Top Banner
DASPROS PEMBELAJARAN MATEMATIKA I Oleh Mohammad Asikin Bagian 1 PENDAHULUAN Sampai sekarang, dunia pendidikan matematika masih memiliki berbagai masalah. Dua masalah yang amat besar dan amat penting, adalah sebagai berikut. Pertama, sampai sekarang pelajaran matematika di sekolah masih dianggap merupakan pelajaran yang menakutkan bagi banyak siswa, antara lain karena bagi banyak siswa pelajaran matematika terasa sukar dan tidak menarik. Kedua, sekalipun dalam banyak kesempatan sering dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, termasuk bagi kehidupan sehari-hari, banyak orang belum bisa merasakan manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari mereka di luar beberapa cabang matematika tertentu yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan praktis seperti berhitung, statistika dan geometri. Karena adanya dua masalah tersebut, banyak siswa menjadi kurang termotivasi dalam mempelajari matematika. Selain itu, adanya dua masalah tersebut juga menyebabkan pendidikan matematika di sekolah kurang memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan anak secara keseluruhan, baik bagi pengembangan kemampuan berpikir, bagi pembentukan sikap, maupun pengembangan kepribadian secara keseluruhan. Sebagai contoh, dalam bidang kemampuan berpikir kreatif atau 1
65

Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Jun 10, 2015

Download

Documents

xedul
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

DASPROS PEMBELAJARAN MATEMATIKA I

Oleh Mohammad Asikin

Bagian 1

PENDAHULUAN

Sampai sekarang, dunia pendidikan matematika masih memiliki berbagai

masalah. Dua masalah yang amat besar dan amat penting, adalah sebagai

berikut. Pertama, sampai sekarang pelajaran matematika di sekolah masih

dianggap merupakan pelajaran yang menakutkan bagi banyak siswa, antara lain

karena bagi banyak siswa pelajaran matematika terasa sukar dan tidak menarik.

Kedua, sekalipun dalam banyak kesempatan sering dikatakan bahwa matematika

merupakan ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, termasuk bagi

kehidupan sehari-hari, banyak orang belum bisa merasakan manfaat matematika

dalam kehidupan sehari-hari mereka di luar beberapa cabang matematika tertentu

yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan praktis seperti berhitung,

statistika dan geometri.

Karena adanya dua masalah tersebut, banyak siswa menjadi kurang

termotivasi dalam mempelajari matematika. Selain itu, adanya dua masalah

tersebut juga menyebabkan pendidikan matematika di sekolah kurang

memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan anak secara keseluruhan,

baik bagi pengembangan kemampuan berpikir, bagi pembentukan sikap, maupun

pengembangan kepribadian secara keseluruhan. Sebagai contoh, dalam bidang

kemampuan berpikir kreatif atau meningkatkan kemampuan memecahkan

masalah, yang banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang

pembentukan sikap, pendidikan matematika di sekolah belum bisa menumbuhkan

sikap menghargai matematika sebagai ilmu yang sangat berguna bagi umat

manusia pada diri para siswa. Dalam bidang pengembangan kepribadian,

pendidikan matematika di sekolah belum mampu mengembangkan pribadi-pribadi

siswa menjadi pribadi-pribadi yang mampu mengambil keputusan mengenai apa

yag paling baik bagi dirinya, bersifat jujur, dan berani bertanggung jawab terhadap

segala hal yang telah dilakukan atau diucapkan. Sehingga banyak siswa

menempuh pelajaran matematika melulu karena hal itu diharuskan oleh sistem

yang ada, sesuai dengan kurikulum.

1

Page 2: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Dengan situasi seperti itu, pendidikan matematika di sekolah, dan

pendidikan formal pada umumnya, cenderung menghasilkan lulusan yang

mempunyai banyak pengetahuan (khususnya pengetahuan faktual), tetapi miskin

dalam kemampuan berpikir, dan miskin dalam hal kepribadian, termasuk berjiwa

penakut, kurang berani mengambil keputusan, dan kurang berani bertanggung

jawab atas tindakan yang telah dilakukan.

Padahal, dalam dunia yang semakin kompleks ini, pada diri setiap orang

semakin dituntut adanya kemampuan berpikir yang tinggi dan kreatif, kepribadian

yang jujur dan mandiri (berjiwa independen), dan sikap yang responsif terhadap

perkembangan-perkembangan yang terjadi di lingkungannya atau di dalam

masyarakat (NCTM, 1989; National Research Council, 1989). Hal ini berlaku di

banyak negara, termasuk Indonesia, terlebih-lebih dalam era sekarang ini, di

mana demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan otonomi dalam berbagai tataran

(individu, kelompok, masyarakat, dan daerah) semakin dianggap penting.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang perlu dilakukan agar

pembelajaran matematika di sekolah dapat memotivasi siswa untuk belajar

matematika dan mampu mendidik para siswa sehingga mereka bisa tumbuh

menjadi orang-orang yang mampu berpikir secara mandiri dan kreatif,

berkepribadian mandiri, dan mempunyai kemampuan dan keberanian dalam

menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan mereka? Jika pembelajaran

matematika di sekolah-sekolah kita dapat mengupayakan terbentuknya siswa

dengan karakteristik seperti itu, berarti pembelajaran matematika di sekolah-

sekolah kita telah memberikan sumbangan yang besar dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Kalau dicermati secara seksama, nampak bahwa pada kurikulum tahun

1994 dan kurikulum sebelumnya, tujuan pendidikan matematika yang diarahkan

bagi perkembangan potensi siswa secara keseluruhan belum dirancang secara

sengaja. Artinya, pengembangan kemampuan berpikir, pembentukan sikap,

pengembangan kepribadian termasuk pengembangan kecakapan hidup belum

dipersiapkan secara terencana dalam pembelajaran yang terjadi di kelas.

Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Salah satu kemungkinan penyebab

adalah karena amanat yang diberikan kurikulum pada tingkat implementasi seolah

hanya berhenti sebagai jargon-jargon kosong tanpa makna. Paradigma

pembelajaran matematika yang diikuti juga tidak mendukung ke arah tersebut.

2

Page 3: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Sehingga tak dapat dipungkiri dengan situasi tersebut, pendidikan matematika di

sekolah, dan pendidikan formal pada umumnya, cenderung menghasilkan lulusan

yang banyak pengetahuan (khususnya pengetahuan faktual), tetapi kurang dalam

kemampuan berpikir, dalam hal kepribadian, termasuk berjiwa penakut, kurang

berani berpendapat, kurang berani mengkomunikasikan pemikirannya dan kurang

berani mengambil keputusan, kurang berani bertanggung jawab atas tindakan

yang telah dilakukan.

Kurikulum baru yang berbasis kompetensi akan “bernasib sama” dengan

kurikulum-kurikulum sebelumnya jika antara lain: tidak “dikawal” dengan

paradigma pembelajaran yang tepat dan tidak ditangani oleh guru-guru yang

profesional dan berpikiran inovatif. Guru yang tidak “alergi” dan tidak

mengedepankan sikap skeptis terhadap adanya perubahan dan kemajuan,

termasuk perubahan dalam paradigma pembelajaran matematika.

BAGIAN 2

KARAKTERISTIK DAN POTENSI MATEMATIKA SEKOLAH

Agar pembelajaran matematika di sekolah dapat memenuhi tuntutan

inovasi pendidikan pada umumnya, Ebbut dan Stratker (1995) mendefinisikan

matematika sekolah yang selanjutnya disebut matematika, sebagai berikut.

1. Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan

2. Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan

penemuan

3. Matematika adalah kegiatan problem solving

4. Matematika merupakan alat berkomunikasi

Sedangkan The Four Faces of Mathematics menurut Keith Devlin (2000)

adalah :

Mathematics as computation, formal reasoning, and problem solving

Mathematics as a way of knowing

Mathematics as a creative medium

Applications of mathematics

Potensi-potensi yang Dimiliki Matematika

Berdasarkan karakteristik dari matematika (lihat, misalnya Kline, 1968; Bell,

1978; National Research Council, 1989; dan Souviney, 1994), matematika

3

Page 4: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

mempunyai potensi yang besar untuk memberikan berbagai macam kemampuan,

dan sikap yang diperlukan oleh manusia agar ia bisa hidup secara cerdas

(intelligent) dalam lingkungannya, dan agar bisa mengelola berbagai hal yang ada

di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Kemampuan-kemampuan yang dapat

diperoleh dari matematika antara lain ialah :

1. kemampuan berhitung

2. kemampuan mengamati dan membayangkan bangunan-bangunan geometris

yang ada di alam beserta dengan sifat-sifat keruangan (spatial properties)

masing-masing

3. kemampuan melakukan berbagai macam pengukuran, misalnya panjang, luas,

volume, berat dan waktu

4. kemampuan mengamati, mengorganisasi, mendeskripsi, menyajikan, dan

menganalisis data

5. kemampuan melakukan kuantifikasi terhadap berbagai variabel dalam

berbagai bidang kehidupan, sehingga hubungan antara variabel yang satu dan

variabel yang lain dapat diketahui secara lebih eksak

6. kemampuan mengamati pola atau struktur dari suatu situasi

7. kemampuan untuk membedakan hal-hal yang relevan dan hal-hal yang tidak

relevan pada suatu masalah

8. kemampuan membuat prediksi atau perkiraan tentang sesuatu hal

berdasarkan data-data yang ada

9. kemampuan menalar secara logis, termasuk kemampuan mendeteksi adanya

kontradiksi pada suatu penalaran atau tindakan

10.kemampuan berpikir dan bertindak secara konsisten

11.kemampuan berpikir dan bertindak secara mandiri (independen) berdasarkan

alasan yang dapat dipertanggung jawabkan

12.kemampuan berpikir kreatif

13.kemampuan memecahkan masalah dalam berbagai situasi

Di samping dapat memberikan kemampuan-kemampuan, bidang studi

matematika juga berguna untuk menanamkan atau memperkuat sikap-sikap

tertentu. Sikap-sikap yang dapat ditumbuh kembangkan melalui bidang studi

matematika antara lain ialah sikap teliti (cermat), sikap kritis, sikap efisien, sikap

telaten, dan sikap atentif terhadap detil.

