Top Banner
1 DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH SANG GEDE PURNAMA, SKM, MSC PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015
56

DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

Oct 05, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

1

DIKTAT KULIAH

PENCEMARAN LINGKUNGAN

OLEH

SANG GEDE PURNAMA, SKM, MSC

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 2: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

2

DAFTAR ISI

1. Karakteristik dan dampak polusi udara oleh aktifitas industri……………………….. 3

2. Pencemaran insektisida ……………………………………………………………...11

3. Buang air besar sembarangan dan pencegahannya ………………………………….22

4. Bahaya asap rokok sebaga bahan pencemaran dalam ruangan ……………………..33

5. Pengolahan limbah medis …………………………………………………………..38

6. Karakteristik dan dampak polusi udara oleh aktifitas industri ……………………..48

Page 3: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

3

1. KARAKTERISTIK DAN DAMPAK POLUSI UDARAOLEH AKTIVITAS INDUSTRI

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan kondisi pada abad ke-21,saat ini telah terjadi trend

perubahan komposisi penduduk dimana penduduk yang berasal dari desa menuju ke kota yang

dikenal dengan istilah urbanisasi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health

Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030, 6 dari 10 orang akan menjadi penghuni

daerah perkotaan, dan akan meningkat menjadi 7 dari 10 orang di tahun 2050. Untuk Indonesia,

pada tahun 2009, lebih dari 43 % penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Banyaknya

penduduk desa yang berbondong-bondong untuk menyerbu daerah perkotaan dengan berbagai

faktor salah satunya adalah untuk meningkatkan taraf perekonomian dengan mencari sumber

penghidupan yaitu pekerjaan.

Stigma penduduk desa bahwa kota adalah tempat yang bisa memberikan sebuah

harapan untuk bisa menyediakan lapangan pekerjaan dari berbagai bidang. Selain itu juga

adanya anggapan bekerja di perkotaan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi lebih

mapan. Sehingga rerata penduduk yang sebagai subjek urbanisasi adalah kategori usia

produktif baik laki-laki maupun perempuan. Dapat disimpulkan faktor yang menjadi alasan

terjadinya urbanisasi adalah adanya penyediaan lapangan pekerjaan yang banyak

membutuhkan tenaga kerja yaitu dari sektor industri. Industri tersebut biasanya berada di kota-

kota besar seperti Jakarta,depok,Surabaya,dan lain sebagainya. Menurut data dari Kementerian

Perindustrian (Kemenperin) pada tahun 2015 terdapat 24.425 Perusahaan Industri yang telah

terdaftar di Kemenperin mulai dari industri tingkat atas atau makro,menengah dan mikro.

Angka tersebut hanya tercakup pada industri yang terdaftar,namun masih banyak industri yang

masih belum terdaftar keberadaanya yang kemungkinan lebih banyak lagi jumlahnya.

Sehubungan dengan semakin banyaknya industri di sisi lain dapat memberikan solusi dalam

penyediaan lapangan pekerjaan,namun di sisi lain menimbulkan sebuah permasalahan yang

serius yang harus dipertimbangkan yaitu permasalahan mengenai kesehatan lingkungan salah

satunya pencemaran udara atau polusi udara.

Page 4: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

4

Udara adalah salah satu komponen penting bagi makhluk hidup untuk bernafas. Dan

bagaimana jadinya apabila kondisi udara telah tercemar. Permasalahan ini telah banyak terjadi

di kota-kota besar sebagai objek tempat industri dimana hal itu membuat suasana atmosfer di

sekitar daerah tersebut memprihatinkan salah satu dampak dari polusi udara dapat memicu

terjadinya efek rumah kaca dimana hal itu membuat kondisi udara menjadi terkontaminasi

dengan gas-gas hasil pembuangan proses industri tersebut. Oleh karena itu perlu adanya

pengkajian lebih lanjut terkait kondisi dan keberadaan aktivitas industri terhadap aspek

kesehatan lingkungan demi menjaga kelestarian dan kestabilan kondisi kesehatan masyarakat

dengan berdampingan perusahaan industri.

Pengertian

Pencemaran lingkungan atau polusi adalah proses masuknya polutan ke dalam suatu

lingkungan sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan tersebut. Menurut Undang-

undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 tahun 1982, pencemaran lingkungan atau

polusi adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen

lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh

proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan menjadi tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Polutan adalah suatu zat atau bahan yang kadarnya melebihi ambang batas serta berada

pada waktu dan tempat yang tidak tepat, sehingga merupakan bahan pencemar lingkungan,

misalnya: bahan kimia, debu, panas dan suara. Polutan tersebut dapat menyebabkan lingkungan

menjadi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan akhirnya malah merugikan manusia

dan makhluk hidup lainnya. Salah satu jenis pencemaran yang sering terjadi adalah pencemaran

udara atau polusi udara. Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya, atau tercampurnya,

polutan (unsur-unsur berbahaya) ke dalam lapisan udara (atmosfer) yang dapat mengakibatkan

menurunnya kualitas udara (lingkungan).

Pencemaran dapat terjadi dimana-mana. Bila pencemaran tersebut terjadi di dalam

rumah, di ruang-ruang sekolah ataupun di ruang-ruang perkantoran maka disebut sebagai

pencemaran dalam ruang (indoor pollution). Sedangkan bila pencemarannya terjadi di

lingkungan rumah, perkotaan, bahkan regional maka disebut sebagai pencemaran di luar ruang

(outdoor pollution).

Page 5: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

5

Umumnya, polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap tersebut

berasal dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna, yang dihasilkan oleh

mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Selain itu, gas dan asap

tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai unsur penyusun bahan bakar, yaitu: CO2

(karbondioksida), CO (karbonmonoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx (nitrogen oksida).

Faktor Penyebab Pencemaran Udara

Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Faktor alam (internal), yang bersumber dari aktivitas alam Contoh :

abu yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi

Gas-gas vulkanik

Debu yang beterbangan di udara akibat tiupan angin

Bau yang tidak enak akibat proses pembusukan sampah organik

2. Faktor manusia (eksternal), yang bersumber dari hasil aktivitas manusia Contoh :

Hasil pembakaran bahan-bahan fosil dari kendaraan bermotor

Bahan-bahan buangan dari kegiatan pabrik industri yang memakai zat kimia organik

dan anorganik

Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara

Pembakaran sampah rumah tangga

Pembakaran hutan

2.3 Zat-zat Pencemaran Udara

Ada beberapa polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara, antara lain: Karbon

monoksida, Nitrogen dioksida, Sulfur dioksida, Partikulat, Hidrokarbon, CFC, Timbal dan

Karbondioksida.

Page 6: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

6

1. Karbon monoksida (CO)

Gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan bersifat racun. Dihasilkan dari pembakaran tidak

sempurna bahan bakar fosil, misalnya gas buangan kendaraan bermotor.

2. Nitrogen dioksida (NO2)

Gas yang paling beracun. Dihasilkan dari pembakaran batu bara di pabrik, pembangkit energi

listrik dan knalpot kendaraan bermotor.

3. Sulfur dioksida (SO2)

Gas yang berbau tajam, tidak berwarna dan tidak bersifat korosi. Dihasilkan dari pembakaran

bahan bakar yang mengandung sulfur terutama batubara. Batubara ini biasanya digunakan

sebagai bahan bakar pabrik dan pembangkit tenaga listrik.

4. Partikulat (asap atau jelaga)

Polutan udara yang paling jelas terlihat dan paling berbahaya. Dihasilkan dari cerobong

pabrik berupa asap hitam tebal.

Page 7: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

7

Macam-macam partikel, yaitu :

a. Aerosol : partikel yang terhambur dan melayang di udara

b. Fog (kabut) : aerosol yang berupa butiran-butiran air dan berada di udara

c. Smoke (asap): aerosol yang berupa campuran antara butir padat dan cair dan melayang

berhamburan di udara

d. Dust (debu)

5. . karbon dioksida (CO2)

Gas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna bahan bakar kendaraan bermotor dan pabrik

serta gas hasil kebakaran hutan.

2.4 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Lingkungan Alam

Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan alam, antara lain: hujan

asam, penipisan lapisan ozon dan pemanasan global.

1. Hujan Asam

Page 8: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

8

Istilah hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang

polusi industri di Inggris. Hujan asam adalah hujan yang memiliki kandungan pH (derajat

keasaman) kurang dari 5,6.

Proses terbentuknya hujan asam

SO2 dan NOx (NO2 dan NO3) yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil

(kendaraan bermotor) dan pembakaran batubara (pabrik dan pembangkit energi listrik) akan

menguap ke udara. Sebagian lainnya bercampur dengan O2 yang dihirup oleh makhluk hidup

dan sisanya akan langsung mengendap di tanah sehingga mencemari air dan mineral tanah.

SO2 dan NOx (NO2 dan NO3) yang menguap ke udara akan bercampur dengan embun.

Dengan bantuan cahaya matahari, senyawa tersebut akan diubah menjadi tetesan-tetesan

asam yang kemudian turun ke bumi sebagai hujan asam. Namun, bila H2SO2 dan HNO2

dalam bentuk butiran-butiran padat dan halus turun ke permukaan bumi akibat adanya gaya

gravitasi bumi, maka peristiwa ini disebut dengan deposisi asam.

2. Penipisan Lapisan Ozon

Ozon (O3) adalah senyawa kimia yang memiliki 3 ikatan yang tidak stabil. Di atmosfer,

ozon terbentuk secara alami dan terletak di lapisan stratosfer pada ketinggian 15-60 km di atas

Page 9: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

9

permukaan bumi. Fungsi dari lapisan ini adalah untuk melindungi bumi dari radiasi sinar

ultraviolet yang dipancarkan sinar matahari dan berbahaya bagi kehidupan.

Namun, zat kimia buatan manusia yang disebut sebagai ODS (Ozone Depleting

Substances) atau BPO (Bahan Perusak Ozon) ternyata mampu merusak lapisan ozon sehingga

akhirnya lapisan ozon menipis. Hal ini dapat terjadi karena zat kimia buatan tersebut dapat

membebaskan atom klorida (Cl) yang akan mempercepat lepasnya ikatan O3 menjadi O2.

Lapisan ozon yang berkurang disebut sebagai lubang ozon (ozone hole). Diperkirakan telah

timbul adanya lubang ozon di Benua Artik dan Antartika. Oleh karena itulah, PBB menetapkan

tanggal 16 September sebagai hari ozon dunia dengan tujuan agar lapisan ozon terjaga dan

tidak mengalami kerusakan yang parah.

3. Pemanasan Global

Kadar CO2 yang tinggi di lapisan atmosfer dapat menghalangi pantulan panas dari bumi

ke atmosfer sehingga permukaan bumi menjadi lebih panas. Peristiwa ini disebut dengan efek

rumah kaca (green house effect). Efek rumah kaca ini mempengaruhi terjadinya kenaikan

suhu udara di bumi (pemanasan global). Pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata di

seluruh dunia dan menimbulkan dampak berupa berubahnya pola iklim.

Proses terjadinya efek rumah kaca

Permukaan bumi akan menyerap sebagian radiasi matahari yang masuk ke bumi dan

memantulkan sisanya. Namun, karena meningkatnya CO2 di lapisan atmosfer maka pantulan

radiasi matahari dari bumi ke atmosfer tersebut terhalang dan akan kembali dipantulkan ke

bumi. Akibatnya, suhu di seluruh permukaan bumi menjadi semakin panas (pemanasan

global). Peristiwa ini sama dengan yang terjadi di rumah kaca. Rumah kaca membuat suhu

didalam ruangan rumah kaca menjadi lebih panas bila dibandingkan di luar ruangan. Hal ini

dapat terjadi karena radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah kaca tidak dapat keluar.

