Top Banner

of 22

Definisi , Klasifikasi Etiologi Meningioma

Jul 18, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I PENDAHULUAN Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus tumor intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian halnya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal seringkali diketemukan secara kebetulan. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa adanya gejala-gejala klinik. Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Etiologi tumor ini diduga berhubungan dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.

BAB II1

ISI MENINGIOMA A. DEFINISI Meningioma adalah tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnva meningioma kebanvakan di tempat ditemukan banyak villi arachnoid. Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penfield (1923) didapatkan suatu konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya arachnoid fibroblast atau meningeal Fibroblastoma. Meningioma berasal dari leptomening yang biasanya berkembang jinak. Cushing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang berdekatan dengan meningen. (Widjaja, 1979). Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma malignan jarang terjadi. (Mardjono, 2003). B. ETIOLOGI Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma. Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu.Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti.2

Beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma (www.abta.org) Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan. (www.abta.org). C. EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENSI Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili

3

arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks. (Mardjono, 2003). Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah parasagitalis. Yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Jika meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis. (Mardjono, 2003). Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood. (Mardjono, 2003). D. ANATOMI Meningen adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Bersama-sama,araknoid dan piamater disebut leptomening.-(Luhulima, 2003). Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extraduralis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura mater dan archnoid terdapat spatium subdurale yang berisi cairan limfe. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu: (Luhulima, 2003). 1. Falx cerebri 2. Tentorium cerebella4

3. Falx cerebella 4. Diaphragm sellae Arachnoid bersama-sama dengan pia mater disebut leptomeningens. Kedua lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae. Arachniod adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan dura mater. Antara archnoid dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant. Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.-(Luhulima, 2003). Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral. Pia terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini ini menutupi semua permukaan otak dan medulla spinalis.-(Luhulima, 2003). E. PATOFISIOLOGI Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.F. KLASIFIKASI MENINGIOMA MENURUT WHO

WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya.a. Grade I

Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin5

berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang berkelanjutan.b. Grade II

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan. c. Grade III Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi. Tabel 1. Klasifikasi Meningioma Menurut WHO Low risk of Recurrence and Aggressive Growth Grade I Meningothelial meningioma Fibrous (fibroblastic) meningioma Transitional (mied) meningioma Psammomatous Meningioma Angiomatous meningioma Mycrocystic meningioma Lymphoplasmacyte-rich meningioma Metaplastic meningioma Secretory meningioma Greater Likelihood of Recurrence, Aggressive behavior, or any Type with a High Proliferative Index Grade II Atypical meningioma Clear cell meningioma (Intracranial) Choroid meningioma Grade III6

Rhabdoid meningioma Papillary meningioma Anaplastic (malignant) meningioma (Berger, 2005). Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor (www.cancer.net) : a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx. b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak. c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata. Banyak terjadi pada wanita. d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak dengan hidung. e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian belakang otak. f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai. h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar mata cavum orbita. i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian otak. G. MANIFESTASI KLINIS Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal7

dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal. (www.cancer.net). Gejala umumnya seperti : 1. Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari. 2. Perubahan mental 3. Kejang 4. Mual muntah 5. Perubahan visus, misalnya pandangan kabur. Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor : 1. Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai 2. Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental 3. Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda. 4. Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus. 5. Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan, 6. Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus 7. Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan 8. Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata 9. Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing H. PENEGAKAN DIAGNOSIS Diagnosis meningioma dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tanda dan gejala meningioma tergantung pada lokasi timbulnya meningioma, adanya penekanan pada otak atau Nn. Kranialis, ada tidaknya hiperostosis dan atau invasi ke jaringan lunak lainnya, dan ada tidaknya cedera vaskuler pada otak. Meningioma jarang menyebabkan nyeri kepala.8

Pemeriksaan imunohistokimia.

