Top Banner
Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/I/2018 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018 I. KETERANGAN 1. Hari : Selasa 2. Tanggal : 23 Januari 2018 3. Waktu : 09.55 WIB - 12.39 WIB 4. Tempat : 5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua) 2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua) 3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua) 6. Sekretaris Rapat : 7. Acara : RDPU terkait RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dengan narasumber : 1. Prof. Dr. Bagir Manan 2. Dr. Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A. (APHA) 3. Dr. Ismail Rumadan, S.H., M.H. 4. Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H. (Penasehat Pembina APHA) 5. Dr. Ning Adiasih, S.H., M.H. (Sekretaris APHA) 8. Hadir : Orang 9. Tidak hadir : Orang
32

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

Mar 06, 2019

Download

Documents

buiphuc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/I/2018

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

-----------

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018

I. KETERANGAN

1. Hari : Selasa

2. Tanggal : 23 Januari 2018

3. Waktu : 09.55 WIB - 12.39 WIB

4. Tempat :

5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua)

2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua)

3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua)

6. Sekretaris Rapat :

7. Acara : RDPU terkait RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak

Masyarakat Adat dengan narasumber :

1. Prof. Dr. Bagir Manan

2. Dr. Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A. (APHA)

3. Dr. Ismail Rumadan, S.H., M.H.

4. Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H., M.H. (Penasehat

Pembina APHA)

5. Dr. Ning Adiasih, S.H., M.H. (Sekretaris APHA)

8. Hadir : Orang

9. Tidak hadir : Orang

Page 2: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

2 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

II. JALANNYA RAPAT:

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Prof. kita bisa mulai, Bu, Baik.

Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh

Bismillah Alhamdulillahi.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati Prof. Bagir Manan, kemudian Ibu-Ibu semua Bapak-Bapak dari

Asosiasi Pengajar Hukum Adat ya, yang hadir dalam kesempatan kali ini kemudian Pimpinan

dan Anggota Komite I DPD RI yang kita hormati. Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada

Tuhan Yang Maha Kuasa yang Alhamdulillah atas karunianya kita semua masih diberi

kesehatan dan dapat melaksanakan tugas kita, utamanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum

Komite I pada hari ini Selasa 23 Januari 2018, Ibu dan Bapak sekalian sudah barang pasti kami

atas nama Komite I menyampaikan selamat datang dan terima kasih atas kehadiran Ibu Bapak

sekalian yang berkenan hadir dan semoga acara pagi ini dapat berjalan lancar sampai pada

akhir nanti.

Nah sebelum saya sampaikan pengantar yang sifatnya substantif Ibu dan Bapak

sekalian saya ingin kenalkan yang hadir di kesempatan kali ini pertama sebelah kanan saya ini

pertama Bapak Hudarni Rani, Wakil Ketua Komite I dapilnya dari Bangka Belitung lalu yang

sebelah sana ada Bapak Asri Anas dari Sulawesi Barat ini pemekaran dari Sulawesi Selatan

yang sudah menghasilkan Saudara Asri Anas sebagai Anggota DPD kalau tidak dimekarkan

mungkin dapilnya tidak Sulawesi Barat saya kira. Kemudian Bapak Djasermen Purba beliau

dari Kepulauan Riau pemekaran dari Riau dan secara genekologi pemekaran dari Sumatera

Utara Pak.

Di luar Sumatra Utara harus saya kenalkan dari mana, Purba itu biasanya dari

Sumatera utara ini yang purba dari Kepulauan Riau Pak. Ya sebelah kiri saya ada Rizal Sirait

kalau ini tidak perlu saya kenalin Sirait yang asli masih di Sumatera Utara saya tidak ingin

tolak ukurnya apakah yang masih di dalam itu tidak maju diluar lebih maju saya tidak ngomong

itu Pak karena sama sama itu adalah tembak langsung semua saya kira. Kemudian Pak Khali

beliau dari Gorontalo, pemekaran juga ini Pak dari Sulawesi Utara ya karena aspek-aspek yang

pada waktu itu antara lain faktor apa namanya sosiokultural masyarakat yang kemudian

menjadi provinsi Gorontalo yang lain menyusul Prof.

Ibu dan Bapak sekalian saya ingin sampaikan bahwa rencana pembentukan undang-

undang tentang perlindungan dan pengakuan masyarakat adat itu telah diagendakan di dalam

proglenas 2 kali, prolegnas 2004-2009, dan prolegnas 2009-2014 yang pada waktu itu DPD

Periode 2004-2009 telah menyusun RUU Tentang Perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum

Adat sebagaimana keputusan DPD Nomor 37 tahun 2009 tentang RUU Perlindungan Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat. Jadi judulnya seperti itu Ibu dan Bapak sekalian karena memang

memaknakan menindaklanjuti pasal 18b ayat 2 saya kira tidak sekedar 18b tapi juga berkaitan

dengan judulnya misalnya pemerintahan daerah yang menjadi heading dari pasal tersebut, ayat

tersebut.

Nah kemudian di dalam proglenas 2015- 2019, RUU Perlindungan dan Pengakuan

Hak Masyarakat Adat nah ini telah berubah nama RUU Tentang Perlindungan dan Pengakuan

Hak Masyarakat Adat. Tadi itu adalah perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat

kemudian di proglenas 2015-2019 itu judulnya menjadi RUU Perlindungan dan Pengakuan

RAPAT DIBUKA PUKUL 09.55 WIB

Page 3: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

3 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

Hak Masyarakat Adat yang tercatat pada Nomor urut surat 42 yang dapat disusun oleh DPR

dan DPD serta pada urutan 184 yang urusan DPD kemudian dalam prioritas Proglenas 2018

Tentang Perlindungan Dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat. Jadi apakah slot ini bisa tercapai

saya kira publik tahu dalam hal legislasi, DPR selalu mendapatkan kritik karena pembentuk

undang-undang sebagaimana Undang-Undang Dasar 1945 itu adalah DPR karena itu kalau

kemaren 2017 yang terbentuk itu hanya 5 undang-undang, saya kira itu prestasi yang cukup

merisaukan kalau kemudian dikomparasikan anggaran APBN untuk DPR, 4,8 milyar itu eh 4

triliun itu anggaran DPR kalau menghasilkan 5 undang-undang artinya satu undang undang

hampir 1 trilyun, kalau dimaknakan bahwa 4,8 trilyun output-nya adalah 5 undang-undang ini

merisaukan kok.

Ya mohon maaf suatu kali di sewaktu saya masih di sebelah, dalam 2,5 tahun Komisi

5 itu menghasilkan 5 undang-undang sehingga saya masih sering … (menit 06.20 tidak jelas,

red.) sama Pak Mantan Menteri Perhubungan yang siapa itu Pak Aceh itu Syafei Jamal dalam

2,5 tahun 5 Undang-undang satu komisi saya kadang-kadang merisaukan juga bahwa tidak

sekedar masyarakat sesama yang di Senayan pun kita punya slot yang berbeda memaknakan

apakah itu prioritas atau tidak dengan DPR. Nah karena itu kepada Ibu Bapak sekalian hari ini

Komite I yang mendapatkan tugas legislasi akan melakukan review terhadap RUU Tentang

Perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang telah diusulkan pada DPD periode

sebelumnya.

Jadi ini Prof dan Saudara sekalian, ini adalah draf 2009 sudah barang pasti sudah

banyak sekali lingkungan strategis yang berubah, baik dalam tatanan internasional, nasional,

ataupun regulasi yang lain yang dihasilkan yang langsung atau tidak itu berimplikasi pada

penyesuaian terhadap rancangan undang undang ini. Nah ini yang saya kira dilakukan oleh

Komite I sebagai pertanggungjawaban kepada publik di dalam sama-sama memaknakan

pertama adalah perintah undang-undang kalau kemudian saya liat kalau kita perhatikan

perintah membuat undang-undang itu macam- macam ada bersumber dari Undang-Undang

Dasar ada yang bersumber dari perintah undang-undang lain dan dalam konteks ini kalau kita

melihat berbagai undang-undang yang dilahirkan sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar

1945 nampaknya termasuk pasal 18 ini yang belum tersentuh.

Saya kira saya mencermati betul dinamika di luar keinginan ini menjadi penting

keinginan menjadi prioritas tapi begitu masuk kepada wilayah restricted area nama Senayan

ini bisa tidak menjadi prioritas. Nah karena itu memaknakan perubahan undang-undang dasar

pasal 18b yang berbunyi adalah negara mengakui dan menghomati kesatuan kesatuan

masyarakat hukum adat serta hak traditionalnya, hak-hak traditionalnya sepanjang masih hidup

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam undang-undang. Kami kemarin juga sudah RDPU Prof dan Bapak Ibu

sekalian kemarin kita hadirkan Pak Jawohir Tontowi kita juga hadirkan Pak Juliyus Sembiring

kemudian Pak Arifin Sahru Arifin dari Unnes kemudian kemaren juga kita aman hari ini

Alhamdulillah Prof. Bagir dan Bapak-Bapak yang hadir dari Asosiasi Pengacara Hukum Adat

yang output-nya kita harapkan apa yang kita pikirkan dan apa yang kita rumuskan ini menjadi

undang undang yang secara substansi itu dapat mengakomodasi dan menjawab berbagai hal

yang sebagai amanat dari undang undang. Jadi dari Asosiasi Pengacara Hukum Adat ini datang

Ibu Setjen Ibu Dr. Ning Adiasih S.H., M.H., Kemudian ada pembina Ibu Prof. Dr. Jeane Neltje

Saly, S.H., M.H., Kemudian ada Ketua Litbang ada Dr. Kunthi Tri Dewi Yanti, kemudian ada

Dr. Ismail Rumadan bukan Romadhan ya Rumadan.

Baik Ibu sekalian hadir juga tambahan Bu Dewi dari NTB Nusa Tenggara Barat

darinya Nusa Tenggara Barat kemudian ada Pak Hafidh Asrom dari Yogyakarta, salam.

Kemudian sebelah kanan ada dari Riau lah ini yang asli Riau yang lain itu pemekeran, salam

jadi induknya itu Bu Iin dari Riau sehingga demikian Prof. Bagir dan Ibu Bapak dari Asosiasi

Pengacara Hukum Adat yang saya hormati yang hadir dalam kesempatan hari ini dan

Page 4: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

4 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

selanjutnya monggo Prof. Bagir kemudian nanti Ibu Bapak yang dari apa kalau ingin

menambahkan hal yang reliable dengan undang-undang ini, silakan Prof.

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., M.CL. (NARASUMBER)

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bapak Ketua, Bapak Wakil Ketua, dan Anggota-Anggota Komite I yang terhormat,

saya baru diberi tahu untuk hadir di sini kira-kira pukul 2 kemarin, dalam perjalanan saya dari

Bandung ke Jakarta kebetulan acara hari ini belum ada acara karena itu saya mohon maaf kalau

saya tidak menyentuh substansi yang sudah Bapak-Bapak kerjakan cukup lama. Saya akan

senang sekali kalau nanti saya dikasih bahan nya yang sudah dikerjakan sehingga di lain kali

saya bisa menyampaikan catatan-catatan ya, karena itu hari ini saya akan bicara prinsiple-

prinsiple saja, kebetulan dulu ketika perubahan pasal 18 ini saya termasuk yang ikut serta

mendengarkan Anggota MPR membahas perubahan itu ya 1999-2000-an

Saya akan memusatkan catatan saya yang saya tulis pada hal-hal yang sifatnya

konstitutional belaka gitu ya. catatan saya akan saya bagi menjadi 4 pokok, yaitu pertama dasar

kostitutional dari RUU ini ya kedua pembatasan-pembatasan yang sudah diatur dalam Undang-

Undang Dasar ketiga saya akan membuat catatan pranata-pranata adat yang sudah diatur dalam

sistem Undang-Undang Dasar 1945, kemudian yang ke-4 pertanyaan-pertanyaan mengenai

kemungkinan substansi dari Undang-Undang ini. Tadi Bapak Ketua sudah menyampaikan

bahwa Undang-Undang Dasar sendiri memerintahkan agar substansi ini diatur dengan Undang-

Undang. Kalau perubahan ini tahun 2000, berarti sekarang ini sudah berapa? 17 tahun itu

perintah Undang-Undang Dasar itu belum sempat dilaksanakan tentu berbagai sebab antara

lain sebab kemungkinan kita tidak pernah menggali benar apa yang mestinya kita atur gitu ya.

Tadi sudah disebutkan oleh Bapak Ketua dalam ayat 2 18b itu bahwa negara mengakui dan

menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak hak traditionalnya. Dulu

ketika pasal 18 itu tunggal sebelum perubahan itu hanya diatur mengenai prinsip-prinsip

pemerintahan daerah saja itu seperti dikatakan dengan memandang dan mengingati dasar

permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak hak asal usul dalam sistem

pemerintahan hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa jadi ini merupakan

dasar sebetulnya bagi pemerintahan asli.

Saya ingin memberi catatan mengenai pasal 18 selama itu agar kita sekedar mengingat

saja, mengingat-ingat apa yang pernah ditulis oleh para founding father itu khusunya

penjelasan yang ditulis oleh Prof Supomo almarhum, ada hal yang yang ini di dalam penjelasan

itu dan dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu pasal 18 menggunakan celah istilah daerah-

daerah yang bersifat istimewa sehingga kita kemudian dalam Undang-Undang Dasar yang baru

menggunakan 2 istilah yaitu khusus dan istimewa sehingga kita membedakan antara khusus

dan istimewa itu. Sebetulnya baik dari bahasa Belandanya maupun dari bahasa inggrisnya pada

waktu itu barang kali Prof. Supomo sengaja tidak menggunakan celah khusus tapi istimewa

meskipun maksudnya itu hanya untuk menunjukan karakteristik yang khas mengenai

pemerintahan asli kita itu gitu ya maksudnya tapi kemudian dalam praktek ketatanegaraan kita

seperti saya katakan tadi kita mengenal perbedaan antara daerah khusus misalnya daerah

khusus Ibukota DKI gitu ya kemudian kita mengenal Daerah Istimewa Yogyakarta pernah

suatu saat daerah Istimewa Aceh yang sekarang sudah kita tiada kan kalau tidak salah menjadi

pemerintahan Aceh saja gitu. Selain daerah khusus ibukota kita juga mengenal otonomi khusus

seperti di Papua gitu kita beri nama otonomi khusus gitu. Daerah khusus ibukota itu mengapa

menjadi khusus saya catat ada beberapa hal mengapa Jakarta diberi daerah kedudukan sebagai

khusus, pertama sebagai ibukota jadi perlu di khusus semacam Washington Dc extention …

(menit 17.48 kurang jelas, red.) di Washington, yang kedua sebagai ibukota meskipun

Page 5: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

5 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

mempunyai hak otonomi dia mempunyai hubungan yang khusus dengan pemerintah pusat

berbeda dengan provinsi provinsi lain. Yang ketiga struktur pemerintahannya berbeda dengan

provinsi lain misalnya tidak ada daerah otonom lebih rendah di lingkungan DKI.

Sekedar historis Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 pasal 131,132,133

yang mengatur tentang pemerintahan daerah tetapi Undang-Undang Dasar Sementara 1950

tidak meng-cover tentang pemerintahan asli yang disebut sebagai daerah asal-usul yang bersifat

istimewa itu sehingga Prof. Supomo dalam bukunya tentang Undang-Undang Dasar Sementara

tahun 1950 itu membuat catatan sebagai berikut saya bacakan.

Pasal ini maksudnya pasal 131 Undang-Undang Sementara tahun 1950, tidak begitu

luas seperti pasal 18 Republik Indonesia oleh karena pasal ini tidak menyinggung daerah

swapraja pun tidak menyinggung daerah persekutuan adat, … (menit 19.24 kurang jelas, red.)

beliau katakan daerah hak-hak asal-usul yang sangat istimewa sama sekali tidak ada karena itu

waktu undang undang sementara 50 itu pada dasarnya susunan pemerintah daerah kita adalah

tanpa terikat kognitif kepada … (menit 19.43 kurang jelas, red.) meskipun itu dalam kenyataan

ada misalnya pemerintahan daerah.

