This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH
KEPERAWATAN PENCERNAAN 2
ASUHAN KEPERAWATAN
DIARE DAN KONSTIPASI PADA LANSIA
Disusun oleh:
Kelompok 5/kelas A-2
Rifky Octavia P 131211132019
Tifanny Gita Sesaria 131211132021
Lintang Buanasari 131211132023
Ria Fitriani 131211132026
Suryo Hermawan 131211132048
Erlia Widyaningrum 131211132050
Nisrina Putri Indah K.S 131211132052
Sevina Ramahwati 131211132054
Angkatan 2012
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
1
Maret, 2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
limpahan rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
tugas makalah dengan baik. Proses penyelesaian makalah ini melalui beberapa
tahap salah satunya penyusun memahami materi tentang diare dan konstipasi pada
lansia kemudian penyusun berkonsultasi kepada pembimbing. Penyusunan
makalah mengenai “Asuhan Keperawatan Diare dan Konstipasi pada Lansia” ini
ditujukan untuk memenuhi tugas mata kulian Keperawatan Pencernaan 2.
Selain mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Retno Indarwati, S.Kep,Ns,M.Kep selaku pengajar dan pembimbing yang
telah memberi masukan untuk penyusunan makalaha ini;
2. Kepada orang tua yang telah memberi semangat dan do’a untuk penyusun;
3. Kepada kelompok lima yang telah berusaha menyelesaikan tugas dengan baik;
serta
4. Terima kasih kepada media elektronik yang telah mempercepat penyusun
memperoleh informasi.
Penyusunan makalah ini sudah sesuai dengan kriteria penyusunan
makalah ilmiah. Selain itu, penyusunan makalah ini juga sudah disesuaikan
dengan saran dan kritik pembimbing oleh penyusun. Akan tetapi, tidak ada
sesuatu yang sempurna di dunia ini, untuk itu penyusun mohon kritik dan saran
bagi pembaca untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Penyusun mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi
mahasiswa keperawatan Universitas Airlangga untuk memahami materi Asuhan
Keperawatan Diare dan Konstipasi pada Lansia. Materi yang sesuai dengan mata
kuliah Keperawatan Pencernaan 2.
Surabaya, 07 April 2014
2
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Fisiologi Gastrointestinal pada Lansia 3
2.1.1 Rongga Mulut 3
2.1.2 Faring dan Esofagus 4
2.1.3 Lambung 4
2.1.4 Usus Halus 4
2.1.5 Usus Besar dan Rectum 4
2.1.6 Saluran Empedu, Hati, Kantong Empedu, dan Pankreas 5
2.2 Pengertian Diare 5
2.3 Etiologi Diare 5
2.4 Manifestasi Klinis 7
2.5 Patofisiologi 9
2.6 WOC Diare 11
2.7 Komplikasi 11
2.8 Penatalaksanaan diagnostik 14
2.9 Penatalaksanaan Medis 15
2.10Pengertian Konstipasi 16
2.11Etiologi Konstipasi 17
2.12Manifestasi Klinis Konstipasi 18
3
2.13Patofisiologi 19
2.14WOC Konstipasi 21
2.15Komplikasi 22
2.16Pemeriksaan Diagnostik 22
2.17Penatalaksanaan Medis 24
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN 27
BAB IV KESIMPULAN 40
DAFTAR PUSTAKA 41
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare adalah masalah yang sering terjadi pada lansia. Hal ini
disebabkan semakin menurunnya fungsi dari organ pencernaan khususnya
usus halus dan usus besar. Tidak hanya proses degenerasi, penurunan
imunitas juga dapat menyebabkan diare pada lansia. Hal ini merupakan
dampak dari penurunan proses metabolisme yang mengakibatkan
menurunnya sintesa protein maupun penurunan penyerapan air pada sistem
cerna. Jika yang terjadi adalah penurunan kekebalan tubuh, diare yang
menyerang lansia sangat dimungkinkan disebabkan oleh adanya infeksi
bakteri. Namun jika penyerapan air yang terganggu, maka jenis makanan
berperan penting di dalam kasus diare pada lansia ini.
Bila dilihat per kelompok umur, diare tersebar di semua kelompok
umur dan lansia menempati urutan kedua dengan prevalensi
10,4%Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan
hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.
(Kemenkes RI, 2007)
Konstipasi atau sering dikienal dengan sembelit merupakan suatu
penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan perpanjangan
waktu dan kesulitan pergerakan feses (Stanley, 2007). Banyak lansia
mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal
untuk defekasi. Konstipasi juga umumnya sering terjadi oleh karena
berbagai macam faktor. Makanan yang dikonsumsi juga dapat menyebabkan
konstipasi contohnya makanan tinggi lemak dan gula.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia
lanjut; terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia. Sekitar 30-40% orang
diatas di atas usia 65 tahun mengalami konstipasi. (Kemenkes RI, 2007)
Kedua kondisi diatasx merupakan sebuah proses fisiologis yang
dialami oleh manusia. Namun apabila terjadi terus menerus, dapat
5
mengganggu kesehatan utamanya pada lansia. Makalah ini dibuat untuk
mempelajari secara lebih mendalam mengenai diare dan konstipasi
utamanya pada lansia dan cara untuk mengatasinya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menjelaskan konsep patologis sistem pencernaan pada lansia
dan menyusun asuhan keperawatan diare dan konstipasi pada lansia
dengan tepat
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Memahami fisiologi sistem pencernaan pada lansia
2) Mengetahui etiologi diare pada lansia
3) Mengetahui patofisiologi diare pada lansia
4) Mengetahui pemeriksaan diagnostik diare pda lansia
5) Mengetahui penatalaksanaan medis diare pada lansia
6) Mengetahui penyebab konstipasi pada lansia
7) Mengetahui patofisiologi konstipasi pada lansia
8) Mengetahui pemeriksaan diagnostik kosntipasi pda lansia
9) Mengetahui penatalaksanaan medis konstipasi pada lansia
1.3 Manfaat
1.3.1 Mengetahui perjalanan penyakit yang terjadi sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat
1.3.2 Menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan gerontik
sebagai referensi dalam memberikan suhan keperawatan
1.3.3 Meningkatkan keterampilan dan memberikan asuhan keoerawatan
pada pasien lansia dengan konstipasi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.18 Fisiologi Gastrointestinal pada Lansia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Dalam bukunya Hardywinoto (2005) mengatakan yang dimaksud dengan
kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas. Secara biologis lanjut usia mengalami proses penuaan secara terus
menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik sehingga
semakin rentannya terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kematian.hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,jaringan
serta system organ.
