Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonseia Tahun 1945 (UUD 1945), lembaga perwakilan rakyat pada tingkat pusat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar. Sebelum perubahan lembaga perwakilan rakyat terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sedangkan setelah perubahan menjadi tiga lembaga yaitu, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Disamping itu baik sebelum maupun sesudah perubahan UUD 1945 dikenal juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun DPRD Kabupaten dan Kota Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan MPR merupakan lembaga tertinggi negara dan melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat. Perwakilan dalam MPR terdiri dari tiga pilar perwakilan yaitu perwakilan politik (political representation), yaitu para anggota DPR yang dipilih dalam pemilihan umum, perwakilan fungsional (functional representation), yang terdiri dari para utusan golongan dan perwakilan kedaerahan (regional representation) yaitu para utusan daerah. Karena itu, MPR diartikulasikan sebagai representasi dan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. MPR sebagai lembaga perwaklilan rakyat tidak sama dengan yang dikenal di berbagai negara yang biasanya merupakan lembaga Page 1 of 37
37

DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN TRIAS POLITICA

Apr 15, 2017

Download

Law

Pusat Analisis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonseia Tahun 1945

(UUD 1945), lembaga perwakilan rakyat pada tingkat pusat dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar. Sebelum

perubahan lembaga perwakilan rakyat terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sedangkan setelah perubahan menjadi

tiga lembaga yaitu, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Disamping itu baik sebelum maupun sesudah

perubahan UUD 1945 dikenal juga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi

maupun DPRD Kabupaten dan Kota

Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan MPR merupakan lembaga tertinggi

negara dan melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat. Perwakilan dalam MPR terdiri

dari tiga pilar perwakilan yaitu perwakilan politik (political representation), yaitu para

anggota DPR yang dipilih dalam pemilihan umum, perwakilan fungsional (functional

representation), yang terdiri dari para utusan golongan dan perwakilan

kedaerahan (regional representation) yaitu para utusan daerah. Karena itu, MPR

diartikulasikan sebagai representasi dan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. MPR

sebagai lembaga perwaklilan rakyat tidak sama dengan yang dikenal di berbagai negara

yang biasanya merupakan lembaga pembentuk undang-undang, akan tetapi hanya

terbatas sebagai pembentuk UUD termasuk melakukan perubahan yaitu sebagai

lembaga konstituante. Sedangkan lembaga perwakilan yang memiliki kewenangan

membentuk undang-undang itu dalam ketatanegaraan Indonesia adalah DPR (walaupun

tidak sepenuhnya karena dilakukan bersama Presiden).

Sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antar lembaga-

lembaga negara.1 Sistem pemerintahan negara mencakup folosofi yang menjadi dasar

hubungan, pengaturan mengenai hubungan serta pembagian kewenangan dan fungsi

antar lembaga negara serta institusi lainya yang terkait dengan gerak roda pemerintahan.

Dengan demikian sistem pemerintahan mencakup lembaga-lembaga negara, 1 Moh. Mahfud MD, Dasar dan Strutur Ketata Negaraan Indonesia, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta,

2001, hlm, 74

Page 1 of 25

Page 2: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

kewenangan dan fungsi lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga-lembaga

negara serta pelaksanaan berbagai fungsi dan kewenangan lembaga negara dalam proses

penyelengaraan pemerintahan.

Suatu negara hanya akan hidup dan bergerak dinamis jika dijalankan oleh

lembaga-lembaga negara sebagai pemegang kekuasaan negara. Sedangkan kekuasaan

negara itu dijalankan oleh lembaga-lembaga negara pada tingkat pusat maupun oleh

lembaga negara pada tingkat loka/daerah. Kekuasaan negara dibagi kepada lembaga-

lembaga negara yang menurut Miriam Budiardjo2 dapat dibagi dalam dua cara, yaitu;

pertama secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatannya dan dalam

hal ini yang dimaksud adalah pembagian kekuasaan antara bebarapa tingkat

pemerintahan. Pembagian kekuasaan ini nampak jelas dapat kita saksikan kalau kita

bandingkan antara negara kesatuan, negara federal dan negara konfederasi. Kedua,

secara horisontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Pembagian ini

menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif,

eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal dengan trias politica.

Pada abad pertengahan berkembang dua teori mengenai sumber kekuasaan

pemerintah/raja. Pertama,kekuasaan datang dari atas yaitu dari Tuhan, seperti yang

dikemukakan oleh Thomas Aquinas. Karena itu kekuasaan Tuhan diwakili oleh Sri

Paus. Seorang raja atau penguasa hanya dapat berkuasa kalau dilantik oleh Sri Paus atau

wakilnya yang mendapat restu dari Sri Paus. Kedua, adalah teori yang mengatakan

bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat dan didelegasikan pada para pemimpin dan

rajanya. Jadi menurut pendapat yang kedua ini raja secara simbolis mewakili rakyat dan

dia berkewajiban melindungi hidup rakyatnya serta harta benda dan tanahnya. Karena

itu lembaga perwakilan rakyat yang mendampingi raja hanyalah mendengar serta

mengiyakan pendapat raja dan hal-hal yang akan dilakukannya, dan lembaga

perwakilan rakyat atau dewan itu tidak berwenang membahasnya.3 Pada tingkat ini raja

dapat menjadi penguasa absolut.

