket dengan
keluarga, keluarga besar terus opo yo..
203,206-207)
T Nek negatifnya apa mbak, kan tadi positifnya?
J Kadang beda prinsip, duwur basane (ketawa). Contoh kecil
wae contoh kecil. Kebiasaan saya pas kecil pas magrib tivi
dimatiin terus semua ngaji nek disini gak ibu nyetel tivi,
saya ngajak anak saya ngaji padahal tivinya nyala lha
itu..itu
Perbedaan kebiasaan
beribadah berpengaruh
pada kebiasaan anak
(209-213)
T Anaknya lebih milih tivi
J He.em terus yo agak sulit wong yo ngaji terus saya ajak ke
kamar ngaji, itu pengaruhe
T Terus mbak kayak apa ya kayak melakukan sesuatu gitu
kayak ya tetep anaknya kudu ngaji apa gimana?
J Paling saya njelas-njelaske apa pengaruhe apa jangan
nonton tivi terus yo ngaji barang ben ngene-ngene ben
soleh ngene-ngene panjang lebar walaupun yo sesuk nek
wes bar magrib kene ngalah kene nyeramahi anak maneh.
Yo kadang anake minta sendiri ayo bu ngaji gitu
Pengajaran kedisiplinan
beribadah pada anak
(219-223)
T Udah kebentuk ya kebisaane
J Hu.um kebiasaan. Tapi kadang yo terpengaruh tipi.. tapi ya
pokoke saya ya terus nek dari kecil sudah dibentuk ngko
nek gedene rasah dioyak-oyak. Gdene rasah dioyak-oyak
wes mapan dewe
Keinginan untuk anak
mampu mandiri (225-
228)
T Pertimbangannya pa dan bagaimana mbak memilih untuk
tinggal satu rumah dengan mertua? Secara pribadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 148
129
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
J Sebenere ya gak ini wong siapapun yang berumah tangga
pasti ingin udah punya rumah sendiri ini masalahe
ekonomi belum punya rumah sendiri yo bertahan aja gitu
aja ak kerana apa gitu gak ya itu karena belum punya itu
tadi
Kekurangan ekonomi
memaksa tinggal
bersama mertua (231-
235)
T Terus berdasarkan pengalamanya mbak apa harapan mbak
terhadap mertuanya
J Harapane nek kesehatan yo mesti mertua yo sehat..mertua
selalu sehat, keluarga bisa bangga
Kesadaran untuk
menjaga nama baik
keluarga (238-239, 241-
243)
T Bangganya tu kenapa mbak?
J Dengan kita perilaku kan anakn saya bisa pinter yo
perilakune baik gak nakal bangga punya cucu yang pinter
yang solid gak buat malu keluarga
T Kalo harapan mbak sebagai menantu ke mertua apa ? dari
sikap kah dari apa ya perilakunya kah
J Ibu I penak I penak ora canggung karo ibu wes koyo wong
tuwaku dewesih rumangsaku akrab banget tidak berjarak
wes yo enjoy berharape opo maneh yo jane yo sabar wae ro
aku, masalahe aku sing ra sabar
Anggapan mertua seperti
orang tua sendiri dengan
terbuka dan akrab (246-
248)
Harapan sikap sabar
mertua menghadapinya
248-249)
T Kalo menurut mbak sebagai menantu terhadap mertua
Bude Sakimin tu apa
J Ibu tu baik, sabar, kalo saya gak senang misale anak
cucune.. dibelikan misale itu terus yo saling membantu
kalo apa kalo punya ya tak kasih terus ibu I sama anak-
Penilaian keikhlasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 149
130
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
anaknya walapun anak-anaknya anaknya sendiri anak
kandungnya sendiri misale berbuat apa mungkin menyakiti
hati ibu I ibu sabar koyo ikhlas yoweslah yoweslah gitu..
mertua menghadapi
masalah (252-257)
T Terus kekhawatirannya mbak, apa kekhawatiranya mbak
terhadap mertua?
J Khawatirnya maksudnya apa mbak?
T Jadi mbak adakah kah merasa khawatir mertua tu seperti
apa gimana gitu mbak?