4

Page 5: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Memang, bidang-bidang studi yang lainpun ada kemungkinan juga

mempunyai potensi untuk menumbuh kembangkan satu atau lebih kemampuan

atau sikap di atas, akan tetapi potensi matematika untuk menumbuh kembangkan

hal-hal tersebut relatif besar karena itu semua sesuai dengan karakteristik

matematika.

Karakteristik Pembelajaran Matematika yang dapat Mengaktualisasikan

Potensi-potensi Tersebut di Atas

Apakah potensi-potensi di atas akan teraktualisasikan (terimplementasi

dalam kenyataan) atau tidak pada diri masing-masing siswa masih tergantung

pada berbagai faktor, yaitu karakteristik pembelajaran matematika itu sendiri (baik

materi maupun strategi pembelajarannya), faktor sosial-budaya yang ada dalam

masyarakat dan beberapa faktor yang lain, termasuk faktor-faktor intrinsik yang

ada dalam diri masing-masing siswa. Namun, di antara faktor-faktor itu, yang amat

menentukan adalah faktor pembelajaran matematika itu sendiri, yang meliputi

materi dan strategi pembelajaran.

Karakteristik pembelajaran matematika yang dapat mengaktualisasikan

potensi-potensi tersebut di atas adalah sebagai berikut :

1. Dari segi materi pembelajaran :

a. Materi pembelajaran harus meliputi jenis-jenis materi yang sedemikian

rupa, sehingga kemampuan-kemampuan atau sikap-sikap yang akan

ditumbuh kembangkan bisa tercakup (sebagai contoh, jika kemampuan

memahami relasi-relasi keruangan akan dikembangkan, tentulah materi

pembelajaran harus mencakup materi geometri yang sesuai dengan

kemampuan yang bersangkutan).

b. Agar kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang diperoleh siswa juga

dapat diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari di luar bidang studi

matematika itu sendiri, pada materi pembelajaran perlu juga dimasukkan

berbagai contoh situasi nyata dari kehidupan sehari-hari yang relevan.

Sebagai contoh, jika siswa diharapkan nantinya memiliki kemampuan

menalar yang baik dalam kehidupannya sehari-hari, materi pembelajaran

harus mencakup juga berbagai contoh kasus dari kehidupan sehari-hari

untuk digunakan sebagai bahan latihan untuk penalaran.

5

Page 6: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

c. Materi pembelajaran tidak boleh terlalu padat, untuk memberikan

kesempatan yang cukup bagi siswa untuk melakukan proses belajar

secara aktif dan konstruktif.

2. Dari segi strategi pembelajaran

Berdasarkan tulisan-tulisan dari National Research Council (1989);

NCTM (1989), Schiffer dan Fosnot (1993), Souviney (1994), dan lain-lain,

penulis berpendapat bahwa strategi pembelajaran yang sesuai untuk

mengaktualisasikan potensi-potensi matematika tersebut di atas adalah

strategi yang memenuhi kriteria (syarat-syarat ) berikut :

a. Strategi tersebut harus memberikan kesempatan dan dorongan bagi siswa

untuk secara aktif mengkonstruksi makna (meaning) dari materi-materi

yang dipelajari, untuk mengusahakan agar proses pembelajaran betul-

betul bermakna (meaningful) bagi para siswa yang bersangkutan,

sehingga pengetahuan-pengetahuan, kemampuan-kemampuan, sikap-

sikap, dan lain-lain yang dipelajari bisa terinternalisasi dengan baik (lihat,

Schifter & Fosnot, 1993). Jika proses belajar aktif dan konstruktif tidak

dilakukan, dapat dikhawatirkan bahwa pembelajaran hanya terjadi secara

mekanistik (rote learning), sehingga pengetahuan-pengetahuan,

kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan lain-lain tidak terinternalisasi

dengan baik, atau bahkan tidak terinternalisasi sama sekali.

b. Strategi harus secara ekspilist dan intensif melatih dan mengembangkan

kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap seperti yang disebutkan di

muka. Dalam kenyataan yang sering terjadi, pada bagian awal dari GBPP

ada perumusan tujuan tentang kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap

yang diharapkan akan diperoleh; akan tetapi, dalam pelaksanaan dari

kegiatan pembelajaran tidak ada usaha yang eksplisit untuk

mengupayakan agar kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap itu betul-

betul bisa diperoleh, dengan akibat bahwa para siswa kemungkinan besar

tidak bisa memperoleh atau mengembangkan kemampuan-kemampuan

dan sikap-sikap tersebut.

c. Strategi pembelajaran matematika tersebut harus banyak menggunakan

contoh-contoh kejadian (kasus, fenomena) dari dunia nyata untuk dikupas

atau dinalisis. Misalnya, untuk melatih siswa dalam memecahkan

masalah-masalah dalam dunia nyata, contoh-contoh masalah yang

6

Page 7: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

berasal dari dunia sebaiknya juga digunakan. Dengan contoh-contoh

kasus nyata tersebut, di samping proses pemecahan masalah menjadi

aktual, siswa juga mengetahui konteks-konteks dalam dunia nyata yang

bisa dianalisis secara matematis, atau bisa dikupas segi-segi

matematisnya. Proses ini juga akan memperkuat motivasi siswa dalam

mempelajari matematika, sebab siswa mengetahui relevansi matematika

yang mereka pelajari dengan situasi kehidupan nyata yang mereka alami.

Hal ini juga sesuai dengan pendapat Prof. Hans Freudenthal (alm.) bahwa

matematika yang dipelajari oleh siswa sedapat mungkin harus dekat atau

relevan dengan kenyataan hidup yang dialami oleh para siswa sehari-hari

(lihat misalnya, dalam de Lange, 1987; dan Heuvel-Panhuizen, 1996).

d. Strategi tersebut perlu menunjukkan kegunaan matematika secara

terintegrasi pada berbagai masalah, untuk mengusahakan agar siswa

memahami bahwa dalam kehidupan nyata seringkali suatu masalah atau

suatu gejala memuat berbagai aspek sehingga cabang matematika bisa

dipakai bersama-sama untuk menganalisis masalah atau gejala tersebut.

Situasi Pembelajaran Matematika Dewasa ini

Jika kita mencermati pembelajaran matematika di sekolah di Indonesia

dewasa ini, ada beberapa gejala yang tampak mencolok, antara lain :

a. materi pembelajaran yang sangat padat dibandingkan dengan waktu yang

tersedia

b. strategi pembelajaran yang lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan

materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan kurang adanya proses

dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif

c. orientasi pembelajaran yang terpaku pada ulangan umum atau Ebtanas/UN

d. kurang keterkaitan antara materi dan proses pembelajaran dengan dunia

nyata.

Berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat diduga bahwa pembelajaran

matematika di Indonesia dewasa ini belum mampu mengaktualisasikan potensi-

potensi yang dimiliki oleh matematika pada diri siswa.

Untuk mengupayakan agar pembelajaran matematika di Indonesia dapat

mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki oleh matematika pada diri para

siswa, banyak hal yang perlu dilakukan, antara lain penggunaan kurikulum yang

7

Page 8: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

fleksibel, penerapan strategi pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan

pada siswa untuk mempelajari matematika secara aktif dan konstruktif, dan upaya

untuk lebih melibatkan dunia nyata dalam proses pembelajaran matematika di

sekolah.

BAGIAN 3

TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Ada lima tujuan yang mendasar dalam belajar matematika seperti dirumuskan oleh NCTM (1990)

That they learn to value mathematics;

That they become confident in their ability to do mathematics;

That they become mathematical problem-solvers;

That they learn to communicate mathematically;

That they learn to reason mathematically.

Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah

Setiap peninjauan atau penyusunan kurikulum selalu harus berpandu

kepada tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran materi tertentu. Selain

tujuan institusional perlu dipahami benar tujuan kurikuler yang diwarnai oleh sifat

dari materi ajar yang diberikan. Dengan pesatnya perkembangan matematika

dewasa ini perlu direnungkan kembali pertanyaan yang sangat mendasar yaitu

“Untuk apa peserta didik belajar matematika?” Sudah barang tentu jawaban umum

dan sederhana yang dapat diberikan adalah “Untuk keperluan kehidupan peserta

didik masa depan”.

Berikut ini disajikan suatu klarifikasi tujuan pembelajaran matematika

sekolah yang setiap kali perlu disesuaikan dan dirinci sesuai dengan jenjang

pendidikan yang terkait.

Tujuan yang Bersifat FORMAL

Pembelajaran matematika sekolah memiliki tujuan yang bersifat FORMAL.

Dalam hal ini pembelajaran matematika sekolah yang diberikan kepada peserta

didik dimaksudkan untuk menata nalar peserta didik serta membentuk

8

Page 9: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

kepribadiannya. (bila hal itu dipahami dan disepakati, jelas bahwa

ketercapaiannya tidaklah hanya dilihat dari lulus/tidak lulus ujian).

Dalam tujuan formal ini terkandung aspek nilai—nilai yang terkait dengan

kehidupan keseharian peserta didik kini dan kelak. Dalam hal nilai-nilai tersebut,

pembelajaran matematika di masa lalu lebih ditekankan kepada pencapaian yang

bersifat “by chance”, yang lebih cenderung tidak dirancang tetapi dengan

sendirinya. Dewasa ini pembelajaran nilai-nilai yang terkandung dalam pelajaran

matematika banyak dikaji melalui “Rencana Pelajaran” (lesson plan) yang secara

sengaja disusun ke arah terbentuknya nilai-nilai tersebut pada diri siswa. Ini biasa

disebut “by design”.

Tujuan yang bersifat MATERIAL

Pembelajaran matematika memiliki tujuan yang bersifat MATERIAL. Dalam

hal ini pembelajaran matematika sekolah yang diberikan kepada peserta didik

dimaksudkan agar peserta didik dapat memecahkan masalah matematika dan

dapat menerapkan matematika. Tujuan yang bersifat material itulah yang selama

ini menjadi “satu-satunya tujuan” bagi hampir semua orang. Tidak mengherankan

kalau seolah-olah “kelulusan” adalah sasaran akhir pembelajaran matematika

sekolah. Munculnya “kursus-kursus” menjelang ujian tertentu menguatkan

pendapat tersebut.