Oleh karena itu pemikiran yang mendasari pembagian kekuasaan negara adalah

bahwa kekuasaan negara itu tidak diserahkan kepada satu badan akan tetapi dibagi

dalam beberapa badan negara agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan negara oleh

2 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan keduapuluh tujuh, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 138

3 Tambunan, A.S.S., Hukum Tata Negara Perbandingan, Puporis Publishers, 2001, hlm. 43

Page 2 of 25

Page 3: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

satu badan itu4 yang dikenal dengan doktrin trias politica. Doktrin ini pertama kali

dikemukakan oleh John Locke (1632) dan Montesquieu (1689) dan pada taraf itu

ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of power). Menurut John Locke

kekuasaan negara itu dibagi dalam kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan

kekuasaan federatif yang masing-masing terpisah satu sama lain. Kekuasaan legislatif

adalah kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang, kekuasaan eksekutif adalah

kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan didalamnya termasuk kekuasaan

untuk mengadili dan kekuasaan federatif adalah kekuasaan dalam menjaga keamanan

negara dalam hubungannya dengan negara lain. Sedangkan Montesqieu memasukkan

kekuasaan mengadili termasuk dalam kekuasaan tersndiri yaitu kekuasaan yudikafif,

sedangkan kekuasaan federatif dimasukkan dalam kekuasaan eksekutif.

Akan tetapi sekarang ini, doktrin trias politika sebagai pemisahan kekuasaan yang

murni tidak lagi dapat dijalankan seperti yang dipikirkan oleh Montesqiueu. Tidak ada

suatu negara pun yang menjalankan pemisahaan kekuasaan itu secara murni bahkan

Amerika Serikat sekalipun yang dianggap sebagai negara yang paling mendekati

prinsip trias politica itu. Hal in terjadi karena perkembangan negara-negara modern

yang begitu sangat kompleks dengan prinsip negara kesejahteraan. Masing-masing

lembaga negara tidak bisa lagi secara kaku hanya pada bidangnya kekuasaannya saja.

Pemerintah tidak terbatas hanya menjalankan undang-undang, tapi juga ikut membahas

dan menentukan undang serta membuat berbagai peraturan pelaksanaannya, serta

lembaga legislatif ikut mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh pemerintah dan

dalam beberapa hal pelaksanaan undang-undang perlu mendapat persetujuan lembaga

legislatif.

Demikian halnya di Indonesia sejal awal para perumus UUD 1945 pada tahun

1945 telah memperdebatkan prinsip trias politica ini, yang menurut Soekarno (Presiden

Pertama RI) sudah kuno dan sudah kedaluwarsa, kolot, tidak mencukupi, tidak bisa

menjamin keadilan sosial, 5karena itu tidak perlu diikuti. Karena itu sistem

pemerintahan yang dianut UUD 1945 tidak menganut prinsip trias politica. Memang

dalam UUD 1945 dikenal lembaga eksekutif (Presiden), legislatif ( DPR ) dan yudikatif

(Mahkamah Agung) sebagaimana halnya yang dikenal dalam trias politica, akan tetapi

4 Ibid, hlm. 1515 Kusuma, RM.A.AB., Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2004, hlm. 3

Page 3 of 25

Page 4: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

terdapat suatu lembaga negara yang memiki kekuasaan tertinggi yang sepenuhnya

melaksanakan kedaulatan rakyat dan dianggap penjelamaan dari seluruh rakyat

Indonesia, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Lembaga inilah yang

mengangkat Presiden, menetapkan garis-garis besar haluan negara dan Presiden adalah

Mandataris MPR. Jadi posisi MPR tidak bisa ditempatkan dalam kerangka teori trias

politica. Disamping itu fungsi legislatif bukanlah monopoli DPR, akan tetapi

pembahasan dan persetujuan berasama anatara Presiden dan DPR, bahkan posisi DPR

dalam UUD 1945, lebih berfungsi sebagai pengawas terhadap Presiden.

Dewan Perwakilan Daerah harus ditempatkan pada posisi yang mana diantara

ketiga sistem dalam teori trias politica karena berdasarkan Pasal 22C dan 22D

disebutkan sebagai berikut :

Pasal 22C

1. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih oleh setiap Propinsi melalui Pemilihan Umum.

2. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap Propinsi jumlahnya sama dan seluruh jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

3. Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.4. Susunan dan Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan Undang-

undang.Pasal 22D1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubunganpusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelola sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, pembentukan daerah; pengelola sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan perimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan Pajak, Pendidikan dan Agama.