penunjang

meliputi

pemeriksaan

neuroimaging,

PA

dan

Pemeriksaan neuroimaging yang dapat membantu diagnosis meningioma adalah: 1. X foto polos kepala X foto polos kepala dapat menunjukkan adanya hiperostosis, sunbrust dan peningkatan vaskuler. 2. CT-Scan kepala Pada umumnya meningioma dasarnya adalah dura. Tujuh puluh sampai tujuh puluh lima persen hiperdens. Menyangat homogen setelah penyuntikan dengan kontras. Udema disekitar lesi dapat luas. Dapat juga tampak adanya hiperostosis dan kalsifikasi intratumor. Kalsifikasi deitemukan pada 20-25% kasus. Kista peritumoral dapat ditemukan pada 2%3% kasus. Tumor menekan otak tanpa menginvasinya. 3. MRI Biasanya isointens dengan kortex. Meningioma menyangat homogen setelah penyuntikan kontras (95%), jarang heterogen. Udem lebih terlihat pada MRI disbanding CT Scan (50%65%). Dapat terlihat adanya penyangatan tail yang melibatkan dura (35%-80%). 4. MRS Ratio Cholin/Creatin berhubungan dengan potensi proliferasi, bila puncaknya pada 1.5 ppm dicurigai meningioma. 5. DSA Pembuluh pial memperdarahi bagian perifer, pembuluh dura memperdarahi inti lesi. Tampak pola Sunburst dari pembesaran dural feeders dan prolong vascular stain. 6. SPECT (Single-Photon Emission Computed Tomography) Terdapat uptake yang tinggi dari analog somatostatin. Angiografi endovaskular penting dilakukan untuk melihat vaskularisasi tumor dan gangguan pada struktur vaskuler vital. Embolisasi endovaskuler preoperative pada vascular feeders dari sirkulasi eksterna dapat menguntungkan. Reseksi harus dilakukan secepatnya setelah embolisasi untuk menurunkan kemungkinan revaskularisasi tumor. I. PEMERIKSAAN PENUNJANG9

Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, peranan radiologi sangat besar. Dahulu angiografi, kemudian CT Scan dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah fossa posterior, karena CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak, sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat risiko/komplikasi yang akan timbul. 1. Foto polos Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Di indikasikan untuk tumor pada mening. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah mening menggambarkan dilatasi arteri meningea yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus. (Fyann, 2004). 2. CT scan Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik apabila diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi bedah.

Gambar 1. Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.(Fyann, 2004). a. CT tanpa kontras Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau berbintikbintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat memperlihatkan gambaran psammomatous calcifications. Kadang-kadang meningioma10

memperlihatkan komponen hipodens yang prominen apabila disertai dengan komponen kistik, nekrosis, degenerasi lipomatous atau rongga-rongga. (Fyann, 2004).b. CSF yang loculated.

Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya dapat dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini menyebabkan efek masa yang bermakna. (Fyann, 2004). c. CT dengan kontras : Semua meningioma memperlihatkan enhancement kontras yang nyata kecuali lesi-lesi dengan perkapuran. Pola enhancement biasanya homogen tajam (intense) dan berbatas tegas. Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relatif spesifik karena bisa tampak juga pada glioma dan metastasis. (Fyann, 2004). Di sekitar lesi yang menunjukkan enhancement, bisa disertai gambaran hypodense semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering menunjukkan enhancement heterogen yang kompleks. (Fyann, 2004).

Gambar 2. Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma dari lobus parietal. C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa kalsifikasi yang homogen melekat pada tulang parietal kanan. Jaringan lunak tumor banyak terlihat pada bagian posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada hemisfer serebri kiri disebabkan oleh penyakit parasit. Gambaran MRI potongan coronal T2 menunjukkan deposit kalsium (seperti bintang) yang dikelilingi jaringan solid. 3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu pada gambar Tl dan T2 maupun proton density. Intensitas jaringan tersebut biasanya berbeda pada gambar11

Tl dan T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun peredaran darah yang cepat. Dengan melihatgambarTl maupun T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan,kalsifikasi, nekrosis maupun lemak dan lainlain. Intensitas jaringan tersebut mulai dari hipo, iso dan hiper intensitas terlihat jelas pada T1 dan T2. (Fyann, 2004).

Gambar 3: A. Gambaran meningioma falx serebri; potongan koronal. B. Meningioma ala sfenodalis menggunakan CT scan kontras yang ditingkatkan. (Ropper, 2005). 4. Angiografi Kelainan pembuluh darah yang paling khas pada meningioma adalah adanya pembuluh darah yang memberi darah pada neoplasma oleh caban arteri sistim karotis eksterna. Bila mendapatkan arteri karotis eksterna yang memberi darah ke tumor yang letaknya intrakranial maka ini mungkin sekali meningioma. Umumnya law phenomenon. 5. Histopatologi Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital, selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi kecil-kecil yang berasal dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan jaringan tulang baru. Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis12

meningioma

merupakan

tumor

vascular.

Arteri

dan

kapiler

memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebutmother and

pada 4 sel per lapangan pandang elektron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Berdasarkan gambaran umum histology, ada 3 subtipe meningioma yaitu meningotelial (syncytial), transsisional, dan meningioma fibroblastic.

Gambar 4. Sel tumor berbentuk spindel atau epitelial tersusun melingkar, kadang- kadang dapat dijumpai kalsifikasi atau badan psemoma.6.