Jadi itu dasar-dasar konstitutionalnya selain perintah undang-undang kita juga

pengakuan itu ada gitu ya tetapi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18b itu membuat kualifikasi

yang berupa pembatasan-pembatasan kalau kita akan mengatur hak-hak asal-usul isbat

istimewa itu. Saya mencatat paling tidak dua hal pembatasan itu. Pertama digunakan ungkapan

Undang-Undang Dasar 1945 itu saya ini mengulangi ya semua bapak bapak sudah tahu

sebetulnya gitu ya hanya karena sudah saya catat menggunakan … (menit 20.49 kurang jelas,

red.) sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan zaman. Saya membuat catatan

mengenai yang pertama atau frasa pertama makna sepanjang masih hidup adalah hidup sebagai

kenyataan hidup yang sebagai cermin cara hidup dan keyakinan yang hidup dalam masyarakat.

Jadi pengertian yang masih hidup itu adalah itu dia betul betul merupakan sudah

realitas dan realitas itu cermin dari keyakinan dan way of life dari kehidupan masyarakat ada.

beberapa faktor menurut hemat saya yang membuat kesatuan masyarakat hukum adat berserta

hak-hak traditional itu hapus ya, jadi ada karena dikatakan tadi sepanjang masih ada sepanjang

masih ada ada beberapa faktor yang menyebabkan hak-hak itu hapus ada pudar ya. Pertama

hapus atau dibatasi oleh atau berdasarkan ketentuan hukum yang baru, baik oleh suatu

ketentuan khusus atau ketentuan yang bersifat umum. Jadi hukum sendiri yang membuat

pembatasan-pembatasan berlakunya hak-hak traditional itu.

Misalnya kehadiran Undang-Undang Agraria dan berbagai undang-undang turutan

atau yang terkait dengan itu akan menyatakan atau membatasi sistem hak hak atas tanah

misalnya, jadi kita tidak lagi dapat sepenuhnya menggunakan prinsip - prinsip hak atas tanah

tanpa memeperhatikan ketentuan ketentuan hukum agraria sebagai hukum nasional. Baik

dalam arti hak atas tanah yang komunal misalnya hak ulayat atau yang individual misalnya hak

hak milik atas tanah. Misalnya cara-cara memperoleh hak milik harus tunduk sepenuhnya pada

hukum adat tidak lagi tunduk kepada sepenuhnya pada hukum agraria tidak lagi tunduk pada

sistem hukum adat, misalnya ajaran Prof. Joyodigono itu menggunakan istilah mulur munkrek

atau teori … (menit 23.31 kurang jelas, red.) yang mengatakan hak individual itu tergantung

pada intensitas individual dan hak komunal itu.

Sekarang tidak berapapun lamanya di sana kalau tidak ada konfirmasi oleh hukum ya

tidak bisa gitu ya, jadi itu hal hal yang tidak sudah berubah gitu, Jadi ketentuan undang undang

harus kita perhatikan yang menyebabkan berbagai ketentuan atau tradisi saksi hukum adat itu

tiadak dapat lagi diterapkan ya. Yang kedua hukum hak-hak traditional itu hak-hak traditional

itu menjadi hapus karena pudar. Dalam hukum adat itu pernah orang mengenal … (menit 24.23

tidak jelas, red.) kalau tidak salah … (menit 24.23 kurang jelas, red.) ada pemudaran-

pemudaran. Saya mencatat ada 4 yang menyebabkan hukum adat itu atau hak traditional hukum

adat itu pudar.

Page 6: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

6 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

Pertama karena memang mengalami pengusangan gitu, dia menjadi usang-usang

perout itu orang bilang … (menit 24.44 kurang jelas, red.) akibat trjadi perubahan perubahan

apakah itu perubahan politik, perubahan sosial, perubahan ekonomi, perubahan budaya, dan

lain-lainya. Misalnya hukum adat memudar perubahan dari satu masyarakat pertanian,

masyarakat industri, sistem hak atas tanah akan berubah karena masyarakat-masyarakat

industri. Misalnya untuk negara-negara lain masyarakat industri itu hak milik bukanlah suatu

hal yg utama bagi mereka bagaimana mereka bisa menikmati hak itu gitu tidak peduli statusnya

milik atau bukan gitu ya.

Yang kedua pudarnya hukum adat itu akibat mobilitas sosial, baik horisontal atau

vertikal jadi karena itu perubahan terjadi mobilitas maka terjadilah perubahan-perubahan

hukum adat itu orang tidak lagi terikat kepada hukum adat ya. Yang ketiga pemudaran hukum

adat itu terjadi karena keterbukaan lingkungan, lingkungan masyarakat adat, dan masyarakat

hukum adat itu sendiri misalnya akibat transmigrasi maka satu-satu lingkungan hukum adat

adat … (menit 26.18 kurang jelas, red.) misalnya di Sumatera Barat tidak lagi dapat lagi

sepenuhnya berlaku hukum tanah adat Minangkabau karna sudah ada transmigrasi.

Yang ke empat pemudaran hukum adat itu tidak kecil akibat perubahan keyakinan

atau perubahan agama. Ddulu misalnya Bapak-Bapak pernah ada ajaran bahwa hukum adat

suatu masyarakat sama dengan hukum agamanya gitu ya ajaran … (menit 26.54 kurang jelas,

red.) itu ya receptio in … (menit 26.58 kurang jelas, red.) kemungkinan ini dibantah oleh …

(menit 27.02 kurang jelas, red.) tetapi bagaimanapun juga pengaruh agama sangat besar

mengubah performa hukum adat misalnya sangat kentara dalam hukum waris misalnya ya,

sistem hak milik, sistem harta gono gini ya, hukum islam misalnya maaf kalau di sini ada yang

ustadnya mungkin saya salah gitu ya, hukum islam itu tidak mengenal campur harta antara

suami dan istri itu ada ada batasnya gitu tetapi dengan sistem hukum baru dimungkinkan

kecuali diperjanjikan gitu kalau hukum adat otomatis kalau tidak diperjanjikan kalau hukum

hukum yang berlaku sekarang orang bisa membuat perjanjian perkawinan untuk memisah,

kalau tidak akan terjadi suatu apa percampuran harta yang sifatnya komoditi. Jadi ada 4 hal

yang menyebabkan hukum adat itu pudar dan ini akan berpengaruh kalau kita akan mengaku

itu kita harus melihat benar gitu apakah ada ada perubahan atau tidak gitu ya. Terus kemudian

dikatakan bahwa dalam Undang-Undang Dasar itu sesuai dengan perkembangan ini juga

sebagai satu hin juga satu menunjukan pembentuk undang-undang penyusun Undang-Undang

Dasar itu mengatakan bahwa hukum adat itu bisa masih hidup masih kenyataaan tapi tidak

sesuai dengan perkembangan. Bisa juga mesti dipertahankan tetapi tidak sesuai dengan

perkembangan. Misalnya kita masih mendengar istilah girik, girik gitu ya pemilikan

berdasarkan bukti girik gitu ya itu di Jawa itu ya kalau di luar Jawa barangkali tidak ya, tidak

mengenal istilah girik itu istilah di Jawa.

Sekarang ini bukti kepemilikan atas girik itu sudah dimakan zaman, mengapa? Antara

lain misalnya bukti girik tidak dapat lagi dipakai jaminan untuk ke bank gitu ya, jadi kita harus

mengubah bukti kepemilikan itu dengan atau bukti hak atas tanah dengan cara lain apakah hak

milik, hak guna bangunan, entah guna usaha. Tidak lagi dapat menggunakan girik, apa lagi

dalam bahasa asalnya bahwa girik adalah sebetulnya bukti pembayaran pajak sebetulnya asal

mulanya itu, nah jadi itu contoh mungkin masih hidup saya waktu masih jadi hakim beberapa

kali memutus perkara berdasarkan bukti girik itu tetapi saya katakan sebagai hakim, masa di

Yogyakarta masih pake girik di tengah kota Metropolitan seperti itu, gitu ya. Mesti hal-hal

seperti itu. Begitu pula mungkin, mungkin di daerah-daerah tertentu yang jauh misalnya

pranata jual. Orang masih mengenal misalnya jual lepas jual gadai jual tahunan. Tentu

perkembangan tidak memungkinkan karena gadai sudah ada pranatanya sendiri, jual tahunan

sudah ada pranatanya sendiri yang harus disesuaikan. Jadi meskipun masih hidup tetapi itu

mesti disesuaikan dengan keadaan-keadaan itu.

Page 7: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

7 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

Begitu pula misalnya pranata perkawinan, sampai tahun 74. Perkawinan di bawah

umur itu merupakan praktek yang sangat lazim. Baru 74 memberi pembatasan umur 16 18

tahun itu. Dengan segala komplikasinya, perkawinan dibawah umur itu. Jadi ada, ada satu hal-

hal yang masih menjadi keyakinan hidup masyarakat tetapi sebetulnya menjadi tuntutan

perkembangan baru, misalnya mengapa, mengapa kita, perkawinan itu diubah, selain karena

perkawinan di bawah umur itu tidak baik ada unsur polase, misalnya polase but control dan

sebagainya gitu ya. Jadi ada ada unsur polase itu. Jadi ada yang perlu kita perhatikan ketika

kita akan melihat apakah pengertian masih hidup itu, hidup yang sesuai dengan perkembangan

atau tidak, atau justru menghambat perkembangan, bisa terjadi.

Kemudian yang Ketiga saya ingin mencatat pranata-pranata, atas sistem tradisional

yang sudah dimuat dalam sistem atau sudah menjadi sistem Undang-Undang Dasar Tahun

1945. Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, Almarhum bung Hatta itu dalam berbagai tulisan

termasuk dalam Demokrasi kita dan pernah dalam pidatonya di Beijing tahun 1957, itu

mengatakan ada tiga, ada tiga yang mendasari pemikiran kemerdekaan kita yang kemudian

menjelma dalam tatanan bernegara kita.

a. Pertama kata Bung Hatta adalah Paham Sosialisme. Maksud beliau adalah

sosialisme demokratis, yang membebankan kepada negara tanggung jawab untuk

mewujudkan mensejahterakan masyarakat.

b. Yang Kedua kata Bung Hatta adalah Dasar Islam. Yang dimaksudkan Bung Hatta

itu adalah Islam atau agama pada umumnya yang berorientasi pada keadilan bahwa

perjuangan kemerdekaan dan prinsip Undang-Undang Dasar 1945 itu harus

berorientasi pada keadilan. Khusus atau lebih umum keadilan sosial gitu ya.

c. Yang Ketiga beliau sebutkan bahwa landasan dari pikiran-pikiran teman-teman

semua adalah sistem masyarakat asli Indonesia atau adat Istiadat Indonesia. Jadi

merupakan bagian dari dasar kemerdekaan kita adalah adat istiadat kita atau paham

masyarakat asli Indonesia istilah Bung Hatta.

Saya ingin mencoba menunjukkan mengingatkan hal-hal yang sudah kita ketahui dan

kita hapal semua, wujud-wujud dari paham masyarakat asli Indonesia dalam Undang-undang

Dasar 45. Pertama Dasar Permusyawaratan. Baik Bung Karno, Bung Hatta dan semua yang

lain, ketika bicara tentang Dasar Permusyawaratan itu orientasinya adalah Hukum Adat

Indonesia. Semua keputusan didasarkan permusyawaratan untuk mufakat, kata beliau-beliau

itu. Untuk mencapai mufakat. Itu dasar Permusyawaratan. Permusyawaratan itu adalah

merupakan satu pengejawaantahan dari cara berpikir rakyat Indonesia dalam mengambil

keputusan.

Yang Kedua yang sudah masuk menjadi bagian sistem Undang-undang Dasar 45 itu

dari masyarakat asli Indonesia, adalah dasar kekeluargaan dan gotong royong atau Bung Hatta

dengan meminjam satu, meminjam istilah yang lazim dipakai dalam sosial demokratis adalah

kolektivisme. Orang Indonesia itu selalu dalam ikatan kolektivisme. Undang-undang Dasar 45

kita mengatakan itu, dan wujud dari kolektivisme itu adalah yang kemudian kita rumuskan

menolak segala bentuk individualisme dan liberalisme sebetulnya. Itu merupakan satu hal yang

inheren dalam Undang-Undang Dasar 45. Selanjutnya atas dasar kekeluargaan itu maka

demokrasi yang dikembangkan Indonesia tidak hanya demokrasi politik tapi demokrasi

ekonomi. Demokrasi ekonomi itu adalah bahwa semua kegiatan ekonomi didasarkan pada

usaha bersama, kata Bung Hatta gitu ya dan badan usahanya dalam bentuk koperasi. Itu sudah

ada dalam 1945, itunya stach idenya, bahwa kita tidak laksanakan saya tidak mau komentar

itu, biar Pak Ketua Komite I tadi yang sudah mulai tadi, mengkritik dirinya sendiri gitu ya.

Kita senang gitu ya.

Yang Ketiga Tatanan Indonesia asli 1945 itu kita ketemu dalam tatanan politik. Tadi

sudah saya katakan bahwa dalam tatanan politik itu yaitu masyarakat Indonesia itu pada

Page 8: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

8 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

dasarnya masyarakat demokratis, sehingga kalau kita menjalankan demokrasi di Indonesia

menurut Paham ini bukan sesuatu yang impor. Karena Demokrasi merupakan way of life dari

pemerintahan asli Indonesia. Yang saya maksud Pemerintahan asli disini adalah desa ya, tidak

pada Pemerintahan Kerajaan dan feodalistik saya tidak masukan itu. Masalah Demokratis,

bahkan Van Volden Houven didalam bukunya Hukum Tata Negara dari Seberang Lautan itu

mengatakan ketika sang dwi warna itu mendarat di Sunda Kelapa, kita tidak menemukan

Daerah Liar di Negeri ini. Tapi Daerah yang sangat teratur, dan sistem pemerintahan yang

sangat modern dalam bentuk republik-republik kecil, yang dimaksud beliau adalah desa, karena

kepala desa sejak itu kepala desa sudah dipilih. Bukan turun temurun, itu oleh Van Volden

Houven salah satu ciri demokrasi yang luar biasa dan itulah memang jadi pandangan ahli-ahli

kenegaraan lain.

Yang Keempat dalam Undang-undang Dasar 45 Sistem asli kita itu kita lihat dalam

tatanan ekonomi yang tadi sudah saya sebutkan bahwa ekonomi kita disusun atas sebagai usaha

bersama atas dasar kekeluargaan dan gotong royong. Yang Kelima dalam Tatanan

Pemerintahan. Undang-Undang Dasar 45 kita yang menggunakan pranata asli itu. Yaitu

pertama pemerintahan asli itu dalam bentuk pemerintahan desa. Yang Undang-undang Dasar

45 memberi tempat pemerintahan desa itu agar merupakan menjadi bagian dari susunan

Pemerintahan kita di daerah, karena itu ketika dikaitkan dengan otonomi, desa itu otonominya

asli bukan otonomi yang diberikan dari Pusat, itu otonominya asli. Karena itu juga dulu itu

undang-undang desa baik pada jaman Belanda, zaman merdeka diatur tersendiri. Tidak

merupakan bagian dari pemerintahan Daerah, zaman Belanda sendiri mengatur terpisah-pisah,

ada odenasi tentang provinsi ada tentang-tentang heminte ada tentang-tentang kabupaten dan

desa itu otonominya Otonomi asli. Karena itu pendekatanya-pendekatan formal, dikatakan

bahwa segala sesuatu bisa jadi urusan pemerintah ya sudahlah urusan mereka gitu ya, kecuali

kalau itu menyangkut fungsi Pemerintahan umum, pemerintahan desa itu diakui. Yang Kedua

Pemerintahan asli yang diserap Undang-undang Dasar 45 yang zaman Belanda kemudian

menjadi Kabupaten. Itu pemerintahan asli berdasarkan adat juga tapi bentuknya berbeda

dengan diatur oleh tersendiri. Yang Ketiga pemerintahan asli semula masih diakui yang kita

kenal dengan swapraja itu. Itu Pemerintah asli itu. Orang Belanda mengatakan, nah atau yang

kemudian diterjemahkan menjadi swapraja itu. Tahun 50 swapraja itu ditiadakan dan

diiintegrasikan dengan otonomi dengan kabupaten daerah tingkat dua kecuali Yogyakarta.