3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai; otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah pengelola sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasan itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti.

4. Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya di atur dalam undang-undang.

Page 4 of 25

Page 5: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Dari keseluruhan wewenang tersebut dapat terlihat bahwa porsi kewenangan DPD

hanya berkisar dalam tahap pembahasan dengan DPR. Artinya, keputusan mengenai

undang-undang sepenuhnya ada di tangan DPR dan pemerintah. Seharusnya DPD

merupakan lembaga negara yang memiliki kedudukan yang sama dengan sebagai

lembaga perwakilan rakyat.6 DPD juga merupakan lembaga perwakilan daerah yang

berkedudukan sebagai lembaga negara yang terdiri dari wakil-wakil daerah Provinsi

yang dipilih melalui pemilihan umum tanpa melibatkan peranan Partai Politik.

Pembentukan sebagai salah satu institusi negara yang baru bertujuan memberikan

kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat

nasional, khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah.7

Politik Hukum mengejawantahkan dalam nuansa kehidupan bersama para warga

masyarakat.8 Di lain pihak Politik Hukum juga erat bahkan hampir menyatu dengan

penggunaan kekuasaaan di dalam kenyataan. Untuk mengatur negara, bangsa  dan

rakyat. Politik Hukum terwujud dalm seluruh jenis peraturan perundang–undangan

negara. Jika peraturan perundang-undangan kemudian tidak dapat melahirkan hukum

yang dapat diperuntukkan untuk apa juga peraturan perundang-undangan dibuat apakah

hanya sebagai alat pelengkap negera atau dibuat dengan tujuan untuk dapat berbagi

kekuasaan di Negara dengan berdalil hukum telah membentuk hal tersebut maka kita

wajib melaksanakannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka diperoleh beberapa masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kedudukan DPD dalam struktur dan Sistem ketatanegaraan

berdasarkan Trias Poitica ?

2. Bagaimanakah peran DPD sebagai suatu lembaga perwakilan rakyat ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

6 Firmansyah Arifin, dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Jakarta, 2005, hlm. 75

7 Ibid8 https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/politik-hukum/apa-politik-hukum-itu/, diakses pada

tanggal 25 November 2014, pukul 14. 03

Page 5 of 25

Page 6: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan maka yang menjadi

tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan DPD dalam struktur dan Sistem

Ketatanegaraan berdasarkan Trias Poitica ?

3. Untuk mengkaji dan mengetahui sejauh mana peran DPD sebagai suatu lembaga

perwakilan rakyat ?

2. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk makalah ini adalah penelitian hukum

normatif (normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap

suatu permasalahan hukum tertentu. Penelitian normatif seringkali disebut dengan

penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan

perundang-undangan dan bahan pustaka.9

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis yang

menyatakan bahwa hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat

dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu

konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom,

tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.10

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas.11 Bahan hukum primer merupakan bahan hukum atau

bahan pustaka yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis.

b. Bahan Hukum Sekunder

9 Soejono dan H. Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 5610 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988,

hlm. 11.11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm.

141

Page 6 of 25

Page 7: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi.12 bahan-bahan hukum yang

menjelaskan bahan hukum primer yaitu buku-buku ilmiah yang berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti, hasil penelitian yang relevan dan buku-

buku penunjang lainnya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk

seperti, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, dan bahasa lain yang

behubungan dengan penulisan makalah ini.13

3. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan makalah ini dibagi dalam empat bab dengan sistematika sebagai

berikut :

Bab pertama, sebagai bab pendahuluan menguraikan mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, kemudian diakhiri

dengan sistematika penulisan.

Bab kedua, menguraikan tentang teori-teori yang digunakan dalam penulisan

makalah ini akan dijelaskan tentang landasan teori dimana terdapat tiga teori yang dapat

dikaitkan dengan permasalahan yang ada pada makalah ini yaitu, pada huruf pertama

akan diuraikan tentang teori organ, huruf kedua teori kelembagaan negara dan teori

perundang-undangan.

Bab ketiga, merupakan jawaban dari permasalahan yang telah diuraikan di atas

yaitu pada huruf pertama Kajian keududukan DPD dalam struktur dan sistem

ketatanegaraan berdasarkan Trias Pilitica, yang kedua peran DPD sebagai Lembaga

Perwakilan Rakyat.

Bab keempat sebagai penutup dalam makalah ini akan dikemukakan beberapa

kesimpulan dari uraian yang ditarik dari bab sebelumnya serta saran.

12 Ibid13 Ibid

Page 7 of 25

Page 8: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

BAB II

TEORI

Dalam penelitian ini digunakan tiga teori (grand theory, middle trip theory dan apply

theory) yang digunakan sebagai alat analisis, teori ini pula yang menjadi kerangka pikir

daripada penelitian ini, yaitu :

Page 8 of 25

Page 9: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

A. Teori Organ

Setiap negara dijalankan oleh organ negara yang diatur dalam konstitusi.

