Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam reumatik akut merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis dan ada pada 0,3% kasus faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. 1,2 Penyakit ini bisa terjadi secara akut atau berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum. 3,4 Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia. 2 Puncak insiden demam reumatik akut terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Demam reumatik akut yang menimbulkan gejala sisa pada katup-katup jantung disebut sebagai penyakit jantung reumatik. 4
31

demam reumatik akut

Dec 18, 2014

Download

Documents

gejala dan tanda , diagnosis, terapi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: demam reumatik akut

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam reumatik akut merupakan penyakit peradangan akut yang dapat

menyertai faringitis dan ada pada 0,3% kasus faringitis yang disebabkan oleh

Streptococcus beta-hemolyticus grup A.1,2 Penyakit ini bisa terjadi secara akut atau

berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis,

korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum.3,4 Penyakit ini cenderung berulang dan

dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa

muda di seluruh dunia.2 Puncak insiden demam reumatik akut terdapat pada kelompok

usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan

penduduk di atas 50 tahun. Demam reumatik akut yang menimbulkan gejala sisa pada

katup-katup jantung disebut sebagai penyakit jantung reumatik.4

Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik sering terjadi pada daerah

kumuh dan padat. Di negara berkembang, demam reumatik akut merupakan penyebab

utama dalam kelainan kardiovaskular (25%-45%)5 Prevalensi demam reumatik akut yang

diperoleh dari penelitian World Health Organization (WHO) mulai tahun 1984 di 16

negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur jauh, Asia Tenggara dan

Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-

rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia

pada tahun 1980-an berkisar 1 sampai 10 per 1.000. dari suatu penelitian yang dilakukan

Page 2: demam reumatik akut

2

di India Selatan diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara

angka yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak sekolah.2,5

Prevalensi demam reumatik akut di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun

beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit

jantung reumatik anak berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian,

secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik akut di Indonesia

pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat penyakit jantung reumatik anak

merupakan akibat dari demam reumatik akut.3

B. TUJUAN

Tujuan penulisan referat yang berjudul “Demam Reumatik Akut” ini adalah untuk

memberikan informasi ilmiah mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, pathogenesis,

patologi, gejala klinis dan diagnosis, penanganan, serta prognosis.

Page 3: demam reumatik akut

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STREPTOKOKUS GRUP A

Streptokokus adalah penyebab infeksi bakteri yang paling lazim pada masa bayi

dan anak. Streptokokus grup A, penyebab faringitis akut bakterial yang paling sering,

juga menghasilkan variasi yang luas infeksi lain dan sekuele nonsupuratif seperti demam

reumatik.6

Streptokokus beta-hemolitikus dikenali oleh karena morfologi koloninya dan

kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis pada sel darah merah. Sel ini terdiri dari

sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama dari

lipoprotein. Komponen bagian dalam adalah peptodoglikan, yang memberi kekakuan

dinding sel, menimbulkan arthritis, serta reaksi nodular pada kulit binatang percobaan.

Komponen kedua adalah polisakarida dinding sel atau karbohidrat spesifik-grup. Struktur

imunokimia komponen tersebut menentukan spesifisitas serologis bermacam-macam

serogrup.6,9

Karbohidrat pada grup A merupakan polimer polisakarida yaitu yang terdiri dari

pendukung utama ramnose dengan rantai samping ramnose yang diakhiri ujung terminal

N-asetilgluktosamin. Gula amino ini merupakan determinan antigenic spesifik dari

karbohidrat streptokokus grup A. karbohidrat ini terbukti memiliki determinan antigenic

bersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia. Komponen ketiga terdiri dari

protein yang dilabel sebagai protein M, R, dan T. dari ketiga protein ini yang paling

penting adalah protein M, yakni antigen spesifik tipe dari streptokokus grup A.6

Page 4: demam reumatik akut

4

Adanya protein M pada permukaan streptokokus menghambat fagositosis,

hambatan tersebut dinetralkan oleh antibody terhadap protein M, yaitu antibody spesifik-

tipe. Imunitas terhadap infeksi streptokokus grup A adalah spesifik-tipe, bukan spesifik-

grup, dan dihubungkan dengan adanya antibody spesifik-tipe. Dari permukaan keluar

bentuk menyerupai rambut merupakan lapisan fimbrie yang tersusun oleh asam

lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan streptokokus terhadap sel epitel. 6,9