4. Dampak Pencemaran Udara Bagi Manusia

Selain mempengaruhi keadaan lingkungan alam, pencemaran udara juga membawa

dampak negatif bagi kehidupan makhluk hidup (organisme), baik hewan, tumbuhan dan

manusia.

Page 10: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

10

Dampak pencemaran udara bagi manusia, antara lain:

1.Karbon monoksida (CO)

Mampu mengikat Hb (hemoglobin) sehingga pasokan O2 ke jaringan tubuh terhambat. Hal

tersebut menimbulkan gangguan kesehatan berupa; rasa sakit pada dada, nafas pendek, sakit

kepala, mual, menurunnya pendengaran dan penglihatan menjadi kabur. Selain itu, fungsi dan

koordinasi motorik menjadi lemah. Bila keracunan berat (70 – 80 % Hb dalam darah telah

mengikat CO), dapat menyebabkan pingsan dan diikuti dengan kematian.

2.Nitrogen dioksida (SO2) dapat menyebabkan timbulnya serangan asma.

3.Hidrokarbon (HC) menyebabkan kerusakan otak, otot dan jantung.

4.Chlorofluorocarbon (CFC) menyebabkan melanoma (kanker kulit) khususnya bagi orang-

orang berkulit terang, katarak dan melemahnya sistem daya tahan tubuh

5.Timbal (Pb) menyebabkan gangguan pada tahap awal pertumbuhan fisik dan mental serta

mempengaruhi kecerdasan otak.

6.Ozon (O3) menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan terasa terbakar dan memperkecil

paru-paru.

7.Nox menyebabkan iritasi pada paru-paru, mata dan hidung.

SOLUSI PERMASALAHAN

3.1 Upaya penanggulangan

Berdasarkan penjelasan mengenai polusi udara dan dampaknya bagi kesehatan

masyarakat,perlu adanya upaya untuk menanggulangi hal itu. Peran pemerintah teruatama

sangat penting untuk memberikan sebuah batasan dalam pengelolaan polusi udara ini.

Disamping itu juga perlu adanya kordinasi yang baik dari instansi pemerintah dengan

perusahaan industri tersebut untuk bersama-sama menjaga kondisi lingkungan yang sehat

sesuai dengan peraturan dan batasan yang berlaku. Upaya pengelolaan juga bisa dilakukan

dengan gerakan menanan seribu pohon di daerah industrial. Hal ini dapat meminimalisir

terjadinya polusi udara disebabkan keberadaan pohon-pohon tersebut akan memfilter udara

menjadi oksigen yang sehat dengan proses fotosintesis.

Page 11: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

11

2. PENCEMARAN INSEKTISIDA

I. Latar Belakang

Kemajuan di bidang pertanian, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan pestisida.

Menurut The United State Federal Environmental Pestiade Control Act, pestisida adalah

semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan

serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang

dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan

binatang lainnya. Berdasarkan jenis organisme yang dimusnahkan, pestisida dibagi lagi

menjadi herbisida, fungisida, rodentisida, nematisida, dan insektisida.

Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk membunuh serangga yang dianggap

mengganggu pertumbuhan tanaman. Penggunaan insektisida untuk menangani masalah

serangga pengganggu sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan di masyarakat. Insektisda

digunakan digunakan dimana saja saat ini, tidak hanya digunakan di lahan pertanian juga

digunakan di rumah, tempat kerja, dan di hutan. Begitu banyak tempat yang memanfaatkan

insektisida sebagai racun pembunuh serangga, sehingga insektisida bisa ditemukan di udara,

di makanan, di tanah, dan di air.

Insektisida terbagi menjadi 2 golongan yaitu insektisida sintetis dan insektisida hayati.

Namun, yang lebih banyak digunakan adalah insektisida sintetis. Insektisida sintetis terdiri

dari senyawa organofosfat, karbamat, pirethrin, dan senyawa yang sudah dilarang

penggunaannya yaitu organoklorin.

Organoklorin merupakan jenis insektisida yang umum digunakan di Indonesia sejak

awal tahun 1950 untuk mengendalikan serangga di lahan pertanian (Paramita, 2011). Salah

satu jenis organoklorin yang terkenal yaitu DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane) juga

digunakan dalam pemberantasan penyakit malaria. Organoklorin dikelompokkan menjadi

3, yaitu : diklorodifenil etan (contoh : DDT, DDD, portan, metosiklor, dan metioklor),

siklodin (contoh : aldrin, dieldrin, heptaklor, klordan, dan endosulfan), dan sikloheksan

benzene terklorinasi (contoh : HCB, HCH, dan lindan).

Oleh karena efikasinya yang sangat baik, DDT menjadi sangat terkenal di bidang

pertanian dan bidang kesehatan masyarakat. Dichloro Diphenyl Trichloroethane sempat

dijuluki the wonder chemical, bahan kimia ajaib yang menyelamatkan ribuan hektar

tanaman dari serangan hama serangga (Ishartadiati, 2011). Dichloro Diphenyl

Trichloroethane adalah insektisida paling ampuh yang pernah ditemukan dan digunakan

Page 12: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

12

manusia dalam membunuh serangga, tetapi juga paling berbahaya bagi umat manusia,

sehingga dijuluki “The Most Famous and Infamous Insecticide”.

Organoklorin dikatakan bernahaya karena organoklorin merupakan pencemar utama

dalam golongan Persistent Organic Pollutant yang sedang dipermasalahkan di dunia akibat

sifatnya yang toksik kronis, persisten dan bioakumulatif (Zhou et al dalam Paramita, 2011).

Dalam jangka waktu 40 tahun setelah penggunaa, oraganoklorin masih ditemukan di

lingkungan dan terdistribusi secara global bahkan ke aerah terpencil bahkan dimana

organoklorin tidak dipergunkan (Sudaryanto dalam Paramita, 2011)

Di Indonesia sendiri, insektisida jenis organoklorin telah dilarang penggunaanya.

Namun, masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan organoklorin masih terus berlanjut

karena sifatnya yang persisten tadi. Adanya sisa (residu) insektisida ini di tanah dan perairan

dari penggunaan masa lalu dan adanya bahan DDT sisa yang belum digunakan dan masih

tersimpan di gudang tempat penyimpanan di selurun dunia (termasuk di Indonesia) kini

menghantui mahluk hidup di bumi. Bahan racun DDT yang sangat persisten bertahan dalam

lingkungan hidup sambil meracuni ekosistem tanpa dapat didegradasi secara fisik maupun

biologis, sehingga kini dan di masa mendatang kita masih terus mewaspadai akibat-akibat

buruk yang diduga dapat ditimbulkan oleh keracunan DDT.

Pengertian Pestisida Organoklorin

Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh.

Jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan

berbagai hama. Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun,

menghambat pertumbuhan atau perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan,

kesehatan, pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat mandul, sebagai pengikat,

penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi OPT.

Pada pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Peredaran Penyimpanan

dan Penggunaan Pestisida disebutkan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta

jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau mencegah hama atau

penyakit yang merusak tanaman, atau hasil pertanian, memberantas hama ternak, hama air,

hama dalam rumah tangga, vektor penyakit pada manusia atau hewan yang dilindungi dan

juga memberantas gulma serta mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman. Terdapat

berbagai jenis pestisida salah satunya adalah Hidrokarbon Berklor. Kelompok senyawa ini

Page 13: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

13

sering disebut sebagai organoklorin walaupun penamaannya kurang tepat karena di

dalamnya termasuk fosfat organik yang mengandung klor.

Organoklorin merupakan polutan yang bersifat persisten (tidak mudah diuraikan di

alam), dapat terbioakumulasi di alam serta bersifat toksik terhadap manusia dan makhluk

hidup lainnya. Organoklorin tidak reaktif, stabil, memiliki kelarutan yang sangat tinggi di

dalam lemak, dan memiliki kemampuan degradasi yang rendah (Ebichon dalam Soemirat,

2005).

Organoklorin secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan

tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan

saraf dan larut dalam lemak. Insektisida organoklorin dikelompokkan menjadi tiga golongan

berikut:

1. DDT dan analognya, misalnya BHC, dicofol, Klorobenzilat, TDE dan metoxychlor.

2. Senyawa siklodien, misalnya aldrin, dieldrin, endrin, endusulfan dan heptaklor

3. Terpena berklor, misalnya toksafen

Contoh insektisida ini yaitu DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) dan diketahui bahwa

DDT ternyata sangat membahayakan bagi kehidupan maupun lingkungan, karena

meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai

makanan. DDT sangat stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan hewan.

Pestisida yang seharusnya digunakan untuk membasmi hama ternyata berdampak pada

pencemaran lingkungan baik itu air, udara maupun tanah. Pestisida organoklorin merupakan

bahan kimia yang masuk dalam kategori Persisten Organic Pollutants (POPs) yang

berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan

karena bahan kimia ini dapat menyebabkan kanker, alergi dan merusak susunan saraf (baik

sentral ataupun peripheral serta dapat juga mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan

kerusakan pada sistem reproduksi dan sistem kekebalan yang terjadi pada mahluk hidup,

termasuk janin. Karakteristik POPs yang dapat memberikan efek negatif menurut Gorman

& Tynan (Warlina, 2009), adalah:

a. Terurai sangat lambat dalam tanah, udara, air dan mahluk hidup serta menetap dalam

lingkungan untuk waktu yang lama

b. Masuk dalam rantai makanan dan dapat terakumulasi pada jaringan lemak

(bioakumulasi), sehingga sukar larut dalam air

c. Dapat terbawa jauh melalui udara dan air, karena karakteristik tersebut maka sering

ditemukan konsentrasi POPs yang sangat tinggi dalam berbagai spesies pada level

Page 14: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

14

yang tinggi dari rantai makanan, seperti pada ikan paus, burung elang dan mamalia,

termasuk manusia.

Dampak terhadap Kesehatan Lingkungan

Residu pestisida telah ditemukan di dalam tanah, air minum, air sungai, air sumur, udara

serta yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam makanan yang

kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-buahan. Aplikasi pestisida dari udara

jauh memperbesar resiko pencemaran yaitu dengan adanya hembusan angin karena

hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang

disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke tempat lain yang bukan target aplikasi,

dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran. Pencemaran pestisida yang diaplikasikan

di sawah beririgasi sebagian besar menyebar ke air pengairan, sungai, dan akhirnya ke laut.

Di dalam air memang terjadi pengenceran, sebagian ada yang terurai dan sebagian lagi

tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung

resiko mencemari lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan

terbawa oleh aliran air irigasi. Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh

mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di

dalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan

pestisida yang mengambang di dalam air.

Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton dan dengan

demikian pestisida tadi ikut termakan. Sifat persistensi yang dimiliki pestisida menyebabkan

konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan

kali dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton zooplankton tersebut

dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih

meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang

memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang

mengkonsumsi ikan besar, akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut.

Pemakaian pupuk dan pestisida dalam jumlah yang besar menimbulkan pencemaran

tanah dan air tanah dengan kadar racun yang beraneka ragam. Degradasi tanah pertanian

sudah makin parah dengan sudah mengendapnya pestisida maupun bahan agrokimia lainnya

dalam waktu yang cukup lama. Untuk mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan waktu

ratusan tahun, sedangkan untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini terlihat

dari menurunnya produktivitas karena hilangnya kemampuan untuk memproduksi nutrisi.

Page 15: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

15

Apabila penyemprotan dilakukan secara berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu

banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Tanah disekitar tanaman akan terkena

pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk kecil itu banyak yang ikut terbasmi,

sehingga kesuburan tanah menjadi rusak. Bukan tidak mungkin tragedi kegersangan dan

kekeringan terjadi.

Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan

kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya

bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini,

seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur,

meningkatnya tingkat kematian anakan, dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.