Pengaturan kewenangan organ negara dalam konstitusi dimaksudkan agar tercipta

keseimbangan antara organ negara yang satu dengan lainnya (check and balances).

A. Hamid Attamimi menyebutkan bahwa konstitusi adalah pemberi pegangan dan

pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.14

Secara umum, konstitusi dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip

dalam kehidupan bernegara yaitu salah satunya adanya pembagian kekuasaan

berdasarkan trias politica dan adanya kontrol serta keseimbangan lembaga-lembaga

pemerintahan.15

Pemahaman mengenai organ negara dikenal dengan trias politica yang

berarti bahwa kekuasaan negara dilaksanakan oleh tiga cabang kekuasaan yaitu

kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Ketiga cabang

kekuasaan tersebut diatur dan ditentukan kewenangannya oleh konstitusi.

Secara definitif alat-alat kelengkapan negara atau lazim disebut lembaga

negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi

negara.16 Sebagaimana pengertian di atas maka dalam penerapan sistem

ketatanegaraan Indonesia menganut separation of power (pemisahan kekuasaan).

Pada sistem ini terdapat 3 (tiga) macam cabang kekuasaan yang terpisah,

yaitu eksektif dijalankan oleh Presiden, legislatif dijalankan oleh DPR, dan

yudikatif dijalankan oleh MA. Pada masa sekarang prinsip ini tidak lagi dianut,

karena pada kenyataannya tugas dari lembaga legislatif membuat undang-undang,

telah mengikutsertakan eksekutif dalam pembuatanya. Sebaliknya pada bidang

yudikatif, prinsip tersebut masih dianut, untuk menjamin kebebasan dan

memberikan keputusan sesuai dengan prinsip negara hukum.17

14 Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 72

15 Ibid, hlm. 7316 Dalam UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah amandemen tidak dikenal dengan istilah lembaga

negara, hal ini dikarenakan penyebutannya dalam UUD 1945 beragam, ada disebut dengan komisi seperti KPU dan KY, dan ada juga yang disebutkan sebagai badan seperti BPK. Namun berdasarkan ketentuan Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945 terkait kewenangan MK menyebutkan bahwa lembaga negara adalah lembaga yang kewenangannya diberikan langsung oleh UUD 1945.

17 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Partai Politik, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 122

Page 9 of 25

Page 10: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Istilah pemisahan kekuasaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan

dari konsep separation of power berdasarkan teori trias politica menurut pandangan

Monstesque, harus dipisahkan dan dibedakan secara struktural dalam organ-organ

negara yang tidak saling mencampuri dan urusan organ negara lainnya.18

Selain konsep pemisahan kekuasaan juga dikenal dengan konsep pembagian

kekuasaan (distribution of power). Arthur Mass membagi pengertian pembagian

kekuasaan dalam 2 (dua) pengertian yaitu :

Capital division of power, yang bersifat fungsional; dan

Territorial division of power, yang bersifat kewilayahan.19

Muh. Kusnardi dalam bukunya juga menyebutkan bahwa :  kegunaan dari

prinsip trias politica yaitu untuk mencegah adanya konsentrasi kekuasaan dibawah

satu tangan dan prinsip checks and balances guna mencegah adanya campur tangan

antar badan, sehingga lembaga yang satu tidak dapat melaksanakan kewenangan

yang dilakukan oleh lembaga lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur

dalam konstitusi.20

Hal ini dapat dibedakan penggunaan istilah pembagian dan pemisahan

kekuasaan itu dalam konteks yang berbeda, yaitu konteks hubungan kekuasaan

secara vertikal dan secara horizontal. Dalam konteks vertikal, pembagian dan

pemisahan kekuasaan dimaksudkan untuk membedakan kekuasaan pemerintah

atasan dan pemerintah bawahan, seperti halnya negara federal atau antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagi negara kesatuan.

B. Teori Kelembagaan Negara

Konsep dasar pembentukan kelembagaan Negara dikenal dengan 2 konsep, yaitu :

1. Teori pemisahan kekuasaan (Separation of Power)

2. Teori pembagian kekuasaan (Division of Power)

18 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hlm. 15

19 Ibid, hlm. 1820 Kusnardi Muh. dan Bintan R Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-

Undang Dasar 1945, Gramedia, Jakarta, 1983, hlm. 31

Page 10 of 25

Page 11: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

a. Teori Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)

Teori Pemisahaan Kekuasaan diperkenalkan olej John Locke (1632 – 1704)

dan Montesqueie (1689 – 1755). Menurut John Locke, kekuasaan Negara di bagi

3 bentuk yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Federatif, dimana masing – masing

kekuasaan ini terpisah antara satu dan yang lain.

Legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan perundangan

Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang–undang dan di

dalamnya termasuk kekuasaan mengadili (dalam hal in John Locke

memandang mengadili sebagai “ultvoering” yaitu dipandang sebagai

termasuk pelaksanaan undang–undang).

