Top Banner
205

(DAS) MIKRO

Jan 28, 2017

Download

Documents

vukien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: (DAS) MIKRO
Page 2: (DAS) MIKRO

i

Belajar dari Pengalaman

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MIKRO

978-602-397-010-0

Page 3: (DAS) MIKRO

ii

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002

Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987

Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982

Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 4: (DAS) MIKRO

iii

Purwanto Beny Harjadi

Agung Budi Supangat

Belajar dari Pengalaman

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MIKRO

UNS PRESS

Page 5: (DAS) MIKRO

iv

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Ir. Purwanto, M.Si., dkk

Belajar dari Pengalaman: Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro.

Cetakan ke-1 . Surakarta . UNS Press . 2016

xvi + 188 Hal; 16 x 24.5 cm

Belajar dari Pengalaman: PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

(DAS) MIKRO. Hak Cipta @ Ir. Purwanto, M.Si., dkk. 2016

Penulis

Ir. Purwanto, M.Si.

Ir. Beny Harjadi, M.Sc.

Dr. Agung Budi Supangat, S.Hut., MT.

Penyunting

Drs. C. Kukuh Sutoto, M.Si.

Tata Letak

Tomy Kusuma AP

Ilustrasi Sampul

Tomy Kusuma AP

Penerbit & Pencetak

Penerbitan dan Pencetakan UNS (Anggota IKAPI)

Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126

Telp. (0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271 7890628

Website : www.unspress.uns.ac.id

Email : [email protected]

Cetakan 1, Edisi I, Januari 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

All Right Reserved

Dicetak : Dana Balitek DAS

ISBN 978-602-397-010-0

Page 6: (DAS) MIKRO

v

MOTTO

Di setiap saat dan tempat,

kita temui Ilmu Allah yang harus dipelajari,

dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan untuk

kesejahteraan diri dan orang lain

(Purwanto, 2008)

Page 7: (DAS) MIKRO

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah memberi dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sampai terwujudnya buku ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2009-

2014), Kementerian Kehutanan yang telah mencetuskan kebijakan penelitian integratif Penngelolaan Daerah Aliran Sungai, yang merupakan bagian dari kebijakan penelitian dan pengembangan Kementerian Kehutanan.

2. Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memberi arah kebijakan agar hasil-hasil penelitian diterbitkan dalam bentuk buku sehingga informasinya komprehensif dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi Sumberdaya Alam (PUSKONSER) yang telah mengarahkan dan memprioritaskan penelitian pengelolaan Daerah Aliran Sungai menjadi salah satu Program Penelitian PUSKONSER.

4. Kepala Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang telah membina, mengarahkan, mengendalikan, menfasilitasi, dan memantau kegiatan penelitian pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

5. Koordinator Rencana Penelitian Integratif yang telah memberi arah kegiatan penelitian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) sebagai bagian dari penelitian integratif Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Lintas Kabupaten dan Lintas Propinsi.

6. Ir. Paimin, MSc. (Alm) dan Ir. Sukresno, MSc. (Alm) yang meletakkan dasar-dasar pemikiran dalam Penelitian Pengelolaan DAS pada Skala Mikro ini, semoga menjadi amal jariyah untuk beliau-beliau.

7. Teman-teman peneliti, teknisi, dan tata usaha Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang

Page 8: (DAS) MIKRO

vii

telah membantu penelitian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) tahun 2009 – 2014.

8. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo yang bekerja sama dalam pengelolaan DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan.

9. Bupati Temanggung dan Bupati Pacitan yang telah mengijinkan Tim peneliti untuk melakukan penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro di wilayah kerjanya.

10. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung dan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Pacitan yang memfasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian di lapangan.

11. Muspika Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung dan Muspika Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan yang telah memfasilitasi pertemuan-pertemuan dalam kaitannya penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro.

12. Kepala Desa – Kepala Desa dan Kelompok tani – Kelompok Tani di DAS Mikro Wonsari dan DAS Mikro Pronggo yang turut mendorong masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan penelitian ini.

13. Bapak Ir. Kukuh Sutoto, MP., dengan pengetahuan dan pengalaman beliau yakni dari awal bekerja sampai pensiun masih berkecimpung dalam kegiatan pengelolaan DAS sehingga Beliau dapat mengoreksi dan memberi masukkan yang berguna untuk perbaikan buku ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu kegiatan penelitian Implementasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari dan DAS Mikro Pronggo sampai ditertbitkannya buku ini.

Semoga amal beliau-beliau dapat menjadi amal jariyah. Amin.

Surakarta, Januari 2016

Penulis

Page 9: (DAS) MIKRO

viii

KATA PENGANTAR

Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis melakukan Kajian Implementasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dan DAS Mikro Pronggo, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

Buku ini ditujukan untuk pembaca yang berkecimpung dalam pengelolaan DAS pada skala impelementasi (DAS Mikro), yakni pemerintah daerah, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, atau lembaga lain seperti LSM yang langsung berhubungan dengan kegiatan pengelolaan DAS Mikro. Buku ini diharapkan sebagai bahan masukkan untuk penyusunan petunjuk teknis dalam pengelolaan DAS pada skala mikro.

Struktur buku ini terdiri dari 10 bab. Bab I berisi latar belakang yang menjawab pertanyaan: mengapa Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro), harus dilakukan? Bab II berisi definisi DAS Mikro. Tidak ada definisi yang tegas tentang DAS Mikro. Berbagai sumber, baik peraturan perundangan maupun hasil kajian tentang definisi DAS Mikro dari dalam negeri maupun luar negeri, yang kebanyakan berasal dari hasil kajian di India disajikan dalam bab ini. Bab III berisi aspek hukum pengelolaan DAS Mikro, yang melandasi pengelolaan DAS Mikro sehingga apabila para pihak akan menerapkan di tempat lain, tidak ada kekhawatiran akan melanggar hukum. Bab IV berisi teknik pemilihan lokasi DAS Mikro, yang diturunkan dari Sub DAS karena rencana pengelolaan DAS berdasarkan herarkhi (berjenjang). Dalam buku ini penurunan dari Sub DAS ke DAS Mikro didasarkan pada parameter-parameter dalam buku Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin, Sukresno, dan Purwanto; 2010). Bab V berisi analisis potensi dan permasalahan yang terdiri dari potensi dan permasalahan biofisik, sosial, dan ekonomi. Bab VI memuat hasil analisis kelembagaan yang berisi siapa berbuat apa dalam pengelolaan DAS Mikro pada waktu yang telah lalu. Hasil analisis kelembagaan tersebut digunakan dalam meyusun organisasi pengelolaan DAS Mikro ke depan. Bab VII berisi penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro. Bab VIII berisi implementasi pengelolaan DAS Mikro. Bab IX berisi monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS Mikro.

Page 10: (DAS) MIKRO

ix

Monitoring dan evaluasi terdiri dari monitoring pengelolaan lahan, hirologi, dan sosial ekonomi masayarakat yang terkait dengan pengelolaan DAS Mikro; dan Bab X merupakan penutup yang berisi bahwa buku ini diharapkan sebagai salah satu acuan dalam mengelola DAS Mikro dan beberapa saran apa yang masih harus dilakukan ke depan dalam hal pengelolaan DAS Mikro.

Disadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan.

Surakarta, Januari 2016

Penulis

Page 11: (DAS) MIKRO

x

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH vi

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR ‘’xiii DAFTAR LAMPIRAN xvi

I PENDAHULUAN 1

II DEFINISI DAS MIKRO 7

III ASPEK HUKUM PENGELOLAAN DAS MIKRO 11

IV TEKNIK PEMILIHAN AREAL DAS MIKRO 21 V DATA DASAR UNTUK ANALISIS POTENSI DAN

PERMASALAHAN 27

A. DAS Mikro Pronggo 27 B. DAS Mikro Wonosari 36 VI PROSES PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN 47 A. DAS Mikro Pronggo 47 B. DAS Mikro Wonosari 54 VII ANALISIS PERAN LEMBAGA PENGELOLAAN

DAS MIKRO 71

A. DAS Mikro Pronggo 72 B. DAS Mikro Wonosari 78 VIII IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAS MIKRO 97 A. Sosialisasi . 97 B. Sumber-sumber Pembiayaan Pengelolaan DAS Mikro 99 IX MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAS 115 A. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS 115

B. Monitoring dan Evaluasi Kinerja DAS Mikro 121 X PENUTUP 139

DAFTAR PUSTAKA 140

LAMPIRAN 147

TENTANG PENULIS 187

Page 12: (DAS) MIKRO

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hierarki Perencanaan Pembangunan Nasional 16

Tabel 2 Nama dan Luas Sub-sub DAS, Tingkat kerentanan pasokan air banjir, longsor, kekritisan lahan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan Sub DAS Progo Hulu

22

Tabel 3 Penutupan Lahan di Sub DAS Progo Hulu 24

Tabel 4 Hujan Harian Maksimum Hujan 3 Harian Berurutan Maksimum dan HujanTahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 1998-2007).

31

Tabel 5 Kelas Lereng DAS Mikro Progo 32

Tabel 6 Penutupan Lahan di DAS Mikro Pronggo 34

Tabel 7 Kecamatan, Desa dan Luas Masing masing Desa Yang Termasuk DAS Mikro Wonosari

36

Tabel 8 Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Harian Berurutan Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (tahun 2008-2009)

41

Tabel 9 Kelas Lereng dan Luas Masing masing Kelas lereng 42

Tabel 10 Hasil Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi dan Kelembagaan DAS Mikro Pronggo

52

Tabel 11 Kepadatan Penduduk Geografis di DAS Mikro Wonosari Kabupaten Temanggung

59

Tabel 12 Kepadatan Agraris Masyarakat di DAS Mikro Wonosari 63

Tabel 13 Luas Kepemilikan Lahan Pertanian per KK 64

Tabel 14 Perlakuan Konservasi Tanah 65

Tabel 15 Budaya Hukum Adat Terkait dengan Konservasi Tanah & Air

66

Tabel 16 Perilaku Konservasi Tanah 67

Tabel 17 Ketergantungan Masyarakat Pada Lahan 68

Tabel 18 Pendapatan Masyarakat Desa-desa di DAS Mikro Wonosari 69

Tabel 19 Kegiatan Dasar Wilayah Berdasarkan Tenaga Kerja 70

Tabel 20 Kelompok-kelompok Tani di DAS Mikro Wonosari 89

Tabel 21 Pembagian Kerja dan Tata Waktu Pengelolaan DAS Mikro Progo 101

Page 13: (DAS) MIKRO

xii

Tabel 22 Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Progo dari Tahun 2007-2013

122

Tabel 23 Curah Hujan, Debit Minimum dan Maksimum dan Koefisien Regim Sungai Pronggo

124

Tabel 24 Neraca Air Bulanan Tahun 2013 di Sub DASProngo 128

Tabel 25 Hasil Analisis Beberapa Parameter Kualitas Air di Outlet DAS Mikro Wonosari, Temanggung

129

Tabel 26 Perbandingan Parameter Kualitas Air di Hulu Tengah dan Hilir DAS Mikro Wonosari Temanggung

131

Tabel 27 PDRB, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Perkapita Masyarakat Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Tahun 2009-2013

135

Tabel 28 PDRD dan Proporsi Lapangan Usaha Kecamatan Bulu. Kabupaten Temanggung Tahun 2013

137

Page 14: (DAS) MIKRO

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Kerentanan Pasokan Air Banjir, Daerah Rawan Banjir, Daerah Rawan Tanah Longsor dan Kekritisan Lahan, Sub DAS Progo Hulu

23

Gambar 2 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Progo Hulu 24

Gambar 3 Lokasi DAS Mikro Wonosari, Bagian dari Sub-Sub DAS Kuas

25

Gambar 4 Peta DAS Mikro Pronggo dan Wilayah Desa Terkait 28

Gambar 5 Sebaran Formasi Geologi di DAS Mikro Pronggo 29

Gambar 6 Sebaran Sistem Lahan di DAS Mikro Pronggo 30

Gambar 7 Kelas Kelerengan di DAS Mikro Pronggo 32

Gambar 8 Penggunaaan Lahan di DAS Mikro Pronggo 33

Gambar 9 Peta Administrasi Desa-des di DAS Mikro Wonosari 37

Gambar 10 Jenis Batuan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan Bulu, Kab.Temanggung

39

Gambar 11 Jenis Tanah di DAS Mikro Wonosari 40

Gambar 12 Kelas Lereng dan Luas Lahan Masing-masing Kelas Lereng 43

Gambar 13 Penutupan Lahan di DAS Mikro Wonosari 45

Gambar 14 Lahan Yang Ditanami Cabe Menggunakan Plastik Sebagai Mulsa

46

Gambar 15 Peta Daerah Rawan Kebanjiran di DAS Mikro Pronggo 49

Gambar 16 Peta Sebaran Daerah Rawan Kekeringan di DAS Mikro Pronggo

49

Gambar 17 Peta Sebaran Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor di DAS MikroPronggo

50

Gambar 18 Peta Sebaran Tingkat Kekritisan Lahan di DAS Mikro Pronggo

50

Gambar 19 Unit Lahan di DAS Mikro Pronggo 54

Page 15: (DAS) MIKRO

xiv

Gambar 20 Hasil Analisis Pasokan Air Banjir di DAS Mikro Wonosari 55

Gambar 21 Parameter Untuk Analisis Kerentanan Daerah Rawan Banjir di DASMikro Wonosari

56

Gambar 22 Hasil Analisis Kerentanan Kekritisan Lahan di DAS Mikro Wonosari

57

Gambar 23 Hasil Analisis Kerentanan Tanah Lomngsor di DAS Mikro Wonosari

58

Gambar 24 Peta Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL) Per Unit Lahan di DAS Mikro Wonosari

70

Gambar 25 Lembaga Yang Berpengaruh Terhadap Pembangunan (Schott, 1995)

72

Gambar 26 Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Pronggo Kab. Pacitan, Propinsi Jawa Timur

99

Gambar 27 Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah

99

Gambar 28 Sumber-sumber Pendapatan Petani dengan Menerapkan Prinsip-prinsip Konservasi Tanah dan Air

105

Gambar 29 Tindak Lanjut dari Sosialisasi Berupa Pelatihan Pengolahan Tanah .

106

Gambar 30 Pembangunan Plot Contoh Konservasi Tanah (Perbaikan Teras)

107

Gambar 31 Lokasi Plot Contoh Konservasi Tanah dan Air untuk Mengatasi Kerentanan Lahan di Desa Wonosari, DAS Mikro Wonosari

109

Gambar 32 Analisis Masalah, Studi Banding, Sekolah Lapang dan Pembangunan Plot Konservasi Tanah di DAS Mikro Wonosari

110

Gambar 33 Kebun Bibit Desa di Dusun Drono, Desa Temon, Kec. Arjosari, Kabupaten Pacitan

111

Gambar 34 Plot Contoh Hutan Rakyat Jabon dan Sengon 113

Gambar 35 Kegiatan Studi Banding di Magelang 114

Gambar 36 Perubahan Penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo 2009-2013

123

Page 16: (DAS) MIKRO

xv

Gambar 37 Kecenderungabn Curah Hujan, Debit Minimum, debit Maksimum dan Koefisien Regim, Sungai DAS Mikro Pronggo

125

Gambar 38 Lokasi Sumber Mata Air di DAS Mikro Pronggo 127

Gambar 39 Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu Tahun 2009-2013 135

Gambar 40 Proposal Lapangan Usaha dalam PDRB Kecamatan Bulu 2009 – 2014

138

Page 17: (DAS) MIKRO

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulasi Sistem Karakteristik Tingkat Sub DAS 149

Lampiran 2 Kartu Lapangan ISDL 157

Lampiran 3 Unit Lahan DAS Mikro Pronggo 158

Lampiran 4 Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Wonosari Tahun 2009-2013

170

Lampiran 5 Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di DAS Mikro Pronggo Tahun 2009-2013

181

Page 18: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bagi orang awam, Daerah Aliran Sungai (DAS) dimaknai

sebagai lahan di kanan-kiri sungai atau bahkan hanya dataran

banjir yakni lahan-lahan di kanan-kiri sungai yang tergenang

saat banjir terjadi. Padahal menurut akademisi dan telah

dibakukan dalam perundang-undangan yang dimaksud DAS

adalah wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung-punggung

bukit (topografi) yang mana air hujan yang jatuh ke dalamnya

akan dialirkan melalui anak-anak sungai, kemudian terkumpul

pada sungai utama dan akhirnya akan dialirkan sampai ke laut

(Peraturan Pemerintah, No. 37 Tahun 2012). DAS merupakan

cadangan dan pemasok air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi,

pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga. DAS juga

merupakan pengendali banjir, kekeringan, dan sedimentasi hasil

erosi tanah.

Kondisi DAS di Indonesia terus mengalami degradasi atau

kemunduran fungsi seperti ditunjukkan semakin besarnya

jumlah DAS yang memerlukan prioritas penanganan yakni 22

DAS pada tahun 1984, menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62

DAS pada tahun 1992 dan 1998, dan diperkirakan sekitar 282

Page 19: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

2

DAS dalam kondisi kritis (Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005).

Kondisi DAS demikian tercermin dari luasnya lahan kritis di

dalam DAS di Indonesia yang diperkirakan meliputi luas

23.242.881 ha yang tersebar di dalam kawasan hutan 8.136.646

ha (35%) dan di luar kawasan 15.106.234 ha (65%) (Departemen

Kehutanan, 2001). Pada tahun 2011, total luas lahan kritis di

Indonesia dengan rincian kritis dan sangat kritis adalah 29,9 juta

ha atau mengalami penurunan dibanding kondisi tahun 2001

(Ditjen BPDASPS, 2011).

Akibat kondisi iklim yang tidak menentu dan kerusakan

DAS sering terjadi bencana banjir, kekeringan dan tanah

longsor. Pada tahun 2011 terjadi bencana banjir 403 kejadian,

pada tahun 2012, terjadi 540 kejadian banjir dan 291 longsor.

Berdasarkan peta bencana di Indonesia, terdapat 315

kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari

banjir dengan jumlah penduduk 61 juta jiwa (Nugroho, 2013).

Pada September dan Oktober 2014 terjadi kekeringan di

beberapa tempat di Indonesia. Hal ini akibat dari mundurnya

musim kemarau dan kondisi DAS yang menurun.

Penurunan fungsi DAS terjadi sebagai akibat pengelolaan

sumberdaya alam di dalam DAS cederung eksploitatif, agresif,

dan ekspansif sehingga melampaui daya dukungnya. Kondisi ini

dikarenakan pemahaman tentang pengelolaan DAS masih lemah,

khususnya tentang peranan setiap anggota masyarakat dalam

pengelolaan DAS. Demikian juga pemahaman tentang potensi

Page 20: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

3

dan sifat rentan serta kapasitas yang dapat ditenggang oleh suatu

DAS terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang ada.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur

hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia

di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian

dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan

sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan (PP. No. 37

Tahun 2012). Definisi pengelolaan DAS yang lebih operasional

disampaikan oleh Dixon dan Easter (1986), Pengelolaan DAS

diartikan sebagai proses formulasi dan implementasi suatu

rangkaian kegiatan yang menyangkut sumber daya alam dan

manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan kondisi

sosial, politik, ekonomi dan faktor-faktor institusi yang ada di

dalam DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial

yang spesifik. Prinsip dari pengelolaan DAS yakni satu sungai

(one river), satu perencanaan (one plan), dan satu manajemen

teritegrasi (one integrated management). Satu manajemen

terintegrasi tersebut menunjukkan bahwa pelaku pengelola DAS

terdiri dari banyak pihak dan ujung tombak dari pengelola DAS

adalah pengguna lahan.

Kondisi DAS tergantung dari baik-buruknya pengelolaan

lahan yang ada di dalamnya. Pengelolaan lahan yang tidak sesuai

dengan Kelas Kemapuan Lahan (KPL) dapat menimbulkan

dampak negatif. Untuk lahan pertanian dampak tersebut yakni

penurunan kesuburan tanah dan peningkatan erosi tanah yang

dapat menurunkan produksi. Pada lahan pemukiman yang

Page 21: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

4

berpotensi longsor dapat meningkatkan bahaya longsor. Pada

lahan kehutanan, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan

KPL dapat menimbulkan degradasi hutan.

Pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan KPL dan

kaidah konservasi tanah dan air akan menyebabkan lahan

terdegradasi sehingga akan menurunkan kemampuan lahan

untuk menyimpan air. Bila terjadi hujan dengan intensitas yang

tinggi akan terjadi limpasan yang besar. Bila total limpasan dari

seluruh lahan di dalam suatu DAS mengalir ke satu sungai dan

daya tampung sungai tidak mampu menampung maka terjadi

banjir. Demikian juga bila air hujan yang jatuh di tanah pada

lahan yang mudah longsor dan aliran airnya tidak dikelola

dengan baik maka tanah akan mudah longsor.

Kondisi DAS yang kurang optimal juga dipicu oleh tidak

adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut

(Paimin, 2010). Dengan kata lain, masing-masing berjalan

sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak

belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih

terasa dengan adanya otonomi daerah dalam pemerintahan dan

pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan

sumberdaya alam yang ada. Permasalahan ego-sektoral dan ego-

kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang

lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam

Page 22: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

5

rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka

perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu.

Pengelolaan DAS bertujuan untuk kesejahteraan

masyarakat. Agar tujuan tersebut dapat dicapai maka

perencanaan pengelolaan DAS mutlak diperlukan. Untuk

mempermudah perencanaan dan pengelolaan, DAS dibagi

berdasarkan hirarkhinya yakni pada tingkat DAS, Sub DAS, dan

Sub-sub DAS. Disamping itu, DAS juga diklasifikasi

berdasarkan perwilayahan yaitu: DAS lokal, regional, nasional,

dan internasional (Departemen Kehutanan, 2001).

Dengan mengacu pada administarsi pemerintahan yang

ada dan sistem pengelolaan DAS yang akan diterapkan, maka

ujicoba implementasi pengelolaan DAS pada unit DAS skala

mikro (tingkat Sub-subDAS) dari suatu Sub DAS yang berada

dalam wilayah kabupaten/kecamatan, digunakan untuk menguji

baik sistem perencanaan, sistem monitoring dan evaluasi

(monev), maupun sistem kelembagaan. Uji coba ini

menghasilkan Model Pengelolaan DAS mikro yang dapat

digunakan sebagai model yang dapat dicontoh di tempat lain.

Isi buku ini merupakan rangkuman pengalaman dalam

penelitian partisipatif dalam pengelolaan DAS Mikro.

Pengelolaan DAS mikro dimulai dari analisis peramasalahan dan

potensi biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan; penyusunan

rencana pengelolaan dan perancangan, implementasi, pengem-

bangan kelembagaan dan monitoring dan evaluasi. Buku ini

Page 23: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

6

diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Bupati, Perencana

Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota, pengambil kebijakan

dalam pengelolaan DAS, akademisi, dan kelompok tani sesuai

dengan bidang tugasnya masing-masing.

Page 24: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

7

BAB II

DEFINISI DAS MIKRO

Tidak ada definisi yang tegas tentang DAS mikro. Dalam

Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan

Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan

Areal Model DAS Mikro yang disebut DAS mikro adalah DAS

dengan luas < 5.000 ha. Definisi tersebut ditemukan dalam

definisi Model DAS Mikro (MDM) yakni suatu contoh

pengelolaan DAS dalam skala lapang dengan luas kurang dari

5.000 ha yang digunakan sebagai tempat untuk memperagakan

proses partisipatif pengelolaan sumberdaya alam, rehabilitasi

hutan dan lahan, teknik-teknik konservasi tanah dana air, sistem

usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial,

ekonomi, budaya dan kelembagaan masyarakat.

Kementerian Pertanian, India mendefinisikan DAS mikro

yakni Subsub DAS yang memiliki luas antara 500-1.000 ha

(Ministry of Agriculture, Government of India, 2011). Hal ini

didasarkan pada hirarkhi ukuran DAS dari unit hidrologi dimana

DAS dibagi menjadi: wilayah sumberdaya air (water resource region), basin, daerah tangkapan air/DTA (catchment), dan sub

Page 25: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

8

DTA (sub-catchment), DAS (watershed), juga dibagi menjadi

sub DAS (sub-watershed) dan DAS mikro (micro-watershed).

Agriinfo (2011) membagi DAS berdasarkan luasnya menjadi 6

kelas yakni: 1). DAS mikro (mikro watershed) = 0 – 10 ha, 2).

DAS kecil (small watershed) = 10 – 40 ha, 3). DAS mini (mini

watershed) = 40 – 200 ha, 4). Sub DAS (sub watershed) = 200 –

400 ha, 5). DAS makro (macro watershed) = 400 – 1.000 ha,

dan 6). River basin> 1.000 ha. Berdasarkan TNAU Agriculture

Portal (2013), DAS dibagi berdasarkan ukurannya menjadi DAS

mini (mini watershed) = 1 – 100 ha, DAS mikro (micro

watershed) = 100 – 1.000 ha, DAS milli (milli watershed) =

1.000 – 10.000 ha, sub DAS (sub watershed) = 10.000 – 50.000

ha, dan DAS makro (macro watershed) > 50.000 ha.