(Warlison, 2009)

Pestisida yang banyak digunakan para petani di Indonesia dalam usaha-usaha

pengolahan lahan pertanian sebenarnya memiliki banyak dampak negatif yang ditimbulkan

di lingkungan, dampak tersebut antara lain adalah:

a. Menimbulkan resistensi pada hama pertanian, misalnya beberapa jenis ordo

Lepodopteria

b. Menurunkan populasi predator baik dari golongan serangga, burung, maupun ikan yang

sebenarnya bukan sasaran

c. Menurunkan populasi organisme-organisme yang berperan penting dalam menjaga

kesuburan tanah (cacing tanah, jamur-jamur, dan serangga tanah)

d. Menghambat aktivitas fiksasi nitrogen pada kacang-kacangan (menghambat aktivitas

bakteri nitrat dan nitrit)

e. Tidak terdegradasi di lingkungan sehingga residunya akan terdistribusi melalui rantai

makanan

f. Menimbulkan keracunan pada hewan ternak dan manusia

g. Racun pestisida dapat terakumulasi melalui rantai makanan dan dapat

mengkonsentrasikan pestisida pada tubuhnya hingga mencapai 20 kali konsentrasi

pestisida pada tanah sekitarnya.

h. Karena peristiwa akumulasi tersebut (bioakumulasi) melalui rantai makanan, pestisida

cenderung untuk lebih terkonsentrasi pada organisme yang menempati piramida

makanan yang lebih tinggi. Salah satu organisme itu adalah manusia. Hal ini

menyebabkan manusia rawan untuk teracuni oleh pestisida, yang menurut penelitian

diduga kuat termasuk bahan karsinogenik penyebab kanker.

Page 16: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

16

Dampak terhadap Kesehatan

Paparan pestisida organoklorin pada manusia dapat menyebabkan masalah kesehatan

dikarenakan efek toksisitas atau racun yang ditimbulkan. Tanda-tanda seseorang yang

keracunan organoklorin pada dosis rendah yaitu penderita merasa pusing pusing, mual,

sakit kepala serta tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang

tinggi dapat terjadi kejang-kejang, muntah, dan hambatan pernafasan.

Organoklorin dapat menimbulkan efek toksisitas pada sistem saraf. Organoklorin

merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia, peka terhadap perangsangan,

iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor, dan kejang-kejang. Selain itu juga

memiliki sifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker, dermatitis otak, asma,

bersifat hepatotoksik sehingga menginduksi pembesaran hati, serta beberapa organoklorin

dapat mengubah berbagai fungsi imun, contohnya malation, metilparation, karbaril, DDT,

parakuat, dan dikuat telah terbukti dapat menekan pembentukan antibodi, mengganggu

fagositosis leukosit, dan mengurangi pusat germinal pada limpa, timus dan kelenjar limfa.

Pestisida dapat masuk ke tubuh manusia atau hewan melalui 3 cara yaitu kontaminasi

lewat kulit. Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh

dan menimbulkan keracunan. Terhisap lewat hidung atau mulut, Pestisida terhisap lewat

hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Pajanan pestisida

dapat masuk ke dalam sistem pencernaan makanan, hal ini dapat terjadi bila petani di lahan

pertanian karena drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut, meniup nozel yang

tersumbat langsung ke mulut, makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.

(Kementerian Pertanian, 2011)

Solusi yang Dapat Dilakukan untuk Menyelesaikan Permasalahan dari Dampak

Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat

Pengetahuan merupakan hal yang penting untuk merubah perilaku seseorang.

Perubahan perilaku merupakan sesuatu yang sulit untuk diubah dan memerlukan waktu

yang lama. Tahapan yang pertama adalah pengetahuan, sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut. Sehingga

perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Jika pengetahuan yang

dimiliki sudah baik harapannya akan diterapkan pada praktiknya dalam kehidupan sehari-

Page 17: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

17

hari. Begitu pula dengan pengetahuan para petani mengenai pestisida, khususnya pestisida

organoklorin. Walaupun saat ini pestisida organoklorin sudah dilarang penggunaannya,

memberikan solusi atas penggunaan pestisida secara umum tentunya dapat kita lakukan.

Supaya kita dapat mencegah lebih dini masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan

pestisida.

Solusi yang dapat diajukan untuk mengurangi dampak dari penggunaan pestisida yaitu,

dengan meningkatkan pengetahuan dan melihat perubahan perilaku petani dengan metode

pemberdayaan masyarakat karena pengetahuannya sudah baik belum tentu perilakunya

juga baik atau sebaliknya. Menurut Cole (1999) peningkatan kesadaran masyarakat pada

pencemaran udara dengan menggalakkan peran partisipasi dan dukungan secara penuh

dari pemerintah, LSM atau praktisi serta pengguna. Masyarakat petani berperan aktif untuk

belajar bersama menemukan sendiri permasalahan yang dihadapi serta dapat memecahkan

dan menyelesaikan permasalahannya.

Selain itu, sebagai konsumen kita juga dapat melakukan upaya pencegahan terhadap

penyakit yang dapat ditimbulkan oleh akumulasi pestisida dalam tubuh, yaitu:

a. Mengonsumsi bahan makanan baik buah atau sayuran organik atau lokal.

Saat ini bahan makanan organik lebih mahal daripada bahan makanan non

organik, tetapi mengonsumsi buah atau sayuran lokal yang dijual di pasar atau

supermarket menjadi salah satu solusi untuk mencegah terakumulasinya pestisida

dalam tubuh. Salah satu suervei menyebutkan kandungan pestisida yang ada dalam

bahan makanan lokal jauh lebih rendah, walaupun bahan makanan tersebut non organik.

b. Cuci buah dan sayur sebelum dimasak atau dimakan

Mencuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi menjadi salah satu cara jika kita

tidak dapat mengonsumsi bahan makanan yang organik. Pastikanlah untuk mencuci

buah dan sayur sebelum dikonsumsi dan lebih baik apabila dicuci di bawah air yang

mengalir.

c. Tes laboraturium terhadap pestisida

Pemerintah dan dinas terkait hendaknya melakukan pengawasan yang lebih

ketat terhadap produk-produk pestisida sebelum produk tersebut dilepas ke pasaran.

Pestisida yang diketahui dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia diharapkan

bisa dilarang penggunaannya dan penarikan pestisida tersebut dari pasaran, seperti

contohnya pestisida organoklorin. Supaya dampak negatif yang ditimbulkan oleh

pestisida dapat kita minimalisir.

d. Penggunaan pestisida alami

Page 18: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

18

Pestisida alami adalah pestisida yang komposisi bahannya berasal dari alam.

Caranya dengan memanfaatkan jenis tumbuhan yang memiliki kelebihan mengusir

hama, penyakit, dan binatang. Pestisida alam ini dikenal juga dengan pestisida nabati,

merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang bisa

digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan.Secara umum,

pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan

yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas, karena terbuat

dari bahan alami atau nabati, maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-

degradable) di alam, sehingga tak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia

dan ternak peliharaan, karena residu (sisa-sisa zat) mudah hilang.

Di Indonesia ada banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati. Bahan dasar

pestisida alami ini bisa ditemui di beberapa jenis tanaman, dimana zat yang terkandung

di masing-masing tanaman memiliki fungsi berbeda ketika berperan sebagai pestisida.

Dalam fisiologi tanaman, ada beberapa jenis tanaman yang berpotensi jadi bahan

pestisida, diantaranya:

1. Kelompok tumbuhan insektisida nabati. Merupakan kelompok tumbuhan yang

menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Bengkoang, serai, sirsak, dan

srikaya diyakini bisa menanggulangi serangan serangga.

2. Kelompok tumbuhan antraktan atau pemikat. Di dalam tumbuhan ini ada suatu

bahan kimia yang menyerupai sex pheromon pada serangga betina dan bertugas

menarik serangga jantan, khususnya hama lalat buah dari jenis Bactrocera dorsalis.

Tumbuhan yang bisa diambil manfaatnya, daun wangi (kemangi), dan selasih.

3. Kelompok tumbuhan rodentisida nabati, kelompok tumbuhan yang

menghasilkanpestisida pengendali hama rodentia. Tumbuh-tumbuhan ini terbagi

jadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran dan penekan populasi, yaitu

meracuninya. Tumbuhan yang termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya

mengandung steroid, sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya

mengandung alkaloid. Jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida

nabati adalahgadung racun.

4. Kelompok tumbuhan moluskisida adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan

pestisida pengendali hama moluska. Beberapa tanaman menimbulkan pengaruh

moluskisida. Diantaranya daun sembung dan akar tuba.

5. Satu lagi, kelompok tumbuhan pestisida serba guna, dimana kelebihan kelompok

ini tak hanya berfungsi untuk satu jenis. Misalnya insektisida saja, tapi juga

Page 19: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

19

berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, moluskisida, dan nematisida. Tumbuhan

yang bisa dimanfaatkan dari kelompok ini, yaitu jambu mete, lada, tembakau, dan

cengkeh.

Lampiran Dokumentasi

Petani mengumpulkan sayuran hasil panen

Areal Perkebunan Jagung

Page 20: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

20

Areal Perkebunan Sayur

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Direktorat Pupuk dan Pestisida

Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida

Girsang, Warlinson. 2009. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida. Fakultas Pertanian.

Universitas Simalungun. Pematang Siantar

Ishartadiati, Kartika. 2011. Resistensi Serangga terhadap DDT. Surabaya: Universitas Wijaya

Kusuma

Paramita, Sara Yulia. 2011. Pengaruh Perubahan Musim terhadap Residu Insektisida

Organoklorin Pada Ikan, Air, dan Sedimen di DAS Citarum Hulu Segmen Cisanti Sampai

Nanjung, Jawa Barat. Bandung: ITB

Sinulingga, Karya. 2006. Telaah Residu Organoklor pada Wortel Daucus Carota L. Di

Kawasan Sentra Kab. Karo Sumut. Jurnal Sistem Teknik Industri Vol. 7 Nomor. 1,

Januari 2006

Soemirat, Juli. 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Warlina, Lina. 2009. Persistent Organic Pollutans(POPS) dan Konvensi Stockholm. Jurnal

Matematika, Sains, dan Teknologi Volume 10 Nomor 2, September 2009 hal.102-111

Page 21: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

21

Yuantari. 2011. Dampak pestisida Organoklorin terhadap Kesehatan dan Lingkungan serta

Penanggulangannya. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro

Page 22: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

22

3. BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DAN PENCEGAHANNYA

1.1 Latar Belakang

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : lingkungan, perilaku,

pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan dan perilaku sangat mempengaruhi

derajat kesehatan. Termasuk lingkungan yaitu keadaan pemukiman/perumahan, tempat

kerja, sekolah dan tempat umum, air dan udara bersih, teknologi, pendidikan, sosial dan

ekonomi. Sedangkan perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari - hari seperti pola makan,

kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan (Depkes RI,

2009).

Terdapat kebutuhan fisiologis manusia seperti memiliki rumah, yang mencakup

kepemilikan jamban sebagai bagian dari kebutuhan setiap anggota keluarga. Kepemilikan

jamban bagi keluarga merupakan salah satu indikator rumah sehat selain pintu ventilasi,

jendela, air bersih, tempat pembuangan sampah, saluran air limbah, ruang tidur, ruang

tamu, dan dapur. Jamban sehat berfungsi untuk membuang kotoran manusia. Dalam

kaitannya dengan sarana pembuangan air besar, hubungannya yang paling mendasar

dengan kualitas lingkungan yakni fasilitas dan jenis penampungan tinja yang digunakan.

Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek

kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan pemeliharaan dan

kebersihan sarana. (Widowati, 2015).