J Paling apa makude gimana gitu kan saya kalo saya gak gini
nanti dibatin gitu bisa
Kekhawatiran dibatin
oleh mertua (263-264)
T Bisa, diceritain aja mbak
J Paling kalo saya gak nglakuin ini piye cepet-cepet pagi
sibuk seharusnya anakku udah tak dulang belum jadi aku
didatengin ibu kok anakku durung tak dulang misalnya
gitu paling khawatirku gitu paling tapi gak tau ibu gimana
aslinya, tapi kadang saya mandiin dulu terus bu kulo
mandiin opo dulang kadang yo tak takok i anu yowes didus
i wae ngko tak dulange tapi kadang yo kalo pas cepet-cepet
saya mikir ngedusi tok wah ngko suwe suwe ibu nganu aku
anake rung didulang opo opo anake rung didusi paling
khawatirku gitu mbak
T Kenapa mbak takut dirasani
J Piye yo, ya gak suka aja. Yo lebih enak gimana ya lebih
enak diomongke langsung tapi ya alus aja (ketawa) urik
banget pengene diomongke langsung tapi aku penak men
tapi nek ngomong jes-jes ngono yo loro ati.. anake didusi
sek.. contone contone “nek arep mangkat anake didusi sek”
Keinginan orang lain
mengungkapkan keluhan
secara halus (277-280)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 150
131
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
nah kui kan langsung des neng ati nek omongan alus
ngono walaupun nagnu tetep bedo iso nrimo “oo ho.o
nggih” ngono
T Terus pernah gak mbak mengalami pengalaman negative
sama mertua
J Mbak rada privet..dulu kan dulu pas anake baru Azam,
dikamar bapak kok ngrasani aku karo ibu yo jenenge
keloro ati banget..pokoke sing diomongke ki sebenere aku
ra koyo ngono kui tapi dadi loro banget terus aku bengi
nangis neng kamar, bojoku ngerti. Esuke wes toto klambi
aku muleh neng Sragen karo Azam ngebis asline yo gelo
terus akhire aku Balik rene maneh. Ibu yo “arep neng ndi”
yo disangoni karo ibu. Ibu ketoke yo kroso wong bapake
Azam yo ngomong “yo ra ngrasani ngono kui” ibu koyo e
yo malah keweden terus let pirang sasi..yo susah bapake
kerjone neng kene aku muleh neng kono berpisahe yo
saling merenung kulo mikirke piye opo aku ki.. Balik lagi
ke sini paling yo emosi sesaat. Anak satu tapi yo umure
lagi piro 24 tahun kan yo emosiku isih meluap-luap
dibanding sekarang 30an yo.. Sudah terkontrol gak seperti
dulu. Langsung sithik sithik langsung.. kui paling.. mugo-
mugo yowes ora yo gur kui paling yo menyesali itu gek
langsung gak dipikir panjang sek yo akibate piye wong yo
Balik rene
Perasaan sakit hati
terhadap perkataan
mertua (287-291)
Perenungan dan
penyesalan karena
perilaku emosi sesaat
(296-299)
T Balik ke sini tu dijemput apa gimana?
J Dijemput bapake asline aku yo mikir gek raneng sing
ngurusi ngko nek mangkat kerjo sarapan, klambine sing
Memendam keegoisan
diri demi suami (307-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 151
132
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
nyetriko sopo ngene-ngene mikire dowo kae aku egoku tak
pendamke wae..Balik rene ngebis arep dijemput “rung isoh
njemput” yowes karo Azam podo le mangkat mau yo dewe
310)
T Terus gimana caranya mbak menghadapi itu mbak?
J Pas disana?
T Ya disana bisa
J Pas disana ya komunikasi terus sama suami terus disana
bapak aku manggon kene yo , bapaku yo mungkin dalam
hatinya lala ki ngopo piye karepe piye mungkin ora ben
leren sek pikire terus akhire orang tuaku gak ngandani
ngene-ngene yowes rumah tangga ne dewe iso mikir dewe
kosek terus aku pamitan kesini lagi baru mengungkapkan.
halah paling Lala yo rono meneh duwe bojo duwe keluarga
opo yo arep neng kene terus yo bapak asline yowes diuneg-
uneg, ning gak disampek pas sebelum aku mau pulang
kesini. Pas mau ke sini uneg-unegke dikeluarin yo apik.