Pemeriksaan Imonohistokimia Imunohistokimia dapat membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan

meningioma, 80% menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain negatif untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP). Reseptor Progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Bisa juga terdapat reseptor hormon sex yang lain. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma. (Husain, 2003). J. KOMPLIKASI Komplikasi operasi termasuk kerusakan jaringan otak di sekitarnya yang normal, perdarahan, dan infeksi. Tumor akan dapat datang kembali. Risiko ini tergantung pada seberapa banyak tumor yang telah dioperasi dan apakah itu jinak, atipikal, atau ganas. Jika tumor tidak dihilangkan sepenuhnya dengan operasi, terapi radiasi sering direkomendasikan setelah operasi untuk mengurangi risiko itu datang kembali (Park, 2012).13

K. PROGNOSIS Tindakan operasi : Untuk tumor di lokasi yang tidak berbahaya, hingga 85% dari meningioma dapat disembuhkan dengan operasi. Sebagian besar tingkat keberhasilan ditentukan oleh kondisi pasien sebelum operasi, lokasi dan besar tumor. Lokasi, jumlah tumor yang tersisa setelah operasi, dan keterampilan ahli bedah saraf adalah elemen penting dalam memprediksi hasil yang sukses. Tindakan radiasi : Radiosurgery stereotactic menghentikan pertumbuhan meningioma di hingga 80 persen dari kasus. (www.neurosurgery.ucla.edu).

14

BAB III PEMBAHASANA. PENATALAKSANAAN LAMA

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antar lain lokasi tumor,ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,riwayat operasi sebelumnnya dan atau radioterapi. Lebih lanjut lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tummor tetapi juga termasuk dura,jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi. Rencana preoperatif Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemeberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokus, dan pemeberian sefalosforin generasi ke 3 yang memiliki aktifitas terhadap organisme pseudomonas, serta pemberian metronidazol ( untuk organisme anerob) di tambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid. Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intrakranial 1. Grade I 2. Grade II 3. Grade III hiperostotik). 4. Grade IV5. Grade V

: Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan

dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang tulang yang : Reseksi parsial tumor : Dekompresi sederhana ( biopsi ) (Widjaja, 1979).

15

B. PENATALAKSANAAN/ TERAPI BARU

Pengobatan terbaik untuk meningioma tergantung pada ukuran tumor, seberapa cepat berkembang, di mana ia berada, usia dan kesehatan. Pembedahan adalah pengobatan pilihan utama untuk meningioma , terutama untuk tumor yang besar, tumor dengan gejala yang berkembang dengan cepat. Tujuan pembedahan adalah untuk menghilangkan tumor sebanyak mungkin. Namun, hal ini tidak selalu mungkin, tergantung pada ukuran dan lokasi meningioma tersebut. Selain itu, beberapa tumor tidak dapat benar-benar dihilangkan karena tumor yang terlalu dekat atau terlibat dengan bagian-bagian penting dari otak atau pembuluh darah. Dalam kasus tersebut, tumor mungkin hanya sebagian yang dihilangkan (Park, 2012). Penatalaksanaan meningioma secara garis besar dibagi penanganan medis dan operatif. 1. Penanganan medis secara simptomatis diberikan berdasarkan gejala yang timbul. Pemberian kortikosteroid sebelum dan sesudah operasi secara bermakna menurunkan angka mortalitas dan morbiditas, sehubungan dengan reseksi bedah. (Haddad, 2002) Untuk penanganan medis terhadap meningioma sendiri dapat diberikan mifepriston dan hidroxyurea, sebagai antiprogesteron. (Black, 1995). Pemberian inhibitor COX-2 dan inhibitor 5-LO masih dalam penelitian. Nathoo, 2004). Kemoterapi berupa pemberian Temozolomide pada pasien dengan meningioma rekuren dan reseksi inkomplit, masih dalam fase II. (Chamberlain, 2004). Penggunaan interferon sebagai angiostatik juga dapat dipertimbangkan.(Muhr, 2001). Indikasi radiasi pada meningioma ialah meningioma yang tidak memungkinkan untuk reseksi total, recurrent, tidak mungkin dioperasi dan meningioma yang secara histologis ganas. Angka berulangnya meningioma yang tidak direseksi total cukup tinggi yaitu 55%, dan 20% pada reseksi total. Dewasa ini dikembangkan radiosurgery, yaitu suatu teknik radiasi non operatif, dan non invasive yang dapat memberikan radiasi dosis tinggi pada jaringan tumor, tapi jaringan normal sekitarnya menerima dosis minimal radiasi, sehingga teknik ini lebih aman. Ada 2 jenis radiosurgery yaitu fractionated stereotactic radiosurgery dan gamma knife radiosurgery (GKS). (Chang, 2003). 2. Dalam penanganan operatif, jika memungkinkan semua jaringan yang terkena atau hiperostosis tulang harus dikeluarkan. Dura yang terkena harus direseksi. Untuk ini dianjurkan untuk dilakukan duraplasti. Dural tail yang telihat pada MRI juga harus dikeluarkan.16