Perkembangan zaman membuat berkembangnya teknologi ,sarana dan prasarana dalam

menunjang pemenuhan kebutuhan hidup manusia,baik itu dalam sektor rumah tangga

maupun kalangan masyarakat umum. Peningkatan sarana dan prasarana tersebut berlaku di

berbagai bidang kehidupan terutama dalam bidang kesehatan. Sebagian besar sarana dan

prasarana yang ada telah mendukung terwujudnya pemeliharaan kesehatan masyarakat.

Namun, dalam perjalanannya tetap saja masih ada masalah kesehatan di masyarakat

terutama dalam bidang sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat serta masalah tempat

pembuangan kotoran manusia yang tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana

yang digunakan terutama dikaitkan dengan pemeliharaan dan kebersihan sarana.

(Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2013)

Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini kepedulian masyarakat untuk buang air

besar di jamban telah meningkat, tetapi masih terdapat beberapa kalangan yang masih

Page 23: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

23

memiliki kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan (BABS), terutama penduduk yang

tinggal di daerah pedesaan/ pedalaman dan bantaran sungai. Perilaku BABS (Buang Air

Besar Sembarangan) atau yang di sebut dengan Open defecation termasuk salah satu

contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan membuang

kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya

dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air.

Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 1,1 milyar orang atau

17% penduduk dunia masih buang air besar di area terbuka, dari data tersebut diatas sebesar

81% penduduk yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS) terdapat di 10 yaitu India

(58%), Indonesia (12,9%), China (4,5%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), Nigeria (3%),

Sudan (1,5%), Nepal (1,3%), Brazil (1,2%) dan Niger (1,1%). Indonesia merupakan negara

kedua terbanyak ditemukan masyarakat buang air besar di area terbuka. (WHO,2010).

Meskipun sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki fasilitas BAB, masih

terdapat rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB sehingga melakukan BAB

sembarangan, yaitu sebesar 12,9 persen. Berdasarkan karakteristik, proporsi dibandingkan

di perdesaan (67,3%). Secara nasional rerata perilaku BAB di jamban adalah 82,6%.

(Riskesdas, 2013). rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri di

perkotaan lebih tinggi (84,9%).

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebiasaan praktek BABS (Buang Air Besar

Sembarangan) yang dilakukan oleh masyarakat secara langsung atau tak langsung

berdampak pada kontaminasi sumber air minum atau makanan yang terdapat di rumah dan

terjadinya pencemaran lingkungan baik itu pencemaran udara terutama pencemaran air

serta dapat menimbulkan penyakit seperti penyakit diare, penyakit kecacingan, penyakit

kulit dan pencernaan. Menurut Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 semua

kematian yang berakar pada buruknya kualitas air dan sanitasi, penyakit diare merupakan

penyebab kematian terbesar yaitu 1.400.000 jiwa /tahun. Permasalahan ini juga secara tidak

langsung berkaitan dengan masalah BABS sebab penyakit diare, kolera, disentri, hingga

tifus merupakan penyakit water borne disease/ penyakit yang berhubungan dengan air yang

telah terkontaminasi oleh tinja yang akhirnya sampai pada manusia dan mebuat manusia

sakit. (Hiswani, 2003). Selanjutnya data WHO dikutip oleh Kementerian Kesehatan RI

tahun 2013 mengatakan bahwa water borne disease merupakan penyebab kematian yang

mencapai 3.400.000 jiwa/tahun.

Melihat permasalahan BABS (Buang Air Besar Sembarangan) di masyarakat , upaya

yang dilakukan pemerintah tertuang dalam Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis

Page 24: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

24

Masyarakat (STBM) yang memiliki 5 pilar yaitu stop BABS , mencuci tangan pakai sabun,

pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan

limbah cair rumah tangga.(Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2013). Lima pilar program

STBM merupakan program saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu penting di

lakukan penanganan masalah sanitasi secara berkelanjutan dan berkesinambungan dan

pilar pertama mengenai program stop BABS merupakan masalah utama yang penting di

tangani. Berdasarkan masalah diatas upaya yang dapat kami tawarkan yaitu “Edukasi Stop

BABS Melalui Lima Aspek Pembelajaran (Kelembagaan, Pendanaan, Sosial,Teknologi

Dan Lingkungan) Secara Berkelanjutan Sebagai Solusi Menanggulangi Masalah Buang

Air Besar Sembarangan”.

Permasalahan BABS (Buang Air Besar Sembarangan) yang Terjadi di Masyarakat.

Perilaku buang air besar sembarangan (BABS/Open defecation) termasuk salah satu

contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan membuang

kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya

dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air. (Murwati,

2012). Buang Air Besar (BAB) sembarangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya faktor kebiasaan (habit), faktor geografis (letak rumah), dan faktor kesadaran

setiap individu.

Sampai saat ini, diperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia masih buang air besar

sembarangan, ada yang berperilaku buang air besar ke sungai, kebun, sawah, kolam dan

tempat-tempat terbuka lainnya. Perilaku seperti tersebut jelas sangat merugikan kondisi

kesehatan masyarakat, karena tinja dikenal sebagai media tempat hidupnya bakteri coli

yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare. Tahun 2006 sebesar 423 per 1000

penduduk terserang diare denganangka kematian sebesar 2,52 %. (Hidayatullah, dkk.,

2013).

Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar

sembarangan,antara lain anggapan bahwa membangun jamban itu mahal, lebih enak BAB

di sungai, tinja dapat untuk pakan ikan, dan lain-lain yang akhirnya dibungkus sebagai

alasan karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek moyang, dan sampai saat

ini tidak mengalami gangguan kesehatan. Alasan dan kebiasaan tersebut harus diluruskan

dan dirubah karena akibat kebiasaan yang tidak mendukung pola hidup bersih dan sehat

jelas-jelas akan memperbesar masalah kesehatan. Dipihak lain bilamana masyarakat

Page 25: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

25

berperilaku higienis, dengan membuang air besar pada tempat yang benar, sesuai dengan

kaidah kesehatan, hal tersebut akan dapat mencegah dan menurunkan kasus-kasus penyakit

menular. Dalam kejadian diare misalnya, dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap

sanitasi dasar, dalam hal ini meningkatkan jamban keluarga akan dapat menurunkan

kejadian diare sebesar 32%. (Hidayatullah, dkk., 2013).

Permasalahan BABS masih dapat ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.

Penelitian menunjukan bahwa daerah Jawa Timur salah satunya yaitu di kota Bojonegoro

Desa Alasagung Dusun Krajan ditemukan masalah yang selama ini menjadi kendala pada

masyarakat Dusun Krajan yaitu kerusakan lingkungan yang disebabkan BAB (Buang Air

Besar) sembarangan, ini dikarenakan masih 40% masyarakat Dusun Krajan yang sudah

memiliki WC (Water Closed). Padahal beberapa waktu lalu pihak Puskesmas sudah

melakukan penyuluhan kesehatan untuk semua warga, tetapi penyuluhan ini tidak

menghasilkan dampak apapun bagi warga kemudian setelah dilakukan wawancara kepada

warga desa terkait masalah BABS dan yang menjadi faktor penyebab masih belum

memiliki WC dikarenakan belum adanya bantuan dari pemerintah, kebiasan masyarakat

yang lebih suka BAB di luar , kesadaran akan kebersihan lingkungan masih kurang, dan

faktor ekonomi. (Hidayatullah, dkk., 2013).

Masalah BABS juga masih dapat di temukan di beberapa tempat di daerah Bali. Salah

satunya di kabupaten Karangasem, Bali. Penelitian menunjukan bahwa 43% masyarakat

di kabupaten buang air besar besar sembarangan. Hal tersebut di pengaruhi pengetahuan

dan perilaku masyarakat yang masih rendah. Secara teknis, hal yang menjadi kendala

terbesar adalah keterbatasan air bersih di beberapa desa rawan kekeringan, khususnya di

Desa Seraya Timur, Kabupaten Karangasem (Widhaswari, Yati., 2012).

Page 26: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

26

Gambar 2.1. Bagan Analisis Aspek Sosial Perilaku Sanitasi Masyarakat Kecamatan

Karangaem (Widhaswari, Yati., 2012).

2.2 Dampak Dari BABS (Buang Air Besar Sembarangan) Terhadap Kesehatan

Masyarakat

Perilaku BABS dapat sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit yang

berhubungan dengan tinja. Beberapa penelitian menyebutkan hubungan dan pengaruh

sanitasi yang buruk termasuk perilaku BABS terhadap terjadinya infeksi saluran

pencernan. Diperkirakan 88 % kematian akibat diare di dunia disebabkan oleh kualitas

air, sanitasi, dan higiene yang buruk. (Unichef /WHO, 2009). Dalam penelitian lain

menyebutkan bahwa 90 % kematian akibat diare pada anak karena sanitasi yang buruk,

kurangnya akses air bersih, dan tidak adekuatnya kebersihan diri. (Keusch GT,

Fontaine,O, Bhargava, A. et.al, 2006). Sebuah penelitian di Indonesia menyebutkan

bahwa keluarga yang buang air besar sembarangan (BABS) dan tidak mempunyai

jamban berrisiko 1,32 kali anaknya terkena diare akut dan 1,43 kali terjadi kematian

pada anak usia dibawah lima tahun. (Semba R, Kraemer , K, Sun , K. et.al, 2011).

Sanitasi yang buruk, kurangnya kebersihan diri termasuk perilaku BABS dan

lingkungan yang buruk berkaitan dengan penularan beberapa penyakit infeksi yaitu

penyakit diare, kolera, typhoid fever dan paratyphoid fever, disentri, penyakit cacing

tambang, ascariasis, hepatitis A dan E, penyakit kulit, trakhoma, schistosomiasis,

cryptosporidiosis, malnutrisi dan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi.

(Semba R, Kraemer , K, Sun , K. et.al, 2011). Perkiraan kasus kesakitan pertahun di

Indonesia akibat sanitasi buruk adalah penyakit diare sebesar 72%, kecacingan 0,85%,

scabies 23%, trakhoma 0,14%, hepatitis A 0,57%, hepatitis E 0,02% dan malnutrisi

2,5%, sedangkan kasus kematian akibat sanitasi buruk adalah diare sebesar 46%,

kecacingan 0,1%, scabies 1,1%, hepatitis A 1,4% dan hepatitis E 0,04% . (Wsp-Eap,

2008).

Transmisi virus, bakteri, protozoa, cacing dan pathogen yang menyebabkan

penyakit saluran pencernaan manusia dapat dijelaskankan melalui teori ” 4 F “ yaitu

Fluids, Fields, Flies dan Fingers, siklus ini dimulai dari kontaminasi oleh tinja manusia

melalui pencemaran air dan tanah, penyebaran serangga dan tangan yang kotor yang

dipindahkan ke makanan sehingga dikonsumsi oleh manusia.(USAID/Indonesia,

2006). Cara penularan seperti ini disebut fecal - oral transmission. Penularan penyakit

dari tinja manusia di kenal sebagai oral - fekal transmisi yang dapat di jelaskan pada

gambar berikut :

Page 27: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

27

Gambar 2.2. Bagan Transmisi Penyakit dari Tinja Manusia

Selain transmisi penyakit dari tinja manusia yang dapat , buang air besar

sembarangan di sungai atau di laut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dengan

teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem di daerah tersebut dan dapat

memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja Buang air besar

di sawah atau di kolam dapat menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang panas

dari tinja. Buang air besar di pantai atau tanah terbuka dapat mengundang serangga

seperti lalat, kecoa, kaki seribu yang dapat menyebabkan penyakit akibat tinja.

Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat menjadi sebab pencemaran udara sekitar

dan mengganggu estetika lingkungan. (Pusat Komunikasi Publik Kementrian Kesehatan

RI, 2015).