Nek nek orang tua gak baik kan “mbok wes..neng kono
wae, ngko ndak ngene-ngene” ora manas-manasi malah
wes neng kene ben ayem sek ngko pirang minggu wes Bali
rono neh ngko bisa rono maneh nak tenan
Membutuhkan
ketenangan pikiran
menghadapi masalah
(316-324)
T Lha mbak tu menikah umur berapa to mbak?
J 22 mau 23..
T Jadi Azam lahir mbak umurnya 24?
J 22 kan umur November langsung hamil kan 2008 akhir
Azam lahir, hu.um 23.. emosine isih..meluap
Kecanggungan terhadap
mertua setelah perilaku
T Terus setelah kejadian itu mbak penilaian mbak terhadap
mertua tu gimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 152
133
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
J Yo kambek ibu yo ada canggung gimana gitu tapi yawes
rasah dipikir aku kae terus y owes biasa terus biasa neh
emosional (333, 336-
337)
T Kalo menurut mbak itu mengartikan orang Jawa itu apa
mbak
J Adat, kebudayaan, alus, tapi banyak juga yang gak alus
kayak lemah lembut nek pakewuh
Pandangan orang Jawa
berbudaya halus dan
rukun dalam bersikap
(340-341,343-346)
T Gak alus tu maksude piye mbak?
J Bahasane kalo ngomong kalo dipulau-pulau lainkan “wong
jowo yo mesti alus” boso opo neng asline kan gak semua,
kasar, yo okeh neng terkenale kan disana-sana kan nek jadi
Jawa ki alus ora koyo wong batak, kasar ning yo ra kabeh
T Lainnya mbak?
J Pendidikan lebih mudah daripada pulau pulau lain,
pendidikan terus barang-barang kebutuhan itu lebih mudah
didapat daripada Kalimantan opo adoh-adoh. Lebih enak
sih
T Kalo menurut mbak perempuan Jawa tu kayak gimana
mbak?
J Katane alus, alus, dulu sama sekarang kayake beda
T Bedanya mbak
J Perempuan sekarang yo teknologi canggih kebudayaan
barat masuk kesini Jawa Sunda podo wae. Dulu kayake
pacaran boncengan tu malu terus sekarang wes amplok-
amplokan terus dulu, hamil duluan tu sangat memalukan
sekarang yowes biasa gak Jawa gak Sunda gak Bali sama
aja gitu perempuane dulu sama sekarang bedane itu
Karakter perempuan
Jawa yang pemalu (356-
360)
T Kalo nilai-nilai ee pembelajaran jadi orang Jawa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 153
134
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
394
395
396
memengaruhi hidup mbak ada gak mbak?
J Boso yo boso kromo inggil, saling menghormati yang lebih
tua daripada gak bisa, ya kromo inggil paling itu kehidupan
sampai kapan pun bisa boso nek gak bisa boso…
Pembelajaran beretika
dan berbahasa Jawa
(364-365)
T Nilai-nilai lain ada gak mbak?