Dengan kenyataan berkembang luasnya matematika dewasa ini, yang

sudah pasti tidak mungkin semua “hal baru” harus diajarkan kepada peserta didik,

para pendidik matematika mulai secara serius menaruh perhatian kepada peserta

didik, para pendidik matematika mulai secara serius menaruh perhatian kepada

aspek nilai formal dari pelajaran matematika itu sendiri, lebih-lebih dengan

hubungannya dengan keharusan menetapkan manakah bagian matematika yang

termasuk “mathematics for all”.

Tujuan-tujuan pembelajaran matematika yang dikemukakan dalam GBPP

Matematika pada Kurikulum 1994 untuk SD, SLTP menunjukkan bahwa di dalam

matematika yang diajarkan di sekolah terdapat berbagai potensi yang bisa

digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang

bisa didayagunakan atau diterapkan pada dunia nyata (pada bidang-bidang lain,

dan dalam kehidupan sehari-hari).

9

Page 10: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Sedangkan tujuan pembelajaran matematika yang diamanatkan KBK adalah

sebagai berikut.

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya

melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan

kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin

tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,

grafik, peta, diagram, dlalam menjelaskan gagasan.

Yang perlu dipertanyakan adalah dapatkah tujuan pembelajaran di atas

tercapai tanpa adanya kesengajaan dari para guru untuk merancang

pembelajaran yang dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut? Perlukah buku

pelajaran yang dapat menjadi rujukan guru untuk merancang pembelajaran

tersebut? Kedua pertanyaan ini mengarahkan kita pada jawaban bahwa guru

harus secara sengaja merancang pembelajaran yang mendukung pencapaian

tujuan tersebut. Dengan tersedianya buku pelajaran yang sudah selaras dengan

KBK, tentunya akan sangat membantu keperluan guru tersebut.

Standar Kompetensi Lintas Kurikulum (KLK).

KLK ini merupakan kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan

dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Standar

Kompetensi Lintas Kurikulum adalah sebagai berikut:

1. Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling

menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.

2. Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan

mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan

orang lain.

3. Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola,

struktur, dan hubungan.

4. Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan

dari berbagai sumber.

10

Page 11: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

5. Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi,

dan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil

keputusan yang tepat.

6. Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan

budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan

historis.

7. Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual serta

menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju

masyarakat beradab.

8. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan memperhitungkan potensi dan peluang

untuk menghadapi berbagai kemungkinan.

9. Menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja

sama dengan orang lain.

Pertanyaan yang mengemuka setelah mencermati standar KLK tersebut

adalah: Bagaimanakah upaya yang dapat kita lakukan agar pembelajaran

matematika di sekolah dapat mengakomodasi sebagian besar kompetensi lintas

kurikulum sebagaimana disebutkan di atas? Atau kita hanya akan tenggelam

dalam kebiasaan lama kita, dengan membiarkan teks/pesan di atas kosong

makna dan hanya sebagai “pemanis” kurikulum baru? Jawaban terhadap

pertanyaan tersebut adalah, bahwa perlu upaya mengembangkan bahan ajar

matematika yang secara cerdas dapat mengakomodasi standar KLK tersebut.

Bukan hal yang mudah dan sederhana untuk mengakomodasi semua KLK

tersebut. Sebagai contoh, KLK 1 tentang: memiliki keyakinan, menyadari serta

menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman,

sesuai dengan agama yang dianutnya, bagaimana mengemasnya dalam

pembelajaran matematika?

Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai

dalam belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA, antara lain

adalah.

1. menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,

menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau

algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan

masalah

11

Page 12: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

2. memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah

3. menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

4. menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan),

menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan

masalah

5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Rambu-rambu dalam KBK perlu dicermati secara mendalam, sebab dalam

rambu rambu ini sudah sarat dengan berbagai upaya agar potensi siswa dapat

tergali dan dikembangkan secara menyeluruh. Sebagai contoh misalnya dalam

kegiatan pembelajaran ada beberapa hal yang perlu menjadi diperhatikan seperti:

a. Mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus, konsep, atau prinsip

dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa melakukan

penyelidikan dan menemukan sesuatu.

b. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran

matematika, yang mencakup masalah tertutup, mempunyai solusi tunggal,

terbuka atau masalah dengan berbagai cara penyelesaian.

c. Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan

masalah adalah:

memahami soal: memahami dan mengidentifikasi apa fakta atau informasi

yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari, atau dibuktikan

memilih pendekatan atau strategi pemecahan: misalkan mengambarkan

masalah dalam bentuk diagram, memilih dan menggunakan pengetahuan

aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk membentuk model

atau kalimat matematika.

menyelesaikan model: melakukan operasi hitung secara benar dalam

menerapkan strategi, untuk mendapatkan solusi dari masalah.

menafsirkan solusi: memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban,

masuk akalnya jawaban, dan apakah memberikan pemecahan terhadap

masalah semula.

12

Page 13: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

d. Dalam setiap pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan penguasaan

materi prasyarat yang diperlukan.

e. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya memulai

dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).

Dengan mengajukan masalah-masalah yang kontekstual, siswa secara

bertahap, dibimbing untuk menguasai konsep-konsep matematika.

Terkait dengan penilaian ada beberapa kemampuan yang perlu

diperhatikan dalam penilaian seperti:

(1) Pemahaman konsep. Siswa mampu mendefinisikan

konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep.

(2) Prosedur. Siswa mampu mengenali prosedur atau proses

menghitung yang benar dan tidak benar.

(3) Komunikasi. Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan

gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan.

(4) Penalaran. Siswa mampu memberikan alasan induktif dan

deduktif sederhana.

(5) Pemecahan masalah. Siswa mampu memahami masalah,

memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah

BAGIAN 4

PARADIGMA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Paradigma ‘guru menjelaskan - murid mendengarkan’ dan paradigma

‘siswa aktif mengkonstruksi makna - guru membantu’ merupakan dua paradigma

dalam proses belajar-mengajar matematika yang sangat berbeda satu sama lain.

Menurut pengalaman dari sejumlah guru di Amerika Serikat, seperti yang

diuraikan oleh Schiffer dan Fosnot (1993), mengubah paradigma yang dianut oleh

seorang guru dari paradigma yang pertama ke paradigma yang kedua bukan

sesuatu hal yang mudah karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan

paradigma yang pertama, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi

siswa sudah terbiasa dengan paradigma yang pertama.

13

Page 14: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa

mengubah paradigma tersebut secara nyata. Pada buku yang ditulis oleh Schiffer

dan Fosnot (1993) tersebut, diuraikan proses jatuh bangun dari beberapa guru

yang berusaha sungguh-sungguh untuk menggunakan paradigma yang kedua,

sekalipun mereka sendiri sebelumnya sudah sangat terbiasa dengan paradigma

yang pertama. Dengan usaha yang keras, usaha para guru tersebut akhirnya

berhasil mengubah paradigma yang mereka gunakan, dan perubahan paradigma

tersebut memberikan manfaat yang positif bagi para siswa mereka, karena

dengan penggunaan paradigma yang kedua tersebut, para siswa menjadi terbiasa

mengeksplorasi secara aktif dan konstruktif konsep-konsep, prinsip-prinsip,

prosedur-prosedur, dan soal-soal matematika (termasuk soal-soal yang non rutin),

sehingga mereka merasa bahwa matematika adalah ‘milik’ mereka dan tidak

terasa sulit, karena liku-likunya telah biasa mereka telusuri. Lebih jauh, hal

tersebut menambah rasa percaya diri mereka dalam menghadapi materi-materi

matematika yang baru dan soal-soal yang sebelumnya belum pernah mereka

jumpai. Hal ini juga sangat membantu mereka pada waktu mereka menjumpai

masalah-masalah dalam kehidupan mereka sehari-sehari; sehingga secara

umum, kemampuan mereka dalam memecahkan masalah meningkat.

Kemampuan memecahkan masalah ini akan sangat berguna pula dalam bidang-

bidang di mana mereka nanti akan berkarya.

Dari hal ini tampak bahwa kemampuan matematis yang mereka peroleh di

sekolah berguna bagi mereka secara keseluruhan. Ini mengandung arti pula

bahwa dengan menggunakan cara belajar matematika yang aktif dan konstruktif

tersebut, pembelajaran matematika yang terjadi dapat meningkatkan kualitas

sumber daya manusia secara nyata.

Penerapan Cara Belajar Matematika secara Aktif dan Konstruktif

Jika kita menginginkan agar pembelajaran matematika di sekolah-sekolah

kita dapat sungguh-sungguh meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Indonesia, kiranya cara belajar matematika yang aktif dan konstruktif juga perlu

digunakan oleh para siswa kita. Seperti telah diuraikan oleh Schifter dan Fosnot,

proses penggunaan cara tersebut memang membutuhkan kemauan yang kuat,

mengingat para siswa dan para guru di Indonesia, seperti yang juga terjadi di

banyak tempat lain di dunia, telah terbiasa dengan paradigma yang lama (guru

14

Page 15: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

menjelaskan - siswa mendengarkan dan mengikuti petunjuk guru), ditambah lagi

dengan adanya faktor-faktor sosial-budaya yang berbeda dari yang ada di negara-

negara lain. Akan tetapi, jika kita memang betul-betul ingin mengatasi kelemahan-

kelemahan yang ada dalam pendidikan matematika di negara kita, perubahan

tersebut harus kita lakukan.