Yogyakarta tu mula-mulanya pada zaman Belanda merupakan satu … (kurang jelas, red.). Dan

ini berbeda dengan Desa dan berbeda dengan Kabupaten, karena ini berasal dari kerajaan-

kerajaan dimasa Hindia Belanda yang kemudian mengikat perjanjian dengan Belanda. Yang

kita kenal dengan Verklaring ada perjanjian panjang ada perjanjian pendek kita kenal korte

verklaring dan lange verklaring . korte verklaring itu contohnya Yogyakarta itu diatur yang

menjadi haknya. Misalnya Kerajaan-Kerajaan Melayu dulu itu, kemudian kecuali Yogyakarta

tetep dipertahankan sebagai Daerah Istimewa, sebagai penghormatan dan perhargaan terhadap

jasa luar biasa Yogyakarta atau Repubilk Indonesia. Jasa luar biasa itu adalah bukan karena

sekedar memindahkan pusat Pemerintahan ke Yogyakarta, tapi Yogyakarta menjadi Lambang

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Lambang perjuangan melawan

Kolonial berpusat di Yogyakarta.

Dan yang ketiga yang tidak pernah disebut, pemerintahan Yogyakarta membiayai

cukup besar Pemerintahan Yogyakarta itu, Jutaan florinc uang Belanda yang hebatnya Sri

Sultan Hamengku Buwono IX, almarhum tidak pernah Sepatah pun menyebut-nyebut hal ini.

Beliau betul-betul dengan tulus mengeluarkan itu semuanya. Karena itu merupakan satu

persembahan negara dan rakyat Indonesia untuk menghormati jasa-jasanya itu, kita

pertahankan. Saya ingin, mengapa saya memberi catatan ini, agar kita tidak ingin mencari

menyama-nyamakan begitu saja antara Yogyakarta dengan daerah lain gitu ya. Dia ada satu

hal-hal yang historis yang perlu kita perhatikan perlu kita hormati. Nah itu artinya maksud saya

Page 9: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

9 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

ketika mencatat itu, sebenarnya Undang-undang dasar 45 itu selain unsur-unsur Modernnya

yang diambil dari pranata-pranata modern dia sudah sesuai dengan kalau istilah … (kurang

jelas,red.) Kita perlu menciptakan sistem Negara tersendiri gitu ya, yang beliau sebut istilahnya

… (kurang jelas,red.). Sekarang terakhir saya ingin, kalau kita akan mengatur seperti perintah

pasal 18b itu, kira-kira apa yang harus kita atur dengan perhatikan hal-hal tadi. Saya

mengajukan pertanyaan-pertanyaan di sini itu. Kerangka Substansinya, apakah wujud

menghormati hak-hak tradisional dan asal usul ataupun namanya itu. Ada berwujud

memberikan kesempatan mereka mengatur dan mengurus diri mereka sendiri. Apakah mereka

boleh atau tidak ya. Yang kedua, apakah mereka berhak mempunyai satuan pemerintahan

tersendiri. Di luar misalnya desa yang kita anggap sebagai wujud pemerintahan asli itu. Apakah

mereka mempunyai hak untuk mengatur memutus kalau ada sengketa-sengketa hukum

tersendiri gitu ya. Seperti misalnya sekarang Papua itu tidak ada khusus otonomi itu katakan

bahwa mereka boleh menyelesaikan sengketanya menurut hukum adat, kecuali kalau

diteruskan itu akan menjadi urusan negara. Yang keempat adalah pertanyaanya bagaimana

bentuk perlindungan kita terhadap adat istiadat itu. Dan secara lebih khusus apakah ada

perlindungan khusus terhadap hak-hak atas tanah misalnya, karena itu barang kali yang

merupakan hal yang ini. Dalam kerangka itu Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian. Saya ingin

mengingatkan mengenai bahwa semuanya itu ada dalam bingkaian Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Ketika kita bicara pada bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia ada beberapa

prinsip Negara Kesatuan Indonesia itu yang perlu harus kita ingat ketika mengatur ini:

a. Kekuasaan tertinggi dalam Negara ada pada satu pusat pemerintahan. Merekalah

yang menentukan segala-galanya pemerintahan pusat. Jadi kalau toh kita

memberikan kepada daerah otonomi itu karena diberikan oleh pusat, antara lain atau

karena diakui oleh pemerintah pusat. Kalau ada kekuasaan-kekuasaan yang lain

yang mengandung kebebasan, semata-mata derivasi dari kekuasaan tertinggi itu.

Bukan yang original gitu ya. Maksud derivasi itu ada dua, diberi atau mengakui

yang sudah ada unsur pengkuan itu menciptakan ada.

b. Prinsip tidak ada kedaulatan lain, hanya satu kedaulatan negara,dalam bahasa

gampangnya tidak ada negara didalam Negara.

c. Prinsip univermitas. Prinsipnya adalah segala sesuatu suatu Kesatuan. Kecuali

dibutuhkan perbedaan, Ya. Pada Dasarnya semua harus Uniform. kecuali

dibutuhkan perbedan. Bukan perbedaan dulu, baru kemudian kita membuat

uniform, ya. Ini hati-hati dengan kita bicara tentang Bhineka Tunggal Ika, kita

mengakui perbedaan itu, perbedaan itu adalah prinsip kesatuan. Bukan, perbedaan

… (kurang jelas,red.) perbedaan itu. Sebab ini konsekuensi negara kesatuan. Kita

bisa membuat Uudang-undang tarolah undang-undang tentang otonomi daerah.

Perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, boleh. Tetapi itu semua

berdasarkan prinsip ada unsur-unsur yang uniform, yang harus sama di mana-mana,

tidak boleh serba berbeda. Ya dan semua urusan keluar hanya satu, yaitu ranah

pemerintah pusat. Urusan keluar itu baik dalam arti hubungan yang sifatnya

diplomatik maupun hubungan dalam bentuk pertahanan, tidak boleh ada yang lain

gitu ya.

Jadi kalau kita akan mengatur, saya mohon agar prinsip-prinsip ini kita sepakati dulu,

sehingga kita tahu, oh ini bisa sampai sana gitu yaa. Tidak berarti bahwa ini tidak boleh, tidak

boleh ada elastisite, boleh, tetapi kita dengan ukuran ini kita tahu, oh ini sampai sana oke lebih

dari itu nggak boleh lagi gitu yaa. Itulah beberapa catatan kecil sekali lagi saya mohon maaf,

karena mudah-mudahan lain waktu dengan bahan-bahan yang (kurang jelas,red) saya dapat

lebih mempelajari secara lebih teknis.

Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Page 10: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

10 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih Prof saya suka sekali dengan caranya seperti sedang mengajar dan itu,

sesuatu yang luar biasa prof. Ini Substansi yang saya catat semua prof semoga Ibu dan Bapak

Komite I juga antara yang terakhir tadi itu, boleh ada yang mengatur mengenai yang kita

usulkan tetapi ingat Tiga hal. Pertama bahwa kekuasaan tertinggi ada pada pusat pemerintahan.

Saya kira kita semua sepakat termasuk juga dipahami dalam perbedaan antara undang-undang

23 dengan 32. Di 32 tidak sebut-sebut pusat. Tapi di 23 bahwa kekuasaan yang satu di

pemerintahan Pusat, dan yang lain adalah derivasi atau kecabangan dari pusat. Dua puluh tiga

2004 saya kira 2014 sudah mengambil itu sebagai, paling tidak di dalam konsiderasi

menimbang mengingat.

Lalu yang Kedua memang tidak ada kedaulatan lain, yaa kalau bicara hari ini Prof, yaa

NKRI ini kan Negara NKRI harga mati, begitu Prof ya. Kenyataanya itu NKRI harga nego

Prof. Ini kenyataan lho Prof. Saya ambil contoh sekali lagi, barangkali diruangan ini, saya

persingkat sebut, misalnya BSD. Bumi serpong damai, itu tidak ada kelurahan Prof. Tidak ada

Desa, tidak ada kecamatan. Itu di okupasi dari empat lima kecamatan Prof. Hilang semua

koordinat tersebut dari tidak ada kelurahan. Benar tidak secara ke pemerintahan itu Pak. Orang

di kampung tersebut di kota tersebut punya KTP, tapi tidak mengenal siapa kepala desa, atau

lurahnya siapa camatnya. NKRI lagi Prof, Negara Republik Indonesia lagi. Ada satu titik tidak

ada pemerintahan, tapi ada tanda-tanda pemerintahan soal KTP misalnya.

Dan itu di mana-mana hari ini Prof. Tidak ada kelurahan tapi ada legalitas disitu. Yaa

kan Prof itu diokupasi dari empat lima kecamatan Prof. Nanti Meikarta sama kurang lebih

diokupasi dihabisin semua, titik disebut adalah prada koordinat kekuasaan, kewenangan tapi

tidak tahu nanti kelurahannya ke mana Prof Lagi-lagi Pemerintah sudah warning, awas K-E-K

ya, Bekasi Purwakarta Karawang. Dalam banyak hal K-E-K itu Pak, sebut KEK saja susah,

KREK kaya orang mau mati itu loh Prof. K-E-K itu masyarakat dianggap nothing, apalagi adat,

yang berkuasa saja dihilangkan apalagi adat Prof, Pak Luhut sudah warning awas nanti akan

menjadi K-E-K, itu sama dengan awas kau kubunuh pelan-pelan, fatal pak.

NKRI lagi, Negara kok Republik Indonesia. Dua Negara kesatuan Prof, kok Republik

Indonesia Prof. uniformitas sepakat Pak, ya tapi kan hari ini uniformitas itu kan kemudian

menjadi sesuatu yang sangat kita idolakan. Dalam banyak hal kita temukan hal yang memang

kadang-kadang ada dalam bahasa hukum itu ada lex specialis yang kemudian menjadi orientasi

dari banyak orang didalam men-draft undang-undang, lex specialis itu. Baik Bapak-ibu

sekalian sudah hadir juga sebelah kanan saya Bu Juniwati.

PEMBICARA: Dra. Hj. JUNIWATI T. MASJCHUN SOFWAN (JAMBI)

Assalamualaikum.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)

Waalaikumsalam.

Dari Jambi beliau, kemudian Bu Nurmawati bantilan.

PEMBICARA: Hj. NURMAWATI DEWI BANTILAN, S.E, M.H. (SULTENG)

Assalamualaikum.

Page 11: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

11 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)

Walaikumsalam.

Ini Sulawesi tengah asli bukan pemekaran. Kemudian Pak Idris.

PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S. (KALIMANTAN TIMUR)

Assalamualaikum.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)

Kaltim, Pak.

Waalaikumsalam.

Dia masih mengklaim wakil Kalkara juga. Sebab baru nanti 2019 baru ada DPD dari

sana. Sebelah kiri saya ada Gustom nih dari Jawa Timur. Dan maduranya belum karena baru

empat Kabupaten Prof. Jadi orang Madura lagi nuntut Provinsi. Empat tidak mau dimekarkan

jadi lima, padahal syarat pemekaran minimal lima Kabupaten Bangkalan, Sampang,

Pemekasan, kemudian satu lagi Sumenep. Dia mau ngambil Surabaya Utara Ibu Kotanya apa,

biar jadi lima katanya. Kemudian Bu Eni dari Jawa Barat. Kemudian Bu Eni juga ini dari

Bengkulu, ya kira-kira DPD, ohh ya Pak Abraham, ya mewakili dari Nusa Tenggara Timur

Prof. Baik Bu, Pak, dan dari APHA (Asosiasi Pengajar Hukum Adat) menambahkan silakan.

PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)

Terima kasih, Pak Ketua Komite 1 dan seluruh Anggota DPD yang hadir pada hari ini.

Juga termasuk yang saya hormati Prof. Bagirmanan yang sudah memberikan banyak pelajaran

tadi dan juga dari teman-teman dari Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri, bahwa kami dari Asosiasi Pengajar

Hukum Adat yang tadi sudah disampaikan ada beberapa perwakilan yang ada di sini yaitu, Prof

Jane sebelah kanan saya, kemudian ibu Ning beliau adalah Sekertaris APHA, Ibu Jane adalah

Penasihat atau Pembina dan juga di sebelah kiri saya ada Bapak Ismail. Ibu-ibu Bapak-bapak

yang saya hormati tadi sebenernya sama seperti yang dialami oleh Prof. Bagir bahwa undangan

kami baru siang kami terima, dan tentu saja dengan, dengan keterbatasan waktu maka kami

tidak, tidak membahas secara dalam tetapi kami ingin menyampaikan apa yang sudah.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE 1 DPD RI)

Ibu, sebentar saya confirm dulu. Surat itu memang baru kemarin walaupun kita sudah

draft itu adalah hari Selasa yang lalu. Proses di Sekretariat Jenderal DPD, karena Sekjen DPD

sekarang masih IMT. Jadi barang kali itu, jadi baru kemarin surat, kita sudah pada waktu rapat

pleno Selasa yang lalu sudah kita putuskan, Prof Bagir dan APHA, tapi suratnya baru kemarin

pagi keluar ini. Saya, iya tapikan tidak enak juga Pak Asri, nanti dianggapnya saya dan Pak

Hudarni tidak peduli pada surat menyurat, repot ini. kalau pak Beny ada urusan lain, kalau saya

dan Pak Hudarni kan di sini kan jadi repot, iya lanjut Bu.

Page 12: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

12 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)

Baik terima kasih, nah artinya kami juga ingin menyampaikan bahwa tentu saja draft

yang kami terima juga ada dua dan juga itu juga yang terakhir kami juga tidak paham yang

mana, sehingga tentu saja tanggapan kami nanti agak apa, berkaitan dengan hal tersebut.

Namun perlu kami sampaikan bahwa Asosiasi Pengajar Hukum Adat Se-Indonesia ini, ini

sebenarnya keprihatinan terhadap kondisi yang ada sekarang yang berkaitan dengan mata

kuliah hukum adat dan juga keberadaan masyarakat hukum adat. Lalu pada tanggal 8 agustus

2017 maka dibentuklah ini. Jadi selama ini kami Pengajar Hukum Adat yang tersebar di seluruh

Indonesia tetapi kami tidak punya asosiasi dibandingkan dengan asosiasi-asosiasi lain. Nah

tentu saja keprihatinan kami dengan adanya asosiasi ini kami ingin mengangkat berkaitan

dengan masyarakat hukum adat atau sekarang yang juga sedang berkembang dengan istilah

masyarakat adat dan juga hukum adat itu sendiri. Nah dari pertemuan yang sudah kami

lakukan, baik itu di Sulawesi Utara maupun pertemuan apa, dengan Fakultas Hukum

Universitas Pancasila yang berkaitan dengan seminar, dengan tema memperkokoh eksistensi

masyarakat adat dan hak-haknya atas tanah dalam hukum nasional.

Jadi berangkat dari keprihatinan bahwa sebagaimana tadi sudah bapak ketua sampaikan

dua kali draft yang sudah dibuat dan juga diajukan oleh DPR sampai sekarang itu belum

berhasil.

Nah, tentu saja ini akan membawa keprihatinan bagi masyarakat adat yang ada.

Memang kalau kami lihat dari beberapa literatur dan juga apa yang kami ajarkan, maka

sebenarnya ada perkermbangan yang berkaitan dengan masyarakat, ada istilah, beberapa istilah

yaitu masyarakat adat, masyarakat hukum adat atau masyarakat tradisional.

Nah, mengapa muncul istilah yang macam-macam itu, maka kalau tadi pak ketua

katakan berangkat dari Pasal 18, maka kami juga ingin mempertanyakan bagaimana dengan

Pasal 28i Ayat (2) yang menyatakan tentang ada istilah hak masyarakat tradisional, jadi,

keprihatinan Itu muncul didalam diskusi-diskusi kami dan akhirnya ini yang akan menjadi

pemikiran dari apa, dari teman-teman. Sehingga kalau nanti didalam pembahasan yang sudah

kami bahas sebelumnya ada muncul istilah-istilah tersebut.

Dari hasil seminar itu, maka kami sebenarnya mencoba melihat bahwa kalau kita ada

rancangan undang-undang, maka istilah yang dipakai itu adalah masyarakat hukum adat,

kesatuan hukum masyarakat adat atau masyarakat adat.

Nah, dari nomenklatur yang kira-kira sudah dibicarakan, maka sebenarnya akhirnya

kami memutuskan untuk sebaiknya nomenklatur yang dipakai adalah Rancangan Undang-

Undang masyarakat adat.

