Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Mata kuliah genetika ikan yang dibahas ini lebih menitik beratkan pada kajian genetika kuantitatif pada spesies ikan sebagai obyek uraian mata kuliah tersebut. Cakupan dalam genetika kuantitatif ini menjelaskan peranan program seleksi, program hibridisasi maupun peranan bioteknologi (program sex reversal) untuk memperoleh stok induk unggul dalam upaya meningkatkan produksi usaha budidaya ikan. Tujuan genetika ikan yang diterapkan pada budidaya ikan adalah peningkatan produksi ikan. Pertama, untuk meningkatkan ukuran ikan yang dibudidayakan. Kedua, untuk meningkatkan produksi khususnya berat tubuh ikan yang dihasilkan. Umumnya terdapat dua cara untuk upaya peningkatan produksi. Pertama, dengan manipulasi lingkungan, seperti misalnya penggunaan pupuk, pakan buatan, atau perbaikan pengelolaan kualitas air. Kedua, mengusahakan perbaikan pertumbuhan ikan secara genetik.. Apabila kedua cara tersebut dapat dilaksanakan, produksi ikan yang diharapkan akan dapat tercapai. Beberapa program breeding dapat digunakan untuk memperbaiki suatu populasi ikan secara genetik. Selective
43

Diktat Kuliah Genetika Ikan

Dec 06, 2015

Download

Documents

ruli

ini semacam diktat kuliah yang dapat dipakai ketika praktikum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diktat Kuliah Genetika Ikan

BAB I

PENDAHULUAN

Mata kuliah genetika ikan yang dibahas ini lebih menitik beratkan pada

kajian genetika kuantitatif pada spesies ikan sebagai obyek uraian mata kuliah

tersebut. Cakupan dalam genetika kuantitatif ini menjelaskan peranan program

seleksi, program hibridisasi maupun peranan bioteknologi (program sex reversal)

untuk memperoleh stok induk unggul dalam upaya meningkatkan produksi usaha

budidaya ikan.

Tujuan genetika ikan yang diterapkan pada budidaya ikan adalah

peningkatan produksi ikan. Pertama, untuk meningkatkan ukuran ikan yang

dibudidayakan. Kedua, untuk meningkatkan produksi khususnya berat tubuh ikan

yang dihasilkan. Umumnya terdapat dua cara untuk upaya peningkatan produksi.

Pertama, dengan manipulasi lingkungan, seperti misalnya penggunaan pupuk,

pakan buatan, atau perbaikan pengelolaan kualitas air. Kedua, mengusahakan

perbaikan pertumbuhan ikan secara genetik.. Apabila kedua cara tersebut dapat

dilaksanakan, produksi ikan yang diharapkan akan dapat tercapai.

Beberapa program breeding dapat digunakan untuk memperbaiki suatu

populasi ikan secara genetik. Selective breeding dan crossbreeding (dikenal

sebagai hibridisasi) merupakan dua program genetik ikan tradisional yang telah

lama digunakan para breeder (petani pemijah ikan) untuk memperbaiki genetik

pertumbuhan ikan. Inbreeding sering dikombinasikan dengan hibridisasi untuk

memperbaiki hasil akhir program crossbreeding. Sedangkan pada perkembangan

terakhir program bioteknologi yang sering diikutkan dalam upaya mencetak stok

induk unggul adalah program sex reversal (pengalihan kelamin secara hormonal).

Selective breeding adalah program breeding yang mencoba untuk

memperbaiki nilai genetik populasi dengan seleksi dan hanya menggunakan

persilangan ikan-ikan yang terbaik (ukuran besar, bobot paling berat, warna paling

bagus) dengan harapan bahwa induk-induk ikan terseleksi akan mampu

mewariskan superioritasnya kepada keturunannya. Jika hal ini terjadi, generasi

Page 2: Diktat Kuliah Genetika Ikan

berikutnya akan memiliki pertumbuhan cepat, dan pada akhirnya akan

meningkatkan produksi ikan. Ikan akan lebih efisien sebagai usaha budidaya,

memiliki biaya pakan relatif rendah atau ikan akan memiliki warna tubuh yang

diinginkan sehingga meningkatkan nilai penjualan.

Crossbreeding adalah program breeding yang mencoba untuk menemukan

kombinasi antara populasi yang berbeda untuk menghasilkan superioritas

pertumbuhan terhadap keturunan sehingga keturunan akan menampakkan hybrid

vigour. Program crossbreeding umunya melibatkan strain-strain yang berbeda

dalam satu spesies (intraspecific hybridization), namun spesies-spesies ikan yang

berbeda juga dapat dihibridisasikan (interspecific hybridization). Hibridisasi

diantara spesies ikan Tilapia yang berbeda bertujuan untuk menghasilkan hibrid-

hibrid ikan yang semuanya jantan dan memiliki pertumbuhan relatif lebih tinggi

dari parentnya.

Pada perkembangan tahun terakhir ini, peranan bioteknologi sangat

menguntungkan upaya perbaikan genetik ikan. Salah satu yang telah diaplikasikan

pada program breeding adalah produksi stok induk hasil kegiatan sex reversal

untuk memproduksi populasi-populasi monoseks yang memiliki sifat

pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan parentnya. Ikan Tilapia jantan merupakan

jenis ikan yang diinginkan dalam budidaya dari pada ikan betinanya karena

pertumbuhannya dua kali lipat dibanding ikan betina. Produksi stok induk hasil

kegiatan sex reversal umumnya dilakukan dengan cara pemberian hormon seks

(estrogen atau androgen) melalui makanannya untuk mencegah terjadinya

differensiasi kelamin pada tahap burayak (fry). Efektivitas penggunaan hormon

seks tergantung pada sistem penentu kelamin pada spesies ikan tersebut dan

apakah yang diharapkan semuanya berjenis kelamin jantan atau betina.

Page 3: Diktat Kuliah Genetika Ikan

BAB II

SELEKSI FENOTIF KUANTITATIF

Fenotip kuantitatif penting untuk produksi seperti misalnya panjang, berat,

konversi pakan dan jumlah telur per kg berat induk betina merupakan sifat genetik

ikan yang memiliki keuntungan ekonomis. Seleksi fenotip kuantitatif pada ikan

bertujuan untuk menyisihkan alel-alel yang tidak diharapkan dalam suatu populasi

ikan. Fenotif kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) sehingga tidak

dapat dianalisa secara sederhana seperti halnya fenotif yang hanya dikendalikan

oleh satu atau dua gen saja.