Berkaitan dengan paradigma pembelajaran matematika, para pakar

(Somerset dan Suryanto, 1996; Schoenfeld, 1991; Wilson dalam Yuwono, 2000;

Tom Goris, 1998; Soedjadi, 2001; Marpaung, 1999; dll) menyebutkan bahwa: (i)

pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah

pendekatan konvensional,

yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas atau mendasarkan pada

“behaviorist” atau “strukturalist”, (ii) pengajaran matematika secara tradisional

mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami

matematika tanpa penalaran, (iii) pembelajaran matematika yang berorientasi

pada psikologi perilaku dan strukturalis, yang lebih menekankan hafalan dan drill

merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja profesional para siswa

nantinya, (iv) kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan buku paket

sebagai “resep”, mereka mengajarkan matematika halaman per halaman sesuai

dengan apa yang tertulis di buku paket, (v) strategi pembelajaran lebih didominasi

oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia,

dan kurang adanya upaya agar terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna

materi secara aktif dan konstruktif)

(ungkapan para pakar dalam mengkritisi paradigma lama tidak dimaksudkan

sebagai “vonis” bahwa pembelajaran matematika dengan paradigma lama tidak

memberikan kontribusi apapun dalam pendidikan matematika, atau bahkan justru

menenggelamkan potensi-potensi yang dimiliki siswa. Tetapi secara wajar dan

proporsional dapatlah dicermati bahwa ada bagian-bagian tertentu dari paradigma

lama tersebut yang perlu perubahan. Bagian tertentu yang dapat dikatakan

sangat penting dan perlu upaya yang seksama agar terjadi perubahan adalah cara

sajian pelajaran dan suasana pembelajaran).

15

Page 16: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Berbagai uraian di atas menandakan bahwa diperlukan suatu usaha

sungguh-sungguh untuk melakukan perbahan dari paradigma lama ke paradigma

baru. Beberapa aspek berikut dapat dijadikan wacana diskusi bahwa inovasi

pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan melakukan perubahan dari sisi

kiri ke sisi kanan pada tabel berikut.

Terpusat Guru Terpusat Siswa

Transmisi pengetahuan Pengembangan kognisi

Otoriter Demokratis

Inisiatif Guru Inisiatif Siswa

Siswa Pasif Siswa Aktif

Tabu melakukan kesalahan Kesalahan bernilai paedagogis

Kewajiban Kesadaran, kebutuhan

Orientasi hasil Orientasi proses dan hasil

Cepat dan tergesa-gesa Sabar dan menunggu

Layanan kelas Layanan kelas dan individu

Penyeragaman Pengakuan adanya perbedaan

Ekspositori,ceramah Diskusi, variasi metode

Abstrak; Ingatan Konkrit;Pemahaman;Aplikasi

Matematika Murni Matematika sekolah

Motivasi eksternal Motivasi internal

Sangat formal Sedikit Informal

Sentralistik Otonomi

Sangat Terstruktur Fleksibel

Pengajar Pendidik; Fasilitator; Pendamping

Kontak guru siswa berjarak Kontak lebih dekat

Terikat kelas Tidak hanya terikat kelas

Deduktif Induktif; deduktif

Guru pelaksana kurikulum Guru pengembang kurikulum

16

Page 17: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Evaluasi kurang bervariasi Assesmen, Evaluasi bervariasi

Peran guru mendominasi Peran melayani

Problem tidak “membumi” Problem kontekstual-realistik

17

Page 18: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

BAGIAN 3

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BERDASARKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

A. KONSTRUKTIVISME

1. Pandangan Tentang Belajar Menurut Teori Konstruktivisme

Teori belajar kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun

pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan atau

kemampuan hanya bisa diperoleh atau dikuasai oleh seseorang apabila orang itu

secara aktif mengkontruksi pengetahuan atau kemampuan itu di dalam pikirannya.

2. Sekilas Tentang Sejarah Konstruktivisme

Konstruktivisme terbagi dalam dua bagian, yaitu konstruktivisme psikologis

dan konstruktivisme sosiologis. Konstruktivisme psikologis bertolak dari

perkembangan psikologis anak dalam membangun pengetahuannya, sedangkan

konstruktivisme sosiologis lebih bertolak dari pandangan bahwa masyarakat yang

membangun pengetahuan.

Konstruktivisme psikologis berkembang dalam dua arah, yang lebih personal,

individual, dan subyektif seperti Piaget dan pengikut-pengikutnya; dan yang lebih

sosial seperti Vygotsky (socioculturalism). Piaget menekankan aktivitas individual

dalam pembentukan pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya

masyarakat (lingkungan secara kultural).

Dalam proses pembentukan pengetahuan, baik dalam sudut pandang

personal maupun sosiokultural sebenarnya sama-sama menekankan pentingnya

keaktifan siswa dalam belajar, hanya yang satu lebih menekankan keaktifan

individu, sedangkan yang lainnya lebih menekankan pentingnya lingkungan sosial-

kultural.

Dalam pembelajaran matematika sekolah, kedua pandangan tersebut saling

melengkapi. Belajar matematika memerlukan proses pembentukan individual yang

aktif tapi juga proses inkulturasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal ini,

Cobb (1994) menyarankan agar konstruktivisme personal dikombinasikan dengan

sosiokultural.

18

Page 19: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Konstruktivis Personal

Dalam sudut pandang/perspektif konstruktivis personal disoroti bagaimana

seorang anak pelan-pelan membentuk skema (jalinan konsep yang ada dalam

pikiran), mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan

bagaimana individu sendiri mengkonstruksi pengetahuan hasil dari berinteraksi

dengan pengalaman dan obyek yang dihadapi, dan bagaimana seorang anak

mengadakan abstraksi, baik secara sederhana maupun secara refleksi, dalam

membentuk pengetahuan matematisnya.

Implementasi perspektif di atas dalam pembelajaran sebagaimana

diungkapkan Slavin (1994) adalah sebagai berikut (i) pemusatkan perhatian

kepada berpikir atau proses mental anak, bukan sekedar hasil yang diperoleh;

guru harus memahami proses yang dilakukan siswa dalam sehingga sampai pada

jawaban suatu masalah yang ditanyakan. (ii) mengutamakan peran siswa dalam

berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran; guru

dituntut untuk mempersiapkan beraneka ragam kegiatan yang memungkinkan

anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik, (iii) memaklumi

akan adanya perbedaan individual, oleh karena itu guru harus melakukan upaya

khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu dan

kelompok kecil siswa.

Dalam pembelajaran, Piaget menekankan pembelajaran melalui penemuan,

pengalaman-pengalaman nyata dan memanipulasi langsung alat, bahan atau

media belajar yang lain. Guru mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan

siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang luas. Menurut Piaget,

perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi yang

terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian suatu kerangka mental oleh

siswa untuk memahami lingkungan mereka, sehingga siswa bebas membangun

pemahaman mereka sendiri.

Konstruktivis Sosiokultural

Vygotsky meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak

secara psikologis. Namun Vygotsky lebih memfokuskan perhatian kepada

hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam pembentukan

pengetahuan. Menurut Vygotsky belajar merupakan suatu perkembangan

pengertian. Dia membedakan adanya dua pengertian, yang spontan dan yang

ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman

19

Page 20: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

anak sehari-hari. Pengertian ini tidak terdefinisikan dan terangkai secara

sistematis logis. Pengertian Ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas.

Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefinisikan secara logis dalam

suatu sistem yang lebih luas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari

pengertian yang spontan ke yang lebih ilmiah (Fosnot, dalam Suparno 1996).

Menurut Vygotsky, pengertian ilmiah itu tidak datang dalam bentuk yang jadi

pada seorang anak. Pengertian itu mengalami perkembangan. Ini tergantung

kepada tingkat kemampuan anak untuk menangkap suatu model pengertian yang

lebih ilmiah. Dari proses belajar, kedua pengertian tersebut saling berelasi dan

saling mempengaruhi. Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan

orang-orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang

secara kultural telah berkembang dengan baik (Cobb, 1996). Ia menekankan

dialog dan komunikasi verbal dengan orang dewasa dalam perkembangan

pengertian anak. Dalam interaksi verbal dengan “orang dewasa”, anak ditantang

untuk lebih mengerti pengertian ilmiah dan mengembangkan pengertian spontan

mereka. Itulah sebabnya banyak implikasi pendidikan yang membuat siswa

berpartisipasi dengan aktivitas para ahli. Dalam interaksi dengan mereka itulah,

para murid dirantang untuk mengkonstruksikan pengetahuanya lebih sesuai

dengan konstruksi para ahli.

3. Beberapa Konsep Mendasar Dalam Kontruktivisme

a. Scaffolding

Scafollding dapat diartikan sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada

seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi

bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk

mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat

melakukannya (Slavin, 1994). Scafollding merupakan bantuan yang diberikan

kepada siswa untuk belajar dan untuk memecahkan masalah. Bantuan tersebut

dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam

langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain

yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

b. Proses Top Down

Pendekatan konstruktivitis dalam pengajaran lebih menekankan proses

pengajaran secara top-down dari pada bottom-up. Top-down berarti bahwa siswa

mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa

20

Page 21: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-

keterampilan dasar yang diperlukan. (Slavin, 1994).

c. Zone of Proximal Development (ZPD)

ZPD atau zone of proximal development dimaknai sebagai “jarak antara

tingkat perkembangan sesungguhnya (yang didefinisikan sebagai kemampuan

pemecahan masalah secara mandiri), dengan tingkat perkembangan potensial

(yang didefinisikan sebagai pemecahan kemampuan pemecahan masalah di

bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat

yang lebih mampu)” (Slavin, 1994). Siswa yang bekerja dalam ZPD mereka,

berarti siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, dan dapat

terselesaikan jika mendapat bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa.

d. Pembelajaran Kooperatif

Vygotsky (Slavin, 1997) menyarankan agar dalam pembelajaran digunakan

pendekatan pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan

penemuan.

Salah satu implikasi penting teori Vygotsky dalam pendidikan adalah perlunya

kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat

berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas dan dapat saling memunculkan

strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka.

Menurut Slavin (1995) pendekatan konstruktivitis dalam pengajaran kelas yang

menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa

siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit

apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah yang mereka

hadapi dengan temannya.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan

pembelajaran yang penting, yaitu prestasi akademik, penerimaan akan

penghargaan dan pengembangan keterampilan sosial. Meskipun pembelajaran

kooperatif mencakup berbagai tujuan sosial, namun pembelajaran kooperatif

dapat juga digunakan untuk meningkatkan prestasi akademik.

