Top Banner
DIKTAT MATA KULIAH HUKUM PERBANKAN DAN KEUANGAN OLEH : YESSY MERYANTIKA SARI, S.H UNIVERSITAS ISLAM OKI (UNISKI) KAYUAGUNG FAKULTAS HUKUM 2013
92

Diktat Hukum Perbankan

Dec 07, 2015

Download

Documents

Sari Perkuliahan mata kuliah hukum perbankan yang dirangkum dari referensi tentang hukum perbankan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diktat Hukum Perbankan

DIKTAT

MATA KULIAH

HUKUM PERBANKAN

DAN KEUANGAN

OLEH :

YESSY MERYANTIKA SARI, S.H

UNIVERSITAS ISLAM OKI (UNISKI) KAYUAGUNG

FAKULTAS HUKUM

2013

Page 2: Diktat Hukum Perbankan

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan atas keridhoaan Allah SWT

karena telah diselesaikannya diktat Hukum Perbankan dan Keuangan ini.

Penyusunan diktat ini adalah dalam rangka menambah bahan literatur untuk

mata kuliah Hukum Perbankan dan Keuangan bagi mahasiswa/i di Fakultas

Hukum Universitas Islam OKI (UNISKI) Kayuagung.

Kepada mahasiswa/i yang membaca diktat ini, diharapkan juga

membaca buku Hukum Perbankan dan Keuangan lainnya sebagai bahan

rujukan dalam mempelajari ilmu hukum. Harapannya dengan dikeluarkannya

diktat ini dapat membantu mahasiswa/i dalam mempelajari ilmu hukum

dengan lebih mudah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan diktat ini masih banyak

kekurangan. Segala kritik dan saran demi perbaikan diktat ini sangat

diharapkan dari setiap pembaca dan akan diterima dengan senang hati untuk

kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya.

Atas segala bantuan dan perhatian dari segenap pihak yang telah

memberikan sumbangsih dalam penyusunan diktat ini diucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum wr. wb.

Kayuagung, Februari 2013

Dosen Pengasuh,

H. Yessy Meryantika Sari, S.H

Page 3: Diktat Hukum Perbankan

DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................... i

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii

Halaman Pengesahan ........................................................................................... iii

Daftar Isi................................................................................................................ iv

BAB I Pendahuluan............................................................................................. 1

BAB II Lembaga Bank......................................................................................... 5

A. Pengertian Bank ............................................................................... 5

B. Asas dan Prinsip Perbankan ............................................................. 7

C. Fungsi Bank ..................................................................................... 10

D. Tujuan Bank ..................................................................................... 10

E. Jenis-Jenis Bank ............................................................................... 11

BAB III Bank Sebagai Badan Usaha .................................................................... 18

A. Pendirian Bank ................................................................................ 18

B. Bentuk Hukum Badan Usahha Bank ............................................... 21

C. Rahasia Bank ................................................................................... 27

D. Penggabungan Usaha Bank ............................................................. 42

E. Kesehatan Bank ............................................................................... 45

BAB IV Kegiatan Bank ........................................................................................ 47

A. Kredit ............................................................................................... 48

B. Penghimpunan Dana (Fund Raising) ............................................... 52

BAB V Bank Indonesia ........................................................................................ 55

BAB VI Perbankan Syariah .................................................................................. 57

A. Pengertian ........................................................................................ 57

B. Fungsi dan Peran Bank Syariah ....................................................... 57

C. Tujuan Bank Syariah ....................................................................... 58

D. Ciri-Ciri Bank Syariah ..................................................................... 58

Page 4: Diktat Hukum Perbankan

E. Struktur Bank Syariah ..................................................................... 59

F. Produk Bank Syariah ....................................................................... 61

1. Penyaluran Dana ....................................................................... 61

2. Penghimpunan Dana ................................................................. 77

3. Jasa Perbankan .......................................................................... 84

Daftar Pustaka ....................................................................................................... vi

Lampiran 1 : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankan .....................................................................................

Lampiran 2 : Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah .........................................................................

Page 5: Diktat Hukum Perbankan

BAB I

PENDAHULUAN

Pada prinsipnya kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan sektor

keuangan (financial sector). Sektor keuangan ini dikelola oleh lembaga

keuangan yang digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu Lembaga Keuangan Bank

(LKB) dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB).

Lembaga Keuangan Bank adalah lembaga yang bergerak di bidang jasa

keuangan yang melakukan kegiatan usaha bank yaitu menghimpun dan

menyalurkan dana dari masyarakat secara langsung, sedangkan lembaga

keuangan non bank adalah lembaga keuangan yang bergerak di bidang jasa

keuangan yang melakukan kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan dana

secara tidak langsung kepada masyarakat.

Lembaga keuangan bukan bank dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:

Lembaga pembiayaan dan Lembaga keuangan lainnya. Menurut Pasal 1 butir b

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 84/2006 jo. Pasal 1 butir 5

Keputusan Presiden Nomor 61/1988, pengertian perusahaan pembiayaan

adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang

Page 6: Diktat Hukum Perbankan

khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha

lembaga pembiayaan.

Dalam Pasal 2 PMK Nomor 84/2006 tersebut, dinyatakan bahwa

perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Sewa Guna Usaha (Leasing)

yaitu kegitan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik

secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa

guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh

penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan

pembayaran secara angsuran.

2. Anjak Piutang (Factoring)

yaitu kegiatan pembiyaan dalam bentuk pembelian piutang dagang

jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang

tersebut.

3. Usaha Kartu Kredit (Credit Card)

adalah kegiatan pembelian untuk pembelian barang dan/atau jasa

dengan menggunakan kartu kredit.

4. Pembiyaan Konsumen (Consumer Finance)

adalah kegiatan pembiyaan untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

Page 7: Diktat Hukum Perbankan

5. Perusahaan Modal Ventura (Ventura Capital Company)

adalah badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pembiyaan dalam

bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima

bantuan pembiayaan untuk waktu tertentu.

Sedangkan lembaga keuangan lainnya adalah lembaga usaha

(perusahaan) yang melakukan kegiatan usaha dibidang keuangan yang turut

melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat secara langsung

selain lembaga bank dan lembaga pembiayaan.

Bentuk-bentuk lembaga keuangan bukan bank lainnya antara lain

sebagai berikut:

1. Perusahaan Asuransi

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 246,

Istilah asuransi disebut dengan pertanggungan (verzekering) yaitu suatu

perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri

kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk

memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, atau

kehilangan suatu keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan

dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu terjadi (evenement).

Page 8: Diktat Hukum Perbankan

2. Koperasi

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Koperasi, dinyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang

beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan

melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus

sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas

kekeluargaan.

3. Reksa Dana

Reksadana adalaha wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana

dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan oleh

Manajer Investasi dalam Portofolio Efek. Keuntungan yang diperoleh

berupa kenaikan nilai investasi masyarakat pemodal seiring dengan

berjalannya waktu periode investasi.

4. Pasar Modal

adalah pasar yang terorganisir dimana saham, obligasi dan sejenisnya

diperdagangkan oleh para anggota bursa yang bertindak sebagai agen

(perantara pedagang efek) atau sebagai pedagang (principal).

Page 9: Diktat Hukum Perbankan

BAB II

LEMBAGA BANK

A. PENGERTIAN BANK

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya. (Pasal 1 angka (1) UU No.10 Tahun 1998

Tentang Perbankan).