Aditive genetic variance merupakan komponen genetik yang terpenting

untuk varian fenotif dan dapat dieksploitasi dengan program selective breeding.

Sedangkan dominance genetic variance dapat dieksploitasi dengan program

crossbreeding (hibridisasi).

2.1. Genetik Fenotif Kuantitatif

Fenotif-fenotif kuantitatif secara genetik merupakan ekspresi gen yang

sangat kompleks. Tidak seperti fenotif kualitatif yang dikontrol oleh gen tunggal,

suatu fenotif kuantitatif dikontrol oleh 20 atau 50 atau bahkan 100 gen lebih.

Jumlah gen-gen yang mengontrol fenotif kuantitatif ini tidak diketahui, demikian

pula modus operasi ekspresi gen tersebut juga tidak diketahui.

Setiap gen dapat membantu menghasilkan fenotif kuantitatif yang

menunjukkan macam-macam sifat sehingga menampakkan adanya variasi

ekspresi yang terus menerus. Adanya variasi secara terus menerus ini disebabkan

oleh dua hal yaitu :

(1) setiap gen mengikuti hukum Mendel dan kedua alel pada tiap-tiap lokus

memisah selama proses meiosis sehingga gamet yang terbentuk hanya akan

menerima satu dari alel tersebut;

(2) semua fenotip umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga muncul

sifat yang bervariasi.

Page 4: Diktat Kuliah Genetika Ikan

Oleh karena banyaknya fenotif kuantitatif yang menampakkan variasi

terus menerus maka cara untuk mempelajarinya adalah dengan menggunakan

analisis varian yang terdapat dalam populasi dan memilah-milahkan ke dalam

komponen genetik. Komponen genetik yang terlibat dalam fenotif kuantitatif

adalah varian fenotif (VP), varian genetik (VG) dan varian lingkungan (VE). Varian

fenotif merupakan jumlah dari varian genetik (VG), varian lingkungan (VE) dan

interaksi yang terdapat diantara varian genetik dan varian lingkungan (VG-E).

VP = VG + VE + VG-E

Varian genetik merupakan komponen yang sangat besar sekali

pengaruhnya terhadap fenotif kuantitatif karena obyek dari setiap program

breeding adalah untuk mengeksploitasi atau untuk merubah genetik suatu

populasi dalam upaya memperbaiki produktivitas. Pengukuran varian genetik

harus melibatkan varian genetik aditif (VA), varian genetik dominan (VD) dan

varian genetik epistatik (VI). Dengan demikian VG merupakan jumlah VA, VD dan

VI.

VG= VA + VD + VI

Sub komponen VG tidak dapat disebut sebagai aksi aditif, dominan dan aksi gen

epistatik. Varian genetik aditif (VA), VD dan VI merupakan komponen –komponen

varian fenotif, bukan merupakan modus aksi gen untuk gen tertentu.

Perbedaan diantara VA, VD dan VI merupakan ekspresi sifat yang harus

diwariskan kepada keturunannya dalam program pemuliaan ikan. Setiap

perbedaan sifat diwariskan dengan cara yang berbeda sehingga program breeding

yang berbeda diperlukan untuk mengeksploitasi setiap tipe varian genetik yang

dapat memperbaiki produktivitas.

Varian genetik dominan adalah varian yang ditimbulkan dari interaksi

alel-alel pada setiap lokus. Hal ini disebabkan adanya pemisahan pasangan alel

selama meiosis. Varian genetik dominan tidak dapat diwariskan dari induknya

kepada keturunan, namun harus ditimbulkan lagi pada setiap generasi yang baru.

Interaksi pasangan alel-alel dominan ini dapat berubah dan terpisah oleh peristiwa

segregasi dan pindah silang (crossing over) selama meiosis, sehingga varian

Page 5: Diktat Kuliah Genetika Ikan

genetik dominan ini tidak dapat secara otomatis diwariskan dari induk kepada

anaknya.

Varian genetik epistatik merupakan varian yang ditimbulkan dari interaksi

alel-alel diantara 2 atau lebih lokus. Peristiwa pemisahan alel dan segregasi

selama meiosis mengakibatkan varian genetik epistatik tidak dapat diwariskan

dari induk kepada anaknya, sehingga harus diupayakan kembali agar muncul pada

stiap generasi yang baru.

Varian genetik aditif merupakan komponen genetik yang ditimbulkan oleh

pengaruh aditif (pengaruh yang kuat) dari gen-gen. Varian genetik aditif

merupakan kumpulan dari pengaruh semua alel-alel yang terdapat dalam lokus.

Varian ini tidak tergantung pada interaksi spesifik atau kombinasi alel-alel,

sehingga varian genetik aditif tidak terpisah selama proses meiosis. Dengan

demikian varian genetik aditif diwariskan secara permanen dari induk kepada

anaknya. Oleh karena pada pelaksanaanya varian genetik epistatik sulit untuk

dieksploitasi, komponen genetik penting pada fenotif kuantitatif adalah varian

genetik dominan (VD) dan varian genetik aditif (VA).

Ekspresi sifat kuantitatif dalam varian genetik dominan tergantung pada

interaksi alel sehingga harus dieksploitasi dengan program hibridisasi untuk

menimbulkan kembali kombinasi pasangan alel yang bersifat dominan.

Sebaliknya varian genetik aditif tidak tergantung dari interaksi alel, karena varian

tersebut merupakan fungsi alel yang akan terekspresi langsung dari induk kepada

anaknya. Varian genetik aditif dapat dieksploitasi dengan program seleksi.

2.2. Seleksi Dan Varian Genetik Aditif

Seleksi merupakan program breeding dalam individu atau famili yang

terpilih dalam upaya untuk merubah rata-rata populasi pada generasi berikutnya.

Seleksi didasarkan atas nilai ekspresi febnotif kuantitatif minimal. Ikan yang

menunjukkan nilai fenotif kuantitatif diatas nilai minimal dapat digunakan sebagai

calon induk terpilih, sedangkan yang menunjukkan ekspresi dibawah nilai

minimal harus disisihkan.