4. Pembelajaran Matematika dalam Perspektif Konstruktivisme

Prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berpaham konstruktivitis

diantaranya adalah sebagai berikut

pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun

sosial,

21

Page 22: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

pengetahuan tidak dapat dipindahkan dan guru ke siswa, kecuali hanya

dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar,

siswa aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan

konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan

konsep ilmiah,

guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses

konstruksi siswa berjalan mulus

Terkait dengan masalah evaluasi dalam pembelajaran, dalam pandangan

konstruktivis evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang

melibatkan keterampilan yang terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam

konteks nyata; menggali munculnya berpikir divergen, pemecahan ganda, bukan

hanya satu jawaban benar; evaluasi harus diintegrasikan ke dalam tugas-tugas

yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang

dipelajari dalam konteks nyata, bukan sebagai kegiatan yang terpisah.

Tujuan pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah membangun

pemahaman. Pemahaman memberi makna tentang apa yang dipelajari. Belajar

menurut pandangan konstruktivis tidak ditekankan untuk memperoleh

pengetahuan yang banyak tanpa pemahaman. Hudojo (1998) berpendapat bahwa

pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah membantu

siswa untuk membangun konsep/prinsip matematika dengan kemampuannya

sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep/prinsip tersebut terbangun

kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru.

Ciri pembelajaran matematika secara konstruktivis adalah

siswa terlibat secara aktif dalam belajarnya,

siswa belajar materi matematika secara bermakna dalam bekerja dan berfikir,

siswa belajar bagaimana belajar itu,

informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu

dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi

(materi) kompleks terjadi,

orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan,

berorientasi pada pemecahan masalah.

Selain bahan ajar yang disiapkan harus bermakna bagi kognitif siswa agar

siswa terlibat secara emosional maupun sosial, dalam pembelajaran konstruktivis

guru perlu menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif.

22

Page 23: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Lingkungan pembelajaran matematika yang perlu diupayakan oleh guru

dalam pembelajaran secara konstruktivis adalah sebagai berikut:

menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang

telah siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan

pengetahuan;

menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua

mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan

dengan berbagai cara;

mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan

dengan melibatkan pengalaman kongkret, misalnya untuk memahami suatu

konsep matematika melalui kenyataan dalam kehidupan sehari-hari;

mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi

sosial, yaitu terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain

atau lingkungannya, Misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru,

siswa-siswa;

memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lesan dan tertulis

sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif;

melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika menjadi

menarik dan siswa mau belajar.

5. Mengenal Dua Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan

Konstruktivisme

a. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

1. Pengertian

Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran

dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa

dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan

yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan

diri sendiri (Arends, 1997).

Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu

yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir

kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan pengetahuan dan konsep

penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar, dimana

tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai

23

Page 24: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

keeterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah

penggunaannya di dalam tingkat berpikir yang lebih tinggi, dalam situasi

berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar (Arends, 1997).

Guru dalam model pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai

penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah,

dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu, guru menyiapkan dukungan dan

dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa.

Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan

perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual maupun secara

kelompok. Disini guru berperan sebagai pemberi rangsangan, pembimbing

kegiatan siswa, dan penentu arah belajar siswa.

Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan

masalah adalah memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan

untuk proses inkuiri dan penemuan. Disini guru mengajukan masalah,

membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam

memecahkan masalah.

2. Ciri-ciri Model pembelajaran Berdasarkan Masalah

a) Pengajuan Masalah atau Pertanyaan

Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah

atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut

Arends (1997), pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah

memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Autentik: masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata

siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

2. Jelas: masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan

masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian

siswa.

3. Mudah dipahami: masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami

siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat

perkembangan siswa.

4. Luas dan Sesuai dengan Tujuan Pembelajaran: masalah yang disusun

dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut

mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan

waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah

24

Page 25: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan.

5. Bermanfaat: masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah

bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru

sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah

yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan

masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

b) Keterkaitannya dengan Berbagai Disiplin Ilmu

Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah

hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.

c) Penyelidikan yang Autentik

Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah

bersifat autentik. Selain itu, penyelidikan diperlukan untuk mencari

penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan

merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis,

mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen,

membuat kesimpulan

d) Menghasilkan dan memamerkan hasil/karya

Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa bertugas menyusun hasil

penelitiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan

memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa

ditampilkan atau dibuatkan laporannya.

d) Kolaborasi

Pada pembelajaran berdasarkan masalah, tugas-tugas belajar berupa

masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik

dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, dan bersama-sama antar

siswa dengan guru.

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima

langkah (Arends, 1997). Kelima langkah itu dimulai dengan orientasi guru dan

siswa pada masalah serta diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa.

Kelima langkah itu adalah :

25

Page 26: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Langkah-langkah Model

Pembelajaran Berdasarkan

Masalah

Kegiatan yang dilakukan guru

1. Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistik

yang dibutuhkan, dan memotivasi

siswa terlibat dalam aktivitas

pemecahan masalah.

2. Mengorganisir siswa dalam

belajar

Guru membagi siswa kedalam

kelompok.

Guru membantu siswa dalam

mendefi-nisikan dan mengorganisir

tugas-tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah.

3. Membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok.

Guru mendorong siswa untuk

mengum-pulkan informasi yang

sesuai, melaksanakan eksperimen

dan penyelidikan untuk

mendapatkan penjelasan dan

pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan menyajikan

hasil karya

Guru membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan

karya yang sesuai seperti laporan,

vodeo dan model dan membantu

mereka membagi tugas dengan

temannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk

melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap penyelidikan mereka dan

proses yang digunakan.

26

Page 27: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

4. Pelaksanaan Model pembelajaran Berdasarkan Masalah

Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah meliputi beberapa

kegiatan berikut ini.

Pendahuluan

Pada kegiatan ini guru mengingatkan siswa tentang materi

pelajaran yang lalu, memotivasi siswa, mengkomunikasikan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai secara rinci dan jelas, dan menjelaskan

model pembelajaran yang akan dijalani.

Kegiatan Inti

Guru bersama siswa membahas konsep/teori yang diperlukan

dalam kegiatan pemecahan masalah dan membahas soal-soal yang

belum tuntas. Selanjutnya guru melaksanakan fase-fase pembelajaran

berdasarkan masalah.

Fase I Mengorientasikan Siswa pada Masalah

Pada kegiatan ini, guru mengajukan masalah kepada siswa dan

meminta siswa mengemukakan ide mereka untuk memecahkan

masalah tersebut.

Fase 2. Mengorganisir Siswa untuk Belajar

Pada kegiatan ini, siswa dikelompokkan secara bervariasi dengan

memperhatikan kemampuan, rasial, etnis dan jenis kelamin yang

didasarkan pada tujuan yang ditetapkan. Jika terdapat perbedaan

kelompok, maka guru dapat memberikan tanda pada kelompok

itu. jika diperlukan, guru dapat membagi kelompok itu berdasarkan

kesepakatan bersama antara siswa dengan guru.

Fase 3. Membantu Siswa Memecahkan Masalah

Pada kegiatan ini, siswa melakukan penyelidikan / pemecahan

secara bebas, baik kelompok besar maupun kelompok kecil.

Dalam kegiatan ini tyugas guru mendorong siswa mengumpulkan

data dan melaksanakan eksperimen aktual, hingga mereka benar-

benar mengerti dimensi situasi permasalahannya. Tujuannya

adalah agar siswa dalam mengumpulkan informasi cukup untuk

mengembangkan dan menyusun ide-idenya sendiri. Demikian

pula, guru harus banyak membaca masalah pada berbagai buku

sumber yang berguna membantu siswa mengumpulkan informasi,

27

Page 28: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

mengajukan permasalahan / pertanyaan yang dapat dipikirkan

siswa, dan memberikan berbagai jenis informasi yang diperlukan

siswa dalam menjelajah dan menemukan penyelesaian.

Fase 4. Membantu Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Pemecahan

Masalah

Pada kegiatan ini, guru menyuruh salah seorang anggota

kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah

kelompok dan membantu siswa jika mereka mengalami kesulitan.

Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara

pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran

yang diberikan.

Fase 5. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah

Pada akhir kegiatan ini, guru membantu menganalisis dan

mengevaluasi proses berpikir siswa. Sedangkan siswa menyusun

kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilampaui pada setiap

tahap-tahap pembelajaran.

Penutup

Guru membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran dan memberikan

tugas untuk diselesaikan di rumah.

b. Model Pembelajaran Interaktif

Pembelajaran interaktif didasarkan pada dua premis mayor, yaitu :

1. Pemahaman berkembang sebagai suatu proses informasi dan

mengkonstruksi ide-ide secara mental.

2. Pemecahan masalah sangat penting untuk menstimulasi pikiran.

Pemecahan masalah dikembangkan melalui :

Pertanyaan open ended yang memberikan petunjuk untuk menguji dan

menyusun kembali apa yang diketahui.

Aktivitas yang meliputi interpretasi pemikiran dari berbagai kegiatan,

termasuk menginvestigasi dan mengeksplorasi.

Pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan pertimbangan yang

mendalam untuk dijawab.

Holmes (1995) mengklasifikasikan pelaksanaan pembelajaran interaktif dalam

lima tahap, yaitu :

28

Page 29: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

(1) introduction (pengantar),

(2) activity/problem solving (melakukan aktivitas atau memecahkan masalah), (3)

sharing and discussing (saling membagi dan berdiskusi),

(4) summarizing (meringkas/menarik kesimpulan),

(5) assessment of learning of unit material (menilai belajar unit materi).

Fase dalam model pembelajaran interaktif

Fase pertama

Guru memulai pelajaran dengan mengorganisasi kelas, apakah siswa diminta

untuk belajar secara individual ataukah belajar secara berkelompok, selanjutnya di

fase ini juga guru menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan

siswa dalam proses pembelajaran, bisa berupa menyelesaikan masalah,

melanjutkan mempelajari suatu topik, mengerjakan tugas (proyek) ataupun

melakukan aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat membantu siswa memahami

suatu topik pelajaran. Guru juga dapat meminta siswa untuk mencatat hasil dari

aktivitas yang mereka lakukan.

Fase kedua

Siswa mulai melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan guru pada fase

pertama, siswa dapat bekerja secara individual ataupun berkelompok tergantung

pada pengorganisasian kelas yang dilakukan guru di fase pertama. Di fase ini

guru dapat memberikan bimbingan atau bantuan terbatas kepada siswa dalam

mengerjakan tugasnya, tanpa memberikan jawaban masalah secara langsung

kepada siswa.