2.3 Solusi Dari Permasalahan BABS (Buang Air Besar Sembarangan) yang Terjadi di

Masyarakat

Melihat permasalahan BABS (Buang Air Besar Sembarangan) dan dampak yang

ditimbulkannya maka penting dilakukan upaya untuk menanggulangi masalah BABS

(Buang Air Besar Sembarangan). Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi

masalah BABS adalah Edukasi Stop BABS Melalui Lima Aspek Pembelajaran

(Kelembagaan, Pendanaan, Sosial,Teknologi Dan Lingkungan) Secara Berkelanjutan

Sebagai Solusi Menanggulangi Masalah Buang Air Besar Sembarangan.

Edukasi merupakan penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui

teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi

nyata, dengan cara meberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif

memberikan informasi-informasi atau ide baru. Edukasi adalah serangkaian upaya yang

ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan

masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat. (Simanjutak, 2011).

Page 28: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

28

Definisi diatas menunjukkan bahwa edukasi ialah suatu proses perubahan terencana

pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai

tujuan tertentu, kaitannya dalam kesehatan yaitu edukasi merupakan proses belajar dari

tentang tidak tahu nilai kesehatan menjadi tahu dan dari tidak mampu mengatasi kesehatan

sendiri menjadi mandiri.

Edukasi merupakan hal yang penting dilakukan kepada masyarakat terkait masalah

BABS (Buang Air Besar Sembarangan). Edukasi yang di berikan adalah edukasi Stop

BABS. Stop BABS merupakan salah satu pilar pemerintah yang ada dalam STBM

(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang di upayakan pemerintah untuk meningkatkan

sanitasi lingkungan masyarakat. Program STBM secara struktural formal merupakan

program - program “turunan” yang didesign oleh propinsi bahkan tingkat pusat. Bahkan

tidak sedikit program - program yang berkaitan dengan perubahan perilaku hidup bersih

dan sehat ini didukung oleh lembaga - lembaga donor internasional. Namun dikarenakan

design program yang seringkali tidak berkelanjutan sehingga banyak program 32 atau

kegiatan yang berulang - ulang dilakukan dan tidak ditindaklanjuti oleh dinas. Ada kesan

bahwa program hanya akan jalan kalau ada budget/dana padahal sebenarnya STBM

merupakan program yang penting dilakukan secara berkelanjutan serta berkesinambungan

karena di dalam program terdapat pilar – pilar yang harus di jalankan. Berdasarkah hal

tersebut maka edukasi Stop BABS harus dilakukan secara berkelanjutan untuk

menuntaskan masalah BABS di masyarakat. Edukasi Stop Babs dilakukan dengan lima

aspek pembelajaran yaitu kelembagaan, pendanaan, sosial, teknologi, dan lingkungan

yang dilakukan secara berkelanjutan.

Berikut merupakan lima aspek pembelajaran (kelembagaan, pendanaan, sosial,

teknologi, dan lingkungan) yang harus dilakukan secara berkelanjutan :

1. Kelembagaan

- Pelaksanaan “Road Show” Sebagai Pembuka Jalan Proses Internalisasi Program Stop

BABS Ke Dalam Program Pemerintah Daerah

Disadari sepenuhnya bahwa program Stop BABS diinisiasi oleh pemerintah pusat,

walaupun pada kenyataannya penyelenggaraan sanitasi telah menjadi kewajiban

pemerintah daerah. Untuk itu, upaya advokasi kepada pemerintah daerah termasuk

kalangan legislatif dianggap penting dilakukan sebagai upaya menjadikan Stop BABS

bagian dari pemerintah daerah yang langkah awalnya merupakan upaya penyamaan

persepsi diantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar pelaksaan program

Stop BABS menjadi satu kesatuan antara pusat dan daerah. Upaya advokasi ini disebut

Page 29: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

29

“road show” yang pada dasarnya berbentuk loka karya yang diawali dengan kegiatan

penjelasan program Stop BABS yang dihadiri oleh seluruh pihak terkait termasuk

legislatif, LSM, perguruan tinggi dan tokoh masyarakat. Setelah kegiatan penjelasan

program Stop BABS selesai dilanjutkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut yang

kemudian dilanjutkan dengan pendampingan agar program Stop BABS dapat tertuang

dalam strategi pembangunan daerah. Program “Road Show” Stop BABS ini sudah

direalisasikan di daerah binaan Plan Internatioal Indonesia seperti di kabupaten

Grobogan, Jawa Tengah dan Kabupaten Dompou, NTB. (Mungkasa, Oswar, 2011).

- Internalisasi Program Stop BABS Ke Dalam Program Pemerintah Daerah Menjadi

Jaminan Keberlanjutan

Sebagaimana diketahui bahwa tanggapan terhadap kebutuhan (demand responsive)

merupakan persyaratan utama pelaksanaan program Stop BABS. Hal ini berarti bahwa

program Stop BABS hanya dilaksanakan pada lokasi atau daerah yang menunjukkan

adanya kebutuhan yang ditandai dengan adanya minat dan komitmen terhadap program

ini. Sadarnya masyarakat dan pemerintah akan hidup yang sehat serta penerapan PHBS

yang salah satu isinya adalah program “STOP BABS” maka ada upaya

menginternalisasi program tersebut ke dalam program pemerintahan daerah.

Keikutsertaan pemerintah daerah dalam upaya memberantasan BABS ini akan

memberikan suatu jaminan keberlanjutan dari status kesehatan masyarakat di

daerahnya. (Mungkasa, Oswar, 2011).

- Menjadikan Puskesmas Dan Posyandu Berikut Jajaran Petugas Kesehatannya Sebagai

Ujung Tombak Mempercepat Penerimaan Masyarakat

Petugas sanitarian, bidan desa, termasuk kader posyandu yang berasal dari masyarakat

merupakan ujung tombak pelaksaan STOP BABS yang dapat diandalkan. Keterlibatan

petugas sanitarian sudah jelas karena memang bidangnya sehingga peran super visi

melekat pada dirinya untuk mengontrol kesehatan lingkungan. Sedangkan bdan

dilakukan seiring dengan tugasnya melayani kesehatan ibu dan anak termasuk dalam

proses sehingga peran motivasi lebih menonjol untuk mempengaruhi perilaku ibu untuk

mempengaruhi perilaku anaknya agar tidak BAB sembarangan. Kader posyandu pun

seharusnya diberikan pelatihan agar dapat memotivasi masyarakat untuk merubah

prilaku mereka agar jangan membuang air besar sembarangan. Solusi untuk program

STOP BABS ini telah diterapkan oleh kabupaten Sumedang yang melatih kader

posyandu dan sanitarian untuk melakukan pemantauan terhadap prilaku

masyarakatnya. (Mungkasa, Oswar, 2011).

Page 30: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

30

- Mahasiswa Berpotensi Menjadi Ujung Tombakpemicuan Stop BABS Melalui Program

Kuliahkerja Mahasiswa

Program kuliah kerja mahasiswa yang mengerahkan mahasiswa dalam jumlah banyak

ke desa-desa, merupakan ajang yang potensial dalam melibatkan mahasiswa dalam

pelaksanaan Stop BABS. Dengan pembekalan yang memadai, mahasiswa dapat

berperan menjadi fasilitator pemicu perubahan di tingkat masyarakat. Melalui kerja

sama antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi, dapat dibangun suatu sinergi

untuk membantu masyarakat desa dalam memperbaiki kualitas hidupnya. (Mungkasa,

Oswar, 2011).

2. Pendanaan

- Optimalisasi Sumber Daya Yang Ada Dengan Mengadopsi Program Stop BABS Ke

Dalam Program Yang Telah Berjalan

Salah satu upaya daerah dalam membiayai program Stop BABS adalah dengan cara

mengadopsi kegiatan Stop BABS ke dalam program yang telah berjalan. Tentunya hal

ini dengan mudah dapat dilakukan karena pada dasarnya kegiatan Stop BABS adalah

bagian dari kegiatan PHBS dimana isi Program PHBS tersebut berisikan STOP BABS

yang sudah menjadi program pemerintah untuk meningkatkan status kesehatan

masyarakat. (Mungkasa, Oswar, 2011).

- Perubahan skema dana bergulir menjadi non subsidi lebih menjajikan

Jauh sebelum program Stop BABS di perkenalkan, pembangunan sanitasi khususnya

di pedesaan banyak mempergunakan skema dana yang bergulir. Dana yang bergulir

tersebut merupakan dana stimulant yang diberikan oleh proyek kepada kelompok

masyarakat, kemudian kelompok masyarakat tersebut mengelolanya. Secara teoritis

memang cukup baik, namun pada prakteknya banyak ditemui kegagalan, terlihat dari

dana yang bergulir hanya sekali pada penerimaan gelombang pertama kemudian

selanjutnya tidak berlanjut dan kebanyakan masyarakat miskin hamper tidak dapat

mengakses dana tersebut. perubahan dana yang bergulir menjadi non subsidi melalui

program Stop BABS terbukti menunjukkan kinerja baik karena edukasi Stop BABS

memotivasi masyarakat bahwa masyarakat pun bisa membangun jamban apabila mau

berusaha dan tanpa bantuan dana stimulan. (Mungkasa, Oswar, 2011).

3. Teknologi

Edukasi teknologi dapat dilakukan dengan memberi gambaran mengenai teknologi

sederhana. Hal ini berarti dalam membuat suatu pembangunan ( terutama dalam

membuat suatu jamban STOP BABS ) tidak selalu memerlukan biaya yang besar tetapi

Page 31: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

31

kita bisa memanfaatkan atau menggunakan suatu teknologi yang sederhana seperti

memanfaatkan material lokal dan dilaksanakan sendiri oleh masyarakat, sehingga

biayanya bisa dijangkau atau terjangkau oleh masyarakat dengan biaya murah dan

mudah membuatnya. Semua itu juga tergantung pada kemampuan masyarakatnya

tersendiri

4. Sosial

- Kampiun Sebagai Penggerak Utama Program Stop BABS

Keberadaan kampiun merupakan hal yang cukup penting. Kampiun merupakan orang

yang terpicu, termotivasi, dan memiliki komitmen dalam pelaksanaan program.

Seorang kampiun dapat berasal dari berbagai golongan baik pemerintah, pegawai

swasta, pemuka agama, pemuka masyarakat, guru, ibu rumah tangga, bahkan pemuda.

Di percayai bahwa pada setiap keberhasilan program Stop BABS terdapat seorang

kampiun yang mengawal. (Mungkasa, Oswar, 2011).

- Mempelajari karakteristik sosial budaya daerah dalam edukasi Stop BABS

Pada suatu daerah tentunya memiliki karakteristik sosial budaya yang berbeda beda

maka dari itu untuk melakukan edukasi kepada masyarakat haru di perhatikan

bagaimana kondisi sosial budaya yang ada di dalam masyarakat. Terdapat berbagai

alasan masyarakat yang melakukan BABS untuk dapat melakukan pendekatan lalu

memotivasi/membuat dan memicu masyarakat agar mau berubah di lakukan

pendekatan dengan cermat dan teliti agar tidak menyinggung sosial budaya yang telah

terdapat di daerah tersebut.

5. Lingkungan

Lingkungan adalah faktor pendukung terjadinya realisasi Stop BABS. Perilaku BABS

tentunya mencemari lingkungan sekitar mulai dari pencemaran, air, tana, maupun

udara. Melakukan edukasi kepada masyarakat dapat melakukan pendekatan aspek

lingkungan dengan harapan bahwa masyrakat mau mengerti dan memahami bahwa

lingkungan sekitar dan tempat tinggal perlu dijaga kebersihannya agar tidak

menimbulkan penyakit.

