Top Banner
LAPORAN KASUS Demam Berdarah Dengue Grade II Disusun Oleh : Rayi Vialita Poetri 030.09.196 Pembimbing : dr. Kirana Kamima Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 29 JUNI– 5 SEPTEMBER 2015
89

Dhf Grade II

Dec 13, 2015

Download

Documents

DHF
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dhf Grade II

LAPORAN KASUS

Demam Berdarah Dengue Grade II

Disusun Oleh :

Rayi Vialita Poetri

030.09.196

Pembimbing :

dr. Kirana Kamima Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 29 JUNI– 5 SEPTEMBER 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2015

Page 2: Dhf Grade II

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa : Rayi Vialita Poetri Pembimbing : dr. Kirana Kamima Sp.A

NIM : 030.09.196 Tanda tangan:

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 4 tahun 11 bulan Suku Bangsa : Jawa

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 27 Agustus 2010 Agama : Islam

Alamat :Jl. Bangka IX C Rt 9 / Rw 10 Mampang Prapatan Jakarta Selatan

Pendidikan : Belum sekolah

Orang tua / Wali

Ayah : Ibu :

Nama : Tn. D Nama : Ny. E

Umur : 31 tahun Umur : 28 tahun

Alamat : Jl. Bangka IX Alamat : Jl. Bangka IX

Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK

Suku bangsa : Jawa Tengah Suku bangsa : Jawa Tengah

Agama : Islam Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. RIWAYAT PENYAKIT

A. ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. E (ibu kandung pasien)

Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 610

Tanggal / waktu : 2 Juli 2015

Tanggal masuk : 30 Juni 2015

Keluhan utama : Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan :Nyeri kepala, keringat dingin, nyeri sendi, mimisan dan keluar

bercak kemerahan pada seluruh badan.

1

Page 3: Dhf Grade II

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

5 hari sebelum masuk rumah sakit (25 juni 2015) pasien mengalami demam.

Demam dirasakan mendadak, tinggi dan terus menerus terutama pada malam hari, tetapi

pada pagi hari dan siang hari demam menurun. Demam dirasakan dengan perabaan

tangan saja, suhu tidak diukur dengan termometer oleh ibu pasien. Demam disertai

dengan keringat dingin tetapi tidak menggigil. Pada hari kedua pasien demam, pasien

mengeluarkan darah dari hidung ( mimisan ) hingga hari ke tiga pasien demam. Selain itu

malam hari nya ibu pasien mengatakan timbul bintik-bintik merah pada seluruh tubuh.

Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan nyeri sendi bersamaan dengan munculnya

demam. BAB baru dua kali sejak pasien demam (5 hari SMRS), warna kotoran kuning,

terdapat ampas, tidak berlendir maupun berdarah. ketika BAB tak terasa sakit. pasien

juga mengalami penurunan nafsu makan selama pasien demam. Keluhan batuk dan pilek

juga disangkal pasien. Pasien juga menyangkal sehabis berpergian dari daerah endemis

malaria.

4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat ke Puskesmas dan diberikan

antibiotik dan obat penurun panas, namun demam masih tetap tinggi. Nama dan dosis

obat tidak diingat oleh keluarga pasien. Dan saat di puskesmas ibu pasien melakukan

pemeriksaan lab. Hasil lab pasien menunjukan penurunan trombosit (112.000), sehingga

puskesmas merujuk pasien ke RS Budhi Asih.

Pada tanggal 30 juni 2015 ibu pasien akhirnya membawa pasien ke IGD RSUD

Budhi Asih selain karena rujukan dari puskesmas mampang ibu pasien merasa belum ada

perbaikan dalam kondisi kesehatan pasien dan pasien mengeluh demam masih tinggi, dan

juga disertai nyeri pada sendi-sendi terutama kaki.

Saat berada di IGD RSUD Budhi Asih, pasien Nyeri persendian dirasakan memberat.

Ibu pasien merasa bintik merah di tubuh pasien sudah mulai menghilang, tetapi sudah

tidak mimisan. Nyeri saat menelan disangkal. BAK normal warna kuning jernih. Jumlah

BAK tidak berkurang. demam dirasakan mulai menurun saat diberikan obat penurun

panas dan pasien lemas. Pasien melakukan cek darah dan dilanjutkan dengan

mendapatkan perawatan di bangsal lantai 6 RSUD Budhi Asih.

2

Page 4: Dhf Grade II

B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah

menderita keluhan seperti sekarang.

C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILA

N

Morbiditas

kehamilan

Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali dan

sejak berusia 7 bulan control menjadi 2

kali sebulan, sudah mendapat imunisasi

vaksin TT 2 kali

KELAHIRAN

Tempat persalinan Rumah Bersalin

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanSpontan

Penyulit : -

Masa gestasi 38 minggu

Keadaan bayi

Berat lahir : 2500 gr

Panjang lahir : 49 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis (+)

Kemerahan (+)

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Baik (Neonatus Cukup Bulan -

Sesuai Masa Kehamilan)

3

Page 5: Dhf Grade II

D. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Umur 13 bulan (Normal: 13 bulan)

Bicara : Umur 15 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : belum

Payudara : belum

Menarche : belum

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Baik (sesuai usia)

E. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 ASI + PASI - - -

2 – 4 PASI - - -

4 – 6 PASI - - -

6 – 8 PASI + (Biskuit) + +

8 – 10 PASI + + +

10 -12 PASI + + +

Kesulitan makan : menurut ibu pasien, pasien tidak memilih-milih makanan dan makan

dengan baik, kecuali saat sakit nafsu makan pasien berkurang.

Kesimpulan riwayat makanan : Sejak lahir pasien tidak mendapat ASI eksklusif.

Pemberian ASI digantikan dengan susu formula.

4

Page 6: Dhf Grade II

F. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )BCG 1 bulan - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6bulan

Polio 0bulan 2bulan 4bulan

Campak 9 bulan - -

Hepatitis B 0 bulan 1bulan 6bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.

G. RIWAYAT KELUARGA

a. Corak Reproduksi

NoTanggal lahir

(umur)Jenis

kelaminHidup

Lahir mati

AbortusMati

(sebab)Keterangan kesehatan

1.27 Agustus

2010Laki-Laki + - - - Pasien

b. Riwayat Pernikahan

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. D Ny. E

Perkawinan ke- 1 1

Umur saat menikah 28 tahun 25 tahun

Pendidikan terakhir SMA SMK

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Tengah Jawa Tengah

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

Kosanguinitas - -

Penyakit, bila ada - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengalami hal serupa dengan pasien. Ibu dan ayah tidak

menderita penyakit hipertensi, pembengkakan jantung dan kencing manis.

5

Page 7: Dhf Grade II

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, di sebuah rumah tinggal di rumah susun

beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah susun padat,

ventilasi dan pencahayaan kurang. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah

tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh

petugas kebersihan. Di daerah tersebut tidak pernah dilakukan fogging, kerja bakti biasa

dilakukan 2 minggu sekali.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Kurang baik

I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

Ayah pasien bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan Rp.2.000.000,-/bulan.

Sedangkan ibu pasien merupakan seorang buruh dan berpenghasil tidak tetap. Menurut

ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan di Bangsal (2 Juni 2015)

A. Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Kesan Gizi : baik

Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

Data Antropometri

Berat Badan sekarang : 14 kg Lingkar Kepala :50 cm

Berat Badan sebelum sakit : 14 kg

Tinggi Badan : 100 cm

Status Gizi

- BB / U = 14 / 16 x 100 % = 87,5 % (Gizi normal)

- TB / U = 100 / 103 x 100 % = 97% (Tinggi normal)

- BB / TB = 14 / 16 x 100 % = 87,5 % (Gizi normal)

6

Page 8: Dhf Grade II

- LK = 50 cm (Normocephali)

Tanda Vital

Nadi : 100 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nafas : 30x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3

Suhu : 37,0O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA : Normocephali

RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal

WAJAH :Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, ptekiae(-), luka atau jaringan

parut

MATA :

Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : +/+ Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : - / -

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/-

BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah

muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-)

massa (-)

7

Page 9: Dhf Grade II

TENGGOROKAN : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-),

faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,

tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba

di tengah

THORAKS :

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V linea midklavikularis sinistra

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra

Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS III – V linea sternalis dextra

Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

PARU

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada

pernafasan yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga

tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak

ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada

Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri,

vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

Batas paru – lambung : ICS VII linea axilarris anterior

Batas paru – hepar : ICS VI linea midklavikularis dextra

Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-

ABDOMEN :

Inspeksi : Perut kembung, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut

maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)

Palpasi : Datar, supel, NT (+) di region epigastrium, hepar: 1/3 cm di bawah arcus

costae kanan/ 1 cm di bawah proc. Xiphoideus, lien: Schuffner 0.