Sedangkan pengertian bank menurut Pasal 1 angka (2) UU No.10 Tahun

1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Bank adalah

suatu Badan Usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa

keuangan. Bank sebagai badan hukum adalah Subjek hukum yang berarti dapat

mengikatkan diri dengan pihak ketiga.

Sedangkan hukum perbankan adalah serangkaian kaidah-kaidah yang

mengatur tentang badan usaha perbankan. Kaidah-kaidah tersebut adalah

Page 10: Diktat Hukum Perbankan

semua hukum positif yang mengatur tentang perbankan maupun hukum positif

secara praktiknya dalam dunia perbankan.

Landasan yuridis (dasar pengaturan) dari hukum perbankan di Indonesia

antara lain sebagai berikut :

a. UU No. 10 Tahun 1998, LN No.182 Tahun 1998 Tentang Perbankan,

atau selanjutnya dikenal dengan UUP;

b. UU No. 7 Tahun 1992, LN No.21 Tahun 1992 Tentang Perbankan;

c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/33/Kep/Dir, Tentang

Bank Umum, Tanggal 12 Mei 1999;

d. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34/Kep/Dir, Tentang

Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Tanggal 12 Mei 1999

e. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/35/Kep/Dir, Tentang

Bank Perkreditan Rakyat, Tanggal 12 Mei 1999;

f. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir, Tentang

Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, Tanggal 12

Mei 1999;

g. Peraturan Pemerintah RI No. 17 Tahun 1999 Tentang Badan

Penyehatan Perbankan Nasional;

h. Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Merger,

Konsolidasi dan Likuidasi Bank;

Page 11: Diktat Hukum Perbankan

i. UU No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun

1999 Tentang Bank Indonesia.

B. ASAS DAN PRINSIP PERBANKAN

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

demokrasi ekonomi (Pasal 2 UUP), Artinya bahwa dalam setiap menjalankan

kegiatan keuangan perbankan harus berdasarkan pada Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945. Hal ini berarti semua kegiatan perbankan harus bertujuan

untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Menurut Prof. Dr. Joni Emirzon dalam Hukum Bisnis Indonesia, Asas

Demokrasi ekonomi merupakan dasar aktivitas kegiatan perekonomian yang

mempunyai arti bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam

kegiatan perbankan, begitu juga pemerintah berkewajiban untuk memberi

pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan

iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. (Joni emirzon, 2000: 253)

Lebih lanjut menurut Prof. Dr. Joni Emirzon, Demokrasi yang menjadi

dasar pelaksanaan pembangunan harus memiliki ciri-ciri positif sebagaimana

ditentukan dalam GBHN Indonesia bahwa:

Page 12: Diktat Hukum Perbankan

1. Perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan dan oleh karena itu di dalam Demokrasi Ekonomi tidak

dikenal sistem pertentangan kelas.

2. Sumber-sumber kekayaan dan sumber alam serta keuangan negara harus

digunakan dengan permufakatan perwakilan rakyat, serta pengawasan

terhadap kebijaksanaan yang bertalian dengan itu harus ada pada

perwakilan rakyat.

3. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

4. Warganegara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang

dikehendaki serta kepentingan hak akan pekerjaan, dan penghidupan

yang layak.

5. Hak milik perorangan diakui, dan pemanfaatannya tidak boleh

bertentangan dengan kepentingan masyarakat (fungsi Sosial).

6. Potensi aktif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan

sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan

umum.

7. Fakir miskin dan anak terlantar berhak memperoleh jaminan sosial.

Page 13: Diktat Hukum Perbankan

Sebaliknya Demokrasi ekonomi harus menghindarkan ciri-ciri yang

bersifat negatif, seperti:

1. Sistem Free Fight Liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap

manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah

menimbulkan dan menyebabkan kelemahan struktural posisi Indonesia

dalam ekonomi dunia.

2. Sistem Etatisme, dimana negara dan aparaturnya bersifat dominan dan

serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit di luar

sektor negara.

3. Monopoli yang merugikan negara.

Sedangkan Prinsip perbankan Indonesia menurut Pasal 2 UUP adalah

berdasarkan Prinsip Kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian merupakan suatu hal

yang sangat penting dan wajib dilakukan oleh setiap pengelola bank, apabila

pengelolaan bank tidak dilakukan dengan hati-hati tidak hanya akan merugikan

pemilik bank tetapi juga akan merugikan nasabah yang menyimpan dananya di

bank tersebut.

Hal ini berkaitan dengan asas kepercayaan. Oleh karenanya lembaga

bank adalah lembaga usaha yang sangat tergantung pada kepercayaan

masyarakat, makin besar kepercayaan masyarakat terhadap bank, maka bank

Page 14: Diktat Hukum Perbankan

yang bersangkutan akan semakin baik dalam artian bahwa bank tersebut dalam

kondisi sehat. (Joni emirzon, 2000: 256)

C. FUNGSI BANK

Lembaga Perbankan merupakan inti sari dari sistem keuangan suatu

negara, karena bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi

perusahaan, lemgaba pemerintah, swasta maupun perorangan menyimpan

dananya, melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank

melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem

pembayaran bagi semua sektor perekonomian (Sentosa Sembiring, 2008:7).

Menurut Pasal 3 UUP, Fungsi utama bank adalah sebagai penghimpun

dana dan penyalur dana masyarakat. Hal ini berarti kehadiran bank sebagai

suatu badan usaha tidak semata-mata bertujuan bisnis, namun ada misi lain

yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

D. TUJUAN BANK

Perbankan Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasl 4 UUP, memiliki

tujuan sebagai berikut :

Page 15: Diktat Hukum Perbankan

a. Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan pemerataan;

b. Pertumbuhan ekonomi;

c. Stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

E. JENIS-JENIS BANK

1. Dilihat Dari Bidang Usahanya

Dalam Pasal 5 ayat (1) UUP disebutkan, bank menurut Jenis usahanya

digolongkan menjadi 2 (dua) yakni :

a. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal

1 angaka 3 UUP).

Kegiatan usaha secara konvensional artinya usaha perbankan memberi

kredit kepada nasabah baik perorangan maupun perusahaan, sedangkan

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dijabarkan dalam Pasal 1

angka 13 UUP, Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan

hukum Islam antara bank dengan pihak lain

Page 16: Diktat Hukum Perbankan

untuk menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau

kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembayaran

berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual-beli

barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiyaan

barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),

atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang

disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Selain pemberian kredit, menurut pasal 6 UUP usaha bank umum

meliputi :

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa

giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, adan/atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ;

2) Memberikan kredit;

3) Memberikan surat pengakuan hutang

4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya ;

a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank

yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam

perdagangan surat-surat dimaksud;

Page 17: Diktat Hukum Perbankan

b) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa

berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan

surat;

c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

e) Obligasi;

f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

g) Instrumen surat berharga lainnya yang berjangka waktu sampai

dengan 1 (satu) tahun;

5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah;

6) Memindahkan dana pada, menjamin dana dari, atau meminjamkan

dana bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana

telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau

saranalainnya;

7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan

malakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga;

8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak;

Page 18: Diktat Hukum Perbankan

10) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya

dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat dalam bursa efek;

11) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan

wali amanat;

12) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain

berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia;

13) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang

tidak bertentangan dengan UU dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

b. Bank Perkreditan Rakyat

Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

(Pasal 1 angka 4 UUP).

Jadi perbedaan yang mendasar pada bank umum dan BPR, yaitu BPR

tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sedangkan usaha Bank Perkreditan Rakyat dijabarkan dalam Pasal 13

UUP, yakni meliputi :

Page 19: Diktat Hukum Perbankan

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa

deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentk lainnya yang

dipersamakan dengan itu;

2) Memberikan kredit;

3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip

syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia;

4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia

(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan

pada bank lain.