Klasifikasi DAS berdasarkan luasnya dari beberapa

institusi di atas menunjukkan tidak ada kesepakatan mengenai

ukuran luas DAS mikro. Berdasarkan pengalaman di lapangan

sebaiknya luas DAS mikro + 1.000 ha. DAS mikro seluas itu

secara hidrologis terukur. Disamping itu pengelolaan DAS

mikro merupakan bagian dari pembangunan jangka menengah (5

tahun) sehingga setiap tahun diharapkan dapat menyelesaikan

masalah +200 ha dari luas DAS mikro dan pada akhir rencana

pengelolaan tahun ke 5, DAS mikro tersebut sudah selesai dan

dapat dijadikan model pengelolaan DAS mikro yang baik.

Apabila memungkinkan DAS mikro yang dipilih berada pada

wilayah satu Desa sehingga pemberdayaan masyarakat dan

pengembangan kelembagaan akan lebih mudah.

Page 26: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

9

DAS mikro merupakan satu kesatuan ekosistem yang

koheren dalam satuan terkecil dari suatu areal geografis dengan

karakteristik alamiah seperti kelerengan, tanah, drainase, dan

geomorfologi (Shukla, 1992; Ramakrshna, 2003). DAS mikro

juga merupakan satuan perencanaan yang paling tepat dalam

mendukung pembangunan yang berkelanjutan (Shukla, 1992).

Perencanaan skala DAS mikro berkontribusi dalam pem-

bangunan berkelanjutan karena dapat mengintegrasikan berbagai

program pembangunan dengan penggunaan sumberdaya air yang

efisien, akses terhadap sumberdaya air yang berkeadilan, dan

kontrol yang terdesentralisasi.

Page 27: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

10

Page 28: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

11

BAB III

ASPEK HUKUM PENGELOLAAN DAS

MIKRO

Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumberdaya

alam dan lingkungan. Filosofi hukum di Indonesia tentang

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, termaktub dalam

UUD tahun 1945, Pasal 33 (3) Bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan diper-

gunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dasar

filosofis tentang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan

hidup juga termaktub dalam konsep perlindungan hak asasi

manusia, dimana sejak tahun 1974, dalam article 25 memasuk-

kan hak atas lingkungan yang sehat dan baik (the right to a

healthful and decent environment) (UN, 1974). Hal ini

dilatarbelakangi adanya persoalan lingkungan, khususnya pen-

cemaran industri yang sangat merugikan perikehidupan

masyarakat.

Pengelolaan DAS mikro meliputi kegiatan perencanaan,

implementasi, pengembangan kelembagaan, monitoring dan

evaluasi. Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu

bentuk perencanaan pembangunan manusia dan sumberdaya

Page 29: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

12

alam dengan menggunakan satuan atau unit pengelolaan daerah

tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS).

UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Pengelolaan DAS merupakan bagian dari urusan pemerintah

bidang Kehutanan. Dalam lampiran Undang-undang tersebut:

BB. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan

disebutkan bahwa urusan Daerah Aliran Sungai (DAS),

Pemerintah Pusat adalah Penyelenggaraan pengelolaan DAS

sedangkan Daerah Propinsi merupakan Pelaksanaan pengelolaan

DAS lintas Daerah kabupaten/kota dan dalam Daerah

kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Peraturan ini

sesuai dengan UU No 25 tahun 2004 pasal 33 menyebutkan

bahwa gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi,

sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar

kabupaten/kota.

Penataan ruang merupakan bagian dari proses perencanaan

pengelolaan DAS. UU No. 7 Tahun 2007 tentang Tata Ruang,

pasal 7 disebutkan bahwa negara menyelenggarakan penataan

ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan

memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang

kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 10 menyebut-

kan, wewenang pemerintah daerah provinsi dalam

penyelenggaraan penataan ruang meliputi: (a) pengaturan,

pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan

ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap

pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan

Page 30: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

13

kabupaten/kota, (b) pelaksanaan penataan ruang wilayah

provinsi, (c) pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis

provinsi, dan (d) kerja sama penataan ruang antar provinsi dan

pemfasilitasian kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.

Pasal 11 ayat (1) mengamanatkan bahwa wewenang pemerintah

daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang

meliputi: (a) pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap

pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan

kawasan strategis kabupaten/kota, (b) pelaksanaan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota, (c) pelaksanaan penataan ruang

kawasan strategis kabupaten/kota; dan (d) kerja sama penataan

ruang antar kabupaten/kota.

Ujung tombak dari pengelolaan DAS adalah pengelola

lahan yang seharusnya menerapkan teknik konservasi tanah dan

air. Peraturan yang memayungi kegiatan tersebut yakni, Undang-

undang No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air

(KTA). Secara garis besar UU No. 37 Tahun 2014 terdiri dari:

Ketentuan Umum, Asas Tujuan dan Ruang Lingkup, Penguasaan

Wewenang dan Tanggung Jawab, Perencanaan KTA,

Penyelenggaraan KTA, Hak dan Kewajiban, Pendanaan,

Bantuan Insentif Ganti Kerugian dan Kompensasi, Pembinaan

dan Pengawasan KTA, Pemberdayaan Masyarakat, Peran Serta

Masyarakat, Penyelesaian Konflik, Penyidikan, Sanksi

Administratif, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan,

Ketentuan Penutup dan Penjelasan. Secara detail isi UU No. 37

Tahun 2014, pembaca dapat membaca langsung UU ini.

Page 31: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

14

Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang

Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, pada pasal 14

disebutkan bahwa gubernur melakukan pengawasan atas

pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkira-

kan berdampak lintas kabupaten/kota, dan bahwa menteri

dan/atau kepala instansi yang bertanggung jawab melakukan

pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak

atau diperkirakan berdampak lintas propinsi.

Hierarki perencanaan berimplikasi pada skala peta kerja

yang digunakan. PP No. 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang disebutkan bahwa skala peta

untuk tingkat kabupaten paling sedikit 1 : 50.000, untuk tingkat

provinsi digunakan tingkat ketelitian skala minimal 1 : 250.000,

dan untuk skala nasional 1 : 1.000.000. Dengan demikian skala

perencanaan pengelolaan pada tingkat DAS atau tingkat bagian

DAS dalam wilayah administrasi (sub DAS) mengikuti hierarki

skala ini. Namun peta yang sesuai dengan skala yang

diamanatkan oleh Peraturan Perundangan, kadang kala tidak

tersedia sehingga skala peta disesuaikan dengan kebutuhan dan

ketersediaannya.

Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang

Pengelolaan DAS terdapat dua kriteria DAS dalam hal

pengelolaannya, yakni DAS yang perlu dipertahankan dan DAS

yang perlu direhabilitasi. Kewenangan perencanaan pengelolaan

DAS mikro dalam PP tersebut berada di BAPPEDA kota dan

kabupaten. Dalam hal perundangan berkaitan dengan

Page 32: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

15

pengelolaan DAS mikro, maka perlu adanya perda yang

memberikan tugas kepada BAPPEDA kota dan kabupaten untuk

memasukkan aspek pengelolaan DAS dalam menyusun

perencanaan pembanganan daerah.

Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu

bentuk perencanaan pembangunan sumberdaya alam (vegetasi,

tanah, dan air) dengan menggunakan satuan atau unit

pengelolaan daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah

aliran sungai (DAS) dengan bagian-bagian wilayahnya. Undang-

Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional merupakan acuan utama peraturan

perundangan yang mendasari penyusunan perencanaan pem-

bangunan di Indonesia.Untuk itu, sistem perencanaan pengelola-

an DAS harus kompatibel dengan sistem perencanaan nasional.

Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 pasal 3, 4, 5, dan 7,

hierarki perencanaan pembangunan nasional dapat diringkas

seperti pada Tabel 1.

Page 33: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

16

Tabel 1. Hierarki Perencanaan Pembangunan Nasional

Jenjang Pemerintahan Jangka Waktu Pembangunan Panjang Menengah Tahunan

Nasional RPJP Nasional

RPJM Nasional

RKP

Kementerian/Lembaga - Renstra-KL Renja-KL

Provinsi RPJP Daerah

RPJM Daerah

RKPD

SKPD - Renstra-SKPD

Renja-SKPD

Kabupaten/Kota RPJP Daerah

RPJM Daerah

RKPD

SKPD - Renstra-SKPD

Renja-SKPD

Sumber: UU No. 25 Tahun 2004 (Diolah)

Perencanaan pembangunan nasional, provinsi, maupun

kabupaten/kota terdiri dari: (a) rencana pembangunan jangka

panjang (RPJP), (b) rencana pembangunan jangka menengah

(RPJM), dan (c) rencana pembangunan tahunan atau rencana

kerja pemerintah/daerah (RKP/D). Rencana pembangunan

jangka menengah (RPJM) kementerian/lembaga, yang kemudian

disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL),

merupakan dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk

periode lima tahun, yang memuat visi, misi, tujuan, strategi,

kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan

tugas dan fungsi. Rencana pembangunan tahunan kementerian/

lembaga, yang kemudian disebut Rencana Kerja Kementerian/

Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan

kementerian/lembaga untuk periode satu tahun yang disusun

Page 34: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

17

dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada

prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif, serta

memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik

yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang

ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Demikian

juga untuk daerah, RPJM Satuan Kerja Pemerintah Daerah

(SKPD), selanjutnya disebut Renstra-SKPD, merupakan

dokumen perencanaan SKPD untuk periode lima tahun yang

memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan

kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD

yang disusun berdasarkan RPJM Daerah dan bersifat indikatif.

Rencana pembangunan tahunan SKPD, yang kemudian disebut

Renja-SKPD, adalah dokumen perencanaan SKPD untuk

periode satu tahun yang disusun dengan berpedoman pada

Renstra-SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan,

program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan

langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan

mendorong partisipasi masyarakat (Paimin, et. al., 2012).

Program pengelolaan DAS harus diciptakan, agar kegiatan

pengelolaan DAS masuk dalam perencanaan pembangunan

nasional, propinsi maupun kabupaten/kota dan desa.

Agar pengelolaan DAS sejalan dengan sistem

pembangunan yang berlaku dalam pemerintahan maka sistem

perencanaan yang dibangun juga harus diselaraskan. Dalam

proses penselarasan, hal yang perlu disadari bahwa batas

wilayah DAS yang alami jarang sekali (bahkan tidak ada) yang

Page 35: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

18

berhimpitan dengan batas wilayah administrasi pemerintahan.

Sementara itu luas DAS di Indonesia sangat beragam, sehingga

DAS perlu dikelompokkan dengan menyesuaikan keberadaan-

nya dalam wilayah administrasi pemerintahan yang “dominan”,

yakni DAS dalam wilayah kabupaten dominan, DAS dalam

wilayah provinsi dominan, dan DAS lintas provinsi. Untuk

mengikuti hierarki perencanaan dalam UU No. 25 Tahun 2004,

wilayah DAS yang lintas provinsi dan lintas kabupaten dibagi

menjadi satuan hidrologis atau daerah tangkapan air yang berada

dalam wilayah provinsi dan kabupaten (Paimin, et. al., 2012).

Prioritas penyelesaian permasalahan DAS dimulai dari satuan

hidrologis atau DTA yang berada pada kabupaten/kota atau

propinsi dominan sehingga insentif baik fiscal (DAK) maupun

pembinaan sumberdaya manusia (pelatihan dan penyuluhan)

diprioritaskan pada propinsi, kabupaten, dan kota yang memiliki

DTA yang dominan. Perencanaan disusun untuk jangka waktu

lima-tahunan atau rencana pembangunan jangka menengah

(RPJM).

Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Daerah dalam Lampirannya menyebutkan bahwa: pemerintah

merupakan penyelenggara pengelolaan DAS sedangkan

pemerintah propinsi merupakan pelaksana pengelolaan DAS

dalam 1 propinsi. Undang-undang Pemerintah Daerah sebelum-

nya yakni UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah,pada pasal 17 ayat (1) disebutkan bahwa hubungan

dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya

Page 36: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

19

lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi:

(c) penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi

lahan. Pada pasal 17 ayat (2) disebutkan bahwa hubungan dalam

bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya

antar pemerintahan daerah meliputi pelaksanaan pemanfaatan

dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya

lainnya, antara pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi

pelaksanan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya

lainnya yang menjadi kewenangan daerah, kerjasama bagi hasil

atas pemanfaatan hubungan dalam bidang pemanfaatan

sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya antar pemerintahan

daerah, dan pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan

sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya. Pada pasal 196

dinyatakan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan yang

mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh

daerah terkait melalui badan kerjasama. Apabila daerah tak bisa

melaksanakan kerjasama maka pengelolaannya dilaksanakan

oleh pemerintah (Pusat). UU No 25 tahun 2004 pasal 33

menyebutkan bahwa gubernur menyelenggarakan koordinasi,

integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan

antar kabupaten/kota.

Desa merupakan institusi pemerintah terendah yang sangat

penting mendukung dalam pengelolaan DAS Mikro. Untuk itu,

Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2014 tentang Desa menjadi

salah satu dasar pertimbangan hukum dalam pengelolaan DAS

Mikro. Pasal 26 (1), Undang-undang tersebut, Kepala Desa

Page 37: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

20

bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan

pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan

pemberdayaan masyarakat desa.

Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang

Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, pada pasal 14

disebutkan bahwa gubernur melakukan pengawasan atas

pengendalian kerusakan tanah yang berdampak atau diperkira-

kan berdampak lintas kabupaten/kota, dan bahwa menteri

dan/atau kepala instansi yang bertanggung jawab melakukan

pengawasan atas pengendalian kerusakan tanah yang berdampak

atau diperkirakan berdampak lintas propinsi.

Aturan pelaksanaan dalam pengelolaan DAS mikro antara

lain: 1). Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan

Perhutanan Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman

Pembangunan Areal Model DAS Mikro, 2). Peraturan Menteri

Kehutanan No. P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Terpadu, 3). Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 42/Menhut-

II/2009 tentang Pola Umum, Kriteria dan Standar Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Terpadu, 4). Peraturan Menteri Kehutanan

No. P. 17/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pemberdayaan

Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Page 38: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

21

BAB IV

TEKNIK PEMILIHAN AREAL

DAS MIKRO

Pemilihan model DAS mikro didasarkan 3 pertimbangan.

Pertama, tingkat kekritisan DAS mikro dibandingkan dengan

DAS mikro lainnya dalam satu sub DAS dominan dalam satu

kabupaten. Kedua, mudah dikunjungi dan dilihat oleh

masyarakat karena dalam jangka panjang model pengelolaan

DAS mikro diharapkan dapat dijadikan show windows sehingga

pengelolaannya ditiru oleh masyarakat di DAS mikro yang lain.

Ketiga, model DAS diharapkan dapat dikelola dalam jangka

waktu menengah, yakni 5 tahun, sehingga dalam pembangunan

jangka menengah tersebut pengelolaan model DAS telah selesai

dan dapat dijadikan model.

Tingkat kekritisan DAS dalam satu Sub DAS dianalisis

dengan menggunakan Manual Sidik Cepat Degradasi Sub DAS

(Paimin et al., 2010). Berdasarkan analisis menggunakan manual

sidik cepat karakteristik sub DAS tersebut akan diperoleh tingkat

kerawanan sub sub DAS. Tingkat kerawanan DAS dalam satu

sub DAS yang dianalisis diranking dari yang paling rawan

sampai yang tidak rawan sehingga diketahui prioritas DAS yang

Page 39: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

22

lebih dulu harus dikelola. Sebagai contoh pemilihan DAS mikro

yang didasarkan pada analisis kerentanan yakni pemilihan DAS

mikro Progo Hulu di Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa

Tengah (Tabel 2). Informasi nama dan luas masing-masing sub-

sub DAS, kerentanan pasokan air banjir, daerah rawan banjir,

daerah rawan tanah longsor, dan kekritisan lahan dan prioritas

penangannya disajikan pada Gambar 1.

Tabel 2. Nama dan Luas Sub-sub DAS, Tingkat kerentanan pasokan air banjir, longsor, kekritisan lahan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan Sub DAS Progo Hulu.

No.

Nama Sub-Sub

DAS

Luas (Ha)

Debit Karakteristik

Aliran

Pasokan Air

Banjir

Rentan Tanah

Longsor

Rentan Ke-kritisan Lahan

Keren- tanan

Sosek- lembaga

Kerentanan Yang Dpt Dikelola

Prioritas penanganan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (5+6+7+8) (9)

1. Progo Hulu

11.751 1,403 © 4,20 1,15 3,10 2,70 10,15 I (Soseklem)

2. Galeh 11.101 1,721 © 4,10 1,12 3,33 1,90 9,45 V (lahan Kritis)

3. Kuas 7.025 0,182 (IM) 4,10 1,09 3,33 2,10 9,63 IV (lahan Kritis)

4. Jambe 4.979 0,522 © 4,20 1,14 3,46 2,10 9,90 II (lahan Kritis)

5. Gemilang 1.464 * 3,90 1,10 3,49 * *

6. Sijengkol-Lembir

2.146 * 3,90 1,07 3,55 * *

7. Jetis 692 * 4,00 1,06 3,18 * *

8. Mandang 7.700

0,366 © 3,80 1,10 3,25 2,20 9,35 VI (lahan Kritis)

9. Tingal 10.637 0,799 © 4,00 1,21 3,49 2,20 9,90 III (lahan Kritis)

Diolah dari Paimin, .et al. (2010) dengan permisi *) Tidak ada data, © = continuous, IM = Intermittent, tingkat kerentanan 1 – 5, angka paling besar menunjukkan kondisi paling rawan.

Page 40: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

23

Gambar 1. Peta Kerentanan Pasokan Air Banjir, Daerah

Rawan Banjir, Daerah Rawan Tanah Longsor dan Kekritisan Lahan, Sub DAS Progo Hulu.

Disamping analisis kerentanan sub-sub DAS yang

menghasilkan peta kerentanan pasokan air banjir, daerah rawan

banjir, daerah rawan longsor, dan kekritisan lahan masih

diperlukan informasi penggunaan lahan untuk memilih area

DAS Mikro. Contoh analisis penggunaan lahan untuk memilih

area DAS Mikro, dilakukan di Sub DAS Progo Hulu (Gambar 2

dan Tabel 3., Paimin, dkk. 2010). Informasi penggunaan lahan

tersebut digunakan untuk memilih DAS mikro yang akan

dikelola mewakili penggunaan lahan tertentu. Dari Tabel 3, Sub-

Page 41: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

24

sub DAS Kuas didominasi oleh penggunaan lahan untuk usaha

tembakau dan tanaman semusim, maka untuk tujuan model

pengelolaan DAS mikro yang didominasi lahan tembakau dan

tanaman semusim, Sub-sub DAS Kuas sesuai untuk tujuan

tersebut.

Gambar 2. Peta Tutupan Lahan Sub DAS Progo Hulu

Tabel 3. Penutupan Lahan di Sub DAS Progo Hulu

No.

Penutupan Lahan

Sub-sub DAS Jumlah (Ha) Progo

Hulu Galeh Kuas Jambe Ge-

mi-lang

Sejeng-kol Lembir

Jetis

Tingal Man-dang

1. Air tawar 59 57 6 21 6 6 3 5 27 189

2. Belukar 246 599 158 64 58 56 0 527 2 1.711

3. Hutan 0 0 0 0 0 0 0 179 0 179

4. Kebun 2.985 960 311 411 378 425 18 3.329 3.921 12.838

5. Pemukiman 1.487 1.493 893 791 186 239 81 1.272 1.328 7.771

6. Rumput 14 30 213 138 17 7 0 0 0 419

7. Sawah irigasi

5.231 3.480 1.841

0 0 0 0 1.093 157 11.802

8. Sawah tadah hujan

498 3 1.097

1.634 449 832 488 568 1.417 6.986

9. Tanah berbatu

0 0 0 0 0 0 0 0 5 5

10. Tegalan/ lahan tembakau/ semusim

1.231 4.479 2.507

1.919 370 580 1 3.663 844 15.595

Jumlah 11.751

11.101

7.025

4.979 1.460

2.146 692 10.637

7.700 57.495

Sumber: Paimin, dkk. 2010

Page 42: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

25

Sub-sub DAS Kuas masih terlalu luas (7.025 ha) untuk

Model DAS Mikro, maka perlu diturunkan lagi menjadi area

DAS Mikro yang memiliki luas + 1.000 ha.Turunan dari Sub-

sub DAS Kuas, yang memenuhi persyaratan luas tersebut yakni

DAS Mikro Wonosari yang memiliki tingkat kekritisan = 3,33

(dari skala 5) dan pasokan air banjir (curah hujan) tinggi. Kedua

faktor tersebut bila tidak dikelola makin memperburuk kondisi

DAS mikro. Untuk itu DAS Mikro Wonosari dipilih untuk

mewakili pengelolaan DAS Mikro yang memiliki permasalahn

kekritisan lahan yang didominasi oleh lahan tembakau dan

tanaman semusim. Gambar lokasi DAS Mikro Wonosari yang

terpilih disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi DAS Mikro Wonosari, Bagian dari Sub-Sub DAS Kuas

Page 43: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

26

Page 44: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

27

BAB V

DATA DASAR UNTUK ANALISIS

POTENSI DAN PERMASALAHAN

Dalam penyusunan buku ini, data dasar untuk analisis

potensi dan permasalahan yang dihadapi pada pengelolaan DAS

mikro dilakukan di DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan,

Propinsi Jawa Timur dan DAS Mikro Wonosari, Kabupaten

Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. Hasil analisis tersebut

disajikan sebagai berikut:

A. DAS Mikro Pronggo

1. Letak, Luas, dan Geomorfologi

DAS mikro Pronggo mencakup luas 1.107 ha yang

secara geografis berada pada 11109‟18” - 1110 11‟30” BT

dan 80 3‟44” - 80 7‟4” LS, dan secara administratif berada

pada Desa Temon (825 ha), Jatimalang (136 ha), Gembong

(88 ha), Arjosari (29 ha), Gegeran (15 ha), dan Jetis Kidul

(14 ha). Peta DAS mikro Pronggo dengan desa yang

termasuk di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 45: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

28

DAS mikro Pronggo berada pada elevasi 78 – 625 m

dpl, yang umumnya bertopografi curam sampai sangat

curam, pada geomorfologi pegunungan, dengan material

geologi polymit conglomerate, sandstone, siltstone,

limestone, claystone, sandy marl, pumiceous and stone,

intercalated by volcanic breccia, lava, dan tuff.

2. Geologi

DAS Mikro Pronggo tersusun dari formasi geologi

Mandalika (Temon) seluas 591 ha dan formasi Arjosari

(Toma) seluas 516 ha. Formasi Mandalika tersusun dari

perselingan breksi gunung api, lava, tuff bersisipan batu

pasir tufan, batu lanau dan batu lempung. Formasi Arjosari

tersusun dari konglomerat aneka bahan, batu pasir, batu

Gambar 4. Peta DAS Mikro Pronggo dan Wilayah Desa Terkait

Page 46: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

29

lanau, batu gamping, batu lempung, napal pasiran, batu pasir

batu apung, bersisipan breksi gunung api, lava dan tuf.

Sebaran formasi geologi di DAS mikro Pronggo seperti pada

Gambar 5. Pada tapak (site) dengan tumpuan batu lempung

dan batu lanau, dan dilewati garis sesar, serta pada lereng

terjal akan sangat rentan terhadap tanah longsor. Yang paling

rentan adalah kondisi tersebut terpotong oleh jalan dan

bangunan lainnya. Adanya jalan raya antara Arjosari –

Nawangan yang memotong DAS mikro Pronggo merangsang

pertumbuhan pemukiman sepanjang jalan tersebut yang

umumnya terletak pada lereng curam. Kondisi demikian

sangat rawan terhadap tanah longsor sehingga keselamatan

pemukim sangat terancam setiap saat.

Gambar 5. Sebaran Formasi Geologi di DAS Mikro Pronggo

Page 47: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

30

3. Jenis Tanah Jenis tanah di DAS mikro Pronggo terdiri dari Koluvial

(Dystrandept) seluas 72 ha, Litosol (Drystropent) seluas 494

ha, dan Mediteran (Tropaquept) seluas 541 ha. Sebaran

masing-masing jenis tanah separti pada Gambar 6.

4. Curah Hujan

Karakteristik hujan di DAS mikro Pronggo didekati

dari stasiun terdekat di Ajosari. Data pengamatan hujan

harian selama 10 tahun terakhir (1998 – 2007) yang telah

dianalisis untuk kebutuhan karakterisasi DAS seperti pada

Tabel 4. Dari stasiun Arjosari diperoleh informasi bahwa

curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.208 mm, hujan

Gambar 6. Sebaran Jenis Tanah di DAS Mikro Pronggo

Page 48: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

31

harian maksimum sebesar 181 mm yang terjadi pada tahun

2007, dan hujan 3 (tiga) hari berturut-turut sebesar 207 mm

yang terjadi pada tahun 2007. Di Arjosari memiliki jumlah

bulan kering (hujan <100 mm/bulan) rata-rata sekitar 5

(lima) bulan.

Tabel 4. Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Hari Berurutan Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 1998 – 2007)

Sta-siun Hujan Arjo-sari

Tahun (mm)

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

Tahun-an 3350 2318 2604 2375 2133 2046 - 1864 1162 2023

Hari-an maks 97 89 162 116 94 128 84 112 83 181

3 hri Urut Maks

169 139 159 188 155 169 103 136 111 207

Bln kering (bln)

1 5 5 5 6 7 5 4 - 7

Sumber : Diolah dari Laporan Monitoring Hujan. Dinas Pengairan Kabupaten Pacitan (1998-2007)

5. Kelas Lereng

Lereng lahan umumnya curam dengan kelas lereng

>15%. Sebaran kelas lereng seperti pada Tabel 5 dan

Gambar 7.