J Perempuan tu ya lebih… paa ya sopan, baik, sopan Karakter orang jawa
yang sopan dan hormat
pada orang lain (367)
T Berdasarkan pengalamannya mbak tadi mbak ceritain
bagaimana nilai-nilai yang mbak sebutin tadi memengaruhi
hubungan mbak dengan menantu
J Ora ono ki aku, sebabe ora ngomong opo langsung
tindakan jadi nek boso yo tetep boso menghargai,
maksudku nek ra penak penak langsung tindakan langsung
muleh jadi ora nyangkut kulino nilai-nilai sing tak
omongke mau, boso yo tetep boso menghormati yo tetep
menghormati, aku yo pamit aku yo pamit…
Kespontanan bertindak
dan berbahasa (372-377)
T Apa ya apa nilai-nilai itu masih masih mbak terapkan
dalam kehidupan sehari-hari
J Nek bisa ya iya..terus menghormati menghargai yo
diterapkan tapi kadang yo males mbak maksude nek eneng
koyo dipuskesmas ono pasien rodo nganyelke opo piye,
wonge rodo tuwo dikandani ngeyel kae ki anyel dikandani
ngeyel, wong tuwo kok ngeyel kui paling kendalane sok
kendalane neng nggon mut kene lagi kesel-kesel, garapane
akeh kono dikandani ngeyel kene sak jane kene alus dadi
ra alus ning yo tetep boso ning ngomonge ora ora alus,
Pengaruh suasana hati
berani merespon (380-
401)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 154
135
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
ketoke yo tuwo nek uwong mut e lagi apik ki wong
ngomong opo alus wae mbok kono nganyelke ngono kene
yo tetep nggih nggih, wes kene kesel gaweane akeh
nganyelke wes tak…
T Terus bagaimana mbak menjaga apa ya nilai-nilai itu tetep
ada dalam kehidupan mbak untuk untuk apa ya pedoman
mbak untuk berelasi dengan mertua tu gimana?
J Dipraktekan.. menghormati.. dihargai kadang-kadang yo
ora sesuai karo pemikirane awak dewe yowes dihargai
dihormati..dipraktekan..
Sikap menghormati
perbedaan pendapat
mertua (405-407)
T Ya kalobeda pemikirane tetep dihargai mbak?
J Kecuali nek pas biyen, bedane kui kenapa penake piye-
piye nek karo mertua saling menolong asline ora ngene
contone sepele banget mbak wadah, wadahe mbak ning
neng kene wadah maem ‘bu niku wadahe mbak ning”
“Tupperware yo” ra eneng tulisane ngono mending aku
sing ngalah, aku neng ngone mbak ning yo tak tonton,
terus kapan ngono neng ngone mbak ning “mbak ning
wadahe jenengan teng nggone kulo i, kesupen” “ora
Tupperware og kui, yowes rapopo” lha kae dudu
Tupperware ning sak ngomonge wong tuaku aku yo ra
ngeyel kui mau mbak contone. Walaupun beda prinsip
koyo kui mau, udu Tupperware, koyo ibu salah ini masalah
sepele sih yowes aku ngalah, menghormati menghargai
kui..ora ora penake nek karo mertua kui nek karo wong
liyo aku bener yo tak anu to mbak (ketawa) tak ayeli kui ra
penake nek karo mertua kui bedo aku sing ngalah.
Sikap mengalah bentuk
kehormatan terhadap
mertua (420-425)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 155
136
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
“sanjangane wadah mbak ning mboten Tupperware” “oh
ho.o to” kui asline aku anyel. Kui gur njawab gur hoo to
ndek wingi e ngeyil saiki jawabane gur hoo to. Ngeyel. Kui
sing asline yo gur sepele sepele..
Kejengkelan terhadap
mertua yang keras kepala
(427-429)
T Lha kenapa mbak lebih milih ngalah?
J Karena kan melu wong tuwo, yowes ngalah digawe ngalah.
Kene melu bojo opo arep karo morotuwo arep istilahe jahat
arep wani ketoke ra etis wae, melu bojo bojone yo isih
melu wong tuwo. Moso ora ngajeni karo wong tuwo.
Sikap mengalah bentuk
kehormatan terhadap
mertua (431-434)
T Harapannya mbak kedepan tu apa?
J Harapannya ya bisa mandiri, punya rumah yo ekonomi
lancer saya dan suami anak-anak sekolahe lancer
pendidikane terjamin agamane lebih bagus terutama lebih
dekat dengan Allah terus mendekat. wes pasrah nek kita
lebih dekat kita sayang Allah juga sayang sama kita. Kita
dekat kita yang ibadah rajin Allah tidak akan tidak pelit.