Selanjutnya pada Pasal 14 UUP dikemukakan Bank Perkreditan rakyat

dilarang :

1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas

pembayaran;

2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;

3) Melakukan penyertaan modal;

4) Melakukan usaha perasuransian;

5) Malakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana yang

dimaksud pasal 13.

Page 20: Diktat Hukum Perbankan

2. Dilihat Dari Kepemilikannya

Dilihat dari kepemilikannya bank dapat di bagi kedalam 2 (dua)

golongan yakni :

a. Bank Milik Pemerintah (Bank Negara)

Yaitu bank yang modal yang bersangkutan berasal dari pemerintah

(negara).

Bank Negara meliputi :

1) Bank yang Merupakan Badan Usaha Milik Negara (Bank

BUMN)

Ex : BI, BRI, BNI, dll

2) Bank yang merupakan Badan Usaha Milik daerah (Bank BUMD)

Ex : Bank Sumsel-Babel, Bank Jabar, Bank DKI, dll

b. Bank Milik Swasta

Yaitu bank yang modal sepenuhnya berasal dari swasta, tanpa ada

campur tangan dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

Bank Milik Swasta di bagi menjadi 3 (tiga) yaitu :

1) Bank Swasta Nasional (BSN), artinya modal bank dimiliki

sepenuhnya oleh orang dan/atau Badan hukum Indonesia, ex :

Bank Mega, Bank Mandiri, dll

Page 21: Diktat Hukum Perbankan

2) Bank Swasta Asing (BSA), artinya modal bank tersebut dimiliki

oleh Warga Negara asing dan/atau Badan Hukum Asing. Dalam

hal ini ada kemungkinan Bank ini merupakan kantor cabang dari

negara asal yang bersangkutan. Ex : Hongkong Bank, Singapore

Bank, dll

3) Bank campuran, artinya bank umum yang didirikan bersama oleh

satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan

didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan Hukum

Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara

Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di

luar Negeri. Ex : Bank BCA, dll

3. Dilihat Dari Segi Operasional

Dilihat dari ruang lingkup operasional bidang usahanya, maka bank

dapat dibedakan dalam 2 (dua) golongan, yaitu:

a. Bank Devisa, yaitu bank yang memperoleh surat penunjukan dari

Bank Indonesia untuk melakukan usaha perbankan dalam valuta

asing. Ex :

b. Bank Nondevisa, yaitu bank yang tidak dapat melakukan usaha di

bidang transaksi valuta asing.

Page 22: Diktat Hukum Perbankan

BAB III

BANK SEBAGAI BADAN USAHA

A. PENDIRIAN BANK

Kententuan Umum Syarat pendirian bank, antara lain sebagai berikut:

a. Setia Bank Umum dan BPR memperoleh izin usaha dari pimpinan BI,

kecuali kegiatan penghimpunan dana diatur dengan UU lain. (Pasal 16)

b. Syarat pengajuan meliputi :

1) Susunan Organisasi dan kepengurusan

2) Permodalan

3) Kepemilikan

4) Keahlian di bidang Perbankan

5) Kelayakan rencana kerja

6) Persyaratan dan tata cara perizinan bank ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

Dari ketentuan diatas maka langkah pertama yang harus dilakukan

dalam pendirian Bank adalah menentukan jenis bank yang akan didirikan

(Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat).

Page 23: Diktat Hukum Perbankan

Berikut ini tatacara dalam pendirian suatu bank baik Bank Umum

maupun Bank Perkreditan Rakyat:

1. Pendirian Bank Umum

Pengaturannya terdapat dalam SK Direksi BI No: 32/33/Kep/Dir, tentang

Bank Umum tanggal 12 mei 1999.

Syarat Umum :

a. Didirikan oleh WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia atau ;

b. Didirikan oleh WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia atau badan

hukum Asing secara kemitraan.

c. Modal yang disetor ;

1) Minimal 3 Triliun

2) Untuk Badan hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan

waib dan hibah diatur dalam UU tentang perkoperasian.

3) Modal dari WNA dan/atau Badan hukum asing setingginya 99% dari

modal disetor bank.

2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat

Pengaturan tentang pendirian Bank Perkreditan Rakyat diatur dalam SK

Direksi BI No: 32/35/Kep/Dir, tentang Bank Umum tanggal 12 mei 1999.

Page 24: Diktat Hukum Perbankan

Syarat Umum :

a. BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin

direksi BI.

b. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh:

1) Warga Negara Indonesia

2) Badan Hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh WNI

3) Pemerintah daerah

4) Dua pihak atau lebih sebagaimana diatas.

c. Modal BPR yang disetor:

1) Sekurangnya 2 (dua) Miliar (Jabodetabek)

2) 1 (Satu) Miliar untuk Bank yang didirikan di wilayah ibukota

provinsi selain diatas;

3) 500 juta untuk selain diatas.

4) Untuk Badan hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan

waib dan hibah diatur dalam UU tentang perkoperasian.

5) Modal dari WNA dan/atau Badan hukum asing setingginya 50%

dari modal disetor bank.

Page 25: Diktat Hukum Perbankan

B. BENTUK HUKUM BADAN USAHA BANK

Menurut UU No.7 Tahun 1992 Pasal 21, bentuk usaha bank umum

meliputi :

a. Perusahaan Perseroan (Persero)

b. Perusahaan Daerah\

c. Koperasi

d. Perseroan Terbatas

Dan menurut UU no.10 tahun 1998 Pasal 21, bentuk Usaha bank umum

adalah :

a. Perseroan Terbatas (PT)

b. Koperasi (KOP)

c. Perusahaan Daerah (PD)

Sedangkan bentuk hukum suatu Bank Perkreditan rakyat dapat berupa

salah satu dari:

a. Perusahaan daerah

b. Koperasi

c. Perseroan Terbatas (PT) dan

d. Bentuk lain yang ditetapkan dg PP

Page 26: Diktat Hukum Perbankan

Penjelasan dan Ketentuan Umum Tentang Bentuk Badan Usaha Bank,

antara lain sebagai beikut:

a. Perusahaan Daerah

Pengaturannya juga dapat dilihat dalam UU No.5 Tahun 1962 tentang

Perusahaan Daerah. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Perusahaan daerah

adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan UU ini yang modalnya

seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan,

kecuali ditentukan lain dalam UU ini.

Pendirian suatu perusahaan daerah menurut Pasal 3 UU No.5 tahun

1962, antara lain sebagai berikut:

1. Perusahaan Daerah didirikan dengan PERDA atas kuasa UU ini.

2. Perusahaan Daerah yang dimaksud diatas adalah badan hukum yang

berkedudukan sebagai badan hukum yang diperoleh dengan berlakunya

peraturan daerah tersebut.

Modal perusahaan daerah terdiri untuk seluruhnya atau untuk sebagaian

dari kekayaan daerah yang dipisahkan. Modal yang untuk sebagian kekayaan

yang dipisahkan terdiri atas saham-saham (Pasal 7 ayat 1&3).

Page 27: Diktat Hukum Perbankan

Khusus untuk pendirian Bank jo. Permen Dagri No.1 Tahun 1998

tentang Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah, dalam Pasal 2 disebutkan

bahwa bentuk hukum Bank Pembangunan daerah dapat berupa salah satu dari:

1. Perusahaan daerah

2. Perseroan Terbatas

Selanjutnya dalam Pasal 3 disebutkan bahwa:

1. Bank Pembangunan daerah yang bentuk hukumnya berupa Perusahaan

daerah, tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

mengatur tentang perusahaan daerah.