Perkusi : Hepar: 3 cm di bawah arcus costae kanan/ 1 cm di bawah

Proc. Xiphoideus, timpani pada seluruh lapang perut, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 4 x / menit

8

Page 10: Dhf Grade II

ANOGENITALIA : jenis kelamin Laki-laki, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-),

fissura ani (-)

KGB :

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK :

Ekstremitas : akral hangat ++/++

Tangan Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain ptekiae (+) ptekiae (+)

Kaki Kanan Kiri

Tonus otot normotonus normotonus

Sendi aktif aktif

Refleks fisiologis (+) (+)

Refleks patologis (-) (-)

Lain-lain ptekiae (-) ptekiae (-)

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit

baik, lembab, pengisian kapiler < 3 detik, petechie (+)

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

9

Page 11: Dhf Grade II

TANDA RANGSANG MENINGEAL :

Kaku kuduk (-)

Brudzinski I (-) (-)

Brudzinski II (-) (-)

Laseq (-) (-)

Kerniq (-) (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Laboratorium

Parameter Hasil Nilai Rujukan KeteranganDarah Lengkap

Eritrosit 3,5 jt/uL 3,8 jt – 5, 7 jt Hemoglobin 8,9 g/dL 10,8 – 15,5 g/dL Leukosit 4,4 ribu/uL 4.500- 13.500 Trombosit 118.000/uL 184.000-488.000 Hematokrit 26% 35 – 47% MCV 75.0 fL 69 – 93 fL NormalMCH 25,4 pg 26-34 pg NormalMCHC 34,1 g/dL 32-36 g/dL NormalRDW 13,7 % <14 % Normal

V. RESUME

Pasien seorang Laki-laki berusia 4 tahun datang ke IGD RSBA dengan keluhan

demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul secara mendadak, suhu

tinggi, terjadi secara terus menerus saat siang menurun dan pada malam meningkat.

Pasien pada hari kedua demam mimisan, dan timbul bintik-bintik merah pada seluruh

tubuh. Pasien juga mengeluh nyeri kepala, nyeri sendi dan penurunan nafsu makan.

Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 90/60mmHg, nadi 100x/menit, laju

pernapasan 30x/menit, suhu 37,0oC, NT (+) di region hipochondriaca dextra,

epigastrium, pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepar 1/3 cm di bawah arcus costae

kanan/ 1 cm di bawah proc. Xiphoideus dan terdapat nyeri tekan epigastrium, Pada

pemeriksaan Laboratorium didapatkan hasil eritrosit menurun, anemia, leukopenia,

trombositopenia, dan hematokrit menurun.

10

Page 12: Dhf Grade II

VI. DIAGNOSIS BANDING

Demam Berdarah Dengue Derajat II

Demam Dengue

Demam Berdarah Chikungunya

Malaria

Anemia defisiensi besi

V. DIAGNOSIS KERJA

Demam Berdarah Dengue derajat II

Anemia Mikrositik e.c Susp anemia defisiensi besi

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Hematologi rutin ulang

- IgM & IgG Dengue blot

- Urinalisis

- Faal Hati : SGOT/ SGPT

VII. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan

pasien

2. Tirah baring

3. Observasi tanda vital

4. Tampung urin/24 jam

5. Periksa berat badan setiap hari

6. Minum cukup 1,5-2L/hari

7. Memberikan memberikan nutrisi dengan gizi yang seimbang sesuai usia.

Anjurkan agar ibu membuatkan makanan yang tinggi akan kadar zat besi seperti,

hati, daging merah dan bayam.

Medikamentosa

1. IVFD Asering 3cc/kgBB/ jam

2. Paracetamol 130mg jika suhu > 38oC

11

Page 13: Dhf Grade II

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Fungtionam : ad bonam

FOLLOW UP

12

Page 14: Dhf Grade II

Tgl S O A P

1/7/15

Perawatan

hari 1

Demam hari-

6

BB = 13kg

M: 500cc

U: 100cc ku

ning pekat,

1x tidak

ditampung

Demam (-)

Nyeri sendi

(+)

Nyeri

kepala (-)

Nyeri ulu

hati (+)

Nafsu

makan

menurun

(+)

Kembung

(+)

BAB (+)

KU : Tampak sakit

sedang

KS : Compos mentis

TV :

TD=100/60 mmHg,

N=124x/m,

R=30x/m,

S = 36,60C

Kepala : normosefali

Mata : CA +/+, SI -/-

THT : dbn, sekret (-)

Leher : KGB ttm

Tho : SN vesikuler,

rh -/-, wh -/-, BJ I-II

reguler, m (-), g (-)

Abd : supel, BU (+)

4x/menit, NT(+),

H:3cm BAC/

1cmBPX,

Ext : akral hangat +

+/++

Ptekiae : +/+

CRT <3s

DBD Derajat II IVFD Asering

3cc/kgBB/jam

PCT 130 mg k/p

Diet lunak, tinggi kalori

Cek H2TL/24 jam

Tampung urin/24 jam

2/7/15

Perawatan

hari 2

Demam hari-

7

BB = 13kg

M: 2300cc

U:1800cc

Demam (-)

Nyeri perut

(+)

kembung

(+)

Nyeri sendi

(+)

Nyeri

kepala (-)

KU : Tampak sakit

sedang

KS : Compos mentis

TV :

TD=100/60mmHg,

N=100x/m,

R = 20x/m,

S = 370C

Kepala: normosefali

DBD Derajat II IVFD Asering 3cc/

kgBB/jam

PCT 130 mg k/p

Diet lunak, tinggi kalori

Cek H2TL/24jam

Tampung urin/24 jam

13

Page 15: Dhf Grade II

BAB (+) Mata : CA +/+, SI -/-

THT : dbn, sekret (-)

Leher : KGB ttm

Tho : SN vesikuler,

rh -/-, wh -/-, BJ I-II

reguler, m (-), g (-)

Abd :supel, BU (+)

4x/menit, NT(+),

H:3cm BAC/

1cmBPX,

Ext : akral hangat +

+/++

Ptekiae : --/--

CRT<3s

3/7/15

Perawatan

hari 3

Demam hari-

9

BB=14kg

M: 1750cc

U:2000cc

Demam (-)

Nyeri perut

(-)

Nyeri sendi

(-)

Nyeri

kepala (-)

BAB (+)

KU : Tampak sakit

sedang

KS : Compos mentis

TV :

TD= 90/60 mmHg,

N =100x/m,

R = 30x/m,

S = 36,00C

Kepala : normosefali

Mata : CA -/-, SI -/-

THT : dbn, sekret (-)

Leher : KGB ttm

Tho : SN vesikuler,

rh -/-, wh -/-, BJ I-II

reguler, m (-), g (-)

Abd : BU (+)

4x/menit,

NT(-), H:2cm BAC/

1/2cmBPX,

Ext : akral hangat +

DBD Derajat II IVFD asering 3cc/kgbb

PCT 130 mg k/p

Inj Colsan 4x25mg

Inj Ampicilin 4x325mg

Ferris syrp 3x1cth

Cek H2TL/24jam

Tampung urin/24 jam

14

Page 16: Dhf Grade II

+/++

Ptekiae : --/--

CRT <3s

4/7/15

Perawatan

hari ke4

Demam hari

ke-10

BB = 13kg

M:2200cc

U:1700cc

Demam (-)

Nyeri perut

(-)

Nyeri sendi

(-)

Nyeri

kepala (-)

BAB (+) N

KU : Tampak sakit

sedang

KS : Compos mentis

TV : TD= 90/60

mmHg, N =100x/m,

R = 29x/m, S = 360C

Kepala : normosefali

Mata : CA -/-, SI -/-

THT : dbn, sekret (-)

