Top Banner
TESIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITOR PERBANKAN TERKAIT ADANYA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN PUTU DEVIYANTI SUGITHA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
169

(deed of mortgage granting) that are not

Dec 08, 2016

Download

Documents

lethu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: (deed of mortgage granting) that are not

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITOR

PERBANKAN TERKAIT ADANYA

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

YANG TIDAK DIDAFTARKAN

PUTU DEVIYANTI SUGITHA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: (deed of mortgage granting) that are not

TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITOR

PERBANKAN TERKAIT ADANYA AKTA PEMBERIAN

HAK TANGGUNGAN YANG TIDAK DIDAFTARKAN

PUTU DEVIYANTI SUGITHA

NIM : 1092461018

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: (deed of mortgage granting) that are not

ii

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITOR

PERBANKAN TERKAIT ADANYA AKTA

PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN YANG TIDAK

DIDAFTARKAN

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister

Program Studi Kenotariatan Program Pascasarjana

Universitas Udayana

PUTU DEVIYANTI SUGITHA

NIM. 1092461018

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: (deed of mortgage granting) that are not

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

PERSETUJUAN TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA

TANGGAL :

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof.Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.H) ( I Nyoman Sumardika, SH, MKN)

NIP. 19650221 199003 1 005

Mengetahui :

Ketua Program Magister Kenotariatan Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof.Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.H Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 19650221 199003 1 005 NIP. 19590215 198510 2 001

Page 5: (deed of mortgage granting) that are not

iv

Tesis Ini Telah Diuji

Pada Tanggal: 02 Juli 2014

Panitia Penguji TesisBerdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana,

Nomor: 1864 / UN14.4 / HK / 2014

Tanggal 20 Juni 2014

Ketua : Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum.

Anggota : 1. I Nyoman Sumardika, SH.,M.Kn.

2. Prof. R.A. Retno Murni, SH.,MH,Ph.D

3. Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH

4. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,M.Hum.

Page 6: (deed of mortgage granting) that are not

v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Dengan ini saya menyatakan yang sebenarnya bahwa:

Nama : PUTU DEVIYANTI SUGITHA

NIM : 1092461018

Program Studi : Magister Kenotariatan

JudulTesis : Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Perbankan Terkait

Adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang Tidak

Didaftarkan

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas dari plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 10 Mei 2014

Yang membuat pernyataan

(Putu Deviyanti Sugitha)

Page 7: (deed of mortgage granting) that are not

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan

Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Adapun judul tesis ini adalah “Perlindungan Hukum Bagi

Kreditor Perbankan Terkait Adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang

Tidak Didaftarkan”. Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari masih terdapat

kekurangan, untuk itu besar harapan penulis semoga tesis ini memenuhi kriteria

sebagai salah satu syarat untuk meraih Gelar Magister Kenotariatan pada Program

Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulisan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari

pembimbing dan berbagai pihak. Untuk itu melalui tulisan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Made Arya

Utama, SH, MH., selaku Pembimbing Pertama sekaligus selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana dan terimakasih penulis

ucapkan kepada I Nyoman Sumardika, SH, M.Kn, selaku Pembimbing Kedua

yang telah memberikan semangat, bimbingan dan saran selama penulis

menyelesaikan tesis ini. Kepada panitia penguji tesis Prof. R.A. Retno Murni,

S.H., MH, Ph.D, sebagai Penguji I, Dr. I Wayan Wiryawan, SH, MH, sebagai

Penguji II, dan Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH, M.Hum., sebagai penguji III

yang telah memberikan ide, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam proses

penyelesaian tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut

Suastika, Sp. PD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana beserta staf atas

Page 8: (deed of mortgage granting) that are not

vii

kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih juga ditujukan kepada

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas

Udayana. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH selaku dekan

Fakultas Hukum Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis

untuk mengikuti Program Magister.

Terimakasih juga penulis tujukan kepada Bapak dan Ibu Dosen pengajar di

Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana

yang telah memberikan ilmu kepada penulis, serta Bapak dan Ibu seluruh staff

dan karyawan di Sekretariat Magister Kenotariatan Universitas Udayanayang

telah membantu penulis dalam proses administrasi.Terimakasih juga penulis

tujukan kepada Ayah tercinta I Wayan Sugitha, SH., dan Ibu Ni Nengah Sudewi,

SH serta adik-adik tersayang Made Yoga Pramana Sugitha, Komang Siska Lestari

Sugitha, Ketut Nindy Rahayu Sugitha beserta seluruh keluarga besa rtercinta atas

doa dan dukungannya selama ini

Terimakasih kepada Ida Bagus Pryankha Rai, ST., yang selalu sabar dan

tetap memberikan semangat selama proses penyusunan tesisini. Terimakasih

kepada sahabat Ni Kadek Femy Yulistiawati, SH, Ni Made Irpiana Prahandari,

SH, Desak Putu Thiarina Mahaswari Agastia, SH., Putu Sugandika Putra, SH,

M.Kn, Ni Made Sri Utami Dewi, SE, Dr. Putu Dian Ariyanti Putri, S.Ked, Lisa

Page 9: (deed of mortgage granting) that are not

viii

Indah Setyawati, SE, serta seluruh teman-teman Angkatan I Magister

Kenotariatan Universitas Udayana yang telah membantu memberikan semangat

dan dorongan dalam penulisan tesis ini serta semua pihak yang telah mendukung

proses pembuatan tesis ini.

Sebagai akhir kata penulis berharap semoga Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan

kepada kita semua. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan menambah kepustakaan di bidang Kenotariatan serta berguna

bagi masyarakat.

Denpasar, 10 Mei 2014

Penulis

Page 10: (deed of mortgage granting) that are not

ix

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITOR PERBANKAN TERKAIT

ADANYA AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

YANG TIDAK DIDAFTARKAN

Tujuan dari pembebanan Hak Tanggungan adalah dalam rangka

memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada semua pihak (khususnya

Kreditor) dan juga untuk memenuhi asas publisitas. Pasal 1 ayat (1) UUHT

mengatur ketentuan mengenai pemberian Hak Tanggungan dari Debitor kepada

Kreditor sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan.

Pemberian hak ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada Kreditor yang bersangkutan (Kreditor preferent) daripada Kreditor-

Kreditor lain. Dengan demikian pemberian Hak Tanggungan adalah sebagai

jaminan pelunasan hutang Debitor kepada Kreditor sehubungan dengan perjanjian

pinjaman/kredit yang bersangkutan. Hak Tanggungan tidak akan lahir tanpa

adanya pendaftaran APHT. Namun pada prakteknya masih dijumpai beberapa

oknum PPAT yang terlambat mendaftarkan APHT ke Kantor Pertanahan dengan

berbagai alasan, tentu saja hal ini akan merugikan pihak Kreditor sebagai pemberi

kredit. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimanakah akibat hukum dari tidak didaftarkannya

APHT terhadap perjanjian kredit perbankan yang dibuat para pihak di hadapan

Notaris/PPAT dan bagaimanakah hak Kreditor perbankan terhadap benda jaminan

dalam hal APHT tidak didaftarkan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah

penelitian yuridis empiris, yaitu dengan terlebih dahulu mengkaji norma hukum

terkait perlindungan hukum bagi Kreditor Perbankan Terkait Adanya Akta

Pemberian Hak Tanggungan yang tidak didaftarkan, kemudian dilanjutkan

penelitian lapangan. Pendekatan dalam penelitian ini jenis pendekatan kualitatif.

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik

pengumpulan data primer adalah dengan metode wawancara dengan mengambil

sampel secara Non Random Sampling. Teknik pengumpulan data sekunder dalam

penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen dan bahan hukum tertier yang

berupa kamus dan ensiklopedi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa akibat hukum dari tidak

didaftarkannya APHT terhadap perjanjian kredit perbankan yang dibuat para

pihak dihadapan Notaris/PPAT adalah kreditor tidak memiliki kedudukan yang

diutamakan. Dimana bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada

Kreditor sebagai bentuk antisipasi tidak didaftarkannya APHT adalah dengan

penandatanganan akta kuasa menjual pada saat akad kredit. Hak Kreditor

perbankan terhadap benda jaminan dalam hal APHT tidak didaftarkan yaitu tidak

memberikan hak saling mendahului dibandingkan dengan Kreditor lainnya.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Akta, Kreditor.

Page 11: (deed of mortgage granting) that are not

x

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION TO BANKING CREDITORS IN RELATION TO

APHT (DEED OF MORTGAGE GRANTING) THAT ARE NOT

REGISTERED

The purposes of mortgage granting are to provide legal protection and

certainty to all parties (especially creditors) and to meet the publicity principles.

Article 1 paragraph (1) of Mortgage Law of the Republic of Indonesia regulates

mortgage granting provisions from debtors to creditors in relation to debts

secured with collateral in form of mortgage. The mortgage is aimed at providing

prioritized position to the relevant creditors (preferred creditors) compared to

other creditors. Therefore, a mortgage granting is to guarantee debt repayment of

debtor to creditor in relation to the relevant loan agreement. The mortgage will

not exist without APHT registration. However, in practice, there are still Land

Conveyancers who are late in registering APHT to the Land Office due to various

reasons. This situation will certainly have adverse effects to creditors as the party

providing the loans. Based on the aforementioned backgrounds, the main

questions of this study are: what are the legal consequences of APHT passed

before Notaries/Land Conveyancers that are not registered and how are the

creditors’ rights towards collateral stated in APHT that are not registered.

This thesis be qualified into the empirical legal study, namely by firstly

studying the legal norms related to legal protections towards banking creditors in

relation to APHT that are not registered, and then followed up with field studies.

The adopted approaches in this study are qualitative studies having primary and

secondary data. The primary data were collected through interviews and non-

random sampling. Meanwhile, the secondary data were acquired from studying

documents and secondary legal resources in forms of dictionaries and

encyclopedias.

The study results show that a consequence of non-registered APHT of

banking loan agreements concluded by the parties before Notaries/Land

Conveyancers is that creditors do not have prioritized rights. Where a form of

legal protection that can be given to creditors as an anticipation to APHT are

note registered is by signing of deed power attorney to sell. The creditors’ rights

to the collateral in non-registered APHT are that there are not any prioritized

rights compared to other creditors.

Keywords: Legal Protection, Deed, Creditor.

Page 12: (deed of mortgage granting) that are not

xi

RINGKASAN

Tesis ini membahas mengenai akibat hukum dari tidak didaftarkannya

APHT terhadap perjanjian kredit perbankan yang dibuat para pihak di hadapan

Notaris/PPAT dan hak Kreditor Perbankan terhadap benda jaminan dalam hal

APHT tidak didaftarkan.

Bab I menguraikan kesenjangan antara das solen (teori) dan das sein

(praktek), yaitu antara ketentuan Pasal 13 ayat (2) UUHT dan kenyataan yang

berlaku. Pasal 13 ayat (2) UUHT menentukan bahwa PPAT wajib mengirimkan

Akta Pemberian Hak Tanggungan dan warkah lain yang diperlukan kepada

Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatangan

Akta pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2)

UUHT. Apabila batas waktu 7 (tujuh) hari tidak diindahkan oleh PPAT, maka

sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUHT, PPAT yang melanggar atau lalai dalam

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat

dikenai sanksi administratif, berupa:

a. tegoran lisan;

b. tegoran tertulis;

c. pemberhentian sementara dari jabatan;

d. pemberhentian dari jabatan.

Hanya saja pada prakteknya, masih dijumpai beberapa oknum PPAT di

Kota Denpasar yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (2) tersebut, artinya

melampaui batas waktu selambat-lambatnya tujuh hari yang ditentukan untuk

Page 13: (deed of mortgage granting) that are not

xii

mengirimkan APHT dan warkah-warkah lainnya, namun tidak terkena sanksi

administratif. Selain adanya kesenjangan antara das solen dan das sein

sebagaimana dikemukakan di atas, penelitian ini juga akan membahas persoalan

lain, yaitu terkait hak kreditur perbankan terhadap benda jaminan apabila Akta

Pemberian Hak Tanggungan tidak didaftarkan karena berbagai alasan, salah

satunya adalah adanya pemblokiran terhadap sertipikat yang menjadi benda

jaminan yang bersangkutan oleh Kantor Pertanahan setempat.

Bab II menguraikan tentang kredit dan jaminan kredit dalam lembaga

perbankan, fungsi jaminan kredit dalam kredit perbankan, pengikatan jaminan

kredit perbankan, pemberian Hak Tanggungan, subyek dan obyek Hak

Tanggungan, Pemberian Hak Tanggungan dan lahirnya Hak Tanggungan.

Bab III menguraikan hasil penelitian perlindungan hukum bagi kreditur

perbankan terkait adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang tidak

didaftarkan, yang menyajikan pembahasan dari rumusan permasalahan pertama

yang terdiri dari perjanjian kredit perbankan yang dibuat di hadapan notaris,

fungsi pembuatan APHT oleh PPAT terhadap perjanjian kredit perbankan, fungsi

pendaftaran APHT bagi perlindungan hukum bagi kreditor perbankan dalam

perjanjian kredit perbankan.

Bab IV menguraikan hasil penelitian perlindungan hukum bagi kreditur

perbankan terkait adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang tidak

didaftarkan yang menyajikan pembahasan permasalahan kedua yang terdiri dari

faktor-faktor yang menyebabkan PPAT tidak mendaftarkan APHT, kedudukan

Page 14: (deed of mortgage granting) that are not

xiii

kreditor perbankan atas benda jaminan dalam hal APHT tidak didaftarkan, upaya

hukum kreditor untuk memperoleh kembali hak-haknya atas jaminan kredit.

Bab V merupakan bab penutup yang menguraikan kesimpulan dan saran.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Akibat hukum dari tidak

didaftarkannya APHT terhadap perjanjian kredit perbankan adalah tetap sah

sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Sedangkan APHT yang

tidak didaftarkan, konsekuensinya tidak memenuhi asas publisitas dan asas

preferensi, sesuai dengan ketentuan Pasal 13 UUHT. Hak Kreditor perbankan

terhadap benda jaminan dalam hal APHT tidak didaftarkan adalah tetap memiliki

haknya untuk mendapatkan benda jaminan, hanya saja didudukkan

seimbang/sama dengan kreditor lainnya. Adapun saran yang dapat diberikan

adalah Kreditor diharapkan mencairkan dana setelah pendaftaran APHT dilakukan

dan juga melakukan pengawasan terhadap kinerja Notaris/PPAT. Dan kepada

Pemerintah agar segera membuat produk hukum yang memuat sanksi yang lebih

tegas dari pada sekedar sanksi administratif, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak

yang merasa dirugikan.

Page 15: (deed of mortgage granting) that are not

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERSYARATAN GELAR .............................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

ABSTRACT ....................................................................................................... xi

RINGKASAN .................................................................................................. x

DAFTAR ISI ....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 15

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 15

a. Tujuan Umum .............................................................................. 16

b. Tujuan Khusus ............................................................................. 16

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 16

a. Manfaat Teoritis ........................................................................... 16

b. Manfaat Praktis ............................................................................ 17

1.5. Landasan Teoritis Dan Batasan Operasional .................................... 17

Page 16: (deed of mortgage granting) that are not

xv

a. Landasan Teoritis …………………………………………… .... 17

1. Konsep Negara Hukum ........................................................... 19

2. Teori Penegakan Hukum ......................................................... 21

3. Teori kepastian Hukum ........................................................... 26

4. Teori Perlindungan Hukum ..................................................... 27

5. Teori Perjanjian ....................................................................... 29

b. Batasan Operasional .................................................................... 30

1.6. Metode Penelitian............................................................................. 31

a. Jenis Penelitian ............................................................................ 31

b. Jenis Pendekatan .......................................................................... 32

c. Data dan Sumber Data ................................................................. 33

d. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 35

e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian .......................................... 36

f. Teknik Pengolahan Data .............................................................. 37

g. Teknik Analisis Data ................................................................... 38

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PERBANKAN

DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN .............................. 39

2.1. Pengertian Kredit Dan Jaminan Dalam Lembaga Perbankan .......... 39

2.1.1.Pengertian Kredit Dan Jaminan Kredit ................................... 39

2.1.2.Fungsi Jaminan Dalam Kredit Perbankan .............................. 48

2.1.3.Pengikatan Jaminan Kredit Perbankan ................................... 52

2.2. Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan .................................. 60

2.2.1. Pengertian Hak Tanggungan ................................................. 60

2.2.2. Subyek Dan Obyek Hak Tanggungan ................................... 61

Page 17: (deed of mortgage granting) that are not

xvi

2.2.3. Pemberian Hak Tanggungan ................................................. 63

2.2.4. Lahirnya Hak Tanggungan Bagi Kreditor ............................. 65

BAB III AKIBAT HUKUM TIDAK DIDAFTARKANNYA APHT

TERHADAP PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN YANG

DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS ............................................. 67

3.1.Perjanjian Kredit Perbankan Yang Dibuat Dihadapan Notaris . 67

3.2.Fungsi Pembuatan APHT Oleh PPAT Terhadap Perjanjian

Kredit Perbankan ....................................................................... 88

3.3.Fungsi Pendaftaran APHT Bagi Perlindungan Hukum

Kreditor Perbankan Dalam Perjanjian Kredit perbankan .......... 97

BAB IV HAK KREDITOR PERBANKAN TERHADAP BENDA

JAMINAN DALAM HAL APHT TIDAK DIDAFTARKAN .. 111

4.1.Faktor-Faktor Yang Menyebabkan PPAT Tidak Mendaftarkan

APHT ......................................................................................... 111

4.2.Kedudukan Kreditor Perbankan Atas Benda Jaminan Dalam

Hal APHT Tidak Didaftarkan.................................................... 125

4.3.Upaya Hukum Kreditor Perbankan Untuk Memperoleh

kembali Hak Atas Benda Jaminan ............................................. 134

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 144

5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 144

5.2. Saran-saran ......................................................................................... 145

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 145

DAFTAR INFORMAN

DAFTAR RESPONDEN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 18: (deed of mortgage granting) that are not

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini mayoritas pengusaha, baik pengusaha kecil, menengah,

maupun besar, memanfaatkan kredit perbankan dalam melakukan investasi.

Sebagaimana ketentuan Pasal 6 Huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790, selanjutnya disebut UU

Perbankan) salah satu kegiatan oleh Bank Umum adalah memberikan kredit.

Bukan hanya Bank Umum yang bergerak dalam bidang penyaluran kredit,

melainkan juga Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini sejalan dengan pendapat

Hermansyah, yang menyatakan sebagai berikut :

Usaha BPR hanya meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa

deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk kegiatan yang

dipersamakan dengan itu.

b. Memberikan kredit

c. Menyediakan pembiayaan dan kesempatan dana berdasarkan Prinsip

Syariah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertipikat Bank Indonesia (SBI),

deposito berjangka, sertipikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain1

Setiap proses pemberian kredit oleh bank harus didahului dengan

penelitian dan analisis yang mendalam dari berbagai aspek, baik aspek ekonomi

1Hermansyah, 1996, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana

Prenada Group, Jakarta, h.24.

1

Page 19: (deed of mortgage granting) that are not

2

maupun aspek hukum. Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan mengatur mengenai hal ini

dengan menentukan :

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,

Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang

mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah Debitor

untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai

dengan diperjanjikan.

Pemberian kredit oleh bank selaku Kreditor kepada Debitor diawali

dengan perjanjian kredit yang pada intinya merupakan proses pemberian

“jaminan” atau agunan dari pihak Debitor sebagai peminjam dana. Jaminan adalah

sesuatu yang diberikan kepada Kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa

Debitor akan memenuhi kewajiban yang timbul dari suatu perikatan. Kewajiban

tersebut dapat dinilai dengan uang.

Kata “jaminan” terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUH Perdata), dan dalam

penjelasan Pasal 8 UU Perbankan. Pengertian jaminan juga terdapat dalam Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari

1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, yaitu "Suatu keyakinan Kreditor Bank

atas kesanggupan Debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang

diperjanjikan".

Dalam Penjelasan Pasal 8 UU Perbankan terdapat 2 (dua) jenis jaminan,

yaitu: jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok adalah barang, surat

berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai

dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang

dibeli dengan kredit yang dijaminkan. Sedangkan jaminan tambahan adalah

Page 20: (deed of mortgage granting) that are not

3

barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan obyek

yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan.

Menurut Rudi Tri Santoso jaminan memiliki beberapa fungsi yang saling

terkait satu sama lain, yaitu :

a. Untuk menjaga harta bank dalam bentuk kredit, karena dengan

diserahkannya jaminan kepada bank, maka bank berhak memperoleh

pelunasan atas hasil penjualan barang jaminan apabila nasabah cidera

janji;

b. Menjamin agar pembiayaan usaha tersebut berjalan lancar dengan

diserahkannya harta Debitor sebagai jaminan bank yang secara moril

Debitor akan bertanggung jawab terhadap proyek usaha tersebut ;

c. Mendorong Debitor untuk membayar kembali utangnya agar tidak

kehilangan harta yang telah dijaminkan tersebut.2

Umumnya yang digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit adalah tanah,

baik dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha maupun

Hak Pakai. Hal ini karena tanah mempunyai nilai ekonomis tinggi dan harganya

senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Dalam ketentuan Pasal 51 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor

2044, selanjutnya disebut UUPA), sudah disediakan lembaga hak jaminan yang

kuat dan dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan sebagai

pengganti lembaga Hypothek dan Creditverband.

Selama 30 tahun lebih sejak berlakunya UUPA tersebut, lembaga hak

tanggungan belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan

karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya secara

lengkap, sampai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996

2Rudi Tri Santoso, 1996, Kredit Usaha Perbankan, Edisi I, Cet I, Andi

Yogyakarta, h.188.

Page 21: (deed of mortgage granting) that are not

4

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632, selanjutnya

disebut UUHT) pada tanggal 9 April 1996.

Sebelum UUHT tersebut berlaku, lembaga jaminan atas tanah yang ada

menggunakan ketentuan-ketentuan tentang Hypotheek sebagaimana dimaksud

dalam Buku II KUH Perdata dan Credietverband yang diatur dalam staatsblad

1937-1960 yang berdasarkan Pasal 57 UUPA. Dengan berlakunya UUHT, maka

ketentuan-ketentuan mengenai Hyphoteek dan Credietverband selanjutnya tidak

dapat digunakan lagi oleh masyarakat untuk mengikat hak atas tanah sebagai

jaminan suatu utang.

Mengenai pengertian hak tanggungan terdapat dalam dalam Pasal 1 angka

1 UUHT, yaitu :

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-

benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

Kreditor tertentu, terhadap Kreditor-Kreditor lain.

Dari pengertian pasal tersebut diatas, maka dapat diuraikan elemen atau unsur-

unsur pokok dari hak tanggungan, yaitu :

1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang ;

2. Utang yang dijamin tertentu jumlahnya ;

3. Obyek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah sesuai UUPA, yaitu

Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai ;

Page 22: (deed of mortgage granting) that are not

5

4. Hak tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda yang

berkaitan dengan tanah atau hanya terhadap tanahnya saja ;

5. Hak tanggungan memberikan hak preferent atau hak diutamakan

kepada Kreditor tertentu terhadap Kreditor-Kreditor lainnya.

Menurut pendapat dari Adrian Sutedi ”Hak Tanggungan adalah hak

jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan

yang diutamakan kepada Kreditor tertentu terhadap Kreditor-Kreditor lain”3.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UUHT, nampak bahwa hak tanggungan

memberikan kedudukan diutamakan (droit de preferent) kepada pemegang hak

tanggungan. Dalam arti, jika Debitor cidera janji, Kreditor pemegang hak

tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan

jaminan menurut peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak

mendahului dari pada Kreditor yang lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1133 KUH Perdata, ada 3 (tiga) hak

kebendaan yang memberikan kedudukan untuk didahulukan kepada

pemegangnya, yaitu Kreditor istimewa (privilege), pemegang gadai dan

hypotheek. Namun di luar KUH Perdata juga terdapat 2 hak kebendaan lainnya,

yaitu hak tanggungan atas tanah dan jaminan fidusia yang juga memberikan

kedudukan untuk didahulukan kepada pemegangnya, atau disebut juga hak

preferent. Mengenai hak preferent diatur didalam ketentuan Pasal 1134 KUH

Perdata yang berbunyi ”Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh Undang-Undang

3Adrian Sutedi, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta

(selanjutnya disebut Adrian Sutedi I), h. 4.

Page 23: (deed of mortgage granting) that are not

6

diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi orang

berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang”.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa yang menjadi obyek, hak

tanggungan adalah hak atas tanah. Hak atas tanah yang dimaksudkan dalam hal ini

adalah hak-hak atas tanah yang dimungkinkan oleh undang-undang dapat dibebani

dengan hak tanggungan. Adapun beberapa hak atas tanah yang ditetapkan sebagai

obyek hak tanggungan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 UUHT,

adalah :

1. Hak Milik ;

2. Hak Guna Usaha ;

3. Hak Guna Bangunan ;

4. Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Tanah-tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan ada yang telah

bersertipikat namun ada pula yang belum bersertipikat. Sertipikat merupakan surat

tanda bukti hak, yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan sesuai ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 203) untuk selanjutnya ditulis PP 24/1997. Sedangkan

hak atas tanah yang belum bersertipikat merupakan tanah yang belum terdaftar

pada Kantor Pertanahan setempat.

Tujuan dari pembebanan hak tanggungan adalah dalam rangka

memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada semua pihak (khususnya

Kreditor) dan juga untuk memenuhi asas publisitas. Pasal 1 ayat (1) UUHT

Page 24: (deed of mortgage granting) that are not

7

mengatur ketentuan mengenai pemberian hak tanggungan dari Debitor kepada

Kreditor sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan hak tanggungan.

Pemberian hak ini dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada Kreditor yang bersangkutan (Kreditor preferent) daripada Kreditor-

Kreditor lain. Dengan demikian pemberian hak tanggungan adalah sebagai

jaminan pelunasan hutang Debitor kepada Kreditor sehubungan dengan perjanjian

pinjaman/kredit yang bersangkutan.

UUHT tidak menentukan bahwa Kreditor harus pihak perbankan. Dengan

demikian, pihak-pihak lain yang berupa badan hukum atau orang-perorangan

sepanjang terlibat dalam perjanjian kredit dapat menggunakan lembaga hak

tanggungan, sepanjang pembebanan hak tanggungan memenuhi syarat yang

ditetapkan dalam UUHT. Hal ini sejalan dengan Pasal 8 ayat (1) UUHT yang

menetapkan pemberi hak tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum

yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek

hak tanggungan yang bersangkutan.

Pasal 9 UUHT menentukan bahwa pemegang hak tanggungan adalah

badan hukum atau orang perorangan yang berkedudukan sebagai pihak yang

berpiutang. Syarat-syarat mengenai pembebanan hak tanggungan, yaitu :

1. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak

tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di

dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit

yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Page 25: (deed of mortgage granting) that are not

8

2. Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi:

nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para

pihak pemegang dan pemberi hak tanggungan, penunjukan secara jelas utang

atau utang-utang yang dijaminkan pelunasannya dengan hak tanggungan, nilai

tanggungan, dan uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.

3. Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melalui

pendaftaran hak tanggungan pada Kantor Pertanahan setempat (Kota/

Kabupaten).

4. Sertipikat hak tanggungan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan

memuat titel eksekutorial dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa".

5. Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan akan

memiliki obyek hak tanggungan apabila Debitor cidera janji (wanprestasi).

Pendaftaran hak tanggungan diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal

14 UUHT. Pasal 13 ayat (1) UUHT berbunyi “Pemberian Hak Tanggungan

wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.” Kemudian Pasal 13 UUHT ayat (2)

menetapkan “Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan

Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2),

PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan

dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan”.

Terkait dengan konstruksi norma yang diatur di dalam Pasal 13 ayat (2)

UUHT maka kata “mengirimkan” yang dimaksud berdasarkan hasil observasi dan

wawancara dengan 2 (dua) orang Notaris/PPAT di Kota Denpasar, ditafsirkan

Page 26: (deed of mortgage granting) that are not

9

oleh Notaris/PPAT adalah dalam kerangka kewajiban pendaftaran untuk

memenuhi ketentuan asas publisitas. Dengan demikian, makna mengirimkan

diartikan dalam tesis ini adalah menyampaikan, mengantarkan secara langsung

oleh penerima hak tanggungan atau melalui kuasa pengurusan yang dilakukan

oleh staf kantor PPAT yang bersangkutan dengan menyerahkan APHT yang telah

ditandatangani oleh pemberi dan penerima hak tanggungan, PPAT, dan disaksikan

oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi, serta dilengkapi dengan warkah-

warkah lainnya yang diperlukan untuk kepentingan dan syarat-syarat pendaftaran

ke Kantor Pertanahan setempat.

Terkait dengan ketentuan ”PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak

Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor

Pertanahan Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan

Akta Pemberian Hak Tanggungan” dapat dijelaskan bahwa dengan mengirimkan

APHT dan warkah lain pada Kantor Pertanahan setempat maka pendaftaran

pemberian hak tanggungan belum dilakukan. Pendaftaran hanya dapat dikatakan

telah dilakukan apabila Kantor Pertanahan menyatakan berkas-berkas yang

dikirimkan tersebut telah lengkap dan Kantor Pertanahan memberikan Kartu Hijau

sebagai tanda terima berkas sekaligus sebagai tanda pendaftaran pemberian Hak

Tanggungan telah dilakukan.

Sebagaimana diuraikan dalam ketentuan Pasal 13 ayat (3) UUHT , bahwa

pendaftaran hak tanggungan tersebut dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan

membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah

hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan

Page 27: (deed of mortgage granting) that are not

10

tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan, dimana tanggal buku-

tanah hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari

ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi

pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang

bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Terkait lahirnya hak

tanggungan, Pasal 13 ayat (5) UUHT menentukan “Hak Tanggungan lahir pada

hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)”.

Hak Tanggungan tersebut lahir, dibuktikan dengan penerbitan Sertipikat Hak

Tanggungan oleh Kantor Pertanahan. Dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT ditentukan

“Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-

irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN

YANG MAHA ESA".

Pasal 14 ayat (4) UUHT menyebutkan “Kecuali apabila diperjanjikan lain,

sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada

pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. ”Kemudian Pasal 14 ayat (5)

berbunyi : ”Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak

Tanggungan.” Tetapi umumnya sertipikat yang telah dibubuhi catatan hak

tanggungan disimpan oleh Kreditor bukan oleh pemilik hak atas tanah yang

merupakan Debitor.

