DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI DENGAN DIRJEN MINERBA & KOMISARIS PT FREEPORT Tahun Sidang : 2016-2017 Masa Persidangan : III (tiga) Rapat ke- : Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Hari, Tanggal : Selasa, 21 Februari 2016 Waktu : 19.07 WIB – 23.04 WIB Tempat : R. Rapat Komisi VII Ketua Rapat : H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA. (Ketua Komisi VII/F-Gerindra) Sekretaris Rapat : Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi VII) Acara : Tindak lanjut RDPU tanggal 9 Februari 2017 dan terkait kejadian Pasca Rapat yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Freeport Indonesia kepada Anggota Komisi VII DPR RI Hadir : 23 Anggota Dengan rincian: Fraksi PDI-P 4 orang dari 10 Anggota Fraksi Partai Gerindra 3 orang dari 6 Anggota Fraksi Partai Golkar 4 orang dari 6 Anggota Fraksi PAN 3 orang dari 5 Anggota Fraksi Partai Demokrat 2 orang dari 6 Anggota Fraksi PKB 1 orang dari 4 Anggota Fraksi PKS 2 orang dari 4 Anggota Fraksi PPP 2 orang dari 4 Anggota Fraksi Partai Hanura 1 orang dari 2 Anggota Fraksi Partai Nasdem 1 orang dari 3 Anggota
78
Embed
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT ... · perhatian serta kehadiran Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI serta undangan yang telah hadir dalam acara Rapat Dengar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI
DENGAN DIRJEN MINERBA & KOMISARIS PT FREEPORT
Tahun Sidang : 2016-2017
Masa Persidangan : III (tiga)
Rapat ke- :
Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat
Hari, Tanggal : Selasa, 21 Februari 2016
Waktu : 19.07 WIB – 23.04 WIB
Tempat : R. Rapat Komisi VII
Ketua Rapat :
H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA. (Ketua
Komisi VII/F-Gerindra)
Sekretaris Rapat :
Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi
VII)
Acara : Tindak lanjut RDPU tanggal 9 Februari 2017 dan terkait
kejadian Pasca Rapat yang dilakukan oleh Direktur Utama
PT Freeport Indonesia kepada Anggota Komisi VII DPR RI
Hadir : 23 Anggota
Dengan rincian:
Fraksi PDI-P 4 orang dari 10 Anggota
Fraksi Partai Gerindra 3 orang dari 6 Anggota
Fraksi Partai Golkar 4 orang dari 6 Anggota
Fraksi PAN 3 orang dari 5 Anggota
Fraksi Partai Demokrat 2 orang dari 6 Anggota
Fraksi PKB 1 orang dari 4 Anggota
Fraksi PKS 2 orang dari 4 Anggota
Fraksi PPP 2 orang dari 4 Anggota
Fraksi Partai Hanura 1 orang dari 2 Anggota
Fraksi Partai Nasdem 1 orang dari 3 Anggota
JALANNYA RAPAT:
KETUA RAPAT (H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA./F-GERINDRA):
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat malam salam sejahera untuk kita sekalian.
Yang kami hormati teman Pimpinan dan sahabat Anggota Komisi VII DPR RI.
Yang kami hormati Dirjen Minerba Kementerian ESDM beserta seluruh jajaran.
Yang kami hormati Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia beserta jajaran,
serta hadirin yang kami hormati, kami muliakan.
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua,
sehingga pada hari ini kita dapat bertemu guna melaksanakan tugas-tugas
konstitusional kita. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas
perhatian serta kehadiran Bapak-Ibu Anggota Komisi VII DPR RI serta undangan
yang telah hadir dalam acara Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dan Rapat
Dengar Pendapat Umum Komisi VII.
Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat
Komisi VII DPR RI pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2016-2017, pada hari
ini Komisi VII DPR RI akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dan Rapat
Dengar Pendapat Umum dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan dengan
agenda tindak lanjut Rapat Dengar Pendapat Umum tanggal 9 Februari 2017 dan
terkait kejadian paska rapat yang dilakukan oleh Dirut PT Freeport Indonesia kepada
Anggota Komisi VII DPR RI.
Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi VII DPR RI yang telah hadir dan
menandatangani daftar hadir adalah 17 Anggota dari 8 Fraksi, sehingga sesuai
dengan Pasal 251 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib rapat ini telah
memenuhi kuorum dan oleh karenanya dengan mengucapkan
bismillahirrahmanirrahim, izinkan saya membuka rapat Komisi VII.
(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.27 WIB)
Sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Tata Tertib DPR RI menyatakan bahwa
setiap rapat DPR RI bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup, kami mengusulkan
agar rapat Komisi VII pada hari ini bersifat terbuka dan terbuka untuk umum, apakah
dapat disetujui?.
(RAPAT:SETUJU)
Terima kasih.
Bapak-Ibu yang saya hormati.
Pada tanggal 9 Februari 2017 telah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat
Umum dengan sekitar 12 perusahaan pertambangan, perusahaan pemilik smelter
dan perusahaan pertambangan yang belum memiliki smelter dalam rangka untuk
mendapatkan masukan terkait PP Nomor 1 Tahun 2017 sebagai perubahan
keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
Selain itu Menteri ESDM Republik Indonesia juga menerbitkan 2 Peraturan
Menteri Nomor 05 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambang Mineral melalui
kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri dan Permen ESDM
Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi
Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri hasil pengolahan dan pemurnian.
Terbitnya kedia Permen ESDM tersebut memberikan ruang dibukanya ekspor
untuk mineral logam dengan kadar tertentu. Kemudian di tanggal yang sama ada
kejadian yang tidak kita inginkan bersama yaitu antara Presiden Direktur PT
Freeport Indonesia dengan salah seorang Anggota Komisi VII DPR RI. Sehingga
pertemuan hari ini untuk mendengarkan penjelasan dari Dirjen Minerba Kementerian
ESDM terkait yang mendasari terbitnya PP Nomor 1 Tahun 2017, serta apa manfaat
dan dampaknya bagi pelaku usaha. Selain itu kita juga perlu mendengarkan
penjelasan dari Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia terkait kejadian antara
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dengna Anggota Komisi VII DPR RI serta
apa langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Dewan Komisaris dalam menyikapi
kejadian tersebut.
Selanjutnya untuk efektifnya Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar
Pendapat Umum ini kami memberikan kesempatan pertama-tama kepada Dirjen
Minerba Kementerian ESDM Republik Indonesia untuk menyampaikan penjelasan
dan pemaparannya yang kemudian nanti dilanjutkan dengan pemaparan dan
penjelasan dari Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia.
Kepada Pak Dirjen kami persilakan.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Terima kasih Pimpinan.
Yang kami hormati Pimpinan Komisi VII.
Yang kami hormati Bapak-Ibu Anggota DPR RI Komisi VII.
Yang saya hormati para Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia, kawan-
kawan sekalian.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih atas undangan yang
telah disampaikan kepada kami sehubungan dengan tindak lanjut rapat tanggal 9
Februari dan juga kesempatan kami untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan terbitnya Peraturan Perundang-undangan yang mengatur
mengenai kelanjutan kontrak-kontrak serta izin-izin, termasuk izin ekspor yang telah
diterbitkan oleh pemerintah. Kami akan menyampaikan secara turut kronologis dari
pada kenapa pemerintah menerbitkan PP 1 Tahun 2017.
Atas dasar Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 kita melihat ada beberapa
pasal yang harus dilaksanakan oleh pengusaha, baik itu untuk izin usaha
pertambangan maupun kontrak karya ataupun PKB2B. Dalam kasus ini kami melihat
ada Pasal 103 di mana membunyikan bahwa kewajiban bagi pemegang UP UPK
proses produksi untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di
dalam negeri. Kemudian kalau kita lihat lagi di pasal transisi yaitu di Pasal 170
dinyatakan di sana bahwa kewajiban pemegang kontrak karya untuk melakukan
pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun sejak diundangkan. Artinya sejak 5 tahun
berarti terbit tahun, Undang-undang tahun 2009 sehingga batasan waktu untuk
kontrak karya melakukan pemurnian adalah di tahun 2014. Selanjutnya untuk Pasal
103 dijabarkan lagi di peraturan yang lebih lanjut yaitu Peraturan Pemerintah Nomor
23 Tahun 2010 khususnya untuk Pasal 112 di mana kewajiban pengolahan dan
pengelolaan di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 tahun sejak
berlakunya Undang-undang. Ini hampir sama dengan yang diberikan waktu pada
Pasal 170.
Selanjutnya kronologisnya adalah pemerintah menerbitkan PP 1 Tahun 2014
di mana sejak 2014 12 Januari penjualan mineral ke luar negeri dapat dilakukan
untuk produk hasil pengolahan mineral konsentrat. Ini adalah urutannya terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan kronologis PP 1. Sehingga atas dasar
pengamatan pemerintah, evaluasi pemerintah bahwa hilirisasi yang diinginkan oleh
pemerintah, proses yang diundangkan di dalam Undang-undang Nomor 4 ternyata
ada beberapa perusahaan dinyatakan belum memenuhi apa yang menjadi target p.
Oleh karena itu pemerintah dengan melihat batasan waktu yang diatur di dalam
Pasal 103 di mana batasan waktunya itu di dalam peraturan pemerintah, pemerintah
tentunya tidak ingin hanya melihat bahwa hasil tambang itu tidak bisa dimurnikan
dan tetap tidak bisa tambang karena memang tidak bisa diekspor sehingga
mengambil keputusan untuk bisa melakukan tetapi dengan cara yaitu memberikan
tambahan waktu untuk perusahaan dapat membangun smelter. Jadi hilirisasi tetap
menjadi target ataupun tujuan pemerintah.
Oleh karena itu pemerintah menerbitkan PP 1 Tahun 2014, 2017 di mana di
sana diatur antara lain yang penting-penting adalah perubahan dari PP 23,
perubahan-perubahan dari PP ke-4 yaitu setekah PP 23, PP 24, PP 77, PP1 dan
selanjutnya yang keempat adalah PP Nomor 1 Tahun 2017. Di dalam PP tersebut
memang diatur bahwa karena tadi kita berpatokan pada 103 bahwa perusahaan
kontrak karya apabila ingin melakukan penjualan ke luar negeri dalam bentuk yang
belum dimurnikan, ini dapat dilakukan berubah bentuk menjadi UPK ataupun UP
yang disebutkan di 103. Oleh karena itu dalam hal ini pemerintah hanya memberikan
fasilitas dan kembali lagi keputusan ataupun pilihan itu adalah dilakukan oleh
perusahaan kontrak karya. Apabila mereka melakukan pemurnian, mereka tidak
perlu perubahan menjadi UPK, tetapi kalau mereka masih mengekspor dan olahan
yang dalam hal ini adalah konsentrat ini harus berubah menjadi UPK.
Atas dasar hal tersebut pemerintah kemudian menerbitkan PP 1, mengapa
PP 1 tetap diterbitkan, antara lain tujuannya adalah yang tadi kami sampaikan
Bapak Pimpinan adalah hilirisasi, dengan tujuan tentunya peningkatan pendapatan
negara, terciptanya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, manfaat bagi
pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional, iklim investasi yang kondusif dan ini
dicantumkan semua di dalam PP 1 Tahun 2017. Kemudian manfaatnya tentunya
dapat menjamin kepastian usaha terjamin sesuai masa operasi, mendorong
percepatan pembangunan smelter, ini yang menjadi target utama kami, kemudian
peningkatan harga jual karena nanti di PP 7, di Permen 7 kita juga mengatur harga
domestik maupun harga jual yang keluar. Kemudian menambah lapangan kerja dan
meningkatkan peran negara nasional dalam pengusahaan pertambangan.
Itulah yang menjadi dasar dari pada pemerintah menetapkan PP 1 Tahun
2017. Di dalam PP 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas PP 23 Tahun
2010 pada 112 C ayat (4) dinyatakan di sana pemegang UP operasi .....yang
melakukan penambangan logam yang telah melakukan kegiatan pengolahan dapat
melakukan penjualan ke luar negeri. Atas dasar inilah bagi perusahaan-perusahaan
yang mengekspor bahan olahan yang belum dimurnikan dapat melakukan ekspor ke
luar negeri. Sedangkan di 112 C kemudian dinyatakan ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksana pengolahan pemurnian diatur dengan peraturan menteri. Oleh
karena berdasarkan Pasal 112 C tersebutlah kemudian Kementerian ESDM
menerbitkan Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 mengenai nilai tambah yag mana
diatur di situ dinyatakan UP UPK yang telah sedang membangun smelter dapat
melakukan ekspor produk hasil pengolahan dalam jangka waktu 5 tahun sejak
terbitnya Permen ESDM.
Kemudian bagaimana dengan pemegang kontrak karya yaitu dapat
melakukan ekspor produk hasil pengolahan dalam jangka 5 tahun setelah
mengubah bentuk perusahaannya dari kontrak karya menjadi UPK haisl produksi.
Kemudian di dalam Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang ekspor, pemberian
rekomendasi ekspor produk hasil pengolahan mineral dengan persyaratan yang
ketat, yang tadi dapat disampaikan bahwa persyaratan-persyaratan tersebut ada 11
syarat, kemudian pengaturan tentang evaluasi dan pengawasan yang ketat terdapat
terhadap kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri juga
disebutkan.
Oleh karena itu kita juga dalam di Permen Nomor 6 di dalam ketentuan
bagaimana cara ekspor atau tata cara ekspor. Ketentuan ekspor diatur sebagai
berikut yaitu ekspor diberikan dalam jangka waktu tertentu yakni 5 tahun sampai 12
Januari 2022 dan yang perlu digarisbawahi adalah telah sedang membangun
fasilitas pemyrnian di dalam negeri. Kemudian yang ketiga membayar pihak luar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan pihak luar
ini dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Kemudian yang keempat adalah
perubahan bentuk pengusahaan dari kontrak karya menjadi UPK operasi produksi
khusus bagi pemegang kontrak karya. Syaratnya cukup banyak, rekomendasi
ekpsor tersebut antara lain surat keabsahan, dokumen perizinan yang dimaksud di
sini, pakta integritas untuk membangun smelter, kemudian tentunya kalau izin UP itu
mendapatkan sertifikat CNC, ada laporan uji lab ini khususnya untuk yang lain selain
konsentrat. Kemudian pelunasan penerimaan negara non pajak, salinan perjanjian
kerja sama, kemudian studi kelayakan smelter yang diverifikasi oleh verifikator
independent, kemudian yang kedelapan adalah rencana kerja dan anggaran biaya.
Yang sembilan laporan verifikasi fisik verifikator independent, laporan mutakhir,
estimasi cadangan yang disahkan oleh itu baik lembaga yang kompeten yaitu GRC
atau KJMI. Jadi ini cadangan betul-betul tepat dan dapat diketahui dengan baik.
Kemudian yang terakhir rencana penjualan ke luar negeri, bagaimana
instrumen pengawasannya. Pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan ekspor
konsentrat dan kemajuan fisik pembangunan smelter. Pengnawasan dilakukan
secara berkala setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Kemudian yang
ketiga pengujian fisik pembangunan smelter dalam rangka mendapatkan
perpanjangan rekomendasi ekspor harus mencapai paling sedikit 90% dari rencana
kemajuan fisik smelter yang dihitung secara kumulatif sampai 1 bulan terakhir
sebelum perpanjangan dilakukan. Jadi kalau ekspor diberikan 1 tahun, 1 bulan
sebelum selesai mereka akan dicek dengan verifikator independent apa betul
kemajuan progres dari pada pembangunan yang ada mencapai target minimum
90%, kalau tidak ekspor akna dicabut. Kemudian dalam hal capaian kemajuan fisik
smelter kurang dari 90%, Direktorat Jenderal memberikan rekomendasi pencabutan
surat persetujuan ekspor kepada Kementerian Perdagangan.
Kemudian perubahan KK menjadi UPK yang diatur di Permen ESDM Nomor 5
dipersyaratkan adalah memang persyaratan itu administrasi teknis dan keuangan di
mana itu biasanya sama dengan persyaratan-persyaratan aplikasi yang baru, antara
lain yaitu peta dan batas koordinat wilayah, bukti pelunasan PNBP, laporan akhir
kegiatan, laporan pelaksana pengolahan lingkungan, rencana kerja anggaran dan
neraca sumber cadangan yang di. Kemudian dari dasar itulah kemudian
Kementerian ESDM atas dasar surat PT Freeport tanggal 26 Januari mengajukan
kontrak karya menjadi UPK. Kemudian pemerintah menerbitkan UPK tersebut pada
tanggal 10 Februari 2017 melalui SK UPK Nomor 413K/30/MEM/2017.
Selanjutnya PT Freeport juga mengajukan permohonan ekspor pada tanggal
16 Februari 2017 melalui surat 571 tahun 2017 dan atas dasar evaluasi kami di
mana pada permohonan tersebut disampaikan pula pakta integritas dan dokumen-
dokumen yang melengkapi dari permohonan untuk ekspor pemerintah menerbitkan
surat persetujuan tanggal 17 Februari 2017. Atas dasar tersebutkah, surat-surat
tersebutlah seharusnya Freeport sudah bisa melakukan ekspor konsentrat.
Selanjutnya kami dari kementerian melakukan evaluasi sampai nanti dalam 6 bulan
bagaimana terhadap progres kemajuan pembangunan smelter. Tentunya pada saat
ini statusnya kita nyatakan nol ke progresnya dan nanti tentunya itu mencerminkan
dari pada bea keluar yang akan ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri
Keuangan yang harus dibayar oleh PT Freeport.
Saya kira demikian Bapak Pimpinan hal-hal yang dapat kami sampaikan
terhadap kronologis dari pada terbitnya PP 1 Tahun 2017, serta Permen 5, 6, 7 dan
9 terhadap ketentuan-ketentuan yang harus dijabarkan dari PP 1 Nomor 1 Tahun
2017.
Demikian Pak Pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Dirjen.
Bapak-Ibu Anggota Dewan yang terhormat, Bapak-Ibu hadirin sekalian.
Saya kira bisa kita lanjut ya paparan Dewan Komisaris, sebelumnya kami
mohon maaf ini rapat kita ter-delay, tertunda untuk kita mulai karena rapat tadi siang
sampai menjelang maghrib itu begitu panjang yang untuk isu-isu strategis dengan
seluruh BUMN sektor tambang.
Bapak-Ibu sekalian yang kami hormati.
Saya kira kita lanjut dulu paparan dari Dewan Komisaris sebagaimana kita
ketahui Bapak-bapak, Ibu-ibu sekalian bahwa pada waktu kita rapat dengan Direktur
Utama atau Presdir PT Freeport Indonesia ada preseden yang tidak baik terjadi.
Tentu Dewan Komisaris sebagai fungsi utamanya adalah melakukan pengawasan
pembinaan, kami inghin tahu langkah-langkah yang sudah diambil oleh Dewan
Komisaris dan tentu kami berharap ini adalah kejadian yang tidak boleh terulang
kembali.
Kami persilakan, silakan Pak.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Terima kasih Saudara Pimpinan.
Salam sejahtera bagi kita semmua.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Maaf Ketua, boleh interupsi sedikit.
KETUA RAPAT:
Sebentar Pak.
Pak Totok silakan.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Lanjutkan Dewan Komisaris.
Jadi tadi disampaikan agenda Dewan Komisaris hanya menyampaikan tindak
lanjut dari rapat itu, rapat itu atau kasus itu maksudnya, karena yang mudah-
mudahan nanti ada atau kita minta supaya ada juga beberapa isu penting yang
sekarang menjadi perhatian dari masyarakat terkait dengan divestasi dan lain
sebagainya, terus pembangunan smelter dan sebagainya.
KETUA RAPAT:
Saya kira Pak, kita boleh masuk lebih jauh ya karena Dewan Komisaris kan
tadi secara umum fungsinya adalah melakukan pengawasan pembinaan, harapan-
harapan rakyat yang sudah kita tampung saya kira nanti bisa kita diskusikan Pak
Totok.
Pak Marzuki Darusman kami persilakan Pak.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Baik, terima kasih.
Pimpinan yang kami hormati dan para Anggota Komisi yang kami hormati.
Saudara Dirjen Minerba Bapak Bambang Gatot dan para hadirin sekalian.
Kami saya juga menyambut seruan Pimpinan dalam mengucapkan syukur
bahwa pada hari kita bisa berkumpul dalam keadaan yang sehat, baik jasmani
maupun mental dan kamipun di sini berhasil sampai ke gedung ini lepas dari pada
tantangan-tantangan yang ada di luar gedung, maksud saya hujan lebat bukan yang
lain. Dan dengan demikian kami pun juga menyampaikan terima kasih atas
undangan yang telah disampaikan ke Dewan Komisaris untuk menghadiri rapat ini
dengan judul yang sebagaimana tadi disampaikan oleh Pimpinan khusus, Bapak-Ibu
sekalian dengan barangkali kejadian yang dalam tanda kutip yang diamati oleh kita
berlangsung beberapa waktu yang lalu. Saya, kami diminta oleh Rekan-rekan
Anggota Dewan Komisaris untuk bertanggung jawab memulai mengantar masalah
yang ingin kita bahas pada sore hari ini dan ingin tentunya kami mulai dengan
memperkenalkan kehadiran dari Anggota Dewan Komisaris yang ada pada sore hari
ini yaitu Bapak Andi Mattalatta yang sudah, kiri kami. Bapak Nabiel Makarim,
kemudian kami ingin menyampaikan pengertian kehadiran dari jajaran direksi dalam
ruangan ini dalam jarak tanya sebetulnya pada hari ini bagi Dewan Komisaris yaitu
Bapak ..... Lamuri Direktur ECP. Kemudian Bapak Silas Natsime Vice President
untuk Papuan Affairs. Bapak Napolean Saway Vice President untuk Common
Confederation dan Bapak Simon Maureen advisor dari PT FI.
Pimpinan yang kami hormati.
Seraya menerima undangan yang disampaikan kepada PT FI, kami
mengambil langkah-langkah persiapan untuk menghadiri pertemuan pada malam
hari ini, pada sore hari ini dan juga melakukan rangkaian konsultasi dengan semua
pihak yang bersangkutan dengan masalah-masalah yang bertalian dengan masalah
yang dibicarakan ini. Maupun barangkali kalau tadi disinggung bahwa kehadiran
kami pun dihubungkanlah dengan perkembangan-perkembangan yang kita ikuti
mengenai PT Freeport nih. Sesungguhnya tidak direncanakan untuk menyampaikan
suatu paparan yang sebagaimana tadi yang disampaikan oleh Pak Dirjen dalam
mengurai duduk masalah dari sudut pandang yang ada pada PT Freeport, kecuali
tentu menyampaikan perkembangan mutakhir yaitu menegaskan secara resmi
dalam komisi ini tentang perubahan-perubahan yang telah terjadi di dalam jajaran
manajemen PT Freeport yang tentu tidak terlepas dari yang telah terjadi
sebelumnya. Dan dengan demikian kita pada hari ini dapatlah disampaikan terlebih
dahulu bahwa Bapak Chepi Hakim ini telah mengundurkan diri sebagai Direktur
Utama PT FI dan kembali di dalam jajaran management PT FI sebagai senior
advisor PT Freeport Indonesia.
Hal ihwal yang bertalian dengan kejadian-kejadian yang tentu kita semua
sesalkan bahwa itu mestinya tidak terjadi. Kedatangan kami di sini sesungguhnya
lebih banyak ingin mendapatkan pandangan dari Komisi VII, bagaimanakah kiranya
kita semua bisa mendudukkan masalah ini sebaik-baiknya. Sehingga sebagaimana
yang juga menjadi harapan dari Pimpinan bahwa ini tidak perlu terjadi lagi dan
dengan demikian kita anggap ini sebagai sesuatu yang disayangkan telah terjadi.
Dalam posisi sekarang Pak Chepi sebagai senior advisor, maka kami melihat sudah
dilakukan pemisahan antara permasalahan yang masih berkelanjutan barangkali
dengan hal ihwal yang bertalian dengan PT FI sebagai perusahaan yang demikian
menerima baik permintaan pengunduran diri dari Pak Chepy dengan alasan bahwa
Beliau ingin agar supaya proses yang dihadapi oleh PT FI di hari-hari yang
mendatang ini tidaklah terganggu atau tidaklah terkait dengan apa yang menjadi
masalah yang perlu ditangani oleh Pak Chepy secara tersendiri.
Dengan demikian kami sampaikan ini bahwa tentu kalau kesempatan ini
dimungkinkan bahwa kita menyerukan agar masalah ini dapat disesuaikan dengan
cara yang sebaik-baiknya, sehingga tidak berkepanjangan masalah yang kita semua
sesalkan terjadi. Kami semua secara lengkap memperoleh gambaran dari pihak
manajemen selaku Dewan Komisaris mengenai duduk masalah dan bisa menerima
keterangan-keterangan yang telah disampaikan oleh management yang hadir pada
hari itu, pada saat itu dan dikuatkan juga dengan berbagai siaran yang disampaikan
melalui mass media. Termasuk juga siaran yang disampaikan atau keterangan-
keterangan yang disampaikan oleh pihak yang bersangkutan terhadap Pak Chepy.