Page 6: Diktat Kuliah Genetika Ikan

Seleksi dimaksudkan untuk merubah fenotif kuantitatif dari rata-rata

populasi dengan cara mengeksploitasi genetik aditif yang bertanggung jawab

terhadap pewarisan sifat yang menguntungkan dari induk kepada anaknya.

Segregasi dan pemisahan alel selama meiosis mengurangi genotif dari kondisi

diploid ke kondisi haploid sehingga dapat merubah varian genetik dominan,

namun tidak akan merubah varian genetik aditif karena merupakan fungsi dari

alel.

Ikan-ikan yang menunjukkan superioritasnya disebabkan varian genetik

aditif mampu mewariskan pengaruh-pengaruh superioritas tersebut sehingga

eksploitasi varian ini yang sangat nyata dalam pelaksanaan program seleksi.

Apabila diketahui varian genetik aditif suatu fenotif kuantitatif maka akan lebih

mudah memprediksikan rata-rata fenotif pada generasi berikutnya didasarkan atas

rata-rata calon induk ikan terseleksi. Dengan demikian varian genetik aditif ini

disebut sebagai varian nilai breeding.

2.3. Heritabilitas

Proporsi jumlah varian genetik aditif (VA) penting untuk diketahui oleh

karena dapat diprediksikan apakah program seleksi tersebut efektif. Jumlah varian

genetik yang terdapat dalam fenotif kuantitatif dari suatu populasi sangat

menentukan keberhasilan program seleksi. Apabila jumlah varian tersebut kecil

maka nilai yang dapat dieksploitasi juga kecil sehingga menyulitkan program

seleksi. Proporsi jumlah varian fenotif kuantitatif (VP) yang dikontrol oleh VA

disebut heritabilitas (h2).

h2 = VA / VP

Heritabilitas menggambarkan proporsi VP yang diwariskan dan dapat

diprediksikan serta dapat dipertanggungjawabkan karena h2 merupakan komponen

genetik yang tidak terpisahkan selama meiosis. Jika nilai h2 diketahui maka akan

lebih mudah memprediksi respon seleksi dengan menggunakan rumus :

R = Sh2

Page 7: Diktat Kuliah Genetika Ikan

Dimana R adalah respon seleksi, S adalah diferensial seleksi dan h2 adalah

proporsi jumlah VA. Heritabilitas menunjukkan prosentase pewarisan fenotif

kuantitatif dan tergantung dari VA yang merupakan komponen genetik penentu.

Nilai heritabilitas berkisar diantara 0 dan 1,0. Besar kecilnya nilai heritabilitas

akan memnentukan prediksi berat rata-rata populasi pada generasi berikutnya.

Bilamana nilai heritabilitas lebih kecil dari 0,15 (h2 = 15 %), pengubahan untuk

memperbaiki berat rata-rata populasi dengan program seleksi akan lebih

menyulitkan. Semakin besar nilai heritabilitas, pengubahan berat rata-rata

populasi dengan seleksi semakin mudah dan efektif.

Salah satu contoh penerapan respon seleksi (R) dapat dilaksanakan pada

usaha budidaya ikan. Apabila seorang petani ikan lele ingin mengadakan seleksi

dari stok populasi induk ikan lele dengan berat rata-rata populasi 454 g per ekor

dan petani mengharapkan dari program seleksi tersebut dapat terpilih 50 ekor

induk betina dengan rata-rata berat 604 g dan 40 ekor induk jantan dengan berat

rata-rata 692 g, maka dengan menggunakan rumus respon seleksi akan dapat

diketahui perkiraan berat rata-rata pada generasi berikutnya. Penghitungan R

dilakukan melalui tiga tahap.

Tahap pertama : memperoleh nilai h2 pertumbuhan (dalam hal ini nilainya

telah diketahui untuk ikan lele sebesar 0,50)

Tahap kedua : menghitung diferensial atau perbedaan seleksi, sebagai berikut :

S = berat rata-rata terseleksi + berat rata-rata terseleksi – rata-rata populasi

2

S = 604 g + 692 g – 454 g

2

S = 194 g

Tahap ketiga : menghitung respon seleksi

R = Sh2

R = (194g) (0,50)

R = 97 g

Page 8: Diktat Kuliah Genetika Ikan

Berat rata-rata populasi berikutnya (F1 = keturunan pertama hasil persilangan

dari induk-induk ikan lele terseleksi) menjadi :

F1 = berat rata-rata populasi + respon seleksi

F1 = 454 g + 97 g

F1 = 551 g

Peningkatan nilai heritabilitas dapat dilakukan dengan seleksi berat rata-

rata induk ikan untuk mengetahui standar deviasi dan koefisien variasi berat rata-

rata populasi. Populasi dengan standar deviasi dan koefisien variasi besar lebih

memudahkan pengeksploitasian varian genetik (termasuk VA), oleh karena jumlah

variasi perbedaan berat rata-rata individu yang terseleksi dengan berat rata-rata

populasi semakin besar perbedaannya sehingga memudahkan seleksi.

Seleksi untuk mengumpulkan populasi dengan koefisien variasi sifat

pertumbuhan yang besar merupakan salah satu jalan untuk memperbaiki

produktivitas budidaya ikan. Rata-rata koefisien variasi untuk fenotif

pertumbuhan calon induk ikan mas (Common carp) adalah 22 a5, sedangkan

untuk ikan Tilapia sebesar 27 %. Nilai heritabilitas (h2) untuk kecepatan

pertumbuhan spesies ikan mas sebesar 0,49 (h2 = 49 %) untuk induk berumur 1

tahun dan untuk induk berumur 2 tahun sebesar 0,50 0,008. Besarnya nilai

heritabilitas ini menunjukkan respon terhadap seleksi juga meningkat.

2.4. Standar Deviasi (SD) Dan Koefisien Variasi (CV) Seleksi

Meskipun heritabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan

apakah seleksi akan efektif atau tidak, standar deviasi dan koefisien variasi seleksi

juga berperanan menentukan apakah populasi mempunyai variasi fenotif yang

cukup untuk mencapai target melalui seleksi. Standar deviasi memberikan

gambaran jelas mengenai ukuran fonotif kuantitatif terendah.

Standar deviasi dan koefisien variasi seleksi memberikan peluang untuk

mencapai prosentase peningkatan kualitas keturunan. Fenotif kuantitatif populasi

dengan standar deviasi dan koefisien variasi besar akan mempermudah seleksi.