Hak tanggungan yang bersangkutan belum lahir pada tahap pemberian hak

tanggungan dengan Akta PPAT, yang dalam hal ini adalah APHT, oleh pemberi

hak tanggungan kepada Kreditor. Hak tanggungan tersebut baru lahir pada saat

Page 28: (deed of mortgage granting) that are not

11

dibuatnya buku tanah hak tanggungan oleh Kantor Pertanahan. Hal ini berarti

pada saat didaftarnya hak tanggungan merupakan hal yang sangat penting bagi

Kreditor. Lahirnya hak tanggungan merupakan hal yang sangat penting

sehubungan dengan munculnya hak tagih preferent dari Kreditor, menentukan

tingkat atau kedudukan Kreditor terhadap sesama Kreditor dalam hal ada sita

jaminan (Consevatoir beslag) atas benda jaminan.4 Dengan perkataan lain bahwa

Kreditor yang lebih dahulu APHT-nya didaftar dalam Buku Tanah hak

tanggungan oleh Kantor Pertanahan lebih diutamakan dari Kreditor lainnya.

Tanggal Buku Tanah hak tanggungan mempunyai peranan yang sangat penting,

karena mempunyai pengaruh yang menentukan atas kedudukan Kreditor

pemegang hak tanggungan terhadap sesama Kreditor yang lain terhadap Debitor

yang sama sebagaimana diatur oleh ketentuan Pasal 1132 dan Pasal 1133 KUH

Perdata.

Terkait dengan penentuan tanggal buku tanah yang menandai lahirnya hak

tanggungan terjadi kesenjangan antara das solen (teori) dan das sein (praktek),

yaitu antara ketentuan Pasal 13 ayat (2) UUHT dan kenyataan yang berlaku. Pasal

13 ayat (2) UUHT menentukan bahwa PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian

Hak Tanggungan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatangan Akta pemberian

Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2) UUHT. Apabila batas

waktu 7 (tujuh) hari tidak diindahkan oleh PPAT, maka sesuai ketentuan Pasal 23

4J. Satrio, 1998, Hukum Jaminan, Hak Jaminan, Hak Tanggungan, Buku

2, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 38.

Page 29: (deed of mortgage granting) that are not

12

ayat (1) UUHT, PPAT yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dikenai sanksi administratif,

berupa:

a. tegoran lisan;

b. tegoran tertulis;

c. pemberhentian sementara dari jabatan;

d. pemberhentian dari jabatan.

Hanya saja pada prakteknya, masih dijumpai beberapa oknum PPAT di

Kota Denpasar yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (2) tersebut, artinya

melampaui batas waktu selambat-lambatnya tujuh hari yang ditentukan untuk

mendaftarkan APHT, namun tidak terkena sanksi administratif. Inkonsistensi

penerapan ketentuan UUHT akan berdampak negatif terhadap kinerja dan

tanggung jawab PPAT dan akan mempengaruhi kinerja PPAT yang lainnya.

Dengan demikian maka sesungguhnya sanksi administrasi sebagaimana

ditentukan oleh Pasal 23 ayat (1) UUHT tersebut adalah dalam kerangka untuk

menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab PPAT dalam kedudukannya sebagai

seorang pejabat umum yang terikat dengan etika dan tanggung jawab jabatan yang

diatur di dalam kode etik dan peraturan perundang-undangan.

Kantor Pertanahan yang tetap penerima proses pendaftaran APHT yang

melanggar ketentuan batas waktu pendaftaran karena keterlambatan waktu

pendaftaran hanya terkait dengan prosedur administratif pendaftaran, dan tidak

terkait dengan APHT yang akan didaftarkan serta dalam kerangka memberikan

perlindungan hukum terhadap penerima hak tanggungan. Namun bagi PPAT yang

Page 30: (deed of mortgage granting) that are not

13

telah melakukan pelanggaran administratif atas batas waktu pendaftaran telah

menimbulkan persoalan hukum tersendiri atas inkonsistensi penerapan ketentuan

UUHT tersebut.

Selain adanya kesenjangan antara das solen dan das sein sebagaimana

dikemukakan di atas, penelitian ini juga akan membahas persoalan lain, yaitu

terkait hak Kreditor perbankan terhadap obyek hak tanggungan apabila APHT

tidak dapat didaftarkan karena berbagai alasan, salah satunya adalah adanya

pemblokiran terhadap sertipikat yang menjadi obyek hak tangungan yang

bersangkutan oleh Kantor Pertanahan setempat.

Permasalahan tersebut di atas akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini

dengan mengangkat judul : “Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Perbankan

Terkait Adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang Tidak Didaftarkan. Dari

penelusuran kepustakaan yang dilakukan, ada beberapa penelitian yang berkaitan

dengan perlindungan hukum bagi Kreditor Perbankan terkait adanya APHT tidak

didaftarkan yaitu :

a. Tesis dari Tri Akhsanul Iman, NIM B4B.004.187, alumni Program Studi

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Semarang Tahun 2006 dengan judul tesis “Pelaksanaan Pendaftaran Hak

Tanggungan Yang Didahului Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Di

Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi”. Adapun yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian tesis tersebut yakni :

Page 31: (deed of mortgage granting) that are not

14

1. Bagaimana Pelaksanaan Pendaftaran Hak Tanggungan Yang Didahului

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan

Kabupaten Bekasi ?

2. Apa Akibat Hukumnya Bila Pendaftaran dan Penerbitan Tanggal Buku

Tanah serta sertipikat hak tanggungan melewati ketentuan yang ada dalam

UUHT?

b. Tesis Rima Anggriyani, NIM B4B008225, alumni Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, Medan Tahun 2010 dengan judul tesis

“Pendaftaran Hak Tanggungan Yang Melebihi Jangka Waktu 7 (Tujuh) Hari

di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal”. Adapun yang menjadi pokok

permasalahan dalam penulisan tesis tersebut yaitu:

1. Bagaimanakah Proses Pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan

di Kabupaten Tegal ?

2. Apa akibat Hukumnya apabila APHT yang didaftarkan oleh PPAT ke

kantor Pertanahan kabupaten Tegal melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari

dan bagaimana cara penyelesaiannya?

c. Tesis Ni Luh Gede Purnamawati NIM 1092461015, alumni Program Megister

Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar tahun

2012 yang berjudul “Kendala-Kendala Pembebanan Hak Tanggungan Bagi

Tanah Yang Belum Bersertipikat”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan

dalam tesis tersebut adalah :

Page 32: (deed of mortgage granting) that are not

15

1. Kapankah terjadinya peristiwa hukum pembebanan Hak Tanggungan dari

Debitor ke Kreditor terhadap tanah yang masih dalam proses

pensertipikatan?

2. Apakah kendala-kendala pembebanan Hak Tanggungan atas tanah yang

dalam proses pensertipikatan?

Berdasarkan penelusuran dari tesis dengan judul dan pokok permasalahan seperti

yang dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul

Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Perbankan Terkait Adanya Akta Pemberian

Hak Tanggungan Yang Tidak Didaftarkan belum ada yang membahasnya,

sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik orisinalitas

ataupun keasliannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah akibat hukum dari tidak didaftarkannya APHT terhadap

perjanjian kredit perbankan yang dibuat para pihak di hadapan Notaris/PPAT?

2. Bagaimanakah hak Kreditor perbankan terhadap benda jaminan dalam hal

APHT tidak didaftarkan?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang

bersifat umum dan khusus sebagai berikut:

Page 33: (deed of mortgage granting) that are not

16

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitan ini yaitu untuk pengembangan ilmu hukum

terkait paradigma Science as a process (ilmu sebagai proses). Ilmu Hukum yang

dimaksud adalah kajian dalam hal perlindungan hukum bagi Kreditor perbankan

terkait adanya akta pemberian hak tanggungan yang tidak didaftarkan.

b. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai

permasalahan yang dibahas adalah :

1). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam tentang akibat

hukum tidak didaftarkannya APHT terhadap perjanjian kredit perbankan

yang dibuat para pihak di hadapan Notaris/PPAT.

2). Untuk mendeskripsikan dan menganalisa secara mendalam mengenai hak

Kreditor perbankan terhadap benda jaminan dalam hal APHT tidak dapat

didaftarkan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan maupun kepentingan praktis, sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini yaitu

untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya terhadap hukum

jaminan terkait materi perlindungan hukum bagi Kreditor perbankan terkait

adanya akta pemberian hak tanggungan yang tidak didaftarkan.

Page 34: (deed of mortgage granting) that are not

17

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian

tesis ini yaitu sebagai berikut:

1). Manfaat bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan/atau

pedoman bagi kalangan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang agar dapat

membentuk undang-undang yang melindungi masyarakat, dalam hal ini pihak

bank sebagai Kreditor pemegang hak tanggungan.

2). Manfaat bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi bagi

masyarakat mengenai perlindungan hukum dalam perjanjian kredit perbankan.

Perlindungan hukum yang dimaksud adalah terhadap Kreditor perbankan terkait

adanya akta pemberian hak tanggungan yang tidak didaftarkan.

3). Manfaat bagi Penulis

Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan

tambahan pengetahuan dalam memahami hukum jaminan. Hukum jaminan

tersebut terutama yang berkaitan dengan akta pemberian hak tanggungan yang

tidak didaftarkan, sehingga mempengaruhi kedudukan Kreditornya untuk

memiliki hak didahulukan atas pelunasan piutangnya.

1.5 Landasan Teoritis dan Batasan Operasional

a. Landasan Teoritis

Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik

suatu proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan

Page 35: (deed of mortgage granting) that are not

18

menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak

benarannya.5Teori juga merupakan alur penalaran atau logika (flow of

reasonic/logic), yang terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan

proposisi yang disusun secara sistematis.6 Teori berasal dari kata theoria dalam

bahasa latin yang berarti perenungan, dan kata theoria sendiri berasal dari kata

thea yang dalam bahasa yunani berarti cara atau hasil pandang7. W. Friedmann

mengungkapkan dasar-dasar esensial dari teori hukum menurut pemikiran Hans

Kelsen sebagai berikut :

1. Tujuan teori hukum, seperti setiap ilmu pengetahuan adalah untuk

mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan ;

2. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku,

bukan mengenai hukum yang sebenarnya ;

3. Hukum adalah imu pengetahuan normatif, bukan ilmu alam ;

4. Teori hukum sebagai teori norma-norma tidak ada hubungannya

dengan daya kerja norma-norma hukum ;

5. Teori hukum adalah formal, suatu teori cara menata, mengubah isi

dengan cara khusus. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang

khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan

hukum yang nyata.8

Berbeda halnya dengan teori, landasan teoritis atau kerangka memiliki pengertian

sebagai berikut :

Upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-

konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain

yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan

penelitian. Sebagai landasan dimaksud untuk mewujudkan kebenaran ilmu

5J.J.JM. Wuisman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, h.203. 6J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta,

Jakarta, h. 194. 7Soetandyo Wignyosoebroto, 2002, Hukum-Paradigma, Metoda dan

Dinamika Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta, h. 184.

8W. Friedmann, 1993, Teori dan Filsafat Hukum : Telaah Kritis Atas

Teori-Teori Hukum (susunan I), Judul Asli : Legal Theory, Penerjemah :

Mohamad Arifin, Cet. Kedua, PT Rajagrafindo Persada, h. 170.

Page 36: (deed of mortgage granting) that are not

19

hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya

penelusuran (controleur baar). Berhubungan dengan itu maka harus

dihindari teori-teori (ajaran atau doktrin), konsep, asas yang bertentangan

satu sama lain. Semakin banyak teori, konsep, asas yang berhasil

diidentifikasi semakin tinggi derajat kebenaran (konsensus) yang bisa

dicapai. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran

teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan

kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.9

Adapun teori-teori dan konsep yang digunakan membahas permasalahan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Konsep Negara Hukum

Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum. Seperti yang

tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 45) menyatakan bahwa

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Berdasarkan pernyataan pasal ini,

penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk

membatasi kekuasaan pemerintah yang berarti kekuasaan Negara c.q. aparat

pemerintahan dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan

belaka (machtsstaat).

Menurut K.C. Wheare, penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan

berdasarkan sistem pemerintahan berdasarkan hukum yang olehnya dinyatakan

sebagai berikut :

……first of all it is used to describe the whole system of government of a

country, the collection of rule are partly legal, in the sense that courts of law

9Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2011, Buku

Pedoman Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Udayana, Denpasar, h. 48.

Page 37: (deed of mortgage granting) that are not

20

will recognized as law but which are not less effective in regulating the

government than the rules of law strictly so called.10

(artinya dalam arti luas bahwa sistem pemerintahan dari suatu Negara

merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan

dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Sementara itu dalam arti sempit

merupakan sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketataNegaraan

suatu Negara yang dimuat dalam suatu dokumen atau beberapa dokumen

terkait satu sama lain).

Suatu Negara dapat dikatakan Negara hukum bilamana memenuhi unsur

unsur Negara hukum. Friedrich Julius Stahl mengemukakan bahwa ciri-ciri dari

suatu Negara hukum yaitu:

1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia;

2. Adanya pembagian kekuasaan;

3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan; dan

4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.11

Pancasila sebagai Dasar Negara juga memberikan pengaruh besar bagi

hukum yang berlaku di Indonesia. Philipus M. Hadjon memberikan pendapat

mengenai ciri-ciri dari suatu Negara Hukum Pancasila yaitu :

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas

kerukunan;

b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan

Negara;

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

merupakan sarana terakhir;

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.12

10

K.C Wheare, 1975, Modern Constitutions, Oxford University Press,

London, p. 1. 11

Oemar Seno Adji, 1966, Prasara Dalam Indonesia Negara Hukum,

Simposium UI Jakarta, h. 24. 12

Philipus M. Hadjon, 1992, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia:

Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam

Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara,

Bina Ilmu, Surabaya, (selanjutnya ditulis Philipus M. Hadjon I), h. 90.

Page 38: (deed of mortgage granting) that are not

21

Dalam setiap Negara yang menganut paham Negara hukum, selalu berlaku

tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan

dihadapan hukum (equality before law) dan penegakan hukum dengan cara tidak

bertentangan dengan hukum (due process of law). Prinsip penting dalam Negara

hukum adalah perlindungan yang sama (equal protection) atau persamaan dalam

hukum (equality before the law). “Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh jika

ada alasan yang khusus, namun perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis

seperti ini sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai Negara, termasuk di

Negara yang hukumnya sudah maju sekalipun.”13

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa untuk

mewujudkan keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam Negara hukum,

diperlukan keserasian hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah

sebagai pembentuk undang-undang dalam suatu Negara hukum hendaknya

merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat melindungi kepentingan warga

Negaranya. Dalam kaitannya dengan tesis ini maka dalam konsep Negara hukum

pemerintah bertugas membentuk peraturan perundang-undangan yang dapat

memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat,

khususnya terhadap perlindungan hukum bagi Kreditor perbankan terkait adanya

akta pemberian hak tanggungan yang tidak didaftarkan.

2. Teori Penegakan Hukum

Teori Penegakan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menurut Muladi. Beliau mengemukakan bahwa :

13

Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Refika

Aditama, Bandung, (selanjutnya disebut Munir Fuady II), h. 207.

Page 39: (deed of mortgage granting) that are not

22

Penegakan hukum merupakan sub-sistem sosial, sehingga penegakannya

dipengaruhi lingkungan yang sangat kompleks seperti perkembangan

politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, iptek, pendidikan dan sebagainya.

Penegakan hukum harus berlandaskan kepada prinsip-prinsip Negara hukum

sebagaimana tersirat dalam UUD 1945 dan asas-asas hukum yang berlaku

dilingkungan bangsa-bangsa yang beradab seperti the basic principles of

independence of judiciary, agar penegak hukum dapat menghindarkan diri

dari praktik-praktik negatif akibat pengaruh lingkungan yang sangat

kompleks tersebut.14

Pada hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-

kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya

menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional,

tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian dalam kaitan dengan

hukum publik, pemerintahlah yang bertanggungjawab.

Hukum merupakan suatu sarana dimana didalamnya terkandung nilai-nilai

atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan

sebagainya. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide

atau konsep-konsep serta usaha untuk mewujudkan ide-ide dari harapan

masyarakat untuk menjadi kenyataan. Penegakan hukum di Indonesia harus

didasari oleh Hukum Administrasi Negara, penegakan hukum yang dilakukan

oleh Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang melahirkan penegakan

hukum dan pemerintahan yang sehat dan teratur, dalam arti memadai atau setidak-

tidaknya dapat dikatakan menjalankan hukum Negara dalam menuju Negara yang

supremasi hukum.

Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan

konsep-konsep hukum yang diharapkan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan

14

Ibid, h. 70.

Page 40: (deed of mortgage granting) that are not

23

hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Menurut Black’s

Law Dictionary, penegakan hukum (law enforcement) diartikan sebagai “the act

of putting something such as a law into effect; the execution of a law; the carrying

out of a mandate or command.”15

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui

bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan

kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada dibelakangnya. Dalam hal itu

aparat penegak hukum diharapkan memahami benar-benar jiwa hukum (legal

spirit) yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan

berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perndang-undangan (law

making process).16

Salah satu sifat sekaligus tujuan dari kepastian hukum adalah untuk

memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Pada dasarnya

manusia selalu memerlukan keadilan, kebenaran dan perlindungan hukum, karena

hal tersebut adalah merupakan nilai dan kebutuhan asasi bagi masyakarat beradab.

Philipus M. Hadjon mengemukakan ”perlindungan hukum bagi rakyat

dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan

rechtsbescherming van de burgers”17

. Hal itu menunjukkan kata perlindungan

hukum merupakan terjemahan dari rechtsbescherming (bahasa Belanda). Dari

pengertiannya, dalam kata perlindungan hukum terdapat suatu usaha untuk

15

Black Henry Campbell, 1999, Black’s Law Dictionary, West Publishing,

St. Paul Minesota, p. 578. 16

Muladi, 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana,

BP Undip, Semarang, h. 69. 17

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di

Indonesia, Peradaban, Surabaya, (selanjutnya disebut Philipus M.Hadjon II), h. 1.

Page 41: (deed of mortgage granting) that are not

24

memberikan hak-hak kepada pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang

telah dilakukan.

Menurut Philipus M. Hadjon, ada dua macam perlindungan hukum bagi

rakyat Indonesia yaitu, perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan

hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat

diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya

sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk defenitif18

. Dengan

demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa. Sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif

bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Perlindungan hukum terhadap Kreditor secara umum telah diatur dalam

Pasal 1131 KUH Perdata yang menentukan bahwa ”Segala kebendaan si berutang,

baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada

dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Ketentuan tersebut mengandung arti bila Debitor berhutang kepada Kreditor,

seluruh harta kekayaan Debitor tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas

hutangnya, meskipun Kreditor tidak meminta kepada Debitor untuk menyediakan

jaminan harta Debitor. Seluruh harta kekayaan Debitor merupakan jaminan umum

dan berlaku bagi seluruh Kreditornya, artinya setiap Kreditor yang memberikan

pinjaman kepada Debitor, maka secara otomatis seluruh harta kekayaan Debitor

menjadi jaminannya.

18

Ibid., h. 2.

Page 42: (deed of mortgage granting) that are not

25

Pasal 1132 KUH Perdata juga mengandung perlindungan hukum pada

Kreditor, karena menentukan bahwa apabila Debitor ingkar janji dan tidak

melunasi hutangnya, maka hasil penjualan atas harta kekayaan Debitor tersebut

dibagikan secara proporsional menurut besarnya piutang masing-masing Kreditor.

Para Kreditor disini mempunyai hak dan kedudukan yang sama terhadap seluruh

harta kekayaan Debitor, tidak ada yang didahulukan dalam pemenuhan

piutangnya. Kecuali apabila Kreditor tersebut mempunyai hak istimewa

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1133 ayat (1) KUH Perdata, yang

menentukan hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari

hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik.

Dalam perkembangan hukum di Indonesia, hak istimewa ini diatur dalam

UUHT dan Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3889, selanjutnya disebut UU Fidusia). Dengan adanya

UUHT ini Kreditor, khususnya lembaga perbankan, akan mendapat perlindungan

dan kepastian hukum dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat. Apabila

dalam pemberian kredit telah dilakukan pengikatan kredit dan pengikatan jaminan

secara sempurna, misalnya pengikatan jaminan berupa pembebanan hak

tanggungan telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, dengan melakukan

pendaftaran APHT dengan tidak melewati batas waktu yang ditentukan oleh

undang-undang yaitu selama 7 (tujuh) hari maka bank selaku Kreditor akan

mendapatkan hak istimewa atas jaminan yang diserahkan oleh Debitor. Teori

Page 43: (deed of mortgage granting) that are not

26

Penegakan Hukum menurut Muladi ini akan digunakan untuk menganalisa pokok

permasalahan pertama dan kedua dalam penelitian ini

3. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menurut Rene Descrates, seorang filsuf dari Prancis. Descartes berpendapat suatu

kepastian hukum dapat diperoleh dari metode sanksi yang diberlakukan kepada

subjek hukum baik perorangan maupun badan hukum yang lebih menekankan

pada proses orientasi proses pelaksanaan bukan pada hasil pelaksanaan. Kepastian

memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan

kontrak dalam bentuk prestasi bahkan saat kontrak tersebut wanprestasi.19

Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu

kepastian hukum.20

Asas kepastian hukum mengandung arti, sikap atau keputusan

pejabat administrasi Negara yang manapun tidak boleh menimbulkan

kegoncangan hukum. 21

Teori Kepastian Hukum akan digunakan membahas permasalahan pertama

dan kedua dalam penelitian ini yaitu mengenai akibat hukum tidak didaftarkan

APHT terhadap perjanjian kredit perbankan dan hak Kreditor Perbankan terhadap

benda jaminan dalam hal APHT tidak didaftarkan. Dalam hal ini tentunya akan

mempengaruhi kedudukan kreditor sebagai Kreditor preferent pemegang hak

jaminan kebendaan.

19

Mariotedja, 2013, “Teori Kepastian Dalam Perspektif Hukum”,

Marotedja.blogspot.com diakses pada 15 Mei 2013. 20

E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku

Kompas, Jakarta, h. 92. 21

Prajudi Atmosudirdjo, 1983, Hukum Administrasi Negara, Ghalia

Indonesia, Jakarta, h. 88.

Page 44: (deed of mortgage granting) that are not

27

4. Teori Perlindungan Hukum

Teori Perlindungan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234, selanjutnya disebut UU Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan) yang menentukan bahwa :

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Pengertian perlindungan hukum dikaitkan dengan asas-asas materi muatan

perundang-undangan melekat dalam asas pengayoman. Hal ini disebabkan karena

kata perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu

itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu

perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh

seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan

hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya

sebagai seorang warga Negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan

dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 45: (deed of mortgage granting) that are not

28

Dalam kaitannya dengan hak kreditor dalam UUHT, maka perlindungan hukum

dapat diartikan dengan perlindungan terhadap penerima hak tanggungan

(Kreditor) atas hak tagihnya terhadap pemberi Hak Tanggungan (Debitor)

terhadap jaminan untuk memenuhi seluruh kewajibannya jika debitur wanprestasi.

Selain Teori Perlindungan Hukum Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam tesis ini digunakan juga

Teori Perlindungan hukum menurut Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra yang

berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan

yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan

antisipatif.22

Dengan demikian menurut Teori Perlindungan hukum ini bahwa

perlindungan hukum harus bersifat adaptif dan fleksibel serta adaptif dan

antisipatif. Adaptif dan fleksibibel berarti harus selalu sesuai dengan

perkembangan kondisi dan situasi. Adaptif serta fleksibel mengandung arti bahwa

hukum harus dapat membuka kemungkinan akan dapat memberikan perlindungan

apabila timbul tindakan yang merugikan pihak-pihak tertentu.

Sejalan dengan itu teori Perlindungan Hukum yang terkandung dalam asas

pengayoman sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan dan Teori Perlindungan Hukum menurut Lili Rasjidi dan

I.B Wyasa Putra akan digunakan untuk membahas pokok permasalahan kedua.

Permasalahan yang dimaksud yakni terkait dengan hak Kreditor perbankan

terhadap benda jaminan dalam hal APHT tidak didaftarkan.

22

Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem,

Remaja Rusdakarya, h. 118.

Page 46: (deed of mortgage granting) that are not

29

5. Teori Perjanjian.

Teori Perjanjian yang digunakan dalam tulisan ini adalah menurut

Purwahid Patrik yang menyatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan yang terjadi

sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada tergantung

dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk

timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain

atau demi kepentingan masing-masing pihak secara timbal balik.23

Dari pendapat-

pendapat di atas, maka perjanjian mengandung beberapa unsur, yaitu :

1. Adanya pihak-pihak. Pihak di sini adalah subyek perjanjian sedikitnya dua

orang atau badan hukum dan harus mempunyai wewenang melakukan

perbuatan hukum sesuai yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Ada persetujuan antara pihak-pihak, yang bersifat tetap dan bukan suatu

perundingan.

3. Ada tujuan yang akan dicapai. Hal ini dimaksudkan bahwa tujuan para pihak

hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan

undang-undang.

4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan bahwa prestasi

merupakan kewajiban yang harus dipenuhi, oleh pihak-pihak sesuai dengan

syarat-syarat perjanjian.

5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa perjanjian bisa

dituangkan secara lisan atau tertulis. Hal ini sesuai ketentuan undang-undang

23

Purwahid Patrik, 1988, Hukum Perdata II, Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang, h. 1-3

Page 47: (deed of mortgage granting) that are not

30

yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian

mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

Teori Perjanjian menurut Purwahid Patrik ini akan digunakan untuk

membahas permasalahan pertama dalam tesisi ini yaitu bagaimanakah akibat

hukum dari tidak didaftarkannya APHT terhadap perjanjian kredit perbankan yang

dibuat para pihak di hadapan Notaris/PPAT?

b. Batasan Operasional

Berkenaan dengan judul rencana tesis ini adapun beberapa konsep yang

dipergunakan sehingga membutuhkan penjelasan lebih lanjut adalah :

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah suatu suatu usaha preventif atau represif

untuk memberikan hak-hak kepada pihak yang dilindungi sesuai dengan

kewajiban yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini perlindungan hukum

digunakan menganalisis perlindungan hukum terhadap Kreditor Perbankan dalam

hal APHT tidak didaftarkan.

2. Akta Pemberian Hak Tanggungan

Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang

mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian hak tanggungan dari

Debitor kepada Kreditor sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan

Hak Tanggungan. Dalam penelitian ini APHT terkait dengan pemberian kredit

oleh bank kepada Debitor dengan jaminan hak atas tanah.

Page 48: (deed of mortgage granting) that are not

31

1.6 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah

penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang obyek kajiannya meliputi

ketentuan dan pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum in action pada

setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).24

Menurut

Morris L. Cohen and Kent C. Olson dalam bukunya yang berjudul Legal Research

penelitian hukum yaitu“legal research is an essential component of legal

practice. It is the process of finding the law that governs an activity and materials

that explain or analyze that law”25

yang artinya bahwa penelitian hukum yang

berdasarkan kaidah perundang-undangan sebagai suatu hal yang penting dalam

penerapan hukum secara praktek.

Penelitian hukum empiris ini dilakukan untuk memastikan apakah hasil

penerapan pada peristiwa hukum in concreto itu telah sesuai atau tidak dengan

ketentuan undang-undang atau perjanjian telah dilaksanakan sebagaimana

mestinya atau tidak, sehingga para pihak yang berkepentingan mencapai

tujuannnya. Penelitian hukum empiris dilakukan di lapangan dengan metode dan

teknik penelitian lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi

dengan para pihak yang berkaitan langsung.

Ciri utama penelitian hukum empiris adalah adanya kesenjangan antara

das solen dan das sein, yaitu kesenjangan antara teori dan fakta hukum dan atau

24

Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra

Aditya Bakti, Bandung, h. 134. 25

Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group,

ST. Paul Minn, Printed in the United States of America, page 1.

Page 49: (deed of mortgage granting) that are not

32

situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik. Dalam

tulisan ini, penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji norma hukum

terkait perlindungan hukum bagi Kreditor perbankan terkait adanya akta

pemberian hak tanggungan yang tidak didaftarkan.

b. Jenis Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk

mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti

untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum empiris terdapat beberapa

pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Kualitatif

Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden

secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan

dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Oleh karena itu peneliti harus dapat

menentukan data mana atau bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai

data yang diharapkan atau diperlukan dan data atau bahan hukum mana yang tidak

relevan dan tidak ada hubungannya dengan penelitian. Analisis dengan

pendekatan kualitatif ini yang dipentingkan adalah kualitas data, artinya peneliti

melakukan analisis terhadap data-data atau bahan-bahan hukum yang berkualitas

saja. Peneliti yang menggunakan metode analisis kualitatif tidak semata-mata

bertujuan mengungkapkan kebenaran saja, tetapi juga memahami kebenaran

tersebut.

Page 50: (deed of mortgage granting) that are not

33

2. Pendekatan kuantitatif

Pendekatan kuantitatif adalah melakukan analisis terhadap data

berdasarkan jumlah data yang terkumpul. Analisis dengan pendekatan kuantitatif

tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus statistik. Hal itu karena

dalam proses pengumpulan data menggunakan kuesioner yang masing-masing

item jawabannya telah diberi skala. Analisis dengan pendekatan kuantitatif ini

akan sangat diperlukan apabila peneliti akan mencari korelasi dari dua variabel

atau lebih.26

Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang

ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka permasalahan dalam tesis

ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif.

c. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian hukum empiris terdapat 2 (dua) jenis data yang

digunakan, yaitu :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan

langsung didalam masyarakat.27

Sumber data primer dari penelitian ini dengan

melakukan penelitian yang berlokasi di Kota Denpasar Provinsi Bali, yaitu

dengan melakukan penelitian pada Bank, Kantor Notaris/PPAT di wilayah

kerja Kota Denpasar tempat pembuatan dan penandatanganan APHT dan

Kantor Pertanahan Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan cara

melakukan wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi

penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan

26

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 192. 27

Ibid, h. 156.

Page 51: (deed of mortgage granting) that are not

34

informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya.

Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara

kualitatif. Dalam penelitian ini informan adalah Kepala Seksi Pendaftaran Hak

Tanggungan Kantor Pertanahan Kota Denpasar sedangkan responden adalah

Kepala Bagian Kredit di Bank Mayapada Internasional, Tbk., dan Bank

Perkreditan Rakyat Sri Artha Lestari (BPR Lestari) selaku Kreditor, dan

Notaris/PPAT I Putu Chandra, SH dan I Made Gelgel, SH. Responden ini

merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang

dibutuhkan.28

2. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research)

dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:29

i. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari :

(a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

(b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria;

(c) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;

(d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ;

(e) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah;

28

Ibid, h. 174. 29

Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan

I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24.

Page 52: (deed of mortgage granting) that are not

35

(f) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku,

makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen

yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. Menurut Robert Watt

bahan hukum sekunder adalah “all of the other materials in the library are

used basically to assist researcher in understanding the law and this

group we call secondary materials”.30

Terjemahannya adalah semua

bahan-bahan lain di perpustakan pada dasarnya digunakan untuk

membantu peneliti memahami hukum dan kelompok ini kita sebut bahan-

bahan sekunder.

iii. Bahan hukum tertier, yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi, yang

memperjelas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.31

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah dengan metode wawancara dengan mengambil sampel secara Non Random

Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan

atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam

penulisan tesis ini maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu pihak-

pihak yang terkait dengan pembebanan hak tanggungan yaitu Bank, Notaris/PPAT

di wilayah kerja Kota Denpasar tempat pembuatan dan penandatanganan APHT,

30

Robert Watt, 2001, Concise Legal Research, The Federation Press,

Leinchrdt, NSW, h.1. 31

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h. 120.

Page 53: (deed of mortgage granting) that are not

36

sebagai responden dan Kepala seksi pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor

Pertanahan Kota Denpasar sebagai informan, yang berkaitan dengan perlindungan

hukum bagi Kreditor perbankan terkait adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan

yang tidak didaftarkan. Penulis memilih melakukan penelitian di Kota Denpasar

karena cukup banyak terjadi permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini,

yakni adanya kesenjangan antara das solen (teori) dan das sein (praktek), yaitu

antara ketentuan Pasal 13 ayat (2) UUHT dan kenyataan yang berlaku di Kota

Denpasar. Teknik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan

teknik studi dokumen melalui kepustakaan dipergunakan dengan cara mencatat

data-data yang bersumber pada bahan hukum primer maupun dari bahan hukum

sekunder yang berupa buku-buku tulisan dari para sarjana dan bahan hukum

tertier yang berupa kamus dan ensiklopedi.

e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Sebelum dilakukan penentuan sampel penelitian, terlebih dulu ditentukan

lokasi penelitian dengan menggunakan teknik non probabilitas. Menurut Bahder

Johan Nasution, dengan teknik sampling non probabilitas tidak semua subyek

atau individu mendapat kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.32

Dari beberapa teknik non probabilitas yang ada, yang digunakan dalam

penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan dengan

pertimbangan tertentu, sesuai dengan tujuan penelitian bahwa sampel memenuhi

kriteria yang merupakan ciri utama populasinya. Kota Denpasar dipilih sebagai

lokasi penelitian karena merupakan pusat aktifitas ekonomi dan perdagangan di

32

Bahder Johan Naution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar

Maju, Bandung, hal. 156.

Page 54: (deed of mortgage granting) that are not

37

Provinsi Bali, dimana aktifitas tingkat pendaftaran APHT cukup banyak

dibandingkan dengan di Kabupaten lainnya.

Setelah dilakukan penentuan lokasi penelitian, langkah selanjutnya adalah

penentuan sampel penelitian dengan menggunakan teknik non probabilitas dalam

bentuk purposive sampling. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut: Responden adalah Notaris/PPAT dan Bank

pemberi kredit, yang dalam hal ini adalah PT. BPR. Lestari dan PT. Bank

Mayapada Internasional, Tbk. Sedangkan Informan adalah Kepala Seksi

Pendaftaran Hak Tanggungan Kantor Pertanahan Kota Denpasar. Penulis memilih

PT. BPR Lestari dan PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk sebagai responden

karena kedua bank tersebut terbuka dalam memberikan informasi untuk

kepentingan penelitian ini. Perlu diketahui bahwa pada prinsipnya semua bank,

dalam menjalankan aktifitasnya tunduk pada ketentuan dari Bank Indonesia. Hal

ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 UU Perbankan. Karena adanya

ketentuan Pasal 6 UU perbankan inilah penulis hanya mengambil 2 (dua) Kreditor

sebagai responden dalam penelitian ini.

f. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data

di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.33

Setelah data dikumpulkan

kemudian diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara

data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang

bersifat saling menunjang antara teori dan praktek.

33

Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar

Grafika, Jakarta, h. 72.

Page 55: (deed of mortgage granting) that are not

38

g. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan

metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat

yang dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.34

Dalam metode

analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali secara

sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum dalam

penelitian ini.

34

Suharsini Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta,

h. 194.

Page 56: (deed of mortgage granting) that are not

39

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT PERBANKAN DENGAN

JAMINAN HAK TANGGUNGAN

2.1 Pengertian Kredit dan Jaminan dalam Lembaga Perbankan

2.1.1. Pengertian Kredit dan Jaminan Kredit

Pengertian kredit secara jelas dapat dilihat pada Pasal 1 angka 11 UU

Perbankan, yaitu ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Selain itu, pengertian

kredit juga tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia

Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yaitu :

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk:

(a) cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang

tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; (b) pengambilalihan tagihan dalam

rangka kegiatan utang-piutang ; dan (c) pengambilalihan atau pembelian

kredit dari pihak lain.

Dalam melaksanakan kegiatan usahanya berupa pemberian kredit, Bank

diwajibkan memperhatikan beberapa hal sebagaimana ketentuan Pasal 8 UU

Perbankan, yaitu wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang

mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan Debitor untuk melunasi

utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang

diperjanjikan. Selain itu Bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman

39

Page 57: (deed of mortgage granting) that are not

40

perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Ketentuan Pasal 8 UU Perbankan tersebut diatas menunjukkan bahwa

unsur yang paling essensial dari pemberian kredit bank adalah adanya

kepercayaan dari bank, sebagai Kreditor, terhadap nasabah peminjam sebagai

Debitor. Kepercayaan itu timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan

persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh Debitor. Persyaratan tersebut,

antara lain : jelasnya peruntukan pemberian kredit, adanya benda jaminan atau

agunan, dan lain-lain. Makna dari kepercayaan itu adalah keyakinan dari bank

sebagai Debitor bahwa kredit yang diberikan sungguh-sungguh akan kembali

dalam jangka waktu sesuai kesepakatan.35

Kepercayaan memang merupakan unsur kredit yang paling esensial tetapi

bukan merupakan satu-satunya unsur kredit. Hermansyah memaparkan secara

lengkap unsur-unsur kredit, yaitu :

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang

diberikannya, baik dalam bentuk uang, barang dan jasa akan benar-benar

diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan

datang.

b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian

prestasi dan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan

datang. Dengan unsur waktu ini, terkandung pengertian agio dari uang,

yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan

diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari

adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dan

kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit

diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya.

d. Prestasi atau obyek kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang tetapi

juga dapat berupa barang dan jasa. Tetapi karena kehidupan ekonomi

35

Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, h. 43.

Page 58: (deed of mortgage granting) that are not

41

modern di dasarkan pada uang maka yang umum terjadi adalah tranksaksi

kredit dalam bentuk uang.36

Kemudian dalam hal pemberian kredit, Bank wajib menerapkan pokok

ketentuan perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana yang dijelaskan dalam penjelasan

Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan, yaitu :

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat

dalam bentuk perjanjian tertulis;

b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

Nasabah Debitor yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama

terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari

Nasabah Debitor;

c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai

prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah;

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada Nasabah Debitor

dan atau pihak pihak terafiliasi;

f. Penyelesaian sengketa.

Ketentuan pemberian kredit oleh Bank Indonesia pada penjelasan Pasal 8

ayat (2) huruf b UU Perbankan tersebut di atas kemudian dirumuskan para sarjana

perbankan menjadi formula 5 C, seperti yang dipaparkan oleh Hermansyah, yaitu:

1. Character

Bahwa calon nasabah memiliki watak, moral dan sifat-sifat pribadi yang

baik.

2. Capacity

Kemampuan calon Debitor mengelola usahanya dan mampu melihat

prospektif masa depan sehingga usahanya dapat berjalan dengan baik dan

memberikan keuntungan. Hal ini pada gilirannya akan membantu

menjamin ia mampu melunasi utangnya.

3. Capital

Bank harus melakukan penelitian akan modal yang dimiliki pemohon

kredit.

36

Ibid., h. 58.

Page 59: (deed of mortgage granting) that are not

42

4. Collateral

Jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang bmerupakan saran

pengaman atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasi nasabah di

kemudian hari.

5. Condition of economy

Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan

kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari

bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan

oleh kondisi ekonomi tersebut.37

Sementara itu ketentuan pemberian kredit oleh Bank Indonesia

sebagaimana penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan pada huruf a

mewajibkaan pemberian kredit atau pembiayaan syariah dilakukan dalam bentuk

perjanjian tertulis, yang dalam praktek perbankan dikenal dengan perjanjian

kredit. Secara lebih jelas SK Direksi BI No. 27/182/KEP/DIR dan Surat Edaran

BI No. 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995 pada lampiran Pedoman Penyusunan

Kebijaksanaan Pemberian Kredit (PPKB) angka 450 tentang perjanjian kredit,

menjelaskan ”Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit

wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.” Dalam

menafsirkan ketentuan SK Direksi BI No. 27/182/KEP/DIR dan Surat Edaran BI

No. 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995 tersebut di atas Widjarnako mengatakan

hal ini berarti bank tidak diperkenankan memberikan kredit dalam bentuk apapun

tanpa surat perjanjian secara tertulis yang jelas dan lengkap.38

Terkait dengan

perjanjian kredit, Johanes Ibrahim menyebut pengertian secara khusus, yaitu :

Perjanjian antara bank, sebagai Kreditor dengan nasabah sebagai Debitor

mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu

yang mewajibkan nasabah-nasabah Debitor untuk melunasi utangnya setelah

37

Ibid., h. 64. 38

Widjarnako, 2007, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia,

Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, h. 81.

Page 60: (deed of mortgage granting) that are not

43

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian

keuntungan.39

Perjanjian kredit termasuk perjanjian pinjam-meminjam uang antar bank

dan nasabahnya didasari perjanjian yang telah disepakati bersama yang diikuti

dengan pemberian bunga.40

Pendapat senada diungkapkan Adrian Sutedi yang

mengatakan bahwa dari rumusan kredit menurut Pasal 8 UU Perbankan dapat

disimpulkan bahwa kredit itu merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang uang

antara bank sebagai pemberi Kreditor dan nasabah selaku Debitor. Dalam

perjanjian kredit tersebut bank percaya kepada nasabah akan membayar lunas

dalam jangka waktu yang telah disepakati.41

Menurut Buku III KUH Perdata, perjanjian kredit merupakan perjanjian

pinjam meminjam yang mempunyai sifat riil, yaitu terjadinya perjanjian kredit

ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah. Ketentuan dalam

Pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjam mengganti mempunyai

pengertian yang identik dengan perjanjian kredit bank, yaitu :

Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang

satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang

barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama.

Ketentuan dalam Pasal 1754 KUH Perdata adalah sebagai persetujuan

yang bersifat riil. Karena ketentuan dalam Pasal 1754 KUH Perdata tidak

disebutkan bahwa pihak pertama mengikatkan diri untuk memberikan suatu

39

Ibid. 40

Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu

tinjauan Yuridis, Rineka Cipta, Jakarta , h. 173. 41

Adrian Sutedi, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta,

h.21.

Page 61: (deed of mortgage granting) that are not

44

jumlah tertentu barang-barang yang menghabis, melainkan pihak pertama

memberikan suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena

pemakaian.

Sementara itu terkait dengan jaminan dalam lembaga perbankan, Mariam

Darus Badrulzaman memberi definisi jaminan “adalah suatu tanggungan yang

diberikan oleh seorang Debitor dan atau pihak ketiga kepada Kreditor untuk

menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan”.42

Sedangkan Thomas Suyatno,

menyatakan jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan

seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang.43

J. Satrio

berpendapat bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur

tentang jaminan-jaminan piutang seorang Kreditor terhadap seorang Debitor.44

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

jaminan kredit adalah pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung

utang Debitor sebagaimana tercantum dalam perutangan pokok. Dalam praktek

perbankan, jaminan kredit atau kredit garansi disebut dengan istilah jaminan

perseorangan/orang, yaitu perjanjian antara Kreditor dan penanggung, dimana

seorang mengikatkan diri sebagai penanggung untuk memenuhi utang Debitor,

baik karena ditunjuk oleh Kreditor (tanpa sepengetahuan atau persetujuan

42Mariam Darus Badrulzaman, 2005, Aneka Hukum Bisnis, Cet. II,

Alumni Bandung (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman II), h. 12.

43

Thomas Suyatno, 1989, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta,

h. 70. 44

J. Satrio, 1991, Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra

Aditya Bakti, Bandung, h. 3.

Page 62: (deed of mortgage granting) that are not

45

Debitor) maupun yang diajukan oleh Debitor atas perintah dari Kreditor. Adapun

unsur-unsur dari jaminan kredit adalah :

1. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan

menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum tertulis dan kaidah hukum tidak

tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

Sedangkan kaidah hukum jaminan hukum tidak tertulis adalah kaidah-kaidah

hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal

ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan adalah orang-orang

atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima

jaminan. Adapun yang bertindak sebagai pemberi jaminan adalah orang atau

badan hukum yang memberikan fasilitas kredit. Penerima jaminan adalah

orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi

jaminan. Adapun yang bertindak sebagai penerima jaminaan ini adalah orang

atau badan hukum.

3. Adanya jaminan. Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada Kreditor

adalah jaminan material dan immaterial. Jaminan material merupakan jaminan

yang berupa hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda

tidak bergerak. Jaminan immaterial merupakan jaminan non kebendaan.

Page 63: (deed of mortgage granting) that are not

46

4. Adanya fasilitas pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan

bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan

lainnya. 45

Adrian Sutedi secara umum membedakan jaminan menjadi dua, yaitu

jaminan yang lahir dari undang-undang (jaminan umum) dan jaminan yang lahir

karena perjanjian.46

Jaminan umum adalah jaminan yang adanya telah ditentukan

undang-undang, misalnya undang-undang yang diatur dalam Pasal 1311 KUH

Perdata dan 1232 KUH Perdata. Pasal 1311 KUH Perdata pada intinya

menyatakan bahwa segala kekayaan Debitor, baik berupa benda bergerak dan

tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun akan ada di kemudian hari walaupun

tidak diserahkan sebagai jaminan, secara hukum menjadi jaminan seluruh utang

Debitor. Sementara itu jaminan khusus adalah jaminan yang timbul karena adanya

perjanjian. Secara yuridis perjanjian khusus timbul karena adanya suatu perjanjian

antara Bank dan pemilik jaminan atau antara Bank dan pihak ketiga yang

menanggung utang Debitor.47

Jaminan khusus terdiri dari jaminan yang bersifat perorangan dan jaminan

yang bersifat kebendaan. Jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului

di atas benda-benda tertentu tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seorang

lewat orang yang menjamin pemenuhan yang bersangkutan. Sedangkan jaminan

45

Salim, H.S, 2007, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Raja

Grafindo Persada, Jakarta (selanjutnya disebut Salim H.S II), h. 7. 46

Adrian Sutedi, op.cit., h.28. 47

Adrian Sutedi, op.cit., h.27.

Page 64: (deed of mortgage granting) that are not

47

kebendaan memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu dan

mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda yang bersangkutan.48

Proses pembuatan perjanjian menurut Ros Mcdonald dan Denise Mcgill

”Just as Drafting is the process of converting the underlying intention of the

party or parties in to a written document, construction is the process of deriving

the true intention of the parties or parties from that document. 49

(Pembuatan

kontrak adalah proses konversi dari niat yang mendasari para pihak ke dalam

suatu dokumen tertulis, konstruksi (perjanjian ) adalah proses penuangan maksud

yang sesungguhnya dari para pihak sebagaimana yang tercantum dalam dokumen

tersebut). Terkait dengan suatu perjanjian kebendaan, maka hal itu terdiri

perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian

untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga

keuangan non bank. Perjanjian pokok adalah perjanjian yang harus memiliki dasar

yang mendasari untuk keberadaannya. Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian

kredit bank. Sedangkan perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat

tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contoh perjanjian accesoir

adalah perjanjian pembebanan jaminan, seperti perjanjian gadai, hak tanggungan

dan fidusia.50

Perjanjian pembebanan jaminan dapat dilakukan secara lisan maupun

tertulis. Perjanjian pembebanan jaminan lisan biasanya dilakukan di pedesaan,

dimana masyarakat yang satu membutuhkan pinjaman uang dari masyarakat yang

48

Salim, H.S, op.cit., h. 23. 49

Ros Macdonald & Denise McGill, 2008, Drafting, Second Edition,

LexisNexis, Butterworths, Australia, p. 3. 50

Salim, H.S, op.cit, h.30.

Page 65: (deed of mortgage granting) that are not

48

ekonominya lebih tinggi. Biasanya pinjaman tersebut dilakukan secara lisan.

Sedangkan perjanjian dalam bentuk tertulis, biasanya dilakukan dalam dunia

perbankan, lembaga keuangan non bank maupun lembaga pegadaian. Perjanjian

pembebanan ini dapat dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan dan atau akta

otentik. Perjanjian pembebanan jaminan dengan akta di bawah tangan biasanya

dilakukan di pegadaian. Sedangkan perjanjian pembebanan jaminan dengan akta

otentik dilakukan di muka dan di hadapan pejabat yang berwenang, seperti

Notaris/PPAT. Biasanya perjanjian pembebanan dengan menggunakan akta

otentik tersebut dapat dilakukan pembebanan jaminan atas hak tanggungan.51

2.1.2 Fungsi jaminan Dalam Kredit Perbankan

Dalam UU Perbankan, tidak dinyatakan secara tegas keharusan adanya

jaminan untuk memperoleh kredit. Karena itu bank mungkin saja memberikan

kredit tanpa mensyaratkan penyerahan jaminan. Namun pada umumnya bank

tetap mensyaratkan calon Debitor menyerahkan jaminan kredit terkait dengan

fungsi jaminan kredit. Menurut Hermansyah ”fungsi utama dari jaminan adalah

untuk meyakinkan bank atau Kreditor bahwa Debitor mempunyai kemampuan

untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit

yang telah disepakati bersama.”52

Sekalipun memiliki fungsi pokok tertentu, namun uraian yang lebih luas

mengenai fungsi jaminan kredit dikemukakan oleh M. Bahsan yang menyebutkan

beberapa fungsi kredit perbankan, yaitu:

51

Salim H.S, op.cit, h. 31. 52 Hermansyah, op.cit., h. 74.

Page 66: (deed of mortgage granting) that are not

49

1. Jaminan Kredit sebagai Pengaman Pelunasan Kredit.

2. Jaminan Kredit sebagai Pendorong Motivasi Debitor

3. Fungsi yang Terkait Pelaksanaan Ketentuan Perbankan.53

Jaminan kredit sebagai pengaman pelunasan kredit diperlukan karena bank

sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada Debitor wajib melakukan

pengamanan agar Debitor tersebut dapat melunasi kredit yang telah diberikan.

Apabila Debitor tidak dapat mengembalikan kredit yang telah diberikan oleh bank

akan menjadi kerugian yang yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan.

Semakin besar jumlah kredit yang tidak dapat dikembalikan oleh Debitor semakin

besar pula pengaruhnya terhadap kesehatan bank tersebut. Dalam hal ini maka

jaminan kredit berperan sebagai pengaman bagi kredit yang disalurkan perbankan

untuk memenuhi ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian. Lebih lanjut M.

Bahsan mengatakan bahwa :

Secara umum pengamanan kredit bank dapat dilakukan melalui tahap

analisis kredit dan melalui penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Khusus

mengenai jaminan kredit untuk pengamanannya dapat ditemukan, baik pada

tahap analisis kredit maupun penerapan ketentuan hukum.54

Penggunaan jaminan sebagai pengaman kredit yang diberikan oleh bank

juga dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata berbunyi “ Segala

kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak baik yang

sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan

untuk segala perikatan perseorangan”. Fungsi jaminan sebagai pengaman

pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit tersebut macet. Dengan

53

M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan

Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, h. 103. 54

Ibid.

Page 67: (deed of mortgage granting) that are not

50

adanya jaminan kredit yang dikuasai dan diikat bank sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku pelaksanaan fungsi tersebut akan terlaksana pada saat

Debitor ingkar janji.55

Sehubungan dengan fungsi jaminan sebagai sarana pengaman kredit yang

diberikan oleh bank, maka menurut R. Subekti jaminan yang baik adalah :

a. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang

memerlukannya.

b. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk

melakukan (meneruskan) usahanya.

c. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa

barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu

dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima

(pengambil) kredit.56

Sementara itu terkait dengan jaminan kredit sebagai pendorong motivasi Debitor

adalah ketakutan Debitor akan kehilangan benda yang dijaminkan dalam

memperoleh kredit. Rasa takut ini akan mendorong Debitor melunasi kreditnya

kepada bank agar benda yang dijadikan jaminan harus dicairkan oleh bank

tersebut.

Rasa takut Debitor akan kehilangan benda yang dijaminkan pada pihak

bank dapat dimengerti apabila disimak pendapat M. Bahsan bahwa nilai jaminan

yang diserahkan Debitor kepada pihak bank lebih besar dibandingkan dengan nilai

kredit yang diberikan pihak bank. Hal ini memberi motivasi kepada Debitor untuk

55

M. Bahsan, op.cit., h. 104. 56 R. Subekti, 1996, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk

Hak Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

h. 21.

Page 68: (deed of mortgage granting) that are not

51

menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usaha dengan baik,

mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat melunasi utangnya.57

Kemudian terkait fungsi jaminan terkait pelaksanaan ketentuan perbankan

yang dimaksud adalah Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 serta

perubahannya dengan PBI No. 8/2/PBI/2006 dan PBI No. 9/6/PBI/2007 yang

mengatur tentang nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA

(penyisihan penghapusan aktiva) sebagaimana tercantum dalam keterkaitan

dengan berbagai Peraturan Bank Indonesia tersebut merupakan pendukung

keharusan penilaian jaminan kredit secara lengkap sehingga merupakan jaminan

layak dan berharga. Selain tiga fungsi jaminan kredit perbankan yang

dikemukakan oleh M.Bahsan di atas, ada pula tiga fungsi jaminan kredit menurut

Thomas Syatno, yaitu :

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan

pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila

nasabah Debitor melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali

utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

2. Menjamin agar nasabah Debitor berperan serta di dalam transaksi untuk

membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan

usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau

perusahaannya, dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan

untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya.

3. Memberi dorongan kepada nasabah Debitor untuk memenuhi perjanjian

kredit. Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-

syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah

dijaminkan kepada bank.58

Tiga fungsi jaminan kredit yang masing-masing dikemukakan oleh M. Bahsan

dan Thomas Suyatno pada hakekatnya mengandung dua makna yang sama, yaitu

57

M. Bahsan, op.cit., h. 105. 58

Thomas Suyatno et.al., 1991, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, h. 84.

Page 69: (deed of mortgage granting) that are not

52

fungsi kredit sebagai pengaman pelunasan kredit dan pemberi motivasi kepada

Debitor untuk melunasi kredit yang telah dikucurkan pihak Bank.

2.1.3 Pengikatan Jaminan Kredit Perbankan

Dalam hukum jaminan perbankan Indonesia ada beberapa pengikatan

jaminan kredit yang berlaku dalam sistem hukum perbankan di Indonesia, yaitu :

1. Jaminan Fidusia

Dasar hukum Fidusia adalah UU Fidusia. Pengertian Fidusia terdapat

dalam Pasal 1 angka 1 UU Fidusia, yaitu “Fidusia adalah pengalihan hak

kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan benda yang

hak kepemilikanya tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”.

2. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

Dasar hukum SKMHT adalah UUHT. Dalam Pasal 24 ayat (3) UUHT

disebutkan :

Surat Kuasa membebankan hipotek yang ada pada saat diundangkannya

Undang-undang ini dapat digunakan sebagai Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak saat

berlakunya Undang-Undang ini, dengan mengingat ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).

Menurut penjelasan umum UUHT, dalam memberikan hak tanggungan,

pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab

tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya melalui

SKMHT yang berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT ditugaskan kepada

Notaris, dan PPAT. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (5) UUHT dinyatakan bahwa

sebagai konsekuensi dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

pembebanan Hak tanggungan atas agunan, tanaman dan hasil karya yang

Page 70: (deed of mortgage granting) that are not

53

merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang

hak atas tanah, wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian hak tanggungan

atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan di dalam satu APHT yang ditanda

tangani bersama oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa

mereka, keduanya sebagai pemberi tanggungan. Dalam penjelasan Pasal 24 ayat

(3) UUHT dijelaskan bahwa termasuk dalam pengertian surat kuasa

membebankan hipotik yang dimaksud pada ayat ini adalah surat kuasa untuk

menjaminkan tanah. Pada saat pembuatan APHT dan SKMHT harus sudah ada

keyakinan pada Notaris/PPAT yang bersangkutan bahwa pemberi hak tanggungan

mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak

tanggungan yang dibebankan, walaupun kepastian mengenai dimilikinya

kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian hak tanggungan

itu didaftarkan. Pasal 15 ayat (1) UUHT juga menentukan persyaratan SKMHT,

yaitu:

1. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada

membebankan hak tanggungan.

2. Tidak memuat kuasa substitusi.

3. Mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah utang dan nama

serta identitas Kreditornya, nama dan identitas Debitor apabila Debitor bukan

pemberi hak tanggungan.

Dalam penjelasan Pasal 15 ayat (1) UUHT yang dimaksud dengan tidak

memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dalam ketentuan ini,

misalnya tidak memuat kuasa untuk menjual, menyewakan obyek hak

Page 71: (deed of mortgage granting) that are not

54

tanggungan, atau memperpanjang hak atas tanah. Dalam penjelasan huruf b atas

Pasal 15 ayat (1) UUHT dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengertian

substitusi menurut undang-undang ini adalah penggantian penerima kuasa melalui

pengalihan bukan merupakan substitusi jika penerima kuasa memberikan kuasa

kepada pihak lain dalam rangka penugasan untuk bertindak mewakilinya,

misalnya Direksi Bank menugaskan pelaksanaan kuasa yang diterimanya kepada

Kepala Cabangnya atau pihak lain. Kemudian dalam penjelasan huruf c atas Pasal

15 ayat (1) menyebutkan bahwa kejelasan mengenai unsur-unsur pokok dalam

pembebanan hak tanggungan sangat diperlukan untuk kepentingan perlindungan

pemberi hak tanggungan. Jumlah utang yang dimaksud pada huruf b adalah

jumlah utang sesuai dengan yang diperjanjikan sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 3 ayat (1).

Subyek SKMHT adalah Debitor selaku pemberi kuasa dan Kreditor selaku

penerima Kuasa SKMHT. Obyek SKMHT adalah sama dengan Obyek hak

tanggungan yang dapat diikat sebagai jaminan hutang meliputi hak atas tanah

dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atas tanah

Negara yang diberikan kepada perorangan dan Badan Hukum Perdata yang

tanahnya dapat dijual termasuk tanah Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik yang

bukti kepemilikannya berupa petuk pajak atau girik dan bukti lainnya yang sejenis

dapat digunakan sebagai jaminan kredit. Obyek SKMHT dapat juga berupa hak

atas tanah yang sudah terdaftar (mempunyai sertipikat) atau hak atas tanah yang

belum didaftar (belum bersertipikat).

Page 72: (deed of mortgage granting) that are not

55

SKMHT untuk tanah dengan bukti girik ini berlaku sejak SKMHT

ditandatangani dan pembuatan APHT dilakukan bersamaan dengan proses

permohonan Sertipikat Hak Atas tanah tersebut. Terkait dengan pendaftaran

APHT, penjelasan umum UUHT angka 7 menguraikan bahwa dalam rangka

memperoleh kepastian hukum mengenai kedudukan yang diutamakan bagi

Kreditor pemegang hak tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan

pendaftarannya, wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganannya”.

Demikian pula pelaksanaan kuasa membebankan Hak Tanggungan yang

dimaksudkan di atas ditetapkan batas waktunya, yaitu 1 (satu) bulan untuk hak

atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang

belum terdaftar. Berakhirnya SKMHT tersebut dalam keadaan tertentu dapat

dikecualikan dengan tidak perlu mentaati jangka waktu berlakunya surat kuasa

(Pasal 15 ayat (5) UUHT), yaitu dalam hal untuk menjamin kredit-kredit tertentu,

misalnya KUT, KPR (PMA/KBPN Nomor 4 Tahun 1996 tentang penjelasan

Batas Waktu Penggunaan SKMHT untuk menjamin Pelunasan Kredit-Kredit

tertentu), yaitu sampai dengan berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok.

SKMHT merupakan kuasa yang tidak dapat ditarik kembali karena sebab

apapun kecuali telah dilaksanakan pembuatan APHT sebagimana ketentuan Pasal

15 ayat (2) UUHT, sesuai dengan tanggal yang ditentukan dalam SKMHT

tersebut. SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti

dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan

sebagaimana ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUHT. SKMHT mengenai hak atas

Page 73: (deed of mortgage granting) that are not

56

tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-

lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan sebagaimana ketentuan Pasal 15 ayat

(4) UUHT). Namun ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) tidak

berlaku dalam hal SKMHT diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana

ketentuan Pasal 15 ayat (5) UUHT. SKMHT yang tidak diikuti dengan pembuatan

APHT dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 15

ayat (3) atau ayat (4) UUHT atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (5) UUHT batal demi hukum.