Yang sesungguhnya pada saat tidak jauh dari kejadian itu membesarkan hati kita
bahwa nampaknya ada pengertian yang baik, ada keterangan yang sudah
disampaikan bahwa sesungguhnya tidak lah kejadian itu lebih dari pada apa yang
disampaikan oleh pihak manajemen kepada kami sebagai Dewan Komisaris, yaitu
adanya barangkali salah pengertian yang titik beratnya lebih pada saat-saat di
mana, barangkali pada waktu itu setelah rapat panjang seharian, kemudian kondisi
mental dan fisik dan lain sebagainya dapat dimengerti mengapa kejadian itu terjadi
sekilas. Dan demikian sebetulnya bisa diselesaikan dengan cara yang langsung
diselesaikan dengan sebaik-baiknya tanpa semestinya ini dilanjutkan lebih jauh.
Tentu dengan mengantisipasi bahwa dalam hari-hari yang mendatang ini masih
terbuka untuk melakukan penyelesaian antara kedua belah pihak, sementara itu
tentu dari pihak PT Freeport sebagai kewajibannya untuk mendukung dan
membantu penyelesaian masalah ini, sekiranya ini kemudian berkembang lebih jauh
sebagai satu permasalahan hukum. Maka PT FI tentu berkewajiban untuk memberi
bantuan-bantuan kepada Pak Chepy selaku mantan Direktur Utama PT FI.
Kami ingin sebetulnya menyampaikan hal ini sampai titik ini Saudara
Pimpinan. Kita menegaskan kembali, pertama keterangan yang sudah disampaikan
kepada kami selaku Dewan Komisaris oleh pihak management kami pandang
menggambarkan keseluruhan apa yang telah terjadi. Kami menerima baik
keterangan-keterangan dari management dan kami juga menerima baik
pengunduran diri dari pak Chepy dalam rangka pertimbangan Beliau untuk dapat
memisahkan masalah ini dari persoalan perusahaan ini secara keseluruhan. Dan
dengan demikian melancarkan atau mempermudah penanganan masalah-masalah
yang dihadapi oleh perusahaan di hari-hari mendatang. Pertimbangan Pak Chepy
untuk mengundurkan diri sepenuhnya pertimbangan Beliau sendiri demi
ketentraman diri maupun keluarganya dan perusahaan dapat mengerti sepenuhnya
langkah-langkah yang telah diambil oleh Pak Chepy dan kami menerimanya sebagai
permintaan yang terhormat. Dan kami juga menyampaikan penghargaan yang tinggi
kepada Pak Chepy atas segala upaya yang telah dilakukannya mengikuti
perkembangan dari kehadiran Direktur Utama dalam berbagai dengar pendapat di
komisi ini. Kami bergembira bahwa Pak Chepy bisa membina komunikasi yang baik,
yang cukup akrab, yang bersifat terus terang, sejalan dengan kepribadian Beliau dan
dengan demikian lebih-lebih lah mennyesali bahwa kejadian ini sampai terjadi. Dan
karena itu kami mohon perhatian dari Pimpinan bahwa sekiranya terbuka jalan bagi
kita untuk membantu penyelesaian di antara kedua belah pihak ini, kami tentunya
akan menyambut dengan tangan terbuka.
Terima kasih,
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih.
Pak Marzuki saya kira kesempatan berikutnya adalah untuk pendalaman dari
teman-teman. Kami persilakan di meja pimpinan sudah daftar untuk yang pertama
kesempatan ini kepada Pak Totok dan nanti setelahnya siap-siap Ibu Andi Yuliani
Paris.
Pak Totok silakan Pak.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Terima kasih Ketua.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat malam.
Pak Dirjen dan Dewan Komisaris Freeport semuanya, hadirin semua yang saya
hormati.
Tadi penjelasan dari Pak Dirjen saya kira cukup sistematis dan memberi
gambaran yang utuh terhadap perkembangan Freeport di Indonesia. Kemudian tadi
kita mendengarkan penjelasan dari Dewan Komisaris, yang sebetulnya itu tadi yang
saya interupsi Ketua. Jadi tapi tidak apa-apa ternyata itu yang mau disampaikan
karena kalau itu sebenarnya saya barusan tanya kepada sahabat saya, apakah itu
masih ada proses hukum, katanya sedang ada proses selanjutnya, oh begitu.
Makanya itu yang dimasalahkan padahal sebetulnya menurut saya dengan sudah
mengundurkan diri itu mestinya sudah selesai urusannya. Itu sudah sanksi terberat
sebetulnya, sanksi moril, sanksi dan ada pengakuan juga kesalahan, walaupun
mungkin tidak pernah mengakui salah gitu. Itu bagi saya tapi tentu Saudara Muchtar
Tompo silakan untuk mengambil, mengambil sikap sendiri, tapi sebagai Anggota
Komisi VII saya sebetulnya sudah bisa memahami bahwa itu adalah bentuk
penyesalan dan ini kita anggap selesai karena ada persoalan yang lebih besar
sebetulnya hubungan antara Freeport dan Indonesia. Nah itu yang mesti menjadi
bahan diskusi kita dan sebenarnya harapan kita, Dewan Komisaris pada malam hari
Indonesia bisa memberikan penjelasan-penjelasan lebih jauh tentang berbagai latar
belakang terhadap persoalan Freeport di Indonesia.
Jadi berita terakhir kan bahwa seolah-olah sudah tidak sepakat, seolah-olah
sudah deadlock komunikasi atau proses negosiasi antara pemerintah dengan
Freeport dan bahkan pihak Freeport sudah menyerahkan ke Arbitrase internasional.
Nah itu yang ingin kita dengar sebetulnya apakah betul seperti itu, karena dari rapat
Rapat Dengar Pendapat ini sebenarnya kita bisa mendengar seluruh alasan-alasan
penjelasan dari Freeport kalau memang itu, apalagi ini terbuka karena tentu bukan
hanya Komisi VII. Saya nggak tahu ini terbuka apa tertutup, sebetulnya kalau mau
buka-bukaan itu mestinya tertutup karena nanti penjelasan resminya adalah
konferensi pers dari apakah pihak Freeport, apakah pihak Komisi VII kalau
diperlukan atau pemerintah kepada masyarakat karena kalau kita bicara terbuka di
sini untuk melihat latar belakang dan berbagai posisi masing-masing secara terbuka.
Dan itu pasti penuh dengan kepentingan yang berbeda kalau tidak disebut konflik
kepentingan. Jadi di satu pihak akan berpijak pada posisinya, di lain pihak juga ingin
melakukan perubahan perbaikan dalam hubungan Freeport dengan Indonesia, dan
Komisi VII pasti pendapatnya adalah selalu yang terbaik untuk bangsa dan negara
Indonesia. Jadi kalau seperti itu sebetulnya memang tidak bisa terbuka sebetulnya
Ketua, tapi kalau sekedar bahwa di sini Dewan Komisaris menyatakan bahwa
persoalan mantan Dirut Freeport lalu sudah mengundurkan diri dan ini kalau cuma
itu bisa-bisa saja itu terbuka, tapi kalau apa yang jadi harapan saya tadi yang saya
sampaikan tadi itu mestinya jangan terbuka karena itu sesuatu yang belum final,
kalau terbuka itu kan mesti informasi yang sudah final di masyarakat dan itu bisa
menjadi pijakan dari masyarakat, tapi kalau ini belum final masih negosiasi, saya kira
tidak perlu terbuka maka pertanyaan saya berikutnya adalah apakah pihak Freeport
yang diwakili oleh Dewan Komisaris punya kapasitas untuk menjelaskan seluruh
persoalan yang menjadi pertanyaan besar di masyarakat kita, bahwa Freeport dan
Indonesia pada sekarang ini dalam posisi tanda kutip deadlock dalam negosiasi
karena Freeport tidak bisa menerima tawaran dari pemerintah Indonesia dan pihak
Indonesia sendiri juga nampaknya dari kabar-kabar di media juga tidak mau
menerima apa yang diinginkan oleh Freeport. Sehingga akhirnya pihak Freeport
memilih jalan arbitrase, maka nanti sebetulnya Pak Dirjen juga saya minta
menjelaskan itu juga sebetulnya karena mesti informasi ini tidak hanya didapat dari
Freeport, tapi juga dari pemerintah yang inten melakukan negosiasi itu pasti punya
informasinya.
Maka saya minta kalau ini dibuka dan saya minta ini dibuka aja, kalau
enggak, nggak ada gunanya kita rapat di sini. Kalau nggak dibuka enggak ada
gunanya segera di selesai, dianggap selesai aja rapatnya gitu atau rapat dengan
pemerintah saja, kalau Freeport tidak punya informasi apa-apa dan tidak punya
kapasitas, Freeport selesai karena nanti apa gunanya Freport dengar informasi yang
mau ditanyakan pemerintah dengan DPR ini biasanya satu sikap Pak untuk urusan
bela negara satu sikap, biasanya gitu Pak. Jadi kalau ini mau bicara itu ya seperti itu
tapi kalau ini mau pihak Freeport juga ingin menyampaikan pada DPR ya tentang
posisinya, nanti pemerintah juga menyampaikan justru di DPR RI inilah tempat untuk
nanti mencari solusi bagaimana, karena Undang-Undang juga sedang dibahas. Jadi
itulah kira-kira yang bisa kita tawarkan kepada Freeport dan kepada Pemerintah tapi
saya berharap rapat ini ada penjelasan-penjelasan terkait berbagai masalah yang
tadi saya sampaikan gitu karena DPR RI biasanya enggak tahu persisnya gimana
Pak, padahal kita ini selalu ditanya orang, bagaimana soal Freeport, mau jawab apa
Pak. Akhirnya ya kalau di medsos seperti itu, tapi kan enggak tidak lucu DPR kok
informasinya dari media sosial, media sosial seharusnya informasi dari DPR kan
begitu.
Jadi itu usulnya Ketua, kalau bisa ini tertutup aja supaya berani terbuka,
ngomongnya di dalami ini supaya terbuka, kita tertutup saja.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Totok.
Saya kira kita lihat nanti kalau ada hal-hal yang memang sangat apa
namanya krusial, saya kira usul Pak Totok kita pertimbangkan, sementara kita
dengar dulu dari teman-teman yang lain.
Ibu Andi kami persilakan.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi Pak Ketua.
Soal rapat terbuka, tertutup kita terbuka aja, apa yang kita tutup-tutupi dan
waktu ada masalah itupun terbuka dan yang terhormat Anggota Dewan Saudara
Tompo juga kan konferensi pers terbuka kalau soal itu. Terus masalah terjadi
sekarang perbedaan pendapat antara Freeport dengan pemerintah juga terbuka, jadi
kita juga terbuka Pak, jangan tertutup saya usulkan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Tapi saya kira nanti tolong dijelaskan juga pertannyaan Pak Totok, apa sudah
deadlock gitu ya, kalau penjelasan Pak Menteri kemarin itu kan masih terus apa
namanya, masih ada komunikasi cari, mau terus berunding negosiasi untuk
menemukan titik temu.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Pak Ketua, saya sedikit menanggapi rekan saya Pak Ramson.
Sebenarnya kalau mau terbuka saya juga tetap setuju gitu, cuma pasti
kualitasnya akan berbeda informasinya kalau itu tertutup. Gitu aja tapi mau terbuka
ya enggak ada masalah saya nggak punya kepentingan mau terbuka tertutup, mau
tertutup ya boleh, tapi yang jelas kalau tertutup pasti semua hal bisa dibuka. Tapi
kalau terbuka pasti banyak hal yang tidak diinformasikan itu saja. Jadi silakan Ketua
mengambil keputusan.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Totok.
Ibu Andi Yuliani Paris dan nanti setelahnya baru Pak Ramson ya.
Silakan Bu Andi.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya mau ingteraktif saja, apakah memang Freeport sudah akan membawa
ke Mahkamah Arbitrase Internasional, iya atau tidak. Itu dulu dijawab iya atau tidak,
akan membawanya atau masih sedang negosiasi atau sudah. Kalau di sini saya
baca menurut Presiden Seword Freeport, Saudara Richard itu dia sudah bersikukuh
akan membawa, iya atau tidak Pak. Ini supaya saya ingin mendengarnya, dijawab
Pak.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak, Beliau minta interaktif.
Silakan.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Ini interupsi atau langsung dijawab.
KETUA RAPAT:
Beliau minta interaktif Pak, biar supaya ini.
Silakan Pak.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Bapak waktu jadi DPR RI dulu Tata Tertib itu belum ada Pak, sekarang bolehj
interaktif. Jawam Bapak DPR RI belum ada itu, aturan itu.
KETUA RAPAT:
Interaktif langsung Pak, sekarang sudah lebih maju boleh langsung interaktif.
Silakan Pak.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Baik, saya ingin mulai lagi dengan menyampaikan penghargaan tinggi atas
undangan pada sore hari ini. seingat kami di Dewan Komisaris maupun di jajaran
Freeport, selama 48 tahun Freeport beroperasi di Indonesia belum pernah undangan
disampaikan kepada Dewan Komisaris. Ini hari yang bersejarah bahwa pada sore
hari ini untuk pertama kali Dewan Komisaris dihadirkan atas undangan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Oleh karena itu berikan kami kesempatan
untuk juga sekali lagi menyampaikan penghargaan atas hal demikian.
Yang kedua tentu kami sepenuhnya mengerti selaku Dewan Komisaris
berbagai kehendak yang ada untuk mengetahui lebih jauh, lebih jernih, lebih jelas
mengenai duduk masalah yang kita sama-sama menghadapi ini. wajar sekali dan
karena itu memang terpulang pada kita semua untuk memperoleh pengetahuan dan
pengertian yang sebaik-baiknya mengenai masalah ini. Seraya mengatakan itu tentu
ada satu hal yang perlu didudukkan.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Pertanyaan saya, apakah serius akan dibawa ke Mahkamah Internasional iya
atau tidak, ini ada media supaya kita dengar, iya atau tidak serious akan dibawa ke
Mahkamah Arbitrase Internasional. Itu saja Pak, apakah sudah didaftarkan.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Kami dalam perjalanan untuk menjawab pertanyaan Ibu.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Muter-muter juga, langsung saja Pak.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Kami ingin supaya agar dipahami bahwa tentu ada yang dapat disampaikan
oleh Dewan Komisaris, ada pula yang semestinya disampaikan oleh jajaran
managemen PT Freeport. Dan hal-hal yang bertalian dengan persoalan-persoalan
yang detail mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh Freeport dalam kaitan
dengan permasalahan yang berkembang ini mempunyai tentu aspek Dewan
Komisaris, tapi terutama memiliki basis di dalam kebijakan yang dilaksanakan oleh
pihak management. Oleh karena itu kami dimungkinkan tentunya memperoleh hal-
hal yang perlu mendapatkan keterangan yang nantinya akan dapat disampaikan
oleh pihak managemen dan dengan demikian berbagai masalah yang menjadi
keprihatinan dan kepedulian dari pada jajaran Dewan ini bisa dijawab secara
sistematis oleh pihak manajemen.
Hal-hal yang lain yang bersangkutan dengan pertanyaan Ibu yang terhormat
ini, tentu kami rujukan kembali kepada keterangan-keterangan resmi yang sudah
disampaikan oleh pihak manajemen beberapa hari yang lalu, yang diwakili oleh
Bapak Richard Atkison yang telah menyampaikan secara terbuka mengenai posisi
dari Freeport dalam kaitan dengan apa yang ibu tanyakan tadi. Dan keterangan itu
sudah lengkap di dalam yang disampaikan oleh yang bersangkutan, oleh Pak
Atkison pada hari Senin kemarin. Dari situ dapat disimpulkan dengan sendirinya
bahwa apa yang disampaikan oleh Pak Richard Atkison itu adalah langkah-langkah
yang telah diambil oleh Freeport dalam kaitan dengan Arbitrase sebagai langkah
yang mencerminkan apa yang ada di dalam kontrak karya, yang ada antara
pemerintah dengan pihak PT Freepor, yang keseluruhan prosedurnya itu diatur di
dalam kontrak karya itu. Sehingga kalau sekarang pihak Freeport menyampaikan
nota kepada pemerintah maka itu semua mengacu kepada ketentuan di dalam
kontrak karya. Secara teknis, iya atau tidak, pada saat ini kalau mengacu kepada
ketentuan di dalam kontrak karya ini, ini belum merupakan arbitrase. Ini baru
merupakan nota notifikasi kepada pemerintah untuk melakukan arbitrase dan ini
tidak melakukan penafsiran, ini sepenuhnya merujuk kepada apa yang tertulis di
dalam kontrak karya itu. Dan Freeport juga tidak bisa melangkahi ini karena seluruh
prosedur itu sudah ada di dalam kontrak karya.
Jadi kami sekedar ingin mengundang ibu untuk merujuk kepada kontrak karya
ini, di mana keterangan dari Pak Richard Atkison pada hari Senin itu menyampaikan
kepada publik hal ihwal tentang arbitrase, tapi mengacu kepada klausul yang ada di
dalam kontrak karya. Secara teknis itu baru merupakan langkah awal menuju
kepada arbitrase.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Izin Pimpinan, di sini kan ada management, coba manajemen menjelaskan
bagaimana posisinya, apakah, direksi ya, di sini ada direksi managemen. Coba
bagaimana bentuk konferensi persnya, langkah-langkah tentang Mahkamah
Arbitrase Internasional tersebut, supaya sekaligus kementerian dengar jadi kita juga
apa menyiapkan langkah-langkah, apabila memang betul dibawa ke Mahkamah
arbitrase internasional.
DIREKSI PT FREEPORT INDONESIA:
Baik Ibu, terima kasih.
Mohon izin Dewan Komisaris.
Bapak-bapak Pimpinan, Bapak-Ibu Anggota Dewan.
Sebagaimana disampaikan sebagai urusan yang sudah hampir berulang
tahun kelima puluh beroperasi di Indonesia, tentunya perusahaan ingin mencarikan
solusi terbaik dari perbedaan atau pendapat mengenai aturan yang keluar. Dan
dalam konteks itu, dalam kerangka itu juga memang di dalam aturan kontrak yang
tinggi atau memang ada satu mekanisme yang, mekanisme pencarian penyelesaian
atas suatu potensi sengketa dalam 120 hari Ibu dan itu memang diatur dan itu yang
yang kemudian dipakai, belum sampai ke tahap, ke dalam tahap yang notifikasi
arbitrase tapi istilahnya kita bilang itu ada mekanisme semacam 120 hari digunakan
untuk kemudian mari kita bersama-sama duduk untuk mencarikan jalan keluar dari
perbedaan persepsi yang ada terhadap ketentuan peraturan, maupun ketentuan di
dalam kontrak. Itu yang sekarang sedang dilakukan.
KETUA RAPAT:
Tapi begini saya perlu ingatkan, ini konfirmasi sekaligus Pak Dirjen. Tadi kan
di paparannya sesungguhnya kan sudah terbit UPK kepada Freeport, itu kan atas
keinginan Freeport. Bukankah setelah itu terbit, KK itu udah tinggal, orang diajukan
permohonan UPK oleh pemerintah, UPK sudah diterbitkan. Mestinya semua proses
ke depan, proses sesuatu yang sudah dimohonkan dan disetujui pemerintah, bukan
begitu kedudukannya sekarang, Pak Dirjen. UPK kan sudah terbit atas pengaduan
PT Freeport, pemerintah menerbitkan UPK, kalau ada sesuatu ke depan mestinya
rujukannya adalah UPK. Pada saatnya UPK terbit....menurut saya sih sudah tinggal.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Pimpinan, sebelah kanan Pimpinan.
Terima kasih Pimpinan.
Sebagai tambahan sumbang saran Pimpinan, apa yang Pimpinan telah
katakan tadi seyogyanya harus begitu Pimpinan. Otomatis, apa yang tertera dalam
kontrak karya, yang proses awal itu sudah otomatis gugur, sudah harus mengikuti
UPK yang mereka telah miliki per Februari tahun 2017, itu yang kita inginkan. Jadi
seyogyanya mengacu kepada UPK yang mereka miliki 10 tahun ke depan, 2011 ke
’31 dan ’31 ke ’41. Itu yang saya rasa lebih relevan dan perlu dipakai sebagai acuan
yang ke depan supaya bisa sama-sama bersinergi antara pemerintah pusat, apakah
pemerintah daerah Provinsi Papua dengan PT Freeport yang ada di tambang di
Timika.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Tony.
Pak Dirjen Pak, sekali lagi ingin konfirmasi inikan UPK terbit atas permohonan
PT Freeport Pak, betul? Betul, selesai KK. Iya kan, kita bermohon mengkonversi
karena begitu bunyi ketentuan peraturan, KK dikonversi menjadi UPK. Lalu atas
permohonan itu ya pemerintah proses seluruh persyaratan dipenuhi, maka terbitlah
tanggal 10 Februari UPK atas nama PT Freeport Indonesia. Sejak saat itu, menurut
saya KK selesai. Begitu Pak Dirjen ya pak atas permohonan PT Freeport pak ya.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Memang seperti kami sampaikan tadi, Freeport memohon ada UPK itu
tanggal 26 Januari berdasarkan surat 564 2017. Ini sudah dimohon dan memang di
dalam SK itu juga dijelaskan dengan hal-hal yang menyangkut apa itu yang
berhubungan dengan investasi mereka dapat dibicarakan dapat diberikan waktu
selama 6 bulan begitu Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira itu Bapak-bapak Dewan Komisaris saya kira kita berharap lah
pak, di pikiran yang sama untuk sama kemudian meletakkan kepentingan bangsa
negara di depan, saya kira.
Baik berikutnya Ibu Yuliani Andi uda selesai ya, berikutnya Pak Ramson tadi.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Sebenarnya saya melihat keberatan dari Freeport itu 3, tapi yang pertama
keberatannya UPK. Tapi UPK mereka sendiri yang memohon, Freeport. Kedua
tentang divestasi 51%, kemudian yang ketiga tentang smelter ya karena memang
intinya adalah seperti kesimpulan rapat kita tadi dengan 4 BUMN tambang, kita
mendorong meningkatkan hilirisasi. Meningkatkan kemudian kita minta mereka
memberikan data apa produk-produk hilirisasi mereka. Nah semangat itu
sebenarnya PP Nomor 1 itu adalah semangatnya itu.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Pimpinan, dari kami boleh interupsi nggak.
KETUA RAPAT:
Biar diselesaikan dulu.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Karena mungkin tadi dari komisaris mengatakan bahwa ini bagian dari
management ya kita enggak dijawab, kalau management bisa jawab ya silakan.
KETUA RAPAT:
Baik, silakan Pak.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Terima kasih Pimpinan.
Tadi kami sudah sampaikan betapa kita sensitif mengenai apa yang sangat
perlu dan ingin diketahui secara cermat oleh Anggota yang terhormat di Komisi VII
ini. selintas tadi saja sudah timbul berbagai masalah yang bisa atau berpotensi
diperdebatkan, bisa bicara panjang. Kami pun dalam posisi untuk melakukan
klarifikasi terhadap apa yang disampaikan oleh Pak Dirjen mengenai UPK yang telah
disampaikan kepada Freeport. Tetapi barangkali kedatangan kami di sini ingin
memisahkan antara 2 domain yang besar, satu adalah mengisikan atau meletakkan
masalah-masalah aktual yang perlu dibicarakan dalam satu ruang lingkup, tetapi
yang lebih utama adalah bagaimana kita dapat memasuki satu ruang lingkup yang
lain yaitu mencari jalan atau tata cara untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi
bersama ini.
Pengumuman arbitrase itu adalah sekedar tata cara untuk menyelesaikan
masalah ini, dengan tidak menafikan apa yang menjadi masalah yang harus
diperdebatkan dan ditegakkan. Karena itu kami mohon pengertian bahwa arbitrase
tidak ditanggapi sebagai hal yang di luar proses atau ketentuan yang ada, tetapi
sekedar menawarkan satu tata cara untuk menyelesaikan masalah dalan kerangka
perjanjian yang ada di antara pemerintah dengan pihak Indonesia. Jadi tidak sama
sekali mengecilkan apa pun masalah yang di angkat pada malam hari ini, baik itu
bersangkutan dengan masalah smelter dan lain sebagainya, tetapi barangkali
kesempatan ini baik untuk kita mencoba untuk mencari jalan bagaimana berbagai
masalah yang belum dipertemukan atau diperoleh kesepahaman mendapatkan
suatu bentuk cara kita menyelesaikannya. Ini masalah yang kita hadapi sebetulnya
pada saat ini.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih.
Pak Ramson tadi Pak, nanti setelah Pak Ramson Ibu Eni.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Sudah giliran saya Pak Ketua, terima kasih.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semuanya.
Pak Ketua dan Rekan-rekan Anggota Dewan yang terhormat.