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan
penurunan metabolism di sel lainnya. Proses ini menyebabkan penurunan
fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh. Berikut ini merupakan
perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal akibat proses menua
(Brocklehurst and Allen,1987, Morris and Dew,1985, Nelson and
Castel,1990)
2.18.1 Rongga Mulut
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rongga
mulut akibat proses menua:
a. Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusutan dan
fibrosis pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari
struktur gusi. Implikasi dari hal ini adalah tanggalnya gigi,
kesulitan dalam mempertahankan pelekatan gigi palsu yang lepas.
b. Hilangnya kuncup rasa. Implikasi dari hal ini adalah perubahan
sensasi rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk
mendapatkan rasa yang sama kualitasnya.
c. Atrofi pada mulut. Implikasi dari hal ini adalah mukosa mulut
tampak lebih merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis
kerena penyusutan epitelium dan mengandung keratin.
d. Air liur/ saliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang
yang telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui
mekanisme sebagai berikut: penyediaan enzim pencernaan,
pelumasan dari jaringan lunak, remineralisasi pada gigi,
pengaontrol flora pada mulut, dan penyiapan makanan untuk
dikunyah. Pada lansia produksi saliva telah mengalami penurunan.
7
2.18.2 Faring dan Esofagus
Banyak lansia sudah mengalami kelemahan otot polos
sehingga proses menelan sering sukar. Kelemahan otot esophagus
sering menyebabkan proses patologis yang disebut hernia hiatus
didalam esofagus juga mengalami dilatasi yaitu kehilangan tonus
sfingter jantung, serta penurunan refleks muntah.Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan terjadinya risiko aspirasi.
2.18.3 Lambung
a. Atrofi penurunan sekresi asam hidroklorik mukosa lambung
sebesar 11% sampai 40% dari populasi. Implikasi dari hal ini
adalah perlambatan dalam mencerna makanan dan mempengaruhi
penyerapan vitamin B12, bakteri usus halus akan bertumbuh secara
berlebihan dan menyebabkan kurangnya penyerapan lemak.
b. Penurunan motilitas lambung. Implikasi dari hal ini adalah
penurunan absorbsi obat-obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12,
dan konstipasi sering terjadi.
2.18.4 Usus Halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas
permukaan berukurang, menyebabkan jumlah vili berkurang dan
selanjutnya juga menurunkan proses absorbsi. Di daerah duodenum
enzim yang dihasilkan oleh pancreas dan empedu juga menurun,
sehingga metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi tidak
sebaik sewaktu muda. Keadaan ini sering menyebabkan gangguan
yang disebut sebagai maldisgesti dan malabsorbsi.
2.18.5 Usus Besar dan Rectum
Pada usus besar kelok – kelokan pembuluh darah meningkat
sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan
menyebabkan absorbsi air dan elektrolit meningkat, feses menjadi
lebih keras sehingga keluhan sulit buang air merupakan keluhan yang
sering didapat pada lansia. Konstipasi juga disebabkan karena
peristaltic kolon yang melemah, akibatnya kolon gagal mengosongkan
rectum.
2.18.6 Saluran Empedu, Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas
Pada hepar dan hati mengalami penurunan aliran darah sampai
35% pada usia lebih dari 80 tahun. Berikut ini merupakan perubahan
8
yang terjadi pada saluran empedu, hati, kandung empedu, dan
pankreas akibat proses menua.
Pengecilan ukuran hari dan penkreas. Implikasi dari hal ini
adalah terjadi penurunan kapasitas dalam menimpan dan mensintesis
protein dan enzim-enzim pencernaan. Sekresi insulin normal dengan
kadar gula darah yang tinggi (250-300 mg/dL). Perubahan proporsi
lemak empedu tampa diikuti perubahan metabolisme asam empedu
yang signifikan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan sekresi
kolestero
2.19 Pengertian Diare
Menurut WHO (2006) diare adalah keluarnya tinja yang lunak atau
cair dengan frekuensi 3x atau lebih perhari dengan atau tanpa darah atau
lendir dalam tinja. Sundaram (1993) menekankan pentingnya sekresi saluran
cerna sebagai penyebab diare. Saluran cerna mengakomodasi 9 liter caifran
setiap hari, 2 liter berasal dari diet dan tujuh liter dari sekresi usus serta
pankreas.