Dalam penjelasan Pasal 15 ayat (4) diuraikan bahwa tanah yang belum

terdaftar adalah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) batas waktu

penggunaan SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar ditentukan

lebih lama daripada tanah yang sudah didaftar pada ayat (3), mengingat

pembuatan APHT pada hak atas tanah yang belum terdaftar harus dilakukan

bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 ayat (3), yang terlebih dahulu perlu

dilengkapi persyaratannya. Pasal 15 ayat (5) UUHT menyatakan bahwa dalam

rangka pelaksanaan pembangunan dan mengingat kepentingan golongan ekonomi

lemah, untuk pemberian kredit tertentu yang ditetapkan Pemerintah seperti kredit

program, kredit kecil, kredit pemilikan rumah, dan kredit lain yang sejenis, batas

waktu berlakunya SKMHT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)

tidak berlaku. Penentuan batas waktu berlakunya SKMHT untuk jenis kredit

tertentu tersebut dilakukan oleh Menteri yang berwenang di bidang pertanahan

Page 74: (deed of mortgage granting) that are not

57

setelah mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan Menteri Keuangan,

Gubernur Bank Indonesia, dan pejabat lain yang terkait. Selanjutnya Pasal 15 ayat

(6) UUHT menyatakan “Ketentuan mengenai batas waktu berlakunya Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan dimaksudkan untuk mencegah berlarut-larutnya

waktu pelaksanaan kuasa itu”. Sehubungan dengan berakhirnya kuasa

membebankan hak tangungan yang akan dikaitkan dengan obyek hak tanggungan

yang ada, yaitu dilihat apakah yang dijadikan obyek hak tanggungan hak atas

tanah yang sudah terdaftar (mempunyai sertipikat) atau hak atas tanah yang belum

didaftar (belum bersertipikat), hal ini sesuai dengan Pasal 15 ayat (3) dan (4)

UUHT. Pasal 15 ayat (3) UUHT menentukan “Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan

pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan

sesudah diberikan.” Selanjutnya ayat (4) menentukan “Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum didaftar wajib diikuti

dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga)

bulan sesudah diberikan.” Berakhirnya SKMHT tersebut dalam keadaan tertentu

dapat dikecualikan dengan tidak perlu mentaati jangka waktu berlakunya surat

kuasa sebagaimana ditentukan oleh Pasal 15 ayat (5) UUHT. Keadaan tertentu

tersebut adalah dalam hal untuk menjamin kredit-kredit tertentu, misalnya Kredit

Prognas, Kredit kecil (KPR) dan kredit lainnya yang sejenis sebagaimana

disebutkan dalam Peraturan Menteri Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 4 Tahun 1996 tentang penjelasan Batas Waktu Penggunaan SKMHT

untuk menjamin Pelunasan Kredit-Kredit tertentu. Dengan demikian untuk hal-hal

Page 75: (deed of mortgage granting) that are not

58

tertentu jangka waktu SKMHT yaitu sampai dengan berakhirnya masa berlakunya

perjanjian pokok.

3. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

APHT mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian hak

tanggungan dari Debitor kepada Kreditor sehubungan dengan hutang yang

dijaminkan dengan hak tanggungan. Pemberian hak ini dimaksudkan untuk

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor yang bersangkutan

(Kreditor preferent) daripada Kreditor-Kreditor lain sebagaimana diatur pada

ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHT. Pemberian hak tanggungan dalam hal ini

merupakan jaminan pelunasan hutang Debitor kepada Kreditor sehubungan

dengan perjanjian pinjaman/kredit yang bersangkutan.

Tanah sebagai obyek hak tanggungan dapat meliputi benda-benda lain

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Hal itu dimungkinkan karena

sifatnya secara fisik menjadi satu kesatuan dengan tanahnya, baik yang sudah ada

maupun yang akan ada, yang berupa bangunan permanen, tanaman keras dan hasil

karya, dengan ketentuan bahwa benda-benda tersebut milik pemegang hak

maupun milik pihak lain. Apabila benda-benda itu milik pihak lain, yang

bersangkutan/pemilik harus ikut menandatangani APHT. Pemberian hak

tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan dalam UUHT, yaitu:

1. Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak

tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di

dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit

yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Page 76: (deed of mortgage granting) that are not

59

2. Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi:

nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para

pihak, pemegang dan pemberi hak tanggungan, penunjukan secara jelas utang

atau utang-utang yang dijaminkan pelunasannya dengan hak tanggungan, nilai

tanggungan, dan uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.

3. Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melalui

pendaftaran hak tanggungan pada Kantor Pertanahan setempat (Kota/

Kabupaten).

4. Sertipikat hak tanggungan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan

memuat titel eksekutorial dengan kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa".

5. Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan akan

memiliki obyek hak tanggungan apabila Debitor cidera janji (wanprestasi).

Tata cara pembebanan hak tanggungan dimulai dengan tahap pemberian

hak tanggungan di hadapan PPAT yang berwenang dan dibuktikan dengan APHT

dan diakhiri dengan tahap pendaftaran hak tanggungan di Kantor Pertanahan

setempat. Pemberi hak tanggungan (Debitor atau pihak lain) wajib hadir sendiri di

kantor PPAT yang berwenang membuat APHT berdasarkan daerah kerjanya.

Dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT disebutkan hal-hal yang wajib dicantumkan dalam

APHT. Selanjutnya ayat (2) memuat mengenai jumlah pinjaman, penunjukan

obyek hak tanggungan, dan hal-hal yang diperjanjikan oleh Kreditor dan Debitor

termasuk janji Roya Partial dan janji penjualan obyek hak tanggungan di bawah

tangan sebagaimana ketentuan Pasal 20 UUHT. Untuk kepentingan Kreditor,

Page 77: (deed of mortgage granting) that are not

60

dikeluarkan kepadanya tanda bukti adanya hak tanggungan, yaitu Sertipikat hak

tanggungan yang terdiri dari salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan

APHT. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa APHT adalah

akta yang memuat tentang nomor sertipikat, tanggal penerbitan sertipikat, luas

tanah, lokasi tanah dan benda-benda yang ada di atas tanah tersebut serta besarnya

beban hutang yang diletakkan/dipertanggungjawabkan di atas tanah tersebut dan

APHT harus didaftarkan di Kantor Pertanahan Setempat.

2.2 Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan

2.2.1 Pengertian Hak Tanggungan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pengertian hak tanggungan

secara jelas terdapat dalam dalam Pasal 1 angka 1 UUHT, yaitu :

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-

benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

Kreditor tertentu, terhadap Kreditor-Kreditor lain.

Menurut J. Satrio, rumusan pengertian hak tanggungan menurut UUHT di

atas bukan merupakan rumusan umum, tetapi hanya tentang Hak Tanggungan atas

tanah dan benda-benda terkait dengan tanah saja. Dalam pandangan J. Satrio,

terdapat beberapa unsur penting dari hak tanggungan, yaitu hak jaminan yang

dibebankan atas tanah, berikut atau tidak berikut dengan benda-benda lain yang

merupakan satu-kesatuan dengan tanah, untuk pelunasan hutang tertentu dan

Page 78: (deed of mortgage granting) that are not

61

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor tertentu terhadap

Kreditor yang lain.59

Pengertian hak tanggungan tidak hanya bisa diperoleh dalam UUHT. Ada

beberapa sarjana lain juga mempunyai pemikiran mengenai hak tanggunga.

Seperti C.S.T Kansil dan Christine. S.T Kansil yang berpendapat :

Hak Tanggungan adalah jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor tertentu

terhadap Kreditor-Kreditor lain. Dalam arti jika Debitor cidera janji, Kreditor

pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah

yang dijadikan jaminan menurut perturan perundang-undangan yang

bersangkutan, dengan hak mendahului dari pada Kreditor-Kreditor yang

lain.60

2.2.2 Subyek dan Obyek Hak Tanggungan

Subyek hak tanggungan dapat dilihat pada ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9

UUHT. Menurut Pasal 8 ayat (1) ”Pemberi Hak Tanggungan adalah orang

perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.”

Selanjutnya ayat (2) berbunyi : “Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum

terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada

pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan

dilakukan.” Dalam Pasal 9 UUHT menyebutkan “Pemegang Hak Tanggungan

adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak

yang berpiutang.” Dengan demikian menurut UUHT, subyek hak tanggungan

adalah pemberi dan pemegang hak tanggungan. Dengan kata lain subyek hak

59

J. Satrio, op.cit, hal. 65. 60

C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 1997, Pokok-Pokok Hak

Tanggungan dan Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 7.

Page 79: (deed of mortgage granting) that are not

62

tanggungan adalah pihak-pihak yang berkepentingan dengan adanya suatu

perjanjian utang-piutang yang dijamin pelunasannya, yaitu pemberi dan pemegang

hak tanggungan.

Sementara itu obyek hak tanggungan sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat

(1) UUHT adalah hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Negara

yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya

dapat dipindahtangankan. Hak-hak atas tanah berikut, bangunan, tanaman dan

hasil karya yang telah atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah

tersebut akan merupakan milik pemegang hak atas tanah. Dalam hal ini

pembebanannya harus dengan tegas dinyatakan di dalam APHT yang

bersangkutan.61

Terkait dengan Hak Pakai, tidak semua Tanah Hak Pakai Atas Tanah

Negara dapat dijadikan obyek hak tanggungan karena ada Hak Pakai Atas Tanah

Negara yang walapun didaftarkan tidak bisa dipindahtangankan seperti Hak Pakai

atas nama pemerintah, Hak Pakai atas nama badan keagamaan dan sosial serta

Hak Pakai atas Nama Perwakilan Negara Asing. Pada prinsipnya obyek hak

tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang memenuhi dua persyaratan, yaitu

wajib didaftarkan (untuk memenuhi syarat publisitas) dan dapat

dipindahtangankan untuk memudahkan pelaksanaan pembayaran utang yang

dijamin pelunasannya.62

61

Adrian Sutedi, op.cit, h. 50. 62

Adrian Sutedi, op.cit, h. 52.

Page 80: (deed of mortgage granting) that are not

63

Terkait dengan Hak Pakai, hak tersebut tidak ditunjuk sebagai obyek hak

tanggungan dalam UUPA karena pada saat itu tidak termasuk hak-hak atas tanah

yang wajib didaftar dan karenanya tidak memenuhi asas publisitas untuk dapat

dijadikan jaminan utang. Dalam perkembangannya Hak Pakai pun harus

didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara sebebagaimana

dijelaskan dalam penjelasan umum angka 5 UUHT. Hak Pakai yang terjadi di

atas Tanah Hak Milik saat ini belum diatur, tetapi terbuka kesempatannya untuk

dijadikan obyek hak tanggungan apabila telah memenuhi dua syarat, yaitu wajib

didaftarkan dan dapat dipindahtangankan untuk mempermudah pelaksanaan

pembayaran utang yang dijamin pelunasannya syarat. Pasal 4 ayat (3) UUHT

menegaskan terhadap hal tersebut akan diatur dalam peraturan pemerintah.

2.2.3 Pemberian Hak Tanggungan

Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh

PPAT sebagaimana rumusan Pasal 10 dan Pasal 15 UUHT. Pemberi hak

tanggungan sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUHT adalah orang perorangan atau

badan hukum yang mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum atas

obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum harus ada pada pemberi hak tanggungan sebagaimana ketentuan

Pasal 8 ayat (2) UUHT. Sebagai suatu bentuk perjanjian, pemberian hak

tanggungan harus memenuhi persyaratan subjektif dan obyektif sebagaimana

syarat sahnya suatu perjanjian sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.

Page 81: (deed of mortgage granting) that are not

64

Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja syarat subjektif pemberian

hak tanggungan adalah :

1. Adanya Kesepakatan untuk memberikan hak tanggungan.

2. Kecakapan untuk memberikan hak tanggungan63

Hak tanggungan baru akan lahir manakala telah dibuat APHT di hadapan

PPAT.64

Dengan demikian hak tanggungan tidak akan lahir dengan disepakatinya

pemberian hak tanggungan secara lisan oleh pemilik kebendaaan yang akan

dijaminkan dengan hak tanggungan tersebut. Pemberian hak tanggungan baru

akan mengikat pihak ketiga, manakala pemberian hak tanggungan tersebut

didaftarkan dan diumumkan. Perjanjian pemberian hak tanggungan sebagai suatu

perjanjian formal mensyaratkan dibuatnya APHT di hadapan PPAT.

Terkait dengan kecakapan membuat perjanjian, dapat dilihat dalam Pasal 8

dan Pasal 9 UUHT. Rumusan Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT tersebut menurut Kartini

Muljadi dan Gunawan Widjaja membicarakan mengenai dua hal, yaitu:

1. Mengenai kapasitas dari subyek hukum yang membuat perjanjian

pemberian Hak Tanggungan.

2. Mengenai keterkaitan hubungan obyektif antara subyek hukum yang

membuat perjanjian pemberian Hak Tanggungan dengan hak atas tanah

yang merupakan obyek perjanjian Hak Tangungan.

Sementara itu, syarat obyektif perjanjian Hak Tanggungan adalah

menyangkut :

1. Tentang hal tertentu

2. Tentang sebab yang halal dalam pemberian Hak Tanggungan.65

Dalam perjanjian pemberian hak tanggungan eksistensi dari kebendaan

yang telah ditentukan terlebih dulu juga merupakan hal yang sangat penting. Pasal

63

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2008, Hak Tanggungan, Cet III,

Prenada Media Group, Jakarta, h. 20 dan 52. 64

Ibid, h. 26. 65

Ibid., h. 120 dan h. 133.

Page 82: (deed of mortgage granting) that are not

65

11 ayat (1) huruf e menentukan dalam APHT wajib dicantumkan mengenai uraian

yang jelas mengenai obyek hak tanggungan. Selain itu rumusan Pasal 11 ayat (1)

UUHT huruf c dan d merupakan penunjukan secara jelas utang atau utang-utang

yang dijamin dan nilai tanggungan. Adanya hal kebendaan tersebut di atas

merupakan suatu hal tertentu yang harus dipenuhi agar perjanjian pemberian hak

tanggungan mempunyai obyek tertentu.

Dalam penjelasan umum angka 8 UUHT dapat dilihat bahwa hak

tanggungan tidak akan pernah ada tanpa keberadaan utang pokok. Dengan kata

lain, perjanjian pokok merupakan sebab yang halal bagi adanya hak tanggungan.

2.2.4 Lahirnya Hak Tanggungan bagi Kreditor

Mengenai lahirnya hak tanggungan dapat dipahami dari ketentuan Pasal 13

UUHT. Menurut ketentuan Pasal 13 ayat (1) UUHT “Pemberian Hak Tanggungan

wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan”. Selanjutnya Pasal 13 ayat (2)

menetapkan “Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan

Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2),

PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan

dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan”. Pendaftaran hak

tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah

hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi

obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas

tanah yang bersangkutan. Mengenai penanggalan buku tanah adalah tanggal hari

ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi

pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang

Page 83: (deed of mortgage granting) that are not

66

bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya, dimana dari tanggal buku

tanah tersebutlah dinyatakan sebagai lahirnya hak tanggungan.

Page 84: (deed of mortgage granting) that are not

67

BAB III

AKIBAT HUKUM TIDAK DIDAFTARKANNYA APHT TERHADAP

PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN YANG DIBUAT DI

HADAPAN NOTARIS

3.1. Perjanjian Kredit Perbankan Yang Dibuat Dihadapan Notaris

Sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya, bahwa Pengertian

Kredit dan Jaminan Kredit terdapat dalam Pasal 1 angka 11 UU Perbankan, yaitu

sebagai ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Dalam mengucurkan kreditnya

kepada Debitor, Kreditor menerapkan suatu prosedur pemberian kredit tertentu

yang umumnya tidak jauh berbeda dari satu bank dengan bank lainnya.

Menurut Kepala Bagian Legal Bank Mayapada cabang Denpasar, Ni

Komang Purnama Dewi, prosedur pemberian kredit kepada Debitor di Bank

Mayapada dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap pengisian permohonan

Pada tahap ini pemohon mengajukan permohonan untuk mendapatkan kredit

dengan mengisi formulir yang disediakan serta melengkapi seluruh

persyaratan yang telah ditentukan. Petugas bank kemudian akan melaksanakan

wawancara terhadap calon debitor perihal permohonan kredit yang diajukan.

67

Page 85: (deed of mortgage granting) that are not

68

2. Tahap peninjauan ke lokasi proyek atau jaminan

Pada tahap ini petugas Kreditor melakukan peninjauan ke lokasi jaminan yang

dijaminkan oleh calon Debitor untuk mendapatkan fasilitas kredit serta petugas

bank membuat bentuk hasil peninjauan ke lokasi jaminan.

3. Tahap analisa

Pada tahap ini panitia kredit mengadakan analisa terhadap permohonan kredit

yanhg diajukan oleh calon Debitor menyangkut Character, Capacity, Capital,

Collecteral dan Condition of Economic.

4. Tahap loan Commite

Setelah menganalisa permohonan kredit calon Debitor, maka dilanjutkan

dengan pengambilan keputusan apakah layak/tidak layak calon Debitor tersebut

mendapat fasilitas kredit, kemudian menentukan besarnya kredit yang bisa

didapat dan jangka waktu kredit serta syarat-syarat lainnya yang berkaitan

dengan fasilitas kredit yang diberikan.

5. Perhomonan pemberian kredit (SP2K)

Pihak Kreditor menyampaikan kepada pihak Debitor bahwa permohonan

pemberian kreditnya dapat terealisasi.

6. Tahap realisasi kredit

Pada tahap ini dilakukan akad/penandatanganan perjanjian kredit dan

pengikatan jaminan antara Debitor dengan Kreditor terhadap fasilitas kredit

yang diberikan.

Ni Komang Purnama Dewi menambahkan bahwa pemberian kredit untuk jumlah

dibawah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), maka perjanjian kredit dilakukan

Page 86: (deed of mortgage granting) that are not

69

dengan perjanjian kredit dibawah tangan. Namun apabila jumlah kredit yang

dikucurkan untuk nasabah tertentu diatas Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah),

maka perjanjian kredit dilakukan dengan akta otentik.

Menyimak penjelasan tersebut, penggunaan akta dibawah tangan atau akta

otentik dalam perjanjian kredit ditentukan oleh nilai pinjaman yang diajukan oleh

Debitor. Pilihan ini dilakukan tidak hanya mendasarkan pada kekuatan hukum

akta tersebut tetapi didasarkan pada pertimbangan biaya yang akan dikenakan

kepada Debitor dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang

perbankan memungkinkan bagi kreditur untuk menggunakan akta dibawah tangan

atau dengan akta otentik. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa kedudukan Kreditor

dalam perjanjian kredit tidak ditentukan oleh penggunaan akta otentik atau akta

dibawah tangan melainkan ditentukan oleh pendaftaran jaminan tersebut dengan

APHT.

Perjanjian kredit yang dibuat di hadapan Notaris dinamakan akta otentik

atau akta notariil. Secara spesifik, akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan)

notaris, dalam praktek Notaris disebut Partij Akta atau Akta Para Pihak yang

berisi uraian atau keterangan pernyataan para pihak yang diberikan atau

diceritakan di hadapan Notaris. Para jihak berkeinginan agar uraian atau

keterangannya dituangkan dalam bentuk akta notaris. Sedangkan akta yang dibuat

oleh (door) notaris dalam praktek notaris disebut disebut akta relaas atau Akta

Berita Acara yang berisi uraian notaris yang dilihat dan disaksikan notaris sendiri

Page 87: (deed of mortgage granting) that are not

70

atas permintaan para pihak agar perbuatan atau tindakan para pihak yang akan

dilakukan dituangkan dalam bentuk akta notaris.66

Akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh

undang-undang, hal ini merupakan salah satu karakter akta notaris, meskipun ada

ketidaktepatan dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014, Nomor 3, Tambahan

lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491, selanjutnya disebut UUJN)

yang telah menempatkan syarat-syarat subjektif dan syarat obyektif sebagai

bagian dari badan akta, maka kerangka notaris harus menempatkan kembali

syarat-syarat subjektif dan syarat-syarat obyektif akta notaris yang sesuai dengan

makna suatu perjanjian yang dapat dibatalkan, oleh karena itu kerangka akta

notaris harus terdiri dari:

1. Kepala atau awal akta yang memuat :

a. Judul akta.

b. Nomor akta.

c. Pukul, hari, tanggal, bulan dan tahun.

d. Nama lengkap, dan tempat kedudukan notaris dan wilayah jabatan notaris

e. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, kewargaNegaraan, pekerjaan, jabatan,

kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka

wakili.

66

Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris;

Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung (selanjutnya disebut Habib

Adjie I), h. 55.

Page 88: (deed of mortgage granting) that are not

71

f. Keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap (tindakan

penghadap dapat berupa; untuk diri sendiri selaku kuasa, selaku orang tua

yang menjalankan kekuasaan orang tua untuk anaknya yang masih belum

dewasa, selaku wali, selaku pengampu, curator (kepailitan), dalam jabatan.

g. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan,

dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

2. Badan akta yang memuat kehendak dan keinginan dari para pihak yang

berkepentingan yang diterangkan atau dinyatakan di hadapan notaris atau

keterangan-keterangan dari notaris mengenai yang disaksikannya atas

permintaan yang bersangkutan. Isi badan akta ini harus sesuai dengan adagium

bahwa satu akta otentik hanya berisi satu perbuatan hukum saja. Akta notaris

yang di dalamnya memuat lebih dari satu perbuatan hukum, seperti pengakuan

utang, dan surat kuasa untuk menjual tanah, maka akta notaris yang demikan

tidak memiliki executorial title dan tidak sah, sebagaimana Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1440 K/Pdt1996, tanggal 30

Juni 1998.67

3. Penutup atau akhir akta, yang memuat:

a. Uraian tentang pembacaan akta

b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau

penerjemahan akta bila ada.

c. Nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, jabatan, kedudukan

dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta

67

Ali Boediarto, 2005, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah

Agung: Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Swa Justisia, Jakarta, hal. 157.

Page 89: (deed of mortgage granting) that are not

72

d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta

atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,

pencoretan dan penggantian.

Akta notaris sebagai alat bukti akan mempunyai pembuktian yang

sempurna apabila seluruh ketentuan, prosedur dan tata cara pembuatan akta

dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi dan dapat dibuktikan maka akta

tersebut melalui proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta di bawah tangan

yang pembuktiannya diserahkan kepada Hakim.

Dalam hal perjanjian kredit bank dibuat dengan akta notaris, maka bank

akan meminta notaris berpedoman kepada model perjanjian kredit bank yang

isinya telah ditentukan sendiri oleh Kreditor. Ketentuan dalam formulir tersebut

kebanyakan menguntungkan pihak bank/Kreditor dan cenderung merugikan pihak

nasabah/Debitor. Untuk dapat lebih dapat memahami menganai perjanjian kredit

dengan akta notaris, berikut ini akan dicontohkan simulasi akta perjanjian kredit

dengan fasilitas kredit yang diberikan berupa Pinjaman Rekening Koran (PRK) ,

yaitu :

PERJANJIAN KREDIT

Nomor : 01

- Pada hari ini, Senin, tanggal 02-09-2013 (dua September duaribu tigabelas),

pukul 10.00 WIB (sepuluh Waktu Indonesia Barat);

- Berhadapan dengan saya, I PUTU SANJAYA, Sarjana Hukum, Magister

Kenotariatan, Notaris berkedudukan di Denpasar, dengan wilayah jabatan

seluruh Propinsi Bali, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut dan

telah dikenal oleh saya, Notaris :

1. TUAN A, lahir di Surabaya, pada tanggal 09-10-1980 (sembilan Oktober seribu

sembilanratus delapan puluh), Warga Negara Indonesia, Wiraswasta, bertempat

tinggal di Jakarta, Jalan Denpasar Nomor 43, Banjar Bum I Sari, Kelurahan

Dauh Puri Klod, Kecamatan Denpasar Barat, pemegang Kartu Tanda Penduduk

Page 90: (deed of mortgage granting) that are not

73

tertanggal 001-01-2014 (satu Januari duaribu empatbelas), dengan Nomor

Induk Kependudukan (NIK) : 354502940910800003, yang berlaku hingga

tanggal 01-01-2017 (satu Januari duaribu tujuh belas);

- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku

Direktur Utama dari dan oleh karenanya sah mewakili Direksi dari dan

sebagai demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT MORAT

MARIT, berkedudukan di Kotamadya Denpasar, Sudirman Agung Lantai 2,

Jalan Sudirman Blok C.17, yang anggaran dasarnya telah dimuat dalam akta

tertanggal 01-03-2008 (satu Maret duaribu delapan) Nomor : 02, yang dibuat

di hadapan I Nyoma Sarjana Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris

di Denpasar, yang telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum,

sebagaimana ternyata dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia tertanggal 04-05-2008 (empat Mei duaribu

delapan) Nomor : W8-003 HT.03-03-2008,

yang untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini telah mendapat

persetujuan dari seluruh pemegang saham, sebagaimana ternyata dalam Akta

Berita Acara Rapat tertanggal 31-10-2013 (tigapuluh satu Agustus duaribu

tigabelas) Nomor : 30 yang dibuat oleh saya, Notaris, yang salinan resminya

bermeterai cukup dilekatkan pada minuta akta ini, demikian guna memenuhi

ketentuan Pasal 12 anggaran dasar.

- selanjutnya disebut juga PIHAK PERTAMA - PEMINJAM.

2.Tuan Oreo, lahir di Denpasar, pada tanggal 28-07-1991 (duapuluh delapan Juli

seribu sembilan ratus sembilanpuluh satu), Warga Negara Indonesia, Swasta,

bertempat tinggal di Denpasar, Jalan Dipnegoro Nomor 43, Banjar Pekandelan,

Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, pemegang Kartu Tanda

Penduduk tertanggal 28-07-2012 (duapuluh delapan Juli duaribu duabelas)

dengan Nomor Induk Kependudukan : 357925482807910003, yang berlaku

hingga tanggal 28-07-2017 (duapuluh delapan Juli duaribu tujuhbelas)

- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku

Direktur Utama sah mewakili Direksi dari dan sebagai demikian untuk dan atas

nama perseroan terbatas PT BANK MAYAPADA INTERNASIOANAL,

Tbk, berkedudukan di Denpasar, Graha Dewi Sartika Lantai 4, Jalan Dewi

sartika Nomor 30, yang anggaran dasarnya telah dimuat dalam :

- Berita Negara Republik Indonesia tanggal 08-08-1995 (delapan Agustus seribu

sembilanratus sembilanpuluh lima) Nomor : 212, Tambahan Nomor : 250,

kemudian anggaran dasar mana diubah dengan akta-akta :

- tertanggal 07-07-2008 (tujuh Juli duaribu delapan) Nomor : 07, dibuat dihadapan

I Made Ramping, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, yang laporannya telah

diterima dan dicatat dalam Database Sisminbakum Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia tertanggal 10-08-2008 (sepuluh Agustus

duaribu delapan) Nomor : AHU-AH.01.08.250781;

dan untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini, Direksi telah

mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris Perseroan, sebagaimana

ternyata dari akta tertanggal 03-11-2013 (tiga November duaribu tigabelas)

Nomor : 03, yang dibuat di hadapan SANY VERDINAN, Sarjana Hukum,

Page 91: (deed of mortgage granting) that are not

74

Notaris di Denpasar, demikian guna memenuhi ketentuan anggaran dasar

perseroan tersebut.

- selanjutnya disebut juga PIHAK KEDUA - BANK.

- Para Penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris.

- Para Penghadap masing-masing bertindak dalam kedudukan mereka tersebut di

atas, menerangkan bahwa Bank dan Peminjam telah saling setuju untuk dan

dengan ini membuat Perjanjian Kredit dengan memakai syarat-syarat dan

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Pasal 1

- Bank membuka/menyediakan pada kantornya di Denpasar, dalam jangka waktu

12 (duabelas) bulan, terhitung mulai tanggal 25-11-2013 (duapuluh lima

November duaribu tigabelas) sampai dengan tanggal 25-11-2014 (duapuluh lima

November duaribu empatbelas), untuk selanjutnya disebut "Jangka Waktu

Kredit", fasilitas Pinjaman Rekening Koran (PRK) yang digunakan untuk modal

usaha dengan nomor rekening 651290239483479 untuk Peminjam sebagai

berikut :

1. - Maksimum kredit ditetapkan sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar

Rupiah)

2. - Bunga sebesar 12 % (duabelas persen) per tahun efektif dan provisi sebesar

1% (satu persen) serta biaya administrasi sebesar Rp 3.000.000,00 (tigajuta

Rupiah) dibayar di muka, selanjutnya besar bunga tersebut dapat ditinjau

setiap saat oleh Bank untuk disesuaikan dengan kondisi pasar uang.

Pasal 2

- Selama Perjanjian Kredit ini berlaku, maka Peminjam dapat mempergunakan

kesempatan berhutang yang diberikan kepadanya, dengan mengingat batas

banyaknya hutang seperti tersebut di dalam Pasal 1 di atas, dengan

menandatangani dan memberikan cek, giro bilyet dan/atau tanda penerimaan uang

pinjaman kepada Bank.

Pasal 3

- Cek, giro bilyet, atau tanda penerimaan uang Pinjaman yang diberikan oleh

Peminjam menurut Pasal 2 selama Perjanjian Kredit ini berlaku akan dibayar oleh

Bank.

Pasal 4

1. - Pembayaran dan penerimaan seperti tersebut di atas akan dibukukan oleh

Bank di alam suatu rekening koran yang Peminjam berhak untuk meminta kutipan

atau salinannya.

2. - Jikalau Peminjam di dalam 15 (limabelas) hari setelah menerima rekening

koran tidak mengajukan keberatan-keberatannya tentang rekening koran itu

dengan surat, maka rekening koran itu dianggap telah disetujui oleh Peminjam.

Pasal 5

1. - Sehubungan dengan apa yang diuraikan di atas, maka Peminjam mengakui

benar-benar dan secara sah telah berhutang pada Bank/disebabkan karena

pinjaman uang yang diterima oleh Peminjam dari Bank berdasarkan Perjanjian

Kredit ini, uang dengan jumlah pokok sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar

Rupiah), demikian berikut bunga-bunga, biaya-biaya, serta lain-lain jumlah uang

Page 92: (deed of mortgage granting) that are not

75

yang wajib dibayar oleh Peminjam kepada Bank berdasarkan Perjanjian Kredit

ini.

2. - Bank dengan ini menerima baik Pengakuan Hutang yang diberikan oleh

Peminjam sebagaimana diuraikan di atas.