Variasi yang dapat dimanfaatkan dalam populasi yang memiliki standar deviasi

Page 9: Diktat Kuliah Genetika Ikan

dan koefisien variasi kecil sangat sedikit dan nilainya tidak akan jauh berbeda

dengan ukuran rata-rata dalam populasi tersebut. Sebagai contoh, jika ada dua

populasi ikan memiliki berat rata-rata 400 g dimana satu populasi memiliki

standar deviasi 10 g (CV = 2,5 %), sedangkan populasi yang satunya lagi

memiliki standar deviasi 100 g (CV = 2,5 %), maka seleksi akan lebih efektif

dalam populasi yang memiliki standar deviasi 100 g. Kemudahan seleksi pada

populasi dengan standar deviasi yang besar dikarenakan dalam populasi tersebut

memiliki perbedaan variasi yang lebih besar.

Standar deviasi seleksi memberikan gambaran tentang intensitas seleksi

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pada populasi yang memiliki standar

deviasi dan koefisien variasi seleksi kecil, maka intensitas seleksi akan lebih

tinggi apabila dibandingkan dengan populasi yang memiliki SD dan CV yang

besar. Sebagai contoh, intensitas seleksi akan mencapai 50 % ketika SD 0,7 kg

(CV = 70 %), dan sebaliknya intensitas seleksi dapat meningkat mencapai 95 %

ketika SD 0,3 kg (CV = 30 %). Hal ini menunjukkan bahwa seleksi akan lebih

sering dilakukan ketika nilai SD mengecil, dan sebaliknya seleksi akan lebih

jarang dilakukan ketika nilai SD meningkat.

Page 10: Diktat Kuliah Genetika Ikan

BAB III

HIBRIDISASI

2.1 Program Hibridisasi

Apabila dalam program seleksi, nilai koefisien variasinya kecil atau varian

genetik aditif yang dapat dieksploitasi kecil, maka tidak memungkinkan untuk

memperbaiki suatu fenotif kuantitatif dengan seleksi. Salah satu teknik yang dapat

dipergunakan untuk memperbaiki produktivitas tersebut adalah program

hibridisasi (crossbreeding). Hibridisasi memperbaiki produktivitas dengan cara

mengeksploitasi varian genetik dominan (VD). Prinsip dasar hibridisasi adalah

menimbulkan kembali kombinasi-kombinasi baru pasangan alel-alel yang

berinteraksi. Bilamana dalam pasangan alel-alel yang berinteraksi terdapat alel

dominan yang besifat superior maka akan memperbaiki produktivitas. Kombinasi

persilangan induk ikan harus diperbanyak untuk memperoleh keturunan hibrid

superior.

Beberapa hasil kombinasi persilangan dalam program hibridisasi dapat

memproduksi keturunan hibrid superior yang memperbaiki produktivitas. Sebagai

contoh beberapa hibrid Channel catfish memberikan peningkatan pertumbuhan

sebesar 10-18% dibanding dengan populasi tanpa hibridisasi (Dunham dan

Smitherman, 1985; Chappel, 1979). Hibridisasi akan lebih memberikan pengaruh

perbaikan dan nilai tambah genetik, apabila dilakukan dalam famili, atau lebih

menguntungkan lagi dilakukan antar strain yang hidup pada lokasi yang berbeda.

Kenyataan tersebut terbukti dari keturunan hasil persilangan strain-strain hibrid

pada Cyprinus carpio yang hidup pada daerah yang berbeda menunjukkan

kecepatan pertumbuhan lebih baik (peningkatan berat tubuh sebesar 29%)

dibandingkan hasil persilangan secara normal (Komen et al., 1993).

Superioritas keturunan hibrid dapat diukur sebagai nilai heterosis (hybrid

vigour) yang dapat mengevaluasi prosentase peningkatan pertumbuhan relatif

keturunan hibrid tersebut. Efek heterosis (H) dapat ditampakkan pada persilangan

crossbreeding antara channel catfish (berat rata-rata 460 g) dan blue catfish (berat

Page 11: Diktat Kuliah Genetika Ikan

rata-rata 440 g), memberikan nilai heterosis sebesar 18% pada berat rata-rata

hibrid (Chappel, 1979; Tave 1986).

2.2. Penggunaan Hibridisasi

Eksploitasi varian genetik dominan tidak tergantung pada varian genetik

aditif, sehingga hibridisasi dapat digunakan untuk memperbaiki produktivitas

apakah nilai heritabilitasnya kecil atau besar. Ketika nilai heritabilitas kecil,

hibridisasi sering digunakan sabagai salah satu cara praktis untuk memperbaiki

produktivitas karena seleksi tidak efisien. Hibridisasi dapat diikutkan dalam

program seleksi sebagai tahap persilangan akhir untuk menimbulkan peningkatan

ekspresi pertumbuhan ikan.

Apabila dalam program seleksi telah ditentukan galur populasi kontrol dan

galur populasi terseleksi, maka pada akhir seleksi dapat dimasukkan program

hibridisasi antara galur kontrol dan terseleksi untuk mendapatkan keturunan hibrid

yang terbaik. Hibridisasi juga digunakan untuk memperoleh strain baru yang

unggul ataupun untuk menghasilkan keturunan yang memiliki ukuran fenotif

kuantitatif seragam karena metodanya yang efisien. Penggunaan hibridisasi juga

dimaksudkan untuk menghasilkan populasi ikan yang monoseks dan digunakan

untuk mempertahankan populasi yang tidak mampu bereproduksi kembali.

Chappel (1979) melaporkan bahwa hibridisasi dapat memperbaiki performan

pertumbuhan Channel catfish, dimana beberapa hibrid ikan tersebut memberikan

peningkatan pertumbuhan sebesar 10 – 18 %. Lebih lanjut Dunham dan

Simtherman (1985) mengemukakan bahwa hibridisasi memperbaiki produksi telur

dan starin baru. Sebagai contoh Dunham dan Smitherman (1985) dalam

penelitiannya menghasilkan strain AU-MK-3 untuk spesies Channel catfish dari

hasil hibridisasi Channel catfish strain Marion x Kansas. Populasi hibrid F1

strain Marion x Kansas yang disilangkan satu sama lain menghasilkan hibrid F2

strain Marion x Kansas yang kemudian akan disilangkan antara sesamanya untuk

menghasilkan generasi hibrid ketiga (F3 strain Marion – Kansas = AU-MK-3)

Generasi ketiga dari keturunan hibrid ini memiliki suatu kecepatan pertumbuhan

Page 12: Diktat Kuliah Genetika Ikan

terbesar, rata-rata pemijahan tercepat (sekitar 3 tahun) dan produksi benih lebih

banyak dibandingkan generasi terdahulu.