Kalo kita tidak pelit Allah juga tidak pelit. Rajin, kita
mendekati Allah juga mendekati. Kebahagiaan dunia
akhirat wes yang diinginkan keluarga bahagia mertua sehat
punya rumah sendiri ekonomi lancer harapane sing apik-
apik..intine bahagia dunia akhirat ngono wae kui wes
keseluruhan ngono ya mbak yo..wes kabeh rinciane akeh..
Keinginan memenuhi
kebutuhan keluarga(436-
439)
Pandangan beribadah
sebagai jembatan dengan
Tuhan untuk
mendapatkan
kebahagiaan (439-446)
T Terus harapan mbak hubungan dengan mertuanya itu apa
mbak?
J Tetep baik tidak ada perbedaan yang signifikan maksudnya
yo komentare ora bedo ben klop terus ora gawe ora dadi
padu jadi..pertengkaran ya ketoke harmonis.
Menjaga kekompakan
mencapai keharmonisan
(450-452)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 156
137
452
453
454
456
457
458
459
460
T Mbak menurut mbak harmonis tu apa mbak?
J Bahagia, ketoke yo bahagia mauny sih bahagia klop
hatinya ora enek duri-duri diantara kita duri dalam
daging..duri maksude kerikil-kerikil sing ada di hati
maksude koyo eneng sing ra penak di hati. dadi plong
kabeh ra eneng sing dongkol..
Keharmonisan anggapan
tidak ada masalah
keluarga (454-459)
T Makasih ya mbak sudah meluangkan waktunya.. pokoknya
makasih ya mbak
Interview ke-2
Hari, Tanggal : Jumat, 09 Desember 2016
Waktu : 18.38 WIB – 19.05 WIB
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
471
472
473
474
J Peran menantu ya, membantu membantu pekerjaan rumah
ya meringankan masalah pekerjaan rumah sing terlihat..
Peranan membantu
pekerjaan rumah tangga
(461-462)
T Kalo pekerjaan rumah menurut mbak sebagai menantu tu
apa mbak?
J Ya misalnya cuci piring, nyapu itu kan bagi-bagi tugas
sama mertua. Tempat sharing juga bisa sama mertua. Bisa
nganter ibu kemana, mau arisan kan ibu gak bisa bawa
motor kadang suruh nganter kemana ya itu
T Kalo pendapat mbak tentang peran mertua bagaimana
mbak?
J Jadi tempat curhat tadi bisa, ee bisa ngurus anak. Srawung
sama tetangga, ngajak sosialisasi nganu posyand.. nek tilik-
tilik itu kan
Pengenalan lingkungan
sosial oleh mertua(471-
473)
T Gini bagaimana usaha mbak jadi menantu yang menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 157
138
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
mbak ya sewajare mbak
J Mmm apa adanya gak dibuat-buat..ya menghargai
menghormati wayahe apa yo..wayahe kerja ya kerja
wayahe nyantai yo nyantai
Usaha memanajemenkan
diri sesuai waktu (476-
478)
T Kalo menurut mbak, bagaimana mbak memahami hormat?
J Hormat itu artine apa..
Sikap hormat bentuk
kepatuhan (482)
T Ya menurut mbak tu hormat kayak gimana
J Patuh. Patuh..menghargai menghormati
T Contoh dalam keluarga tu hal kayak apa mbak?
J Menghormati ngono ya mbak? Sikap menghormati
perbedaan pendapat
mertua (486-487, 489-
491)
T Ya
J Misale pendapat. Pas sharing pendapat gini-gini ya saya
menghormati
T Menghormatinya tu gimana mbak?
J Misale beda beda pendapat, saya dengan mertua padahal
saya punya pendapat gini ibu gini ya menghormati
pendapat mertua walaupun beda
T Bagaimana mbak memahami rukun?
J Rukun i ora gonthok gonthokan ora dongkol di hati terus
melakukan apa tu enak.. ora nek…
Pandangan rukun dengan
tidak ada perasaan kesal
dalam hati (493-494)
T Kalo contohnya dalam kehidupan keluarga rukun kayak
apa mbak?