Pasal 6

- Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 di bawah ini, Peminjam

wajib membayar kembali kepada Bank setiap jumlah yang terhutang dalam waktu

24 (duapuluh empat) bulan, pada tanggal jatuh tempo atau tanggal 25-11-2014

(duapuluh lima November duaribu empatbelas)

Pasal 7

- Perjanjian Kredit ini berlaku mulai tanggal akta ini ditandatangani dan sewaktu-

waktu dapat diperpanjang atas persetujuan dari pihak-pihak dalam akta ini.

Pasal 8

- Menyimpang dari apa yang ditentukan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 di atas, Bank

berhak untuk menuntut/menagih pembayaran atas segala sesuatu yang terhutang

oleh Peminjam kepada Bank berdasarkan Perjanjian Kredit ini dengan seketika

dan sekaligus tanpa somasi lagi, bilamana terjadi atau timbul salah satu hal atau

peristiwa tersebut di bawah ini :

a. - Bilamana antara Bank dan Peminjam tidak tercapai persetujuan tentang

besarnya bunga yang harus dibayar oleh Peminjam;

b. - Bilamana hutang pokok atau bunga atau lain-lain jumlah yang terhutang

berdasarkan Perjanjian Kredit ini tidak dibayar lunas pada waktunya;

c. - Bilamana menurut Bank, Peminjam lalai memenuhi syarat-syarat lain dalam

Perjanjian Kredit ini;

d. - Jika sesuatu pernyataan, surat keterangan, atau dokumen yang diberikan

dalam Perjanjian ini ternyata tidak benar;

e. - Bilamana Peminjam atau orang/pihak lain yang menanggung atau menjamin

hutang Peminjam mengajukan permohonan untuk dinyatakan dalam keadaan

pailit;

f. - Bilamana Peminjam dan/atau Penanggung bubar atau dipailitkan;

catatan : bila Peminjam adalah perorangan, poin ini diganti "Bilamana Peminjam

meninggal dunia atau dinyatakan berada di bawah pengampuan".

g. - Jika kekayaan Peminjam atau Penanggung seluruhnya atau sebagian disita

oleh yang berwajib;

Pasal 9

- Peminjam dengan ini memberi kuasa kepada Bank untuk mendebet/memotong

Rekening Peminjam pada setiap cabang dari Bank untuk :

a. - Ongkos-ongkos Perjanjian Kredit ini dan perjanjian-perjanjian jaminannya,

serta ongkos-ongkos yang timbul secara langsung maupun tidak langsung dari

Perjanjian Kredit ini dan pelaksanaannya, termasuk ongkos-ongkos penasehat

hukum Bank, Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah, materai, dan segala ongkos

untuk menagih Hutang ini dan pelaksanaan perjanjian-perjanjian jaminan.

b. - Bunga dan ongkos-ongkos lain.

Pasal 10 Untuk menjamin lebih jauh pembayaran kembali hutang Debitor kepada Debitor, baik

hutang pokok, bunga, denda, provisi dan biaya lainnya atau pembayan apapun juga,

Page 93: (deed of mortgage granting) that are not

76

yang harus dibayar oleh Debitor kepada Kreditor secara tertib dan sebagaimana

mestinya berdasarkan perjanjian ini, termasuk semua perubahan, penambahan

dan/atau pembaharuannya, yang telah/akan dibuat antara Kreditor dan Debitor,

maka Debitor dan/atau Penjamin menyerahkan:

-Sebidang tanah sertipikat Hak Milik Nomor 1908/Desa Kesiman, seluas 265 (dua

ratus enam puluh lima meter persegi (gambar situasi tanggal delapan September

seribu Sembilan ratus delapan puluh delapan (08-09-1988), Nomor 5961/1988,

terletak di Propinsi Bali . Kota Denpasar, Kecamatan Denpasar Timur, Kelurahan

Kesiman tertulis atas I Nyoman Marga demikian berikut segala yang telah ada

dan/atau di kemudian hari aka nada, didirikan atau tertanam di atas tanah

tersebutyang menurut sifat dan peruntukannya serta menurut

Undang-Undang dianggap sebagai benda tetap. (Selanjutnya disebut barang jaminan)

- Jaminan mana akan dibebani Hak Tanggungan Peringkat I (pertama) oleh

Pemberi Jaminan atau Peminjam kepada Bank, dengan menandatangani Akta

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan/Akta Pemberian Hak Tanggungan

tersendiri yang akan ditandatangani di hadapan saya, Notaris, dan/atau di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang, akta mana merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dengan akta Perjanjian Kredit ini dan/atau

perpanjangan, tambahan serta perubahan-perubahannya kemudian.

Pasal 11

- Mengenai Perjanjian Kredit ini dan segala akibatnya serta pelaksanaannya

Peminjam memilih tempat tinggal yang tetap dan seumumnya di Kantor Panitera

Pengadilan Negeri ... atau Pengadilan Negeri lain yang ditunjuk oleh Bank.

- Para pihak menyatakan dengan ini menjamin akan kebenaran identitas para

pihak sesuai tanda pengenal yang disampaikan kepada saya, Notaris, dan

bertanggung jawab sepenuhnya atas hal tersebut, dan selanjutnya para pihak juga

menyatakan telah mengerti dan memahami isi akta ini.

-----------------------------DEMIKIANLAH AKTA INI--------------------------------

- Dibuat sebagai minuta dan dilangsungkan di Denpasar, pada hari dan tanggal

tersebut pada Kepala Akta ini, dengan dihadiri oleh :

1. Nona WAYAN SUGENDRI, lahir di Denpasar, pada tanggal 26-01-1988

(duapuluh enam Januari seribu sembilanratus delapan puluh delapan), Warga

Negara Indonesia, Karyawan Notaris, bertempat tinggal di Denpasar, Jalan Hidup

Nomor 48, Banhar Bumi Shanti, Denpasar Selatan, pemegang Kartu Tanda

Penduduk tertanggal 26-01-2012 (duapuluh enam Januari duaribu duabelas)

dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) : 357925482601880003, yang berlaku

hingga tanggal 26-01-2017 (duapuluh enam Januari duaribu tujuhbelas); dan

2. Nona JULIANI, lahir di Denpasar, pada tanggal 04-07-1986 (empat Juli seribu

sembilanratus delapanpuluh enam), Warga Negara Indonesia, Karyawan Notaris,

bertempat tinggal di Denpasar Permata Hijau Blok C5 Nomor 10, Banjar Bumi

Sari, Kelurahan Pejuang, Kecamatan Denpasar Utara, , pemegang Kartu Tanda

Penduduk tertanggal 04-07-2012 (empat Juli duaribu duabelas) dengan Nomor

Induk Kependudukan (NIK) : 357925480407860001, yang berlaku hingga tanggal

04-07-2017 (empat Juli duaribu tujuhbelas), keduanya sebagai saksi-saksi.

Page 94: (deed of mortgage granting) that are not

77

- Segera setelah akta ini saya, Notaris bacakan kepada para Penghadap dan saksi-

saksi, maka seketika itu juga akta ini ditandatangani oleh para Penghadap, saksi-

saksi, dan saya, Notaris.

- Dilangsungkan dengan tanpa perubahan.

Syarat subjektif mengenai keabsahan perjanjian kredit dicantumkan dalam

awal akta, dan syarat obyektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi akta. Isi

akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUH Perdata mengenai kebebasan

berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak

mengenai perjanjian yang dibuatnya.

Dengan demikian jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak

yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan

orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Jika dalam isi akta tidak memenuhi

syarat obyektif, maka akta tersebut batal demi hukum. Oleh karena Pasal 38 ayat

(3) huruf a UUJN telah menentukan bahwa syarat subjektif dan syarat obyektif

bagian dari badan akta, maka timbul kerancuan, antara akta yang dapat dibatalkan

dengan akta yang batal demi hukum. Sehingga jika diajukan untuk membatalkan

akta Notaris karena tidak memenuhi syarat subjektif, maka dianggap

membatalkan seluruh badan akta, termasuk membatalkan syarat obyektif. Syarat

subjektif ditempatkan sebagai bagian dari awal akta, dengan alasan meskipun

syarat subjektif tidak dipenuhi sepanjang tidak ada pengajuan pembatalan dengan

cara gugatan dari orang-orang tertentu, maka isi akta notaris yang berisi syarat

Page 95: (deed of mortgage granting) that are not

78

obyektif tetap mengikat para pihak, hal ini berbeda jika syarat obyektif tidak

dipenuhi, maka akta dianggap tidak pernah ada.68

Contoh simulasi akta perjanjian kredit yang diuraikan di atas memiliki

empat bagian, yaitu:

1. Judul Perjanjian

Dalam praktek judul yang dipergunakan bank untuk akta perjanjian kredit

berbeda-beda, ada yang menyebut Perjanjian Kredit dengan Jaminan, atau

Perjanjian Membuka Kredit. Judul simulasi akta perjanjian kredit diatas adalah

Perjanjian Kredit.

2. Komparisi

Bagian ini yang memuat keterangan tentang orang/pihak yang bertindak

mengadakan perbuatan hukum. Penuangannya berupa:

a. Uraian terperinci tentang identitas, yang meliputi nama, pekerjaan dan

domisili para pihak. Dalam perjanjian di atas maka terlihat pihak I adalah

TUAN A, lahir di Surabaya, pada tanggal 09-10-1980 (sembilan Oktober

seribu sembilanratus delapan puluh), Warga Negara Indonesia, Wiraswasta,

bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Denpasar Nomor 43, Banjar Bumi Sari,

Kelurahan Dauh Puri Klod, Kecamatan Denpasar Barat, pemegang Kartu

Tanda Penduduk tertanggal 01-01-2014 (satu Januari duaribu empatbelas),

dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) : 354502940910800003, yang

berlaku hingga tanggal 01-01-2017.

68

Habib Adjie, 2009, Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia : Tafsir

Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika

Aditama, Bandung ( sealnjutnya disebut Habib Adjie II), h. 125.

Page 96: (deed of mortgage granting) that are not

79

- Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya selaku

Direktur Utama dari dan oleh karenanya sah mewakili Direksi dari dan

sebagai demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT MORAT

MARIT, berkedudukan di Kotamadya Denpasar, Sudirman Agung Lantai

2, Jalan Sudirman Blok C.17, yang anggaran dasarnya telah dimuat dalam

akta tertanggal 01-03-2008 (satu Maret duaribu delapan) Nomor : 02, yang

dibuat di hadapan I Nyoma Sarjana Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,

Notaris di Denpar, yang telah mendapatkan pengesahan sebagai badan

hukum, sebagaimana ternyata dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tertanggal 04-05-2008 (empat Mei

duaribu delapan) Nomor : W8-003 HT.03-03-2008,

Pihak II adalah TUAN OREO, lahir di Denpasar, pada tanggal 28-07-1991

(duapuluh delapan Juli seribu sembilan ratus sembilanpuluh satu), Warga

Negara Indonesia, Swasta, bertempat tinggal di Denpasar, Jalan Dipnegoro

Nomor 43, Banjar Pekandelan, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar

Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk tertanggal 28-07-2012

(duapuluh delapan Juli duaribu duabelas) dengan Nomor Induk

Kependudukan : 357925482807910003, yang berlaku hingga tanggal 28-

07-2017 (duapuluh delapan Juli duaribu tujuhbelas).

b. Dasar hukum yang memberi kewenangan yuridis untuk bertindak dari para

pihak untuk melakukan tindakan hukum dalam akta ini, yaitu:

Pihak I menurut keterangannya dalam hal ini bertindak dalam jabatannya

selaku Direktur Utama dari dan oleh karenanya sah mewakili Direksi dari dan

Page 97: (deed of mortgage granting) that are not

80

sebagai demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas PT MORAT

MARIT, berkedudukan di Kotamadya Denpasar, Sudirman Agung Lantai 2,

Jalan Sudirman Blok C.17, yang anggaran dasarnya telah dimuat dalam akta

tertanggal 01-03-2008 (satu Maret duaribu delapan) Nomor : 02, yang dibuat

di hadapan I Nyoma Sarjana Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris

di Denpasar, yang telah mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum,

sebagaimana ternyata dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia tertanggal 04-05-2008 (empat Mei duaribu

delapan) Nomor : W8-003 HT.03-03-2008.

Pihak II Tuan Oreo telah mendapat persetujuan dari seluruh pemegang saham,

sebagaimana ternyata dalam Akta Berita Acara Rapat tertanggal 31-10-2013

(tigapuluh satu Agustus duaribu tigabelas) Nomor : 30 yang dibuat oleh saya,

Notaris, yang salinan resminya bermeterai cukup dilekatkan pada minuta akta

ini, demikian guna memenuhi ketentuan Pasal 12 anggaran dasar.

c. Kedudukan para pihak dalam hal ini pihak I dan pihak II adalah Badan

Hukum.

3. Penutup

Bagian akhir akta/penutup memuat hal-hal sebagai berikut :

a. Pilihan domisili hukum para pihak

b. Tempat dan tanggal perjanjian di tandatangani

c. Tanggal mulainya berlaku perjanjian kredit

Terkait dengan klausul kredit, dalam praktek, bentuk dan materi

Perjanjian kredit tidak selalu sama. Simulasi perjanjian kredit dengan pemberian

Page 98: (deed of mortgage granting) that are not

81

fasilitas PRK (pinjaman rekening Koran) yang dipaparkan di atas berisi klausula-

klausula sebagai berikut:

I. Klausul Fasilitas Kredit

Ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan fasilitas kredit umumnya terdiri

dari:

a. Jenis, jumlah, dan jangka waktu fasilitas.

b. Penarikan fasilitas kredit, jangka waktu penarikan, Cara penarikan, bukti

penarikan.

c. Pembuktian hutang antara lain berupa Promes/CAR/atau PK tersebut.

d. Cara Pembayaran kembali (installment atau langsung) Pembayaran kembali

lebih cepat/awal (Voluntary or Mandatory)

e. Bunga.

f. Komisi dan Fee.

g. Bunga denda (apabila terjadi keterlambatan pembayaran).

h. Pembukuan (lokasi dimana bank akan membukukan pinjaman tersebut).

II. Klausul Kuasa Mendebet Rekening

Klausula ini dicantumkan sebagai dasar dari hak bank untuk melakukan

pendebetan dari rekening-rekening Debitor yang ada di Bank.

III. Klausul Penggunaan Fasilitas Kredit

Tujuan penggunaan fasilitas kredit yang diberikan oleh bank kepada Debitor.

IV. Klausul Syarat Penarikan Pinjaman (Drawdown Condition)

a. Sebelum penandatanganan perjanjian kredit dan sebelum suatu kredit

dapat dicairkan Debitor, disyaratkan untuk menyerahkan beberapa

Page 99: (deed of mortgage granting) that are not

82

dokumen-dokumen atau data yang dianggap penting oleh bank. antara

lain:

1. Dokumen-dokumen perusahaan/Identitas Debitor.

2. Asli surat kuasa.

3. Salinan surat izin usaha perdagangan dan/atau surat-surat izin lainnya.

4. Asli bukti-bukti hak kepemilikan atas Jaminan

5. Invoice/Daftar tagihan-tagihan/dokumen lain yang sejenis yang

mencantumkan ketentuan bahwa pembayaran melalui rekening Debitor

yang ada di Bank.

6. Semua Perjanjian Jaminan telah ditanda tangani dan dalam bentuk dan

isi yang disetujui bank.

b. Debitor tidak sedang dalam keadaan lalai berdasarkan ketentuan-ketentuan

yang termaktub dalam Perjanjian ini atau berdasarkan sebab lain sesuai

pertimbangan baik bank.

V. Klausul Pernyataan Debitor (Representations and Warranties)

Klausula ini berisikan pernyataan-pernyataan dari Debitor mengenai:

Kewenangan bertindak, Kekuatan perjanjian, Tidak ada tuntutan/sengketa dari

pihak ketiga terutama yang dapat berakibat secara materiil, kebenaran data-

data yang diberikan oleh Debitor termasuk diantaranya Laporan Keuangan,

keabsahan Debitor untuk menjalankan usaha yang dibuktikan dengan perijinan

dari lembaga-lembaga yang berwenang, Tidak adanya tunggakan Pajak yang

harus dibayar, serta Debitor tidak dalam keadaan pailit atau digugat pailit oleh

Pihak ketiga.

Page 100: (deed of mortgage granting) that are not

83

VI. Klausul Affirmative Covenant

Dalam pelaksanaan pemberian kredit bank harus memberikan batasan-batasan

yang harus dipenuhi oleh Debitor (Affirmative Covenant) selama dalam masa

pemberian kredit. Ada beberapa covenant standard yang biasanya wajib

dicantumkan dalam perjanjian kredit antara lain adalah:

a. Menggunakan Fasilitas Kredit seperti yang dipersyaratkan;

b. Mengasuransikan seluruh barang-barang yang dijadikan jaminan/agunan

Fasilitas Kredit;

c. Memberikan ijin kepada bank atau petugas-petugas yang diberi kuasa oleh

bank untuk melakukan pemeriksaan (audit) terhadap buku-buku, catatan-

catatan dan administrasi Debitor serta memeriksa keadaan barang-barang

jaminan, dan melakukan peninjauan ke dalam proyek, bangunan -

bangunan lain dan kantor-kantor yang digunakan Debitor;

d. Memberikan segala informasi/keterangan/data-data (seperti, namun tidak

terbatas pada laporan keuangan Debitor), segala sesuatu sehubungan

dengan keuangan dan usaha Debitor, bilamana terjadi keadaan yang dapat

mempengaruhi keadaan usaha atau keuangan Debitor, setiap waktu, baik

diminta maupun tidak diminta oleh bank;

VII. Menyerahkan data yang diminta oleh Bank dalam rangka pengawasan

pemberian kredit yaitu, antara lain namun tidak terbatas pada Laporan

keuangan, laporan inventory, daftar tagihan dan lain-lain. Selain covenant di

atas, dapat pula ditambahkan affirmative covenant lain yang disesuaikan

dengan struktur dari fasilitas kredit yang diberikan.

Page 101: (deed of mortgage granting) that are not

84

VII. Klausul Negative Covenant

Pelaksanaan pemberian kredit bank harus memberikan batasan-batasan yang

tidak boleh dilakukan oleh Debitor (Negative Covenant) selama dalam masa

pemberian kredit. Pelarangan/pembatasan tersebut dilakukan dalam rangka

memperkuat posisi bank selaku pemberi pinjaman. Adapun covenant baku

yang wajib dimasukkan dalam perjanjian kredit antara lain adalah:

a. Pelarangan untuk menjual /menyewakan asset;

b. Tidak menjaminkan asset pada pihak lain;

c. Pelarangan untuk menerima pinjaman lain;

d. Pelarangan untuk menjadi Penjamin/Penanggung, kecuali melakukan

endorsemen atas surat-surat yang dapat diperdagangkan untuk keperluan

pembayaran atau penagihan transaksi-transaksi lain yang lazim dilakukan

dalam menjalankan usaha;

e. Pelarangan untuk memberikan pinjaman;

f. Pelarangan untuk mengumumkan dan membagikan deviden saham

Debitor;

g. Pelarangan untuk melakukan merger atau akuisisi;

h. Pelarangan untuk membayar atau membayar kembali pinjaman pemegang

saham;

i. Pelarangan untuk merubah sifat dan kegiatan usaha Debitor seperti yang

sedang dijalankan dewasa ini;

j. Pelarangan untuk mengubah susunan pengurus (Direksi dan Komisaris),

susunan para pemegang saham, dan nilai saham.

Page 102: (deed of mortgage granting) that are not

85

Selain covenant di atas, dapat pula ditambahkan negative covenant lain

yang disesuaikan dengan struktur dari fasilitas kredit yang diberikan.

VIII. Klausul Perlindungan Terhadap Penghasilan Bank

Selama masa pemberian kredit, bank selaku Kreditor wajib memperhatikan

kemungkinan-kemungkinan timbulnya biaya-biaya yang harus dibayar

berkaitan dengan pemberian kredit tersebut. Debitor akan dibebankan

biaya–biaya tersebut dan dengan adanya klausula ini maka Debitor

menyadari bawah setiap biaya yang timbul harus dibayar atau ditanggung

apabila ternyata Bank terpaksa melakukan pembayaran terlebih dahulu

maka Debitor akan menggantinya dalam waktu secepatnya. Adapun biaya-

biaya yang biasanya timbul adalah:

a. Biaya pihak ketiga

b. Biaya yang diwajibkan oleh undang-undang.

IX. Klausul Jaminan

Untuk menjamin pembayaran dari pinjaman yang diberikan, Debitor diminta

untuk menyerahkan jaminan kepada bank dimana jaminan tersebut akan

diikat sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Untuk nasabah yang mendapatkan beberapa fasilitas (pinjaman tidak dalam

satu perjanjian) dimana masing masing fasilitas dijamin oleh jaminan yang

berbeda sebaiknya dicantumkan pula ketentuan mengenai Cross Collateral.

X. Klausul Kompensasi

Pasal mengenai Kompensasi ini diatur berkaitan dengan adanya pasal 1425

sampai dengan 1429 KUH Perdata mengenai kompensasi hutang. Klausul

Page 103: (deed of mortgage granting) that are not

86

Kompensasi ini berisikan persetujuan dari Debitor untuk melepaskan hak-

haknya yang diatur dalam pasal tersebut, sehingga Debitor tidak dapat

mengkompensasikan piutang piutang dagang yang ia miliki kepada bank

(bila ada) dengan hutangnya kepada bank.

XI. Pengalihan Hak

Maksud dari pencantuman klausula pengalihan hak ini, Debitor telah

memberikan persetujuan kepada bank untuk mengalihkan pinjaman kepada

Pihak ketiga dengan tanpa merubah kondisi yang telah disetujui

sebelumnya. Sedangkan Debitor tidak dapat mengalihkan pinjamannya

kepada pihak lain tanpa adanya persetujuan dari bank.

XII. Klausul Kelalaian

Klausula ini mencantumkan beberapa kondisi yang dapat menyebabkan

Debitor dalam keadaan lalai atau dalam keadaan default sehingga seluruh

kewajiban Debitor menjadi jatuh tempo dan harus dibayarkan kembali

dengan seketika dan sekaligus seluruhnya, tanpa perlu adanya surat teguran

juru sita atau surat lainnya yang serupa dengan itu apabila terjadi salah satu

kejadian di bawah ini:

a. Payment Default / lalai membayar kembali kewajibannya;

b. Pelanggaran atas ketentuan Perjanjian;

c. Memberikan informasi yang tidak benar;

d. Keadaan keuangan, bonafiditas dan solvabilitas Debitor mundur

sedemikian rupa yang dapat mengakibatkan Debitor tidak dapat

membayar hutangnya lagi;

Page 104: (deed of mortgage granting) that are not

87

e. Debitor dinyatakan dalam keadaan pailit atau meminta penundaan

pembayaran hutang (surseance van betaling);

f. Debitor dibubarkan atau mengambil keputusan untuk bubar;

g. Asset Debitor seluruhnya atau sebagian disita oleh instansi yang

berwajib dan dianggap menjadi berkurang sehingga dapat

membahayakan pengembalian kredit;

h. Jaminan disita oleh instansi yang berwenang, atau rusak atau musnah

karena sebab apapun juga;

i. Debitor atau Penjamin lalai terhadap perjanjian lain terutama perjanjian

yang dapat meyebabkan Debitor wajib membayar jumlah tertentu;

j. Bilamana tidak dapat diperoleh salah satu atau beberapa atau seluruh

ijin, persetujuan atau wewenang, baru maupun perpanjangannya, yang

dikeluarkan oleh instansi yang berwajib dan yang disyaratkan;

k. Nilai asset/kekayaan milik Debitor menurut penilaian bank menurun.

XIII. Klausula Ketentuan Tambahan dan Penutup

Pada bagian terakhir dari perjanjian kredit diatur mengenai ketentuan-

ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-

klausula baku dalam perjanjian kredit. Klausula ini dimaksudkan untuk

mengatur syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain yang telah tercetak di dalam

perjanjian kredit.

Sebagaimana disebutkan bahwa simulasi akta perjanjian kredit di atas

merupakan perjanjian kredit dengan fasilitas Pinjaman Rekening Koran (PRK).

Page 105: (deed of mortgage granting) that are not

88

Fasilitas kredit secara umum diartikan adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu dengan bunga, imbalan atau

pembagian hasil.69

Adapun jenis-jenis fasilitas kredit yang umum dikenal dalam perbankan

terdiri dari beberapa kategori, yaitu:

1. Menurut tujuan pemberian

2. Menurut penggunaan

3. Menurut jangka waktu kredit

4. Menurut bentuk jaminan

5. Menurut Status Hukum Debitor

6. Menurut segmen usaha

7. Menurut sifat pemakaian dana

8. Menurut sumber pembiayaan

9. Menurut golongan Debitor

10. Menurut dasar kebijaksanaan

11. Kredit Non Cash (Non Cash Loan).

3.2 Fungsi Pembuatan APHT Oleh PPAT Terhadap Perjanjian Kredit

Perbankan

Istilah perjanjian kredit secara definitif tidak dikenal di dalam UU

Perbankan, namun bila ditelaah lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam

69

Thomas Suyatno et.al, 1995, Dasar-Dasar Kredit: Bagian Keempat

Gramedia Pusataka Utama, Jakarta, h. 214.

Page 106: (deed of mortgage granting) that are not

89

Pasal 1 angka 11 UU Perbankan, tercantum kata-kata persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan

kredit adalah hubungan kontraktual yaitu hubungan yang berdasarkan pada

perjanjian yang berbentuk pinjam-meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri

mengacu pada perjanjian pinjam-meminjam.

Definisi perjanjian pinjam meminjam terdapat dalam ketentuan Pasal

1754 KUH Perdata, yaitu :

Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula.

Walaupun perjanjian kredit berakar dari perjanjian pinjam-meminjam, tetapi

perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana

ketentuan KUH Perdata. Dalam prakteknya ada 2 bentuk perjanjian kredit, yaitu:

(1) Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan, atau dinamakan akta di bawah

tangan. Akta di bawah tangan pada dasarnya adalah suatu akta yang dibuat

oleh para pihak untuk suatu kepentingan atau tujuan tertentu tanpa

mengikutsertakan pejabat yang berwenang. Jadi dalam suatu akta di bawah

tangan, akta tersebut cukup dibuat oleh para pihak itu sendiri dan kemudian

ditandatangani oleh para pihak tersebut, misalnya kwitansi dan surat

perjanjian utang-piutang.70

Dalam kaitan dengan perjanjian pemberian kredit

oleh bank kepada nasabahnya, akta di bawah tangan hanya dibuat diantara

70

Subekti, 1996, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa, Jakarta

(selanjutnya disebut Subekti II), h. 75.

Page 107: (deed of mortgage granting) that are not

90

mereka selaku Kreditor dan Debitor tanpa notaris. Pada prakteknya perjanjian

kredit bank adalah perjanjian baku yang telah dibuat sendiri oleh bank

kemudian ditawarkan kepada Debitor untuk disepakati. Untuk mempermudah

dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir

perjanjian dalam bentuk standar yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya

disiapkan terlebih dahulu secara lengkap yang kemudian disodorkan kepada

setiap calon-calon Debitor untuk diketahui dan dipahami dalam rangka

penandatanganan perjanjian kredit tersebut. Jadi calon Debitor mau atau tidak

mau, dengan terpaksa atau sukarela, harus menerima semua persyaratan yang

tercantum dalam formulir kredit walaupun tidak setuju terhadap pasal-pasal

tertentu. Hal tesebut dikarenakan calon Debitor sangat membutuhkan kredit

atau berada pada posisi lemah. Akta di bawah tangan ini diatur dalam Pasal

1874 - 1984 KUH Perdata. Menurut Pasal 1874 KUH Perdata “Akta di

bawah tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak

melalui perantaraan pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan

alat bukti”. Kemudian dari ketentuan Pasal 1875 KUH Perdata dapat

dipahami bahwa akta di bawah tangan mempunyai kekuatan hukum

pembuktian seperti juga akta otentik, jika tanda tangan yang ada dalam akta

tersebut diakui oleh yang menandatangani. Untuk pembuktian di depan

Hakim, jika salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan, dan

akta tersebut dibantah oleh pihak lawannya, maka pihak yang mengajukan

akta di bawah tangan itu yang harus mencari bukti tambahan (misalnya saksi-

saksi). Ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa akta di bawah tangan

Page 108: (deed of mortgage granting) that are not

91

yang diajukan sebagai alat bukti tersebut benar-benar ditandatangani oleh

pihak yang membantah. Untuk itu agar akta di bawah tangan tidak mudah

dibantah atau disangkal kebenaran tandatangan yang ada dalam akta tersebut

dan untuk memperkuat pembuktian di depan Hakim, maka akta yang dibuat

dibawah tangan sebaiknya dilakukan legalisasi oleh Notaris. Apabila akta di

bawah tangan dilegalisasi, maka Hakim telah memperoleh kepastian

mengenai tanggal dan identitas dari pihak yang mengadakan perjanjian

tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan di bawah surat itu benar berasal

dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam surat itu dan

orang yang membubuhkan tanda tangannya di bawah surat itu tidak lagi

dapat mengatakan bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui

apa isi surat itu, karena isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu

sebelum para pihak membubuhkan tandatangannya..

(2). Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris disebut akta otentik

atau akta notariil. Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah

seorang notaris, namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian

kredit disiapkan oleh Kreditor kemudian diberikan kepada notaris untuk

dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian

hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta

notariil atau akta otentik. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata “Akta otentik

adalah akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat

oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta

itu dibuat”. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Page 109: (deed of mortgage granting) that are not

92

Artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau

menyelidiki keabsahan tanda tangan pihak-pihak tersebut. Apabila akta

otentik diajukan sebagai alat bukti di depan Hakim kemudian pihak lawan

membantah akta tersebut maka pihak pembantah yang harus melakukan

pembuktian kebenaran bantahannya.

Guna menjamin terpenuhinya hak-hak pihak bank selaku Kreditor atas

jaminan Debitor maka perjanjian kredit dengan jaminan hak atas tanah harus

dibuat dalam suatu akta otentik berupa APHT yang dibuat dihadapan PPAT.

Pengertian mengenai APHT sangat terkait erat dengan pengertian mengenai hak

tanggungan.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UUHT pada dasarnya

menunjukan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas

hak atas tanah untuk pelunasan utang dari Debitor kepada Kreditor yang

mengandung hak mendahului (hak preferent) sehubungan dengan perjanjian

kredit yang dibuat antara Debitor dan Kreditor sehubungan dengan adanya utang

piutang. Hak Tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHT adalah :

Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan

satu-kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor tertentu terhadap

Kreditor-Kreditor lain.