Sebagaimana tadi Prof. Baiq katakan bahwa, ada perkembangan-perkembangan yang

terjadi dalam masyarakat yang berkaitan dengan istilah yang ada. Betul kalau kita lihat Pasal

18, istilahnya adalah masyarakat hukum adat, betul. Tetapi di dalam pasal 28 (i) kita menemui

ada di sana, disebut dengan hak masyarakat tradisional, lalu pertanyaannya adalah bagaimana

dengan masyarakat tradisional yang ada dan termuat di dalam pasal tersebut bisa masuk di

dalam atau menjadi perhatian dalam rancangan undang-undang ini.

Nah, di dalam itu yang pertama, yang kedua terkait dengan kalau ada Rancangan

Undang-Undang Masyarakat Adat tentu saja sebagaimana tadi sudah dikatakan bahwa

pengaturan tentang masyarakat adat, jadi, istilahnya macam-macam, nih. Ada istilah

masyarakat hukum adat, ada masyarakat adat, ada indigeneus people dan sebagainya,

persekutuan masyarakat adat, maka atau kesatuan masyarakat adat namun ini penting nanti

menjadi pemikiran kita. Di dalam pembahasan kami masyarakat adat adalah sekelompok orang

yang terdiri dari masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional. Apa yang dimaksud

dengan masyarakat hukum adat? kok hilang! Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang

yang bermukim di wilayah geografis tertentu yang memiliki perasaan kelompok in group

Page 13: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

13 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

filling, pranata pemerintahan adat, harta kekayaan/benda adat dan perangkat norma hukum

adat.

Nah, ini sebenarnya, kalau kita lihat dari istilah ini sebenarnya yang dipakai di dalam

putusan Mahkamah Konstitusi. Lalu yang ke dua, terkait dengan masyarakat tradisional, kami

coba untuk menawarkan bahwa masyarakat tradisional adalah kelompok masyarakat yang

menjunjung tinggi leluhurnya dan memegang teguh adat istiadat.

Bekaitan dengan draft yang akan dibuat tadi yang kedua, putusan kami adalah

rancangan undang-undang masyarakat adat ini, atau istilah apapun yang nanti dipakai bersifat

unifikasi administrasi dan tetap memperhatikan pluralisme hukum, mengapa? Karena kalau

kita lihat di dalam masyarakat hukum adat, kita banyak sekali masyarakat hukum adat, lalu

hukum adatnya juga berbeda-beda, maka tentu saja bahwa pengaturan yang ada di sini lebih

bersifat unifikasi administrasi dan tetap memperhatikan pluralisme hukum, jadi, kita tidak

menentukan nanti pluralisme apa? Hukum, eh, apa? Hukum dari hukum adat mana? Yang

ketiga, terkait dengan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat atau apapun namanya

memuat konsep hukum adat, kemudian adat istiadat dan adat, namun tentu saja perlu dikaji

kembali, ini agar tidak ada kerancuan. Kami mencoba menawarkan bahwa ada beberapa istilah

yang terkait dengan hukum adat, kemudian adat istiadat dan kebiasaan atau istilah adat.

Hukum adat adalah aturan atau norma yang tertulis dan tidak tertulis yang hidup dalam

masyarakat hukum adat, mengatur dan mengikat dan yang dipertahankan serta mempunyai

sanksi.

Sementara adat istiadat adalah kebiasaan yang terintegrasi secara kuat di dalam

masyarakat tradisional, yang ketiga, kebiasaan atau dengan istilah adat adalah perbuatan yang

dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama.

Jadi, ini nanti penting dibicarakan karena tadi sebagaimana dikatakan kalau akan diatur

apa yang apakah dia hukum adat, apakah adat istiadat, atau adat juga termasuk di situ.

Yang keempat, tadi sudah dikatakan ada kriteria masyarakat hukum adat, ada

masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional, yang kelima, hak masyarakat adat itu

berupa identitas budaya dan hak tradisional. Jadi, kalau kita lihat bahwa sistem religi masuk

sebagai hak masyarakat tradisional.

Tadi prof. Sudah katakan bahwa ada istilah agama, tetapi dalam masyarakat-

masyarakat juga dikenal ada istilah kepercayaan.

Nah, di dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan bahkan ada yang disebut

dengan kelompok penghayat, mungkin apa akhir-akhir ini kita, apa mendengar putusan

Mahkamah Konstitusi dan ini menjadi pembahasan, oleh sebab itu tentu di dalam rancangan

undang-undang ini juga perlu dipikirkan bagaimana hak-hak atau sistem religi yang ada di

dalam masyarakat.

Yang keenam, inventarisasi dan verifikasi tidak perlu dibahas di dalam rancangan

undang-undang karena kami melihat bahwa banyak sekali pengaturan tentang itu, ada

inventarisasi dan verifikasi. Kita tahu bahwa sebenarnya masyarakat hukum adat, masyarakat

adat ini ada di dalam masyarakat dan berkembang hidup terus, nah, tentu saja dengan adanya

inventaris dan verifikasi yang terbatas. Terbatas dalam konteks adalah tetap mengakui

keberadaan mereka dan tidak perlu dibuktikan dengan perda karena kami juga mendengar ada

apa? Istilah yang ingin mendorong bahwa harus dengan Perda.

Yang ketujuh, pemberdayaan masyarakat adat dilakukan oleh masyarakat adat sendiri

dan pemerintah hanya sebagai pendamping atau fasilitator, karena apa, tadi kalau kita lihat

bahwa apa yang telah disampaikan Prof. Salah satu adalah Self determinism walaupun tidak

terlepas dari konsep NKRI dan kedaulatan negara. Ada beberapa hal yang ketika kita bicara

tentang saya mau masuk pada dua hal tersebut, inventaris verifikasi dan terkait dengan

pemberdayaan masyarakat maka sebenarnya.

Page 14: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

14 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Bu, mohon maaf yang mana yang ditampilkan ini?

PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)

Ini, ini, yah, benar.

Jadi, Ada dua sebenarnya yang satu ini, ya, ini sebenarnya ini kemudian penjabarannya

ada lagi. Ya, ya, itu singkatannya. Ya, jadi, mohon maaf ini ada putusan dari rumusan hasil

tetapi kemudian kami jabarkan di dalam apa yang di dalam tayangan itu.

Baik, kami ulangi bahwa terkait dengan inventaris dan verifikasi tentu saja ini terkait

dengan proses pengakuan, jadi, kalau kita lihat ada masyarakat hukum adat, maka tentu saja

ada beberapa hal yang berkaitan dengan pengakuan, penghormatan dan pelestarian. Jadi,

mengapa? Karena kalau kita lihat dari perlindungan, maka ini sebenarnya adalah bagian dari

upaya untuk pelestarian.

Ada tiga hal :

1. Pengakuan, pengakuan adalah suatu proses atau cara atau perbuatan dari pemerintah

atau pemerintah daerah terhadap keberadaan masyarakat adat termasuk identitas

budaya dan hak-haknya, berupa tindakan politik dan tindakan hukum.

2. Penghormatan adalah hasil dari pengakuan yang berupa kesempatan dan perlindungnan

bagi masyarakat adat termasuk identitas budaya dan hak-haknya.

3. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan masyarakat adat

dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya.

Ada beberapa hal yang kami coba usulkan terkait dengan pengaturan masyarakat

hukum adat bertujuan:

1. Mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional beserta

identitas budaya dan hak-haknya.

2. Menghormati masyarakat adat untuk meningkatkan martabat sebagai subjek hukum.

3. Melestarikan hukum adat, adat istiadat dan adatnya dengan perlindungan

pengembangan dan pemanfaatan.

4. Memperkuat kepribadian masyarakat adat.

5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.

6. Mempromosikan keberadaan masyarakat adat beserta identitas kearifan lokal ditingkat

nasional dan internasional.

Dalam konteks pengakuan masyarakat adat, sebenarnya ada dua tadi yang terkait yaitu

identitas budaya dan hak-hak tradisional. Yang dimaksud dengan identitas budaya adalah suatu

karakter khusus yang melekat pada suatu kebudayaan sehingga dapat dibedakan antara satu

kebudayaan dengan kebudayaan lain. Hak tradisional adalah hak masyarakat tradisional yang

berupa harta benda materiil dan imateriil.

Yang kedua, terkait dengan hak tradisional, ini dapat berupa hak ulayat atau nama lain

karena beberapa daerah menggunakan istilah lain dan juga hak perseorangan. Hak ulayat atau

disebut dengan nama lain adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat

dan atas suatu wilayah tertentu yang Merupakan lingkungan hidup bagi warganyam, meliputi

hak untuk memanfaatkan tanah, hutan dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Hak perseorangan adalah suatu hak yang diberikan oleh masyarakat hukum adat

kepada anggota masyarakat adat atau orang luar termasuk berupa tanah. Jadi, kalau kita lihat

beberapa hal tentu saja tadi, ini akan menjadi perhatian kita azas-azas apa saja yang kemudian

Page 15: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

15 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

menjadi catatan dan penting, tentu kami menambahkan apa yang tadi sudah Prof. Katakan yang

azas-azasnya.

Ada beberapa hal yang sudah disebutkan Prof. tadi tapi kemudian ada yang keempat

terkait dengan kenusantaraan, keadilan, kekeluargaan tadi sudah disebutkan selaras, seimbang,

serasi, berkelanjutan dan non diskriminasi. Yang poin penting terkait diskriminasi karena

catatan kami banyak sekali diskriminasi yang terjadi terhadap masyarakat adat tersebut.

Ada beberapa prinsip yang juga perlu dicermati selain apa yang sudah disampaikan.

Yang pertama, adalah kesetaraan gender kemudian partisipasi, transpanrasi,

kemandirian dan persetujuan. Saya mau menggarisi bawahi soal persetujuan yang berkaitan

dengan sebenarnya, kalau kita lihat di dalam hukum kedokteran ada yang disebut dengan

inform consent yang melihat bahwa tentu ada persetujuan dari masyarakat. Nah, kalau kita lihat

dari beberapa kasus maka persetujuan atau nota kesepahaman yang bisa disebutkan di sana, ini

menjadi sangat penting karena sering kali masyarakat adat tidak pernah diajak bicara soal ini.

Oleh sebab itu kami masukkan di dalam prinsip.

Nah, terkait dengan lembaga-lembaga adat yang tadi pada prinsipnya sudah ada dan

tentu kalau itu perlu dipertahankan maka ada baiknya itu dipertahankan.

Yang menjadi sangat penting juga adalah terkait dengan penyelesaian sengketa. Kalau

kita lihat dari penyelesaian sengketa maka ada yang disebut dengan peradilan adat, kalau kita

lihat peradilan adat tentu saja yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa di dalam

masyarakat adat termasuk dibidang petanahan, karena apa? Karena sering kali didalam

pertanahan ini masyarakat adat tidak diikut sertakan.

Peradilan adat adalah peradilan perdamaian dilingkungan masyarakat adat yang

berfungsi memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa-sengketa menurut hukum adat,

namun ada catatan adalah dengan memperhatikan hak asasi manusia. karena apa, seringkali

kita mellihat bahwa atas dasar apa, nilai-nilai tertentu maka masyarakat adat ini tidak dibiarkan

untuk menyelesaikan sengketanya sendiri.

Lalu kemudian dengan memperhatikan hak asasi manusia, bahwa seringkali kemudian

menafikkan terkait dengan hak asasi manusia, jadi, pendekatannya hak asasi manusia termasuk

juga didalamnya adalah berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan terhadap laki dan

perempuan, ini menjadi sangat penting.

Nah, beberapa catatan yang terkait dengan hal tersebut, tadi ada istilah hak ulayat atau

istilah lain, maka ini juga akan menjadi sangat penting ketika kita membahas tentang apakah

di dalam undang-undang yang nantinya juga dibicarakan itu dibidang lain tentunya yaitu

berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang pertanahan. Nah, lalu di dalam undang-undang

pertanahan ini akan bicara tentang hak ulayat juga, nah, ini jadi penting menjadi perhatian kita

dan juga kalaupun nanti di dalam peradilan pertanahan akan diperlukan, dibuat maka ini dibuat

secara ad hoc.

Demikin pemikiran yang kami sampaikan, terkait dengan apa yang sudah dibahas di

dalam apa, apa, Indonesia, semoga ini bisa menambah pemahaman kita, bahwa betapa

pentingnya rancangan undang-undang ini, Karena kita juga berangkat bahwa dua kali usulan

ini tidak berlangsung, namun kalau kita lihat perkembangan di daerah bahwa masing-masing

daerah sekarang banyak sekali yang sudah bermuculan dengan adanya peraturan daerah yang

berkaitan dengan perlindungan masyarakat adat, perlindungan masyarakat hukum adat.

Namun kalau berangkat dari Pasal 18, maka ini penting sekali payung yang ada, yaitu

payung undang-undang berkaitan sehingga apa yang muncul di dalam masyarakat adat itu

perda-perda yang berkaitan dengan masyarakat adat itu bisa memayungi. Mungkin itu beberapa

hal yang saya ingin sampaikan. Mungkin ada teman-teman yang ingin menyampaikan!

Page 16: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

16 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PEMBICARA: NARASUMBER (APHA)

Saya hanya ingin menekankan saja kembali bahwa, apa yang kami usulkan itu

sebetulnya kami mengikuti akan perkembangan globalisasi, di mana hukum adat itu memang

berubah.

Oleh sebab itu kami juga seperti apa yang dikatakan oleh Prof. Baghir Manan tadi, dia

selalu berubah-ubah karena dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran dan keadaan

masyarakat sekarang, ya, sekarang ini, jadi, disini ada mengenai tadi beliau sudah katakan Dr.

Kunti, mengatakan tentang di dalam hukum adat itu kan enggak ada mengenai gender, ya, itu

kita masukkan, jadi, kita menunjukkan bahwa kita juga mengikuti perkembangan.

Lalu ada juga hal-hal yang lain yang diajukan tadi, tapi saya menekankan mengenai

itu bahwa kami juga dari APHA itu menekankan juga dan memahami bahwa hukum adat itu

memang berubah-ubah, sehingga dari tidak ada di dalam hukum adat itu mengakui akan gender

ya. tapi disana kita usulkan untuk dimasukkan kita mengakui adanya hal itu.

Terima kasih.

PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)

Terima kasih Prof. Demikian kami kembalikan kepada, oh, kami kembalikan kepada

Ketua Komite. Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik, terima kasih.

Yang terakhir tadi dikomentari Bu Jane soal gender ya? Kalau bicara adat bolehlah.

Kemudian kita kaitkan Antropologi dan Sosiologi kita masyarakat kita, Minang itu

adalah martiarscat, Jawa itu adalah partiarscat, patrilineal, matrilineal, kerajaan-kerajaan kita

itu matrilineal, eh, patrilineal kecuali Minangkabau barangkali, jadi, tasis hukum tradisinya

seperti itu.

Prof. Kalau ini, ya, memang artinya agak berbeda, kalau kemudian gender ini kemudian

dijadikan, ingat kemudian perkara yang diajukan Bu Iin, perkara daerah Istimewa Yogyakarta.

Hanya kata isteri itu yang diserang.

Di dalam pasal Undang-Undang 13, 2012 yang daerah Yogyakarta, 18 (1c), calon

gubernur adalah Sultan yang sedang bertahta, calon wakil gubernur adalah yang bertahta

Pakualaman, Pakualam, Pakualam.

18 (1n) calon gubernur, wakil gubernur menyerahkan riwayat hidup, pendidikan, nama

saudara kandung isteri, saudara kandung, kenapa saudara kandung? Untuk memastikan bahwa

pak Baghir itu laki-laki atau perempuan! Ibu Jin Laki-laki atau perempuan, Sebab kalau Bu Jin

orang keraton enggak berhak jadi raja. Badri, Pak! Enggak boleh, ini bicara soal raja dulu, ya,

ini sudah mulai miring-miring ini satu ini.

Kartu kemudian yang kedua, adalah nama isteri ini yang diserang habis Prof. Ini

pertama dianggap tidak sesensitif gender, ini tidak menghormati HAM, lalu ini tidak berlaku

hukum lex spesialis, lihat Undang-Undang Pemda yang lain katanya begitu.

Dramatur di MK yang menarik Prof. Antara yang menggugat dan yang digugat

ekuivalen Prof. Saya setuju dengan gugatan para penggugat, setuju! karena siapa? Jelas ini ada

yang meremote kontrol ini Prof. Sehingga jangan kaget kalau kemudian, beliau adalah orang

yang termasuk begini, ini misi dari komite I pada waktu itu.