Auburn University-Marion x Auburn University-Kansas

(AU-M) (AU-K)

F1 : (AU-MK-1)

(AU-MK-1 x AU-MK-1)

F2 : AU-MK-2

SELEKSI

AU-MK-2 x AU-MK-2

F3 : AU-MK-3

Hibridisasi akan lebih memberikan pengaruh perbaikan genetik apabila

dilakukan di dalam famili. Hibridisasi antara Channel catfish x blue catfish akan

lebih menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari pada

hibridisasi antara kedua spesies itu dengan white catfish yang dikarenakan adanya

perbedaan jumlah kromosom. Jumlah kromosom Channel catfish dan blue catfish

58 kromosom, sedangkan jumlah kromosom white catfish 48 kromosom. Tidak

selamanya hibridisasi antar spesies (interspecific) lebih baik dari pada hibridisasi

antar strain (intraspecific).

2.3 Heterosis

Salah satu cara memperbaiki produksi hibrid-hibrid F1 intraspesifik adalah

melihat nilai heterosis positifnya (hybrid vigour) pada budidaya ikan dengan

Page 13: Diktat Kuliah Genetika Ikan

membandingkan hibridisasi antara strain-strain hatchery (panti benih ikan) dan

strain-strain alami. Sebagai contoh penelitian-penelitian hibridisasi dengan

Channel catfish menunjukkan bahwa :

Strain hatchery x strain hibrid F1 hatchery 80 % heterosis +

Strain hatchery x strain hibrid F1 alami 30 % heterosis +

Superioritas atau inferioritas keturunan hibrid diukur sebagai heterosis (H)

atau hybrid vigour. Heterosis (H) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

H = (Rata-rata hibrid F1 – Rata-rata induk ) x 100 %

Rata-rata induk

Sebagai contoh, dilakukan persilangan antara Channel catfish, blue catfish

dan resiprok hibridnya untuk mengevaluasi pertumbuhan relatif catfish.

Pada saat panen (umur pemeliharaan 18 bulan) dicatat berat rata-rata

masing-masing kelompok sebagai berikut :

Kelompok Berat rata-rata (g)

Channel catfish 460

Blue catfish 440

Channel catfish x blue

catfish

600

Blue catfish x Channel

catfish

462

Penghitungan nilai heterosis dilakukan dalam tiga tahap :

Tahap pertama : hitung berat rata-rata kelompok induk ?

Berat rata-rata kelompok induk = 460 g + 440 g / 2

Berat rata-rata induk = 450 g

Tahap kedua : hitung berat rata-rata hibrid ?

Berat rata-rata hibrid = 462 g + 600 g / 2

Berat rata-rata hibrid = 531 g

Tahap ketiga : hitung heterosis ?

Page 14: Diktat Kuliah Genetika Ikan

H = (531 g – 450 g) x 100 %

450 g

H = 18 %

2.4. Inbreeding

Inbreeding merupakan program pemuliaan yang berpengaruh terdahap

produktivitas. Persilangan antara ikan-ikan yang memiliki hubungan kekeluargaan

dikenal sebagai inbreeding. Secara genetik, inbreeding dilakukan untuk

menciptakan keturunan homosigot. Individu-individu yang kekerabatannya dekat

akan mewarisi sifat yang sama dari induknya karena alel-alel terbagi dengan

jumlah yang sama seperti pasangan alel-alel semula (dari induknya).

Seleksi, migrasi, mutasi dan penyimpangan genetik mengubah frekuensi

gen, akan tetapi inbreeding tidak mengubah frekuensi gen. Persilangan yang dekat

kekerabatannya akan menambah kehomosigotan, karena mengubah frekuensi

genotif dengan penambahan alel yang homosigot dan pengurangan alel yang

heterosigot. Hal ini menyebabkan variasi genotif bertambah sehingga variasi

fenotif juga bertambah.

Individu yang heterosigot umumnya menyimpan alel resesif perusak. Jika

alel ini terekspresi akan menghasilkan bentuk abnormal atau fenotif letal. Oleh

karena inbreeding menciptakan homosigot dengan memasangkan alel yang sama

karena pewarisan induk, kemungkinan besar jarang sekali alel resesif perusak

berpasangan dan terekspresi pada individu inbreed dibandingkan dengan

persilangan induk yang jauh hubungan kekerabatannya. Namun demikian tidak

ada kepastian bahwa keturunan inbreed akan selalu abnormal.

2.4.1. Aplikasi Inbreeding

Kajian penelitian aplikasi inbreeding yang menggunakan spesies ikan

menunjukkan bahwa inbreeding mereduksi produktivitas, namun demikian

inbreeding dengan metoda tertentu masih dapat digunakan untuk memperbaiki

genetik populasi. Metoda tersebut dikenal sebagai program line breeding.

Page 15: Diktat Kuliah Genetika Ikan

Program line breeding dilakukan ketika individu yang unggul (biasanya jantan)

disilangkan dengan keturunannya. Hal ini dilakukan agar supaya sifat unggul pada

individu jntan tersebut menambah kontribusi gen pada gene pool keturunannya.

Aplikasi kedua dari inbreeding adalah untuk membuat galur inbreed yang

akan dihibridisasikan sehingga menghasilkan hibrid-hibrid generasi pertama (F1)

yang memiliki sifat tumbuh relatif lebih baik. Dua atau lebih dari galur inbreed

tersebut disilangkan satu sama lain untuk menggabungkan alel-alel tertentu.

Ketika galur inbreed disilangkan, hibrid-hibrid keturunannya akan identik dan

seragam sifatnya. Hal inilah yang menjadi tujuan dari program crossbreeding.

Inbreeding dengan dua atau lebih galur yang diikuti program hibridisasi

merupakan metoda klasik untuk memproduksi keturunan yang pertumbuhannya

seragam.