Page 49: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

32

Tabel 5. Kelas Lereng DAS Mikro Pronggo

No Kelas Lereng (%) Luas Ha %

1 < 2 4 0,4 2 2 - 5 21 1,9 3 5 - 8 26 2,3 4 8 - 15 109 9,8 5 15 - 25 278 25,1 6 25 - 35 375 33,9 7 35 - 45 237 21,4 8 45 - 65 57 5,1 9 65 0 0

Jumlah 1107 100

Gambar 7. Kelas Kelerengan di DAS Mikro Pronggo

Page 50: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

33

6. Penggunaan Lahan dan Kelas Kemampuan Lahan

Berdasarkan Peta RBI tahun 1993 dan ground check,

penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo terdiri dari

tegalan/agroforestry atau campuran tanaman semusim dan

tahunan seluas 801,35 ha (79,72%), tegal/ladang dominan

tanaman semusim 73,69 ha (7,33%), sawah tadah hujan

17,95 ha (1,79%), kebun Akasia 71,09 ha (7,07%), hutan

negara jenis jati 29,01 ha (2,88%), dan pemukiman/

pekarangan 12,09 ha (1,20%) yang tersebar di dekat jalan

raya dan sungai. Peta penggunaan lahan di DAS Mikro

Pronggo disajikan pada Gambar 8 dan Tabel 6.

Gambar 8. Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo

Page 51: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

34

Tabel 6. Penutupan Lahan di DAS Mikro Pronggo

No Penutupan lahan Luas

Ha %

1 Belukar/Kebun Campuran 915 82,7

2 Kebun 77 6,9

3 Pemukiman 21 1,9

4 Sawah Irigasi 11 1,0

5 Sawah Tadah Hujan 8 0,7

6 Tegal/Ladang 75 6,8

Jumlah 1107 100

7. Sosial Ekonomi

Berdasarkan Kecamatan Arjosasri Dalam Angka 2008,

jumlah penduduk di DAS mikro Pronggo sebesar 2.161 jiwa

yang terdiri dari 1.014 laki-laki dan 1.147 perempuan.

Kepadatan penduduk geografis sebesar 215 jiwa/km2,

sedangkan kepadatan agraris sebesar 221 jiwa/km2, dengan

asumsi rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 5 org per

KK maka rata-rata kepemilikan lahan seluas 2,27 ha/KK.

Pertumbuhan penduduk sebesar 0,95% per tahun. Penduduk

di DAS Mikro Pronggo menyebar di dua Desa yakni Desa

Temon dan Gembong.

Page 52: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

35

Mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai

petani, pemilik maupun penggarap, dengan pendapatan rata-

rata Rp. 3.709.600,- per tahun dari pendapatan total sebesar

Rp. 4.076.484/tahun. Dari angka tersebut maka keter-

gantungan masyarakat terhadap lahan sangat tinggi yaitu

90,09%. Apabila dibandingkan dengan pendapatan rata-rata

penduduk Kabupaten Pacitan sebesar Rp. 4.105.778, pada

tahun 2007 maka lokasi kajian memiliki kerentanan tinggi

(5). Memperhatikan mata pencaharian penduduk yang

sebagian besar bertumpu pada lahan pertanian, sementara itu

lahan umumnya berada pada lereng tejal, maka hal demikian

mengindikasikan tekanan penduduk terhadap lahan sangat

besar dan mendorong lahan mudah terdegradasi. Wadah

kegiatan pertanian secara umum telah terbentuk dalam

kelompok tani pada setiap dusun, dan terbagi dalam

Kelompok Kerja (Pokja) sesuai dengan jenis kegiatan yang

dilakukan.

Berdasarkan wawancara dengan responden, sebagian

besar penduduk pada usia kerja merantau ke Kota Besar. Hal

ini akibat kondisi lahan, sebagian besar lahan adalah lahan

kering sehingga pengelolaan intesifnya hanya pada masa

tanam (MT) I dan MT II sedangkan MT III dibiarkan untuk

menunggu panen tanaman singkong.

Page 53: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

36

B. DAS Mikro Wonosari

1. Letak, Luas dan Geomorfologi

DAS Mikro Wonosari mencakup luas 1.476,07 ha

yang secara geografis berada pada 398900-406200 UTM BT

dan 9186500-9194500 UTM LS, dan secara administratif

berada pada 17 desa dan 3 (tiga) kecamatan di Kabupaten

Temanggung. Kecamatan dan Desa yang termasuk di dalam

DAS Mikro Wonosari dapat dilihat pada Tabel 7. Letak

masing-masing desa di dalam DAS Mikro Wonosari dapat

dilihat pada Gambar 9.

Tabel 7. Kecamatan, Desa, dan Luas Masing-masing Desa yang termasuk DAS Mikro Wonosari

No. Kecamatan Desa Luas (ha)

1 Bulu Pagergunung 140.15 2 Bulu Wonosari 335.23 3 Bulu Bansari 94.31 4 Bulu Malangsari 55.08 5 Bulu Mondoretno 44.00 6 Bulu Pakurejo 250.34 7 Bulu Pengilon 50.58 8 Bulu Pasuruhan 198.85 9 Bulu Gondosuli 16.29

10 Bulu Campursari 10.00 11 Bulu Tegallurung 13.45 12 Bulu Bulu 133.44 13 Bulu Ngimbrang 70.71 14 Bulu Putat 24.95 15 Temanggung Tlogorejo 0.36 16 Wonosari Danurejo 35.78 17 Wonosari Salamsari 2.56

JUMLAH 1.476,07

Page 54: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

37

Gambar 9. Peta Administrasi Desa-desa di DAS Mikro Wonosari

2. Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar

Magelang-Semarang Skala 1: 100.000, bahan induk lokasi

kajian merupakan batuan gunung api sumbing (qsm)

(Gambar, 10), bersusunan andesit, augit, dan olivin serta

sedikit batuan kompleks gunung sumbing yang tak

teruraikan (qsu). Menurut Ngkoimani (2005), batuan beku

andesit yang banyak tersingkap di bagian selatan Pulau Jawa

digolongkan sebagai Andesit Tua (Old Andesite) dan

menurut pentarikhan dengan metode K-Ar umumnya

berumur Tersier. Andesit adalah suatu jenis batuan beku

vulkanik dengan komposisi antara dan tekstur spesifik yang

umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik dan

daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi. Nama

andesit berasal dari nama Pegunungan Andes. Batu andesit

Page 55: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

38

banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik,

candi dan piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari

zaman prasejarah banyak memakai material ini, misalnya:

sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu, arca

dll. Di zaman sekarang batu andesit ini masih digunakan

sebagai material untuk nisan kuburan orang Tionghoa,

cobek, lumpang jamu, cungkup/kap lampu taman dan arca-

arca untuk hiasan. Anonimus (1990) menyatakan bahwa

kandungan kwarsa pada batuan beku andesit hanya sedikit

sekali atau bahkan tidak ada. Mineral pokok batuan andesit

adalah plagioklas yang terdapat dalam jumlah sama atau

melebihi jumlah total mineral berwarna kelam seperti biotit,

homeblende, dan augit. Batuan ini termasuk dalam batuan

intermediet dengan kadar SiO2 57,5%. Umumnya batuan ini

menghasilkan tanah yang kaya dan subur, karena banyak

mengandung unsur basa dan mudah mengalami pelapukan,

sehingga tanahnya bertekstur halus. Mikroskopis batuan ini

tersusun atas phenokrist plagioklas yang besar dan mineral

berwarna hitam kelam seperti amfobol, biotit, dan augit

dalam bahan dasar feldspar yang berbentuk jarum mikrolit

dan kadang-kadang gelas (Klasifikasi Tanah, 1990).

Page 56: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

39

Gambar 10. Jenis Batuan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan Bulu, Kab.Temanggung

3. Jenis Tanah

Berdasarkan Peta RePPProt tahun 1996, jenis tanah di

DAS Mikro Wonosari terdiri dari Dystrandepts di bagian

hulu dan hilir serta eutrandepts di bagian tengah.

Dystrandepts dan eutrandepts merupakan great group dari

sub ordo andepts dan ordo inceptisol. Menurut Foth (1994)

ordo inceptisol merupakan tanah dengan horison pengubahan

atau pemusatan yang berciri pedogenik tetapi tanpa

akumulasi material yang mengalami pemindahan selain

karbonat dan silika, biasanya lembab atau lembab selama 90

hari berturut-turut pada periode yang cocok untuk

pertumbuhan tanaman. Sub ordo andepts terdiri dari liat

allophane dimana struktur longgar (BJ < 0,85), kadang

mengandung zarah-zarah kaca volkan. Sebanyak 60% atau

lebih dalam fraksi debu atau fraksi di atas debu, memiliki

Page 57: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

40

permeabilitas baik dan tidak memiliki epipedon plaggen

(Haryadi, 2006) sedangkan menurut Foth (1994) merupakan

tanah liat amorf atau debu vulkanik vitrik atau batu apung.

Jenis tanah di DAS Mikro Wonosari disajikan pada Gambar

11.

Gambar 11. Jenis Tanah di DAS Mikro Wonosari

4. Curah Hujan

Karakteristik hujan di DAS mikro Wonosari didekati

dari stasiun terdekat di Bulu. Data pengamatan hujan harian

selama 5 tahun terakhir (2005 – 2009) yang telah dianalisis

disajikan pada Tabel 8. Dari stasiun Bulu diperoleh

informasi bahwa curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.735

mm per tahun. Di Kecamatan Bulu memiliki jumlah bulan

kering (hujan <100 mm/bulan) rata-rata sekitar 5 bulan

setahun yakni pada bulan Mei - September.

Page 58: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

41

Tabel 8. Hujan Harian Maksimum, Hujan 3 Hari Berurutan

Maksimum dan Hujan Tahunan di Arjosari dan Nawangan (Tahun 2008- 2009)

No

Bulan

2005 2006 2007 2008 2009

CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH

(mm) (hr) (mm) (hr) (mm) (hr) (mm) (hr

)

(m

m)

(hr)

1 Jan 280 19 325 21 240 20 347 16 492 25

2 Feb 410 21 246 18 261 23 202 18 261 22

3 Mar 251 18 216 18 278 25 232 19 102 19

4 April 199 14 240 15 227 19 229 15 176 22

5 Mei 87 10 77 11 75 6 21 9 272 22

6 Juni 60 12 17 3 99 8 3 2 53 11

7 Juli 58 6 8 3 22 5 0 0 2 3

8 Agu

s

23 5 0 0 0 0 18 1 25 2

9 Sept 32 10 0 0 2 1 0 0 0 0

10 Okt 159 14 11 2 17 5 73 17 82 9

11 Nop 234 17 121 15 80 15 150 16 206 13

12. Des 447 22 203 23 377 24 176 24 179 20

Jumlah 2.240 168 1.464 129 1670 151 1451 137 1850 168

Rata-rata 186,7 14 122 10,8 139,8 12,6 120,9 11,4 154 14

Sumber: Diolah dari Laporan Monitoring Hujan Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Temanggung Tahun 2009

5. Kelas Lereng

Berdasarkan kelas lereng, lahan-lahan yang memiliki

kelas lereng > 26% seluas 134,61 ha berada di Desa

Wonosari, Pagergunung, dan Bansari (Gambar 12). Lahan-

lahan tersebut berada di kawasan hutan lindung dan kiri-

kanan sungai. Untuk kawasan hutan lindung penutupannya

sudah cukup baik tetapi untuk kiri-kanan sungai sudah ada

tanaman seperti cengkeh, suren, kayu manis, dsb tetapi

Page 59: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

42

diperlukan pengkayaan. Kelas lereng 9-26%, seluas 846,29

ha (Tabel 9) dengan penutupan lahan tegalan yang ditanami

tembakau dan tanaman pangan (jagung) dan holtikultur

(cabe, tomat, bawang merah, kacang, dll). Konservasi yang

diterapkannya adalah pembuatan guludan, pemupukan dan

penutupan mulsa plastik. Sedangkan untuk kelas lereng < 9%

seluas 495,18 ha dengan penggunaan lahan untuk sawah

baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi dengan teras

yang sangat baik.

Tabel 9. Kelas Lereng dan Luas Masing-masing Kelas Lereng

NO KELAS LERENG Luas (ha)

1 0 – 8 495,18

2 9 – 15 514,08

3 16 – 25 332,21

4 26 – 45 130,11

5 > 46 4,50

Jumlah 1.476,07

Page 60: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

43

Gambar 12. Kelas Lereng & Luas Lahan Masing-masing Kelas Lereng

6. Penggunaan Lahan dan Kelas Kemampuan Lahan

Berdasarkan analisis Peta Rupa Bumi Indonesia tahun

1993 dan survey lapangan, penggunaan lahan di DAS Mikro

Wonosari terdiri dari hutan (35,52 ha), tegalan (701,83),

pemukiman (158,74 ha), sawah tadah hujan (215,87 ha) dan

sawah irigasi (364,11 ha). Secara spasial, penggunaan lahan

di Mikri DAS Wonosari disajikan pada Gambar 13.

Kawasan hutan di bagian hulu DAS Mikro Wonosari

merupakan hutan lindung yang didominasi hutan vegetasi

dataran tinggi. Jenis-jenis pohon yang ditemukan antara lain

cemara gunung (Casuarina junghuniana), puspa (Schima

noronhae dan S. walicii), Agathis sp, dan kayu manis.

Kawasan hutan lindung G. Sumbing dikelola oleh RPH

Wonosari, BKPH Temanggung, KPH Wonosari Utara.

Kegiatan yang telah dilakukan antara lain penanaman bambu

sebagai batas antara hutan lindung G. Sumbing dengan tanah

Page 61: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

44

milik masyarakat dan penanaman pengkayaan (Enrichment

planting) dengan jenis puspa dan agathis sp. Dari aspek

konservasi tanah dan air kondisi hutan lindung Gunung

Sumbing di hulu DAS Mikro Wonosari cukup baik untuk

konservasi tanah dan air. Kerapatan pohon tidak terlalu rapat

tetapi memiliki ground cover yang rapat sehingga dapat

menahan erosi oleh air hujan.

Kawasan yang terluas dari lahan di DAS Mikro

Wonosari yakni tegal. Tegal tersebar di Desa Wonosasri,

Bansari, Pagergunung, Malangsari, Pasuruhan, dan

Gondosuli bagian selatan. Tegal di DAS Mikro Wonosari

ditanami jagung, cabe, tomat pada musim tanam I

(November – Februari) dan ditanami tembakau pada musim

tanam II (Maret – Oktober). Jenis tembakau yang banyak

ditanam oleh masyarakat di DAS Mikro Wonosari yakni

jenis Kemloko I, II, dan III. Jenis tembakau ini untuk

wilayah hulu Desa Wonosari dapat menghasilkan tembakau

srintil yang berkualitas baik dengan harga sampai mencapai

Rp. 300.000,- per kg. Menurut Kepala Desa Wonosari1

keutungan bersih menanam tembakau di sekitar Desa

Wonosari sebesar Rp. 32.000.000,- per ha.

1 Wawancara dengan Kepala Desa Wonosasri, Agus Parmuji, dilakukan di Desa Wonosari pada tanggal 4 November 2010 sebagai pengelola lahan dan pedagang tembakau.

Page 62: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

45

Gambar 13. Penutupan Lahan di DAS Mikro Wonosari

Pengolahan tanah di lahan tegalan dilakukan dengan

cara menyangkul dan dilakukan sekitar bulan November

setelah panen tembakau. Apabila lahan akan ditanami cabe,

tomat, atau sawi, tanah dibuat guludan, diberi pupuk

kemudian ditutup dengan plastik mulsa (Gambar 14). Namun

bila lahan akan ditanami jagung maka tidak dilakukan

penutupan plastik. Penggunaan plastik untuk menutup

guludan tersebut tentunya akan mengurangi erosi tanah oleh

air hujan namun bila dikaji tentang besarnya limpasan maka

dengan mengggunakan tutup plastik tersebut akan

meningkatkan besarnya limpasan.

Sawah tadah hujan dan sawah irigasi merupakan

penggunaan lahan lainnya. Sawah tadah hujan menyebar di

Desa Pengilon, Mondoretno, dan Pakurejo. Sawah tadah

hujan dapat panen 1 x setahun sisanya ditanami tembakau

dan jagung, tomat atau cabe merah. Kegiatan pengolahan

Page 63: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

46

lahan untuk tanaman tembakau di lahan ini dimulai pada

bulan Mei. Kemudian penanaman dilakukan pada bulan Juni.

Kualitas tembakau di bagian hilir dari DAS Mikro Wonosari

tidak terlalu baik dibanding dengan daerah hulu (Wonosasri).

Harga tembakau di wilayah ini antara Rp. 60.000,- Rp.

80.000,- per kg. Untuk sawah irigasi terdapat di bagian hilir

dari DAS Mikro Wonosari. Sawah inigasi ini dapat panen 3

x setahun tetapi pada saat musim kemarau masih terlihat

ditanami tembakau.

Gambar 14. Lahan Yang Ditanami Cabe Menggunakan Plastik Sebagai Mulsa

Pemukiman merupakan penutupan lahan yang paling

sempit di DAS Mikro Wonosari. Pola pemukiman di DAS

Mikro Wonosari realtif berdekatan satu dengan yang lainnya.

Di daerah hulu yakni Wonosari dan Pagergunung, rumah-

rumah di bangun pada lahan yang miring dan jarak rumah

yang satu dengan lainnya sangat berdekatan. Kondisi ini

disamping rawan longsor juga penutupan lahan menjadi

rapat dan kemampuan tanah untuk menginfiltrasikan air

hujan menjadi kecil.

Page 64: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

47

BAB VI

PROSES PENYUSUNAN RENCANA

PENGELOLAAN

A. DAS Mikro Pronggo

1. Analisis Permasalahan Biofisik

Karakteristik DAS Mikro Pronggo tersusun dari

parmeter-parameter seperti diuraikan dalam Bab II dan

diaplikasikan untuk penyususnan karakteristik DAS mikro

dengan menggunakan formula seperti pada Lampiran 1-4.

Masing-masing parameter penyusun karakteristik DAS

mikro telah diinventarisasi untuk kemudian disusun sebagai

basis analisis tingkat kerawanan atau kerentanannya

(karakteristik).

Hasil analisis banjir dengan menggunakan formula

pada Lampiran 1, daerah yang rentan kebanjiran pada

kategori “sangat rentan” (skor >4,3) seluas 11 ha, “rentan”

(skor 3,5 – 4,3) seluas 2 (dua) ha, dan “agak rentan” (skor

2,6 – 3,4) seluas 3 ha. Sebaran daerah yang rawan kebanjiran

seperti pada Gambar 15. Daerah yang sangat rawan terkena

Page 65: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

48

banjir adalah daerah pertemuan sungai Pronggo dan sungai

utama Grindulu. Dengan menggunakan formula pada

Lampiran 2, potensi pasokan air banjir dari daerah tangkapan

airnya termasuk kategori “rentan”, dengan skor 3,8.

Sebaliknya pada musim kemarau, dengan

menggunakan formula Lampiran 2, ancaman kekeringan

DAS mikro Pronggo secara umum hanya pada kategori

“agak rentan” (skor 2,6 – 3,4) yakni mencakup wilayah

seluas 1,014 ha dimana sebarannya seperti disajikan pada

Gambar 16.

Berdasarkan analisis kerentanan tanah longsor dengan

formula pada Lampiran 4 Wilayah DAS mikro Pronggo yang

termasuk rentan longsor dalam kategori “rentan” (skor 3,5 –

4,3) seluas 8 (delapan) ha, dan “agak rentan” (skor 2,6 – 3,4)

seluas 541 ha, sisanya bukan merupakan ancaman bencana.

Sebaran daerah rawan tanah longsor seperti Gambar 17.

Dengan menggunakan formula ada Lampiran 3 luas

lahan kritis di DAS mikro Pronggo yang termasuk kategori

“rentan/kritis” (skor 3,5 – 4,3) seluas 29 ha, “agak kritis”

(skor 2,6 – 3,4) seluas 808 ha, “sedikit kritis” (skor 1,7 - 2,6)

seluas 261 ha, dan sisanya 3 (tiga) ha dalam kategori “tidak

kritis”, dimana sebarannya seperti pada Gambar 18.

Page 66: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

49

Gambar 15. Peta Daerah Rawan Kebanjiran di DAS Mikro Pronggo

Gambar 16. Peta Sebaran Daerah Rentan Kekeringan di DAS Mikro Pronggo.

Page 67: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

50

Gambar 17. Peta Sebaran Daerah Rentan Bencana Tanah Longsor di DAS Mikro Pronggo

Gambar 18. Peta Sebaran Tingkat Kekritisan Lahan di DAS

Mikro Pronggo

Page 68: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

51

2. Analisis Permasalahan Sosial Ekonomi Pengelolaan

DAS Mikro

Berdasarkan data sosial untuk kepadatan penduduk

geografis 215 jiwa/km2 termasuk kategori sedang (3)

sedangkan kepadatan agraris sebesar 221 jiwa/km2 berarti

memiliki kerentanan yang rendah dari segi penguasaan

lahan. Perilaku konservasi penduduk kurang memperhatikan

konservasi tanah, hanya 34% yang melakukan konservasi

tanah pada lahan hutan rakyat dengan vegetasi jarang, lahan

yang sangat miring masih digunakan untuk tanaman

semusim sehingga dari segi perilaku konservasi memiliki

kerantanan yang agak tinggi. Budaya hukum adat tidak ada

sehingga kerentanannya tinggi, nilai tradisional tentang

konservasi lahan juga sudah tidak ada sehingga

kerentanannya tinggi. Ketergantungan masyarakat terhadap

lahan cukup tinggi yaitu 91%. Penduduk sebagian besar

bekerja pada sektor pertanian dengan nilai LQ = 1,34, berarti

LQ > 1 yang memiliki kerentanan tinggi. Kelembagaan

konservasi lahan belum melembaga, masyarakat tahu tentang

pentingnya konservasi tanah tetapi belum melakukan

sepenuhnya sedangkan lembaga formal seperti Desa belum

mendukung tentang konservasi tanah sehingga tingkat

kerentannya tinggi. Untuk itu perlu pengembangan

kelembagaan melalui pengembangan organisasi, nilai-nilai,

dan aturan main (North, 1991; Kartodiharjo, 2000; Marut,

Page 69: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

52

2000) dan kognitif masyarakat (Scott, 1995) tentang

konservasi tanah dan air.

Tabel 10. Hasil Analisis Kerentanan Sosial Ekonomi dan

Kelembagaan DAS Mikro Pronggo.

No. Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor

Sosial Kepadatan penduduk

geografis (10%)

215 jiwa/km2 Sedang 3

Kepadatan penduduk

agraris (10%)

221 jiwa/km

atau 2,27 ha/

KK

Rendah 1

Budaya:

a. Perilaku konservasi

tanah (20%)

b. Budaya hukum adat

(5%)

c. Nilai tradisional (5%)

a. 34%

a. tidak ada

b. Tidak ada

Agak tinggi

Tinggi

Tinggi

4

5

5

Ekonomi

(40%

a. Ketergantungan

terhadap

lahan(20%)

b. Tingkat

pendapatan (10%).

c. Kegiatan dasar

wilayah (10%)

a. 91%

b. Rp.

4.076.484,-

c. LQ = 1,34

Tinggi

Rp.4.105.778,-

(Kab.Pacitan)

Tinggi

5

5

5

Kelembagaan

(20%)

a. Keberdayaan

lembaga dalam

konservasi (10%)

b. Keberdayaan

lembaga formal

dalam konservasi

a. Konservasi

tanah tidak

melembaga

b. Konservasi

lembaga

cukup

berdaya

a. Rendah

b. sedang

5

3

3. Analisis Unit Lahan

Survey unit lahan memerlukan tenaga ahli ilmu tanah,

GIS, dan vetetasi. Alat dan bahan yang digunakan untuk

persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan data, yakni peta

RBI, peta tanah, peta penutupan lahan, GPS, alat ukur pH

Page 70: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

53

tanah, bor tanah, dan komputer. Berdasarkan pengalaman

survey unit lahan, 1 (satu) hari - 1 (satu) tim yang terdiri dari

1 (satu) orang ahli tanah, 1 (satu) orang ahli GIS dan 1 (satu)

orang ahli vegetasi menghasilkan 5 (lima) unit lahan.

Analisis unit lahan dimulai dari desk analysis peta

bentuk lahan, kemiringan lahan, dan penutupan lahan. Peta

jenis bentuk lahan kemiringan dan tutupan lahan diperoleh

dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000. Idealnya

peta yang digunakan yakni 1 : 10.000 namun peta tersebut

tidak tersedia di pasaran. Dari peta unit lahan hasil analisis

meja (desk analysis) kemudian di bawa ke lapangan untuk

survey lapangan. Manual survey unit lahan disajikan pada

Lampiran 2.

Unit lahan di DAS mikro Pronggo berdasarkan desk

analysis yakni 57 unit. Hasil survey lapangan unit lahan DAS

mikro Pronggo disajikan pada Gambar 19. Secara detail

kondisi masing-masing unit lahan di DAS mikro Pronggo

disajikan pada Lampiran 3.