Leher : KGB ttm

Tho : SN vesikuler,

rh -/-, wh -/-, BJ I-II

reguler, m (-), g (-)

Abd : BU (+)

4x/menit, NT(+),

Ext : akral hangat +

+/++

Ptekiae : --/--

CRT <3s

DBD Derajat II Venflon

PCT 130 mg k/p

Inj Colsan 4x25mg

Inj Ampicilin 4x325mg

Ferris syrp 3x1cth

Cek H2TL/24jam

Tampung urin/24 jam

Diet lunak, tinggi kalori

Cek H2TL/24 jam

Tampung urin/24 jam

FOLLOW-UP LABORATORIUM

15

Page 17: Dhf Grade II

Hasil

1/7/2015 2/7/2015 3/7/2015

Leukosit

Eritrosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

LED

MCV

MCH

MCHC

RDW

Hitung jenis:

-Basofil

-Eosinofil

-Netrofil segmen

-Netrofil batang

-Limfosit

-Monosit

- Besi (Fe/iron)

- TIBC ( besi daya

ikat total)

IMUNOSEROLOGI

S Typhi O

S Typhi AO

S Typhi BO

S.Typhi CO

S.Typhi H

S Typhi AH

S Typhi BH

S.Typhi CH

5.0 ribu/ μL

4,4 juta/ μL

11,1 g dL

31%

98 ribu/ μL

7mm/jam

1%

1%

40%

3%

46%

9%

13%

268

1/160

Negatif

Negatif

Negatif

1/160

Negatif

Negatif

Negatif

4,2 ribu/ μL

3,8 juta/ μL

9,6 g/dL

27%

99 ribu/ μL

72,2 fl

25,3 pg

35,1g/dl

12.0%

4,5 ribu/ μL

3.6 juta/ μL

8,6 g/dL

27%

116 ribu/ μL

76.0 fl

24.0 pg

31,6 g/dl

12,5%

16

Page 18: Dhf Grade II

HASIL

GAMBARAN

DARAH TEPI

(SADT)

Anemia Mikrositik

Hipokrom

TINJAUAN PUSTAKA

17

Page 19: Dhf Grade II

DEMAM BERDARAH DENGUE

A. Definisi

Demam berdarah dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai dengan

demam tinggi yang timbul mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung secara terus-

menerus selama 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, dan adanya kebocoran

plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler.1

B. Etiologi

Virus dengue termasuk group arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang

dikenal sebagai genus flavivirus, famili flaviviridae, yang mempunyai empat jenis

serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. 1 dikenal 3 macam lagi

arboviruses yaitu cikungunya dan O’nyong-nyong dari genus Togavirus, dan West

Nile Fever dari genus Flavivirus, yang mengakibatkan gejala demam dan ruam yang

mirip dengan dengue fever dan dengue hemorrhagic fever. 2

Virus dengue dapat menyebabkan demam dengue, demam berdarah, dan

sindrom syok dengue yang endemik dan epidemik di daerah tropis Asia dan Afrika.

Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe

lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau

bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis tipe serotipe dengue dapat

ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang

dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.1

C. Vektor dan penularan

o Vektor penular

Sampai saat ini diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue, namun Ae.

aegypti diperkirakan sebagai vektor utama infeksi virus dengue ini. 3 Di Indonesia,

walaupun vector DHF belum diselidiki secara pasti Ae. aegypti diperkirakan sebagai

vector terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae. Albopictus didaerah pedesaan. 3

Kedua spesies nyamuk itu ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, hidup optimal

pada ketinggian di atas 1000 di atas permukaan laut. 8 Tapi dari beberapa laporan

dapat ditemukan pada daerah dengan ketinggian sampai dengan 1.500 meter bahkan

di India dilaporkan dapat ditemukan pada ketinggian 2.121 meter serta di Kolombia

pada ketinggian 2.200 meter. 8

18

Page 20: Dhf Grade II

Nyamuk Aedes berasal dari Brazil dan Ethiopia, stadium dewasa berukuran lebih

kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lainnya. 8

Kedua nyamuk tersebut termasuk dalam genus Aedes dari famili Culicidae.

Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat diebdakan dari strip putih

yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. Aegypti berwarna hitam dengan

dua strip putih sejajar dibagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung

berwarna putih. Sedangkan skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya

berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya. 8

Gambar 1. Perbedaan Ae. Aegypti dan Ae. albopictus

Nyamuk Ae. Aegypti ini mempunyai dua subspesies yaitu Ae. Aegypti

queenslandensis dan Ae. Aegypti formosus. Subspesies pertama hidup di Afrika,

sedangkan subspesies kedua hidup di daerah tropis yang dikenal efektif menularkan

DBD. Subspesies kedua lebih ebrbahaya dibandingkan subspesies pertama. 8

a. Morfologi

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut :

- Nyamuk dewasa

Gambar 2. Morfologi Aedes aegypti. 4

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata

nyamuk yang lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik

19

Page 21: Dhf Grade II

putih pada bagian badan dan kaki. 5 Jarak terbang nyamuk dewasa adalah

sekitar 400 meter. 4

- Pupa (kempompong)

Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”. Bentuknya lebih besar

namun lebih ramping dibandingkan larva (jentik)nya. Pupa nyamuk Aedes

aegypti berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata pupa

nyamuk lain.

- Larva (jentik)

Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva:

i. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm.

ii. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm.

iii. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II.

iv. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm.

Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air

buatan seperti pada potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah

daun, kaleng kosong, pot bunga, botol pecah, tangki air, talang atap,

tempolong atau bokor, kolam air mancur, tempat minum kuda, ban bekas,

serta barang-barang lainnya yang berisi air yang tidak berhubungan

langsung dengan tanah. Larva sering berada di dasar container, posisi

istirahat pada permukaan air membentuk sudut 45 derajat, sedangkan

posisi kepala berada di bawah.

- Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk oval

yang mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau

menempel pada dinding penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur

diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam pada tempat-

tempat yang berair sedikit, jernih, terlindung dari sinar matahari langsung,

dan biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut diletakkan

satu persatu atau berderet pada dinding tempat air, di atas permukaan air,

pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air.

b. Lingkungan hidup

Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami metamorphosis

sempurna yaitu telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur, jentik dan

kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi

20

Page 22: Dhf Grade II

jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur dapat

bertahan hingga kurang lebih selama 2-3 bulan apabila tidak terendam air, dan

apabila musim penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka telur akan

terendam kembali dan akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya

berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4

hari. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk betina

dapat mencapai 2-3 bulan. 4

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke

tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang nyamuk

betina biasanya 400 meter. Namun secara pasif misalnya angin atau terbawa

kendaraan maka nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. 4

Gambar 3. Daur hidup Aedes aegypti. 6

Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang pada

musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum

sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak

21

Page 23: Dhf Grade II

tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan

sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu

pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti terus meningkat.

Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue.

o Mekanisme penularan

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.

Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui

nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne

diseases. 7

Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang

dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada

penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. 7

Gambar 4. Mekanisme penularan virus dengue (arthropod borne diseases). 6

Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. 7

Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan

sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2

hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk

penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung

22

Page 24: Dhf Grade II

nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian

tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah

menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk

menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk

sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap

virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.

Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum

menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya

(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus

dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina

yang dapat menularkan virus dengue.

Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah

binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan

sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah

berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal

ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah

utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa

menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah

yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi. 7

D. Epidemiologi

Dengue merupakan penyakit viral dengan hospes nyamuk yang paling cepat

menyebar di dunia. Pada 50 tahun terakhir telah terjadi peningkatan insiden sebesar

30% dan penambahan ekspansi secara geografik ke negara lain. Kurang lebih 50 juta

infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan 2,5 miliar orang tinggal di negara

endemik dengue. Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di

daerah kota, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 yang merupakan kasus

tercatat tertinggi dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa

Barat. Mortalitas kasus dengue di Indonesia adalah sebesar sebesar 1%.9

23

Page 25: Dhf Grade II

Gambar 5. Epidemiologi DBD di Indonesia. 10

Berdasarkan gambar di atas, terjadi insidensi infeksi dengue yang terus meningkat

dari tahun 1968 sampai tahun 2009. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya program pengendalian

24

Page 26: Dhf Grade II

DBD, sehingga upaya program pengendalian DBD perlu lebih mendapat perhatian

terutama pada tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas. 10

Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah

kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD

cenderung pada kelompok umur >=15 tahun. 10

Jika dilihat dari distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008,

persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita

berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah

8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk

laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin. 10

Angka Kematian (AK)/Case Fatality Rate (CFR) pada tahun-tahun awal kasus

DBD merebak di Indonesia sangat tinggi. Kemudian dari tahun ke tahun mulai

menurun dari 41,4% pada tahun 1968 terus menurun sampai menjadi 0,89% pada

tahun 2009. 10

E. Patofisiologi

a. Volume plasma

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan

membedakan antara dengue gever dengan dengue hemorrhagic fever adalah adanya

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma,

terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemorgik. Penyelidikan volume

plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 iodine labeled human albumin

sebagai indikator membuktikan bahwa perembesan plasma selama perjalanan

penyakit mulai dari permulaan demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. 1

Terjadinya perembesan plasma ini terjadi karena adanya peranan dari sitokin dan

juga system komplemen. Perembesan plasma yang keluar dari pembuluh darah akan

terakumulasi di ruang interstisial dan juga rongga serosa. Bukti yang mendukung

adanya dugaan perembesan plasma adalah adanya peningkatan berat badan,

ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa (erikardium, peritoneum,

dan pleura). 1

b. Trombositopenia

Trombositopenia pada DD dan DBD melibatkan dua mekanisme utama, yaitu

penurunan produksi dan peningkatan destruksi perifer atau peningkatan

penggunaan. Penurunan produksi dikarenakan supresi sumsum tulang. Pada DBD

25

Page 27: Dhf Grade II

yang lebih penting adalah mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan

peningkatan penggunaan. 11

Supresi sumsum tulang pada DBD mungkin mengenai tiga faktor utama, yaitu:

- Cedera langsung pada sel progenitor hematopoetik.

- Infeksi sel stromal

- Perubahan regulator dalam sumsum tulang.

Supresi yang lebih berat telah diamati pada DSS, diikuti DBD dan DB. Nakoa

dkk menunjukkan bahwa virus dengue tipe 4 dapat bereplikasi dalam sel

mononuklear sumsum tulang. Replikasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi

proliferasi dari BFU-E (Burst-forming unit erythroid) dan CFU-GM (Colony forming

unit granulosit-makrofag). Murgur dkk 1997 menunjukkan secara invitro bahwa virus

DEN-3 dapat menginfeksi cord blood mononuclear cell dan hal ini dapat mensupresi

pertumbuhan sel progenitor pada kultur. 10

Infeksi virus dengue juga bisa mengenai sel stromal sumsum tulang sehingga

dapat menghambat pertumbuhan sel progenitor homopoietik awal pada kultur.

Selama infeksi dilepaskan sitokin diantaranya macrophage inflammatory protein-

1α (MIP- 1a), IL6 dan IL-8. Berbagai sitokin tersebut dapat menghambat

pertumbuhan sel progenitor hemopotetik awal. Juga terjadi penurunan Stem Cell

Factor (SCF) yang menyebabkan penurunan sel progenitor hemopoetik pada kultur.

Infeksi virus dengue akan menginduksi MIP-1α dan MIP-1β. Proses ini terjadi

pada myelomono cell line, pada peripheral blood mononuclear cells dan supresi

sumsum tulang.

Sitokin yang mensupresi haemopoesis dilepaskan ke dalam aliran darah pada fase

awal demam dengue, yaitu tumor necroting factor (TNF-α), interleukins (IL-2, IL-6,

IL-8) dan interferon (INF-α danINF-γ). Parahnya kondisi klinis penderitai nfeksi

virus dengue dan periode terjadinya supresi sumsum tulang tergantung dari kadar

sitokin tersebut.

Penurunan produksi di sumsum tulang atau perusakan di sistem monosit-

makrofag yang berlebihan akan berakhir dengan jumlah trombosit yang rendah.

Konsekuensinya adalah terjadi pesmbesaran hati dan limpa.

c. System koagulasi dan fibrinolisis

26

Page 28: Dhf Grade II

Kelainan system koagluasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa

perdarahan memanjang, mas apembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang

teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan emnurun, termasuk faktor II, V,

VII, VIII, X, dan fibrinogen. 1

d. System komplemen

Ikatan virus dengue dengan antibody heterolog akan mengaktifasi komplemen

jalur klasik yang berakhir dengan dilepaskannya faktor C3a, C4a dan C5a yang

disebut anafilatoksin. Anafilatoksin akan melepaskan histamin, serotonin dan

Platelet Activating Factor (PAF).

Histamin, serotonin dan PAF merangsang peningkatan permeabilitas pembuluh

darah dan agregasi trombosit. Sel mast juga mensintesa asam arakidonat menjadi

prostaglandin, prostasiklin, leukotrien dan tromboksan yang berperan dalam

patogenesis DBD yang lebih parah.

Pada infeksi virus dengue, endotel sebagai sel pelapis bagian dalam pembuluh

darah dapat langsung terinfeksi oleh virus dengue. Respon yang terjadi adalah

dengan disekresikannya sitokin antara lain IL-8 dan TNFά. Pemaparan endotel

dengan TNFά dapat menyebabkan apoptosis.

Inflammatory cytokines, mediator inflamasi, anafilatoksin dan kemokin

menyebabkan endothel berkontraksi dan menyebabkan timbulnya celah pada

pembuluh darah yang berakibat plasma keluar dari pembuluh darah ke ruang

interstitial. Dengan adanya apoptosis endotel dan vasodilatasi maka plasma leakage

semakin menghebat.

Sitokin adalah protein terlarut yang dihasilkan oleh sel-sel hematopoetik dan non

hematopoetik dalam keadaan inflamasi ataupun infeksi. Sitokin berfungsi dalam

proses imun, misalnya IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, TNFα dan IFNγ.IL-1, IL-6 dan TNFα

adalah pirogen endogen yang akan merangsang demam di hipotalamus dan juga

berfungsi sebagai vasoaktif sitokin yang meningkatkan permeabilitas endotel

pembuluh darah. 1

Endotel juga akan menekspresikan ICAM 1, VCAM 1 dan P-Selectin, molekul

adhesive yang menyebabkan ekstravasasi sel inflamasi. Pemaparan endotel dengan

TNFα dapat menyebabkan apoptosis. TNFα dan IL-1 menstimulasi radang dengan

mengaktivasi berbagai sel radang.

27

Page 29: Dhf Grade II

TNFα, IL-1 dan IL-6 dapat menstimulus hepatosit menghasilkan acute phase

protein. IL-1 mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah kapiler dan menginduksi

endothel untuk memproduksi dan mensekresi IL-6 dan TNFα. 1

Patofisiologi secara umum:

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Viremia timbul

pada saat menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. Virus bersirkulasi

dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T.

Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa

gejala ( asimtomatik ) demam ringan yang tidak spesifik (undif erentiated febrile illness),

Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue.

Masa inkubasi virus dengue dalam manusia berkisar antara 3-14 hari sebelum gejala

muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai ketujuh, sedangkan

masa inkubasi dalam tubuh nyamuk berkisar sekitar 8-10 hari. Setelah masuk ke dalam

tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang

selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul

respon imun baik humoral maupun selular, antar lain anti netralisasi, anti-hemaglutiin,

dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada

infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi

yang telah ada menjadi meningkat.15

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari

ke-lima, meningkat pada minggu pertama sampai ketiga, dan menghilang setelah 60-90

hari. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat saat demam hari ke-14 sedang pada

infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini

infeksi primer hanya dapat dtegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit

kelima, diagnosis infeksi seknder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan

antibodi IgG dan IgM yang cepat.16

Patofisiologi DBD dan DSS sampai saat ini belum jelas, oleh karena itu muncul

banyak teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1,

Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi

28

Page 30: Dhf Grade II

virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktivasi komplemen. Akhirnya banyak

virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah

kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila terjadi antiodi

non-netralisasi virus, keadaan penderita menjadi parah apabila epitop vitus yang masuk

tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh

virus dengue dengan serotipe berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen

setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan APC yang

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC.15

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.

Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai

pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut

sangat bergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi

penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan

penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masuh merupakan masalah

yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis

infeksi sekunder atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara

tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan

serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk

menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai

virus lain dan akan menginfeksi, kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang

kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada

seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa

hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer

tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam

limfosit yang bertransformasi, dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal

ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody

complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan

C3A dan C5A akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang

ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti

dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya

29

Page 31: Dhf Grade II

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak dapat ditanggulangi

secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal. Oleh

karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua

faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi

sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini

akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (Reticulo Endothelial System)

sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran

platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif, ditandai dengan

peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi penurunan faktor

pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi

lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi

aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok.17,18

F. Patogenesis

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial, yang pada

saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi

virus, yaitu: kerentanan yang dapat diwariskan. 12

Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya

perbedaan kerentanan genetik ( genetic susceptibility ) antar individu terhadap infeksi

yang engakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme penyebab

serta lingkungannya. 12

30

Page 32: Dhf Grade II

Gambar 6. Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue. 12

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini

dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak

serta sering menimbulkan wabah. Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan

demam berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang

diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh

bagian tubuh nyamuk, dan sebagian besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu

nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu

agar darah yang akan dihisap tidak membeku, dan pada saat inilah virus dengue

ditularkan ke orang lain. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer

hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data

dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel- sel monosit dan makrofag mempunyai

peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh

sel monosit perifer.

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel

tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke

dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-

komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah

31

Page 33: Dhf Grade II

komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan

biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang

menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan

diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara

ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas

protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada “cross protektif” terhadap

serotip virus yang lain. 13,14

Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis:

netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity

(ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement.

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan

E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.

Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi

spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam

proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis

antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.

Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan

sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross

reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN.

Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal

yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi

virus DEN.

Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang

berbeda :

a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip spesifik yang

dapat mencegah infeksi virus.

b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat

meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.

Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD

yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis

antibody dependent enhancement ( ADE ).

Teori infeksi sekunder

32

Page 34: Dhf Grade II

Tori ini menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan

satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus

tersebut untuk jangka waktu yang lama (Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer

virus dengue, akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama

(homologous)).

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus

yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut:

Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer

akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda;

namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.

Gambar 7. Patogenesis DBD (Teori infeksi sekunder)

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain

atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan

molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks

tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan

peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel

makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi

sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi

IL- 1, IL-6 dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF).

Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam

33

Page 35: Dhf Grade II

betuk gambar berikut: TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag

teraktivasi antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran

dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan

kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas,

dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok.

Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen,

yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan

sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah

terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh

anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat adanya infeksi yang

persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan

memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-

1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan

mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan

mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.

Hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE)

Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection,

T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang

berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan SSD.

Gambar 8. Patogenesis DBD

(Hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE)

34

Page 36: Dhf Grade II

Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat

antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah

penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh merupakan

antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang

berat.

Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi

menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan

neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) kelompok

monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisi tetapi memacu replikasi

virus, dan (2) antibodi yang dapat menetralisi secara spesifik tanpa disertai daya memacu

replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity.

Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan

terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi

virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh

serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama

hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enhancement

hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:1

a) Sel fagosit monoklear yaitu monosit, fagosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer

merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.

b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat

(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus

dengue pada permukaan sel fagosit monoklear. Mekanisme pertama ini disebut

sebagai mekanisme aferen.

c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang

telah terinfeksi.

d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke

usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen.

Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjaran ialah jumlah sel

yang terkena infeksi.

e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem

humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang

mempengaruhi pemeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.

Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Aktivasi Limfosit T

35

Page 37: Dhf Grade II

Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue,

limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN-α dan γ). Pada infeksi sekunder oleh

virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4

berproliferasi dan menghasilkan IFN-α. IFN-α selanjutnya merangsang sel yang

terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh

limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue monosit akan mengalami lisis dan

mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.1

G. Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue menyebabkan infeksi simptomatik atau serokonversi

asimptomatik. Infeksi dengue simptomatik adalah penyakit sistemik dan dinamik,

yang secara umum dibagi menjadi berat dan tidak berat. 18 Setelah periode inkubasi,

gejala mulai muncul dan dibagi menjadi tiga fase yaitu fase febris, fase kritis, dan

fase pemulihan.

Gambar 9. Perjalanan Infeksi Dengue. 19

1. Fase Febris

36

Page 38: Dhf Grade II

Pasien mengalami demam tinggi mendadak. Fase ini biasanya terjadi

antara 2-7 hari dan sering diikuti dengan kemerahan muka, kemerahan pada

kulit, nyeri pada seluruh tubuh, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, fotopobia,

dan nyeri kepala. Beberapa pasien juga dapat mengeluhkan nyeri tenggorok,

faring hiperemis, dan injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.19

Pada fase ini infeksi dengue akan sulit dibedakan dengan demam yang

disebabkan non-dengue. Uji torniquet positif meningkatkan kemungkinan infeksi

dengue19 Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekiae dan perdarahan membran

mukosa bisa terjadi.1,20,21 Perdarahan masif vagina dan saluran pencernaan dapat

terjadi pada fase ini namun sangat jarang terjadi.(5) Hepar akan membesar dan

nyeri beberapa hari setelah demam muncul. Abnormalitas pemeriksaan

laboratorium adalah penurunan jumlah total leukosit, yang merupakan tanda

yang meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.21

2. Fase Kritis

Selama masa transisi dari fase febris ke fase tidak febris, pasien tanpa

peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melewati fase kritis.

Sedangkan pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menunjukkan

tanda bahaya yang kebanyakan merupakan akibat dari kebocoran plasma.

Awal dari fase kritis adalah turunnya suhu tubuh menjadi 37,5 – 38.00C

atau lebih rendah, biasanya terjadi 3-8 hari setelah hari pertama demam.

Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan drastis trombosit menyebabkan

kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit diatas normal merupakan tanda awal

adanya kebooran plasma. Periode klinis kebocoran plasma biasanya terjadi

selama 24-48 jam.19-21 Derajat kebocoran plasma sangat bervariasi. Peningkatan

hematokrit menyebabkan perubahan tekanan darah dan volume nadi.

Derajat hemokonsenterasi diatas hematokrit dasar menggambarkan

beratnya kebocoran plasma. Pemeriksaan hematokrit sangat penting untuk

menentukan kebutuhan dari terapi airan intravena. Efusi pleura dan asites

biasanya terdeteksi setelah terapi cairan intravena, kecuali kebocoran plasma

sangat signifikan. Radiografi foto dada lateral decubitu, usg dada dan abdomen,

atau kantung empedu merupakan cara deteksi awal. Selain tanda dari kebocoran

plasma, manifestasi perdarahan seperti mudah memar dan perdarahan saar

dilakukan vena punksi sering terjadi.

37

Page 39: Dhf Grade II

Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, hal ini

ditandai dengan munculnya tanda bahaya. Suhu tubuh menjadi rendah saat syok

terjadi. Pada syok berat dan atau berkepanjangan dapat terjadi hipoperfusi yang

menyebabkan asidosis metabolik, kerusakan organ progresif, dan koagulasi

intravaskular diseminata. Hal ini menyebabkan perdarahan berat yang

menyebaban penurunan hematokrit pada syok yang berat. Selain leukopenia

yang sering terlihat pada fase ini, peningkatan leukosit juga dapat terjadi akibat

respon stres pada pasien dengan perdarahan masif. Selain itu, gangguan organ

dapat muncul seperti hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan atau perdarahan

masif tanpa kebocoran plasma hebat atau syok. 19

Tanda Bahaya Dengue

Tanda bahaya dengue biasanya muncul pada hari ke 3-7 dari demam hari

pertama. Muntah persisten dan nyeri perut hebat merupakan indikasi awal

kebocoran plasma dan semakin memburuk pada keadaan syok. Akumulsi cairan

pada rongga abdomen ataupun pleura, perdarahan mukosa, letargi, pembesaran

hepar >2cm, serta peningkatan hematokrit disertai dengan penurunan drastis

trombosit.19

3. Fase Pemulihan

Pasien akan mengalami fase ini setelah 24-48 jam melalui fase kritis,

reabsorpsi secara bertahap dari cairan ekstraseluler terjadi 48-72 jam setelahnya.