Federatif adalah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga

keamanan Negara dalam hubungannya dengan Negara lain (seperti

hubungan luar negeri)

Adapun konsep dari John Locke disempurnakan oleh Montesqueie dalam

bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois. Dimana Montesqueie menjabarkan kekuasaan

menjadi 3 yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.

Legislatif adalah kekuasaan membuat undang–undang.

Eksekutif adalah kekuasaan menjalankan undang – undang (diutamakan

tindakan di bidang politik luar negeri).

Yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang–undang.

Menurut pendapat dari Montesqueie, semua kekuasaan itu harus terpisah

satu sama lain baik mengenai fungsi, ataupun mengenai alat kelengkapan

yang menyelenggarakannya. Terutama Montesqueie memisahkan

kewenangan mengadili adalah bukan kewenangan dari eksekutif.

Montesqueie memandang bahwa kekuasaan pengadilan adalah kekuasaan

yang berdiri sendiri. Montesqueie berpendapat bahwa kemerdekaan akan

dapat dijamin apabila ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu

badan, melainkan tiga badan yang terpisah. Inilah yang menjadi dasar

pemikiran Montesqueie sebagai Separation of Power.

b. Teori Pembagian Kekuasaan (Division of Power)

Teori pembagian kekuasaan merupakan kelanjutan dari teori pemisahaan

kekuasaan. Pada dasarnya teori pemisahaan kekuasaan dianggap sebagai yang

Page 11 of 25

Page 12: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

paling mencerminkan Trias Politica. Namun demikian, walaupun ketiga fungsi

tersebut telah dipisahkan, masih dirasakan perlu untuk menjamin bahwa masing

kekuasaan tidak melampaui batas–batas dari kekuasaannya. Oleh karena itu,

untuk mencegah hal seperti itu, maka diadakan suatu system yang bernama

“check and balances”.

Tujuan dari check and balances adalah agar dapat dilakukannya pengawasan

dan untuk mengimbangi fungsi kekuasaan lainnya. Sistem ini mengakibatkan

fungsi kekuasaan yang satu dengan yang lainnya dapat turut campur dalam

batasan tertentu terhadap fungsi kekuasaan yang lain. Hal ini bukan dimaksudkan

untuk memperbesar efisien kerja, melainkan untuk membatasi kekuasaan dari

setiap fungsi agar lebih efektif.

Dikarenakan hal tersebut, maka mulai dikenal lah teori pembagian kekuasaan

yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoknya saja yang dibedakan menurut

sifatnya, serta diserahkan kepada badan yang berbeda, tetapi untuk selebihnya

kerja sama di antara fungsi – fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran

organisasi. Teori pembagian kekuasaan secara garis besar dianggap sebagai

usaha untuk membendung kecenderungan lembaga–lembaga kenegaraan untuk

melampaui batas kewenangan, yang memungkinkan terjadinya tindakan yang

sewenang- wenang.

Fungsi dari Lembaga Negara, diawal telah dijelaskan bahwa terdapat 3 bentuk

fungsi lembaga Negara, yaitu legislative, eksekutif, yudikatif dengan masing–masing

kewenangannya.

Fungsi Legislatif

Legislatif secara etimologis berasal dari kata legislate yang berarti

membuat undang – undang. Lagislatif biasa disebut sebagai parlemen atau

dewan perwakilan rakyat.

Di Indonesia sendiri kewenangan legislative (Dewan Perwakilan

Rakyat) tercantum dalam pasal 20A UUD 1945. Namun pada intinya,

terdapat 3 fungsi yang menjadi kewenangan badan legislative yaitu :

1. Fungsi Legislasi, adalah tugas utama dari badan legislative yaitu

untuk membuat peraturan perundangan untuk menentukan arah

kebijakannya.

Page 12 of 25

Page 13: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Menurut Prof. Philipus M Hadjon, DPR Indonesia melakukan

fungsi “medewetgeving” yang berarti ikut serta membuat undang–

undang. Hal ini dikarenakan UU Indonesia adalah produk bersama

dengan Presiden.

2. Fungsi Anggaran (Budgeting/Begrooting), legislatif mempunyai

kewenangan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja

Negara 

3. Fungsi Pengawasan (Monitoring), legislatif mempunyai fungsi

untuk mengawasi dan mengontrol aktifitas badan eksekutif. Hal ini

ditujukan agar eksekutif melakukan sesuai dengan kebijakan apa

yang telah ditetapkan oleh legislatif. Pengawasan dilakukan melalui

sidang – sidang panitia legislatif dan melalui hak – hak control

khusus yang dimiliki oleh legislatif, seperti hak bertanya, interplasi,

hak angket, mosi dan sebagainya.

Tiga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh legislatif terhadap eksekutif,

adalah control of executive, control of expenditure, dan control of taxation. 

Selain ketiga fungsi legislatif di atas, terdapat fungsi lain seperti mensahkan (ratify)

perjanjian internasional yang dibuat oleh badan eksekutif.