Dua tipe line breeding yang umum digunakan dalam perbaikan keturunan

hibrid adalah mild linebreeding dan intense linebreeding. Pada program mild

linebreeding, hasil persilangan generasi pertama (hibrid turunan pertama)

disilangkan dengan individu lain untuk menghasilkan hibrid turunan kedua yang

selanjutnya disilangkan dengan individu lain untuk menghasilkan turunan hibrid

ketiga. Turunan hibrid ketiga tersebut kemudian disilangkan dengan individu lain

untuk menghasilkan turunan hibrid keempat. Persilangan terakhir dilakukan

dengan menyilangkan turunan hibrid keempat dengan individu jantan unggul yang

dipakai sebagai parent (induk pertama) yang diharapkan mewarisi keunggulannya

dengan prosentase yang besar.

Program kedua adalah intense line breeding yang selalu menggunakan

persilangan individu unggul sebagai pejantan dengan individu lain pada setiap

generasi yang diharapkan akan memperbesar pengaruh penurunan sifat unggul

pada hasil keturunan. Hasil keturunan hibrid generasi pertama disilangkan dengan

individu unggul sebagai pejantan untuk menghasilkan keturunan hibrid kedua

yang mewarisi sifat unggul dan selanjutnya disilangkan kembali dengan individu

jantan unggul untuk menambah keunggulannya pada keturunan hibrid ketiga.

Persilangan terakhir dilakukan antara hibrid keturunan ketiga dengan individu

Page 16: Diktat Kuliah Genetika Ikan

jantan unggul sehingga akan diperoleh keturunan keempat yang akan mewarisi

hampir 100 % keunggulan pejantan (sebagai induk unggulan).

Mild linebreeding :

Parent : A x B (A=jantan unggul)

Keturunan I : C x D (C merupakan hibrid keturunan I mewarisi 50 % ke-

unggulan A)

Keturunan II : E x G (E merupakan hibrid keturunan kedua mewarisi 25 %

keunggulan A)

Keturunan III : H x I (H merupakan hibrid keturunan III mewarisi 12,5 %

keunggulan A)

Keturunan IV : A x J (J merupakan hibrid keturunan IV mewarisi 6,25 %

keunggulan A)

K (Keturunan K memperoleh sumbangan keunggulan A se-

besar 6,25 % + 100 % / 2 = 53,12 %)

Intense linebreeding :

Parent : A x B (A=jantan unggul)

Keturunan I : A x C (C merupakan hibrid keturunan I mewarisi

50 % keunggulan A)

Keturunan II A x D (D merupakan hibrid keturunan II mewarisi

75 % keunggulan A)

Keturunan III A x E (E merupakan hibrid keturunan III yang

mewarisi 87,5 % keunggulan A)

G (keturunan G memperoleh sumbangan keunggulan

A sebesar 87,5 % + 100 % / 2 = 93,75 %)

Page 17: Diktat Kuliah Genetika Ikan

2.4.2. Cara Penghitungan Inbreeding

Nilai inbreeding dapat dihitung dengan menggunakan tehnik yang disebut

path analysis, yaitu dengan menyajikan garis keturunan dalam bentuk diagram

path dan menentukan inbreeding individu dengan memasukkan kemungkinan

perbedaan path dengan satu atau lebih common ancestor (tetua/induk pertama).

A B

D D

B G A

G

A E

E

C C

Garis keturunan Diagram path

Setiap anak panah pada diagram path menunjukkan sebuah gamet yang

menerima 50 % genom induk (orang tuanya). Inbreeding individu ditentukan

dengan menggunakan rumus :

FX = (0,5)N (1 + FA)

dimana : Fx = inbreeding individu

= simbol dari penjumlahan

N = jumlah individu yang termasuk dalam diagram path

FA = inbreeding common ancestor

Jika FA = 0, maka rumus di atas menjadi :

FX = (0,5)N

Individu G menunjukkan keturunan yang inbreed karena satu dari

tetuanya terlihat pada kedua sisi maternal (garis betina) dan paternal (garis

jantan). Individu A adalah tetua (common ancestor) dari individu G. Nilai

inbreeding G diperoleh dengan cara menelusuri jalur dari G ke A. Penelusuran ini

Page 18: Diktat Kuliah Genetika Ikan

untuk mencari panjangnya garis pewarisan dari setiap generasi, mulai dari A

sampai G. Hal ini dapat dilakukan dari salah satu orang tua G, kemudian

ditelusuri jalan menuju A, selanjutnya dari A ke orang tua G yang lain. Untuk

menghitung FG harus ditelusuri jalan dari D ke E melalui A.

D (1)

G A (2)

E (3)

Pada jalur penelusuran tersebut terdapat 3 individu yang berhubungan dengan G

(N = 3). Individu A bukan inbreed karena merupakan common ancestor. Nilai FG

dapat dicari dengan menggunakan rumus :

FG = (0,5)N

FG = (0,5)3 = 0,125

Jadi keturunan G yang merupakan inbreed mewarisi kehomosigotan individu A

sebagai tetua sebesar 12,5 %.

2.4.3. Pengaruh Ukuran Populasi Pada Inbreeding

Inbreeding yang tidak disengaja dan penyimpangan genetik selalu terjadi

dalam populasi hatchery karena populasi tersebut kecil dan lingkungannya

tertutup. Kedua hal ini akan merusak variasi populasi genetik dan menurunkan

produktivitas. Pengaruh yang tidak menguntungkan ini dapat diatasi dengan

jumlah persilangan yang efektif (efective breeding = NE). Jumlah NE tergantung

dari jumlah induk yang disilangkan, rasio seks, cara persilangan dan variasi

ukuran famili.

Apabila tidak dilakukan seleksi induk ikan, maka persilangan yang dapat

dilakukan ada dua cara yaitu persilangan secara acak (random) dan persilangan

Page 19: Diktat Kuliah Genetika Ikan

antar keturunan. Jumlah breeding efektif yang harus digunakan pada populasi

dengan persilangan secara acak dapat dihitung dengan rumus :

4 ( ) ( ) Ne = ( ) ( )

dimana : Ne = jumlah breeding efektif

= jumlah induk betina

= jumlah induk jantan

Jumlah breeding efektif merupakan suatu konsep yang sangat penting

dalam manajemen populasi, karena memberikan petunjuk tentang stabilitas

genetik populasi. Apabila Ne menurun, inbreeding dan variasi perubahan

frekuensi gen akan meningkat. Jumlah breeding efektif ini berbanding terbalik

dengan inbreeding.