Fase ketiga

Presentasi hasil kerja, bisa berupa hasil kerja kelompok ataupun hasil kerja

individual. Fase ini merupakan fase interaksi kelas. Beberapa siswa (dapat

mewakili kelompok, jika pada fase kedua dilakukan secara berkelompok) diminta

untuk menampilkan dan menjelaskan hasil pekerjaannya kepada teman-teman

sekelasnya, siswa-siswa lainnya diberikan kesempatan untuk memberikan

tanggapan (pertanyaan atau komentar) terhadap hasil pekerjaan temannya. Guru

dapat pula mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membantu siswa lebih

memahami topik yang sedang mereka pelajari.

Fase keempat

Fase menarik kesimpulan. Pada fase ini siswa diminta untuk memperhatikan

kembali hasil pekerjaannya di fase kedua dan memperbaikinya jika ternyata

29

Page 30: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

setelah dilakukan diskusi kelas terdapat kesalahan pada pekerjaan mereka. Di

fase ini juga, guru dapat mengecek kembali pemahaman siswa dengan

memberikan beberapa permasalahan ataupun soal latihan yang dapat dijawab

secara lisan ataupun tulisan. Siswa juga dapat mengajukan permasalahan

ataupun pertanyaan jika ada hal-hal yang kurang dipahaminya dari topik yang

sedang dipelajari. Di akhir fase ini guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan tentang apa yang telah dipelajarinya.

Fase kelima

Fase menilai belajar unit materi. Walaupun fase ini adalah fase terakhir, tetapi

bukan berarti penilaian hanya dilakukan pada akhir pembelajaran, tetapi penilaian

dilakukan sebelum, selama dan setelah pembelajaran dilaksanakan. Di awal

pembelajaran penilaian dapat dilakukan dengan memberikan pretes. Penilaian

selama pembelajaran dapat dilakukan melalui observasi selama siswa mengikuti

proses pembelajaran, wawancara dengan siswa, menilai hasil pekerjaan siswa,

dan juga dapat dilengkapi dengan portofolio dan jurnal siswa

Dalam pembelajaran interaktif terdapat dua hal yang ditekankan dalam

proses belajar, yang pertama adalah siswa mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri dengan melakukan aktivitas yang disediakan oleh guru, bisa berupa

pemecahan masalah, melakukan eksperimen, menginvestigasi ataupun aktivitas

lainnya dan yang kedua adalah siswa mengkomunikasikan dengan yang lainnya.

Pada fase melakukan aktivitas atau memecahkan masalah, guru memberikan

tugas kepada siswa yang memancing siswa untuk berpikir dan mengkonstruksi

konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang akan dipelajari. Di fase ini terjadi

interaksi antar siswa dalam kelompok-kelompok kecil, mereka saling bertukar ide

dalam memecahkan masalah, siswa yang lemah dapat bertanya kepada siswa

yang lebih pandai.

Melalui fase ini diharapkan siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan

yang akan dipelajarinya. Selain itu melalui fase ini diharapkan pula siswa terbiasa

untuk mencoba menyelesaikan masalah matematika sendiri tanpa bergantung

penuh pada guru, atau dengan kata lain dalam pembelajaran ini siswa dilatih

untuk belajar mandiri sehingga pengetahuan yang dipahaminya tidak hanya

sebatas pada apa yang diberikan guru.

Selanjutnya pada fase saling membagi dan berdiskusi, siswa dituntut untuk

menjelaskan hasil dari aktivitas atau pemecahan masalah yang mereka lakukan

30

Page 31: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

sendiri atau berkelompok melalui diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Siswa

tidak akan memahami suatu pelajaran dengan baik ketika mereka hanya

menuliskan jawaban dari suatu permasalahan, tetapi mereka juga harus siap

menjelaskan proses berpikir mereka.

Vygotsky berpandangan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada

umumnya akan muncul melalui percakapan atau kerjasama antar individu

sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap ke dalam individu tersebut.

Pernyataan ini mengandung makna bahwa konsep-konsep dan prinsip-prinsip

dalam matematika akan mudah dipahami oleh siswa jika mereka belajar dan

bekerja sama dengan teman-temannya serta mengkomunikasikan hasil pekerjaan

mereka. Di fase ini seluruh siswa terlibat dalam diskusi kelas, sehingga terjadi

komunikasi antar siswa.

BAGIAN 4

PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SECARA KONTEKSTUAL

(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

1. Tujuan dan Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan

yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan

lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya.

Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan

pembelajaran yang mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses

informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal

sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Pemaduan materi pelajaran

dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan

menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam sehingga

siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya.

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem

pengajaran yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa akan belajar jika mereka

mengetahui makna dan kegunaan dari materi akademisnya, dan mengetahui

makna kegiatan mereka di sekolah. Selain itu siswa akan belajar jika mereka

31

Page 32: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan sebelumnya dan

pengalaman mereka sendiri.

CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru untuk mengaitkan

konten/materi mata pelajaran dengan situasi nyata dan memotivasi siswa

membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan

mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.

CTL menekankan pada berfikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas

disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan, dan pensintesaan informasi dan data

dari berbagai sumber dan pandangan.

2. Enam Kunci Dasar Pembelajaran Konstekstual

The Nortwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasi adanya 6

kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, yakni:

(1) Pembelajaran bermakna

Dalam pembelajaran bermakna, pemahaman, relevansi dan penilaian pribadi

sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi

pelajaran. Pembelajaran dirasakan sangat terkait dengan kehidupan nyata

atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan

berkepentingan untuk belajar demi kehidupan di masa mendatang. Prinsip ini

sejalan dengan prinsip pembelajaran bermakna dari Ausubel.

(2) Penerapan pengetahuan

Jika siswa telah memahami apa yang dipelajari, maka siswa dapat

menerapkannya dalam tatanan kehidupan.

(3) Berpikir tingkat tinggi

Siswa diminta untuk berpikir kritis dalam pengumpulan data, pemahaman

suatu isu dan pemecahkan suatu masalah

(4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan kepada standar

Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, nasional dan

perkembangan IPTEK dan dunia kerja

(5) Responsif terhadap budaya

Guru harus memahami dan menghormati nilai, kepercayaan, dan kebiasaan

siswa, sesama rekan guru dan masyarakat tempat ia mendidik. Berbagai

macam budaya mempengaruhi pembelajaran. Setidaknya ada empat

perspektif yang harus diperhatikan: individu siswa, kelompok siswa, tatanan

sekolah dan tatanan masyarakat.

32

Page 33: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

(6) Penilaian autentik

Berbagai macam strategi penilaian digunakan untuk mengetahui hasil belajar

siswa yang sesunggguhnya. Strategi tersebut meliputi: penilaian atas proyek

dan kegiatan siswa, pengetahuan portofolio, rubrik, ceklis, dan panduan

pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut aktif

berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri.

3. Indikator Kualitas CTL

Panduan berikut digunakan oleh proyek CTL di University of Washington

untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kualitas CTL.

Penerapan Pengetahuan

Apakah siswa menerapkan apa yang dipelajari kepada tatanan-tatanan dan

fungsi-fungsi lain pada masa sekarang dan masa depan?

Pengalaman-pengalaman dunia nyata

Apakah siswa secara aktif terlibat dalam pengalaman-pengalaman yang

memungkinkan mereka untuk mensimulasi dan menggunakan materi/konten

yang dipelajari dalam situasi alamiah dan kehidupan nyata?

Pembelajaran bermakna

Apakah siswa terlibat secara aktif dalam pengalaman-pengalaman dunia nyata

yang memotivasi mereka untuk menghubungkan persepsi, nilai dan makna

pribadi dengan konten yang dipelajari? Apakah pembelajaran dipersepsi sebagai

relevan dengan kehidupan mereka?

Berfikir tingkat lebih tinggi

Apakah siswa menggunakan pemikiran kritis dan kreatif dalam mengumpulkan

data, memahami isu, atau memecahkan masalah?

Responsif terhadap budaya

Apakah siswa memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan

teman bergaul, tatanan sekolah, dan masyarakat lebih luas?

Penilaian autentik

Apakah siswa terlibat secara aktif dalam berbagai macam tehnik penilaian yang

memberi kesempatan mereka untuk mendemonstrasikan pencapaian materi

pembelajaran sesuai dengan kondisi dunia nyata dan standar?

33

Page 34: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

4. Strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan CTL

Beberapa strategi berikut menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang

sesuai dengan CTL.

Pengajaran Autentik

Pengajaran autentik adalah pengajaran yang memungkinkan siswa belajar dalam

konteks bermakna. Strategi ini mengutamakan ketrampilan berfikir dan

pemecahan masalah yang merupakan ketrampilan penting dalam tatanan

kehidupan nyata.

Pembelajaran Berbasis-Inquiri

Pembelajaran berbasis inquiri merupakan strategi pembelajaran yang berpola

pada metode-metode sains dan memberikan kesempatan siswa untuk

pembelajaran bermakna. Suatu masalah diajukan dan metode ilmiah digunakan

untuk memecahkan masalah tersebut

Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang

menggunakan masalah-masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa

untuk belajar berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, dan untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep-konsep esensial.

Pembelajaran Berbasis Kerja

Pembelajaran berbasis kerja adalah suatu pendekatan pengajaran yang

memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari

konten mata pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana konten itu digunakan di

tempat kerja.

Sedangkan Blancard (M.Nur, 2001) mengidentifikasi enam strategi CTL

berikut

Menekankan pada pemecahan masalah

Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi

dalam berbagai konteks seperti di rumah,masyarakat, dan pekerjaan.

Mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri

sehingga mereka menjadi pembelajar yang mandiri

Mengkaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-

beda

Mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama

Menerapkan penilaian autentik

34

Page 35: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

5. Masalah dan Tugas yang memenuhi CTL menurut CMP (Connected

Mathematics Project)

Dalam pandangan CMP, tugas atau masalah memenuhi CTL apabila tugas

tersebut mendukung sebagian atau seluruh indikator berikut.