2. Bank Pembangunan daerah yang bentuk hukumnya adalah Perseroan

terbatasa, tunduk pada UU No.1 Tahun 1995 jo. UU No.40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas.

b. Koperasi

Untuk badan usaha bank yang berbebruk koperasi, pengaturannya juga

merujuk pada UU No.25 Tahun 1992 tantang Perkoperasian. Dalam Pasal 1

butir 1 UU tersebut disebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang

beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan

kegiatannya berdasarkan pada koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi

rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Page 28: Diktat Hukum Perbankan

Dalam pasal 41 ayat (1) disebutkan bahwa modal koperasi terdiri dari

modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri bersumber dari simpanan

pokok, simpaanan wajib, dana cadangan, dan hibah (Pasal 42 ayat (2).

Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung

risiko atau disebut modak ekuititi. Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang

sama banyaknya yang wajib dibayar oleh anggota koperasi pada saat masuk

menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil selama yang

bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan wajib adalah jumlah simpanan

tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada

koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat

diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

Dalam Pasal 9 UU Koperasi dikatakan bahwa, koperasi memperoleh

status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.

Anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi (Pasal 17

UU Koperasi).

c. Perseroan terbatas

Pengaturan Perseroan Terbatas terdapat dalam UU No.1 Tahu 1995 jo.

UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan terbatas adalah

badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Page 29: Diktat Hukum Perbankan

usaha dengan modal dasar seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi

syarat yang ditetapkan dalam UU ini serta peraturan pelaksananya.

Syarat pendirian perseroan terbatas dalam pasal 7 dikemukakan sebagai

berikut:

1. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris

yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

2. Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat

Perseroan didirikan.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam

rangka Peleburan.

4. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya

keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

5. Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham

menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6

(enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang

bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain

atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.

6. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah

dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang

saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan

Page 30: Diktat Hukum Perbankan

kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan,

pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.

7. Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau

lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5),

serta ayat (6) tidak berlaku bagi:

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan

penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan

lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang

Pasar Modal.

Selanjutnya dalam Pasal 31 dikatakan bahwa:

1. Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup

kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal

mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal.

Pasal 32

1. Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah).

Page 31: Diktat Hukum Perbankan

2. Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan

jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan

modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3. Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Pasal 33

Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.

C. RAHASIA BANK

1. PENGERTIAN

Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.10

Tahun 1998 tentang Perbankan).

Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya meliputi segala

keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh pemberian layanan dan

jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri, meliputi :

Page 32: Diktat Hukum Perbankan

1. Jumlah kredit;

2. Jumlah dan jenis rekening nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas,

Sertifikat, dan surat berharga lainnya);

3. Pemindahan (transfer) uang;

4. Pemberian garansi bank;

5. Pendiskontoan surat-surat berharga; dan

6. Pemberian kredit.

Rahasia bank diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998. Menurut ketentuan pasal tersebut :

Ayat (1)

Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

Ayat (2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak

terafiliasi.

Berdasarkan ketentuan diatas, jelas bahwa yang wajib dirahasiakan oleh

pihak Bank/Pihak terafiliasi hanya keterangan mengenai nasabah Penyimpan

Page 33: Diktat Hukum Perbankan

dan simpanannya. Apabila Nasabah Bank adalah Nasabah Penyimpan yang

sekaligus juga sebagai Nasabah debitur, bank tetap wajib merahasiakan

keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.

Artinya jika nasabah itu hanya berkedudukan sebagai nasabah debitur maka

keterangan tentang nasabah debitur dan hutangnya tidak wajid dirahasiakan

oleh bank/pihak terafiliasi. Dengan demikian, lingkup rahasia bank hanya

meliputi keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,

keterangan selain itu bukan rahasia bank.

Yang dimaksud Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan

dananya di Bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan

nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 angka (17) UU No.10 Tahun 1998).

Sedangkan yang dimaksud dengan Simpanan adalah dana yang

dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian

penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito,

Tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1

angka (5) UU No.10 Tahun 1998).

SIFAT RAHASIA BANK

Mengenai sifat Rahasia Bank, ada dua teori yang dapat dikemukakan,

yaitu:

Page 34: Diktat Hukum Perbankan

1. Teori Mutlak (Absolute Theory)

Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak. Semua keterangan

mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib

dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan alasan apapun

dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannya tidak

boleh dibuka (diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap

kerahasiaan tersebut, Bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab

atas segala akibat yang ditimbulkannya.

Keberatan terhadap teori mutlak ini adalah terlalu individualis, artinya

hanya mementingkan hak individu (perseorangan). Disamping itu, teori ini

juga bertentangan dengan kepentingan umum, artinya kepentingan Negara

atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang

merugikan Negara atau masyarakat banyak. Dengan kata lain menurut

teori ini,sifat mutlak rahasia bank sangat sukar untuk ditterobos dengan

alasan apapun dan oleh hukum dan undang-undang sekalipun. Teori

mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang ada di Negara Swiss.

2. Teori Relatif (Relative Theory)

Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat relative (terbatas). Semua

keterangan mengenai nasabahdan keuangannya yang tercatat di bank wajib

Page 35: Diktat Hukum Perbankan

dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-

undang, Rahasia Bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan

boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang berwenang.

Keberatan terhadap teori ini adalah rahasia bank masih dapat dijadikan

perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak

terjangkau oleh aparat penegak hukum karena tidak terkena penyidikan.

Dengan demikian dananya tetap aman.

Namun teori relative ini sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice),

artinya kepentingan Negara atau kepentingan masyarakat banyak tidak

dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan yang sesuai dengan

prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah boleh dibuka

(diungkapkan). Dengan demikian teori relative ini melindungi kepentingan

semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di anut

oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia,

Singapura dan Indonesia. Di Indonesia teori relative ini diatur dalam Pasal

40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan.

Page 36: Diktat Hukum Perbankan

PENGECUALIAN RAHASIA BANK

Dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan ditentukan bahwa :

“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”.

Kata “kecuali” diartikan sebagai pembatasan terhadap berlakunya Rahasia

Bank. Mengenai keterangan yang disebut dalam pasal-pasal tadi Bank tidak

boleh merahasiakannya (boleh mengungkapkannya) dalam hal sebagai berikut:

1. Untuk Kepentingan Perpajakan

Dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan ditentukan :

“Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas

permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis

kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-

bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah

Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak”.

Page 37: Diktat Hukum Perbankan

Untuk pembukaan (pengungkapan Rahasia Bank, Pasal 41 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan

unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut :

a. Pembukaan Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.

b. Pembukaan Rahasia Bank itu atas permintaan tertulis Menteri keuangan.

c. Pembukaan Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank

Indonesia.

d. Pembukaan Rahasia Bank ittu dilakukan oleh Bank dengan memberikan

keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat

mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan yang namanya

disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan.

e. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan

Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang

namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinaan Bank Indonesia.

2. Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank

Penyelesaian piutang Bank diatur dalam Dalam Pasal 41A Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut

ditentukan sebagai berikut:

Page 38: Diktat Hukum Perbankan

a. Untuk penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan

Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang

Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat

Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan

Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai

simpanan Nasabah Debitur.

b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas

permintaan tertulis dari Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang

Negara/Panitia Urusan Piutang Negara.

c. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan

nama dan jabatan Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang

Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang

bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.