Pada pasien diberikan kortikosteroid sebagai antiudema. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial karena batuk dan mengedan, maka diberikan antitusif dan laxative. Karena terdapat meningioma pada beberapa tempat, maka tidak mungkin dilakukan reseksi pada semua tempat, sehingga perlu dilanjutkan dengan radioterapi dan pemberian modulasi hormon. Diharapkan dengan radiasi dan pemberian modulasi hormon, tumor yang tersisa tidak bertambah besar, tidak bertambah banyak, dan tidak berulang. Bila reseptor progesteron pada jaringan tumor tinggi, pasien ini dapat diberikan antiprogesteron. Pasien juga harus diberitahu untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Sebelum dilakukan reseksi tumor dilakukan ligasi feeding artery, yang tujuannya untuk mencegah komplikasi perdarahan saat dilakukan reseksi tumor. Komplikasi operasi termasuk kerusakan jaringan otak di sekitarnya yang normal, perdarahan, dan infeksi. Sekitar 20 persen orang yang tidak memiliki serangan sebelum operasi akan mengembangkan mereka setelah operasi. Obat anti kejang biasanya dianjurkan setelah operasi, dan secara perlahan dihentikan setelah operasi jika kejang tidak terjadi. Setelah operasi, beberapa orang mengalami masalah neurologis, seperti kelemahan otot, masalah bicara, atau kesulitan dengan koordinasi. Gejala-gejala ini tergantung pada tempat tumor berada. Jika Setelah operasi, ada kemungkinan bahwa tumor akan kembali. Risiko ini tergantung tidak dihilangkan sepenuhnya dengan operasi, terapi radiasi sering pada seberapa banyak tumor yang telah dioperasi dan apakah itu jinak, atipikal, atau ganas. tumor direkomendasikan setelah operasi untuk mengurangi risiko itu datang kembali (Park, 2012). Terapi radiasi dengan menggunakan energi tinggi sinar X untuk merusak sel tumor. Sinar-x secara hati-hati ditujukan pada daerah otak yang terkena tumor. Tidak seperti sel normal, sel tumor kurang mampu memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh radiasi. Terapi radiasi sering direkomendasikan setelah operasi atau jika operasi tidak mungkin. Jika operasi dilakukan, terapi radiasi biasanya dimulai setelah orang tersebut telah sepenuhnya pulih dari operasi. Pengobatan dengan radiasi dapat diberikan dalam beberapa dosis kecil. Ini disebut terapi radiasi difraksinasi. Hal ini dilakukan lima hari per minggu selama lima sampai enam minggu, dan setiap perlakuan hanya berlangsung beberapa detik (Park, 2012). 1. Radioterapi Radioterapi proton dan ion carbon17

Radioterapi ini dengan cara mengkombinasikan carbon ion dengan partikel proton. Responnya dilihat dengan menggunakan CT Scan, MRI, dan PET imaging. Perencanaan pengobatan didasarkan pada CT 3mm leburan irisan dengan kontras agen yang disempurnakan dengan menggunakan MRI. Pada pemeriksaan meningioma, DOTATOCPET/CT digunakan untuk mengidentifikasi jaringan metabolik tumor yang aktif dengan menggunakan rasio lesi-versus-normal. Ukuran tumor itu sendiri tidak menjadi faktor yang menentukan ketika mengalokasikan pasien untuk pengobatan dengan menggunakan partikel. Namun multifocality atau metastasis sistemik misalnya melalui penyebaran CSF yang dianggap sebagai kontraindikasi untuk iradiasi partikel yang umumnya ada ketika terjadi kekambuhan. Toksisitanya sedang, mengakibatkan kelelahan, gejala terputusnya saraf kranial dan kejang. Penambahan kemoterapi ditoleransi dengan baik dan tidak meningkatkan toksisitas pengobatan. Usia dan jenis kelamin merupakan indikator respon dari keberhasilan terapi ini (Rieken, 2012). 2. Radiasi Stereotaktik Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm (Andrew, 2007). Jenis-jenis meningioma yang sering ditargetkan oleh SRS adalah dasar tengkorak dan parasagittal, karena mikro di daerah-daerah ini dapat dikaitkan dengan risiko tinggi dari saraf kranial, batang otak, dan kerusakan pembuluh darah. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 % (Andrew, 2007).