Page 32: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

32

Gambar 2.3. Bagan Konsep Stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan)

Berikut adalah manfaat yang di dapat dari melakukan stop BABS ladalah sebagai

berikut:

- Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau

- Tidak mencemari sumber air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air

untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi, cuci, dll

- Tidak mengundang serangga dan binatang yang dapat menyebarluaskan bibit penyakit,

sehingga dapat mencegah penyakit menular.

Page 33: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

33

4. BAHAYA ASAP ROKOK SEBAGAI BAHAN PENCEMARLINGKUNGAN DI DALAM RUANGAN

LATAR BELAKANG

Indonesia setiap tahunnya mengkonsumsi 215 milyar batang rokok, menduduki

peringkat ke lima negara pengkonsumsi rokok terbanyak di dunia setelah Cina, Amerika

Serikat, Jepang dan Rusia. Konsumsi rokok tersebut meningkat sejak tahun 1970. Prevalensi

perokok berusia 15 tahun ke atas meningkat dari 26,9% pada tahun 1995 menjadi 31,5% pada

tahun 2001, hal ini dikaitkan dengan peningkatan prevalensi perokok pada laki-laki dari 53,4

% menjadi 62,2% selama kurun waktu tersebut sedangkan pada perempuan tidak ada

perubahan berarti. Data WHO menyebutkan 59% laki-laki dan 3,7% perempuan Indonesia

adalah perokok. Secara keseluruhan pada tahun 2001, penduduk Indonesia yang merokok

sekitar 31,5%, berarti terdapat sekitar 60 juta perokok di Indonesia.

Asap rokok merupakan bahan penyebab terbanyak pencemaran udara terutama di

dalam ruangan. Lebih dari 150 juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok orang lain

dirumah, di perkantoran, di tempat-tempat umum dan kendaraan umum. Sebanyak 71% rumah

tangga mempunyai pengeluaran untuk merokok, dan lebih dari 87% merokok di dalam rumah

ketika sedang berada bersama anggota keluarganya. Data Susenas tahun 2001 juga menunjukan

sebanyak 43 juta anak Indonesia usia 0-14 tahun yang sama dengan 70% populasi kelompok

umur tersebut terpapar asap rokok di dalam rumah.

Di dalam asap rokok tersebut terdapat gas CO yang merupakan suatu komponen yang

tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan tidak mudah larut dalam air, beracun dan

berbahaya yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu diatas -192ºC. Zat gas CO ini akan

mengganggu pengikatan oksigen pada darah karena CO lebih mudah terikat oleh darah

dibandingkan dengan oksigen dan gas-gas lainnya. Pada kasus darah yang tercemar CO dalam

kadar 70% hingga 80% dapat menyebabkan kematian pada seseorang.

Melihat kondisi seperti ini tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan maupun orang-

orang di sekitar jika perokok tetap saja merokok terutama pada tempat-tempat tertutup seperti

di dalam ruangan yang membuat sirkulasi udara terhambat dari adanya gas CO yang terdapat

pada asap rokok. Oleh karena itu, harus dilakukan pengkajian kembali terkait perilaku merokok

untuk mendapatkan alternatif dalam pemecahan masalah terkait kebiasaan merokok di dalam

ruangan.

Page 34: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

34

PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI ASAP ROKOK DI DALAM RUANGAN

Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997

pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh

aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor,

pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan

gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Sedangkan pencemaran udara

dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara tidak bebas seperti di rumah, pabrik,

bioskop, sekolah, rumah sakit, dan bangunan lainnya. Biasanya zat pencemarnya adalah asap

rokok, asap yang terjadi di dapur tradisional ketika memasak, dan lain-lain. Banyak orang lebih

banyak terpengaruh oleh efek buruk dari polusi udara di dalam ruangan dibandingkan dengan

di luar ruangan. Hal ini terutama terjadi karena banyak orang menghabiskan sebagian besar

waktunya dalam ruangan, yaitu sebesar 80-90% dari kehidupan mereka. Padahal, di dalam

ruangan terutup sirkulasi udara terbatas. Oleh karena paparan polusi di dalam ruangan lebih

besar dibanding di luar ruangan, diperkirakan tingkat polutan udara dalam ruangan adalah 25-

62% lebih besar dari tingkat di luar ruangan, dan dapat menimbulkan masalah kesehatan yang

serius. Salah satu sumber polusi udara dalam ruangan adalah asap rokok yang belakangan ini

belum bisa terselesaikan masalahnya.

Kebiasaan merokok merupakan masalah penting dewasa ini. Salah satu contohnya

melalui hasil observasi kami di salah satu mini market di daerah Kerobokan, Kabupaten

Badung. Berdasarkan observasi yang kami lakukan bahwa kebiasaan merokok di dalam

ruangan masih tetap dilakukan atau diterapkan oleh perokok aktif salah satunya oleh pegawai

mini market tersebut. Pegawai tersebut biasa merokok di dalam ruangan pada saat bekerja. Di

mini market tersebut belum diterapkan perda KTR (Kawasan Tanpa Rokok), tetapi dari pihak

atasan sudah memberikan pengawasan internal terhadap pegawai tersebut agar tidak merokok

dalam ruangan. Oleh karena itu, di dalam ruangan tersebut tercemar polusi udara dari asap

rokok yang menyebabkan sirkulasi udara menjadi terganggu.

Asap rokok merupakan bahan pencemar udara karena asap rokok mengandung partikel-

partikel kecil yang berbahaya bagi paru-paru dan lebih dari 4.000 bahan kimia yang banyak

diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Asap rokok mengandung partikel-partikel kecil yang

tetap tinggal dalam paru-paru sehingga memicu kanker dan efek buruk kesehatan lainnya.

Ilmuwan dari National Cancer Institute di Milan menemukan pada tahun 2004 bahwa asap

rokok mengandung 10 kali partikel lebih banyak dibandingkan knalpot mesin diesel modern.

Page 35: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

35

Asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif berasal dari asap yang dihembuskan perokok dan

asap yang berasal dari ujung rokok yang terbakar. Asap rokok dari ujung yang terbakar

dianggap lebih berbahaya karena tidak melalui filter. Studi ini meneliti akibat polusi asap rokok

yang terjadi di ruangan tertutup. Adapun dampaknya terhadap kesehatan terutama pada organ

tubuh manusia di antaranya :

Otak : stroke, aneurisma atau pembengkakan pembuluh darah

Jantung : kelemahan arteri, meningkatkan serangan jantung

Paru – paru : kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik

Hati : kanker hati

Abdomen : kanker lambung, pankreas dan usus besar

Ginjal dan kandung kemih : kanker ginjal, kanker kandung kemih

Reproduksi : impotensi, kanker leher rahim, mandul

Tulang : osteoporosis

Melihat banyaknya dampak yang terjadi pada kesehatan, maka perlu adanya solusi

alternatif dalam meminimalisir terjadinya pencemaran udara di dalam ruangan dari adanya

paparan asap rokok yang bisa mengakibatkan gangguan kesehatan maupun kematian pada

seseorang.

SOLUSI

Sumber dari pencemaran udara ruangan salah satunya berasal dari asap rokok. Pencegahan

yang dapat dilakukan untuk meminimalisir pencemaran udara yang berasal dari dalam ruangan

yaitu :

1. Memasang stiker maupun poster tentang Perda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) di dalam

ruangan dan pintu masuk gedung yang bertujuan agar masyarakat tidak merokok di dalam

ruangan dan mematuhi larangan atau peraturan yang berlaku.

2. Ventilasi yang sesuai, yaitu :

Usahakan polutan yang masuk ruangan seminimum mungkin.

Tempatkan alat pengeluaran udara dekat dengan sumber pencemaran. Usahakan

menggantikan udara yang keluar dari ruangan sehingga udara yang masuk ke ruangan

sesuai dengan kebutuhan.

3. Filtrasi

Memasang filter dipergunakan dalam ruangan dimaksudkan untuk menangkap polutan dari

sumbernya dan polutan dari udara luar ruangan. Pembersihan udara secara elektronik.

Page 36: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

36

Udara yang mengandung polutan dilewatkan melalui alat ini sehingga udara dalam ruangan

sudah berkurang polutannya atau disebut bebas polutan.

4. Menyedikan Smoking Area

Tujuan di bangunnya smoking area selain untuk memberikan ruang bagi perokok aktif juga

untuk meminimalisasi dampak asap rokok terhadap masyarakat yang perokok pasif.

5. Menyediakan asbak untuk tempat merokok atau di smoking area

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kami tarik dari hasil pembahasan di atas yaitu pencemaran

udara oleh asap rokok masih menjadi permasalahan yang belum bisa teratasi. Terutama pada

pencemaran udara oleh asap rokok di dalam ruangan. Masih banyak perokok yang kurang

peduli terhadap dampak yang ditimbulkan dari asap rokok jika merokok di dalam ruangan.

Maka perlu adanya penanggulangan lebih lanjut agar pencemaran udara oleh asap rokok di

dalam ruangan bisa lebih diminimalisirkan. Salah satu solusinya yaitu penerapan perda KTR

(Kawasan Tanpa Rokok) lebih dioptimalkan terutama di tempat-tempat umum, penyediaan

ventilasi yang sesuai, adanya filtrasi, penyediaan smoking area

SARAN

Asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan, baik perokok aktif maupun pasif.

Pemerintah harus lebih tegas dalam penerapan kawasan tanpa rokok, bekerja sama dengan

berbagai sektor yang merata. Monitoring dan mengikut sertakan masyarakat. Sehingga tidak

ada ruang gerak. Serta pemberian sanksi tegas dan berat. Terhadap pelanggaran seperti

produksi, penjualan, iklan, promosi; atau penggunaan rokok di Kawasan Tanpa Rokok. Adanya

pengukuran efektifitas Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

DOKUMENTASI

Page 37: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

37

Gambar 1. Pegawai yang sedang merokok di dalam ruangan

Gambar 2. Pegawai yang sedang merokok bersama rekan kerjanya

Page 38: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

38

5. PENGOLAHAN LIMBAH MEDIS

Latar Belakang

Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan

dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik

sampah, limbah cair, air bersih. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang

disebut sebagai sampah medis adalah berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan

unit-unit pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan

kesehataan bagi manusia, yakni pasien maupun masyarakat. Namun menciptakan kebersihan

di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan

berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial

dan teknologi. Jika di bandingkan dengan limbah dari institusi lain mungkin jenis sampah dan

limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, karena mengeluarkan berbagai jenis sampah dan

limbah. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan

baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis

noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Limbah medis sangat

penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam

kategori limbah berbahaya dan beracun. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah

kimiawi, limbah farmasi, logam berat, mercuri dan limbah berbahaya lainnya. Sedangkan

limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik

kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit.

Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, bahan

atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang

diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan

beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan

akibat keberadaan limbah rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak,

AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia,

serta kemungkinan dampak negatif yang lain yang dapat berimbas pada lingkungan masyarakat

sekitar.

Page 39: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

39

Pengertian Limbah Medis

Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, sedangkan limbah medis atau limbah

klinis mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas

penelitian, dan laboratorium.selain itu yang dimaksud limbah bahan berbahaya dan

beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau

karena sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup manusia serta makhluk

hidup lain.

Kategori Limbah Medis

Limbah medis dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Limbah benda tajam

adalah materi padat yang memiliki sudut kurang dari 90 derajat, dapat menyebabkan

luka iris atau tusuk, misalnya : Jarum suntik; Kaca sediaan (preparat glass); Infus set;

Ampul/vial obat.

2. Limbah infeksius

adalah limbah yang mengandung patogen (bakteri, virus, parasit, dan jamur) dalam

jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit, misalnya Limbah hasil operasi atau

otopsi dari pasien yang menderita penyakit menular; Limbah pasien yang menderita

penyakit menular dari bagian isolasi; Alat atau materi lain yang tersentuh orang sakit.