Page 71: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

54

Gambar 19. Unit lahan di DAS Mikro Pronggo

B. DAS Mikro Wonosari

Hasil analisis kerentanan pasokan air banjir dengan

parameter seperti pada Lampiran 1 dan diproses dalam bentuk

sistem informasi geografis. Bedasarkan hasil analisis kerentanan

Page 72: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

55

pasokan air banjir, seluruh DAS Mikro Wonosari memiliki

kerentanan yang tinggi = 4,1 (Gambar 20).

Gambar 20. Hasil Analisis Pasokan Air Banjir di DAS

Mikro Wonosari

Dari analisis kerentanan daerah rawan banjir sesuai

parameter dalam lampiran 1 yang disusun dalam bentuk sistem

informasi geografi, terdapat lahan dengan lua 3,41 ha di DAS

Mikro Wonosari yang memiliki kerentanan daerah rawan banjir

yang agak tinggi (Gambar 21). Daerah rawan banjir tersebut

berada di hilir DAS Mikro Wonosari. Penggunaan lahan di

daerah rawan banjir tersebt yakni sawah 3x panen setahun. Pada

musim penghujan wilayah tersebut bila terjadi banjir perlu

Page 73: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

56

mendapat perhatian terutama drainase dijaga agar lahan tersebut

bisa segera dikeringkan.

Gambar 21. Hasil Analisis Kerentanan Daerah Rawan Banjir di DAS Mikro Wonosari

Hasil analisis kerentanan kekritisan lahan sesuai parameter

pada lampiran 1 dan diproses dalam bentuk sistem informasi

geografi (Gambar 22), 834 ha lahan di Mikro Wonosari pada

kondisi agak kritis dan 76 ha pada kondisi kritis. Lahan-lahan

yang agak kritis sampai kritis berada di Desa Pengilon ke arah

hulu yakni Desa Bansari, Pager Gunung dan Wonosari. Lahan

tersebut digunakan untuk budidaya tembakau dan sayur.

Budidaya tembakau yang dilakukan saat ini menggunakan input

Page 74: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

57

yang intensif yakni penambahan pupuk kandang yang

berlebihan. Pemahaman tentang pengolahan lahan terjadi

perubahan dari generasi sebelumnya ke generasi sekarang.

Orang-orang tua dahulu mengolah lahan dengan terasering

sedangkan generasi sekarang mengolah lahan miring ke luar dan

dianggap sebagai teknik yang baik karena mudah mengolahnya

dan bidang olahnya lebih luas. Untuk itu perlu penyuluhan dan

pembuatan plot-plot contoh konservasi tanah agar pengelolaan

lahan dilakukan secara benar sesuai kaidah-kaidah konservasi

tanah dan menguntungkan untuk budidaya tembakau.

Gambar 22. Hasil Analisis Kerentanan Kekritisan Lahan di DAS Mikro Wonosari

Page 75: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

58

Hasil analisis kerentanan tanah longsor sesuai formula

lampiran 1 dan diajikan dalam bentuk sistem informasi geogrfis,

ada beberapa titik yang memiliki kerawanan tanah longsor yang

agak tinggi yakni di Desa Pengilon, Pakurejo, Wonosari bagian

bawah, Bulu dan Malangsari (Gambar 23). Daerah rawan

longsor tersebut masih digunakan untuk pemukiman sehingga

disarankan untuk membuat fondasi sampai ke batuan sehingga

dapat mencengkeram batuan dan akan mengurangi bahaya

longsor.

Gambar 23. Hasil Analisis Kerentanan Tanah Longsor di DAS Mikro Wonosari

Page 76: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

59

1. Sosial

1) Kepadatan Penduduk Geografis

Berdasarkan Profil Desa Kecamatan Bulu Tahun 2009,

jumlah penduduk di DAS mikro Wonosasri sebesar 25.063

jiwa yang terdiri dari 12.465 laki-laki dan 12.598

perempuan. Kepadatan penduduk geografis sebesar 1.072

jiwa/km2 (Tabel 11). Kepadatan agraris masyarakat di DAS

Mikro tersebut sebesar 8,236 orang/ha (Tabel 18), sedangkan

luas kepemilikan lahan per KK di DAS Mikro Wonosari

rata-rata sebesar 0,473 ha/KK.

Tabel 11. Kepadatan Penduduk Geografis di DAS Mikro Wonosari Kab. Temanggung.

No Desa Luas (ha)

Pen-duduk Laki-laki

(Jiwa)

Penduduk

Wanita (Jiwa)

Σ Pendu

duk (Jiwa)

Kepadatan

(jiwa/km2)

Kriteria Nilai

1 Wonosari 417 1.631 1.812

3.443 826 Tinggi 5 (11)

2 Bansari 372 1.346 1.374

2.72 731 Tinggi

5 (12)

3 Pagergunung 389 1.131 1.07

2.201 566 Tinggi

5 (13)

4 Malangsari 79 445 425

870 1.101 Tinggi

5 (6)

5 Pasuruan 225 1.08 1.159

2.239 995 Tinggi

5 (10)

6 Gondosuli 252 1.609 1.534

3.143 1.247 Tinggi

5 (3)

7 Pakurejo 138 862 736

1.598 1.158 Tinggi

5 (5)

8 Pengilon 79 394 432

826 1.046 Tinggi

5 (9)

9 Mondoretno 126 837 786

1.623 1.288 tinggi

5 (2)

10 Bulu 147 1.168 1.245

2.413 1.641 tinggi

5 (1)

11 Ngrimbang 160 824 858

1.682 1.051 Tinggi

5 (8)

12 Danupayan 190 1.138 1.167

2.305 1.213 Tinggi

5 (4)

Jumlah/Rata-rata 2.574 12.465 12.598

25.063 1.072

Tinggi

5 (7)

Sumber: Diolah dari Data Kecamatan Bulu Dalam Angka 2009

Page 77: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

60

Ada beberapa klasifikasi kepadatan penduduk yang

digunakan sebagai berikut:

1. Food And Agriculture Organization/FAO (2006) meng-

klasifikasikan kepadatan penduduk menjadi dua yaitu

a. Kepadatan rendah dengan kepadatan penduduk < 250

jiwa/Km2

b. Kepadatan tinggi dengan jepadatan penduduk > 250

jiwa/Km2

2. National Urban Development Strategis/NUDS (2002) meng-

klasifikasikan kepadatan penduduk menjadi tiga yaitu:

a. Daerah pedesaan (rural) dengan kepadatan penduduk <

100 jiwa/Km2

b. Daerah pinggiran (Suburban) dengan kepadatan

penduduk 100 – 10.000 jiwa/Km2

c. Daerah perkotaaan (urban) dengan kepadatan penduduk

> 10.000 jiwa/Km2

3. Menurut Undang-Undang No. 56/PRP/1960 dalam

Pemerintah Kabupaten Musi Rawas (2005), kepadatan

penduduk diklasifikasikan menjadi empat yaitu:

a. Tidak padat dengan kepadatan penduduk 1 – 50

jiwa/Km2

b. Kurang padat dengan kepadatan penduduk 51 – 250

jiwa/Km2

c. Cukup padat dengan kepadatan penduduk 251 – 400

jiwa/Km2

d. Sangat padat dengan kepadatan penduduk > 401

jiwa/Km2

Page 78: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

61

Besaran untuk parameter kepadatan penduduk akan

digunakan angka yang pasti artinya kriteria tersebut merupakan

kriteria yang yang statis (tidak berubah seiring dengan

pertumbuhan penduduk). Hal ini akan bermanfaat untuk melihat

keterbandingan kondisi dari waktu ke waktu dan keterbandingan

antara daerah. Dari beberapa klasifikasi kepadatan penduduk

yang ada harus dipilih salah satu yang akan digunakan sebagai

acuan dalam penghitungan. Dalam hal ini akan digunakan

klasifikasi sesuai Undang-Undang No. 56/PRP/1960. Alasan

pemilihan metode klasifikasi ini adalah karena ada dasar hukum

yang kuat yang bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, kisaran

klasifikasi dari NUDS dirasa terlalu luas. Namun demikian ada

sedikit perubahan yaitu untuk tidak padat dan kurang padat

dijadikan satu kriteria karena sebenarnya Wonosari masuk dalam

kriteria kepadatan penduduk yang rendah. Berkaitan dengan hal

tersebut, besaran untuk parameter kepadatan penduduk sebagai

berikut:

a. Penduduk jarang dengan kepadatan penduduk < 250

jiwa/Km2 masuk kategori rendah dengan skor 1.

b. Penduduk padat dengan kepadatan penduduk 250 – 400

jiwa/Km2 masuk kategori sedang dengan skor 3.

c. Penduduk sangat padat kepadatan penduduk > 400 jiwa/Km2

masuk kategori tinggi dengan skor 5.

Page 79: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

62

2) Kepadatan Penduduk Agraris

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), kepadatan

penduduk agraris adalah angka yang menunjukkan

perbandingan jumlah penduduk pada suatu daerah dengan

luas lahan pertanian yang tersedia. Kepadatan penduduk

agraris dinyatakan dalam orang/Ha. Melalui kepadatan

penduduk agraris versi BPS tersebut akan diketahui daya

dukung lahan pertanian untuk menyediakan pangan bagi

penduduk di wilayah tersebut. Oleh karena itu, besaran yang

digunakan dalam formulasi untuk parameter kepadatan

penduduk agraris adalah luas lahan pertanian (Ha) untuk

ketersediaan pangan bagi satu orang dalam satu tahun.

Kepadatan agraris masyarakat di DAS Mikro

Wonosasri 6,11 – 10,36 orang per ha (Tabel 12). Kepadatan

agraris terendah terdapat di Desa Wonosari dan kepadatan

tertinggi terdapat di Desa Bulu. Apabila dilihat dari hulu-

hilir maka kecenderungan hulu lebih rendah kepadatan

agrarisnya dan daerah hulir lebih padat. Apabila dilihat dari

hirarki desa-kota atau wilayah pusat-pinggiran (centre-

pheryphery) maka daerah kota lebih padat dibanding dengan

daerah pedesaan walaupun dari aspek kepadatan agrarisnya..

Page 80: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

63

Tabel 12. Kepadatan Agraris Masyarakat di DAS Mikro Wonosari

No. Desa

Luas Lahan

Pertanian

(ha)

Penduduk

pertanian

Kepadatan

Agraris

(orang/ha)

1 Wonosari 287 1.754 6.111

2 Bansari 249 2.383 9.570

3 Pagergunung 264 1.665 6.307

4 Malangsari 79 608 7.696

5 Pasuruan 225 1.883 8.369

6 Gondosuli 252 1.902 7.548

7 Pakurejo 138 1.166 8.449

8 Pengilon 79 601 7.608

9 Mondoretno 126 1.107 8.786

10 Bulu 147 1.523 10.361

11 Ngrimbang 161 1.249 7.758

12 Danupayan 190 1.952 10.274

Jumlah 2.197 17.793 8.236

Untuk kepentingan perhitungan kerentanan sisial dari

aspek kepadatan penduduk agraris maka dilakukan konversi dari

jumlah petani per ha dijadikan pemilikan lahan per Kepala

Keluarga. Berdasarkan konversi tersebut, hasil perhitungan

pemilikan lahan per KK dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan kriteria kerentanan sosial Paimin, dkk (2009) yang

membuat kriteria kerentanan kepadatan agraris berdasarkan

kriteria, pemilikan lahan > 0,5 ha/ KK = rendah, 0,25 – <0,5

ha/KK sedang, dan < 0,25 ha/KK = tinggi maka kerentanan

sosial berdasarkan luas kepemilikan lahan di dsajikan pada Tabel

13 berikut:

Page 81: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

64

Tabel 13. Luas Kepemilikan Lahan Pertanian per KK

No. Desa

Luas Lahan

Pertanian (ha)

KK Petani

Luas Kepemilikan

Lahan Pertanian/KK

Kriteria

Nilai

1 Wonosari 287 415 0.692 Rendah 1

2 Bansari 249 686 0.363 Sedang 3

3 Pagergunung 264 361 0.731 Rendah 1

4 Malangsari 79 214 0.369 Sedang 3

5 Pasuruan 225 474 0.475 Sedang 3

6 Gondosuli 252 554 0.455 Sedang 3

7 Pakurejo 138 320 0.431 Sedang 3

8 Pengilon 79 135 0.585 Rendah 1

9 Mondoretno 126 343 0.367 Sedang 3

10 Bulu 147 530 0.277 Sedang 3

11 Ngrimbang 161 319 0.505 Rendah 1

12 Danupayan 190 447 0.425 Sedang 3

Jumlah 2197 4798 0.473 Sedang 3

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa kerentanan

sosial dari aspek kepadatan agraris, masyarakat di DAS Mikro

Wonosari berkisar antara rendah – sedang artinya dari

kepemilikan lahan cukup luas. Namun demikian pengelolaan

lahan di DAS Mikro Wonosasri cukup intensif dengan

pemanfaatan untuk lahan tembakau dan sayur.

2. Budaya

1) Perilaku konservasi tanah

Berdasarkan budaya perilaku konservasi tanah hampir

seluruh responden melakukan konservasi tanah. Untuk lahan

tegalan dilakukan pembuatan guludan dan sebagian besar

dilkakukan penutupan dengan plastik sebagai mulsa. Dari

ancaman erosi perlakukan konservasi tanah yang demikian

Page 82: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

65

sangat baik untuk mengurangi erosi permukaan tetapi hal ini

akan meningkatkan limpasan yang menyebabkan terjadinya

erosi pada alur-alur di antara guludan-guludan (Tabel 14).

Tabel 14. Perlakuan Konservasi Tanah

No. Desa Besaran (%) Kriteria Nilai

1 Wonosari 75 rendah 1

2 Bansari 85 rendah 1

3 Pagergunung 87.5 rendah 1

4 Malangsari 92.5 rendah 1

5 Pasuruan 95 rendah 1

6 Gondosuli 87.5 rendah 1

7 Pakurejo 92.5 rendah 1

8 Pengilon 97.5 rendah 1

9 Mondoretno 97.5 rendah 1

10 Bulu 97.5 rendah 1

11 Ngrimbang 100 rendah 1

12 Danupayan 100 rendah 1

2) Budaya hukum adat (5%)

Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh dan

kepala-kepala desa, di seluruh desa di DAS Mikro Wonosari

tidak ada budaya hukum adat yang terkait dengan konservasi

tanah dan air (Tabel 15).

Page 83: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

66

Tabel 15. Budaya Hukum Adat terkait dengan Konservasi Tanah dan Air

No. Desa Besaran Kriteria Nilai

1 Wonosari Tidak ada Tinggi 5

2 Bansari Tidak ada Tinggi 5

3 Pagergunung Tidak ada Tinggi 5

4 Malangsari Tidak ada Tinggi 5

5 Pasuruan Tidak ada Tinggi 5

6 Gondosuli Tidak ada Tinggi 5

7 Pakurejo Tidak ada Tinggi 5

8 Pengilon Tidak ada Tinggi 5

9 Mondoretno Tidak ada Tinggi 5

10 Bulu Tidak ada Tinggi 5

11 Ngrimbang Tidak ada Tinggi 5

12 Danupayan Tidak ada Tinggi 5

3) Nilai tradisional (5%)

Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh dan

kepala-kepala desa, di seluruh desa di DAS Mikro Wonosari

tidak ada nilai-nilai tradisional yang terkait dengan

konservasi tanah dan air. Hal ini berarti bahwa orang yang

melakukan konservasi tanah tidak mendapat penghargaan atau

nilai lebih dari anggota masyarakat yang tidak melakukan

konservasi tanah (Tabel 16).

Page 84: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

67

Tabel 16. Nilai Tradisional Konservasi Tanah

No. Desa Besaran Kriteria Nilai

1 Wonosari Tidak ada Tinggi 5 2 Bansari Tidak ada Tinggi 5 3 Pagergunung Tidak ada Tinggi 5 4 Malangsari Tidak ada Tinggi 5 5 Pasuruan Tidak ada Tinggi 5 6 Gondosuli Tidak ada Tinggi 5 7 Pakurejo Tidak ada Tinggi 5 8 Pengilon Tidak ada Tinggi 5 9 Mondoretno Tidak ada Tinggi 5

10 Bulu Tidak ada Tinggi 5 11 Ngrimbang Tidak ada Tinggi 5 12 Danupayan Tidak ada Tinggi 5

3. Ekonomi

1) Ketergantungan terhadap lahan

Berdasarkan Sidik Cepat Degradasi Sub DAS (Paimin,

dkk. 2006) dalam parameter tingkat kerentanan keter-

gantungan terhadap lahan yang dicerminkan oleh pendapatan

sektor pertanian terhadap total pendapatan dengan kriteria: <

50% (rendah), 50 – 75% (sedang), dan > 75% (tinggi) maka

ketergantungan masyarakat di DAS Mikro Wonosari

disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat

bahwa ketergantungan masyarakat terhadap lahan tinggi dan

merata untuk semua desa di dalam DAS Mikro Wonosari.

Page 85: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

68

Tabel 17. Ketergantungan Masyarakat Pada Lahan

No. Desa

Sumber Pendapatan Persentase

Pendapatan

Pertanian

(%) Kriteria

Nilai

Pertanian Non Pertanian

1 Wonosari 11.562.473,15 1.005.432,45

92 Tinggi

5

2 Bansari 11.064.614,66 832.820,46

93 Tinggi 5

3 Pagergunung 11.039.727,91 1.649.614,52

87 Tinggi 5

4 Malangsari 9.813.833,338 970.598,90

91 Tinggi 5

5 Pasuruan 9.021.119,294 784.445,16

92 Tinggi 5

6 Gondosuli 7.912.681,864 977.971,92

89 Tinggi 5

7 Pakurejo 6.778.074,883 1.012.815,79

87 Tinggi 5

8 Pengilon 6.245.954,198 543.126,45

92 Tinggi 5

9 Mondoretno 7.056.641,808 531.145,08

93 Tinggi 5

10 Bulu 8.574.093,853 4.616.819,77

65 Tinggi 5

11 Ngrimbang 5.892.011,001 654.667,89

90 Tinggi 5

12 Danupayan 6.252.428,506 656.332,27

91 Tinggi 5

Jumlah 101.213.654,473 14.235.790,647 88

Tinggi 5

2) Tingkat pendapatan

Pendapatan rata-rata masyarakat di DAS Mikro

Wonosari sebesar Rp. 9.989.996,81,- per kapita per tahun

(Tabel 18). Pendapatan rata-rata terendah di Desa

Ngimbrang sebesar Rp. 6.546.678,89,- dan tertinggi di Desa

Bulu sebesar Rp. 13,190,913.62 per kapita per tahun. Untuk

kepentingan penilaian prioritas penanganan untuk masing-

masing Desa maka perbedaan pendapatan tertinggi –

terendah dibagi 5 (lima) sehingga akan diperoleh 5 kelas

prioritas penanganan. Prioritas 1 dengan pendapatan <Rp.

7.498.408,78,-, prioritas 2 dengan pendapatan Rp.

7.498.408,78 – Rp 9.159.467,46,- prioritas 3 dengan

Page 86: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

69

pendapatan rata-rata sebesar Rp. 9,159,467.47 - Rp.

10,820,526.15,-, prioritas 4 dengan pendapatan rata-rata Rp.

10,820,526.15,- - Rp. 12.481.584,53,- dan prioritas 5 dengan

pendapatan > Rp. 12.481.584,53,- (Purwanto, dkk., 2010).

Tabel 18. Pendapatan Masyarakat Desa-desa di DAS Mikro Wonosari

No. Desa

Pendapatan rata-rata

Kriteria kerentanan Nilai

Kerentanan Prioritas

Penanganan

1 Wonosari 12.567.905,60 > Rp. 12.481.584,53,-. 1 5

2 Bansari 11.897.435,12 > Rp. 10.820.526,15,- 2 4

3 Pagergunung 12,689,342,43 > Rp. 12.481.584,53,-. 1 5

4 Malangsari 10.784.432,24 > Rp. 9.159.467,47,- 3 3

5 Pasuruan 9.805.564,45 > Rp. 9.159.467,47,- 3 3

6 Gondosuli 8.890.653,78 > Rp. 7.498.408,78,- 4 2

7 Pakurejo 7.790.890,67 > Rp. 7.498.408,78,- 4 2

8 Pengilon 6.789.080,65 < Rp. 7.498.408,78,- 5 1

9 Mondoretno 7.587.786,89 < Rp. 7.498.408,78,- 4 2

10 Bulu 13.190.913,62 >Rp. 12.481.584,53,- 1 5

11 Ngrimbang 6.546.678,89 < Rp. 7.498.408,78,- 5 1

12 Danupayan 6.908.760,78 < Rp. 7.498.408,78,- 5 1

Jumlah 73.510.652,64

3) Kegiatan Dasar Wilayah

Kegiatan dasar wilayah didekati dengan Location

Quotation (LQ) tenaga kerja yang berkerja di sektor

pertanian dan lainnya. Kerentanan dari aspek kegiatan dasar

wilayah terdapat 8 desa dari 12 desa di DAS Mikro

Wonosari memiliki kerentanan tinggi artinya di desa-desa

tersebut sebagian besar adalah bekerja di sektor pertanian

(Tabel 19).

Page 87: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

70

Tabel 19. Kegiatan Dasar Wilayah Berdasarkan Tenaga Kerja

No. Desa

Tenaga Kerja LQ

Pertanian Kriteria Nilai Pertanian (orang)

Non Pertanian

(orang) 1 Wonosari 1310 34 1.39 Tinggi 5 2 Bansari 974 344 1.05 Tinggi 5

3 Pagergunung 1196 153 1.26 Tinggi 5

4 Malangsari 491 77 1.23 Tinggi 5

5 Pasuruan 897 280 1.08 Tinggi 5

6 Gondosuli 1157 1363 0.65 Rendah 1 7 Pakurejo 322 205 0.87 Rendah 1 8 Pengilon 453 95 1.18 Tinggi 5 9 Mondoretno 902 143 1.23 Tinggi 5

10 Bulu 716 87 1.27 Tinggi 5 11 Ngrimbang 807 651 0.79 Rendah 1 12 Danupayan 1164 962 0.78 Rendah 1

Jumlah 10389 4394 1.06

4) Analisis Unit Lahan

Hasil survey lapangan unit lahan DAS mikro Wonosari

disajikan pada Gambar 24. Secara detail kondisi masing-

masing unit lahan di DAS mikro Wonosari disajikan pada

Lampiran 4.

Gambar 24. Peta Kelas Kemampuan Lahan (KPL) PerUnit

Lahan di DAS Mikro Wonosari

Page 88: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

71

BAB VII

ANALISIS PERAN LEMBAGA

PENGELOLA DAS MIKRO

Sebelum menyusun organisasi pengelolaan DAS Mikro

perlu dilakukan analisis stakeholders atau analisis para pihak

yang terkait dan potensial untuk dijadikan institusi atau person

kunci dalam pengelolaan DAS Mikro. Sebagai contoh analisis

kelembagaan dilakukan di DAS Mikro Wonosari, Kecamatan

Bulu, Kabupaten Temanggung (Purwanto, 2010). Untuk

mengetahui organisasi dan lembaga yang terkait dengan

pengelolaan DAS Mikro, teori yang digunakan antara lain teori

kelembagaan yang mendorong pembangunan yang terdiri dari

lembaga masyarakat, pemerintah, swasta dan kelas menengah

(midle class) yang terdiri dari pers, Lembaga Swadaya

Masyarakat, pemerhati lingkungan, dll (Gambar 25) (Scott,

1995). Dalam penelitian ini dipilih pisau analisis untuk

membedah permasalahan penelitian, dirinci atas pengertian

kelembagaan, masyarakat, pemerintah, swasta, dan kelas

menengah serta hubungan diantara lembaga tersebut.

Page 89: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

72

Gambar 25. Lembaga Yang Berpengaruh Terhadap Pembangunan (Scott, 1995).

A. DAS Mikro Pronggo

Organisasi yang berperan dalam pengelolaan DAS Mikro

Pronggo antara lain:

1. Proyek Bank Dunia dalam bentuk Upper Solo Watershed

Management through People‟s Participation and Income

Generation

DAS Mikro Pronggo merupakan bagian lokasi proyek

Bank Dunia dalam Upper Solo Watershed Management

through People’s Participation and Income Generation.

Kegiatan rehabilitasi lahan dari proyek tersebut di DAS

Masyarakat

Pemerintah Swasta

Kelas

Menengah

(Midle

Class):

Pers,

LSM, dll).

Page 90: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

73

Mikro Pronggo dimulai tahun 1976. Kegiatan berupa

pembuatan teras dan penanaman kelapa.

2. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)

Solo telah menetapkan DAS Mikro Pronggo sebagai Molel

DAS Mikro (MDM) pada tahun 2004. Ini artinya, sejak

tahun 2004, DAS Mikro Pronggo merupakan salah satu DAS

yang diprioritaskan untuk ditangani. Beberapa kegiatan yang

sudah dilakukan antara lain: penyampaian rencana

pengelolaan DAS Mikro Pronggo kepada masyarakat,

pengumpulan data biofisik dan sosial ekonomi (2004),

pemasangan alat penakar curah hujan dan Stasiun Pengamat

Arus Sungai (SPAS) (2004) serta pengukuran dan

monitoringnya (2004-2014), pembangunan wanafarma

seluas 2 ha (2006), dan pembagian bibit tanaman untuk

GNRHL setiap tahun dari tahun 2004 - 2008.

3. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan

Sinergi dengan kegiatan BPDAS Solo, maka Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan mendukung

kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo yang ada di

wilayah kerjanya. Setiap tahun, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Pacitan menganggarkan untuk

kegiatan GNRHL. Kegiatan tersebut berupa pengadaan bibit

sampai dengan pembagian kepada masyarakat di lapangan.

Namun demikian realita di lapangan, pembagian bibit tidak

Page 91: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

74

didasarkan pada kebutuhan bibit untuk lahan yang

diprioritaskan tetapi dibagi rata setiap rumah tangga. Pada

tahun 2009, setiap rumah tangga hanya mendapat + 9 bibit

tanaman per rumah tangga. Hal ini yang menyebabkan

sasaran rehabilitasi tidak pada lahan prioritas tetapi

terkadang di tanam pada lahan yang telah penuh dengan

tanaman pohon.

4. Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Pacitan

Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Pacitan melalui penyuluhnya melakukan

penyuluhan terutama tentang arti pentingnya penanaman

pohon. Mereka juga membuat rehap teras. Pertemuan

memang tidak rutin tergantung dari ketersediaan dana namun

penyuluh tersebut sering datang ke desa sesuai dengan

jadwal pertemuan kelompok tani. Selain kegiatan

penyuluhan mereka juga membangun persemaian Desa

dengan jenis cengkeh.

5. Balai Penuyuluhan Pertanian Kabupaten Pacitan

Balai Penyuluhan Pertanian Kabupaten Pacitan

melakukan penyuluhan terutama terkait dengan tanaman

pangan dan tanaman semusim. Mereka melakukan

penyuluhan dan membangun plot-plot seperti penanganan

hama terpadu untuk tanaman padi. Sebagai sarana

Page 92: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

75

pendukung, di Kantor BPP Kabupaten Pacitan juga

dilakukan pengukuran curah hujan, namun lokasi tersebut

tidak berada di dalam DAS Mikro Pronggo tetapi masih bisa

dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian ini karena

lokasinya hanya + 3 Km dari DAS Mikro Pronggo.

6. Desa di Dalam DAS Mikro Pronggo

Di DAS Mikro Pronggo terdapat dua desa yang

menjadi pemukiman penduduk. Oleh sebab itu, hanya dua

desa tersebut yang memiliki kelompok tani. Kelompok tani

tersebut bernama Kelompok Tani Sumber Urip di Desa

Gembong dan Kelompok Tani Akur di Desa Temon. Profil

kelompok tani pada desa Temon dan Gembong sebagai

berikut:

(1) Desa Temon

Kelompok Tani Akur, Desa Temon, Kecamatan

Arjosari, Kabupaten Pacitan dibentuk tahun 2001. Sejarah

berdirinya karena akan ada program kredit usaha tani dari

Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan sehingga Penyuluh

Pertanian Lapangan (PPL) menyuruh petani untuk

membentuk kelompok.

Kepengurusan Kelompok Tani Akur terdiri dari Ketua,

Sekretaris dan Bendara. Pemilihan pengurus dilakukan

melalui pemilihan. Penyusunan rencana dipandu PPL.

Kelompok Tani Akur telah melakukan kegiatan wanafarma

Page 93: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

76

dan penghijauan pada tahun 2007-2008 yang dibiayai dari

kegiatan GERHAN, oleh BP DAS Solo.

Kelompok Tani Akur, memiliki aturan dalam

penanaman pohon yaitu dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m

dan dicemplong dengan ukuran 50 x 30 cm. Lahan yang

miring harus dibuat teras. Sanksi bagi yang tidak melakukan

tidak ada. Petani telah mengetahui bahwa manfaat terasering

dan pembuatan saluran air dan telah melaksanakan serta

melakukan penanaman pisang pada lahan bekas longsor.

(2) Desa Gembong

Kelompok Tani Sumber Urip telah berdiri sejak 1982

yang memiliki kegiatan di bidang Pertanian. Kelompok tani

berdiri dilatarbelakangi adanya penyaluran bantuan bibit padi

unggul. Kelompok tani ini melakukan pertemuan setiap

bulan dan juga didatangi penyuluh hampir setiap pertemuan.

Isi pertemuan adalah tukar informasi perihal pertanian.

Kemudian pada tahun 2005, dibentuk lagi kelompok tani

yang khusus menangani konservasi lahan. Pembentukan

kelompok Sumber Urip yang kedua dilatarbelakangi adanya

bantuan untuk membangun hutan rakyat/GERHAN.

Kegiatan GERHAN didanai dari Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Pacitan dan BP DAS Solo.

Kepengurusan Kelompok Tani Sumber Urip terdiri

dari Ketua, Ketua I, Sekretaris, dan Bendahara baik yang

kelompok tani pertanian maupun yang konservasi dengan

Page 94: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

77

jumlah anggota kelompok tani ini yakni 26 orang. Proses

pemebentukan pengurus dilakukan pemilihan secara

langsung oleh seluruh anggota.

Kegiatan utama Kelompok Tani yaitu pertanian sawah

untuk kelompok tani yang dibentuk tahun 1982 dan

pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat untuk kelompok

tani yang dibentuk tahun 2005. Untuk kelompok tani yang

kedua, setelah kelompok tani ini dibentuk, kemudian

dilakukan penyuluhan oleh PPL untuk melakukan

pembangunan dan pengelolaan hutan rakyat. Program

tersebut sudah dibuat oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Pacitan dan BP DAS Solo sehingga kelompok

tani tinggal melaksanakan saja, namun setelah kegiatan

gerhan ini berhenti maka kegiatan kelonpok tani juga

berhenti.

7. PT. DSC

PT. DSC merupakan perusahaan yang bergerak dalam

pembuatan veneer dan kayu lapis yang berada di Kecamatan

Glagah Ombo, Kabupaten Pacitan. Dalam rangka kegiatan

CSR perusahaan tersebut membagikan bibit kepada

masyarakat Kecamatan Arjosari dimana DAS Mikro

Pronggo berada, sebanyak 5.000 bibit sengon pada tahun

2007. Bibit tersebut diserahkan kepada Camat Arjosari

kemudian diteruskan ke desa-desa tetapi sekali lagi di tingkat

Page 95: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

78

desa bibit tersebut dibagikan ke rumah tangga dan tidak

didasarkan pada lokasi prioritas.

B. DAS Mikro Wonosari

1. Aturan Hukum Terkait Pengelolaan DAS Wonosari

Bagian paling hulu dari DAS Mikro Wonosari adalah

kawasan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani.

Dasar perundangan perusahaan tersebut yakni Peraturan

Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan

Umum (Perum) Kehutanan Negara. Pasal 3 ayat (3)

menyatakan bahwa Pengelolaan Hutan di Hutan Negara

sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) meliputi

kegiatan: a. tata hutan dan penyusunan rencana Pengelolaan

Hutan; b. pemanfaatan hutan; c. rehabilitasi dan reklamasi

hutan; dan d. perlindungan hutan dan konservasi alam.

Penjelasan UU No. 41 tahun 1999 Pasal 26 Ayat (1)

Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah segala

bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak

mengurangi fungsi utama kawasan, seperti: a. budidaya

jamur, b. penangkaran satwa, dan c. budidaya tanaman obat

dan tanaman hias. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan

lindung adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi

jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan

mengurangi fungsi utamanya, seperti: a. pemanfaatan untuk

wisata alam, b. pemanfaatan air, dan c. pemanfaatan

keindahan dan kenyamanan. Pemungutan hasil hutan bukan

Page 96: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

79

kayu dalam hutan lindung adalah segala bentuk kegiatan

untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak

merusak fungsi utama kawasan, seperti: a. mengambil rotan,

b. mengambil madu, dan c. mengambil buah. Usaha

pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus

menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan

meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk

mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan

lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan

datang. Berdasarkan hasil diskusi dengan Kepala dan

Perangkat Desa Wonosari di lapangan, masyarakat

mengetahui bahwa kawasan tersebut merupakan hutan

lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Batas hutan

dengan lahan tembakau masyarakat yakni berupa patok besi

dan batas alam berupa tanaman bambu terlihat jelas.

Bagian tengah DAS Mikro Wonosari merupakan lahan

tegalan sedangkan bagian hilirnya adalah lahan sawah.

Lahan-lahan tersebut dibebani hak milik bedasarkan

Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok

Agraria. Berdasarkan Undang-undang tersebut, lahan-lahan

menjadi barang privat walaupun dalam Undang-undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat 1,

bumi, tanah dan air serta kekayaan alam di dalamnya

dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Page 97: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

80

Akibat dari kebijakan politik tentang desentralisasi

pemerintahan maka pengaturan pembagian urusan

pemerintah, pemerintah daerah propinsi, dan pemerintah

daerah kabupaten/ kota diatur dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 38 tahun 2007. Dalam lampiran PP

tersebut, dalam Sub Bidang 41 tentang Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai, pemerintah memiliki tugas menetapkan pola

umum, norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan

DAS, penetapan kriteria dan urutan DAS/Sub DAS prioritas

serta penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu,

Pemerintah Daerah Propinsi memiliki tugas memberikan

pertimbangan teknis penyusunan rencana pengelolaan,

penyelenggaraan pengelolaan DAS skala propinsi,

sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki

tugas memberi pertimbangan teknis penyusunan rencana

pengelolaan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS skala

kabupaten. Namun demikian implementasi dari Peraturan

Pemerintah No. 38 tahun 2007 tersebut di lapangan belum

dilaksanakan.

2. Organisasi Yang Potensial Mendukung Pengelolaan

DAS Mikro Wonosari

1) Organisasi Pemerintah

a) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) Kab. Temanggung

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) Kabupaten Temanggung merupakan

salah satu amanat Undang-undang No. 32 tahun 2004

Page 98: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

81

tentang Pemerintahan Daerah. Institusi ini untuk

mendukung perencanaan pembangunan daerah

sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan

Pembangunan Nasional. Pada Bab VII mengenai

Perencanaan Pembangunan Daerah pasal 152 ayat 1

yang mengamanatkan Perencanaan Pembangunan

Daerah didasarkan pada data dan informasi yang

akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

Pada Musyawarah Rencana Pembangunan

(Musrenbang) tahun 2010, rencana pembangunan

Kabupaten Temanggung terkait langsung dengan

pengelolaan DAS Mikro Wonosari yakni

penghijauan, perikanan dan penguatan kelembagaan

petani. Sumberdana kegiatan tersebut yakni Dana

Alokai Khusus (DAK) dan tugas pembantuan dari

pemerintah pusat serta Dana Bagi Hasil Cukai

Tembakau (DBHCT).

b) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Serayu Opak Progo (BPDAS SOP) di

Yogyakarta

Tugas pokok BPDAS SOP adalah mempunyai

tugas melaksanakan penyusunan rencana, pengem-

bangan kelembagaan, dan evaluasi pengelolaan

daerah aliran sungai Serayu Opak Progo. Dalam

kaitannya pengelolaan DAS Mikro Wonosari,

BPDAS SOP Yogyakarta melalui Dinas Pertanian,

Page 99: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

82

Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung

memberi insentif ke masyarakat di DAS Mikro

Wonosari untuk membangunan hutan rakyat di Desa

Wonosari pada tahun 2008. Kemudian pada tahun

2011 masyarakat dibantu bibit suren (Toona sureni)

oleh kedua instansi tersebut dari dana alokasi khusus

(TA) 2010. Hutan rakyat di lokasi kajian tidak seperti

hutan rakyat pada umumnya merupakan tegakan

hutan tanaman melainkan berupa pohon-pohon yang

ditanam di batas-batas kepemilikan. Demikian pula

tanaman suren (T. sureni) oleh masyarakat ditanam di

batas-batas kepemilikan.

Sampai dengan tahun anggaran 2010,

pelaksanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan

Lahan (GERHAN) masih didanai dengan Dana

Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kehutanan

melalui BPDAS SOP Yogyakarta. Kegiatan dapat

dikategorikan sebagai program desentralisasi sedang-

kan berdasarkan Lampiran PP 38 tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota, seharusnya pelaksanaan GERHAN

dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung

dalam bentuk program dekonsentrasi.

Page 100: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

83

c) Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan

Kabupaten Temanggung

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan

(DPPK) Kabupaten Temanggung mempunyai tugas

melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang

pertanian, perkebunan, dan kehutanan berdasarkan

asas otonomi dan tugas pembantuan. Dinas Pertanian,

Perkebunan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten

Temanggung merupakan mitra kerja BPDAS Serayu

Opak Progo dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan. Beberapa kendala dalam kegiatan rehabilitasi

hutan dan lahan disampaikan oleh Masrik Amin

selaku Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan

Kehutanan Kabupaten Temanggung: “Dari aspek

pendanaan untuk rehabilitasi lahan kami mendapat

dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Temanggung namun dalam

pelaksanaannya partai politik ikut campur tangan

sebagai politik balas jasa pada konstituen dan untuk

kemenangan pemilihan umum tahun 2014 sehingga

kami sulit untuk menentukan lokasi dan target

kelompok tani dalam pelaksanaan Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)”. Dinas

Pertanian – Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten

Temanggung telah menyusun Rencana Teknik

Kehutanan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTKRHL)

sesuai dengan petunjuk pelaksanan GERHAN

Page 101: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

84

Kementerian Kehutanan tetapi karena masalah

tersebut maka pelaksanaan GERHAN tidak sesuai

rencana”. Lebih lanjut Masrik Amin menyatakan

bahwa: ”sebenarnya, prioritas penanganan lahan

kritis di Kabupaten Temanggung seluas 18.000 ha

dan Kabupaten Temanggung memiliki fungsi untuk

penyangga ketersediaan air baku untuk 10 kabupaten

yang ada di sebelah hilir yang termasuk DAS Progo,

DAS Bodri dan DAS Tuntang sehingga penanganan

GERHAN diperlukan prioritas wilayah-wilayah

tertentu”.

d) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Temanggung

Tugas pokok Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Temanggung adalah 1). Meningkatkan

infrastruktur di bidang sarana prasarana jalan dan

jembatan pada kawasan kota, pedesaan, pusat

pertumbuhan, dan strategis, 2). Mewujudkan infra-

struktur di bidang sumberdaya air guna mendukung

ketahanan pangan, penyediaan air baku, dan

mengamankan daerah pemukiman dari daya rusak

air, dan 3). Mewujudkan pengawasan dan

pengendalian guna mencapai infrastruktur yang

handal dan bermanfaat. Dalam kegiatan pengelolaan

DAS Mikro Wonosari, Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Temanggung memiliki andil dalam

Page 102: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

85

monitoring curah hujan. Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Temanggung bekerja sama dengan:

1). Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan,

2). Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan

Kehutanan, dan 3). Camat Bulu; melakukan

pengukuran pencatatan dan pelaporan curah hujan

harian di Kecamatan Bulu. Data curah hujan tersebut

dilaporkan periodik bulanan, triwulan dan tahunan

untuk digunakan oleh instansi terkait. Kegiatan lain

yang dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten

Temanggung di DAS Mikro Wonosari antara lain

pembuatan bendung di Kali Gondangan dan Kali

Semen, rehab bendung di Desa Mondoretno dan Desa

Pakurejo.

e) Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian

Perikanan dan Kehutanan Kabupaten

Temanggung

Di Kecamatan Bulu terdapat Balai Penyuluhan

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BPPPK) yang

betanggung jawab kepada Badan Pelaksana

Penyuluhuan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Kabupaten Temanggung. Badan tersebut dibentuk

berdasarkan Perda Kabupaten Temanggung No. 21

tahun 2008, yang bertanggungjawab kepada Bupati

dengan tugas pokok melaksanakan sebagian

kewenangan daerah dalam penyelenggaraan

penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan

Page 103: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

86

kehutanan (Perda Kabupaten Temanggung No. 21

tahun 2008). Jumlah penyuluh di BPPPK Kecamatan

Bulu sebanyak 16 orang yang tediri dari penyuluh

pertanian 11 orang, perikanan 4 orang dan kehutanan

1 orang. Penyuluh kehutanan tersebut mendekati usia

pensiun dan belum ada perekrutan kembali. Menurut

Mualim, Kepala Subbagian Tata Usaha, Badan

Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan

Kehutanan: ”Sistem penyuluhannya yakni monovalen

namun demikian dalam satu kecamatan merupakan

teamwork”. Lebih lanjut Mualim mengatakan: ”Pada

awal tahun anggaran, Dinas Pertanian Perkebunan

dan Kehutanan dan Dinas Perikanan mengadakan

rapat dengan BPPPK Kabupaten Temanggung untuk

membahas kegiatan-kegiatan yang membutuhkan

dukungan penyuluhan”. Mualim lebih lanjut

mengatakan:”Pembiayaan untuk pelaksanaan teknik

penyuluhan disediakan oleh Dinas terkait”. ”Untuk

meningkatkan kemampuan penyuluh, setiap hari

Sabtu dilakukan training oleh Dinas terkait dan

tanggal 1 setiap bulan dilakukan rapat koordinasi

seluruh penyuluh di Kabupaten Temanggung”.

Page 104: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

87

f) Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten

Temanggung

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten

Temanggung memiliki tugas pokok, melaksanakan

penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di

bidang lingkungan hidup. Untuk menyelenggarakan

tugas pokok sebagaimana tersebut diatas. Badan

Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung mem-

punyai fungsi: 1) Perumusan kebijakan teknis bidang

lingkungan hidup; 2). Penyelenggaraan Urusan

pemerintahan dan pelayanan umum di bidang ling-

kungan hidup; 3). Pembinaan, fasilitasi dan

pelaksanaan tugas di bidang pengembangan kapasitas

dan pengamanan lingkungan hidup, 4). Penelitian

dampak dan pengembangan teknologi lingkungan

hidup, pengendalian pencemaran, kerusakan dan

konservasi lingkungan hidup, dan pengendalian

kerusakan dan konservasi lingkungan hidup;

5). Pemantauan, evaluasi dan pelaporan bidang

lingkungan hidup; 6). Pelaksanaan kesekretariatan

badan; dan 7). Pelaksanaan tugas lain yang diberikan

Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Kegiatan konservasi tanah dan air yang telah

dilakukan oleh BLH Kabupaten Temanggung di DAS

Mikro Wonosari TA. 2009 dan 2010 antara lain:

pembuatan sumur resapan (7 unit) dan gully plug (3

Page 105: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

88

unit), penanaman daerah tangkapan sumber air

(capturing) dengan radius 300 m dari sumber air (di

Desa Danupayan). Jenis tanaman untuk water

capturing adalah duwet (syzygium cumini), trembesi

(Samanea saman), dan suren (Toona sureni).

g) Kecamatan Bulu

Organisasi Kecamatan Bulu secara eksplisit

tidak ada Seksi yang membidangi pertanian,

perikanan dan perkebunan. Namun demikian apabila

ada kegiatan sektor tersebut Kepala Seksi

Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) Kecamatan

Bulu bersama para penyuluh melakukan pembinaan

kepada masyarakat.

h) Desa

Organisasi Desa terdiri dari Kepala Desa,

Sekretaris Desa, Seksi Pemerintahan, Seksi

Pembangunan dan Seksi Kesejahteraan Masyarakat.

Tidak ada seksi yang secara langsung menangani

aspek pengelolaan DAS, lingkungan, maupun konser-

vasi tanah dan air. Namun demikian, menurut

Kodiran Lilik, Sekretaris Desa Mondoretno: ”Ber-

dasarkan Musyawarah Pembangunan Desa Tahun

2010, diusulkan agar dilakukan penanaman turus

jalan dengan pohon buah-buahan dan tanaman keras

(jambu, matoa, mlinjo, dan mangga). Pada tahun

Page 106: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

89

2011 usulan tersebut disetujui dari sumber dana

Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2011.

Dari hasil diskusi dengan penyuluh di Balai

Penyuluhuan Pertanian Perikanan dan Kehutanan

Kecamatan Bulu ada 6 Desa yang perangkat desa dan

Gapoktan yang mendukung kegiatan pertanian secara

luas yakni Desa Wonosari, Campusari, Tegalurung,

Pager Gunung, Danupayan, dan Ngimbrang. Nama-

nama kelompok tani di DAS Mikro Wonosari dapat

dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Kelompok-kelompok Tani di DAS Mikro Wonosari

No. Desa Kecamatan Nama Kelompok Tani Dukungan terhadap

Pengelolaan DAS* 1 Pagergunung Bulu (2) Enggal Jaya I dan II Tinggi

2 Wonosari Bulu (2) Wonosari I dan II Tinggi

3 Bansari Bulu (4) Sederhana I, II, III, dan IV

Rendah

4 Malangsari Bulu (2) Sri Tani dan Sri Tari Rendah

5 Mondoretno Bulu (2) Subur dan Makmur Tinggi

6 Pakurejo Bulu (2) Pangudi Makmur dan Margo Luhur

Rendah

7 Pengilon Bulu (1) Pengilon Rendah

8 Pasuruhan Bulu (2) Sumber Makmur dan Sumber Rejeki

Rendah

9 Gondosuli Bulu (3) Rejosari I, II dan Pamrih Hasil

Rendah

10 Campursari Bulu (2) Margo Laras dan Sumber Roso

Tinggi

11 Tegallurung Bulu (2) Trampil I dan II Tinggi

12 Bulu Bulu (2) Pangudi Luhur dan Pangudi Asih

Rendah

13 Ngimbrang Bulu (2) Makmur dan Loh Jinawi

Tinggi

14 Putat Bulu (2) Maju I dan II Rendah

15 Tegalrejo Bulu (3) Bumi Rejo I, II, dan III Rendah

16 Danupayan Balu (3) Sri Margo, Sri Martani, dan Guyup Rukun

Tinggi

17 Salamsari Kedu (1) Salamsari Rendah

Jumlah 37 Kelompok Tani

*) PDAS = Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Page 107: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

90

Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan di

Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung antara

peneliti dengan penyuluh di Balai Penyuluhan

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kecamatan

Bulu, di dalam DAS Mikro Wonosari, terdapat 2

Gapoktan yang telah memiliki badan hukum yakni

Gapoktan Desa Pakurejo dan Campursari. Disamping

itu ada 11 (sebelas) desa yang mengelola keuangan

mikro (micro finance) yang merupakan hibah dalam

proyek Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

(PUAP) sebesar Rp. 1.00.000.000,- per Gabungan

Kelompok Tani. Besarnya pinjaman per anggota

sebesar Rp. 1.000.000,- untuk pembelian sarana

produksi pertanian. Periode pengembaliannya selama

2, 3 atau 6 bulan yaitu untuk pedagang 2 bulan,

petani sawah 3 bulan dan petani tembakau 6 bulan.

i) Lembaga Masyarakat

Lembaga non formal yang mengakar Sub DAS

Wonosari antara lain pengajian ”yasinan” dan kerja

bakti bersih desa. Kegiatan yasinan merupakan

kegiatan rutin setiap Kamis malam di masing-masing

RT sedangkan kegiatan bersih Desa dilakukan setiap

Hari Minggu pagi pada saat tidak sibuk mengurusi

tanaman tembakau (Juni, Juli, dan Nopember). Dua

lembaga tersebut merupakan media yang sebaiknya

Page 108: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

91

digunakan untuk melakukan penyuluhan tentang

pengelolaan DAS Mikro.

Sebagian besar masyarakat di DAS Mikro

Wonosari adalah petani tembakau. Mereka hampir

sepanjang tahun sibuk dengan kegiatan pertanian

terutama untuk mengurus tembakau. Untuk wilayah

atas yakni Desa Wonosari, Pagergunung, Bansari dan

Wonotirto mulai Maret telah mengolah lahan untuk

tanaman tembakau dan panen pada pertengahan

Nopember. Sedangkan untuk wilayah tengah yakni

Desa Pasuruhan, Malangsari, dan Tegalrejo peng-

olahan lahan untuk tembakau dimulai bulan April dan

berakhir pada pertengahan bulan Nopember dan

untuk wilayah bawah Desa Gondosuli, Pakurejo,

Bulu, Putat, Campursari, Pengilon, Danupayan, dan

Tegalurung dimulai pada bulan Mei.

Untuk wilayah atas, tembakau ditanam pada

Bulan Maret diantara tanaman jagung, cabe, atau

tomat. Pada bulan Juni, setelah tanaman jagung, cabe

atau tomat panen maka tinggal tanaman tembakau

monokultur yang tersisa dan panen tembakau terakhir

pada pertengahan bulan Oktober. Seperti teknik

budidaya pada umumnya, pada awal musim tanam

dilakukan pengolahan lahan, kemudian penanaman,

pemeliharaan tanaman, dan pemanenan yang dilaku-

kan seminggu sekali sampai daun tembakau habis

Page 109: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

92

dipanen. Tenaga kerja untuk pengolahan lahan

dilakukan oleh tenaga kerja rumah tangga petani

sendiri namun yang memiliki lahan yang luas

menggunakan tenaga kerja lokal yang tidak memiliki

lahan atau mendatangkan tenaga kerja dari luar

daerah.

Menurut informasi masyarakat, semakin tinggi

lokasi dari permukaan laut, kualitas tembakaunya

semakin baik. Tembakau srintil yang baik biasanya

dihasilkan di lokasi Lamuk (di luar DAS Mikro

Wonosari), Lamsi (bagian lebih hulu Desa

Wonosari), Wonosari bawah, dan Pagergunung.

Harga tembakau srintil dapat mencapai Rp. 300.000,-

/kg sedangkan tembakau biasa hanya mencapai

Rp. 90.000,-/kg (Purwanto, et. al. 2010).

Petani tembakau sangat sibuk mengelola

tanaman tembakau sampai penjualannya yakni dari

bulan Maret s/d Nopember. Waktu luang biasanya

pada pertengahan Nopember sampai awal Desember.

Apabila terkait dengan ketersediaan waktu yang ada,

penyuluhan konservasi tanah dan air dalam rangka

pengelolaan DAS sebaiknya secara intensif dilakukan

pada bulan tersebut (Purwanto, et. al. 2010).

Masyarakat juga sudah mengetahui pentingnya

menanam pohon, yakni untuk memperbaiki

Page 110: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

93

kesuburan tanah dan menahan angin ribut sehingga

tanaman pertaniannya tidak rusak. Namun demikian,

jenis tanaman pohon yang sebaiknya ditanam tidak

mengganggu tanaman tembakau. Jenis yang cocok

menurut masyarakat adalah suren. Namun demikian,

berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak

Misdiyanto dan Bapak Raharjo, pengelola lahan

tembakau di Desa Wonosari, Kecamatan Bulu,

Kabupaten Temanggung (tanggal 11 April 2011) bila

penanamannnya terlalu rapat akan mengganggu

tanaman tembakau (Purwanto, et. al. 2012).

j) Lembaga Swasta

Perusahaan rokok, PT. Djarum, perusahaan

pupuk organik, PT. Fertila dan penyuluh pertanian

Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan Kecamatan Bulu melakukan pembinaan

budidaya tembakau ke petani tembakau di Desa

Wonosari dan Bansari dengan cara membuat demplot

penanaman tembakau kemloko I, kemloko II dan

kemloko III. PT. Djarum memiliki kepentingan untuk

menjaga suplai tembakau dari wilayah tersebut

sedangkan PT. Fertila memiliki kepentingan agar

pupuk organik yang diproduksinya dibeli oleh petani.

Menurut petani, mereka mendapat tambahan

pengetahuan tentang pola tanaman tembakau

Page 111: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

94

kemloko dan penggunaan dosis pupuk fertila

(Purwanto, et. al. 2010).

k) Lembaga Lain

Pada tahun 2010, Koramil Parakan

menyumbang bibit tanaman tembresi untuk di tanam

sebagai turus jalan. Bantuan tersebut diserahkan

kepada Kepala Desa Mondoretno, Ngrimbang,

Pengilon, Bulu, dan Danurejo masing-masing

sebanyak 200 batang. Organisasi Koramil tidak

memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pengelola

DAS tetapi karena ada Peraturan Presiden No. 89

tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi

Hutan dan Lahan maka Koramil turut serta dalam

kegiatan pengelolaan DAS. Kesadaran akan perlunya

rehabilitasi lahan tersebut harus terus dipupuk sesuai

dengan tujuan GERHAN yakni gerakan sosial

rehabilitasi lahan yang secara mandiri dilakukan oleh

seluruh komponen masyarakat. Pemerintah hanya

berfungsi sebagai pendorong dalam kegiatan tersebut

(Purwanto, et. al. 2011).

Berdasarkan informasi di atas, penulis

mengusulkan mekanisme pengelolaan DAS Mikro

Wonosari sebagai berikut: Perencanaan pengelolaan

DAS Mikro sebaiknya disusun oleh Balai Pengelola-

an DAS Serayu Opak Progo dan Bappeda Kabupaten

Temanggung kemudian disosialisasikan ke seluruh

Page 112: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

95

lembaga yang terkait. Implementasi dilakukan oleh

masyarakat dan didampingi oleh Balai Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo

Yogyakarta, Dinas Pertanian Perkebunan dan

Kehutanan Kabupaten Temanggung, Badan Pelak-

sana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan

Kabupaten Temanggung, Badan Lingkungan Hidup

(BLH) Kabupaten Temanggung, Kecamatan Bulu,

masyarakat dari 17 Desa di dalam DAS Mikro

Wonosari. Monitoring dan evaluasi lahan, untuk

tahap awal dilakukan oleh lembaga pemerintah dan

hasilnya disampaikan kepada masyarakat yang

selanjutnya masyarakat (Kepala Desa, Gapoktan, dan

Rumah Tangga pengelola lahan) diajari untuk me-

monitornya sendiri. Monitorirng dan evaluasi

hidrologi, pemantauan curah hujan sebaiknya dilaku-

kan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Temanggung dan debit air sungai Wonosari

sebaiknya dilakukan oleh BPDAS Serayu Opak

Progo.

Page 113: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

96

Page 114: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

97

BAB VIII

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN DAS

MIKRO

A. Sosialisasi

Setelah dilakukan analisis kerentanan biofisik dan sosial

ekonomi dan dibuat peta kerentanan maka dilakukan sosialisasi

kepada seluruh stakeholders implementator pengelolaan DAS

Mikro Pronggo yakni Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Kabupaten Pacitan. SKPD tersebut antara lain: 1). Bappeda,

2). Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 3). Dinas Pertanian dan

Peternakan, 4). Badan Pelaksana Penyuluhan, 5). Kantor

Lingkungan Hidup, 6). Camat Arjosari, 7). Balai Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Solo, 8).Kepala Desa Gembong dan

9). Kepala Desa Temon. Sosialisasi ini juga melibatkan

Gabungan Kelompok Tani (GaPokTan) Desa Temon dan Desa

Gembong dan pabrik pengolah kayu serta perusahaan pengolah

kayu PT. Daya Sakti Unggul Cooperation Pacitan. Suasana rapat

sosialisasi d Sosialisasi dilakukan pada Bulan Maret 2009. Dari

kegiatan sosialisasi ini hanya Balai Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai (BPDAS) Solo, Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Pacitan, Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten

Page 115: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

98

Pacitan, lurah dan camat yang siap membantu kegiatan ini

sedangkan PT. Daya Sakti Unggul siap menjadi pasar hasil kayu

dari kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo sedangkan

instansi yang lain hanya siap mendukung tetapi tidak tegas

mengambil bagian yang mana dari kegiatan pengelolaan DAS

Mikro Pronggo tersebut.Suasana sosialisasi rencana pengelolaan

disajikan pada Gambar 26.

Sosialisasi untuk DAS Mikro Wonosari dilakukan di

Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, bulan

Maret 2010. Sosialisasi dihadiri Kepala Bappeda, Camat Bulu,

Kepala Sub Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Perkebunan dan

Kehutanan Kabupaten Temanggung, Badan Pelaksana

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten

Temanggung, Kepala Polisi Sektor Kecamatan Bulu, Komandan

Koramil Kecamatan Bulu, 18 Kepala Desa di dalam DAS mikro

Wonosari. Dalam sosialisasi disepakati untuk membangun

contoh konservasi tanah di lahan tembakau yakni di sebelah

utara atau bagian lebih hulu Dusun Wonosari atau disebut Blok

Seman oleh masyarakat. Karena sebagian besar areal DAS mikro

Wonosari merupakan lahan tembakau maka bila masyarakat mau

menerapkan konservasi tanah di lahan tembakaunya maka

pengelolaan DAS mikro Wonosari telah dicapai. Kesepakatan

yang lainnya: 1). Pembuatan sumur resapan yang dilakukan oleh

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung,

2). Pembuatan gully plug dan penanaman suren yang dilakukan

oleh Sub Dinas Kehutanan Kabupaten Temanggung.

Page 116: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

99

Gambar 26. Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Pronggo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur

Gambar 27. Rapat Sosialisasi Pengelolaan DAS Mikro Wonosari,

Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah

B. Sumber-sumber Pembiayaan Pengelolaan DAS

Mikro

Dalam diskusi penyusunan rencana pengelolaan DAS

Mikro dilakukan inventarisasi sumber-sumber pembiayaan.

Sumber pembiayaan pengelolaan DAS Mikro dapat berasal dari

masyarakat, pemerintah, pengusaha, maupun LSM. Sumber

pembiayaan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk moneter

dan natura. Dalam diskusi penyusunan rencana pengelolaan

DAS Mikro Pronggo, tahun 2009, diinventarisasi sumber-

sumber pembiayaan. Kegiatan penyusunan rencana pengelolaan

Page 117: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

100

dilakukan dan dibiayai oleh Balai Penelitian Kehutanan Solo.

Untuk kegiatan implementasi sumber pembiayaan berasal dari

berbagai sumber. Rehabilitasi lahan secara vegetatif yang

dilakukan melalui GNRHL, pembangunan hutan rakyat, pem-

bangunan wana farma, dan pembangunan kebut bibit rakyat

dibiayai oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo dan

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan. PT. Daya

Unggul Cooperation bersedia menyumbang bibit sengon. Balai

Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan

bersedia untuk melakukan penyuluhan tentang kegiatan

kehutanan, perkebunan, dan konservasi tanah serta dapat

menyediakan bibit jati, jabon, dan cengkeh. Balai Penyuluhan

Pertanian dapat membantu dalam penyusunan Rencana Definitif

Kebutuhan Kelompok (RDKK) untuk usaha tanaman semusim,

pembuatan plot-plot contoh penggunaan bibit unggul padi sawah

dan pengendalian hama terpadu. Peyuluhan yang dilakukan oleh

Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan dan Balai

Penyuluhan Pertanian, Kabupaten Pacitan direncanakan 2 (dua)

bulan sekali. Balai Penelitian Kehutanan Solo dapat melalukan

penelitian, pembangunan plot-plot contoh konservasi tanah dan

plot contoh untuk rehabilitasi lahan secara vegetatif serta mem-

biayai kegiatan studi banding. Pemasangan alat penakar curah

hujan dan pemabangunan Stasiun Pengamatan Air Sungai dan

kegiatan pemantauannya dilakukan oleh Balai Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Solo. Biaya yang dibutuhkan dalam

kegiatan tersebut di atas berasal dari instansi dan perusahaan

Page 118: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

101

masing-masing sesuai dengan usulan kegiatan yang sudah

disepakati.

a. Rencana Tata Waktu dan Pembagian Tugas

Pengelolaan DAS mikro merupakan bagian dari

pembangunan daerah dan jangka waktunya yakni 5 tahun

atau pembangunan jangka menengah. Untuk itu, tata waktu

rencana pengelolaan DAS mikro disusun dalam jangka 5

(lima) tahun.Sebaiknya penyusunan rencana dilakukan pada

Tabel 21.

Tabel 21. Pembagian Kerja dan Tata Waktu Pengelolaan DAS Mikro Pronggo

Page 119: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

102

b. Pemberdayaan masyarakat

Dewasa ini, pengelolaan DAS yang bersifat kolaboratif

sebagai sebuah paradigma baru dalam kebijakan lingkungan

makin banyak dibicarakan. Perubahan paradigma dari

kebijakan yang bersifat terpusat (centralized) dan command

and control yang menjadi ciri kebijakan lingkungan tahun

70an menjadi kebijakan yang bersifat pengelolaan

kolaboratif yang didesain untuk mendapatkan konsensus dan

kerjasama antar pemangku kepentingan pada tingkat DAS

semakin menguat (Lubell, 2004). Lebih lanjut, Lubell (2004)

dalam penelitiannya di Florida menemukan bahwa persepsi

petani terhadap efektivitas kebijakan pemerintah lebih

banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Hal ini berarti

kebijakan pemerintah di daerah hulu untuk melakukan

kebijakan konservasi tanah harus menguntungkan dari sisi

ekonomi.

Kerangka pikir partisipatif yang bersifat bottom up

ternyata belum bisa menjawab permasalahan degradasi

lingkungan di daerah hulu. Hal ini disebabkan oleh

pembuatan rencana yang kadangkala merupakan preferensi

lokal kadangkala kurang mempertimbangkan aspek lain

(teknis). Namun demikian, Bonnal (2005) dalam FAO

(2006) menyebutkan bahwa walaupun banyak proyek,

program, dan rencana telah melibatkan partisipasi masyara-

kat, namun masyarakat belum tentu mengimplementasikan-

nya. Hal ini terjadi karena banyak ahli pengelolaan DAS

Page 120: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

103

kesulitan untuk mengubah manajemen mereka, metode kerja

yang top down, dan tidak mengerti sepenuhnya situasi dari

penduduk DAS. Pada saat yang sama, masyarakat lokal terus

melihat diri mereka sendiri sebagai penerima petunjuk yang

pasif dan sulit untuk masuk ke dalam tipe hubungan

partisipasi yang baru.

FAO (2006) menyebutkan bahwa partisipasi masyara-

kat dan petunjuk konservasi yang dibuat pada tahun 80-an

masih tetap relevan saat ini, antara lain: (1) pengelolaan

sumberdaya alam tidak akan sukses tanpa keterlibatan dan

dukungan dari para pengguna sumberdaya tersebut,

(2) partisipan harus memiliki kapasitas dan tanggung jawab

dalam membuat keputusan, dan (3) promosi dari pengelolaan

partisipatif DAS merupakan proses yang memakan waktu

lama yang menyaratkan arti yang tepat.

Saat ini, program-program pengelolaan DAS mulai

berubah dari pendekatan partisipatif ke pendekatan kolabora-

tif. Pendekatan kolaboratif merupakan pendekatan dari

pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat pluralist yang

berdasarkan atas pembelajaran bersama, pertukaran dan

negosiasi antar aktor dengan kepentingan yang berbeda,

termasuk para ahli dan pembuat keputusan.

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan DAS

Mikro Pronggo dan DAS Mikro Wonosari dilakukan melalui

kegiatan:

Page 121: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

104

1) Penyuluhan

Penyuluhan di DAS Mikro Pronggo dilakukan oleh

penyuluh Balai Penyuluhan Pertanian, Balai Penyuluhan

Kehutanan dan Perkebunan; Kabupaten Pacitan, dan peneliti

dan teknisi Balai Penelitian Teknologi Kehutanan

Pengelolaan DAS.Penyuluhan oleh Balai Penyuluhan

Pertanian dan Balai Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Pacitan dilakukan 2 (dua) bulan sekali yang

bertempat di Kantor Desa Temon dan Desa Gembong.

Disamping merubah kondisi sosial ekonomi dan biofisik,

salah satu penyuluh kehutanan di Kecamatan Arjosari

mendapat penghargaan Penyuluh Kehutanan Teladan tahun

2014 dari Menteri Kehutanan.

Konsep yang harus disampaikan yakni pertanian

terpadu. Untuk mendapatkan kesejahteraan, petani sebaiknya

memanfaatkan berbagai sumber pendapatan petani yakni dari

lahan sawah, lahan kering, perikanan, peternakan, hutan

rakyat, dll, dengan prinsip-prinsip konservasi tanah yang

merupakan ujung tombak kegiatan pengelolaan DAS.

Sumber-sumber pendapatan tersebut dapat disajikan pada

Gambar 28.

Page 122: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

105

Gambar 28. Sumber-sumber Pendapatan Petani dengan Mene-

rapkan Prinsip-prinsip Konservasi Tanah dan Air.

2) Sekolah lapang

Sekolah lapang dilakukan agar masyarakat mendapat-

kan informasi dan pengetahuan serta dapat mepraktekkan

pengetahuan tersebut secara langsung. Pengalaman mem-

praktekkan teknologi konservasi tanah yang diajarkan oleh

penyuluh/pelatih mendorong masyarakat memahami per-

masalahan, merasakan kesulitan dalam praktek, dan

memecahkan masalah secara berkelompok dan mengerti

manfaat teknologi konservasi tanah dan air yang

dipraktekkannya.

Page 123: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

106

3) Pembangunan Demplot

Pembangunan plot contoh ditujukan agar seluruh pihak

yang berpartisipasi dalam pengelolaan DAS mikro dapat

melihat langsung contoh pengelolaan DAS mikro dimana

ujung tombaknya adalah konservasi tanah dan air di setiap

penggunaan lahan. Beberapa contoh kegiatan pembangunan

plot disajikan sebagai berikut:

Gambar 29. Tindak Lanjut dari Sosialisasi berupa Pelatihan Pengolahan Tanah

Page 124: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

107

1. Plot Perbaikan Teras di DAS Mikro Pronggo

Perbaikan teras dilakukan pada Bulan September 2009

kemudian pada bulan Oktober 2009 dilakukan penanaman

jagung sebagai demplot pengelolaan lahan kering yang kritis

(Gambar 30). Demplot dibangun berdasarkan analisis

kerentanan lahan dan sosial ekonomi masyarakat dimana

sebagian besar lahan di DAS Mikro Pronggo merupakan

lahan kritis namun masih ditanamai tanaman semusim

karena merupakan sumber pangan masyarakat. Masyarakat

merasa aman bila memiliki cadangan pangan di rumahnya

sehingga perlu dibangun teknik pengolahan lahan untuk

tanaman semusim tetapi masih memperhatikan prinsip-

prinsip konservasi tanah.

a. Tongkol jagung kecil dan tidak berisi penuh pada lahan yang tidak dilakukan perbaikan teras

b. Tongkol jagung besar dan berisi pada lahan yang dilakukan perbaikan teras

Untuk mengatasi kekritisan lahan dilakukan perbaikan teras (Nop 2009)

Perbaikan teras meningkatkan produksi jagung 1,8 x (Maret 2010)

Permasalahan teras mudah rusak karena longsor

Penanaman cantel (gagal)tidak tumbuh

Bibit sdh mati

Terlalu banyak hujan(2010)

Gambar 30. Pembangunan Plot Contoh Konservasi Tanah (Perbaikan Teras)

Page 125: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

108

2. Plot Perbaikan Teras Lahan Tembakau di DAS Mikro

Wonosari, Temanggung, Propinsi Jawa Tengah

Menurut informasi pada saat dilakukan fokus group

diskusi di Desa Wonosari bahwa pada sekitar tahun 1970-an

pengelolaan lahan tembakau di Desa Wonosari dilakukan

penterasan miring ke dalam. Akibat proses pewarisan lahan

dari orang tua ke anaknya dan pemilikan lahan semakin

sempit maka generasi berikutnya mengolah lahan miring ke

luar dengan anggapan bidang olahnya semakin luas

(Purwanto, dkk. 2010).

Berdasarkan pemahaman yang keliru tentang pengelo-

laan lahan tersebut tim peneliti memutuskan untuk membuat

plot-plot contoh konservasi tanah dalam bentuk perbaikan

teras pada lahan tembakau, pembuatan saluran pembuangan

air, dan drop struktur (Gambar 31). Berdasarkan analisis

kerentanan dengan metode Sidik Cepat Degradasi Sub DAS

(Paimin,dkk. 2010) yang dilakukan pada TA. 2010, sebagian

besar dari DAS Mikro Wonosari mengalami kerentanan

tanah kritis. Untuk itu perlu dilakukan rekayasa sosial dan

biofisik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Langkah

yang dilakukan dalam kegiatan tersebut yakni sosialisasi

hasil analisis kerentanan kepada masyarakat yang dilakukan

di Desa Wonosari, diskuasi dan analisis permasalahan

pengelolaan DAS yang dilakukan oleh masyarakat sendiri

melalui diskusi. Dari hasil diskusi tersebut diputuskan untuk

membangun plot contoh konservasi tanah yang dilakukan di

Page 126: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

109

lahan Bapak Sugito Remben seluas 0,415 ha dan Bapak

Slamet yang dibiarkan sebagai kontrol seluas 0,128 ha di

Desa Wonosari, dengan denah lokasi seperti pada Gambar

31.

Gambar 31 Lokasi Plot Contoh Konservasi Tanah danAir

Untuk Mengatasi Kerentanan Lahan di Desa Wonosari, DAS Mikro Wonosari.

Teknik konservasi tanah yang dilakukan yakni pem-

buatan teras karena kondisi lahan di Desa Wonosari bagian

hilir belum dilakukan penerasan berbeda dengan hulu yang

sudah dilakukan penerasan walaupun belum sempurna.

Proses sosialisasi sampai dengan pembuatan teras disajikan

pada Gambar 32.

Page 127: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

110

Gambar 32. Analisis Masalah, Studi Banding, Sekolah

Lapang dan Pembangunan Plot Konservasi Tanah di DAS Mikro Kuas Wonosari

3. Pembangunan Hutan Rakyat

Hutan rakyat dalam kegiatan pengelolaan DAS mikro

merupakan teknik konservasi tanah secara vegetatif.

Disamping sebagai teknik konservasi vegetatif, hutan rakyat

juga dapat memasok kebutuhan kayu masyarakat dan

industri perkayuan.

Hutan rakyat di DAS mikro Pronggo dibangun dari

insentif yang dilakukan oleh BPDAS Solo dalam bentuk

kebun bibit rakyat dan BPTKPDAS Solo dalam bentuk plot

contoh konservasi tanah vegetative dan swadana masyarakat.

Pembangunan kebun bibit rakyat (KBR) di Dusun Drono,

Desa Pronggo, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan

(Gambar 33) oleh BPDAS Solo dan Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Pacitan. Kebun Bibit Desa tersebut

untuk mensuplai kebutuhan bibit dengan luas tanam 125 ha.

Page 128: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

111

Jenis yang disemaikan di Kebun bibit antara lain: jati (2.000

btng), jabon (2.000 btg), gmelina (12.000 btg), sengon laut

(10.000 btg), dan nangka (5.000 btg).

Gambar 33. Kebun Bibit Desa di Dusun Drono, Desa Pronggo, Kecamatan Arjosari

Pelaksanaan pembuatan kebun benih dimulai pada

bulan Mei 2010 untuk jenis jati, September 2010 untuk jenis

jabon, Oktober 2010 untuk jenis gmelina. Semua jenis

tanaman berasal dari benih. Benih dikecambahkan di bedeng

perkecambahan kemudian disapih ke polybag. Media

persemaian merupakan campuran tanah dan pupuk kandang

dengan perbandingan 2 : 1.

Kegiatan pembuatan kebun bibit rakyat ini dipandu

secara aktif oleh penyuluh UPTD Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Pacitan dan Balai Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Solo (BPDAS Solo). Namun demikian

partisipasi, total masyarakat belum terlaksana. Kegiatan ini

mengupah masyarakat melalui Kepala Dusun Drono, Desa

Temon, Kecamatan Arjosari. Walaupun konsep awalnya

adalah pemberdayaan Kelompok Tani Akur II tetapi

Page 129: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

112

realitanya semua kegiatan dilalukan dengan sistem upah.

Sistem pengupahan ini tidak salah tetapi makna partispasi

menjadi kurang. Kegiatan pengisian polybag dilakukan oleh

25 orang selama 25 hari dengan upah Rp. 25.000,- per hari.

Kegiatan pemeliharaan bibit dilakukan oleh 2 orang selama

pembibitan dengan upah Rp. 25.000,- per hari.

Pembangunan plot contoh hutan rakyat yang dilakukan

oleh BPTKPDAS Solo bertujuan untuk konservasi tanah

secara vegetatif. Lokasi penanaman dan teknik penanaman

disesuaikan dengan KPL dan kesesuaian lahan. Berdasarkan

diskusi dengan anggota Gapoktan Akur, di DAS Mikro

Pronggo, jenis yang diminati oleh petani yakni sengon, jati,

dan ingin mencoba jenis jabon. Setelah + 1,5 tahun jenis

jabon ditanam, timbul keraguan masyarakat tentang pasar

kayu jenis tersebut maka berdasarkan rapat pengurus

Gapoktan Akur diputuskan untuk menanyakan peluang pasar

kayu jabon ke perusahan pengolahan kayu di sekitar lokasi

DAS Mikro Pronggo yakni perusahaan di Kabupaten

Pacitan. Berdasarkan diskusi dengan 2 pengusaha pengolah

kayu di Kabupaten Pacitan, harga kayu jabon tidak berbeda

jauh dengan harga kayu sengon yang sudah biasa

dibudidayakan oleh petani maka keyakinan petani untuk

menanam jenis tersebut semakin tinggi.

Page 130: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

113

Gambar 34. Plot Contoh Hutan Rakyat Jabon dan Sengon

Perkembangan industri hilir yang memanfaatkan kayu

hasil hutan rakyat telah mendorong masyarakat untuk

melakukan rehabilitasi lahan secara mandiri. Di sekitar DAS

Mikro Pronggo, ada industri pengolah kayu menjadi produk

triplex yakni CV. Dasa Sakti Unggul Corporation (CV.

DSUC) yang berlokasi di Desa Gegeran, Kecamatan Arjosari

dan di Desa Sambong, Kecamatan Pacitan, Kabupaten

Pacitan. Pabrik yang berada di Desa Gegeran berdiri tahun

2003 dan yang berada di Desa Sambong berdiri tahun 2009.

Adanya peluang pasar tersebut, beberapa petani telah

menanam pohon dengan biaya sendiri. Mereka membeli bibit

per batang seharga: sengon Rp. 1.500,-, Acacia mangium Rp.

1.500,-, jabon Rp. 2.250,- – Rp. 2.500,-, cengkeh Rp. 5.000,-

dan durian Rp. 15.000,-.

Page 131: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

114

4) Studi Banding

Tujuan studi banding adalah menambah pengetahuan

masyarakat dengan melihat langsung kegiatan usaha dan

konservasi tanah yang dilakukan oleh kelompok tani lain.

Dalam kegiatan pengelolaan DAS Mikro Pronggo, studi

banding dilakukan di Petani Modern An Nur, Kecamatan

Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Danpak dari studi banding

Petani desa Temon, DAS Mikro Pronggo meyatakan bahwa

hasil studi banding yang dilakukan TA. 2010, di Pertanian

Organik An Nur, Nguter, Sukoharjo menunjukkan bahwa

mereka mendapatkan wawasan yang lebih luas tentang

pertanian terpadu yakni sawah, lahan kering, peternakan,

perikanan, dan hutan rakyat dimana yang satu dengan

lainnya tidak dapat dipisahkan dan saling mendukung

(Purwanto, dkk, 2010). Studi banding untuk petani DAS

Mikro Wonosari dilakukan ke Kelompok Tani Kredo, Desa

Dokerso, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang (Gambar,

35).

Gambar 35. Kegiatan Studi Banding di Magelang

Page 132: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

115

BAB IX

MONITORING DAN EVALUASI

PENGELOLAAN DAS MIKRO

A. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS Mikro

1. Perencanaan Pengelolaan DAS Mikro

Dokumen perencanaan pengelolaan DAS Mikro

Pronggo disusun oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran

SungaiSolo (BPDAS) Solo, tahun 2004. Sistem perencanaan

tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat

Jenderal RLPS No. 088/Kpts/V/2003 tentang Pedoman

Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Dokumen peren-

canaan berisi data biofisik dan sosial ekonomi serta analisis

lahan kritis. Dalam dokumen perencanaan tersebut masih

merupakan rencana rehabilitasi lahan sebagai rencana kerja

BPDAS Solo di Areal Model DAS Mikro Pronggo dan

belum memasukkan kegiatan pengelolaan DAS Mikro yang

akan dilakukan oleh seluruh pihak terkait dengan

pengelolaan DAS Mikro Pronggo.

Pada bulan Maret 2009, Tim Peneliti Balai Penelitian

Kehutanan Solo, merevitalisasi rencana pengelolaan DAS

Mikro Pronggo, yang dimulai dari analisis potensi dan

Page 133: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

116

permasalahan. Kegiatan analisis dimulai dari desk analisis

dilanjutkan dengan survey dan pengumpulan data sekunder.

Dari data yang terkumpul dilakukan analisis: kekritisan

lahan, daerah rawan kebanjiran, daerah rentan kekeringan,

dan daerah rentan bencana tanah longsor, sosial, ekonomi,

dan kelembagaan masyarakat yang berkaitan dengan

pengelolaan DAS mikro yang didasarkan pada formula

Paimin, dkk (2006). Disamping itu juga dilakukan analisis

unit lahan untuk mengetahui lebih detail kondisi masing-

masing unit lahan sebagai dasar untuk bahan rancangan

kegiatan pada masing-masing unit lahan. Kegiatan selanjut-

nya yakni sosialisasi rencana pengelolaan ke seluruh

stakeholders untuk memperoleh kesepakatan jenis kegiatan

yang harus dilakukan dalam pengelolaan DAS mikro, siapa

berbuat apa, kapan harus dilakukan, sumber pembiayaan dari

mana, bagaimana melakukannya, disepakati dalam

sosialisasi ini. Pelaksanaan kegiatan penyusunan rencana

pengelolaan DAS Mikro Pronggo, tahun 2009 tersebut

seharusnya dilakukan oleh BPDAS Solo tetapi pada tahun

tersebut tidak tersedia anggaran maka BPK Solo yang

melaksanakan sekaligus sebagai wahana kegiatan kajian

implementasi pengelolaan DAS pada skala mikro.

Pengelolaan DAS mikro seperti kegiatan pembangunan

pada umumnya yakni tidak berhenti pada tahun tertentu

tetapi berkelanjutan. Ke depan, berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan

Page 134: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

117

Daerah Aliran Sungai, pasal 22 (2) Penyusunan Rencana

Pengelolaan DAS dilakukan oleh: c. bupati/walikota sesuai

kewenangannya untuk DAS dalam kabupaten/kota.

(3) Dalam menyusun Rencana Pengelolaan DAS

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bupati/walikota sesuai

kewenangannya dapat membentuk tim dengan melibatkan

Instansi Terkait. Bila dikaitkan dengan UU No. 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 219 (1) maka Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten yang

seharusnya menyusun rencana pengelolaan DAS mikro.

Permasalahan timbul karena BAPPEDA selama ini

tidak pernah melakukan penyusunan rencana pengelolaan

DAS sehingga tidak memiliki sumberdaya manusia dan

anggaran yang memadai untuk kegiatan tersebut. Untuk itu

perlu adanya penyediaan anggaran dan pelatihan penyusunan

rencana pengelolaan DAS. Pada kondisi peralihan pada

penerapan PP No. 37 tahun 2012 yakni pada tahun 2014 –

2015 sebaiknya dilakukan pendampingan penyusunan

rencana pengelolaan DAS di dalam Kabupaten/Kota

termasuk DAS mikro. Pendampingan ini sebaiknya dilaku-

kan oleh Balai Pengelolaan DAS yang telah berpengalaman

dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS terpadu.

Page 135: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

118

2. Implementasi Pengelolaan DAS Mikro

a. Penyuluhan masyarakat

Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani Akur,

penyuluhan kepada masyarakat yang disepakati dalam

penyusunan rencana pengelolaan DAS Mikro Pronggo

tidak berjalan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Pelaksanaan penyuluhan tergantung ada tidaknya proyek.

Ketika ada proyek KBR oleh BPDAS Solo dan Dinas

Kehutanan dan Perkebunan maka sosialisasi dan

penyuluhan dilakukan. Demikian juga ketika adanya

proyek pembangunan kebun bibit cengkeh yang

dilakukan oleh Balai Penyuluhan Kehutanan dan

Perkebunantan, Kabupaten Pacitan; penyuluhan gencar

dilakukan. Pada tahun 2014 berkembang kemitraan

antara Petani pemilik lahan dan pemilik modal yang

berasal dari Kota Pacitan, Propinsi Jawa Timur dan Solo,

Propinsi Jawa Tengah untuk membangun hutan rakyat

seluas 10 ha dengan cara bagi hasil. Dalam perjanjiannya

modal kerja awal (pengolahan lahan, bibit, dan pupuk)

berasal dari pemilik modal. Pembagian hasil sebagai

berikut: pemilik lahan nantinya mendapat 60%, 35%

untuk pemilik modal sedangkan 5% lainnya untuk kas

kelompok. Kemitraan seperti ini yang lebih intensif

komunikasinya karena semua pihak secara pribadi

berharap akan mendapatkan keuntungan.

Page 136: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

119

Di DAS mikro Wonosari penyuluh secara aktif

melakukan penyuluhan terutama di fokuskan di bagian

hulu yakni di Desa Bansari dan Wonosari. Pengembang-

an kopi yang ditanam di antara tanaman tembaku

dilakukan di Desa Bansari. Namun demikian tanaman

pohon tidak disukai oleh petani maka tidak ada

pengembangan yang dilakukan secara swadaya oleh

masyarakat.

b. Pembangan plot-plot contoh

Kondisi fisik jagung di plot contoh, Sub DAS

Pronggo, pada saat pemanenen disajikan pada Gambar

13. Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa hasil panen

jagung pada lahan yang dilakukan perbaikan teknik

konservasi tanah, memiliki tongkol yang lebih besar dan

berisi jagung dari pangkal sampai ujungnya sedangkan

pada lahan yang tidak dilakukan perbaikan teknik

konservasi tanah memiliki tongkol yang lebih kecil dan

banyak yang ompong. Hasil pengukuran rata-rata berat

basah jagung di DAS Mikro Pronggo sebesar 2.99 kg/m2

untuk lahan yang dilakukan perbaikan teras dan 1,66

kg/m2 untuk lahan yang tidak dilakukan perbaikan teras.

Kalau dikonversi dalam satuan luas per ha, untuk lokasi

DAS Mikro Pronggo, maka produksi lahan yang tidak

dilakukan perbaikan teras sebesar 29,9 ton/ha dan yang

tidak dilakukan perbaikan sebesar 16,6 ton/ha. Kenaikan

Page 137: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

120

produksi akibat perbaikan teras sebesar 80,12% untuk

berat jagung tongkol (Gambar 38).

c. Pembangunan kebun bibit rakyat untuk hutan rakyat.

Pendistribusian bibit dan penanaman dilakukan

pada awal Januari 2011. Pendistribusian bibit dilakukan

dengan cara menyerahkan tanggungjawabnya kepada

desa Temon. Kepala desa membagikan kepada Kepala

Dusun, kemudian kepala dusun membagikannya kepada

Ketua Rumah Tangga dan Ketua RT membagikan bibit

kepada kepala rumah tangga. Pembagian yang merata ini

menyebabkan satu Rumah Tangga petani hanya men-

dapatkan bibit antara 5 – 8 bibit. Rumah tangga

menanamnya di lahan tanpa ada kontrol dari petugas

penyuluh.

Pendistribusian bibit ini sebaiknya dievaluasi

kembali. Penanaman merupakan bagian dari penyelesai-

an masalah pengelolaan DAS Mikro. Maka penanaman

sebaiknya merupakan bagian dari penyelesaian keren-

tanan kekritisan lahan, kerentanan banjir dan kekritisan

tanah longsor. Luas lahan yang rentan (kekritisan lahan,

banjir, dan tanah longsor). Untuk menyelesaikan masalah

yang telah dibagi berdasarkan jenis kerentanan tersebut,

DAS Mikro sebaiknya dibagi menjadi 5 (lima) bagian

dari hulu sampai ke bagian hilir. Setiap tahun diusahakan

untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga

dalam kurun 5 (lima) tahun ke depan permasalahan

Page 138: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

121

dalam DAS Mikro dapat diselesaikan dan DAS Mikro

dapat dijadikan contoh pengelolaan DAS dalam skala

mikro.

B. Monitoring dan Evaluaisi Kinerja DAS Mikro

1. Lahan

a) Penutupan Lahan

Analisis Penggunaan lahan di DAS Mikro Pronggo

disajikan pada Tabel 28. Dari Tabel 28 dapat dilihat

bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Mikro

Pronggo cukup dinamis terutama dari hutan tanaman

menjadi penggunaan lainnya (pemukiman, sawah, tegal/

ladang, dan kebun campuran) (Gambar 36). Perubahan

penggunaan lahan dari kebun campuran menjadi

pemukiman merupakan dampak dari pertumbuhan

penduduk sebesar 0,21%/tahun.

Disamping perubahan penutupan lahan (Lampiran

4), monitoring lahan yang sebaiknya dilakukan yakni

perubahan penerapan teknik konservasi tanah (KTA) dan

air pada masing-masing unit lahan. Parameter ini

merupakan indikator keberhasilan pengelolaan DAS

Mikro dari aspek lahan. Apabila teknik KTA diterapkan

pada lahan yang semakin luas maka pengelolaan DAS

Mikro semakin baik dari aspek lahan maupun dari aspek

perilaku masyarakatnya. Untuk DAS Mikro Pronggo

selama pengelolaan, tahun 2009 – 2014, lahan seluas 62

Page 139: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

122

ha semakin baik KTAnya dari luas lahan kritis 132,99 ha

atau 46,62% dari luas lahan kritis pada awal pengelolaan.

Kegiatan tersebut yang dilakukan oleh masyarakat secara

mandiri dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh

seluruh pihak.

Tabel 22. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo dari Tahun 2007-2013.

No. Penggu-

naan Lahan

Tahun, Luas, dan Persen Penutupan

2007 2009 2011 2013

Ha % Ha % Ha % ha %

1. Pemu-kiman/ Peka-rangan

12,09 1,2 20,89 2.08 30,29 3,01 43,31 4,31

2. Sawah (Tadah Hujan + Irigasi)

17,95 1,79 19,43 1.93 20,41 2,03 23,52 2,34

3. Tegal/ Ladang

73,69 7,33 74,54 7.42 75,67 7,53 76,19 7,58

4. Kebun Cam-puran

801,35 79,72 812,94 80,88 800,24 79,61 780,38 77,64

5. Hutan Mono-kultur (Rakyat+ Perhu-tani)

100,1 9,95 77,38 7,70 78,64 7,82 81,78 8,14

Jumlah 1.005,18 100 1.005,18 100 1,005,18 100 1.005,18 100

Page 140: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

123

Gambar 36. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Mikro Pronggo 2009-2013.

2. Hidrologi

a. DAS Mikro Pronggo

Monitoring dan evaluasi (monev) tata air di tingkat

DAS Mikro dilakukan berdasarkan aturan yang ada

dalam Peraturan Dirjen (PerDirjen) RLPS No. P.04 tahun

2009 tentang Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran

Sungai dan Perdirjen RLPS No P.15 tahun 2009 tentang

Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Di dalam aturan

tersebut, parameter monev pada indikator tata air

meliputi: koefisien regim sungai (KRS), koefisien aliran

tahunan (C), kandungan sedimen terangkut serta kan-

dungan bahan pencemar. Namun demikian, dalam

Page 141: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

124

penelitian ini tidak seluruh parameter dilakukan peman-

tauan dan evaluasi. Hasil monev tata air pada masing-

masing lokasi DAS Mikro disajikan pada uraian di

bawah ini.

Berdasarkan Laporan Monitoring dan Evaluasi

Tata Air BPDAS Solo, Tahun Anggaran 2005 s/d 2014;

debit minimum di DAS Mikro pronggo realtif konstan

artinya base flowrelatif tetap yakni + 5 liter/detik sedang-

kan debit maksimumnya terjadi fluktuasi (Tabel 23).

Tabel 23. Curah Hujan, Debit Minimum dan Maksimum dan

Koefisien Regim Sungai Pronggo

No. Aspek

Hidrologi

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1. Cuhah hujan (mm)

3.187 1.464 1.670 1.451 1.850 2.891 2.293 2.497 2.721 2.128

2. Debit Minimum (liter/dt)

5,00 5,38 5,38 * 4,85 2.18 0,309 0,025 0,329 0,204

3. Debit Maksimum (m3/dt)

37,00 17,94 29,1 * 15.31 11.54 12.290 16,181 15.897 11.093

4. Koefisien Regim Sungai (KRS)

7.400 3.335 5.409 * 3.157 5.294 3.977 6.476 4.832 5.438

Sumber: Laporan Monitoring dan Evaluasi Tata Air Tahun Anggaran 2005 s/d 2014 BPDAS Solo. (*: tiak ada data karena alat rusak).

Berdasarkan data penelitian dari 2009 s/d 2014 curah

hujan di DAS Mikro Pronggo relatif konstan, debit

maksimum cenderung turun, namun debit minimumnya

Page 142: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

125

malah cenderung turun sehingga KRS semakin tinggi

(Gambar 37). Hal ini menujukkan bahwa pengelolaan DAS

Mikro Pronggo dapat menurunkan air limpasan tetapi belum

mampu untuk memberi jaminan kecukupan air di musim

kemarau.

Gambar 37. Kecenderungan Curah Hujan, Debit Minimum,

Debit Maksimum dan Koefisien Regim Sungai DAS Mikro Pronggo

Berdasarkan nilai KRS rata-rataTabel 29 menunjukkan

angka yang sangat tinggi yaitu 5.034. Nilai tersebut termasuk

dalam kategori “buruk”, artinya fluktuasi atau perbedaan

antara debit maksimum dan debit minimum sangat besar.

Hal tersebut juga menunjukkan bahwa daya resap dan

Page 143: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

126

simpan sub DAS /DAS Mikro terhadap air sangat buruk,

sehingga kurang mampu menahan dan menyimpan air hujan

yang jatuh. Di sisi lain air hujan yang menjadi limpasan

justru banyak yang terus masuk ke sungai dan terbuang

sampai ke laut.

Dampak yang ditimbulkan adalah ketersediaan air di

DAS pada saat musim kemarau sedikit sehingga berpotensi

terjadi kekeringan. Hal tersebut didukung oleh kondisi di

beberapa titik di dalam DAS Mikro yang kesulitan air di

musim kemarau, contohnya di Desa Gading. Dengan kata

lain, fungsi DAS sebagai “sponge” atau “water storage”

yang dapat mengatur hidrologi kurang bisa dipenuhi oleh

DAS Mikro Pronggo. Salah satu penyebab kondisi tersebut

adalah banyaknya penyimpangan penutupan lahan dari KPL-

nya, dimana area-area dengan KPL VI ke atas (yang

seharusnya bertutupan hutan/tanaman keras), banyak yang

telah berubah menjadi lahan tegalan.

Sebenarnya di DAS Mikro Pronggo terdapat banyak

sumber mata air yang bisa airnya dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk berbagai keperluan. Dari hasil survey pada

Bulan Agustus 2014, diperoleh sebanyak 10 titik mata air

yang tersebar di wilayah tengah dan hulu DAS Mikro, dan

hanya 6 yang masih keluar airnya (Gambar 38). Padalah

informasi dari masyarakat setempat dan lebih dari 15 titik

sumber mata air yang ada di DAS Mikro Pronggo. Hal

tersebut menunjukkan bahwa DAS Mikro Pronggo kurang

Page 144: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

127

bisa berfungsi dalam menyimpan air hujan, untuk dikeluar-

kan pada musim kemarau sebagai mata air (water regulator).

Gambar 38. Lokasi Sumber Mata Air di DAS Mikro Pronggo

Parameter monev tata air lain yang dapat dihitung

adalah koefisien aliran tahunan (nilai C) yang merupakan

perbandingan antara debit langsung dengan curah hujan

tahunan. Kuantifikasi debit air dilakukan dengan pendekatan

neraca air bulanan yang dihitung dengan metode

Thornthwaite-Mather (1957). Perhitungan neraca air bulanan

dan tahunan dilakukan dengan memanfaatkan data

klimatologis terutama curah hujan dan suhu udara rata-rata

bulanan di lokasi penelitian. Ringkasan hasil perhitungan

neraca air debit bulanan tahun 2013 disajikan pada Tabel

berikut.

Page 145: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

128

Tabel 24. Neraca Air Bulanan Tahun 2013 di Sub DAS Pronggo

Para-meter Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Dec Jml

Curah hujan (mm) 557 346 219 205 159 219 557 0 3 31 243 498 3.037

ET (mm) 147,7 126,0 144,9 139,6 139,4 131,0 127,3 52,0 24,0 37,0 140,4 144,5 1.354

Limpas-an, RO (mm) 293,1 256,5 165,3 115,4 67,5 77,8 253,8 126,9 63,4 31,7 27,6 190,6 1.670

Hasil perhitungan neraca air di atas dapat digunaan

untuk menghitung besarnya parameter monev koefisien

limpasan tahunan (nilai C), yang merupakan perbandingan

aliran langsung (DRO) dengan curah hujan tahunan. Setelah

total aliran (debit) dikurangi aliran dasar, dapat diketahui

besarnya aliran langsung (DRO) yaitu sebesar 1.340 mm,

sehingga nilai koefisien limpasan tahunan adalah 0,441 (atau

44,1%).

Nilai koefisien limpasan tersebut berdasarkan

Permenhut P.04 tahun 2009 temasuk kategori “sedang”.

Nilai koefisien sebesar 44,1% dapat diartikan bahwa dari

100% curah hujan yang jatuh, maka sebanyak 44,1% akan

menjadi aliran langsung, selebihnya 55,9% menjadi

simpanan dalam DAS, menjadi aliran dasar serta sebagian

diuapkan kembali sebelum menyentuh tanah. Oleh karena

itu, nilai koefisien aliran sering disebut sebagai “respon

Page 146: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

129

DAS”, artinya nilai yang menggambarkan ukuran respon/

tanggapan DAS terhadap input curah hujan yang jatuh.

Semakin besar nilai C maka respon DAS semakin buruk,

karena dari curah hujan yang jatuh dalam DAS sebagian

besar akan menjadi aliran langsung, yang berarti hanya

sedikit yang tersimpan dalam DAS.

b. DAS Mikro Wonosari, Temanggung

Pada lokasi DAS Mikro Wonosari di Temanggung,

monev tata air hanya dilakukan terhadap parameter beban

pencemar dan padatan tersuspensi yang ada di aliran sungai.

Hasil survey data sekunder terhadap kualitas air Sungai Kuas

di hilir DAS Mikro Wonosari disajikan pada tabel 25.

Tabel 25. Hasil analisis beberapa parameter kualitas air di outlet DAS Mikro Wonosari, Temanggung

Parameter Satuan Nilai pengukuran

Kriteria *) 2011 2012

Rata-rata

TSS mg/l 29,00 22,00 25,50 Baik untuk semua kelas air

pH - 8,30 6,20 7,25 Baik untuk semua kelas air

BOD mg/l 1,90 2,00 1,95 Baik untuk semua kelas air

COD mg/l 8,00 25,00 16,50 Baik untuk kelas air 2-4

DO mg/l 6,30 7,20 6,75 Baik untuk semua kelas air

Total Fosfat sebagai P mg/l 0,28 0,53 0,41 Baik untuk kelas air 3 & 4

NO3 sebagai N mg/l 0,08 1,87 0,98 Baik untuk semua kelas air

Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Temanggung (2012, 2013)

*) Berdasarkan kriteria pada PP no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Page 147: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

130

Hasil analisis kualitas air di atas menunjukkan bahwa

kandungan padatan tersuspensi (TSS) pada aliran Sungai

Kuas di hilir DAS Mikro Wonosari dalam kondisi baik untuk

semua kriteria kelas air (1 sampai 4) berdasarkan PP. 28

tahun 2001. Hasil pengamatan tahun 2011 dan 2011

menunjukkan nilai TSS rata-rata sebesar 25,5 g/l. Namun

demikian, angka tersebut belum bisa menunjukkan besarnya

kandungan sedimen tersuspensi (hasil sedimen) yang keluar

dari DAS Mikro.

Parameter beban pencemar yang diwakili oleh kan-

dungan fosfat dan nitrat dalam air sungai secara umum juga

menunjukkan kondisi yang baik. Kandungan fosfat rata-rata

tahun 2001-2012 sebesar 0,41 g/l, berdasarkan baku mutu

termasuk dalam kriteria baik memnuhi syarat kelas air 3 dan

4, namun tidak memenuhi persyaratan untuk kelas air 1 dan

2. Adapun parameter nitrat rata-rata bernilai 0,98 g/l yang

memenuhi syarat untuk semua kelas air 1 sampai 4.

Parameter kualitas air yang lain menunjukkan pH yang

masih dalam rentang nilai baku mutu, dan memenuhi syarat

untuk kelas air 1 - 4. Parameter kualitas air terkait kandung-

an oksigen dalam air (parameter BOD, COD dan DO) juga

secara umum dalam kondisi yang baik. Nilai BOD dan DO

memenuhi persyaratan untuk seluruh kelas air, sedangkan

parameter COD tidak memenuhi syarat untuk kelas air 1.

Page 148: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

131

Perbandingan kondisi kualitas air di hulu, tengah dan

hilir DAS Mikro Wonosari disajikan pada Tabel 26 hulu

sungai berada di sekitar mata air, wilayah tengah adalah

sungai yang sudah terpengaruh oleh aktivitas pertanian,

sedangkan hilir mewakili aliran sungai yang telah mendapat

pengaruh dari berbagai aktivitas manusia mulai dari

pertanian sampai permukiman.

Tabel 26. Perbandingan parameter kualitas air di hulu, tengah dan hilir DAS Mikro Wonosari, Temanggung

Titik Sampel

pH DHL (nmhos/cm)

Nitrat (NO3) (mg/l)

TSS (mg/l)

Posphat (PO4) (mg/l)

BOD (mg/l)

COD (mg/l)

DO (mg/l)

Hulu 6,0 147,0 6,88 7,0 0,09 1,6 3,7 4,2

Tengah 7,9 155,0 13,71 8,0 0,68 1,8 5,2 4,9

Hilir *) 8,4 158,0 15,16 36,0 0,59 2,6 9,5 4,9

Hilir

**) 7,3 - 0,98 25,5 0,41 1,9 16,5 6,7

Keterangan: *) Pengamatan langsungtahun 2013 **)Data dari BLH Kabupaten Temanggung (2012, 2013)

Berdasarkan tabel di atas, secara umum dapat

disimpulkan bahwa kondisi kualitas air di wilayah hulu lebih

baik dibandingkan di wilayah tengah dan hilir DAS.

Semakin ke hilir, kondisi kualitas air sungai semakin buruk.

Hal tersebut tidak terlepas dari keberadaan aktivitas manusia

yang semakin beragam dengan semakin ke arah hilir DAS,

Page 149: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

132

terutama akibat pertanian intensif (penggunaan pupuk, obat-

obatan dan pestisida) serta pemukiman yang menghasilkan

sampah dan limbah rumah tangga yang banyak dibuang ke

badan air sungai.

Parameter TSS yang juga menunjukkan tingkat

kekeruhan dan sedimentasi, pada air di wilayah hulu, tengah

dan hilir masih memenuhi kriteria mutu air kelas 1 sampai 4,

meskipun berdasarkan pengamatan visual di lapangan, air

sungai terlihat keruh ketika terjadi hujan dan banjir.

Keberadaan nitrat dan fosfat dalam air di wilayah hulu masih

berada di bawah ambang batas untuk mutu air 1 sampai 4,

sedangkan air di wilayah tengah dan hilir hanya memenuhi

kriteria mutu air kelas 3 dan 4 saja.

Parameter DO pada seluruh perairan (hulu sampai

hilir) hanya memenuhi kriteria mutu air kelas 2 sampai 4.