3. Untuk kepentingan Peradilan Pidana

Kepentingan peradilan Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai

berikut:

a. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan bank

Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk

Page 39: Diktat Hukum Perbankan

memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan tersangka atau

terdakwa pada Bank.

b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas

permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa

Agung, atau Ketua Mahkamah agung.

c. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan

nama dan jabatan polisi, jaksan atau hakim, nama tersangka atau

terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara

pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

4. Untuk kepentingan peradilan Perdata

Menurut ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 :

“Dalam perkara perdata antara Bank dengan nasabahnya, direksi Bank

bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang

keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memnerikan

keterangan lainnya yang relevan dengan perkara tersebut”.

Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai

keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dapat diberikan oleh Bank

kepada pengadilan tanpa izin Menteri. Karena pasal ini tidak diubah oleh

Page 40: Diktat Hukum Perbankan

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, maka penjelasannya perlu

disesuiakan, yang memberi izin adalah Pimpinan Bank Indonesia.

5. Untuk keperluan Tukar-Menukar Informasi antar Bank

Tukar-menukar informasi antar Bank diatur Dalam Pasal 44 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut

ditentukan sebagai berikut:

Ayat (1)

“Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat

memberitahkan keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank lain”.

Dalam Penjelasannya dinyatakan :

“Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar

dan mengamankan kegiatan usaha Bank antara lain guna mencegah kredit

rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank yang lain. Dengan

demikian, Bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi sebelum

melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan Bank lain”.

Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antarbank sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat (2).

Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa dalam ketentuan yang akan

ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai

Page 41: Diktat Hukum Perbankan

tata cara penyampaian dan permintaan infprmasi serta bentuk dan jenis

informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indicator secara garis

besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan dan masuk tidaknya

debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.

6. Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah,

Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam

Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:

a. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang

dibuat secara tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai

simpanan nasabah Penyimpan pada Bank yang bersangkutan kepada

pihak yang tunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.

b. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang

sah dari nasabah penyimpan yag bersangkutan yang berhak

memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan

tersebut.

Berdasarkan ketentuan Pasal 44A ayat (1), Bank wajib memberikan

keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang

ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis dari

Page 42: Diktat Hukum Perbankan

nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasehat hukum

yang menangani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam ayat (2)

ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan

nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah

meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus

membuktikan sebagai ahli waris yang sah.

PELANGGARAN RAHASIA BANK

Pelanggaran Rahasia Bank adalah perbuatan memberikan keterangan

mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, secara melawan hukum

(bertentangan dengan Undang-Undang Perbankan) atau tanpa persetujuan

Nasabah Penyimpan yang bersangkutan. Pelanggaran Rahasia Bank dapat

dilakukan karena paksaan pihak ketiga atau karena kesengajaan anggota

Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau Pihak terafiliasi lainnya.

1. Paksaan Pihak Ketiga

Paksaan Pihak ketiga diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai

berikut:

Page 43: Diktat Hukum Perbankan

“Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan

Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan

Pasal 42, dengan sengaja memaksa Bank atau Pihak Terafiliasi untuk

memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam

dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama

4 (empat) tahun serta dendan sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua

ratus miliar rupiah)’.

Ancaman hukuman tersebut mulai dari yang paling rendah sampai kepada

yang paling tinggi. Dengan demikian, apabila terbukti bahwa pihak ketiga

itu secara melawan hukum telah melakukan pemaksaan agar nasabah

penyimpan dan simpanannya, dia tidak akan luput dari hukuman, setidak-

tidaknya hukuman pidana dan denda minimum, yang lama dan jumlahnya

sudah ditetapkan oleh undang-undang.

2. Kesengajaan Pihak Bank atau Pihak Terafiliasi

Kesengajaan pihak Bank dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris,

direksi, Pegawai Bank, atau Pihak Terafiliasi diatur dalam Pasal 47 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Pasal tersebut

ditentukan bahwa :

Page 44: Diktat Hukum Perbankan

“Anggota Dewan Komisaris, direksi, Pegawai Bank, atau Pihak Terafiliasi

lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib

dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-

kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda

sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling

banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”.

Dalam penjelasan pasal diatas dinyatakan bahwa yangh dimkasud dengan

Pegawai Bank adalah semua pejabat dan karyawan Bank. Pihak Terafiliasi

sebagaimana disebutkan dalam pasal diatas, diatas, menurut Pasal 1 angka

(22) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:

a. Anggota Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat

atau karyawan Bank;

b. Anggota pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau

karyawan Bank. Khusus bagi Bank berbentuk hukum Koperasi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akunta public,

penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;

Page 45: Diktat Hukum Perbankan

d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi

pengelolaan Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya,

keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga

pengurus.

KELEMAHAN RAHASIA BANK

Simpanan Nasabah Penyimpan adalah sumber dana bagi Bank. Oleh

karena itu, wajar jika undang-undang mengatur agar Bank melindungi

nasabahnya, tetapi disis lain tentu ada juga Nasabah Penyimpan yang

berstatus debitur beritikad jahat (bad faith), dengan berlindung di balik

Rahasia Bank melakukan perbuatan tercela terhadap mitra bisnisnya,

misalnya membayar dengan cek atau bilyet giro kosong. Mitra bisnis yang

menerima cek atau bilyet giro kosong tersebut sudah tentu tidak mungkin

mengetahui saldo simpanan Nasabah Penyimpan yang berstatus debitur itu

karena dilindungi oleh Rahasia Bank. Hal semacam ini tentu akan

mempengaruhi citra kepercayaan masyarakat terhadap Bank. Oleh karena

itu menghadapi Nasabah Penyimpan yang beritikad jahad, Bank tidak

perlu ragu melakukan tindakan black list dan kepada Bank Indonesia

selaku pengawas dan Pembina perbankan. Penegakan hukum yang tegas

justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank. (Abdulkadir

Page 46: Diktat Hukum Perbankan

Muhammad, “Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan”,

Penerbit : PT. citra adtya bakti, Bandung, 2004, halaman 75-85).

D. PENGGABUNGAN USAHA BANK

Dalam melakukan Merger, konsolidasai dan akuisisi wajib dihindari

timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk

monopoli yang merugikan masyarakat. Oleh karenanya Menurut Pasal 28 UU

Perbankan dikatakan bahwa Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih

dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia."

Dalam Pasal 1 UU Perbankan di ketentuan umum dinyatakan bahwa :

1. Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap

mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank

lainnya dengan atau tanpa melikuidasi terlebih dahulu;

2. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara

mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau

tanpa melikuidasi terlebih dahulu;

3. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang

mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank;

Page 47: Diktat Hukum Perbankan

Akibat hukum yang muncul dengan adanya Merger dan Konsolidasi

dijabarkan dalam PP Nomor 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

Bank, Pasal 2 yang mengemukakan bahwa:

1. Pemegang saham bank yang melakukan merger atau konsolidasi menjadi

pemegang saham bank hasil merger atau bank hasil konsolidasi;

2. Aktiva dan Pasiva bank yang melakukan merger dan konsolidasi beralih

karena hukum kepada bank hasil merger atau bank hasil konsolidasi.

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk merger, konsolidasi

dan akuisisi yang diatur dalam Pasal 3 yaitu atas:

1. Inisiatif bank yang bersangkutan;

2. Permintaan Bank Indonesia; atau

3. Inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan

perbankan.