B. DEMAM REUMATIK AKUT

1. ETIOLOGI

Streptokokus beta-hemolitikus grup A merupakan agen penyebab terjadinya

demam reumatik akut (DRA). Infeksi bakteri ini pada tenggorok selalu mendahului

terjadinya DRA, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.9 Hubungan

kuman Streptokokus beta hemolitik grup A sebagai penyebab demam reumatik akut

(DRA) terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat

diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis

yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi

Streptokokus β hemolitik grup A, terutama serotipe M1,3,5,6,14,18,19 dan 24. 3

2. EPIDEMIOLOGI

Demam reumatik akut (DRA) masih sering didapati pada anak di negara

sedang berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. 2

Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000

anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam reumatik di

Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan

Page 5: demam reumatik akut

5

jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya 2,7. Statistik rumah sakit di

negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari penderita

penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang

berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih

merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa

muda. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa

negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah.

Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi dinegara

berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah – 150 per 100.000 di

Cina.2,5

3. PATOGENESIS

Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan

terjadinya DR telah lama diketahui. Demam reumatik merupakan respons auto

immune terhadap infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan.

Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh

kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif.

Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran

antigen histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibody

yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor

resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T

memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari

Streptokkokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotype

Page 6: demam reumatik akut

6

biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M-

protein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya

homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti

tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler yang

disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup

jantung. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19

dan 24 berhubungan dengan terjadinya DRA. 3

Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh

bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex

molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus

streptokokus banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like

activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam

patogenesis DR.3

Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen

streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang

rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis

streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang

mengontrol low level respons antigen streptokokkus berhubungan dengan Class II

human leukocyte antigen, HLA. Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan

permukaan bakteri dengan reseptor spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik

seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan

reseptor host adalah kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh

fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-binding proteins. Faktor lingkungan

Page 7: demam reumatik akut

7

seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses

kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi

penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya

infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.3

Pada gambar di bawah ini dapat dilihat skema patogenesis DR

Gambar 2.1 Skema Patogenesis Demam Reumatik (DR)

4. PATOLOGI

DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat,

terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh

lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis

Page 8: demam reumatik akut

8

fibrinosa kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah

beberapa saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade.

Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang

jantung. Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi

limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard

yang merupakan patognomonik DR. Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral

yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant

multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih

dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes.4,6 Nodul Aschoff bisa

didapati pada spesimen biopsy endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard

menyebabkan valvulitis reumatik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous,

berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup

dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan

edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa

didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding

atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan

fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau

insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup

trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.4,6,9

5. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Tidak ada satu manifestasi klinis atau uji laboratorium spesifik yang dengan

tegas menegakkan diagnosis demam reumatik. Ada sejumlah tanda klinis tertentu,

Page 9: demam reumatik akut

9

disebut kriteria Jones, yang membuat diagnosis demam reumatik akut sangat

mungkin dan memerlukan pembahasan manifestasi klinis dan diagnosis bersama.

Walaupun kriteria Jones telah diubah beberapa kali sejak publikasi aslinya.1,4,6,9,10

Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada

dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam reumatik. Pada

perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart

Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya

(Tabel 1). Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria

minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan

besar menandakan adanya demam reumatik.10 Tanpa didukung bukti adanya infeksi

streptokokus, maka diagnosis demam reumatik harus selalu diragukan, kecuali pada

kasus demam reumatik dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham

atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul

setelah masa laten yang lama dan infeksi streptokokus.4,6

Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai

suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam reumatik.6 Kriteria ini

bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik

berupa over-diagnosis maupun underdiagnosis.