18

Toksisitas dari radiosurgery meningioma sebagian besar berasal dari gejala edema atau kerusakan pada saraf kranial yang terletak di dasar tengkorak. Oklusi pembuluh darah setelah radiosurgery jarang tetapi telah didokumentasikan dalam pengobatan meningioma sinus kavernosa, dengan kejadian 1 sampai 2% (Andrew, 2007). 3. Kemoterapi Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi (Park, 2012).

KESIMPULAN1. Meningioma adalah tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan

meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel

19

mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid.2. Tanda dan gejala meningioma tergantung pada lokasi timbulnya meningioma, adanya

penekanan pada otak atau Nn. Kranialis, ada tidaknya hiperostosis dan atau invasi ke jaringan lunak lainnya, dan ada tidaknya cedera vaskuler pada otak. Meningioma jarang menyebabkan nyeri kepala.3. Pada gambar histo patologisnya sel tumor berbentuk spindel atau epitelial tersusun

melingkar, kadang- kadang dapat dijumpai kalsifikasi atau badan psemoma.4. Pengobatan terbaik untuk meningioma tergantung pada ukuran tumor, seberapa cepat

berkembang, di mana ia berada, usia dan kesehatan. Pembedahan adalah pengobatan pilihan utama untuk meningioma , terutama untuk tumor yang besar, tumor dengan gejala yang berkembang dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA Andrew E H, Elia M.D, Helen A Shih, Jay S Loeffler. 2007. Stereotactic radiation treatment for benign meningiomas. Journal Of Neurosurgery. Vol. 23 No. 4.

20

Berger MS, Prados MD. Meningiomas in Text book of Neuro-oncology. Elsevier Saunders. 2005. p.335-45. Black PM. Benign brain tumors in Neurologic Clinics Brain Tumors in Adults. Vol 13. Number 4. 1995. p.927-33. Chamberlain MC, Wei DDT, Groshen S. Temozolomide for treatment-resistent recurrent meningioma. Neurology 2004;62:1210-2. Chang JH, Chang JW, Choi JY, Park YG, Chung SS. Complications after gamma knife radiosurgery for benign meningiomas. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2003;74:226-30. Focusing on tumor meningioma[ cited 2012 Maret 28]. Availble from: http://www.abta.org/meningioma.pdf Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA: Medical University of Southern Africa; 2004. p. 3-5. Haddad G, Hatoum C. Meningioma. 2002. Availlable at: http://eMedicine.com Husain SM, Forsyth PA. Headache associated with intracranial neoplasms in Cancer Neurology in Clinical Practice. Humana Press. 2003. p.23-36. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003. Manajemen Meningioma. Diunduh dari http://www.neuro-onkologi.com/articles/Manajemen Meningioma.doc Meningioma[cited 2012 Maret 28]. Available from:. http://www.cancer.net Muhr C, Gudjonsson O, Lilja A, Hartman M, Zhang ZJ, Langstrom B. Meningioma Treated with Interferon a, Evaluated with [11C]-L-Methionine Positron Emission Tomography. Cancer Res.2001;7:2269-76. Nathoo N, Barnett GH, Golubic M. The eicosanoid cascade: possible role in gliomas and meningiomas. J Clin Pathol: Mol Pathol 2004;57:6-13. Osborn, Blaser, Salzman. Pocket radiologist Brain top 100 diagnoses. Amirsys.2003.p.150-2. Park John K, Peter McLaren Black, Helen A Shih. 2012. Patient information: Meningioma (Beyond the Basics). UpToDate Marketing Professional. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2012 Maret 28]. Availble from: http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan %20klasifikasi%20meningioma.doc21

Rieken stefan, Daniel Habermehl, Thomas Haberer, Oliver Jaekel, Jurgen Debus, Stephanie E Combs. 2012. Proton and carbon ion radiotherapy for primary brain tumors delivered with active raster scanning at the Heidelberg Ion Therapy Center (HIT): early treatment results and study concepts. BioMed Central. Hlm 4-9. Ropper, Adams and victors principles of neurology eighth edition. McGraw Hill Medical Publishing Division. New York. 2005;hal 559 Widjaja D, Fauziah B. Meningioma Intrakranial. 1979. Diunduh dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/09MeningiomaInt rakranial016.html Widjaja D, Meningioma Intracranial. Available from : http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/09Meningi maIntrakranial016.html WHO juga membuat suatu klasifikasi untuk meningioma, lihat table 1.1.

22