Dalam pasal 8 disebutkan bahwa untuk memeperoleh izin merger atau

konsolidasi, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Telah memperoleh persetujuan dari RUPS bagi bank yang berbentuk PT

atau rapat sejenis bagi bank yang berbentuk hukum lainnya;

Page 48: Diktat Hukum Perbankan

2. Pada saat terjadi merger atau konsolidasi, jumlah aktiva bank hasil merger

atau konsolidasi tidak melebihi 20% dari jumlah aktiva keseluruhan bank

di Indonesia;

3. Calon anggota direksi dan dewan komisaris yang ditunjuk tidak tercantum

dalam daftar orang yang melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan.

Selanjutnya dalam Pasal 10, dinyatakan bahwa untuki memperoleh izin

akuisisi wajib dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Telah memperoleh persetujuan dari RUPS dari bank yang akan diakuisisi

atau rapat sejenis bagi bank yang bukan berbentuk hukum perseroan

terbatas;

2. Pihak yang melakukan akuisisi tidak tercantum dalam daftar orang yang

melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan.

3. Dalam hal akuisisi dilakukan oleh Bank, maka Bank wajib memenuhi

ketentuan mengenai penyertaan modal oleh Bank Indonesia.

Page 49: Diktat Hukum Perbankan

E. KESEHATAN BANK

Untuk menilai apakah bank sehat atau tidak, ada tiga faktor yang harus

dinilai, yaitu:

1. Keadaan keuangan bank, yang meliputi likuiditas, rentabilitas dan

solvabilitas;

2. Kualitas aktiva produktif yaitu kekayaan bank berupa penanaman dalam

berbbagai aktiva yang diharapkan dapat memberi penghasilan pada bank;

3. Tata kerja kepatuhan bank terhadap peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan bidang perbankan.

Pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia (Pasal

29 ayat 1 UUP). Dalam ayat 2 dikatakan bahwa bank wajib memelihara tingkat

kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas

manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank dan wajib melaksanakan kegiatan usaha

sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Ada beberapa faktor yang dinilai oleh bank Indonesia selaku Bank

sentral dalam menentukan sehat tidaknya suatu bank, yaitu:

1. Aspek permodalan

2. Kualitas asset

3. Kulitas manajemen

Page 50: Diktat Hukum Perbankan

4. Rentabilitas

5. Likuiditas

6. Solvabilitas

Dalam pasal 5 ayat (2) dikemukakan bahwa tingkat kesehatan bank

dalam empat predikat yaitu:

1. Sehat

2. Cukup sehat

3. Kurang sehat

4. Tidak sehat.

Page 51: Diktat Hukum Perbankan

BAB IV

KEGIATAN BANK

Jenis kegiatan usaha Bank ditentukan dalam Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dri masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak.”

•Pengertian

•Bentuk-BentukSimpanan

• Strategi

MenghimpunDana

•Pengertian

• SyaratPemberian Kredit

PemberianPinjaman/Kredit • Jasa Lalu Lintas

PembayaranGiral

• Jenis-Jenis jasa

Bentuk Lainnya

Page 52: Diktat Hukum Perbankan

A. KREDIT

Kredit adalah Pemberian atau penyediaan uang atau tagihan dengan

persetujuan/kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain

disertai kewajiban pelunasan uatang dalam jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga.

Dengan kata lain, terdapat unsure-unsur yang harus dipenuhi dalam

pemberian kredit, yaitu:

1. Kepercayaan

2. Kesepakatan

3. Jangka Waktu

4. Jaminan

5. Risiko

6. Balas Jasa

Sedangkan tujuan dari pemberian kredit adalah yaitu untuk mencari

keuntungan, membantu usaha nasabah dan membantu pemerintah dalam

program pembangunan ekonomi.

Dan disisi lain, Fungsi dari Pemberian kredit adalah sbb:

a. Meningkatkan Daya guna uang & barang

b. Meningkatkan peredaran uang & barang

Page 53: Diktat Hukum Perbankan

c. Stabilitas Ekonomi

d. Meningkatkan semangat berusaha

e. Pemerataan pendapatan

f. Meningkatkan hubungan Internasional

Dasar Hukum Perjanjian Kredit

Dalam UUP tidak dapat kita temukan apa yang menjadi dasar hukum

diberlakukannya perjanjian kredit. Tetapi dari perngertian kredit………….

(Sentosa Sembiring,2008: 67) maka dapat diklasifikasikan jenis-jenis kredit,

yaitu sebagai berikut:

Page 54: Diktat Hukum Perbankan

Pertimbangan Pemberian Kredit

Untuk menganalisis suatu permohonan kredit pada umumnya digunakan

kriteria 5C atau The Five C’s (Sentosa Sembiring,2008: 68) yakni:

1. Character (Sifat)

Dalam hal ini, para analis pada umumnya mencoba melihat dari data

pemohon kredit yang telah disediakan oleh bank. Bila dirasakan perlu

diadakan wawancara, untuk mengetahui lebih rinci, bagaimana karakter

yang sesungguhnya dari calon debitur tersebut.

2. Capacity (Kemampuan)

Bank mencoba menganalisis apakah permohonan dana yang diajukan

rasional atau tidak dengan kemampuan yang ada pada debitur sendiri.

Bank melihat sumber pendapatan dari pemohon dikaitkan dengan

kebutuhan hidup sehari-hari.

3. Capital (Modal)

Hal ini cukup penting bagi bank, khususnya untuk kredit yang cukup besra

apakah dengan modal yang ada, mungkin pengembalian kredit yang

diberikan. Untuk itu perlu dikaji ulang potensi dari modal yang ada.

4. Collateral (Jaminan)

Page 55: Diktat Hukum Perbankan

Apakah jaminan yang diberikan oleh debitor sebanding dengan kredit yang

diminta. Hal ini penting agar bila debitor tidak mampu melunasi kreditnya,

jaminan dapat dijual.

5. Condotion (Keadaan)

Situasi dan kondisi ekonomi apakah memungkinkan untuk pemberian

kredit.

Konsep 7P

1. Personality (Kepribadian)

2. Party (Klasifikasi)

3. Perpose (Tujuan Kredit)

4. Prosfect (Penilaian)

5. Payment (ukuran pengembalian)

6. Profitability (keuntungan)

7. Protection (Perlindungan)

Aspek Penilaian Kredit

1. Yuridis

2. Pasar

3. Keuangan

4. Teknis

Page 56: Diktat Hukum Perbankan

5. Managemen

6. Sosial Ekonomi

7. Amdal

Jaminan Dalam Kredit

1. Jaminan Kebendaan

a. Benda Berwujud

b. Benda Tidak Berwujud

2. Jaminan Perorangan

B. PENGHIMPUNAN DANA (FUND RAISING)

Menghimpun Dana (Fund Raising) adalah kegiatan usaha mencari dan

mengumpulakan dana dari masyarakat luas dengan menggunakan strategi

tertentu, sehingga masyarakat mau menanamkan dana di bank dalam bentuk

simpanan.

Menurut pasal 1 angka (5) UU No.10 tahun 1998, Simpanan adalah

dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian

penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan,

dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.

Page 57: Diktat Hukum Perbankan

Untuk meyakinkan masyarakat agar mau menyimpankan dananya di

bank, berbagai strategi dapat digunakan, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Memberikan bunga

b. Kemudahan dalam pengambilan kembali dana

c. Menerbitkan sekuritas sekunder

d. Jaminan keamanan atas dana nasabah

e. Pelayanan yang cepat, fleksibel dan memuaskan.