3. Limbah Patologis

adalah limbah yang berasal dari jaringan tubuh manusia, misalnya : organ tubuh, janin

dan darah, muntahan, urin dan cairan tubuh yang lain.

4. Limbah Farmasi

adalah limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi, misalnya : produk farmasi,

obat, vaksin, serum yang sudah kadaluwarsa dan tumpahan obat. Termasuk sarung

tangan, masker.

5. Limbah Kimia

adalah limbah yang mengandung zat kimia yang berasal dari aktifitas diagnostic,

pemeliharaan kebersihan, dan pemberian desinfektan, misalnya : formaldehid, zat

kimia fotografis dan solven.

6. Limbah Kemasan Bertekanan

adalah limbah medis yang berasal dari kegiatan di instansi kesehatan yang memerlukan

gas, misalnya : gas dalam tabung dan kaleng aerosol.

Page 40: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

40

7. Limbah Logam Berat

adalah limbah medis yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk

dalam sub kategori limbah berbahaya dan biasanya sangat toksin, misalnya : Limbah

logam merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran (thermometer, alat

pengukur tekanan darah).

Pencemaran dan Dampak Limbah Medis

Limbah medis dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen, yang

dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa jalur yaitu melalui tusukan, atau

luka di kulit, melalui membran mukosa dan melalui pernafasan. Keberadaan bakteri yang

resisten terhadap antibiotika dan desinfektan kimia dapat memperbesar bahaya yang

muncul akibat limbah layanan kesehatan yang tidak dikelola dengan benar dan aman.

Limbah medis tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka tusuk, tetapi

juga dapat menginfeksi luka jika terkontaminasi patogen. Karena risiko ganda ini (cedera

dan penularan penyakit), limbah medis tajam termasuk dalam kelompok limbah yang

sangat berbahaya.Untuk infeksi virus yang serius seperti HIV/AIDS serta Hepatitis B dan

C.

Tenaga puskesmas atau rumah sakit (terutama perawat) merupakan kelompok yang

berisiko paling besar terkena infeksi melalui cedera akibat limbah medis tajam. Risiko

serupa dihadapi oleh tenaga layanan kesehatan lain dan pelaksana pengelolaan limbah di

luar puskesmas atau rumah sakit. Beberapa infeksi yang menyebar melalui media lain atau

disebabkan oleh agent yang lebih resisten dapat menimbulkan risiko yang bermakna pada

pasien dan masyarakat. Contoh : pembuangan limbah medis cair yang tidak terkendali pada

perawatan pasien kolera memberikan dampak yang cukup besar terhadap terjadinya wabah

kolera.

Infeksi akibat paparan limbah layanan kesehatan, organisme penyebab, dan media

penularan meliputi :

1. Infeksi gastroenteritis.

Organism penyebabnya adalah salmonella, shigella spp, vibrio cholera dan cacing.

Media penularannya melalui tinja atau muntahan.

2. Infeksi Saluran Pernafasan.

Organisme penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosis, streptococcus

pneumonia, virus campak. Media penularannya melalui cairan yang terhirup, dan air

liur.

Page 41: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

41

3. Infeksi Genital.

Organisme penyebabnya adalah Neisseria gonorrhoeae, herpes virus. Media

penularannya adalah melalui genital.

4. Infeksi Kulit.

Organisme penyebabnya adalah Streptococcus spp. Media penularannya adalah

melaui nanah.

5. Antraks.

Organisme penyebabnya adalah Bacillus anthracis. Media penularannya adalah

melalui secret kulit.

6. AIDS.

Organisme penyebabnya adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Media

penularannya adalah melalui darah, secret alat kelamin.

7. Hepatitis Virus A.

Organisme penyebab adalah virus hepatitis A. Media penularannya adalah melalui

tinja.

8. Hepatitis Virus B dan C.

Organisme penyebab adalah Virus Hepatitis B dan C. Media penularannya adalah

melalui darah dan cairan tubuh.

Solusi Penyelesaian

Penyelesaian masalah dari pembuangan limbah medis dapat dilakukan dengan

beberapa pengelolaan limbah sesuai dengan jenis limbah yang dihasilkan. Adapun

beberapa pengelolaan limbah yaitu sebagai berikut.

1. Pemisahan sampah

- Sampah harus dipisahkan dari sumbernya.

- Semua limbah yang beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas.

- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna berbeda yang menunjukkan

kemana plastik harus diangkut atau dibuang.

Page 42: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

42

2. Penampungan sementara

Setiap unit di rumah sakit sebaiknya disediakan tempat penyimpanan dengan bentuk,

ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi

setempat. Hendaknya sampah tidak dibiarkan di tempat tersebut terlalu lama karena

bila terlalu lama atau lebih dari tiga hari akan dapat menimbulkan bau dan menjadi

tempat berkembangbiak lalat.

3. Pembuangan dan pemusnahan sampah

Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif (Depkes

RI, 1997) yaitu :

a. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu.

Dengan demikian pihak rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai.

b. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah.

Pemusnahan ini dimungkinkan apabila Dinas Kebersihan dapat diandalkan

sehingga beban rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis.

Unit pemusnahan sampah rumah sakit adalah insinerator. Faktor penting yang perlu

diperhatikan dalam proses insinerator adalah :

a. Pengaturan suhu di dalam di dalam insinerator (minimal 10000 C)

Pada suhu rendah, akan membakar sampah tidak sempurna, sehingga

menimbulkan asap, gas yang mencemari udara

b. Waktu pembakaran

Page 43: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

43

Apabila suhu di dalam insinerator belum cukup, maka tidak boleh dilakukan

pembakaran

c. Pengaturan oksigen

Tidak adanya suplai oksigen dalam insinerator, maka pembakaran akan

berhenti, oleh sebab itu perlu penambahan udara dari luar

d. Jumlah sampah yang akan dibakar

Jumlah sampah yang akan dibakar disesuaikan dengan kapasitas insinerator dan

frekuensi pembakaran

Adapun pengelolaan limbah medis sesuai jenisnya antara lain :

1) Limbah benda tajam

(a) Safety Box : Jarum dan syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box

pada setiap selesai satu penyuntikan.

(b) Needle Cutter : Jarum dipatahkan dengan needle cutter pada setiap selesai

satu penyuntikan.

(c) Needle Burner : Jarum dimusnahkan dengan needle burner langsung pada

setiap selesai satu penyuntikan.

2) Limbah infeksius

Untuk menghancurkan mikroorganisme infeksius dapat dilakukan dengan

panas, perlakukan kimiawi atau dengan radiasi mikrowave. Sampah yang

sangat infeksius seperti kultur dan stok agens infeksius dari laboratorium, harus

disterilisasi melalui pengolahan termal basah (misalnya, proses autoclaving)

pada tahapan sedini mungkin. Untuk sampah layanan kesehatan yang infeksius

lainnya, metode desinfeksi sudah memadai. Encapsulation (pembungkusan)

juga sesuai untuk benda tajam. Setelah diinsinerasi atau metode desinfeksi yang

lain, residu yang dihasilkan dapat dipendam.

3) Limbah yang mengandung logam berat

Limbah yang mengandung merkuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau

diinsinerasi dan tidak boleh dibuang ke landfill.

4) Limbah kimia

Limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil misalnya residu bahan kimia

dalam kemasannya dapat ditangani melalui insinerasi pirolitik, encapsulation

atau dibuang ke landfill serta dikembalikan ke pemasok awal.

5) Limbah Farmasi

Page 44: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

44

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik

(pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill,

dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus

menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kli, kapsulisasi

dalam drum logam, dan inersisasi.

4. Pengangkutan

Limbah medis diangkut dengan kontainer tertutup. Untuk keamanan, pengangkutan

limbah radioaktif sebaiknya dipisahkan dengan limbah kimia yang bersifat reaktif,

mudah terbakar, korosif. Alat pengangkutan harus dirawat dan dibersihkan secara rutin

untuk mencegah adanya limbah yang tercecer akibat pengangkutan dan mengurangi

resiko kecelakaan saat pengiriman limbah.

Pengelolaan yang tepat untuk pengelolaan limbah medis di unit-unit pelayanan

kesehatan selain tergantung pada administrasi dan organisasi yang baik, juga memerlukan

kebijakan dan pendanaan yang memadai dan sekaligus partisipasi aktif dari semua pihak yang

ada di unit pelayanan tersebut, misalnya dengan membentuk Tim Pengelolaan Limbah untuk

menyusun rencana pengelolaan limbah secara terstruktur, sistematis dan intensif.

Page 45: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

45

DOKUMENTASI PEMBUANGAN LIMBAH MEDIS

Gambar 1. Penampungan Sementara

Gambar 2. Incenerator

Gambar 3. Safety Box

Page 46: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

46

Gambar 4. Nedle Bunner

Gambar 5. Pencemaran Limbah

Gambar 6. Pencemaran Limbah

DAFTAR PUSTAKA

Page 47: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

47

Available. PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS.

http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PENGELOLAAN-LIMBAH-MEDIS-diakses

pada tanggal 20 September 2015.

Available. 2014. Prosedur Pengelolaan limbah Medis. http://www.indonesian-

publichealth.com/2014/08/prosedur-pengelolaan-limbah-medis.html. Diakses pada

tanggal 20 September 2015

Kristina, Nyoman. 2014. Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Bali : Pengelolaan Limbah

Medis. Available dalam http://www.diskes.baliprov.go.id/id/ PENGELOLAAN-

LIMBAH-MEDIS-

Setiawan, Nugraha. 2010 Pengolahan Limbah Medis.

http://www.academia.edu/6953770/pengolahan_limbah_rumah_sakit diakses pada

tanggal 20 September 2015

Tarigan. 2011. Available dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789

/26100/4/Chapter%20II.pdf. Universitas Sumatera Utara

Page 48: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

48

6. KARAKTERISTIK DAN DAMPAK POLUSI UDARA OLEHAKTIVITAS INDUSTRI TERHADAP ASPEK KESEHATAN

LINGKUNGAN

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan kondisi pada abad ke-21,saat ini telah terjadi trend

perubahan komposisi penduduk dimana penduduk yang berasal dari desa menuju ke kota yang

dikenal dengan istilah urbanisasi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health

Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030, 6 dari 10 orang akan menjadi penghuni

daerah perkotaan, dan akan meningkat menjadi 7 dari 10 orang di tahun 2050. Untuk Indonesia,

pada tahun 2009, lebih dari 43 % penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Banyaknya

penduduk desa yang berbondong-bondong untuk menyerbu daerah perkotaan dengan berbagai

faktor salah satunya adalah untuk meningkatkan taraf perekonomian dengan mencari sumber

penghidupan yaitu pekerjaan.

Stigma penduduk desa bahwa kota adalah tempat yang bisa memberikan sebuah

harapan untuk bisa menyediakan lapangan pekerjaan dari berbagai bidang. Selain itu juga

adanya anggapan bekerja di perkotaan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi lebih

mapan.Sehingga rerata penduduk yang sebagai subjek urbanisasi adalah kategori usia produktif

baik laki-laki maupun perempuan. Dapat disimpulkan faktor yang menjadi alasan terjadinya

urbanisasi adalah adanya penyediaan lapangan pekerjaan yang banyak membutuhkan tenaga

kerja yaitu dari sektor industri. Industri tersebut biasanya berada di kota-kota besar seperti

Jakarta,depok,Surabaya,dan lain sebagainya. Menurut data dari Kementerian Perindustrian

(Kemenperin) pada tahun 2015 terdapat 24.425 Perusahaan Industri yang telah terdaftar di

Kemenperin mulai dari industri tingkat atas atau makro,menengah dan mikro. Angka tersebut

hanya tercakup pada industri yang terdaftar,namun masih banyak industri yang masih belum

terdaftar keberadaanya yang kemungkinan lebih banyak lagi jumlahnya.