Bilamana Ne dalam suatu populasi menurun dan berakibat pada penurunan

produktivitas, maka upaya yang harus ditempuh adalah menambah Ne sebesar

mungkin dan memijahkan induk dengan rasio seks lebih tinggi. Pengaruh rasio

seks terhadap inbreeding ditunjukkan dengan rumus :

1 1

F = +

8 ( ) 8 ( )

Cara ketiga untuk memaksimalkan Ne adalah mengubah persilangan

random (acak) menjadi persilangan kekerabatan (antar keturunan). Persilangan

antar keturunan berbeda dengan persilangan acak. Pada persilangan keturunan

setiap betina meninggalkan satu anak betina dan setiap jantan meninggalkan satu

anak jantan yang akan dipergunakan sebagai broodstock (calon induk). Sistem

breeding ini dapat menggandakan Ne tanpa menambah ukuran populasi. Cara

perhitungan Ne dengan persilangan keturunan menggunakan rumus :

16 ( ) ( ) Ne =

3 ( ) + ( ) atau ( ) + 3 ( )

Page 20: Diktat Kuliah Genetika Ikan

Jika rasio seks dalam persilangan tersebut lebih banyak induk betina maka

digunakan faktor pembaginya adalah 3 ( ) + ( ), sebaliknya apabila dalam

persilangan terdapat lebih banyak induk jantan, digunakan faktor pembagi ( ) +

3 ( ). Ne bertambah bila menggunakan persilangan keturunan karena menambah

variasi genetik dengan jaminan bahwa telur-telur yang dihasilkan selalu tersedia

pada generasi mendatang.

Jika populasi breeding tidak menambah ukuran populasi, satu-satunya cara

untuk menambah produktivitas adalah mengubah rasio seks atau mengubah

persilangan keturunan. Cara tersebut dikenal sebagai efektif breeding efisien (Nb).

Ne Nb = N

Nb adalah efektif breeding efisien dan N adalah ukuran populasi. Efektif

breeding efisien dapat memberikan petunjuk bagaimana caranya mengelola dan

mengatur hatchery dengan baik terutama dalam hal penyediaan stok calon induk

bermutu yang diusahakan agar tingkat inbreeding dapat diminimalisasi.

Persilangan keturunan dapat diperbaiki dengan menggunakan Nb apabila rasio

seks induk jantan dan betina adalah 50 : 50.

Page 21: Diktat Kuliah Genetika Ikan

BAB IV

MEKANISME SEX REVERSAL PADA GENETIKA IKAN

Umumnya pada ikan,, diferensiasi seksual terjadi selama awal

perkembangan telur sampai burayak (fry) dan dikontrol oleh konfigurasi

kromosom pada nukleus telur yang dibuahi. Konfigurasi kromosom yang tersusun

atas kromosom eks XX akan terekspresi menjadi individu betina dan untuk

komposisi kromosom seks XY terekspresi menjadi individu jantan. Pada ikan

memiliki mekanisme yang sama untuk kontrol seks dengan ekspresi individu

betina yang umumnya homogametic sex. Namun pada Oreochromis aureus (ikan

nila) ekspresi individu jantan merupakan homogametic sex.

4.1. Penentu Kromosom Seks

Baik pada mamalia maupun ikan, penentuan seks kelamin sangat

dipengaruhi oleh kromosom dan bukan oleh lingkungan. Pada umumnya,

kromosom betina adalah XX dan jantan adalah XY. Kromosom Y merupakan

kromosom yang mewariskan faktor penentu seks kelamin pada mamalia. Jika

misalkan individu memiliki 2 kromosom X dan 1 kromosom Y maka jenis

kelaminnya adalah jantan. Namun umumnya individu hanya memiliki 1

kromosom X dan kromosom Y yang tidak berkembang dianggap sebagai individu

betina.

Perkembangan gonad dan penentuan jenis kelamin pada mamalia

(termasuk ikan) diatur oleh kromosom Y. Jika tidak terdapat kromosom Y, gonad

berkembang menjadi ovari. Hormon-hormon estrogenik yang diproduksi oleh

ovari mampu menginduksi Mullerian duct menjadi vagina, serviks, uterus dan

oviduk. Jika terdapat kromosom Y, maka kromosom Y akan mengatur

pembentukan faktor penentu testis. Faktor penentu testis yang terbentuk akan

menginduksi perkembangan gonad menjadi testis (yang materialnya diambil dari

bahan calon pembentuk ovari). Oleh karena testis yang terbentuk, maka akan

disekresikan dua hormon utama. Pertama adalah Anti Mullerian Duct Hormone

Page 22: Diktat Kuliah Genetika Ikan

(dikenal sebagai AMH = Anti Mullerian Hormone) yang merupakan hormon

perusak jaringan yang menginduksi perkembangan uterus, oviduk, serviks dan

vagina. Hormon kedua adalah testosteron yang memaskulinisasi calon sel

pembentuk gonad, menstimulasi pembentukan penis, skrotum dan bagian anatomi

jantan lainnya. Secara rinci pada Gambar 1 di bawah diuraikan proses penentuan

jenis kelamin oleh kromosom Y.

Kromosom Y mesoderm pada gonad

Faktor yang belum berkembang

Penentu Testis

Testis Ovari

Sel Leydig Sel Sertoli Sel Teka Sel Granulosa

Wolfian duct Breast tissue

Testosteron AMH Estrogen

Mamary glands

Epididimis, Dihydrotestosterone

Vas deferens, Mullerian Uterus, oviduk,

Seminal vesicle Urogenital Penis duct serviks, vagina

Gambar 1. Urutan kejadian yang menjurus pada pembentukan fenotif seks pada mamalia. Keberadaan kromosom Y pada gonad yang belum ter- deferensiasi (indifferensiasi) menyebabkan pengubahan menjadi testis. Sel-sel testis mensekresikan hormon-hormon yang menyebabkan diferensiasi menjadi fenotif jantan. Ketiadaan kromosom Y, gen-gen ovarium beraksi untuk membentuk ovari dan menginduksi adanya perkembangan fenotif seks betina (Gilbert, 1991)

4.2. Gen-gen Pada Kromosom Y

Beberapa gen yang terdapat dalam kromosom seks telah ditemukan dan

memiliki fungsi untuk diferensiasi seksual normal. Diferensiasi gonad yang belum

Page 23: Diktat Kuliah Genetika Ikan

terdiferensiasi tergantung pada ekspresi gen-gen kromosom Y yang terdapat

dalam sel-sel epitelium seks. Diferensiasi testis merupakan ekspresi penentu eks

pada kromosom Y di dalam sel-sel sertoli. Oleh karena sel sertoli merupakan tipe

sel pertama testis yang berdiferensiasi, hal ini yang meungkinkan gen penentu

seks kromosom Y dan semua kejadian lainnya pada pembentukan testis.