Bentuk-Bentuk Penghimpunan Dana

Menurut UU Perbankan, bentuk penghimpunan dana yang dilakukan

oleh Bank Umum antara lain sebagai berikut:

a. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank

berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito,

Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu;

b. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran

lainnya, atau dengan pemindahbukuan;

c. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada

waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank;

Page 58: Diktat Hukum Perbankan

d. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat

bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan;

e. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan

cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;

f. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham obligasi,

sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu

kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam

pasar modal dan pasar uang;

Page 59: Diktat Hukum Perbankan

BAB V

BANK INDONESIA

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Bank

Indonesia adalah lembaga Negara yang independent dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945.

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan

fungsi perbankan Indonesia sebagai : lembaga kepercayaan masyarakat,

pelaksana kebijakan moneter dan lembaga yang ikut berperan dalam

membantu pertumbuhan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pendekatan yang dilakukan dengan

menerapkan :

1. kebijakan memberikan keleluasaan berusaha

2. kebijakan prinsip kehati-hatian bank

3. pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secarr

konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dlm

melaksanakan kegiatan operasionalnya

Page 60: Diktat Hukum Perbankan

BANK INDONESIA sebagaimana diatur dalam UU No.23/1999 jo UU

No.3/2004 tentang BANK INDONESIA menyatakan bahwa:

Bank Indonesia sbg bank sentral mempunyai bidang tugas :

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3. Mengatur dan mengawasi bank

Tugas mengatur dan mengawasi Bank Indonesia, antara lain sebagai

berikut:

1. Pasal 29 ayat (1) UU Perbankan :

Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia

2. Pasal 24 UU BI :

Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin

atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dr Bank, melaksanakan

pengawasan bank dan mengenakan sanksi thd bank sesuai dgn ketentuan

perundang-undangan. Ketentuan ttg pengaturan dan pengawasan bank

mengacu jg pd UU Perbankan

Page 61: Diktat Hukum Perbankan

BAB V

PERBANKAN SYARIAH

A. Pengertian

Perbankan Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan kredit atau pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas

pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-

prinsip syariah.

Prinsip syariah = berlandaskan kepada hukum Islam yang bersumber

pada Al-quran dan Hadits.

B. Fungsi dan Peran Bank Syariah

1. Sebagai Manajer Investasi

Bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah

2. Sebagai Investor

Bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun

dana nasabah yang dipercayakan kepadanya

3. Sebagai Penyedia Jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran

Bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa perbankan

sebagaimana lazimnya.

Page 62: Diktat Hukum Perbankan

4. Sebagai Pelaksana kegiatan sosial

Bank syariah mempuyai kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola

(menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana

sosial lainnya.

C. Tujuan Bank Syariah

Tujuan bank syariah adalah sebagai berikut:

1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara islam

2. Untuk menciptakan keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan

pendapatan melalui investasi

3. Meningkatkan kualitas hidup umat dengagn jalan membuka peluang

berusaha yang lebih besar

4. Menanggulangi masalah kemiskinan

5. Menjaga stabilitas ekonomi dan moneter

6. Menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah

D. Ciri-Ciri Bank Syariah

Adapun cirri-ciri dari bank syariah adalah sebagai berikut:

1. Beban biaya disepakati bersama pada waktu akad perjanjian

2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan

pembayaran selalu dihindari

Page 63: Diktat Hukum Perbankan

3. Dalam hal pembiayaan proyek, penetapan perhitungan pembagian laba

dan rugi tidak ditetapkan diawal.

4. Pengerahan dana dalam bentuk tabungan dianggap sebagai titipan

yangoleh bank akan dikelola ke dalam penyertaan dana pada proyek

yang halal

5. Adanya DPS (dewan pengawas syariah)

6. Selain mempunyai fungsi investasi, bank syariah juga mempunyai

fungsi amanah.

Perbankan syariah tidak menerapkan SISTEM RIBA (BUNGA) tetapi

berdasarkan pada prinsip PROFIT AND LOSS SHARING (BAGI HASIL)

berdasarkan nisbah (persentase bagi hasil) yang disepakati. Perbankan syariah

lebih mengarahkan kepada bentuk penyertaan dana dalam bidang produktif

(inveestasi)

E. Struktur Bank Syariah

Bentuk struktur dari bank syariah berbeda dengan bank pada umumnya,

yaitu:

Bank Syariah

Bank Umum Syariah(BUS)

Adalah bank umum yang murni menjalankan prinsip syariah.

Ex : Bank Muamalat

Unit Usaha Syariah (UUS)

Adalah bank umum yang Membuka divisi syariah.

Ex : BNI Syraiah

Page 64: Diktat Hukum Perbankan

Struktur Bank Umum Syariah

Struktur Unit Usaha Syariah

RUPS/Rapat Anggota

Dewan Komisaris DPS (Dewan Pengawas

Syaiah)

Dewan Audit Direksi

Divisi Divisi Divisi

Kantor Cabang Kantor cabang Kantor cabang

RUPS/Rapat Anggota

Dewan Komisaris DPS

Dewan Audit Direksi

Divisi Divisi Divisi Usaha

Syariah

Kantor Cabang Kantor cabang Kantor Cabang

Syariah Kantor Cabang

Syariah

Page 65: Diktat Hukum Perbankan

F. PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I)

Produk Penyaluran Dana, (II) Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk

yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.

1. Penyaluran Dana

Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk

pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan

tujuan penggunaannya yaitu:

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan

dengan prinsip jual beli.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan

dengan prinsip sewa.

c. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna

mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan

di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk

yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip

jual-beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang

Page 66: Diktat Hukum Perbankan

menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori ketiga,

tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai

dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh

nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk

ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.

a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan

kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan

bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.

Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu

penyerahan barang seperti:

1). Pembiayaan Murabahah

Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah.

Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di

mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,

sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari

pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan

jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan

Page 67: Diktat Hukum Perbankan

jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam

perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan

(bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad

sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.

2). Salam

Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan

belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan

pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara

nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam

transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus

ditentukan secara pasti.

Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank,

maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasa¬bah atau kepada nasabah itu

sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah

harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank

menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging

financing).

Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak

harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual

Page 68: Diktat Hukum Perbankan

dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah

selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan

barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk

kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.

Ketentuan umum Salam:

1. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti

jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg

mangga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp5000 / kg, akan

diserahkan pada panen dua bulan mendatang.

2. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad

maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain

mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang

sesuai dengan pesanan.

3. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya

sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk

melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog,

pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan

paralel salam.

Page 69: Diktat Hukum Perbankan

3). Istishna

Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna

pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)

pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada

pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

Ketentuan umum:

Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu

dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad

istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi

perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad

ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

Page 70: Diktat Hukum Perbankan

b. Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada

dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun

perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek

transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya

kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah

muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).

Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

Page 71: Diktat Hukum Perbankan

c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah:

1). Musyarakah

Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau

syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya

keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang

mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah

adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dima¬na

mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik

yang berwujud maupun tidak berwujud.

Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat

berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan

(entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan

(equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),

kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat

dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk

kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan

produk ini sangat fleksibel.

Page 72: Diktat Hukum Perbankan

Ketentuan umum:

Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan

dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam

menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik

modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh

melakukan tindakan seperti:

Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.

Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik

modal lainnya.

Memberi pinjaman kepada pihak lain.

Page 73: Diktat Hukum Perbankan

Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh

pihak lain.

Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila: Menarik

diri dari perserikatan, Meninggal dunia, Menjadi tidak cakap hukum

Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek

harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan

sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.

Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah

proyek selesai nasabah mengembalikan dana terse¬but bersama bagi hasil

yang telah disepakati untuk bank.

