Page 1
MAKALAH NEUROPERJALANAN NERVUS VII DAN NERVUS
XII PERIFER DAN CENTRAL
Disusun oleh :
Dewi Sulestari 07700014
Pembimbing :
dr. Syamsu Rahmadi, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT SYARAF
INSTALASI KEDOKTERAN
RSUD SIDOARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2016
0
Page 2
Nervus Fasialis
Anatomi Nervus Fasialis
Nervus fasialis merupakan salah satu nervus kranialis yang berfungsi
untuk motorik sensorik somatik, dan aferen eferen visceral. Gambar berikut ini
memperlihatkan cabang nervus fasialis beserta otot yg dipersarafinya. Nervus
fasialis mempunyai dua subdivisi yaitu yang lebih besar adalah saraf fasialis
murni motorik yang mensarafi otot-otot ekspresi wajah. Saraf ini disertai oleh
saraf yang lebih tipis yaitu intermedius yang membawa aferen otonom dan
somatik, juga serabut eferen otonom.1
Gambar 1. Divisi nervus fasialis 1
Nervus kranial ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu:2,3,
a. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m.
levator palpebra), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior
dan stapedius di telinga tengah.
1
Page 3
b. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa
faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar
serta sublingual dan lakrimalis
c. Serabut visero-sensorik yang mengantar impuls dari alat pengecap di 2/3
bagian depan lidah
d. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan raba)
dari bagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus.
Daerah overlapping ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus
eksternus dan bagian luar gendang telinga.
Tabel 1. Nervus fasialis.1
Nama Komponen Asal Fungsi
Saraf fasialis Brankial eferen Nukleus fasialis Otot-otot ekspresi
wajah: M.platisma,
m.stilohioideus,
m.digastrikus
Saraf intermediat Viseral eferen Nukleus
salivatorius
superior
Nasal, lakrimal,
kelenjar liur
(sublingual dan
submandibular)
Viseral aferen
special
Ganglion genikuli Pengecapan 2/3
anterior lidah
Somatik aferen Ganglion genikuli Telinga luar, bagian
kanalis auditorius,
permukaan luar
membran timpani
(sensibilitas)
2
Page 4
Nervus fasialis
Nukleus motorik terletak pada bagian ventrolateral tegmentum pontin
bawah dekat medula oblongata. Sewaktu di tegmentum pons, akson pertama
motorik berjalan dari arah sudut pontoserebelar dan muncul di depan nervus
vestibularis. Saraf intermediate muncul di antara saraf fasialis motorik dengan
vestibulokoklearis.1
Gambar 2. Inti-inti saraf kranial motorik dan parasimpatis1
Inti komponen motorik nervus facialis terletak di bagian ventrolateral tegmentum
pontine. Neuron-neuron yang terdapat di inti motorik ini merupakan analog dari sel-sel di
kornu anterior medulla spinalis, tetapi secara embriologis berasal dari arkus branchial
kedua.1
3
Page 5
Dalam batang otak, serabut-serabut ini keluar dari inti nervus facialis dan
memutari inti abduscens (genu interna nervus facialis), sehingga menciptakan suatu
tonjolan kecil di dasar ventrikel keempat (colliculus facialis). Serabut-serabut kemudian
menjadi satu suatu kumparan kompak yang berjalan secara ventrolateral ke kaudal dari
pons dan keluar dari batang otak. Selanjutnya saraf ini menyeberangi subarachnoid di
sudut cerebellopontine dan masuk ke meatus acusticus internal bersama nervus
intermedius dan nervus kranial VIII (nervus vestibulocochlear)
Nervus intermediate, nervus fasialis, dan nervus vestibulokoklearis
berjalan bersama ke lateral ke meatus akustikus internus. 1 Di dalam meatus
akustikus internus, nervus fasialis dan intermediate berpisah dengan nervus
vestibulokoklearis. 1 Nervus fasialis berjalan ke lateral ke dalam kanalis fasialis
kemudian ke ganglion geniculatum. Pada ujung kanalis tersebut, nervus fasialis
keluar kranium melalui foramen stilomastoideus.1
Dari foramen tersebut, serat motorik menyebar ke wajah, beberapa
melewati glandula parotis. Nukleus motorik merupakan bagian dari arkus refleks
yakni refleks kornea dan refleks berkedip. Refleks kornea berasal dari membran
mukosa mata (aferen) dibawa melalui nervus oftalmikus menuju ke nukleus
sensorik trigeminus utama. Di nukleus tersebut rangsang ditransmisikan ke
neuron yang berhubungan dengan nervus fasialis pada sisi yang sama. Bagian
eferen dari refleks tersebut berasal dari neuron eferen nervus fasialis.1
Refleks berkedip berasal dari mata (aferen) mengantarkan impuls optiknya
ke nukleus di tektobulbaris menyebabkan refleks berkedip jika cahaya terang.
Selain kedua refleks tersebut, impuls akustik yang berasal dari nervus
vestibulokoklearis mencapai nukleus dorsalis dan menghasilkan arkus refleks
berupa tegangan otot stapedius atau relaksasi. 1
4
Page 6
Gambar 3. Perjalanan beserta cabang dan efektor nervus fasialis2
III. Nervus Intermediate
Serat aferen gustatorius. Serat aferen pada gustatorik berasal dari ganglion
geniculatum yang berupa sel pseudounipolar dari ganglion spinalis, sebagian lagi
berasal dari papil lidah dua pertiga anterior. Serat aferen tersebut berjalan bersama
dengan nervus lingualis ( cabang nervus mandibulari ) menuju ke korda timpani
kemudian ke ganglion geniculatum menjadi nervus intermedius dan menuju ke
nukleus solitarius. Nukleus tersebut menerima impuls dari nervus glosofaringeal
(1/3 posterior lidah, papilla valata) dan nervus vagus (dari epiglotis). Karena yang
berperan dalam sistem pengecapan terdiri dari 3 saraf yang berbeda maka
kehilangan pengecapan total (ageusia) jarang terjadi. Dari nukleus tersebut impuls
dikirim ke talamus kontralateral (nukleus ventroposteromedial) menuju ke regio
presentralis korteks area 43 dan insula area 52.1
5
Page 7
Gambar 4. Jaras aferen gustatorik1
Serat aferen somatik. Serat aferen somatik berasal dari pinna, meatus
akustikus eksternus, dan gendang timpani. Serat berjalan menuju ganglion
geniculatum menuju nukleus sensorik nervus trigeminus. 1
Serat eferen sekretorik. Nervus intermedius terdiri dari serat parasimpatis
yang berasal dari nukleus salivatorius superior. Seratnya meninggalkan nukleus
menuju ganglion geniculatum lanjut ke ganglion pterigopalatina dan menuju
glandula lakrimal serta mukosa nasal. Sebagian lagi menuju ganglion
submandibula, lewat nervus lingualis. Ganglion submandibula bertanggung jawab
untuk sekresi glandula submandibularis dan sublingualis berupa saliva. Aferen
6
Page 8
dari sistem ini berasal dari sistem nervus olfaktorius. Glandula lakrimal menerima
input dari hipotalamus (emosi). Hal ini mengakibatkan jika mencium bau yang
enak akan terjadi sekresi saliva. Dan jika emosi meningkat atau sedih maka akan
terjadi lakrimasi. 1
Gambar 5. Serat eferen sekretorik nervus intermedius1
Gangguan-Gangguan Pada Nervus Facialis
Otot-otot dahi mendapatkan persarafan supranuclear dari kedua hemisfer
cerebral, tetapi otot-otot ekspresi wajah lainnya hanya mendapatkan persarafan secara
unilateral, misalnya korteks presentralis kontralateral. Jika jalur supranuclear yang
menurun diinterupsi hanya di satu sisi, hasilnya adalah facial palsy yang terpisah dari
otot-otot dahi. Penderita masih dapat mengangkat alis matanya menutup matanya dengan
kuat. Tipe facial palsy yang seperti ini disebut dengan tipe facial palsy central, sedangkan
pada lesi di inti atau lesi perifer, otot-otot wajah di daerah lesi akan melemah.1,2
7
Page 9
Inti motorik nervus facialis diinervasi tidak hanya oleh korteks facial tetapi juga
oleh diencephalon yang memegang peranan penting dalam pengaturan emosi - berkaitan
dengan ekspresi wajah. Lebih jauh lagi input ini berasal dari ganglia basalis. Pada
gangguan ganglia basalis, misalnya penyakit parkinson, dapat terlihat adanya hipomimia
dan amimia. Ada bermacam-macam bentuk sindrom-sindrom diskinetik yang
mempengaruhi otot-otot ekspresi wajah dengan tipe pergerakan yang abnormal, beberapa
diantaranya adalah spasme hemifacial, diskinesia facial, dan blepharospasm. Tempat lesi
yang menyebabkan timbulnya sindrom ini masih belum dapat diketahui.1
8
Gambar 6. Inervasi sentral inti facial di batang otak 1
Page 10
Gambar 7. Perbedaan terjadinya lesi perifer dan sentral nervus fasialis 6
Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus facialis bisa mendapat gangguan di
lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear.
Paralisis Nuklear
Nukleus dapat menderita kerusakan akibat penyakit degeneratif (paralisis bulbar
progresif, siringobulbia), sirkulatorius, dan proses peradangan (polioensefalitis), tumor
pons atau perdarahan pontin. Karena hubungan topografi yang erat antara nukleus facialis
dan serat saraf abdusens (VI), tidak jarang suatu penyakit tunggal menyebabkan
kerusakan kedua saraf tersebut. 1
9
Gambar 8. Perbedaan lesi perifer dan sentral nervus fasialis1
Page 11
Paralisis Supranuklear
Jaras supranukear dapat terganggu di mana saja, tetapi paling sering terganggu
pada perjalanannya melewati kapsula interna. Satu penyebab yang mungkin adalah infark
yang diakibatkan oleh obstruksi arteri karotis interna, atau yang lebih sering arteri serebri
media, oleh perdarahan massif dari angioma atau perubahan vaskular lainnya, seperti
penyakit hipertensi vaskular atau oleh tumor. Kelumpuhan fasial supranuklear saja dapat
terjadi akibat lesi kortikal kecil pada bagian girus presentralis yang mewakili wajah.
Kelumpuhan seperti itu, dapat disertai oleh serangan Jacksonian pada otot-otot wajah.
Tanpa menghiraukan kelumpuhan supranuklear, otot-otot wajah tetap melakukan gerakan
involunter dalam bentuk tic klonik atau spasme wajah tonik, karena saraf facialis tetap
berhubungan dengan sistem ekstrapiramidalis. 1
Paralisis Perifer
N. facialis yang terjepit dalam foramen stilomastoideum akan menimbulkan
kelumpuhan facialis LMN, dinamakan Bell’s palsy. Bell’s palsy adalah paralisis saraf
ketujuh perifer tanpa adanya alasan yang jelas. Terjadi pada 25 per 100.000 penduduk
pertahun. Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat
dikerutkan. Fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha memejamkan mata
terlihatlah kedua mata berguling ke atas ‘roll upward’ (Bell’s phenomenon). Karena
lagoftalmus, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa
digerakkan. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena
bagian N.facialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi
serabut korda timpani dan serabut yang mensarafi M. stapedius. Makanan mengumpulkan
antara gigi dan pipi, serta saliva biasanya menetes dari sudut mulut Pasien mengeluhkan
berat atau mati rasa dan kadang-kadang nyeri pada wajah, tetapi kehilangan sensorik
biasanya tidak terjadi. Diagnosa banding dari akut fasial palsy tidak semuanya idiopatik :
10% karena herpes zoster otikus, 4% otitis media dan 2% oleh karena tumor (tumor
kelenjar parotis, neurinoma dan lainnya). 1,4,5
Setelah kelumpuhan fasial perifer, regeneratif saraf yang rusak, terutama serat
otonom dapat sebagian atau dalam arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin
memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian saraf yang rusak. Persarafan baru
yang abnormal ini, dapat menyebabkan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang
berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah. Sindrom air mata buaya (crocodile tears) di
10
Page 12
mana lakrimasi involunter terjadi ketika pasien sedang makan. Diperkirakan bahwa serat
sekretoris untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang
cedera yang berdegenerasi, dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk
glandula lakrimalis. 1
Penyembuhan sempurna tanpa pengobatan terjadi pada 60-80% pasien.
Pemberian steroid (prednison 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari). Bila terapi ini diberikan
dalam 10 hari setelah onset, penyembuhan sempurna bisa diatas 90%.1
Gambar 9. Lokasi lesi nervus fasialis beserta klinisnya1
11
Paralisis motorik perifer dari otot yang disarafi oleh saraf fasialis, kegagalan pendengaran dan penurunan eksitabilitas vestibular
Paralisis motorik perifer dan kegagalan rasa pengecapan dan lakrimal serta sekresi saliva
Paralisis motorik perifer dan kegagalan rasa pengecapan dan sekresi saliva; hiperakusis
Paralisis motorik perifer dan kegagalan rasa pengecapan dan sekresi saliva
Paralisis motorik perifer
Page 13
Pemeriksaan fisik neurologis
Berikut merupakan cara pemeriksaan fungsi saraf fasialis, yaitu:1,3,4
1. Fungsi Motorik
- Pada saat diam perhatikan : 5
Asimetris muka (lipatan nasolabial)
Bila asimetris (dari) muka jelas, maka hal ini disebabkan oleh kelumpuhan
jenis perifer. Dalam hal ini kerutan dahi menghilang, mata kurang dipejamkan,
plika nasolabialis mendatar dan sudut mulut menjadi lebih rendah. Pada
kelumpuhan jenis sentral (supranuklear) muka dapat simetris waktu istirahat,
kelumpuhan baru nyata bila penderita disuruh melakukan gerakan misalnya ;
menyeringai.
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus
sardonicus, tremor, dsbnya) 5
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Atas perintah : 5
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetris), kemudian pemeriksa
mencoba membuka kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan
kiri)
3. Memperlihatkan gigi (asimetris)
4. Bersiul dan mencucur (asimetris/deviasi ujung bibir)
5. Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing)
6. Menarik sudut mulut kebawah (bandingkan konsistensi otot plastima kanan
dan kiri). Pada kelemahan yang ringan, kadang-kadang tes ini bisa untuk
mendeteksi kelemahan saraf facialis pada stadium dini
- Gejala Chvostek
Gejala Chvostek dibangkitkan dengan jalan mengetok daerah wajah yang
dilalui N. VII. Ketokan dilakukan dibagian depan telinga. Bila positif, ketokan ini
menyebabkan kontraksi otot yang disarafinya. Pada tetani didapatkan gejala
12
Page 14
Chvostek positif, tetapi ia dapat juga positif pada orang normal. Dasar gejala
Chvostek ialah bertambah pekanya nervus facialis terhadap rangsang mekanik.
2. Fungsi pengecapan
Kerusakan nervus VII, sebelum percabangan khorda timpani, dapat
menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan) pada 2/3 lidah bagian depan. Untuk
memeriksanya penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian kita taruh pada
lidahnya bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam (hal ini dilakukan secara
bergiliran dan diselingi istirahat). Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh
menarik lidahnya kedalam mulut, sebab bila lidah ditarik kedalam mulut, bubuk
akan tersebar melalui ludah ke bagian lainya, yaitu kesisi lidah lainnya atau
kebagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita
disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat, misalnya 1 untuk
rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin dan 4 untuk rasa asam. 4
3. Produksi Kelenjar ludah
Dengan anamnesis (mengunyah makanan di rongga mulut yang sehat) atau
palpasi dengan jari (selaput lendir rongga mulut yang terlibat gangguan akan
terasa lebih kering/sedikit dari pada yang sehat). 5
4. Refleks
1. Stapedial refleks
Pemeriksa menempatkan ujung kedua stetoskop masing-masing pada
telinga kanan dan kiri, kemudian dengan perlahan-lahan diafragma stetoskop
diketuk dengan ujung jari. Bila ada kelumpuhan otot stapedius, maka penderita
akan berusaha dengan cepat untuk melepaskan ujung stetoskop pada telinga yang
terganggu (karena mendengar suara yang keras sekali). 5
2. Tanda glabella
Ketukkan dengan refleks hammer pada glabella akan menimbulkan refleks
menutup mata (berkedip) secara terus menerus (orang normal hanya berkedip 1-2
kali saja). Positif pada penderita Parkinson
13
Page 15
Nervus Hipoglosus
Nervus hipoglosus (N. XII) adalah saraf motorik ekstrinsik dan intrinsik lidah.
Parese nervus hipoglosus adalah gangguan fungsi motorik akibat adanya lesi
jaringan saraf pada nervus hipoglosus.(2)
Perjalanan dan Distribusi Nervus Hipoglosus
Nervus hipoglosus adalah saraf eferen somatik (motor). Aksonnya berjalan
turun di medula dan keluar dari batang otak sebagai serabut-serabut radiks di
sulkus anterolateralis antara oliva inferior dan piramis. Nervus hipoglosus keluar
dari tengkorak melalui kanalis hipoglosus dan berjalan di regio servikal bawah di
antara vena jugularis dan arteri karotis bersama dengan serabut-serabut dari tiga
segmen servikal pertama (ansa hipoglosi). Serabut-serabut ini yang tidak
membentuk hubungan dengan nervus hipoglosus kemudian segera terpisah lagi
untuk mempersarafi otot-otot os hiodeum, yaitu m.tirohioideus, m.sternohioideus,
dan m.omohioideus. Nervus hipoglosus mempersarafi otot-otot lidah,
m.stiloglosus, m.hioglosus, dan m.genioglosus.(6)
14
Page 16
Gambar 2. Distribusi dan hubungan sentral nervus hipoglosus
Parese nervus hipoglosus dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
2. Meningitis basalis tuberkulosa atau luetika.
3. Fraktur basis kranii (atau traksi pada nervus hipoglosus pada trauma
kapitis).
3. Siringobulbi.
4. Infeksi retrofaringeal. (1,2,4)
15
Page 17
Gejala klinik
Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi pipi lateral:
1. Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi longgar
dan berkeriput. Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada otot-otot lidah
yang atrofis.
2. Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu
memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi yang
sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di sisi kontralateral (bila M.
genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan kedua otot itu sama kuatnya,
maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke depan, Bila satu otot adalah lebih
lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi dari ujung lidah ke sisi
otot yang lumpuh)
3. Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu mencong ke
sisi yang sehat. Keadaan ini timbul karena tonus otot-otot lidah di sisi yang
sehat adalah melebihi tonus otot-otot lidah di sisi yang sakit.
4. Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya akan
tampak ada sisa-sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
5. Karena lidah berperanan dalam mekanisme menelan dan artikulasi, maka
gejala-gejala kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa sukar
menelan dan bicara pelo. (1,4,5,6)
Penderita hemiparesis kiri atau kanan, kebanyakan menjadi pelo
pada tahap dini setelah mengidap “stroke”. Kemudian gangguan artikulasi
itu hilang. Lain halnya bila terdapat kelumpuhan unilateral lower
motoneuron, penderitanya akan tetap pelo.(1)
Nervus hipoglosus mungkin mengalami lesi sendiri-sendiri terlepas
daripada yang lainnya, tetapi dapat pula mengalami gangguan bersama,
misalnya parese nervus hipoglosus, parese nervus asesorius, parese nervus
vagus, dan parese nervus glosofaringeus. (4,6)
Proses patologik yang sering mengganggu bagian perifer nervus
hipoglosus ialah infiltrasi karsinoma nasofarings, siringobulbi dan infeksi
retrofaringeal.(1)
16
Page 18
Dalam hal yang terakhir ini akan timbul bermacam-macam sindrom, yaitu:
1. Sindrom bulbar
Pada sindrom bulbar akan tampak paralisis nervus hipoglosus, nervus asesorius,
nervus vagus, dan nervus glosofaringeus.
Hal ini dapat ditimbulkan oleh:
(1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring,
(2) meningitis tuberculosa atau luetika,
(3) fraktur basis kranii (atau traksi saraf-saraf tersebut pada trauma kapitis).
2. Sindrom foramen jugulare
Pada sindrom foramen jugularis tampak paralysis dari nervus glosofaringeus,
nervus vagus dan nervus asesorius (nervus hipoglosus dalam keadaan baik)
Sindrom ini dapat ditimbulkan oleh:
(1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring,
(2) fraktur basis kranii (atau traksi saraf-saraf tersebut pada trauma kapitis),
(3) meningitis tuberculosa atau luetika,
(4) periflebitis/trombosis dari vena jugularis.
3. Sindrom spasium parafaringeum
Pada sindrom ini tampak kelumpuhan dari nervus glosofaringeus, nervus vagus
dan nervus hipoglosus. Di samping itu akan tampak sindrom Horner’s di sisi yang
sakit.
Sindrom spasmium parafaringeal dapat timbul pada:
(1) abses retrofaringeal,
(2) abses peritonsiler. (4,5,6)
A. Diagnosis
17
Page 19
Diagnosis parese nervus hipoglosus ditegakkan dengan anamnesis serta gejala
kinis yang ada, anamnesis mengenai ada tidaknya riwayat trauma kapitis
(sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa trauma kapitis dapat menyebabkan
traksi pada nervus hipoglosus sehingga terjadi parese pada nervus hipoglosus)
atau fraktur basis kranii.(4)
Ananmesis yang lain yang tentunya akan mengarahkan kita kepada riwayat-
riwayat penyakit ataupun tumor yang secara lansung ataupun tidak langsung akan
menyebabkan parese nervus hipoglosus.
Untuk mengetahui gejala-gejala atau manifestasi yang ditimbulkan oleh parese
nervus hipoglosus, dapat dilakukan pemeriksaan nervus hipoglosus dengan cara:
Menyuruh pasien menjulurkan lidah lurus-lurus, kemudian menarik dan
menjulurkan lagi dengan cepat.
Lidah kemudian disuruh bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat
kemudian menekankan pada pipi kiri dan kanan sementara pemeriksa
melakukan palpasi pada kedua pipi untuk mengetahui/merasakan kekuatan
lidah.
Pada lesi bilateral gerakan lidah kurang lincah
Pada lesi unilateral lidah akan membelok ke sisi lesi saat dijulur-kan dan
akan membelok ke sisi yang sehat saat diam di dalam mulut.
Lesi N. hipoglosus tipe LMN aksonal atropi.
Lesi N. hipoglosus tipe LMN nuklear atropi dan fasikulasi.
Paralisis N. hipoglosus sukar menelan dan bicara pelo. (1,2,4,5,6)
Tremor lidah dapat dijumpai pada pasien yang sakit berat (lemah),
demensia paralitika dan intoksikasi.
Fasikulasi dujumpai pada lesi nuklir, misalnya pada pada siringobulbi
Kadang sulit untuk membedakan antara tremor dan fasikulasi, terlebih
lagi pada lidah yang terjulur. Untuk memudahkan perbedaanya, lidah
diistirahatkan pada dasar mulut. Pada keadaan ini, tremor biasanya berkurang
atau menghilang. Pada atetose didapatkan gerakan yang terkendalu. Lidah
18
Page 20
sulit dijulurkan atau hal ini dilakukan dengan sekonyong-konyong dan
kemudian tanpa kendali ditarik secara mendadak.
DAFTAR PUSTAKA
19
Page 21
1. Baehr, Frotscher. Duus Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy,
Fisiology, Sign, Simptom. Edisi 4. New York: Mc-Graw Hill companies.
2005;148-155.
2. Netter FH, Craig JA, Perkins J, Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of
Neuroanatomy and Neurophysiology. USA: ICON; 2002.
3. Mardjono, Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2000;
159-163.
4. Tobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FK UI.
2007; 55-60.
5. Juwono. Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. Jakarta: FK UI.
1996; 34-36.
6. Tiemstra D Jeffrey, Khatkhate Nandini. Bell’s Palsy : Diagnosis and
Management. University of llinois at Chiago College of Medicine.
Chichago. 2007
20