Bapak-bapak Dewan Komisaris.
Tapi pertama ke Pak Dirjen dulu nih sebagai pejabat nih dan Bapak-bapak
Dewan Komisaris dan semua jajaran Freeport yang saya hormati.
Ini Pak Adian ini sudah langsung emosi, langsung fokus katanya. Inikan
suasana agak apa namanya, bukan, hujan jadi mempengaruhi juga agak tenang
dikit gitu. Cuma tadi, kebetulan teman-teman lama juga Pak Adian. Pak Andi dulu
Ketua Fraksi Partai Golkar, saya waktu di partai Anda fight terus kami begini, adu
argumentasi tanya Beliau, kalau Beliau sudah turun, saya turun, Beliau turun saya
fight. Jadi tapi pas ulang tahun saya yang diminta sebagai pembicara waktu Beliau
sebagai ketua fraksi, jadi saya hargai juga.
Kalau ini pertama saya mau tanya ke Dirjen ini saya interaktif, ini Pak Dirjen
ini PP Nomor 1 Tahun 2017 keluar. Ini saya ingin penjelasan yang detail apakah ini
tepat sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Ini yang dulu
seharusnya mau kita dalami mengenai PP ini, tetapi kesimpulan waktu itu mau
mendalami implementasinya padahal PP ini masih perlu kita dalami. Terus Permen
ini tepat enggak sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, ada
enggak di Undang-undang Nomor 4 Tahun 9 pergeseran dari KK ke UPK diatur. Jadi
saya sudah pernah mengusulkan ke Menteri ESDM agar solusi terhadap suatu
persoalan itu mendasar dan itu ada diatur konstitusi. Ada hak konsesional Presiden
untuk mengeluarkan Perpu dan semangat political will di Komisi VII DPR RI ini kalau
ada solusi yang mendasar cenderung mendukung, jadi tidak ada masalah, tetapi itu
tidak dijalankan. Kalau seperti ini saya sudah analisis ini Pak, abu-abu Pak, jadi di
situ diikin move dikit sama bosnya Freeport, begini keadaan.
Jadi makanya demokrasi politik kita yang dalam Pancasila dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan. Jadi kalau sudah membuat keputusan-keputusan mendasar
itu referensinya, artinya harus punya hikmat kebijaksanaan. Jadi ini justru
memberikan ruang dari sisi hukum kita saja sudah memberikan ruang. Ini Pak Dirjen,
tolong di interaktif tadi, bisa enggak dijawab ini.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Baik Pak Ramson, terima kasih.
Jadi seperti kami sampaikan pada paparan tadi bahwa kita melihat di dalam
aspek perundang-undangan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dari Pasal 170
dan 103. Untuk Pasal 103 dinyatakan di situ bahwa “UP dan UPK wajib melakukan
pengolahan dan pemurnian”, tetapi dari sisi waktu itu tidak diatur di undang-undang.
Apa artinya? Bahwa pemerintah melihat belum tentu pada saat 5 tahun ke depan itu
akan berhasil karena memang tingkat kesulitannya berbeda-beda. Oleh karena itu
atas dasar itu, tentunya ada berbeda karena yang 170 itu diatur di dalam Undang-
Undang 5 tahun, tetapi yang 103 tidak di dalam Undang-Undang tersebut tetapi
hanya diatur di dalam PP.
Atas dasar itulah bahwa pemerintah melihat kita ingin mengembangkan
smelter, kita ingin melakukan hilirisasi ternyata belum berhasil. Sehingga pemerintah
ingin memberikan ruang kembali untuk bisa smelter itu ada di Indonesia. Dengan
demikian PP lah yang harus kita lakukan perubahan. Itulah atas dasar itulah keluar
PP 1 Pak dengan mengalokasikan 5 tahun kembali sampai 2022. Itu Pak,
jawabannya Pak.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, saya ikut memproses Undang-Undang ini sekitar 70% sesudah itu
saya pindah ke komisi keuangan. Jadi itu wajib itu dilaksanakan, bukan abu-abu,
memang kadang-kadang membuat Undang-undang, saya juga otokritik juga
termasuk kepada saya dan teman-teman saya dalam memproses 1 Undang-Undang
itu memang butuh keseriusan pada saat Panja dan juga Timsus. Sebenarnya
semangatnya hilirisasi, tetapi kalau ini kan tetap hukum adalah hukum, di sini masih
abu-abu, PP-nya juga begitu. Makanya saya usulkan Perpou jadi bisa detail di situ,
kalau di sini terus terang saja punya ruang kok. Jadi kita enggak bisa, artinya
menghadapi seperti ini tidak bisa sok-sok berkuasa lagi Pak, sekarang eranya sudah
beda, sama masing-masing punya kekuatan, tapi kita harus siapkan dong hukum
yang pas untuk itu dan ada ruang oleh para pendiri bangsa ini sudah disiapkan
untuk itu. Ada hak konstitusional, ada bisa Perpu, di Perpu itu detail Undang-undang
nanti kalau nanti Pak Marzuki ini, Pak Andi jago hukum di cek di sini bagaimana ini,
benar enggak di penjabaran dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Itu yang
saya bicara di sini, tapi waktu itu terus membuat kesimpulan Pak Menteri langsung
mau membahas implementasi bukan PP-nya yang mau kita bahas karena memang
merasa hebat, menteri ini ngomong saja kasih tahu ke Pak Menteri.
Kita kan untuk, makanya Bapak pendiri bangsa ini untuk yang mengelola
negara ini butuh khidmat kebijaksanaan. Memang di Pasal 103 kan disebut ini,
pemegang UP dan UPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Tetapi masih ada di sini yang belum
diatur pergeseran dari KK ke UPK. Kalau tadinya itu di Perpu kan itu jelas, bisa
diatur di undang-undang. Kalau Undang-Undang itu kontrak kerja itu pasti di bawah
undang-undang, tapi nanti kalau Dewan Komisaris yang ahli menganalisis ini. Itulah
kalau abu-abu Pak, sampaikan ke Pak Menteri. Ini juga didengar pers, jadi kita harus
memberikan solusi yang mendasar soal ini, kalau ini kan nanti akan merasa Freeport
mentang-mentang berkuasa seenaknya saja kan enggak enak juga. Kita ingin solusi
yang bagus, tapi kalau ini kan nanti jadi, ini dari Dewan Komisaris Freeport
pemiliknya merasa tersinggung lagi dengan gaya-gaya seperti itu. Itu Pak Ketua, jadi
waktu rapat itu saya mengusulkan kesimpulan rapat kita untuk mendalami PP, bukan
mendalami implementasinya karena memang butuh kita dalami. PP itu masih bisa
dikoreksi anytime oleh Presiden, baru pelaksanaan lagi Permen. Jadi itu Pak Ketua,
jadi saya berpikir soal kepentingan bangsa saja. Tapi musti yang bijak ada
ekuilibrium, ada keseimbangannya seperti saya sering kalau nonton wayang kulit di
Dapil saya Pak Ketua, di Pemalang dan Pekalongan. Filosofinya wayang itu
keseimbangan, kalau begini kan sama-sama ini kan repot ini. Datang lagi saya baca
Menteri ESDM kita juga mau mengajukan tuntutan katanya coba. Inikan nanti
mereka, Beliau-beliau ini masuk dari hukum Indonesia saja nanti itu Pak, sudah
repot.
Jadi itu Pak Ketua, mengatur negara ini tidak mudah, kalau hanya untuk
jabatan ada sih ya enak memang. Kalau di DPR memang ini, kalau di DPR RI kita
adu argumentasi, kalau di eksekutif Beliau Pak Menteri, waktu Pak Andi menteri
kalau udah bicarakan Dirjen, Direkturnya kan iya-iya saja Pak, tapi waktu kita sama-
sama di DPR, di situ Bapak bicara, saya juga fight kan. Itu di DPR, tapi waktu Beliau
sudah jadi menteri, saya lihat di situ pidato semua yang di Dirjen sama Direktur siap-
siap semua.
Itu Pak Ketua, jadi karena ini di DPR makanya saya kemukakan apa adanya
dan saya argumentasi saya kuat dan saya siap berargumentasi, bagaimana supaya
ada solusi yang terbaik. Jadi jangan mentang-mentang, biarpun ke siapa pun ada
solusi yang terbaik, harus dibuat solusi yang terbaik, tapi kalau udah Undang-
Undang itu kuat, tidak bisa lagi bergerak, harus ngikut maksud saya.
Demikian sementara Pak Ketua. Pak Dirjen, itu saya pikir mungkin ada ini
interaktif lagi, Pak Dirjen, penjelasan.
KETUA RAPAT:
Masih ada Pak.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Baik, terima kasih.
Begini Pak Ramson, jadi itulah yang saya katakan tadi kenapa di undang-
undang dinyatakan bahwa di 103 itu diatur waktunya, beda dengan 1700 karena
apa? begitu dikatakan wajib sejak Undang-Undang diterbitkan itu yang enggak
mungkin Pak, pada saat itu enggak mungkin. Timbulnya UPK dari mana? Dari pada
yang dinyatakan adalah bahwa BBM dan perpanjang diatur dalam PP 77
sebelumnya itu bahwa perpanjangan kontrak itu dalam bentuk UPK. Itu sudah ada
muncul dari sebelum PP, mungkin perubahan PP yang sebelumnya Pak. Jadi itu
sebetulnya sudah ada dan setiap bekas wilayah kontrak karya, itu tidak ada yang
menyatakan wajib jadi WPN, tidak ada yang mengatakan wajib. Jadi itu di sana di
pasal Undang-Undang hanya disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
dapat mengusulkan menjadi WPN dan itu diterapkan oleh DPR RI. Dan apabila akan
diusahakan kembali itu harus mendapat persetujuan DPR, itulah penjelasannya.
Sehingga mesti ada artinya Pak Ramson mohon maaf bahwa kenapa kok yang 5
tahun itu tidak........karena tidak mungkin pada saat diterapkan Undang-Undang di
Pasal 103 itu wajib itu langsung dilaksanakan Pak, karena membangun smelter itu
kan butuh waktu pak. Nah oleh karena itulah diatur di PP 23 Pak, sehingga waktu
waktu itulah yang dengan evaluasi, apabila itu tidak berhasil tentu tingkat
kesulitannya masing-masing berbeda. Sebagai contoh misalnya smelter untuk nikel,
dengan untuk yang bauksit itu berbeda Pak.
Atas dasar itulah pemerintah mengevaluasi Pak, kalau di itu dinyatakan
memang belum berhasil seperti katakanlah bauksit itu baru ada 2, yang satu belum
berhasil. Oleh karena itu, itulah tambahan waktu untuk membangun smelter melalui
proses hilirisasi 5 tahun ke depan, itu Pak.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Iya Pak Dirjen, ini seizin Pak Ketua.
Itu operasional iya, makanya saya usulkan solusi yang mendasar Perpu
karena ini abu-abu, nanti ini keluar juga abu-abu Pak. Makanya saya bilang ruang itu
ada di sana, apalagi kalau mentang-mentang lagi waduh dipake lagi analisisnya.
Jadi saya sudah sampaikan, tetapi waktu mau membahas PP ini saja, tidak ada lagi
ruang diberikan oleh ngotot Pak Menteri di sini, minta ke Pimpinan. Padahal nuansa
suasana waktu itu atmosfer untuk mendalami PP, tetapi ini langsung mau
mendalami implementasi. Kan bisa lebih detail karena memang ini sudah mau
dibahas di DPR kan tapi lama, iya Perpu tadinya pas ada persoalan seperti ini. Jadi
hukumnya mesti tegas, jelas, konkrit, detail gitu, tapi ini belum, ini mau ditekan-tekan
lagi waduh repot ini bakal terus begini.
Itu Pak Ketua, jadi kalau saya sih apa namanya kita kan yang objektif, seperti
tadi yang mengelola negara ini perlu khidmat kebijaksanaan, jadi tidak mentang-
mentang gitu.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Ramson.
Berikut PakBara Hasibuan.
F-PAN (BARA K. HASIBUAN, MA):
Terima kasih Ketua.
Selamat malam semua.
Dirjen, jajaran Komisaris PT Freeport Indonesia.
Saya ingin mendengar dari wakil dari Papua yang duduk di perusahaan
Freeport di jajaran manajemen maupun Pak Simon Morin sebagai advisor. Ini
sebetulnya kalau dari perspektif Papua, bagaimana melihat persoalan ini semua,
ada semacam kemungkinan besar terjadi deadlock antara pemerintah Indonesia
dengan pihak Freeport Indonesia dan sekarang kita lihat perkembangan yang sangat
menyedihkan di mana sudah terjadi pemutusan hubungan kerja, karyawan di Timika
terutama. Tentu kalau ini berlangsung terus, keadaan ini berlangsung terus tentu
pada akhirnya juga merasakan kerugian adalah rakyat Papua.
Tentu kita di DPR ini memang justru juga melihat perspektif pemerintah pusat
dan negara, tapi juga kepentingan rakyat Papua harus juga kita jadikan prioritas
karena bagaimana pun kegiatan tambang Freeport ini berada di tanah Papua. Jadi
kita juga punya kewajiban untuk mendengar dan juga menyuarakan aspirasi rakyat
Papua dan tentu sebagai wakil rakyat Papua, walaupun duduk di perusahaan tentu
kami yakin bahwa para tokoh ini Pak Silas dan Pak Simon Patrice Morin juga bisa
mempunyai perspektif yang jernih dalam persoalan ini dan tentu kami ingin bahwa
pada akhirnya tentu bapak berdua ini mempunyai loyalitas terhadap perusahaan,
tapi loyalitas terhadap rakyat Papua itu juga harus diutamakan begitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, sebelum kita lempar ke sana mungkin masih ada Pak Adian Napitupulu.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Ada beberapa hal yang saya pikir menjadi penting kita bahas di sini Pimpinan,
pertama persoalan apa yang dilakukan oleh Dirut PT Freeport dalam beberapa
waktu yang lalu yang secara pribadi itu menjadi persoalan bagi Saudara Muchtar
Tompo. Tapi dalam pembicaraan kita dalam Rapat Internal kita bersepakat bahwa
tindakan itu sudah kita sepakati menjadi contempt of parlemen. Sehingga dengan
demikian dia menjadi persoalan DPR, tidak semata-mata menjadi persoalan bagi
Pak Muchtar Tompo. Itu mungkin pertama yang juga harus kita perjelas posisinya
seperti apa, jangan kemudian disederhanakan seolah-olah ketika Pak Chepy Hakim
sudah mundur, lalu persoalan selesai. Tidak, kalau itu kita setujui berikutnya
siapapun bisa membuat persoalan lalu mundur dan dia dianggap selesai. Saya pikir
itu tidak benar, ada persoalan pribadi, perorangan antara Pak Chepy Hakim dengan
Pak Mukhtar Tompo. Ada persoalan antara Freeport dengan Pak Mukhtar Tompo
karena saat peristiwa itu terjadi, Pak Chepy Hakim sedang dalam kapasitas sebagai
Dirut Freeport. Persoalan yang ketiga, ada masalah yang terjadi antara Freeport
dengan parlemen dalam peristiwa yang sama. Itu sudah kita setujui sebagai bentuk
penghinaan terhadap parlemen, dari tadi itu belum ada pembahasan, yang saya lihat
seolah-olah disederhanakan dan mungkin saja coba dilupakan dengan
menyederhanakan persoalan seolah-olah kalau dia sudah berhenti, sudah dapat
sanksi sendiri. Ini bukan persoalan sanksi sosial, ini ada unsur hukum yang ada
unsur contempt of parlemennya dan sebagainya. Itu masalah pertama.
Masalah kedua adalah tentang ancaman-ancaman Freeport Pimpinan.
Bagaimanapun juga berhentilah mengancam Indonesia, apa bentuk ancamannya?
Pertama misalnya apa sih urgensinya CEO Freeport Richard itu berbicara tentang
siapa pemegang saham dan komposisi pemegang saham di Freeport. Memangnya
kalau kemudian komposisi pemegang sahamnya salah satu stafnya Donald Trump
lalu kita menjadi takut. Kalau memang kita punya niat baik untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan seperti ini, kalau memang masih kita berharap titik temu jangan
ada ancaman seperti itu. Saya akan melihat itu sebagai intimidasi terhadap bangsa
ini, 7% saham Freeport dimiliki oleh, ngapain diumumkan, orang persoalan kita tidak
untuk mengetahui berapa komposisi sahamnya rokok. Tapi ketika kita tidak merasa
penting untuk tahu komposisi sahamnya, lalu itu dibeberkan, ditambah embel-embel
di belakangnya itu dimiliki oleh staf khusus Donald Trump, saya melihat ini intimidasi
terhadap negara dan tidak bisa dibiarkan. Itu pertama.
Terus kedua, hentikan intimidasi dengan mengatakan ada PHK massal dan
sebagainya. Lalu yang ketiga, kalau memang kita masih berupaya untuk
menyelesaikan di mana-mana perjanjian dan kontrak, saya membuka diri untuk
ruang pembicaraan di luar mekanisme hukum, arbitrase, pengadilan dan sebagainya
itu ketika mekanisme di luar hukum itu sudah buntu. Artinya bagi saya tidak
bijaksana kalau kemudian belum selesai pembicaraan-pembicaraan yang mampu
menyelesaikan dalam mekanisme hukum, tiba-tiba sudah terlontar langkah-langkah
hukum. Ada 3 intimidasi yang dilakukan dalam hal ini, ini yang saya pikir saya
meragukan sikap baik Freeport.
Nah yang berikutnya kalau memang benar apa yang disampaikan oleh Dirjen
Minerba bahwa permohonan UPK itu adalah permohonan untuk Freeport lalu apa
masalahnya. Kalian bermohon untuk meminta UPK, lalu negara berikan, lalu kalian
persoalkan, inikan lucu-lucuan. Nah itu mohon di catat Pimpinan, saya akan minta
jawabannya. Di luar itu saya mengomentari apa disampaikan oleh Saudara, kawan
kita di sini Pak Ramson. Apa yang disampaikan dalam Undang-Undang Nomor
4/2009 menurut saya sudah jelas karena Pasal 170 itu rujukannya kembali pada
Pasal 103. Artinya bahwa tidak ada usaha-usaha produksi yang bisa dilakukan oleh
kontrak karya kalau dia tidak tunduk pada Pasal 103. Pasal 103 itu isinya apa
tentang IUP dan UPK, artinya bahwa pengolahan, pemurnian dan sebagainya itu
tidak bisa dilakukan kalau dia tidak dalam bentuk IUP dan UPK. Lalu apa
persoalannya yang disampaikan oleh Pak Ramson, tidak ada. Secara mekanisme
ketatanegaraan, secara hukum peraturan dan hierarki perundang-undangan clear
bahwa kemudian tugas peraturan pemerintah untuk menggambarkan itu yang
dianggap perlu dijelaskan sebagai peraturan pelaksana di bawah undang-undang
clear. Maksud saya jangan kita geser persoalannya bahwa masalah kita bukan
bagaimana materi undang-undangnya, masalah kita bukan bagaimana hubungan
antara Undang-Undang dengan peraturan pemerintah, masalah kita adalah
bagaimana Freeport belajar menghargai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang
berdaulat. Tidak ada negosiasi yang berjalan dengan baik tanpa kesetaraan, tidak
ada kesetaraan ketika didalamnya selalu ada ancaman demi ancaman. Sebagai
bagian dari warga negara Republik Indonesia saya marah terhadap ini. Kalau
kemudian saya sedang ada masalah dengan orang, lalu saya sampaikan di rumah
saya ada si anu, si anu yang hebat-hebat dan sebagainya. Itu kan sama seperti yang
disampaikan oleh Freeport ketika membeberkan soal komposisi sahamnya, yang
sebenarnya kita tidak pernah persoalkan komposisi sahamnya. Coba kita lihat
seluruh polemik peristiwa ini, ada tidak pertanyaan tentang komposisi saham
Freeport, ada tidak negara bertanaya soal itu, tidak, ngapain dijelaskan, mengancam
Indonesia.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Adian.
Pak Mukhtar Tompo ya, silakan Pak Mukhtar.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Terima kasih banyak Pak Ketua.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya mungkin akan memberikan sedikit penjelasan Pak biar Bapak-bapak
jajaran Dewan Direksi, Dewan Komisaris PT Freeport yang dengan dari peristiwa itu
sesungguhnya akhirnya terjadilah rapat pada malam ini dan ternyata menjadi
sejarah bagi perjalanan PT Freeport di Indonesia, sudah 48 tahun sejak tahun ‘67.
Supaya bisa terang-benderang Pak karena selama ini kan yang didengarkan oleh
Bapak dari Pak Chepy dan Pak Chepy juga betul, apa yang disampaikan Pak Adian
tadi tidak bisa menyederhanakan persoalan ini karena kejadian itu terjadi tanggal 9
Februari di ruangan ini dalam posisi saya sebagai mitra, saya sebagai Anggota DPR
RI. Kemudian Beliau adalah Presiden Direktur dan saya jadi ragu Pak, dari
pernyataan-pernyataan dari Bapak-bapak semua ini karena ketika saya memberikan
komentar itu dulu, ya sesungguhnya saya minta jawaban, saya hanya memberikan
komentar saya karena itu cara saya sebenarnya itu untuk membantu pemerintah,
untuk membantu Freeport karena dalam pikiran saya ketika itu Pak Ketua, Freeport
ini sama dengan pemerintah, itu dalam pikiran saya. Sehingga saya menyebutkan
bahwa saya dalam posisi partai pengusung pemerintah, itu sinyal sebenarnya yang
saya berikan kepada Freeport, untuk mengakhiri rapat karena kalau tidak selesai
rapat itu pada waktu itu kalau saya tidak mendapat stressing, melakukan interupsi
dan lain-lain karena kalau Pak Ramson sudah bicara kan, untung-untung kalau
Beliau sadar, kalau tidak sadar sampai malam tidak selesai dan argumentasinya
benar. Sehingga pada waktu itu saya mengatakan bahwa Pimpinan, jika memang
sudah terjawab maka seharusnya dihentikan saja rapat ini, kalau ada yang lebih
teknis seharusnya kita nanti undang khusus PT Freeport bersama dengan Menteri
ESDM, karena banyak pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman yang tidak dalam
kapasitas PT Freeport menjawabnya. Seperti PP Nomor 1 Tahun 2017 yang tiba-tiba
lahir setelah Komisi VII melakukan rapat berkali-kali yang kemudian menyimpulkan,
kita waktu itu dengan Dirjen Minerba tanggal 7 Desember 2016, ada kesimpulan
rapat Komisi VII meminta karena 5 hari lagi akan berakhir izin Freeport. Sehingga
kesimpulan Rapat Kerja pada waktu itu meminta kepada pemerintah lewat Dirjen
Minerba untuk tidak lagi memperpanjang izin ekspor karena tidak bisa memenuhi
kewajibannya untuk membangun smelter mengacu pada Undang-Undang Minerba
Tahun 2004.
Sehingga setelah itu berbagai kejadian-kejadian dilakukan sehingga saya
meminta pada waktu itu supaya diundang tersendiri dan kemudian diterima,
kemudian saya menyampaikan Pak, tolong kepada Freeport saya tidak mengatakan
kepada Pak Chepy secara pribadi karena yang kita bahas ini adalah persoalan
klasik. Selain itu kalaupun menjadi masalah maka itu bukan persoalan Pak Chepy
secara personal. Sehingga saya mengatakan pada waktu, saya minta kepada
Freeport untuk apa, kalau memberikan jawaban kiranya bisa konsisten saja jangan
bias. Yang ada dalam kepala saya pada waktu itu cukup Freeport mengatakan
bahwa kami akan commit membangun smelter, sudah jangan dikembangkan,
apalagi memberikan pernyataan deadline waktu, segala macam. Saya mengatakan
bahwa ini kan sudah terlalu panjang rapat kita dari beberapa bulan yang lalu, minggu
yang lalu, sudah banyak jawaban-jawaban, jadi jangan bias gitu. Itu yang saya dan
saya itu pernyataan saya tidak harus dijawab. Dan sudah rapat ditutup, setelah itu
Pak, walaupun berbagai pimpinan perusahaan tambang, ada 12 perusahaan
termasuk PT FI dan lain-lain pada waktu itu. Walaupun mau jabat tangan dengan
saya, saya dari jauh begini Pak dan saya langsung mendatangi Pak Chepy. Saya
dari sini duduk Pak, saya langsung datang, Assalammu'alaikum Pak Jenderal,
langsung ditangkis saya punya tangan, ditunjuk-tunjuk kaya gitu. makanya sampai
sekarang terus terang kalau media bertanya termasuk Metro kemarin, CNN
wawancara dengan saya, apa kira-kira tidak ada yang bisa saya jawab Pak, kecuali
mungkin pada waktu itu Pak Chepy memiliki masalah psikologis itu karena bukannya
saya diberikan apresiasi, terima kasih banyak Pak gitu karena tidak berhenti rapat
pada waktu itu dan pimpinan perusahana yang lain pun PT PAL dan lain-lain, PT
Mineral Batubara dan lain-lain mengucapkan terima kasih gitu Pak.
Saya tidak pernah Pak memiliki hubungan personal dengan Pak Chepy,
mungkin Beliau juga belum tahu saya, saya juga belum tahu Beliau. Sehingga yang
saya tahu adalah Beliau Presdir pada waktu itu dan saya adalah Anggota DPR RI.
Dan jujur tidak berlebihan kalau saya sampaikan Pak pada rapat ini, kesalahan
kedua yang dilakukan Pak Chepy ini supaya Bapak Dewan Komisaris tahu bahwa
ada waktu rentang 3 hari yang dipergunakan oleh Pak Chepy untuk lobby kiri-kanan
di kalangan istana dan lain-lain dan saya anggap itu adalah upaya untuk
memberikan saya secara psikologis. Itu yang membuat saya semakin tersinggung
Pak, bukannya saya takut, malah saya tambah muncul loh ini apa-apaan ini, di
telepon kiri-kanan sampai Kapolda segala macam, ini ada apa gitu. Sehingga saya
menjelaskan ke partai, saya menjelaskan termasuk ke Pak Wiranto segala macam
dan posisi saya sangat dipahami Pak. Apalagi ketika peristiwa itu terjadi kalau saya
tidak bisa menahan diri Pak, saya tidak tahu. Teman-teman saya mengatakan
bahwa kayanya Pak Mukhtar Tompo ini walaupun kelahiran ’81 tapi kelihatannya
lebih negarawan dari pada Pak Chepy. Saya bisa menahan diri Pak, dalam posisi
sebagai korban. Saya orang Bugis, Makassar, saya kelahiran tahun ’81 Pak. Saya
bisa menahan diri dan pada kesempatan ini juga saya baru memperkenalkan diri,
mungkin selama ini Beliau tahu Pak Andi Mattalatta ada kemenakannya di sini yang
belum pernah datang ke rumahnya melapor. Saya adalah keponakan dari Andi
Manggong ........ istri saya kemenakan langsung dari Beliau. Sebelumnya saya di
DPR RI provinsi Pak gitu.
Jadi saya sungguh tidak mengerti Pak, secara kepribadian bisa teman-teman
saya, semua sikap saya insya Allah. Saya jadi diri saya, saya adalah aset bangsa
ini. Saya nggak mungkin membuat masalah-masalah secara personal ke orang, tapi
kalau orang membuatkan saya masalah, terus terang bukan berlebihan kalau saya
mengatakan di forum ini Pak, orang yang membuatkan saya masalah, saya lihat
dengan mata kepala saya orang itu sangat kecil di hadapan saya. Mungkin itulah
tetesan ilmu dari nenek saya Pak, yang dulu turun-temurun begitu, saya tidak
berhenti mengatakannya sehingga ketika terjadi ini tidak ada lain kecuali saya harus
bersikap ini bagian dari prinsip siri bagi orang Bugis Makassar, gitu Pak dan sampai
sekarang Pak Chepy tidak melakukan itu, kecuali menghubungi para petinggi-
petinggi untuk lobbby kiri-kanan. Itu pak dan ini tidak selesai saya kalau yang jangan
ditampik para petinggi-petinggi ini, termasuk Pimpinan, Pimpinan DPR, terus polisi
dan lain-lain, Pimpinan partai itu salah satunya yang bisa mengubah sikap saya ini
adalah menyentuh batin saya, itu pak.
Saya kira itu Pak dari saya dan atas nama saya.......Freeport banyak sekali
yang saya mau sampaikan tapi tidak dalam kesempatan ini.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Mukhtar Tompo.
Pak Andi Matalatta, kami punya 3 Andi Pak di sini, eh 4, Andi Yuliani Paris, ini
Andi Jamaro, Andi Ridwan sama Andi Gus Irawan Pasaribu, Pak Mukhtar Tompo
karaeng. Ini dipancing Andi, terus Andinya kepancing nih Pak.
Pak Andi Jamaro silakan Pak.
F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):
Baik.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pimpinan dan seluruh Anggota yang saya hormati.
Para senior yang hadir pada malam hari ini, ada Pak Marzuki Darusman, Pak
Andi Mattalatta dan teman-teman yang lain.
Apa yang disampaikan oleh Pak Adian tadi bahwa sebetulnya yang terjadi
pada tanggal 9 itu bukan lagi persoalannya Pak Cepi dengan Pak Mukhtar Tompo
karena kami di Rapat Internal komisi telah mengambil keputusan. Dan saya ingin
menyampaikan keputusan itu supaya didengarkan oleh Freeport secara resmi pada
malam hari dan tentu saja ini tidak bisa dirubah, keputusan itu sebegitu gampang
kecuali kita Rapat Internal kembali lalu memutuskan hal yang berbeda.
Baik Bapak saya akan menyampaikan kesimpulan yang terjadi pada rapat
tertutup tanggal 13 Februari 2017, itu diambil pada pukul 13.00-14.30 WIB.
Kesimpulan atau keputusan pertama: satu, Rapat Intern, Komisi VII ini pendahuluan.
Rapat Intern Komisi VII DPR RI pada hari Senin tanggal 13 Februari 2017 dibuka
pada 14.30 WIB dan seterusnya. Lalu kemudian kesimpulan atau keputusan.
1. Komisi VII DPR RI sepakat untuk mengambil sikap atas tindakan dan
ucapan Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Sudara Chepy Hakim yang
telah mengancam dan melecehkan Anggota Komisi VII DPR RI. Tindakan
tersebut termasuk dalam kategori contempt of parlemen.
2. Komisi VII DPR RI akan menyampaikan surat kepada Pimpinan DPR RI
dan Majelis Kehormatan DPR RI agar menindaklanjuti tindakan yang
dilakukan oleh Direktur Utama PT Freeport Indonesia. Sebagaimana
dimaksud pada nomor 1 untuk menegakkan marwah dan martabat DPR RI
serta meminta Pimpinan DPR RI mengirim surat kepada Presiden.
3. Dalam hal tindak lanjut tindakan yang dilakukan oleh Direktur Utama PT
Freeport Indonesia diperlukan saksi yang langsung melihat kejadian
tersebut adalah Saudara Andi Jamaro Dulung, saya sendiri, Dito
Ganinduto dan Saudara Joko Purwanto.
4. Komisi VII DPR RI akan melakukan konferensi pers dan ini sudah
dilaksanakan.
5. Komisi VII DPR RI sepakat akan memanggil Komisaris PT Freeport
Indonesia dan dalam RDP dan Dirjen Minerba yang sedang berlangsung
hari ini.
6. Komisi VII, ini penting, mendukung penuh langkah-langkah hukum yang
diambil oleh Saudara Mukhtar Tompo dalam proses penyelesaian kejadian
ini.
Karena itu Bapak-Ibu yang saya hormati, 1 sampai 5 itu menjadi tanggung
jawab Komisi VII, bahwa kalau toh ini harus dirubah tidak bisa serta-merta hanya
dengan pertemuan seperti ini. Tentu saja harus dirubah sesuai dengan mekanisme
kami di Komisi VII karena keputusan ini diambil oleh Rapat Internal, maka tentu
harus kami bicarakan kalau dianggap penting kami akan membicarakannya di Rapat
Internal. Tetapi khusus poin 6 itu memberikan dukungan penuh kepada Pak
Mochtar, kami menyerahkan sepenuhnya kepada Pak Mochtar Tompo untuk
melakukan langkah-langkah hukum.
Saya kira inilah yang saya sampaikan kepada forum yang terhormat ini,
supaya clear bahwa posisi Komisi VII tentang kasus itu final.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Andi.
Saya kira keputusan Rapat Internal itu sudah kita tindak lanjuti dengan
menyurati Pimpinan dan Pimpinan MKD. Tentu yang poin 6 itu ada di tangan
Saudara yang terhormat Mukhtar Tompo. Nanti tentu sikap berikutnya seperti yang
sampaikan tadi adalah melalui keputusan rapat internal kembali.
Baik, Ibu silakan yang punya Dapil ini, penting.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Baik, terima kasih Pak Ketua.
Dirjen Minerba beserta para Dewan Komisaris PT Freeport.
Yang di sini saya mau menanyakan saya tidak menanyakan mengenai
Undang-undang, peraturan pemerintah yang sudah Bapak tadi sampaikan. Tetapi di
sini saya mau menanyakan sampai berapa lama negosiasi antara PT Freeport
dengan pemerintah tentang perpanjangan kontrak karya menjadi UPK ini. Saya
melihat tadi Bapak sudah katakan bahwa itu akan terjadi, itu akan terjadi
pembicaraan selama 120 hari ya, begitu Pak mohon interaksi, 120 hari.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Kalau bagi kami ada yang memberikan waktu 6 bulan, di SK-nya disebutkan.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Iya baik, jadi selama 6 bulan itu produksi di PT Freeport itu akan terhenti
begitu Pak.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Diberikan izin ekspor.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Baik, ada 856 karyawan yang sudah di PHK. Kemarin hari Senin 12 karyawan
permanen di Freeport Jakarta ini sudah dirumahkan, Bapak pasti sudah tahu pada
tanggal 13 kemarin itu karyawan perusahaan PT Freeport, orang Papua itu kemarin
sudah demo. Sebentar selesai acara ini saya mau menyerahkan aspirasi mereka
yang mereka berikan kepada pemerintah daerah. Saya memberikan kepada Pak
Dirjen dan Ketua Komisi VII. Saya berharap Pak Dirjen, agar negosiasi yang Bapak
sudah sementara lakukan ini jangan terlalu lama karena Freeport sangat bermanfaat
pada orang Papua, terutama karyawan dan kota Timika di mana Freeport itu
beroperasi, Pak Dirjen harus tahu itu.
Saya mau sampaikan kepada Pak Dirjen bahwa ada 1 desa di samping
Tembagapura itu namanya Arwano. Setiap hari Freeport harus mensuplai 40 liter
solar agar kota itu bisa menyala, kecamatan itu bisa menyala. Kalau negosiasi ini
Bapak buat sampai 6 bulan dan hasilnya tidak ada, bagaimana masyarakat yang
ada di sana, di atas gunung itu. ........itu masyarakat di atas dan dia yang punya
gunung Bapak tahu itu, dia yang punya gunung emas, benar. Jadi di sini Bapak
harus mempercepat negosiasi ini karena tadi Bapak bicarakan bahwa
mempertimbangkan rakyat Indonesia, rakyat Indonesia yang mana yang Bapak
maksudkan di sini, karena dari 32 ribu tenaga kerja yang ada di kontrak di PT
Freeport itu 12 pekerja itu dari luar, asli Papua itu 4 ribu sekian ditambah dengan
asing 152, jumlah 300.416 32.416. Yang saya bicarakan ini 700 non Papua dan 431
karyawan ini sudah mewakili rakyat Indonesia yang sementara bekerja di Freeport.
Jadi Bapak jangan ragu-ragu untuk bernegosiasi dan membuat perubahan-
perubahan dalam UPK yang sudah Freeport meminta kementerian sedang membuat
negosiasi itu. Jadi kalaupun ada perubahan-perubahan Bapak jangan takut, bukan
Surah Al-Maidah harsu takut untuk merubahnya, itu tidak bisa dirubah, UPK bisa
diubah, UPK buatan manusia, bukan turun dari langit, jadi bisa itu diubah. Bapak
harus menjamin kesejahteraan orang Papua dan karyawan orang Papua yang ada di
PT Freeport.
Dan saya mau menyampaikan lagi bahwa di sini saya melihat ada divestasi
saham 51% yang akan diberikan oleh pemerintah. Saya tidak yakin pemerintah bisa
memberikan kesejahteraan itu melalui 51% saham PT Freeport ini kepada
pemerintah. Saya tidak jamin pemerintah bisa memberikan fasilitas dan kenyamanan
seperti Freeport berikan kepada orang Papua dan karyawan orang Papua yang ada
di Freeport, saya tidak jamin pemerintah bisa memperhatikan dan mensejahterakan
orang Papua dan karyawan PT Freeport yang ada bekerja di situ, sama seperti
karya Freeport memberikan jaminan dan kenyamanan kepada karyawan sekarang
ini, saya tidak jamin itu Pak. Kalau Luhut bisa memotong telinganya karena Agus
menang, Bapak saya sampaikan kepada Bapak, pemerintah ini Bapak potong saya
punya jari sahabat ini kalau pemerintah bisa memberikan kebahagiaan dan
kesejahteraan untuk orang Papua karena otonomi khusus tidak mensejahterakan
orang Papua. Jadi jangan Bapak datang membawa UPK gula-gula beracun itu untuk
kami orang Papua dengan tidak menjamin tunjangan-tunjangan yang selama ini
diberikan Freeport untuk orang Papua dan karyawan PT Freeport karena dari 4 ribu
karyawan itu, selain karyawannya keluarganya dari istri dan anaknya juga mendapat
jaminan itu dari Freeport.
Kalau Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perusahaan memberikan
tunjangan hari raya 100% gaji, tapi Freeport memberikan 200% gaji untuk karyawan,
khusus untuk orang Papua. Jadi saya minta Pak Dirjen, jangan terlalu lama-lama
bernegosiasi dengan PT Freeport. Sekarang ini karyawan orang Papua dan seluruh
karyawan orang Papua dan orang Papua sendiri Timika, kabupaten Timika yang
sekarang ini APBD-nya belum disahkan oleh pemerintah sudah menjadi kota mati,
tidak ada lagi aktivitas di sana Pak. Kalau Bapak berlama-lama, itu Bapak
membunuh kami orang Papua, tidak punya hati untuk orang Papua.
Otonomi khusus itu sekarang ini ibaratnya seperti anak kecil yang
diberikan uang 100 ribu, dia tidak tahu membelanjakan uangnya itu seperti apa.
Sementara KPK dengan 1000 aturannya sudah berdiri di depan dia. Jadi Bapak
jangan membawa UPK ini lagi menyengsarakan kami orang Papua, negosiasilah
baik-baiok dengan Freeport karena orang Papua lebih menginginkan tambang itu
dikerjakan oleh Freeport Nick Moran. Saya tidak tahu ada kepentingan-kepentingan
lain di sini, tetapi orang Papua saya mewakili Dapil Papua, saya mewakili
masyarakat Papua, KTP saya Timika Pak, saya bukan dari Dapil lain yang memakai
suara orang Papua, saya 2 periode DPR RI pakai suara orang Timika, tanya Pak
.......dan Pak Napoleon, KTP saya Timika, sebentar saya tunjukan sama Bapak.
Jadi saya berbicara ini agar Bapak mempercepat pembicaraan negosiasi itu
dengan Pfreeport agar karyawan dan orang Papua yang selama ini mendapat
tunjangan baik dari Freeport itu bisa dirasakan kembali karena setiap tahun Freeport
memberikan 20 beasiswa kepada anak karyawan-karyawannya ke luar negeri dan
masih banyak lagi tunjangan-tunjangan lain yang tidak ada lagi di Indonesia ini
perusahaan tambang itu memberikan sebesar apa yang diberikan Freeport untuk
orang Papua dan karyawan PT Freeport. Jadi 32 ribu karyawan yang ada di Freeport
itu sudah mewakili bangsa Indonesia ini bahwa Freeport tetap bekerja dengan baik
di kabupaten Timika khususnya, di Indonesia khususnya di Papua dan lebih khusus
lagi di kabupaten Timika seperti itu. Jadi tolong diselesaikan negosiasi ini
secepatnya agar kesengsaraan orang Papua yang ada di Timika itu tidak berlanjut
Pak. Ada 8 ribu penambang emas yang mengambil dari hasil limbah PT Freeport. Itu
akan menjadi beban pemerintah daerah, Bapak harus ingat selama ini Freeport
beroperasi saja masih ada pembunuhan di sana, ke sana kemari pencurian dan
tingkat kejahatan paling tinggi, apalagi ini petambang ini sudah kemarin sudah
dihentikan dan 8 ribu penambang emas ini yang ada di pembuangan itu mereka
akan lari ke mana. Mereka akan buat kacau di Timika Pak, Bapak di sini bisa saja
bicara begini-begini, Bapak kan tidur di sini, Bapak tidak rasa apa yang terjadi di
sana. Saya baru 2 hari pulang dari sana, saya merasakan betul bahwa apa yang
sudah terjadi ini membuat Timika lesu. Timika itu sudah tidak rame seperti dulu lagi,
perekonomiannya itu terhambat, sudah mundur.
Jadi saya minta kepada pemerintah dan Freeport cepat negosiasi ini, cepat
diselesaikan agar perusahaan itu bisa kembali lagi beroperasi, tidak ada lagi
perpanjangan-perpanjangan PHK dan lain-lain sebagainya itu segera diselesaikan
agar mereka bisa kerja lagi. Operasi itu bisa kerja lagi dan ada 2 lembaga Lemhasa
dan Lemasco yang selama ini mendapat dana 1%. Dana 1% yang diberikan oleh PT
Freeport kepada 2 lembaga ini setahun itu dilihat dari tingkat pembelian dari
konsentrat itu, emas yang dijual itu setiap tahun itu 800 miliar untuk kedua lembaga
ini. Kalau sampai terhenti bagaimana nasib 2 masyarakat ini, 2 lembaga ini Lemasa
dan Lemasco, Bapak harus berpikir itu, jangan korbankan kami lagi orang Papua,
sudah ada otonomi khusus, ada lagi UPK jangan korbankan kami, kami sudah bosan
ditipu. Jadi cepat selesaikan negosiasi itu agar perusahaan ini bisa berjalan kembali,
masyarakat bisa merasakan apa yang selama ini sudah Freeport berikan kepada
masyarakat dari kedua lembaga ini dan saya minta kepada Dirjen Minerba,
pemerintah dan PT Freeport agar pada negosiasi ini melibatkan orang Papua.
Sementara ini Freeport hanya memberikan tempat kepada orang Papua yang ada di
dalam management itu di atas dan bawah, sedangkan yang di tengah-tengah itu dari
luar. Negosiasi ini harus merubah itu, jangan cuma diberikan tempat di atas vice
president sama yang di bawah itu, underground dan segala macam itu orang-orang
Papua semua, sedangkan yang di tengah-tengah itu tidak ada. Saya mau itu semua
sama rata, jangan yang di tengah-tengah itu dikuasai oleh orang-orang pendatang.
Orang Timika bilang Oyame, jangan dikasih sama oyame, orang Papua juga sudah
mampu Pak, seperti itu.
Jadi saya minta Bapak cepat selesaikan supaya kesejahteraan mereka bisa
berjalan kembali. Saya ini bicara bagaimana perutnya mereka bisa kenyang, dapur r
mereka bisa berasap.
Itu saja Ketua, terima kasih.
Pak Ketua, sebelumnya saya mau serahkan aspirasi dari karyawan kemarin
kepada Pak Dirjen dengan Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, saya persilakan.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Ketua boleh.
KETUA RAPAT:
Sebentar Pak Totok, masih ada Pak Dar dari tadi sudah mendaftar.
Pak Daryatmo kami persilakan, nanti setelahnya boleh Pak Totok.
Silakan Pak.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Baik.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua.
Yang terhormat Ketua Komisi VII, dan
Yang terhormat Anggota Komisi VII yang hadir di sini, dan Bapak-Ibu sekalian.
Mitra kita pada hari ini Pak Kementerian ESDM, Pak Dirjen dan PT Freeport
Indonesia. Ingin Bapak-Ibu sekalian, sebenarnya mengikuti semua pembicaraan
karenanya sebenarnya saya ingin mengulang maksud rapat hari ini. Di dalam
undangan yang kita terima maka materi pada pokok materi hari ini adalah Rapat
Dengar Pendapat dengan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM RI dan
Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia, yang diselenggarakan pada hari ini, intinya
acaranya adalah tindak lanjut Rapat Dengar Pendapat Umum tanggal 9 Februari
2017 dan terkait kejadian paska rapat yang dilakukan oleh Direktur Utama PT
Freeport Indonesia kepada Anggota Komisi VII DPR RI.
Inilah sebenarnya kembali ke laptop, saya ingin menyampaikan hal itu. Oleh
sebab itu Bapak-Ibu sekalian, terima kasih atas kehadrirannya dari Kementerian
ESDM dan dari jajaran Dewan Komisaris yang sangat senior yang kami kenal. Oleh
karenanya ..... kita ingin menyampaikan jalannya rapat yang kita harapkan pada hari
ini. Yang pertama adalah pada rapat tanggal yang lalu itu tidak dihadiri oleh
Kementerian ESDM, rapat itu dihadiri oleh para perusahaan-perusahaan di bidang
pertambangan. Karenanya kemudian terima kasih Pak Andi Jamaro yang kemudian
membacakan kesimpulan tersebut, kesimpulan setelah kita melakukan pertemuan
tanggal 9 dan kemudian kita follow up-i dalam sebuah rapat khusus untuk itu.
Dengan demikian maksud di dalam rapat tersebut untuk mengacarakan hal
ini, tentu dalam pandangan kami tidak terlepas dari peristiwa tersebut. Oleh
karenanya inisiatif untuk mengundang Dewan Komisaris itu mestinya di dalam,
mestinya pada awal mohon maaf saya terlambat, tapi giliran agak terakhir. Maka
sebenarnya yang ingin kita ketahui terhadap hal tersebut pemahaman saya terlalu
sederhana menyangkut tentang ketentuan-ketentuan perusahaan ataupun BUMN
ataupun perusahaan lainnya. Maka terkait dengan peristiwa itu, sebenarnya pada
awal kita ingin harapkan, apakah dapat kita ketahui Tupoksi dari Dewan Komisaris di
dalam sebuah perusahaan yang namanya Freeport. Dengan Tupoksi itulah akan kita
ketahui jalannya peristiwa ini karena di dalam hal yang umum, selain itu ada istilah
direktur ataupun direksi dan ada komisaris. Maka di dalam pembahasan internal
marilah kita undang, keputusan Komisi VII mengundang komisaris. Kemudian kita
ingin memperoleh harapan dan jawaban terhadap kondisi-kondisi yang terjadi yang
disampaikan kejadian yang terjadi pada tanggal 9 Februari tersebut.
Dengan demikian pandangan sisi lain dalam sebuah institusi Freeport di
dalam posisi Dewan Komisaris, apakah juga mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan, peristiwa, performen dari seseorang yang mewakili institusi
Freeport. Dan kemudian ketika itu akan dilakukan, apakah sudah ada langkah-
langkah lainnya. Saya kira itu yang sebetulnya menjadi pikiran-pikiran untuk
mengadakan rapat hari ini. Kemudian ketika kita juga mengundang Dirjen Minerba
tentu dapat dipahami bahwa hari ini tidak mengundang Dirjen Migas karena Dirjen
Minerba adalah Direktorat Jenderal dari sebuah kementerian yang tentu sedikit
banyak erat hubungannya dengan kegiatan-kegiatan yang mencakup kegiatan
bidang pengusahaan mineral, khususnya dalam hal ini Freeport. Maka kita juga
mengundang hal tersebut untuk memperoleh keterangan lebih jauh, apakah
kapasitas Direktorat Jenderal Minerba itu juga sampai menjangkau pada langkah-
langkah kegiatan peristiwa yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan
pertambangan. Seringkali kita kalau ada kecelakaan, ada peristiwa lain selalu
bertanya apa fungsi atau peran dari kementerian maupun dari kedirjenan itu.
Jadi Bapak-Ibu sekalian, barangkali ini yang ingin kami sampaikan karena
pada awalnya sebetulnya tidak ingin menyampaikan hal-hal tersebut, tetapi supaya
masalah-masalah ini tidak melebar ke mana-mana. Saya sungguh berbahagia kalau
memang kita bisa melangkah pada materi berikutnya, tetapi dalam kapasitas yang
kita hormati Bapak-bapak para .......yang ada di Dewan Komisaris juga apakah
mempunyai juga untuk dapat memberikan penjelasan bagi masalah-masalah ini.
Saya sungguh sebenarnya agak ingin membatasi hal ini. Dengan demikian kita ingin
kembali kepada pokok acara undangan dan materi, supaya bisa menjadi lebihfokus,
lebih sederhana, sehingga ada sebuah kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya terkait
dengan undangan rapat.
Barangkali ini Ketua yang kita ingin sampaikan karena ingin kembali pada
pokok acara ini yaitu berkaitan dengan undangan rapat dan berkaitan dengan
kesimpulan-kesimpulan tersebut. Dengan harapan karena kita menyampaikan ini
kepada siapa, tentu tidak kepada publik ya, kepada instansi yang ada di dalam
Freeport. Salah satunya adalah institusi komisaris, itulah yang sebenarnya menjadi
harapan dan keinginan kami sehingga menjadi agak khusus gitu Ketua. Banyak
materi kalau ada lain tentu dalam instansi lain dan dalam tingkat institusi yang dapat
mewakili sepenuhnya terhadap hal-hal tersebut yang berkaitan dengan Freeport.
Terima kasih Ketua.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Baik Ketua, saya ingin menanggapi persoalan yang esensial yang tadi
sebenarnya sudah diungkap oleh Ibu Peggy dari Dapil Papua ya. Bahwa harus
secepatnya ada final, ada keputusan negosiasi antara Freeport dengan Indonesia.
Tapi saya ingin mengingatkan kepada Bu Peggi dan masyarakat di Papua dan kita
semua Bangsa Indonesia juga Freeport juga bahwa untuk bisa cepat selesai itu kan
membutuhkan keterlibatan atau partisipasi kedua belah pihak namanya negosiasi.
Jadi enggak bisa pemerintah mau cepet-cepet, Freeportnya tidak mau cepat-cepat.
Freeport mau cepet-cepet, pemerintah tidak mau itu juga nggak bisa. Tapi yang jadi
masalah sebenarnya kan mesti didudukkan dulu pada pokok persoalannya, bahwa
sebenarnya Undang-Undang Nomor 4/2009 itu, itu adalah sebuah rezim baru yang
tidak mengenal lagi kontrak karya. Sehingga pilihan IUP atau IUPK itu ya memang
itulah yang bisa dijamin oleh Undang-Undang yang ada sekarang. Bahwa masih ada
kontrak karya pada saat Undang-Undang itu diundangkan karena kontrak karya
sudah ditandatangani, maka masih berlaku. Tapi dalam Undang-undang itu
sebetulnya kontrak karya sudah tidak dikenal lagi karena sebenarnya kontrak karya
itu menyalahi konstitusi, tapi tidak bisa di anulir karena sudah terlanjur terjadi kontrak
karyanya, perjanjian antara negara dengan pihak perusahaan asing.
Jadi itu masalahnya, nah kemudian memang pilihannya sekarang, saya
khawatirnya begini, di satu pihak IUPK yang diajukan oleh Freeport itu maka
sebenarnya ini mesti kita bicara Freeport sebagai institusi sebetulnya. Jadi saya
enggak, maka sampai saat ini Dewan Komisaris ini kapasitasnya apa karena kita
ingin mencari solusi begitu. Jadi IUPK tadi diajukannya oleh Freeport ya,
pertanyaannya apakah Freeport dalam mengajukan IUPK itu sekedar mau ingin
dapat IUPK-nya supaya dapat izin ekspor diperpanjang tanpa melepaskan kontrak
karyanya, jangan-jangan begitu cara berpikirnya Freeport. Kontrak karya tetap
dianggap berlaku, IUPK itu tambahan bonus. Sementara pemerintah anggap kontrak
karya itu berakhir diganti IUPK, di mana kontrak karya nanti berakhir pada tahun
2021 yang mestinya pada tahun ‘19 itu baru bisa dinegosiasikan tentang
perpanjangan atau tidak gitu.
Jadi di situ masalah sebenarnya, jadi sebenarnya ketika Freeport itu minta
IUPK itu mestinya proses negosiasinya itu sudah tuntas, bahwa itulah win-win
solution yang dianggap saling menguntungkan bagi Freeport maupun bagi
Indonesia. Kalau tidak saya memang agak curiga saya Bu Peggi mohon maaf ya,
kita ini sama-sama orang Indonesia. Kita ini agak curiga Pak dengan Freeport,
benar enggak Freport punya niat baik kepada Indonesia, jangan-jangan hanya mau
jualan konsentrat saja Pak......Ibu, saya kasihan juga kepada saudara saya di
Papua. Kalau begitu terus cara memperlakukan tambang-tambang di Papua, sampai
kapan itu akan dan nggak mungkin menyejahterakan orang Papua, sampai sekarang
juga tidak terlalu sejahtera dengan adanya Freeport. Sementara ....50 tahun lagi
tambah habis, kalau sudah habis tidak ada lagi pilihan lain.
Jadi sebenarnya kalau memang sulit-sulit seperti itu, sekarang itu mesti ada
pembicaraan dan pemerintah mencari solusi gimana kalau Freeport itu dicarikan
penggantinya saja, diambilalih saja, diganti saja dan Ibu harus mulai percaya kepada
bangsa sendiri, bahwa kalau Freeport itu dikelola sendiri oleh bangsa kita, termasuk
orang Papua yang bekerja sekarang itu harus lebih sejahtera, dari pada dikelola
asing tapi merugikan Indonesia karena 50 tahun lagi belum tentu masih ada
tambang emas itu, sudah nggak ada, apalah orang Papua hanya mau hidup 50
tahun lagi setelah itu nggak hidup. Jadi di situlah problemnya, jadi menurut saya ini
cepet-cepet dilakukan pembicaraan, tapi nggak bisa kalau sepihak harus ada yang
dikalahkan, tidak win-win solution. Nah sementara sekarang ini sebenarnya tidak
dalam kapasitasnya untuk kita bicara itu yang terhadap Freeport ini diwakili oleh
Dewan Komisaris itu juga tidak bisa. Karena itu sebenarnya ini lebih sebagai
penyampaian aspirasi dan sikap dari Anggota Komisi VII atau nanti itu disimpulkan
saja itu sikap Komisi VII, bahwa Komisi VII ingin ada segera penyelesaian antara
Freeport dan Indonesia tapi itu win-win solution, harus memberikan hasil yang adil
baik bagi Freeport maupun bagi Indonesia. Itu untuk dibicarakan maka sebenarnya
kita ingin mendengar itu kalau kita Freeport langsung itu kita buka saja di sini
keberatan Freeport itu apa sebetulnya, kok yang dimintanya hanya izin ekspor
konsentrat terus, smelternya nggak diurus. Kami menilai bahwa Freeport tidak serius
mengelola, membangun smelter karena sudah sejak 5 tahun yang lalu, ya enggak 5
tahun lah, mungkin 3 tahun yang lalu kita meninjau smelter di Gresik yang waktu itu
perdebatannya masyarakat, maaf Bu Peggi, masyarakat Papua waktu itu juga minta
supaya dibangun di Papua. Tapi kami pada waktu itu sudah punya kecurigaan,
jangan ini ........... karena pilihannya jelas secara rasional kalau dibangun di Papua
itu, smelter itu nanti kurang ekonomis sebetulnya, kalau di Gresik itu sudah jelas ya
bahwa dari limbah, bahwa hasil sandingan dari pemurnian itu bisa dimanfaatkan
untuk berbagai industri yang ada di sana.
Kemudian juga di Gresik pada waktu itu ada tempatnya sudah disediakan
milik dari BUMN, kemudian juga ada reklamasi yang disiapkan oleh pemerintah
daerah. Tapi Freeport tidak tertarik itu, malah ada pilihan Papua, Papua dan tuntutan
Papua begitu harus di bangun di Papua karena ini adalah hasilnya tanah Papua dan
di Papua tidak ada infrastruktur untuk itu, kan ini sama dengan bohong. Saya
sebagai Anggota DPR yang boleh mengatakan begitu, supaya Freeport ini
mendengar, jangan hanya di kira orang Indonesia ini semua mau manut dengan
Freeport. Sudah terlalu lama karena ini Freeport memperlakukan Bangsa Indonesia
secara tidak adil. Jadi kami dari Komisi VII minta supaya ada keadilan dan
ketegasan dari pemerintah. Kalau memang sudah tidak bisa diperpanjang kenapa
dicari solusi lain, yang penting itu tetap berjalan tambang itu, bisa dikelola oleh
Indonesia sendiri, bisa bekerja sama dengan pihak lain, selesaikan secara baik-baik
karena kontrak ada batasnya juga dan tahun 2021 sebenarnya sudah berakhir kalau
Indonesia tidak memperpanjang, sebenarnya sudah selesai dan Freeport juga tidak
boleh merasa dirugikan karena sudah untung, kontrak karya yang berakhir itu
pernah merugikan kedua belah pihak, itu sudah disepakati sebelumnya.
Nah kalau ingin diperpanjang maka ikuti Undang-undang Indonesia, kita tidak
mengenal lagi rezim kontrak karya. Harus mau menggunakan IUP mungkin IUPK,
IUP khusus dan mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh Indonesia. Undang-
Undang di Indonesia, jadi itu pendapat kami, mungkin kalau mau disimpulkan ya
begitulah kesimpulannya. Sementara kalau Bung Mukhtar Tompo dengan Pak
Chepy itu menurut saya, itu sebetulnya hal lain, bukan saya ingin mengecilkan,
nggak, itu bukan persoalan kecil juga bahwa di forum DPR ada mitra atau pihak lain
yang melakukan contempt of parlemen itu juga bukan persoalan kecil, tapi itu kan,
itu persoalan tersendiri, bukan persoalan Freeport sebetulnya, apalagi orangnya
sudah mengundurkan diri dari Freeport. Kalau saya justru tidak ingin kita terpancing
di situ dan fokus di situ, itu enggak ada manfaatnya untuk bangsa besar ini. Secara
ekonomi dalam investasi Freeport di Indonesia itu tidak ada kaitannya, tapi memang
betul bahwa itu ada pembelajaran kita dalam politik, nggak boleh lagi ada perlakuan
dari pihak yang melakukan pelecehan terhadap parlemen. Harus dihormati karena
parlemen ini institusi yang dijamin oleh konstitusi yang tidak boleh orang
memperlakukan seperti itu dan sebetulnya sanksinya saya sudah pernah
menyarankan kepada Pimpinan, di Undang-Undang MD3 dan di Tata Tertib
sanksinya itu sanksi politis. Maka saya katakan begitu mundur, itu sanksi politis
sudah berjalan itu karena kira-kira sanksi politiknya tertinggi adalah kita tidak akan
bisa lagi rapat dengan orang yang namanya itu tadi, yang melakukan pelecehan
pada parlemen dan minta supaya disikapi orang yang bersangkutan di apa,
semacam di persona non grata, tidak bisa berhubungan dengan parlemen dan
pemerintah tidak boleh berhubungan ya itu artinya sudah selesai dan yang
bersangkutan sudah keluar. Jadi menurut saya, maka saya katakan tadi sudah
selesai urusan itu, walaupun masih ada urusan lain yang karena ada pengaduan
mungkin dianggap tindakan kurang menyenangkan, saya kira itu masalah pribadi
dengan Saudara Mochtar Tompo. Tapi dari sisi DPR sebetulnya contempt of
parlemen itu batasannya adalah sanksi politis yang keputusannya relatif tergantung
dari rapat di komisi yang bersangkutan untuk nanti diajukan pada Pimpinan Dewan.
Jadi itu Ketua dan Bu Peggi, mohon sama-sama kita Bu, jadi kita dukung
pemerintah, kita dukung Irian Jaya, kita dukung Papua, kita selamatkan
pertambangan.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Mohon maaf Pak, jangan sebut Irian Jaya karena Irian Jaya Bapak tahu tidak
artinya Irian Jaya.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Papu Bu, tadi saya sudah ralat jadi Papua.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Sebelum Bapak tahu, sebelum pindah ke Irian Jaya, sebelum Irian ini berubah
menjadi Papua, Bapak harus tahu dulu Irian Jaya. Jadi jangan Bapak, jadi jangan
sampai Bapak tidak tahu itu artinya Irian Jaya akhirnya Bapak menyebut Irian Jaya,
jadi kita sudah berubah menjadi Papua, Gus Dur yang mengembalikan itu dari Irian
Jaya menjadi Papua dan itu artinya besar sekali.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira cukup ya.
Mungkin beberapa tadi yang masih perlu direspon, baik terutama dari PT
Freeport ya, dari Pak Bara tadi agak spesifik kepada putra Papua Pak, perspektif
Papua atas situasi yang terjadi sekarang dan beberapa juga dari teman-teman lain.
Kalau boleh kami persilakan Pak.
Silakan.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Kami mengundang Pak Silas, kami tentu sebenarnya memahami pertanyaan
dari yang terhormat Pak Bara Hasibuan mengenai hal ini kami juga sangat berhati-
hati untuk tidak menimbulkan kesan yang keliru bahwa menjadi masalah Papua, ini
bukan semata-mata demikian. Ini adalah persoalan yang kita hadapi bersama
sebagai suatu yang objektif yang memerlukan pemecahan. Kami di sangat dibantu
dengan apa yang disampaikan oleh yang terhormat Ibu Peggi yang kiranya telah
menyampaikan apa yang kami pun merasakan sebagai orang yang kualifikasinya
mungkin non Papua. Jadi kita tidak ingin ini menjadi masalah yang dilihat dari
perspektif demikian tadi. Apa yang perlu kami sampaikan tentunya nanti ada
beberapa hal untuk melakukan klarifikasi dari pertemuan kita pada hari ini
menjelang kesimpulan sebagaimana tadi yang disampaikan oleh yang terhormat Pak
Totok.
Yang kiranya setelah disampaikan semua pandangan dari yang terhormat
Anggota Komisi VII ini. Tibalah waktunya bagi kami untuk menyampaikan fakta-fakta
saja semata-mata untuk meluruskan, tidak untuk memberi pandangan atau uraian
tentang latar belakang karena ini menjadi masalah direksi atau manajemen, tapi
untuk membantu memperoleh perspektif yang benar. Karena itu kami persilakan
terlebih dahulu Pak Silas ataupun Pak Morin, Pak Leon untuk menyampaikan apa
yang barangkali terkandung di dalam pikiran dan hati selaku orang Papua dalam
konteks bahwa kita pun berhati-hati untuk tidaj menimbulkan salah pengertian
bahwa suara-suara yang disampaikan ini seolah-olah merupakan tekanan atau
penekanan kepada pemerintah yang kita semestinya semata-mata oleh karena ini
menyangkut banyak orang-orang yang berasal dari Papua.
Silakan Pak Silas.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA (SILAS):
Puji Tuhan, saya sangat hormat kepada Bapak-bapak Komisi VII, Tuhan
memberkati dan sangat hormat betul-betul hari ini luar biasa, saya sangat salut. Apa
yang pemikiran, ini memang sudah sangat luar biasa dan bagi yang, Bapak-bapak
yang ada di sini mulai dari manajemen dan semua saya sangat terima kasih banyak
kesempatan ini saya menyampaikan beberapa hal yang penting kepada Bapak-
bapak. Saya ada 2 posisi, jadi yang satu adalah saya senior PP bagian manajemen.
Yang kedua saya adalah tokoh Amome kepala suku bagian dari hak ulayat dari
Freeport.
Jadi dari sisi saya menyampaikan ini adalah yang dampak, itu yang saya mau
mau menyampaikan. Saya mau menyampaikan ini ada beberapa hal yang penting,
saya ingin menyampaikan ada beberapa poin. Yang pertama, saya sangat hormat
undang-undang pemerintah, kebijakan pemerintah memang itu wajib, aturan dan
negara. Saya sangat salut dan saya sangat hormat, itu yang pertama. Kedua ini,
pertama Tuhan ciptakan kita, bangsa dan negara dan rakyat. Kita berada di bawah
naungan Tuhan dan saya sampaikan ini adalah damai di surga, damai di bumi,
damai di hati, damai pemerintah juga, damai Papua, damai Freeport juga. Tidak ada
lagi ada kendala dampak, kita jadi keluarga, kita jadi Indonesia yang terbaik untuk ke
depan.
Kedua bahwa pemerintah kita punya negara, kami punya bangsa, apa yang
dilakukan undang-undang itu wajib. Hanya saya sebagai rakyat hari ini dan
beberapa bulan ini saya sangat betul-betul korban yang saya sudah alami dalam
beberapa bulan ini. Mulai Januari tanggal 12 sampai dengan hari, saya punya
masyarakat Papua pada umumnya dan rakyat hak milik, pilih suku yang ada di sana
memang hari ini memang dampak yang sudah lama. Kami orang Papua itu sudah 4
ribu, yang pendatang itu sudah 28 ribu, total semua itu 32 ribu riil ya. Tapi kalau kami
semua ini sudah resah semua karena kena dampak langsung, jadi tidak ada
pekerjaan sudah mulai kami, sudah mulai menurun karena dampak minerba terjadi
sampai ini. Saya hanya minta dukungan oleh pemerintah bagaimana apa yang
Undang-undang ini, apakah bagi bagi pemerintah untuk atau rakyat kami mungkin
tidak untung karena saya lihat ini rakyat korban, sebagai kami sebagai orang Papua,
supaya hak ulayat. Ini kita sudah kena dampak langsung dan kami sudah mulai
korban. Kami sudah berapa kali sudah sepakat kami bawa ke sini dan sudah surat 2
kali yang kita masukkan itu adalah izin ekspor normal, kontrak karya normal itu, kami
sudah surat, saya sudah buat saya bawa ke Pak Jokowi. Saya tidak ada minta lain
supaya saya punya masalah bangkit kembali, supaya Freeport tetap beroperasi
karena saya selama ini, saya dulu tahun 60-an itu orang tua-tua masih telanjang,
masih bodoh, masih miskin tapi karena ada kehadiran Freeport kami sudah mulai
buka mata, kami sudah mulai bersaingan, kami sudah mulai maju dan ini hal yang
luar biasa. Otonomi kita tidak untung, tapi Freeport kita untung besar bagi Papua.
Maka itu pemerintah mohon bantuan DPR RI Komisi VII dan Menteri Mineba
bantuan supaya Freeport ini keputusan baik-baik. Dalam waktu supaya kontrak ini
tidak harus, dalam waktu ini kita harus jalan. Kalau UPK kami betul-betul, kami tidak
terima betul. Kami mau kontrak langsung dengan yang milik perusahaan dengan
kita supaya kita segitiga. Maka itu pemerintah dukung tetap kita komunikasi supaya
Freeport ini kembali normal. Itu aspirasi kami, karyawan dan Papua ini yang kami
sampaikan, apalagi kalau yang non Papua yang sudah 80% itu kalau tidak ada
pekerjaan itu di sini pemerintah ada siapkan lapangan kerja kah atau bagaimana
karena pemerintah ini adalah wakil Allah. Kalau pemerintah buat salah nanti tuan
juga nanti kena masalah juga dengan pemerintah. Ini akan pemerintah akan dapat
hukum juga karena merugikan korban rakyat. Maka itu keputusan tolong pemerintah
tolong bantu kami supaya Freeport ini kembali normal. Saya tetap berkomunikasi
siapa Presiden kah, menteri kah, saya siap untuk menghadapi untuk kontrak karya
tetap kembali normal dalam waktu ini. Saya tidak bisa tunggu lama, tidak bisa buang
waktu, supaya saya negosiasi dengan pemerintah, supaya kontrak karya segera
jalan. Ini aspirasi seluruh aspirasi dari Papua dan masyarakat karena masyarakat
saya tidak mau korban, saya tidak mau kembali telanjang. Saya tidak mau kembali
bodoh, ini Freeport tetap berjalan. Kami tetap berkontrak karya.
Itu saja saya menyampaikan atas nama rakyat, atas nama manajemen, saya
menyampaikan poin penting dukungan dan tolong kerja sama yang baik dan terima
kasih Tuhan memberkati kita semua.
Sekian dan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak.
Masih ada mau tambah lagi.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA (MORIN):
Terima kasih Pimpinan dari tim komisaris dan Pimpinan Sidang.
Ibu dan Bapak Anggota Dewan yang terhormat.
Saya tidak menambahkan panjang lebar, saya hanya ingin sampaikan bahwa
memang apa yang disampaikan oleh Pak Silas tadi bahwa memang ada dimensi
ekonomi, ada dimensi politik, ada dimensi hukum atau legal dan ada dimensi sosial.
Kadang-kadang dimensi sosial tidak kita perhatikan, sehingga terjadi sesuatu. Nah
inilah yang saya ingin bahwa tentu kita percaya bahwa harus ada suatu ruang untuk
bisa berunding untuk mencapai win-win solution karena seperti yang dipesankan
oleh pimpinan perusahaan juga bahwa kita ini berada di atas kapal yang sama. Jadi
tidak mungkin kapal ini kita akan bocorkan karena kedua belah pihak tidak akan
mendapat untung sama-sama. Jadi kita butuhkan bahwa ada ruang untuk kita
membicarakan suatu win-win solution.
Pak Silas tadi sampaikan, Ibu Pegi juga sampaikan aspirasi dari masyarakat
Timika. Saya ingin gambarkan pada waktu terjadi mogok kerja tahun 2011, itu
sekitar defisit kabupaten, anggaran kabupaten itu sekitar 250 miliar, itu hanya dalam
3 bulan. Kabupaten itu sudah kesulitan, sudah pengap-pengap. Nah oleh karena itu
ada dimensi-dimensi lain yang harus kita perhatikan. Dimensi yang menyangkut
kepentingan daerah secara nyata. Mungkin kawan-kawan dari Komisi VII mungkin
ada yang perlu datang untuk melihat......tentang apa yang kemungkinan-
kemungkinan sosial yang akan terjadi apabila kita tidak bisa menyelesaikan soal ini
dengan baik. Saya percaya bahwa pemerintah, DPR adalah 2 institusi yang bisa
duduk bersama-sama untuk menyelesaikan persoalan ini secara bijaksana. Jadi
Freeport juga tidak berpikir bahwa arbitrasi adalah jalan terakhir, percaya bahwa
masih ada jalan keluar dan kepentingan Papua juga menyangkut perusahaan ini kita
tidak bicara nasionalisme juga menyangkut lapangan kerja, karena lapangan kerja
juga menyangkut orang membayar pajak. Jadi marilah kepentingan-kepentingan ini
kita diskusikan bersama secara baik, sehingga kita mencapai suatu solusi. Pasti ada
solusi, semua persoalan di dunia ini selalu ada solusi. Ada solusi yang cepat dan
ada solusi yang bisa saja tertunda, tetapi saya pikir dengan cara yang bijaksana kita
bisa menyelesaikan persoalan Indonesia. Jadi saya minta untuk kita juga
memperhatikan dimensi sosial, mungkin orang kadang-kadang yang terjadi adalah
12 atau misalnya 12 ribu atau 15 ribu orang di PHK itu angka statistik. Tetapi kalau
kita lihat keluarga berkeluarga itu menyangkut kehidupan manusia, menyangkut
pendidikan anak, menyangkut masa depan, menyangkut kesejahteraan dan
sebagainya.
Jadi ini saya menambahkan apa yang tadi disampaikan oleh Pak Silas
sebagai orang dari masyarakat dari suku itu yang juga melalui perusahaan ini dari
buta huruf dia belajar sampai dia bisa membaca, bisa bekerja, sehingga kariernya
dalam perusahaan laik, sehinga menjadi CP untuk penghubung orang asli Papua.
Terima kasih.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, interupsi setengah menit point of information saja.
Pak Muhaimin dulu teman kita di sini Komisi VII DPR RI, Pak Makarim mitra
kerja di sini Beliau dulu Menteri Lingkungan Hidup. Pak Ketua Fraksi DPR RI, Pak
Jaksa Agung juga mitra waktu membahas kasus-kasus,159 kasus Pertamina waktu
itu.
Itu saja Pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Ramson.
Mungkin cukup ya dari, masih ada Pak.
Silakan.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA (LEON):
Izin tambah sedikit Pak Ketua.
Bapak-Ibu yang terhormat.
Saya kira saya tambah sedikit Pak Silas dan Pak Morin, saya kira kehadiran
Pak Dirjen dan teman-teman ini memang kalau kita dengar presentasinya itu sangat
teknis. Kita lihat itu hukum di atas sana, tapi kalau dengar tadi Bu peggi dan Pak
Morin dan Pak Silas bicara itu aspeknya sudah berbeda. Saya kira Dewan yang
terhormat, kita kalau datang di sini ini kita bicara kedaulatan kita itu kalau lihat tadi
Pak Silas dan Pak Morin tadi itu kita bicara orang Papua itu, waktu kita masuk
bagian dari NKRI ini, itu kita rasa sudah terjadi perkawinan itu. Jadi kalau kita
merasa bodoh, merasa tidak diperhatikan sama pemerintah itu rasanya kok kita
sudah nikah lama dari ‘67 jadi bagian dari NKRI itu kita mau maju, kita juga maju,
kita nggak bodoh gitu. Bagaimana kita bisa maju tadi di bilang sama Pak Silas ini
ada kehadiran sebuah perusahaan asing di sini itu. Jadi merasa bahwa ini
kedaulatan NKRI bahwa perusahan asing itu hadir di tengah-tengah kami di Papua
sana, bisa memajukan kami di sana, ada yang bisa sekolah, ada yang bangga bisa
kerja di perusahaan kelas dunia seperti itu. Tiba-tiba di tengah perjalanannya terjadi
kisruh begini. Tadi di bilang sama Ibu Peggi di sana sudah mulai terjadi namanya
..........sebenarnya cuti dibebastugaskan, sudah seribuan per hari ini. Itu mereka kita
kita bebastugaskan tapi masih dibayar gajinya dan belum tau mereka itu tergantung
nanti kita negosiasi. Saya kira tadi kita sudah duduk, tadi Pak Kiki sudah bicara
sama Pak Satya ada jalan terbaik, mungkin bisa minta teman-teman dari Komisi VII
bisa jadi mediator, ada pemerintah.