Berbeda dari usia muda, sistem kerja organ tubuh pada lansia
mempunyai perbedaan serta penurunan fungsi secara fisiologis. Perbedaan
tersebut adalah pada lansia terjadi proses degenerasi dan penurunan
imunitas. Hal ini akan mengakibatkan penurunan penyerapan air pada
sistem cerna dan jika yang terjadi adalah penurunan kekebalan tubuh, diare
yang menyerang lansia sangat dimungkinkan disebabkan oleh adanya
infeksi bakteri, umumnya bakteri shigella dan salmonella. Beberapa
penyebab lain yang dapat mengakibat diare pada lansia diantaranya
aklorhidria dan penggunaan antibiotik yang terlalu sering atau terlalu lama.
2.20 Etiologi Diare
Menurut penyebabnya diare di bedakan menjadi 2 jenis, yaitu diare
spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah Diare disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus, atau parasit. Sedangkan Diare non spesifik dapat
disebabkan oleh malabsorbsi makan, keracunan makanan. Diare spesifik
9
cenderung disebabkan oleh virus dan bakteri, virus penyebab diare
umumnya adalah rotavirus.
Banyak mikroba mampu menyebar dengan menggunakan lebih dari
satu cara, sehingga kita tidak dapat selalu tahu apakah penyakit yang kita
derita adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan. Pembedaan khas
menjadi penting guna menemukan rekomendasi tepat guna untuk
menghentikan penyebaran suatu penyakit, sarana kesehatan masyarakat
perlu mengetahui cara penyakit itu menyebar. Sebagai contohnya adalah
Escherichia Coli O157:H7, bakteri ini dapat menyebar melalui makanan,
minuman maupun air di kolam renang yang terkontaminasi. Bakteri ini juga
dapat menyebar antar anak-anak di penitipan anak jika higienis pribadi tidak
dijaga dengan baik. Tolok ukur penghentian penyebaran penyakit tersebut
bergantung banyak dari penyebab yang disebutkan tadi, jadi penyebaran
bakteri dapat dihentikan mulai dari membuang makanan dan minuman yang
terkontaminasi, memberikan tambahan zat khlor pada air kolam renang
maupun hingga menutup tempat penitipan anak yang tercemar.
Campylobacter adalah bakteri patogen yang menyebabkan demam,
diare dan nyeri kejang pada daerah abdomen. Bakteri ini adalah penyebab
paling umum bagi penyakit diare di dunia. Bakteria ini hidup nyaman di
dalam saluran pencernaan burung-burung sehat. Hampir semua daging
unggas mentah mengandung Campylobacter. Penyebab infeksi yang
tersering disebabkan karena penderita memakan ayam yang belum dimasak
dengan benar ataupun makanan lain yang terkontaminasi tetesan cairan dari
daging ayam mentah.
Salmonella adalah bakteri yang banyak tersebar di saluran
pencernaan burung, reptil dan mamalia. Salmonella dapat menyebar ke
manusia melalui pelbagai makanan yang merupakan hasil ternak. Penyakit
yang disebabkannya, salmonellosis khususnya termasuk demam, diare dan
nyeri daerah abdomen. Pada orang-orang yang memiliki daya tahan tubuh
yang sangat rendah, bakteri salmonella dapat menginvasi aliran darah dan
menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa.
10
E. Coli O157:H7 adalah bakteri patogen yang bersarang pada ternak
dan sejenisnya. Penyakit yang terjadi pada manusia umumnya terjadi setelah
mengkonsumsi air dan makanan yang telah terkontaminasi tinja sapi. Gejala
yang terjadi umumnya adalah diare parah yang mengandung darah, serta
nyeri pada abdomen tanpa banyak demam. Pada 3%-5% dari kasus, dapat
timbul komplikasi yang disebut hemolyctic uremic syndrome (HUS)
beberapa minggu setelah gejala pertama. Komplikasi parah ini termasuk
anemia sementara, perdarahan hebat dan kegagalan pada ginjal.
Calicivirus atau Norwalk-like virus adalah penyebab umum lain dari
foodborne illness, walaupun jarang terdiagnosa akibat tidak tersedianya tes
laboratorium secara luas. Calicivirus menyebabkan nyeri akut pada saluran
pencernaan, ditandai dengan muntah yang lebih utama dari diare, yang
biasanya sembuh dalam dua hari. Berbeda dengan bakteri patogen lain yang
berdiam di tubuh binatang, penyebaran utama Calicivirus adalah melalui
manusia yang terinfeksi. Pekerja dapur yang terinfeksi dapat mencemari
salad ataupun sandwich yang dipersiapkannya jika virus terdapat di tangan
mereka. Nelayan yang terinfeksi mencemari tiram saat mereka
membiakannya.
Beberapa virus penyebab diare adalah viral gastroenteritis atau yang
lebih dikenal dengan “stomach virus”, virus perut. Sedangkan bakteri yang
dapat menyebabkan diare adalah bakteri E.Coli, Salmonella enteritidis,
campylobacter, shigella, giardo parasite, dan cryptosporidium parasite.
Pada umumnya seseorang terkena diare karena kurang menjaga
kebersihan dirinya sendiri, beberapa factor yang paling banyak
menyebabkan diare adalah tangan yang kotor, makanan dan minuman yang
terkontaminasi virus dan bakteri, kontak langsung dengan feses dan material
yang menyebabkan diare.
2.21 Manifestasi Klinis
2.21.1 Nausea Hingga Muntah
Mual dan muntah banyak dikaitkan dengan gangguan organik dan
fungsional. Kondisi darurat di rongga perut seperti apendikitis akut,
11
diare, kolesistitis, gangguan di saluran intestinal, peritonitis juga bisa
menyebabkan mual dan muntah. Infeksi virus, bakteri, dan parasit lain
di saluran pencernaan secara tipikal menyebabkan mual dan muntah
dengan derajat berat.
2.21.2 Nyeri Perut
Diare banyak disebabkan oleh rotavirus. Apabila tubuh kita diserang
oleh virus maka invasi tersebut akan menyebabkan nyeri pada perut
bahkan sampai kram perut tergantung pada tingkat kaparahannya.
2.21.3 Demam
Pada diare peningkatan frekuensi dan kandungan cairan di dalam feses
serta intesitas BAB yang meningkat membuat air yang diminum dapat
secara cepat keluar lewat feses sehingga akan merasa haus. Haus yang
berlebihan dan pengeluaran air yang banyak serta sering lewat feses
akan mengakibatkan dehidrasi dan badan menjadi demam karena suhu
tubuh meningkat.
2.21.4 Haus
Pada diare peningkatan frekuensi dan kandungan cairan di dalam feses
serta intesitas BAB yang meningkat membuat air yang diminum dapat
secara cepat keluar lewat feses sehingga akan merasa haus.
2.21.5 Lidah Kering
Salah satu menifestasi diare adalah rasa haus yang berlebih
dikarenakan air yang keluar lewat feses melewati batas normal, air
yang diminum cepat keluar dari tubuh dan apa yang masuk ke tubuh
akan segera keluar lagi sehingga salah satu tanda yang bisa dilihat saat
kekurangan cairan adalah lidah kering.
2.21.6 Anoreksia
Diare ditandai dengan peningkatan motilitas usus sehingga
berpengaruh juga pada nafsu makan klien. Nausea dan muntah bisa
menjadi salah satu akibat hilangnya nafsu makan pada saat terjadi
diare.
2.21.7 Lemah
12
Keadaan kehilangan cairan ,nafsu makan turun hingga nausea dan
muntah mengakibatkan tubuh menjadi kekurangan volume cairan
maupun nutrisi sehingga akan berakibat tubuh pada penderita diare
akan mengalami kelemahan.
2.21.8 Turgor Kulit Menurun
Hampir 90% tubuh kita terdiri atas cairan, Cairan banyak dibutuhkan
dalam tubuh kita. Apabila terkena diare dengan kehilangan volume
cairan yang berlebihan lewat feses yang encer maka akan
mengakibatkan turgor kulit menurun.
2.21.9 Gelisah
Rasa gelisah sering ditemukan pada diare dengan dehidrasi ringan
atau sedang. Gelisah dirasakan karena intake nutrisi yang masuk sulit
untuk dicerna dan juga frekuensi pengeluaran feses yang sering
membuat klien merasa gelisah karena harus sering menuju kamar
mandi untuk BAB.
2.22 Patofisiologi
Pada kelompok lansia, sistem pertahanan tubuh mulai mengalami
penurunan. Dapat disebabkan karena terjadinya sistem penurunan di
berbagai proses metabolisme tubuh termasuk sintesis protein yang bekerja
pada sistem imunitas, maupun penurunan efektivitas penyerapan air pada
sistem cerna. Jika yang terjadi adalah penurunan kekebalan tubuh, diare
yang menyerang lansia sangat dimungkinkan disebabkan oleh adanya
infeksi bakteri maupun virus.
Faktor infeksi yang menyebabkan diare pada lansia ini dapat diawali
adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan
yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam
absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri
akan menyebabkan gangguan pada system transport aktif dalam usus
13
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
Jika infeksi karena virus, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama
dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel
epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel
epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit
baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang
sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli
usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan
dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan
akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak
cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan
didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).
Diare pada lansia juga dapat disebabkan oleh pengaruh obat-obatan
yang digunakan oleh lansia. Obat-obatan yang dikonsumsi tersebut dapat
menyebabkan kerusakan mukosa usus halus dan usus besar. Kerusakan
mukosa usus mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan
dan elektrolit.
Proses penuaan berhubungan dengan penurunan aktivitas Na+ – K+
ATPase yang diperlukan untuk pemecahan ATP untuk menyediakan energi
bagi Na+ – K+ pompa yang mengatur pertukaran air dan transportasi
elektrolit. Penurunan konsentrasi Na+ – K+ ATPase akan mengurangi
aktivitas pompa Na+ – K+ yang mengakibatkan penyerapan cairan menurun
dan dapat menyebabkan diare.
Pada lansia terjadi degenerative sehingga dapat menyebabkan
gangguan pada system pencernaan atau transportasi berupa defisiensi enzim
disakaridase dan enterokinase serta kerusakan pada ion transport (Na+/H+,
Cl-/HCO3-) yang akan menimbulkan gangguan absorbsi.
14
2.23WOC Diare pada Lansia
(Lampiran)
2.24Komplikasi
Diare dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Sebagian besar
komplikasi yang disebabkan oleh ketidak seimbangan cairan di dalam
tubuh. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa sepsis (pada infeksi
sistemik) dan abses liver.
2.7.1 Dehidrasi
Diare dapat disertai nausea dan muntah sehingga asupan
oral berkurang dapat menyebabkan dehidrasi, tarutama pada anak
dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin
gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan orstostatik. Hal ini
disebabkan oleh tubuh yang senantiasa menjaga homeostatis. Rasa
haus dan pengeluaran urin yang sedikit saat tubuh kekurangan
Hipertensi arterial dapat terjadi karena seseorang sering mengejan.
Hal ini bisa berakibat seseorang mengalami ruptur pembuluh darah
di otak.
b. Imfaksi fekal
Massa atau kumpulan feses yang mengeras di dalam rektum.
Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi materi feses dalam
waktu lama.
c. Hemoroid
Konstipasi hemoroid terjadi karena pola makan yang kurang serat
dan kurang cairan atau karena kurang kebiasaan yang
buruk.Misalnya sering menunda buang air besar (BAB). Seorang
penderita yang mengalami konstipasi dan hemoroid, biasanya
memiliki masalah penggerakan usus. Penderita biasanya mengalami
kerusakan pada otot anus dan jaringan penghubung dan
sekitarnya.Juga bisa terjadi kerusakan pada perineum kolon.Hal ini
bisa terjadi karena saat proses mencerna,kotoran di dorong oleh
konstraksi otot melalui usus,dan air serta garam di serap
kembali.Jika asupan air tidak mencukupi air yang diserap saat proses
mencerna akan membuat keras tinja.Kotoran yang keras dan kering
ini menyebabkan jerja usus melambat.Tinja keras dan kering juga
akan meningkatkan tekanan pada anus dan kolon. Hal ini
menyebabkan konstipasi dan berakibatb pada meningkatnya
ketegangan otot untuk memperbaiki pergerakan usus,yang akhirnya
menyebabkan hemoroid.
d. Megakolon
2.16Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
27
Pemeriksaan ini diikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor-faktor
resiko penyebab konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar hormon
tiroid, elektrolit, anemia yang berhubungan dengan keluarnya darah
dari rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi
dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan
konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan
keganasan.
b. Foto Polos Perut
Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada penderita konstipasi,
terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
adakah impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang dapat
menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon.
c. Pemeriksaan lain
Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan
barium enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan.
Pemeriksaan intensif ini dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan
pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada
pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.
Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomik yaitu enema,
kolonoskopi dan proktosigmoidoskopi. Enema dilakukan untuk
mengosongkan kolon yang terdapat akumulasi feses untuk
dilanjutkan tindakan kolonoskopi. Syarat tindakan kolonoskopi
adalah kondisi kolon harus kosong. Proktosigmoidoskopi dilakukan
pada pasien yang mengalami hemoroid.
Selain pemeriksaan bersifat anatomik juga dapat dilakukan
pemeriksaan bersifat fisiologik (waktu singgah di kolon,
cinedefecografi, menometri, dan elektromiografi).
Proktosigmoidoskopi bisanya dikerjakan pada konstipasi yang baru
tejadi sebagai prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum.
Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari
rektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu
dikerjakan kolonoskopi.
28
Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat
diikuti dengan melakukan pemeriksaan radiologis setelah menelan
bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum
menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon
menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.
Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah
anaorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas,
mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi
serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang
konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian
penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X.
Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut.
Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.
Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada
rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang
untuk menilai fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat
mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus,
adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang
terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan
anatomik maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi
disebut sebagai non-spesifik.
2.17 Penatalaksanaan Medis
2.17.1 Pengobatan Non-Farmakologis
a. Latihan Usus Besar
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku
yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas
penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara
teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya.
dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga
dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB.
Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap
29
terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak
menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
b. Diet
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama
pada golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan
bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka
kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal
lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat
meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu
transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan
cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada
kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga
Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu
mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang
dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan
menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot
dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot
perut
2.17.2 Pengobatan Farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan
terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan
pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara
lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan
menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga
mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor,
golongan dochusate.
30
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman
untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara
lain : sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus
besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan
bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang,
dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas
kolon. Contohnya :Bisakodil, Fenolptalein.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
KASUS DIARENy. N, 60 tahun datang ke rumah sakit Universitas Airlangga dalam
keadaan lemah dan mengeluh perutnya mulas. Keluarga menyatakan bahwa selama 4 hari sering BAB, dan dalam sehari bisa sampai 5 kali ke kamar mandi untuk BAB. Sejak 2 hari sebelum MRS Ny. N kurang nafsu makan. Pada pemeriksaan awal didapatkan: TD = 120/80, RR = 24x/mnt, Nadi = 110x/mnt, Suhu = 37,5o C. Klien mengatakan sebelum sakit makan-makanan pedas.Hasil pemeriksaan diagnostik konsistensi feses didapatkan feses yang cair dan lunak tidak seperti pada feses normal, hasil timbangan berat badan saat masuk ke RS adalah 49 kg.
3.1 Pengkajian Nama : Ny. NTanggal lahir : 6 April 1951Jenis kelamin : PerempuanTanggal MRS : 6 April 2014Alamat : SurabayaDiagnose medis : Diare
Keluhan utama : BAB lebih dari 3x sehariRiwayat penyakit sekarang : Keluarga mengatakan bahwa Ny. N
selama 4 hari sering BAB, dalam sehari bisa sampai 5 kali ke kamar mandi untuk BAB. Selain itu Ny. N sejak 2 hari sebelum MRS mengalami kurang nafsu makan. Sebelum sakit Ny. N makan-makanan pedas.
31
Riwayat penyakit keluarga : -Pemeriksaan persistem :a. B1 (Breath) : RR meningkatb. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD normal, suhu klien
meningkat.c. B3 (Brain) : -d. B4 (Bladder) : produksi urin menurun serta warna urin agak gelap
Pemeriksaan fisik umum :a. Keadaan umum : lemah b. TTV : TD 120/80 mmHg, nadi 110x/mnt, RR 24x/mnt,
Suhu 37,5o CPemeriksaan fisik abdomena. Inspeksi : perut tegang.b. Auskultasi : bising usus meningkat (>15x/menit).c. Palpasi : perut distensi, turgor kulit jelek.d. Perkusi : terdengar normal, tidak asites dan tidak hipertimpani.
3.3 Analisis data DATA ETIOLOGI MASALAH
Data subyektif :Klien mengatakan makan-makanan pedas, Klien BAB lebih dari 3x dalam sehari.Data obyektif : Bising usus >15x / menit Perut tegang
Bakteri, virus, parasit yang terdapat pada
makanan
Masuk saluran cerna
Pengeluaran toksin, iritasi saluran cerna
Dinding usus terangsang
Peristaltik usus me↑
Gangguan absorbsi
Diare
32
Vol. rongga usus me↑
Respon mengeluarkan
DiareData subyektif :Klien mengatakan bahwa BAB > 3x / hari.Data obyektif : Mukosa mulut kering Turgor kulit buruk Nadi 110x/menit RR 24 x/ menit Produksi urin menurun Warna urin agak gelap
Kehilangan cairan dan elektrolit
CES hilang secara cepat
Ketidakseimbangan elektrolit
Hilangnya cairan intraseluler
Volume sirkulasi menurun
Defisit volume cairan dan elektrolit
Defisit volume cairan dan elektrolit.
Data subyektif :Nafsu makan menurun sejak 2 hari sebelum MRS. Keluarga menyampaikan BB klien dalam keadaan biasa 53 kg.Data obyektif : BB saat MRS 49 kg Porsi makan tidak
dihabiskan. Mulut kotor.
Tekanan pusat kenyang di nucleus ventro
medial hipotalamus
Nafsu makan me↓
Anoreksia
Intake nutrisi tidak adekuat
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3.4 Diagnosa Keperawatan1) Diare berhubungan dengan infeksi bakteri, virus, parasit pada makanan.2) Deficit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan dan elektrolit.
33
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tekanan pusat kenyang di nucleus ventromedial hipotalamus, anoreksia.
3.5 Intervensi dan RasionalDiare berhubungan dengan infeksi bakteri, virus, parasit pada makanan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diare dapat teratasi.Kriteria hasil :
a. Frekuensi BAB berkurang menjadi 1-3 kali sehari.b. Warna feses kuning.c. Konsistensi feses lunak , tidak cair.
No Intervensi Rasional1 Identifikasi faktor penyebab. Mengidentifikasi faktor
penyebab diare dapat membantu dalam menentukan masalah yang akan diatasi lebih dulu.
2 Pantau warna, volume, frequensi,dan consistensi feses setiap kali BAB
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya iritasi akibat diare di areal perianal.
6 Instruksikan kepada pasien untuk mengurangi makanan yang pedas dan asam
Mengurangi iritasi mukosa usus
7 Kolaborasi pemberian obat antidiare
Meningkatkan penyerapan air pada feses dan menngobati infeksi bakteri
Deficit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit. Tujuan : Setelah tindakan keperawatan yang dilakukan selama 2 x 24 jam
kekurangan cairan dan kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.Kriteria hasil :
a. Turgor kulit normalb. TTV dalam batas normalc. Mukosa mulut lembab.d. Output cairan dalam keadaan normal
No Intervensi Rasional
34
1 Observasi turgor kulit, mukosa mulut, pengeluaran urin serta warna urin, jumlah cairan yang masuk ke tubuhh pasien baik oral maupun parenteral sekaligus anjurkan pasien untuk banyak minum.
Untuk mengetahui keparahan dedidrasi pasien, serta membantu dalam menentukan tindakan rehidrasi yang sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Dengan banyak minum air dapat membantu pasien menurunkan suhu tubuh dan mengganti sebagian cairan yang telah hilang.
2 Konsultasikan pada dokter bila dibutuhkan pemenuhan cairan melalui IV line.
Pemberian cairan melalui IV line dapat membantu mengembalikan cairan dan elektrolit dengan cepat.
3 Pantau dan manajemen keseimbangan intake dan output cairan
Menganalisis dan meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tekanan pusat kenyang di nucleus ventromedial hipotalamus, anoreksia.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam intake nutrisi adekuat Kriteria hasil :
a. Porsi makan dihabiskan.b. Pemasukan nutrisi adekuatc. BB naik atau kembali normal
No Intervensi Rasional1 Buat perencanaan diet dengan
pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur
2 Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah sehingga dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
3 Tawarkan makanan porsi sedikit tapi sering.
Dengan pemberian porsi sedikit tapi sering dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.
4 Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.
5 Pastikan pola diet pasien yang disukai atau tidak disukai.
Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien
35
6 Pantau intake dan output makanan serta berat badan secara periodik.
Mengetahui keseimbangan intake dan output makanan
7 Kaji turgor kulit pasien Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
8 Ajarkan metode untuk perencanaan makan
Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.
9 Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
Evaluasi :S: Pasien mengatakan frekuensi BAB kembali normal yaitu kurang dari 3x sehari ,pasien mengatakan sudah kembali nafsu makannyaO : Berat Badan klien meningkat sebesar 1 kg selama 2 hari ,TTV dalam keadaan normalA : Intervensi berhasil seluruhnyaP: Intervensi dihentikan
KASUS KONSTIPASI
Seorang kakek bernama Tn.A yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut
bagian bawah. Sejak dua minggu yang lalu klien menyatakan jarang makan sayur
dan buah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya
kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan
porsi makan sehari-harinya karena nafsu makannya menurun akibat perut terasa
penuh dan kembung. Klien juga merasa berat badannya menurun. BB Tn.A satu
bulan lalu 53 kg. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat
dipalpasi ada impaksi feses.
Nama : Tn.A
Tanggal lahir : 5 November 1949
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 07 April 2014
Alamat : Surabaya
Diagnosa Medis : Konstipasi
Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi
Keluhan utama : Nyeri pada perut, seminggu belum BAB
36
Riwayat penyakit sekarang :
Tn.A yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, perut
terasa penuh dan sesak. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB.
Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah
menghabiskan porsi makan sehari-harinya. Sehingga kakek mengaku mudah lelah
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Klien mengatakan bahwa belum pernah mengalami konstipasi sebelumnya
Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan konstipasi.
Pola Kebiasaan sehari-hari
1. Pola tidur dan kebiasaan
a. Waktu tidur : siang ± ½ jam dan malam ± 6-7 jam
b. Waktu bangun : klien bangun umumnya/seringnya jam 05.00 WIB
c. Masalah tidur : tidak ada masalah
2. Pola Eliminasi tidak ditemukan ada masalah
3. BAB
BAB tidak lancar, riwayat perdarahan tidak ada dan saat mengkaji tidak
terjadi diare. Klien mengatakan fesesnya keras.
4. Pola BAK
Pola BAK ± 5-10 x/hari dan tidak terjadi inkontinensia, karakter urin: kuning,
jumlah urine : 1200 ml/hari, tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK,
tidak ada penggunaan diuretik
5. Pola makan dan minum
a. Gejala (Subjektif)
Tipe diet yang dilakukan yaitu konsumsi makanan biasa dan jumlah
makanan per hari 3 piring dalam per hari. Jarang makan sayur. Kurang suka
37
makanan berserat. Minum 5 gelas sehari. Sering kehilangan selera makan
dan perut terasa penuh
b. Tanda Objektif
a) TB: 165 cm
b) Berat badan : 50 kg
c) Waktu pemberian makanan : pagi, siang dan sore
d) Jumlah dan jenis makanan : 1 piring sekali makan dan tanpa sayur
e) Waktu pemberian minuman: Pengambilan air putih terserah/sesuka hati
dan bila teh manis atau susu 2x/hari pagi dan sore hari
6. Kebersihan/Personal Higiene
a. Pemeliharaan tubuh/ mandi 2x/hari
b. Pemeliharaan gigi/gosok gigi 2x/hari
c. Pemeliharaan kuku/pemotongan kuku kalau panjang
7. Pola Kegiatan/Aktivitas
Klien tidak memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya, hanya jalan-jalan
sebentar dan kadang-kadang berbincang-bincang dengan sesama penghuni
wisma.
Hasil pemeriksaan fisik umum
1) Keadaan umum : Klien lemah, gelisah dan kesakitan
b. B2 (Blood) : Denyut jantung meningkat, TD meningkat
c. B3 (Brain) : Nyeri pada abdomen bagian bawah, kesadaran compos
mentis
d. B4 (Bladder) : -
e. B5 (Bowel) : Nafsu makan turun, BB turun, perut terasa penuh dan
kembung
f. B6 (Bone) : Mudah lelah
38
Pemeriksaan fisik abdomen
a. Inspeksi : pembesaran abdomen (buncit)
b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses atau skibala
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi: bising usus tidak terdengar
Hasil Pemeriksaan laboratorium
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini didapatkan:
Albumin (kurang dari 3,8 – 5,1 gr/dl)
Prosedur lain misalnya anuskopi dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua
pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan
keganasan.
e. Foto Polos Perut
Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada penderita konstipasi, terutama yang
terjadinya akut. Pemeriksaan ini didapatkan ada impaksi feses dan adanya
massa feses yang keras.
Analisa Data:
No Data Etiologi Masalah1. Data subjektif :
Seminggu tidak BAB, kebiasaan BAB tiga kali sehari
Data objektif :Pembesaran abdomen, perut terasa penuh dan ada impaksi feses. Hasil perkusi redup dan bising usus tidak terdengar
Tidak mau makan sayur atau buah, dan degeneratif sel usus
besar
Peristaltik menurun
Eliminasi feses tidak lancar
Pola BAB tidak teratur
Konstipasi
Konstipasi
2. Data subjektif: Klien tidak nafsu makanPorsi makan tidak habis
Data objektif:Bising usus tidak terdengar
Pengosongan feses di usus besar terlambat
Sulit BAB
Perut terasa begah
Nutrisi kurang dari kebutuhan
39
Kelemahan Hasil laboratorium albumin Nafsu
makan menurun
Intake nutrisi kurang3. Data subjektif:
Keluhan nyeri dari pasien
Data objektif:Perubahan nafsu makanSkala PQRST:P :Akumulasi feses di kolon Q:Nyeri tertekanR:Lokasi di abdomen bagian bawahS: Skala nyeri menunjukkan 5-7T:Nyeri dirasakan secara bertahap
Air dan elektrolit banyak diserap
Konsistensi tinja yang keras
Feses sulit keluar
Akumulasi di kolon
Nyeri abdomen bawah
Nyeri Akut
4. Data Subjektif Klien cemas, gelisah dan khawatir karena sudah 1 minggu tidak BAB (tidak sesuai kebiasaannya)
Data Objektif-
1 minggu tidak defekasi
Khawatir, cemas dan gelisah tidak seperti kebiasaan sehari-
hari
ansietas
Ansietas
Diagnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan kurang makanan berserat dan proses
degeneratif lansia
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan akibat perut penuh
c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan pola defekasi klien
3. Intervensi dan Rasional
Dx : Konstipasi berhubungan dengan kurang makanan berserat dan proses degeneratif lansia
40
Tujuan : Pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari) sejak dilakukan perawatan selama 1x24 jamKriteria hasil: Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari, konsistensi feses lembut, dan eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Rasional
1) Manajemen defekasi yaitu degan menentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
a. Membentuk dan mempertahankan pola eliminasi defekasi yang teratur
2) Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
b. Untuk memfasilitasi refleks defekasi klien
3) Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
c. Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
4) Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
d. Meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak diinginkan
5) Tindakan kolaborasi pemberian laksatif dan cairan enema sesuai indikasi
e. Untuk melunakkan feses
Dx: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan akibat perut penuhTujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam nafsu makan klien membaikKriteria Hasil : Selera makan klien baik, nilai albumin menunjukkan lebih dari 3,8 – 5,1 gr/dl, toleransi terhadap diet, yang dibutuhkan satu porsi makan klien habis, mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Intervensi Rasional1) Buat perencanaan makan dengan
pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan
a. Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur
2) Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi
b.Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan
3) Observasi masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
c. Mengetahui keseimbangan intake dan
pengeluaran asuapan makanan
4) Ketahui makanan kesukaan klien, bisa diberikan buah-buahan segar
d. Sebagai langkah awal untuk
pemasukan nutrisi klien
41
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
e. Untuk menambah selera makan klien
karena kondisi lingkungan nyaman
6) Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
f. Untuk dapat mengetahui tingkat
kekurangan kandungan Hb, albumin,
dan glukosa dalam darah
7) Observasi BB klien secara berkala g.Untuk menilai batas kurang nutrisi
klien
Dx :Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomenTujuan : Setelah diberi perawatan selama 1x24 jam klien menunjukkan nyeri telah berkurangKriteria hasil: Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan, melaporkan kesehatan fisik dan psikologisIntervensi Rasional
1) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari pada nyeri yang dirasakan dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio
a. Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri
2) Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiat
b.Efek puncak lebih tinggi dan durasi peredaan nyeri yang lebih lama
3) Manajemmen pemberian cairan enema sesuai indikasi
c. Melunakkan feses untuk mengurangi feses yang keras, menekan perut bawah
Dx :Ansietas berhubungan dengan perubahan pola defekasiTujuan : Setelah diberi perawatan dan edukasi selama 1x24 jam ansietas klien berkurangKriteria hasil: Klien menyatakan lebih nyaman, tingkat ansietas menurun, dan
koping klien lebih baikIntervensi Rasional
1) Menciptakan lingkungan yang tenang
a. Agar klien lebih tenang
2) Menenangkan diri klien dengan memberi penjelasan mengenai proses penyakit
b.Meredakan kecemasan dengan meningkatkan pemahaman klien berhubungan dengan proses penyakit yang sedang dialami
3) Meningkatkan koping klien dengan c. Membantu klien untuk beradaptasi 42
memberi dorongan bahwa pola defekasi klien akan kembali seperti kebiasaan sebelumnya
dengan persepsi stresor yaitu proses perubahan pola defekasi yang dialami
Evaluasi
S : Klien mengatakan pola defekasi kembali lancar dan seperti kebiasaan
sebelumnya yaitu 3 hari sekali, klien merasa lebih nyaman, perut sudah
tidak penuh, selera makan klien membaik, klien mampu menghabiskan satu
porsi makan
O: Saat palpasi tidak ditemukan skibala, perut klien tidak membesar, BB klien
pada batas normal, TTV klien pada batas normal
A: Intervensi berhasil seluruhnya
P: Intervensi dihentikan
43
BAB IV
KESIMPULAN
Menurut WHO (2006) diare adalah keluarnya tinja yang lunak atau cair
dengan frekuensi tiga kali atau lebih perhari dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja. Tanda dan gejala yang bisa ditimbulkan diantaranya nausea, lemah,
dehidrasi, nyeri perut dan demam. Penatalaksanaan diare dapat dilakukan dengan
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar,
biasanya kurang dari tiga kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras
dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut.
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah kesulitan
memulai dan menyelesaikan BAB, mengejan keras saat BAB, massa feses yang
keras dan sulit keluar dan perasaan tidak tuntas saat BAB. Penatalaksanaan
konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non-farmakologik dan farmakologik.
44
DAFTAR PUSTAKA
Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan
RI.Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).2007.
Setiabudhi, T. & Hardywinoto. (2005). Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek: Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Stanley, M. dan Patricia G. B. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik.
Edisi 2.Alih bahasa Nety J. dan Sari K. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
World Helath Organization. Implementing the new recommendaion on the
clinical management of diarrhea
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Darmojo, Boedhi&Martono, Hadi. 2006. Buku Ajar Geriatri(Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Indonesia
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Berman, Audrey dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier