-
DASAR-DASAR PSIKOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM:
MASA KANAK-KANAK, BALIG DAN DEWASA
Makalah
Disajikan pada Mata Kuliah
Dasar Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam
Dosen Pengasuh:
Prof. DR. H. Kamrani Buseri, M.A.
Oleh:
1. AGUNG NUGROHO NIM: 1302521127
2. MUHAMMAD ABU SAAD NIM: 1302521143
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ANTASARI
BANJARMASIN
2014
-
1
A. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang
berkepribadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu
mengabdikan
segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Dengan
demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan
manusia-manusia
yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling
menunjang.
Pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan
psikologi.
Pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan
seluruh potensi
diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual.
Dalam proses
mengaktualisasi diri tersebut diperlukan pengetahuan tentang
keberadaan potensi,
situasi dan kondisi lingkungan yang tepat untuk
mengaktualisasikannya.
Pengetahuan tentang diri manusia dengan segenap permasalahannya
akan
dibicarakan dalam psikologi umum.
Dalam hal pendidikan Islam yang dibutuhkan psikologi Islami,
karena
manusia memiliki potensi luhur, yaitu fitrah dan ruh yang tidak
terjamah dalam
psikologi umum (Barat). Sehingga, pendidikan Islam memiliki
landasan
psikologis yang berwawasan kepada Islam, dalam hal ini dengan
berpandu
kepada al-Quran dan hadits sebagai sumbernya, sehingga akhir
dari tujuan
pendidikan Islam dapat terwujud dan menciptakan insan kamil
bahagia di dunia
dan akhirat. Sebenarnya, banyak sekali istilah untuk menyebutkan
psikologi yang
berwawasan kepada Islam. Diantara para psikolog ada yang
menyebut dengan
istilah psikologi Islam, psikologi al-Quran, psikologi Qurani,
psikologi sufi dan
-
2
nafsiologi. Namun pada dasarnya semua istilah tersebut memiliki
makna yang
sama.
Tulisan ini memfokuskan pada dasar-dasar psikologis pendidikan
Islam;
Masa kanak-kanak, balig dan dewasa. Dengan adanya adanya
tahapan-tahapan
perkembangan psikologis diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang
signifikan dalam pengembangan pendidikan Islam, baik dari aspek
kurikulum,
materi, metode hingga media yang digunakan.
B. DASAR-DASAR PSIKOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian Psikologi, Psikologi Pendidikan Islam dan
Psikologi
Perkembangan
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kejiwaan
manusia.
Peyelidikan tentang gejala-gejala kejiwaan itu sendiri awal
mulanyanya dilakukan
oleh para filsuf Yunani kuno.1 Psikologi baru diakui menjadi
cabang ilmu
independen setelah didirikan laboratorium psikologi oleh Wilhem
Wund pada
tahun 1879. Yang kemudian sangat berpengaruh bagi perkembangan
psikologi
selanjutnya. Metode-metode baru dikemukakan untuk pembuktian
nyata dalam
psikologi sehingga lambat laun dapat disusun teori-teori
psikologi yang terlepas
dari ilmu induknya.2
1Pada masa itu belum ada pembuktian empiris, melainkan segala
teori dikemukakan
berlandaskan argumentasi-argumentasi akal belaka. Berabab-abad
setelah itu, psikologi juga masih
bagian dari filsafat, antara lain di Perancis muncul Rene
Descartes (1596-1650), di Inggris muncul
tokoh John Locke (1623-1704), mereka dikenal sebagai toko
asosiasionisme, yaitu doktrin
psikologis yang menyatakan bahwa jiwa itu tersusun atas
elemen-elemen sederhana dalam bentuk
ide-ide yang muncul dari pengalaman indrawi. Ide-ide ini bersatu
dan berkaitan satu sama lain
lewat asosiasi-asosiasi. Lihat J.P. Chalplin, Kamus Lengkap
Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 39. 2Netty Hartati, dkk., Islam dan
Psikologi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 2.
-
3
Sedangkan psikologi Islam didefinisikan oleh Bastaman sebagai
psikologi
Islami dengan corak psikologi berdasarkan citra manusia menurut
ajaran Islam,
yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai
ungkapan
pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar,
dan kerohanian,
dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas
keberagamaan.3
Pengertian di atas menunjukkan bahwa psikologi Islam adalah
usaha
membangun sebuah teori dari khazanah kepustakaan Islam, baik
al-Quran dan
Hadis. Dari psikologi Islam inilah salah satu cabangnya membahas
berkaitan
dengan psikologi pendidikan Islam.4
Psikologi pendidikan Islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mengkaji
atau mempelajari tingkahlaku individu, di dalam usaha mengubah
tingkahlakunya
yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan
pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar
melalui proses
pendidikan.
Psikologi pendidikan Islam mencurahkan perhatian pada perilaku
ataupun
tindak tanduk orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dan
mengajar atau
orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Psikologi pendidikan
Islam mempunyai dua objek, yaitu: Pertama, Peserta didik, yaitu
orang-orang
(individu) yang sedang belajar, termasuk pendekatan, strategi,
faktor
mempengaruhi dan prestasi yang dicapai. Kedua, guru (pendidik),
yaitu orang-
3Hana Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam menuju
psikologi Islami,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 10 4Ilmu pendidikan
Islam merupakan ilmu yang membahas tentang teori dan konsep
yang
berkaitan dengan komponen dan aspek pendidikan. Visi, misi,
tujuan, kurikulum, proses belajar
mengajar, dan komponen pendidikan islam lainnya dapat dirumuskan
dengan benar apabila
melibatkan kajian psikologi. Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam
dengan Pendekatan
Multidisipliner, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 167.
-
4
orang yang berkewajiban atau melakukan tanggung jawab mengajar,
termasuk
metode, model, strategi, dan lain-lain yang berkaitan dengan
aktivitas penyajian
pendidikan Islam.5
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, minimal ada dua bidang
psikologi
yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu psikologi
perkembangan dan
psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik dalam
merumuskan tujuan,
memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menetapkan
metode
pembelajaran serta tekni-teknik penilaian.6
Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang
mempelajari
tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan
individu dimulai
dari konsepsi sampai mati.7 Perkembangan dapat diartikan sebagai
suatu
perubahan progresif dan kontinu dalam diri individu dari mulai
lahir sampai mati.
Perkembangan juga diartikan sebagai perubahan-peribahan yang
dialami oleh
individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau
kematangannya
yang berlangsung secara sistemastis (saling ketergantungan atau
saling
mempengaruhi antara bagian-bagian organisme dan merupakan suatu
kesatuan
yang utuh), progresif (bersifat maju, meningkat dan mendalam
baik secara
kuantitatif maupun kualitatif) dan berkesinambungan (secara
beraturan, berurutan,
bukan secara kebetulan) menyangkut fisik maupun psikis.8
5Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2008), h.. 11. 6Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1997), h. 46. 7Netty Hartati, dkk., Islam dan
Psikologi, h. 13.
8Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan anak dan Remaja, (Bandung:
Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 15
-
5
Pengertian di atas menunjukkan psikologi perkembangan Islam
bertugas
untuk menjelaskan secara mendetail perubahan-perubahan yang
terjadi pada
manusia, mulai masa anak-anak sampai dengan dewasa. Disinilah
kemudian
penting psikologi perkembangan Islam sebagai dasar pengembangan
pendidikan
Islam.
Pembahasan tentang tahapan-tahapan perkembangan psikologi
manusia
termuat dalam Al-Quran. Allah menciptakan manusia dari berbagai
tahap
progresif pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain,
kehidupan manusia
memiliki pola dalam tahapan-tahapan tertentu termasuk tahapan
dari pembuahan
sampai kematian. Tahapan yang terjadi yang dilewati manusia
dalam
pertumbuhan dan perkembangannya terjadi bukan karena faktor
peluang atau
kebetulan, namun ini merupakan sesuatu yang dirancang,
ditentukan dan
ditetapkan langsung oleh Allah swt, sebagaimana firman Allah
dalam surat al-
Furqaan ayat 2 di bawah ini:
Artinya: "Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan
dia
tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam
kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya". (QS.
Al-Furqaan
ayat2).
Menurut Al-Quran, pertumbuhan dan perkembangan manusia
memiliki
pola umum yang dapat diterapkan pada manusia, meskipun terdapat
perbedaan
individual. Pola yang terjadi adalah bahwa setiap individu
tumbuh dari keadaan
-
6
yang lemah menuju keadaan yang kuat dan kemudian kembali
melemah. Dengan
kata lain, pertumbuhan dan perkembangan, sesuai dengan hukum
alam, ada
kenaikan dan penurunan. Ketika seseorang secara berangsur-angsur
mencapai
puncak perkembangannya, baik fisik maupun kognitif, dia mulai
menurun
berangsur-angsur. Al-Quran menyatakan sebagai berikut:
Artinya:"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan
lemah,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu
menjadi
kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah
(kembali)
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah
yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa". (QS. Ar-Rum:54)
Dengan demikian, maka bisa diartikan bahwa manusia pasti
mengalami
fase-fase perkembangan. Adapun Ciri-ciri umum perkembangan
adalah:
1. Terjadinya perubahan dalam aspek fisik (misalnya tinggi dan
berat badan) dan
aspek psikis (misalnya bertambahnya perbendaharaan kata dan
matangnya
kemapuan berpikir).
2. Terjadinya perubahan proporsi menyangkut aspek fisik
(proporsi tubuh anak
berubah sesuai dengan fase perkembangan) dan aspek psikis
(misalnya
perubahan imajinasi dari fantasi menuju realitas).
3. Menghilangnya tanda-tanda fisik dan psikis yang lama
(misalnya hilangnya
rambut-rambut halus dan gigi susu, hilangnya masa mengoceh,
merangkak
dan berinda impulsif).
-
7
4. Munculnya tanda-tanda fisik dan psikis yang baru (misalnya
pergantian gigi
dan berkembangnya curiosity).9
Penjelasan di atas menunjukkan perkembangan manusia mulai fase
anak
sampai dewasa memiliki ciri-ciri tertentu, baik aspek fisik,
kognitif sampai
agama, berikut ini akan dibahas secara mendalam terkait dengan
perkembangan
manusia sebagai dasar pendidikan Islam.
2. Fase Perkembangan Manusia; Kanak-kanak, Baligh dan Dewasa
a. Masa Kanak-kanak
Pada fase kanak-kanak ini hendaknya seorang ibu mulai memberikan
air
susu ibu (ASI) sampai usia dua tahun. Allah berfirman dalam QS
Al-Baqarah ayat
233;
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban
ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara
ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.
Fase kanak-kanak terdiri dari:
1. Fase At-Thilf (Bayi)
Kata at-Thilf berarti yang kecil dari tiap sesuatu (anak-anak).
Kata at-Thilf
menunjukkan sebutan bagi anak yang baru lahir. Pada usia awal
kelahiran ini,
manusia amat lemah dan tidak memiliki kemampuan apa pun, tidak
mampu
berpindah tempat bahkan pandangannya pun belum berfungsi. Salah
satu rahmat
9 Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi,. h. 13.
-
8
Allah yang diberikan pada usia ini adalah rahmat
gharizah/fitrah, menurut Flavell
disebut gerak refleks bawaan, atau menurut Nubarok disebut
hidayah instink yang
fungsi gerakan yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan,
yaitu minum
ASI (menyusui).10
Proses kelahiran merupakan proses panjang yang berat dan
menyakitkan.
kelahiran terdiri dari tiga tahap utama, yang meliputi kotraksi
ritmik uterus, proses
persalinan bayi dan keluarnya plasenta. Kelahiran bayi yang
normal bersifat
spontan dan alamiah. Menit-menit pertama setelah kelahiran
merupakan waktu
yang sangat khusus bagi seorang ibu. Menurut penelitian 6 sampai
12 jam setelah
kelahiran merupakan periode sensitif untuk tejadinya ikatan
emosional antara ibu
dan anak. Ayah juga mengalami campuran antara emosi negatif dan
positif, antara
ketajutan dan kegembiraan. Keduanya terpesona tehadap kelahiran
bayi dan ingin
menyentuhnya.11
Hal-hal yang harus dilakukan oleh orang tua adalah sebagai
berikut:
a) Membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri
ketika anak baru
lahir. (HR Abu Yala dari Husein bin Ali) hadis yang sama
diriwayatkan juga
oleh al-Tarmidzi.
b) Memberi makanan yang bergizi.
c) Menyusui anaknya sampai dua tahun.
d) Memotong aqiqah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan
satu ekor
kambing untuk anak perempuan.
10
Rafi Sapuri, Psikologi Islam; Tuntunan Jiwa Manusia Modern,
(Jakarta: Rajawali Pers,
2009), h. 129. 11
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam;
Menyingkap Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga pascakematian,
(Jakarta: RajaGRafindo Persada,
2008), h. 94.
-
9
e) Memberi nama yang baik.
f) Membiasakan hidup yang bersih, suci dan sehat.12
2. Fase shaby (kanak-kanak yang belum cukup umur)
Kata shaby diterjemahkan kanak-kanak yang belum cukup umur,
yaitu sekitar
usia dua minggu sampai tujuh tahun. Masa ini disebut dengan masa
paling
menentukan.13
Hasil penelitian terhadap perkembangan jaringan otak
menunjukkan, bayi di bawah umur lima tahun (balita), yaitu pada
usia tiga tahun
pertama yang lebih banyak menerima stimulus, jaringan otaknya
akan
berkembang 80%. Sebaliknya, yang sedikit menerima stimulus,
perkembangan
jaringan otaknya lebih lambat.
Tugas-tugas perkembangannya adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan potensi-potensi indera dan psikologis, seperti
pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Nahl
ayat 78:
Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur".(QS.Al-Nahl:78)
b) Mempersiapkan diri anak dengan cara membiasakan dan melatih
hidup yang
baik. Seperti dalam berbicara, makan, bergaul, penyesuaian diri
dengan
lingkungan, dan berperilaku. Pembiasaan ini terutama pada
aspek-aspek
12
Ibid., 13
Ibid., 130
-
10
afektif (al-infiali), sebab jika aspek ini tidak dibiasakan
sedini mungkin maka
ketika masa dewasanya akan sulit dilakukan.
c) Pengenalan aspek-aspek doktrinal agama, terutama yang
berkaitan dengan
keimanan.
Arnold Gessel mengatakan bahwa anak pada usia 0-2 tahun
punya
perasaan ketuhanan. Dan hendaknya pada usia ini mulai
diperkenalkan
pendidikan. Misalnya diperlihatkan gambar-gambar dan amalan yang
bersifat
keagamaan. Dan usia dua tahun sampai tujuh tahun selalu
diberikan makanan
yang penuh gizi waktu bermain lebih banyak dan bervariasi untuk
meningkatkan
kreativitasnya.14
3. Fase Mumayyis (aqil)
Kata mumayyiz diartikan dengan anak yang telah berakal, yaitu
mampu
membedakan baik dan buruk menurut pandangan logika. Fase ini
dimulai dari
anak berusia tujuh tahun sampai sembilan tahun.15
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam fase ini adalah sebagai
berikut:
a) Mulai menuntut ilmu, belajar membaca, menulis dan
berhitung.
b) Memperbanyak waktu bermain (bersosial).
c) Belajar memahami orang lain.
d) Mencintai kebersihan diri dan lingkungan.
14
Ibid. 15
Ibid., 131.
-
11
4. Fase Murahiq (awal adolense)
Kata murahiq diartikan dengan anak yang hampir balig, yaitu
dalam istilah
disebut dengan remaja awal. Fase ini dimulai sejak anak berusia
sembilan tahun
sampai sebelas tahun.
Pada fase murahiq, anak mulai mencari suri tauladan untuk
dijadikan
idola. Biasanya pada tahapan ini mereka sering menjadikan orang
yang paling
dekat dan kenal baik olehnya sebagai idola. Kesempatan baik yang
harus
digunakan oleh orang tua agar anak-anak lebih merasa nyaman
tinggal dan
berkumpul dengan keluarga, lebih bersahabat dan lebih terbuka
(curhat). Kontrol
psikologis orang tua kepada anaknya harus terus berjalan
harmonis.16
5. Fase Yafi (adolense)
Kata yafi diartikan dengan anak yang telah besar, telah hampir
balig.
Masa ini disebut masa remaja (juvenile). Fase ini dimulai pada
anak berusia
sebelas tahun. Dalam fase ini terjadi pertumbuhan jasmani yang
luar biasa
pesatnya.
Erikson mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa
pencarian
identitas diri. Pembentukan identitas ini tentunya mengarah pada
perkembangan
arah individualitas yang mantap.17
Adapun Perkembangan pada masa kanak-kanak terdiri dari:
1) Perkembangan Fisik
Perkembangan (development) adalah proses atau tahapan
pertumbuhan ke
arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti
tahapan peningkatan
16
Ibid., 132. 17
Ibid., 133
-
12
sesuatu dalam hal jumlah, ukuran dan arti pentingnya.
Pertumbuhan juga berarti
sebuah tahapan perkembangan (a stage of development).18
Umat Islam mempercayai bahwa Allah telah menciptakan dan
menyempurnakan tubuh manusia. Melalui hukum penciptaan Allah,
telah
mencipatakan tahap demi tahap bentuk tuubuh manusia. Dengan
mengganti
unsur-unsur yang tidak bermanfaat dengan unsur yang lebih baik,
sehingga terjadi
keseimbangan, proporsi dan simetris yang baik.
Untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan, Islam
mengajarkan
manusia unrtuk memperhatikan perkembangan fisik mereka agar
mencapai
perkembangan fisik yang optimal. Dengan perkebangan fisik yang
optimal,
seseorang dapat beribadah dan bekerja dengan baik.19
Al-Quran menggambarkan perkembangan fisik manusia dari lahir
sampai
meninggal dalam satu siklus alamiah. Hal ini dinyatakan dalam
QS. Ar-Rum ayat
54;
Artinya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan
lemah,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu
menjadi
kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah
(kembali)
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah
yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
Dari ayat ini, terdapat empat kondisi fisik. Pertama, tahap
lemah yang
ditafsirkan terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak. Kedua, tahap
menjadi kuat,
18
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 40 19
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan,. h. 97
-
13
yang terjadi pada masa dewasa, ketiga, masa menjadi lemah
kembali, terjadi
penurunan kembali dari masah penuh kekuatan. Keempat, masa
dimana orang
sudah beruban, atau masa tua.20
Dari saat kelahiran sampai anak dapat berbicara, mereka disebut
sebagai
bayi. Bayi menghabiskan banyak waktunya dengan tidur. Mulanya
tidur dapat
berlangsung sepanjang hari dan malam, namun setelah beberapa
bulan tidur bayi
menjadi lebih terpola mengikuti siang dan malam. Bayi pada masa
ini berada
dalam enam keadaan yang bepasangan, meliputi: tidur tenang dan
tidur aktif,
terjaga tenang dan terjaga aktif, serta meringis dan mengangis.
Bayi merespon
berbeda-beda terhadap stimulus ketika berada dalam keadadan yang
berbeda-
beda.21
Pada awal kelahirannya bayi masih memiliki penglihatan yang
buruk.
Mereka melihat namun masih kabur. Kemampuan penglihatan ini akan
bertambah
sepanjang waktu, tergantung pengalaman. Bayi yang kurang dari
dua bulan juga
masih buta warna. Pendengaran telah berkembang sebelum lahir dan
kesenangan
terhadap bunyi detak jantung ibu telah terbentuk.22
Untuk memperoleh perkembangan bayi yang optimal pada tahap
selanjutnya, bayi membutuhkan stimulus dari luar. Nabi muhammad
Saw.
Menunjukkan pentingnya sentuhan, ciuman, gendongan, pelukan
terhadap bayi
atau anak-anak dengan kata-kata manis. Awal dua tahun pertama
setelah kelahiran
bayi merupakan periode sensorimotorik. Pada tahap ini, bayi
belajar untuk
20
Ibid, h. 98 21
Ibid, h. 102 22
Ibid, h. 102
-
14
meningkatkan kemampuan penginderaan dan kemampuan motoriknya
yang
penting untuk melatih kemampuan berpikir kelak.23
Pada usia kanak-kanak, bermain merupakan hal yang penting.
Dengan
bermain mereka dapat mempelajari banyak hal. Melalui bermain
mereka melatih
kemampuan motorik mereka untuk menguasai berbagai keterampilan
fisik yang
dibutuhkan. Mereka dapat belajar memecahakan maslah yang mereka
hadapi
dalam permainan itu. Mereka juga belajar untuk bersosialisasi
dan memahami
aturan sosial yang ada melalui peremainan bersama dengan
teman-temannya.
Berbagai aspek emosi terlihat ketika bermain, seperti,
kegembiraan, kekecewaan,
kesabaran, ketahanan dalam berkompetisi. Dengan demikian,
bermain setidaknya
mendorong perkembangan berbagai aspek meliputi perkembangan
fisik,
intelektual, sosial dan emosional.24
Permainan dapat bersifat olahraga yang melatih kemampuan fisik.
Selain
lomba lari seperti yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw.
bersama Aisyah r.a.
jenis olahraga lain dapat juga dilakukan seperti berenang,
memanah dan berkuda.
Permainan sebaikknya dapat melatih berbagai otot sekaligus dan
melatih
kemampuan motorik kasar maupun motorik halus.
2) Perkembangan kognitif
Periode ini adalah tahap dimana kemampuan berpikir manusia
mengalami
peningkatan yang cukup signifikan, terutama pada awal masa
kelahirannya. Pada
tahap ini kemampuan berpikir manusia berkembang sampai
mencapai
kematangannya yang sejalan dengan pertumbuhan otak manusia
secara
23
Ibid, h. 103 24
Ibid, h. 106
-
15
psikologis. Periode ini merupakan periode untuk mengembangkan
kemampuan
struktur kognitif atau skema.
Skema adalah pola-pola pikiran atau pola-pola tindakan yang
biasa dikenal
sebagai strategi atau konsep. Kemampuan manusia untuk melakukan
operasi
berbagai konsep. Kemampuan manusia untuk melakukan operasi
berbagai konsep
inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dalam
al-quran
dijelaskan Allah mengajarkan Nabi adam berbagai konsep (nama),
yang
merupakan karakteristik khusus manusia.25
Sebagaimana dalam alquran QS. Al-
Baqarah ayat 31-33:
Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama
(benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat
lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu
mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha
suci
Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau
ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
mengetahui
lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam,
beritahukanlah
kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah
diberitahukannya
kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah
sudah
Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui
rahasia
langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang
kamu sembunyikan?"
Pengajaran nama-nama merupakan proses pengembangan konsep
atau
skema. Penelitian menunjukkan bahwa anak merupakan penjelajah
aktif yang
melakukan konstruksi terhadap berbagai jenis skema, yaitu mulai
dari perilaku, 25
Ibid, h. 135
-
16
simbolik sampai operasional. Skema perilaku adalah pola
terorganisasi dari
perilaku yang dipergunakan anak-anak untuk mewakili dan
menanggapi suatu
objek atau pengalaman secara langsung. Skema simbolik adalah
simbol internal
(citra atau kode verbal) yang memungkinkan seseorang menyajikan
aspek-aspek
dari pengalamannya. Skema operasional adalah pola aktivitas
mental internal
yang memungkinkan seseorang mengambil kesimpulan melalui proses
berpikir
logis.26
Dalam perkembangan kognitif, berpikir kritis merupakan hal yang
penting.
Ketika anak tertarik pada subjek tertentu, keterampilan berpikir
mereka menjadi
lebih kompleks. Di lain pihak, ketika anak mengalami kebingungan
terhadap
subjek tertentu, keterampilan berpikir menjadi lebih intensif.
Islam mengajarkan
bahwa berpikir kritis merupakan sesuatu yang penting.27
Perkembangan kognitif pada anak-anak terjadi melalui urutan
yang
berbeda. Tahapan ini membantu menerangkan cara anak berfikir,
menyimpan
informasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Jian
Pieget terdapat
empat tahapan perkembangan kognitif, yaitu: Tahap pertama
disebut periode
sensorik motorik (0-2 tahun). Pada tahap ini, bayi menggunakan
alat indra dan
kemampuan motorik untuk memahami dunia sekitarnya. Bayi
mengalami
perkembangan dari gerak refleks sederhana menuju beberapa langka
skematik
yang lebih terorganisasi.
Tahap kedua disebut juga periode praoperasional (sekitar 2-7
tahun). Anak
dapat membuat penyesuaian perseptual dan motorik terhadap objek
dan kejadian
26
Ibid, h. 136 27
Ibid, h. 136
-
17
yang direpresentasikan dalam bentuk simbol dalam meningkatkan
bentuk
organisasi dan logika. Tahap ketiga adalah periode konkret
opersional (sekitar 7-
11 tahun). Anak mendapatkan struktur logika tertentu yang
membuatnya dapat
melaksanakan berbagai macam operasi mental, yang merupakan
tindakan
terinternalisasi yang dapat dikeluarkan bila perlu.
Tahap keempat adalah periode formal operasional (sekitar 11-15
tahun).
Operasi mental diaplikasikan pada kalimat verbal atau logika,
yang tidak hanya
menjangkau kenyataan juga kemungkinan, tidak hanya menjangkau
masda kini
tetapi juga masa depan.28
3) Perkembangan emosi
Kekayaan ekspresi emosi manusia berkembang sesuai dengan tahap
usia
dan pengalaman seseorang. Untuk merumuskan teori tentang
perkembangan
emosi manusia dapat diteliti melalui ekspresi wajah dan prilaku
umum.
Bayi yang baru lahir umumnya menangis. Pada usia enam sampai
sepuluh
minggu, senyum sosial muncul, diikuti dengan tindakan yang
menunjukkan
kesenangan lain., seperti menggumam dan mengunyah. Senyum sosial
ini muncul
sebagai tanggapan dari senyum dan interaksi dengan orang dewasa.
Siklus ini
muncul sebagai pola timbal balik dimana bayi dan orang lain
mendapatkan
kesenangan dari interaksi sosial. Ketika bayi lebih menyadari
lingkungannya,
senyum muncul sebagai tanggapan dari berbagai konteks. Mereka
dapat
tersenyum ketika melihat mainan, menerima pujian karena
melakukan tugas yang
sulit dan lain-lain. Bayi mulai tertawa pada usia 3 atau 4
bulan, tergantung tingkat
28
Ibid, h. 138
-
18
perkembangan kognitif, karena tertawa terjadi ketika terhadap
hal-hal yang diluar
kebiasaannya, seperti dicium pada perut, permainan petak umpet,
dan lain-lain.
Tertawa juga meningkatkan perkembangan sosial, karena memancing
interaksi
sosial timbal balik.29
Ketika bayi lebih besar (7-12 bulan), bayi mulai mengeskpresikan
takut,
jijik dan marah karena kematangan kognitif yeng mereka miliki.
Kemarahan
diekspresikan dengan menangis, ia merupakan emosi yang sering
ditunjukkan
bayi.30
Pada usia 1-2 tahun, bayi mulai menunjukkan emosi sekunder
seperti
malu-malu dan kesombongan. Pada tahap ini bayi mulai belajar
bahasa yang
kemungkinannya lebih memahami alasan suatu emosi serta
mengekspresaikan
perasaannya secara verbal.31
Pada usia prasekolah (3-6 tahun), kapasitas anak untuk mengatur
perilaku
emosinya meningkat. Orang tua membantu anak pada usia ini untuk
menghadapi
emosi negatif dengan mengajarkan dan mencontohkan dengan
menggunakan
penalaran dan penjelasan verbal. 32
Anak pada usia 7-12 tahun menunjukkan keterampilan regulasi diri
dengan
variasi yang lebih luas. Kecanggihan dalam memahami dan
menunjukkan
tampilan emosi yang sesuai dengan aturan sosial meningkat pada
tahap ini. Anak
mulai mengetahui kapan harus mengontrol ekspresi emosi sebagai
juga mereka
menguasai keterampilan regulasi perilaku yang memungkinkan
mereka
29
Ibid, h. 167 30
Ibid, h. 168 31
Ibid, h. 168 32
Ibid, h. 168
-
19
menyembunyikan emosinya dengan cara yang sesuai dengan aturan
sosial. Anak
lebih sensitif terhadap isyarat lingkungan sosial yang keputusan
dalam
mengontrol emosi negatif.33
4) Perkembangan sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia harus berinteraksi dengan pihak
lain.
Interaksi sosial menjadi lebih harmonis jika manusia saling
mengenal
karakteristik orang lain. Kemampuan untuk memahami karakteristik
sosial
dikenal dengan kognisi sosial.
Menurut pakar perkembangan, kemampuan kognisi sosial anak
bergantung
pada perkembangan kognitif mereka. Anak berusia dibawah 7 atau 8
tahun
mampu menggambarkan teman atau kenalan mereka dengan gambaran
deskriftif
yang konkret seperti mereka menggambarkan diri mereka dan kurang
mampu
menggambarkan karakter kepribadian. Antara 7 sampai 16 tahun,
anak menjadi
lebih sedikit menbicarakan atribut konkret, namun lebih
menggambarkan
karakteristik psikologik teman atau kenalan mereka.
Anaka usia 6 8 tahun mulai memiliki kecenderungan untuk
membentuk
kesan terhadap orang lain dengan membandingkan perilaku orang
lain (behaviour
comparisons phase). Anak kemudian melihat adanya keteraturan
perilaku pada
usia sekitar 10 tahun, mereka mulai memiliki kecenderungan untuk
membentuk
impresi terhadap orang lain melalui asumsi awal (psychological
constructs phase).
Dengan berkembangnya kemampuan abstraksi, pada usia kira-kira
11
tahun anak mulai memiliki kecenderungan untuk membentuk impresi
terhadap
33
Ibid, h. 169.
-
20
orang lain dengan membandingkan individu pada dimensi
psikologikal abstrak
(psychological comparisons phase). Remaja pada usia 14 16 tahun,
tidak hanya
dapat melihat kesamaan dan ketidaksamaan disposisional kenalan
mereka., tetapi
mereka mulai melihat berbagai faktor situasional, seperti
penyakit, masalah
keluarga dan lain-lain, yang dapat membuat orang keluar dari
karakternya.34
5) Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa sudah dimulai dari awal kehidupan. Bayi
telah
dipersiapkan dengan baik dalam belajar bahasa. Selama tahap
pralinguistik,
mereka dengan mudah membedakan suara yang mirif percakapan dan
lebih
sensitif berbagai variasi bunyi bahasa dari pada orang dewasa.
Mereka sensitif
terhadap isyarat intonasi dari awal dan pada usia 7-10 bulan
dapat segmentasi dari
bunyi percakapan ke dalam frasa atau unit seperti kata.35
Bayi mulai mengeluarkan suara mendekut pada usia 2 bulan dan
mulai
mengoceh pada usia 4 sampai 6 bulan. Kemudian, dalam tahun
pertama bayi
dapat memasangkan intonasi dari ocehan mereka sesuai dengan
kualitas nada dari
bahasa yang mereka dengar dan dapat menghasilkan perbendaharaan
bahasa
sendiri untuk makna tertentu. Meskipun bayi yang belum berumur 1
tahun dapat
memahami sedikit makna kata, dan juga mungkin kata-kata, dan
juga mungkin
kata-kata singkat, mereka telah belajar bahwa orang bergiliran
dalam
mengucapkan suara dan memberikan isyarat yang dapat digunakan
dalam
berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Ketika bayi telah memahami
kata-kata
34
Ibid, h. 198 35
Ibid, h. 223
-
21
bahasa reseptif (receptive language) mereka lebih dahulu
berkembang daripada
bahasa produktif (productive language).36
Pada usia 2,5-5 tahun, bahasa anak lebih mirip dengan orang
dewasa.
Anak sudah mulai memproduksi bahasa yang lebih panjang dan
mulai
menambahkan bunyi gramatik pada kalimat mereka, meskipun
terkadang
menggunakan aturan gramatikal pada tempat yang tidak
seharusnya.37
Masa kanak-kanak sampai masa remaja merupakan periode untuk
memperhalus bahasa. Anak mempelajari pengecualian khusus dalam
aturan tata
bahasa dan mulai memahami struktur sintaktikal yang paling
majemuk.
Perbendaharaan bahasa menjadi lebih meningkat. Selain itu anak
juga
mengembangkan kemampuan untuk berfikir tentang bahasa dan
memberikan
komentar dengan sebutan yang merupakan prediktor yang baik
prestasi
membaca.38
6) Perkembangan moral
Dalam Islam, perilaku prososial dilakukan bukan untuk
mendapatkan
penghargaan manusia atau memperoleh kenikmatan duniawi.
Tujuan-tujuan untuk
mendapatkan penghargaan yang bersifat materialistik selain
mencapai keridhaan
Allah dapat digolongkan sebagai kemusyrikan. Segala sesuatu
dilakukan adalah
murni untuk Allah.
Indikator awal, moral pada anak seperti membagi mainan atau
menenangkan orang lain yang merasa tidak nyaman, telah muncul
pada masa bayi
36
Ibid, h. 224. 37
Ibid, h. 225 38
Ibid, h. 226
-
22
dan kanak-kanak. Seling berbagi, saling membantu dan bentuk
prilaku prososial
menjadi lebih umum pada usia prasekolah dan seterusnya.39
Empati adalah kontributor afektif yang pentik terhadap
altruisme. Empati
merupakan tanggapan manusia yang universal yang dapat diperkuat
atau ditekan
oleh pengaruh lingkungan. Bayi dan anak-anak telah dapat
mengenali dan
bereaksi terhadap perasaan tidak nyaman dari seseorang. Beberapa
anak kecil juga
memperlihatkan reaksi tertekan ketika menyaksikan penderitaan
dan kesakitan
orang lain.40
Islam melihat perbedaan usia menentukan bagaimana pemikiran
moral
seseorang. Orang yang lebih muda dipandang lebih tinggi daripada
orang yang
lebih tua. Semntara orang yang lebih muda melakukan kesalahan,
maka lebih
dapat diterima daripada orang yang lebih tua yang melakukan
kesalahan tersebut.
Kematangan perkembangan intelektual dan pengalaman seseorang,
pemahaman
terhadap moralitas semakin lebih berkembang.41
Pada fase ini, hingga berusia 5-6 tahun anak dididik budi
pekerti, terutama
yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter sebagai berikut:
a) Jujur, tidak berbohong
b) Mengenal mana yang benar dan mana yang salah
c) Mengenal mana yang baik, mana yang buruk
39
Ibid, h. 264. 40
Ibid, h. 265. 41
Ibid h. 272.
-
23
d) Mengenal mana yang diperintah (yang dibolehkan) dan mana
yang
dilarang (yang tidak boleh dilakukan).42
7) Perkembangan spiritual
Manusia diciptakan dari dua substansi yaitu substansi jasad atau
materi,
yang bahan dasarnya adalah materi yang merupakan bagian dari
alam semesta
ciptaan Allah Swt dan dalam pertumbuhan dan perkembangannya
tunduk dan
mengikuti aturan Allah Swt yang berlaku di alam, dan substansi
immateri atau ruh
yaitu penghembusan atau penipuan ruh ciptaan Allah Swt ke dalam
diri manusia
sehingga manusia merupakan benda organik yang mempunyai
hakekat
kemanusiaan serta mempunyai berbagai alat potensial atau
fitrah.43
Dari kedua
substansi yang terdapat dalam diri manusia tersebut yang paling
esensial adalah
substansi immateri.
Dalam diri manusia terdapat beberapa macam potensi yang
dapat
dikembangkan, salah satu diantaranya adalah potensi beragama,
yang mendorong
manusia untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh pada Tuhan yang
menguasai dan
mengatur segala aspek kehidupan manusia, potensi beragama ini
merupakan
sentral yang mengarahkan dan mengontrol perkembangan
potensi-potensi yang
lainnya.44
Muhaimin, mengemukakan bahwa pemahaman tentang fitrah
beragama
tersebut di atas dalam agama Islam ditegaskan bahwa manusia
memiliki fitrah
didasarkan pada firman Allah swt Q.S. Ar-Ruum ayat: 30
42
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Perdaban
Bangsa,
(Surakarta: UNS Press, 2010), h. 32-36 43
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal.
12 44
Ibid., hal. 18
-
24
Artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah,
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama
lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Perkembangan rasa agama pada anak usia awal memiliki
karakteristik
tersendiri, Elizabeth B. Hurlock menyebutkan bahwa pada usia 7
atau 9 bulan
anak berusaha menirukan suara pembicaraan dan menirukan
perbuatan dengan
isyarat yang sederhana.45
Jalaluddin mengungkapkan bahwa anak telah melihat dan mengikuti
apa
yang dikerjakan orang dewasa dan orang tua tentang sesuatu yang
berhubungan
dengan agama, orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai
dengan
prinsip eksplorasi yang dimiliki.46
James W. Fowler mengembangkan teori tentang tahap
perkembangan
dalam keyakinan seseorang sepanjang rentang kehidupan manusia.
Menurut
Fowler, keprcayaan merupakan orientasi holistik yang menunjukkan
hubungan
antara individu dengan alam semesta.47
Teori perkembangan spiritual Fowler terbagi atas enam tahap,
yang
meliputi kepercayaan intuitif-proyektif (intuitive-projective),
mithikal-literal
(mythical-literal), sintetik konvensional
(synthetic-conventional), individuatif-
45
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Terjemahan Med.
Meitasari Tjandrasa,
Muslichah Zarkasih, (Jakarta: Erlangga, 1978), h. 259 46
Jalaluddin, Psikologi Agama,, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004). 70 47
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan.., h. 298.
-
25
reflektif (individuative-reflective), konjungtif (conjunctive)
dan universal
(universalizing). Pada tahap pertama,kepercayaan
intuitif-proyektif (usia 3-7
tahun), masih terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi
dari
ketidaksadarn. Anak masih belajar untuk membedakan khayalannya
dengan
realitas yang sesungguhnya. Pada tahap kedua kepercayaan
mythikal-literal (usia
sekolah), seseorang telah mulai mengembangkan keimanan yang kuat
dalam
kepercayaannya. Anak juga sudah mengalami prinsip saling
ketegantungan dalam
alam semesta, namun ia masih melihat kekuatan kosmik dalam
bentuk seperti
yang terdapat pada manusia (anthropomorphic). Pada tahap ketiga,
kepercayaan
sintetik-konvensional (usia remaja), seseorang mengembangkan
karakter
keimanan terhadap kepercayaan yang dimilikimya. Ia mempelajari
sistem
kepercayaannya dari oarang lain disekitarnya,namun masih
terbatas pada sistem
kepercayaan yang sama. Tahap keempat, kepercayaan
individuatif-reflektif (usia
dua puluhan sampai awal empat puluhan), merupakan tahap
percobaan dan
pergolakan, dimana individu mulai mengembangkan tanggung jawab
pribadi
terhadap kepercayaan dan perasaannya. Individu memperluas
pandangannya
untuk mencapai jalan dalam kehidupannya. Pada tahap kelima,
kepercayaan
konjungtif, seseorang mulai mengenali berbagai pertentangan yang
terdapat dalam
realitas kepercayaannya. Terjadi transendensi terhadap kenyataan
dibalik simbol-
simbol yang diwariskan oleh sistem. Pada tahap keenam,
kepercayaan universal,
terjadi sesuatu yang disebut pencerahan. Manusia mengalami
transendensi pada
tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai hasil dari
pemahamannya terhadap
lingkungan yang konfliktual dan penuh paradoksal. Menurut
Fowler, kebanyakan
-
26
manusia berhenti pada tahap 4, dan kebanyakan tidak pernah
mencapai tahap 5
dan 6.48
Atas dasar itu, tentunya diperlukan pengembangan ajaran-ajaran
normatif
agama melalui institusi sekolah, baik yang berkaitan dengan
aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Dalam hal ini Nabi SAW, artinya:
Perintahlah
anak-anak kalian melakukan shalat ketika ia berusia tujuh tahun,
dan pukullah ia
jika meninggalkannya apabila berusia sepuluh tahun, dan pisahkan
ranjangnya.
(HR. Ahmad Dawud dan Al-Hakim dari Abd Allah ibn Amar).
Hadits di atas mengisyaratkan bahwa usia tujuh tahun merupakan
usia
mulai berkembangnya kesadaran akan perbuatan baik dan buruk,
benar dan salah,
sehingga Nabi SAW, memerintahkan kepada orang tua untuk mendidik
shalat
kepada anak-anaknya. Ketika usia sepuluh tahun, tingkat
kesadaran anak akan
perbuatan baik dan buruk, benar dan salah mendekati sempurna,
sehingga Nabi
SAW, memerintahkan kepada orang tua untuk memukul anaknya
yang
meninggalkan shalat. Makna "memukul" di sini tidak berarti
bersifat fisik, seperti
memukul kepala atau anggota tubuh lainnya, melainkan bersifat
psikis, seperti
menggugah kesadaran, memarahi atau memperingati.
b. Masa Balig
Masa balig adalah masa dimana usia anak telah sampai dewasa.
Usia ini
anak telah mengalami kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia
diberi tanggung
jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial.49
Menurut al-Taftazani,
fase ini dianggap sebagai fase yang mana individu mampu
bertindak menjalankan
48
Ibid, h. 298 49
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada,
2006). h. 403.
-
27
hukum, baik yang bekaitan dengan perintah maupun larangan.
Seluruh perilaku
mukallaf harus dipertanggungjawabkan, karena hal itu akan
berimbas pada pahala
dan dosa.50
Masa balig berlangsung dari saat individu menjadi matang secara
seksual
sampai usia delapan belas tahun, usia kematangan awal masa
remaja berlangsung
sampai tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja berlangsung
sampai usia
kematangan yang resmi.51
Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam rentang
kehidupan
manusia, karena fase ini merupakan awal aktualisasi diri dalam
memenuhi
perjalanan yang pernah diucapkan di alam prakehidupan dunia.
Menurut Ikhwan
al-Shafa, fase ini disebut dengan fase alam al-ardh al tsani
(alam pertunjukan
kedua), dimana manusia dituntut untuk mengaktualisasikan
perjanjian yang
pernah disepakati pada alam al-ardh al al-awal (alam pertunjukan
awal), yakni
di alam arwah.52
Sedangkan Al-Ghazali menyebutnya dengan fase aqil, fase
dimana tingkat perkembangan intelektual seseorang dalam kondisi
puncaknya,
sehingga ia mampu membedakan perilaku yang benar dan salah, baik
atau
buruk.53
Kondisi aqil menjadi salah satu syarat wajib bagi seseorang
untuk
menerima suatu beban agama, sementara kondisi gila (junun)
menjadi penghalang
bagi penerimaan kewajiban agama.
50
Saad al-Din Masud ibnu Umar al-Taftazani, Syarh al-talwiahala
al-Tawdhih, (Makkah: Dar al Baz, tt.), h. 142. Dikutip Abdul Mujib,
Kepribadian dalam Psikologi Islam,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 403. 51
Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi., h. 41. 52
Abdul Mujib. Kepribadian, h. 403 53
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan menurut al-Ghazali, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996),
h. 69.
-
28
Secara psikologis, fase ini ditandai dengan kemampuan seseorang
dalam
memahami suatu beban taklif, baik menyangkut dasar-dasar
kewajiban, jenis-jenis
kewajiban, dan prosedur atau cara pelaksanaannya. Kemampuan
memahami
menunjukkan adanya kematangan akal pikiran yang mana hal ini
menandakan
kesadaran seseorang dalam berperilaku, sehingga ia pantas diberi
taklif.54
Fase ini
juga ditandai dengan adanya dua hal, yaitu :
1. Pemahaman, dicapai dengan adanya pendayagunaan akal, karena
dengan akal
seseorang memiliki kesadaran penuh dalam bertindak. Individu
yang tidak
memiliki pemahaman yang cukup maka ia tidak terkena beban
taklif, seperti
anak kecil, orang gila, orang lupa, orang terpaksa, orang tidur
dan pingsan dan
orang yang tersalah.
2. Kecakapan, (al-ahliyyah), yaitu dipandang cakap
melaksanakanhukum,
sehingga perbuatan apa saja yang dilakukan dapat
dipertanggungjawabkan dan
memiliki implikasi hukum.55
Kecakapan terbagi atas dua macam, yaitu :
a. Kecakapan melaksanakan (ahliyyah ada), yaitu kecakapan
bertindak
hukum yang telah dianggap sempurna untuk
mempertanggungjawabkan
seluruh perbuatannya, baik positif maupun negatif. Kecakapan
ini
disyaratkan aqil (berakal), baligh (sampai umur), dan cerdas
dalam
memahami titah Tuhan.
b. Kecakapan kewajiban (ahliyyah wujub), yaitu kecakapan untuk
menerima
kewajiban-kewajiban hukum dan hak-haknya.
54
Abdul Mujib, Kepribadian ., h. 404 55
Ibid, h. 404
-
29
Kewajiban penerimaan taklif bagi fase ini menjadi hilang apabila
terjadi
dua halangan, yaitu (1) Halangan langit (al-waridh
al-samawiyyah), yang mana
halangan itu langsung dari Allah Swt. Seperti gila, dungu,
perbudakan, sakit yang
menyebabkan kematian. (2) Halangan yang diusahakan (al-waridh
al-
muktasabah), yaitu halangan akibat perbuatan manusia sendiri
seperti mabuk,
terpaksa bersalah, dan bodoh. Hilangnya kewajiban karena
individu tidak
memiliki kesadaran penuh dalam bertindak.56
Masa baliq atau remaja berlangsung dari saat individu menjadi
matang
secara seksual sampai usia delapan belas tahun, usia kematangan
awal masa
remaja berlangsung sampai tuh belas tahun, dan akhir masa remaja
berlangsung
smapai usia kematangan yang resmi.57
Perubahan sosial yang terpenting pada masa ini meliputi
meningkatnya
pengaruh kelompok sebyam pola perilaku sisioal yang lebih
matang,
pengelompokan sosial baru dan ni8lai-nilai baru dalam pemilihan
teman dan
pemimpin, dan dalam dukungan sosial.
Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri
dari
menganti koinsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral
tentang
benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral
berdasarkan pada
prinsip-prinsip moral individu dan mengendalikan perilaku
perkembangan hati
nurani.
Pada masa ini banyak sekali peristilahan yang digunakan orang
untuk
mencirikan usia secara khusus dari sudut pandang mereka yang
berbeda-beda.
56
Ibid, h. 405 57
Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi., h. 41.
-
30
Ada yang meyebutnya usia reproduktif, karena pada usia ini
terjadi perkembangan
alat-alat reproduksi. Ada yang menyebutnya dengan problem age,
karena di usia
ini banyak terjadi masalah, yang psikologi Islam disebut usia
diberlakukan hukum
takhlifi karena pada usia ini anak telah dibebani kewajiban
menjalankan hukum-
hukum syariat Islam.58
Masa balig atau remaja berlangsung dari saat individu menjadi
matang
secara seksual sampai usia seorang anak sudah mampu menggunakan
pikiran dan
dapat memahami sesuatu di luar dirinya. Erikson menggunakan
istilah Latensy,
yaitu fase dimana seorang anak manusia sudah dianggap memiliki
kemampuan
yang membedakan dirinya dengan mahluk lain. Sementara itu,
Piaget
menggunakannya dalam pembahasan tentang kognitif berada pada
fase
operasional konkret (trial and error) dan operasional formal
(problem solving).
Manusia pada fase ini sudah dapat befikir konkret, berhipotesis
dan menganalisis.
Artinya pada masa ini manusia memiliki peluang yang amat penting
untuk
mengasah diri dan mengembangkan petensi diri.59
Dengan demikian, fase ini di mana anak telah sampai dewasa. Usia
ini
anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia
diberi beban
tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan
sosial. Seperti dalam
firman Allah:
58
Ibid., 134 59
Ibid., h. 135.
-
31
Artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk
kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas
(pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya.
Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan
dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum
mereka
dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka
hendaklah
ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
barangsiapa
yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang
patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi
mereka.
Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (Q.S.
An-
nisaa:6)
Adapun perkembangan pada masa balig terdiri dari:
1. Perkembangan Fisik
Pada masa puberitas dianggap sebagai periode sensitif yang
memiliki
pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan individu. Periode ini
menandai
perpindahan dari tahap ana-anak menjadi dewasa. Batas usia masa
puberitas adal
15 tahun, namun pada saat ini usia puberitas terlihat lebih
cepat. Perubahan fisik
yang terjadi pada masa puberitas merupakan pengaruh antara
faktor genetik dan
lingkungan. Berbagai faktor seperti nutrisi, sikap sosial,
ukuran keluarga dan
olahaaraga dapat mempengaruhi proses puberitas.60
Kata puberitas berasaal dari bahasa latin pubescere artinya
menjadi
berbulu. Nabi muhammad Saw. Menggunakan konsep ini untuk
membedakn
anak-anak dengan orang dewasa, masa ini disebut juga masa
balig.
60
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan, h. 109
-
32
Usia puberitas digambarkan dalam al-Quran sebagai usia yang
mencukupi
untuk menikah. Usia puberitas sebagai usia dimana individu telah
memiliki
kematangan pada alat reproduksi seksual yang dimilikinya. Hal
ini juga menandai
mulainya kematangan aspek lainnya.61
Pada masa puberitas terjadi percepatan perkembangan yang
mencolok
(adolescent growth spurt) yang membuat seseorang dianggap
berpindah dari masa
kanak-kanak menjadi masa kematangan fisik. Jika perempuan
mengalami
menstruasi pertama (menarche), maka laki-laki mengalami hal yang
disebut
spermache. Pada menstruasi, perempuan mengeluarkan darah dari
klitorisnya,
yang menunjukkan alat reproduksinya telah matang untuk dibuahi.
Spermache
merupakan ejakulasi yang pertama yang dapat terjadi karena mimpi
basah
(ihtilam) atau masturbasi. Tidak seperti menerche, permulaan
terjadinya
spermache masih sulit ditentukan. Namun, spermache yang terjadi
sebelum
puncak percepatan pertumbuhan tinggi badan (peak growth spurt),
ketika karakter
seksual sekunder tumbuh pada tahap awal perkembangan. Sebelum
masa pubertas
yang ditandai dengan munculnya karakter sekunder seksual.62
Pertumbuhan biologis pada masa pubertas merupakan komponen
universal
yang tidak hanya memiliki implikasi biologis, namun juga
perkembangan kognitif
dan sosial. Perubahan biologis dapat memiliki dampak langsung
dan tidak
langsung bagi perkembangan remaja. Misalnya percepatan
perkembangan yang
cepat dapat membawa perubahan bagaimana remaja dipandang dan
diperlakukan
oleh orang tuanya atau teman sebayanya, seperti juga bagaiman
remaja memandan
61
Ibid, h. 110 62
Ibid, h. 111
-
33
dirinya sendiri. Perumbuhan pubertas dapat membawa remaja pada
peran sosial
yang baru, seperi pasangan romantik,. Pentingnya perubahan ini
juga terlihat dari
adanya ritual untuk menyambut kedewasaan pada suku
tertentu.63
Perempuan bereaksi terhadap perubahan tubuhnya dengan berharap
bahwa
mereka dapat tampil menarik dan khwatir terhadap perubahan berat
badan yang
terjadi. Ketakutan yang terjadi dapat menimbulkan anorexia
nervosa atau bulimia.
Anorexia nervosa adalah rasa ketakutan yang berlebihan yang
menghilangkan
selera makan. Sementara mereka yang mengalami bulimia dapat
mengonsumsi
makanan dengan normal, kemudian memuntahkan makanan yang telah
mereka
makan. Kedua penyakit ini dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya.
Mulai dari kekurangan gizi, sampai depresi berat.64
2. Perkembangan kognitif
Kematangan intelektual seseorang dinyatakan berkembang
bersamaan
dengan kematangan organ seksual. Remaja mengalami benyak
perubahan ketika
mereka mengalami transisi dari masa klanak menuju masa dewasa.
Selain terjadi
perubahan fisik dan sosial, terjadi juga berbagai perubahgan
dalam cara berfikir
dan pengolahan informasi. Anak-anak dan orang dewasa mengalami
perbedaan
cara berfikir dalam subjek yang berbeda-beda sedangkan orang
dewasa berfikir
dan memberikan tanggapan yang lebih kompleks dibanding
anak-anak.65
Pada saat remaja mereka juga mengalami individuasi, dimana
mereka
mengembangkan identitas diri mereka dan membentuk pendapat
sendiri yang
63
Ibid, h. 111 64
Ibid, h. 112 65
Ibid, h. 139
-
34
mungkin berbeda dengan orang tuanya. Mereka mengalami
deidealisasi terhadap
orang tua, remaja mulai menyadari bahwa oreang tua mereka tidak
selalu benar.66
Al-Quran memberikan contoh bagaimana bentuk kebingungan yang
terbentuk dalam berbagai pernyataan yang membuat berpikir
menjadi intensif,
sebagaimana firman Allah swt;
Artinya: Apakah yang terjadi padamu? bagaimana (caranya)
kamu
menetapkan. Maka apakah kamu tidak memikirkan? Atau apakah
kamu
mempunyai bukti yang nyata?(QS Al Shafaat: 154-156)
3. Perkembangan emosi
Pada masa remaja (12-18 tahun) mulai menjadi lebih canggih
dalam
mengatur emosi mereka. Mereka memiliki banyak perbendaharaan
untuk
mendiskusikan, dan memengaruhi keadaan emosi diri mereka sendiri
dari orang
lain. Remaja lebih dapat menerjemahkan situasi sosial sebagai
bagian dari proses
tampilan emosi. Remaja mengembangkan skema tentang berbagai
variasi orang
tertentu dalam menunjukkan tampilan emosinya, dan mengatur
tampilan emosi
mereka berdasarkan skema tersebut. Pada awalnya remaja mulai
mencoba
melepas ikatan emosional mereka dengan orang tua dan lebih
banyak
mengembangkan persahabatan dengan teman sebayanya. Remaja,
terutama laki-
laki, lebih banyak menyembunyikan emosi mereka kepada orang
tuanya
dibandingkan anak yang lebih muda, karena mereka mengharapkan
untuk tidak
terlalu banyak mendapatkan dukungan emosional dari orang tuanya.
Remaja
menjadi sangat memerhatikan dampak ekspresi emosi dalam
interaksi sosial
66
Ibid, h. 139
-
35
mereka dan berusaha untuk mendapatkan persetujuan teman
sebayanya. Jenis
kelamin memainkan peran penting dalam menunjukkan tampilan
emosi, laki-laki
lebih berusaha menyembunyikan rasa takut dibandingkan
perempuan.67
Dalam hal ini remaja sudah mulai bisa mengatur emosinya. Islam
juga
mengajarkan agar manusia bisa mengatur emosinya agar manusia
tidak berlebih-
lebihan dalam meluapkan emosinya. Firman Allah Swt.
Artinya: (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah
tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS.
al-
Hadid; 23)
4. Perkembangan sosial
Pada fase remaja atau balig, mereka mulai memasuki tahap
pengambilan
peran sosial. Remaja mampu memahami perspektif orang lain dan
melakukan
perbandingan berbagai perspektif dengan sistem sosial yang
berlaku. Dengan kata
lain remaja mengharapkan orang lain memikirkan perspektif umum
yang berlaku
dalam kelompok sosial mereka.68
Dalam konteks ini, remaja sudah mulai bersosialisasi dengan
kelompok
sosial lainnya. Firman Allah Swt:
67
Ibid, h. 170 68
Ibid, h. 200
-
36
Artinya; Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha
Mengenal. (QS. Al-hujurat: 13)
5. Perkembangan bahasa
Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan
kreatif.
Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang
agak panjang
akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya
dengan kata yang
lebih pendek seperti permainan diganti degan mainan, pekerjaan
diganti dengan
kerjaan.
Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat
tunggal.
Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan
kalimat
menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai
kalimat-kalimat yang tidak
lengkap. Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan
makna
menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan
penutur asli
bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Kita
bisa mendengar
bagaimana bahasa remaja ini dibuat begitu singkat tetapi sangat
komunikatif.
Mengacu kepada tahapan perkembangan bahasa yang telah
dipaparkan
terdahulu, sesuai dengan tingkatan usia kronologis yang telah
dicapai,
karakteristik perkembangan bahasa remaja telah mencapai tahap
kompetensi
lengkap. Pada usia ini, individu diharapkan telah mempelajari
semua sarana
bahasa dan keterampilan-keterampilan performansi untuk memahami
dan
menghasilkan bahasa tertentu dengan baik.
-
37
Sejalan perkembangan psikis remaja yang berada pada fase
pencarian jati
diri, ada tahapan kemampuan berbahasa pada remaja yang berbeda
dari tahap-
tahap sebelum atau sesudahnya yang kadang-kadang menyimpang dari
norma
umum seperti munculnya istilah-istilah khusus di kalangan
remaja. Karakteristik
psikologis khas remaja seringkali mendorong remaja membangun dan
memiliki
bahasa relatif berbeda dan bahkan khas untuk kalangan remaja
sendiri, sampai-
sampai tidak jarang orang di luar kalangan remaja kesulitan
memahaminya.
Dalam perkembangan masyarakat modern sekarang ini, di kota-kota
besar bahkan
berkembang pesat bahasa khas remaja yang sering dikenal dengan
bahasa gaul.
Bahkan karena pesatnya perkembangan bahasa gaul ini dan untuk
membantu
kalangan diuluat remaja memahami bahasa mereka, Debby Sahertian
(2000) telah
menyusun dan menertibkan sebuah kamus khas remaja yang disebut
dengan
Kamus Bahasa Gaul.
6. Perkembangan moral
Individu yang berada pada tahap ini melakukn penalaran
berdasarkan
pandangan dan pengharapan kelompok sosial mereka. Aturan dan
norma sosial
dipatuhi untuk mendapatkan persetujuan orang lain atau
memelihara aturan sosial.
Penghargaan dan penolakan sosial mengganti hadiah atau hukuman
yang konkrit
sebagai motivator perilaku etik.
Tahap perkembangan moral remaja juga termasuk pada tingkat
moralitas
konvensional. Adapun ciri-ciri tahap perkembangan moral remaja
adalah orientasi
anak baik-baik dan orientasi pemeliharaan otoritas. Contoh
perilakunya adalah
-
38
anak mematuhi aturan untuk menghindari ketidaksetujuan sosial
atau penolakan.
Contoh lainnya anak ingin menghindari kritikan orang lain atau
pihak otoritas.69
Banyak ayat-ayat al-Quran yang diperuntukkan bagi para pelanggar
moral.
Contoh ayat-ayat tersebut merupakan contoh dari ayat yang
menggambarkan
hukuman fisik karena melakukan kesalahan. QS. Al-Syura ayat
40:
Artinya: dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
serupa,
Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya
atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang
yang
zalim.
Pada tahap ini perspektif yang berbeda-beda mulai
diperhitungkan.
Dendam pribadi tidak dikehendaki dan memaafkan lebih baik
daripada membalas
dendam. Hukuman dilakukan untuk menghalangi terjadinya perbuatan
buruk.
7. Perkembangan spiritual (Agama)
Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai
arti
yang khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang
tidak jelas
dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Secara jelas masa
anak dapat
dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Anak masih harus banyak
belajar
untuk dapat memperoleh tempat dalam masyarakat sebagai warga
negara yang
bertanggung jawab dan bahagia.
Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia
tidak
termasuk golongan anak-anak, tetapi ia tidak pula termasuk
golongan orang
69
Ibid, h. 275
-
39
dewasa atau orang tua. Remaja ada di antara anak dan orang
dewasa. Remaja
masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun
psikisnya.70
Setelah mengetahui faktor-faktor dan unsur-unsur yang
mempengaruhi
sikap remaja terhadap agama, maka dapatlah kita bagi sikap
tersebut sebagai
berikut:
a) Percaya turut-turutan;
Kebanyakan remaja percaya kepada Tuhan dan menjalankan ajaran
agama
hanya karena lingkungannya yang beragama, maka mereka ikut
percaya
dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar
dengan
suasana lingkungan di mana ia hidup. Percaya seperti inilah yang
disebut
dengan percaya turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tidak
ada
perhatian untuk meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam
kegiatan-
kegiatan agama.
b) Percaya dengan kesadaran;
Telah dijelaskan bahwa masa remaja adalah masa di mana perubahan
dan
kegoncangan terjadi di segala bidang, yang dimulai dengan
perubahan
jasmani yang sangat cepat, jauh dari kesinambungan dan
keserasian.
Setelah kegoncangan remaja pertama ini agak reda, yaitu pada
umur kira-
kira 16 tahun di mana pertumbuhan jasmani hampir selesai,
kecerdasan
juga sudah dapat berfikir lebih matang dan pengetahuan pun
telah
bertambah. Kesadaran agama atau semangat agama pada masa remaja
itu,
mulai dengan cenderungnya remaja kepada meninjau dan meneliti
kembali
70
F. J. Monks, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press;
1999), h. 259
-
40
caranya beragama di masa kecil dulu. Biasanya semangat agama itu
tidak
terjadi sebelum umur 17 atau 18 athun, semangat agama itu
mempunyai 2
bentuk, yaitu:
c) Percaya, tapi agak ragu-ragu (bimbang);
Kebimbangan remaja terhadap agama itu berbeda antara satu
dengan
lainnya, sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada
yang
mengalami kebimbangan ringan, yang dengan cepat dapat diatasi
dan ada
yang sangat berat sampai pada perubahan agama. Kebimbangan
dan
kegoncangan keyakinan yang terjadi sesudah perkembangan
kecerdasan
selesai.
d) Tidak percaya sama sekali, atau cenderung kepada atheis
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa
remaja
adalah mengingkari ujud Tuhan sama sekali dan menggantinya
dengan
keyakinan lain. Atau hanya tidak mempercayai adanya Tuhan saja
secara
mutlak. Ketidak percayaan yang sungguh-sungguh itu tidak
terjadi
sebelum umur 20 tahun. 71
Banyak cara dalam mendidik remaja, namun berhasil tidaknya
sangat
dipengaruhi oleh pemilihan metodenya. Perkembangan jiwa agama
yang benar
pada remaja menjadikan remaja tersebut siap menghadapi masa
depannya dengan
penuh iman, sedangkan perkembangan jiwa agama yang salah akan
berakibat fatal
bagi dirinya dan bahkan orang lain.
Di dalam Al-qur-an terdapat dalam firman Allah Swt surah
An-Nahl:125:
71
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta, Bulan Bintang;1970),
h. 91
-
41
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang
yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-Nahl : 125)
c. Masa Dewasa
Menurut Syathi seorang ahli Psikologi, dewasa adalah periode
perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau
awal usia dua
puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga puluhan tahun.
Ini adalah masa
pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan
karir, dan
bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan
seseorang
secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak-anak.72
Perkembangan pada masa dewasa terdiri dari:
1. Perkembangan Fisik
Periode ini adalah tahap dimana pertambahan dalam pertumbuhan
dan
perkembangan sudah sulit diamati. Pada fase ini dianggap sebagai
tahap dimana
kemampuan fisik dan intelektual mencapai kematangan. Periode ini
merupakan
tahap puncak dari kondisi fisik, sehingga seseorang berada dalam
kondisi yang
sangat mendukung bagi segala usaha untuk memenuhi tantangan
dalam mencapai
kekuasaan dan prestasi terbaik.73
72Bintusy Syathi, Maqal fi al-Insan (Tahapan Perkembangan
Manusia), terj. Adib Arief,
Yogyakarta : LKPSM, 1997, h. 102 73
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan, h. 113
-
42
.
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah,
kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi
kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali)
dan
beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah
Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.(ar-Rum ayat : 54)
2. Perkembangan kognitif
Penalaran orang dewasa semakin berkembang, karena mereka
lebih
berpengalaman dan banyak belajar. Mereka dapat berfikir tentang
sesuatu melalui
proses berfikir logis dan abstraksi yang lebih kaya. Dengan
meningkatnya usia,
seseorang menjadi lebih memahami berbagai konsep abstak, seperti
keadilan,
kebenaran dan hak asasi. Mereka juga telah menimba pengalaman
dari berbagai
konflik yang terjadi sebelumnya karena terjadi individualisasi
selama masa
transisi dari anak-anak menuju masa dewasa.74
Artinya; Dan setelah Musa cukup umur dan Sempurna akalnya,
kami
berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. dan
Demikianlah
kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S.
Al-
Qashash: 14)
Pada usia 40 tahun, manusia memasuki usia dengan kematangan
pemikiran
yang lebih baik. Pengalaman mereka lalaui semakin banyak,
sehingga dengan
banyaknya belajar mereka lebih memiliki kebijaksanaan. Mereka
juga mulai
74
Ibid, h. 140
-
43
menyadari bahwa usia mereka telah melewati pertengahan rentang
kehidupan,
sehingga mereka lebih banyak melakukan evaluasi terhadap diri
mereka.75
3. Perkembangan emosi
Pada fase dewasa awal memiliki kerbutuhan untuk merasakan
keintiman
dan melakukan hubungan seksual. Mereka berusah menghindari
parasaan
terasing, yang sebagai hasilnya mereka berjuanag untuk
mendapatklan cinta dan
penghargaan. Pada usia ini, mereka belajar untuk mandiri dari
segi penghasilan
dan lebih bertanggung jawab terhadap tugas-tugas dewasa. Pada
masa ini dapat
terjadi sesuatu yang disebut krisis seperempat usia (quarter
life crisis).
Karakteristik krisis pada masa ini adalah kebingunagn identitas,
kegelisahan
terhadap masa depan dan ketidakamanan prestasi.76
Setelah mencapai awal 30-an, merupakan umumnya menjadi lebih
tenang.
Mereka yang telah berhasil mengatasi krisis sebelummnya, mereka
telah memiliki
investasi keuangan dan emosi untuk hidup mereka. Mereka lebih
memfokuskan
diri untuk meningkatkan karier dan meraih kesetabilan dalam
kehidupan mereka.
Umumnya mereka telah membentuk keluarga.77
Pada usia 40an tahun, mereka telah melewati masa-masa dimana
mereka
brusaha untuk meraih prestasi hidup. Mereka mulai mengalami
keadaan emosi,
mereka marasakan keraguan dan kecemasan terhadap kenyataan hidup
yang telah
dilewati. Individu melakukan refleksi terhadap kehidupan mereka
dan sering kali
merasakan banyak hal yang belum dapat terpenuhi. Kondisi ini
juga disebut
75
Ibid, h. 141 76
Ibid, h. 171 77
Ibid, h. 171
-
44
sebagai awal dari proses individualisasi, proses aktiualisasi
diri yang terus
berlangsung sampai kematian.78
4. Perkembangan sosial
Al-Quran mengajarkan manusia untuk mengetahui atau mengenali
orang
atau kelompok sosial lainnya. Masyarakat tersusun dengan susunan
yang
majemuk. Setiap anggota masyarakat memiliki fungsi masing-masing
yang harus
dijalankan demi tercapainya dinamika sosial yang harmonis.
Perkembangan sosial pada fase dewasa di indikasikan pada
adanya
pertemanan dan persahabatan, seks dan kerjasama. Pada fase ini
individu
mencoba mencari identitas dirinya, merasakan keunikan
masing-masing dan
mencari bayangan masa depan.79
Kebutuhan sosial manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang
dari
luar (stimulus) seperti layaknya pada binatang. Karena bentuk
kebutuhan pada
manusia berbentuk nilai. Jadi kebutuhan itu bukan sekedar
semata-mata
kebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohani.
Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya Peranan Agama
dalam
Kesehatan Mental membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan
pokok, yaitu:
a) Kebutuhan Primer, yaitu kebutahan jasmaniah
b) Kebutuhan Sekunder atau kebutuhan rohaniah: Jiwa dan sosial.
Kebutuhan
ini sudah dirasakan manusia sejak masih kecil80
Selanjutnya beliau membagi kebutuhan sekunder yang pokok menjadi
6
macam, yaitu:
78
Ibid, h. 172 79
Ibid, h. 196 80
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1997), h. 86
-
45
1) Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada
anak-anak
akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang
tuanya.
2) Kebutuhan akan rasa aman
Tidak adanya rasa aman menyebabkan seseorang terganggu sikap
integritas dirinya dengan masyarakat dan lingkungannya.
3) Kebutuhan akan rasa harga diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang bersifat individual.
Diabaikannya kebutuhan akan rasa harga diri ini cenderung
menimbulkan sikap
menyombongkan diri, ngambek, dan sebagainya.
4) Kebutuhan akan rasa bebas
Penyakuran rasa bebas ini merupakan upaya agar tercapai perasaan
lega.
Kehilangan rasa bebas akan menyebabkan seseorang menjadi
gelisah, tertekan
baik fisik maupun mental.
5) Kebutuhan akan rasa sukses
Penyaluran kebutuhan ini akan menambah rasa harga diri.
Pemberian tugas
yang sesuai dengan kemampuan dan pengganjaran batin
(remneration) merupakan
usaha untuk menyalurkan rasa sukses.
6) Kebutuhan akan rasa ingin tahu
Kebutuhan akan rasa ingin tahu akan memenuhi kepuasan dalam
pembinaan pribadi seseorang. Kebutuhan ini jika tidak disalurkan
akan terarah
kepada tindakan-tindakan negatif yang kurang dapat
dipertanggungjawabkan81
81
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1997), hal. 87.