Siswa dapat mendekati masalah tersebut dalam berbagai macam cara dan

menggunakan berbagai strategi pemecahan yang berbeda

Masalah tersebut dapat memiliki pemecahan berbeda atau memungkinkan

diambilnya keputusan atau posisi-posisi berbeda dan kemudian dipertahankan

Masalah tersebut mendorong keterlibatan dan diskusi siswa

Masalah membutuhkan berfikir tingkat lebih tinggi dan pemecahan masalah

Masalah tersebut menyumbang pada pengembangan konsep siswa

Masalah tersebut mengembangkan ketrampilan penggunaan matematika

secara tuntas

Masalah tersebut dapat menciptakan suatu kesempatan bagi guru untuk

menilai siswanya sedang belajar apa dan dimana siswa menemui kesulitan

Masalah tersebut menghubungkan pada ide-ide matematika dan penerapan

penting lainnya.

6. Strategi guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual

CORD (Center for Occupational Research and Development )

mengemukakan bahwa terdapat 5 strategi bagi guru dalam rangka penerapan

pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan REACT, yaitu

Relating:

Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata

Experiencing:

Belajar ditekankan kepda penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan

penciptaan (invention)

Applying:

Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks

pemanfaatannya.

Cooperating:

Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dsb

Tranferring:

Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru.

35

Page 36: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

BAGIAN 5

RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

RME atau Realistic Mathematics Education dapat pula disebut sebagai salah

satu bentuk CTL. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari 3 hal berikut yakni (i) 6 kunci

dasar pembelajaran kontekstual, (ii) indikator kualitas CTL, dan (iii) strategi

pengajaran yang sesuai dengan CTL, sudah nampak dalam prinsip dan

karakteristik RME.

Pada tahun 1973, Freudenthal memperkenalkan suatu model baru dalam

pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama RME (Realistic

Mathematics Education) atau diistilahkan sebagai Pembelajaran Matematika

Realistik (PMR).

PMR awalnya dikembangkan di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan

pada konsep Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan

aktivitas manusia. Dengan ide utamanya adalah bahwa siswa harus diberi

kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika

dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Usaha untuk membangun

kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi

dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya

situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka

bayangkan/pikirkan (Heuvel, 1998).

Pendekatan dalam PMR bertolak dari masalah-masalah kontektual, siswa

aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa

sharing ide-idenya, siswa dengan bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu

sama lain. Guru membantu membandingkan ide-ide tersebut dan membimbing

siswa mengambil keputusan tentang ide terbaik untuk mereka.

Hasil penelitian di Belanda memperlihatkan bahwa PMR telah menunjukan

hasil yang memuaskan (Becher & Selter, 1996). Bahkan Beaton (1996) merujuk

pada laporan TIMSS (Third International Mathematics and Science Study)

melaporkan bahwa berdasar penilaian TIMSS, siswa Belanda memperoleh hasil

yang memuaskan baik dalam ketrampilan komputasi maupun kemampuan

pemecahan masalah. Dilaporkan oleh beberapa literatur (Streefland, 1991;

36

Page 37: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Gravemeijer, 1994, 1997; dan Romberg & de Lange, 1998) bahwa PMR

berpotensi dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap matematika.

Kisah sukses Negeri Belanda menarik perhatian National Science Foundation

(NSF) di AS untuk mendanai serangkaian inisiatif pengembangan. Salah satunya

adalah Mathematics in Context (MiC), yang merupakan kerjasama antara Pusat

Penelitian Kependidikan di Universitas Winconsin Madison dengan Freudenthal

Institute. Burril (1996) melaporkan bahwa siswa yang diajar dengan bahan ajar

yang didesain oleh MiC memperoleh kemajuan yang berarti.

Di Michigan State University juga dikembangkan bahan ajar matematika yang

dinamai Connected Mathematics (CM). CM ini dikembangkan dengan pokok

pikiran yang banyak persamaannya dengan PMR (Zawojewski, dkk, 1999).

Menurut laporan Project 2061, dua terbaik dari bahan ajar dan model

pembelajaran matematika di AS, diraih oleh CM pada peringkat pertama,

sedangkan MiC di peringkat

Proses pengembangan konsep dan ide matematika yang dimulai dari dunia

real oleh de Lange (1996) disebut “Matematisasi Konsep”. Model skematis proses

belajar ini digambarkan sebagai berikut

Dunia Real

Matematisasi Matematisasi

dalam Aplikasi dan Refleksi

Abstraksi dan

Formalisasi

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik mempunyai konsepsi tentang

siswa sebagai berikut (Hadi, 1999)

Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang

mempengaruhi belajarnya selanjutnya;

Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu

untuk dirinya sendiri;

37

Page 38: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan

penolakan;

Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari

seperangkat ragam pengalaman;

Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu

memahami dan mengerjakan matematika.

Titik awal proses belajar dengan pendekatan matematika realistik

menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa

mempunyai konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa terlibat

secara bermakna dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat ditingkatkan

ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan pengetahuan baru

tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Peran guru

hanya fasilitator belajar. Idealnya, guru harus mampu membangun pengajaran

yang interaktif. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa

dalam menafsirkan persoalan real.

Upaya mengaktifkan siswa dapat diwujudkan dengan cara (i) mengoptimalkan

keikutsertaan unsur-unsur proses mengajar belajar, dan (ii) mengoptimalkan

keikutsertaan seluruh sense siswa. Pengoptimalan seluruh sense siswa sangat

terkait dengan bagaimana siswa merespon setiap persoalan yang dimunculkan

guru dalam kelas, baik respon secara lesan, tertulis atau bentuk-bentuk

representasi lain seperti demonstrasi. Selain itu untuk mengoptimalkan

keikutsertaan seluruh sense siswa juga diperlukan komunitas matematika yang

kondusif, dalam arti bahwa lingkungan belajar yang mempercakapkan tentang

matematika tersebut harus mampu membangkitkan setiap siswa untuk

berpartisipasi aktif.

PRINSIP UTAMA PMR

a. Penemuan Terbimbing dan Proses Matematisasi yang kian meningkat

Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk

mengalami sendiri proses yang “sama” sebagaimana konsep matematika

ditemukan. Masalah kontekstual yang dijadikan bahan serta area aplikasi dalam

pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata. Dan

38

Page 39: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

selanjutnya dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika

secara riil ke tingkat belajar matematika secara formal.

b. Fenomena Didaktik

Masalah kontekstual yang dipilih atau topik-topik matematika yang disajikan

harus didasarkan atas dua pertimbangan yakni aplikasinya serta kontribusinya

untuk pengembangan konsep matematika selanjutnya.

c. Pembentukan Model oleh Siswa Sendiri

Pembentukan model oleh siswa sendiri merupakan jembatan bagi siswa.

Model ini membawa mereka dari situasi real ke situasi konkrit atau dari informal

matematika ke formal matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam

menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan

alam siswa. Melalui proses yang terjadi dalam pembelajaran, pada akhirnya akan

menjadi pengetahuan secara formal matematika.

KARAKTERISTIK PMR

(I). Menggunakan masalah konstekstual (the use of context)

Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual (dunia

nyata), tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat

sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang

“dikenali” oleh siswa.

(2). Menggunakan model (use models, bridging by vertical instrument)

Istilah model berkaitan dengan dengan model situasi dan model matematika

yang dikembangkan sendiri oleh siswa. Sewaktu mengerjakan masalah

kontekstual, diharapkan siswa mengembangkan model mereka sendiri.

(3) Menggunakan kontribusi siswa (students constribution)

Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan datang dari

konstruksi dan produksi siswa sendiri, yang mengarahkan mereka dari metode

informal mereka kearah yang lebih formal. Streefland (1991) menekankan

bahwa dengan produksi dan konstruksi, siswa terdorong untuk melakukan

refleksi pada bagian yang mereka sendiri anggap penting dalam proses belajar

mereka.

(4). Interaktivitas (interactivity)

Interaksi antar siswa dan dengan guru merupakan hal penting dalam PMR.

Guru harus selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkomunikasikan ide-ide mereka sendiri melalui proses belajar yang

39

Page 40: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

interaktif, seperti presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok,

maupun diskusi kelas Negosiasi, intervensi, kooperatif dan mengevaluasi

sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor penting dalam proses

belajar mengajar. Siswa bebas untuk bertanya, menyatakan persetujuan atau

penolakan pendapat temannya, dan menarik kesimpulan.

(5).Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (intertwining)

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan

suatu topik tercakup dalam beberapa konsep yang berkaitan, oleh karena itu

keterkaitan dan keintegrasian antar topik (unit pelajaran) harus dieksploitasi

untuk mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang lebih bermakna.

MENDESAIN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan pendekatan

realistik, model tersebut harus merepresentasikan karakteristik PMR baik pada

tujuan, materi, metode dan evaluasi. Dengan rambu-rambu sebagai berikut.

Tujuan. Tujuan haruslah mencakup ketiga level tujuan dalam PMR yakni level

rendah, menengah dan atas. Dua tujuan terakhir, menekankan pada kemampuan

berargumentasi, berkomunikasi dan pembentukan sikap kritis.

Materi. Desain suatu materi yang sangat terbuka untuk dapat didiskusikan di

kelas; yang berangkat dari suatu situasi dalam realitas, berangkat dari konteks

yang berarti dalam kehidupan siswa.

Aktivitas. Aktivitas siswa harus diatur sehingga mereka dapat berinteraksi

sesamanya. Berdiskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini siswa

mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi dengan

menggunakan matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau

pembimbing.

Evaluasi. Materi evaluasi dibuat dalam bentuk ‘open question’ yakni pertanyaan

terbuka, pertanyaan yang jawabnya tidak tunggal; yang memancing siswa untuk

menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam

jawaban (free productions).