Saya kira ini jalan yang mungkin kita bisa ambil, kita bisa duduk bicara
bersama-sama cari jalan terbaik. Saya kira Papua itu masih bagian kedaulatan dari
NKRI. Kita bantu buat orang Papua bangga bahwa kita ini bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia, kita tidak dibiarkan karena segelintir orang di Jakarta
saja mikir perutnya, tidak memikirkan kami di sana. Saya kira hal itu, saya kira
Komisi VII, saya kira Pak Kiki sudah bicara sama Pak Satya beberapa komisaris Pak
Andi. Saya kira mari ambil bagian bantu kami, kita selesaikan masalah masalah ini
sebagaimana kita harus selesaikan.
Saya kira itu dari saya, terima kasih.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, saya mau tambahkan sedikit Pak.
KETUA RAPAT:
Silakan Bu.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Jadi saya mau sedikit penambahan bahwa tidak ada perusahaan tambang di
Indonesia ini yang memperkerjakan orang buta huruf. Di Papua tua itu, di Freeport
itu karyawan Papua yang pintar, yang S1 sampai sampai s berapa itu, ada sampai
buta huruf yang tadi mana Pak Silas sudah bilang. Yang buta huruf pun orang
Papua itu Freeport terima dan dia kasih pintar mereka di dalam. Saya mau tanya
dulu sama Pak Dirjen Minerba, di Pertamina itu ada berapa orang, orang Papua
yang duduk di jajaran direktur atau apa saja, saya tidak tahu di sana susunan
direktur dan lain sebagainya. Saya mau tanya, ada berapa orang Papua yang ada di
sana, di Pertamina itu.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Bukan domain kami.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Berapa, saya mendapat laporan itu cuma ada 50 orang Papua yang ada di
Pertamina, itupun juga bukan di atas, mereka punya posisi-posisinya itu bukan di
atas tapi di bawah. Itu perusahaan plat merah Republik Indonesia, cuma Freeport
yang menempatkan orang-orang Papua pada posisi-posisi seperti Pak Leon.
Freeport menghargai orang Papua, dia memberikan posisi-posisi, tetapi Pertamina
saya tidak pernah lihat kalau kalau mereka datang mendudukkan orang Papua
duduk di depan.
Itu saja masukannya Pak.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Pimpinan, kalau boleh kami lanjutkan, barangkali kita menjelang
menyelesaikan pertemuan kita ini, tapi saya kira perlu barangkali diberikan
kesempatan bagi kita semua untuk memperoleh manfaat yang sepenuhnya dari
pertemuan kita pada malam hari ini, terutama perihal pokok soal yang menjadi
pembicaraan mengapa Dewan Komisaris terutama dihadirkan pada malam hari ini
yaitu yang bertalian dengan hal atau kejadian yang disampaikan tadi dan yang
kemudian telah diproses lebih jauh oleh Komisi VII sendiri dalam rangka
mendudukan perkara dari sudut pandang dan dari sudut kelembagaan.
Kami tentu menyambut baik bahwa diantara pembicaraan atau di dalam
pembicaraan yang berlangsung ini ada tanda-tanda bahwa sekiranya kita melakukan
flashback pada peristiwa ini, barangkali dapat ditemukan harapan-harapan yang di
luar dugaan berupa langkah-langkah menuju kepada penyelesaian yang lebih
komprehensif dan yang lebih segera barangkali untuk mengatasinya agar supaya
kita semua bisa lalu terkonsentrasi kepada masalah-masalah yang lain, yang tidak
kurang pentingnya. Kami dengan penuh seksama tadi mendengar pendapat dari
pandangan dari yang terhormat Pak Mukhtar Tompo dan kami berterima kasih atas
sisi penguraian yang tentu kami tidak peroleh pada masa beberapa waktu yang ini.
Dan karena itu, ini menjadi catatan yang penting bagi kami untuk memperoleh
perspektif lebih jauh untuk barangkali pada masa yang akan datang menunjukkan
bagaimana Tupoksi sebagaimana tadi yang disampaikan oleh atau yang dimajukan
oleh yang terhormat Pak Daryatmo, bahwa masalah kiranya kalau dimungkinkan
dipahami bahwa dari pihak Freeport tentu sekarang dengan posisi Pak Chepy telah
mundur sebagai Direktur Utama dan dilakukannya langkah-langkah Beliau secara
tersendiri. Freeport tentu tidak bisa menghalangi itu, yaitu bahwa proses
penyelesaian masalah antara Pak Cepi dengan Pak Muktar Tompo itu dilakukan
terpisah dari perusahaan ini.
Namun tentu di manapun kami bisa membantu untuk menyelesaikan hal ini.
hingga pada suasana yang barangkali bersifat rekonsiliasi. Tentu kami sambut dan
pada malam hari ini kami tidak ragu-ragu menyampaikan penyesalan atau rasa
penyesalan bahwa peristiwa itu terjadi dan karena itu anggaplah ini juga sebagai
suatu penegasan dari posisi Freeport dengan harapan bahwa pertemuan pada
malam hari ini kita dapat menuju kepada suatu pengertian yang baik untuk
menyelesaikan masalah ini secara baik pula. Karena itu kami appeal kepada Dewan
kepada komisi ini barangkali ini satu jalan yang baik, jikalau memang dimungkinkan
untuk dibaahas ataupun ditinjau lagi bagaimana sebaiknya masalah ini secepatnya
bisa diatasi dan diselesaikan secara ....... kabel secara kekeluargaan, maupun
secara lebih apa namanya berkekeluargaan.
Selanjutnya Pimpinan, beberapa kualifikasi yang perlu untuk kami sampaikan
di sini yaitu bahwa bahwa pertanyaan dari Anggota yang terhormat Pak Adian kalau
tidak salah ya itu mengenai penjelasan dari Pak Richard Atkison tentang mengapa
disampaikan susunan pemegang saham. Semata-mata oleh karena itu timbul
sebagai pertanyaan dari wartawan. Jadi tidak ada sesuatu maksud untuk serta-
merta Pak Richard Atkison itu menyampaikan bahwa saham yang di miliki itu juga
dimiliki oleh pihak yang mempunyai hubungan atau kedudukan tertentu di Amerika.
Tetapi menyampaikannya sebagai jawaban terhadap pertanyaan wartawan, dengan
pernyataan ini saya kira, sudah bisa diklarifikasi bahwa tidak ada sedikit pun niat
untuk mengancam dalam tanda kutip, apa pun yang disampaikan oleh Pak Richard
Atkison itu adalah dalam rangka memberi jawaban terhadap pertanyaan wartawan
yang bersangkutan itu.
Kemudian barangkali sebelum barangkali dilanjutkan lebih jauh maka perlu
klarifikasi beberapa hal sebagai berikut: yang kami sampaikan ini adalah semata-
mata fakta bukan penjelasan, klarifikasi juga barangkali terhadap apa yang
disampaikan oleh Pak Dirjen tadi, yang bertalian dengan UPK. Pihak Freeport pada
tanggal 26 Januari menyampaikan permohonan untuk melakukan pengalihan format
organisasi kontrak karya menjadi UPK itu 26 Januari dengan beberapa
pertimbangan bahwa pengalihan kepada UPK itu disertai juga apa yang oleh
perusahaan di sebut sebagai perjanjian stabilitas untuk memberi kepastian hukum
dan kepastian fiskal. Selanjutnya dengan diterimanya diterbitkannya UPK oleh pihak
pemerintah yang memungkinkan Freeport lalu melakukan ekspor. Freeport telah
mengirim surat kepada pihak pemerintah itu tanggal 16 Februari, jadi setelah UPK
disampaikan kepada Freeport yang menjelaskan bahwa Freeport tidak bisa
menerima UPK itu jikalau tidak ada perjanjian stabilitas yang memerlukan, yang
memberikan kepastian hukum dan fiskal kepada Freeport. Karena itulah barangkali
ini juga menjawab pertanyaan yang yang terhormat Pak Totok bahwa kami tidak
meminta UPK diterbitkan semata-mata untuk memperoleh izin ekspor itu sebab
kalau hanya itu tidak akan diterbitkan surat dari Freeport untuk menolak UPK itu.
Ini yang kami sampaikan ini adalah fakta-fakta untuk menjelaskan mengapa
Freeport sampai hari ini belum bisa menerima UPK iyalah oleh karena belum ada
perjanjian stabilitas. Akan halnya mengapa kita Freeport itu memerlukan perjanjian
stabilitas itu, itu adalah perdebatan yang lain, yang bersangkutan dengan kebijakan
dari management. Nanti kalau ada hal-hal yang perlu disampaikan dalam hal ini
kami akan meminta kepada Saudara Clementino Lamuri untuk menjelaskan apa
yang perlu dijelaskan kepada Komisi VII pada malam hari ini.
Namun barangkali ini untuk sementara sebagai pelurusan duduk perkara
mengapa sampai hari ini Freeport belum menerima UPK sebagaimana yang
diterbitkan oleh pemerintah oleh karena ada hal-hal yang bersifat fundamental yang
masih memerlukan kepastian hukum dan kepada fiskal jikalau Freeport akan
menerima UPK sebagaimana yang diterbitkan oleh pemerintah. Jadi kami Freeport
sepenuhnya bersedia untuk beralih menjadi UPK dengan pertimbangan kepastian-
kepastian yang kami sebut tadi itu. Nah ini sebetulnya membuka jalan bagi kami
untuk bersama-sama dengan pemerintah, harapan yang juga disampaikan oleh
Komisi VII untuk mencari jalan keluar dalam waktu yang dekat, dalam waktu yang
sedekat-dekatnya ini oleh karena posisi Freeport di sini adalah mematuhi undang-
undang dan ketentuan yang berlaku dengan secara resmi mengajukan kesediaan
untuk menjadi, untuk beralih menjadi UPK dengan pertimbangan-pertimbangan
yang barangkali inilah yang akan menjadi masalah yang perlu didiskusikan bersama
dengan pihak pemerintah. Karena itu kami sambut tadi apa yang disampaikan yang
terhormat Pak Totok bahwa salah satu kesimpulan dari pertemuan kita ini kiranya
adalah menganjurkan agar supaya pemerintah dengan Freeport dapat mencari jalan
memperoleh tata cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya.
Saya persilakan Saudara Clementino kalau ada hal-hal yang memerlukan
klarifikasi lebih jauh, tadi yang saya sampaikan adalah fakta-fakta. Yang diketahui
oleh Dewan Komisaris dan pengertian Dewan Komisaris mengapa situasi adalah
sebagaimana adanya. pada saat ini.
Terima kasih Pak Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, masih ada.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Mungkin sedikit saja Pak, jadi memang ya kami dengan pemerintah
senantiasa memang berusaha mencari jalan keluar. Dalam hal ini memang di satu
sisi perusahaan terutama induk perusahaan kami tetap berkeinginan memegang
kontrak, di satu sisi juga ada undang-undang. Jadi memang perusahan senantiasa
mencoba untuk tanggap, responsif terhadap undang-undang yang ada. 2014 kita
merespon Undang-Undang Minerba dengan membuat banyak sekali perubahan
melepaskan area-area prospektif, meningkatkan royalti dengan yang lain-lain.
Memang dengan adanya PP 1 ini adalah sesuatu yang kami menganggap sebagai
perubahan. Maka ketika kemudian untuk kemudian bisa ekspor kami harus berubah
menjadi UPK, dalam tanggapan kami, kami sampaikan secara responsif. Kami
bersedia menjadi UPK saat disepakatinya suatu perjanjian stabilitas yang memberi
perjanjian stabilitas investasi yang memberikan jaminan kepastian hukum dan fiskal
terkait dengan investasi jangka panjang kami. Sampai dengan kesepakatan atau
perjanjian investasi ini disepakati, kami menginginkan agar kontrak karya kami tetap
berlaku. Jadi kontrak karya kami dengan pemerintah, jadi secara sederhana
sebetulnya pada saat kami mengajukan permohonan UPK, tadi ada beberapa
pertanyaan itu adalah bentuk responsif perusahaan dan pada saat yang bersamaan
juga perusahaan menginginkan agar sampai dengan disepakatinya suatu
kesepakatan stabilitas tersebut kontrak tetap berlaku.
Memang di sini menjadi sebagaimana dikatakan oleh Komisaris kami Pak Kiki
menjadi satu hal yang akan, sedang dicarikan jalan keluarnya bapak. Jadi memang
ini sekedar memberitahukan dan kami sangat menginginkan adanya yang disebut
Dewan Komisaris kami sebagai satu tata cara dan bagaimana sehingga bisa
membicarakan ini karena memang yang menjadi di satu soal kita memang perlu
tanggap, responsif terhadap undang-undang, tapi di satu sisi juga kita berbicara
mengenai investasi yang sedang berjalan. Sedikit gambaran kami investasi
underground ini sudah hampir 7 miliar sampai dengan tahun ini di mana return of
investment terjadi di periode perpanjangan dan stabilitas investasi dalam bentuk
kontrak saat ini atau yang kita berpikir di depan dalam bentuk UPK dengan disertai
investment stability itu yang yang dilihat oleh induk perusahaan kami sebagai
sesuatu yang bisa mungkin menjadi jalan tengah. Tetapi memang di satu sisi kita
juga tahu ada PP, ada Permen yang kemudian membatasi, jadi memang posisinya
memang masih belum seragam, tetapi di satu sisi kami terus mencari jalan yang
terbaik Pak. Jadi memang pada posisi yang ketika kemudian kami memohon, tapi
memang tidak UPK titik murni, tetapi kami menginginkan sampai dengan itu
disepakati itu diperoleh KK tetap berlaku sampai dengan adanya perjanjian stabilitas
tadi.
Mungkin sedikit tambahan dari kami dan kami sangat terima kasih Pak
dengan bantuan semua pihak Dewan ini sudah menggambarkan, tetapi proses
komunikasi sampai saat ini terlepas dari apapun yang terjadi polemik kami tetap,
saya, tim kami tetap berbicara dengan Pak Dirjen, dengan kementerian untuk
mencarikan solusi yang terbaik buat semua pemangku kepentingan yang beritikad
baik dalam proses ini Pak.
Terima kasih Pak Komisaris, terima kasih.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, interupsi.
Saya pikir Pak Dirjen perlu juga menjawab mengenai semua apa yang
dijelaskan oleh Bapak Dewan Komisaris di rapat ini, biarpun kita sampai malam, kita
tuntas ini kepentingan bangsa ini. Apalagi Bu Peggi sudah betul-betul berjuangkan,
harus kita hargai juga.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, pasti.
Kalau masih ada Pak Zuki masih ada Pak, cukup Pak ya.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA (CLEMENTINUS):
Kami ingin appeal begini Pak Ketua, kami sungguh-sungguh sadar bahwa
perdebatan yang berlangsung ini di batas luarnya adalah kedaulatan Republik
Indonesia dan di sisi lain adalah yang disebut thankty of contract. Ini tidak mau kami
ingkari, tetapi juga tidak mau kita dibatasi oleh batas-batas ini. Karena itu marilah
kita mencari jalan yang berada di tengah-tengah ini. Dan kami sepenuhnya yakin
bahwa itu dimungkinkan, kami tidak berkeberatan untuk keluar dari rumah kontrakan
ke rumah izin tinggal, tapi berilah kami kunci pintunya. Kunci pintunya itu adalah
kepastian hukum dan kepastian fiskal.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Saya kira pemerintah ini......ada berapa hal tadi yang ingin mendapat respon
Bapak.
Silakan Pak.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Baik, terima kasih Pak Pimpinan.
Yang pertama saya ingin menyampaikan suatu fakta juga bahwa berdasarkan
Pasal 170 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dinyatakan bahwa ini nanti ada
hubungannya dengan belakang. Kenyataan bahwa perusahaan kontrak karya harus
melakukan pemurnian selama 5, tahun 2014, artinya 2014 harusnya sudah selesai.
Oleh karena itu kita minta tadi melihat bahwa situasinya tidak memungkinkan,
sebetulnya kontrak itu diberikan pilihan kita tidak mengharuskan valet berubah jadi
UPK ataupun NHM menjadi mereka. Kalau kita ingin ekspor bahan mentah atau
yang belum dimurnikan, itu yang pertama. Jadi itu pilihan, pilihan dari perusahaan
karena valet NHM tidak perlu jadi UPK karena dia sudah pemurnian, itu yang
pertama.
Yang kedua, pemerintah memahami apa yang diminta oleh perusahaan oleh
karena itu pemerintah memberikan waktu 6 bulan. Itu maksimal Ibu, Pak kalau bisa
kita pun maunya juga cepat Bu, seminggu kalau bisa selesai. Tapi tadi Pak Totok
betul harus para pihak dan dalam waktu itu secara simultan diberikan izin ekspor.
Jadi kita tidak menutup izin ekspor itu tidak ditutup dan dinnyatakan pula di SK itu
bahwa ketentuan di dalam kontrak karya masih berlaku. Itu kami jelaskan juga
dengan surat kami yang terakhir 2 hari yang lalu, ini loh Pak maksudnya SK UPK itu
maksudnya ini, kami maksudnya ini, kami jelaskan Pak. Jadi ruang itu kita berikan 6
bulan dan kita juga sudah mendalami pemerintah ini membentuk tim Pak, kita sudah
bicara dengan Kementerian Keuangan, dengan kementerian itu untuk menyiapkan
yang diminta itu, tapi Pak kalau UPK itu bentuknya hanya bajunya saja dan
didalamnya kontrak itu yang kemungkinan agak sulit sudah saya sampaikan. Jadi
memang ada ruang itu mesti ada, itu jelas itu karena Kementerian Keuangan sudah
merespon, kementerian nanti dengan Kementerian Dalam Negeri juga merespon
diberikan. Jadi apa yang dimaksud dengan stabilitas investasi itu kita berikan, tapi
harus melalui pembicaraan. Kita juga mau cepat Bu, jadi kalau bisa seminggu bisa
selesai. Kami sudah bekerja, sudah bekerja dengan tim pemerintah itu tinggal kita
menunggu Freeport dan tadi yang Ibu katakan, ekspor kita berikan Bu sambil kita
melakukan ekspor kita berikan, itu bisa ekspor. Bahkan permintaan mereka kita
berikan 1.113.000 untuk 1 tahun, sudah kita berikan.
Ini jadi ini juga fakta ini, artinya fakta ini juga perlu kami sampaikan sebetulnya
pemerintah juga tidak kaku, tadi ibu katakan AlMaidah, nggak kaku kita memberikan
ruang untuk bagaimana ketentuan kontrak tetep dihormati dan itu disebutkan juga
surat ke kita, kalau kita setuju kembali kepada kontrak. Kalau itu tidak setuju pada
UPK, pada saat 6 bulan enggak ketemu, enggak ketemu, apa itu enggak setuju itu
kita kembalikan kontrak, sudah kami jelaskan semua Pak. Jadi itulah fakta kita yang
juga memberikan akomodasi untuk itu semuanya bisa dilakukan secepatnya
penyelesaian terhadap Freeport ini. Jadi kita bukan menutup tadi Ibu, izin ekspor kita
berikan sejak kemarin, sejak tanggal 17 kalau enggak salah, tanggal 17 kemarin
sudah kita keluarkan, jumlahnya adalah 1.113.000 ton, itu izin diberikan.
Demikian Pak Pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih.
Saya kira memang kita pahami ya bahwa memang ada kewenangan, kalau
soal fiskal kan tidak di Kementerian ESDM Pak, soal pajak dan seterusnya itu ada di
Kementerian Keuangan, sehingga memang ada butuh waktu. Cuma memang Bu
Peggi yang punya Dapil ya ingin waktu itu tidak terlalu berlama-lama karena ada
implikasi besar kalau itu berlama-lama begitu Pak. Saya kira itu menjadi harapan
lah.
Pak Mukhtar Tompo masih tambah.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Terima kasih Pimpinan.
Terkait ini karena ini berpolemik, kemudian saya menilai bahwa dua-duanya
melakukan manuver. Saya sangat membutuhkan klarifikasi tertulis dari PT Freeport
terkait persoalan ini, bukan masalah yang saya dengan Pak Cepi ya, masalah ini
Pak karena ini menarik, penkelasan-penjelasan dari Freeport ini baru saya
dengarkan Pak. Mungkin ini juga hikmah kita rapat terbuka begini dan saya juga
meminta kepada Dirjen Minerba untuk diberikan via sekretariat tentunya, surat
tanggal 26 Januari itu, kemudian surat tanggal 16 Februari, kemudian segala surat-
menyurat antara pemerintah, Menteri ESDM lewat Dirjen Minerba ke Freeport dan
Freeport ke pemerintah. Ini untuk kepentingan Rapat Internal kita dalam waktu dekat
Pak Ketua, dan saya ingin mengingatkan bahwa pemerintah juga melakukan satu
kesalahan langsung mengambil keputusan yang sangat strategik yang menimbulkan
polemik yang besar ini dengan melanggar undang-undang yang sama, Undang-
Undang Minerba Tahun 2004 di Pasal 5 ayat (1) mengambil kebijakan strategis
dengan alasan nasional untuk kepentingan bangsa tetapi tidak melibatkan DPR.
Bisa dibaca Pak Undang-Undang Minerba Tahun 2009 Nomor 4 Pasal 5 ayat (1),
pemerintah bisa mengambil kebijakan strategis untuk kepentingan nasional setelah
berkonsultasi dengan DPR.
Jadi kita kalau tidak ada polemik seperti kita juga tidak ngerti. Saya kira itu
Pak Ketua dan menjadi kesimpulan rapat kita.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira cukup lah ya cukup ya, cukup, kita sudah di ujung untuk saya
kira kesimpulan kita terhadap 2 hal saja. Kami tampilkan draftnya untuk kita baca.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak interupsi.
KETUA RAPAT:
Iya.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Saya dukung pernyataan Pak Tompo yang terhormat, kritis Beliau.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya baca ya tolong kita sama-sama cermati draft kesimpulan kita yang
pertama:
1. Komisi VII DPR RI meminta Dewan Komisaris PT Freeport Indonesia
melakukan pembinaan kepada Dewan Direksi agar kejadian dalam Rapat
Dengar Pendapat Umum pada tanggal 9 Februari 2013 yang dilakukan
oleh Presiden Direktur PT Freeport Indonesia terhadap Anggota DPR tidak
terulang kembali.
Melakukan pembinaan saya kira memang itu Tupoksinya Dewan Komisaris,
nanti soal internal kita akan kita bicara secara internal ya karena tindak lanjut kan
saya sudah teken surat tertanggal 14 terkait dengan keputusan kita tanggal 13 itu,
nanti di internal saja kita bicara. Boleh sepakat ini ya, Pak Komisaris kan memang
pembinaan Pak, saya kira Tupoksinya.
Iya Pak Andi.
ANDI MATTALATTA:
Mungkin perlu ditambah sekedar usul saja, memberi pembinaan kepada
Dewan Direksi sesuai dengan fungsinya karena fungsi komisaris juga terbatas,
jangan sampai kita bina hal-hal yang di luar fungsi kita kan nggak benar juga.
KETUA RAPAT:
Iya Pak, ini bahasa mantan Menteri Kumham ini Pak Ramson.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Tadi sih kalau saya mengusulkan Pak Andi juga ada bicara, apalagi tadi Pak
Tompo kan sudah kasih tahu. Kalau di saya sih memang sudah Pemalang
banyakan, tapi kalau saya ingat waktu di Sumatera Utara itu sudah hula-hula Beliau
itu, pamannya istri iya kan, sangat hormat biasanya.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, ini Pak ramson ini Ramson S Pak, dulu Siagian waktu Beliau masih di
Medan sekarang sudah banyak di Pemalang Ramson Sumarsono Pak.
Baik, saya kira itu Pak Andi kita tambah supaya tidak terlalu dibuat
kewenangannya, begitu ya setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
Baik.
2. Komisi VII DPR RI meminta Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan
Dewan Komisaris karena ini yang hadir di sini ya PT Freeport Indonesia
untuk melakukan pembicaraan yang intensif guna mencari solusi yang
terbaik terkait PT Freeport Indonesia.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Ketua, sebelah kiri Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Dar.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Berkaitan dengan kesimpulan yang kedua, saya kira tadi materinya adalah di
rumpun kesimpulan pertama. Kalau saya mengusulkan karena keterangan-
keterangan yang diberikan sungguh berimbang dalam posisi kita untuk mengambil
pandangan-pandangan apapun.
KETUA RAPAT:
Baik, satu saja kalau begitu tapi ini paling tidak Pak Komisaris menangkap
aspirasi teman-teman ingin juga mengambil peran gitu ya, juga pemerintah tentu
mulai Dirjen yang membidangi ini untuk mencari solusi cepat gitu loh. Itu kita drop
saja karena memang kita agendanya nomor 1 begitu Pak Dar ya. Tapi saya kira
bapak-bapak komisaris maupun pemerintah menangkap lah keinginan kami di
Komisi VII, supaya ada solusi yang tidak lama agar dampak dari pada kalau terjadi
stuck itu kemudian tidak terlalu besar begitu.
Saya kira kita drop saja, setuju ya, satu saja tinggal.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, kesimpulan hanya soal itu.
KETUA RAPAT:
Baik, Pak Dar setuju itu.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Setuju di drop, isinya saja disempurnakan jadi apa yang dimaksud solusi
terbaik itu.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Pak Ketua, ini sedikit saja teknis.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Marzuki.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Kami tidak ada masalah dengan poin ini, kecuali barangkali meminta Dirjen
Minerba Kementerian ESDM ini dan PT Freeport bukan dengan Dewan Komisaris,
dengan pihak PT Freeport. Itu sudah tercakup dewan komisaris di situ.
Demikian.
KETUA RAPAT:
Saya kira cukup begini Pak Totok, kalau bagaimana yang terbaik kan ini
masih berunding terus ya. Saya kira pemerintah dan PT Freeport kami tahu masih
terus berunding, sehingga tentu tidak bisa kita buat formula di sini yang terbaik itu
seperti apa itu begitu.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Jadi kita terbaik itu norma, tidak usah harus terbaik dalam bentuk definitif
nggak bisa, tapi terbaik itu kalau tidak diberi norma nanti apa fungsinya DPR RI itu.
Fingsi DPR RI kan memberikan keputusan politik arahan, jadi enggak boleh di luar
itu. Menurut saya yang terbaik itu adalah apabila dalam hubungan kerja itu ada
prinsip keadilan ekonomi, Freeport tidak boleh rugi karena dia investasi minta
jaminan stabilitas fiskal, stabilitas regulasi dan lain-lain silakan, tapi Indonesia harus
juga menikmati keadilan ekonomi. Itu prinsip itu, nggak ketemu itu ya kita persoalkan
di DPR, bagaimana pemerintah negosiasinya nggak bisa begitu, itu tugas
pemerintah. Tapi menurut saya prinsip itu penting dicantumkan di sini, jadi ber
keadilan ekonomi. Sudah itu saja rumus saya nanti lebih jauh biar Dirjen Minerba
yang memikirkan dan menindaklanjuti pemerintah. Tapi prinsip itu penting, kalau
hanya yang terbaik itu, terbaiknya ya seperti itu ternyata enggak memuaskan kita,
tidak ada prinsip keadilan ekonominya sama saja dengan yang kemarin. Tidak jelas
yang di ekspor itu isinya apa, orang Indonesia tidak boleh tahu, orang Papua juga
nggak boleh tahu. Ada emasnya berapa, ada uraniumnya apa nggak, orang
menduga-duga saja. Menurut saya sudah bukan jamannya itu, ini kan jaman
teknologi informasi terbuka, semua bisa dipetakan menurut geologi dan perhitungan
ekonomi.
Jadi itu dilakukan pemerintah secara terbuka harusnya, dinegosiasikan
dengan Freeport, eh Freeport untungmu berapa dengan cara begini. Kalau kamu
bangun smelter ruginya apa. Itu hitung ekonominya, oke, kalau perlu ada
pengecualian atau bagaimana itu tapi ada keadilan ekonomi prinsipnya. Kalau saya
itu saja. Jadi seluruh apapun peraturan perundangan kita buat tujuan utamanya
adalah menyejahterakan masyarakat. Artinya apa? Keadilan ekonomi ketika kita
berhubungan dengan pihak asing, investasi. Investasi tidak boleh merugikan salah
satu pihak, Indonesia tidak bisa dirugikan terus-menerus nggak bisa, kalau dirugikan
ya stop saja. DPR RI secara politiki mengatakan stop, kalau itu merugikan
Indonesia. Saya kira itu sikap yang fair.
KETUA RAPAT:
Boleh juga Pak, saya kira prinsip bisnis itu memang iya saling
menguntungkan dan saling berkeadilan begitu.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Berkeadilan ekonomi itu nanti itu dijabarkan lebih lanjut oleh Freeport
maupun oleh pemerintah.
KETUA RAPAT:
Boleh saya tambahkan saya kira, setuju Pak ya.
Iya Pak Ramson.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Ini sudah selesai Pak Totok, sudah, masih merah soalnya saya lihat.
KETUA RAPAT:
Pak Ramson kalau masih ada yang merah belum bicara dia.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Ini pas kebetulan, ini saya minta waktu 2 menit saja Pak Ketua. Ini kan ada
Pak Komisaris ini bekas Jaksa Agung RI, bekas menteri, bekas menteri, juga Pak
Dirjen Minerba saya pikir ada enggak pengawasan di lapangan, pernah enggak
sample saat melakukan ekspor konsentrat di luar 60% yang diolah di smelter yang di
Gresik, tolong dijawab supaya karena memang ada opini yang agak tanda tanya
soal itu, isinya itu. Dari Dirjen Minerba ada enggak yang ngetes dan juga Dewan
Komisaris tahu nggak itu.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Pak Ramson, boleh langsung Pak.
Pak Ramson, di dalam proses eksport itu secara kuantitas itu diawasi oleh
Bea Cukai di sana ada. Yang secara kualitas itu diawasi atau diuji oleh surveyor.
Surveyor dalam hal ini yang ditunjuk adalah Sucofindo, BUMN yang tugas fungsinya
adalah melakukan analisis contoh maupun analisis daripada sampel-sampel yang di
ke luar.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Laporan itu masuk nggak ke Kementerian ESDM.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Masuk.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Setiap ada ekspor ya.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Karena di situ akan ketahuan royaltinya dibayar berapa, dibayar di muka atau
di belakang gitu, seperti itu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Dan konsentrat yang diekspor itu semua jelas, masuk ke ESDM. Kalau
Dewan Komisaris tahu nggak laporannya juga Pak, sama dengan Dewan Komisaris
Pak Ketua.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
setiap kali pihak manajemen itu memberi uraian tentang kerja sekurang-
kurangnya 2 kali setahun dan ditanggapi oleh Dewan Komisaris secara aktif, hal-hal
yang bertalian dengan apa yang ditanyakan tadi.
KETUA RAPAT:
Cukup ya.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Terima kasih.
Yang penting memang Dirjen itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira tadi boleh ditambahkan.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Sebelah kiri Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, silakan Pak Dar.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Sebetulnya saya ingin berpendapat tetap nomor 1 saja karena ini memang
undangannya seperti ini. Oleh karenanya tadi ada forum di luar materi yang ini kan
masing-masing yang kita undang memberikan penjelasan-penjelasan. Saya kira
penjelasan dari Dewan Komisaris dan jajarannya kita mendengarnya di forum ini.
Tetapi penjelasan dari Dirjen Minerba juga kita mendengarnya. Dengan demikian,
apakah forum ini mempunyai tahapan untuk menyambungkan keduanya. Sementara
pada satu sisi Kementerian ESDM juga menunjukkan fakta-faktanya dan justru juga
di respon oleh Ketua Komisi sejak awal tentang UPK tersebut. Demikian pula pada
pihak Freeport juga menyampaikan fakta-faktanya, sementara fakta-fakta itu sangat
memungkinkan untuk kita telusuri apabila kita perpanjang rapat ini dengan membuat
topik baru yang saya bersedia kalau mau di perpanjang, konsekuensinya ini. tetapi
kalau diperpanjang tentu harus memberikan bagi solusi-solusi yang akan dilakukan
oleh para pihak maupun komunikasi-komunikasi yang kemudian masih dalam
tahapan yang masih cukup panjang.
Pada waktunya tentu Komisi VII akan juga melakukan rapat-rapat khusus,
apakah itu mengundang kementerian ataukah Freeport dalam kesempatan berposisi
untuk menempatkan Komisi VII dalam posisi mitra atau lembaga legislatif itu sendiri.
Saya kira ini yang menurut kami perlu menjadi pertimbangan Ketua, sehingga kami
tadi tidak menyampaikan materi-materi yang berkaitan kondisi-kondisi walaupun
kami mempunyai catatan yang cukup banyak dari berbagai hal, bahkan cara
Freeport itu pun kami punyai fakta-faktanya, tetapi kami urusan kami sendiri. Jadi
sebetulnya saya masih mengusulkan untuk sampai pada poin pertama. Kita semua
sudah mendengar, publik juga sudah mendengar itulah kemudian akan menjadi
perbincangan dan berkesempatan. Justru forum ini saling mendengarkan antara 2
pihak itu adalah difasilitasi oleh Komisi VII, tetapi kita memberikan ruang
sepenuhnya pada proses-proses yang sedang berlangsung.
Saya kira itu Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Pak Tony dulu.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Saya rasa saya sependapat dengan Pak Dar, mungkin di poin 2 itu di drop
saja Pak Ketua, cukup dengan satu memang konsentrasi kita rapat hari ini kan
dengan Dewan Direksi minta kepastian bagaimana sikap Dewan Direksi PT Freeport
terhadap kasus yang peristiwa kemarin. Misalnya saya itu ketua, jadi nomor 2
alangkah baiknya didrop untuk keseimbangan dari pada rapat ini.
Terima kasih Ketua.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Tony.
Pak Ramson.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, begini saya setuju dengan Pak Totok. Ini nomor 2 ini penting, saya
pikir 70% waktu yang digunakan, substansi yang dibicarakan terkait masalah yang
timbul sekarang ini, itu yang lebih strategis. Biarpun masalah yang pertama juga
perlu penjyelesaian, apalagi nanti mungkin kan bertahap ada penyelesaian adat
karena kita orang Indonesia kan biasa dengan adat gitu. Jadi nomor 2 tetap perlu
Pak Ketua, karena apa? dari pihak PT Freeport sudah menjelaskan begitu panjang,
dari kita DPR RI sudah membahas sangat dalam, apalagi Bu Habibah,l Bu Peggi
juga sampai menyerahkan tadi substansi yang disampaikan, jadi itu tetap supaya
pemerintah betul-betul juga serius, juga PT Freeport serius untuk mencari solusi
yang terbaik. Jadi itu saya usulkan tetap menjadi keputusan rapat kita.
Terima kasih Pak Ketua.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Saya kira ada 2 isu aktual dalam 2 minggu terakhir dan itu sudah tercover
dalam 2 poin kesimpulan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Fakta lain memang kan dari Freeport pun kita tahu, kemarin oleh Pak Menteri
mewakili pemerintah terus juga sebetulnya berkomunikasi dengan Freeport untuk
solusi. Jadi saya kira dan waktu kita ini 3 jam setengah kita rapat ini saya kira
banyak menyinggung ya Pak Dar dan kesimpulan ini pun tidak juga apa namanya,
sesungguhnya sih sedang berjalan juga sih sekarang oleh pemerintah dan Freeport.
Saya kira enggak apa-apa lah ada di sini Pak, ada sesuatu yang memang kita
bicarakan panjang lebar tentu ada di kesimpulannya gitu iya kan. Jadi masa cuma itu
kalau nomlor 1 tadi saya kira mungkin di setengah jam awal sudah bisa kita
selesaikan dan pesan finalnya nanti akan kita rapatkan internal dengan Pak Andi
Jamaro poin-poin itu Pak, begitu Pak.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Masih usul Ketua, apabila teman-teman mengharap ini, poin ini masuk
barangkali kami mengusulkan pertimbangan menjadi 3 poin. Nomor 2 adalah dipisah
Bapak, nomor yang 2 ini substansinya atau subjeknya menjadi 2 dan 3. Artinya
Komisi VII DPR RI memperoleh informasi dari Dirjen Minerba tentang tentang proses
yang berhubungan dengan proses Freeport.
Jadi artinya secara substansi dibagi 2, hari ini dalam kesimpulannya kita
memperoleh informasi dari Freeport dan dari Minerba. Tetapi dalam nomor yang
terpisah ya, sebab nomor 2 itu adalah fakta-fakta yang ditunjukkan dan bahkan ada
paper-nya dari sebuah institusi eksekutif yang justru menaungi urusan-urusan segala
macam jenis pengusahaan Minerba, hari ini kita memperoleh itu. Kemudian Pak
kalau itu diinginkan pada nomor 3 kita juga memperoleh informasi dari Komisaris
Freeport yang menyangkut ini. Jadi 2 hal itu, dengan demikian ini adalah kesimpulan
yang menggambarkan suasana dalam kondisi batin tentu pembahasan-pembahasan
menyangkut jalan keluar itu adalah sebuah ruang publik dan ruang komunikasi
apapun. Dan bahkan ruang hukum yang juga tersedia, tetapi kita tidak
menggambarkan apa-apa karena memang topiknya adalah topik nomor 1 itu Pak.
Topiknya topik nomor 1 berkali-kali saya membacanya itu.
Demikian Ketua, jadi kalau diizinkan menjadi poin yang terpisah.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Jadi 3 ya, memang Pak Dar ini makin malam makin mantap saya lihat, pas
sekali Pak Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Cuma begini, apakah kesimpulan dari informasi itu jadi sebuah kesimpulan
gitu lho Pak atau mungkin bahwa dari informasi itu, jadi satu rangkaian ke nomor
tiganya.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Solusinya Ketua, Pak Dar diakomodir menjadi nomer 2, komisi menerima
informasi sampai selesai, yang 3 tetap. Jadi dari informasi itu diskusi kita
kesimpulannya nomor 3 itu. Jadi 2-nya masuk ya memang begitu kan ini kesimpulan
rapat, notulen rapat yang disimpulkan ya, kira-kira yang 3 itu saja yang penting
pembicaraan kita dan saya kira nggak ada keberatan kalau berkeadilan ekonomi kan
semua dijamin ini.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira nggak apa-apa.
Baik, silakan.
F-NASDEM (dr. ARI YUSNITA):
Pak Ketua, saya mau kasih usulan yang nomor 3 itu Komisi VII DPR RI
meminta Dirjen Minerba Kementerian kenapa tidak diberikan waktu selama 6 bulan
itu Pak Ketua, karena kan Pak Dirjen tadi kan bilang untuk memberikan waktu
selama 6 bulan, aturan itu jangan lebih dari 6 seharusnya ada keputusannya dari
Komisi VII untuk memberikan waktu supaya tepat 6 bulan.
KETUA RAPAT:
Di dalam soal waktu sebetulnya PT Freeport inginnya malah lebih cepat 120
hari gitu ya, sehingga kalau yang punya Dapil kita semua sebetulnya ingin bahkan
lebih cepat. Kalau itu sih sudah mengikat tanpa harus kita cantumkan saya kira Bu
dokter Ari.
DEM (dr. ARI YUSNITA):
Harus tetap konsisten, jadi kalau misalnya bisa lebih cepat ya bagus. Kalau
misalnya jangan lebih dari 6 bulan, kalau misalnya seminggu lebih cepat ya lebih
bagus berarti.
KETUA RAPAT:
Sudah terikat memang dengan surat.
Boleh ya saya kira 3, saya nggak tahu ini Pak Dar ini seneng dengan 3 gitu.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Setuju Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Boleh Pak ya, saya kira sepakat ini saya kira substansinya kan sama.
Oke, setuju ya saya baca:
Dua, Komisi VII DPR RI memperoleh informasi dari Dirjen Minerba Kementerian
ESDM RI terkait kebijakan peningkatan nilai tambah mineral dan PT Freeport.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Satu poin jadi ESDM saja Ketua, kalau disambung kan menyangkut soal
kebijakan atau langkah-langkah yang menyangkut PT Freeport Indonesia.
KETUA RAPAT:
Iya dan dari PT Freeport Indonesia, sudah sampai di situ saja titik ya.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Cermati sedikit, Komisi VII DPR RI memperoleh informasi dari Dirjen Minerba
Kementerian ESDM terkait kebijakan peningkatan nilai tambah mineral dari PT
Freeport Indonesia, untuk PT Freeport Indonesia, maaf untuk. Karena fakta-fakta
yang dikemukakan bahkan pilihan, opsi juga ada.
KETUA RAPAT:
Cukup lah Pak, pendek begini saja saya kira mencakup setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
3. Komisi VII DPR RI meminta Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan PT
Freeport Indonesia untuk melakukan pembicaraan yang intensif guna
mencapai solusi yang terbaik yang berkeadilan ekonomi terkait PT
Freeport Indonesia.
Saya kira apa namanya berkeadilan ekonomi kata kuncinya dan prinsip
bisnis pasti itu saya kira ya, setuju Pak ya, boleh ya, setuju.
(RAPAT:SETUJU)
Baik, saya kira kita sampai di akhir.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Belum, saya menambah 1 poin ya.
KETUA RAPAT:
Silakan.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Sambil menunggu realisasi dari poin ketiga di atas, Komisi VII meminta PT
Freeport Indonesia untuk tetap melaksanakan produksi dan tidak melakukan PHK
terhadap karyawan.
Saya kira itu entry poinnya Pak, yang ditunggunya oleh masyarakat Papua
dan juga oleh kita semua. Jangan itu juga dijadikan sebagai alat tekan secara politis
gitu, kalau tidak masuk itu maka sia-sia kita rapat Pak, untuk apa. Segenap
masyarakat Indonesia terutama masyarakat Papua menunggu penumpang
keputusan Komisi VII pada malam ini dan semua pasti memonitor Pak gitu. Tetap
saja melakukan produksi dulu, jadi itu juga menjadi alat pekan secara batin kita
semua ya, dua-duanya antara pemerintah dan PT Freeport untuk jangan bermain-
main di area itu dan tetap lah, kecuali kalau pemerintah dengan sepihak merubah
melakukan egonya ataukah atau Freeport juga maunya sendiri ya itukan tidak
ketemu. Inikan ada niat baik ini, mari kita sambut niat baik itu untuk tetap melakukan
dulu itu.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Saya menyambut respon dari Pak Mochtar, saya usul nomor 4 dimasukkan di
nomor 2 kalimatnya tinggal disambungkan saja....konsentrat Pak, konsentratnya
ditambahin Ketua.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Kalau bikin kalimat jangan ada yang dihapus dulu, kalimatnya bikin dulu baru
nomor 4-nya dihapus. Inikan jadi berbeda ini artinya, kalau yang pak Ini kan
usulannya ini informasi aja, bahwa informasi tidak melakukan PHK. Padahal tadi Bu
Peggi melaporkan sudah ada PHK, jadi kita kan minta supaya tidak ada PHK. Jadi
sebetulnya ini urutannya sebenarnya sudah bagus Pak Dar, sebetulnya, hanya
memang angkanya jadi 4, habis 4 ya mau 5, 5 terima kasih sekian. Tetapi kalau itu
urutannya sudah pas Pak, karena saya kira karena 4 itu adalah setelah yang 3 itu
maka 4 itu kita minta tidak ada 4 itu, artinya tidak boleh ada PHK, tidak boleh ada,
bahkan bukan hannya PHK. PHK dan fasilitas lainnya yang disediakan oleh Freeport
kepada masyarakat itu juga nggak boleh dikurangi, gngak boleh dihilangkan, yang
tadinya bantu apa tadi BBM sekian liter setiap bulan, yang listrik hidup sekarang mati
itu nggak boleh. Mestinya bagian dari itu seperti itu, Cuma bahasanya saja
disempurnakan bagaimana.
F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):
Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, silakan.
F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):
Baik, saya kira substansi dari 4 poin ini sudah benar kan kalau digabungkan
antara 2 dan 4 saya kira memang kita akan kesulitan untuk merumuskan kalimat
yang pas. Sehingga mungkin yang nomor 4 itu tinggal dilengkapi saja kalimatnya,
sehingga berbunyi bahwa tetap melakukan produksi dan ekspor konsentrat dan
melakukan pemutusan hubungan kerja. Jadi tetap melakukan produksi, melakukan
ekspor konsentrat dan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan.
Saya kira itu aja.
Baik, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, tadi Pak Marzuki.
Silakan Pak.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Pak Ketua, sebetulnya prinsipnya kan yang tidak boleh dilakukan Freeport
itukan sebetulnya mem-PHK karyawan dan lain-lain itu yang tidak boleh Pak. Kalau
itu dicantumkan semua nanti justru seolah-olah kita ini mengecualikan Freeport,
mengistimewakan Freeport boleh ekspor konsentrat sampai kapan pun tanpa harus
membangun smelter dan lain sebagainya, padahal tidak begitu semangatnya. Jadi
ya kalau mau dicantumkan tetap melakukan produksi itu kan menurut saya enggak
perlu. Mau produksi mau nggak, yang penting enggak boleh PHK, nah karena nggak
boleh PHK harus produksi kan begitu kira-kira. Jadi ya sudah berproduksi tetap
produksi tapi di PHK itu enggak boleh. Kira-kira begitu, tapi kalau tetap melakukan
ekspor konsentrat apa itu menurut saya itu nanti menjadi negatif rapat kita ini, tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat di luar gedungnya. Dan semangat
nomor 3 seakan-akan diabaikan. Berkeadilan ekonomi itu nanti ilang, isu yang
muncul adalah Komisi VII mendukung Freeport ekspor terus konsentrat, tambahin
lagi tanpa membnagun smelter tambah parah nanti. Jadi gitu Pak Ketua, jadi nggak
usah dicantumkan lah yang.
KETUA RAPAT:
Baik, silakan Pak Marzuki.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Pak Ketua, setelah mendengar pandangan-pandangan ini barangkali
memang jikalau dari pihak kami bisa memberikan gambaran tentang kondisi objektif
di lapangan. Maka tidak terlalu mudah untuk poin 4 ini bisa terlaksana. Oleh karena
bukan saja ini yang jadi masalah, nanti akan pertanyakan bagaimana sikap Freeport
mengenai smelter, gimana dan lain-lain itu. Jadi ini sudah lebih banyak ke masalah-
masalah operasional penyelesaian. Sebetulnya poin 3 ini sudah mencakup itu
semua, termasuk pembicaraan antara pemerintah dengan Freeport untuk
menangani masalah-masalah sebagai akibat dari keadaan yang kita alami sekarang.
Jadi poin 2 ini baik untuk kemudian dijelaskan, Komisi VII DPR RI memperoleh
informasi dari Dirjen Minreba Kementerian ESDm terkait kebijakan peningkatan nilai
tambah mineral untuk PT Freeport Indonesia dan keterangan dari PT Freeport
mengenai pengoperasian tambang di Papua itu. Itukan seimbang, jadi penerimaan
informasi dari kedua belah pihak.
Kemudian yang ketiga itu barangkali kalau perlu ditambahkan, Komisi VII
DPR RI meminta Dirjen Minerba dan seterusnya untuk melakukan pemikiran yang
komprehensif dan intensif. Sehingga poin 4 ini tidak perlu karena sudah
komprehensif di dalam pengertian yang mendesak untuk ini diselesaikan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Pimpinan, saya rasa poin 4 tetap mesti masuk karena ini juga menjadi satu
kepastian bagi masyarakat pekerja yang ada di tambang yang selama inikan
berangsur-angsur adanya PHK. Saya rasa perlu ada kebijakan juga dari Pak Dewan
Komisaris Pak Marzuki supaya bisa ada, mereka juga ada ketenangan di sana,
jangan timbul satu gejolak baru lagi dari evaluasi ini. Jadi apa yang dijelaskan tadi ya
memang sebenarnya masyarakat Papua khususnya pekerja tambang di PT Freeport
itu mengharap-harap cemas dengan kondisi ini, mereka mengetahui kok ada
pertemuan dengan Direksi pada saat ini. Saya rasa itu cukup menjadi bagian yang
bisa saling mempercayai gitu Pak, kurang lebih begitu Pak Dewan Komisaris.
Terima kasih Pimpinan, saya rasa bisa dilanjutin Pimpinan.
Terima kasih.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Mengharapkan sebetulnya, meminta ya kan wajar kalau Menteri Perindustrian
mengatakan walaupun ekonomi sulit tidak boleh ada PHK. Ini DPR RI ya
ngomongnya begitu, apapun yang terjadi Freeport nggak boleh ada PHK karena itu
rakyat Indonesia yang di PHK. Itu sikap politik kita, jadi menurut saya ini meminta
kepada Freeport agar tidak ada PHK.
KETUA RAPAT:
Oke, baik.
Saya kira kita kembali tadi ada tambahan dari Komisaris. Untuk poin 2 itu dari
2 sisi informasinya ya, Komisi VII memperoleh informasi dari Dirjen Minerba dan
seterusnya untuk PT Freeport Indonesia dan informasi kondisi operasional gitu tadi
Pak.
Sebentar Pak, satu-satu Pak tambahan tadi. Saya kira informasinya kan dari
2 sisi kan gitu maksudnya.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Jadi sebetulnya kalau kalimat seperti inikan ESDM memberikan penjelasan
atas kondisi itu, padahal sebenarnya kan ESDM menjelaskan kebijakan yang
diberikan. Sehingga tadi kami cenderung membagi yang 2 itu Pak, untuk
memisahkan bahwa pada hari ini kita memperoleh keterangan, penjelasan ke
ESDM, kan begitu Ketua. Lalu pisah, hari ini Freeport juga memperoleh penjelasan
dari Komisaris Freeport kan begitu sebetulnya, yang ingin kita pisahkan. Tentu kita
ingin memposisikan di singgung juga oleh Komisaris tentang kedaulatan nasional
dan sebagainya, kan sebetulnya posisinya ada di Kementerian ESDM yang
memberikan penjelasan kebijakan. Freeport memberikan penjelasan kan butir lain
lagi, memang demikian kan 2 pihak.
Sebentar Ketua, saya ingin selesaikan dulu.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Poin 2, harus menjadi poin 1.
KETUA RAPAT:
Sebentar Pak, biar diselesaikan bagaimana Pak.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Izin saya selesaikan Pak Ketua, Pak Marzuki, Pak nabil, Pak Simon, sahabat-
sahabat kami. Dengan demikian kan ingin memisahkan itu lalu muncul poin
berikutnya yang menyangkut supaya dilakukan kan itu sebuah jalan, prosesnya
memang demikian.
KETUA RAPAT:
Langsung saja Pak, to the point saja. Informasi dari 2 sisi kita terima, kalau
mau pake titik ya kita pisahkan nggak apa-apa juga.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Dibagi 2 nomor kalau saya usul, seperti tadi, 2 dan 3. Nomor 2 dari ESDM
tentang kebijakannya, nomor 3 dari Freeport tentang harapan-harapan maupun apa
saja informasinya.
KETUA RAPAT:
Saya kira kita ke substansi lah jangan soal nomor-nomor gitu loh Pak. Saya
kira dengan titik itukan dengan waktu yang bersamaan gitu loh, jangan terlalu hal-hal
kecil kita persoalkan lah menurut saya. Dari 2 sisi kita terima, pemerintah melalui
dirjen memberikan penjelasan. Kemudian dari PT Freeport juga memberikan
informasi terkait juga operasional PT Freeport di Papua kan begitu Pak kurang lebih.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Jadi kalau boleh Pak Ketua, dengan pendekatan Pak Ketua ini, kalau kita
terima sumber informasi dari 2. Maka poin 2 ini harus menjadi nomor 1, lalu ke
bawah kesimpulan dari hasil penerimaan informasi itu.
KETUA RAPAT:
Ini tata urutan maksudnya.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Itu sistematiknya logik itu, itu urutannya begitu kan. Jadi poin 1 menjadi 2,
poin 2 menjadi 1. Sekarang masalahnya adalah poin 4 ini, tadinya mengharapkan
sekarang meminta. Ini memang problematis kalau tidak di dengar bagaimana situasi
objektif di lapangan karena Freeport ini tidak bisa melakukan produksi karena tidak
bisa melakukan ekspor dengan akibat menerima UPK tanpa jaminan yang
diperlukan. Jadi ini beruntun itunya, kaitannya. Jadi karena kita tidak bisa menerima
UPK karena tidak ada jaminan tadi itu, mesti akan diselesaikan secara intensif itu
maka akan sulit produksi sebagai akibatnya adalah tentu terjadi pengecilan dari
pada kegiatan operasi dan akibatnya adalah pelepasan dari kategori-kategori
pekerjaan di sana. Nah dari pada itu menjadi rumit barangkali untuk mencerminkan
semangat dari pembicaraan kita ini oleh karena sudah menjadi pengetahuan publik
dihadiri oleh .....tadi disepakati untuk terbuka. Maka untuk menenteramkan publik
dan pendapat umum, Komisi VII sudah memprakarsai suatu jalan yang
menghendaki 2 pihak ini mencari solusi cepat. Ini mempunyai efek yang sangat
positif Pak Ketua, pada opini publik, menstabilisasi kondisi dari polemik yang terjadi
karena prakarsa dari pertemuan kita pada malam hari ini, maka mulai malam ini
secara intensif kedua belah pihak kalaupun dikatakan mau dikatakan bahkan
diharapkan atau dinantikan untuk cepat mencapai solusi yang sebaik-baiknya itu.
Inikan maka poin 1, 2 dan 3, ke-4 ini kami mohon dipertimbangkan kembali.
Terima kasih.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, terkait pemerintah.
Jadi karyawan yang dirumahkan itu terkait dengan 4 itu di sini diminta untuk
sambil menunggu realisasi dari poin ketiga, tidak melakukan pemutusan hubungan
kerja terhadap karyawan PT Freeport. Tadi Pak Komisaris sudah menjelaskan
bahwa belum ada izin untuk mengekspor, mereka merumahkan itu karyawan, tidak
bisa lagi melakukan produksi karena gudang-gudang penyimpanan konsentrat itu
sudah penuh. Makanya karyawan itu dirumahkan menuju PHK seperti itu. Jadi poin
4 itu kalau bisa dihilangkan karena memang sampai sekarang belum ada izin
konsentrat untuk di ekspor. Makanya kenapa ada PHK dan dirumahkan karyawan itu
karena itu belum ada izinnya. Jadi kalau sampai ini poin 4 itu tetap dipertahankan itu
sudah menyalahi karena belum ada izin konsentrat itu untuk di ekspor. Jadi tidak
bisa lagi kerja di sana karena gudang-gudang sudah penuh, mau ditampung di mana
itu Pak.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Pimpinan, saya rasa kita perlu penjelasan ulang dari Pak Dirjen. Pak Dirjen ini
sudah waktunya mengeluarkan izin.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Masa mau feed back lagi.
KETUA RAPAT:
Sebentar Pak, biar saya atur dulu rapatnya ya. Tadi pak, saya kira Pak Tony
apa, nggak ada penjelasan ulang, izin sudah ada di kasih Pak.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Supaya Bu Pegginya mungkin jelas karena kalau, kalau saya tidak salah
dengar Pak Dirjen sudah menjelaskan sudah memberikan izin ekspor, apakah benar
Pak Dirjen sudah mengeluarkan izin ekspor ke PT Freeport.
KETUA RAPAT:
Sudah Pak.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Kalau sudah, berarti kan produksi itu harus jalan. Nah PHK itu nggak perlu
terjadi, kurang lebih begitu.
KETUA RAPAT:
Saya tawarkan begini, sudah jelas kita inikan wakil rakyat ini Pak, kita nggak
mau ada ketidaknyamanan di sana. Oleh karena itu situasi ini tidak lalu kemudian
ada hal-hal kontra produktif di sana bahwa soal teknis nanti itukan teknis. Yang
penting bahwa tiap PT Freeport kita minta juga untuk menunjukkan itikad baiknya.
Sementara perundingan berjalan tidak ada PHK gitu loh, bahwa teknis sana ada
dirumahkan itukan soal lain.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi sedikit.
Terkait poin 3 saya pikir kan nanti yang membuat keputusan ini pemerintah
c.q Menteri ESDM, tetapi kita tidak bisa di sini karena membuat.......meminta Menteri
ESDM karena kita rapat di sini Rapat Dengar Pendapat. Jadi ada satu poin Komisi
VII DPR RI meminta Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ri untuk melaporkan
secara resmi ke Menteri ESDM agar mengenai poin ketiga itu. Jadi artinya supaya
publik juga tahu dan menteri juga terikat dengan keputusan ini, kalau hanya Pak
Dirjen nggak bisa untuk mencari solusi yang terbaik. Jadi perlu ada satu poin, iya,
resmi gitu, hasil rapat ini.
KETUA RAPAT:
Teknis itu lah Pak.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Diminta itu menteri dalam kurung melalui dirjen karena kita rapat dengan
dirjen, itu saja, sudah kalimatnya jadi enak. Kalau maunya itu kalimatnya, Komisi VII
DPR RI meminta Kementerian ESDM RI melalui dirjen karena kita rapat dengan
dirjen dan PT, dalam kurung melalui dirjen ESDM, sudah selesai
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Nah itu, pas itu kita kadang-kadang cocok Pak Totok.
F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):
Pak Ketua, karena substansi forum kita berdasarkan undangan resmi itu
menyangkut poin 2. Saya kira tetap saja kembalikan dia ke posisi di nomor 1 karena
kesimpulan di nomor 2 ini tidak bisa mengacu pada nomor 1 itu, terpisah,
substansinya beda. Iya kembali saja ke nomor 1 itu.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Ini urut-mengurut biar lah gitu juga nggak apa-apa.
KETUA RAPAT:
Oke, baik saya ingin ulang, ini sudah kita ketok nggak bisa ini, kita di nomor 4
soal urutan sih nggak apa-apa lah saya kira sama saja. Kita ke kesimpulan tadi Pak
Totok udah belum ya, Pak Dar maksud saya, tadi memisahkan ada 2 informasi yang
kita dapat dari Dirjen, satu lagi dari PT Freeport gitu loh, sudah masuk Pak ya.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Sebetulnya inginnya dipisah Ketua, asal maknanya beda karena kita
memperoleh penjelasan itu kan proses-proses yang berkaitan dengan pelaksanaan
Undang-undang, apakah 103, apakah 170 dan sebagainya. Keterangan-keterangan
dari Dirjen kan memang menggambarkan sebuah proses yang sangat bertumpu
pada konstitusi, 2 nomor Ketua.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Ketua, sebetulnya yang kami sampaikan adalah hal-hal yang bertalian
dengan masalah direktur utama kan. Jadi poin 2 ini sebetulnya tidak pokok yang
kami sampaikan tadi ini hanya menanggapi apa yang menjadi kepedulian atau
concern dari pada Komisi VII ini.
Jadi kalau boleh kami usulkan isilah informasi kondisi operasional ini
dihilangkan, tapi menjadi informasi dari PT Freeport perihal direktur utama. Itu
nomor 1 jadinya, dari situ kemudian berkembanglah pembicaraan yang bertalian
dengan bagaimana menyikapi masalah kejadian itu, itu poin 2.
Poin 3 ini adalah mencerminkan semangat dari komisi ini untuk mencari solusi
sebaik-baiknya dan secepat-cepatnya.
KETUA RAPAT:
Poin 1 sudah sepakat lah kita bahwa kita sudah mendengar tadi dan apa
namanya kesimpulan kita di minta lah oleh komisaris ke depan tentu saja melakukan
pembinaan, kita berharap tidak terulang gitu ya.
Lalu kan PT Freeport juga tadi merespon beberapa penjelasan-penjelasan
terkait dengan situasi PT Freeport hari ini gitu Pak. Saya kira memang 2 hal, maka
Pak Dar minta ada 2 poinnya yang pertama, satu dari kementerian, satu lagi dari
Freeport gitu. Jadi dibikin satu nomor khusus gitu ya, saya kira nggak apa-apa
dibikin nomor khusus nggak apa-apa, mungkin Pak Dar itu maaf Pak Pancasila jadi
5 barangkali.
Jadi nomor 3-nya Komisi VII memperoleh informasi dari PT Freeport terkait
dengan keberadaan PT Freeport, terkait dengan keberadaan terkini dari PT Freeport
gitu lah.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Kalau demikian boleh kami minta Saudara Lamori menjelaskan singkat saja
Pak, mengenai keadaan di sana.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA (CLEMENTINO):
Mohon izin pak, jadi ini ada keterkaitan dengan poin 5 saya izin langsung
dengan Pak Mukhtar juga. Jadi per tanggal 19 ini fakta, kita hanya menyampaikan
fakta. Per tanggal 19 sampai dengan hari ini kita tidak karena memang ada
perbedaan persepsi mengenai ekspor yang 60%, sehingga kami tidak bisa ekspor
tapi PT Smelting Gresik, smelter domestik kami juga tidak bisa berproduksi. Jadi
kami 100% tidak berproduksi, hari Jumat 2 minggu lalu gudang konsentrat penuh.
Berarti kami tidak bisa melakukan penggilingan di mill, per Jumat minggu lalu
sesungguhnya kami sudah stop produksi total Pak. Jadi fakta yang terjadi di
lapangan adalah karena ketidakpastian ini, kami mencari solusinya terus tetapi yang
terjadi adalah belanja barang domestik kami yang sekitar 2 milyar dolar itu kami
kurangi 50% lebih.
Dengan demikian order-order barang dari vendor-vendor yang 97 jasa dalam
negeri itu kami mulai kurangi. Di tahap berikutnya lagi adalah kami juga mengurangi,
dari induk juga mengurangi investasinya dengan kondisi ini sampai dengan satu
rencana ke satunya. Akibatnya memang seperti yang disampaikan oleh Ibu Peggi
tadi, kami mulai, kontraktor kami yang berjumlah 20 ribu orang itu mulai dirumahkan
karena kondisinya memang tidak ada produksi .......
Jadi saya tidak ingin, saya hanya ingin menyampaikan fakta Pak, dengan
maksud supaya tidak ingin nanti, kita pasti akan bertemu di berikutnya oh ini tidak
disampaikan, kita sudah berjanji seperti ini. tapi kami harus menyampaikan fakta
Pak, dalam sistem hukum kita juga Pak PHK tidak bisa langsung, pasti ada
prosesnya kita tahu. Tapi saya ingin menyatakan bahwa kami berusaha
memulangkan 25 ekspat karena kita mulai dengan ekspat. Kami mulai cost reduction
terhadap jajaran manajemen, dengan mengurangi. Jadi memang banyak sekali
prakarsa-prakarsa yang kami lakukan untuk situasi yang sulit yang sedang sama-
sama kami geluti. Jadi kami ingin fakta seperti itu kami sampaikan, jadi memang
poin kelima ini akan kita tidak ingin seakan-akan nanti jika kemudian nanti kita
bertemu Pak Pimpinan, Pak Anggota Dewan kami bagaimana mestinya, tapi kita
mencegah itu semua terjadi tapi dalam kenyataannya di lapangan memang
semuanya berjalan karena memang sampai dengan hari ini memang tidak ada
produksi lagi, sekedar gambaran Pak kondisi lapangan.
Terima kasih Pak.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Pimpinan, saya rapat kita ini sudah lama dan saya menemukan ada niat baik
dari pemerintah dan juga dari Freeport. Saya mencoba memahami ini, makanya
tidak sering kita membuat kesimpulan pak dengan bahasa ini, sekedar meminta
malah biasanya mendesak gitu. jadi jangan ini Pak, saya punya niat baik makanya
saya meminta penjelasan itu secara tertulis karena nanti kita pasti rapat internal dan
kita juga akan lihat sejauhmana keseriusan dari Menteri ESDM, nanti saya mau lihat
pak siapa yang mempermainkan ini masalah gitu. kalau dalam posisi Freeport
dengan niat baiknya ini makanya kita membutuhkan poin 5 ini sebagai bukti
keseriusan kita bahwa kita punya niat baik ini dan ini juga merespon dari Bapak-
bapak semua yang mewakili tanah Papua Pak, mewakili aspirasi masyarakat Papua.
Ini respon saya Pak, saya bukan orang Papua, saya bukan dari sana Pak, bukan,
tapi saya berbicara ini atas nama semangat nasionalisme, apanya yang, coba Pak,
inikan kita batin suara hati Bapak kan sudah dikeluarkan tadi ini. saya hanya
mencoba ini merangkai dengan sebuah kalimat dalam bentuk poin 5 ini. memang
apanya kira-kira ini, kalau tidak masuk ini berarti saya meragukan niat itu Pak.
Saya kira ini tidak akan berlangsung lama Pak, percayalah dengan
menghadirkan Komisi VII di sini dengan kita patuh dengan Undang-undang Minerba
yang Pasal 5 ayat (1) tadi Pak, yang Bapak Dirjen juga ya mungkin keliru di situ,
tidak melibatkan kita sehingga mengambil keputusan sendiri akhirnya dua-duanya
terjebak dengan sebuah masalah baru kita ini. Jadi kalau bukan kita mengambil
sikap seperti ini Pak, kasihan masyarakat Papua juga, malam ini juga akan
menunggu ini kesimpulan kita.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Menanggapi apa yang disampaikan Pak Mukhtar ini, semangat poin 5 ini
adalah untuk menyelesaikan situasi di lapangan kan. Tadi disarankan baik sekali
bahwa dari pihak PT Freeport ini segera memberi laporan kepada Komisi VII.
Dengan demikian maka sambil menunggu realisasi poin 4, Komisi VII DPR RI
meminta PT Freeport Indonesia untuk segera melaporkan kondisi operasional dan
ketenagakerjaan termasuk masalah PHK kepada Komisi VII dan langkah-langkah
untuk mengatasinya. Kalau itu bisa, maka kami bisa menerima baik poin 5 itu.
Jadi kami ulangi menunggu sambil realisasi dari poin ke-3, ke-4 Komisi VII
DPR RI meminta PT Freeport Indonesia untuk segera melaporkan kepada Komisi
VII kondisi operasional dan ketenagakerjaan termasuk PHK dan langkah-langkah
untuk mengatasinya kepada Komisi VII.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Ketua, sebenarnya saya sependapat dengan yang disampaikan Pak Mukhtar
Tompo dengan kalimat-kalimat sebelumnya. Argumen-argumen kalau kita ingat
tentang yang disampaikan oleh Bu Peggi dan Bapak-bapak, Pak Tony dan Pak
Tompo serta argumen-argumen yang disampaikan oleh teman-teman, Saudara-
saudara kami di Papua yang berada di Freeport. Saya izin saya juga sangat
mencitai Papua, saya selaku Ketua DPP Partai dulu Korwilnya adalah Papua, Papua
Barat, Maluku, Maluku Utara, sehingga sangat mencintainya.
Dengan demikian tadi penjelasan tadi juga menggambarkan bahwa bahkan
dari orang yang didahulukan, dimasukkan di dalam pengoperasian untuk mengolah
sumber daya alam, begitu juga di kalangan sana. Maka kalimat-kalimat yang
menggambarkan di poin yang disampaikan tadi yang terakhir Pak Mukhtar Tompo
itu adalah menggambarkan gambaran rapat hari ini sungguh-sungguh
mempertimbangkan dengan sepenuhnya kondisi-kondisi sana, sehingga sangat
menghindari pemutusan hubungan kerja karena kata PHK ini sudah jadi kata publik
di dalam beberapa media. Makanya dengan kalimat itukan sebetulnya memperoleh
gambaran, sementara kalau tadi prosesnya tadi disampaikan lama yaitu lah
memang prosesnya lama, tetapi heading-nya adalah tidak melakukan pemutusan
hubungan kerja, heading-nya kan itu, prosesnya sendiri kan lama seandainya itu
terjadi.
KETUA RAPAT:
Mohon maaf Pak, kita langsung ke.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Kalimatnya adalah yang disampaikan Pak Mukhtar Tompo tadi Ketua.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Kalimatnya yang Tompo itu diganti dan Ketua, kata untuk itu diganti dan.
KETUA RAPAT:
Coba kita ulang ya sambil menunggu realisasi dari poin ke-4.
Komisi VII DPR RI meminta PT Freeport Indonesia untuk segera melaporkan
kondisi operasional dan tenaga kerjaan kepada Komisi VII DPR RI.
F-PAN (H. TOTOK DARYANTO, SE.):
Serta tidak melakukan putusan hubungan kerja.
KETUA RAPAT:
Serta tidak melakukan pemutusan hubungan kerja, oke begitu ya.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Artinya termasuk masalah PHK, karena masalah ini tidak hanya PHK saja ada
masalah-masalah lain. Masalahnya ialah selama Komisi VII belum menerima
laporan yang akurat, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa keadaan itu sudah sampai
kepada PHK. Inikan informasi yang sifatnya lepasan, jadi yang penting adalah
Komisi VII bisa meminta kepada Freeport dan untuk ini juga barangkali tidak hanya
kepada Freeport, kepada pemerintah juga untuk bersama-sama. Ini Pak Nabil
barangkali ada rumusan.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA (NABIL):
Sedikit masukan ya, jadi nomor 5 itu Komisi VII DPR RI meminta sambil
mneunggu realisasi poin 4 itu, meminta pemerintah dan PT Freeport Indonesia untuk
mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja. Jadi dua-dua Pak, diminta untuk
mengusahakan kalau itu masuk akal. Jadi kedua belah pihak.
KETUA RAPAT:
Saya kira kan tidak ada urusannya di pemerintah Pak ya, ini sebetulnya itikad
dari PT freeport sebetulnya yang kita gugat. Kami faham tadi apa yang dijelaskan
sebetulnya pun sekarang belum ada PHK tapi dirumahkan, ada proses menuju ke
sana gitu ya. Saya kira kurang pas kalau, iya Pak. Ada hubungannya pemerintah
untuk saya kira sepenuhnya ada di perusahaan ya.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Baik kami tarik peranan pemerintah, tetapi sesuai yang tadi Pak Ketua.
Barangkali ini bisa sebagai pengganti dari poin yang sebelumnya yaitu sambil
menunggu realisasi poin 4 PT Freeport diwajibkan atau diminta untuk melaporkan
kondisi operasional dan ketenagakerjaan kepada Komisi, termasuk kemungkinan
PHK terhadap karyawan PT Freeport Indonesia dan langkah-langkah untuk
mengatasinya.
KETUA RAPAT:
Saya pikir ini Pak, poin kelima ini dihadirkan dalam rangka untuk menemukan
sebuah solusi yang baik, supaya dua-duanya tidak menjadi alat tekan. Saya juga
pasti akan yakin lah Pak, walaupun kemarin-kemarin saya dipersepsikan sebagai
saya menjadi pionir pintu masuk untuk mengobrak-abrik masuk Freeport itu versi
teman-teman yang lain, media segala macam. Tapi saya pastikan Pak, dengan niat
baik kita ini kalau Freeport juga setelah data saya terima dari Bapak, pada saat rapat
kita nanti Pak, kita nanti dengan Menteri ESDM juga, Dirjen Minerba kalau memang
posisi Freeport juga benar saya bela, yakin Pak. Ini sudah nurani saya.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Kalau boleh saya sedikit modifikasi, guna tidak melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap karyawan PT Freeport Indonesia, bagaimana kalau itu.
KETUA RAPAT:
Oke.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Setuju.
KETUA RAPAT:
Itu bahasa hukum ini.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Sambil menunggu realisasi dari poin ke-4 Komisi VII DPR RI meminta PT
Freeport Indonesia untuk segera melaporkan kondisi operasional dan
ketenagakerjaan kepada Komisi ini guna tidak melakukan pemutusan hubungan
kerja terhadap karyawan PT Freeport Indonesia.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira itu Pak, kita sepakat ya, saya ketok ini, Pak Dar sudah 5 Pak,
setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
Baik, saya kira kita sampai di penghujung, mungkin kata penutup dari Pak
Dirjen.
Saya persilakan singkat Pak.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Terima kasih.
Bapak Pimpinan Komisi VII DPR RI dan Bapak-Ibu sekalian Anggota Komisi VII
DPR RI.
Dari Bapak Komisaris PT Freeport, kami mengucapkan terima kasih atas
rapat yang cukup lumayan alot, tapi demi kebaikan kita semua saya kira ini sesuatu
hal yang luar biasa dan saya kira ini spirit kita untuk menyelesaikan ini sudah
disampaikan oleh Bapak-bapak serta Ibu Peggi tadi dan kami tentunya pemerintah
menginginkan supaya ini juga sudah cepat selesai Pak. Jadi supaya kita semua atau
terutama negara kita ini mendapat mengambil manfaat yang terbaik.
Demikian Pak, saya kira kami siap untuk menindaklanjuti apa yang menjadi
kesimpulan rapat kali ini.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pak Dirjen.
Terima kasih kepada Bapak-Ibu, teman-teman Anggota Komisi VII, terima
kasih kepada Komisaris PT Freeport.
Pak Marzuki mau kata penutup juga, silakan Pak.
KOMISARIS PT FREEPORT INDONESIA:
Kata penutup barangkali Pak Ketua, kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada Komisi VII atas prakarsa mengundang kami selaku Dewan Komisaris
sekedar untuk menyumbang kepada proses mencari solusi sebagai langkah itikad
baik dari PT Freeport, kami mendukung apa yang disampaikan oleh Pak Dirjen, kami
mengharapkan langkah-langkah poin 4 ini bisa segera kita mulai lakukan, kalau
perlu besok dan dengan demikian kami juga ingin menyampaikan penghargaan
kepada khususnya dalam hal ini Ibu Peggi atas penyampaian concern mengenai
keadaan di Papua yang bertalian dengan kemelut yang sedang kita hadapi ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Iya terima kasih sekali lagi Pak Marzuki, Pak Andi, Pak Nabil dan seluruh
jajaran PT Freeport, mudah-mudahan rapat kita hari ini merupakan sejarah baru nih
Komisaris PT Freeport baru hari ini kan sepanjang usia 48 tahun ada di sana, baru
hari ini hadir, 50 tahun hari ini hadir di sini, mudah-mudahan kita bahagian mencatat
sejarah bagi pengembangan Freeport dan manfaat besar buat Indonesia. Bapak-
bapak saya kira bertiga ini terutama komisaris inikan sumbangsihnya buat negara ini
saya kira sudah cukup tetapi hari ini masih dibutuhkan lagi untuk berkontribusi lebih
besar melalui kedudukan Bapak di PT Freeport di komisaris.
Terima kasih sekali lagi, di sana-sini ada yang kurang kami mohon maaf.
Maka dengan mengucapkan alhamdulillahirrabil'alamin rapat ditutup.