J Rukun damai, ya damai kui mau.. rukun yo ra enek
pertengkaran yo walaupun cilik sithik sithik ning nek rukun
iki yo mbuh tetep bersatu neh cilik-cilik dingo penyedap
rumah tangga. Yo nek rukun yo ngko tetep mbalek neh
Kerukunan menjaga
damai dan tidak ada
pertengkaran (497-498)
Pertengkaran yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 158
139
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
kembali rukun (498-500)
T Cilik-cilik kayak yang..
J Yo koyo kui mau, pendapat koyo mau berbeda jane yo jane
yo koyo ora srek neng athi sakrehne yo menghargai
menghormati.. oh yowes o yowes menghargai wae terus
balek neh rukun neh
Sikap menghormati
perbedaan pendapat
dengan mertua (502-505)
T Bagaimana usaha mbak bertindak tanduk sebagai orang
jawa
J Menjaga sopan santun, menghargai yang tua..
menghormati yang tua menghargai yang muda.. motto
kehidupan.. menghormati yang tua dan menghargai yang
muda
Pegangan nilai
menghormati yang tua
dan menghargai yang
muda (508-511)
T Kalo menjaga sopan santun tu misalnya kayak apa mbak?
J Misalnya ee ke tempat ibadah gak teriak-teriak, gak bikin
gaduh terus misale kalo ke instasi kelurahan atau
kecamatan tetep menjaga sopan santun, antri.. antri sesuai
dengan urutan ya bisa sopan santun ora nyerobot antrian
orang lain. jaga sikap, tertib, tidak membuat gaduh
Bersikap sesuai etika di
tempat umum (513-517)
T Mbak menurut mbak kenapa harus jaga sikap?
J Jaga sikap di tempat umum kan beda-beda. Di tempat
umum kan banyak orang beda-beda karakternya kalo kita
gak jaga sikap ntar ada yang misale kita ngomong nyeplos
nanti sakit hati kan karakternya orang beda-beda gak gak
semua orang seperti kita yang ingin nyantai
Menjaga sikap
menghindari orang lain
tersinggung (519-523)
T Nek jaga sikap di keluarga kenapa mbak?
J Jaga sikap ee misale dulu ceplas ceplos ee mungkin ibu
mungkin mertua lagi gak mood lagi mungkin ada masalah,
Menjaga sikap
menghindari masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 159
140
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
gak gak srek sama omongan kita malah berabe. (525-527)
T Kalo menurut mbak bagaimana mbak itu memaknai sebuah
keluarga?
J Keluarga.. Pendidikan awal bagi anak, tempat kasih sayang
curahan kasih sayang ee curhat ee meluapkan keluh kesah,
berbagi kasih sayang berbagi masalah ee mengobati rasa
capek waktu kerja, pulang buat anak. Capek, kalo liat anak
ya seneng. Tapi kadang yo capek, anake njaluk gendhong
yo campur aduk. Ya suka dukanya banyak, tapi yo banyak
sukanya berkeluarga. apalagi udah tua udah punya anak
apalagi anak dua, beda karakter
Makna keluarga sebagai
tempat curahan kasih
sayang (530-537)
T Kalo bagaimana mbak memaknai keluarga besar mbak?
J Keluarga semua?
T Mbak kan satu rumah ni sama mertua, sebuah keluarga
buat mbak
J Menyatukan dua keluarga walaupun beda sedarah daging
walaupun yo kadang sulit. Dua keluarga kadang yo beda
beda pendapat. Yo ada suka dukanya, tapi banyak banyak
sukanya. Ya sukane bersatu rame keluarga sendiri jauh
mbahe yo susah sepi yo disini cukup bahagia
Perbedaan sebagai
hambatan menyatukan
dua keluarga (542-546)
T Kalo sulitnya apa mbak?
J Yo itu tadi mm opo yo beda misale ee beda prinsip tadi
sama kayak pertanyaan kemarin. Ee masalah ngaji di sini
begini, tivi dimatiin, masuk kamar kayak itu tapi beda,
lebih milih tivi. Angger anakku yo pengen nonton tivi
Perbedaan kebiasaan
berpengaruh pada
kebiasaan anak (548-551)
T Mbak dari angka 1-5 angka berapa yang menggambarkan
mbak itu bahagia?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 160
141
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
J 4.. belum sempurna banget
T Kenapa 4 mbak?