Dari pengertian tersebut terkandung beberapa unsur pokok, terkait dengan hak

tanggungan, yaitu :

1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang;

2. Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA;

Page 110: (deed of mortgage granting) that are not

93

3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja,

tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan

satu-kesatuan dengan tanah itu;

4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu;

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor tertentu

terhadap Kreditor-Kreditor lain.71

Dalam penjelasan umum dari UUHT dikemukakan bahwa sebagai

lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, hak tanggungan mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

pemegangnya.

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu

berada.

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga

dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Kemudian Pasal 10 ayat (2) UUHT menentukan bahwa “Pemberian Hak

Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh

PPAT sebagaimana ketentuan yang berlaku”. Ketentuan ini mengandung arti

bahwa Hak Tanggungan harus dan hanya dapat diberikan melalui APHT yang

dibuat PPAT.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa APHT adalah akta otentik

yang dibuat PPAT sebagai hak jaminan pelunasan utang dari Debitor kepada

Kreditor dalam suatu pinjaman atau kredit. Apabila dilihat dari segi perjanjian

71

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan (Asas-Asas, Ketentuan-

Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan), Alumni,

Bandung, 1999, h. 11.

Page 111: (deed of mortgage granting) that are not

94

kredit perbankan maka fungsi pembuatan APHT oleh PPAT adalah sebagai

perjanjian tambahan, dimana APHT itu keberadaannya/eksistensinya ditentukan

oleh perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok.

Berdasarkan uraian Pasal 11 ayat (2) UUHT dijelaskan bahwa dalam

APHT dapat dicantumkan janji-janji yang merupakan kewajiban pemberi hak

tanggungan atau Debitor kepada pemegang hak tanggungan atau Kreditor. Hal ini

berarti, dilihat dari segi isi atau materi, APHT adalah akta otentik yang mengatur

syarat-syarat bagaimana Debitor memenuhi kewajibannya kepada Kreditor.

Janji-janji yang diberikan oleh kedua belah pihak sebagaimana yang

disebut dalam Pasal 11 ayat (2) yang bersifat fakultatif artinya boleh dikurangi

ataupun ditambah asal tidak bertentangan dengan UUHT sehingga tidak

mempunyai pengaruh terhadap sahnya APHT. Walaupun bersifat fakultatif tetapi

ada janji yang wajib dicantumkan dalam APHT adalah apa yang disebut dalam

Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT yaitu “Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan

pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak

Tanggungan apabila Debitor cidera janji”. Jadi dalam UUHT kewenangan

tersebut bukan didasarkan pada janji pemberi hak tanggungan melainkan

merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hak

tanggungan yang pertama, sebagai salah satu wujud kemudahan dalam

melaksanakan eksekusi yang telah disediakan oleh hukum.72

Sedangkan janji yang dilarang untuk diadakan seperti yang disebut dalam

Pasal 12 UUHT yaitu dilarang diperjanjikan adalah pemberian kewenangan

72

Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta,

h. 439.

Page 112: (deed of mortgage granting) that are not

95

kepada Kreditor untuk memiliki obyek hak tanggungan apabila Debitor cidera

janji. Kalaupun diadakan, janji tersebut batal demi hukum. Sebelum

melaksanakan pembuatan APHT, menurut ketentuan Pasal 39 PP 24/ 1997, PPAT

wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan setempat

mengenai kesesuaian sertipikat hak tanah yang akan dijadikan jaminan dengan

daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan tersebut. PPAT wajib menolak

pembuatan APHT yang bersangkutan jika ternyata sertipikat yang diserahkan

kepadanya bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor pertanahan atau data

yang dimuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada di

Kantor Pertanahan. PPAT juga wajib menolak permintaan untuk membuat APHT,

apabila tanah yang akan dijadikan jaminan sedang dalam sengketa atau

perselisihan. Karena umumnya PPAT tidak mengetahui ada atau tidak adanya

sengketa mengenai tanah yang bersangkutan, maka hal tersebut wajib ditanyakan

kepada pihak pemberi hak tanggungan. Jika jawabannya tidak tersangkut dalam

suatu sengketa, di dalam APHT perlu dicantumkan pernyataan tersebut sebagai

jaminan bagi Kreditor penerima hak tanggungan.

Pemberian hak tanggungan di hadapan PPAT wajib dihadiri oleh pemberi

dan penerima hak tanggungan dan dua orang saksi. Jika tanah yang dijadikan

jaminan belum bersertipikat, maka wajib bertindak sebagai saksi adalah Kepala

Desa/Lurah dan seorang anggota pemerintahan Desa/Kelurahan. Jika tanah yang

akan dibebani tersebut belum bersertipikat maka pembebanannya dilakukan

bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 ayat (3) UUHT. Jadi pemberian hak

Page 113: (deed of mortgage granting) that are not

96

tanggungan dan pembuatan APHT dapat dilakukan dalam keadaaan tanah belum

bersertipikat. Hal ini juga berlaku untuk tanah yang akan dibebani sudah

bersertipikat tetapi belum atas nama pemberi hak tanggungan.

Ketentuan ini diadakan untuk memberi kesempatan lebih dini kepada

pemegang hak atas tanah dalam memperoleh kredit. APHT dibuat rangkap dua

yang semuanya ditandatangani oleh pemberi dan penerima hak tanggungan, para

saksi dan PPAT. Satu lembar akta tersebut disimpan di kantor PPAT. Lembar

yang lain berikut warkah-warkah lain yang diperlukan disampaikan oleh PPAT

kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran hak tanggungan selambat-

lambatnya tujuh hari kerja setelah ditandatanganinya APHT yang bersangkutan

sebagaimana ketentuan Pasal 13 ayat (2) UUHT.

Oleh karena APHT mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai

pemberian hak tanggungan dari Debitor kepada Kreditor sehubungan dengan

hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan maka dapat diuraikan bahwa

fungsi APHT adalah sebagai perjanjian tambahan (accecoir). Accessoir adalah

perjanjian yang keberadaannya dimaksudkan untuk mendukung perjanjian

pokoknya, dalam hal ini adalah perjanjian kredit bank. Jika perjanjian pokok

hapus, perjanjian accessoir juga turut hapus. Dengan kata lain perjanjian

accessoir dibuat berdasarkan perjanjian pokok (perjanjian kredit) sehingga harus

menunjuk perjanjian pokoknya. Jika perjanjian pokoknya batal atau selesai maka

otomatis perjanjian acessoir juga batal.

Sebagimana telah diuraikan sebelumnya dalam Pasal 1 angka 5 UUHT

disebutkan bahwa “Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang

Page 114: (deed of mortgage granting) that are not

97

berisi pemberian Hak Tanggungan kepada Kreditor tertentu sebagai jaminan

untuk pelunasan piutangnya”. APHT mengatur persyaratan ketentuan mengenai

pemberian hak tanggungan dari Debitor kepada Kreditor terkait dengan utang

yang dijaminkan dengan hak tanggungan. Pemberian hak ini dimaksudkan untuk

memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditor yang bersangkutan daripada

Kreditor-Kreditor yang lain. Dengan kata lain dengan pemberian hak tanggungan

itu maka Kreditor yang bersangkutan merupakan Kreditor preferent dengan hak

diutamakan bukan sekadar Kreditor konkuren tanpa hak mendahului. APHT yang

didaftarkan Kantor Pertanahan setempat mempunyai kekuatan hukum yang pasti

dan semua isi dalam akta tersebut berlaku bagi pihak ketiga.

3.3. Fungsi Pendaftaran APHT Bagi Perlindungan Hukum Kreditor Dalam

Perjanjian Kredit Perbankan

Kiranya perlu ditegaskan bahwa tanpa adanya pendaftaran APHT maka

perjanjian kredit perbankan yang dibuat para pihak di hadapan Notaris/PPAT

tetap sah dan mengikat kedua belah pihak sepanjang memenuhi syarat subjektif

dan obyektif suatu perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.

Dengan kata lain perjanjian kredit tersebut tetap berlaku sebagai undang-undang

bagi pihak-pihak yang membuatnya.

Secara empiris keabsahan perjanjian kredit yang dibuat oleh Kreditor dan

Debitor dapat dilihat dari aspek persetujuan yang diberikan oleh Debitor atas

seluruh ketentuan yang diatur di dalam perjanjian kredit. Disebut persetujuan

karena lazimnya perjanjian kredit merupakan perjanjian standar yang ditentukan

dan telah disiapkan terlebih dahulu oleh pihak Kreditor.

Page 115: (deed of mortgage granting) that are not

98

Implementasi persetujuan Debitor atas perjanjian kredit tersebut dibuat

dalam bentuk pengakuan atas seluruh ketentuan yang diatur dalam perjanjian itu.

Bentuk pengakuan Debitor dapat diketahui dengan cara bahwa setiap halaman

dari perjanjian kredit mesti dibacakan/dijelaskan terlebih dahulu oleh Kreditor,

dan selanjutnya jika Debitor telah mengerti dan menyetujui, maka bentuk

pengakuan dan persetujuannya tersebut dibuktikan dengan membubuhkan paraf

atau tandatangan atau cap jempol khusus bagi Debitor yang tidak bisa

membubuhkan paraf atau tanda tangannya pada setiap halaman perjanjian kredit.

Setelah penandatanganan perjanjian kredit, maka akan dilanjutkan dengan

penandatanganan APHT atau dengan alasan tertentu difasilitasi dengan SKMHT

sebagai perjanjian tambahan atas perjanjian kredit yang ditandatangani

sebelumnya.

Notaris/PPAT rekanan bank kembali menegaskan dan menanyakan

terlebih dahulu kepada Debitor terkait dengan perjanjian kredit yang telah

disetujuinya. Jika Debitor telah menyampaikan dengan tegas dan jelas bahwa

seluruh perjanjian kredit telah disetujui, maka Notaris/PPAT akan melanjutkan

dengan membacakan akta yang dibuatnya.

Secara substantif APHT atau SKMHT mengatur tentang janji-janji Debitor

kepada Kreditor jika karena sesuatu hal Debitor tidak dapat melaksanakan

kewajibannya (cidera janji) sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit.

Dengan telah dinyatakan secara langsung dihadapan Notaris/PPAT yang

disaksikan oleh saksi-saksi staf Notaris/PPAT yang turut serta hadir pada saat

penandatanganan APHT atau SKMHT menunjukkan keabsahan dari perjanjian

Page 116: (deed of mortgage granting) that are not

99

kredit tersebut secara empiris, karena dengan penandatanganan itu menunjukkan

pada saat itu telah terjadi perbuatan hukum dihadapan Notaris/PPAT. Dalam

kedudukannya sebagai Pejabat Umum, maka Notaris/PPAT berkewajiban untuk

menjamin kebenaran hari, dan tanggal perbuatan hukum sebagaimana tercantum

di dalam kepala APHT jika Debitur hadir secara langsung sebagai pemberi hak

tanggungan atau dengan SKMHT jika pada saat penandatanganan APHT, Debitor

tidak bisa hadir secara langsung sebagai pemberi hak tanggungan.

APHT yang telah ditandatangani wajib untuk didaftarkan pada Kantor

Pertanahan setempat untuk memenuhi asas publisitas, namun demikian secara

empiris pendaftaran tersebut terkadang tidak dilakukan oleh PPAT yang

bersangkutan. Kondisi ini dapat mengganggu kedudukan pihak bank selaku

Kreditor jika Debitor dalam perjalanannya tidak dapat memenuhi kewajibannya

dengan baik. Konsekuensi hukum tidak didaftarkannya APHT akan terkait dengan

perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat, terutama pihak bank selaku

Kreditor, tidak mendapat perlindungan hukum sesuai ketentuan yang diatur di

dalam UUHT.

Menurut Kepala Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT Kantor

Pertanahan Kota Denpasar Bapak I Ketut Suarjana dalam wawancara tanggal 3

Februari 2014, fungsi pendaftaran APHT adalah untuk kepastian dan

perlindungan hukum, untuk menyediakan informasi bagi pihak ketiga atau pihak

yang berkepentingan dan untuk tertib administrasi pertanahan. Sebenarnya

penjelasan Bapak I Ketut Suarjana di atas merupakan tujuan pendaftaran tanah

sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 PP 24/1997. Namun karena pendaftaran

Page 117: (deed of mortgage granting) that are not

100

APHT merupakan bagian dari pendaftaran tanah maka penjelasan tersebut

memiliki kelogisan secara teori.

Pendaftaran hak tanggungan adalah hal sangat penting karena menandai

lahirnya hak tanggungannya yang dalam tesis ini dipahami sebagai lahirnya suatu

peristiwa hukum dari suatu proses pemberian hak tanggungan berdasarkan APHT

yang memberikan wewenang dan kedudukan berupa hak tanggungan kepada

Kreditor atas jaminan berupa tanah dan bangunan yang dijaminkan Debitor dalam

suatu perjanjian kredit. Dengan kata lain, pendaftaran hak tanggungan merupakan

syarat mutlak lahirnya hak tanggungan.

Perlindungan hukum bagi Kreditor atau penerima hak tanggungan dalam

perjanjian kredit perbankan dengan lahirnya hak tanggungan adalah sebagai

berikut :

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor pemegang Hak

Tanggungan / Droit de Preference ( Pasal 1 Angka 1 UUHT );

Menurut penjelasan umum UUHT Angka 4, yang dimaksud dengan

“memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor pemegang hak

tanggungan” yaitu jika Debitor cidera janji, maka Kreditor pemegang hak

tanggungan berhak menjual tanah yang dijadikan jaminan (obyek hak

tanggungan) melalui pelelangan umum, dengan hak mendahului daripada

Kreditor-Kreditor lainnya. Pasal 1 Angka (1) UUHT yuncto Penjelasan Umum

UUHT tersebut merupakan perlindungan khusus bagi Kreditor atau penerima

hak tanggungan disamping perlindungan umum yang diberikan oleh Pasal

1131 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa “Segala

Page 118: (deed of mortgage granting) that are not

101

kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi

tanggungan untuk segala perikatan perseorangan“. Ini berarti bahwa semua

kekayaan seseorang dijadikan Jaminan untuk semua kewajibannya, yaitu

semua utangnya. Inilah yang oleh hukum Jerman dinamakan haftung. Kalau

seseorang mempunyai suatu utang, maka jaminannya adalah semua

kekayaannya. Kekayaan ini dapat disita dan dilelang dan dari hasil pelelangan

ini dapat diambil suatu jumlah untuk membayar utangnya kepada Kreditor.73

Hak jaminan disini tidak memberikan kewenangan bagi yang berhak untuk

mempergunakan nikmat yang dihasilkan kebendaan, tetapi hanya memberikan

kepada yang berhak kewenangan untuk menguasai benda sebagai pendukung

nilai yang berupa uang, hanya memberikan jaminan (zekerheid) bagi

pemenuhan suatu prestasi yang berupa sejumlah uang. Selanjutnya Pasal 1132

KUH Perdata menegaskan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan

bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan

penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut besar kecilnya piutang

masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan

yang sah untuk didahulukan”. Dengan demikian apabila seorang Debitor

mempunyai beberapa Kreditor maka kedudukan para Kreditor adalah sama

(asas paritas creditorium). Jika kekayaan Debitor itu tidak cukup untuk

melunasi hutang-hutangnya, maka para Kreditor itu dibayar berdasarkan asas

keseimbangan, yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang

73

R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, h. 11.

Page 119: (deed of mortgage granting) that are not

102

dengan piutang Kreditor lain. Jadi dalam pasal tersebut terkandung adanya

kesamaan hak para Kreditor atas harta kekayaan Debitornya.74

Menurut Boedi

Harsono, jaminan umum yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata

mempunyai dua kelemahan, yaitu :

a. Kalau hasil penjualan harta kekayaan Debitor tidak cukup untuk melunasi

piutang semua Kreditornya, maka tiap Kreditor hanya memperoleh

pembayaran sebagian seimbang dengan jumlah piutangnya masing-

masing. Jadi dalam hal ini tidak ada kedudukan Kreditor yang didahulukan

(droit de preference).

b. Kalau seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut telah dipindahkan

kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan Debitor, bukan lagi

merupakan jaminan bagi pelunasan piutang Kreditor.75

Dalam hal-hal tertentu, adakalanya seorang Kreditor menginginkan untuk

tidak berkedudukan sama dengan Kreditor-Kreditor lain. Karena kedudukan

sama dengan Kreditor-Kreditor lain itu berarti mendapatkan hak yang

berimbang dengan Kreditor-Kreditor lain dari hasil penjualan harta kekayaan

Debitor. Apabila Debitor cidera janji, sebagaimana menurut ketentuan Pasal

1132 dan Pasal 1136 KUH Perdata. Kedudukan yang berimbang itu tidak

memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Kreditor

yang bersangkutan tidak akan pernah tahu akan adanya Kreditor-Kreditor lain

yang mungkin muncul dikemudian hari. Makin banyak Kreditor dari Debitor

yang bersangkutan, makin kecil pula kemungkinan terjaminnya pengembalian

piutang yang bersangkutan apabila karena sesuatu hal Debitor menjadi berada

dalam keadaan insolvensi (tidak mampu membayar utang-utangnya). Sebagai

akibatnya, kemungkinan dinyatakan oleh pengadilan, Debitor itu jatuh pailit

74

Ibid., h. 5-6. 75

Boedi Harsono, op.cit, h. 402-403.

Page 120: (deed of mortgage granting) that are not

103

dan harta kekayaannya dilikuidasi. Pengadaan hak-hak jaminan oleh undang-

undang, seperti Hipotik dan Gadai, adalah untuk memberikan kedudukan bagi

seseorang Kreditor tertentu untuk didahulukan terhadap kredior-Kreditor

lain.76

Hak jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus

dapat diberikan kepada Kreditor, yang memberi wewenang kepadanya untuk,

jika Debitor cedera janji, menjual lelang tanah yang secara khusus pula

ditunjuk sebagai agunan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagian

hasilnya untuk pelunasan piutangnya tersebut, dengan hak mendahulu

daripada Kreditor-kreditor yang lain (droit de preference).77

2. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi ( Pasal 2 ayat (1) UUHT )

Sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UUHT, adalah bahwa hak tanggungan

membebani secara utuh obyek hak tanggungan dan setiap bagian dari padanya.

Sekaligus ini berarti jika dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, tidaklah

berarti terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan dari beban hak tanggungan

tetapi tetap membebani seluruh obyek hak tanggungan untuk sisa utang yang

belum dilunasi.

3. Kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusinya (Pasal 6 dan Pasal 20

UUHT);

Adapun yang dimaksud dengan mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya

adalah apabila Debitor cidera janji tidak perlu ditempuh acara gugatan perdata

76

Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan (Asas-Asas, Ketentuan-

ketentuan Pokok Dan Masalah Yang dihadapi Oleh Perbankan), Alumni,

Bandung, h. 9-10. 77

Boedi Harsono, op. Cit., h. 56-57.

Page 121: (deed of mortgage granting) that are not

104

biasa, yang memakan waktu dan biaya.78

Di dalam UUHT terdapat tiga cara untuk

mengeksekusi hak tanggungan apabila Debitor cidera janji, yaitu :

a. Menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri atau parate executie

sesuai ketentuan Pasal 6 UUHT. Artinya pemegang hak tanggungan tidak

perlu memperoleh persetujuan dari pemberi hak tanggungan dan tidak perlu

meminta penetapan dari pengadilan setempat apabila akan melakukan

eksekusi atas hak tanggungan yang menjadi jaminan utang Debitor dalam

hal Debitor cidera janji. Pemegang hak tanggungan dapat langsung datang

dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan

atas obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Hak untuk menjual obyek

hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan

dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan,

atau oleh pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari

satu pemegang Hak Tanggungan.79

Sisa dari hasil penjualan obyek hak

tanggungan tersebut tetap menjadi hak dari pemberi hak tanggungan dan

Kreditor yang lain (jika terdapat lebih dari satu Kreditor). Menurut Pasal 11

ayat (2) huruf e UUHT, agar dimilikinya kewenangan parate executie

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT, didalam APHT harus

didahului atau dicantumkan janji ini mengenai hal tersebut.

b. Eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat hak

tanggungan sebagaiman dimaksud oleh Pasal 14 ayat (2) yuncto Pasal 20

ayat (1) UUHT. Pengertian titel eksekutorial adalah kekuatan untuk

78

Boedi Harsono, op. Cit., h. 403. 79

Sutan Remy Sjahdeini,op. Cit., h. 46-47.

Page 122: (deed of mortgage granting) that are not

105

dilaksanakan secara paksa dengan bantuan dan oleh alat-alat Negara,

sedangkan yang dapat mempunyai kekuatan eksekutorial adalah Grosse

Keputusan Hakim, Grosse Akta Hipotik (sekarang Sertipikat hak

tanggungan) dan Grosse Akta Pengakuan Hutang yang dibuat oleh seorang

Notaris (Pasal 224 HIR, Pasal 440 Rv, Pasal 41 PJN). Jadi pada asasnya

yang dapat dieksekusi adalah keputusan Pengadilan dan akta otentik

tertentu.80

Grosse adalah salinan dari suatu minut yang diatasnya diberi irah-

irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA“. Pelaksanaan isi surat atau akta tersebut dilakukan dengan

meminta bantuan dan karenanya dengan seijin Ketua Pengadilan.81

Sebagaimana diketahui bahwa peraturan pelaksana mengenai Eksekusi hak

tanggungan belum ada, sehingga dalam pelaksanaannya masih mengacu

pada ketentuan pelaksanaan eksekusi Hypoteek (Pasal 26 UUHT).

c. Penjualan dibawah tangan sebagaimana ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUHT.

Penjualan obyek hak tanggungan di bawah tangan artinya penjualan yang

tidak melalui pelelangan umum. Pada prinsipnya setiap eksekusi harus

dilaksanakan melalui pelelangan umum, karena dengan cara demikian

diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek hak

tanggungan yang dijual. Dalam keadaan tertentu apabila melalui pelelangan

umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, atas

kesepakatan pemberi dan penerima hak tanggungan serta dengan dipenuhinya

80

J. Satrio, 1993, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit

Macet, Citra Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disebut J. Satrio II), h. 43-44. 81

Ibid, h. 44.

Page 123: (deed of mortgage granting) that are not

106

syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT,

dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan cara penjualan obyek hak

tanggungan secara dibawah tangan, jika dengan cara demikian akan diperoleh

harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.82

Ketentuan mengenai

mudah dan pasti pelaksanaan eksekusi ini demi menjamin pelunasan piutang

oleh Debitor atau pemberi hak tanggungan kepada Kreditor atau penerima

hak tanggungan.

4. Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek hak

tanggungan itu berada / Droit de Suite ( Pasal 7 UUHT )

Hak tanggungan tetap membebani obyek hak tanggungan (tanah yang

dijadikan jaminan utang) di tangan siapapun obyek tersebut berada. Ketentuan ini

berarti bahwa Kreditor pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang

obyek hak tanggungan (jika Debitor cidera janji), walaupun sudah dipindahkan

haknya kepada pihak lain.83

Dengan demikian, hak tanggungan tidak akan

berakhir sekalipun obyek hak tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh

karena sebab apaun juga. Berdasarkan ketentuan ini, pemegang hak tanggungan

akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapapun benda (obyek Hak

Tanggungan) berpindah.84

82

Boedi Harsono, op. cit., h. 444-445. 83

Boedi Harsono, op.cit, h. 402. 84

Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., h. 38-39.

Page 124: (deed of mortgage granting) that are not

107

5. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta Otentik ( Pasal 10 ayat

(2) yuncto Pasal 1 angka 4 UUHT )

Menurut Pasal 10 ayat (2) UUHT, pemberian hak tanggungan dilakukan

dengan pembuatan APHT oleh PPAT. Pembuatan APHT oleh PPAT ini

menyebabkan APHT tersebut menjadi akta otentik sebagaimana Penjelasan

Umum UUHT Angka 7. Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk

menurut ketentuan undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang

berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat sebagaimana digariskan

oleh Pasal 1868 KUH Perdata. Akta otentik memberikan diantara para pihak

beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari para pihak itu

suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dibuat didalamnya, yang berarti

mempunyai kekuatan bukti demikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta

itu sendiri, sehingga tidak perlu dibuktikan lagi. Dengan dilakukannya pemberian

hak tanggungan menggunakan akta otentik, maka kepastian pelunasan piutang

Kreditor atau penerima hak tanggungan akan lebih terjamin daripada pemberian

hak tanggungan dilakukan hanya menggunakan surat dibawah tangan, karena

kekuatan pembuktian surat dibawah tangan tidak sesempurna akta otentik

sehingga para pihak harus membuktikan (mengakui) tulisan yang ada didalam

surat dibawah tangan tersebut.

6. Tidak masuk dalam boedel pailit ( Pasal 21 UUHT )

Menurut Pasal 21 UUHT, sekalipun pemberi hak tanggungan dinyatakan

pailit, tetapi Kreditor pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan

segala hal yang diperolehnya menurut UUHT. Ini berarti, bahwa obyek hak

Page 125: (deed of mortgage granting) that are not

108

tanggungan tidak termasuk dalam boedel kepailitan, sebelum Kreditor pemegang

hak tanggungan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan benda yang

bersangkutan.85

Dengan demikian, obyek hak tanggungan tidak akan disatukan

dengan harta kepailitan untuk dibagi kepada Kreditor-Kreditor lain dari pemberi

hak tanggungan. Ketentuan Pasal 21 UUHT ini memberikan penegasan mengenai

kedudukan yang preferent dari Kreditor pemegang hak tanggungan terhadap

obyek hak tanggungan terhadap Kreditor-Kreditor lain, sehingga hak dari Kreditor

pemegang hak tanggungan terjamin.86

7. Sanksi Administratif (Pasal 23 UUHT).

Menurut Ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUHT, pejabat yang melanggar atau

lalai dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan UUHT dapat dikenai sanksi

administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis dan pemberhentian sementara

dari jabatan. Pelanggaran atau kelalaian yang dimaksud dalam ketentuan tersebut,

yaitu :

a. Pertama, mengenai pencantuman nama dan identitas para pihak, domisili para

pihak, penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, nilai tanggungan

dan uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan dalam APHT (Pasal 11

ayat (1) UUHT).

b. Mengenai pengiriman APHT dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor

Pertanahan dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja setelah

penandatanganan APHT (Pasal 13 ayat (2) UUHT);

c. Ketiga, mengenai persyaratan pembuatan SKMHT (Pasal 15 ayat (1) UUHT).

85

Boedi Harsono, op. Cit., h. 403. 86

Sutan Remy Sjahdeni, op. Cit., h. 162.

Page 126: (deed of mortgage granting) that are not

109

Ketentuan Pasal 23 ayat (2) UUHT mengatur bahwa bagi pegawai Kantor

Pertanahan yang melanggar atau lalai dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan

Pasal 13 ayat (4) mengenai pendaftaran hak tanggungan, pencatatan pada Buku

Tanah bagi pendaftaran beralihnya hak tanggungan dan mengenai pencoretan hak

tanggungan, dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Selain sanksi administratif, bagi pejabat

(PPAT dan pegawai Kantor Pertanahan) yang melanggar atau lalai dapat pula

dikenakan sanksi perdata dan sanksi pidana. Pemberian sanksi-sanksi tersebut

kepada para pelaksana yang bersangkutan (PPAT dan pegawai Kantor

Pertanahan), atas pelanggaran atau kelalaian dalam memenuhi berbagai ketentuan

pelaksanaan tugasnya masing-masing adalah untuk menjamin kepastian hukum

serta memberikan perlindungan kepada para pihak yang berkepentingan.87

Sementara itu di dalam prakteknya, berdasarkan hasil wawancara dengan

Bapak I Putu Chandra, SH, Notaris/PPAT di Kota Denpasar menjelaskan bahwa

terkait dengan APHT yang tidak didaftarkan, maka upaya untuk mendapatkan

perlindungan hukum pada pihak bank selaku Kreditor dilakukan penandatanganan

Akta Penyerahan Jaminan Secara Sukarela disertai dengan Akta Kuasa Menjual.

Akta Kuasa Untuk Menjual ditandatangani oleh Debitor selaku pemberi kuasa dan

Kreditor selaku penerima kuasa yang dalam hal ini diwakili oleh salah satu

Pejabat Bank sebagai kuasa Direksi. Penandatanganan Akta kuasa untuk menjual

ini dilakukan bersamaan pada saat dilangsungkannya proses akad kredit, yaitu

penandatanganan akta perjanjian kredit berikut dengan APHT dan/atau SKMHT

87

Boedi Harsono, op. cit, h. 446.

Page 127: (deed of mortgage granting) that are not

110

dihadapan Notaris/PPAT. Hal ini adalah upaya untuk melindungi pihak kreditor

dalam hal APHT tidak didaftarkan apabila Debitor wanprestasi. Fungsi Akta

kuasa menjual pada dasarnya adalah untuk menjamin pelunasan utang Debitor,

dalam arti Kreditor sangat berkepentingan untuk mengambil pelunasan hutang

tersebut demi untuk memperkecil atau mengurangi kerugian bahkan mencegah

kerugian dalam menyalurkan kredit. Dengan adanya akta kuasa menjual ini,

apabila Debitor wanpretasi, maka Kreditor memiliki hak untuk menjual sendiri

benda jaminan milik Debitor atas nama Debitor. Sejalan dengan itu Ni Komang

Purnama Dewi, SH, Kepala bagian legal PT. Bank Mayapada menyebutkan

bahwa Kreditor bank mesti bersifat antisipatif untuk menjaga kemungkinan yang

tidak diharapkan dan kemungkinan tersebut berakibat merugikan Kreditor bank

itu sendiri. Salah satu kemungkinan yang dapat merugikan Kreditor bank adalah

tidak didaftarkannya APHT oleh Notaris/PPAT yang bersangkutan dengan

berbagai sebab-sebab tertentu. Lebih jauh dikatakan bahwa untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya kerugian dari Kreditor bank maka Debitor mesti bersedia

untuk menandatangani Akta Kuasa Menjual sebagai instrument antisipatif jika

karena sesuatu hal APHT tidak dapat didaftarkan.