Rekomendasi American Heart Association untuk diagnosis serangan awal

demam reumatik dapat dilihat pada tabel 2.1 1,10

Page 10: demam reumatik akut

10

Tabel 2.1. Kriteria Jones (Updated 1992)

Manifestasi mayor Manifestasi minor- Karditis Klinis :

- Artralgia- Demam

- Poliartritis LaboratoriumPeninggian reaksi fase akut(LED meningkat dan atau CRP)

- Korea Interval PR memanjang - Eritema Marginatum- Nodulus Subkutan

DitambahDisokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus tenggorok yang positif atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO yang meningkat

Kriteria Mayor

a. Karditis

Karditis merupakan manifestasi klinik demam reumatik yang paling berat

karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian

penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi

penyakit jantung reumatik. 4,6

Diagnosis karditis reumatik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan

adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,

(b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.1,3,4,6,7

Bising jantung merupakan manifestasi karditis reumatik yang seringkali

muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung

kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat(4). Bising pada karditis

reumatik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising

Page 11: demam reumatik akut

11

awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks

(bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri 4

b. Poliartritis

Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan

keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam reumatik

paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya

berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian

berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada

beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada

satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. 4,6,8,9

Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis)

tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor.10 Selain itu, agar dapat

digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya

dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus

didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.4

c. Korea

Korea Sydenham (St. Vitus damce) secara khas ditandai oleh adanya

gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya

bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi

demam reumatik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea

jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan

lazim terjadi pada perempuan. 3,4,6,9

Page 12: demam reumatik akut

12

Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian

penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam reumatik meskipun

tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam reumatik

yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak

ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.4

d. Eritema marginatum

Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam reumatik dan

tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa

gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara

sentrifugal.4,6 Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare reumatikum

dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi

tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau

menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat

dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam

reumatik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.4,6

e. Nodulus subkutan

Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di

daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini

berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya,

dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. 1,4,9. Tanda ini pada

umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

Page 13: demam reumatik akut

13

Kriteria Minor

1. Artralgia

Atralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai

peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan

nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam

hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal(9,10). Artralgia tidak dapat digunakan

sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor(10).

2. Demam

Demam pada demam reumatik biasanya ringan,meskipun adakalanya

mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung

sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu.(1,9,11). Demam

merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada

begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding

yang bermakna.(9,10).

3. Laboratorium

Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah,

kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan

peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan

pada demam reumatik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor

yang ditemukan(1,10).

Page 14: demam reumatik akut

14

4. Interval P-R yang memanjang

Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan

abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai

pada demam reumatik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam

reumatik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda

yang memadai akan adanya karditis reumatik(4,9,10).

Bukti yang Mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar

untuk demam reumatik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi

streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada

orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat

dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam reumatik akut(4,9).

Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan

usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam reumatik akut.

Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan

adanya infeksi streptokokus akut(9).

6. PENATALAKSANAAN

Pengobatan terhadap DRA ditujukan pada 3 hal yaitu 1). Pencegahan primer pada

saat serangan DR, 2). Pencegahan sekunder DR, 3). Menghilangkan gejala yang

menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan gagal

jantung dan korea.

Page 15: demam reumatik akut

15

Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat

serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Pencegahan sekunder DR bertujuan

untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat memperberat

kerusakan katup katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup

jantung. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberian pada pencegahan primer dan

sekunder dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Reumatik.

Cara pemberian

Jenis antibiotika Dosis Frekuensi

Pencegahan primer : pengobatan terhadap faringitis streptokokus untuk mencegah serangan primer demam rematik

Intramuskuler

Benzatin PNC G 1,2 juta unit(600.000 unit untuk BB <27 kg)

Satu kali

Oral Penisilin V 250mg / 400.000 unit 4 kali sehari selama 10 hari

Eritromisin 40 mg/kg bb/hari(jangan lebih dari 1gr/hr

3-4 kali sehari selama 10 hari

Yang lain seperti klindamisin, nasilin, amoksilin, sefalesin

Dosis bervariasi Selama 10 hari

Tetrasiklin dan sulfa jangan digunakanPencegahan sekunder : pencegahan berulangnya demam rematik

Intramuskuler

Benzatin PNC G 1,2 juta unit Setiap 3-4 minggu

Oral Penisilin VSulfadiazinEritromisin

250 mg500 mg250 mg

2 kali sehariSekali sehari2 kali sehari

Tetrasiklin jangan digunakan

Page 16: demam reumatik akut

16

a. Tirah Baring

Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal

jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti

inflamasi perlu diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan

arthritis.9

Semua penderita demam reumatik harus tinggal di rumah sakit. Penderita

dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu

menjalani tirah baring secara ketat(3,11). Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang

berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak

selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8

minggu(10,11), yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang

boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat(3).

Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua

tanda demam reumatik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring

tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan

istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.1

b. Anti Inflamasi

Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat

ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam reumatik

memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat

diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4

minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin

dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25

Page 17: demam reumatik akut

17

mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan

menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4

jam.1

Kortikosteroid dianjurkan pada demam reumatik dengan gagal jantung. Obat

ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi

insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam reumatik

Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi

selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3

dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk

menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3

ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.1,3,10,11

c. Pengobatan Gagal Jantung

Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal

jantung pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring

dan pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik,

atau vasodilator.3,10 Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif

akibat kelainan lainnya1. Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena

dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia1, di

samping batas keamanannya yang sempit(10). Cara pemberian digoxin pada gagal

jantung meliputi loading dose dan maintenance. Loading dose diberikan selama 1-3

hari pengobatan dengan dosis 0,03mg/kgbb/hari, sedangkan dosis maintenance yaitu

0,01mg/kgbb/hari dan terbagi dalam 2 kali pemberian. Pengobatan ini diberikan

selama masih terjadi gagal jantung.

Page 18: demam reumatik akut

18

d. Pengobatan Korea

Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung

selama beberapa minggu sampai 3 bulan.1,3,10,11 Obat-obat sedatif, seperti

klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil

yang memuaskan. Perlu diingat, haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada anak di

bawah umur 12 tahun.9

7. PROGNOSIS

Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat

keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi

yang sekarang sudah jarang terlihat di Negara maju namun masih sering ditemukan di

Negara berkembang. Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam

reumatik akut hingga mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan

angka penyebuhan yang tinggi penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara

teratur. 6

Page 19: demam reumatik akut

19

BAB III

KESIMPULAN

1. Streptococcus beta-hemolitikus grup A merupakan agen penyebab terjadinya demam

reumatik akut

2. Demam reumatik akut masih sering didapati pada anak di negara sedang berkembang dan

sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun

3. Diagnosis demam reumatik akut menggunakan kriteria Jones yaitu apabila ditemukan 2

kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya

infeksi streptokokus sebelumnya

4. Penatalaksanaan DRA ditujukan pada 3 hal yaitu pencegahan primer pada saat serangan

DRA, Pencegahan sekunder DRA, dan Menghilangkan gejala yang menyertainya.

Page 20: demam reumatik akut

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Huon H. Gray, Keith D.Dawkins, John M.Morgan and Iain A.Simpson. Penyakit Katup Jantung dalam : Lecture Notes Kardiologi, edisi keempat, Erlangga, Jakarta,2005.

2. C. Olivier. Rheumatic fever—is it still a problem?. Journal of Antimicrobial Chemotherapy (2000) 45, Topic T1, 13–21. available from: http://jac.oxfordjournals.org/content/45/suppl_1/13.full.pdf+html

3. Abdullah AS. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik Permasalahan Indonesia. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18716/1/mkn-sep2007-40%20%281%29.pdf .

4. Donald C. Fyler. Demam Reumatik dalam : Kardiologi Anak Nadas. Gajah Mada University Press, 1996.

5. World Health Organization. Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation Geneva, 29 October–1 November 2001.

6. A Samik Wahab. Dalam : Sudigdo S, Bambang M (penyunting). Buku Ajar Kardiologi Anak, Jakarta: Binarupa Aksara:1994.

7. Marijon E, Ou P, Celermajer DS, Ferreira B, Mocumbi A O, Jani D, et al. Prevalence of Rheumatic Heart Disease Detected by Echocardiographic Screening. N Engl J Med 2007 357:470-6. Available form: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMoa065085

8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.

9. Halstead S, Arbovirus. Dalam : Berhrman RE, Kliegman R, Arvin AM (editor). Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2. Wahab AS (penyunting) Jakarta : EGC : 2000

10. Crawford, Michael H, Aortic Stenosis dalam Lange Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 2nd edition, Mc Graw Hill Company, New York, 2003.

11. Latania K. Logan, James B. McAuley and Stanford T. Shulman. Macrolide Treatment Failure in Streptococcal Pharyngitis Resulting in Acute Rheumatic Fever. Pediatrics 2012;129;e798; originally published online February 6, 2012; DOI: 10.1542/peds.2011-1198. http://pediatrics.aappublications.org/content/129/3/e798.full.html