-
46
Pada masa ini juga tahapan sosial yang dilakukan adalah:
a) Berumah tangga
Rasulullah Saw Berdabda: Wahai golongan pemuda, barang siapa
diantara kamu yang mempunyai modal (lahir dan batin untuk
menikah), maka
hendaklah menikah. Sesungguhnya perkawinan itu dapat menjaga
pendangan
mata dan menjaga kehormatan. Maka barang siapa yang tidak kuasa,
hendaklah
berpuasa karena berpuasa itu dapat menjadi obat. (H.R al-Bukhari
dan Muslim
dari Abdullah)
Rasulullah juga bersabda: Empat macam sunah Rasul yaitu;
nikah,
bersiwak (sikat gigi), memakai wewangian. Dan memakai daun inai.
(HR al-
Tarmidzi)
b) Mengelola Keluarga
c) Mengasuh anak
d) Mencari lingkungan yang baik buat keluarga.
e) Memilih tokoh idola.82
5. Perkembangan bahasa
Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap
pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan baru. Pada tahapan ini
Keterampilan
berbahasa lebih dikuasai, dan lebih supel serta mudah
berkomunikasi dengan
orang lain. Selain itu, Keterampilan berbahasa lebih sopan, agak
bijak dan lebih
dewasa.
82
Rafy Sapuri, Psikologi Islami h. 139
-
47
6. Perkembangan moral
Perkembangan moral pada fase ini berfokus pada prinsip-prinsip
etika.
Pada tahap ini menyadari bahwa individu merupakan suatu yang
berbeda dari
masyarakat secara umum, perspektif seseorang harus
dipertimbangkan sebelum
memikirkan masyarakat secara umum.83
Perkembangan moral berada pada tingkat pascakonvensional,
orientasi
legalistik kontraktual dan prinsip etika universal. Contoh
perilakunya, orang
memilih prinsip moral untuk hidup, bertingkahlaku dengan cara
menghormati
harga diri semua orang.84
7. Perkembangan spiritual
Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah
kegoncangan-
kegoncangan jiwa yang menyertai pertumbuhan remaja itu. Yang
berarti bahwa
orang yang telah melewati usia remaja, mempunyai ketentraman
jiwa, ketetapan
hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif,
maupun negatif.
Kendatipun demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari, masih
banyak orang
yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa. Bahkan
perubahan-
perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang-kadang masih terjadi
saja. Keadaan
dan kejadian-kejadian itu, sangat menarik perhatian ahli agama,
sehingga mereka
berusaha terus-menerus mengajak orang untuk beriman kepada Allah
dan
berusaha memberikan pengertian-pengertian tentang agama.85
Dengan perkataan
lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang dipilihnya
dan berusaha
83
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan, h. 274 84
Ibid, h. 275 85
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama.. h. 136-137.
-
48
untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa
sudah memiliki
identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap86
Sikap keagamaan yang dipilih, akan dipertahankan sebagai
identitas dan
kepribadian mereka. Sikap demikian akan membawa mereka merasa
mantap
dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Pilihan tersebut
didasarkan
pada ajaran yang telah memberikan kepuasan batin dan atas
pertimbangan akal
sehat.87
Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang
luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap
keberagamaan ini
umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan
pemahaman
tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa
sudah
merupakan sikap hidup dan bukan sekadar ikut-ikutan.
Kestabilan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku
keagamaan
seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Melainkan
kestabilan yang dinamis,
di mana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya
perubahan-perubahan. Adanya
perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran,
pengetahuan yang
dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.88
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap
keberagamaan
pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran
yang
matang, bukan sekadar ikut-ikutan.
86
Ibid, 87
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada,
2004), h. 86 88
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Radar Jaya, 2007), hal.
65.
-
49
b) Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih
banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c) Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan
berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
d) Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan
tanggung jawab
diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap
hidup.
e) Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas.
f) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga
kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga
didasarkan atas
pertimbangan hati nurani.
g) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe
kepribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian
dalam
menerima, memahami serta melaksanakn ajaran agama yang
diyakininya.
h) Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan
kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi
sosial keagamaan
sudah berkembang.89
C. Arah Pengembangan Keperibadian Islam
Pengembangan kepribadian islam adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh
individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya, agar ia mampu
realisasi dan
aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup
di dunia dan di
89
Sururin, Ilmu Jiwa Agama,.h. 86
-
50
akhirat.90
Pengembangan kepribadian islam diharapkan dapat menjadi terapi
bagi
mereka yang sakit dan menjadi daya pendorong bagi mereka yang
sehat. Bagi
yang punya kepribadian amarah dapat beranjak menuju kepribadian
lawwama,
dari kepribadian lawwama menuju muthmainnah, dan dari
kepribadian
muthmainnah taraf minimal dapat menuju taraf maksimal, atau
pendekatan
kuantitas menuju pada pendekatan kualitas.91
Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua
pendekatan.
Pertama, pendekatan konten (materi), yaitu serangkaian metode
dan materi dalam
pengembangan kepribadian yang secara hierarkis dilakukan oleh
individu dari
jenjang yang terendah menuju yang paling tinggi, untuk
penyembuhan atau
peningkatan kepribadiannya. Kedua, pendekatan rentang kehidupan,
yaitu
serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas
perkembangan menurut
rentang usia.92
Asumsi pendekatan ini adalah bahwa dalam setiap rentang
kehidupan, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
diperankan
menurut jenjang usia.
Pendekatan kedua sudah dijelaskan secara terperinci pada
pembahasan
sebelumnya. Sedangkan pendekatan konten terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu:
a) Tahapan permulaan. Pada tahapan ini manusia rindu kepada
Khaliknya. Ia
sadar bahwa keinginan untuk berjumpa itu terdapat tabir yang
menghalangi
interkasi dan komunikasinya, sehingga ia berusaha menghilangkan
tabir
tersebut.
90
Abdul Mujib, Kepribadian dalam .., h. 387 91
Abdul Mujib, Kepribadian dalam psikologi Islam.., h. 388. 92
Ibid, h. 388.
-
51
b) Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan. Pada tahapan
ini
kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan
maksiat.93
Selanjutnya struktur kepribadian manusia terdiri atas tiga yaitu
qalbu
(sruktur terdalam pada manusia dikendalikan oleh roh, rekan
kerjanya adalah
wahyu dan ilham), Jism (struktur terluar pada manusia yang
dikendalikan oleh
fisik/badan, rekan kerjanya adalah hawa nafsu dan nafsu
syahwat), dan nafs
(unsur yang menjadi perpaduan qalbu dan jism dikendalikan oleh
rasio qakbani
dan rasio nafsani, rekan kerjanya adalah qalbu, pancaindra dan
seluruh anggota
tubuh).
Qalbu adalah bagian spriritual manusia. Ia ada tapi keberadaanya
hanya
dapat dirasakan, seperti tiupan angin yang semilir terasa
menyejukkan. Untuk
dapat merasakanya dibutuhkan seni tersendiri, yaitu menghaluskan
segala gerak
dan daya, baik dengan zikir, itikap, muhasabah, shalat dan
sebagainya.
Psikis merupakan gejala psikologis yang dapat disaksikan dan
diinderai,
jika telah terakumulasi dalam bentuk tingkah laku, baik yang
disengaja ataupun
pada gerakan refleks, yaitu gerakan yang terjadi tanpa disadari.
Hal positif dari
dari nilai psikis adalah rasa sayang dan ramah, sedangkan
negatifnya akan
ditemukan pada sifat emosi, marah, dengki dan sebagainya.94
93Rafy Sapuri, Psikologi Islam., h. 115 94
Ibid, h. 165
-
52
STRUKTUR KEPRIBADIAN MANUSIA
PSIKIS (NAFS) SEBAGAI PUSAT TIMBULNYA PERILAKU.95
D. KESIMPULAN
Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif
akibat dari
perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari
perubahan fisik.
Perubahan kualitatif tersebut sering disebut dengan
perkembangan, seperti
perubahan dari tidak mengetahui menjadi mengetahuinya, dari
kekanak-kanakan
menjadi dewasa, dst. Sedangkan perubahan kuantitatif sering
disebut dengan
pertumbuhan, seperti perubahan tinggi dan berat badan.
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang progresif
dan
kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir
sampai mati.
Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahan-perubahan
yang yang
ialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya
atau
95
Ibid, h. 176
Ilham
AKAL
QALB
NAFS
JISM
Hawa Nafasu Nafsu Syahwat
Wahyu
Mati
Sakit
Sehat
Hidup Tidak bisa berpikir Miss-Opsi
mmmm
mi
Berpikir sehat
Berpikir sakit
Tidak bisa berfikir
Disfungsi
PERILAKU (Behavior)
-
53
kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif
dan
berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah).
Secara garis besar tahapan perkembangan manusia dapat diamati
pada
tahap kanak-kanak, baliq dan dewasa. Ciri perkembangan dapat
dilihat dari
berbagai aspek diantaranya perkembangan fisik, kognitif, emosi,
sosial, bahasa,
moral dan spiritual.
Pengembangan kepribadian manusia memperhatikan struktur
kepribadian
manusia terdiri atas tiga yaitu qalbu (sruktur terdalam pada
manusia dikendalikan
oleh roh, rekan kerjanya adalah wahyu dan ilham), Jism (struktur
terluar pada
manusia yang dikendalikan oleh fisik/badan, rekan kerjanya
adalah hawa nafsu
dan nafsu syahwat), dan nafs (unsur yang menjadi perpaduan qalbu
dan jism
dikendalikan oleh rasio qakbani dan rasio nafsani, rekan
kerjanya adalah qalbu,
pancaindra dan seluruh anggota tubuh). Perkembangan ketiga
struktur tersebut
sangat menentukan perilaku manusia.
-
54
Daftar Pustaka
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo
Persada, 2006)
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan
Multidisipliner,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009).
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam;
Menyingkap
Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga
pascakematian,
(Jakarta: RajaGRafindo Persada, 2008)
Bintusy Syathi, Maqal fi al-Insan (Tahapan Perkembangan
Manusia), terj. Adib Arief, Yogyakarta : LKPSM, 1997)
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Terjemahan Med.
Meitasari
Tjandrasa, Muslichah Zarkasih, (Jakarta: Erlangga, 1978).
F. J. Monks, Psikolog