Page 128: (deed of mortgage granting) that are not

111

BAB IV

HAK KREDITOR PERBANKAN TERHADAP BENDA JAMINAN

DALAM HAL APHT TIDAK DIDAFTARKAN

4.1 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan PPAT Tidak Mendaftarkan APHT

Ada beberapa hal yang menyebabkan APHT tidak didaftarkan, antara lain

karena tidak dapat didaftarkan dalam arti terjadi penolakan dari Kantor

Pertanahan setempat terhadap pendaftaran APHT tersebut. Penolakan tersebut

dapat terjadi akibat pemblokiran sertipikat dan keberatan dari pihak-pihak lain

terhadap pendaftaran tersebut. Hal tersebut ditegaskan Kepala Sub Seksi

Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kantor Pertanahan

Kota Denpasar Bapak I Ketut Suarjana, PPAT tidak mendaftarkan APHT

disebabkan karena beberapa alasan, diantaranya adanya pemblokiran terhadap

obyek hak tanggungan dengan alasan obyek HT tersebut sedang berada dalam

sengketa di pengadilan.

Sementara itu menurut Notaris/PPAT I Putu Chandra, SH, dalam

wawancara tanggal 6 Januari 2014, faktor-faktor penyebab pemblokiran sertipikat

hak atas tanah, adalah :

A. Hak atas tanah dalam Sengketa di pengadilan. Kepala Kantor Pertanahan

setempat wajib menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan

hak atas tanah apabila hak atas tanah yang bersangkutan menjadi obyek

sengketa. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat (1) huruf c PP 24/

1997, yang menyatakan “Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk

melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika dokumen yang

111

Page 129: (deed of mortgage granting) that are not

112

diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang

bersangkutan tidak lengkap”. Dalam rangka memberikan jaminan kepastian

hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang dan pemilik hak atas tanah

maka pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan asas publisitas negatif

yang dimaksudkan agar pihak yang berkepentingan berkesempatan

mengajukan gugatan ke Pengadilan. Pendaftaran tanah di Indonesia juga

mengganut asas publisitas positif pendaftaran tanah, dimana ketika sertipikat

hak atas tanah yang telah diterbitkan Kantor Pertanahan berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat, sepanjang tidak terbukti sebaliknya (Penjelasan Umum

Pasal 32 PP 24/1997). Asas publisitas negatif dimaksudkan untuk memberi

kesempatan kepada setiap orang atau badan hukum, yang merasa berhak

mempunyai sesuatu hak atas tanah agar menyampaikan gugatan ke pengadilan

setempat dan meneruskan salinannya kepada Kantor Pertanahan, untuk

dibubuhi catatan sita di buku tanah dan di daftar umum lainnya sebagai obyek

sedang diperkarakan. Catatan sita juga dapat dibuat di sertipikat bersangkutan

atas permohonan penyidik atau penyelidik. Kantor Pertanahan dapat

melakukan catatan sita, sesuai ketentuan Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Pendaftaran Tanah sebagai berikut:

a. Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun

1997:

(1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah

bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

akan dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan

salinan surat gugatan yang bersangkutan.

Page 130: (deed of mortgage granting) that are not

113

(2) Catatan tersebut hapus dengan sendiri nya dalam waktu 30 (tiga puluh)

hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta

pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut

berakhir.

(3) Apabila Hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah atau Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut

dicatat dalam buku tanah.

(4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus

dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali apabila

diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita

acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

b. Pasal 127 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun

1997:

(1) Penyitaan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

dalam rangka penyidikan atau penuntutan perbuatan pidana dicatat

dalam buku tanah dan daftar umum lainnya serta, kalau mungkin, pada

sertipikatnya, berdasarkan salinan resmi surat penyitaan yang

dikeluarkan oleh penyidik yang berwenang sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

(2) Catatan mengenai penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dihapus setelah sita tersebut dibatalkan/diangkat ataupenyidikan

perbuatan pidana yang bersangkutan dihentikan sesuai ketentuan yang

berlaku atau sesudah ada putusan mengenai perkara pidana yang

bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan di atas maka atas dasar perintah Hakim pengadilan

maka Kepala Kantor Pertanahan dapat membuat catatan di dalam buku tanah

dan daftar umum bersangkutan status quo, namun dalam jangka waktu 30 hari

sejak tanggal pencatatan tersebut tidak diikuti dengan putusan sita jaminan

dari Hakim pengadilan, catatan sita tersebut hapus dengan sendirinya. Sesuai

ketentuan Pasal 24 PP 24/ 1997, maka selama sita jaminan masih melekat atas

hak atas tanah sebagaimana catatan sita di dalam buku tanah dan daftar umum

lainnya maka Kepala Kantor Pertanahan menolak setiap permohonan

perubahan pemeliharaan data fisik maupun data yuridis bersangkutan. Catatan

Page 131: (deed of mortgage granting) that are not

114

sita di buku tanah dan daftar umum lainnya dalam perkara perdata maupun

pidana hanya dapat dibatalkan atau diangkat sita setelah perkaranya dihentikan

atau perkaranya sudah diputuskan Hakim dan telah mempunyai kekuatan

hukum tetap. Hal itu dibuktikan dengan surat perintah angkat sita sesuai

dengan salinan resmi berita acara eksekusi panitera pengadilan bersangkutan.

Terhadap sita blokir yang tidak dilanjutkan ke pengadilan maka dalam jangka

waktu 30 hari pihak bersangkutan dapat melakukan pengangkatan sita atas

permohonan sendiri kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan

bukti dalam bentuk akta perdamaian para pihak bersengketa. Dengan

demikian, karena terjadinya sengketa hak atas tanah di pengadilan maka atas

dasar permohonan, Hakim pengadilan dapat dilakukan pemblokiran sertipikat

hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan.

B. Hak Atas Tanah disita jurusita Panitia Badan Urusan Piutang dan Lelang

Negara (BUPLN) dalam kaitan pelunasan Piutang Negara

Pemblokiran sertipikat hak atas tanah dapat dilakukan karena tanah

tersebut menjadi sengketa yang dilanjutkan dengan sita jaminan yang dimohonkan

oleh Hakim Pengadilan kepada Kantor Pertanahan untuk memblokir hak atas

tanah tersebut sampai adanya putusan pengadilan. Selain itu, hak atas tanah

Debitor/penjamin hutang dalam kaitan pelunasan piutang Negara dapat disita oleh

jurusita Panitia Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara (BUPLN) pada Kantor

Lelang Negara, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)

melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Page 132: (deed of mortgage granting) that are not

115

Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang

Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 2104,

selanjutnya disebut UU PUPN) yuncto Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 300/KMK/01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara menyebutkan,

yang dimaksud dengan Piutang Negara atau hutang kepada Negara adalah jumlah

uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan Negara yang sumber

pendapatnya berasal dari Negara, baik secara langsung atau tidak langsung

dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

Dalam rangka pengamanan piutang Negara, maka Badan Urusan Piutang dan

Lelang Negara (BUPLN) dapat melakukan pemblokiran barang jaminan dan atau

harta kekayaan lain milik Debitor/penjamin hutang. Pemblokiran terhadap barang

jaminan dan atau harta kekayaan lain milik Debitor/penanggung hutang

dilaksanakan dengan menerbitkan Surat Pemblokiran yang ditandatangani oleh

Kepala Kantor Pelayanan (KPKNL) dan ditujukan kepada instansi yang

berwenang atau Kantor Pertanahan untuk barang jaminan atau kekayaan lain dari

Debitor adalah hak atas tanah sebagaimana ketentuan Pasal 87 dan Pasal 91

Keputusan Menteri Nomor 300/KMK/01/2002.

Pemblokiran akan dicabut oleh Kantor Lelang Negara yang disampaikan

kepada Kantor Pertanahan setempat, apabila:

a. Piutang Negara dinyatakan lunas;

b. Pengurusan Piutang Negara dinyatakan selesai;

Page 133: (deed of mortgage granting) that are not

116

c. Hak atas tanah tersebut tidak atau tidak lagi merupakan jaminan penyelesaian

hutang;

d. Hak atas tanah telah disita lebih dahulu oleh instansi lain yang berwenang,

atau ;

e. Hak atas tanah diketahui mengandung cacat hukum berdasarkan keputusan

Kantor Pertanahan sesuai Pasal 9 Keputusan Menteri Nomor Nomor

300/KMK/ 01/2002.

Dengan demikian atas dasar pelunasan piutang Negara, maka dapat dilakukan

pemblokiran hak atas tanah milik Debitor/penanggung hutang yang dimohonkan

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) melalui KPKNL kepada

Kepala Kantor Pertanahan.

C. Sertipikat Hak Atas Tanah Hilang, Pemblokiran juga dapat dilakukan Kantor

Pertanahan atas dasar permohonan pemilik hak atas tanah yang sertipikatnya

hilang.

Dalam hal surat tanah telah ditemukan maka pihak pemohon pemblokiran

tersebut harus melakukan pencabutan blokir tersebut secara tertulis kepada Kepala

Kantor Pertanahan. Dengan adanya pencabutan pemblokiran maka telah dapat

dilakukan peralihan ataupun pendaftaran balik nama atas tanah tersebut.

Kemudian juga mengingat peralihan hak yang dilakukan adalah dengan Akta

Perikatan Jual Beli Notaris, maka untuk dapat dilakukan pendaftaran balik nama

terlebih dahulu harus dilaksanakan jual beli yang definitif dengan pembuatan Akta

Jual Beli di hadapan PPAT, dan atas dasar Akta Jual Beli PPAT tersebut

pendaftaran balik nama atas tanah tersebut dilakukan di Kantor Pertanahan.

Page 134: (deed of mortgage granting) that are not

117

Selain akibat pemblokiran sebagaimana yang telah diuraikan tersebut

diatas, APHT tidak dapat didaftarkan juga dapat dikarenakan adanya keberatan

pihak-pihak tertentu. Keberatan ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya

pemblokiran terhadap sertipikat yang akan dibebani hak tanggungan tersebut.

Terkait hal ini, Kepala Bagian Legal BPR Lestari Bapak I Nyoman Suardana

mengaku bahwa hal tersebut pernah dialami nasabah kredit BPR Lestari, yaitu

pada saat akan dilakukan pembebanan hak tanggungan untuk yang kedua kali

karena nasabah kredit tersebut ingin menambah jumlah kredit yang telah

diberikan. Dalam wawancara tanggal 10 Februari 2014, Bapak I Nyoman

Suardana menjelaskan, pada pendaftaran hak tanggungan yang pertama

sebelumnya tidak terjadi pemblokiran sertipikat tersebut oleh Kantor Pertanahan

Kota Denpasar. Namun ketika pembebanan hak tanggungan yang kedua akan

dilakukan ternyata ada permintaan pemblokiran sertipikat oleh seorang pengacara

yang mewakili pihak yang merasa keberatan terhadap pendaftaran hak tanggungan

tersebut dengan alasan telah terjadi sengketa atas tanah tersebut pada saat jual beli

dilakukan dulu.

Ketika permasalah tersebut dapat diselesaikan dan permohonan

pencabutan blokir dikirim ke Kantor Pertanahan Kota Denpasar oleh pemohon

blokir. Pemblokiran baru dicabut lima hari kemudian. Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan Pasal 126 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 bahwa pemblokiran hapus dengan

sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal permohonan

Page 135: (deed of mortgage granting) that are not

118

blokir atau apabila pihak yang minta pemblokiran telah mencabut permintaan

pemblokiran sebelum waktu tersebut berakhir.

Menurut Bapak I Nyoman Suardana, pihaknya tidak sempat mengambil

langkah hukum terkait pemblokiran tersebut karena masalah tersebut telah dapat

diselesaikan antara pemilik tanah dan pemohon blokir. Untuk itu Kantor

Pertanahan Kota Denpasar lalu mencabut pemblokiran dan hak tanggungan kedua

dapat dibebankan pada obyek tanah yang telah dijaminkan nasabah Debitor BPR

Lestari yang bersangkutan.

Sementara itu menurut Kepala Legal Bank Mayapada Cabang Denpasar

Ibu Ni Komang Purnama Dewi, SH, dalam wawancara tanggal 17 Februari 2014,

pemblokiran sertipikat pada saat dilakukan pendaftaran hak tanggungan tidak

pernah dialami Bank Mayapada. Menurut Ibu Purnama Dewi kejadian seperti

jarang menimpa Bank Umum karena proses pemberian kredit yang dilakukan

sangat ketat. Umumnya hal seperti itu dialami oleh BPR karena proses pemberian

kredit tergolong cepat sehingga cenderung kurang berhati-hati. Kemungkinan

BPR kurang hati-hati melakukan dalam melakukan pengecekan sertipikat

sehingga pada akhirnya sertipikat tersebut bermasalah.

Selain akibat tidak dapat didaftarkankan karena penolakan dari Kantor

Pertanahan setempat terhadap pendaftaran APHT tersebut akibat pemblokiran

sertipikat dan keberatan dari pihak-pihak lain, pendaftaran APHT tidak dilakukan

juga akibat Perbuatan PPAT, yaitu akibat kelalaian dan kesengajaan. Terkait

dengan kelalain PPAT ini, Notaris/PPAT I Made Gelgel, SH, dalam wawancara

tanggal 9 April 2014 menilai bahwa hal tersebut sangat kecil kemungkinan terjadi

Page 136: (deed of mortgage granting) that are not

119

mengingat pendaftaran APHT adalah rangkaian kegiatan yang merupakan

lanjutan dari suatu perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan. Setelah

perjanjian kredit ditandatangani, sebagai perjanjian pokok, maka APHT pun

ditandatangani para pihak sebagai perjanjian accesoir dan Notaris/PPAT segera

melengkapi syarat-syarat yang diperlukan agar bisa didaftarkan ke Kantor

Pertanahan setempat sebagai bagian dari tugas yang harus diselesaikan PPAT

dalam rangka membuat akta perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan.

Hanya saja apabila terjadi kelalaian Notaris/PPAT dalam mendaftarkan

APHT maka perbuatan tersebut tergolong sebagai perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum tidak hanya perbuatan yang bertentangan dengan

undang-undang saja, tetapi berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang

lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat,

bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati sebagaimana patutnya

di dalam lalu lintas masyarakat.88

Menurut Notaris/PPAT I Made Gelgel, SH,

dalam wawancara 9 April 2014, apabila kelalaian itu tejadi maka Notaris

sebaiknya bersiap diri untuk berhadapan dengan gugatan pihak yang dirugikan,

yaitu gugatan karena perbuatan melawan hukum. Jika diteliti lebih lanjut,

kelalaian memenuhi unsur melawan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1365

KUH Perdata yang menentukan “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan

kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”. Dengan

88

Mariam Daruz Badrulzaman. 1993, K.U.H.Perdata Buku III Hukum

Perikatan Dengan Penjelasan., cetakan kedua, Bandung: Penerbit Alumni,.

(selanjutnya disebut Mariam Badrulzaman II), h. 147.

Page 137: (deed of mortgage granting) that are not

120

demikian maka tidak berlebihan jika kelalaian yang disebabkan oleh

Notaris/PPAT diajukan gugatan perdata berupa tuntutan ganti rugi dan bunga.

Karena kewajiban Notaris/PPAT sudah sangat terang dan jelas, pelanggaran

terhadap kewajiban tersebut adalah perbuatan melawan hukum. Berdasarkan

ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata di atas maka dapat disimpulkan bahwa

gugatan perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum harus memenuhi syarat-

syarat atau unsur-unsur : (1). Adanya perbuatan melawan hukum, (2). Harus ada

kesalahan, (3). Harus ada Kerugian yang ditimbulkan, dan (4). Adanya hubungan

kausal antara perbuatan dan kerugian.

Pandangan yang menyebutkan bahwa kelalaian Notaris/PPAT dalam

mendaftarkan APHT sebagai perbuatan melanggar hukum tergolong pandangan

dengan penafsiran yang luas. Akan lebih tepat jika dikatakan bahwa kelalaian

tersebut dapat dikualifikasi sebagai perbuatan PPAT yang melanggar undang-

undang khususnya UUHT. Untuk membuktikan telah terjadi pelanggaran oleh

PPAT terlebih dahulu mesti dilakukan kualifikasi atas tindakannya dengan cara

sebagai berikut : (1) Tindakan PPAT yang terlambat melakukan pendaftaran

APHT karena telah terjadi perbuatan hukum oleh pihak ketiga atas barang

jaminan dengan cara melakukan blokir sertipikat atau dengan cara mengajukan

gugatan yang disertai dengan sita jaminan maka keterlambatan tersebut bukan

karena kelalaian PPAT tetapi karena alasan hukum yang belum memungkinkan

dilakukannya pendaftaran, (2) Tindakan PPAT yang terlambat melakukan

pendaftaran karena sebab-sebab yang bersumber dari PPAT itu sendiri, misalnya

PPAT secara sengaja/lalai melakukan penundaan pendaftaran APHT, ada indikasi

Page 138: (deed of mortgage granting) that are not

121

PPAT melakukan kerjasama dengan pihak lain khususnya pemberi hak

tanggungan untuk melakukan penundaan pendaftaran. Terhadap tindakan PPAT

yang terlambat melakukan pendaftaran karena sebab-sebab yang bersumber dari

PPAT sendiri merupakan suatu pelanggaran undang-undang dan mesti dikenakan

sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya tersebut.

Kelalaian PPAT dalam mendaftarkan PPAT erat kaitannya dengan

ketentuan Pasal 13 ayat (2) UUHT yang mewajibkan PPAT mengirimkan APHT

dan warkah lain yang diperlukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

penandatanganan APHT yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan setempat.

Menurut Pasal 13 ayat (4) tanggal buku tanah adalah pada hari ketujuh setelah

berkas yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) UUHT dikirimkan oleh PPAT ke

Kantor Pertanahan. Pada tanggal buku tanah tersebut adalah kelahiran Hak

Tanggungan sebagaimana ketentuan Pasal 13 ayat (5) UUHT. Secara teori,

apabila PPAT tidak mengindahkan ketentuan batas waktu 7 (tujuh) hari dalam hal

pengiriman APHT dan warkah lainnya kepada Kantor maka sesuai ketentuan

Pasal 23 ayat (1) UUHT, dapat dikenai sanksi administratif, berupa: (a). tegoran

lisan, (b). tegoran tertulis, (c). pemberhentian sementara dari jabatan dan (d).

pemberhentian dari jabatan.

Hanya saja pada prakteknya, beberapa oknum PPAT di Kota Denpasar

yang melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (2) tersebut dengan melampaui batas

waktu selambat-lambatnya tujuh hari yang ditentukan tidak terkena sanksi

administratif sebagaimana disebutkan Pasal 23 ayat (1). Menurut Kepala Seksi

Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT Kantor Pertanahan Kota Denpasar Bapak I

Page 139: (deed of mortgage granting) that are not

122

Ketut Arjana dalam wawancara tanggal 3 Februari 2014, untuk wilayah kerja di

Kota Denpasar, tingkat keterlambatan pendaftaran APHT oleh PPAT cukup

tinggi, namun sanksi administrasi akibat kelalaian PPAT yang tidak

mengindahkan batas hari 7 (tujuh) pengiriman APHT dan warkah lainnya ke

Kantor Pertanahan Kota Denpasar tidak pernah terjadi. Hal tersebut karena

keterlambatan tersebut merupakan hal yang masih dapat ditoleransi oleh Kantor

Pertanahan. Dengan kata lain, bukan kelalaian tersebut bukan hal yang bersifat

fatal.

Hal senada diutarakan oleh Notaris/PPAT I Made Gelgel dalam

wawancara tanggal 9 April 2014, dimana menurutnya keterlambatan pengiriman

APHT dan warkah lain ke Kantor Pertanahan oleh PPAT di Denpasar, bisa dalam

hitungan hari bahkan sampai berbulan-bulan. Namun hal tersebut,

sepengetahuannya tidak menyebabkan timbulnya sanksi administraasi kepada

PPAT yang bersangkutan. Hal yang sama diuraikan oleh Kepala Bagian Legal

BPR Lestari Bapak Nyoman Suardana dalam wawancara tanggal 10 Februari

2024, dimana keterlambatan pengiriman APHT dan warkah lainnya oleh PPAT ke

Kantor Pertanahan Kota Denpasar sering terjadi tanpa mengakibatkan sanksi

apapun.

Tidak diterapkannya ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUHT mengenai sanksi

administrasi bagi PPAT merupakan bukti masih lemahnya penegakan hukum

dalam proses pendaftaran APHT. Namun pada sisi lain proses pendaftaran APHT

yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Denpasar adalah untuk memberikan

perlindungan hukum kepada penerima hak tanggungan. Jika dianalisa

Page 140: (deed of mortgage granting) that are not

123

menggunakan teori perlindungan hukum sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka pendaftaran APHT yang

memenuhi ketentuan UUHT telah memenuhi asas pengayoman yang memberikan

perlindungan hukum untuk menciptakan ketentraman penerima hak tanggungan.

Sementara itu Bapak I Nyoman Suardana mengakui terkadang

keterlambatan pengiriman APHT atau warkah lain oleh PPAT mengakibatkan

penolakan oleh Kantor Pertanahan Kota Denpasar, tetapi tidak ada sanksi yang

dijatuhkan. Dalam hal pendaftaran APHT ini, pihak Kantor Pertanahan Kota

Denpasar sering melanggar ketentuan yang berlaku secara mencolok, yaitu terkait

ketentuan Pasal 13 ayat (4) UUHT yang menyatakan bahwa tanggal buku tanah

adalah pada hari ketujuh setelah berkas yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)

UUHT dikirimkan oleh PPAT ke Kantor Pertanahan. Namun pada kenyataannya,

tanggal buku tanah tersebut seringkali melampaui hari ketujuh setelah pengiriman

APHT oleh PPAT ke Kantor Pertanahan Kota Denpasar, bahkan sampai berbulan-

bulan. Pelanggaran atas penerapan ketentuan tersebut menunjukkan tidak ada

kepastian hukum bagi pemohon, serta ketentuan tersebut mengabaikan prinsip-

prinsip pelayanan publik.

Selain karena akibat kelalaian PPAT, APHT tidak didaftarkan juga dapat

terjadi karena faktor kesengajaan PPAT tersebut. Menurut Notaris/PPAT I Putu

Chandra, SH, dalam wawancara tanggal 6 Januari 2014, secara teori hal ini dapat

terjadi apabila PPAT tersebut memiliki niat buruk atau karena kerjasama dengan

pihak tertentu yang menginginkan tanah tersebut tidak menjadi obyek hak

tanggungan atau hak tanggungan atas tanah tersebut tidak akan lahir. Dalam

Page 141: (deed of mortgage granting) that are not

124

kondisi yang demikian maka PPAT yang bersangkutan telah melakukan perbuatan

turut serta dengan pihak lain untuk melakukan suatu perbuatan yang secara

bersama-sama telah merugikan pihak penerima hak tanggungan.

Dengan uraian tersebut di atas maka dapat dipahami perbedaan antara

pengertian APHT yang terlambat didaftarkan dan APHT yang tidak dapat

didaftarkan. APHT yang terlambat didaftarkan adalah apabila melanggar

ketentuan batas waktu 7 (tujuh ) hari sesuai ketetapan Pasal 13 ayat (2) UUHT.

Keterlambatan ini salah satunya dapat disebabkan oleh kelalaian PPAT.

Sementara itu pengertian APHT tidak dapat didaftarkan adalah apabila terjadi

hal-hal tertentu yang membuat APHT tersebut tidak dapat didaftarkan pada

Kantor Pertanahan setempat, diantaranya akibat adanya pengajuan pemblokiran

terhadap sertipikat yang akan dibebani hak tanggungan tersebut. Selain itu dapat

pula terjadi pengajuan keberatan oleh pihak-pihak tertentu kepada Kantor

Pertanahan dalam membebankan hak tanggungan kepada sertipikat tertentu

sebagaimana pernah dialami oleh BPR Lestari yang telah diuraikan di atas.

APHT yang tidak didaftarkan, tidak akan menimbulkan suatu persoalan apabila

tidakdiikuti dengan Debitor yang wanpretasi. Persoalan terhadap pendaftaran

APHT ini baru muncul apabila Debitor wanpretasi, dan apabila terjadi hal

tersebut, keterlambatan memenuhi batas waktu 7 (tujuh) hari yang boleh PPAT

untuk mendaftarkan APHT, dapat dikategorikan bahwa APHT tersebut tidak

dapat didaftarkan.

Page 142: (deed of mortgage granting) that are not

125

4.2 Kedudukan Kreditor Perbankan Atas Benda Jaminan Dalam Hal APHT

Tidak Didaftarkan

Pemberian jaminan dari Debitor kepada Kreditor menimbulkan 2 (dua)

sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:

1. Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan tidak

memberikan hak saling mendahului antara Kreditor yang satu dengan Kreditor

lainnya.

2. Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitor

kepada Kreditor, dengan memberikan hak mendahului dari Kreditor lainnya,

sehingga ia berkedudukan sebagai Kreditor privillege.

Pemberian jaminan dengan hak tanggungan menimbulkan hak jaminan

yang bersifat khusus kepada Debitor. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,

lahirnya hak tanggungan terhadap Hak Atas Tanah dari obyek yang menjadi

jaminan kredit perbankan sangat ditentukan oleh pendaftaran APHT oleh PPAT

yang bersangkutan ke Kantor Pertanahan. Tanpa pendaftaran APHT maka hak

tanggungan tidak akan pernah lahir. Dengan kata lain, Pendaftaran Hak

Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan .

Terkait dengan hal ini, Kepala Bagian Legal BPR Lestari, I Nyoman

Suardana dalam wawancara tanggal 10 Februari 2014, menyebutkan bahwa

apabila hak tanggungan tidak lahir maka kedudukan kreditor hanya sebagai

kreditor konkuren bukan sebagai Kreditor preferent yang memiliki hak

diutamakan sebagaimana ditentukan oleh Pasal 1 angka 1 UUHT. Dengan

kedudukannya yang demikian maka kreditur menjadi pihak yang tidak dapat

Page 143: (deed of mortgage granting) that are not

126

mengeksekusi barang jaminan jika debitur cidera janji. Yang dapat dilakukan oleh

Kreditor jika Debitor cidera janji adalah menempuh proses hukum yang panjang

dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan, meletakkan sita jaminan terhadap

barang jaminan, dan pada akhirnya harus mendapatkan putusan Hakim yang

berkekuatan hukum tetap yang amarnya menyatakan Debitor cidera janji dan

barang jaminan dapat di eksekusi melalui proses pelelangan. Lazimnya Kreditor

mesti menempuh proses peradilan perdata seperti perkara perdata lainnya. Kondisi

ini dalam lalu lintas bisnis perbankan akan terasa sangat merugikan Kreditor.

Lahirnya UUHT yang memberikan kedudukan kreditur yang preferent dapat

melakukan eksekusi (parate eksekusi) terhadap Debitor cidera janji sesungguhnya

merupakan upaya untuk memangkas proses hukum yang panjang dan dirasakan

lebih efisien.

Terkait lahirnya Hak Tanggungan, ketentuan Pasal 13 ayat (5) yuncto ayat

(4) UUHT secara jelas menegaskan bahwa hak tanggungan lahir pada hari tanggal

buku tanah Hak Tanggungan. Tanggal buku tanah hak tanggungan yang dimaksud

adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang

diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur,

buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa peristiwa hukum lahirnya hak tanggungan

bagi kreditor adalah peristiwa hukum yang lahir akibat pendaftaran hak

tanggungan oleh kreditor terhadap agunan yang diserahkan oleh debitor karena

suatu perjanjian kredit.

Page 144: (deed of mortgage granting) that are not

127

Dengan lahirnya hak tanggungan maka kreditor mendapatkan kedudukan

yang diutamakan (preferent) kepada kreditor yang bersangkutan. Sedangkan

apabila APHT tidak didaftarkan maka hak tanggungan tidak akan pernah lahir.

Akibatnya Kreditor tersebut hanya memiliki kedudukan sebagai Kreditor

konkuren, yaitu Kreditor yang tidak mempunyai hak pengambilan pelunasan

terlebih dahulu daripada Kreditor lain dan Kreditor konkuren itu piutangnya tidak

dijamin dengan suatu hak kebendaan tertentu.

Pendaftaran APHT dalam rangka lahirnya hak tanggungan bertujuan untuk

memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap Kreditor dan Debitor

yang terlibat dalam kredit perbankan. Sebagaimana diuraikan Kepala Seksi

Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT Kantor Pertanahan Kota Denpasar Bapak

I Ketut Arjana, tanpa pendaftaran APHT maka hak tanggungan tidak akan lahir

yang pada gilirannya APHT tersebut tidak mengikat pihak ketiga. Dengan

demikian Kreditor yang seharusnya menjadi pemegang hak tanggungan tidak

mendapat perlindungan hukum mengingat hak tanggungan merupakan jaminan

pelunasan utang dari Debitor kepada Kreditor.

Perlindungan hukum pada bank selaku Kreditor terkait dengan hak

preferent yang muncul akibat pendaftaran APHT adalah Kreditor dapat langsung

melakukan eksekusi melalui lelang terhadap obyek jaminan yang telah dibebani

hak tanggungan tersebut tanpa melalui proses pengadilan (parate executie) jika

Debitor cidera janji. Namun apabila benda/obyek jaminan tidak dibebani dengan

hak tanggungan atau APHT tidak didaftarkan maka obyek jaminan tidak dapat

dieksekusi, dan Kreditor harus mengajukan gugatan kepada Debitor melalui

Page 145: (deed of mortgage granting) that are not

128

Pengadilan jika Debitor cidera janji. Parate Executie adalah istilah yang secara

implisit tercantum dalam Penjelasan Umum angka 9 UUHT yang menentukan :

Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam

pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum

ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang

berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang

eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur

lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen

Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal

258 Reglemen Hukum Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura

(Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en

Madura). Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang

berfungsi sebagai surat-tanda-bukti adanya Hak Tanggungan, dibubuhkan

irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANANYANG MAHA ESA", untuk memberikan kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai

kekuatan hukum tetap.

Penjelasan umum tersebut di atas dimaksud menunjukkan bahwa Pembentuk

UUHT menyatakan bahwa meskipun pada`dasarnya eksekusi diatur oleh Hukum

Acara Perdata namun untuk membuktikan salah satu ciri hak tanggungan terletak

pada pelaksanaan eksekusinya adalah mudah dan pasti.89

Senada dengan itu menurut Notaris/PPAT I Putu Chandra, APHT yang

tidak didaftar menyebabkannya tidak memiliki kekuatan eksekutorial.

Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 14 ayat (3) UUHT, Sertipikat hak tanggungan

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse

acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.