Manifestasi klinis mulai membaik, tanda vital stabil, dan diuresis sesuai normal.

Pada beberapa pasien muncul confluent erythematous atau petechial rash.

Hematokrit mulai menurun menjadi normal disertai dengan peningkatan leukosit,

namun peningkatan trombosit biasanya terjadi setelahnya19

4. Dengue Berat

Kasus dengue berat dinyatakan pada pasien yang dicurigai terinfeksi

dengue yang memiliki tanda salah satu dari:

1. Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok dan atau

terakumulasinya cairan dengan gangguan pernapasan

2. Perdarahan hebat

3. Kerusakan organ berat19

H. Klasifikasi

38

Page 40: Dhf Grade II

Derajat penyakit demam berdarah dengue menurut WHO 1997 adalah: (13)

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji bending

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain

Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulu, kulit

dingin dan lembap dan anak tampak gelisah

Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur

Perubahan dalam epidemiologi dengue terutama peningkatan jumlah kasus

dewasa dan ekspansi dengue ke negara lain di dunia menimbulkan masalah dalam

penggunaan klasifikasi WHO sebelumnya. Dimana terdapat kesulitan dalam

mengaplikasikan derajat penyakit demam berdarah dengue dan peningkatan kasus

dengue berat yang tidak seluruhnya memenuhi klasifikasi dengue derajat IV

membuat re-klasifikasi demam berdarah menjadi penting. Klasifikasi kasus dengue

menurut derajat penyakitnya WHO tahun 2009 terbagi atas 3, yaitu dengue tanpa

tanda bahaya, dengue dengan tanda bahaya, dan dengue berat. 19

Gambar 10. Klasifikasi Derajat Dengue menurut WHO 2007. 19

39

Page 41: Dhf Grade II

I. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis laboratorium dengue ditegakkan dengan mendeteksi virus dan atau

kompenen dari virus tersebut dengan memeriksa respon serologis setelah infeksi. Di

Indonesia pemeriksaan yang digunakan secara umum adalah pemeriksaan darah

lengkap, IgM dan IgG, dan NS1. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan

leukopenia, hemokonsenterasi, trombositopenia, dan pada hitung jenis akan terlihat

peningkatan dari limfosit atau monosit. 19

Gambar 11. Diagnosis dengue dan karakteristik

Pemeriksaan Serologis

Setelah satu minggu tibuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti

oleh pembentukan IgM-antidengue. IgM hanya berada dalam waktu relatif singkat

dan akan disusul segera oleh pembentukan IgG. Pada kira-kira hari kelima infeksi

terbentuk antibodi yang bersifat menetralisir virus (neutralizing antibody = NT).

Titer antibodi NT akan naik cepat dan menurun secara lambat untuk waktu yang

lama. Setelah NT, timbul antibodi yang mempunyai sifat menghambat hemaglutinasi

sel darah merah (hemaglutination inhibiting antibody=HI). Antibodi yang terakhir

yaitu antibodi yang mengikat komplemen (complement fixing antibody=CF). Teknik

pemeriksaan serologi yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan CF. Pada uji

serologi HI, kemungkinan adanya infeksi sekunder yang baru terjadi ditandai oleh

titer antibody HI yang sama atau lebih besar daripada 1:1280 pada masa akut.

Pemeriksaan NS-1 adalah pemeriksaan terhadap antigen non struktural-1

dengue (NS1) dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan lebih awal dari

40

Page 42: Dhf Grade II

pemeriksaan antibodi dengue, dan bahkan dapat terdeteksi pada hari pertama mulai

demam. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada penderita demam yang disertai

dengan gejala klinis infeksi virus dengue pada hari 1-3 mulai demam. Bila hasilnya

negatif tetapi gejala infeksi virus dengue menetap, dianjurkan untuk periksa Anti-

Dengue   IgG  & IgM, serta hematologi rutin.

Gambar 12. Hasil Pemeriksaan Serologis Dengue

J. Diagnosis

Diagnosis DBD menurut WHO 1997, jika terdapat dua kriteria klinis pertama

ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit cukup

untuk menegakkan diagnosis.22

Klinis

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari

2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

- Uji bendung positif

- Petekie, ekimosis, purpura

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

- Hematemesis dan atau melena

3. Pembesaran hati

4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi

menurun, tekanan darah menurun disertai kulit teraba dingin dan lembab

41

Page 43: Dhf Grade II

terutama ujung hidung, jari, dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul

sianosis di sekitar mulut.

Laboratorium

1. Trombositopenia

2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan

manifestasi sebagai berikut:

- Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar

- Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan

- Efusi pleura/ perikardial, asites, hipoprotenemia 22

Diagnosis Infeksi Dengue menurut WHO 2009, kasus dengue diklasifikasikan

berdasarkan derajat beratnya 19

Dengue Dengue dengan Tanda

Bahaya

Dengue Berat

Tinggal di daerah endemis.

Demam dan 2 dari:

- Mual, muntah

- Ptekiae

- Nyeri

- Tes Torniquet (+)

- Leukopenia

- Hasil laboratorium

menunjukkan

infeksi dengue

- Nyeri perut

- Muntah persisten

- Perdarahan mukosa

- Letargi, gelisah

- Pembesaran hepar

>2cm

- Peningkatan HT diikuti

dengan penurunan

trombosit

- Kebocoran plasma berat

- DSS

- Akumulasi cairan

dengan gangguan

napas

- Perdarahan hebat

- Gangguan organ berat

- Hepar: SGOT/PT

>=1000

- Gangguan kesadaran

- Jantung

K. Diagnosis Banding

Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri,

virus, atau infeksi parasit seperti; demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam

chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain. Demam

pada DBD bersifat mendadak, kontinus, tidak semakin tinggi, dan berkisar antara 3-

7 hari. Pada demam tifoid demam dirasakan semakin hari semakin tinggi dan

42

Page 44: Dhf Grade II

berlangsung lebih dari 7 hari. Demam pada campak berlangsung 2-4 hari dan setelah

itu timbul ruam pada muka lalu diikuti bagian leher,ekstremitas.

DBD harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya

seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip influenza. Bila

dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa

demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,

injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet

positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan

perdarahan gastrointestinal dan syok.

Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit

infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien

tampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi.

Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear

(pergeseran kekiri pada hitung jenis). Pemeriksaan Laju Endap Dara (LED) dapat

dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis

meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada

pemeriksaan cairan serebrospinalis.

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD

derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada

hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada

ITP demam cepat menghilang, (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai

leukopenia, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan

pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat

kembali normal dari pada ITP.

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada

leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis.

Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia.

Pada anemia aplastik, anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder.

Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan

trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks

dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD

ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma

L. Tatalaksana

43

Page 45: Dhf Grade II

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat

perdarahan. Pasien DBD dirawat di ruangan biasa, tetapi pada DBD dengan

komplikasi diperlukan perawatan intensif.1

Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi secara dini

fase kritis, yaitu saat suhu turun ( the time od defervescence) yang merupakan fase

awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai

pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Fase kritis pda umumnya

terjadi pada hari sakit ketiga. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/ul atau

<1-2 trombosit /LPB ( rata-rata hitung pada 10 LPB) terjadi sebelum peningkatan

hematokrit dan sebelim terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit ≥20%

mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan.

Pemberian cairan awal sebagai pengganti volume plasma dapat diberikan larutan

garam isotonic atau ringer laktat, yang kemudian dapat disesuaikan dengan berat

ringan penyakit. Pada DBD derajat I dan II, cairan intravena dapat diberikan selama

12-24 jam. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus

menerus dan penurunan jumlah trombosit <50.000/ul.Pemberian oksigen dengan 2

liter per menit pada semua pasien syok.1

Menurut WHO 1997 22

Demam Berdarah Derajat I dan II

Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari , disertai uji tourniquet positif (DBD

dejarat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD

derajat II) dapat dikelola seperti yang tertera. Apabila pasien masih mau minum,

berikan minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis

minuman adalah air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu atau oralit. Obat

antipiretik diberikan bila suhu > 38.5˚C. Pada anak dengan riwayat kejang dapat

diberikan obat antikonvulsif. Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus

menerus, sebaiknya diberikan infuse NaCl 0.9%: Dekstrose 5% (1:3) dipasang

dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Disamping itu harus dilakukan

pemeruksaan Hb, Ht dan trombosit setiap 6-12 jam. Pada tindak lanjut, perhatikan

tanda syok, raba hati setiap hari untuk mengetahui pembesaran oleh karena

pembesaran hari yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran

cerna. Diuresis diukur tiap 24 jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan

klinik dan laboratorium, anak dapat dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung

44

Page 46: Dhf Grade II

naik dan trombosit menurun, maka infuse cairan ditukar dengan ringer laktat dan

tetesan disesuaikan.1

Pasien dengan DBD derajat II, diberikan cairan kristaloid ringer laktat/ NaCl

0.9% atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/ NaCl 0.9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor

tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit setiap 6 jam, selanjutnya evaluasi

12-24 jam.1

Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampat tenang,

tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup, dan kadar Ht cenderung

turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi

menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap

stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan

pada 24-48 jam.1

Apabila keadaan klinis tidak ada perbaikan , anak tampak gelisah, nafas

cepat, frekuensi nadi meningkat, dieresis kurang, tekanan nadi < 20mmHg

memburuk, serta peningkatan Ht, maka tetesan dinaikan menjadi 10 ml/KgBB/jam.

Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikan lagi menjadi

15 ml/KgBB/jam. Kemudia evaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan

menjadi lebih berat dan Ht naik maka berikan cairan koloid 10-20 ml/KgBB/jam,

dengan jumlah maksimal 30ml/KgBB. Namun apabila Ht menurun, berikan trasfusi

darah segar 10 ml/KgBB/jam.1

45

Page 47: Dhf Grade II

Demam Berdarah Derajat III dan IV

Pada DBD derajat III dan IV, segera beri infuse kristaloid ( ringer laktat atau

NaCl 0.9 %) 20 ml/KgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan

oksigen 2 liter/menit. Untuk derajat IV, diberikan ringer laktat 20 ml/KgBB bersama

koloid. Observasi tensi dan nadi setiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6

jam. Periksa elektrolit dan gula darah. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum

teratasi, tetesan ringer laktat belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambahkan plasma

(fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20ml/KgBB, maksimal

30 ml/KgBB (koloid diberikan pada jalur infuse yang sama dengan kristaloid,

diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap

15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula

darah. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/ hematokrit,

46

Page 48: Dhf Grade II

tekanan nado > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10

ul/KgBB/jam. Volume 10 ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau

sampai klinik stabil dan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan

menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinik dan hematokrit stabil, kemudian secara

bertahap cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Observasi klinis

tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin

≥1ml/KgBB/jam, BD urin <1.020), dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap

4-6 jam sampai keadaan umum baik. Apabila syok belum teratasi, sedangkan kada

hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol%, berikan darah dalam volume kecil 10

ml/KgBB.1

47

Page 49: Dhf Grade II

Menurut WHO 2009. 19

Dengue ± Warning Sign

48

Page 50: Dhf Grade II

Severe Dengue

49

Page 51: Dhf Grade II

Pencegahan Primer

Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi

3 tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan

sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan

tingkat pertama ini merupakan upaya untuk

mempertahankan orang yang sehat agar tetap

sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi

sakit.

50

Page 52: Dhf Grade II

M. Komplikasi

Pada fase febris komplikasi yang bisa terjadi adalah dehidrasi, gangguan

neurologis, dan kejang demam pada anak-anak. Pada fase kritis syok dapat terjadi

akibat dari kebocoran plasma, selain itu dapat pula terjadi perdarahan dan disfungsi

organ. Pada fase pemulihan koplikasi yang dapat terjadi adalah hipervolemia dan

edema paru akut.

ANEMIA DEFISIENSI BESI

A. Definisi

Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari batas normal

sesuai usia (bayi dan anak). Sebagai patokan, menurut WHO adalah apabila Hb

<11 g/dL pada anak umur 6 bulan -6 tahun, dan Hb < 12 gr/dL pada anak > 6

tahun.

B. Epidemiologi

Di Negara berkembang prevalensi anemia defisensi besi masih tinggi.

Pada anak sekolah dasar umur 7-13 tahun di Jakarta (1999) didapatkan 50% dari

seluruh anak penderita anemi adalah ADB. ADB memiliki dampak negative

terhadap tumbuh kembang anak. ADB dapat mengakibatkan komplikasi ringan

seperti kelainan kuku (koilonikia), atrofi papil lidah dan stomatitis sedangkan

komplikasi yang lebih berat dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh

terhadap infeksi, gangguan prestasi belajar yang dapat berlangsung lama dan

menetap.23

C. Manifestasi klinis

Anamnesis

- Pucat yang berlangsung lama (kronik)

- Gejala komplikasi, antara lain lemas, sariawan, gangguan prestasi belajar,

menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi, dan gangguan prilaku.

- Faktor predisposisi dan faktor penyebab.23

51

Page 53: Dhf Grade II

Pemeriksaan Fisik

- Pucat tanpa tanda-tanda perdarahan, seperti petekie, ekimosis atau hematoma dan

tidak disertai hepatomegali.

- Limpa kadang sedikit membesar, tetapi pada umumnya tidak teraba.

- Dapat ditemukan adanya koilinikia, stomatitis angularis.

Pemeriksaan Penunjang

- Darah tepi lengkap, mCV, MCH, MCHC. Kadar Hb rendah dengan penurunan nilai

MCV dan MCHC. Jumlah eritrosit umumnya normal tetapi terkadang menurun.

Jumlah leukosiit dan hitung jenis biasanya normal kecuali disertai infeksi.

- Sediaan Apus Darah Tepi: Gambaran eritrosit mikrositik hipokrom

- Kadar besi/ ferritin rendah dan peningkatan TIBC (total iron binding capacity) serum

menunjukkan adanya anemia defisiensi besi.

- Pewarnaan besi pada jaringan sum-sum tulang.

- Pemeriksaan lain untuk mengetahui factor predisposisi dan factor penyebab

dilakukan sesuai dengan prioritas, antara lain: pemeriksaan darah samar feses untuk

melihat perdaraan gastrointestinal dan pemeriksaan parasitology untuk infestasi

parasite.23

52

Page 54: Dhf Grade II

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kadar besi/ ferritin serum

yang rendah dan pewarnaan besi jaringan sumsum tulang. Tetapi apabila sarana dan

biaya terbatas, maka diagnosis kemungkinan ADB ditegakkan hanya be faktor

rdasarkan adanya riwayat faktor predisposisi dan faktor penyebab, pada pemeriksaan

fisik terdapat pucat tanpa perdarahan dan responsive terhadap pemberian zat besi.23

Tatalaksana

- Pengobatan sudah harus dimulai pada stadium dini ( pada stadium deplesi besi) .

- Tata laksana etiologis.

- Tatalaksana dengan menggunakan preparat besi, dan pada kondisi tertentu terkadang

memerlukan transfuse darah.

Pemberian zat besi

- Besi dapat diberikan secara oral atau parenteral berupa besi elemental dengan dosis

3-5 mg/kg, dibagi dalam 2 dosis, segera dan sesudah makan. Pemberian oral

ferosulfas merupakan cara yang paling mudah.

- Evaluasi hasil pengobatan dengan pemeriksaan Hb dan retikulosit.

Transfusi Darah

- Transfusi darah dilakukan bila kadar Hb ≤6 gr/dL atau kadar Hb ≥ 6 gr/dL disertai

lemah, gagal jantung, infeksi berat. Diberikan dalam bentuk PRC.

Pencegahan

i. Pendidikan gizi

- Menjelaskan mengenai makanan yang kaya akan kandungan zat besi seperti ikan, hati

dan daging.

- Menjelaskan bahwa ASI dan susu sapi mengandung sedikit kandungan zat besi

sehingga anak-anak rentan terkena anemia defisiensi besi. Sehingga perlu diberikan

makanan tambahan sesuai dengan usia.23

53

Page 55: Dhf Grade II

ii. Pemberian suplemen

- Pencegahan primer: Pemberian ASI saja setelah usia 6 bulan dapat menyebabkan

defisiensi besi sehingga dibutuhkan suplementasi.

