perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user SKRIPSI EKSPLORASI BAKTERIOFAGE VIRULEN TERHADAP Xanthomonas campestris pv. campestris ASAL KOPENG UNTUK MENGENDALIKAN BUSUK HITAM KUBIS Oleh Agung Nugroho H0708002 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
38
Embed
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac/Eksplorasi-bakteriofage...Agung Nugroho H0708002 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Dr. Ir. Supyani, MP Ir. Sri Widadi, MP NIP. 19661016 199302
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SKRIPSI
EKSPLORASI BAKTERIOFAGE VIRULEN TERHADAP
Xanthomonas campestris pv. campestris ASAL KOPENG UNTUK
MENGENDALIKAN BUSUK HITAM KUBIS
Oleh
Agung Nugroho
H0708002
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
SKRIPSI
EKSPLORASI BAKTERIOFAGE VIRULEN TERHADAP
Xanthomonas campestris pv. campestris ASAL KOPENG UNTUK
2. Data hasil pengamatan kemunculan gejala busuk hitam kubis ................ 30
3. Data hasil pengamatan tingkat perkembangan keparahan penyakit busuk hitam kubis .................................................................................... 31
4. Data hasil pengamatan insidens penyakit dan keparahan penyakit busuk hitam kubis .................................................................................... 32
5. Hasil uji normalitas .................................................................................. 33
6. Hasil uji F (Fisher test) ............................................................................. 34
7. Hasil uji regresi stepwise ......................................................................... 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1. Rancangan denah penempatan perlakuan. ............................................. 14
2. Rata-rata insiden penyakit busuk hitam......................................................... 21
3. Grafik perkembangan tingkat keparahan penyakit busuk hitam ............... 23
4. Rata-rata keparahan penyakit busuk hitam ............................................. 25
Judul dalam Lampiran
5. Grafik uji normalitas insidens penyakit ..................................................... 33
6. Grafik uji normalitas keparahan penyakit ................................................. 33
11. Kubis sehat dan kubis bergejala busuk hitam .......................................... 38
12. Kunci determinasi skor yang digunakan untuk tingkat keparahan penyakit busuk hitam ............................................................................. 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
RINGKASAN
EKSPLORASI BAKTERIOFAGE VIRULEN TERHADAP Xanthomonas campestris pv. campestris ASAL KOPENG UNTUK MENGENDALIKAN BUSUK HITAM KUBIS Skripsi: Agung Nugroho (H0708002). Pembimbing: Supyani, Sri Widadi, Sholahuddin. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta. Tanaman kubis merupakan tanaman sayuran bernilai gizi yang sudah sering dibudidayakan oleh para petani. Desa Kopeng, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah sentra pertanaman kubis yang cukup besar, namun produksinya masih jauh dari yang diharapkan akibat tingginya tingkat serangan OPT. Penyakit busuk hitam (Black rot) yang disebabkan Xanthomonas campestris pv. campestris (Xcc) termasuk salah satu penyakit tanaman kubis yang selalu ditemukan pada daerah tersebut. Studi ini tentang upaya pemanfaatan virus yaitu bakteriofage virulen sebagai agens hayati bakteri pathogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengisolasi bakteriofage asal Kopeng serta mengkaji pemanfatannya dalam menginfeksi Xcc penyebab busuk hitam.
Penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman serta Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, serta penanaman di Kebun Benih Hortikultura (KBH) Tawangmangu, Jawa Tengah mulai Maret 2012 hingga Juli 2012. Penelitian dilakukan 2 tahap yaitu : (1) isolasi bakteriofage dengan plaque assay, (2) uji bakteriofage dalam mengendalikan busuk hitam pada tanaman kubis. Unit percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan total 4 macam perlakuan dengan 6 ulangan. Perlakuan terdiri dari bakteriofage asal daun kubis sakit, asal akar kubis sakit, asal tanah rhizosfer kubis sakit, serta kontrol. Variabel pengamatan meliputi jumlah bakteriofage, saat muncul gejala, insiden penyakit, serta keparahan penyakit. Data pengamatan ditransformasi archsin untuk uji normalitas, kemudian dianalisis menggunakn uji F (fisher test) taraf 5% dilanjutkan dengan uji regresi stepwise
Hasil penelitian menunjukkan pada pelaksanaan plaque assay seluruh isolat bakteriofage berhasil diisolasi. Hasil pengamatan intensitas penyakit pada uji lapang meliputi saat kemunculan gejala, insiden penyakit, serta keparahan penyakit menunjukan bahwa perlakuan bakteriofage yang dilakukan terhadap Xcc berpengaruh nyata pada perlakuan kontrol, serta menimbulkan pengaruh tertinggi pada insiden dan keparahan penyakit sebesar 61,13% dan 14,18%. Kemampuan bakteriofage dalam mengendalikan bakteri pathogen busuk hitam pada kondisi lingkungan yang sama, tidak dipengaruhi oleh asal isolat bakteriofage tersebut yang ditunjukkan dengan nilai insiden dan keparahan penyakit yang tidak jauh berbeda pada perlakuan isolat bakteriofage asal tanah rhizosfer tanaman sakit, daun tanaman sakit, maupun akar tanaman sakit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
SUMMARY
EXPLORATION OF BACTERIOFAGE VIRULENT ON Xanthomonas campestris pv. campestris ORIGINATED FROM KOPENG FOR CONTROLLING BLACK ROT ON CABBAGE Thesis-S1: Agung Nugroho (H0708002). Advisers: Supyani, Sri Widadi, Sholahuddin. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University (UNS), Surakarta.
Cabbage is a nutritional vegetable which are often cultivated by farmers. Kopeng village, Semarang, Central Java, is one of the big central areas of planting cabbage, but production is still far from the expectation because of the high level of pest attack. Black rot disease caused by Xanthomonas campestris pv. campestris (Xcc) is one of the cabbage plant diseases which always found in the area. The study is about an effort of using the virus as an agent of biological bacteriofage virulent pathogenic bacteria. This study aims to explore and isolate bacteriofage originated from Kopeng and to inspect the utilization of infecting Xcc as a cause of black rot.
The research was implemented in Pests and Plant Diseases Laboratory and the Laboratory of Soil Biology, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, and Horticultural Seed Garden (KBH) Tawangmangu, Central Java began in March 2012 until July 2012. The study was implemented in two phases: (1) bacteriofage isolation by plaque assay, (2) bacteriofage experiment in controlling black rot on cabbage plants. The experiment using a completely randomized factorial design with total of 4 kinds of treatments with 6 replicates. The treatment consists of bacteriofages from diseased cabbage leaves, diseased cabbage roots, diseased cabbage rizhosfer soil, and control.Observation variables include the number of bacteriofage, time of symptoms appearance, disease incidence, and severity of disease. Archsin observational data are archsin transformed for normality test, then analyzed using Fisher test level of 5% followed by a stepwise regression test.
The results shows that the plaque assay implementation of all bacteriofage was isolated. The results of observations of the intensity of the disease in field trials include the time of symptoms appearance, disease incidence and severity of disease showed that bacteriofage treatment against Xcc significantly effect the control treatment, and cause the highest impact on the incidence and severity of disease of 61.13% and 14.18 %. Bacteriofage ability to control black rot bacterial pathogen in the same environmental conditions, not influenced by the origin of the isolates bacteriofage indicated by the incidence and severity of disease value that not much different with the treatment of isolates from soil rhizosfer diseased plants bacteriofage, the leaves of diseased plants, even the roots of diseased plants.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang sudah sering
dibudidayakan oleh para petani. Sistem budidaya tanaman yang masih
tradisional dan mengandalkan potensi alam sering kali menjadi kendala dalam
proses produksi tanaman kubis. Tanaman kubis merupakan tanaman sayuran
bernilai gizi dan mampu dibudidayakan di daerah dataran tinggi serta dataran
rendah (Pracaya 2001). Kubis banyak mengandung berbagai vitamin (vitamin A,
beberapa B, C, dan E) dan mineral (kalium, kalsium, fosfor, natrium, dan besi)
yang mempunyai peran penting untuk kesehatan, diantaranya dapat membantu
pencernaan, menetralkan zat-zat asam dan memperlancar buang air besar.
Desa Kopeng, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah merupakan
salah satu daerah sentra pertanaman kubis yang cukup besar. Luas areal dan
produksi kubis pada tahun 2004, 2005 dan 2006 berturut-turut adalah (15.813
bakteri untuk perlakuan), kamera digital, dan alat-alat pendukung lainnya.
C. Perencanaan Penelitian dan Analisis Data
Penelitian dilakukan 2 tahap yaitu : (1) isolasi bakteriofage dengan uji
plak, (2) uji bakteriofage dalam mengendalikan busuk hitam pada tanaman
kubis. Unit Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan total 4 macam perlakuan, yaitu:
Asal eksplorasi bakteriofage pada bagian kubis yang terdiri atas 4 taraf :
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1) Bakteriofage asal daun kubis sakit : DS
2) Bakteriofage asal akar kubis sakit : AS
3) Bakteriofage asal tanah rizosfer kubis sakit : TR
4) Kontrol menggunakan aquadest : K
Unit percobaan adalah satu tanaman kubis varietas midori umur 40
hari, dengan unit sampel berupa 5 buah daun yang berbeda pada tiap
tanaman. Tanaman kubis ditanam pada sebuah polibag berdiameter
30cm dan kapasitas tanah 5 kg. Terdapat 4 perlakuan dan masing-
masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 6 kali, sehingga total
terdapat 24 unit perlakuan berupa 24 polybag tanaman kubis.
Sebagai unit pengamatan berupa 3 daun berbeda yang ditetapkan
secara acak pada masing-masing tanaman pada tiap satuan perlakuan
tanaman kubis. Hasil pengamatan pada ketiga sampel tersebut kemudian
dirata-rata untuk mendapatkan satu nilai pengamatan. Sehingga total
terdapat 72 sampel daun sebagai unit pengamatan.
Data pengamatan ditransformasi archsin untuk uji normalitas,
kemudian dianalisis menggunakn uji F (Fisher test) taraf 5% guna
mengetahui pengaruh perlakuan, dilanjutkan dengan uji regresi stepwise
untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh.
D. Pelaksanaan Penelitian
a. Isolasi Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris dari lapang
Pengambilan sampel dilakukan pada wilayah endemi penyakit busuk
hitam kubis yakni pada di Daerah Kopeng, tepatnya pada Dusun
Ndeplongan, Kelurahan Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah. Tanaman kubis yang menunjukkan gejala busuk
hitam dipotong bagian daunnya, kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan diberi label, selanjutnya dimasukkan ke dalam termos
pendingin. Setelah sampai di Laboratorium, sampel tanaman dipindahkan
kedalam refrigerator bersuhu 4oC.
b. Kultur Bakteri Pada Media Buatan
Bakteri ditumbuhkan pada media YPG 10 ml di dalam petridis
berdiameter 9 cm dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 72 jam
hingga muncul kenampakan bakteri. Identifikasi Xanthomonas campestris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
pv. campestris (Xcc) melalui pengamatan morfologis serta pengujian gram
menggunakan larutan KOH 30%. Bakteri yang terbentuk kemudian
dikulturkan pada media agar miring guna mendapatkan biakan murni Xcc.
c. Isolasi Bakteriofage dari Lapangan
Bakteriofage diisolasi dari tiga bagian: daun tanaman kubis sakit,
akar tanaman kubis sakit, serta tanah rizosfer tanaman kubis sakit. Dari
jaringan tanaman kubis masing-masing diambil sekitar 50 g (satu unit
sampel). Sedangkan dari tanah juga diambil sekitar 50g (satu unit sampel).
Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi label,
lalu dimasukkan ke dalam termos pendingin. Setelah sampai di
Laboratorium, sampel-sampel tanaman segera dipindah ke refrigerator
bersuhu 4oC.
d. Isolasi fage dalam media cair
Isolat murni Xcc ditumbuhkan dalam 3 medium YPG cair (suspensi
YPG cair daun kubis sakit, suspensi YPG cair akar kubis sakit, suspensi
YPG cair tanah rizosfer kubis sakit) masing-masing 30 ml secara aerob
kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu kamar dengan cara
digojok menggunakan stirer. Sampel bahan tanaman sakit masing-masing
ditimbang 5g kemudian dimasukkan kedalam biakan bakteri, dan
diinkubasikan kembali selama 24 jam pada suhu kamar serta digojok.
Setelah masa inkubasi, biakan bakteri didiamkan sejenak, supernatan
kemudian diambil dan disentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama
10 menit. Bakteri disaring menggunakan miliphore berukuran 0,22 µm lalu
fage diencerkan per sepuluh kali hingga pengenceran 105.
e. Uji Plaq
Menyiapkan medium YPG pada cawan petri kemudian dibiarkan
mengental selama semalam. Agar air 0,6% dicairkan dalam waterbath
hingga agar mencair, kemudian suhu didalam waterbath diturunkan hingga
50º C. Suspensi fage pada masing-masing asal sampel pada tiap tingkat
pengenceran diambil sebanyak 100µl menggunakan pipet ependorf,
kemudian dituangkan kedalam agar air yang mencair pada suhu 50º C, dan
dicampur dengan suspense Xcc 100µl. Campuran tersebut kemudian
digojok menggunakan vortex hingga fage terdistribusi merata pada
medium, kemudian secara aseptis campuran tersebut dituangkan ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
permukaan medium YPG dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 24
jam. Setelah masa inkubasi, dilakukan pengamatan terbentuknya plak
berupa zona bening yang muncul pada media YPG, kemudian dihitung plak
yang terbentuk.
f. Preparasi Xcc dan Fage untuk Perlakuan
Isolat Xcc disiapkan hingga tingkat kerapatan 108CFU/ml dengan
pengenceran biakan murni per sepuluh ml. Perhitungan kerapatan bakteri
menggunakan hemacytometer. Suspensi bakteri kemudian dilarutkan
dalam carier berupa larutan broth (500ml) dan dishaker selama semalam
kemudian disentrifuse pada kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
Supernatant yang dihasilkan dipindahkan pada mini hand sprayer steril
sebanyak 10 ml sebagai inokulum bakteri dilapang.
Pada persiapan aplikasi bakteriofage, plak yang telah didapatkan
kemudian diambil dari agarose dengan menggunakan ujung pipet Pasteur
dengan cara mencongkel agarosenya. Selanjutnya fage tersebut
disuspensikan dalam carier berupa broth (500ml) dan dishaker selama
semalam kemudian disentrifuse pada kecepatan 5000 rpm selama 10
menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam mini hand sprayer
sebanyak 10 ml serta diberi label.
g. Uji Kinerja Bakteriofage yang Telah Diperoleh untuk Mengendalikan
Penyakit Busuk Hitam Kubis
Percobaan dilakukan di lahan terbuka dengan penaung plastik yang
berlokasi di Kebun Benih Hortikultura (KBH) Tawangmangu, Jawa Tengah.
Bibit tanaman kubis varietas midori yang seragam (usia 40 hari)
ditumbuhkan pada polybag berdiameter 30 cm dengan media tanam
campuran tanah-kompos 1:1, kemudian pupuk NPK diberikan pada 1 MST
sebagai pupuk tambahan. Perlakuan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan ulangan 6 kali, ditempatkan sesuai denah percobaan
yang telah disusun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
DSU2 ASU3 KU1 TRU1 DSU6
ASU2
ASU5 DSU4 TRU3 KU5
TRU5
DSU3
DSU1
TRU6
KU6 ASU4 TRU2 KU4
KU2 ASU6 DSU5
TRU4
KU3 ASU1
Gambar 1. Rancangan denah penempatan perlakuan
Keterangan:
DS = Bakteriofage asal daun kubis sakit
AS = Bakteriofage asal akar kubis sakit
TR = Bakteriofage asal tanah rizosfer kubis sakit
K = Kontrol menggunakan aquadest
Perlakuan dimulai saat tanaman berdaun lima helai. Perlakuan
dimulai dengan penyemprotan suspensi bakteriofage menggunakan mini
hand sprayer sebanyak 10 ml tiap tanaman secara menyeluruh pada
bagian daun. Dua jam kemudian, tanaman disemprot dengan suspensi
bakteri Xcc menggunakan mini hand sprayer sebanyak 10 ml tiap tanaman.
Pengamatan dilakukan keesokan harinya setelah inokulasi terhadap gejala
saat kemunculan gejala dan intensitas serangan penyakit yang muncul.
Pada tiap-tiap tanaman, jumlah lesio dihitung dari 3 daun yang berbeda.
U
U1 = Ulangan 1
U2 = Ulangan 2
U3 = Ulangan 3
U4 = Ulangan 4
U5 = Ulangan 5
U6 = Ulangan 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
E. Pengamatan Peubah
1. Jumlah bakteriofage
Pada saat partikel bakteriofage memulai infeksinya pada lapisan sel
Xcc yang tumbuh menyebar di permukaan medium, zona lisis atau zona
hambat akan muncul sehingga akan terlihat wilayah yang terang pada lapisan
top agar. Wilayah terang ini dinamakan sebagai plaq yang diasumsikan
bahwa setiap plaq berasal dari satu partikel bakteriofage. Jumlah plaq yang
terbentuk pada tiap pengenceran kemudian dihitung jumlah fage pada tiap
tingkat pengenceran dengan rumus:
Jumlah bakeriofage = Jumlah plaq yang terbentuk x Volume YPG x
tingkat pengenceran
(Brock & Madigan 1991)
2. Saat Muncul Gejala
Pengamatan saat muncul gejala ini diamati setelah perlakuan.
Pengamatan mencakup kapan pertama kali gejala muncul dan pada
perlakuan yang mana gejala busuk hitam muncul.
3. Intensitas Penyakit
a. Insiden Penyakit
Insiden penyakit penyakit merupakan persentase jumlah daun yang
terserang patogen (n) dari total daun yang diamati (N). Pengamatan pada
kubis dilakukan 8 hari setelah inokulasi yakni dengan pengamatan
terhadap 3 daun sebagai unit pengamatan berbeda yang menimbulkan
gejala pada tiap tanaman. Insiden penyakit dihitung berdasarkan rumus:
x100%N
nIP (Sinaga 2003)
Dimana:
IP = Insiden penyakit (%)
n = jumlah daun yang terserang
N = jumlah daun yang diamati
b. Keparahan Penyakit
Keparahan penyakit didefinisikan sebagai persentase luasnya
jaringan tanaman yang terserang pathogen dari total luas yang diamati.
Jumlah lesio nekrotik dihitung dari tiga sampel daun yang berbeda dengan
x100%NxV
(nxv)I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
pengamatan per 2 hari sekali, kemudian tingkat keparahan penyakit
dihitung berdasarkan rumus berikut :
x100%NxV
(nxv)KP
(Sinaga 2003)
Dimana:
KP : keparahan penyakit
n : jumlah daun/tanaman pada masing-masing skala
v : skala pada pengamatan
N : jumlah daun/tanaman yang diamati
V : skala tertinggi pada sistem skala
Skala untuk setiap kategori kerusakan busuk daun :
0 : Tidak terdapat kerusakan pada daun
1 : Terdapat kerusakan lebih dari 0% - 20%
3 : Terdapat kerusakan lebih dari 21% - 40%
5 : Terdapat kerusakan lebih dari 41% - 60%
7 : Terdapat kerusakan lebih dari 61% - 80%
9 : Terdapat kerusakan lebih dari 81% - 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Penelitian
Daerah Kopeng, tepatnya pada Dusun Ndeplongan, Kelurahan Wates,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang merupakan dataran tinggi yang menjadi
sentra budidaya sayuran khususnya kubis-kubisan. Penyakit yang kerap menyerang
dalam budidaya kubis antara lain ialah busuk hitam (Black rot) yang disebabkan
Xanthomonas campestris pv. campestris (Xcc). Berdasarkan hasil wawancara
dengan para petani daerah setempat serta pengamatan lapang yang dilakukan oleh
penulis, dapat dikatakan bahwa lokasi tersebut sudah termasuk endemi busuk
hitam. Hal ini ditunjukkan dengan ditemukannya banyak tanaman kubis pada
berbagai lokasi yang tepi daunnya berwarna kuning kecoklatan dengan gejala
berbentuk “V”, layu, serta tulang daun yang menghitam akibat infeksi bakteri pada
pembuluh. Petani daerah sekitar masih mempergunakan cara konvensional untuk
mengendalikan penyakit yakni dengan penggunaan pestisida kimia namun kurang
memperhatikan dosis pemakaian yang benar. Hal ini menyebabkan bakterisida yang
diaplikasikan menjadi kurang efektif peranannya dalam mengendalikan jumlah Xcc
penyebab busuk hitam serta mengakibatkan penurunan produksi kubis secara
menyeluruh pada daerah tersebut.
Peranan bakteriofage di alam sebagai musuh alami yang mampu
menginfeksi bakteri pathogen, diduga pemanfaatannya dapat digunakan sebagai
salah satu upaya pengendalian hayati busuk hitam. Pengambilan sampel dilakukan
pada daun tanaman sakit yang terserang busuk hitam, akar tanaman sakit, serta
tanah rhizosfer tanaman sakit. Mcneil (2001) mengungkapkan bahwa keberadaan
bakteriofage di alam sejalan dengan tempat perkembangan bakteri inangnya, baik
pada jaringan tanaman, pada top soil, maupan pada saluran irigasi,
B. Jumlah Bakteriofage
Salah satu prosedur yang penting dalam virologi adalah mengukur
konsentrasi virus dalam sampel. Pendekatan yang banyak digunakan untuk
menentukan jumlah seberapa banyak virus yang menginfeksi adalah dengan uji plak
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
atau plaque assay. Uji plak yang telah dilakukan memperlihatkan munculnya zona
lisis dalam media yang berwarna terang pada berbagai tingkat pengenceran sampel
isolat. Wilayah terang ini dinamakan sebagai plak (plaque) yang diasumsikan bahwa
setiap plak yang terbentuk berasal dari satu partikel virus yang telah menginfeksi
lapisan sel inang. Untuk menghitung jumlah partikel virus, menurut Brock & Madigan
(1991) secara umum dilakukan dengan menghitung efek dari virus tersebut terhadap
inang yang diinfeksinya. Istilah unit infeksi virus merupakan unit terkecil yang
menimbulkan efek yang dapat diditeksi pada saat virus tersebut ditempatkan pada
inang yang sesuai. Dengan menentukan jumlah unit infeksi per volume cairan, maka
kita dapat menghitung jumlah partikel virus.
Tabel 1. Jumlah populasi bakteriofage tiap asal Isolat pada berbagai tingkat pengenceran
Tabel 1. Menunjukkan jumlah populasi bakteriofage yang diamati secara
diskriptif dan didapatkan nilai melalui perhitungan rumus, secara umum
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran suspensi yang dilakukan
berbanding lurus terhadap kenaikan jumlah populasi bakteriofage. Konsentrasi
No. Asal Bakteriofage Jumlah plak
(pfu) Konsentrasi
(pfu/ml)
1 Tanah Sakit , Pengenceran 101 58 5,8 x 10
3
2 Tanah Sakit , Pengenceran 102 0 0
3 Tanah Sakit , Pengenceran 103 43 4,3 x 10
5
4 Tanah Sakit , Pengenceran 104 81 8,1 x 10
6
5 Tanah Sakit , Pengenceran 105 0 0
6 Daun Sakit , Pengenceran 101 82 8,2 x 10
3
7 Daun Sakit , Pengenceran 102 0 0
8 Daun Sakit , Pengenceran 103 0 0
9 Daun Sakit , Pengenceran 104 52 5,2 x 10
6
10 Daun Sakit , Pengenceran 105 0 0
11 Akar Sakit , Pengenceran 101 27 2,7 x 10
3
12 Akar Sakit , Pengenceran 102 63 6,3 x 10
4
13 Akar Sakit , Pengenceran 103 97 9,7 x 10
5
14 Akar Sakit , Pengenceran 104 62 6,2 x 10
6
15 Akar Sakit , Pengenceran 105 98 9,8 x 10
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
populasi bakteriofage tertinggi terdapat pada isolat akar sakit pada pengenceran 105
sejumlah 9,8 x 107 pfu/ml (plaque forming unit/ml), sedangkan konsentrasi jumlah
populasi bakteriofage terendah terdapat pada isolat akar sakit pada pengenceran
101 yaitu sejumlah 2,7 x 103 pfu/ml.
Pada beberapa hasil pengujian yakni pada isolat tanah rizhosfer sakit pada
tingkat pengenceran 102 dan 105, serta pada isolat daun sakit pada tingkat
pengenceran 102, 103, serta 105 juga menunjukkan ketidakmunculan plak pada
media agar yang ditandai dengan nilai jumlah populasi bakteriofagenya sejumlah
nol. Hasil tersebut tidak kemudian dapat langsung disimpulkan bahwa pada isolat
dengan tingkat pengenceran tersebut tidak terdapat bakteriofage didalamnya,
karena pengamatan plak yang dilakukan terbatas hanya dengan pengamatan visual
mata telanjang. Untuk pendiskripsian plak tingkat lanjut dalam plaque assay secara
lebih teliti, menurut Jones (2007) dapat dilakukan dengan teknik lain seperti
pewarnaan mikroskop, hemadsorption, serta immunofluorescence.
C. Saat Kemunculan Gejala
Saat kemunculan gejala ialah saat pertama kali gejala serangan busuk hitam
terlihat secara visual pada tanaman terserang. Berdasarkan data hasil pengamatan
diketahui bahwa saat kemunculan gejala pada perlakuan kontrol muncul paling
cepat yakni pada kisaran hari ke-1 hingga hari ke-2 setelah aplikasi. Perlakuan
bakteriofage asal tanah rhizosfer serta asal daun sakit cenderung memperlihatkan
saat kemunculan gejala busuk hitam yang sama yakni pada kisaran hari ke-2,
sedangkan perlakuan bakteriofage asal akar sakit mampu sedikit memperlambat
munculnya saat kenampakan gejala busuk hitam yakni pada kisaran hari ke-2
hingga hari ke-6 setelah aplikasi (hasil pengamatan saat kemunculan gejala busuk
hitam disajikan dalam lampiran 1 Tabel 2). Secara umum hasil dari perlakuan
bakteriofage terhadap saat munculnya gejala tidak berbeda jauh dengan pendapat
yang dikemukakan Pracaya (2001) bahwa X.campestris dapat masuk ke daun dalam
waktu 8 sampai 10 jam setelah interaksi, dan gejala layu yang terlihat dapat muncul
selang 5 hingga 15 jam kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
lingkungan yang mendukung, gejala busuk hitam dapat muncul kurang dari satu hari
setelah bakteri menginfeksi jaringan tanaman.
Munculnya gejala penyakit pada tanaman merupakan interaksi antara tiga
faktor utama, yaitu pathogen yang virulen, tanaman inang yang rentan, serta
lingkungan yang mendukung. Ketiga faktor tersebut saling mendukung untuk
menimbulkan suatu penyakit pada tanaman sehingga disebut dikenal sebagai
segitiga penyakit atau disease triangle. Pada kondisi lingkungan percobaan yang
seragam serta isolat Xcc yang digunakan pada tingkat kerapatannya sama (108 cfu),
munculnya gejala penyakit pada kontrol yang paling cepat dibanding perlakuan lain
diduga karena tanpa adanya bakteriofage yang mampu menginfeksi bakteri
pathogen, memungkinkan Xcc dapat secara leluasa berkembang pada daerah
interaksi serta menginfeksi masuk pada jaringan tanaman dan pada akhirnya
menimbulkan kenampakan gejala serangan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Flaherty et al. (2000) bahwa penggunaan bakteriofage baik pada percobaan lapang
maupun dirumah kaca dinilai efektif untuk menghambat munculnya gejala dan
perluasan serangan bercak bakteri pada tomat oleh Xanthomonas campestris pv.
vesicatoria.
D. Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit tanaman perlu diketahui untuk memudahkan dalam
memberi penanganan terhadap tanaman yang sakit. Intensitas penyakit ditunjukkan
dengan insiden (kejadian) penyakit dan severitas (keparahan) penyakit. Insiden
penyakit digunakan untuk menunjukkan perbandingan tanaman atau bagian
tanaman yang terserang patogen penyebab penyakit dengan total populasi.
Keparahan penyakit adalah bagian dari jaringan tanaman yang menunjukkan efek
penyakit (Zadoks dan Schein 1979).
1. Insiden Penyakit
Pengamatan insiden penyakit pada kubis dilakukan pada hari ke-8 setelah
aplikasi terhadap 3 daun sebagai unit pengamatan berbeda yang menimbulkan
gejala pada tiap tanaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Keterangan : 1) K: kontrol, TR: bakteriofage asal tanah rizosfer kubis sakit, DS: bakteriofage asal daun kubis sakit, AS: bakteriofage asal akar kubis sakit
2) * : Perlakuan yang paling berpengaruh terhadap IP berdasarkan uji regresi stepwise
Gambar 2 Rata-rata insiden penyakit busuk hitam
Rerata insiden penyakit busuk hitam pada tanaman kubis ditunjukkan oleh
Gambar 2. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh paling besar terhadap insiden
penyakit ialah perlakuan kontrol yaitu sebesar 61,13%, dengan keterangan
bahwa nilai insiden penyakit yang tinggi menunjukkan kemampuan eleminasi
inokulum pathogen yang rendah. Bakteriofage adalah virus yang sacara alami
mampu menginfeksi, sel bakteri. Perlakuan kontrol yang dilakukan merupakan
penyemprotan aquadest tanpa kandungan bakteriofage, sehingga bila
dibandingkan dengan perlakuan bakteriofage lainnya diduga perlakuan kontrol
tersebut tidak memiliki bahan penghambat terhadap infeksi Xcc pada daerah
interaksi. Sedangkan pada tanaman yang diberi perlakuan bakteriofage, sel
bakteri pathogen yang terdapat pada permukaan bagian tanaman jumlahnya
habis oleh infeksi fage dan kemampuan replikasi bakteri mampu ditekan secara
lebih lanjut. Hipotesis tersebut selaras dengan hasil penelitian Tanaka et al.
(1990) yang menunjukkan bahwa pada infeksi R.solanacearum, penggunaan
61,13*
16.65
22.2 22.2
0
10
20
30
40
50
60
70
K TR DS AS
Insi
de
n P
en
yaki
t (%
)
Perlakuan
Insiden penyakit yang rendah
menunjukkan eliminasi inokulum tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
bakteriofage virulen aktif mampu mengurangi rasio layu bakteri pada tembakau
yakni 95,8% pada kontrol berbanding 17,6% pada perlakuan strain fage virulen.
Gambar 2 menunjukan perlakuan bakteriofage asal tanah rizhosfer kubis
sakit rataan insidens penyakit rendah yaitu 16,65%, sedangkan perlakuan
bakteriofage asal daun dan akar kubis sakit sama-sama menunjukkan rataan
indeks penyakit tanaman sebesar 22,2%. Keragaman nilai tersebut dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal, termasuk kondisi lingkungan baik kondisi
lingkungan saat pengujian lapang maupun kondisi lingkungan yang optimum
masing-masing asal isolat (Iriarte et al. 2007). Tanah rhizosfer adalah daerah
yang masih dipengaruhi aktifitas mikroorganisme disekitar perakaran sehingga
kondisi pH pada daerah tersebut cenderung masam. Hasil pengujian lapang yang
menunjukan cukup efektifnya fage asal isolat tanah rhizosfer kubis sakit dalam
mengendalikan pathogen terkait pengaruhnya terhadap rataan indeks penyakit,
bertolak belakang dengan pernyataan Leverentz et al. (2003) bahwa
pengendalian bakteri pathogen Listeria monocytogenes pada melon dapat
terhambat dengan nonaktifnya aktifitas replikasi fage pada kondisi lingkungan
suboptimum.
2. Keparahan Penyakit
Keparahan Penyakit didefinisikan sebagai persentase luasnya jaringan
tanaman yang terserang patogen dari total luasan yang diamati. Keparahan
penyakit busuk hitam dapat diukur dengan penetapan skor berdasarkan
persentase kerusakan pada daun. Keparahan penyakit diamati mulai saat
munculnya gejala, berturut-turut secara periodik hingga hari ke-10. Pengamatan
lapang menunjukan bahwa diatas hari ke-8 sampel daun muda bergejala
sebagian besar menguning dan rontok. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Pracaya (2001) bahwa daun kubis muda yang terinfeksi busuk hitam mengalami
pertumbuhan yang terhambat, berwarna kuning hingga kecoklatan, layu, dan mati
sebelum waktunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 3 Grafik perkembangan tingkat keparahan penyakit busuk hitam
Gambar 3 secara umum memperlihatkan bahwa laju peningkatan keparahan
penyakit pada semua perlakuan tertinggi pada hari ke-2 setelah aplikasi. Pada
perlakuan kontrol keparahan penyakit pada hari ke-2 hingga hari ke-4 sebesar
10,5%, selanjutnya meningkat kembali pada hari ke-6 sebesar 14,2% dan
cenderung tetap hingga hari ke-8. Perlakuan kontrol yang merupakan
penyemprotan aqudest tanpa pemberian fage menunjukkan perkembangan
keparahan penyakit yang lebih tinggi diduga karen bakteri pathogen bereplikasi
secara cepat pada daerah interaksi pada bagian tanaman. Tanpa adanya fage
yang berperan sebagai musuh alami yang mampu menginfeksi bakteri pathogen,
bakteri dapat leluasa masuk menuju sistem jaringan tanaman melalui hidatoda.
Bakteri kemudian mengadakan replikasi serta menyebar keseluruh bagian
tanaman melalui jaringan vaskular. Bakteri tersebut pada akhirnya
mengakibatkan infeksi sistemik pada jaringan tanaman yang ditandai dengan
kemunculan gejala pada permukaan tanaman (Chupp 2006). Semakin tinggi
0
10.5 10.5
14.2 14.2
0
3.1
4.3 4.3 4.3
0
4.9 4.9 4.9 4.9
0
3.7 3.7
6.2 6.2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 2 4 6 8
Ke
par
ahan
pe
nya
kit
(%)
Hari ke-
K = Kontrol
TR = Bakteriofageasal tanahrizosfer sakit
DS = bakteriofageasal daun sakit
AS = Bakteriofageasal akar kubissakit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tingkat kemampuan replikasi Xcc didalam jaringan tanaman, semakin
meningkatkan nilai keparahan penyakit yang diperlihatkan dengan perluasan
daerah bergejala pada permukaan tanaman.
Berdasarkan Gambar 3, pada hari ke-2 isolat bakteriofage asal tanah
rhizosfer terlihat mampu mengeleminasi inokulum Xcc lebih tinggi dibanding
kedua isolat bakteriofage lain yakni dengan nilai keparahan penyakit sebesar
3,1%. Pada hari ke-4 isolat bakteriofage asal akar sakit terlihat memiliki nilai
keparahan penyakit terendah dibanding dua isolat bakteriofage lainnya, yakni
sebesar 3,7%, namun pada pengamatan hari ke-6 dan ke-8 tingkat keparahan
penyakit justru berjumlah paling tinggi dibanding lainnya yakni sebesar 6,2 %.
Pada hari ke-6 dan ke-8, perlakuan bakteriofage isolat tanah rhizosfer
menunjukkan nilai keparahan penyakit terkecil dibanding kedua isolat
bakteriofage lain yakni sebesar 4,3%.
Tingkat kemampuan bakeriofage pada ketiga isolat yang cenderung seragam
dalam mengeleminasi inokulum Xcc dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
tingkat konsentrasi fage awal, tingkat pembusukan virion, kemampuan fage untuk
bereplikasi dalam lingkungan, letak infeksi bakteri dalam tanaman, serta tingkat
ketersedian air untuk difusi fage (Gill dan Abedon 2003). Dari beberapa faktor
tersebut cenderung seragam, kecuali pada tingkat replikasi fage yang belum
diketahui secara pasti keefektifannya dilingkungan. Bakteriofage isolat tanah
rhisofer sakit, daun sakit, maupun akar kubis sakit pada Gambar 3 secara umum
menunjukkan bahwa ketiganya mengalami perkembangan tingkat keparahan
penyakit yang tidak berbeda jauh hingga pengamatan hari ke-8. Sehingga dapat
dikatakan pada ketiga isolat bakteriofage tersebut cenderung pula memiliki tingkat
kemampuan replikasi yang hampir seragam dalam fungsinya sebagai agens
pengendali Xcc.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Keterangan : 1) K: kontrol, TR: bakteriofage asal tanah rizosfer kubis sakit, DS: bakteriofage asal daun kubis sakit, AS: bakteriofage asal akar kubis sakit
2) * : Perlakuan yang paling berpengaruh terhadap KP berdasarkan uji stepwise regresi
Gambar 4 Rata-rata keparahan penyakit busuk hitam
Gambar 4 menunjukan rerata keparahan penyakit busuk hitam pada
tanaman kubis. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh paling besar terhadap
keparahan penyakit berdasarkan analisis regresi stepwise ialah perlakuan kontrol
sebesar 14,18%, dimana nilai keparahan penyakit yang tinggi menunjukkan
kemampuan eleminasi inokulum pathogen yang rendah. Glazer and Hiroshi
(2007) menjelaskan bahwa sistem kerja dari bakteriofage dalam menginfeksi
inangnya adalah dengan menginjeksi seluruh isi DNA yang berada di kepala ke
dalam sel bakteri. Jenis infeksi bakteriofage tersebut terdiri dari dua macam, yaitu
virulen atau litik dan lisogenik. Infeksi yang bersifat virulen mengakibatkan
matinya sel inang, adapun infeksi yang sifatnya lisogenik dicirikan dengan sel
inang tidak sampai lisis atau mati. Perlakuan kontrol merupakan perlakuan
penyemprotan aquadest tanpa bakteriofage yang berfungsi sebagai pembanding
terhadap perlakuan bakteriofage dalam kinerjanya menghambat infeksi Xcc.
Keparahan penyakit busuk hitam yang cukup tinggi yang timbul pada perlakuan
kontrol pada pengujian lapang, membuktikan bahwa pemanfaatan bakteriofage
14,18*
4.32 4.93
6.16
0
2
4
6
8
10
12
14
16
K TR DS AS
Ke
par
ahan
pe
nya
kit
(%)
Perlakuan
Keparahan penyakit yang rendah
menunjukkan eliminasi inokulum yang tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
secara langsung mampu menginfeksi Xcc dan menghambat terjadinya replikasi
bakteri pathogen secara lebih lanjut.
Gambar 4 menunjukkan pada keempat perlakuan, nilai keparahan penyakit
tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 14,8%. Sedangkan nilai
keparahan penyakit terendah yang berarti perlakuan tersebut mampu
mengeleminasi inokulum bakteri dalam jumlah terbanyak, terdapat pada
perlakuan bakteriofage asal isolat tanah rishofer kubis sakit sejumlah 4,32%.
Perlakuan bakteriofage pada ketiga asal isolat, secara deskriptif menunjukan nilai
keparahan penyakit yang tidak jauh berbeda, yakni pada bakteriofage asal isolat
daun sakit sejumlah 4,93% serta bakteriofage asal isolat akar sakit sejumlah
6,16%. Hal tersebut menimbulkan pendugaan bahwa kemampuan replikasi
bakteriofage pada kondisi lingkungan yang seragam dalam mengendalikan
pathogen busuk hitam, tidak dipengaruhi oleh asal isolat bakteriofage tersebut
ditemukan. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian (Kuo et al. 1971)
bahwa isolat fage yang diambil pada air irigasi sawah dan daun bergejala,
memiliki kamampuan yang sebanding dan tidak berbeda nyata dalam
menginfeksi X.oryzae penyebab hawar daun bakteri pada padi, yakni
pengurangan tingkat serangan sebesar 100% dan 96% terhadap kontrol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada pelaksanaan plaque assay seluruh bakteriofage asal tanah rhizosfer kubis
sakit, daun kubis sakit, serta akar kubis sakit berhasil diisolasi.
2. Hasil pengamatan intensitas penyakit meliputi saat kemunculan gejala, insiden
penyakit, serta keparahan penyakit menunjukan bahwa perlakuan bakteriofage
yang dilakukan terhadap Xcc berpengaruh nyata pada perlakuan kontrol, serta
menimbulkan pengaruh tertinggi pada insiden dan keparahan penyakit sebesar
61,13% dan 14,18%.
3. Kemampuan bakteriofage dalam mengendalikan bakteri pathogen busuk hitam
tidak dipengaruhi oleh asal isolat bakteriofage tersebut yang ditunjukkan dengan
nilai insiden dan keparahan penyakit yang tidak jauh berbeda pada perlakuan
isolat bakteriofage asal tanah rhizosfer, daun, maupun akar kubis sakit.
B. Saran
1. Pemanfataan bakteriofage asal tanah rhisosfer sakit, daun sakit, ataupun tanah
sakit sudah dapat dicoba untuk diaplikasikan secara preventif pada tanaman
kubis sebagai alternatif pengendalian hayati terhadap serangan Xcc penyebab
busuk hitam.
2. Sebagai rekomendasi penelitian tahap lanjutan pada penelitian sejenis,
sebaiknya dilakukan eksplorasi dan pengujian kemampuan infeksi bakteriofage
terhadap Xcc, dengan pengambilan sampel pada tanaman kubis sehat.