Jadi, saya katakan bahwa apakah boleh kemudian adat itu kemudian dirubah dengan

hukum formal, seperti di MK itu Prof. Jadi bicara gender tadi itu. Baik, silahkan ada komentar?

Page 17: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

17 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

Satu, Saudara Asri (MAA, Muhammad Asri Anas), Muhammad Asri Anas. Dari sini apa?

Tidak sebentar, ada lagi?

PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI)

Daftar dulu, bos. Kiri, kiri itu Pak Hafidz Asrom, kemudian Bapak Abraham Liyanto,

lagi? Pak Khally yang satu hadir dari awal pertama adalah duluan mana Pak Asri atau Pak

Khaly? Oke, Pak Asri atau Pak Khaly? Oke, Pak Asri kemudian baru Pak Khaly.

PEMBICARA: MUHAMAD ASRI ANAS (SULBAR)

Ya, terima kasih Pak ketua.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat pagi.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati Pimpinan komite, kemudian para anggota, para nara sumber

terutama Prof. Baghir yang kami hormati. Ada beberapa, ini ada beberapa catatan sekaligus

pertanyaannya, ya, mungkin silakan kalau mau ditanggapi.

Yang pertama adalah kalau membuka Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang

dijelaskan tadi memang ada 3 (tiga) pasal utama, ketika kita bicara sesungguhnya tentang

masyarakat hukum adat atau masyarakat adat.

Yang pertama tadi adalah Pasal 18 Ayat (2) , Pasal 28 Ayat (1), ayat (3), kemudian

menurut saya juga pasal 32, tentang bahasa dan kebudayaan, karenakan juga itu menyangkut

tentang masyarakat adat.

Tentu menurut saya ada beberapa catatan kenapa undang-undang ini menurut saya Pak

ketua agak sulit dalam 2 (dua) prolegnas ini, menurut saya ada kesulitan kita dalam

menterjemahkan, baik yang disebutkan tadi secara filosofis, sosiologis dan yuridis. Kan

misalnya dari asosiasi tadi, Mohon maaf ini.

Saya lama di Komite II, lima tahun dan perdebatan kita jugakan tentang hukum adat,

gitu, kalau merujuk pada seluruh undang-undang yang terbit di republik ini, kan yang

menjelaskan pertama kali tentang hak ulayat, hak masyarakat adat, itu kan Undang-Undang

Nomor 60, kemudian disusul oleh Undang-Undang Nomor 2, eh, sorry, Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960, kemudian yang kedua adalah Undang-Undang Nomor 23 Tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 1997, baru disusul tadi hak asasi manusia.

Tetapi paling banyak dipakai ketika bicara tentang mayarakat hukum adat kan selalu

adalah Undang-Undang Nomor 39 Tentang Hak Asasi Manusia, itu yang paling sering dipakai

itu. Termasuk yang disebutkan tadi tentang gender.

Saya baru dari Lombok, bu. Saya masuk di perkampungan masyarakat sasak, kan, gitu,

saya seharian di sana berdiskusi tentang nilai-nilai mereka, salah satu nilai menarik, pak ketua

dia mengatakan “Pak Asri kalau mau menikah lagi, boleh, silakan culik perempuan di sini, nah,

masyarakat mengakui”. Begitu, Pak Abraham, begitu.

Ya, di sana tradisinya kalau mau menikah adalah menculik perempuan dan enggak ada

masalah dan saya ingat waktu itu ada satu kasus hukum di mana seorang perantau Indonesia,

menculik masyarakat, perempuan masyarakat sasak di Malaysia dan diburu sampai ke

Indonesia, padahal itu adalah tradisi.

Kemudian saya sebagai masyarakat Bugis, ini mohon maaf. Ini sebagai masyarakat di

Bugis, kalau saya di Bugis menculik perempuan atau kawin lari pasti saya dibunuh karena

disebut siri.

Di Sulsel itu, kalau menculik perempuan, membawa dari kampung, maka pasti perintah

keluarga bunuh dia, sebelum menginjak kampung ini, itu siri napace kalau orang Bugis.

Page 18: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

18 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

Dua hal yang berbeda, kalau diterjemahkan dalam konteks tadi, ya, mohon maaf,

gender, itu agak susah kita mencari artikulasinya, sehingga mohon maaf, kenapa undang-

undang ini susah diterjemahkan? menurut saya, asosia ini, ini catatan untuk asosiasi.

Kesulitan kita menterjemahkan dan menyusun undang-undang ini, termasuk teman-

teman di DPR menurut saya adalah karena kita cenderung memandang hukum adat itu,

mengambil dengan sistem hukum barat,

Mulai yang pertama adalah cara kita menelaah dan kedua adalah cara kita menyusun,

itulah yang menurut saya mengalami kesulitan, apalagi kalau membaca sekian banyak

peraturan perundang-undangan. Misalnya, kita mengambil tentang, mohon maaf, Undang-

Undang Nomor 7 Tentang Sumber Daya Air, di sana istilah-istilah itu bebeda dengan Undang-

Undang Perkebunan Nomor. 18 Tahun 2004.

Jadi, paradikma kita ini kadang-kadang terlalu barat, mohon maaf yang paling bisa kita

banggakan adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, kan itu disebut hukum. Itu gampang

mentarjemahkanya mengapa ada teroterial dan lain sebagianya. Apa lagi tadi disebutkan

berbagai daerah mohon maaf, berbagai daerah ini cenderung dianggap tadi agak kebablasan

karena udah membuat Perda masing – masing.

Bahkan bisa jadi mereka jauh lebih maju, karena ingin memagari wilayah-wilayah

terotori dan kebijakan-kebijakan yang sifatnya mengandung nilai primer dan mengandung nilai

subsider yang menurut saya memang daerah banyak selama ini termasuk di daerah saya.

Didaerah saya banyak yang datang konsultasi ke saya “Pak Sri bisa ngga cepat saya

membentuk yang namanya Perda tentang hukum adat?” kan, gitu, kalau rujukanya tentang

undang-undang pokoknya, ya, memang belum ada.

Sehingga menurut saya, ini pertanyaan sekaligus kepada Prof. Jangan-jangan Prof. ini

memang ada kesulitan kita, untuk menerjemahkan ini secara filosofis sosiologis yang yuridis.

Apalagi misalnya, ketika kami misalnya dulu di komite II, Pak ketua, misalnya untuk

perdebatan aja tentang pengakuan tanah ulayat, selalu rujukanya Pasal 33 Undang-Undang

Dasar 1945 atau Undang-Undang pokok Agraria dan selalu catatan yang kita temukan adalah

bisa diberikan selama tidak bertentangan dengan Kepentingan Nasional, selalu begitu

artikulasinya dan umunya perdebatan kita tentang hukum tanah ulayat selalu masyarakat adat

itu dikalahkan, dikalahkan oleh kepentingan bisnis, kepentingan corpororate dan kepentingan

yang mengatas namakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sehingga Pak Ketua, kalau mengenai istilah-istilah yang disebutkan tadi misalnya

apakah memakai masyarakat hukum adat, masyarakat adat karena berbeda-beda Pasal Undang

– Undang Nomor: 7, 18, 20, 31, 38, 27 memang berbeda-beda, istilah-istilah yang digunakan,

tetapi menurut saya, saya sedikit agak auto kritik, jangan-jangan memang kita ini ada kesulitan

menerjemahkan secara filosofil, sosiologis dan yuridis.

Misalnya, ya, misalnya mohon maaf tadi yang disebutkan gender tadikan, tiba-tiba,

enggak-enggak ini mohon maaf, karena yang paling banyak bicara gender itu Ibu-ibu pak

ketua, kita riel aja. Ini kita fer-fer aja yang paling banyak bicara gender ini kan Ibu-ibu, jadi,

mohon maaf, misalnya tadi ketika hak-hak perempuan dalam hukum adat menurut saya kita

susah mencari itu artikulasinya kan gitu.

Gitu aja kira-kira pak ketua terima kasih banyak, saya tidak masuk kedalam substansi

yang disampaikan dimateri-materi ini, karena masih banyak beberapa perbedaan-perbedaan

kita dalam menerjemahkan itu aja.

Terima kasih.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Page 19: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

19 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Saya kirim ke WA group komite itu mengenai R. Hukum Adat dinilai rugikan Hukum

Adat, saya kirim ke Group, termasuk pembicaraan yang disampaikan oleh bu ketua, dikoran

ini.

lalu di Karang Anyar ini menarik, saking beradatnya ini, pembentukan Perda nama

Jawa di Karang Anyar itu pak. Ini atas nama adat juga, jadi, Jasarmen jangan harap hidup di

Karang anyar, karena namanya bukan Jawa, di karang Anyar itu.

Abraham jangan harap hidup di Karang Anyar, karena bukan nama jawa, adanya

Ibrahim disana pak, bukan Abraham. Ini contohnya ini, jadi, Pak Asri bagus sekali, orang mau

nyulik Bu Dewi kok pake alasan macam-macam tadi itu, loh, kacau ini, bahaya Pak Asri ini.

Ya, tapi dia penikmat gender bu, silakan kemudian Pak Hali, siap-siap pak, ya udahlah Bu Ayu

boleh silahkan bukan soal silang yang hadir duluan, iya pak. kan Bapak lebih duluan daripada

pak Abraham silahkan dulu.

PEMBICARA: Drs. A.P. KHALY (GORONTALO)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pak ketua dan Bapak-Bapak dan Ibu sekalian yang saya hormati, istiwewa para nara

sumber mohon maaf saya tidak sebut satu persatu saya tujukan utamanya ini kepada Asosiasi

Pengajar Hukum Adat (APHA) dari beberapa pengertian ini barangkali perlu digali juga

pengertian tentang daerah adat, daerah adat ini kalau di Indonesia ini kalau tidak salah ada

beberapa daerah adat Indonesia salah satunya Gorontalo sebagai daerah adat ke- 9 kehidupan

masyarakat adat di suatu pedomannya itu berbeda dengan daerah lain tergantung kepada

falsafah hidup atau falsafah adat yang di anut daerah itu di sebagai Gorontalo salah satu daerah

adat di Indonesia menganut falsafah adat bersendi sara sara bersendi kitabullah, sehingga dalam

setiap penyelenggaraan pemerintahan ini sebagai contoh maka setiap Camat ini contoh yang

riel ini sebelum diangkat oleh kepala daerah itu selalu dimintakan pertimbangan dari lembaga

adat. Jadi meskipun itu hak prerogatif dari kepala daerah yang dimintakan pertimbanganya

adalah perilaku calon Camat dalam kehidupan sehari-hari ini yang berlaku disana ya tentunya

ini perlu kita gali bersama kira-kira bagaimana dengan daerah lain sehingga kita bisa

merumuskkan sebaiknya di Indonesia ini bagaimana demikian juga dalam acara pemakaman

itu berbeda pakaian dengan acara di pesta perkawinan atau acara lainnya, lalu disana pakaian

yang hadir dalam pemakaman itu serba putih kalau hari yang ke- 40 itu serba biru kemudian

ada 4 warna adat di daerah sana di Gorontalo da juga masing – masing punya arti yaitu kuning,

merah, hujau dan kuning ya.. jadi ini cirikhas yang ada di daerah yang saya maksutkan itu

berbeda dengan daerah lain barangkali perlu kita gali bersama.

Kemudian dalam penyelenggaraan pemerintahan utama Kepala Desa misalnya

meskipun itu melalui pemilihan tetapi juga sebelum dipilih seorang calon itu dimintakan

pertimbangan dari lembaga adat apakah dia bisa atau tidak untuk di pillih karena apa Kepala

Desa begitu dia terpiplih terlepas dari usianya yang masih muda ... (menit 97.45 kurang jelas,

red.) sebagai Tuak, jadi orang tua di Desa itu oleh karena itu dia harus memberi teladan yang

baik kepada masyarakat dan itu pendekatan agama demikian njuga seorang Camat dan cuma

yang pemilihan kepala daerah itu belum dan itu menjadi perdebatan itu. Kira-kira itu singkat

itu yang kita sampaikan untuk menjadi bahan kita bersama. Terima kasih.

Terima kasih Pak Khali..lanjut Bu Iin siap-siap Pak Hafidh.

Page 20: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

20 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PEMBICARA: INSTIAWATI AYUS. S.H., M.H. (RIAU)

Baik.

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih ketua Bapak/Ibu Anggota yang saya hormati dan tentunya narasumber

Pak Bagir Manan dan Asosiasi Pengajar, ini sudah RDP yang ke-3 ya jadi saya berusaha untuk

tidak mengulang pertanyaan pada nara sumber sebelumnya, pertama kali saya menyentuh dulu

artikel yang di saya yaitu termologi dari usulan Rancangan Undang – Undang tentang

masyarakat adat yang masih menjadi bias bagi saya adalah saat kita bicara dan disebut

Masyarakat Hukum Adat itu sekelompok yang bermukim di wilayah geografis tertentu dan

seterusnya berarti ada kelompok komunitas masyarakat dengan satu perasaan yang sama

diwilayah tertentu kemudian kemudian pada termologi berikutnya dijelaskan disampaikan

tentang ya ini menjadi pertanyaan saya masyarakat tradisional, lazimnya saat kita bicara, kita

bicara masyarakat adat pertanyaan saya ini padanan yang sama untuk sebuah sebutan

masyarakat adat dan atau itu adalah masyarakat tradisional, ditermonologi ini saya belum bisa

nangkapnya pak..apa lagi saya ulangi lagi pada termologi pengertian di bab 1 itu yaitu

masyarakat hukum adat sekelompok yang sudah bermukim diwilayah geografis tertentu. Nah

untuk wilayah saya menyentuh tadi apa yang disampaikan oleh Prof Bagir yaitu kekuasaan

tertinggi berpusat satu di pemerintah pusat Pertanyaan saya yang memberi lebel jangan kita

bicara wilayah dulu ya, yang memberi lebel bahwa ini lo..masyarakat adat, ini lo.. kelompok

komunitas itu yang berhak memberi lebelnya bahwa dia syah secara legal dia adalah adalah

masyarakat adat itu siapa? Karena apa saat kita berjuang, saat kita memerlukan sebuah

pengakuan tentang komunitas adat ini kita bicara pada hak dan kewajiban yaitu kita tuangkan

dalam peraturan atau ketentuan Undang-Undang lainya. Jadi tidak bisa lepas saat bicara pada

subyeknya, obyeknya nah wilayah ini setelah ada kekuasaan yang memberi label untuk

komunitasnya kemudian tentu kekuasaan berikutnya lagi akan memberikan wilayahnya.

Nah ini kan tidak semua memberikan wilayah itu, ketentuannya, kriterianya, dan

segalanya itu di mana letaknya untuk memberi itu. Itu yang menjadi saya belum dapat tangkap

di sini. Semangatnya sudah saya tangkap, semangat sudah saya tangkap bahwa kita ingin adat

ini masih ada. Saya tidak bicara lagi pada prinsip lainnya, tapi saya bilang adat ini memang

harus ada, lestari hendaknya, sepakat. Cuma saya tegaskan sekali lagi yang memberi labelnya

ini siapa dan wilayah ini wilayah mana yang bisa. Kalau kita simak sekarang, hamparan

republik ini sudah selesai kaplingannya. Mana lagi tersisa kaplingan, kuburan bisa. Kaplingan

itu kita katakan ini terpenuhi kriterianya. Mau tidak mau, suka tidak suka, pada daerah tertentu

dinyatakan ini wilayah masyarakat adat. Apa yang menjadi rujukan? Apa yang menjadi alat

untuk kita dapat mengatakan ini wilayah? Pak Asri bilang, tegaskan saja wilayah perkebunan

menjadi wilayah masyarakat adat. Ya itu kan tinggal bagaimana kita memperjuangkannya. Nah

itu yang saya bahasakan saat subjek yang jelas masyarakat adat, objeknya di mana, wilayahya

apa, tujuannya lestari.

Demikian, terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Prof. Bagir, Indonesia ini bukan ruang kosong, Prof. ya, dan aturannya sudah banyak

sekali. Ada interelasi, ada saling mendukung, bahkan ada yang bertumpuk-tumpuk, Prof.. Ini

bagaimana ya cara membenahi republik ini dan saya kira pengajar apa di wilayah Fakultas

Hukum, bukan. Fakultas Hukum, saya kira kalau ada kolokium hukum khusus mengenai

peraturan undang-undang itu menarik sehingga satu saya sampaikan Pak Suryadi, misalnya

soal agraria, soal tanah, dan lain-lain. Ini jelas 560 itu clear, tapi begitu Pak Harto berkuasa

Page 21: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

21 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

jadi kelir, Pak, berkelir-kelir tidak karu-karuan. Jadi dari clear menjadi kelir begitu loh. Nah

sekarang menjadi tidak clear lagi, Prof. Ini saya kira saya menembak Prof. Bagir ini bagaimana

ini agar DPR, pemerintah, menyadari bahwa interelasi itu tidak positif. Ini yang saya kira

menjadi PR kita bersama ini.

Pak Hafidh, nanti Pak Abraham Liyanto.

PEMBICARA: Drs. H.A. HAFIDH ASROM, M.M. (DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua.

Pimpinan yang saya hormati beserta Anggota dan para narasumber yang saya hormati.

Saya dari Yogya, Bu, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saya merasa risih juga sekarang

kondisinya bahwa terkait dengan masalah pertanahan di Yogya begitu. Jadi ini sangat

diperlukan sekali memang undang-undang tentang adat istiadat untuk bisa mengayomi apa

yang menjadi putusan-putusan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai contoh

memang yang sekarang telah dilakukan di Makamah Konstitusi diuji coba terus itu tentang hak

guna bangunan saya kira, yang diperoleh oleh warga keturunan yang ada di Yogya bahwa harga

mati warga keturunan itu tidak boleh memiliki tanah sebagqi hak milik. Jadi kalau dia beli

sertifikat hak milik, kemudian diatasnamakan yang bersangkutan warga keturunan akan turun

menjadi Hak Guna Bangunan. Nah ini selalu digugat karena merasa diskriminasi, bahkan kami

sendiri dari DPD selalu mendapatkan informasi dan pengaduan dari masyarakat, “Pak ini

tolong diperjuangkan.” Perjuangannya apa? Ya supaya pemerintah daerah tidak melakukan

diskriminasi tentang kepemilikan tanah, padahal kita kan beli begitu. Kita juga warga negara

Indonesia begitu. Tapi setelah saya konfirmasi ke keraton, tentunya yang Panitikismo, yang

memang menjadi Kementerian Pertanahan di Keraton itu sudah final seperti itu, sudah final

bahwa ini. Nah ini upaya-upaya ini terus dilakukan oleh warga-warga kita warga keturunan

yang ada di Yogyakarta merasa saya ini lahir di Yogya, dibesarkan di Yogya, tapi mendapatkan

diskriminasi yang ada ini, walaupun cara yang dilakukan sekarang memakai apa sajalah.

Contoh yang sudah ada sekarang ini dengan adanya perkembangan kota wisata di Yogya yang

ada di pinggir Pantai Gunung Kidul dan Bantul itu rata-rata tanah sudah dikapling-kapling

sama pengusaha-pengusaha yang warga keturunan juga begitu. Jadi ini yang terjadi terhadap

itu maka undang-undang ini sangat kita harapkan segera terwujud supaya nanti ada patokan-

patokan yang dia ada begitu.

Kemudian yang kedua, masalah tanah milik negara. Kalau di Yogya kalau tidak salah

kan tanah milik keraton Yogyakarta, tanah milik negara. Ini juga sama atas nama NKRI,

bahkan Anggota DPR RI yang dari Yogya juga itu sekarang lagi memperjuangkan bahwa tanah

milik keraton itu harus jadi milik negara atas nama NKRI dan atas nama Undang-Undang

Agraria. Saya kira ini kami mohon pencerahan Prof. ini bagaimana kira-kira menyikapi karena

kami juga wakil dari DIY yang terkait dengan daerah tentunya menjadi suatu pertanyaan-

pertanyaan yang dari masyarakat ke kita begitu untuk memberikan jawaban. Dua poin itu yang

sampaikan.

Terima kasih.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Page 22: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

22 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Jadi ada dua, Pak. Soal resi, Pak, tadi soal tanah saya kira memang 560 itu apakah …

(kurang jelas, red.) atau tidak. Sepengetahuan saya bahwa 560 itu memang ada jeda, dalam

istilah perbankan itu ada grace period, Pak Asri. 84 nanti baru oke ya, begitu kira-kira. 84 betul

ya? Tapi kemudian, kok dia nikmati, ada ground sultan tidak perlu diubah itu, misalnya

begitulah. Jadi agraria 560, Prof., saya kira grace period sampai 84 itu adalah waktu di mana

dia harus menyesuaikan dengan NKRI. Tapi karena menyesuaikan NKRI tidak nikmat, masih

ada nikmat ground sultan, tidak usah disentuh itu yang namanya aturan yang harus berlaku

sampai dengan 84 itu. Yang kedua soal tadi, soal tarik-menarik saya kira implikasi dari 560

yang memang tadi Prof. Bagir sampaikan bahwa kehebatan Yogya dalam historical Bangsa

Kesultanan Pakubuwono IX, yes. Itu kira-kira.

Lanjut silakan, Pak Abraham.

PEMBICARA: Ir. ABRAHAM LIYANTO (NUSA TENGGARA TIMUR)

Terima kasih, Ketua

Assalamualaikum warahmatullahi warabarakatuh.

Prof. Bagir dan Ibu narasumber yang saya hormati, saya di sini Prof., pakai baju adat

ini, Prof.. Tradisional, Prof.

Saya dari NTT. Yang pertama, tentu kita berikan apresiasi kepada narasumber yang

pagi ini sudah meberikan kuliah umum bagi kita tentang masyarakat adat ini. Ada dua hal yang

ingin saya sampaikan juga. Yang pertama tentu undang-undang tentang masyarakat ini sangat

penting karena ini belum diatur sampai sekarang ini sehingga banyak kita ini yang tidak tahu

aturan, bahkan tidak tahu adat. Ya ini kita lihat dengan situasi berkembangnya legend medsos

yang sekarang ini banyak yang ya tidak tahu aturan, tidak tahu adat menurut saya. Di zaman

orde baru, hak-hak ulayat itu mulai diangkat. Ya masyarakat adat itu mulai diangkat dan kita

lihat kalau di zaman orde baru itu selalu masyarakat adat dikalahkan.Ya kita contoh konkret

yang umum aja semua kita tahu di mana-mana itu kalau orde baru Bob Hasan mau ngambil

tanah di mana saja dapat itu, apalagi Tommy Soeharto ya. Ya itu masyarakat adat punya hutan

cengkeh saja bisa dibabat. Di zaman reformasi ini mulai diangkat, tetapi belum mendapat

perhatian. Kemudian ini tidak berjalan sudah mulai dari 1999, 2009, 2014, nah hari ini 2018

DPD RI angkat lagi ini. Tapi, saya agak khawatir ini, Prof., di zaman now ini, zaman milenia,

zaman now sekarang begitu ya, ini kita juga tahu bahwa salah satu faktor penyebap penghambat

pembangunan ini adalah persoalan tanah hak ulayat ya. Apalagi kalau sekarang ini zaman now

ini kan lagi pilkada tahun ini, Pak Prof., ini dimanfaatkan oleh kadang-kadang ya mungkin

pejabat, kandidat, dan seterusnya. Ya kita lihat banyak persoalan tambang yang diangkat masuk

penjara semua itu, baik pemerintah maupun pengusaha, dan ini mereka membuat masyarakat

adat ini jadi apa, subjek ya.

Di tempat saya itu lucu, ada bendungan yang kepentingan untuk orang banyak di kota

Kupang ini, Prof., itu dimanfaatkan oleh politik ya, baik itu elite-elite politiknya yang mau ikut

pilkada dan juga memanfaakan masyarakat ini sehingga kepentingan, tadi kalau kita lihat

Undang-Undang Pasal 33 kita ya bahwa bumi, air, udara, kekayaan alam, ya semuanya ini

dikuasai oleh negara dan untuk kepentingan masyarakat banyak. Ini bendungan mau dibangun,

masyarakat adat pagari itu tidak boleh bertahun-tahun, dananya kembali. Jadi menurut saya ini

juga kalau tidak cepat diselesaikan, ini menjadi penghambat ya. Di zaman sekarang ini justru

masyarakat adat atau ketentuan yang kita bahas tadi ini bisa menjadi penghambat

pembangunan.

Saya lebih luas lagi, Prof., saya bandingkan dengan negara lain ya. Di Jepang, hukum

adat itu keras kita tahu. Sedunia, di mana-mana kita tahu Jepang paling dihormati adat begitu

Page 23: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

23 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

ya. Tapi, Prof., di zaman sekarang ini saya khawatir juga, Jepang sekarang kalah sama Korea

Selatan loh gara-gara peraturan adat ini. Kalau sekarang anak muda di Korea Selatan bikin apa,

besok sudah harus selesai. Jepang indutrinya ketinggalan sampai dengan hari ini karena gara-

gara itu, memperhatikan adat, menghormati yang senior, yang tua, sehingga tidak berkembang

mereka.

Nah dua fenomena ini yang mungkin saya minta pendapat Prof. dan juga mungkin Ibu-

ibu narasumber ini bagaimana supaya kita dapat mengakomodir ini, undang-undang ini segera

turun dan bisa kita manfaatkan supaya aturannya jelas, tidak dimanfaatkan, masyarakat itu

tidak menjadi subjek tadi itu, tetapi dia bisa kita manfaatkan menjadi … (kurang jelas, red.)

dan undang-undang ini bisa dilahirkan di zaman ini, bisa melindungi masyarakat supaya tidak

menghambat pembangunan ini karena kalau di zaman IT ini, Prof., orang sudah bicara tentang

teknologi canggih, semua sudah di ini, kita masih bertele-tele dengan persoalan adat, persoalan

tradisional, ya bisa juga hal-hal yang kita inginkan bisa terjadi.

Saya kebetulan di Komite III kemarin itu juga tahu bahwa kita sedang membahas

Undang-Undang tentang Perlindungan Bahasa dan Tradisional, dan Mainan Tradisional,

undang-undang di Komite III. Jadi DPD ini punya perhatian karena memang ini ranah dari

DPD, tapi kita hati-hati supaya keluarkan ini jangan salah. Saya juga membayangkan bahwa

kalau kemarin kita bahas Undang-Undang tentang Kesenian Tradisional dan Bahasa itu ada

1.300 bahasa, ada 900 suku bangsa, nah ini ada kaitannya sama juga, Pak, 900 suku, Pak.

Bagaimana ini bisa pasal-pasalnya bisa kita akomodir semua, kaitannya lagi dengan zaman

now tadi itu.

Saya kira itu saja barangkali. Saya minta pendapat yang konkret sehingga pasal-pasal

yang kita munculkan tadi ini bisa terakomodir semua dan tidak berakibat buruk seperti contoh

tadi negara lain, Jepang dan Korea Selatan.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Jepang dan Korea Selatan, seringkali Bapak ke sana tampaknya. Ya sebagai Anggota

MPR efektif ini, sedangkan yang lain tidak efektif, Pak Asri, Bu Iin. Oh bukan, ini saya

memastikan bahwa sebagai Anggota MPR efektif, yang lain tidak efektif, itu saja. Kalau toh

Bu Iin, Pak Asri, tersinggung ya alhamdulillah, kalau tidak kebangetan, itu saja persoalannya.

Bu Eni silakan, Bu Eni.

PEMBICARA: Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M. Kes. (JAWA BARAT)

Terima kasih, Pimpinan.

Bapak Ibu Senator yang saya banggakan, hadirin yang saya hormati, dan narasumber

yang saya cintai. Ini terima kasih sekali hari ini saya tambah wawasan dan pencerahan karena

saya ini tanggal 28 diminta untuk hadir di tengah-tengah 282 katanya yang akan hadir

masyarakat adat di Garut. Nah ini sangat bermanfaat bagi saya, terutama tentang … (kurang

jelas, red.) RUU Masyarakat Adat ini yang dibuat oleh APHA ya. Hanya di sini ada beberapa

hal karena tujuan utamanya daripada undang-undang ini adalah hadirnya pemerintah, terutama

dalam hal-hal kasus pendidikan, kesehatan, dan ekonomi tanpa mengurangi hak-hak tradisional

maupun hak-hak hukum adat yang berlaku di wilayah masyarakat adat.

Ada beberapa hal, mungkin ini dari terutama tentang asas-asas karena biasanya kan

saya kemukakan secara detail yang menjadi landasan. Di sini ada beberapa yang saya masih

ingin penjelasan secara detail. Takutnya ada hal yang lebih spesifik dari yang dimaksud dari

asas-asas di sini. Seperti Pancasila, Pancasila di sini ada juga asasnya keadilan, sedangkan

dalam Pancasila sudah ada Keadilan Sosial. Apa yang dimaksud dengan keadilan di sini karena

Page 24: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

24 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

asas itu landasan yang mendasari, bukan penjabaran. Di sini NKRI juga sudah ada lagi

Kenusantaraan. Jadi ini mungkin apa spesifiknya antara Kenusantaraan dan NKRI. Nah

nondiskriminatif itu juga sudah jelas kan keadilan. Jadi sudah ada keadilan yang ada sudah

dalam Pancasila. Jadi ini hal-hal yang perlu penjelasan mengingat kita akan insya Allah saya

minta izin dari APHA untuk hal ini juga merupakan wawasan bagi masyarakat adat sehingga

bisa mengenal dirinya dan terbuka terhadap tujuan pemerintah yang ingin hadir di tengah-

tengah mereka untuk melindungi mereka tanpa mengubah tradisi yang mereka pertahankan.

Demikian.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Terima kasih, Bu.

Sekarang jam 12.00 tepat, saya kira Prof. dan dari APHA sepakat jam setengah satulah

kita selesai karena ya karena jangan berhentikan ketika sedang on.

Ya, Pak Djasarmen.

PEMBICARA: DJASARMEN PURBA, S.H. (KEPULAUAN RIAU)

Singkat saja. Baik, terima kasih.

Assalamualaikum warahmatullahi warabarakatuh.

Pak Prof. dan seluruh jajarannya dan Pimpinan, saya yang pertama sangat tertarik

dengan seragamnya. Ini kalau dalam politik tidak tahu seragam apa ini, warna apa ini.

Yang kedua, saya tidak ikut ya, saya hanya tanya warnanya saja. Baik Bapak Ibu, yang

mau saya tanya begini Bu, masyarakat adat atau hak ulayat sepengetahuan saya itu sudah ada

sejak sebelum kemerdekaan. Nah sesudah kemerdekaan, apakah ada sebab contohnya begini,

ulayat tanah-tanah hak ulayat banyak sekali bermunculan sekarang. Nah ini harus juga

diantisipasi di rancangan undang-undang ini. Itu yang pertama.

Yang kedua di Kepri ada yang namanya anak tempatan, anak tempatan. Kalau boleh

dimasukkan di dalam ketentuan umum ini tentang anak tempatan. Apa itu anak tempatan?

Adalah orang yang berasal dari Flores, orang yang berasal dari Sumatera Utara, dari daerah

mana lahir di sana, tetapi kemudian dia menjadi anak tempat dan menjadi penguasa adat di

sana sehingga sesudah itu dia punya hak ulayat di sana. Pertanyaannya, bagaimana dengan ini?

Supaya jangan nanti ada ini muncul ulayat-ulayat yang baru lagi, padahal yang sepengetahuan

saya, sebelum kemerdekaan itulah yang namanya hak ulayat.

Terima kasih, Pimpinan.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Pak Djasarmen ini sensitif warna juga. Saya kira beda dengan bajunya warnanya Pak

Hudarni. Lain kan? Lebih Hanura ini daripada yang lain saya kira, kalau soal pakaian loh ya.

PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULAWESI BARAT)

Jadi Pak Ketua, sebenarnya adat tempatan tadi itu adalah bagaimana orang marga

Beliau bisa juga menjadi penguasa adat di Kepri, itu maksudnya.

Page 25: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

25 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Tapi bukan dalam konteks Anshar, Muhajirin, Hanura ya, Anshar, Muhajirin, Hanura.

Jadi zaman Nabi itu ada Kaum Anshar, ada Kaum Muhajirin. Semoga Benny itu bukan bagian

dari orang Muhajirin yang ada di Hanura saya kira. Sudah cukup ya. Baik, Prof., silakan Prof..

Saya mohon maaf ada tidak usah saya wakilkan, sepenuhnya Pak Wakil Ketua yang akan

melaksanakan.

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., M.CL. (NARASUMBER)

Baik, terima kasih.

Karena banyak tadi secara spesifik ditujukan kepada teman-teman Asosiasi Pengacara

Hukum Adat, saya akan membuat catatan-catatan yang umum saja. Pertama, menarik sekali

yang pertama mengkonfrontasikan antara dengan contoh konkret bagaimana menculik gadis di

Lombok bukan perbuatan melawan hukum ya, tapi justru sebagai jalan syah untuk pernikahan.

Sebaliknya di tanah Bugis tidak menculik, lari bersama pun merupakan suatu tindakan siri ya,

tindakan siri. Nah jadi berdasarkan perbedaan itu, Profesor van Vollenhoven dalam penemuan

hukum adat itu ya dalam ... (bahasa Belanda, red.) akhirnya menemukan 19 lingkungan hukum

adat kita yang berbeda-beda begitu ya, nah karena ada perbedaan-perbedaan itu. Akan sulit

kalau misalnya nanti undang-undang ini akan mengatur secara normatif yang sifatnya unifikasi,

berlaku sama untuk seluruhnya, sedangkan kenyataannya berbeda-beda, macam contoh

ekstrem tadi. Bagaimana kita menemukan suatu, mengunifikasikan sesuatu yang berbeda ya.

Tadi sudah bagus tadi dari teman-teman Asosiasi Pengacara Hukum Adat bahwa unsur

pluralisme atau dualisme hukum dalam hukum adat tidak dapat dihindari. Bagaimana jalan

keluarnya? Kita harus temukan prinsip-prinsip umum saja untuk mengaturnya yang bisa

memberi peluang bagi semua pihak itu terlindungi. Misalnya begini, bahwa asasnya adalah kita

menghormati negara harus menghormati hukum adat sesuai dengan lingkungan hukum adat itu

masing-masing. Misalnya karena saya mantan hakim, kalau saya mengadili kalau ada yang

memperkarakan seseorang yang menculik gadis di Lombok, kemudian menikah, maka sebagai

hakim saya harus tahu bahwa itu bukan perbuatan melawan hukum di Lombok, bukan

melanggar hukum ya. Kalau saya menghukum dia berarti saya tidak mengerti itu. Begitu juga

sebaliknya kalau saya ada di tanah Bugis, kalau saya tidak hukum berarti saya tidak sesuai

dengan prinsip-prinsip keyakinan yang hidup di tanah Bugis itu, begitu ya. Itu ada buku yang

bagus sebetulnya di Tanah Bugis itu yang menulis hukum adat ini ditulis oleh Lopa itu. Bagus

itu ya kalau mau pelajari. Itu yang pertama. Jadi tidak mungkin kita kalau akan membuat

undang-undang ini akan mengatur semua secara, kita harus menemukan general principles,

prinsip-prinsip umum di satu pihak yang mencerminkan hukum adat, dari pihak prinsip-prinsip

umum yang tidak bertentangan prinsip-prinsip negara kesatuan yang macam-macam tadi itu.

Yang kedua, tadi singgung-singgung apa sih masyarakat hukum adat dengan

masyarakat adat itu atau disebut juga persekutuan masyarakat adat itu, persekutuan hukum

masyarakat adat itu yang sebetulnya itu terjemahan dari bahasa Belanda, adatrecht

gemeenschappen itu, yang dibedakan oleh Supomo dengan adat gemeenschappen itu, yaitu

masyarakat adat. Masyarakat adat mesti ada dalam lingkungan masyarakat hukum adat. Mesti,

baru dia ada identitas. Kalau tidak, tidak punya identidas. Nah itu saya tidak ingin membedakan

itu supaya mudah mengaturnya gitu ya. Tadi sudah bagus ciri-ciri dari masyarakat hukum adat

itu ada pemerintahannya, ada hak miliknya, ada macam-macam. Hanya yang saya ingin

mengingatkan, sepanjang kita menggunakan istilah masyarakat hukum adat, dia bukan hanya

teritorial karena ada masyarakat hukum adat macam Minangkabau tidak ditentukan oleh

teritorial, ditentukan oleh genealogis ya karena itu adalah masyarakat hukum adat yang

berdasarkan genealogis atau ada masyarakat yang merupakan gabungan dua-duanya itu. Nah

Page 26: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

26 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

ini juga perlu mendapatkan perhatian, bagaimana kita menampung itu begitu. Dan, sekarang

menurut saya ikatan-ikatan teritorial, genealogis, maupun … (kurang jelas, red.) dalam

masyarat hukum adat sudah sangat longgar. Tadi sudah saya katakan akibat, misalnya akibat

pergerakan horizontal, vertikal, perubahan sosial macam-macam itu menjadi sudah sangat

longgar sehingga kalau kita masih ingin mengikat seperti itu akan membuat ketegangan. Tadi

ambil contoh yang bagus, cuma ekstrem sekali contohnya, masyarakat itu dari Flores itu

menjadi penguasa di sana. Sebetulnya itu maksudnya adalah konsekuensi dari keterbukaan.

Contoh yang bagus, misalnya Sumatera Barat. Ketika tahun ‘53 atau ‘50-an terjadi letusan

gunung apa, Gunung Agung ini Bali atau Gunung Merapi banyak sekali transmigrasi,

transmigran ke Sumatera Barat. Sumatera Barat itu merupakan suatu tatanan tradisonal yang

sangat kuat, hak ulayatnya sangat kuat. Tetapi, dengan pengertian hukum adat penguasa-

penguasa adat karena di sana sampai sekarang ada, sempat ada yang namanya kekerabatan adat

ala Minangkabau, masih ada sampai sekarang Minangkabau, ada semacam penyerahan hak

ulayat itu kepada negara, dan negara kemudian menyerahkan kepada transmigran, maka itu

selesai. Sehingga, mereka menjadi masyarakat yang homogen seperti itu. Nah itu kearifan-

kearifan lokal bersama dengan kearifan penyelenggara negara itu sangat penting untuk

menemukan jalan seperti itu.

Khusus pertanahan di Yogyakarta, ini begini, memang semula hukum tanah atau

hukum di Yogyakarta itu tetap berlaku hukum adat. Tetapi, ketika Alm. Sri Sultan

Hamengkubuwono kembali dari wakil presiden dan kembali menjadi gubernur aktif, beliau

mengatakan Yogyakarta mesti berlaku Hukum Agraria. Itu sikap beliau begitu, sikap beliau,

sikap Sri Sultan. Jadi, ingin agar supaya sama karena beliau seorang nasionalis betul gitu ya,

mencintai negara ini, maka pikirannya cuma Republik Indonesia itu, meskipun beliau raja ya,

mesti diterapkan itu secara berangsur-angsur. Tetapi kemudian, ada masalah-masalah karena

beliau tidak ada lagi sehingga prinsip itu tidak jalan. Misalnya tadi timbullah menggunakan

kembali prinsip-prinsip hukum adat itu, yang seperti itu. Nah apa dasar sebetulnya kepemilikan

tanah oleh Kesultanan Yogyakarta itu ya. Pertama, dasar tradisional bahwa yang namanya

kerajaan mesti mempunya milik atas tanah ya, dan itu kemudian diakui oleh pemerintah

kolonial dan diperkuat lagi kedudukan hukumnya Yogyakarta sebagai satu kesatuan hukum,

segera subjek, sebagai subjek yang berhak mempunyai kekayaan, mempunyai milik dan

sebagaimananya itu. Cuma kalau diterapkan hukum agraria, maka pengertian kekuasaan negara

atas tanah yang berwujud sana, itu hak untuk dimanfaatkan, termasuk untuk

memindahtangankannya kepada warga negara dengan hak-hak keagrariaan yang baru ya, itu

mestinya seperti itu, jadi itu hal seperti itu.

Yang terakhir, saya hanya ingin memberikan catatan bahwa bisa terjadi bahwa hukum

adat itu menjadi hambatan, yang tadi itu dikatakan cara seperti itu menjadi hambatan.

Contohnya adalah seperti di Kupang, saya pernah suatu ketika ada di Kupang ketika saya sudah

tidak Ketua Makhamah Agung lagi, tetapi Ketua Dewan Pers saya ke sana, termasuk gedung

gubernur, gedung pengadilan diperkarakan itu. Betul Pak ya? Karena itu milik kami, milik

masyarakat kami. Saya datang ke pengadilan, mereka ngomong seperti itu. Saya cuma jawab

bergurau gini Pak, kan hakimnya Anda, saya katakan, Anda putus saja seperti itu. Jadi memang

itu kenyataan seperti itu, jadi orang masih mengklaim seperti itu. Kalau kita berdasarkan

prinsip UU 1945 Pasal 33, “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, dan

kemudian UU lagi ditambah, “ruang udara dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”, yang oleh Prof. Gouw Giok Siong mengaturnya dengan sebaik-baiknya

untuk kepentingan rakyat banyak, jadi mestinya begitu. Jadi, harus ada satu posisi yang mana

yang tadi pertanyaan Pak Ketua tadi, terjadi overlapping peraturan itu. Maka, kita harus

menentukan satu sistem yang mana peraturan yang lebih mempunyai kekuatan berlaku. Orang

Inggris mengatakan yang prevail terhadap yang lain. Ketika suatu UU dipertahankan dengan

hukum adat, maka sesuai sistem kita mestinya prevail hukum tertulis itu. Tetapi, ada masalah

Page 27: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

27 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

tadi itu ya, bahwa belum tentu UU-nya bagus, UU-nya mencerminkan kepentingan rakyat, itu

yang problem kita begitu ya, dan itu kompetensi Mahkamah Konstitusi mestinya untuk

meluruskan itu, harapannya begitu. Hambatan seperti itu bisa terjadi.

Sebetulnya Pasal 18 itu sudah sangat arif merumuskan mengenai pengakuan terhadap

hak-hak tradisional itu, yaitu pertama bahwa dia sepanjang masih hidup dan sepanjang sesuai

dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi kalau dituntut oleh prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia, hukum adat itu mesti dikesampingkan, kira-kira begitu jalan

pikiran saya.

Terima kasih, Pak.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik Prof. Silakan, Bu.

PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)

Baik, terima kasih. Ibu Bapak yang saya hormati, dari beberapa pertanyaan tadi

sebenarnya sudah dijawab….

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., M.CL. (NARASUMBER)

Boleh saya tambahkan sedikit?

PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)

Oh iya boleh-boleh Prof. Silakan Prof.

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., M.CL. (NARASUMBER)

Jadi ada yang menarik istilah tentang kok timbulnya hak-hak ulayat baru? Ini kalau ada

ininya, bahasa hukum dulu itu namanya terjadi proses ekonomisasi tanah. Itu istilahnya …

(kurang jelas, red.) ya, dalam … (kurang jelas, red.) itu, berekonomi seiring proses atau

istilahnya Prof. Supomo terjadi individualisering proses. Akibat perekonomian sering itu, jadi

orang bisa menggunakan hal-hal itu untuk menjadi bargaining ekonomi. Ini kan yang menjadi

persoalan kita dan penyakit kita. Saya senang menggunakan ungkapan Bapak Wakil Presiden

JK, kita mestinya tidak berbicara tentang ganti rugi, tetapi sebagai negara terhadap rakyat kita

bisa ganti untung kata beliau.

Terima kasih. Sori saya tambahkan.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Silakan.

PEMBICARA: Dr. KUNTHI TRI DEWIYANTI S.H. M.H. (APHA)

Baik, ada beberapa hal tentang tadi yang sudah disebutkan berkaitan tentang konsep-

konsep. Tentu saja pembahasannya ini cukup lama sehingga kami merumuskan seperti itu,

tetapi sekali lagi bahwa dengan waktu yang sangat pendek kemarin kami tidak membaca secara

panjang lebar berkait dengan draft yang disampaikan oleh DPD. Tentu saja draft nanti akan

kami bahas lebih detail, dan kami akan mengomentari lebih dalam lagi.

Page 28: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

28 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

Tetapi ada beberapa hal yang saya catat, yang juga penting menjadi pembahasan tadi.

Tentu saja kalau kita lihat bahwa mengapa atau pentingnya apa sih sebenarnya rancangan

undang-undang ini ada maka tentu saja kita akan melihat bahwa selama ini ada masyarakat

hukum adat, ada masyarakat adat, ada masyarakat tradisional itu ada, tetapi dalam pengakuan

dalam penghormatan, dan bahkan dalam pelestarian itu sangat kurang. Oleh sebab itu

termaksud di dalamnya adalah perlindungan, oleh sebab itu RUU ini sangat di perlukan.

Nah apakah dengan RUU ini nanti justru akan membahayakan atau tidak, maka ini

sangat penting di dalam pengaturannya tadi. Tadi kami sudah katakan bahwa, dan juga Prof

setuju dengan kami tadi bahwa ini lebih kepada pengaturan administratif, jadi tidak masuk

dalam substansi apa yang secara detail, karena kalau kita bicara secara hukum adat maka

banyak sekali itu, jika dalam teorinya itu kita bisa lihat apakah dia tantra, atau dia perdata atau

pidana, sekalipun di dalam hukum adat tidak ada pemisah secara tegas untuk itu

Nah di dalam, didalam permasalah itu maka sebenarnya kita perlu melihat bahwa

apakah yang diatur, ini bertentangan dengan peraturan-perturan yang sudah ada atau tidak,

karena kalau kami lihat tadi, persoalan yang ada dalam hukum adat adalah bukan saja, betul

ada persoalan tanah, ada persoalan ulayat, ada persoalan wilayah dan sebaginya, tetapi bukan

itu saja menurut kami, karena ada persoalan-persoalan keperdataan misalnya persoalan

perkawinan, yang sampai saat ini belum ada pengakuan berkaitan dengan perkawinan, soal

waris kalau kita lihat di dalam, di dalam peraturan, sekali pun itu ada dalam Undang-undang

Perkawinan misalnya yang berkaitan dengan harta kekayaan, harta warisan itu masih diatur

oleh masyarakat adat. Saya mau menggarisbawahi bahwa skripsi saya tahun 85 saya menulis

tentang apakah perlukah ada hukum waris nasional, saya jawab sulit sekali dibentuk hukum

waris nasional. Oleh sebab itu, pengakuan terhadap hukum waris adat sampai sekarang masih

ada.

Lalu kita juga bilang bahwa apakah ada berkaitan dengan tantra pemerintahan. Kita

bisa lihat bahwa dengan adanya UU Desa atau UU Daerah maka memperkecil peranan-peranan

dari tantra-tantra tersebut, tetapi kalau kita lihat istilah “desa”, istilah “desa” yang dipakai itu

adalah berkaitan dengan isilah yang ada di Jawa sebenarnya, tetapi ada istilah yang daerah

misalnya atau wilayah yang di dalam masyarakat itu ada masyarakat atasan dan masyarakat

bawahan misalnya, seperti di Minangkabau, tetapi juga ada juga daerah-daerah tertentu yang

merupakan perserikatan desa.

Nah kalau kita lihat dari pendapatnya Supomo dan juga pendapatnya Soerjono

Soekanto maka pemisahan masyarakat berdasarkan territorial itu menjadi sangat penting. Tapi

ada juga kalau kita lihat pendapat Supomo tadi sudah di jelaskan oleh Prof, bahwa ada

genealogis, ada juga genealogis teritorial. Nah di dalam masyarakat ini sangat berkembang,

sangat berkembang sekali. Kita bisa lihat bahwa kalau dalam bukunya Bushar Muhammad

memang gejala, ini baru gejala menurut Bushar Muhammad bahwa akan mengarah ke bilateral,

sekali pun di dalam masyarakat tatap ada yang namanya patrineal, matrenial.

Nah kalau kita bicara soal genealogis lalu soal territorial maka kalau kita menafikan

tadi bahwa apakah ketika kita membahas ini, kita tidak perlu membahas keseteraan gender.

Saya mau kembalikan bahwa kalau kita bicara gender maka bukan bicara soal perempuan, kita

bicara tentang relasi kontruksi sosial yang memperlihatkan hubungan laki-laki dan perempuan.

Maka kalau kita membicaran soal perkawinan, warisan dikaitkan dengan genealogis maka apa

kita bicara soal perempuan saja? Tidak, saya mau mengaris bawahi misalnya saja kalau tadi

Prof membawa pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 jelas di dalam salah satu pasal di

sana menyatakan bahwa kedudukan laki dan perempuan sama dalam pengaturan tanah, tetapi

dalam persoalanya hukum adat tidak melihat itu.

Nah perkembangan yang ada di dalam masyarakat misalnya hasil kajian kami di

beberapa daerah termasuk di Bali misalnya, ada pengakuan anak-anak perempuan terhadap

hak-hak atas tanah misalnya. Nah ini yang menurut saya penting sekali termasuk juga soal

Page 29: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

29 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

bagaimana keterwakilan perempuan didalam proses-proses apa kepemimpinan adat, kami

melihat itu, karena mulai perempuan diikutsertakan di dalam kepemimpinan adat. Betul tadi

Bapak katakan, belum tentu dia ketuanya, tetapi keterwakilan itu terlihat misalnya kami lihat

di Natatolo, Natatolo misalnya itu yang memperlihatkan bagaimana perempuan diberikan

kesempatan dan yang menarik dari hasil kajian kami pada saat saya di Komnas Perempuan,

kepala adat-kepala adatnya itu justru dikasih latihan HAM dan gender.

Jadi menurut saya bahwa ini adalah persoalan yang penting sekali dan bagaimana

perempuan diikutsertakan di dalam proses-proses yang ada di dalam masyarakat. Nah kalau

kita lihat dari apa yang tadi disebutkan berkaitan dengan contoh saja soal merarik tadi Prof.

sudah katakan bahwa ada perbedaan konsep atau perbedaan prinsip yang ada di dalam

masyarakat. Tetapi, pertanyaan kami adalah kami ketemu dengan kepala adat, kami tanyakan

apakah ketika merarik itu tidak berprospektif HAM dan hak asasi perempuan tetap akan

dipertahankan? Termasuk tadi yang Prof katakan adalah soal perkawinan anak. Hasil kajian

kami memperlihatkan bahwa begitu banyak perkawinan anak yang terjadi atas nama adat.

Tetapi, kemudian ada gerakan, termasuk mungkin ada yang dari NTT, gerakan yang luar biasa

dilakukan di NTT adalah stop perkawinan anak. Dan kami ketemu dengan kepala adat, apakah

merarik ini akan dipertahankan? Kepala adat bilang, “tidak”. Sekarang perkawinan adat itu

yang perkawinan anak itu dan bawa lari atau merarik itu mulai berkembang. Jadi kalau kita

bicara hukum adat, dia bukanlah hukum yang statis, tetapi dia berkembang, berubah-ubah

sesuai dengan apa yang menjadi perubahan di dalam masyarakat itu. Nilai-nilai itu tumbuh

sesuai dengan apa yang ada dalam masyarakat itu.

Kalau kita lihat dari apa yang dikatakan berkaitan dengan anak tempatan dan

sebagainya, mungkin kita juga perlu melihat bahwa salah satu perubahan yang sangat kita perlu

lihat adalah ketika adanya migrasi. Bahwa, migrasi ini memperlihatkan bahwa perubahan yang

luar biasa ketika seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sama kami lihat

misalnya Lampung, banyak sekali orang Jawa yang di sana, di Bali ada di Kalimantan, dan

sebagainya. Nah ini yang menurut saya penting menjadi perhatian ketika perpindahan itu

apakah masuk di dalam peraturan ini atau tidak. Bahkan kalau kita lihat apakah masyarakat ini

adalah dengan batasan yang ketat itu, kami melihat tidak. Misalnya di masyarakat Kuningan

itu, Cicugur misalnya hasil kajian kami, dia tersebar, tetapi dia tetap punya ikatan bahwa dia

adalah sebagai suatu masyarakat adat.

Nah jadi menurut kami banyak hal yang perlu diperhatikan. Memang jangan sampai

peraturan ini justru mengkerdilkan atau mendiskriminasi terhadap masyarakat adat. Kami

percaya betul bahwa tadi Prof. juga sampaikan prinsip-prinsip dan asas-asas inilah yang akan

bisa menjadi dasar bahwa masyarakat hukum adat perlu menjadi perhatian kita. Kalau mereka

tadi dikatakan mereka ada sebelum Indonesia merdeka, mengapa setelah Indonesia merdeka,

mereka mengalami diskriminasi, mengalami ketidakadilan. Justru itu yang perlu kita

perhatikan. Pengakuan, pelestarian, dan penghormatan terhadap masyarakat adat itu yang

penting. Sekali lagi kami berharap bahwa aturan-aturan yang akan dibuat ini tentu saja jangan

sampai mengkerdilkan atau mendiskriminasi mereka karena banyak sekali peraturan-peraturan

yang justru mendiskriminasi mereka. Termasuk salah satunya adalah tadi yang kami katakan,

sistem, sistem religi.

Nah kalau kita lihat dalam konteks apa yang dikatakan di dalam bukunya Sayuti

misalnya, ada masyarakat yang tadi Prof. sudah katakan receptio in complex, secara seluruh

dia berdasarkan hukum adat. Tetapi ada masyarakat yang meresepsi, tidak ada, tidak

seluruhnya dia berdasarkan pada hukum agama, bahkan ada yang receptio a contrario yang

menolak kalau dia tidak berdasarkan pada hukum adat. Jadi menurut saya, masyarakat-

masyarakat yang ada di Indonesia ini sangat bervariasi. Oleh sebab itu, kita tidak bisa

menggeneralisasi. Nah tetapi, pengaturan tentang keragaman pluralisme itu sangat penting

Page 30: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

30 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

termuat di dalam peraturan ini. Saya pikir ini catatan kami, mudah-mudahan kami akan bisa

menggali setelah kami membaca lebih lanjut dari draft yang sudah dibuat oleh DPD.

Mungkin ada tambahan dari teman-teman? Ya baik kalau tidak ada kami kembalikan

lagi kepada pimpinan.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Terima kasih.

Jadi Prof., ya itu devil in the detail memang, setan itu memang ada di detailnya.

Semakin banyak kita ke dalam, semakin banyak lagi yang harus kita explore lagi Prof. Lalu

yang kedua, memang melakukan penataan ini harus holistik komprehensif. Dugaan Pak Asri

tadi bahwa antara gender dan HAM misalnya, bayangan saya, saya ini orang kampung, siapa

yang bisa melawan, mohon maaf ini, kebiasaan tokoh-tokoh agama di daerah? Ini belum adat

ini, baru bagian dari adat ini, yang bisa melawan hegemoni “mereka”. Ini belum ada adat ini,

masih beliau seorang tokoh agama yang “boleh” melakukan apa pun terhadap lingkungan

sosialnya. Ini baru pada tatanan yang kecil ini, Prof.. Memang Aborigin di Australia apakah

mereka kemudian memang lokusnya pada area tertentu dan pada saat yang sama memang ada

universal value yang memang mereka boleh bahagia, boleh sejahtera, barangkali juga memang

sangat relatif dan ukurannya berbeda-beda, Prof. Jadi karena itu, memang ya PR kita masih

sangat banyak.

Baik, ini sudah jam setengah satu. Oh Pak … (kurang jelas, red.). Silakan, Pak.

PEMBICARA:

Ya saya ini sedikit ya, Pak Profesor. Tadi yang sudah disampaikan sudah sangat jelas

ya, jadi cuma kita nanti berharap bantuan ini dapat diberikan supaya nanti hasil dari RUU

menjadi UU benar-benar memenuhi syarat untuk menjadi social engineering, benar-benar.

Tetapi, yang harus dipahami bahwa UU ini sebenarnya kalau saya lihat itu bukan mengatur

adat-adat itu, bukan. Tetapi, bagaimana memberikan suatu kondisi perlindungan supaya adat

ini, ini ya karena bagaimanapun kadang masing adat itu bertentangan. Tetapi, kalau

bertentangan dengan hukum negara Indonesia, misalnya kalau ada orang ambil itu dibunuh,

tetap kena hukum itu, tidak mungkin tidak dihukum walaupun alasannya hukum adat, karena

tidak boleh bertentangan dengan hukum yang sudah ini ya. Jadi, yang seperti, jadi maksud saya

nanti kalau bisa nanti kita akan undang lagi ada itu … (kurang jelas, red.) itu ada pengajakan

supaya benar-benar tercapai syarat social engineering itu tadi.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Engineering lagi?

PEMBICARA:

Ya engineering, jadi bagaimana memenuhi syarat itu ya. Jadi semua nanti kita tetap,

karena begini kemarin kita sudah bertemu dengan Aliansi Masyarakat Adat Nasional, sudah

ada 2.420 yang sudah menyatakan sebagai suatu komponen itu, dan itu akan menjadi sesuatu

nanti di dalam UU disebutkan, kita hanya mengatur bagaimana supaya masyarakat situ benar-

benar mendapat kemakmuran, kesejahteraan, seperti itu. Jadi tujuannnya ke sana, tetapi

adatnya masing-masing itu ya seperti itu. Maka, tadi ada masyarakat adat, ada masyarakat

hukum adat. Misalnya orang Betawi itu masyarakat hukum adatnya ada, masyarakat adatnya

Page 31: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

31 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

banyak, di mana-mana ada. Tetapi, suatu konteks di dalam suatu tempat itu yang ada wilayah

teritorial dan ada sistem, itu. Nah nanti kita minta tolong nanti kepada asosiasi ini, nanti Pak

Ketua ya, supaya nanti kalau ada waktu kita undang lagi supaya kalau ada hal-hal khusus yang

menuju kepada undang-undang ini bener-bener memenuhi syarat social engineering tadi, saya

pikir ini aja.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik Prof, terima kasih. Bapak Ibu sekalian,

PEMBICARA:

Boleh satu, Pak Ketua, please.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Boleh, sedikit boleh.

PEMBICARA:

Terima kasih Pak Ketua, saya sih sebenarnya masih ada pertanyaan dari apa yang sudah

dijelaskan Prof. Bagir tadi tentang kearifan lokal dari masyarakat adat. Tadi Prof. Bagir

mencontohkan seperti di Minangkabau ketika ada kebijakan pemerintah yang terkait dengan

program transmigrasi lalu ada kearifan di situ. Menurut saya, pertanyaan saya, apakah ini

termasuk bagian dari kearifan lokal atau suatu ketidakberdayaan dari masyarakat adat, untuk

melawan hegemoni dari penguasa? Dan beberapa peraturan yang berserakan selama ini yang

kita lihat, yang kemudian mendiskriminasikan keberadaan dari masyarakat adat, banyak aturan

yang dikeluarkan dari KLH Kehutanan, lalu Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang)

misalnya dan yang terakhir tentang kebijakan pemerintah tentang reforma agraria. Nah kalau

itu kemudian akan berdampak buruk terhadap tanah ulayat, ini juga akan menjadi persoalan

sendiri. Kalau kemudian pemerintah selalu mendasarkan kepada aturan yang di atasnya UUD

1945, Pasal 33 UUD 1945, di situ posisi ketidakberdayaan bagi masyarakat adat untuk bisa

melawan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selama ini.

Nah harapan kita nanti ke depan seperti apa? Undang-undang ini nanti benar-benar bisa

memberikan sebuah perlindungan bagi masyarakat adat, sebuah pengakuan dan penghormatan

tentang keberadaan dan hak-hak masyarakat adat itu karena di Pasal 18B ayat 2 dari UUD 1945

ini sudah memberikan amanah, memberikan mandat dan juga kemudian berdasarkan keputusan

Mahkamah Konstitusi mestinya memang sudah ada undang-undang tersendiri yang

memberikan perlindungan terhadap masyarakat adat ini yang dia spesifik untuk mengatur

perlindungan masyarakat adat.

Itu pertanyaan saya, yang lain tadi saya setuju dengan Ibu soal penting juga diatur

karena saya sangat sepakat bahwa hukum di masyarakat adat itu sifatnya sangat dinamis sesuai

dengan perubahan sosial dia punya dinamisasi sendiri. Soal kesetaraan gender menurut saya

penting diperhatikan. Terima kasih.

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Walaikumsalam.

Page 32: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- … · nomor: risalahdpd/kmt.i-rdpu/i/2018 dewan perwakilan daerah republik indonesia ----- risalah rapat dengar pendapat umum

32 RDPU KOMITE1 MS III TS 2017-2018

SELASA, 23 JANUARI 2018

Prof silakan Prof. Ya ini sebaiknya memang nanti dikumpulin di depan baru kemudian

di-respon. Ini masih ada sisa-sisa laskar panjang yang bicara, silakan.

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., M.CL. (NARASUMBER)

Hukum adat memang dinamis karena dia satu ciri hukum yang tidak tertuliskan begitu

ya sehingga dipengaruhi oleh ini tapi juga hukum adat bisa tidak dapat menampung rasa

keadilan yang berkembang, bisa. Saya punya kasus Pak, Ibu-ibu yang saya putus ini karena

saya bekas hakim tidak apa-apa saya cerita. Suatu ketika kan di masyarakat Bali kan tidak ada

anak laki-laki maka tanah hak miliknya bisa jatuh kepada masyarakat tidak selalu jatuh kepada

anak perempuan, kalau anak perempuan itu kawin ke luar. Nah saya punya kasus waktu itu

seorang ayah meninggal tidak punya anak laki-laki meneruskan dalam perhimpunan itu, anak

perempuannya menikah ke luar sehingga dianggap dia ke luar. Maka seluruh harta orang

tuanya harus jatuh kepada komunitas lingkungan itu. Saya putus begini Pak Ketua, saya merasa

tidak masuk akal saya, tidak masuk rasa keadilan saya bahwa seorang anak kandung yang dia

lahirkan tidak bisa menikmati harta-harta orang tuanya karena dia kawin ke luar, kebetulan dia

berada masih ada berada di tempat itu kawin dengan lingkungan luar dan harta orang tuanya

jatuh ke komunitas. Saya putuskan tidak, saya menganggap ini hukum adat seperti itu tidak

mencerminkan keseteraan gender, prinsip of justice saya putus begitu itu.

Jadi peranan kita juga melakukan engineering terhadap hukum-hukum adat itu sangat

penting, nah itu. Kedua apakah dalam permusyawarahan itu, sebetulnya bukan musyawarah

hanya karena tidak berdaya begitu, sangat bergantung pada dasar berudingnya itu. Kalau

dirundingkannya dalam satu platform yang diakui bersama bahwa ini mengakui hak-hak yang

lain itu bisa soal kearifan untuk menyelesaikan suatu masalah. Jangan lupa karena kita

memiliki prinsip NKRI maka general principal dari hukum NKRI harus selalu ditempatkan

meskipun kita wajib sangat wajib menghormati kondisi-kondisi khusus dari masyarakat kita ya

ini sangat perlu gitu dan akhirnya masalah-masalah ini hanya bisa diselesaikan secara konkret

case by case tidak mungkin kita membuat satu principal yan umum kecuali aturan aturan

umumnya saja, terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Terima kasih Prof. Jadi memang idealita cita itu harus kepada norma dasar Prof,

pertanyaan yang barangkali tidak perlu dijawab, apakah kebenaran itu bisa di voting?? Ini hari

ini terjadi. Di sini di Senayan, di MK. Kalau di-voting barangkali NU itu tidak akan ada di

Indonesia itu Prof, kenapa? Lahirnya duluan Muhammadiyah kok dan yang lahir kemudian

dianggap tidak ada. Ini kalau MK modelnya voting seperti itu Pak. Tadi ibu sampaikan soal

kepercayaan, masuk wilayah mana ini? Apakah di ajaran? Atau norma atau adat? Oleh mereka

diklasifikasikan sebagai agama, saya oleh Prof Bagir pada waktu itu bahwa agama dan

kepercayaannya itu kan jadi satu. Pak, Prof Bagir dan istrinya, Pak Prof dan istrinya bukan istri

orang lain tapi dalam konteks ini kan tafsirnya macam-macam itu lah NKRI. Negara kok

Republik Indonesia yang kebenaran itu di-voting, begitu loh prof. Masuk lagi itu barang toh?

Nah karena itu Prof saya tidak tau ini cita ideal Republik ini seperti apa, kami sedang mencari-

cari Prof. Orang punya integritas wajib memimpin menurut saya Prof. Hari ini kan yang punya

duit yang memimpin Prof, demikian terima kasih.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

KETOK 3X

RAPAT DITUTUP PUKUL 12.39 WIB