J Sudah bahagia tapi belum sempurna
T Belum sempurna tu gimana mbak?
J Belum sempurna ne yo kebutuhane belum terpenuhi
banget. Kadang yo nek butuh opo dewe ngko golek
utangan kui nek bahagia, punya anak wes bahagia anake
lanang kabeh wes tak syukuri mbiyen nek wedok yo tak
syukuri. Rukun karo morotuwo yo iso opo yo iso apik
maksude hubungane baik, yang sepele-sepele yo wes tak
ceritain kemarin. Ya paling itu. Belum sempurnane paling
kebutuhan tapi yo sejauh ini tak syukuri aja yang udah ada.
Nek pengen sempurna yo ra mungkin sempurna. Nek 5
sempurna banget koyo ra eneng kekurangan ngono
bahagiane
Pandangan bahagia dapat
memenuhi kebutuhan
(558-562)
Mensyukuri keadaan
keluarga (564-566)
T Mbak dari angka 1-5 ee angka berapa yang menunjukkan
hubungan relasi mbak dengan mertua
J Maksude hubungan?
T Iya hubungan
J 4 lebih lah 4 setengah belum sempurna banget
T Kenapa mbak?
J Ya udah klop maksude udah kayak orang tua saya sendiri,
ibu juga nganggep saya kayak anak sendiri apa yo curhat-
curhat yo curhat-curhat sering malah jarang curhat ke anak
kandungnya cerita-cerita apa kan sama-sama cewek gitu
lho terus masalah ee keuangan kadang nganu sama saya
daripada anak kandungnya sendiri. 4,5 boleh lah.
Kecocokan dan
keterbukaan hubungan
dengan mertua (575-580)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 161
142
581
582
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
Setengahe yo kerikil-kerikil yang sudah saya jelaskan
kemarin
T Mbak kemarin pernah mengatakan lebih mengalah sabar
gitu. Nah itu kenapa mbak lebih memilih untuk mengalah
atau bersabar
J Karena pertama saya numpang, kemarin kayaknya udah.
Saya ikut suami, suami ikut orang tua kayake nek saya
harus menang begitukan kayak gak etis, sama mertua kok
kayak gitu terus yang enake ya ngalah itu tadi. nek
menurutku mungkin pengen menang keinginan manusia
biasa, aku jane bener mau, wong aku bener kok kadang
kayak gitu gitu bener tapi nek mikir lagi tadi wah aku neng
kene nunut kok, wes paling ngalah wae kan dititipi anak
nek nyambut gawe paling kayak gitu terus ngalah sabar
wae
Kesadaran menjaga sikap
tinggal bersama mertua
(586-588)
Sikap mengalah
menghadapi mertua (588-
589)
Keinginan benar dimata
mertua (590-592)
Kesabaran menghadapi
mertua (592-595)
T Selain ekonomi, pertimbangan apa ya untuk tinggal satu
rumah dengan mertua itu apa?
J Ya paling yang momong ini, Akmal, pas saya kerja kan
gak ada yang momong paling gitu. Pengalaman dulu pas
tinggal di kontrakan itu saya kan pas gak kerja masih
bareng Azam 24 jam terus akhirnya saya kerja pagi
nganterin kesini nitip anak terus nanti sore saya ambil terus
kayak gitu tiap hari lama-lama Azam bosen disana gak ada
temene akhirnya yo kembali lagi ke sini kok yo enak.. gak
titip-titip kan gak wira-wiri anaknya terus gak bosen, isuk-
isuk capek hu.um capek capek banget pagi dianter sore
diambil disana gak punya temen, tapi main disini
Kelelahan mengasuh
anak saat tinggal mandiri
(598-607)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 162
143
608
609
610
611
612
613
614
615
616
617
yowes..Tapi enake karo morotuwo ee kalo tetanggaan tu
enak. dulu kan RW, dihormati tetangga, saya juga
diwongke lha nek sendiri kan mungkin cah cilik e kayake
juga beda. Nek rumah sendiri gak se..dihargai orang, gak
seperti sekarang ini kalo udah di tempat tinggal sendiri.
kan ibu bapak RW terus anake yo kecipratan dihormati.