2). Mudharabah

Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk

perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama

antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal)

mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu

perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan

kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.

Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal

dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus

Page 74: Diktat Hukum Perbankan

bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi

akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk

mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.

Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak

pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu

diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak,

sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.

musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian

kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi

dan menjunjung keadilan.

Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk

kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk

melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul

akan merusak ajaran Islam.

Page 75: Diktat Hukum Perbankan

Ketentuan umum:

Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal;

harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan

nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap,

harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.

Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat

diperhitungkan dengan dua cara:

1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)

2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)

Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap

bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal

menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan

pihak nasabah, seperti penyeleweng-an, kecurangan dan penyalahgunaan

dana.

Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak

berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera

janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau

menunda pembayaran kewa¬jiban, dapat dikenakan sanksi administrasi.

Page 76: Diktat Hukum Perbankan

3). Mudharabah Muqayyadah

Karakteristik mudharabah muqayadah pada dasarnya sama dengan

persyaratan di atas. Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan

penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal.

4). Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan

juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari

keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.

Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap

ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi

biaya yang benar-benar timbul.

a). Hiwalah (Alih Utang-Piutang)

Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktek

perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier

mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank

mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi

resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas

Page 77: Diktat Hukum Perbankan

kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang

memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier

bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar

dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia

meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima

pembayaran dari pemilik proyek.

b). Rahn (Gadai)

Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran

kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :

Page 78: Diktat Hukum Perbankan

Milik nasabah sendiri.

Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.

Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank,

nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak

mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang

yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.

Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang

yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual

barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi

kewajibannya, maka ke-lebihan tersebut menjadi milik nasabah. Dalam hasil

penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi

keku¬rangannya.

c). Qardh

Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya

dalam empat hal, yaitu :

1. Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan

pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya perjalanan

haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.

Page 79: Diktat Hukum Perbankan

2. Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah,

dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank

melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang

ditentukan.

3. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan

bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan

skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.

4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan

fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.

Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui

pemotongan gajinya.

d). Wakalah (Perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan

kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu,

seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.

Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa

harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah

ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan

Page 80: Diktat Hukum Perbankan

dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau

musyakarah.

Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank,

kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggung jawab nasabah.

Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka masing-masing bank tidak

boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang lain,

kecuali dengan seizin nasabah.

Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak

nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan ha¬rus mengatasnamakan nasabah

dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank

mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama.

Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama

antara nasabah dengan bank.

e. Kafalah (Garansi Bank)

Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin

pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan

nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn.

Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank

mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

Page 81: Diktat Hukum Perbankan

2. Produk Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan

deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan

dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.

a. Prinsip Wadiah

Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang

diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan

wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak

boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.

Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank)

bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan

harta titipan tersebut.

Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga

disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh,

dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank

bertindak sebagai yang dipinjami. Jadi mirip seperti yang dilakukan Zubair

bin Awwam ketika menerima titipan uang di jaman Rasulullah SAW’.

Page 82: Diktat Hukum Perbankan

Ketentuan umum dari produk ini adalah:

Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau

ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak

menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada

pemilik dana sebagai sua¬tu insentif untuk menarik dana masyarakat

namun tidak boleh diperjanjikan di muka.

Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup

izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati

selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik

rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit

card.

Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti

biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.

Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan

tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

b. Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan

bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib

(pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan

Page 83: Diktat Hukum Perbankan

murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula

dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah.

Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.

Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah,

maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi2. Rukun

mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib - ada pemilik dana, ada usaha

yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini

diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip

mudharabah terbagi tiga yaitu:

Page 84: Diktat Hukum Perbankan

a. Mudharabah mutlaqah

Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito

sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah

dan deposito mudharabah. Berda¬sarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi

bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.

Ketentuan umum dalam produk ini adalah:

Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan

tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan

secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila

telah tercapai kesepakatan; maka hal tersebut harus dicantumkan dalam

akad.

Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan

sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan

lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib

memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada

deposan.

Page 85: Diktat Hukum Perbankan

Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai

dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami

saldo negatif.

Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu

yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo

akan diperlakukan sama seperti de¬posito baru, tetapi bila pada akad sudah

dicantumkan perpan¬jangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.

Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan

deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip

syariah.

b. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted

investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang

harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis

tertentu, atau disyaratkan digu¬nakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan

digunakan untuk nasabah tertentu.

Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :

Page 86: Diktat Hukum Perbankan

Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh

bank wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana

simpanan khusus.

Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan

tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan

secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila

telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam

akad.

Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus.

Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.

Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda

penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.

c. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah

langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank ber¬tindak sebagai

perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan

pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang

harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan

pelaksana usahanya.

Page 87: Diktat Hukum Perbankan

Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut :

Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus.

Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus

dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administrative.

Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang

diamanatkan oleh pemilik dana.

Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan

antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.

d. Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya

diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk

Page 88: Diktat Hukum Perbankan

mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan

pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad

pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini

sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

e. Wakalah (Perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan

kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu,

seperti inkaso dan transfer uang.

3. Jasa Perbankan

Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan

kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa

perbankan tersebut antara lain berupa :

a. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)

Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual

beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada

Page 89: Diktat Hukum Perbankan

waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta

asing ini.

b. ljarah (Sewa)

Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe

deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank

dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

Page 90: Diktat Hukum Perbankan

DAFTAR LITERATUR

NO JUDUL BUKU PENGARANG PENERBIT KET

1

Segi Hukum Lembaga Keuangan dan

Pembiayaan

AbdulKadir

Muhammad &

Rilda M

PT Citra

Aditya Bakti

2 Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia

Zainal Asikin

PT Raja

Grafindo

Persada

3

Pengantar

Hukum

Perbankan

Bambang

Sunggono, S.H.

M.S

CV. Mandar

Maju

4

Bank dan

Lembaga

Keuangan

Lain

Martono Ekonisia

5

Lembaga

Keuangan

Frianto Pandia,

S.E, dkk

PT Rineka

Cipta

6 Pemberantasan & Pencegahan Tindak Pidana Dr. Leden Djambatan

Page 91: Diktat Hukum Perbankan

terhadap Perbankan Marpuang, S.H

7 Hukum & Ketentuan Perbankan Di Indonesia Widjanarto Grafiti

8

Bank dan

Lembaga

Keuangan

Lain

Kasmir SE

PT Raja

Grafindo

9 Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank

Ir. Ade Arthesa&

Edia Handiman

PT INDEKS

Gramedia

10 Hukum Perbankan Di Indonesia

Muhamad

Djumhana

PT Citra

Aditya Bakti

11 Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2

Totok Budisantoso

& Sigit T

Salemba

Empat

12 Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi ke-2 Subagyo, dkk STIE YKPN

13 Kelembagaan Perbankan, Dilengkapi dengan

UU RNo.10 /1998 tentang Perubahan UU No.

/1992 tentang Perbankan dan UU No.23/1999

tentang Bank Indonesia, Edisi Ketiga,

Dr. Thomas

Suyatno, MM., dkk

PT Gramedia

Pustaka Utama

14

Pengantar Perbankan dan Lembaga Lembaga

Keuangan Bukan Bank

Ketut Rindjin

PT Gramedia

Pustaka Utama

Page 92: Diktat Hukum Perbankan

15 Dasar-dasar Perbankan

Drs. H. Malayu

S.P. Hasibuan Bumi Aksara

16 Hukum Perbankan

Dr. Sentosa

Sembiring

Mandar Maju

17 Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah Heri Sudarsono Ekonisia