Pada manusia, gen untuk faktor penentu testis (TDF = Testis Determining

Factor) yang terletak pada lengan pendek kromosom Y merupakan gen

pembentuk ekspresi individu jantan.

Gen penentu testis pada kromosom Y diperlukan, namun tidak cukup

untuk menginduksi perkembangan testis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

gen pada kromosom Y berkoordinasi dengan gen-gen autosomal tertentu. Gen

penentu testis terletak pada daerah 35.000 bp pada kromosom Y yang terletak

sebelum pseudoautosomal. Pada daerah ini ditemukan suatu urutan DNA spesifik

jantan yang menyandi suatu peptida dari 223 asam-asam amino. Gen ini disebut

sebagai sex determining region Y (SRY) yang menyandi faktor penentu testis

yang bekerja sebelun atau sesudah atau selama diferensiasi testis.

Satu dari gen-gen yang diatur oleh faktor penentu testis adalah gen untuk

AMH (Anti Mullerian Hormone). Hormon ini diproduksi oleh sel-sel sertoli testis

dan merupakan salah satu produk utama dari jaringan testis. Gen penentu testis

pada kromosom Y mencit (Tdy) dapat bekerjasama dengan gen penentu testis

autosomal (Testis determining autosomal = Tda-1).

Gen penentu perkembangan ovarium adalah gen Od (Ovarian

determining) yang terletak pada kromosom X atau pada suatu autosom. Gen Od

ini berfungsi untuk mengaktivasi gen berikutnya (gen Od-1) pada jalur

perkembangan ovarium . Gen Od-1 ini dapat mengaktivasi gen dalam germ cell

line untuk menginduksi aktivasi perkembangan ovarium di dalam sel-sel gonad.

Gen pertama pada jalur perkembangan testis adalah faktor penentu pada

testis (Tdy). Gen ini bekerja terlebih dahulu dari pada gen Od dan bertindak dalam

dua fungsi. Pertama, mengaktivasi gen berikutnya (Td-1) dalam jalur testis dan

gen Td-1 ini kemudian menekan aktivitas gen Od. Akibat mekanisme operasi gen

Page 24: Diktat Kuliah Genetika Ikan

ini, testis akan terbentuk. Jika terdapat gen Tdy, akan terbentuk testis, dan

sebaliknya ovari akan terbentuk jika tidak ada gen Tdy. Model ini

memungkinkan pewarisan pembalikan seks (sex reversal) yang disebabkan oleh

hilangnya koordinasi antara gen Tdy dan alel-alelnya. Hilangnya koordinasi ini

mungkin pertanda timing ekspresi gen. Pada Gambar 2 di bawah ini disajikan

model penentuan jenis kelamin (Gilbert, 1991).

(a) Gen Tdy menginisiasi perkembangan testis

Sel-sel germ Od Prospermatogonia

XY inisiasi perkembangan testis oleh ekspresi

Gen Tdy Testis

Sel-sel gonad Tdy Td-1 Sel sertoli

(b) Jika tidak ada gen Tdy, gen Od menginduksi perkembangan ovari

Sel-sel germ Od Oosit meiotik

induksi per-

XX kembangan ovari oleh gen Od Ovari

Sel-sel gonad Od-1 Sel-sel granulosa

(c) Ekspresi gen Od dan represi gen Tdy menjurus pada sex reversal

Sel-sel germ Od

“XY ” Represi gen Tdy Ovari

Sel-sel gonad Tdy Od-1 Sel granulosa

Gambar 2. Jika terdapat gen Tdy, gen Od akan direpresi sehingga terjadi insiasi perkembangan testis oleh ekspresi gen Tdy (a). Jika tidak terdapat gen Tdy, gen Od menginduksi perkembangan ovari karena ekspresi dari gen Od tersebut (b). Bilamana gen Tdy yang akan terekspresi ditekan (oleh perlakuan hormon), gen Od akan terekspresi dan menginduksi gen Od-1 untuk membentuk ovari (mekanisme sex reversal)

Page 25: Diktat Kuliah Genetika Ikan

DIKTAT KULIAH GENETIKA IKAN

GENETIKA FENOTIF KUANTITATIF

Oleh

Ibnu Dwi Buwono, Ir.,MSi.

JURUSAN PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

BANDUNG 2001

KATA PENGANTAR

Page 26: Diktat Kuliah Genetika Ikan

Puji syukur ke hadirat Alloh Yang Maha Esa atas tersusunnya buku

pegangan kuliah genetika ikan ini. Buku tersebut lebih dimaksudkan untuk

mempermudah pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah genetika ikan yang

banyak menguraikan teori-teori dasar genetika yang harus disederhanakan

penyampaiannya. Topik yang dibahas dalam buku ini dititik beratkan pada

genetika fenotif kuantitatif khususnya program seleksi, hibridisasi, inbreeding dan

mekanisme sex reversal pada genetika ikan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima ksih, kepada :

1. Bapak Prof.H.A. Himendra W.,dr,SpAn.KIC selaku Rektor

Universitas Padjadjaran

2. Bapak Prof.Dr.Sadeli Natasasmita,Ir. Selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Padjadjaran

3. Bapak Dr. Otong Suhara,Ir.,MS. Selaku Ketua Jurusan Perikanan

Universitas Padjadjaran

3. Staf perpustakaan Fakultas Pertanian dan Jurusan Perikanan yang

telah membantu mencarikan bahan rujukan.

Menyadari akan kekurangan dalam penyajian buku ajar tersebut, penulis

dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun.

Bandung, Februari 2001

Penulis,