Untunge itu dapet untung mungkin nek dewe ah opo cah
cilik. ora duwe urip mati ora dihargai. Nek saiki dihargai
nek duwe pangkat dihargai, ra duwe pangkat ra duwe opo-
opo gur dicuekin
Keuntungan dihormati
tetangga ketika tinggal
bersama mertua (608-
617)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 163
144
Clustering of Themes
Informan N (31)
Nilai kehormatan dan kerukunan
Pandangan orang Jawa berbudaya halus dan rukun dalam bersikap
Karakter orang Jawa yang sopan dan hormat pada orang lain
Karakter perempuan Jawa yang pemalu
Keharmonisan anggapan tidak ada masalah keluarga
Kerukunan menjaga damai dan tidak ada pertengkaran
Pandangan rukun dengan tidak ada perasaan kesal dalam hati
Sikap hormat bentuk kepatuhan
Kespontanan bertindak dan berbahasa
Pembelajaran beretika dan berbahasa Jawa
Pegangan nilai menghormati yang tua dan menghargai yang muda
Ketegangan pendapat
Kejengkelan terhadap mertua yang keras kepala
Membatin ketidaksetujuan pendapat mertua
Kekhawatiran dibatin oleh mertua
Kesungkanan meminta sesuatu pada mertua
Ketidaknyamanan tinggal dengan mertua karena kurang leluasa
Kekurangan ekonomi
Kenyamanan anak sebagai pertimbangan tinggal dengan mertua
Kekurangan ekonomi memaksa tinggal bersama mertua
Kelelahan mengasuh anak saat tinggal mandiri
Kerinduan kebersamaan
Perasaan sakit hati perkataan mertua
Perasaan sakit hati terhadap perkataan mertua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 164
145
Sanggapan perkataan mertua
Ketidakmauan mengalah pada mertua
Pengaruh suasana hati berani merespon
Keinginan benar dimata mertua
Intropeksi diri
Kesadaran menjaga sikap tinggal bersama mertua
Menjaga sikap menghindari masalah
Perenungan dan penyesalan karena perilaku emosi sesaat
Kesabaran menghadapi mertua
Hutang budi sebagai kunci bertahan
Kesabaran dan nrimo menghadapi mertua
Kesabaran menghadapi mertua
Membutuhkan ketenangan pikiran menghadapi masalah
Sikap mengalah menghadapi mertua
Sikap santai menghadapi mertua
Penyesuaian memanajemenkan diri
Pengenalan lingkungan sosial oleh mertua
Usaha memanajemenkan diri sesuai waktu
Kebebasan beraktivitas menunjukkan tidak canggung
Sikap mengalah cara menghormati mertua
Pertengkaran yang kembali rukun
Sikap mengalah bentuk kehormatan terhadap mertua
Sikap menghormati perbedaan pendapat dengan mertua kembali rukun
Penerimaan keadaan
Anggapan mertua seperti orang tua sendiri dengan terbuka dan akrab
Keikhlasan menerima keadaan bersama mertua
Kecocokan dan keterbukaan hubungan dengan mertua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 165
146
Kedekatan keluarga dengan berkumpul
Menjaga kekompakan mencapai keharmonisan
Mensyukuri keadaan keluarga
Kesadaran untuk menjaga nama baik keluarga
Makna keluarga sebagai tempat curahan kasih sayang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 166
147
Skema Informan 1
N (31, Menantu)
Nilai kehormatan
dan kerukunan
Ketegangan
pendapat Perasaan sakit
hati perkataan
mertua
ekonomi
Sanggahan
perkataan
mertua
Kesabaran
menghadapi
mertua
Sikap mengalah
cara menghormati
mertua
Kesadaran
menjaga sikap
pada mertua
Penerimaan
keadaan
Penyesuaian
memanajemenkan
diri
Introspeksi diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI