Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus (DM) dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. 1 Penyakit DM terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaringan atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dari sudut pasien diabetes mellitus sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes mellitus dengan keluhan yaitu terjadi kelainan pada kulit seperti gatal-gatal, bisulan. Selain itu juga terjadi kelainan ginekologis seperti keputihan dan lain-lain. 1 Gejala-gejala pada DM merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak dengan produksi ataupun fungsi horman insulin. Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinik yang terdiri dari peningkatan kadar gula darah, ekskresi gula melalui air seni dan gangguan 1
45

Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Oct 31, 2014

Download

Documents

tinjauan pustaka kaki diabetes pada diabetes mellitus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

BAB 1

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai

semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.

Diabetes mellitus (DM) dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari

akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat

badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai

kemudian orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.1

Penyakit DM terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru

ditemukan pada saat pemeriksaan penyaringan atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dari sudut

pasien diabetes mellitus sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter

dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes mellitus dengan keluhan yaitu terjadi kelainan pada

kulit seperti gatal-gatal, bisulan. Selain itu juga terjadi kelainan ginekologis seperti keputihan

dan lain-lain. 1

Gejala-gejala pada DM merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan dalam metabolisme

karbohidrat, protein, lemak dengan produksi ataupun fungsi horman insulin. Diabetes Mellitus

(DM) adalah suatu sindrom klinik yang terdiri dari peningkatan kadar gula darah, ekskresi gula

melalui air seni dan gangguan mekanisme kerja hormon insulin. Kelainan tersebut timbul secara

bertahap dan bersifat menahun. 1

Berdasarkan suatu hasil studi epidemiologi terbaru, tanpa memandang gender, ras, usia,

Indonesia telah memasuki epidemi diabetes melitus tipe 2. Di Indonesia diperkirakan masih

banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Jika sudah terdiagnosis pun,

dua pertiganya saja yang menjalani pengobatan (non farmakologik maupun farmakologik) dan

hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik. 2

Diabetes merupakan penyakit seumur hidup, jadi bukan hanya tim medis saja yang memiliki

peran penting dalam pengelolaan penyakit ini, namun pasien dan orang disekelilingnya memiliki

peran yang jauh lebih penting. 3

1

Page 2: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Salah satu komplikasi dari DM adalah Kaki diabetes, yang disebabkan adanya gejala neuropati,

terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan faktor aliran darah yang berkurang. Di

Indonesia, kaki diabetes merupakan permasalahan yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal,

karena sedikit orang yang berminat menggeluti kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk

mengelola kaki diabetes. Disamping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat

mencolok, lagipula adanya permasalahn biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh

masyarakat pada umummya menambah peliknya pengelolaan dari kaki diabetes.

Di RSUPN dr. CiptoMangunKusumo, masalh kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian

besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan amputasi masih

tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% pada tahun 2003. Nasib penyandang DM pasca amputasi

pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahu pasca amputasi, dan sebanyak

37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.

Karena peliknya masalah kai diabetes, maka kami menyusun responsi ini dengan harapan memberi

sebuah pemahaman terhadap masalah diabetes melitus dan kaki diabetes kepada dokter muda di SMF

Ilmu penyakit Dalam sehingga nantinya dapat menajadi

2

Page 3: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

3

Page 4: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : I Komang Neka Wijaya

Umur : 44 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : SMA

Status perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Petugas Keamanan

Alamat : Jln Bukit Hijau Jimbaran, Bhuana Gubug, Jimbaran

2.2 Anamnesis (2 Juni 2011)

Keluhan Utama

Bengkak pada kaki kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit

(SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat pasien terbangun dari

tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada daerah kaki, tungkai

hingga selangkangan pada kaki kiri. Dua hari kemudian, pasien mengatakan bahwa kulit

pada kaki kiri mulai mengelupas, timbul bisul dan akhirnya luka pada kaki kiri. Rasa sakit

dirasakan dengan tingkat kesakitan sedang sehingga membuat pasien tidak mampu

beraktivitas seperti saat sebelum bengkak. pasien merasa sakit pada kaki bertambah apabila

digerakkan dan sedikit berkurang apabila diistirahatkan. Pasien sempat memeriksakan

keluhan ini kepada dokter umum, dan diberikan obat untuk mengontrol gula darah

(Glibenclamid) dan salep. Rasa sakit dirasakan berkurang setelah pemberian salep, tetapi

hanya berlangsung sebentar dan kemudian sakit kembali dirasakan. Keluhan dirasakan

4

Page 5: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

menetap selama dua bulan karena itu pasien dirujuk ke RSUP Sanglah. Riwayat trauma

pada kaki kiri disangkal oleh pasien. Riwayat kaku sendi di pagi hari disangkal oleh

pasien.

Pasien juga terkadang mengeluhkan mengeluhkan adanya kesemutan yang hilang

timbul pada telapak kaki kanan, dan hal ini dikatakan tidak menganggu aktivitas pasien.

Keluhan dirasakan timbul sejak dua bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya

penglihatan kabur yang terus memburuk sejak dua tahun yang lalu. Selain itu pasien juga

merasakan keluhan susah ereksi yang dikatakan perlahan lahan semakin terasa sejak dua

tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita sudah didiagnosis menderita diabetes mellitus sejak tahun 2005. Saat itu

dikatakan pasien mengalami keluhan sering kencing dimana frekuensi kencing lebih dari

sepuluh kali per hari, dengan volume kurang lebih seperempat gelas aqua setiap kali

kencing dan sering kencing pada malam hari sehingga menggangu tidur penderita.

Dikatakan pula saat itu pasien sering merasa haus sehingga terus menerus minum air. Berat

badan pasien dikatakan berkurang sebanyak kurang lebih 5 kg. Sehingga saat itu pasien

memeriksakan dirinya ke dokter umum setempat dimana kemudian pasien diperiksa gula

darah sewaktunya dan didapatkan hasil 525. Pasien dikatakan menderita diabetes mellitus

serta mendapat obat minum yaitu Glibenclamid diminum 2 x 1 setiap hari.

Riwayat penyakit jantung, Hipertensi, alergi obat, dan penyakit ginjal disangkal oleh

pasien.

Riwayat Keluarga

Di keluarga pasien dikatakan terdapat kakak kandung pasien yang menderita penyakit

kencing manis.

Riwayat sosial

Pasien saat ini merupakan seorang kepala keluarga dan saat ini bekerja sebagai pecalang

dan security di sebuah villa. Pasien sehari-hari bekerja dengan jam kerja yang di-shiftkan,

5

Page 6: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

kadang pagi, siang, atau malam. Pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki

kecenderungan makan makanan yang manis dan makanan yang banyak mengandung

lemak dan kolesterol. Makanan favorit pasien adalah tahu dan hanya makan daging apabila

tersedia, dan frekuensinya dikatakan jarang.

Pasien dikatakan selalu menyempatkan diri untuk berolahraga (jogging) apabila tidak

terlalu banyak kesibukan. Setelah didiagnosa diabetes melitus pun pasien selalu menjaga

kebiasaan ini, tetapi setelah timbul bengkak pada kaki pasien, pasien tidak bisa berlari lagi.

Pasien dikatakan meminum alkohol, tetapi frekuensinya tidak tentu. Riwayat merokok

disangkal oleh pasien.

2.3 Pemeriksaan Fisik (5 April 2011)

Status Present

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 96 x/mnt reguler isi cukup

Respirasi : 20 x/mnt tipe pernafasan torakoabdominal reguler

Suhu aksila : 36,4 °C

Berat badan : 76 kg

Tinggi badan : 182 cm

BMI : 22,9 kg/m2

Status General

Mata : anemia -/-, ikterus -/- , odem palpebra -/- . refleks pupil +/+ isokor,

terdapat pterigium pada kedua mata pasien

THT : kesan tenang

Thorax: simetris (+)

Cor

Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

6

Page 7: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), Nyeri Ketok CVA (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-) Hepar/Lien/Ginjal : ttb,

Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--,

Status Lokalis :

Inspeksi: Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm

oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis

Palpasi: hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+)

Pemeriksaan ROM: range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak

dan nyeri

Gambar 1. Foto Kaki Kiri Pasien

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Tekanan Darah

7

Tgl 27/5/11 28/5/11 29/5/11 30/5/11 31/5/11 1/6/11 3/6/11

TD (mmHg)

120/80 135/75 136/78 120/68 125/75 120/70 120/80

Page 8: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

2.4.2 Gula darah

Gula Darah

27/5/11

28/5/11 29/5/11 30/5/11

31/5/11 1/6/11 3/6/11 Nilai Rujukan

Glukosa Darah Puasa

137 157 112 115 133 110 84 80-125

Glukosa Darah 2 jam

215 199 156 161 156 213 10270-140

2.4.3 Albumin

2.4.4 Darah Lengkap

Darah Lengkap 18/5/11 31/5/11 Nilai Rujukan

WBC 14,4 9,55 4,1 - 11

Neutrofil 11,2 (77,5%) 6,99 (73,2%) 2,5 – 7,5 (47-

80%)

Limfosit 2,2 (15%) 1,77 (18,6%) 1-4 (13-40%)Monosit 0,9 (6,6%) 0,61 (6,39%) 0,1 – 1,2 (2-

11%)Eosinofil 0,10 (0,5%) 0,055 (0,579

%)0 – 0,5 (0-

5%)

Basofil 0,3 (0,3%) 0,121 (1.26%)

0 – 0,1 (0-2%)

RBC 2,93 3,52 4,5 – 5,9

HGB 8,6 10,1 13,5 – 17,5

HCT 25,6 30,2 41 – 53

MCV 87,1 85,8 80 – 100

MCH 29,5 28,6 26 – 34

MCHC 33,8 33,3 31 – 36

8

Tgl 27/5/11 29/5/11 30/5/11 Nilai Rujukan

Albumin 2,9 2,538 2,742 3,4 – 4,8

Page 9: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

PLT 566 301 150 – 440

MPV 5,5 7,28 6.8 - 10

2.4.5 Urinalisis

Urinalisis 18/5/11 Nilai Rujukan

WBC 5,00 5-8

Leucocyte Neg Negative

Nitrite Neg NegativeProtein 150 NegativeGlucose 1.000 Normal

Ketone Neg Negative

Urobilinogen Norm 1 mg/dl

Bilirubin Neg Negative

Erytrocyte 25 Negative

Specific Gravity 1,02 1,005-1,020

Color p. yel p.yellow-yellow

Sedimen Urine -

Lekosit - < 6/lp

Eritrosit 2-3 < 3/lp

Sel Epitel- Sel gepeng

4-5

Lain-lain

2.4.6 Profil Lipid

Lipid Profile 21/05/11 Nilai RujukanCholesterol 141 <200HDL direct 25,26 40-60LDL 101,3 <100Triglycerides 71 <150

2.4.7 HbA1C

Pemeriksaan 20/05/11 Nilai RujukanHbA1C 11,9 <6.5

9

Page 10: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

2.5 Diagnosis

- Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kaki diabetes Wagner Grade II Pedis sinistra

- Anemia Ringan Normokromik Normositer etc susp. Anemia on Chronic Disease

- Hipoalbuminemia etc Chronic Infection

- Chronic Kidney Disease stage II etc susp DKD

2.6 Penatalaksanaan

- IVFD Normal Saline 0,9% 20 tetes/menit

- Diet DM 1900 kkal

- Cefotaxim 3x1 g

- Metronidazole 3x50 mg

- Ciprofloxacin 2x200 mg

- Lantus 0-0-0-20 IU

- Novorapid 3x6 IU

- Simvastatin 0-0-0-20 mg

- Rawat Luka setiap Hari konsul Bedah Thorax Kardio Vaskular

M/x :

- Vital Sign (Tekanan Darah, Suhu, Denyut Nadi, Pernafasan)

- Gula darah puasa dan 2 jam PP setiap Hari

- Kondisi kaki diabetes

- keluhan

10

Page 11: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Diagnosis Diabetes Mellitus.

Untuk mendiagnosa Diabetes Mellitus (DM), kita memerlukan informasi baik dari pemeriksaaan

klinis dan pemeriksaan gula darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Kriteria diagnosis

DM :

1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL

Gejala Klasik DM dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu gejala yang khas dan gejala yang

kurang khas. Keluhan khas DM berupa poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan yang tidak khas yang mungkin dikemukakan

pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, dan mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus

vulva (wanita). Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu≥ 200 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl

juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil

pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk

menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi

angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200

mg/dl pada hari yang lain.2

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat digolongkan ke

dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu atau Glukosa Darah Puasa Terganggu tergantung

hasil yang diperoleh.

- TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL

- GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL

11

Page 12: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Gambar 2. Skema langkah-langkah diagnosis DM4

Klasifikasi diabetes melitus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe

lain (defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindroma

genetik lain yang berkaitan dengan DM), dan DM gestasional.2,4 DM tipe 1 dan 2 secara

epidemiologis menggambarkan dua bentuk onset penyakit yang berbeda, namun secara klinik

keduanya memperlihatkan gejala penyakit yang amat susah dibedakan. DM tipe 2 dapat tidak

menunjukkan gejala klinis selama beberapa tahun sebelum didiagnosis dan angka insidennya

meningkat seiring dengan bertambahnya umur, serta dipengaruhi oleh peningkatan berat badan4 .

Prevalensi DM tipe 2 meningkat seiring dengan umur, dan >9% orang yang berusia diatas 65

tahun akan menderita penyakit ini. Hal yang karakteristik terjadi pada DM tipe 2 yaitu resistensi

insulin dan menurunnya sekresi insulin.

12

Page 13: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Adapun beberapa faktor resiko yang mendukung diagnosa Diabetes Mellitus. Faktor-faktor

resiko ini dapat kita gali menggunakan teknik Fundamental Four.

Tabel 1. Faktor-faktor resiko Diabetes Melitus Tipe 24

Obesitas sangat mempengaruhi sensitivitas insulin. Resistensi insulin juga erat kaitannya dengan

terjadinya komplikasi hipertensi, dislipidemia, dan resiko aterosklerosis.1 Penderita DM tipe 2 biasanya

terjadi pada umur tua (>45 tahun), onset lambat, penderita biasanya gemuk, terapi tidak harus dengan

insulin. Sedangkan karakteristik DM tipe 1 biasanya terjadi pada umur yang lebih muda, onset akut,

badan kurus, dan pengobatan harus dengan insulin.2

Pasien ini, didiagnosis menderita diabetes melitus karena berdasarkan hasil anamnesis didapatkan

keluhan khas DM yaitu banyak kencing, banyak minum, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas,

serta didapatkan pula keluhan lain yang tidak khas pada DM yaitu rasa lemah, kesemutan, pandangan

kabur, dan juga disfungsi ereksi. Pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan hasil 525 mg/dl

(>200 mg/dl). Berdasarkan hasil anamnesis yaitu adanya keluhan khas DM, dan dari hasil pemeriksaan

glukosa darah sewaktu yang lebih dari 126 mg/dl, maka pasien ini didiagnosis menderita diabetes melitus.

Penderita dimasukkan ke dalam DM tipe 2 karena umur yang tua (44 tahun), onset lambat dan

13

Page 14: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

terdiagnosis 5 tahun yang lalu. Adapun beberapa faktor resiko yang dimiliki oleh pasien adalah faktor

genetik karena kakak kandung pasien juga terdiagnosa dengan diabetes mellitus.

3.2 Profil Lemak Darah Pada Diabetes Mellitus

Kelainan lemak darah yang khas pada diabetes adalah peningkatan kadar trigliserida, dan menurunnya

kadar kolesterol HDL, sedangkan kolesterol LDL pada kebanyakan kasus tidak berbeda dengan non

diabetes. Selain itu dijumpai pula peningkatan kadar non kolesterol HDL ( kolesterol LDL dan VLDL)

pada penderita diabetes, khas dijumpai kolesterol LDL yang lebih kecil dan lebih padat yang disebut

dengan small dense LDL cholesterol yang terbukti lebih aterogenik meskipun kadar kolesterol LDL

absolute tidak meningkat.5 Adanya dislipidemia dapat berupa peningkatan faktor aterogenik seperti

trigliserida total, trigliserida VLDL, dan kolesterol LDL serta adanya penurunan faktor antiaterogenik

seperti kolesterol HDL.2

LDL yang berasal dari sirkulasi dapat berdifusi pasif melewati tigh junction yang mengikat sel

endotel yang berdekatan, dan laju difusi akan meningkat jika jumlah LDL yang ada dalam sirkulasi juga

meningkat. Akumulasi lipid subendotel, terutama lipid yang telah teroksidasi dapat menstimulasi reaksi

inflamasi local yang dapat menimbulkan aktivasi sel endotel diatasnya. Sel endotel yang teraktivasi ini

akan melepaskan selektin, molekul-molekul adesi, dan juga beberapa jenis kemokin seperti MCP 1. Disisi

lain HDL yang mempunyai fungsi protektif akan mencegah terjadinya aterosklerosis melalui kemampuan

memblok pengeluaran sejumlah molekul adesi oleh sel endotel. Kemokin merupakan proinflammatory

cytokine yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kemoatraksi, migrasi dan aktivasi leukosit. Proses

aterosklerosis dimulai dari lapisan tunika intima dinding arteri. Secara histology awal dari terjadinya

proses ini adalah akumulasi dari lipid laden macrophage/foam cells yang disebut sebagai fatty streak.

Seiring waktu lesi akan berkembang progresif, kemudian plak yang sudah terbentuk akan nekrotik,

mengandung debris sel, kolesterol, dan sel-sel inflamasi seperti macrophage foam cells. Lesi menjadi

kompleks dan mengalami kalsifikasi, ulserasi yang secara progresif akan menimbulkan komplikasi dan

penyakit. Arteri adalah pembuluh darah yang paling sering mengalami aterosklerotik. Terlihat

peningkatan intima media thickness dinding arteri pada hipertensi, perokok, dan hiperkolesterolemia.5

Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini menunjukkan kelainan profil lipid yaitu berupa peningkatan

Kolesterol LDL dan penurunan Kolesterol HDL. Nilai kolesterol total dan trigliserida didapatkan normal

pada pasien.

Lipid Profile 21/05/11 Nilai Rujukan

Cholesterol 141 <200

14

Page 15: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

HDL direct 25,26 40-60

LDL 101,3 <100

Triglycerides 71 <150

3.3 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2

Prinsip penatalaksanaan DM antara lain:

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan prilaku telah terbentuk secara

mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan

perilaku. Untuk mencapai perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya

peningkatan motivasi. Diantaranya pemahaman tentang perjalanan penyakit DM, makna dan

perlunya pengendalian dan pemantauan DM, faktor penyulit DM dan faktor resikonya,

intervensi farmakologis dan non-farmakologis, serta pentingnya latihan jasmani yang teratur.4

2. Terapi Gizi Medis

Terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci

keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli

gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap diabetis sebaiknya

mendapatkan penatalaksanaan TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target

terapi. Pada diabetis perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal

makan, jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun

glukosa darah atau insulin. Pada konsensus PERKENI 2002, telah ditetapkan bahwa

standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi yang seimbang berupa

karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (15-20%), diet cukup serat, serta

pembatasan garam. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis

kelamin, usia, aktifitas fisik/ pekerjaan, dan berat badan.2

Penentuan Kebutuhan Kalori Berdasarkan Rumus Brocca4

Kalori basal = BB Ideal (82)×30 kal/kg =2460 kal

15

Page 16: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Koreksi / Penyesuaian

1. Umur > 40 th = -5% ×2460 kal = -123 kal

2. Aktivitas ringan = + 10% × 2460 =+246 kal

3. Berat badan lebih -10% × 2460 = -246 kal

4. Stres metabolik: ulkus di kaki 10% x 2460 = +246 kal

Total Kebutuhan Kalori yaitu = 2583 kal

1. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.

Latihan jasmani selain menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti

berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang.4

2. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan

TGM dan latihan jasmani.

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

a. Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea, glinid, GLP 1 Agonist, dan DPP-IV

Inhibitor

b. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolindindion

c. Penghambat glukoneogenesis : metformin, GLP 1 Agonist, dan DPP-IV Inhibitor

d. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

16

Page 17: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Tabel 2. Mekanisme Kerja beberapa jenis OHO

17

Page 18: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

GLP 1

Agonist

Exenatide Hormon incretin (GLP-1)

merupakan respon terhadap

asupan makanan, berfungsi

membantu meningkatkan

respon ssekresi insulin oleh

makanan, menekan sekresi

glukagon sehingga

menghambat

glukoneogenesi. Incretin

juga memperlambat

pengosongan lambung dan

memiliki efek anoreksia

sentral.4

DPP-IV

Inhibitor

Sitagliptin

Vildagliptin

GLP 1 endogen memiliki

waktu paruh yang sangat

pendek akibat inaktivasi

oleh enzim DPP IV. Obat

ini menghambat kerja enzim

tersebut sehingga masa

kerja hormon GLP-1

menjadi lebih lama dan

efektif untuk menurunkan

hiperglikemia4

Insulin

18

Page 19: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Indikasi pemberian Insulin pada keadaan:

a. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin

endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada

b. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin

apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah

c. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark

miokard akut atau stroke

d. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin,

apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

e. Ketoasidosis diabetik

f. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia

hiperosmolar non-ketotik.

g. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen

tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap

memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah

mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan

kebutuhan insulin.

h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

i. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

19

Page 20: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Tabel 3. Klasifikasi dan Spesifikasi Terapi Insulin

Gambar 3. Algoritme pemberian kombinasi insulin dan OHO

Gambar 4. Algoritma Kontrol Glikemik pada pasien Diabetes Mellitus PERKENI 20067

20

Page 21: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Gambar 5. Algoritma pengendalian kadar glikemik pada pasien DM tipe 2 menurut AACE6

Gambar 6. Kriteria DM terkendali4

21

Page 22: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang merupakan

target terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta

kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.4

Lima tahun lalu saat pasien pertama kali didiagnosa DM, obat yang diberikan adalah Glibenclamid, yaitu

Obat anti hiperglikemik oral golongan sulfonilurea. Hal ini mungkin kurang sesuai dengan algoritma dari

PERKENI tahun 2006 maupun AACE tahun 2009, dimana seharusnya pasien diberikan metformin

terlebih dahulu dan diedukasi untuk meningkatkan/memperbaiki pola hidupnya. Saat pasien datang ke

RSUP Sanglah, pemeriksaan HbA1C menunjukkan nilai 11,9 % dan nilai ini cukup tinggi menilik target

terapi diabetes adalah < 6,5 %. Hal ini menjadi petunjuk apabila Penyakit Diabetes pada pasien ini tidak

terkontrol dengan baik.

Pemberian terapi insulin pada pasien ini berdasarkan beberapa indikasi antara lain :

1. Nilai HbA1C pasien yang tinggi (>9%). Menurut PERKENI 2006, apabila setelah diberikan dual

therapy OHO angka HbA1C pasien > 7%, maka Insulin Basal dapat diberikan pada pasien.

Algoritma AACE 2009 pun mengatakan hal serupa dimana kadar HbA1C pasien > 9% maka

Terapi Insulin dapat dimulai.

2. Pemberian terapi insulin dapat dipertimbangkan saat pasien mengalami keadaan stress seperti

pada infeksi berat. Pasien saat ini mengalami keadaan Kaki diabetes dan dengan adanya nanah

dan kenaikan White Blood Cell pada pemeriksaan Darah Lengkap (14,4 dengan nilai rujukan 4-

22

Page 23: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

11). Maka dapat disimpulkan bahwa pasien sedang mengalami infeksi walaupun tidak terlalu

berat.

Insulin yang digunakan adalah Lantus (Gargline/Long Acting Insulin) dikombinasikan dengan Novorapid

(Aspart/Ultra Rapid Acting insulin). Metode pemberian insulin adalah empat kali sehari basal bolus

insulin. Yaitu pemberian Novorapid 3x dalam sehari saat makan dan Lantus 1x sehari sebelum tidur.

Dalam penentuan dosis insulin, digunakan rumus dari Joslin Diabetes Mellitus 2005:

Gambar 7. Penentuan Dosis dalam terapi Insulin Diabetes Mellitus

Dosis yang diberikan adalah Novorapid 3x6 IU dan Lantus 20 IU. Total dari Insulin yang diberikan sesuai

dengan kebutuhan yaitu ½ x 76 kg yaitu 38 IU (20+18 IU).

3.4 Terapi Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun

penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar

kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Dalam proses

aterosklerosis, semuanya mempunyai peranan penting. Langkah awal pengelolaan dislipidemia

adalah upaya non-farmakologis yang meliputi modifikasi diit, latihan jasmani serta pengelolaan berat

badan. Walaupun kelainan lipid yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah hipertrigliseridemia

dan rendahnya kolesterol HDL, menurut NCEP ATP III pilihan obat pertama adalah golongan statin,

kecuali bila penderita disertai dengan hipertrigliseridemia >450 mg/dl. Statin sangat efektif dalam

menurunkan kolesterol LDL dan relatif aman . Dari beberapa penelitian besar seperti 4-S dengan

simvastatin, dan sebagainya terbukti kemampuannya menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat

penyakit kardiovaskular. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis kolesterol di sel hati sehingga

23

Calculate Total Daily Calculate Total Daily InsulinInsulin (TDI) (TDI)

= 0.5 unitsx weight = 0.5 unitsx weight (kg) OR (kg) OR

(sum of current (sum of current doses)doses)

eg: if weight is 60 kg, eg: if weight is 60 kg, TDI = 30 unitsTDI = 30 units

Total Mealtime Total Mealtime Insulin Insulin

(lispro, aspart or (lispro, aspart or regular)regular)

= 60% of TDI= 60% of TDI

Total Basal InsulinTotal Basal Insulin(NPH, glargin, (NPH, glargin,

ultralente)ultralente)= 40% of TDI= 40% of TDI

Total Basal InsulinTotal Basal Insulin(NPH, glargin, (NPH, glargin,

ultralente)ultralente)= 40% of TDI= 40% of TDI

Breakfast Breakfast dosesdoses

= 1/3 of = 1/3 of mealtime mealtime

InsulinInsulin

Bedtime Bedtime dosesdoses= total = total basal basal

insulin insulin

Bedtime Bedtime dosesdoses= total = total basal basal

insulin insulin

Dinner Dinner dosesdoses

= 1/3 of = 1/3 of mealtime mealtime

InsulinInsulin

Lunch dosesLunch doses= 1/3 of = 1/3 of

mealtime mealtime

InsulinInsulin

Page 24: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

kandungan kolesterol di hati menurun. Untuk mengoptimalkan kandungan kolesterol tersebut, sel

meningkatkan produksi dan aktivitas reseptor LDL, kemudian memasukkan LDL ke dalam sel hati.

Dengan demikian terjadi katabolisme LDL sehingga terjadi penurunan LDL. Pemakaian obat

hipolipidemik pada pasien ini dipilih simvastatin 20 mg (1×20 mg).3

3.5 Kaki diabetes Sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus4

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus yang paling ditakuti. Terjadinya

masalah Kaki diabetes diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang diabetes melitus yang

menyebabkan kelainan neuropati, naik neuropati sensorik, sensorik maupun autonomik akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, kemudian menyebabkan terjadi perubahan

distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinnya ulkus. Adanya kerentanan

terhadap infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang berkurang juga

akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan Kaki diabetes.

Klasifikasi dari Kaki diabetes menurut Wagner sebagai berikut :

- 0 = kulit intak/ utuh

- 1 = Tukak superfisial

- 2 = Tukak Dalam ( sampai tendon, tulang )

- 3 = Tukak Dalam dengan infeksi

- 4 = Tukak dengan ganggren pada 1-2 jari

- 5 = Tukak dengan ganggren luas seluruh kaki.

Pada pasien dari anamnesis ditemukan pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan

sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat

pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada

daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. Pasien mengeluh bengkak pada kaki

kiri sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba-tiba

pada pagi hari saat pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti

ditusuk tusuk pada daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri.

24

Page 25: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ekstremitas ditemukan :

o Look : Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm

oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis

o Feel : hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+)

o Move : range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak dan nyeri

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :

Darah Lengkap 18/5/11 31/5/11 Nilai Rujukan

WBC 14,4 9,55 4,1 - 11

Neutrofil 11,2 (77,5%) 6,99 (73,2%) 2,5 – 7,5 (47-

80%)

Limfosit 2,2 (15%) 1,77 (18,6%) 1-4 (13-40%)

Monosit 0,9 (6,6%) 0,61 (6,39%) 0,1 – 1,2 (2-11%)

Eosinofil 0,10 (0,5%) 0,055 (0,579 %)

0 – 0,5 (0-

5%)

Basofil 0,3 (0,3%) 0,121 (1.26%)

0 – 0,1 (0-2%)

Peningkatan WBC mengindikasikan adanya infeksi pada Ulkus di kaki.

Penatalaksaan pasien ini diberikan IVFD Cefotaxim 3x1 g, Metronidazole 3x50 mg, Ciprofloxacin

2x200 mg, Rawat Luka setiap hari dengan konsultasi ke bagian bedah.

3.6 Penyakit Ginjal Kronis Sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus8,9,10,11,12

25

Page 26: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Diagnosis PGK mengacu pada kriteria K/DOQI didasarkan atas 2 kriteria, yaitu :

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa

penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus berdasarkan kelainan patologik atau

petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urin atau kelainan

pada pemeriksaan pencitraan.

2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3 selama ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

PGK diklasifikasikan berdasarkan oleh laju filtrasi glomerolus, yaitu stadium yang lebih

tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerolus yang lebih rendah, berdasarkan ada atau

tidaknya penyakit ginjal.

Tabel 4. Stadium Penyakit Ginjal Kronik

Stadium Deskripsi LFG (ml.min/1,73 m3)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60-89

3 Penurunan LFG sedang 30-59

4 Penurunan LFG berat 15-29

5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis

LFG dihitung menggunakan rumus Cockroft Gault yaitu :

LFG (ml/menit/1,73 m3) = ( 140 – umur ) x BB x 0,85 (jika wanita)

72 x kreatinin plasma

Pasien ini didiagnosis dengan PGK stadium II ec. susp. DKD. Berdasarkan rumus Cockroft

Gault, LFG pasien saat ini adalah 77,5. Hal ini berarti sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yaitu

PGK Stadium II.

26

Page 27: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Penyakit ginjal diabetik (PGD) atau nefropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi

yang sering terjadi pada penderita diabetes. Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada filter ginjal

atau yang dikenal dengan glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah

protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan

adalah albumin. Pada keadaan normal albumin juga diekskresikan dalam jumlah sedikit dalam

urine. Peningkatan kadar albumin dalam urine merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal

oleh karena diabetes. PGD dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah

albumin yang hilang pada ginjal, yaitu:

1. Mikroalbuminuria

Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga

dikenal sebagai tahapan nefropati insipien.

2. Proteinuri

Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300mg/hari. Keadaan ini

dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt. Pada PGD ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/ 24 jam atau >200µg/menit) pada minimal dua kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan

Dasar dari diagnosis penyakit ginjal diabetik adalah adanya riwayat diabetes mellitus

yang lama disertai dengan ditemukannya protein atau albumin dalam urin. Secara klinis nefropati

diabetik ditandai dengan adanya peningkatan proteinuria yang progresif, penurunan GFR,

hipertensi, dan risiko tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular. Tahapan nefropati diabetik

oleh Mogensen dibagi menjadi 5 tahap yaitu :

Tabel 5. Tahapan nefropati diabetik oleh Mogensen

Tahap Kondisi AER LFG TD Prognosis

1 Hipertropi hiperfungsi

N ↑ N Reversibel

2 Kelainan struktur N ↑/N ↑/N Mungkin reversibel

3 Mikroalbuminuria persisten

20-200 mg/menit

↑ ↑ Mungkin reversibel

4 Makroalbuniuria >200 mg/menit

Rendah Hipertensi Mungkin bisa

27

Page 28: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Proteinuria stabilisasi

5 Uremia Tinggi/rendah <10 ml/menit

Hipertensi Kesintasan 2 tahun + 50%

Pasien ini juga didiagnosa anemia ringan normokromik normositer ec. PGK. Secara laboratorik

anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin, eritrosit dan hematokrit di bawah

normal. Sesuai dengan umur pasien maka kadar RBC 2,93juta/mm3, HgB 8,6gr/dL, HCT 25,6%

berada dibawah normal. Derajat anemia pada pasien ini adalah anemia ringan, sesuai dengan

klasifikasi derajat anemia ringan yaitu HgB 8-9,9 g/dl. Klasifikasi anemia pada pasien ini

didasarkan atas morfologik dan etiopatogenesis yaitu anemia normokromik normositer ec. ACD

karena nilai MCV 87,1fl (80-94), MCH 29,5pg (27-32) masih dalam batas normal serta

penyebab anemia pada pasien ini oleh karena ACD.

28

Page 29: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

BAB IV

KESIMPULAN

Pasien dengan inisial KNW datang pada tanggal 18 mei 2011 ke triage interna RSUP Sanglah dengan

keluhan utama bengkak pada kaki kiri. Pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan

sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat

pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada

daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. Dua hari kemudian, pasien mengatakan

bahwa kulit pada kaki kiri mulai mengelupas, timbul bisul dan akhirnya luka pada kaki kiri. Rasa

sakit dirasakan dengan tingkat kesakitan sedang sehingga membuat pasien tidak mampu

beraktivitas seperti saat sebelum bengkak. pasien merasa sakit pada kaki bertambah apabila

digerakkan dan sedikit berkurang apabila diistirahatkan. Pasien sempat memeriksakan keluhan

ini kepada dokter umum, dan diberikan obat untuk mengontrol gula darah (Glibenclamid) dan

salep. Rasa sakit dirasakan berkurang setelah pemberian salep, tetapi hanya berlangsung sebentar

dan kemudian sakit kembali dirasakan. Keluhan dirasakan menetap selama dua bulan.

Penderita sudah didiagnosis menderita diabetes mellitus sejak tahun 2005. Diagnosa diabetes

mellitus ditegakkan dari adanya keluhan khas DM yaitu poliuri dan polydipsi disertai penurunan berat

badan tanpa sebab yang jelas. Selain itu dari pengakuan pasien didapatkan informasi bahwa gula darah

sewaktu pasien saat itu adalah 525 mg/dl. Pasien dikatakan menderita diabetes mellitus serta

mendapat obat minum yaitu Glibenclamid diminum 2 x 1 setiap hari

Pada pemeriksaan fisik general dan tanda vital tidak ditemukan kelainan pada pasien. Pada pemeriksaal

lokalis ditemukan Pemeriksaan

Inspeksi: Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm

oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis

Palpasi: hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+)

ROM: range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak dan nyeri

29

Page 30: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

Pada pemeriksaan Laboratorium ditemukan beberapa abnormalitas seperti :

Kriteria Nilai Interpretasi

Albumin 2,9 Menurun

WBC 14,4 Meningkat

Protein 150 Seharusnya Negative

Glucose 1.000 Seharusnya Negative

Erytrocyte 25 Seharusnya Negative

HDL direct 25,26Menurun

LDL 101,3Meningkat

HbA1C11,9 Meningkat

Diagnosis pasien saat ini adalah

- Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kaki diabetes Wagner Grade II Pedis sinistra

- Anemia Ringan Normokromik Normositer etc susp. Anemia on Chronic Disease

- Hipoalbuminemia etc Chronic Infection

- Chronic Kidney Disease stage II etc susp DKD

Dari Diagnosis tersebut, maka rencana penanganan pasien adalah

- IVFD Normal Saline 0,9% 20 tetes/menit

- Diet DM 1900 kkal

- Cefotaxim 3x1 g

- Metronidazole 3x50 mg

30

Page 31: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

- Ciprofloxacin 2x200 mg

- Lantus 0-0-0-20 IU

- Novorapid 3x6 IU

- Simvastatin 0-0-0-20 mg

- Rawat Luka setiap Hari konsul Bedah Thorax Kardio Vaskular

Rencana Follow up tiap hari:

- Vital Sign (Tekanan Darah, Suhu, Denyut Nadi, Pernafasan)

- Gula darah puasa dan 2 jam PP setiap Hari

- Kondisi kaki diabetes

- keluhan

31

Page 32: Diabetes Mellitus Diabetic Foot

DAFTAR PUSTAKA

1. Kahn R. Dissorder of fuel metabolism. 2001. In: Principles and Practice of

Endocrinology and metabolism. 3rd ed. 2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;

p.506-512;

2. Perkeni. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2002. Jakarta: PB

Perkeni; p.9-19;

3. Amerikan Diabetes Association.2003. Pheripheral arterial disease in people with

diabetes. Diabetes Care;2003; 26: 3333-12.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. 2009. PAPDI Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Faxon. DP, Fuster V, Libby P, et al. 2004.Atherosklerosis vascular disease conference

writing group III: Pathophysiology. American Heart Association. New York;2617-2625.

6. American Association of Clinical Endocrinologists / American College of

Endocrinology. 2009. AACE/ACE Glycemic Control Algorithm Consensus Panel.

Glycemic Control Algorithm, Endocr Pract. 2009;15(No. 6) 541

7. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia. Jakarta.

8. Bethesda.”Kidney Disease of Diabetes” . 2006.Available at: http: // www. kidney. niddk.

nih. gov / kudiseases / pubs / kdd / index.htm. Accessed December l8 (5)

9. Joshua, A.,”Diabetic Nephropathy”, 2008. Available at: http: // www. Cleveland

clinicmeded. com / disease management/ nephrology.htm. (Accessed: at December l8 .(9)

10. DeFronzo RA, (1996), Diabetic Nephropathy. In: Ellendberg & Rifkin’s DM, 5th ed.

Connecticut: Appleton Lange. pp: 971-1008.

11. Michael, S., “Diabetic Nephropathy: Clinical Evidence Concise”, Available at:

http://www.aafp.org/afp/20051201/bmj.html, (Accessed 2008, December l8). (14)

12. Roesli R, Endang S,Djaafar J. Nefropati Diabetik.1996. In: Buku ajar ilmu penyakit

dalam . 3rd ed. Jakarta: Gaya Baru; II: 356-365 (17)

32