Fungsi Eksekutif

Menurut trias politca, fungsi dari eksekutif adalah melaksanakan

kebijakan–kebijakan yang telah ditetapkan oleh legislatif. Namun seiring

dengan perkembangan zaman, eksekutif memiliki fungsi lain yang tak hanya

melaksanakan undang – undang saja. Adapun fungsi dari eksekutif adalah :

1. Diplomatik : menyelanggarakan hubungan diplomatic dengan

Negara lain

2. Administratif : melaksanakan undang–undang serta peraturan–

peraturan lain dan menyelenggarakan administrative Negara

3. Militer : mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan

perang sserta keamanan dan pertahanan negara.

4. Yudikatif : memberikan grasi, amensti, abolisi, dan sebagainya.

5. Legislatif : merencanakan undang – undang dan membimbingnya dalam

badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang – undang.

Page 13 of 25

Page 14: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Fungsi Yudikatif

Yudikatif merupakan lembaga negara yang berwenang untuk mengadili

setiap pelanggaran perundang–undangan yang ada. Adapun setiap negara

memiliki konsep yudikatif yang berbeda. Apabila kita berbicara yudikatif,

maka harus dimulai dengan memisahkan dengan system hukum yang ada,

yaitu system Anglo Saxon dan Eropa Continental. 

Dalam system hukum Anglo Saxon, disamping undang – undang yang

dibuat oleh parlemen, juga terdapat hukum sebagai common law atau hukum

kebiasaan yang dirumuskan oleh hakim. Dengan kata lain hakim juga dapat

membuat hukum dengan keputusannya yang lebih dikenal dengan nama

Judge made law.

Sementara dalam sistem hukum Eropa Continental, hukum telah

dikodifikasikan dengan rapi. Oleh karena itu, hakim dalam memeriksa

perkara hanya berdasar peraturan hukum yang ada dalam UU saja. Namun

apabila ternyata UU belum mengatur suatu hal, maka hakim dapat

memberikan keputusan sendiri (Ius Curia Novit), tanpa terikat dengan

precedent. di Indonesia sendiri, fungsi yudikatif menurut UUD 1945

dilakukan oleh MA dan badan peradilan dibawahnya dan oleh sebuah MK.

C. Teori Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh

lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Pembentukan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai

dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan,

pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.

Asas-asas pembentukan peraturan adalah suatu pedoman atau suatu rambu-

rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Penerapan

dalam bidang hukum berkaitan dengan pembentukan perundang-undangan Negara,

Burkhardt Krems menyebutnya dengan istilah Staatslische Rechtssetzung sehingga

pembentukan peraturan meliputi:

1. Isi peraturan (Inhalt der Regelung);2. Bentuk dan susunan peraturan (Form der Regelung);3. Metoda pembentukan peraturan (Methode der Ausarbeitung der Regelung);

dan

Page 14 of 25

Page 15: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

4. Prosedur dan proses pembentukan peraturan (Verfahren der Ausarbetung der Regelung).

Paul Scholtern mengemukakan bahwa, sebuah asas hukum (rechtbeginsel)

bukanlah aturan hukum (rechtsregel). Sebuah azas hukum terlalu umum atau

berbicara terlalu banyak (of niets of veel te veel zeide) untuk disebut sebagai aturan

hukum. Penerapan asas hukum secara langsung melalui jalan subsumsi atau

pengelompokan sebagai aturan tidaklah mungkin sehingga harus dibentuk isi yang

lebih konkret.

Asas hukum bukanlah hukum, tetapi hukum tidak dapat dipahami tanpa asas-

asas tersebut. Scholten mengemukakan lebih lanjut bahwa ilmu pengetahuan hukum

mengemban tugas untuk menelusuri dan mencari asas hukum dalam hukum positif.

Berikut pendapat dua ahli hukum yaitu I.C. van der Vlies dan A. Hamid S.

Attamimi serta menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

a. Asas pembentukan peraturan negara yang baik

Menurut I.C. van der Vlies asas-asas pembentukan peraturan negara

yang baik (beginselen van behoorlijke regelgeving) dibagi dalam asas-asas

yang formal dan materiil. Asas-asas formal meliputi:

1) Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);2) Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);3) Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);4) Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);5) Asas consensus (het beginsel van consensus).

Asas materiil meliputi:Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologi en duidelijke systemetiek);

1) Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbarheid);2) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het

rechtsgelijkeheidsbeginsel);3) Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);4) Asas pelaksanaan sesuai dengan kemampuan individu (het beginsel van

de individuele rechtsbedeling).21

b. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut.