CIRI PEMBELAJARAN YANG BERORIENTASI PMR

Siswa diharapkan membangun konsep dan struktur matematika bermula

dari intuisi mereka masing-masing;

Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal yang konkrit; diawali dari

pengalaman siswa serta berasal dari lingkungan sekitar siswa; diharapkan siswa

40

Page 41: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

tertarik terhadap aktivitas matematika tersebut; siswa belajar dari

pengalamannya sendiri bukan pengalaman gurunya;

Pembelajaran didesain dan diawali dari pemecahan masalah terhadap masalah

kontekstual yang ada di sekitar siswa atau yang dapat dipikirkan siswa;

Selama proses menuju ke arah matematika yang lebih formal, diharapkan siswa

mengkonstruksi gagasannya sendiri, menemukan solusi suatu masalah, dan

membangun atau memperoleh suatu konsep secara mandiri, tidak perlu sama

antar siswa satu dengan siswa lainnya bahkan dengan gurunya sekalipun;

Pembelajaran matematika tidak hanya memberi penekanan pada komputasi,

serta mementingkan langkah prosedural (algoritmis) serta drill;

Penekanan lebih pada pemahaman yang mendalam pada konsep dan

pemecahan masalah; dengan penyelesaian masalah yang tidak rutin dan

mungkin jawabannya tidak tunggal;

Siswa belajar matematika dengan pemahaman, membangun secara aktif

pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan awal;.

KEKUATAN / KEUNGGULAN PMR

1. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari

dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia

2. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi

dan dikembangkan sendiri oleh siswa.

3. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa cara penyelesaian sesuatu masalah tidak harus tunggal, dan

tidak perlu sama antara sesama siswa bahkan dengan gurunyapun.

4. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada

siswa bahwa proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama. Tanpa

kemauan menjalani proses tersebut, pembelajaran tidak akan bermakna.

5. PMR memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan

pembelajaran yang lain yang dianggap “unggul” seperti pendekatan

pemecahan masalah, dll

6. Pendekatan PMR yang dikembangkan oleh tim Freundenthal Institute di

Belanda bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan operasional.

41

Page 42: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

SUMBER BACAAN

Asikin. M. 2001. Matematika Realistik: Paradigma Baru Pembelajaran Matematika dan Upaya Peningkatan “Mathematical Communication” Makalah Seminar. Disajikan dalam Seminar Nasional Matematika di UNY Yogya, 21 April.

Asikin. 2001. Kurikulum Pendidikan dalam Era Otonomi Daerah: Implikasinya Terhadap Pengadaan Buku Pelajaran. Makalah Seminar. Disajikan dalam Seminar Nasional Problematika Pendidikan Dalam Era Otonomi Daerah di UNESA Surabaya, 19 Mei.

Asikin, 2001. Paradigma Pendidikan Masa Kini Untuk Menyongsong Pendidikan Masa Depan. Makalah disajikan dalam forum silaturahim menyambut mahasiswa baru program pascasarjana UNESA. 5 September.

Arend, Richard. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: Mc Graw Hill

Annette & Sue. 1999. Assessing Problem Solving Thought Mathematics Teaching in Middle School. Mathematics Teaching in the Middle School. Volume 4 No 5 Februari. Hal 305-311

Atweh Bill. 1998. The Construction of Social Context of Mathematics Classroom: A Sociolinguistic Analysis. Journal for Research in Mathematics Education. 29 (1): Hal 63-82.

Baroody. A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating. Macmillan Publising, New York.

Beaton, A. E. (1996). Mathematics Achievement in The Middle School Years. Boston: TIMSS International Study Center.

Burril, J. 1997. Field Test Report: Mathematics in contex Boosts Test Scores. WCER Highlighs, Vol. 8 No. 3.

Buletin Educational Innovation and Information Nomor 97-105: IBECai Jinfa & Patricia. 2000. Fostering Mathematical Thinking through Multiple

Solutions. Mathematics Teaching in the Middle School. Volume 5 No 8 April 2000.www.nctm.org/mtms/2000/04/index.htm, diakses 8 April 2001.

Cobb, Paul. 1997. Instructional Design and Reforma: A Plea for Developmental Research in Contex. . In Beishuizein, Gravemeijer & van Leishout (Eds.). The Role Of Contexts and Models in The Development of Mathematical Strategies and Procedures. CD- Series On Research And Mathematics Education. Freudenthal Institute Utrecht Belanda.

Cobb, Yackel & Wood. 1992. A Contructivist alternative to the representational view of Mind in Mathematics Education. Journal for Research in Mathematics Education. 23: Hal 2-33.

De Lange, J. 1987. Mathematics insight and meaning. OW&OC. Utrecht: University Press.

De Lange, J. 1995. Assessment: no change without problems, In Romberg, TA. (Ed). Reform in School Mathematics and authentic assessment. New York: Sunny Press.

Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics Education. Dondrecht: Reidl Publishing.

Gravemeijer, K. 1994. Educational Development and Developmental Research in Mathematics Education. Journal for Research in Mathematics Education. 25: Hal 443-471.

Gravemeijer, K. 1997. Instructional Design for Reform in Mathematics Education. In Beishuizein, Gravemeijer & van Leishout (Eds.). The Role Of Contexts

42

Page 43: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

and Models in The Development of Mathematical Strategies and Procedures. CD- Series On Research And Mathematics Education. Freudenthal Institute Utrecht Belanda.

IBE. 2000. Improving students achievement in Mathematics. Educational Practice Series-4. IBE.UNESCO.

Lappan.G. 2002. Connected Mathematics Project: Research and Evaluation Summary

National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.

National Council of Teachers of Mathemaics. 1990. “Contructivist Views on The Teaching ang Learning of Mathematics”. Journal for Research in Mathematics Education. Reston, Virginia:NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000a. Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston VA.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000b. Learning Mathematics For A New Century. 2000Yearbook NCTM: Reston VA.

National Science Foundation (NSF). 1998. Mathematics in Context: Teachers Resource and Implementation Guide. Chicago: Encyclopedia Britanica Ed. Co.

National Science Foundation. 2000. The Core-Plus Mathematics Project (CPMP), (Online), www.mich.edu/cpmp/front.html, Diakses 21 Agustus 2000).

Orton, Anthony. 1992. Learning Mathematics: Issues, Theory and Classroom Practice. Cassell Education Series. London.

Schoenfeld, A.H. 1991. On Mathematics as Sense Making: An Informal Attach on the Unfornute Divorce of Formal and Informal Mathematics. In J.F Voss, D.N. Perkins & J.W Segal (Eds.) Informal Reasoning and Education. 311-344. Hillsdale NJ: Erlbaum.

Seegers,G & Gravemeijer, K. 1997. Implementation and Effect Of Realistic Curricula. In Beishuizein, Gravemeijer & van Leishout (Eds.). The Role Of Contexts and Models in The Development of Mathematical Strategies and Procedures. CD- Series On Research And Mathematics Education. Freudenthal Institute Utrecht Belanda.

Simon. M.A. 1995. Reconstructing mathematics pedagogy from a constructivist perspective. Journal for Research in Mathematics Education. 26, 115-145.

Slavin, Robert. 1994. Educational Psychology: Theories and Practice. Fourth Edityion. Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher.

Slettenhaar, 2000, Adapting Realistic Mathematics Education in The Indonesia Context. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. (Prosiding Konferensi Nasional Matematika X, ITB, 17-24 Juli 2000.

Streefland,L. 1991. Fraction in Realistics Mathematics Education A Paradigm of Developmental Research. Utrecht : CD-b Press. Streeflands (ed.) Realistics Mathematics Education in Primary School. Utrecht : CD-b Press.

Tom Gorris. 1998. Reforms in secondary math education in the Netherland. www.fiuu.nl/en/indexpublicaties. Html. Diakses 24 Maret 2001.

UNESCO. 1998. Education For the Twenty-first century: issues and prospects. Unesco Publishing

Van den Heuvel-Panhuizen, M. 1998. Realistics Mathematics Education Work in Progress. Makalah disampaikan dalam NORMA-lecture di Kristiansand, Norwegia : June, 5-9 1998.

43

Page 44: Diktat Kuliah Daspros Pemb Mat1

. 1999. Mathematics Educaton in The Netherlands: A guided four (www. fiuu.nl/en/indexPublicaties/html). Diakses 20 Februari 2001.

Verschafel, L.&De Corte, E. 1997. Teaching Realistics Mathematical Modeling in the Elementary School: A Teaching Experiment with Fifth Graders. Journal for Research in Mathematics Volume 28 No 5, November: 577-601.

Zawojewski, J.S, Robinson, M, & Hoover, M. 1999. Reflections on Developing Mathematics and the Connected Mathematics Project. Journal for Mathematics Teaching in the Middle School. 4: 324-330.

Lappan.G. 2002. Connected Mathematics Project. Research and Evaluation Summary.

National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000a. Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston VA.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000b. Learning Mathematics For A New Century. 2000Yearbook NCTM: Reston VA

National Science Foundation (NSF). 1998. Mathematics in Context: Teachers Resource and Implementation Guide. Chicago: Encyclopedia Britanica Ed. Co.

Soedjadi. 2000. Kurikulum Matematika Sekolah Masa Depan. Makalah Seminar. Disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, tanggal 19-22 September di Jakarta.

Soedjadi, 2000. Nuansa Kurikulum Matematika Sekolah di Indonesia. Konferensi Matematika Nasional, 17-20 Juli 2000 di ITB Bandung.

UNESCO. 1998. Education For the Twenty-first century: issues and prospects. Unesco Publishing

Pugalee, David. 2001. Using Communication to Develop Students’ Mathematical Literacy. Mathematics Teaching in The Middle School Vol 6 No 5 Januari. Hal : 296-299

Bell, E.H. (1978). Teaching and Learning Secondary School Mathematics. Dubuque: WMC Brown.

Dahuri, R. (2001). Mengasah Daya Saing Bangsa Menuju Globalisasi. Kompas, 12 Maret 2001, h. 5.

De Lange, J. Jzn (1987). Mathematics, Insight, and Meaning. Utrecht. VOWO.Heuvel-Panheuizen, M. v. D. (1996). Assesment and Realistic Mathematics

Education. Utrecht: Freudenthal Institute.Kline, M. (1968). Mathematics in the Modern World. San Fransisco: WH. Freeman

and Co.National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (1989). Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Va.National Research Council (1989). Everybody Counts. Woshington: National

Academy Press.Schifter, D. and Fosnot, CT. (1993). Reconstruction Mathematics Education.

Teacher’s College, Columbia University.Souviney, R.J. (1994). Learning to Teach Mathematics. New York: Addison

Wesley

44