89

Herowati Poesoko, 2007, Parate Executie Objek Hak Tanggungan:

Inkonsiitensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran Dalam UUHT, Laksbang

Pressindo, Yogyakarta, hal 245.

Page 146: (deed of mortgage granting) that are not

129

Hak tanggungan diberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila

Debitor melakukan wanprestasi maka Kreditor dapat memanfaatkan kekuatan

eksekutorial tersebut untuk mengeksekusi hak tanggungan. Jadi kekuatan

eksekutorial yang dimiliki oleh hak tanggungan adalah sama dan setara dengan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sebagaimana diatur dalam UUHT terdapat dua cara untuk pelaksanaan

kekuatan eksekutorial yang dimiliki oleh hak tanggungan yaitu :

1. Eksekusi langsung yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a yuncto Pasal 6

UUHT. Pasal 6 UUHT berbunyi : “Apabila Debitor cedera janji, pemegang

Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. Dari keterangan pasal di

atas terlihat bahwa UUHT memberikan kewenangan kepada Kreditor untuk

melakukan eksekusi secara langsung, tanpa perlu meminta penetapan dari

pengadilan terlebih dahulu. Adanya kata-kata “untuk menjual atas kekuasaan

sendiri” menunjukkan adanya kedudukan yang diutamakan kepada pemegang

hak tanggungan karena pemegang hak tanggungan dapat melakukan eksekusi

langsung atas hak tanggungan tanpa memerlukan persetujuan dari pihak

Debitor. Eksekusi langsung ini disebut juga dengan istilah parate executie,

dimana eksekusi dapat dilakukan secara langsung oleh Kreditor tanpa meminta

Page 147: (deed of mortgage granting) that are not

130

penetapan atau bantuan dari pengadilan.90

Hal senada diungkapkan Herowati

Poesoko, yang menyatakan bahwa “Parate eksekusi dilaksanakan tanpa

meminta fiat dari Pengadilan Negeri”.91

2. Eksekusi melalui titel eksekutorial. Titel eksekutorial diatur dalam Pasal 14

ayat (2) dan ayat (3) UUHT. Sementara itu eksekusi melalui titel eksekutorial

diatur dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT yang berbunyi:

Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan

dijual melalui pelelelangan umum menurut tata cara yang yang ditentukan

dalam peraturan perUndang-Undangan untuk pelunasan piutang

pemegang Hak Tanggungan.

Dalam penjelasan UUHT angka 9 disebutkan walaupun secara umum

ketentuan mengenai dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang

perlu untuk memasukan secara khusus ketentuan tentang eksekusi hak

tanggungan dalam UUHT yaitu yang mengatur lembaga parate executie

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglement Indonesia yang

diperbaharui (Het Herziene Indoneseich Reglement) dan Pasal 258 Reglemen

Acara Hukum Untuk Luar Jawa dan Madura. Selain itu sertipikat hak

tanggungan dinyatakan sebagai pengganti grosse acte Hypotheek, dimana

untuk eksekusi Hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam

melaksanakan ketentuan pasal-pasal reglemen di atas. Dari penjelasan di atas

terlihat bahwa untuk melaksanakan eksekusi dengan titel eksekutorial pada hak

90

Rachmadi Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Cetakan

Pertama, PT Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Rachmadi Usman I) , h.

491.

91

Herowati Poesoko, op.cit, h. 262.

Page 148: (deed of mortgage granting) that are not

131

tanggungan dilakukan dengan merujuk kepada ketentuan yang terdapat dalam

Pasal 224 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)/254 Reglement tot

Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBg).

Isi dari Pasal 224HIR/258RBg menjelaskan bahwa terhadap surat yang

dicantumkan irah-irah yang berbunyi “Atas nama Keadilan” sekarang “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” maka surat tersebut

mempunyai kekuatan sama dengan putusan Hakim yang sudah mempunyai

kekuatan pasti/tetap. Untuk melaksanakan eksekusinya jika tidak ditepati

dengan jalan damai, maka dilakukan dengan perintah dan pimpinan Ketua

Pengadilan Negeri, yang dalam pegangannya orang berhutang itu diam atau

tinggal atau memilih kedudukannya. Sesuai dengan isi dari pasal

224HIR/258RBg, terhadap hak tanggungan juga berlaku hal yang sama

terutama yang berkaitan dengan eksekusi berdasarkan titel eksekutorial

sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (1) yuncto Pasal 14 ayat (2) UUHT.

Karena berlaku sama maka dalam pelaksanaan eksekusinya juga berlaku

ketentuan yang sama pula yaitu apabila tidak dapat dieksekusi dengan damai,

maka Kreditor sebagai pemegang hak tanggungan dapat mengajukan eksekusi

dengan titel eksekutorial yaitu memohonkan penetapan dari pengadilan untuk

melakukan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan. Dalam eksekusi terhadap

obyek hak tanggungan ini Kreditor tidak perlu melakukan gugatan terhadap

pihak Debitor, akan tetapi cukup dengan mengajukan permohonan eksekusi

kepada ketua pengadilan dengan melampirkan bukti wanprestasinya Debitor

yang disertai dengan sertipikat hak tangungan. Atas dasar itu maka Ketua

Page 149: (deed of mortgage granting) that are not

132

Pengadilan akan mengeluarkan penetapan eksekusi dan melakukan eksekusi

terhadap obyek hak tanggungan yang dimohonkan untuk dieksekusi. Untuk

melakukan eksekusi dengan titel eksekutorial cukup dilakukan dengan

menunjukkan bukti, bahwa Debitor ingkar janji dalam memenuhi

kewajibannya, diajukan permohonan eksekusi oleh Kreditor (pemegang hak

tanggungan) kepada Ketua Pengadilan Negeri, dengan menyerahkan sertipikat

hak tanggungan yang bersangkutan sebagai dasarnya. Eksekusi akan

dilaksanakan atas perintah dan dengan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri

tersebut, melalui pelelangan umum yang dilakukan oleh Kantor Lelang

Negara.92

Eksekusi hak tanggungan yang dilaksanakan melalui fiat pengadilan

atau dengan titel eksekutorial dilakukan dalam 3 tahap yaitu:

a.Tahap permohonan

1) Kreditor mengajukan eksekusi pada Pengadilan Negeri dimana barang

jaminan tersebut terletak atau Pengadilan Negeri yang dalam perjanjian

ditetapkan sebagai domisili hukum

2) Pengadilan akan memanggil/menegur Debitor (aanmaning) sebanyak 2

(dua) kali dengan tenggang waktu 8 (delapan) hari untuk tiap-tiap

aanmaning yang diterima.

b. Tahap Penyitaan

1). Kreditor mengajukan permohonan sita atas jaminan yang dilelang.

92

Boedi Harsono, op.cit, h. 412.

Page 150: (deed of mortgage granting) that are not

133

2). Pengadilan akan mengeluarkan penetapan sita yang kemudian dilanjutkan

dengan proses penyitaan oleh petugas Pengadilan yang dibuktikan dengan

Berita Acara Penyitaan.

c. Tahap Pelelangan

1). Kreditor mengajukan permohonan lelang kepada Pengadilan Negeri.

2). Pengadilan akan memuat ketetapan lelang dan menetapkan waktu

lelang setelah berkonsultasi dengan Kantor Lelang.

3). Pengumuman lelang di surat kabar (iklan) akan dilaksanakan 2 (dua) kali

dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan antaranya.

4). Sebelum lelang dilaksanakan ada 2 (dua) syarat yang harus dipenuhi

Kreditor:

a). Kreditor memberitahukan pengadilan mengenai plafond harga (harga

minimal) dari barang jaminan .

b). Kreditor meminta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari

barang jaminan kepada Kantor Agraria setempat.

5). Acara lelang dilaksanakan di Pengadilan Negeri setempat. Pembeli harus

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang/pihak. Apabila tidak ada peminat,

maka lelang ditunda kurang lebih 1 (satu) bulan dan harus didahului

dengan pemasangan iklan sebanyak 1 (satu) kali.

6). Berita acara rapat penyerahan hasil lelang.

Setelah Berita acara rapat penyerahan hasil lelang diserahkan kepada

Kreditor dan Debitor maka selesailah semua rangkain untuk

melaksanakan eksekusi dengan titel eksekutorial dalam Eksekusi hak

Page 151: (deed of mortgage granting) that are not

134

tanggungan. Hasil yang didapat dari lelang tersebut kemudian akan

digunakan untuk memenuhi semua kewajiban Debitor kepada Kreditor,

apabila terjadi kelebihan maka kelebihan tersebut dikembalikan kepada

Debitor.

Aspek yang paling penting dari sifat hak tanggungan bagi Kreditor kredit

perbankan adalah memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditor

pemegang hak tanggungan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHT.

Kemudian Pasal 20 ayat (1) UUHT menentukan bahwa apabila Debitor cidera

janji maka Kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual obyek yang

dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak

mendahului dari pada Kreditor lain yang bukan pemegang hak tanggungan atau

Kreditor pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah. Hak

istimewa ini tentu saja tidak dipunyai oleh Kreditor bukan pemegang hak

tanggungan.

4.3 Upaya Hukum Kreditor Perbankan Untuk Memperoleh Kembali Hak

Atas Benda Jaminan

Menurut Notaris/PPAT I Putu Chandra dalam wawancara tanggal 3

Februari 2014, pendaftaran APHT yang tidak dilakukan akibat terjadinya

pemblokiran sertipikat hak atas tanah dari obyek yang menjadi jaminan dalam

kredit perbankan oleh Kantor Pertanahan di atas secara teori mungkin dapat

terjadi, tetapi dalam praktek merupakan kejadian yang sangat langka.

Page 152: (deed of mortgage granting) that are not

135

Menurut Notaris/PPAT bapak I Putu Chandra, pendaftaran APHT

umumnya bukan merupakan kejadian yang istimewa karena kesepakatan tersebut

sudah dibicarakan dan sertipikat hak atas tanah yang akan dijadikan jaminan

sudah dicek ke Kantor Pertanahan sebelum perjanjian kredit ditandatangani. Ada

kemungkinan pemblokiran sertipikat tersebut pada saat akan dilakukan

pendaftaran hak tanggungan merupakan niat tidak baik dari Debitor yang

bersangkutan.

Sementara itu menurut Kepala Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan

PPAT Kantor Pertahan Kota Denpasar Bapak I Ketut Arjana dalam wawancara

tanggal 3 Februari 2014, seharusnya perbankan mengucurkan kredit setelah

APHT didaftarkan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan. Namun apabila

APHT tidak didaftarkan sedangkan kredit sudah dikucurkan oleh Kreditor maka,

pihak bank tersebut dapat menempuh langkah hukum sebagai usaha setiap pribadi

atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk

memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara

yang ditetapkan dalam undang-undang. Namun yang lebih menguntungkan bagi

Kreditor adalah atau langkah win-win solution di luar pengadilan untuk

mendapatkan haknya atas jaminan kredit yang bersangkutan.

Menurut Bapak I Putu Chandra, APHT yang tidak didaftarkan tidak akan

menimbulkan persoalan apabila Debitor tidak wanprestasi. Baru akan menjadi

masalah apabila Debitor wanprestasi karena APHT yang tidak didaftarkan tidak

memiliki kekuatan eksekutorial. Wanprestasi memiliki berupa beberapa kondisi,

yaitu :

Page 153: (deed of mortgage granting) that are not

136

1. Debitor sama sekali tidak berprestasi;

2. Debitor keliru berprestasi;

3. Debitor terlambat berprestasi.

Namun menurutnya apabila Debitor memiliki niat baik maka akan lebih

menguntungkan bagi Kreditor apabila ditempuh cara win-win solution dengan

pihak Debitor, misalnya dengan mengganti jaminan yang diajukan. Apabila hal

tersebut tidak dapat dilakukan maka Kreditor terpaksa menempuh cara-cara

peradilan dimana APHT yang tidak didaftarkan tersebut dapat menjadi barang

bukti. Sebagaimana telah diuraikan di atas APHT adalah akta otentik yang

memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna karena akta otentik memiliki tiga

kekuatan pembuktian, yaitu :

1. Kekuatan pembuktian lahiriah, suatu akta otentik yang dapat membuktikan

dirinya tanpa adanya penjelasan dari orang lain.

2. Kekuatan Pembuktian Formal, keterangan-keterangan yang ada dalam akta ini

secara formal benar adanya. Sebenar-benarnya di sini bisa saja tidak benar

karena penghadap berbohong. Kebenaran formal ini mengikat para pihak, para

ahli waris dan para pihak yang menerima haknya.

3. Kekuatan Pembuktian Materiil. Isi materi dari apa yang ada dalam akta itu

adalah dijamin benar adanya. Karena yang membuat dan menyusun adalah

pejabat umum. Kebenaran materiil ini mengikat para pihak, para ahli waris dan

para pihak yang menerima haknya.

Apabila akta otentik diajukan sebagai alat bukti dalam suatu persidangan,

maka tidak diperlukan bukti pendukung lain yang menyatakan bahwa akta otentik

Page 154: (deed of mortgage granting) that are not

137

tersebut benar. Hal ini dikarenakan suatu akta otentik telah dapat dipastikan

kebenarannya.

Secara lebih sistematis Notaris/PPAT Bapak I Putu Chandra menguraikan

pandangannya bahwa dalam menyelesaikan kasus Perdata, seperti perjanjian

kredit perbankan, biasanya terdapat dua jalur yang menjadi penawaran bagi pihak

yang bersengketa, yaitu jalur litigasi dan non-litigasi. Adapun yang dimaksud

dengan Litigasi adalah bentuk penanganan kasus melalui jalur proses di peradilan

baik kasus perdata maupun pidana, sedangkan Non-Litigasi adalah penyelesaian

masalah hukum diluar proses peradilan. Non litigasi ini pada umunya dilakukan

pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat.

Hal senada diungkapkan Rachmadi Usman, bahwa selain melalui

pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar

pengadilan (non litigasi), yang lazim dinamakan dengan Alternative Dispute

Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.93

Definisi litigasi secara

eksplisit tidak ditemukan dalam di peraturan perundang-undangan. Namun secara

umum ligitasi dapat diartikan sebagai proses dimana seorang individu atau badan

hukum membawa sengketa ke pengadilan

Sementara itu pengertian alternatif penyelesaian sengketa dapat dilihat

peda Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872,

93

Rachmadi Usman, 2012, Mediasi di Pengadilan : dalam Teori dan

Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Usman Rahmadi Usman II),

h. 8.

Page 155: (deed of mortgage granting) that are not

138

selanjutnya disebut UU Arbitrase dan APS). Menurut Pasal 1 angka 10 UU

Arbitrase dan APS “Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga

penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para

pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,

mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.

Notaris/PPAT Bapak I Putu Chandra menguraikan bentuk-bentuk

penyelesaian melalui jalur non litigasi tersebut di atas, yaitu:

1. Negosiasi.

Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana antara dua orang atau

lebih/para pihak yang mempunyai hal atau bersengketa saling melakukan

kompromi atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal

atau sengketa untuk mencapai kesepakatan. Dengan cara kompromi tersebut

diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa

tersebut secara baik. Pihak yang melakukan negosiasi disebut negosiator,

sebagai seorang yang dianggap bisa melakukan negosiasi. Seorang negosiator

harus mempunyai keahlian dalam menegosiasi hal yang disengketakan antara

kedua pihak.

2. Mediasi.

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar peradilan yang kurang lebih

hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang

netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut

yang biasa disebut mediator. Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan

saran-saran yang bersifat sugestif, karena pada dasarnya yang memutuskan

Page 156: (deed of mortgage granting) that are not

139

untuk mengakhiri sengketa adalah para pihak. Pihak ketiga tersebut juga harus

netral sehingga dapat memberikan saran-saran yang obyektif dan tidak

terkesan memihak salah satu pihak. Mediasi merupakan prosedur wajib dalam

proses pemeriksaan perkara perdata, bahkan dalam arbitrase sekalipun dimana

Hakim atau arbiter wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan

mediasi dan jika mediasi tersebut gagal barulah pemeriksaan perkara

dilanjutkan.

3. Arbitrase

Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya

saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta". Dimana yang

memeriksa perkara tersebut bukanlah Hakim tetapi seorang arbiter. Untuk

dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula

arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat

perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut

sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya.

Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak

akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan

kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut

tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara

tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya

klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase.

Sementara itu penyelesaian melalui proses Litigasi menurut Notaris/PPAT

Bapak I Putu Chandra, terdiri dari :

Page 157: (deed of mortgage granting) that are not

140

1. Pengadilan umum

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai

karakteristik :

a. Prosesnya sangat formal

b. Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yaitu Hakim

c. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan

d. Sifat keputusan memaksa dan mengikat

e. Orientasi ke pada fakta hukum atau mencari pihak yang bersalah

f. Persidangan bersifat terbuka

2. Pengadilan niaga

Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan

pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan

memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga

mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a. Prosesnya sangat formal

b. Keputusan dibuat oleh pihak yaitu Hakim

c. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan

d. Sifat keputusan memaksa dan mengikat

e. Orientasi pada fakta hukum yaitu mencari pihak yang salah)

f. Proses persidangan bersifat terbuka

g. Waktu singkat.

Page 158: (deed of mortgage granting) that are not

141

Menurut Notaris/PPAT Bapak I Putu Chandra, penyelesaian sengketa

sebaiknya dilakukan di luar di luar peradilan karena lebih menguntungkan

daripada penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan, dengan beberapa

pertimbangan, yaitu:

a. Proses lebih cepat artinya penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan dalam

hitungan hari, minggu atau bulan, tidak seperti halnya penyelesaian lewat jalur

pengadilan yang memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan.

b. Biaya lebih murah dibandingkan penyelesaian sengketa/konflik melalui jalur

litigasi.

c. Sifatnya informal karena segala sesuatunya dapat ditentukan oleh para pihak

yang bersengketa seperti menentukan jadwal pertemuan, tempat pertemuan,

ketentuan-ketentuan yang mengatur pertemuan mereka, dan sebagainya.

d. Kerahasiaan terjamin, artinya materi yang dibicarakan hanya diketahui oleh

kalangan terbatas, sehingga kerahasiaan dapat terjamin dan tidak tersebar luas

atau terpublikasikan

e. Adanya kebebasan memilih pihak ketiga, artinya para pihak dapat memilih

pihak ketiga yang netral yang mereka hormati dan percayai serta mempunyai

keahlian dibidangnya.

f. Dapat menjaga hubungan baik persahabatan, sebab dalam proses yang informal

para pihak berusaha keras dan berjuang untuk mencapai penyelesaian sengketa

secara kooperatif sehingga mereka tetap dapat menjaga hubungan baik.

g. Lebih mudah mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap kesepakatan yang

telah dicapai seperti menegosiasikan kembali suatu kontrak baik mengenai

Page 159: (deed of mortgage granting) that are not

142

substansi maupun pertimbangan yang menjadi landasannya termasuk

konsideran yang sifatnya non hukum.

h. Bersifat final, artinya putusan yang diambil oleh para pihak adalah final sesuai

kesepakatan yang telah dituangkan di dalam kontrak.

i. Pelaksanaan tatap muka yang pasti, artinya para pihaklah yang menentukan

secara pasti baik mengenai waktu, tempat dan agenda untuk mendiskusikan dan

mencari jalan keluar sengketa yang dihadapi.

j. Tata cara penyelesaiannya sengketa diatur sendiri oleh para pihak, sebab tidak

terikat oleh peraturan perundangan yang berlaku.

Sementara itu menurut Kepala Bagian Legal Bank Mayapada Cabang

Denpasar, Ibu Ni Komang Purnama Dewi dalam wawancara tanggal 17 Februari

2014 mengaku pihaknya tidak pernah mengalami sengketa dengan nasabah terkait

APHT yang tidak didaftarkan. Namun apabila hal itu terjadi maka pihak bank

akan memilih menempuh jalan di luar pengadilan (non ligitasi), seperti negosiasi,

untuk memperoleh kembali hak atas jaminan kredit. Hal ini karena penyelesaian

melalui jalur di luar pengadilan lebih bersifat informal, penyelesaian cepat, biaya

murah dan kemungkinan besar para pihak bisa sama-sama merasa menang.

Sedangkan apabila menempuh jalan lewat pengadilan, selain akan memakan

waktu lama dimana para pihak sama-sama saling gugat, juga akan memakan biaya

yang besar. Selain itu salah satu pihak akan mendendam karena merasa kalah.

Hal senada diungkapkan Kepala Bagian Legal BPR Lestari Bapak I

Nyoman Suardana. Menurutnya dalam klausul perjanjian kredit BPR Lestari

selalu dicantumkan klausul perselisihan. Biasanya pilihannya adalah pihak bank

Page 160: (deed of mortgage granting) that are not

143

dan debitor akan menyelesaian secara musyawarah dan mufakat apabila ada

perselisihan. Apabila tidak dapat diperoleh penyelesaian maka akan ditempuh

jalur pengadilan. Menurut bapak I Nyoman Suardana, selama ini BPR Lestari

melakukan upaya musyawarah untuk mufakat apabila mengalami perselisihan

dengan debitor, dan semua dapat diselesaikan tanpa harus menempuh jalur

pengadilan.

Page 161: (deed of mortgage granting) that are not

144

BAB V

PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya dalam tesis ini

penelitian terkait terkait pokok permasalahan pertama dan kedua maka dapat

disimpulkan , yaitu :

1. Akibat hukum dari tidak didaftarkannya APHT terhadap perjanjian kredit

perbankan yang dibuat oleh Kreditor PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk

dan PT. BPR Lestari dihadapan Notaris/PPAT di Wilayah Kota Denpasar

adalah perjanjian kredit tersebut tetap sah sepanjang memenuhi ketentuan

Pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian kredit perbankan yang dibuat tersebut

berkedudukan sebagai perjanjian pokok yang mengikat para pihak yang

membuatnya. Sedangkan APHT yang tidak didaftarkan, konsekuensinya tidak

memenuhi asas publisitas dan asas preferensi, sesuai dengan ketentuan Pasal

13 UUHT. Perlindungan hukum bagi Kreditor dalam hal APHT tidak

didaftarkan dapat dilakukan dengan menandatangani akta kuasa untuk menjual

atas benda jaminan dari Debitor kepada Kreditor dihadapan Notaris/PPAT.

2. Hak Kreditor perbankan PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk dan PT. BPR

Lestari terhadap benda jaminan dalam hal APHT tidak didaftarkan adalah

tetap memiliki haknya untuk mendapatkan benda jaminan, hanya saja

didudukkan seimbang/sama dengan kreditor lainnya. Hal ini didasarkan pada

ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata yang menentukan hahwa harta kekayaan

144

Page 162: (deed of mortgage granting) that are not

145

Debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua Kreditor yang

memberikan hutang kepadanya.

5.2 Saran-saran

Terkait dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini yang telah

diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diberikan saran-saran sebagai

berikut :

1. Kepada Bank selaku Kreditor diharapkan dalam proses pemberian kredit,

mencairkan dana setelah pendaftaran APHT dilakukan dan juga diharapkan

melakukan pengawasan terhadap kinerja Notaris/PPAT rekanan Bank,

sehingga mencegah terjadinya keterlambatan/tidak didaftarkannya APHT, dan

Kreditor dapat mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana ditentukan oleh

asas-asas hak tanggungan.

2. Kepada Pemerintah agar segera membuat produk hukum yang memuat sanksi

yang lebih tegas dari pada sekedar sanksi administratif terhadap PPAT rekanan

bank yang lalai melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan APHT 7 (tujuh)

hari setelah penandatanganan, agar kerugian pihak yang berkepentingan,

seperti pihak perbankan selaku Kreditor dalam perjanjian kredit dengan

jaminan hak tanggungan dapat dihindarkan.

Page 163: (deed of mortgage granting) that are not

146

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Habib, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris; Sebagai

Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung

_______, 2009, Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia : Tafsir TematikTerhadap

UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama,

Bandung ( selanjutnya disebut Habib Adjie II)

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta

Arikunto, Suharsini, 1986, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta

Atmosudiro, Prajudi, 1983,Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta

Badrulzaman, Mariam Darus, 1993, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan

Denan Penjelasan., cetakan kedua, Bandung: Penerbit Alumni, 1993

_______2005, Aneka Hukum Bisnis, Cet. II, Alumni, Bandung

Bahsan, M, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,

Rajawali press, Jakarta

Boediarto, Ali, 2005, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung:

Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Swa Justisia, Jakarta

-------, 2008, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Cet I, CV Mandar Maju, Bandung

Campbell, Black Henry, 1999, Black’s Law Dictionary, West Publishing, St. Paul

Minesota

Djatmiati, Tatiek Sri, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi,

PPS Unair, Surabaya

Fajar, Mukti dan Achmad Yulianto, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

& Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta

Fuady, Munir, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Refika Aditama,

Bandung

Friedmann, W, 1993, Teori dan Filsafat Hukum : Telaah Kritis Atas Teori-Teori

Hukum (susunan I), Judul Asli : Legal Theory, Penerjemah : Mohamad

Arifin, Cet. Kedua, PT Rajagrafindo Persada

146

Page 164: (deed of mortgage granting) that are not

147

Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, h. 439.

Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta

Kansil, C.S.T, dan Christine S.T Kansil, 1997, Pokok-Pokok Hak Tanggungan

dan Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

M. Hadjon, Philipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,

Peradaban, Surabaya

-------, 1992, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah Studi Tentang

Prinsip-Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan

Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara,

Bina Ilmu, Surabaya

Manullang, Fernando M, F, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku

Kompas, Jakarta

Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group, ST. Paul

Minn, Printed in the United States of America

Muhamad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung

Muladi, 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, BP

Undip, Semarang

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2008, Hak Tanggungan, Cet III, Prenada

Media Group, Jakarta.

Patrik,Purwahid, 1988, Hukum Perdata II, Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang.

Poesoko, Herowati, 2007, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan: Inkonsiitensi,

Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran Dalam UUHT, Laksbang

Pressindo, Yogyakarta

Prajitno, Andi, 2009, Hukum Fidusia (Problematika Yuridis Pemberlakuan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999), Bayumedia Publishing,

Malang

Parlindungan, A.P, 1994, Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landreform

Bagian II, Cet II, CV. Mandar Maju, Bandung

Page 165: (deed of mortgage granting) that are not

148

Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2011, Buku Pedoman

Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana,

Denpasar

Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2013, Buku Pedoman

Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana,

Denpasar

Rahardjo, Satjipto, 2006, Sisi-Sisi Dari Hukum Di Indonesia, Buku Kompas,

Jakarta

Rasjidi, Lili dan I.B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja

Rusdakarya, Jakarta.

Ros Macdonald & Denise McGill, 2008, Drafting, Second Edition, LexisNexis,

Butterworths, Australia

Salim, H.S, 2007, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Santoso, Urip, 2010, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah,Edisi pertama,

Cet ke-2, Kencana, Jakarta

Satrio, J, 1993, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra

Aditya Bakti, Bandung

_______, 1998, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan,

Buku 2, Citra Aditya Bakti, Bandung

Seno Adji, Oemar, 1966, Prasara Dalam Indonesia Negara Hukum, Simposium

UI Jakarta

Sjahdeni, Sutan Remy, 1999, Hak Tanggungan (Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan

Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan), Alumni,

Bandung, h. 11.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia

Indonesia, Jakarta

Subekti, R, 1996, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak

Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

_______, 1996, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa, Jakarta

Supramono, Gatot, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu tinjauan

Yuridis, Rineka Cipta, Jakarta

Page 166: (deed of mortgage granting) that are not

149

Supranto, J, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta

Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sunar Grafika

Suyatno, Thomas, 1989, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta

Suyatno, Thomas, et.al, 1995, Dasar-Dasar Kredit: Bagian Keempat Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta

Suyatno, Thomas, et.al., 1991, Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Tri Santoso, Rudi, 1996, Kredit Usaha Perbankan, Edisi I, Cet I, Andi

Yogyakarta

Usman, Rachmadi, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Cetakan Pertama, Sinar

Grafika, Jakarta

Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika,

Jakarta

_______ 2012, Mediasi di Pengadilan : dalam Teori dan Praktek, Sinar Grafika,

Jakarta

Watt, Robert, 2001, Concise Legal Research, The Federation Press, Leinchrdt,

NSW, h.1

Widjarnako, 2007, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka

Utama Grafiti, Jakarta

Wignyoseobroto, Soetandyo, 2002, Hukum-Paradigma, Metoda dan Dinamika

Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta

Wuisaman, J.J.J.M, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, Jakarta

Wheare, K.C, 1975, Modern Constitutions, Oxford University Press, London

Internet:

Mariotedja, 2013, “Teori Kepastian Dalam Perspektif Hukum”,

Mariotedja.blogspot.com

Page 167: (deed of mortgage granting) that are not

150

Majalah

Sumardjono, Maria, S.W, Prinsip Dasar Dan Isyu Di Seputar UUHT, Jurnal

Hukum Bisnis Volume I Tahun 1997

Peraturan Perndang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3632

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3790)

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2011, Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5234).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris(Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014, Nomor 3, Tambahan lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5491)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960, Tambahan lembaran

Negara Repubik Indonesia Nomor 2043)

Peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik

Indonesia Tahun 1998 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3746)

Page 168: (deed of mortgage granting) that are not

DAFTAR RESONDEN

1. Nama : I PUTU CHANDRA, SH.

Jabatan: Notaris/PPAT Wilayah Jabatan Kota Denpasar

Alamat : Jalan Kepundung, Denpasar-Bali

2. Nama : I MADE GELGEL, SH.

Jabatan: Notaris/PPAT Wilayah Jabatan Kota Denpasar

Alamat : Jalan WR. Supratman, Denpasar Bali

3. Nama : I KOMANG SUARDANA, SH

Jabatan: Head Legal PT. BPR SRI ARTHA LESTARI (BPR LESTARI) Kantor Pusat

Denpasar

Alamat : Jalan Teuku Umar Denpasar Bali

4. Nama : NI KOMANG PURNAMA DEWI, SH

Jabatan: Head Legal PT. BANK MAYAPADA INTERNASIONAL, Tbk Cabang

Denpasar.

Alamat : Jalan Thamrin, Denpasar-Bali

Page 169: (deed of mortgage granting) that are not

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : I KETUT SUARJANA

Jabatan : Kepala Seksi Peralihan dan Pembebanah Hak Tanggungan Kantor

Pertanahan Kota Denpasar.

Alamat : Jalan Pudak Nomor 7, Denpasar Bali.