Top Banner
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN POKOK DAN POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Oleh : DINA NUR IRONI H 0307043 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
94

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

Jun 13, 2019

Download

Documents

donhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN POKOK DAN POLA KONSUMSI

RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN BULU

KABUPATEN SUKOHARJO

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat

Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh :

DINA NUR IRONI

H 0307043

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan

penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan

judul “Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Pola Konsumsi Rumah

Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo” sebagai salah satu

persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Agustono, M.Si. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial

Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh

kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan bagi Penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P. selaku Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si. selaku Penguji yang telah memberikan

banyak masukan untuk memperbaiki skripsi ini.

6. Ibu Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P. selaku Pembimbing Akademik yang

telah membimbing serta memberikan arahan dan perhatian selama Penulis

menempuh proses belajar di Fakultas Pertanian UNS.

7. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten

Sukoharjo beserta staf yang telah membantu dalam perijinan penelitian .

8. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sokoharjo beserta staf yang telah

membantu menyediakan data yang Penulis butuhkan.

9. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo beserta staf yang telah

membantu dalam menyediakan data dan informasi yang Penulis butuhkan.

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo yang telah membantu

menyediakan data yang Penulis butuhkan.

11. Camat Bulu beserta staf yang telah membantu dan mengijinkan Penulis untuk

melaksanakan penelitian di wilayah Kecamatan Bulu.

12. Kepala Desa Tiyaran beserta seluruh perangkat desa yang telah mendukung

Penulis. Terima kasih khususnya kepada Bapak Sunarno dan Ibu Hariningsih

yang telah memberikan banyak bantuan dan arahan selama proses penelitian.

13. Pak Samsyuri dan Mbak Ira yang telah membantu kelancaran surat-menyurat

dan birokrasi di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UNS.

Terima kasih untuk bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada Penulis.

14. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak dan Ibu yang senantiasa memberiku

semangat dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

15. Adikku tersayang, Putri Dwi Larasati yang senantiasa memberiku perhatian,

menghadirkan keceriaan, dan menjadi saudari yang terbaik bagiku.

16. Ibu Pendeta Retno Ratih Suryaning Handayani, M.Th. yang senantiasa

mendoakan dan mendukung Penulis. Terima kasih telah menjadi pemimpin

rohani yang sangat baik bagi saya.

17. Saudara-saudariku Komisi Remaja GKJ Manahan 2006-2008 dan 2008-2010 :

Aria, Mbak Anik, Mbak Tiva, Mas Antok, Mbak Debora, Warih, Siska, Yosi,

Bary, Arum, Ratih, Redyan, dan Vivin yang selalu ada dalam suka dan duka.

Terima kasih untuk setiap dukungan doa, pengertian, perhatian, dan

persahabatan yang indah selama ini. Kalian adalah sahabat-sahabatku yang

menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran.

18. Mbak Sinta, Mbak Diana, Mbak Prita, Mas Bonus, dan Priskila yang telah

memberikan dukungan, semangat, dan sukacita secara khusus. Terima kasih

untuk setiap waktu yang telah diberikan selama ini.

19. Keluarga Jetak, Pakdhe Santo, Budhe, Mbak Tiwik, dan Mas Danang. Terima

kasih untuk dukungan yang selalu diberikan kepada Penulis.

20. Eccy Kasih, yang telah bersedia menjadi partner doaku selama

mempersiapkan ujian skripsi. Terima kasih untuk motivasi dan penguatan

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis terus bersemangat untuk

memberikan yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini.

21. John Yeremia Gurning, terima kasih atas bantuan dan kesediaannya

meluangkan waktu untuk membantu Penulis mempersiapkan syarat-syarat

yudisium sarjana.

22. Sahabatku, Reny, Dino, Devi, dan Yusrina yang telah bersama-sama berjuang

serta memberikan dukungan dan semangat sejak awal kuliah hingga saat ini.

Terima kasih atas bantuan, kerjasama, serta pengertiannya.

23. Hibitu : Ten Sist, Echa, Aliya, Venti, Sukma, Peppy, Kiky, Ferinika, Marlina,

Riska, Clara, Sendi, Yeni, Ida, Sara, Raras, Lani, Linda, Yuni, Dhea, Salwa,

Mumun, Lala, Ratna, Nita, Nita Yudita, Senkip, Novitri, Wahyu, Helmi, Tyo,

Diki, Rochmad, Adam, Prima, Yoseph, Bella, Joko, Maman, serta seluruh

teman-teman di Fakultas Pertanian. Terima kasih atas kebersamaannya dan

kenangan yang indah di kampus ini.

24. Keluarga besar PMK Fakultas Pertanian UNS. Terima kasih atas doa dan

kesempatan yang diberikan bagi Penulis untuk melayani Tuhan.

25. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, namun telah

memberikan bantuan dan dukungan kepada Penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak

untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para

pembaca.

Surakarta, April 2011

Penulis

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi

RINGKASAN ........................................................................................... xii

SUMMARY .............................................................................................. xiii

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6 D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 6

II. LANDASAN TEORI ......................................................................... 8 A. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 8 B. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9

1. Pangan ...................................................................................... 9 2. Ketersediaan Pangan ................................................................ 10 3. Pola Konsumsi Pangan ............................................................ 12 4. Kuantitas Konsumsi Pangan .................................................... 14 5. Ketahanan Pangan .................................................................... 15

C. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah ........................................ 18 D. Asumsi-Asumsi .............................................................................. 20 E. Pembatasan Masalah ...................................................................... 21 F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ............................. 21

III. METODE PENELITIAN .................................................................. 24 A. Metode Dasar Penelitian ................................................................ 24 B. Metode Penentuan Lokasi .............................................................. 24 C. Metode Pengambilan Sampel ........................................................ 25 D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ............................................. 26 E. Metode Analisis Data ..................................................................... 27

1. Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga Petani ................ 27 2. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani ................................ 28 3. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani ............................... 31

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Korelasi Antara Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) dengan Keta- hanan Pangan Rumah Tangga .................................................. 31

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................... 33 A. Keadaan Alam ................................................................................ 33

1. Letak dan Batas Wilayah ......................................................... 33 2. Keadaan Iklim .......................................................................... 33 3. Tata Guna Lahan ...................................................................... 34

B. Keadaan Penduduk ......................................................................... 35 1. Perkembangan Penduduk ......................................................... 35 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ............. 35

C. Keadaan Perekonomian.................................................................. 37 1. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................. 37 2. Sarana Perekonomian ............................................................... 40

D. Keadaan Pertanian.......................................................................... 40 E. Keadaan Ketahanan Pangan Wilayah ............................................ 41

1. Ketersediaan Pangan ................................................................ 41 2. Konsumsi Energi dan Protein .................................................. 44 3. Pola Pangan Harapan (PPH) .................................................... 45

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 47 A. Karakteristik Rumah Tangga Responden ...................................... 47 B. Ketersediaan pangan pokok Rumah Tangga .................................. 49 C. Konsumsi pangan Rumah Tangga ................................................. 57

1. Pola Konsumsi Pangan ............................................................ 57 2. Kuantitas Konsumsi Pangan .................................................... 71

D. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ................................................ 75

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 80 A. Kesimpulan .................................................................................... 80 B. Saran .............................................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 82

LAMPIRAN .............................................................................................. 85

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005 - 2009......................................................................

2

Tabel 2. Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan dan Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009...............................................

3

Tabel 3. Luas Sawah Tadah Hujan dan Proporsinya Terhadap Luas Total Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009.........

3

Tabel 4. Luas Tanah Sawah Berdasar Jenis Irigasi di Kecamatan Bulu Dirinci Menurut Desa Tahun 2009..............................................

25

Tabel 5. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2004....................................................

30

Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bulu Tahun 2009.......... 34

Tabel 7. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bulu Tahun 2005-2009................................................................

35

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Bulu Tahun 2009..............................................................................................

36

Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Bulu Tahun 2009..................................................................................

37

Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Bulu Tahun 2005-2009.............................................

38

Tabel 11. Pendapatan Per Kapita Penduduk Kecamatan Bulu Tahun 2005-2009....................................................................................

38

Tabel 12. Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan dan Non Pangan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2003-2007....................

39

Tabel 13. Sarana Perekonomian di Kecamatan Bulu Tahun 2009............... 40

Tabel 14. Luas Panen dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Bulu Tahun 2009..........................................................................

41

Tabel 15. Produksi, Ketersediaan, dan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009.................................................................

42

Tabel 16. Konsumsi Energi dan Protein Menurut Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 (Berdasar Hasil Survei)........

44

Tabel 17. Pola Pangan Harapan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009........... 45

Tabel 18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo..................................................................

47

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 19. Rata-rata Ketersediaan Pangan Pokok Pada Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo........................

50

Tabel 20. Sebaran Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga Responden di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo................

55

Tabel 21. Distribusi Jenis Bahan Pangan dan Frekuensi Makan Petani Responden di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo................

58

Tabel 22. Angka Kecukupan Gizi, Konsumsi Gizi, dan Tingkat Kecukupan Gizi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo...................................................................

72

Tabel 23. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo.......................................

74

Tabel 24. Sebaran Rumah Tangga Menurut Tingkat Ketahanan Pangan Energi dan Protein Pada Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo..........................................................

76

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah.................................... 20

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Responden.......................................................... 85

Lampiran 2. Jumlah Input Pangan Pokok (Beras) ................................. 86

Lampiran 3. Jumlah Output Pangan Pokok (Beras)............................... 87

Lampiran 4. Jumlah Input, Output, dan Ketersediaan Pangan Pokok Rata-Rata Per Orang Per Hari............................................

88

Lampiran 5. Jenis dan Frekuensi Makan................................................. 89

Lampiran 6. AKG, Konsumsi Gizi, dan TKG Rumah Tangga Petani.... 92

Lampiran 7. AKG, Konsumsi Gizi, dan Ketahan Pangan Rumah Tangga Petani......................................................................

93

Lampiran 8. Hasil Analisis Korelasi TKG Dengan Ketahanan Pangan.. 94

Lampiran 9. Kuesioner............................................................................ 95

Lampiran 10. Peta Kecamatan Bulu ......................................................... 100

Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian............................................................ 101

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

RINGKASAN

Dina Nur Ironi, 2011. “Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Pola

Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sokoharjo”. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, MS dan Umi Barokah, S.P., M.P. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersediaan pangan pokok (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis dan pelaksanaannya menggunakan teknik survei. Penelitian dilakukan di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo. Penentuan sampel desa dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan luas lahan sawah tadah hujan yang terbesar. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Analisis data yang digunakan yaitu analisis ketersediaan pangan pokok, konsumsi pangan rumah tangga, ketahanan pangan rumah tangga, serta korelasi antara tingkat konsumsi gizi dan ketahanan pangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ketersediaan pangan pokok pada rumah tangga petani sebesar 1.257,13 kkal/kap/hari dan termasuk dalam kategori rendah. Beras dalam rumah tangga petani berperan sebagai pangan pokok tunggal. Konsumsi umbi-umbian sebagai pangan sumber energi di samping pangan pokok masih rendah. Pangan sumber protein nabati lebih banyak dikonsumsi daripada pangan sumber protein hewani. Makanan sumber vitamin dan mineral seperti sayur-sayuran lebih sering dikonsumsi daripada buah-buahan. Rumah tangga mengkonsumsi makanan jadi sesuai selera dan kondisi. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo yaitu 70,08 % dan tergolong kurang. Rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga yaitu 95,36 % dan tergolong sedang. Sejumlah 60 % rumah tangga termasuk tidak tahan pangan energi dan 53,33 % termasuk rumah tangga tahan pangan protein. Korelasi antara TKE dengan ketahanan pangan energi adalah 0,581 pada tingkat kepercayaan 99 %, sedangkan korelasi antara TKP dengan ketahanan pangan protein adalah 0,917 pada tingkat kepercayaan 99 %. Kata kunci : ketersediaan pangan pokok, pola konsumsi, rumah tangga petani,

ketahanan pangan

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SUMMARY

Dina Nur Ironi, 2011. “Analysis of Staple Food Availability and Consumption Pattern of Farmer’s Household in Sub District Bulu Sukoharjo Regency”. Under the guidance of Dr. Ir. Sri Marwanti, MS and Umi Barokah, S.P., M.P. Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University Surakarta.

The aims of this study are to know the level of staple food availability, know the consumption pattern, and the level of food security in farmer’s household in Sub District Bulu Sukoharjo Regency.

The basic method of this study is descriptive analytical, use the survey technique in implementation. The study is conducted in Sub District Bulu Sukoharjo Regency. Sample village is choosen purposively because this village has the largests possess rainfed in Sub District Bulu. This research use primary and secondary data. Data analysis are the analysis of staple food availability, household food consumption pattern, household food security, and the correlation between the consumption level of nutrition and food security. The results showed that the average of staple food availability in farmer’s household is 1257,13 kcal/capita/day and classified in low category. Rice acts as a single staple food. Consumption of tubers as a food source of energy is thin Foods that is contents plant protein are more consumed than foods that is contents animal protein. Food sources of vitamins and minerals like vegetables are more frequently consumed than fruits. Households consume processed food according to taste and condition. Average of Energy Consumption Level in farmer’s household is 70,08 % and classified as less. While the average of Protein Consumption Level is 95,36 % and classified as moderate. Some of 60 % households classified as food insecure of energy and 53,33 % households classified as food secure of protein. Correlation between Energy Consumption Level and food security of energy is 0,581 (significant at 99 % confidence level), while correlation between Protein Consumption Level and food security of protein is 0,917 (significant at 99 % confidence level). Keywords: staple food availability, consumption patterns, farmer’s household,

food security

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia

untuk mempertahankan hidupnya. Pembangunan ketahanan pangan bertujuan

untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam

jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta

terjangkau oleh setiap individu. Istilah ketahanan pangan (food security)

menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan merupakan

kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata dan

terjangkau. Sebaliknya, kerawanan pangan (food insecurity) diartikan sebagai

keadaan dimana terjadi keterbatasan atau ketidaktentuan persediaan dan

kesanggupan untuk mendapatkan makanan bergizi secara cukup dan aman

(BPOM RI, 1996).

Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam

pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia.

Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral

dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan

kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Penentu ketahanan pangan pada

tingkat nasional, regional, dan lokal dilihat dari tingkat produksi, permintaan,

persediaan dan perdagangan pangan. Sementara itu, penentu utama di tingkat

rumah tangga adalah akses fisik dan ekonomi terhadap pangan, ketersediaan

pangan dan risiko yang terkait dengan akses serta ketersediaan pangan

tersebut (Sawit dan Ariani, 1997).

Ketersediaan pangan secara makro (tingkat wilayah) sangat

dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi pangan dan distribusi pangan

pada daerah tersebut. Sedangkan pada tingkat mikro (tingkat rumah tangga)

lebih dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga memproduksi pangan, daya

beli dan pemberian. Menurut Sajogyo dkk. (1996), faktor-faktor yang

mempengaruhi ketersediaan pangan di suatu wilayah diantaranya adalah

1

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

persaingan dalam hal lahan (tanah), sumberdaya manusia dan teknologi, impor

dan bantuan pangan, pola keberagaman pangan yang tersedia serta fluktuasi

dalam hal musim dan kondisi alam yang tak terduga. Dalam jalur mata rantai

pangan dan gizi, ketersediaan pangan menempati jalur pertama kemudian ke

jalur kemampuan rumah tangga menjangkau pangan yang tersedia itu, lalu ke

jalur kemauan orang untuk memperoleh pangan yang tersedia tersebut, pola

distribusi pangan dalam keluarga dan berakhir pada status gizi perorangan.

Dengan demikian, ketersediaan pangan menjadi salah satu penentu konsumsi

pangan penduduk.

Ancaman terhadap stabilitas suatu negara dapat terjadi apabila

ketersediaan pangan bagi rakyatnya tidak tercukupi. Oleh karena itu,

ketersediaan pangan khususnya beras sebagai makanan pokok sebagian besar

masyarakat Indonesia menjadi sangat sensitif guna mendukung tercapainya

tujuan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ketersediaan

pangan pokok di tingkat rumah tangga petani padi salah satunya ditentukan

oleh produksi usahatani.

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten produsen padi

di Jawa Tengah. Perkembangan produksi padi di Kabupaten Sukoharjo dapat

dilihat dapada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan Produktivitas Padi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2005-2009

Tahun Produksi (Ton GKG) Produktivitas (Ku/Ha) 2005 299.206 64,43 2006 322.426 65,24 2007 322.426 69,88 2008 337.244 69,90 2009 357.525 70,87

Sumber : Sukoharjo Dalam Angka, 2010

Berdasarkan Tabel 1, produksi dan produktivitas padi di Kabupaten

Sukoharjo selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Meskipun

program peningkatan produksi pangan di tingkat kabupaten menunjukkan

keberhasilan, tetapi hal ini belum menjamin tersedianya pangan pokok di

tingkat rumah tangga dalam jumlah yang cukup dan aman. Produksi padi ini

terkait dengan masalah ketersediaan beras sebagai makanan pokok. Salah satu

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produksi adalah ketersediaan air.

Luas lahan sawah menurut jenis pengairan di Kabupaten Sukoharjo dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan dan Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009

No. Kecamatan Irigasi Teknis (Ha)

Irigasi ½ Teknis (Ha)

Irigasi Sederhana

(Ha)

Tadah Hujan (Ha)

Jumlah (Ha)

1. Weru 1.018 20 511 376 1.989 2. Bulu 581 125 0 411 1.117 3. Tawangsari 1.484 0 147 25 1.656 4. Sukoharjo 2.363 0 0 0 2.363 5. Nguter 1.325 15 698 651 2.689 6. Bendosari 1.234 667 0 668 2.569 7. Polokarto 1.127 796 350 303 2.576 8. Mojolaban 2.234 0 0 0 2.234 9. Grogol 413 279 315 0 1.007

10. Baki 1.276 0 0 0 1.276 11. Gatak 1.266 0 0 0 1.266 12. Kartasura 515 0 0 0 515

Jumlah 14.900 1.902 2.021 2.434 21.257

Sumber : Sukoharjo Dalam Angka, 2010

Berdasar Tabel 2, ada enam kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang

memiliki lahan sawah dengan jenis pengairan tadah hujan, yaitu Kecamatan

Weru, Bulu, Tawangsari, Nguter, Bendosari dan Polokarto. Sawah tadah

hujan adalah sawah yang sumber air utamanya berasal dari air hujan. Dalam

satu tahun, sawah tadah hujan hanya mampu ditanami selama dua musim

tanam saja, sedangkan sawah dengan pengairan teknis bisa ditanami hingga

tiga musim tanam. Jenis pengairan ini akan mempengaruhi tinggi rendahnya

produksi padi. Adapun proporsi luas sawah tadah hujan terhadap luas sawah

total di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Luas Sawah Tadah Hujan dan Proporsinya Terhadap Luas Total Lahan Sawah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009

No. Kecamatan Luas Total Lahan Sawah

(Ha)

Sawah Tadah Hujan Luas (Ha)

Proporsi dari luas total lahan sawah (%)

1. Weru 1.989 376 18,90 2. Bulu 1.117 411 36,79 3. Tawangsari 1.656 25 1,51 4. Nguter 2.689 651 24,21 5. Bendosari 2.569 668 26,00 6. Polokarto 2.576 303 11,76

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Berdasar Tabel 3, dapat diketahui bahwa proporsi lahan sawah tadah

hujan terhadap luas total lahan sawah di Kecamatan Bulu paling tinggi

dibandingkan dengan lima kecamatan lain di Kabupaten Sukoharjo yang juga

memiliki lahan sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan memiliki

ketergantungan yang tinggi pada alam, sehingga pada musim kemarau tidak

dapat ditanami. Akibatnya, produksi padi menjadi rendah rendah karena

pemenuhan kebutuhan air bergantung pada curah hujan. Apabila pergantian

musim tidak menentu, maka produksi juga akan terganggu. Rendahnya

produksi akan berdampak pada ketersediaan pangan pokok dan pendapatan

petani. Apabila produksi rendah, maka pendapatan petani menjadi rendah

sehingga daya beli rumah tangga akan menurun.