21 http://qolbifsh.blogspot.com/2012/04/asas-asas-pembentukan-perundang.html, diakses pada tanggal 23 Oktober 2014, pukul 22.37

Page 15 of 25

Page 16: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa pembentukan peraturan

perundang-undangan Indonesia yang patut adalah sebagai berikut:

1) Cita hukum Indonesia. Cita hukum Indonesia tidak lain merupakan Pancasila (Sila-sila dalam Pancasila berlaku sebagai ide yang berlaku sebagai “bintang pemandu”). Norma fundamental negara yang juga tidak lain merupakan Pancasila (Sila-sila di dalamnya berlaku sebagai norma);

2) Asas Negara Berdasar Atas Hukum dan Asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi;

3) Asas Negara Berdasar Atas Hukum yang menempatkan undang-undang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam keutamaan hukum (der Primat des Recht);

4) Asas-asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi yang menempatkan undang-undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;

5) Asas-asas lainnya.22

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut itu

meliputi juga asas tujuan yang jelas, asas perlunya pengaturan, asas

organ/lembaga dan materi muatan yang tepat, asas dapat dilaksanakan, asas

dapat dikenali, asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas kepastian

hukum, dan asas pelaksanaan hukum sesuai dengan kemampua individual.

Apabila dibagi berdasarkan asas formal dan materiil,

c. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menurut

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan. Landasan peraturan perundang-undangan yang baik

harus memiliki empat unsur yaitu:

1) Landasan Yuridis : Berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki

pembuat peraturan perundang-undangan;

2) Landasan Sosiologis : Untuk mencapai kesesuaian bentuk atau jenis

peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama bila

diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi atau sederajat;

3) Landasan Filosofis : Keharusan mengikuti tata-cara tertentu;

4) Landasan Teknik Perancangan : Peraturan perundang-undangan yang

akan dibuat tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi tingkatannya.

22 Ibid

Page 16 of 25

Page 17: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa syarat

penyusunan dan pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhatikan asas sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan;2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;3. Kesesuaian antara jenis hirarki dan materi muatan;4. Dapat dilaksanakan;5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan;6. Kejelasan rumusan;7. Keterbukaan.

Page 17 of 25

Page 18: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kajian Keududukan DPD Sebagai Lembaga Perwakilan dalam Struktur dan

Sistem Ketatanegaraan berdasarkan Trias Politica.

DPD adalah Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi

keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah

ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota

MPR. Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik

Indonesia.DPD dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.

DPD mempunyai fungsi :

Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang

berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.23

Tugas dan Wewenang DPD24

1. DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan Undang-undang yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan

dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah.

2. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang

yang berkaitan dengan pajak.pendidikan dan agama

Berkaitan dengan hal tersebut berdasarkan Pasal 22C dan Pasa 22D mengatur

tentangDPD berikut isi Pasal 22C dan 22D UUD 1945 :

Pasal 22C

1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

23 Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 14424 Ibid, hlm. 145

Page 18 of 25

Page 19: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. 

3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

Pasal 22D

1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 

2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. 

3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. 

4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diber-hentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. 

Bahwa dalam UUD 1945 kewenangan dan organ DPD ada pada dasarnya bukanlah sebagai lembaga legislatif sebagai mana teori Mostequin yang menyebutkan yaitu fungsi legilasi adalah kekuasaan membuat undang–undang yang diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana juga disebutkan dalam Pasal dalam UUD 1945 yaitu:

Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Page 19 of 25

Page 20: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

Bahwa DPD juga tidak mempunyai kewenangan yang jelas karena

berdasarkan Teori Kewenagan tidak mempunyai suatu kejelasan yang jelas,

karena jika dibandingkan dengan teori-teori sebagaimana disebutkan di atas maka

tidak ada suatu kejelasan mengapa kemudian DPD lahir, karena Fungsi Legislasi,

Budgeting dan Controling sudah menjadi tugas dari Dewan Perwakilan Rakyat

sehingga jika kemudian memperbandingkan di antara keduanya dapat dilihat

bahwa semua fungsi yang diberikan kepada DPD oleh UUD maupun Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang, MPR, DPR, DPD dan DPRD hanya

sebagai pelengkap dan tidak mempunyai fungsi apa-apa yang sangat diperlukan

oleh Negara Indonesia, disebabkan semua kewenagannya hanya berupa “dapat”

mengajukan, dapat mengawasi, dan dapat mempertimbangkan, ikut membahas

hanya itu saja kewenangan dari DPD, kalaupun sampai habis periode DPD tidak

menghasilkan sesuatu produk apapun atau hanya melakukan sidang 1 (satu) tahun

sekali para anggota DPD telah sepenuhnya menjalankan UUD dan UU yang

mengatur tentang fungsi dan kewenangan anggota DPD Republik Indonesia.

Bahkan seharusnya sebagaimana disebutkan dalam Teori Perundang-

Undangan menjelaskan bahwa berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

pembentukan peraturan perundang-undangan disebutkan yaitu suatu peraturan

perundang-undangan haruslah bentuk dengan memenuhi asas kedayagunaan dan

kehasilgunaan. Dalam hal ini DPD lahir tidak memenuhi asas hukum tersebut,

karena jika dikaji secara teoritis fungsi Legislatif dilakukan Oleh DPR, Fungsi

Eksekutif dilakukan oleh Presiden dan Fungsi Yudikatif dilakukan oleh

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Page 20 of 25

Page 21: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

B. Peran DPD sebagai suatu Lembaga Perwakilan Rakyat

Sistem perwakilan yang dianut Indonesia merupakan sistem yang khas

Indonesia karena dibentuk sebagai per-wujudan kebutuhan, kepentingan, serta

tantangan bangsa dan negara Indonesia.

Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang mengatur keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia itu antara

lain dimaksudkan untuk :

1. Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan memper-teguh persatuan kebangsaan seluruh daerah;

2. Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-

daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan

daerah;

3. Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah

secara serasi dan seimbang.

Dengan demikian, keberadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

ayat (1) dan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) berjalan

sesuai dengan keberagaman daerah dalam rangka kemajuan bangsa dan negara.

DPD memiliki fungsi yang terbatas di bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan

pertimbangan. Fungsi DPD berkaitan erat dengan sistem saling mengawasi dan

saling mengimbangi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu :

1. Dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-

undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah; 

2. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta

memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan

Page 21 of 25

Page 22: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

3. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai:

otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,

pendi-dikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada

Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dalam penjelasan tentang mengapa kemudian DPD lahir juga tidak dapat

dikuatkan dengan pelaksanaan kewenagan dan fungsi sebagaimana di atur dalam

peraturan perundang-undangan karena juga kewenagan DPD sebenarnya tidak ada

jika kemudian DPR sebagai badan legislasi yang melakukan segala macam hal yang

berkaitan dengan legislasi peran DPD juga bukanlah peran yang dapat mengesahkan

karena pengesahan suatu Undang-Undang dilakukan oleh Eksekutif yaitu Presiden

dan Legislatif yaitu DPR, dan DPD tidak termasuk di dalamnya.

Jika dibandingkan dengan lembaga perwakilan seperti hal nya DPR RI jauh

dibandingkan peran DPD yang dapat dijalankan oleh DPR, namun sistem perwakilan

seperti apa yang menjadi tugas dan wewenang yang sangat dibutuhkan oleh Rakyat

Indonesia terkati lahirnya lembaga negara ini sebagai organ kenegaraan yang

mengurusi urusan di daerah. Jika itu jawabannya maka apa juga guna Pemerintahaan

Daerah.

Page 22 of 25

Page 23: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dari semua teori hukum yang ada tidak satupun yang dapat memberikan penjelasan

terhadap kedudukan DPD sebagai badan legislatif, serta dalam teori Pembagian

kekuasaan dan pemisahan kekuasaan juga tidak dapat dikatagorikan sebagai salah

satu di antara Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. DPD hanya “dapat” menjalankan

fungsinya yaitu, dapat mengawasi, dan dapat mempertimbangkan, ikut

membahas,dapat mengajukan hanya itu saja kewenangan dari DPD, kalaupun sampai

habis periode DPD tidak menghasilkan sesuatu produk apapun atau hanya

melakukan sidang 1 (satu) tahun sekali para anggota DPD telah sepenuhnya

menjalankan UUD dan UU yang mengatur tentang fungsi dan kewenangan anggota

DPD Republik Indonesia

2. Dalam sistem perwakilan, perwakilan seperti apa yang dilakukan oleh organ negara

ini tidaklah jelas, karena semua fungsi yang ada pada DPD saat ini sebagai lembaga

perwakilan kesemuanya dapat dilaksanakan oleh DPR sebagai badan legislative yang

mempunyai segala aturan dan kewenangan dalam melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undagan.

B. Saran

1. Agar DPD dibubarkan saja terlebih lagi peran yang tidak dapat berbuat apa-apa

tersebut hanya akan banyak menghabisi anggaran negara karena tidak dapat berbuat

banyak terkait kewenagannya.

2. Jika pun tidak dibubarkan perkuat tugas, fungsi dan kewenagan DPD.

Page 23 of 25

Page 24: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Kencana Prenada Media Group, 2008

Firmansyah Arifin, dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Jakarta, 2005

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006

Kusnardi Muh. dan Bintan R Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Gramedia, Jakarta, 1983

Kusuma, RM.A.AB., Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan keduapuluh tujuh, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005

Moh. Mahfud MD, Dasar dan Strutur Ketata Negaraan Indonesia, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2001

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008

Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988

Soejono dan H. Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003

Tambunan, A.S.S., Hukum Tata Negara Perbandingan, Puporis Publishers, 2001

Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan Partai Politik, Gema Insani Press, Jakarta, 1996

A. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD

Page 24 of 25

Page 25: DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM KONTRUKSI SISTEM PERWAKILAN DI INDONESIA BERDASARKAN  TRIAS POLITICA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

B. Internet

http://qolbifsh.blogspot.com/2012/04/asas-asas-pembentukan-perundang.html, diakses pada tanggal 23 Oktober 2014, Pukul 22.36

Page 25 of 25