Sehubungan dengan semakin banyaknya industri di sisi lain dapat memberikan solusi

dalam penyediaan lapangan pekerjaan,namun di sisi lain menimbulkan sebuah permasalahan

yang serius yang harus dipertimbangkan yaitu permasalahan mengenai kesehatan lingkungan

salah satunya pencemaran udara atau polusi udara. Udara adalah salah satu komponen penting

Page 49: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

49

bagi makhluk hidup untuk bernafas. Dan bagaimana jadinya apabila kondisi udara telah

tercemar. Permasalahan ini telah banyak terjadi di kota-kota besar sebagai objek tempat

industri dimana hal itu membuat suasana atmosfer di sekitar daerah tersebut memprihatinkan

salah satu dampak dari polusi udara dapat memicu terjadinya efek rumah kaca dimana hal itu

membuat kondisi udara menjadi terkontaminasi dengan gas-gas hasil pembuangan proses

industri tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pengkajian lebih lanjut terkait kondisi dan

keberadaan aktivitas industri terhadap aspek kesehatan lingkungan demi menjaga kelestarian

dan kestabilan kondisi kesehatan masyarakat dengan berdampingan perusahaan industri.

Pengertian

Pencemaran lingkungan atau polusi adalah proses masuknya polutan ke dalam suatu

lingkungan sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan tersebut. Menurut Undang-

undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 tahun 1982, pencemaran lingkungan atau

polusi adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen

lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh

proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan menjadi tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Polutan adalah suatu zat atau bahan yang kadarnya melebihi ambang batas serta berada

pada waktu dan tempat yang tidak tepat, sehingga merupakan bahan pencemar lingkungan,

misalnya: bahan kimia, debu, panas dan suara. Polutan tersebut dapat menyebabkan lingkungan

menjadi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan akhirnya malah merugikan manusia

dan makhluk hidup lainnya. Salah satu jenis pencemaran yang sering terjadi adalah pencemaran

udara atau polusi udara. Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya, atau tercampurnya,

polutan (unsur-unsur berbahaya) ke dalam lapisan udara (atmosfer) yang dapat mengakibatkan

menurunnya kualitas udara (lingkungan).

Pencemaran dapat terjadi dimana-mana. Bila pencemaran tersebut terjadi di dalam

rumah, di ruang-ruang sekolah ataupun di ruang-ruang perkantoran maka disebut sebagai

pencemaran dalam ruang (indoor pollution). Sedangkan bila pencemarannya terjadi di

lingkungan rumah, perkotaan, bahkan regional maka disebut sebagai pencemaran di luar ruang

(outdoor pollution).

Umumnya, polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap tersebut

berasal dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna, yang dihasilkan oleh

Page 50: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

50

mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor. Selain itu, gas dan asap

tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai unsur penyusun bahan bakar, yaitu: CO2

(karbondioksida), CO (karbonmonoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx (nitrogen oksida).

2.2 Faktor Penyebab Pencemaran Udara

Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

3. Faktor alam (internal), yang bersumber dari aktivitas alam Contoh :

abu yang dikeluarkan akibat letusan gunung berapi

Gas-gas vulkanik

Debu yang beterbangan di udara akibat tiupan angin

Bau yang tidak enak akibat proses pembusukan sampah organik

4. Faktor manusia (eksternal), yang bersumber dari hasil aktivitas manusia Contoh :

Hasil pembakaran bahan-bahan fosil dari kendaraan bermotor

Bahan-bahan buangan dari kegiatan pabrik industri yang memakai zat kimia organik

dan anorganik

Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara

Pembakaran sampah rumah tangga

Pembakaran hutan

2.3 Zat-zat Pencemaran Udara

Ada beberapa polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara, antara lain: Karbon

monoksida, Nitrogen dioksida, Sulfur dioksida, Partikulat, Hidrokarbon, CFC, Timbal dan

Karbondioksida.

Page 51: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

51

1. Karbon monoksida (CO)

Gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan bersifat racun. Dihasilkan dari pembakaran tidak

sempurna bahan bakar fosil, misalnya gas buangan kendaraan bermotor.

2. Nitrogen dioksida (NO2)

Gas yang paling beracun. Dihasilkan dari pembakaran batu bara di pabrik, pembangkit energi

listrik dan knalpot kendaraan bermotor.

3. Sulfur dioksida (SO2)

Gas yang berbau tajam, tidak berwarna dan tidak bersifat korosi. Dihasilkan dari pembakaran

bahan bakar yang mengandung sulfur terutama batubara. Batubara ini biasanya digunakan

sebagai bahan bakar pabrik dan pembangkit tenaga listrik.

4. Partikulat (asap atau jelaga)

Page 52: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

52

Polutan udara yang paling jelas terlihat dan paling berbahaya. Dihasilkan dari cerobong

pabrik berupa asap hitam tebal.

Macam-macam partikel, yaitu :

a. Aerosol : partikel yang terhambur dan melayang di udara

b. Fog (kabut) : aerosol yang berupa butiran-butiran air dan berada di udara

c. Smoke (asap): aerosol yang berupa campuran antara butir padat dan cair dan melayang

berhamburan di udara

d. Dust (debu)

5. . karbon dioksida (CO2)

Gas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna bahan bakar kendaraan bermotor dan pabrik

serta gas hasil kebakaran hutan.

2.4 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Lingkungan Alam

Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan alam, antara lain: hujan

asam, penipisan lapisan ozon dan pemanasan global.

Page 53: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

53

5. Hujan Asam

Istilah hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang

polusi industri di Inggris. Hujan asam adalah hujan yang memiliki kandungan pH (derajat

keasaman) kurang dari 5,6.

Proses terbentuknya hujan asam

SO2 dan NOx (NO2 dan NO3) yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil

(kendaraan bermotor) dan pembakaran batubara (pabrik dan pembangkit energi listrik) akan

menguap ke udara. Sebagian lainnya bercampur dengan O2 yang dihirup oleh makhluk hidup

dan sisanya akan langsung mengendap di tanah sehingga mencemari air dan mineral tanah.

SO2 dan NOx (NO2 dan NO3) yang menguap ke udara akan bercampur dengan embun.

Dengan bantuan cahaya matahari, senyawa tersebut akan diubah menjadi tetesan-tetesan

asam yang kemudian turun ke bumi sebagai hujan asam. Namun, bila H2SO2 dan HNO2

dalam bentuk butiran-butiran padat dan halus turun ke permukaan bumi akibat adanya gaya

gravitasi bumi, maka peristiwa ini disebut dengan deposisi asam.

6. Penipisan Lapisan Ozon

Page 54: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

54

Ozon (O3) adalah senyawa kimia yang memiliki 3 ikatan yang tidak stabil. Di atmosfer, ozon

terbentuk secara alami dan terletak di lapisan stratosfer pada ketinggian 15-60 km di atas

permukaan bumi. Fungsi dari lapisan ini adalah untuk melindungi bumi dari radiasi sinar

ultraviolet yang dipancarkan sinar matahari dan berbahaya bagi kehidupan.

Namun, zat kimia buatan manusia yang disebut sebagai ODS (Ozone Depleting Substances)

atau BPO (Bahan Perusak Ozon) ternyata mampu merusak lapisan ozon sehingga akhirnya

lapisan ozon menipis. Hal ini dapat terjadi karena zat kimia buatan tersebut dapat

membebaskan atom klorida (Cl) yang akan mempercepat lepasnya ikatan O3 menjadi O2.

Lapisan ozon yang berkurang disebut sebagai lubang ozon (ozone hole). Diperkirakan telah

timbul adanya lubang ozon di Benua Artik dan Antartika. Oleh karena itulah, PBB

menetapkan tanggal 16 September sebagai hari ozon dunia dengan tujuan agar lapisan ozon

terjaga dan tidak mengalami kerusakan yang parah.

7. Pemanasan Global

Kadar CO2 yang tinggi di lapisan atmosfer dapat menghalangi pantulan panas dari bumi ke

atmosfer sehingga permukaan bumi menjadi lebih panas. Peristiwa ini disebut dengan efek

rumah kaca (green house effect). Efek rumah kaca ini mempengaruhi terjadinya kenaikan

suhu udara di bumi (pemanasan global). Pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata di

seluruh dunia dan menimbulkan dampak berupa berubahnya pola iklim.

Proses terjadinya efek rumah kaca

Permukaan bumi akan menyerap sebagian radiasi matahari yang masuk ke bumi dan

memantulkan sisanya. Namun, karena meningkatnya CO2 di lapisan atmosfer maka pantulan

radiasi matahari dari bumi ke atmosfer tersebut terhalang dan akan kembali dipantulkan ke

bumi. Akibatnya, suhu di seluruh permukaan bumi menjadi semakin panas (pemanasan

global). Peristiwa ini sama dengan yang terjadi di rumah kaca. Rumah kaca membuat suhu

didalam ruangan rumah kaca menjadi lebih panas bila dibandingkan di luar ruangan. Hal ini

dapat terjadi karena radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah kaca tidak dapat keluar.

8. Dampak Pencemaran Udara Bagi Manusia

Selain mempengaruhi keadaan lingkungan alam, pencemaran udara juga membawa dampak

negatif bagi kehidupan makhluk hidup (organisme), baik hewan, tumbuhan dan manusia.

Page 55: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

55

Dampak pencemaran udara bagi manusia, antara lain:

1.Karbon monoksida (CO)

Mampu mengikat Hb (hemoglobin) sehingga pasokan O2 ke jaringan tubuh terhambat. Hal

tersebut menimbulkan gangguan kesehatan berupa; rasa sakit pada dada, nafas pendek, sakit

kepala, mual, menurunnya pendengaran dan penglihatan menjadi kabur. Selain itu, fungsi dan

koordinasi motorik menjadi lemah. Bila keracunan berat (70 – 80 % Hb dalam darah telah

mengikat CO), dapat menyebabkan pingsan dan diikuti dengan kematian.

2.Nitrogen dioksida (SO2) dapat menyebabkan timbulnya serangan asma.

3.Hidrokarbon (HC) menyebabkan kerusakan otak, otot dan jantung.

4.Chlorofluorocarbon (CFC) menyebabkan melanoma (kanker kulit) khususnya bagi orang-

orang berkulit terang, katarak dan melemahnya sistem daya tahan tubuh

5.Timbal (Pb) menyebabkan gangguan pada tahap awal pertumbuhan fisik dan mental serta

mempengaruhi kecerdasan otak.

6.Ozon (O3) menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan terasa terbakar dan memperkecil

paru-paru.

7.Nox menyebabkan iritasi pada paru-paru, mata dan hidung.

Daftar Pustaka

1. Antara, S. et al., 2000. Polusi Udara Akibatkan Penurunan IQ Pada Anak Buangan CO2

Dunia Cepat Sejak 2000 Bertambah.

2. Ceper, K. & Lingkungan, J.T., 2001. Kualitas debu dalam udara sebagai dampak

industri pengecoran logam ceper. , 2(2), pp.168–174.

3. http://www.kemenperin.go.id/direktori-perusahaan 2015

4. http://www.depkes.go.id/article/view/419/peringati-hari-kesehatan-nasional-ke-45-

menkes-serukan-sinergi-untuk--menyehatkan-

lingkungan.html#sthash.NXCNCQEy.dpuf

Page 56: DIKTAT KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

56

5. http://www.depkes.go.id/article/view/964/urbanisasi-menjadi-salah-satu-masalah-

kesehatan-dunia-abad-21.html#sthash.0kC3oPkj.dpuf

6. Kuncoro, A., 2000. Emisi Polusi Udara dan Air Sungai dalam Struktur Industri

Indonesia Latar Belakang. , pp.1–24.

7. Utara, U.S., 2003. Digitized by USU digital library 1. , pp.1–7.