- Pencegahan sekunder: Bayi yang memiliki1 atau lebih faktor resiko seperti yang

tercantum pada table harus menjalani skrinin ADB. Skrining meliputi pemeriksaan

darah tepi lengkap, feritin dalam serum dan saturasi transferrin.23

54

Page 56: Dhf Grade II

PEMBAHASAN

Seorang pasien anak Laki-laki berusia 4 tahun datang ke RSUD Budhi Asih

dengan keluhan utama demam tinggi sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Gejala lain

adalah adanya nyeri kepala, nyeri sendi, tanpa adanya tanda infeksi lokal. Dengan begitu

diagnosis banding yang mungkin pada pasien ini adalah penyakit demam tanpa disertai

tanda lokal seperti infeksi virus dengue (demam dengue, demam berdarah dengue) lalu

malaria. Penyakit campak tidak merupakan diagnosis banding pada pasien ini karena

seteleh 2-4 hari demam, tidak terdapat tanda patognomonik yaitu timbulnya enantema

mukosa di pipi dan tidak timbul ruam makulopapular.

Diagnosis malaria disingkirkan dikarenakan pada penyakit ini meskipun

mempunyai gejala demam tinggi namun bersifat intermitten, sedangkan pada pasien

demam yang dirasakan terus menerus tinggi dan tidak pernah mencapai suhu normal, dan

pasien tidak mempunyai riwayat bepergian atau menetap di daerah endemis malaria.

Dugaan diagnosis mengarah kepada infeksi virus dengue dikarenakan sesuai

dengan tipe demamnya yaitu demam yang mendadak tinggi selama 2- 7 hari. Pada pasien

demam dirasakan mendadak tinggi selama 5 hari , lalu disertai gejala penyerta yaitu

adanya nyeri kepala, nyeri pada sendi, mimisan, terdapat bintik-bintik kemerahan pada

seluruh tubuh.

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan pembesaran hepar (> 2cm) pada

pemeriksaan abdomen, serta didapatkan nyeri tekan pada epigastrium, selain itu juga saat

didapatkan perdarahan spontan, dimana pasien mengeluarkan darah dari hidung

(epistaksis) dua kali, dan terdapat bintik-bintik merah pada seluruh tubuh pasien saat

demam hari kedua hingga demma hari kelima. Jika disesuaikan dengan klasifikasi WHO

1997, pasien masuk dalam kategori demam berdarah dengue grade 2 karena terdapat

Demam disertai gejala perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Jika disesuaikan

dengan kriteria terbaru WHO 2009, pasien masuk dalam kategori demam berdarah

dengue dengan tanda bahaya.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Juni 2015 menunjukan adanya kesan

anemia mikrositer. Anemia ini dapat disebabkan oleh karena defisiensi besi dan

thallasemia. Di Indonesia angka kejadian anemia defisiensi besi cukup sering. Anemia

55

Page 57: Dhf Grade II

jenis ini terjadi karena kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi,

malabsorbsi dan kebutuhan meningkat karena infeksi menahun/berulang., leukopenia,

trombositopenia, dan mengarah ke arah hemokonsenterasi. Sehingga terapi cairan

dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hemokonsenterasi lebih lanjut dan mencegah

kearah terjadinya syok.

Peningkatan hematokrit pada pasien juga menggambarkan bahwa pada kasus

DBD, hemokonsentrasi dijumpai dan merupakan indikator yang peka akan terjadinya

perembesan plasma. Peningkatan nilai leukosit dan penurunan hematokrit menandai

pasien memasuki fase pemulihan. Menurut beberapa sumber dinyatakan, bahwa

peningkatan trombosit terjadi lebih lambat,

Tatalaksana pada pasien ini adalah terapi cairan. Terapi pada DBD pada dasarnya

bersifat suportif, yaitu penggantian volume plasma. parasetamol untuk meredakan gejala

demam pasien.

Indikasi pulang pasien demam berdarah menurut guideline WHO 2007 adalah

pasien bebas demam dalam 48 jam, perbaikan klinis (sadar, nafsu makan baik, tanda vital

stabil, diuresis normal, dan tidak ada gangguan pernapasan), peningkatan bertahap

trombosit, dan hematokrit stabil tanpa menggunakan terapi cairan. Sesuai dengan

kepustakaan, pasien telah bebas demam 48 jam, perbaikan klinis sangat terlihat,

trombosit telah meningkat bertahap dalam 3 hari, dan saat iv line dihentikan, hematokrit

pasien berangsur turun.

Prognosis quo ad vitam pasien ini adalah dubia ad bonam karena derajat penyakit

pada pasien ini mengancam nyawa jika kondisi pasien turun dalam keadaan syok jika

penanganan tidak dilakukan dengan tepat.

56

Page 58: Dhf Grade II

Prognosis quo ad sanactionam pada pasien ini adalah dubia ad bonam sebab ada

kemungkinan suatu saat pasien dapat mengalami penyakit ini lagi jika status imun pasien

sedang turun dan keadaan lingkungan rumah pasien yang kurang baik mempunyai

kecenderungan menjadi daerah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo SSP, Garna H,

Hadinegoro SR, Satari HI, editor. Buku Ajar Infeksi dan Pediatric Tropis. Edisi

kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.p 55-180

2. Widagdo. Infeksi sistemik. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan

Demam. Jakarta: Sagung Seto: 2012. p.121-6

3. Infeksi. Latif A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. In: Hasan R,

Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta: Percetakan Infomedika

Jakarta: 2007.p607-21

4. WHO’s staff Dengue control. Available at:

http://www.who.int/denguecontrol/mosquito/en/. Accessed: July 5, 2015

5. Centers for Disease Control and Prevention’s staff. Dengue and the Aedes aegypti

mosquito. Available at:

http://www.cdc.gov/dengue/resources/30jan2012/aegyptifactsheet.pdf. Accessed:

July 5, 2015

6. Centers for Disease Control and Prevention’s staff. Mosquito Life-Cycle. Available

at: http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html. Accessed: July

5, 2015

7. Dengue fever. Available at:

http://www.eliminatedengue.com/en/our-research/dengue-fever. Accessed: July 5,

2015

8. Aryu Candra. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor

Risiko Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119

9. WHO/SEARO. Concrete measure key in controlling dengue in South East Asia.

Press Release SEA/PR/1479. New Delhi, World Health Organization Regional Ofice

(http://www.searo.who.int/EN/Section316/Section503/for South-East Asia, 2008.

Section2463_14619.htm).

57

Page 59: Dhf Grade II

10. Demam berdarah di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, Agustus

2010.

11. Chuansumrit A, Tangnararatchakit C. Pathophysiology and management of dengue

hemorrhagic fever. Journal Compilation. 26 January 2005

12. Emery AEH, ( 1988). Immunogenetics. In : Elements of Medical Genetics.Edited by

Emery AEH, Muller R. 7th ed. Churchill-Livingstone. Edinburgh.: 88-106.

13. Khana M, Chaturvedi UC, Sharma MC, Pandey VC, Mathur A, (1990). Increased

Capillary permeability Mediated by A Dengue Virus Induced Limphokine.

Immunology Mart, 69;33 : 449-53

14. Howarth MC, Miyajima A, Coffman R, (1994). Cytokines Paul Fundamental

Imunology. Third Edition: 763-790.

15. Soegijanto S. PAtogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. 2002.

Available from: www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc

16. Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan

Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2002; Vol 134:46-9

17. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Ed

18. Philadelphia: Saunders, 2003.

18. Konkle BA. Tropic Infection. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser

SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s principles of internal medicine. Ed 17. New

York: McGraw-Hill, 2008.

19. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition

2009. World Health Organization

20. Cao XT et al., Evaluation of the World Health Organization standard tourniquet test

in the diagnosis of dengue infection in Vietnam. Tropical Medicine and International

Health, 2002, 7:125–132.

21. Srikiatkhachorn A et al., Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic

fever: a serial ultrasonic study. The Pediatric Infectious Disease Journal, 2007,

26(4):283-290.

22. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ DHF in Small Hospital. 1997. World

Health Organization.

23. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sastroasmoro S (editor). Panduan Pelayanan Medis

Departemen Ilmu Penyakit Anak RSCM. Jakarta; RSCM: 2007.p. 127-30

58