Besar kecilnya pendapatan akan menentukan jenis pangan yang

dikonsumsi suatu rumah tangga. Jenis pangan yang dikonsumsi rumah tangga

menentukan pola konsumsi pangan rumah tangga tersebut. Pola konsumsi

pangan sendiri juga sangat ditentukan oleh faktor sosial ekonomi rumah

tangga yang lain seperti harga pangan, selera dan kebiasaan makan. Pola

konsumsi pangan rumah tangga didekati dengan jenis dan frekuensi makan

yang dapat mencerminkan kebiasaan makan dalam rumah tangga tersebut.

Jenis pangan yang dikonsumsi dalam rumah tangga akan berpengaruh pada

tingkat konsumsi gizinya. Menurut Sumarwan dan Sukandar (1998), konsumsi

pangan merupakan gambaran dari aspek ketersediaan dan kemampuan rumah

tangga untuk membeli dan memperoleh pangan.

Secara kuantitas, konsumsi energi di Kabupaten Sukoharjo telah

mencapai angka 2026,4 kkal/kap/hari pada tahun 2009. Angka ini telah

memenuhi syarat kecukupan energi yang ditetapkan oleh Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) Tahun 2004, yaitu sebesar 2000

kkal/kap/hari. Sedangkan secara kualitas, penganekaragaman konsumsi di

Kabupaten Sukoharjo masih perlu ditingkatkan. Kualitas konsumsi pangan

dapat dilihat dari skor Pola Pangan Harapan (PPH) Kabupaten Sukoharjo yang

baru mencapai 80,1 pada tahun 2009 (Badan Ketahanan Pangan Sukoharjo,

2009).

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian mengenai

ketersediaan pangan pokok (beras) dan pola konsumsi rumah tangga petani

sawah tadah hujan di Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo.

B. Rumusan Masalah

Ketahanan pangan merupakan situasi dimana semua rumah tangga

mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi

seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami

kehilangan kedua akses tersebut. Pemantaban ketahanan pangan masih

menghadapi berbagai tantangan dengan masih banyaknya proporsi penduduk

yang mengalami kerawanan pangan, bencana alam, rendahnya tingkat

pengetahuan gizi, serta masih tingginya angka kepetanian penduduk.

Ketahanan pangan dibedakan dalam empat tingkatan, yaitu

(1) ketahanan pangan nasional, (2) regional atau lokal, (3) ketahanan pangan

rumah tangga atau keluarga, serta (4) ketahanan pangan individu. Meskipun

secara nasional mempunyai ketahanan pangan yang baik, namun hal tersebut

tidak menjamin ketahanan pangan tingkat regional, bahkan rumah tangga atau

individu. Hal ini terjadi karena rumah tangga memiliki ketersediaan dan akses

pangan yang berbeda-beda.

Upaya mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga bukan

persoalan yang sederhana. Sulitnya menanggulangi sumber-sumber distorsi

akses terhadap pangan mengakibatkan kasus-kasus rawan pangan dalam

bentuk kekurangan energi dan protein (KEP) senantiasa terjadi dan bahkan

menjadi salah satu masalah utama peningkatan kualitas sumberdaya manusia

dari aspek gizi (Soekirman dalam Marwati, 2001). Pengalaman masa lalu

membuktikan, ketersediaan pangan yang tinggi di pasar tidak menjamin

ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sehingga terjadi fenomena hunger

paradox. Hal ini terjadi ketika daya beli menurun, sehingga banyak rumah

tangga tidak mampu membeli pangan dan mengalami kelaparan. Pada kondisi

demikian, ketersediaan pangan yang berlimpah menjadi tidak banyak berarti.

Keterbatasan pemenuhan kebutuhan pangan dalam rumah tangga antara

lain disebabkan karena keterbatasan fisik dan ekonomi, bencana alam serta

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

berbagai faktor sosial masyarakat. Besarnya proporsi lahan sawah dengan

jenis pengairan tadah hujan di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo akan

mempengaruhi produksi padi dan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada pola konsumsi, tingkat konsumsi, dan ketahanan pangan

rumah tangga petani. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah ketersediaan bahan pangan pokok (beras) pada rumah

tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo?

2. Bagaimana pola konsumsi pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu

Kabupaten Sukoharjo?

3. Bagaimana ketahanan pangan tingkat rumah tangga petani di Kecamatan

Bulu Kabupaten Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui tingkat ketersediaan bahan pangan pokok (beras) pada rumah

tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo.

2. Mengetahui pola konsumsi pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu

Kabupaten Sukoharjo.

3. Mengetahui ketahanan pangan tingkat rumah tangga petani di Kecamatan

Bulu Kabupaten Sukoharjo.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang

berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo, penelitian ini berguna

sebagai sumbangan pemikiran dan sumber informasi dalam pengambilan

kebijakan khususnya dalam hal ketahanan pangan di Kecamatan Bulu,

Kabupaten Sukoharjo.

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

3. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai wacana dalam menambah

pengetahuan mengenai ketahanan pangan, khususnya mengenai tingkat

ketersediaan pangan pokok dan pola konsumsi di tingkat rumah tangga.

4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk pengembangan penelitian

selanjutnya

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Yuliasih (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis

Ketersediaan Pangan Pokok dan Konsumsi Pangan Keluarga Miskin dan

Tidak Miskin di Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa ketersediaan

pangan pokok keluarga miskin dan tidak miskin di Kabupaten Karanganyar

tergolong rendah. Ketersediaan pangan pokok keluarga miskin sebesar

878,849 kkal/kap/hari (244,125 gram/kap/hari) sedangkan ketersediaan

pangan pokok keluarga tidak miskin sebesar 1.054,491 kkal/kap/hari (289,296

gram/kap/hari). Kuntitas konsumsi pangan yang dilihat dari Tingkat

Kecukupan Energi (TKE) menunjukkan bahwa keluarga miskin termasuk

dalam kategori sedang sedangkan keluarga tidak miskin termasuk kategori

baik. Secara keseluruhan, keluarga tidak miskin lebih berpotensi tahan pangan

dibandingkan dengan keluarga miskin.

Purwantini dan Ariani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul

Pola Konsumsi Pangan Pada Rumah Tangga Petani Padi menyatakan bahwa

pada umumnya pada rumah tangga petani padi, beras merupakan pangan

pokok yang dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi. Pola pangan pokok berupa

beras ini sulit untuk diubah walaupun rumah tangga menghadapi musim

paceklik. Petani tidak akan mengganti beras sebagai sumber pangan pokok

meskipun harga beras meningkat. Analisis data menunjukkan bahwa

sumbangan energi terbesar berasal dari kelompok padi-padian, yaitu berkisar

44 - 69 %. Sebagai produsen padi, sebagian besar rumah tangga petani

mengkonsumsi beras dari hasil usahatani sendiri. Selain hasil sendiri, rumah

tangga memperoleh beras dari pembelian, baik melalui raskin atau di pasar.

Hanya sebagian kecil saja yang memperoleh beras dari pemberian.

Berdasarkan penelitian terdahulu, Peneliti mengetahui bahwa rumah

tangga petani memperoleh pangan pokok berupa beras dari hasil usahatani

sendiri, pembelian dan pemberian. Analisis mengenai ketersediaan pangan

pokok ini penting untuk dilakukan karena beras yang termasuk dalam

8

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

kelompok padi-padian merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Indonesia dan memberikan sumbangan energi terbesar bagi rumah tangga

petani. Di samping itu, ketersediaan beras juga dapat dipakai sebagai salah

satu indikator ketahanan pangan rumah tangga.

Selanjutnya, Peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai pola

konsumsi rumah tangga petani yang mengusahakan sawah dengan sistem

pengairan tadah hujan dan memiliki pola tanam padi-palawija. Hasil

penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ketersediaan pangan pokok petani

padi-palawija lebih rendah dibandingkan petani padi-padi. Hal ini akan

berpengaruh pada pola konsumsi pangan rumah tangga, yang pada akhirnya

akan menentukan tingkat ketahanan pangan rumah tangga terkait dengan

kecukupan gizinya.

B. Tinjauan Pustaka

1. Pangan

Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan

diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup,

terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap

warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu (Saliem

dkk, 2001). Sedangkan pengertian pangan menurut Undang-Undang No. 7

Tahun 1996 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,

baik diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan

minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan makanan,

bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan

pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.

Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan

diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup,

terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap

warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Pangan

sebagai bagian dari hak azasi manusia (HAM) mengandung arti bahwa

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya.

Pemenuhan kebutuhan pangan dalam konteks ketahanan pangan

merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia berkualitas yang

diperlukan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tataran

global (Ariani dan Purwantini, 2005).

2. Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi

dalam negeri dan atau sumber lain. Indikator ini masih bersifat makro,

karena bisa saja pangan tersedia, tapi tidak dapat diakses oleh masyarakat.

Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan

konsumsi, namun dinilai belum cukup. Untuk itu diperlukan pemahaman

kinerja konsumsi pangan menurut wilayah (kota-desa) dan pendapatan

(tinggi-sedang-rendah). Indikator yang dapat digunakan adalah tingkat

partisipasi dan tingkat konsumsi pangan, keduanya menunjukkan tingkat

aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan (DKP, 2007). Walaupun

pangan tersedia pada suatu wilayah, jika tidak dapat diakses masyarakat

maka kinerjanya rendah. Aksesibilitas tersebut menggambarkan aspek

pemarataan dan keterjangkauan. Karena menurut PP No.68/2002,

pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan ke seluruh

wilayah sampai tingkat rumah tangga sedangkan keterjangkauan adalah

keadaan di mana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses

pangan sesuai dengan kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif.

Ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim,

akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengelolaan lahan,

pengembangan institusi, pasar, konflik regional dari kerusuhan sosial.

Sedang akses pangan meliputi strategi rumah tangga untuk memenuhi

kekurangan pangan. Dalam aspek ketersediaan yang tidak kalah pentingnya

adalah masalah cadangan pangan. Dalam masalah cadangan pangan yang

perlu diperhatikan adalah pengembangan cadangan pangan untuk

mengantisipasi kondisi darurat, mengatasi berfluktuasinya produksi yang

melimpah pada suatu waktu dan kekurangan pada waktu yang lain,

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

cadangan pangan dalam arti buffer stock juga menghindari fluktuasi harga

yang merugikan, disamping itu pengembangan cadangan pangan hidup

melalui pengembangan pekarangan patut juga dikembangkan

(DKP, 2007).

Persediaan pangan yang cukup secara nasional ternyata tidak

menjamin adanya ketahanan pangan tingkat regional maupun rumah

tangga/individu. Penentu ketahanan pangan di tingkat nasional, regional

dan lokal dapat dilihat dari tingkat produksi, permintaan, persediaan dan

perdagangan pangan. Sementara itu, penentu utama di tingkat rumah

tnagga adalah akses (fisik dan ekonomi) terhadap pangan, ketersediaan

pangan dan risiko yang terkait dengan akses serta ketersediaan pangan

tersebut (Saliem dkk., 2001)

Karena merupakan kebutuhan dasar manusia, maka pangan haruslah

pada setiap waktu dan tempat tersedia dalam kuantitas yang cukup dan

dapat diakses (harganya terjangkau). Secara normatif sumber utama

pasokan pangan harus dapat diproduksi sendiri. Kendala yang dihadapi

dalam peningkatan ketersediaan produksi pangan per kapita terutama

adalah: (1) pertumbuhan luas panen sangat terbatas karena (i) laju

perluasan lahan pertanian baru sangat rendah dan (ii) konversi lahan

pertanian ke non pertanian sulit dikendalikan, (iii) degradasi sumberdaya

air dan kinerja irigasi serta turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia

lahan pertanian; dan (2) adanya gejala kemandegan dalam pertumbuhan

produktivitas yang diduga kuat merupakan akibat dari: (i) over intensifikasi

pertanian yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip pertanian

berkelanjutan (intensitas tanam tinggi, monokultur, dosis pupuk anorganik

berlebih, sangat kurang/tanpa menggunakan pupuk organik), (ii) sulitnya

inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan komoditas pangan

berdaya hasil tinggi akibat dari sangat terbatasnya anggaran dan

infrastruktur pendukung (Sumaryanto, 2009).

Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam

pengukuran untuk mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.

Penentuan jangka waktu ketersediaan pangan pokok di pedesaan, biasanya

dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan

musim tanam berikutnya. Perbedaan jenis makanan pokok yang

dikomsumsi antara dua daerah juga membawa implikasi pada penggunaan

ukuran yang berbeda. Ukuran ketersediaan pangan yang mengacu pada

jarak waktu antara satu musim panen dengan musim panen berikutnya

hanya berlaku pada rumah tangga dengan sektor pertanian sebagai sumber

mata pencaharian pokok (Simangunsong, 2010).

3. Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan

yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola

konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis dan

frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan

merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu

(Aritonang, 2004).

Jumlah macam makanan, jenis, serta banyaknya bahan makanan

dalam pola pangan di suatu negara atau daerah tertentu biasanya

berkembang dari pangan setempat atau pangan dari pangan yang telah

ditanam di wilayah tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Di samping

itu, kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja keluarga akan berpengaruh

pula terhadap pola pangan. Pangan pokok yang digunakan dalam suatu

negara biasanya juga menjadi pangan pokok di sebagian besar wilayah

negara tersebut (Suhardjo, 2003).

Secara umum menurut Aritonang (2004), faktor-faktor yang

mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga serta

faktor sosio budaya dan religi seperti yang dijelaskan berikut ini.

a. Faktor ekonomi dan harga

Keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan

berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan

miskin. Hal ini disebabkan karena penduduk golongan miskin

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi

kebutuhan pangan. Perubahan pendapatan ecara langsung dapat

mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya

pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan

keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang

untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.

Sebaliknya, penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan

dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli.

b. Faktor sosio budaya dan religi

Kebudayaan suatu bangsa mempunyai kekuatan yang

berpengaruh terhadap penilaian bahan makanan yang digunakan untuk

dikonsumsi. Aspek sosio budaya pangan adalah fungsi pangan dalam

masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan,

agama, adat kebiasaan, dan pendidikan masyarakat tersebut.

Kebudayaan akan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan

yang menyangkut pemilihan jenis pangan, persiapan, serta

penyajiannya.

Kebiasaan makan seseorang atau keluarga merupakan hasil proses

belajar yang berlangsung selama hidupnya. Setiap keluarga atau

masyarakat mempunyai aturan-aturan, rasa suka atau tidak suka,

kepercayaan terhadap jenis makanan yang tersedia, sehingga membatasi

pilihannya terhadap jenis-jenis makanan. Kebiasaan makan juga akan

mempengaruhi pilihan pangan. Apabila kebiasaan ini berlangsung dalam

kurun waktu yang cukup lama, maka akan dapat menggambarkan suatu

pola konsumsi pangan individu, keluarga, atau masyarakat (Pilgrim dalam

Marwati, 2001).

Kebiasaan makan merupakan suatu pola perilaku konsumsi pangan

yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Menurut Almatsier (2004),

kebiasaan makan suatu masyarakat salah satunya tergantung dari

ketersediaan pangan di daerah tersebut yang pada umumnya berasal dari

usaha tani. Selain faktor ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi dari

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan mereka.

Faktor sosial yang mempengaruhi antara lain: 1) keadaan penduduk suatu

masyarakat (jumlah, umur, distribusi jenis kelamin dan geografis); 2)

keadaan keluarga (besar keluarga, hubungan, jarak kelahiran); 3)

pendidikan (tingkat pendidikan ibu/ayah). Faktor ekonomi yang

mempengaruhi antara lain: 1) pekerjaan (pekerjaan utama, pekerjaan

tambahan); 2) Pendapatan keluarga; 3) Pengeluaran; 4) Harga pangan yang

tegantung pada pasar dan variasi musim.

4. Kuantitas Konsumsi Pangan

Penilaian asupan gizi dapat dilakukan secara kualitatif dan

kuantitatif. Secara kuantitif didasarkan pada jumlah setiap zat gizi yang

dikonsumsi dibanding dengan kecukupan gizi yang berlaku sedangkan

kualitas asupan dinilai secara kolektif dari semua zat gizi yang dibutuhkan

agar tersedia secara proporsional. Pada orang sehat penilaian asupan gizi

disesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG) (Hardinsyah dan Victor

Tambunan, 2004) .

Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang

dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.

Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan

sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang

dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi

pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan

bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma

atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat

lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008).

AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi

semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh,

aktivitas tubuh dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal. Ketetapan tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

di Indonesia, saat ini menjadi acuan untuk menetapkan standar pemenuhan

kebutuhan gizi penduduk Indonesia menurut jenis kelamin, umur dan

kondisi fisiologis. Secara ilmiah penetapan kebutuhan gizi dibedakan

menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan dan iklim. Pemanfaatan Angka

Kecukupan gizi adalah untuk menilai kemampuan pemenuhan kebutuhan

dasar atas pangan penduduk. Selanjutnya dapat dijadikan acuan untuk

menduga adanya kondisi rawan pangan penduduk jika parameter

pencapaian asupan gizi dibawah standar normal populasi (BPOM, 2009).

Menurut Supariasa dkk. (2002), jumlah dan komposisi gizi yang

diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi pangannya dapat

dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang dikonsumsi dengan

menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Secara umum,

penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut :

Dimana,

KGij : kandungan zat giizi tertentu (i) dari pangan j atau makanan yang

dikonsumsi sesuai dengan satuannya

BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam % atau gram dari 100 gram

pangan atau makanan j)

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j

5. Ketahanan Pangan

Undang-undang No. 7 tahun 1996 mendefinisikan ketahanan

pangan (food security) sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah

tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan

berhubungan dengan empat aspek yaitu: 1) ketersediaan (makanan yang

cukup dan siap sedia digunakan); 2) akses (semua anggota dalam rumah

tangga tersebut memiliki sumber yang cukup dalam rangka memperoleh

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

makanan yang sesuai); 3) utilisasi (kemampuan tubuh manusia untuk

mencerna dan melakukan metabolisme terhadap makanan yang dikonsumsi

dan fungsi sosial makanan dalam menjaga keluarga dan masyarakat); dan

4) keberlanjutan (ketersediaan makanan untuk jangka waktu yang lama).

Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya

(Usfar dalam Mangkoeto, 2009).

Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat

lebih dipahami sebagai berikut:

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup,

diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang

berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang

bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari

cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari

kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan

yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan

mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau

(Anonim, 2008)

UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut

Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap rumah tangga atau individu

untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup

yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan

pangan disebut sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk

dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang

sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau

budaya setempat (Pambudy, 2002).

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Secara hirarki, ketahanan pangan dapat pada tingkat global,

regional, nasional, lokal (daerah), rumah tangga dan individu. Tingkat

ketahanan pangan yang lebih tinggi merupakan syarat yang diperlukan

(necessary condition) bagi tingkat ketahanan pangan yang lebih rendah,

tetapi bukan syarat yang mencukupi (sufficient condition). Artinya,

tercapainya ketahanan pangan di tingkat wilayah tidak menjamin

tercapainya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya fakta bahwa walaupun di tingkat nasional dan wilayah

(provinsi) memiliki status tahan pangan terjamin, namun di wilayah

tersebut masih ditemukan rumah tangga rawan pangan (Rachman dalam

Ilham dan Sinaga, 2008).

Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Sinaga (2008), ketahanan

pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator, antara lain: (1)

tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan, (2) penurunan produksi

pangan, (3) tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga, (4) proporsi

pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan

utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan

sosial, seperti migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi

pangan berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8)

status gizi. Makin besar angka ketersediaan pangan untuk dikonsumsi,

makin tersedia pangan di tingkat nasional. Aksesibilitas pangan dapat

diproksi dari tingkat konsumsi rumah penduduk yang ada dari data

Susenas. Makin tinggi konsumsi penduduk makin tinggi pula akses

penduduk tersebut terhadap pangan.

Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan kemampuan

rumahtangga tersebut untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya (Van

Braun et al dalam Mangkoeto, 2009). Hal ini menyiratkan akses fisik dan

ekonomi terhadap pangan yang cukup dalam kuantitas dan kualitas gizi,

aman dan dapat diterima oleh budaya setempat untuk memeuhi kebutuhan

tiap anggota keluarga. Akses rumahtangga terhadap pangan merupakan

strategi-strategi untuk mendapatkan makanan dari berbagai sumber.

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Makanan bagi suatu rumah tangga dapat berasal dari beberapa sumber

antara lain: dengan memproduksi sendiri, membeli, atau berasal dari

pemberian.

Ketahanan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang

tidak dapat ditunda-tunda karena setiap individu berhak memperoleh

pangan yang cukup, baik dalam jumlah dan mutu untuk hidup sehat dan

produktif. Ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang

cukup bagi seluruh masyarakat dan kemampuan memperoleh pangan

sehari-hari. Ketersediaan pangan yang cukup di tingkat wilayah belum

menjamin ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sebab kelancaran

distribusi sampai ke pemukiman dan daya jangjau fisik dan ekonomi rumah

tangga terhadap pangan merupakan dua hal yang penting (Lamba, 2006).

C. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan

oleh karenanya merupakan bagian dari hak azasi individu yang wajib

dipenuhi. Ketahanan pangan dipandang sebagai hal yang sangat penting dalam

rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia

berkualitas, mandiri dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

diwujudkan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan

beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau

oleh daya beli masyarakat.

Pada umumnya, banyak orang berpendapat bahwa ketahanan pangan di

suatu wilayah adalah representasi dari ketahanan pangan tingkat individu dan

rumah tangga. Padahal, rumah tangga dengan berbagai karakteristik dan faktor

sosial ekonomi yang mempengaruhinya memiliki akses yang berbeda-beda

untuk memenuhi kecukupan pangan. Oleh karena itu, di tengah kondisi

ketersediaan pangan yang tinggi, ternyata masih banyak dijumpai orang yang

mengalami defisit energi dan protein, maupun rumah tangga yang berada

dalam kondisi rawan pangan.

Ketersediaan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan

suatu wilayah. Ketersediaan pangan pokok mengisyaratkan adanya rata-rata

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

pasokan pangan pokok yang cukup tersedia setiap saat. Bahan pangan pokok

yang paling utama mendapat perhatian dari pemerintah adalah beras karena

dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia.

Beras hingga kini masih merupakan salah satu komoditi pangan pokok

bagi masyarakat Indonesia dan merupakan komoditi strategis bagi

pembangunan nasional. Yuliasih (2007) menyatakan bahwa ketersediaan

pangan pokok (beras) merupakan sejumlah beras yang tersedia dan siap

dikonsumsi oleh keluarga sebagai pangan pokok keluarga. Salah satu syarat

terwujudnya ketahanan pangan keluarga adalah ketersediaan pangan yang

cukup bagi setiap anggota keluarga, dimana ketersediaan pangan dapat

diperoleh dari produksi usahatani dan pembelian baik dengan harga normal

maupun harga raskin, yang dikurangi dengan pangan yang dijual, digunakan

untuk benih, zakat fitrah, serta pangan yang diberikan kepada pihak lain.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII pada tahun 2004

merumuskan bahwa Angka Kecukupan Energi (AKE) rata-rata orang

Indonesia pada tingkat konsumsi sebesar 2.000 kkal/kap/hari dan Angka

Kecukupan Protein (AKP) sebesar 52 gram/kap/hari. Sedangkan ketersediaan

pangan pokok rumah tangga menurut Adi dkk. dalam Yuliasih (2007) dapat

dikategorikan menjadi tiga, yaitu :

a. Rendah : KP < 1400 kkal/kap/hari

b. Sedang : 1400 kkal/kap/hari ≤ KP ≤ 1600 kkal/kap/hari

c. Tinggi : KP > 1600 kkal/kap/hari

Konsumsi pangan merupakan gambaran dari aspek ketersediaan dan

kemampuan keluarga untuk membeli dan memperoleh pangan, sehingga

konsumsi pangan dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menilai ketahanan

pangan. Konsumsi pangan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kualitas dan

kuantitas. Secara kualitas, konsumsi pangan dilihat dari ukuran penilaian mutu

konsumsi pangan. Sedangkan secara kuantitas, konsumsi pangan lebih

ditujukan kepada banyaknya zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan

standar kecukupan.

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Dengan melihat aspek konsumsi pangan, maka dapat diukur ketahanan

pangan pada tingkat rumah tangga. Sumarwan dan Sukandar (1998)

merumuskan ketahanan pangan rumah tangga/keluarga dengan melihat kepada

terpenuhinya kebutuhan energi dan protein.

Berdasarkan teori di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir

pendekatan masalah sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah

D. Asumsi-Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Konsumen bersifar rasional, artinya konsumen dalam hal ini adalah

petani, menjadikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya dan

memaksimalkan kepuasannya dan anggota keluarganya.

2. Distribusi pangan dianggap berjalan normal, tidak ada hambatan dalam

penyaluran pangan.

3. Jenis dan kualitas beras dianggap sama.

4. Tidak ada padi/beras yang tercecer dan hilang saat pendistribusian.

Rumah tangga petani

Ketersediaan pangan

Konsumsi pangan rumah tangga

Ketahanan pangan tingkat rumah tangga

1. Produksi usahatani padi dari sawah tadah hujan

2. Pembelian harga normal

3. Pembelian harga raskin

(1,2,3) dikurangi : a. Dijual b. Zakat fitrah c. Diberikan pihak lain

Kuantitas - TKE - TKP

Pola konsumsi pangan

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

E. Pembatasan Masalah

1. Ketersediaan pangan pokok dibatasi pada komoditas beras.

2. Pengukuran ketersediaan pangan pokok dibatasi pada ketersediaan

beras di rumah tangga petani dalam jangka waktu satu tahun.

3. Input pangan pokok dihitung berdasarkan data produksi pada musim

tanam terakhir, yaitu musim tanam I (Okotober 2009 - Januari 2010)

dan musim tanam II (Februari 2010 - Mei 2010).

4. Konsumsi yang dihitung terbatas pada makanan yang dikonsumsi oleh

petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah.

5. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,

baik diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan

dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan

makanan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam

proses penyiapan pengolahan dan atau pembuatan makanan dan

minuman (UU No. 7 Tahun 1996).

2. Pangan pokok adalah pangan sumber karbohidrat yang sering

dikonsumsi atau dikonsumsi secara teratur sebagai makanan utama.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud sebagai pangan pokok adalah

beras.

3. Ketersediaan pangan pokok yaitu tersedianya beras dalam jumlah yang

cukup aman untuk semua orang dalam suatu rumah tangga, baik yang

berasal dari produksi sendiri atau sumber lain untuk menghadapi

keadaan darurat, yang dinyatakan dalam gram/kap/hari beras dan

dikonversi ke dalam satuan kkal/kap/hari.

4. Konsumsi pangan adalah pemanfaatan pangan untuk memenuhi

kecukupan gizi dalam upaya untuk menjaga kesehatan dan

meningkatkan produktivitas (DKP, 2007).

5. Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang biasa dimakan

mencakup jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi/dimakan

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

seseorang atau sekelompok penduduk dalam frekuensi dan jangka

waktu tertentu (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010).

Dalam penelitian ini, pola konsumsi pangan dinilai dengan jenis dan

frekuensi pangan.

6. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan, yang dinyatakan

dalam kilokalori (kkal) yang dikonsumsi per orang per hari. Dalam

perhitungan, nilai asupan energi dikonversi berdasarkan Daftar

Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) (WKNPG, 2004).

7. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan, yang dinyatakan

dalam gram yang dikonsumsi per orang per hari. Dalam perhitungan,

nilai asupan protein dikonversi berdasarkan Daftar Konsumsi Bahan

Makanan (DKBM) (WKNPG, 2004).

8. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah

konsumsi energi dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang

dianjurkan, yang dinyatakan dalam %.

9. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah

konsumsi protein dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) yang

dianjurkan, yang dinyatakan dalam %.

10. Norma kecukupan gizi adalah sejumlah zat gizi atau energi pangan

yang diperlukan oleh seseorang atau rata-rata kelompok orang untuk

memenuhi kebutuhannya. Dalam penelitian ini, berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) menurut umur dan jenis kelamin yang

dianjurkan dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004.

11. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) adalah daftar yang

menyajikan komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat

gizi dari bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga dengan

cara mengkonversikan kebutuhan kalori dan protein yang diperlukan.

12. Rumah tangga petani adalah rumah tangga yang salah satu anggotanya

melakukan kegiatan bertani, berkebun, beternak, atau berusaha dalam

jasa pertanian dengan tujuan untuk menjual seluruh atau sebagian

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

produk pertanian mereka atau memperoleh pendapatan (Kartika dalam

Mangkoeto, 2009).

13. Responden adalah seseorang yang mengambil keputusan dalam rumah

tangga petani.

14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah

tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam

jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau (UU No. 7 Tahun 1996).

Dalam penelitian ini, ketahanan pangan tingkat rumah tangga dilihat

dari ketersediaan pangan pokok dan konsumsi pangan, khususnya

kuantitas pangan yang dinilai dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)

dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis menurut Surakhmad (1994)

adalah suatu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah

yang ada pada masa sekarang. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang

tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala

atau lebih.

Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

a. Memusatkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada

masalah-masalah yang aktual.

b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa (karena itu metode ini sering disebut metode analitik).

Adapun teknik pelaksanaan penelitian yang digunakan adalah dengan

cara survey, yaitu pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari

suatu populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan

kuesioner sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Lokasi

Penentuan daerah penelitian dipilih secara sengaja (purposive), yaitu

dengan mempertimbangkan alasan yang diketahui berdasar tujuan penelitian.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo, dengan

populasi sasaran adalah rumah tangga petani pemilik penggarap yang

mengerjakan sawah dengan sistem pengairan tadah hujan. Adapun pemilihan

sampel desa dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa desa

tersebut memiliki tanah sawah tadah hujan dengan luas yang terbesar. Adapun

perincian luas tanah sawah berdasarkan jenis pengairan di masing-masing

desa di Kecamatan Bulu dapat dilihat pada Tabel 4.

24

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Tabel 4. Luas Tanah Sawah Berdasar Jenis Irigasi di Kecamatan Bulu Dirinci Menurut Desa Tahun 2009

No. Desa Irigasi teknis

Irigasi ½ teknis

Irigasi sederhana

Tadah hujan

Jumlah

1. Sanggang 2 3 0 5 10 2. Kamal 0 0 0 20 20 3. Gentan 5 24 0 51 80 4. Kedungsono 0 0 0 78 78 5. Tiyaran 0 34 0 95 129 6. Bulu 25 32 0 90 147 7. Kunden 70 20 0 56 146 8. Puron 70 6 0 14 90 9. Malangan 104 0 0 0 104 10. Lengking 82 0 0 0 82 11. Ngasinan 128 0 0 2 130 12. Karangasem 95 6 0 0 101

Jumlah 581 125 0 411 1.117

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka, 2009/2010

Berdasar Tabel 4, Desa Tiyaran dipilih sebagai lokasi penelitian karena

luas sawah tanah hujan yang ada di wilayah tersebut paling luas dibandingkan

dengan desa yang lain, yaitu 95 hektar.

C. Metode Pengambilan Sampel

Data yang dianalisis menurut Singarimbun dan Effendi (1995), jumlah

sampelnya harus normal, karena distribusi nilai-nilai yang diperoleh harus

mengikuti sebaran normal. Jumlah sampel minimal adalah 30 sampel dari

seluruh populasi petani. Oleh karena itu, dalam penelitian ini,

sampel/responden yang diamati adalah 30 petani pemilik penggarap yang

melakukan usahatani padi dengan sistem pengairan tadah hujan.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode Systematic Sampling. Pengambilan sampel secara sistematis

(systemtic sampling) adalah suatu metode pengambilan sampel dimana hanya

unsur pertama saja dari sampel yang dipilih secara acak, sedangkan unsur-

unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu yang

disebut interval. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menyusun

populasi dalam suatu daftar dan memberi nomor urut pada setiap satuan

populasi.

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Pada penelitian ini, jumlah populasi petani pemilik penggarap sawah

tadah hujan di lokasi penelitian adalah 201 orang dan besar sampel yang akan

diambil adalah 30 orang. Interval adalah hasil bagi antara jumlah populasi dan

jumlah sampel sehingga didapatkan nilai 6. Sampel pertama dipilih secara

acak dengan cara mengundi responden yang memiliki nomor urut 1 sampai 6.

Sampel berikutnya ditentukan dengan menambahkan nilai 6 pada nomor urut

sampel pertama. Demikian seterusnya hingga didapatkan sampel ke-30.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data penelitian yang berasal dari sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan

dilakukan dengan teknik survei menggunakan kuesioner. Kuesioner

merupakan instrumen pengumpulan data dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data

primer meliputi data mengenai produksi padi, jumlah input dan output

beras, jenis dan frekuensi makan, serta jenis dan banyaknya makanan

yang dikonsumsi 24 jam yang lalu.

b. Data Sekunder

Data sekuder merupakan data yang telah tersedia dalam

berbagai bentuk. Biasanya sumber data ini lebih banyak sebagai data

statistik atau data yang sudah dioleh sedemikian rupa sehingga siap

digunakan. Data dalam bentuk statistik biasanya tersedia pada kantor-

kantor pemerintahan, perusahaan swasta, atau badan lain yang

berhubungan dengan penggunaan data (Daniel, 2002).

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data mengenai

kondisi umum Kecamatan Bulu yang terdiri dari keadaan alam,

keadaan penduduk, keadaan perekonomian, keadaan pertanian, dan

kondisi ketahanan pangan wilayah. Data sekunder diperoleh dari Dinas

Pertanian Kabupaten Sukoharjo, Badan Ketahanan Pangan Kabupaten

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Sukoharjo, Badan Pusan Statistik (BPS) Kabupaten Sukoharjo, serta

Kecamatan Bulu.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui tanya

jawab langsung kepada responden (petani) dengan bantuan daftar

pertanyaan dan catatan sebagai alat bantu.

b. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek

penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.

c. Pencatatan

Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data dari

responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga

yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.

d. Recall

Menurut Supariasa (2002), recall merupakan teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam memperoleh data konsumsi pangan

individu. Prinsip dari metode recall adalah mencatat jenis dan jumlah

bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

E. Metode Analisis Data

1. Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga Petani

Ketersediaan pangan pokok rumah tangga petani diukur dengan

cara menginventarisasi pangan pokok (beras) yang tersedia di keluarga,

baik yang diperoleh dari produksi sendiri, pembelian dengan harga pasar

(harga normal), dan pembelian dengan harga raskin dalam satuan gram,

kemudian dikonversikan ke dalam satuan energi, yaitu kkal/kapita/hari.

Secara matematis, besarnya ketersediaan pangan pokok rumah tangga

petani dihitung dengan rumus :

S =

Keterangan :

S : ketersediaan pangan pokok rumah tangga petani (gram/kap/hari

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

beras dan dikonversi ke dalam satuan kkal/kap/hari)

I1 : input pangan pokok dari produksi usahatani (gram/kap/hari beras

dan dikonversi ke dalam satuan kkal/kap/hari)

I2 : input pangan pokok dari pembelian harga normal di pasar

(gram/kap/hari beras dan dikonversi ke dalam satuan

kkal/kap/hari)

I3 : input pangan pokok dari pembelian harga raskin (gram/kap/hari

beras dan dikonversi ke dalam satuan kkal/kap/hari)

O1 : output pangan pokok yang dijual (gram/kap/hari beras dan

dikonversi ke dalam satuan kkal/kap/hari)

O2 : output pangan pokok yang digunakan sebagai zakat fitrah

(gram/kap/hari beras dan dikonversi ke dalam satuan

kkal/kap/hari)

O3 : output pangan pokok yang diberikan pada orang lain

(gram/kap/hari beras dan dikonversi ke dalam satuan

kkal/kap/hari)

Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam

pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah

yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Menurut Adi

dkk. dalam Yuliasih (2007), ketersediaan pangan pokok rumah tangga

dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu :

a. Rendah : KP < 1400 kkal/kap/hari

b. Sedang : 1400 kkal/kap/hari ≤ KP ≤ 1600 kkal/kap/hari

c. Tinggi : KP > 1600 kkal/kap/hari

2. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani

Penilaian konsumsi pangan rumah tangga dapat dilihat dari dua sisi,

yaitu kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Dalam penelitian ini,

penilaian konsumsi pangan akan dilihat dari aspek kuantitas pangan untuk

menentukan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Kuantitas konsumsi

pangan dapat diukur dari zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan,

Data konsumsi pangan dapat diperoleh menggunakan recall method selama

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

1 x 24 jam (Supariasa, 2002). Dalam metode ini, responden diminta

menceritakan semua pangan yang dimakan dan diminum selama 24 jam

yang lalu. Jumlah konsumsi pangan dinyatakan dengan URT (Ukuran

Rumah Tangga) seperti sendok, gelas, potong, dan sebagainya. URT akan

dikonversi ke dalam satuan gram sesuai dengan ukuran yang berlaku di

daerah penelitian.

Secara umum, penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung

sebagai berikut :

Keterangan :

KGij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan j atau makanan yang

dikonsumsi sesuai dengan satuannya

BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (%)

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j

Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah

konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.

Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j

Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang

dikonsumsi dan kandungan zat gizi yang dikandung dalam bahan makanan.

Kedua hal ini digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan rumah

tangga tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup

sehat (AKG). Untuk mengukur jumlah konsumsi pangan secara kuantitatif,

digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Konsumsi Protein (TKP). Data tingkat energi dan protein diperoleh melalui

food recall 1 x 24 jam.

Dimana,

TKE : Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga (%)

TKP : Tingkat Konsumsi Protein Rumah Tangga (%)

∑ konsumsi energi : jumlah konsumsi energi rumah tangga (kkal)

∑ konsumsi protein : jumlah konsumsi protein rumah tangga (gram)

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan sesuai Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII Tahun 2004, seperti yang

disajikan dalam Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasar Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2004

No. Kelompok Umur Energi (kkal) Protein (gram) 1. Anak

0 – 6 bulan 7 – 11 bulan 1 – 3 tahun 4 – 6 tahun 7 – 9 tahun

550 650

1000 1550 1800

10 16 25 39 45

2. Laki-laki 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun 16 – 18 tahun 19 – 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun 65+ tahun

2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050

50 60 65 60 60 60 60

3. Wanita 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun 16 – 18 tahun 19 – 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun 65+ tahun

2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600

50 57 55 50 50 50 45

4. Hamil (+an) Trisemester 1 Trisemester 2 Trisemester 3

+180 +300 +300

+17 +17 +17

5. Menyusui (+an) 6 bulan pertama 6 bulan kedua

+500 +550

+17 +17

Sumber : WKNPG VIII, 2004

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Tingkat konsumsi energi dan protein diklasifikasikan berdasar nilai

ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan

Depkes (1990) dalam Supariasa (2002), yaitu :

a. Baik : TKG ≥ 100 % AKG

b. Sedang : TKG 80 – 99 % AKG

c. Kurang : TKG 70 – 80 % AKG

d. Defisit : TKG < 70% AKG

3. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Ketahanan pangan rumah tangga didasarkan pada terpenuhinya

kebutuhan energi dan protein, sehingga total konsumsi juga menentukan

ketahanan pangan rumah tangga. Dalam perkembangannya, ketahanan

pangan energi rumah tangga menurut Sukandar dalam Purwanti (2008)

dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Tidak tahan pangan : Konsumsi energi < 75% kecukupan energi

b. Tahan pangan : Konsumsi energi 75-100% kecukupan energi

c. Sangat tahan pangan : konsumsi energi > 100% kecukupan energi

Demikian pula dengan tingkat ketahanan pangan protein rumah

tangga menurut Sukandar dalam Purwanti (2008) dikelompokkan menjadi:

a. Tidak tahan pangan : Konsumsi protein < 75% kecukupan protein

b. Tahan pangan : Konsumsi protein 75-100% kecukupan protein

c. Sangat tahan pangan : konsumsi protein > 100% kecukupan protein

4. Korelasi Antara Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) dengan Ketahanan Pangan

Rumah Tangga

Dalam ilmu statistik, korelasi adalah hubungan antara dua variabel

atau lebih. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan

hubungan antarvariabel dan bukan untuk mengetahui hubungan sebab-

akibat. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diselidiki

keeratan hubungannya adalah variabel tingkat konsumsi gizi dengan

ketahanan pangan rumah tangga. Data dari kedua variabel ini merupakan

data dengan skala ordinal. Skala ordinal adalah skala yang digunakan untuk

membedakan suatu ukuran dengan memberi atribut lebih besar atau lebih

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

kecil tetapi tidak dapat mencari selisih atau perbedaan antar skala. Sifat

skala ini adalah mengklasifikasi dan mengurutkan. Oleh karena itu, analisis

korelasi yang sesuai untuk tipe data ordinal adalah korelasi rank Kendall.

Keeratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya

disebut dengan koefisien korelasi yang dilambangkan dengan r. Koefisien

korelasi r merupakan taksiran dari populasi dengan kondisi sampel normal

(acak). Nilai r diketahui dengan program olah data statistik SPSS 16.0.

Tingkat keeratan hubungan r memiliki nilai -1 hingga 1. Jika r mendekati

1, maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel memiliki hubungan yang

erat. Tanda positif (+) dan negatif (-) menunjukkan sifat hubungan, dimana

tanda (+) menunjukkan hubungan positif sedangkan tanda (-) menunjukkan

hubungan yang negatif.

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam

1. Letak dan Batas Wilayah

Kecamatan Bulu merupakan salah satu kecamatan yang termasuk

dalam wilayah Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Bulu terletak pada

ketinggian 118 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan luas wilayah

43,86 km2 atau 4.386 hektar. Bentang wilayah dari barat ke timur ± 8 km

dan bentang wilayah dari utara ke selatan ± 9 km. Jarak Kecamatan Bulu

ke ibukota Kabupaten Sukoharjo ± 15 km.

Batas-batas wilayah Kecamatan Bulu adalah sebagai berikut :

Sebelah utara : Kecamatan Nguter

Sebelah timur : Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri

Sebelah selatan : Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri

Sebelah barat : Kecamatan Tawangsari

Secara administrasi, Kecamatan Bulu terbagi menjadi 12 desa yang

terdiri dari 43 dusun, 104 RW (Rukun Warga), dan 246 RT (Rukun

Tetangga). Luas wilayah Kecamatan Bulu pada tahun 2009 tercatat 4.386

hektar atau 9,40 % dari luas total Kabupaten Sukoharjo (46.666 hektar).

Desa yang terluas adalah Desa Sanggang yaitu 574 hektar atau 13,09 %,

sedangkan yang terkecil luasnya adalah Desa Lengking sebesar 213 hektar

atau 4, 86 %) dari luas total Kecamatan Bulu.

2. Keadaan Iklim

Temperatur rata-rata di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 adalah

260 C dengan rata-rata curah hujan dalam satu tahun adalah 136 mm. Hari

hujan terbanyak jatuh pada bulan Januari dengan jumlah hari hujan

sebanyak 20 hari. Curah hujan terbanyak sebesar 391 mm jatuh pada bulan

Januari. Sementara itu, rata-rata curah hujan di Kecamatan Bulu sebesar

4,53 mm per hari hujan.

33

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

3. Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan di Kecamatan Bulu dibagi menjadi dua yaitu

lahan sawah dan lahan kering. Luas yang ada terdiri dari 1.117 hektar atau

25,47 % lahan sawah dan 3.269 hektar atau 75,53 % lahan kering. Lahan

sawah terdiri dari irigasi teknis, irigasi ½ teknis, irigasi sederhana, dan

tadah hujan. Sedangkan lahan kering terdiri atas tanah tegal, pekarangan,

hutan negara, dan lainnya. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Bulu

secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bulu Tahun 2009

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Lahan sawah

a. Irigasi teknis b. Irigasi ½ teknis c. Irigasi sederhana d. Tadah hujan

581 125

0 411

13,25 2,85 0,00 9,37

Total lahan sawah 1.117 25,47 2. Lahan kering

a. Tanah tegal b. Pekarangan c. Hutan negara d. Lainnya

687

1.439 378 765

15,66 32,81 8,62

17,44 Total lahan kering 3.269 75,53

Jumlah 4.386 100,00

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 2009/2010

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bulu, luas lahan

sawah lebih kecil daripada luas lahan kering. Luas lahan kering adalah

3.269 hektar atau 75,53 %. Sebagian besar lahan kering ini digunakan

untuk pekarangan, yaitu sebesar 1.439 hektar atau 32,81 %, sedangkan

untuk tegalan hanya 687 hektar atau 15,66 %. Lahan sawah di Kecamatan

Bulu terdiri dari sawah irigasi teknis, irigasi ½ teknis, dan tadah hujan.

Jenis lahan sawah yang paling luas adalah sawah irigasi teknis,

yaitu seluas 581 hektar atau 13,25 %. Sedangkan luas sawah tadah hujan

yaitu 411 hektar atau 9,37 %. Jenis sawah tadah hujan banyak diusahakan

oleh petani di Kecamatan Bulu karena sumberdaya air yang terbatas.

Lokasi Kecamatan Bulu jauh dari sumber air sehingga terjadi kesulitan

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

dalam pembangunan saluran irigasi. Pada akhirnya, petani banyak

menggantungkan usahatani padi pada curahan air hujan saja.

B. Keadaan Penduduk

1. Perkembangan Penduduk

Penduduk merupakan faktor yang potensial untuk pembangunan

ekonomi secara keseluruhan. Penduduk merupakan sumberdaya untuk

menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Jumlah

penduduk yang besar diharapkan dapat mendudukung pembangunan

ekonomi dan pembangunan pertanian khususnya. Jumlah penduduk

Kecamatan Bulu selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Bulu Tahun 2005-2009

Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Pertumbuhan penduduk (%) 2005 51.596 - 2006 51.633 0,07 2007 51.584 -0,09 2008 51.600 0,03 2009 51.661 0,12

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka

Jumlah penduduk di Kecamatan Bulu pada tahun 2006 mengalami

peningkatan sebesar 37 jiwa atau sebesar 0,07 % dari tahun sebelumnya

yaitu tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2007, jumlah penduduk juga

mengalami penurunan sebesar 49 jiwa atau sebesar 0,09 % dari tahun 2006.

Peningkatan jumlah penduduk dalam periode tahun 2008-2009 tidak

begitu signifikan. Peningkatan jumlah penduduk ini disebabkan

karena jumlah penduduk yang lahir lebih besar daripada jumlah penduduk

yang mati.

2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut umur adalah penggolongan

penduduk berdasarkan umur sehingga dapat diketahui jumlah penduduk

yang produktif dan yang non produktif. Menurut Badan Pusat Statistik

Kabupaten Sukoharjo, golongan umur nonproduktif adalah golongan umur

antara 0-14 tahun dan golongan umur lebih dari atau sama dengan 65

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

tahun. Sedangkan golongan umur produktif adalah golongan umur 15-64

tahun.

Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Bulu Tahun 2009

Kelompok umur Jumlah Persentase (%) 0-14

15-64 ≥ 65

10.287 34.707 6.667

19,91 67,18 12,91

Jumlah 51.661 100,00

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 2009/2010

Komposisi penduduk menurut umur bagi suatu daerah dapat

digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk yang produktif dan angka

beban tanggungan/ABT (dependency ratio). Berdasar Tabel 8 dapat

diketahui bahwa jumlah penduduk Kecamatan Bulu yang terbesar menurut

umur adalah penduduk dengan usia produktif yaitu usia antara 15-64 tahun

sebesar 34.707 jiwa atau 67,18 %. Angka beban tanggungan di Kecamatan

Bulu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

ABT = 100% x th)64(15Penduduk

) th 65(Penduduk th)14(0Penduduk -

³+-

= 10.287 + 6.667 x 100% 34.707 = 48,85 %

Angka beban tanggungan Kecamatan Bulu sebesar 48,85 %.

Artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif (antara 15-64 tahun) di

Kecamatan Bulu harus menanggung 49 orang penduduk berusia

nonproduktif (usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun ke atas) di wilayah

tersebut.

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin digunakan untuk

mengetahui jumlah penduduk suatu daerah dan besarnya sex ratio di suatu

daerah. Sex ratio adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan

jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di suatu daerah. Komposisi

penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kecamatan Bulu dapat

dilihat pada Tabel 9.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Bulu Tahun 2009

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki 25.385 49,14 Perempuan 26.276 50,86 Jumlah 51.661 100,00

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 2009/2010

Kecamatan Bulu memiliki lebih banyak penduduk berjenis kelamin

perempuan daripada laki-laki. Dengan melihat komposisi penduduk

menurut jenis kelamin di atas maka dapat diketahui jumlah penduduk serta

besarnya sex ratio di suatu daerah, yaitu angka yang menunjukkan

perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Sex ratio

penduduk Kecamatan Bulu adalah sebesar 96,61 %. Artinya, pada setiap

100 orang penduduk perempuan di Kecamatan Bulu terdapat 97 orang

penduduk laki-laki.

C. Keadaan Perekonomian

1. Pertumbuhan Ekonomi

Sampai saat ini PDRB masih dipercaya sebagai alat untuk

mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi regional suatu wilayah. PDRB

menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun

tertentu. Dengan melihat perubahan nilai PDRB Kecamatan Bulu dari

tahun ke tahun atas harga konstan, maka dapat diketahui tingkat

pertumbuhan ekonominya. Kondisi perekonomian yang membaik

ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif yang dapat dilihat

dari nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang semakin

meningkat. Pertumbuhan ekonomi Kecamatan Bulu mengalami

peningkatan selama 5 tahun terakhir yang dapat dilihat dari Tabel 10.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Bulu Tahun 2005-2009

Tahun PDRB (jutaan Rupiah)

Laju pertumbuhan ekonomi (%)

2005 127.847,92 - 2006 129.003,84 0,90 2007 131.700,71 2,09 2008 135.063,57 2,55 2009 135.438,58 0,28

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka

Berdasar Tabel 10 diketahui bahwa selama lima tahun mulai dari

tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, nilai PDRB ADHK di Kecamatan

Bulu terus mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja

seluruh sektor perekonomian di Kecamatan Bulu mengalami peningkatan.

Laju pertumbuhan ekonomi diukur dari besarnya nilai PDRB ADHK dari

tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi yang terbesar terjadi pada tahun

2008 dengan laju pertumbuhan sebesar 2,55%.

Pendapatan per kapita dihitung untuk mengetahui pendapatan rata-

rata penduduk pada suatu tahun. Suatu daerah dikatakan mengalami

peningkatan kemakmuran apabila pendapatan per kapita terus bertambah.

Pendapatan per kapita adalah hasil bagi Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) dengan jumlah penduduk pada

pertengahan tahun. Pendapatan per kapita penduduk Kecamatan Bulu dapat

dilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Pendapatan Per Kapita Penduduk Kecamatan Bulu Tahun 2005-2009

Tahun Pendapatan per kapita (Rp) 2005 2.479.354,73 2006 2.502.159,62 2007 2.549.128,21 2008 2.616.344,83 2009 2.625.389,29

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa pendapatan per kapita

penduduk Kecamatan Bulu terus mengalami peningkatan. Kenaikan harga

barang dan jasa serta naiknya output dari berbagai barang dan jasa dari

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

beberapa sektor ekonomi telah meningkatkan pendapatan per kapita.

Kenaikan pendapatan per kapita selama lima tahun terakhir ini juga sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi yang juga semakin meningkat selama tahun

2005 hingga tahun 2008 seperti yang disajikan pada Tabel 10. Hasil dari

pertumbuhan ekonomi dapat didistribusikan secara merata kepada

masyarakat dalam bentuk pendapatan per kapita yang terus meningkat

seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi.

Pendapatan per kapita Kecamatan Bulu pada tahun 2009 sebesar

Rp 2.625.389, 29 ini masih lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan

per kapita wilayah secara keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo yaitu

sebesar Rp 5.222.682, 42. Hal ini berarti kesejahteraan penduduk di

Kecamatan Bulu lebih rendah daripada kesejahteraan penduduk wilayah

lain di Kabupaten Sukoharjo. Tingkat kesejahteraan penduduk akan

berdampak pada tingkat konsumsi gizinya.

Apabila dilihat dengan pendekatan konsumsi, tingkat kesejahteraan

penduduk dapat diketahui dengan pengeluaran untuk konsumsi pangan dan

non pangan, seperti yang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan dan Non Pangan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2003-2007

Tahun Rata-rata pengeluran per kapita per bulan

(Rp)

Pengeluaram Pangan

(%) Non Pangan

(%) 2003 196.728 59,21 40,79 2004 207.475 53,70 46,30 2005 219.985 53,96 46,04 2006 255.649 54,94 45,06 2007 260.446 59,99 40,01

Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo

Rata-rata pengeluaran penduduk per kapita dapat dijadikan sebagai

cermin tingkat pendapatan per kapitanya. Berdasarkan Tabel 12 diketahui

bahwa kesejahteraan penduduk Kabupaten Sukoharjo secara umum masih

rendah. Hal ini terbukti dengan lebih tingginya proporsi pengeluaran untuk

pangan daripada pengeluaran non pangan. Adanya peningkatan pendapatan

juga meningkatkan pengeluaran. Akan tetapi, peningkatan pengeluaran ini

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini menunjukkan

bahwa meskipun pendapatan per kapita terus meningkat, tetapi proporsi

yang diterima oleh masyarakat belum bisa meningkatkan kesejahteraan di

tingkat rumah tangga.

2. Sarana Perekonomian

Kondisi perekonomian suatu wilayah merupakan salah satu

indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Perkembangan

perekonomian dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian yang

memadai. Sarana perekonomian tersebut dapat berupa lembaga-lembaga

perekonomian, baik yang disediakan pemerintah atau pihak swasta serta

dari swadaya masyarakat setempat. Untuk mengetahui lembaga

perekonomian di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 dapat dilihat pada

Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13. Sarana Perekonomian di Kecamatan Bulu Tahun 2009

No. Jenis Sarana dan Fasilitas Jumlah 1. Pasar umum 4 2. Toko kelontong 235 3. Kedai makanan 71

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 2009/2010

Berdasar Tabel 13 dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bulu

tersedia pasar umum, toko kelontong, dan kedai makanan. Hanya terdapat

4 pasar umum di Kecamatan Bulu karena Kecamatan Bulu letaknya jauh

dari pusat kota Sukoharjo, yaitu 18 sejauh km. Akan tetapi, toko kelontong

banyak terdapat di Kecamatan Bulu. Dengan tersedianya toko kelontong

akan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari,

seperti sayur mayur, makanan ringan, dan kebutuhan nonpangan. Selain

itu, tersedia pula kedai makanan sejumlah 71 buah. Dengan adanya kedai

makanan ini, akan memudahkan masyarakat Kecamatan Bulu untuk

membeli makanan jadi.

D. Keadaan Pertanian

Kecamatan Bulu memiliki lahan pertanian berupa lahan sawah, tegal,

pekarangan, dan hutan negara sehingga bisa dikatakan daerah tersebut

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

merupakan daerah yang masih mengandalkan sektor pertanian yang didukung

pula dengan penduduknya yang bekerja pada sektor pertanian pada tahun 2009

menempati jumlah tertinggi, dengan proporsi 25,35 %. Luas panen dan jumlah

produksi tanaman pangan di Kecamatan Bulu dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Luas Panen dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Bulu Tahun 2009

No. Komoditi Luas Panen (Ha) Produksi (ton) 1. Padi sawah 2.525 16.814,00 2. Jagung 475 3.321,00 3. Kacang tanah 1.316 2.145,08 4. Kedelai 136 309,00 5. Ubi kayu 612 10.180,00 6. Ubi jalar 0 0,00 7. Kacang hijau 79 103,00

Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 2009/2010

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa produksi tanaman pangan

yang paling tinggi di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 adalah padi sawah,

yaitu sebesar 16.814 ton. Tingginya produksi padi ini karena 25,47% lahan di

Kecamatan Bulu dimanfaatkan sebagai lahan sawah. Kemudian diikuti dengan

produksi ubi kayu sebesar 10.180 ton dan jagung sebesar 3.321 ton. Produksi

ubi kayu cukup tinggi karena penduduk Kecamatan Bulu memiliki lahan

pekarangan dan tegal yang luas. Penduduk memanfaatkan lahan pekarangan

dan tegalnya untuk ditanami ubi kayu karena tanaman ini tidak perlu

perawatan khusus dan hasilnya dapat dinikmati untuk konsumsi rumah tangga

sendiri serta dijual. Selain itu, penduduk juga memiliki kebiasaan menanam

ubi kayu di pematang sawah. Hal ini juga merupakan faktor pendukung

tingginya produksi ubi kayu di Kecamatan Bulu.

E. Keadaan Ketahanan Pangan Wilayah

1. Ketersediaan Pangan

Pangan dengan kandungan gizi yang cukup merupakan salah satu

kebutuhan dasar yang sangat terpenting untuk diprogramkan secara

berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Faktor

ketersediaan pangan merupakan salah satu aspek penting untuk melihat

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

seberapa besar daya tahan masyarakat akan berbagai ancaman yang

dihadapi.

Tabel 15. Produksi, Ketersediaan, dan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009

No. Komoditi Produksi (ton)

Ketersediaan (ton)

Kebutuhan (ton)

Surplus/ minus (ton)

1. Padi 357.524,00 207.308,00 78.008,00 +129.300,00 2. Jagung 29.471,00 25.640,00 13.868,00 +11.772,00 3. Ubi kayu 52.979,00 45.032,00 47.290,00 -2.258,00 4. Kacang tanah 9.399,00 7.939,00 2.822,00 +5.117,00 5. Kedelai 5.988,00 5.619,00 8.904,00 -3.285,00 6. Kacang hijau 118,00 102,00 924,00 -822,00 7. Daging 7.147,00 7.147,00 3.605,00 +6.842,00 8. Telur 8.523,66 8.524,00 2.539,00 +5.985,00 9. Susu (liter) 779.759,00 779.759,00 2.259.289,00 -1.459.530,00

10. Ikan 1.789,00 1.789,00 9.148,00 -7.359,00 11. Gula 2.268,96 2.268,96 6.419,00 -4.150,04

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, 2010

Berdasar Tabel 15 dapat diketahui bahwa sebagian pangan telah

mampu terpenuhi kebutuhannya, yang terlihat dari adanya surplus pangan

pada beberapa komoditas pangan. Pangan yang telah mampu memenuhi

kebutuhan penduduk Kabupaten Sukoharjo adalah padi, jagung, kacang

tanah, daging, dan telur. Sedangkan pangan yang belum memenuhi

kebutuhannya adalah ubi kayu, kedelai, kacang hijau, susu, ikan, serta

gula. Padi sebagai pangan pokok sekaligus indikator ketersediaan pangan

wilayah mampu mencapai surplus sebesar 129.300 ton dengan

ketersediaan pangan 207.308 ton dan kebutuhan sebesar 78.008 ton. Padi

ditanam di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo sehingga

total produksinya tinggi serta dapat digunakan untuk mencukupi

kebutuhan penduduk dan bahkan terjadi surplus.

Jagung ditanam di 11 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo dengan

sentra produksi adalah Kecamatan Polokarto. Produksi jagung di

Kecamatan Polokarto pada tahun 2009 mencapai 5.463 ton pipilan kering.

Komoditas kacang tanah ditanam di 9 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo

dengan luas panen 9.047 hektar. Kedua komoditas tanaman bahan pangan

ini mengalami surplus persediaan pada tahun 2009. Adanya surplus jagung

dan kacang tanah ini menggambarkan potensi wilayah Kabupaten

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Sukoharjo dalam upaya diversifikasi pangan selain beras yang berbasis

pada sumber daya pangan lokal.

Komoditas kacang hijau mengalami defisit persediaan karena

kacang hijau hanya ditanam di Kecamatan Bulu dan Tawangsari dengan

total produksi 118 ton pada tahun 2009. Kebutuhan kedelai lebih tinggi

daripada produksi dan ketersediaannya sehingga terjadi defisit. Hal yang

serupa terjadi pada komoditas kedelai. Kedelai ditanam di 7 kecamatan di

Kabupaten Sukoharjo. Produksi belum mampu mengimbangi kebutuhan

penduduk, sehingga terjadi defisit.

Beberapa jenis pangan sumber protein hewani seperti daging dan

telur mengalami surplus. Produksi daging terdiri dari daging sapi,

kambing, domba, babi, ayam ras, ayam buras, dan itik. Peternakan sapi

pedaging yang terbesar ada di Kecamatan Polokarto, sedangkan sapi perah

di Kecamatan Mojolaban. Sedangkan ternak kambing, domba, ayam ras,

ayam buras, dan itik tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo, sehingga produksi dagingnya tinggi.

Komoditas gula mengalami defisit sebesar 4.150,04 ton. Hal ini

terjadi karena produksi jauh lebih rendah daripada kebutuhan. Sebenarnya,

tebu diusahakan di seluruh kecamatan di Kabupaten Sukoharjo dengan

luas areal sebesar 1.006,42 hektar. Akan tetapi, produksinya masih rendah

karena teknologi dan kelembagaan yang terbatas. Hasil produksi tebu ini

dibeli oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX yang bekerjasama

dengan petani tebu untuk selanjutnya diolah di pabrik gula yang berlokasi

di Kabupaten Karanganyar. Petani akan menerima fee berupa gula pasir

dari PTPN IX dalam jumlah yang tidak menentu, tergantung pada

besarnya produksi tebu dan rendemennya. Karena produksi masih rendah,

maka fee yang diterima juga rendah, sehingga ketersediaan gula di

Kabupaten Sukoharjo belum bisa memenuhi kebutuhan.

Berdasarkan gambaran ketersediaan pangan tersebut, Kabupaten

Sukoharjo masih kurang dalam pemenuhan kebutuhan protein penduduk,

baik protein nabati yang bersal dari kacang-kacangan maupun protein

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

hewani dari ikan dan susu. Oleh karena itu diharapkan adanya kebijakan

mengenai pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya pangan sumber

protein. Ketersediaan pangan tersebut akan mempengaruhi konsumsi

masyarakat, baik kuantitas maupun kualitas yang nantinya akan

berpengaruh terhadap ketahanan pangan.

2. Konsumsi Energi dan Protein

Konsumsi energi dan protein di Kabupaten Sukoharjo secara lebih

jelas dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Konsumsi Energi dan Protein Menurut Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 (Berdasar Hasil Survei)

No. Kecamatan Konsumsi energi

(kkal/kap/hari)

Konsumsi protein

(gr/kap/hari)

TKE (%)

TKP (%)

1. Tawangsari 903,1 18,4 44,4 34,9 2. Bendosari 990,4 23,1 48,2 43,3 3. Weru 1.013,5 38,5 49,6 72,1 4. Kartasura 1.341,5 52,3 66,1 99,1 5. Polokarto 1.819,0 79,5 89,9 151,0 6. Baki 1.556,4 67,2 77,8 128,9 7. Sukoharjo 1.606,3 64,1 77,8 119,5 8. Mojolaban 1.519,2 50,4 76,7 98,0 9. Grogol 1.719,4 67,3 85,6 129,1 Kabupaten Sukoharjo 1.385,4 51,2 68,4 97,2

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, 2010

Konsumsi energi di masing-masing kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo berdasar hasil survei belum mampu memenuhi Angka

Kecukupan Energi (AKE). Hal ini mengakibatkan nilai konsumsi energi

secara keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo juga belum mencapai AKE

yang dianjurkan, yaitu sebesar 2000 kkal/kap/hari. Demikian halnya untuk

konsumsi protein, secara keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo belum

mampu memenuhi Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan,

yaiitu 52 gram/kap/hari. Namun ada beberapa kecamatan yang telah

mencapai AKP yang dianjurkan, yaitu Kecamatan Kartasura, Polokarto,

Baki, Sukoharjo, dan Grogol; sedangkan konsumsi protein dari 4

kecamatan yang lain masih berada di bawah AKP yang dianjurkan.

Tingginya konsumsi protein di Kabupaten Sukoharjo merupakan

hal yang menarik untuk dikaji karena jika dilihat dari ketersediaan pangan,

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Kabupaten Sukoharjo belum mampu memenuhi beberapa kebutuhan

pangan sumber protein nabati dan hewani seperti kedelai, kacang hijau,

ikan, dan susu. Hal yang sebaliknya terjadi pada konsumsi energi, dimana

ketersediaan pangan sumber energi seperti beras dan jagung berlimpah

(surplus), tetapi konsumsi energi belum mencapai AKE yang dianjurkan.

Masalah-masalah distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh

terhadap harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan dengan pendapatan

rumah tangga, kondisi sosial budaya misalnya pola konsumsi, serta tingkat

pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat berpengaruh kepada

konsumsi dan kecukupan pangan dan gizi rumah tanggga.

3. Pola Pangan Harapan (PPH)

Pola pangan harapan merupakan susunan beragam pangan yang

didasarkan pada sumber energi, baik secara absolut maupun relatif

terhadap total energi tingkat konsumsi. Skor PPH Kabupaten Sukoharjo

belum mencapai skor maksimal. Hal ini dapat dimaklumi karena sulit

mencapai skor PPH yang ideal karena belum berkembangnya diversifikasi

pangan dan masih dominannya pangan pokok berbasis beras. Skor PPH

Kabupaten Sukoharjo dengan perinciannya dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pola Pangan Harapan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 No Kelompok pangan Kalori AKE (%) Skor maksimal Skor PPH

aktual 1. Padi-padian 492,7 24,3 25,0 12,2 2. Umbi-umbian 73,5 3,6 2,5 1,8 3. Pangan hewani 290,6 14,3 24,0 24,0 4. Minyak dan lemak 25,4 1,3 5,0 0,6 5. Buah/biji berminyak 7,4 0,4 1,0 0,2 6. Kacang-kacangan 266,2 13,1 10,0 10,0 7. Gula 54,1 2,7 2,5 1,3 8. Sayur dan buah 168,8 8,3 30,0 30,0 9. Lain-lain 6,8 0,3 0,0 0,0 Jumlah 1385,4 68,4 100,0 80,1

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, 2010

Berdasar Tabel 17, dapat diketahui bahwa diversifikasi pangan

yang dikonsumsi di Kabupaten Sukoharjo belum mencapai skor maksimal.

Masih terjadi kesenjangan antara skor maksimal dan skor PPH untuk

beberapa kelompok pangan seperti padi-padian, umbi-umbian, minyak dan

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

lemak, buah/biji berminyak, dan gula. Hal ini menunjukkan konsumsi

yang masih kurang pada kelompok pangan tersebut, sehingga diperlukan

upaya peningkatan konsumsi kelompok pangan tersebut melalui

penyediaan pangan yang cukup. Sedangkan konsumsi pangan hewani,

kacang-kacangan, sayur dan buah sudah mencapai skor maksimal.

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Rumah Tangga Responden

Karakteristik rumah tangga petani sampel merupakan gambaran secara

umum tentang keadaan dan latar belakang rumah tangga petani sampel yang

berkaitan sekaligus berpengaruh terhadap kegiatannya dalam usahatani padi.

Petani sampel merupakan petani pemilik penggarap yang mengerjakan sawah

dengan sistem pengairan tadah hujan. Karakteristik yang dikaji merupakan

data-data identitas responden dan anggota keluarganya, yang meliputi umur,

pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas kepemilikan lahan sawah, serta

pendapatan rumah tangga yang berasal dari usahatani dan luar usahatani.

Karakteristik rumah tangga petani sampel yang mengusahakan sawah dengan

sistem pengairan tadah hujan di Kecamatan Bulu dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

No. Uraian Keterangan 1. Umur (th)

a. Suami b. Istri

53 43

2. Pendidikan a. Suami

- Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA

b. Istri - Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA - S1

9 11 7 3

7 16 3 2 1

3. Jumlah anggota keluarga (orang) a. Laki-laki b. Perempuan

1 1

4. Luas kepemilikan lahan sawah (ha) 0,37 5. Pendapatan rumah tangga (Rp/th)

a. Usahatani (Rp/th) b. Luar usahatani (Rp/th)

5.482.081,33 5.440.833,33

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 18 dapat kita lihat bahwa rata-rata umur suami

adalah 53 tahun dan rata-rata umur istri 43 tahun. Umur suami dan istri petani

ini berada pada rentang usia produktif, sehingga memungkinkan mereka untuk

47

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

bekerja dan mengerjakan usahataninya secara maksimal serta berusaha

meningkatkan pendapatannya dalam rangka mencukupi kebutuhan rumah

tangga. Usia juga berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecukupan

pangannya.

Tingkat pendidikan kepala keluarga yang paling banyak adalah tamat

SD. Demikian halnya dengan istri, dimana 16 orang tamat SD. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan suami dan istri masih rendah. Tingkat

pendidikan akan berpengaruh pada pola pikir responden. Pendidikan formal

yang telah ditempuh akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam

mengelola usahataninya dan mencukupi kebutuhan rumah tangga baik pangan

maupun nonpangan.

Berdasarkan sebaran data yang paling banyak muncul (modus),

diketahui bahwa jumlah anggota keluarga responden terdiri dari 1 laki-laki dan

1 perempuan. Besarnya jumlah anggota keluarga berpengaruh pada distribusi

pangan dalam rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga

petani, maka total konsumsi pangan juga akan semakin tinggi. Akan tetapi,

konsumsi per orang dari rumah tangga petani yang memiliki banyak anggota

cenderung lebih sedikit karena jumlah pangan terbatas dan harus

didistribusikan untuk seluruh anggota rumah tangga. Padahal setiap anggota

memiliki karakteristik umur, jenis kelamin, dan kebutuhan energi yang

berbeda-beda. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat konsumsi energinya.

Rata-rata luas kepemilikan lahan sawah petani adalah 0,37 hektar.

Lahan sawah ini berupa sawah tadah hujan yang dikerjakan sendiri oleh petani.

Sawah tadah hujan ini dapat ditanami dua kali dalam satu tahun dan merupakan

sumber pendapatan bagi petani. Luas sawah akan berpengaruh pada produksi

dan pendapatan petani. Rata-rata pendapatan petani yang berasal dari usahatani

adalah Rp 5.482.081,33 per tahun, sedangkan rata-rata pendapatan yang berasal

dari luar usahatani adalah Rp 5.440.833,33 per tahun. Pada penelitian ini,

responden adalah petani pemilik penggarap sehingga pendapatan usahatani

adalah pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi selama dua kali musim

tanam. Pada musim tanam II, tanaman padi diserang hama keong, sehingga

pendapatan yang berasal dari usahatani menurun.

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Pada musim kemarau, petani tidak menanami lahan sawahnya (bero)

karena tidak tersedia cukup air sehingga sumber pendapatan diperoleh dari luar

usahatani. Jenis pekerjaan di luar usahatani yang dikerjakan petani pada masa

bero adalah buruh bangunan dan berdagang jamu di luar kota. Di samping itu,

terdapat pula sumber pendapatan lain yang berasal dari warung serba ada,

merantau, dan pemberian dari anak. Petani mengambil keputusan untuk bekerja

di luar usahatani karena mereka tidak dapat mencukupi kebutuhannya hanya

dengan mengandalkan pendapatan dari usahatani saja. Oleh karena itu, mereka

terus berupaya meningkatkan pendapatannya.

Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu faktor penentu kualitas

dan kuantitas konsumsi pangan. Rumah tangga dengan pendapatan yang tinggi

cenderung mengutamakan kualitas daripada kuantitas makanan. Sebaliknya,

apabila pendapatan rumah tangga rendah, maka pemenuhan konsumsi pangan

lebih mengutamakan kuantitas pangan yang cukup dan mengenyangkan, tanpa

memperhatikan zat gizi yang terkandung di dalamnya.

B. Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga

Ketersediaan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan,

yang mengacu pada pangan yang tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat

memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Ketersediaan pangan yang

yang dianalisis dalam penelitian ini adalah ketersediaan pangan pokok berupa

beras. Beras dipilih sebagai indikator ketersediaan dan karena sampai saat ini,

beras/nasi masih menjadi makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar

masyarakat Indonesia pada umumnya dan penduduk Kecamatan Bulu

khususnya. Selain memiliki kandungan energi yang cukup besar, beras

merupakan sumber protein yang baik, sehingga beras juga merupakan makanan

sumber protein bagi rumah tangga. Dengan demikian, beras dianggap cukup

peka dalam menggambarkan ketersediaan pangan suatu wilayah.

Ketersediaan pangan pokok rumah tangga merupakan sejumlah beras

yang tersedia dan siap dikonsumsi oleh keluarga sebagai makanan pokok. Salah

satu syarat terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga adalah tersedianya

pangan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah

tangga. Ketersediaan pangan pokok dalam rumah tangga dihitung denggan

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

menambahkan semua input (sumber) beras yang berasal dari produksi

usahatani selama dua musim tanam, pembelian beras dengan harga normal, dan

dari pembelian raskin (bagi penerima raskin), kemudian hasilnya dikurangi

dengan pengeluaran (output) seperti penjualan hasil usahatani selama dua

musim tanam, zakat fitrah (bagi yang beragama Islam), dan diberikan pada

pihak lain (anak, saudara, dan hajatan tetangga). Besarnya proporsi input

pangan pokok dari berbagai sumber dan output untuk berbagai keperluan petani

dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Rata-rata Ketersediaan Pangan Pokok Pada Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo Keterangan Beras Energi

Gr/kap/hari Kw/RT/th Kkal/kap/hari % INPUT

1. Produksi Usahatani a. MT I b. MT II

940,20 781,67

13,73 11,41

3.384,71 2.814,05

53,41 44,40

2. Pembelian (harga normal) 34,40 0,50 123,83 1,95 3. Pembelian (harga raskin) 4,17 0,06 15,00 0,24

Jumlah input 1.760,44 25,70 6.337,59 100,00 OUTPUT

1. Penjualan a. MT I b. MT II

714,17 654,82

10,43

9,56

2.571,03 2.357,34

50,61 46,40

2. Zakat fitrah 5,21 0,08 18,75 0,37 3. Diberikan pada pihak lain 37,04 0,54 133,34 2,62

Jumlah output 1.411,24 20,61 5.080,46 100,00 Ketersediaan 349,20 5,09 1.257,13

Sumber : Diadopsi dan diolah dari Lampiran 2-3

Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa sumber (input) pangan pokok

berasal dari produksi usahatani, pembelian dengan harga normal, dan

pembelian dengan harga raskin. Besarnya input pangan pokok yang berasal dari

produksi padi pada musim tanam I sebesar 940,20 gram/kap/hari dan

menyumbang energi sebesar 3.384,71 kkal/kap/hari atau 53,41 % dari total

input pangan pokok. Sedangkan dari musim tanam II, jumlah beras yang

dihasilkan lebih kecil dari musim tanam I, yaitu 781,67 gram/kap/hari dan

menyumbang energi sebesar 2.814,05 kkal/kap/hari atau 44,40 % dari total

input pangan pokok. Hasil panen pada musim tanam II lebih rendah karena

terjadi serangan hama berupa keong saat musim tanam II ini, sehingga sebagian

sawah rusak dan tidak dapat menghasilkan padi. Dengan rata-rata anggota

rumah tangga sebanyak 4 orang, maka produksi usahatani yang dihasilkan pada

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

musim tanam I dan II masing-masing setara dengan 13,73 kw/rumah

tangga/tahun dan 11,41 kw/rumah tangga/tahun.

Input pangan pokok yang berasal dari produksi usahatani selama musim

tanam I dan II ini merupakan sumber beras terbesar yang diperoleh rumah

tangga petani, yaitu sebesar 97,81 % dari total input pangan pokok. Meskipun

kondisi lahan yang diusahakan petani berupa sawah tadah hujan, tetapi hasil

produksinya masih mendominasi proporsi input pangan pokok dalam rumah

tangga petani. Lahan sawah tadah hujan adalah sawah yang menggantungkan

pengairannya pada curahan air hujan saja. Dalam penelitian ini, seluruh

responden mengerjakan sawah tadah hujan, dimana dalam satu tahun hanya

bisa diusahakan selama dua musim tanam saja.

Apabila kebutuhan air tercukupi serta tidak terserang hama dan

penyakit, rata-rata produksi padi sawah tadah hujan di Desa Tiyaran sebagai

sampel lokasi penelitian dapat mencapai 4,28 ton GKG/ha. Angka ini masih

lebih rendah apabila dibandingkan dengan produktivitas padi secara

keseluruhan di Kecamatan Bulu, yaitu sebesar 6,66 ton GKG/ha. Hal ini

disebabkan karena Desa Tiyaran hanya memiliki sawah dengan jenis irigasi ½

teknis dan tadah hujan. Meskipun Desa Tiyaran berbatasan langsung dengan

Kabupaten Wonogiri dan dekat dengan saluran irigasi induk Colo Barat yang

berasal dari Waduk Gajah Mungkur, tetapi tidak dapat dibangun saluran irigasi

teknis di wilayah ini. Alasannya adalah karena letak Desa Tiyaran lebih tinggi

dibandingkan dengan saluran irigasi. Akibatnya, 95 hektar sawah di Desa

Tiyaran hanya dapat mengandalkan pengairan dari air hujan saja, sedangkan 34

hektar sawah menggunakan irigasi ½ teknis dengan sistem pompa diesel.

Pemerintah telah berupaya untuk membantu petani sawah tadah hujan

di wilayah Kecamatan Bulu ini dengan membangun sumur irigasi di lahan

sawah dan memberikan 4 unit pompa diesel. Petani membayar biaya

operasional sebesar Rp 400.000,00 per musim tanam apabila menggunakan

pompa diesel ini. Tetapi tidak semua lahan dapat diairi dari sumur karena

sumur tidak dibangun di semua lahan petani. Di beberapa petak lahan,

meskipun sumur sudah digali, tetapi tidak mengeluarkan mata air. Oleh karena

itu, petani tetap menggantungkan pengairan sawahnya dari air hujan. Selama

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

musim kemarau, sawah tidak ditanami atau bero. Alasannya adalah karena

meskipun ditanami palawija, keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan

biaya dan tenaga yang dikeluarkan. Petani lebih memilih untuk bekerja di

sektor lain seperti berdagang dan menjadi buruh bangunan atau merantau ke

kota selama musim bero.

Sumber lain dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok adalah dengan

pembelian. Input pangan pokok yang berasal dari pembelian yaitu sebesar

34,40 gram/kap/hari dan menyumbang energi sebesar 123,83 kkal/kap/hari atau

1,95 % dari total input pangan pokok. Dengan rata-rata anggota rumah tangga

sebanyak 4 orang, maka dalam satu tahun, input pangan pokok yang diperoleh

dari pembelian setara dengan 0,50 kw/rumah tangga/tahun.

Frekuensi pembelian beras yang dilakukan oleh rumah tangga petani

tidak menentu. Persediaan beras dari musim tanam I pada umumnya dapat

digunakan untuk konsumsi hingga panen pada musim tanam II, sehingga tidak

perlu melakukan pembelian beras. Akan tetapi, jeda waktu antara musim tanam

II dengan musim tanam berikutnya cukup panjang yaitu selama musim

kemarau atau sekitar 6 hingga 7 bulan, sehingga petani tidak memperoleh beras

dari produksi usahatani karena sawah tidak ditanami (bero). Pada jeda waktu

ini, biasanya rumah tangga melakukan pembelian beras untuk mencukupi

kebutuhan konsumsi. Pembelian tidak dilakukan secara kontinyu, tetapi

berdasarkan kebutuhan masing-masing rumah tangga.

Rumah tangga petani sebenarnya menghindari pembelian beras karena

mereka adalah produsen beras, sehingga selalu berusaha untuk mencukupi

kebutuhan beras dengan hasil produksi sendiri dan meminimalisasi pembelian

beras. Berdasarkan hal ini, petani seharusnya menyimpan lebih banyak beras

dari musim tanam II untuk persediaan selama sawah tidak ditanami dan tidak

menghasilkan beras. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa

persentase hasil panen dalam bentuk beras yang tidak dijual atau dibawa pulang

sebagai persediaan dari musim tanam I sebesar 22,04 %. Angka ini lebih tinggi

dari persentase hasil panen yang menjadi persediaan di rumah dari musim

tanam II, yaitu 16,23 %. Petani tidak menyimpan lebih banyak beras dari

musim tanam II untuk persediaan karena pada musim tanam II, harga jual

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

gabah kering giling (GKG) meningkat sehingga petani terdorong untuk menjual

hasil panennya dan memperoleh pendapatan berupa uang.

Selain kedua sumber di atas, pangan pokok juga diperoleh dari

pembelian beras miskin (raskin) dengan harga khusus sesuai yang telah

ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 1.600,00 per kilogram. Pada penelitian ini,

rumah tangga sampel yang menerima raskin sebanyak 3 rumah tangga atau 10

% saja. Oleh karena itu, pembelian raskin di Kecamatan Bulu memberikan

kontribusi yang sangat kecil bagi ketersediaan pangan pokok rumah tangga

petani.

Input pangan pokok yang diperoleh dari pembelian berupa beras miskin

(raskin) sebesar 4,17 gram/kap/hari dan menyumbang energi sebesar 15

kkal/kap/hari atau 0,24 % dari total input pangan pokok. Dengan rata-rata

anggota rumah tangga sebanyak 4 orang, maka dalam satu tahun, input pangan

pokok yang diperoleh dari pembelian raskin setara dengan 0,06 kw/rumah

tangga/tahun. Sistem pembagian raskin di Kecamatan Bulu ini dilakukan secara

bergiliran dengan jumlah yang diterima tiap rumah tangga miskin adalah 15 kg.

Kendala dalam pembagian raskin ini adalah seringkali raskin terlambat

didistribusikan dampai ke tingkat desa-desa, sehingga akan menghambat pula

proses pembagiannya sampai ke rumah tangga.

Pangan pokok yang diperoleh oleh rumah tangga petani tidak hanya

dimanfaatkan untuk konsumsi saja, tetapi juga untuk dijual, zakat fitrah, dan

diberikan kepada pihak lain. Persentase terbesar dari berbagai alokasi tersebut

adalah dijual karena hasil penjualan digunakan sebagai sumber pendapatan

untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan untuk membiayai usahatani

pada musim tanam selanjutnya.

Output pangan pokok dari usahatani pada musim tanam I yang dijual

sebesar 714,17 gram/kap/hari yang setara dengan energi sebesar 2.571,03

kkal/kap/hari atau 50,61 % dari total output beras. Sedangkan pada musim

tanam II, jumlah pangan pokok yang dijual adalah 654,82 gram/kap/hari yang

setara dengan energi sebesar 2.357,34 kkal/kap/hari atau 46,40 % dari total

output beras. Dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4 orang, maka

jumlah pangan pokok yang dijual pada musim taman I dan II masing-masing

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

setara dengan 10,43 kw/rumah tangga/tahun dan 9,56 kw/rumah tangga/tahun.

Output pangan pokok dari produksi usahatani selama musim tanam I dan II ini

merupakan output beras terbesar yang dikeluarkan rumah tangga petani, yaitu

sebesar 97,01 % dari total output pangan pokok.

Petani menjual hasil usahataninya dalam bentuk gabah kering giling

(GKG). Petani di Kecamatan Bulu memiliki kebiasaan untuk panen sendiri,

kemudian melakukan pengelolaan pasca panen berupa pengeringan gabah

hingga siap digiling menjadi beras dengan cara dijemur di bawah sinar

matahari langsung. Adapun nilai konversi GKG ke beras adalah 62,74 %.

Artinya, dari setiap 100 kuintal GKG dapat diperoleh 62,74 kuintal beras.

Selain dijual, rumah tangga petani juga menggunakan beras untuk zakat

fitrah dan diberikan kepada pihak lain. Pangan pokok yang digunakan untuk

zakat fitrah sebesar 2,5 kg/kap/tahun Anggota rumah tangga yang memberikan

zakat fitrah adalah orang tua dan anak-anak yang masih tinggal dalam satu

rumah serta belum berpenghasilan sendiri. Besarnya pangan pokok yang

digunakan untuk zakat fitrah adalah 5,21 gram/kap/hari yang setara dengan

energi sebesar 18,75 kkal/kap/hari atau 0,37 % dari total output pangan pokok.

Persentase pangan pokok untuk zakat fitrah hanya sedikit karena dikeluarkan

dalam jumlah yang kecil dan hanya satu kali dalam satu tahun.

Output pangan pokok juga diberikan pada pihak lain, yaitu anak,

saudara, dan hajatan tetangga. Besarnya pangan pokok yang diberikan pada

pihak lain adalah 37,04 gram/kap/hari yang setara dengan energi sebesar

133,34 kkal/kap/hari atau 2,62 % dari total output pangan pokok. Beberapa

rumah tangga yang memiliki anak yang tinggal di kota lain seringkali

menyisihkan sebagian beras dari hasil panen untuk diberikan pada anaknya.

Meskipun jumlahnya hanya sedikit, tetapi petani yang berperan sebagai orang

tua ingin membagikan hasil panen kepada anaknya sebagai bentuk perhatian

dan kasih sayang yang tidak bisa diwujudkan dalam bentuk uang.

Di samping itu, pangan pokok juga diberikan pada saudara atau

tetangga yang sedang memiliki hajatan. Meskipun kebiasaan

memberikan/menyumbangkan beras saat hajatan sudah mulai ditinggalkan,

tetapi ada beberapa rumah tangga responden yang masih menggunakan sistem

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

ini. Hal ini dilakukan terutama apabila orang yang mengadakan hajatan adalah

saudara atau tetangga dekat. Jumlah beras yang diberikan kepada saudara atau

tetangga besarnya berbeda-beda, tergantung persediaan beras yang dimiliki dan

tingkat kedekatan hubungan antara responden dengan pihak yang akan diberi

beras. Kisaran beras yang diberikan pada setiap hajatan sekitar 10 kg hingga 25

kg.

Rata-rata ketersediaan beras pada rumah tangga petani di Kecamatan

Bulu adalah 349,20 gram/kap/hari atau setara dengan energi sebesar 1.257,13

kkal/kap/hari. Ketersediaan pangan pokok ini masih tergolong rendah, karena

nilainya kurang dari 1400 kkal/kap/hari. Hal ini disebabkan oleh berbagai

faktor seperti faktor ekonomi, sifat lahan budidaya padi, dan kebiasaan dalam

menyimpan beras dalam rumah tangga. Ketersediaan pangan pokok rumah

tangga akan bervariasi sesuai dengan besar input dan output pangan pokok dari

masing-masing rumah tangga. Sebaran ketersediaan beras pada rumah tangga

petani sampel secara rinci disajikan dalam Tabel 20.

Tabel 20. Sebaran Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga Responden di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

No. Kategori ketersediaan pangan pokok Jumlah % 1. Tinggi 2 6,67 2. Sedang 6 20,00 3. Rendah 22 73,33

Jumlah 30 100,00

Sumber : Diolah dari Lampiran 4

Kategori ketersediaan pangan pokok dibagi dalam tiga kelas, yaitu

rendah (ketersediaan pangan pokok < 1400 kkal/kap/hari), sedang (ketersediaan

pangan pokok berada pada kisaran 1400-1600 kkal/kap/hari), dan tinggi

(ketersediaan pangan pokok > 1600 kkal/kap/hari). Berdasarkan Tabel 20

diketahui bahwa sebanyak 73,33 % rumah tangga responden memiliki

ketersediaan pangan pokok yang rendah dan hanya 6,67 % rumah tangga saja

yang ketersediaan pangan pokoknya tinggi.

Ketersediaan pangan pokok pada rumah tangga petani ini salah satunya

dipengaruhi oleh hasil produksi usahatani. Rumah tangga responden

merupakan rumah tangga pertanian yang tidak memperoleh pendapatan secara

kontinyu dari usahatani yang dijalaninya. Hal ini disebabkan sektor pertanian

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

terutama usahatani padi bergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat

dikendalikan oleh petani, seperti musim, pengairan, hama dan penyakit, serta

harga. Apalagi lahan pertanian yang diusahakan oleh petani di Kecamatan Bulu

adalah lahan sawah tadah hujan. Hal ini semakin meningkatkan ketergantungan

petani kepada alam. Sawah tadah hujan di Kecamatan Bulu sepenuhnya

mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairannya. Apabila intensitas hujan

menurun, maka padi akan kekurangan air dan akan berdampak pada turunnya

produksi padi, yang selanjutnya mempengaruhi ketersediaan pangan pokok

dalam rumah tangga petani. Sebaliknya, apabila air tersedia terlalu banyak,

maka sawah menjadi tergenang dan akan berdampak pada berkembangnya

hama yang akan menyerang tanaman. Serangan hama juga akan menurunkan

produksi.

Beberapa faktor sosial ekonomi tertentu, seperti lahan pertanian yang

sempit, kemiskinan, dan pendapatan yang rendah juga menyebabkan

ketersediaan pangan rendah. Ketiga hal ini merupakan permasalahan yang

saling berkaitan dan masih dihadapi oleh rumah tangga petani khususnya di

Kecamatan Bulu. Lahan pertanian yang sempit disebabkan kerena jumlah

rumah tangga pertanian semakin banyak, sementara lahan pertanian jumlahnya

tetap. Luas sempitnya lahan pertanian berdampak pada produksi dan

pendapatan petani. Apabila lahan pertanian sempit, maka produksi usahatani

menjadi rendah dan berakibat pada rendahnya pendapatan petani.

Sebagian besar kebutuhan pangan masyarakat yang tinggal di pedesaan

dipenuhi dari produksi setempat. Gangguan terhadap kelancaran produksi dapat

berpotensi memicu kekurangan pangan. Apabila kekurangan pangan pokok

secara makro dapat dipenuhi dengan impor/transfer dari daerah lain, belum

tentu masyarakat di tingkat rumah tangga mampu menjangkaunya karena

kegagalan produksi berdampak pada penurunan pendapatan yang juga akan

menurunkan daya beli.

Ketersediaan pangan pokok yang rendah akan berpengaruh terhadap

tingkat konsumsi gizi rumah tangga. Berdasar survei konsumsi pangan

Kabupaten Sukoharjo tahun 2009, beras (padi-padian) merupakan penyumbang

energi terbesar dalam konsumsi pangan rumah tangga, yaitu sebesar 493,7

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

kkal/kap/hari dari total kalori semua kelompok bahan pangan sebesar 1.385,4

kkal/kap/hari. Oleh karena itu, ketersediaan beras rumah tangga dalam jumlah

yang cukup sangat penting agar kebutuhan kalori setiap anggota rumah tangga

dapat tercukupi.

C. Konsumsi Pangan Rumah Tangga

1. Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan petani di Kecamatan Bulu dipengaruhi oleh

berbagai faktor, seperti faktor ekonomi dan harga, kebiasaan, serta sosial

budaya setempat. Pola konsumsi pangan meliputi jenis dan frekuensi

makan. Jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh responden terdiri dari

bahan pangan pokok, umbi-umbian, sumber protein hewani, sumber

protein nabati, sayur-sayuran, buah-buahan, minyak, makanan jadi, dan

lain-lain. Frekuensi makan dibedakan menjadi 6, yaitu >1 kali per hari, 1

kali per hari, 4-6 kali per minggu (sering), 1-3 kali per minggu (cukup

sering), 1 kali per bulan (jarang), dan tidak pernah mengkonsumsi sama

sekali. Distribusi jenis dan frekuensi makan responden dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 21.

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Tabel 21. Distribusi Jenis Bahan Pangan dan Frekuensi Makan Petani Responden di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

No. Bahan pangan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg (sering)

1-3x/mg (cukup sering)

1x/bln (jarang)

Tdk pernah Total

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % 1. Bahan pangan pokok

a. Beras b. Jagung c. Roti

30

100

1

3,3

9

30,0

6 11

20,0 36,7

24 9

80,0 30,0

30 30 30

100 100 100

2. Umbi-umbian a. Ubi kayu b. Ubi jalar c. Kentang

1 1

3,3 3,3

10 1 6

33,3

3,3 20,0

17 21 24

56,7 70,0 80,0

2 7

6,7

23,3

30 30 30

100 100 100

3. Sumber protein hewani a. Ayam b. Dging sapi c. Telur ayam d. Lele e. Bandeng f. Teri g. Ikan asin

12

4

40,0

13,3

12 1

18 2

6 8

40,0

3,3 60,0

6,7

30,0 26,7

17 6

18 13 14 14

56,7 20,0

60,0 43,3 46,7 46,7

1

23

10 17 4 4

3,3

76,7

3,3 56,7 13,3 13,3

30 30 30 30 30 30 30

100 100 100 100 100 100 100

4. Sumber protein nabati a. Kacang tanah b. Kacang hijau c. Kedelai d. Tahu e. Tempe

29 30

96,7 100,0

1

3,3

7

23,3

14 1

46,7

3,3

9

29 30

30,0 96,7

100,0

30 30 30 30 30

100 100 100 100 100

5. Sayur-sayuran a. Bayam b. Kangkung c. Daun singkong d. Daun pepaya e. Tomat f. Kacang panjang g. Buncis h. Wortel i. Cabai

3

1 16

10,0

3,3 53,3

22 15 8

1 2 4

29 12

73,3 50,0 26,7

3,3 6,7

13,3 96,7 40,0

5

12 17

21 21 17

2

16,7 40,0 56,7

70,0 70,0 56,7

6,7

3 5

17 8 6 9

10,0 16,6 56,7 26,7 20,0 30,0

13

1

43,3

3,3

30 30 30 30 30 30 30 30 30

100 100 100 100 100 100 100 100 100

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

No. Bahan pangan >1x/hr 1x/hr 4-6x/mg (sering)

1-3x/mg (cukup sering)

1x/bln (jarang)

Tdk pernah Total

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % Σ % 6. Buah-buahan

a. Pisang b. Pepaya c. Jeruk d. Mangga

4 2 1 1

13,3

6,7 3,3 3,3

8 4 2 2

26,7 13,3

6,7 6,7

17 13 14 3

56,7 43,3 46,7 10,0

1

11 13 24

3,3

36,7 43,3 80,0

30 30 30 30

100 100 100 100

7. Minyak a. Minyak goreng b. Margarin c. Kelapa

16

53,3

14

46,7

4

13,3

19

63,3

11 7

36,7 23,3

19

63,3

30 30 30

100 100 100

8. Lain-lain a. Susu b. Teh c. Kopi d. Mi instan e. Gula pasir f. Garam g. Bumbu dapur

11

21 30 30

36,7

70,0 100,0 100,0

17 2

9

56,7 6,7

30,0

2 2 3 7

6,7 6,6

10,0 23,3

1

4

18

3,3

13,3 60,0

1

11 4

3,3

36,7 13,3

26

10 1

86,7

33,3

3,3

30 30 30 30 30 30 30

100 100 100 100 100 100 100

9. Makanan jadi a. Bakso b. Mi ayam c. Gado-gado d. Mi thoprak e. Soto f. Tahu kupat

11

36,7

3 2 1 8

10,0 6,7 3,3

26,7

22 23 14 6 6 4

73,3 76,7 46,7 20,0 20,0 13,3

8 4

14 23 5

26

26,7 13,3 46,7 76,7 16,7 86,7

30 30 30 30 30 30

100 100 100 100 100 100

Sumber : Diadopsi dan diolah dari Lampiran 5

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Bahan pangan pokok yang selalu dikonsumsi adalah beras, dengan

frekuensi makan >1 kali per hari. Hal ini menunjukkan bahwa beras

masih menjadi pangan pokok petani, meskipun ketersediaannya rendah.

Petani akan selalu mengusahakan agar seluruh anggota keluarganya bisa

makan nasi 3 kali per hari. Jagung dikonsumsi oleh 20% dengan frekuensi

1 kali per bulan. Sedangkan roti yang merupakan pangan olahan dari

tepung terigu dikonsumsi oleh 36,7% dengan frekuensi 1 kali per bulan.

Adapun responden yang tidak pernah mengkonsumsi jagung dan roti

masing-masing sebanyak 24 orang dan 9 orang.

Semua rumah tangga responden memiliki pola konsumsi pangan

pokok tunggal yaitu beras. Artinya, beras dikonsumsi juga oleh seluruh

anggota rumah tangga tersebut sebagai makanan pokok sehari-hari.

Masyarakat telah meninggalkan pola pangan lokal seperti jagung, umbi-

umbian, dan beralih ke pola pangan pokok nasional yaitu beras. Beras

merupakan pangan pokok yang menjadi makanan sumber energi utama

bagi penduduk. Kandungan energi dalam 100 kg beras adalah 360 kkal

dan protein sebesar 8,4 gram.

Ketersediaan pangan pokok dalam jumlah yang cukup dan aman

menjadi hal yang penting karena pola konsumsi pangan pokok rumah

tangga petani adalah beras. Meskipun ketersediaan pangan pokok rata-

rata di Kecamatan Bulu termasuk dalam kategori rendah, tetapi penduduk

tetap mengupayakan agar dapat mengkonsumsi nasi sebagai pangan

pokok. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pembelian. Hal ini

membuktikan bahwa beras menjadi pangan pokok tunggal bagi penduduk

Kecamatan Bulu.

Bahan pangan lain yang termasuk dalam pangan pokok seperti

jagung dan roti hanya dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau

selingan. Sedangkan beras/ nasi dikonsumsi tiga kali per hari. Hal ini

menunjukkan bahwa meskipun ketersediaan pangan pokok rendah, petani

selalu berupaya agar dapat makan tiga kali sehari, karena nasi merupakan

sumber energi utama yang sangat diperlukan tubuh dan dapat

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

memberikan rasa kenyang. Petani dan anggota keluarganya merasa belum

kenyang dan belum puas bila belum makan nasi.

Pola pangan pokok berupa beras ini sulit diubah walaupun rumah

tangga menghadapi paceklik seperti saat musim tanam yang kedua di

Kecamatan Bulu, dimana sebagian besar petani gagal panen karena

tanaman padi diserang hama keong. Akan tetapi rumah tangga petani

tetap mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok. Petani juga tidak

mengganti beras sebagai pangan pokok meskipun harga beras terus

meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga beras berdampak

kecil pada penurunan konsumsi beras.

Pelaksanaan penganekaragaman konsumsi menuju konsumsi

pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman merupakan salah satu

upaya yang dilakukan dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberikan manfaat yang

besar, apabila mampu menggali dan mengembangkan potensi sumber-

sumber pangan lokal. Selain itu, pola konsumsi pangan yang bergizi

seimbang juga mensyaratkan perlunya diversifikasi pangan dalam menu

sehari-hari. Salah satu potensi sumber pangan lokal yang dapat

dikembangkan di Kecamatan Bulu adalah kelompok umbi-umbian.

Umbi-umbian merupakan makanan sumber energi di samping

makanan pokok. Umbi-umbian sebenarnya dapat digunakan sebagai

substitusi beras. Akan tetapi pangan ini miskin protein, sehingga jika

digunakan sebagai pangan pokok, maka diperlukan makanan tambahan

yang mengandung cukup protein. Ubi kayu merupakan jenis umbi-

umbian yang lebih sering dikonsumsi oleh responden dibandingkan

dengan ubi jalar dan kentang. Petani memanfaatkan pekarangan rumah,

pematang sawah, atau tanah pinggiran sawah untuk ditanami ubi kayu

karena tanaman ini mudah tumbuh dan tidak memerlukan perawatan

khusus. Hasil panen ubi kayu ini digunakan untuk konsumsi sendiri

sebagai makanan selingan. Petani gemar menanam ubi kayu karena

tanaman ini tidak perlu perawatan khusus dan hasilnya dapat digunakan

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

sebagai makanan tambahan dalam rumah tangga petani. Ubi kayu

biasanya dikonsumsi dalam bentuk singkong goreng. Sedangkan ubi jalar

jarang ditanam oleh petani karena umbinya tidak bisa membesar. Hal ini

disebabkan oleh kondisi tanah yang tidak cocok ditanami ubi jalar.

Akan tetapi pangan berupa umbi-umbian relatif jarang

dikonsumsi. Berdasar Tabel 21, diketahui bahwa sebanyak 70 %

responden hanya mengkonsumsi ubi kayu 1 kali per bulan dan bahkan

sebanyak 23,3 % tidak pernah mengkonsumsinya. Ubi jalar hanya

dikonsumsi oleh 56,7% responden sebanyak 1 kali per bulan. Sedangkan

kentang dikonsumsi oleh 80 % responden sebanyak 1 kali per bulan.

Umbi-umbian sebenarnya dapat dikonsumsi sebagai makanan

sumber energi di samping pangan pokok. Akan tetapi, petani kurang

tertarik untuk memanfaatkannya sebagai sumber karbohidrat karena

belum berkembangnya diversifikasi pangan. Umbi-umbian hanya diolah

sekadarnya saja sehingga cita rasanya tidak bervariasi dan kurang

menarik untuk dikonsumsi. Mengingat rendahnya ketersediaan beras di

tingkat rumah tangga petani, maka perlu diupayakan peningkatan

konsumsi umbi-umbian sehingga dapat digunakan sebagai pangan

pengganti beras jika suatu saat beras tidak mencukupi bagi konsumsi

rumah tangga.

Hal ini didukung dengan tingginya produksi ubi kayu di

Kecamatan Bulu pada tahun 2009, dimana produksi ubi kayu mencapai

10.180 ton. Pemanfaatan ubi kayu sebagai pangan sumber energi di

samping beras akan meningkatkan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) yang

masih tergolong kurang. Pengetahuan mengenai diversifikasi pengolahan

pangan lokal tentunya diperlukan agar umbi-umbian khususnya ubi kayu

dapat diolah menjadi pangan yang lebih bervariasi sehingga minat

mengkonsumsi ubi kayu meningkat. Dengan demikian, ubi kayu dapat

dimanfaatkan sebagai pangan sumber energi selain beras.

Makanan sumber protein hewani yang dikonsumsi petani berupa

ayam, daging sapi, telur ayam, lele, bandeng, teri, dan ikan asin. Sebaran

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

konsumsi ayam terbanyak adalah 1 kali per bulan yang dilakukan oleh 17

responden (56,7%). Daging sapi jarang dikonsumsi oleh petani. Sebanyak

23 responden (76,7%) tidak pernah mengkosumsinya. Hal ini disebabkan

mahalnya harga daging sapi, sehingga responden enggan membelinya.

Berdasar data ketersediaan pangan di tingkat Kabupaten

Sukoharjo, kebutuhan daging lebih kecil dibandingkan produksi dan

ketersediaannya sehingga terjadi surplus. Mekanisme pasar dan distribusi

pangan antarlokasi serta antarwaktu dengan mengandalkan stok/

persediaan akan berpengaruh pada keseimbangan antara ketersediaan dan

konsumsi, serta pada harga yang terjadi di pasar. Faktor harga akan

mempengaruhi daya beli rumah tangga terhadap pangan. Dengan

demikian, meskipun komoditas daging tersedia di pasar, tetapi karena

harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau daya beli rumah tangga petani,

maka rumah tangga tidak dapat mengakses pangan tersebut. Kondisi

inilah yang terjadi pada rumah tangga petani di Kecamatan Bulu.

Telur ayam dikonsumsi oleh 18 responden (60%) sebanyak 1-3

kali per minggu. Telur ayam merupakan pangan sumber protein hewani

yang sering dikonsumsi dalam rumah tangga petani karena harganya yang

terjangkau dan praktis dalam pengolahnnya. Ikan asin cukup sering

dikonsumsi karena merupakan jenis lauk pauk yang murah, nglawuhi, dan

mudah pengolahannya. Ikan awetan lain yang dikonsumsi adalah teri,

dengan 14 responden (46,7%) mengkonsumsi 1 kali per bulan.

Pangan sumber protein hewani merupakan pangan yang kaya akan

protein, sehingga pangan ini merupakan pangan pembangun tubuh yang

sangat baik. Pangan sumber protein hewani yang paling sering

dikonsumsi oleh rumah tangga petani adalah telur ayam dan ikan asin.

Telur ayam digemari karena praktis dan mudah dalam pengolahannya.

Selain itu, harganya juga lebih murah dibandingkan pangan sumber

protein hewani lain seperti ayam, daging sapi, dan ikan segar. Harga 1 kg

telur ayam adalah Rp 12.500,00. Harga ini paling murah dibandingkan

dengan harga 1 kg ayam (Rp 20.000,00), 1 kg daging sapi

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

(Rp 62.000,00), dan 1 kg ikan segar misalnya lele (Rp 17.000,00)

Sedangkan ikan asin digemari karena harganya murah dan merupakan

lauk pauk yang enak. Jenis ikan asin yang dikonumsi di Kecamatan Bulu

adalah ikan tongkol dengan harga Rp 10.000 per kg.

Makanan sumber protein nabati yang dikonsumsi petani berupa

kacang tanah, kacang hijau, tahu, dan tempe. Kacang tanah dikonsumsi

oleh 46,7% responden sebanyak 1 kali per bulan. Rumah tangga

mendapatkan kacang tanah dari pembelian di pasar berupa kacang tanah

rebus yang masih ada kulit luarnya. Kacang hijau hanya dikonsumsi oleh

1 responden (3,3%) sebanyak 1 kali per bulan.

Kacang tanah merupakan pangan sumber protein nabati yang lebih

sering dikonsumsi oleh responden dibandingkan dengan kacang hijau dan

kedelai. Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang saling

melengkapi dengan padi-padian, seperti beras dan tepung terigu. Kacang-

kacangan memberikan sekitar 135 kkal per 100 gram bagian yang dapat

dimakan. Jika kita mengkonsumsi kacang-kacangan sebanyak 100 gram

(1 ons), maka jumlah itu akan mencukupi sekitar 20 % kebutuhan protein

dan 20 % kebutuhan serat per hari. Menurut ketentuan pelabelan

internasional, jika suatu bahan/produk pangan dapat menyumbangkan

lebih dari 20 % dari kebutuhan suatu zat gizi per hari, maka dapat

dinyatakan sebagai bahan atau produk pangan yang kaya akan zat gizi.

Konsumsi kacang-kacangan dalam bentuk segar relatif masih

rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah 96,7 % responden

tidak pernah mengkonsumsi kacang hijau dan bahkan seluruh responden

tidak pernah mengkonsumsi kedelai segar dalam satu bulan. Pola

konsumsi ini dipengaruhi oleh faktor selera. Sehingga meskipun kacang-

kacangan tersedia, tetapi penduduk tidak sering mengkonsumsinya.

Kedelai tidak dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi dalam bentuk

makanan olahannya yaitu tahu dan tempe. Tingkat konsumsi tahu dan

tempe tergolong tinggi. Tahu dikonsumsi oleh 29 responden (96,7%) >1

kali per hari dan 1 responden (3,3%) mengkonsumsinya 1 kali per hari.

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Sedangkan tempe dikonsumsi oleh seluruh responden sebanyak >1 kali

per hari. Hal ini disebabkan karena tahu dan tempe merupakan ‘makanan

rakyat’ yang harganya terjangkau dan mudah didapat oleh rumah tangga

petani. Akan tetapi meskipun harganya murah, tempe merupakan salah

satu pangan yang kaya protein. Kandungan protein pada 100 gram tempe

yaitu 20,8 gram, lebih tinggi dari protein hewani dalam 100 gram daging

sapi (19,6 gram) dan 100 gram telur ayam ras (12,4 gram).

Berdasarkan hasil wawancara dengan reponden, diketahui bahwa

seluruh responden menyukai tempe dan tahu sebagai lauk pauk utama

yang tidak dapat ditinggalkan. Di samping itu, sudah menjadi kebiasaan

rumah tangga di Kecamatan Bulu untuk selalu menghidangkan tempe

goreng dan tahu goreng setiap kali makan. Hal ini didukung pula dengan

alasan bahwa tempe dan tahu adalah makanan sumber protein yang

harganya cukup murah. Pendapatan petani yang relatif rendah membuat

mereka memiliki keterbatasan pilihan dalam membeli makanan sumber

protein yang mahal. Oleh karena itu, konsumsi tempe dan tahu sudah

menjadi kebiasaan rumah tangga petani di kecamatan Bulu.

Berdasarkan hasil penelitian, konsumsi pangan sumber protein

yang berasal dari lauk pauk nabati seperti tempe dan tahu lebih banyak

daripada lauk pauk hewani seperti daging dan telur. Hal ini terjadi karena

faktor ekonomi. Harga pangan sumber protein hewani reletif lebih mahal

daripada protein nabati. Pendapatan rumah tangga yang terbatas membuat

mereka harus bijaksana mengelola pengeluarannya, sehingga mereka

tidak memboroskan uangnya untuk membeli pangan yang mahal. Daging

sapi bahkan tidak pernah dikonsumsi oleh rumah tangga karena harganya

mahal, yaitu Rp 60.000,00 per kg. Beberapa rumah tangga dalam

penelitian ini mengkonsumsi daging sapi karena penelitian dilaksanakan

setelah hari raya Idul Adha, sehingga mereka masih menyimpan sebagian

daging yang diperoleh saat penyembelihan. Daging tersebut dimasak

dalam bentuk dendeng atau empal sehingga tahan lama dan dapat

dimakan selama beberapa hari.

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Sayur dan buah merupakan makanan sumber vitamin dan mineral.

Meskipun vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan

dalam jumlah kecil, tetapi harus terpenuhi agar tubuh tidak mengalami

gangguan. Beragam sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, daun

singkong, daun pepaya, tomat, kacang panjang, buncis, wortel, dan cabai

dikonsumsi oleh rumah tangga petani secara bergiliran. Pemilihan jenis

sayur berdasar pada selera dan ketersediaan bahan mentah di pasar atau

warung terdekat.

Sayur yang paling sering dikonsumsi adalah bayam, wortel, dan

cabai. 73,3% responden mengkonsumsi bayam sebanyak 4-6 kali per

minggu. Bayam adalah jenis sayuran yang digemari karena kesegaran

rasanya, murah harganya, dan dapat digunakan untuk berbagai macam

masakan misalnya sayur bayam, sayur bobor, dan gudangan. Wortel

dikonsumsi sebanyak 4-6 kali per minggu oleh 96,7% responden.

Sedangkan cabai dikonsumsi setiap hari oleh 53,3% responden. Cabai

biasanya dikonsumsi dalam bentuk sambal, seperti sambal bawang,

sambal terasi, atau sambal tomat. Sambal merupakan makanan

pendamping lauk pauk yang digemari oleh responden.

Sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani berasal

dari pekarangan sendiri dan membeli. Pembelian sayur segar dilakukan di

warung yang berada di sekitar rumah petani. Rata-rata rumah tangga

petani mengkonsumsi jenis sayur yang sama, seperti bayam, kangkung,

daun singkong, daun pepaya, kacang panjang, wortel, dan cabai. Bayam

adalah jenis sayur yang paling sering dikonsumsi karena harganya murah

dan disukai sebagian besar petani dan anggota keluarganya. Cabai

dikonsumsi setiap hari oleh mayoritas rumah tangga petani sebagai bahan

pembuat sambal. Ada pula sayur yang diperoleh dari pekarangan rumah

sendiri, yaitu daun singkong karena singkong/ubi kayu banyak ditanam di

lahan pekarangan dan di pematang sawah sehingga tidak perlu membeli.

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Buah-buahan yang dikonsumsi berupa pisang, pepaya, jeruk, dan

mangga. Pisang dikonsumsi oleh 56,7% responden sebanyak 1 kali per

bulan, pepaya dikonsumsi oleh 43,3% responden sebanyak 1 kali per bulan,

dan jeruk dikonsumsi oleh 46,7% responden sebanyak 1 kali per bulan.

Mangga sebenarnya jarang dikonsumsi oleh petani. Namun penelitian

dilaksanakan bersamaan dengan musim buah mangga, sehingga responden

yang memiliki pohon mangga yang berbuah bisa mengkonsumsi mangga

dari pohon miliknya sendiri. Hal inilah yang menyebabkan 1 responden

(3,3%) sering mengkonsumsi mangga dan 2 responden (6,7%) cukup

sering mengkonsumsinya.

Konsumsi buah-buahan juga masih kecil dilihat dari frekuensi

makannya. Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani

adalah pisang, dengan frekuensi makan 4-6 kali per minggu. Hal ini

disebabkan pisang ditanam di lahan pekarangan petani sendiri. Pisang

relatif mudah untuk ditanam dan juga tidak memerlukan perawatan khusus.

Petani membiarkan pisang tumbuh dan terus bertunas secara alami karena

mereka juga memanfaatkan daun pisang untuk berbagai keperluan, seperti

memasak atau digunakan saat hajatan. Buah pisang yang dihasilkan

dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri. Biasanya petani mengkonsumsi

pisang dalam bentuk segar. Sedangkan buah jeruk jarang dikonsumsi

karena harganya mahal.

Pengetahuan petani yang masih rendah membuat mereka kurang

mengerti manfaat mengkonsumsi buah-buahan. Oleh karena itu, mereka

enggan mengeluarkan uangnya secara khusus untuk membeli buah-buahan.

Buah-buahan yang dikonsumsi hanyalah buah-buahan yang ditanam sendiri

seperti pisang, pepaya, dan mangga. Apabila tanaman sedang tidak

berbuah, maka petani dan anggota keluarganya tidak mengkonsumsi buah

dan tidak melakukan pembelian buah untuk mencukupi kebutuhan tubuh

akan vitamin. Selain faktor daya beli, faktor kebiasaan juga menjadi salah

satu penyebab rendahnya konsumsi buah-buahan. Petani menganggap

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

bahwa konsumsi buah-buahan tidak diperlukan apabila sudah

mengkonsumsi sayur-sayuran yang cukup.

Sumber lemak diperoleh dari minyak goreng dan buah/biji

berminyak misalnya kelapa. Minyak goreng digunakan >1 kali per hari

oleh 53,3% responden. Rumah tangga petani biasanya memasak 2 kali per

hari, yaitu pada pagi hari untuk menyiapakan sarapan dan makan siang,

serta menjelang sore hari untuk menyiapkan makan malam. Akan tetapi,

terdapat 46,7 % rumah tangga responden yang menggunakan minyak

goreng 1 kali per hari. Mereka memasak satu kali di pagi hari untuk

konsumsi pagi, siang, dan malam. Salah satu jenis buah/biji berminyak

adalah kelapa. Sejumlah 63,3% responden mengkonsumsi 1-3 kali per

minggu. Responden menggunakan kelapa untuk memasak sayur. Akan

tetapi, sayur bersantan ini tidak begitu digemari karena kurang segar.

Jenis minuman yang dikonsumsi >1 kali per hari adalah teh.

Sedangkan kopi tergolong jarang dikonsumsi. Hanya 36,7% responden

minum kopi 1 kali per bulan. Kopi tidak digemari karena beberapa

responden mengetahui bahwa minum terlalu banyak kopi tidak baik bagi

kesehatan. Kopi jarang diminum karena beberapa anggota rumah tangga

merasakan efek samping dari konsumsi kopi seperti jantung berdebar-debar

dan sulit tidur, sehingga petani yang berusia lanjut lebih memilih untuk

minum teh daripada kopi.

Susu hanya dikonsumsi oleh anak-anak dalam rumah tangga saja,

sedangkan orang dewasa tidak pernah minum susu. Alasannya adalah

karena anak-anak masih membutuhkan susu untuk pertumbuhan,

sedangkan orang dewasa sudah tidak membutuhkannya. Dalam penelitian

ini, susu dikonsumsi oleh balita yang terdapat dalam 10 % rumah tangga

sampel. Susu merupakan salah satu sumber zat gizi yang paling lengkap,

dan diperlukan oleh semua kelompok umur, terutama balita dan anak-anak.

Minuman ini mengandung banyak zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh

tubuh, yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral seperti kalsium yang

mempengaruhi pertumbuhan tulang.

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Gula pasir dikonsumsi setiap hari oleh responden, dengan 70 %

responden menggunkakan >1 kali per hari dan 30 % responden sebanyak 1

kali per hari. Gula pasir digunakan untuk pemanis minuman seperti teh atau

kopi dan kadang-kadang digunakan pula untuk memasak. Gula pasir

digunakan oleh rumah tangga sebagai bahan pelengkap. Misalnya, gula

pasir dikonsumsi sebagai pemanis teh dan kopi, serta digunakan sebagai

bahan tambahan saat memasak sayur. Gula pasir merupakan sumber

karbohidrat yang baik, tetapi sama sekali tidak mengandung protein.

Jenis makanan lain yang cukup sering dikonsumsi adalah mi instan.

Sejumlah 60% responden mengkonsumsinya 1-3 kali per minggu. Saat ini,

konsumsi produk olahan terigu seperti mi instan cenderung meningkat.

Perkembangan yang menarik berdasar analisis data Susenas oleh Bapenas

adalah kecenderungan berubahnya pola konsumsi pangan pokok kelompok

masyarakat berpendapatan rendah, terutama di pedesaan, yang mengarah

kepada beras dan bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mi kering,

me basah, dan mi instan. Perubahan ini perlu diwaspadai karena gandum

adalah komoditas impor dan belum diproduksi di Indonesia, sehingga arah

perubahan pola konsumsi itu dapat menimbulkan ketergantungan pangan

pada impor.

Mi instan juga cukup sering dikonsumsi karena mudah didapat,

mudah diolah, dan enak rasanya sehingga banyak orang menyukainya.

Dengan perkembangan yang serba cepat dan praktis turut pula menjadi

alasan mengapa banyak orang memilihnya. Mi yang terbuat dari terigu

mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein,

vitamin, dan mineralnya hanya sedikit. Namun, sifat karbohidrat dalam mi

berbeda dengan sifat yang terkandung di dalam nasi. Sebagian karbohidrat

dalam nasi merupakan karbohidrat kompleks yang memberi efek rasa

kenyang lebih lama. Sedangkan karbohidrat dalam mi instan sifatnya lebih

sederhana sehingga mudah diserap. Akibatnya, mi instan memberi efek

lapar yang lebih cepat dibanding nasi.

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Garam digunakan oleh seluruh responden dengan frekuensi >1 kali

per hari untuk keperluan memasak. Garam selalu digunakan saat memasak,

sedangkan bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, merica,

ketumbar, terasi, ebi, dan MSG digunakan setiap hari sesuai jenis masakan

yang akan dibuat.

Rumah tangga petani juga mengkonsumsi makanan jadi seperti

bakso, mi ayam, gado-gado, mi thoprak, soto, dan tahu kupat. Frekuensi

makannya tidak menentu karena konsumsi makanan jadi ini dipengaruhi

oleh selera dan daya beli. Misalnya, terdapat rumah tangga yang cukup

sering mengkonsumsi soto karena hanya terdiri dari dua anggota keluarga

yang sudah berusia tua sehingga tidak memasak sendiri di rumah. Hal ini

didukung pula dengan adanya warung soto di dekat rumah responden,

sehingga mempermudah mereka untuk membeli makanan tersebut.

Makanan jadi diperoleh dengan cara pembelian. Makanan jadi yang

sering dibeli oleh responden adalah soto. Sebanyak 36,7 % responden

membeli soto dengan frekuensi 4-6 kali per minggu. Hal ini terjadi karena

terdapat warung soto ayam yang letaknya dekat dengan rumah responden.

Tersedianya warung soto di dekat rumah memudahkan responden untuk

mendapatkan makanan jadi ketika rumah tangga tersebut tidak memasak

sendiri. Secara umum, responden mengkonsumsi makanan jadi lain seperti

bakso, mi ayam, gado-gado, mi thoprak, dan tahu kupat dengan frekuensi 1

kali per bulan. Makanan jadi yang dibeli merupakan makanan dengan harga

yang terjangkau dan sesuai dengan pendapatan masing-masing rumah

tangga. Frekuensi makan juga tidak terlalu sering karena membeli makanan

jadi lebih mahal dibandingkan dengan memasak sendiri.

Pola konsumsi pangan penduduk berubah dari waktu ke waktu dan

berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Pola konsumsi pangan

ini dipengaruhi oleh faktor selera, pendapatan, dan kondisi sosial budaya

yang dimiliki masyarakat. Pola konsumsi menentukan jenis-jenis barang

tertentu yang harus disediakaan dan bagaimana distribusinya, sehingga

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

harga tidak berfluktuasi dengan tajam dan mengganggu keseimbangan

konsumsi pangan.

2. Kuantitas Konsumsi Pangan

Persyaratan kecukupan untuk mencapai keberlanjutan konsumsi

pangan adalah adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan.

Aksesibilitas ini tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi

oleh rumah tangga. Dengan demikian data konsumsi pangan secara riil

dapat menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan

dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam rumah tangga.

Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implisit juga

merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap

pangan.

Pemantapan ketahanan pangan yang dilakukan melalui subsistem

konsumsi berupaya agar masyarakat mengkonsumsi pangan dengan

beragam, bergizi, dan berimbang. Tingkat daya beli masyarakat sangat

berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas pangan. Kuantitas pangan

yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dilihat dari zat gizi yang

dikandung dalam pangan yang dinilai dengan menggunakan tingkat

kecukupan gizi yang terdiri dari Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan

Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Tingkat Kecukupan Gizi (TKG)

merupakan indikator apakah rumah tangga tersebut sudah cukup

mengkonsumsi zat gizi sesuai anjuran untuk dapat hidup sehat.

Konsumsi gizi rumah tangga diketahui dengan menghitung

konsumsi rumah tangga 24 jam yang lalu dengan pedoman Daftar

Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya, konsumsi gizi ini

dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mengetahui

nilai Tingkat konsumsi Gizi (TKG). Besarnya AKG berbeda-beda untuk

setiap individu karena AKG ditentukan berdasarkan umur dan jenis

kelamin. Rata-rata angka kecukupan gizi, baik energi dan protein rumah

tangga petani diperoleh dengan menjumlahkan AKG setiap anggota

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

keluarga menurut golongan umur dan jenis kelamin, kemudian dibagi

dengan jumlah total anggota keluarga.

Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah

tangga petani dan tingkat konsumsi gizinya.

Tabel 22. Angka Kecukupan Gizi, Konsumsi Gizi, dan Tingkat Kecukupan Gizi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

Keterangan Energi (kkal) Protein (gram) Rumah Tangga

Per kapita per hari

Rumah Tangga

Per kapita per hari

Konsumsi 5.202,60 1.458,67 185,82 52,10 AKG dianjurkan 7.423,89 2.081,46 194,56 54,55 TKG (%) 70,08 70,08 95,51 95,51

Sumber : Diadopsi dan diolah dari Lampiran 6

Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi yang

berasal dari seluruh pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah

tangga responden adalah 1.458,67 kkal/hari. Berdasarkan Angka

Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan, maka didapatkan angka

Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebesar 70,08 %. Rata-rata nilai TKE ini

termasuk dalam kategori kurang. Kurangnya konsumsi energi tersebut

salah satunya disebabkan oleh faktor ketersediaan pangan pokok yang

masih rendah. Beras merupakan pangan pokok penyumbang energi terbesar

dalam konsumsi rumah tangga. Jika ketersediaan pangan pokok masih

kurang, maka akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi energi.

Akan tetapi, ketersediaan pangan pokok yang masih rendah bukan

satu-satunya penyebab rendahnya TKE. Penyebab lain adalah karena tidak

adanya pangan sumber energi lain yang dikonsumsi oleh rumah tangga di

samping beras. Berdasar analisis pola konsumsi, jagung yang merupakan

jenis pangan pokok selain beras, jarang dan bahkan tidak pernah

dikonsumsi oleh rumah tangga petani. Di samping itu, umbi-umbian

seperti ubi kayu dan ubi jalar hanya dikonsumsi sesekali saja sebagai

makanan selingan. Padahal umbi-umbian mempunyai kandungan

karbohidrat yang tinggi sebagai sumber tenaga/energi untuk meningkatkan

nilai TKE. Energi yang terkandung dalam 100 gram ubi kayu adalah 154

kkal dan pada 100 gram ubi jalar kuning adalah 119 kkal.

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Rata-rata konsumsi protein yang berasal dari seluruh pangan yang

dikonsumsi untuk setiap anggota rumah tangga responden adalah 52,10

gram/hari. Apabila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Protein (AKP)

yang dianjurkan, maka diperoleh Tingkat Konsumsi Protein (TKP) sebesar

95,51 %. Rata-rata nilai TKP ini termasuk kategori sedang. Konsumsi

protein diperoleh dari konsumsi protein nabati dan hewani.

Seperti halnya konsumsi energi, apabila dilihat dari nilai TKP-nya,

konsumsi protein rumah tangga petani juga belum mencapai angka

kecukupan. Faktor daya beli merupakan alasan utama kurangnya konsumsi

protein dalam rumah tangga. Keterbatasan pendapatan rumah tangga

membuat mereka enggan membeli pangan sumber protein hewani yang

mahal seperti daging sapi atau ikan segar. Berdasar pola konsumsi pangan,

jenis protein hewani yang sering dikonsumsi oleh rumah tangga petani

adalah telur dan ikan asin yang harganya relatif terjangkau.

Selain protein hewani, protein nabati juga dikonsumsi melalui

beberapa jenis pangan kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang hijau,

tahu, dan tempe. Nilai TKP yang tergolong sedang ini disebabkan karena

rumah tangga mengkonsumsi tahu dan tempe dengan frekuensi >1 kali per

hari. Setiap kali makan, lauk pauk berupa tahu dan tempe selalu menjadi

hidangan. Tahu dan tempe merupakan pangan yang murah dan mudah

diakses oleh rumah tangga petani karena selalu tersedia di warung terdekat.

Baik Tingkat Konsumsi Energi dan Tingkat Konsumsi Protein di

Kecamatan Bulu belum mencapai angka kecukupan yang dianjurkan.

Namun demikian, konsumsi protein sudah tinggi dan hampir mencapai

AKP yang dianjurkan, yaitu sebesar 54,55 gram/kap/hari. Lebih tingginya

nilai TKP dibandingkan TKE disebabkan karena kecenderungan penduduk

mengkonsumsi pangan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe setiap

hari dalam jumlah yang cukup. Tahu dan tempe merupakan makanan yang

murah dan mudah untuk didapatkan, sehingga penduduk

mengkonsumsinya setiap hari. Sebaran kategori tingkat konsumsi energi

dan protein responden dapat dilihat pada Tabel 23.

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Tabel 23. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

No. Kategori Energi Protein Jumlah % Jumlah %

1. Baik 0 0,00 12 40,00 2. Sedang 6 20,00 13 43,33 3. Kurang 14 46,67 5 16,67 4. Defisit 10 33,33 0 0,00

Jumlah 30 100,00 30 100,00

Sumber : Diolah dari Lampiran 6

Tingkat konsumsi energi dan protein terbagi dalam empat kategori,

yaitu baik (≥ 100 % AKG), sedang (80 - 99 % AKG), kurang (70 - 80 %

AKG), dan defisit (< 70 % AKG). Berdasar Tabel 23, diketahui bahwa

persentase yang paling tinggi adalah kategori tingkat konsumsi energi

kurang. Yang menarik adalah sama sekali tidak ada rumah tangga yang

termasuk dalam kategori baik dalam mengkonsumsi energi. Hal ini terkait

dengan pola konsumsi beras sebagai pangan pokok tunggal dan belum

adanya pola konsumsi sumber energi lain seperti umbi-umbian. Apabila

konsumsi beras sebagai sumber energi utama kurang, maka akan berakibat

pada rendahnya tingkat konsumsi energi.

Sejumlah 46,67 % rumah tangga termasuk dalam kategori tingkat

konsumsi energi kurang. Artinya, tingkat konsumsi energi masih perlu

ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan nilai TKG pada Tabel 22, dimana

Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga sebesar 70,08 %. TKE ini

belum mampu memenuhi kebutuhan energi sesuai angka kecukupan yang

dianjurkan, yaitu 2.081,46 kkal/kap/hari. Mayoritas rumah tangga berstatus

TKE kurang karena konsumsi energi masih rendah. Beras adalah satu-

satunya pangan pokok sekaligus sumber energi utama yang dikonsumsi

rumah tangga petani. Akan tetapi, jumlah yang dikonsumsi masih kurang

dan belum mencapai angka kecukupan energi.

Untuk konsumsi protein, persentase yang paling tinggi adalah

kategori tingkat konsumsi protein sedang. Hal ini sejalan dengan nilai TKG

pada Tabel 22, dimana Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga

sebesar 95,51 %. Nilai TKP ini sudah tinggi dan hampir mencapai

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

kebutuhan protein sesuai angka kecukupan yang dianjurkan. Hal ini

didukung pula dengan hasil penelitian bahwa sebanyak 43,33 % rumah

tangga petani termasuk kategori sedang dalam mengkonsumsi protein dan

tidak ada rumah tangga yang defisit protein.

Artinya, semua rumah tangga petani sudah berupaya untuk

mencukupi konsumsi proteinnya. Protein merupakan zat gizi makro yang

penting dalam proses pertumbuhan dan pembangunan tubuh, sehingga

kebutuhannya harus dicukupi melalui konsumsi, baik protein nabati

maupun hewani. Protein juga merupakan sumber energi kedua bagi tubuh

setelah karbohidrat. Apabila karbohidrat yang akan dibongkar menjadi

energi sudah habis, maka tubuh akan membongkar protein sebagai sumber

energi. Dalam penelitian ini, TKE masih rendah tetapi TKP sedang. Pada

kondisi yang demikian, protein yang terkandung di dalam makanan tidak

dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk pertumbuhan dan

perkembangan. Protein akan diubah menjadi energi untuk mencukupi

kekurangan energi yang berasal dari karbohidrat. Apabila hal ini terus

terjadi, maka status gizi masyarakat akan menjadi buruk dan pada akhirnya

berdampak pada kualitas sumberdaya manusia.

D. Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Ketahanan pangan dapat dilihat dari empat aspek, yaitu ketersediaan

pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk,

distribusi pangan yang lancar dan merata, konsumsi pangan setiap individu

yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada status gizi

masyarakat. Dalam penelitian ini, ketahanan pangan dilihat dari konsumsi

pangan rumah tangga, terutama konsumsi energi dan protein. Konsumsi

pangan merupakan gambararan dari aspek ketersediaan pangan dan

kemampuan rumah tangga tersebut untuk membeli dan memperoleh pangan,

sehingga konsumsi pangan merupakan variabel yang mudah digunakan

sebagai indikator ketahanan pangan rumah tangga.

Ketahanan pangan energi dan protein didasarkan pada tingkat

konsumsi energi dan protein, yaitu perbandingan antara konsumsi energi dan

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

protein dengan angkan kecukupan energi dan protein rumah tangga.

Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan tiga tingkatan ketahanan

pangan, yaitu tahan pangan apabila rumah tangga mengkonsumsi 75 %

kecukupan energi dan protein, cukup tahan pangan apabila konsumsi energi

dan protein berada di antara 75 % hingga 100 %, serta sangat tahan pangan

apabila konsumsi energi dan protein lebih dari 100 % atau lebih dari angka

kecukupan energi dan protein yang dianjurkan.

Sebaran tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan

Bulu dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Sebaran Rumah Tangga Menurut Tingkat Ketahanan Pangan Energi dan Protein Pada Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

Tingkat ketahanan pangan Energi Protein Jumlah % Jumlah %

Sangat tahan pangan 0 0,00 12 40,00 Tahan pangan 12 40,00 16 53,33 Tidak tahan pangan 18 60,00 2 6,66

Jumlah 30 100,00 30 100,00

Sumber : Diolah dari Lampiran 7

Tingkat konsumsi energi dan protein merupakan faktor yang

berpengaruh pada ketahanan pangan energi dan protein. Tabel 24

menunjukkan bahwa dilihat dari tingkat konsumsi energinya, persentase

rumah tangga yang tidak tahan pangan paling tinggi. Sejumlah 60 % rumah

tangga yang tidak tahan pangan khususnya energi ini menunjukkan bahwa

konsumsi pangan yang mengandung energi masih kurang dan perlu

ditingkatkan. Hal ini berkaitan dengan paling banyaknya proporsi rumah

tangga dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) yang masih berstatus kurang,

yaitu 46,67%.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada rumah tangga

yang sangat tahan pangan energi. Rumah tangga dikatakan sangat tahan

pangan apabila konsumsi energi > 100% kecukupan energi (dalam penelitian

ini 2.081,46 kkal/kap/hari). Jika tidak ada rumah tangga yang sangat tahan

pangan, berarti belum ada rumah tangga yang konsumsi energinya sama

dengan angka kecukupan yang seharusnya dikonsumsi oleh masing-masing

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

individu dalam rumah tangga tersebut. Energi merupakan zat gizi makro yang

sangat penting bagi tubuh. Apabila kurang mengkonsumsi makanan yang

mengandung sumber energi, maka tubuh tidak dapat beraktivitas dengan baik

dan produktivitasnya akan menurun.

Analisis lebih lanjut untuk mengetahui keeratan hubungan antara

Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dengan ketahanan pangan energi di tingkat

rumah tangga menggunakan program SPSS 16.0 menghasilkan nilai koefisien

korelasi (r) 0,581 pada tingkat kepercayaan 99 %. Nilai koefisien korelasi

yang positif menunjukkan bahwa hubungan TKE dan ketahanan pangan

energi rumah tangga bersifat searah. Apabila konsumsi energi dalam rumah

tangga meningkat, maka TKE akan meningkat pula dan diikuti dengan tingkat

ketahanan pangan energi rumah tangga yang semakin baik. Sebaliknya,

apabila suatu rumah tangga kurang mengkonsumsi energi, maka akan

mengakibatkan rumah tangga tersebut menjadi tidak tahan energi.

Ketidaktahanan energi dalam rumah tangga menyebabkan gizi buruk dan

turunnya produktivitas anggota keluarga.

Faktor ketersediaan pangan merupakan salah satu faktor penyebab

rendahnya ketahanan energi rumah tangga. Ketersediaan pangan pokok rumah

tangga responden termasuk dalam kategori rendah, padahal beras merupakan

pangan sumber energi utama yang dikonsumsi oleh petani dan keluarganya.

Ketersediaan pangan pokok yang rendah mengakibatkan konsumsi energi

yang rendah, sehingga rumah tangga tersebut tidak tahan energi. Berdasarkan

hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa ketersediaan pangan pokok

berdampak pada status ketahanan pangan rumah tangga.

Tingkat ketahanan pangan rumah tangga juga dapat dilihat dari

konsumsi protein. Dalam penelitian ini, sebaran rumah tangga yang tahan

protein paling banyak. Sejumlah 53,33 % rumah tangga termasuk tahan

pangan protein. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang

mengandung protein sudah cukup. Proporsi rumah tangga yang berstatus

sangat tahan pangan khususnya protein juga relatif tinggi, yaitu sebesar 40 %.

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Kondisi ini berkebalikan dengan tingkat ketahanan pangan energi,

dimana 60 % rumah tangga berstatus tidak tahan pangan. Hal ini disebabkan

oleh tingginya tingkat konsumsi makanan sumber protein dalam rumah

tangga, seperti tahu, tempe, dan telur. Tahu dan tempe dikonsumsi setiap hari,

sedangkan telur dikonsumsi oleh 60 % responden dengan frekuensi 1-3 kali

per minggu. Makanan ini mengandung protein dalam jumlah yang tinggi dan

hanya mengandung sedikit energi. Di samping itu, kandungan protein yang

berasal dari beras juga cukup tinggi, sehingga apabila ditambah dengan

konsumsi lauk pauk sumber protein yang lain, maka jumlah protein yang

dikonsumsi semakin bertambah sehingga rumah tangga tersebut menjadi tahan

protein.

Koefisien korelasi (r) antara Tingkat Konsumsi Protein (TKP) dengan

ketahanan pangan protein adalah 0,917 pada tingkat kepercayaan 99 %. Nilai

koefisien korelasi positif, berarti hubungan TKP dan ketahanan pangan

protein rumah tangga searah. Apabila kebutuhan konsumsi protein masing-

masing anggota keluarga tercukupi, maka rumah tangga tersebut menjadi

tahan pangan protein.

Tingkat konsumsi energi dan protein akan berpengaruh pada ketahanan

pangan rumah tangga karena salah satu faktor yang menentukan ketahanan

pangan adalah konsumsi energi dan protein. Peningkatan konsumsi energi dan

protein akan meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. Demikian pula

sebaliknya, apabila suatu rumah tangga memiliki TKE dan TKP yang rendah

maka rumah tangga tersebut berpotensi menjadi rawan pangan.

Secara keseluruhan, tingkat ketahanan pangan protein rumah tangga

petani lebih baik dibandingkan dengan ketahanan pangan energinya. Hal ini

dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebaran rumah

tangga petani dengan kategori tahan protein lebih banyak daripada rumah

tangga tahan energi. Hal tersebut membuktikan bahwa ada sebagian rumah

tangga yang yang tahan protein, tetapi tidak tahan energi.

Ketahanan pangan merupakan salah satu indikator kesejahteraan

rumah tangga. Semakin tinggi kesejahteraan rumah tangga, kebutuhan

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

pangannya akan semakin terpenuhi, tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga

kualitas. Rumah tangga petani pada umumnya adalah rumah tangga yang

tingkat kesejahteraannya masih rendah, sehingga pemilihan pangan terbatas

pada jenis pangan yang murah dan tersedia di sekitar mereka.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa masalah-masalah

utama dalam konsumsi energi dan protein adalah tidak tercukupinya standar

kecukupan minimum baik energi maupun protein pada rumah tangga petani.

Ketergantungan yang tinggi pada beras sebagai sumber energi merupakan

penyebab besarnya proporsi rumah tangga yang tidak tahan energi. Masih

rendahnya konsumsi pangan hewani yang sangat penting peranannya dalam

upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia juga merupakan penyebab

belum tercapainya Angka Kecukupan Protein.

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang dapat diambil yaitu :

1. Rata-rata ketersediaan pangan pokok (beras) rumah tangga petani di

Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo adalah 1.257,13 kkal/kap/hari dan

termasuk dalam kategori rendah.

2. Konsumsi pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

Sukoharjo dilihat dari :

a. Pola konsumsi pangan

1) Pangan pokok tunggal rumah tangga adalah beras.

2) Umbi-umbian jarang dikonsumsi oleh responden dan keluarganya.

3) Pangan sumber protein nabati lebih banyak dikonsumsi daripada

pangan sumber protein hewani.

4) Makanan sumber vitamin dan mineral seperti sayur-sayuran lebih

sering dikonsumsi daripada buah-buahan.

5) Rumah tangga mengkonsumsi makanan jadi sesuai selera dan

kondisi ekonomi rumah tangga.

b. Kuantitas konsumsi pangan

Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga petani di

Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo yaitu 70,08 % dan tergolong

tergolong kurang. Sedangkan rata-rata Tingkat Konsumsi Protein

(TKP) rumah tangga yaitu 95,51 % dan tergolong sedang.

Berdasarkan sebaran kategori TKE, sejumlah 46,67 % rumah tangga

termasuk kategori kurang. Sedangkan berdasarkan sebaran kategori

TKP, 43,33 % rumah tangga termasuk kategori sedang.

3. Sejumlah 60 % rumah tangga termasuk tidak tahan pangan energi dan

53,33 % termasuk rumah tangga tahan pangan protein. Hal ini

menunjukkan bahwa lebih banyak rumah tangga yang tahan pangan protein

daripada rumah tangga tahan pangan energi.

80

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS ... · (beras), mengetahui pola konsumsi rumah tangga, dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

B. Saran

1. Untuk mengatasi ketersediaan pangan pokok yang masih rendah, maka

hendaknya dikembangkan penganekaragaman pangan berbasis potensi

lokal seperti umbi-umbian dengan mengubahnya menjadi makanan olahan,

mengingat komoditas lokal seperti ubi kayu di Kecamatan Bulu Kabupaten

Sukoharjo cukup berpotensi sebagai pangan sumber energi di samping

beras.

2. Meningkatkan partisipasi aktif petani dalam kelembagaan lumbung padi

yang ada di Kecamatan Bulu.

3. Kunci permasalahan dari rendahnya ketersediaan pangan, belum

tercapainya TKE dan TKP yang ideal, dan banyaknya rumah tangga yang

tidak tahan pangan tersebut terletak pada rendahnya pendapatan rumah

tangga. Oleh karena itu program-program pemerintah hendaknya diarahkan

pada peningkatan pendapatan rumah tangga dengan cara menjaga

kelancaran distribudi insentif (benih, pupuk, modal) kepada petani.

4. Mengadakan penyuluhan mengenai masalah gizi untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang gizi dan mencegah terjadinya rawan

pangan.