Nilai DO ini menunjukkan besarnya nilai konsentrasi yang

menunjukkan jumlah oksigen yang tersedia dalam suatu

badan air. Semakin besar nilai DO semakin bagus kualitas

airnya, sebaliknya semakin rendah nilai DO menunjukkan air

semakin tercemar. Parameter BOD memperlihatkan kondisi

air di hulu dan tengah memenuhi kriteria kelas air 1 sampai

4, namun air di wilayah hilir tidak memenuni kriteria kelas

air 1. Parameter COD menunjukkan semua perairan sungai

(hulu sampai hilir) memenuhi kriteria kelas air 2 sampai 4,

tetapi tidak memenuhi kriteria kelas air 1.

Page 150: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

133

3. Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan

a. Tingkat Pendapatan

Monitoring dan evaluasi parameter tingkat

pendapatan dapat dilakukan dengan menggunakan data

sekunder dan pengumpulan data pendapatan melalui

survey. Apabila sebagian besar wilayah DAS mikro

merupakan wilayah kecamatan dan data PDRB

kecamatan tersedia maka penggunaan data sekunder

disarankan untuk memonitor tingkat pendapatan

masyarakat. Di sisi lain, apabila wilayah DAS mikro

terdiri dari beberapa kecamatan dan atau data PDRB

tidak tersedia maka dilakukan dengan survey. Dalam

buku ini, contoh hasil monitoring dan evaluasi tingkat

pendapatan untuk DAS Mikro Pronggo dilakukan

dengan survey dan DAS Mikro Wonosari dengan meng-

gunakan Data PDRB dan jumlah penduduk. Monitoring

dan evaluasi tingkat pendapatan masyarakat di DAS

Pronggo dilakukan dengan survey karena wilayah DAS

mikro tidak mewakili Kecamatan Arjosari dan data

PDRB Kecamatan Arjosari tidak tersedia sedangkan

DAS Mikro Wonosari terdiri dari 14 Desa dari 18 Desa

yang berada di Wilayah Kecamatan Bulu, Kabupaten

Temanggung dan data PDRB Kecamatan Bulu tersedia

di Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung.

Page 151: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

134

a) Pronggo

Berdasarkan data awal pendapatan masyarakat di

DAS mikro Pronggo sebesar Rp. Rp. 4.076.484,-

(Paimin, dkk. 2008). Hasil evaaluasi tahun 2014 dengan

sampling dengan intesitas 2% dari yang dibagi secara

proporsional (Temon 16 org, Gembong 8 org, Jatimalang

8 org dan Gayuhan 6 org), menghasilkan pendapatan

rata-rata masyarakat sebesar Rp. 5.358.504,-, tahun

2014. Artinya dengan standar harga berlaku maka

pendapatan masyarakat di DAS Mikro Pronggo naik

rata-rata 5,24% per tahun.

Dari struktur sumber-sumber pendapatan, pen-

dapatan dari pertanian sangat tinggi yakni 87%. Hal ini

menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap lahan

sangat tinggi.

b) Wonosari

Berdasarkan data yang dihitung dari PDRB dan

Jumlah Penduduk di Kecamatan Bulu yang merupakan

sebagian besar wilayah DAS Mikro Wonosari, pen-

dapatan masyarakat cenderung meningkat dari tahun

2009 – 2013 (Tabel 33 dan Gambar 39). Bila dibanding-

kan dengan pendapatan rata-rata per kapita masyarakat

Kabupaten Temanggung maka pendapatan masyarakat di

DAS Mikro Wonosari lebih rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di DAS

Page 152: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

135

Mikro Wonosari dari tahun 2009 s/d 2014 lebih rendah

dibanding masyarakat Kabupaten Temanggung lainnya.

Tabel 27. PDRB, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung Tahun 2009-2013

Tahun PDRB

(Juta Rupiah)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu (Rp/orang)

Pendapatan Per Kapita Kabupaten

Temanggung (Rp/orang)

2009 250.379.29

44.226 5.661.359,61

6.385.490,85

2010 296.438.14

44.635

6.641.383,22

7.154.116.04

2011 324.153.66

45.150

7.179.483,06

7.847.119,79

2012 351.760.10

45.661

7.703.732,29

8.604.543,59

2013 382.143.48

46.149

8.280.644,79

9.381.988,23

Sumber: Kecamatan Bulu Dalam Angka 2009 s/d 2013 dan PDRB Tingkat Kecamatan.Kabupaten Temanggung 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Temanggung 2013

Gambar 39. Pendapatan Per Kapita Kecamatan Bulu tahun

2009 – 2013

Page 153: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

136

b. Ketergantungan Masyarakat terhadap Lahan

Ketergantungan masyarakat terhadap lahan adalah

proporsi pendapatan dari lahan pertanian terhadap pen-

dapatan keluarga. Secara makro ketergantungan terhadap

lahan dapat dihitung dari proporsi PDRB sektor per-

tanian terhadap PDRB Kecamatan. Ketergantungan

masyarakat terhadap lahan di DAS Mikro Wonosari

dapat dihitung dari Lapangan Usaha Pertanian dibanding

dengan PDRB Kecamatan Bulu (Tabel 28). Berdasarkan

data PDRB Kecamatan Bulu sektor pertanian merupakan

sumbangan tersbesar produk domestik bruto (Gambar

40). Artinya sebagian besar pendapatan berasal dari

pengelolaan lahan sehingga diduga akan meneyebabkan

pengelolaan lahan secara intensif dan akan menekan

lahan lebih tinggi.

Page 154: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

137

Tabe1 28. PDRD dan Proporsi Lapangan Usaha Kecamatan

Bulu. Kabupaten Temanggung Tahun 2013

Page 155: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

138

Gambar 40. Proposal Lapangan Usaha dalam PDRB Kecamatan

Bulu 2009 - 2014

Page 156: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

139

BAB X

PENUTUP

Buku ini kiranya dapat digunakan sebagai acuan dalam

pengelolaan DAS Mikro oleh pengambil kebijakan lokal tetapi

untuk analisis yang lebih teknis diperlukan pelatihan. Namun

demikian, pengelolaan DAS Mikro yang melibatkan seluruh

stakeholders, masih memerlukan usaha yang keras agar sesuai

dengan kaidah manajemen yakni perencanaan, implementasi,

pengembangan kelembagaan dan monitoring serta evaluasinya.

Dalam perencanaan selama ini dilakukan oleh Balai Pengelolaan

DAS sehingga dengan adanya PP No. 37 tahun 2012 perlu

adanya transfer ilmu perencanaan DAS ke Bappeda Kabupaten/

Kota.

Page 157: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

140

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2014. Sekolah Lapang. Diunduh tanggal 17 November 2014.http://fish1.jw.lt/Downloads/SL.txt.

Agriinfo. 2011. Classification of Watershed. My Agriculture Information Bank. http://www.agriinfo.in/?page=topic& superid=8&topicid=76. Diunduh 17 Oktober 2014.

Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutnaan Sosial. Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. 2011. Sistem Aplikasi Statistik Direktorat Jenderal BPDASPS. Jakarta. Diunduh 13 Oktober 2014. http://www.bpdasps-statistikkehutanan. com/

Dixon. J.A. dan K.W. Easter. 1986. Integrated Watershed Management: An Approach to Resource Management. In: Watershed Resource Management. An Integrated Framework with Studies from Asia and The Pacific. Studies in Water Policy Management no. 10. East-West Center. Hawai.

Food Agriculture Organisazion . 2006. The New Generation of Watershed Management Programmes and Projects. FAO Forestry Paper Number 150. Rome.

Kartodiharjo.H. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Kelompok Pengkajian Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan (K3SB). Bogor.

Page 158: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

141

Keputusan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. 088/Kpts/V/2003 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

Lubell. M. 2004. Collaborative Watershed Management: A View from the Grossroots. The Policy Studies Journal. Vol. 32. No 3. Blackwell Publishing Inc. Oxford.

Marut. D.K. 2000. Penguatan Institusi Lokal Dalam Rangka Otonomi Daerah. Wacana. Jurnal Ilmu Sosial Transformatif. Edisi 5 Tahun II: 54-73.

Ministry of Agriculture. Government of India. 2011. Dissemination of Micro Watershed Information. Ministry of State for NVDA. Goverment of Madya Pradesh.

North. D.C. 1991. Institutions: Institutional Change and Economic Performance. Political Economy of Institutions and Decisions. Cambridge University Press. Cambridge.

Nugroho. SP. 2013. BNPB: Trend Bencana Hidrometeorologi Indonesia Terus Meningkat. Portal Berita Info Publik. http://infopublik.org/read/61478/bnpb-trend-„bencana-hidrometeorologi-indonesia-terus-meningkat.html

Paimin. Purwanto. dan Sukresno. 2006. Sidik Cepat Degrasi Sub Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Paimin. Purwanto. dan Sukresno. 2010. Sidik Cepat Degrasi Sub Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Paimin.Irfan B. Pramono. Purwanto. dan Dewi R. Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor.

Page 159: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

142

Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor 21 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penyuluhan Pertanian. Perikanan. dan Kehutanan Kabupaten Temanggung. Lembaran Daerah Kabupaten Temanggung Tahun 2008 Nomor 21.

Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P. 15/V-Set/2009 tentang Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 42/Menhut-II/2009 tentang Pola Umum. Kriteria dan Standar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 17/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4068.

Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2005 – 2009. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah. Pemerintahan Daerah Propinsi. dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737.

Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103.

Page 160: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

143

Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 124.

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292.

Pugara. MA. 2011. Analisis Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Mengenai Implikasi Negatif Terhadap Produksi Minyak dan Gas Bumi Nasional. Pugara.Blogspot.com. diunduh 17 Oktober 2014.

Purwanto. Beny Haryadi. dan Paimin. 2009. Formulasi Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pada Skala Mikro (Studi Kasus di Sub DAS Model DAS Mikro Pronggo. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Dalam Upaya Pengendalian Banjir dan Erosi-Sedimentasi. Surakarta. 15 Oktober 2009.

Purwanto. dkk. 2009. Laporan Hasil Penelitian Implementasi Pengelolaan DAS pada Skala Mikro. Balai Penelitian Kehutanan. Solo (Tidak diterbitkan).

Purwanto. dkk. 2010. Laporan Hasil Penelitian Implementasi Pengelolaan DAS pada Skala Mikro. Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS. Surakarta (Tidak diterbitkan).

Purwanto. 2012. Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Mikro (DAS Mikro) Wonosari. Kabupaten Temanggung. Prosiding Semilok DAS Menuju Kebutuhan Terkini. Solo.27 Juni 2011.

Ramakrishna. N. 2003. Production System Planning for Natural Resource Conservation in a Micro-Watershed.10 Mei 2007 (http://egj.lib.uidaho.edu/egj18/nallathiga1.html).

Scott. R. 1995. Instututions and Organizations. Sage Publication: An International and Profesional Publisher. Thousand Oaks. London-New Delhi.

Page 161: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

144

Sheng. T.C. 1986. Watershed Management Planning : Practical Aproaches. Hlm. 124-146. Dalam. Strategies. approaches. and systems in integrated watershed management. FAO Conservation Guide 14. FAO.UN. Rome

Sheng. T.C. 1990. Watershed Management Field Manual. Watershed Survey and planning. FAO Conservation Guide 13/6. FAO.UN. Rome.

Sheng. T.C. 1999. Important and Controversial Watershed Management Issues in Developing Countries. Selected Papers from the 10th International Soil Conservation Organization Meeting. Purdue University and USDA-ARS National Soil Erosion Research Laboratory.

Shukla. P.R. 1992. A Multiple Objective Model for Sustainable Micro-Watershed Planning with Application. Indian Institute of Management Ahmedabad. Research and Publication Department in its series IIMA Working Papers with number 1058. 10 Mei 2007 (http://ideas.repec.org/p/iim/iimawp/1058.html).

Timbergen. J. 1967. Development Planning. Weidenfeld and Nicolson Publishing. London.

TNAU Agriculture Portal. 2013. Watershed Management. Agriculture. http://www.agritech.tnau.ac.in.Diunduh 18 Oktober 2014.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Berita Republik Indonesia Tahun II (Tahun 1946) No.7.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888.

Page 162: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

145

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004. No. 125.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4725.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tetang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5495.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5587.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299.

United Nation. 1974. The Universal Declaration of Human Right. United Nation. New York. http://www.un.org/en/documents/udhr/. Diunduh 17 Oktober 2014.

Page 163: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

146

Page 164: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

147

LAMPIRAN

Page 165: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

148

Page 166: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

149

Lampiran 1. Formulasi Sistem Karakterisasi Tingkat Sub

DAS

Tabel A. Formulasi Banjir dan Daerah Rawan Banjir

No Parameter/Bobot Besaran Kategori

Nilai Skor

I POTENSI BANJIR

A ESTIMASI (100%)

1 ALAMI (60%)

A Hujan harian maksimum rata-rata pada bulan basah (mm/hari) (35%)

< 20 21-40 41-75

76-150 >150

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

B Bentuk DAS (5%)

Lonjong Agak Lonjong

Sedang Agak Bulat

Bulat

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

C Gradien Sungai (%) (10%)

< 0.5 0.5-1.0 1.1-1.5 1.6-2.0 > 2.0

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

D Kerapatan drainase (5%)

Jarang Agak Jarang

Sedang Rapat

Sangat Rapat

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

E Lereng rata-rata DAS (%) (5%)

< 8 8-15

16-25 26-45 > 45

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

2 MANAJEMEN(40%)

A Penggunaan lahan (40%)

Hutan Lindung/ Konservasi*)

Hutan Prod/Perkeb**) Pekarangan/Semak/Bel

ukar Sawah/Tegal-teras

Tegal/Pmk-kota

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

Page 167: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

150

B PENGUKURAN (100%)

A Debit puncak spesifik (m

3/dt/km

2)

(100%)

< 0.58 0.58-1.00 1.01-1.50 1.51-5.00

> 5.00

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

II DAERAH RAWAN BANJIR

1 ALAMI (80%) (55%)

A Bentuk lahan (10%)

Pegunungan Perbukitan

Kipas. Lahar. Dataran Teras

Dataran Aluvial. Lembah Aluvial

Jalur kelokan

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4

5

B Meandering Sinusitas (P) = panjang/jarak sungai sesuai belokan : jarak lurus (5%)

1 – 1.1 1.2 – 1.4 1.5 – 1.6 1.7 – 2.0

> 2

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

C Pembendungan oleh percabangan sungai/air pasang (10%)

Tidak ada Anak Cab S Induk

Cab S Induk S Induk/Bottle neck

Pasang Air Laut

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

D Drainase (% lereng lahan kiri-kanan sungai) (30%)

> 8 (Sangat Lancar ) 2 - 8 (Lancar )

<2 (Terhambat)

Rendah Sedang

Tinggi

1 3

5

2 MANAJEMEN (45%)

A Bangunan air (45%)

Waduk+Tanggul tinggi dan baik Waduk

Tanggul/Sudetan/banjir kanal

Tanggul buruk Tanpa Bangunan.

penyempitan dimensi sungai

Rendah

Agak Rendah Sedang

Agak Tinggi Tinggi

1

2 3 4 5

*) dan **) dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi kritis atau terganggu.

Page 168: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

151

Tabel B. Formulasi Kerentanan Kekeringan dan Potensi Air

No Parameter/Bobot Besaran Kategori

Nilai Sko

r

A ALAMI (60%)

A Hujan tahunan (mm) (20%)

> 2000 1501-2000 1001-1500 500-1000

< 500

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

B Evapotranspirasi aktual tahunan (mm) (17.5%)

< 750 751-1000

1001-1500 1501-2000

> 2000

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

C Bulan kering (< 100 mm/bl) (12.5%)

< 2 3-4 5-7 7-8 >8

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

D Geologi (10%)

Vulkan Cmp Vulk-Pgn Lpt

Pgn Lipatan Batuan Sedimen

Batuan Kapur

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

B MANAJEMEN (40%)

A Kebutuhan Air (Indeks Peng Air) Kebutuhan Air (m

3)

IPA = ------------------------ Potensi Air (m

3)

(25%)

< 0.3 0.3-0.49 0.5-0.79 0.8-1.0 > 1.0

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

B Debit minimum spesifik (m

3/dt/km

2)

(15%)

> 0.035 0.022-0.035 0.015-0.021 0.010-0.014

< 0.010

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

Page 169: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

152

Tabel C. Formulasi Kekritisan dan Potensi Lahan

No Parameter/Bobot Besaran

Kategori Nilai

Skor

A. Alami (45%)

1. Solum tanah (Cm) (10%)

>90 Rendah 1

60 - <90 Agak Rendah

2

30 - <60 Sedang 3

15 - <30 Agak Tinggi

4

<15 Tinggi 5

2. Lereng (%) (15%)

0 - <8 Rendah 1

8 - <15 Agak Rendah

2

15 - <25 Sedang 3

25 - <45 Agak Tinggi

4

>45 Tinggi 5

3. Batuan Singkapan (%) (5%)

<20 Rendah 1

20 – <40 Agak Rendah

2

40 - <60 Sedang 3

60 – 80 Agak Tinggi

4

>80 Tinggi 5

4. Morfoerosi (erosi jurang. tebing sungai. sisi jalan). Persen dari Unit Lahan (10%)

0% Rendah 1

1 - <20 % Agak Rendah

2

20 - <40% Sedang 3

40 - 60% Agak Tinggi

4

>60 % Tinggi 5

5. Teksturtanah terhadap kepekaan erosi (5%)

Sand. lomy sand. clay Rendah 1

Silty clay. sandy loam Agak Rendah

2

Clay. silty clay Sedang 3

Loam. sandy clay loam. sandy clay

Agak Tinggi

4

Silt. silt loam Tinggi 5

B. Manajemen

1. Kawasan Budidaya Pertanian (55%)

a. Vegetasi Penutup (40%)

50 – 80% hutan/perkebunan + tanaman semusim

Rendah 1

30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat

Agak Rendah

2

Page 170: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

153

30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang

Sedang 3

10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat

Sedang 3

Tanaman semusim rapat Sedang 3

10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang

Agak Tinggi

4

Tanaman semusim jarang Tinggi 5

b. Konsevasi tanah mekanis (15%)

Teras bangku datar/miring ke dalam

Rendah 1

Teras bangku miring ke luar Agak Rendah

2

Teras campuran Sedang 3

Teras gulud. hillside ditch. tanaman terasering

Agak Tinggi

4

Tanpa teras Tinggi 5

2. Kawasan hutan dan Perkebunan (55%)

a. Kondisi vegetasi (45%)

Vegetasi hutan baik. Tanaman perkebunan baik + cover crop atau Tanaman perkebunan berseresah banyak

Rendah 1

Vegetasi utama <50% + semak belukar

Agak Rendah

2

Semak belukar Sedang 3

Alang-alang Agak Tinggi

4

Vegetasi sedikit (>50% tanah tebuka)

Tinggi 5

b. Konservasi tanah (10%)

Teras gulud + tanaman penguat Rendah 1

Tanaman terasering/alley cropping

Agak Rendah

2

Guludan mulsa Sedang 3

Teras gulud Agak Tinggi

4

Tanpa tanaman terasering Tinggi 5

Page 171: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

154

Tabel D. Formulasi Kerentanan Tanah Longsor

No Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor

A ALAMI (60%)

A Hujan harian kumulatif 3 hari berurutan (mm/3 hari) (25%)

< 50 50 - 99

100 - 199 200 - 300

>300

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

B Lereng lahan (%) (15%)

< 25 25 - 44 45 - 64 65 - 85

> 85

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

C Geologi (Batuan) (15%)

Dataran Aluvial Perbukitan Kapur Perbukitan Granit

Perbukitan Bat. sedimen

Bkt Basal-Clay Shale

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

D Keberadaan sesar patahan/gawir (m) (5%)

Tidak ada

Ada

Rendah

Tinggi

1

5

e Kedalaman tanah (regololit) sampai lapisan kedap (m) (5%)

< 1 1-2 2-3 3-5 >5

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

B MANAJEMEN (40%)

A Penggunaan Lahan (20%)

Hutan Alam Hut Tan/Perkebunan Semak/Blkar/Rumput

Tegal/Pekarangan Sawah/Pemukiman

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

B Infrastruktur (jika lereng <25% = skore 1) (15%)

Tak Ada Jalan Memotong Lereng Lereng Terpotong

Jalan

Rendah

Tinggi

1

5

C Kepadatan Pemukiman (org/km

2)

(jika lereng <25%. skor=1) (5%)

<2000 2000-5000

5000-10000 10000-15000

>15000

Rendah Agak Rendah

Sedang Agak Tinggi

Tinggi

1 2 3 4 5

Catatan: Formula ini hanya berlaku pada lereng >25%

Page 172: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

155

Tabel E. Formulasi Kerentanan dan Potensi Sosial Ekonomi dan

Kelembagaan

Kriteria Parameter Besaran Kategori Skor

SOSIAL (50%)

Kepadatan Penduduk: Geografis (10%)

< 250 jiwa/Km2

250 – 400 jiwa/Km2

>400 jiwa/Km2

Rendah Sedang Tinggi

1 3 5

Kepadatan Penduduk: Agraris (10%)

> 0.05 ha (kepadatan agraris < 20 orang/ha)

0.025 – 0.05 ha < 0.025 (kepadatan

agraris > 40 orang/ha)

Rendah

Sedang Tinggi

1

3 5

Budaya : Perilaku/tingkah laku konservasi (20%)

- konservasi telah melembaga dalam masyarakat (masyarakat tahu manfaat konservasi. tahu tekniknya dan melaksanakan)

- masyarakat tahu konservasi tetapi tidak melakukan

- tidak tahu dan tidak melakukan konservasi

Rendah

Sedang

Tinggi

1

3

5

Budaya : Hukum Adat (5%)

- Adat istiadat (custom) - pelanggar dikucilkan - Kebiasaan (folkways) -

pelanggar didenda dengan pesta adat.

- Tata kelakuan (Mores) - pelanggar biasanya ditegur ketua adat/orang lain

- Cara (usage) - pelanggar dicemooh

- Tidaka ada hukuman

Rendah

Agak Rendah

Sedang

Agak Tinggi

Tinggi

1

2

3

4

5

Nilai Tradisional (5%)

- Ada - Tidak ada

Rendah Tinggi

1 5

EKONOMI (40%)

Ketergantungan terhadap lahan (20%)

< 50% 50 – 75% > 75%

Rendah Sedang Tinggi

1 3 5

Page 173: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

156

Tingkat Pendapatan (10%)

> 1.5 Std. Kemiskinan (SK) 1.26 – 1.5 SK 1.1 – 1.25 SK 0.67 – 1 SK < 0.67 SK

Tinggi Agak

Tinggi Sedang Agak

Rendah Rendah

1 2 3 4 5

Kegiatan Dasar Wilayah (10%)

LQ < 1 LQ = 1 LQ > 1

Tinggi Sedang Rendah

1 3 5

Kelembagaan (20%)

Keberdayaan kelembagaan konservasi (10%)

Ada dan berperan Ada tapi tidak berperan Tidak berperan

Rendah Sedang Tinggi

1 3 5

Keberdayaan lembaga formal pada konservasi (10%)

Sangat berperan Cukup berperan Tidak berperan

Rendah Sedang Tinggi

1 3 5

Page 174: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

157

Lampiran 2. Kartu Lapangan ISDL

Page 175: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

158

Lampiran 3. Unit Lahan DAS Mikro Pronggo

Page 176: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

159

Page 177: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

160

Page 178: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

161

Page 179: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

162

Page 180: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

163

Page 181: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

164

Page 182: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

165

Page 183: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

166

Page 184: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

167

Page 185: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

168

Page 186: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

169

Page 187: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

170

Lampiran 4. Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di

DAS Mikro Wonosari Tahun 2009 - 2014

No 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Ket

0. KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

1. KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

KPL VIg tembakau teras miring keluar

2. KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semusim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

3. KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VII S. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

4. KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar

KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar

KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar

KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar

KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar

KPL VIIg: tembakau, konservasi teras miring ke luar

5. KPL IIg: Pemukiman

KPL IIg: Pemukiman

KPL IIg: Pemukiman

KPL IIg: Pemukiman

KPL IIg: Pemukiman

KPL IIg: Pemukiman

6. KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

Page 188: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

171

7. KPL IIg:Pemukiman

KPL IIg:Pemukiman

KPL IIg:Pemukiman

KPL IIg:Pemukiman

KPL IIg:Pemukiman

KPL IIg:Pemukiman

8. KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

9. KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

KPL IIg: Padi, tembakau, cabe

10. KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

KPL IIg: Padi 2 kali panen, tembakau, pemukiman

11 Pemukiman Dusun Wonosari

Pemukiman Dusun Wonosari

Pemukiman Dusun Wonosari

Pemukiman Dusun Wonosari

Pemukiman Dusun Wonosari

Pemukiman Dusun Wonosari

12. KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

13. KPL VIg: tembakau suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

KPL VIIg: tembakau, suren, teras miring keluar

14. KPL IVg Teras miring ke luar

KPL IVg Teras miring ke luar

KPL IVg 0.25 ha teras dibuat miring ke dalam

KPL IVg teras miring keluar berkurang0.25 ha miring ke dalam

KPL IVg 0.25 ha teras dibuat miring ke dalam

KPL IVg teras miring keluar berkurang0.5 ha

15. KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

KPL VIIgtanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam)

16.

KPL VIII-topografi. ditanami

KPL VIII-topografi. ditanami

KPL VIII-topografi. ditanami

KPL VIII-topografi. ditanami

KPL VIII-topografi. ditanami

KPL VIII-topografi. ditanami

Page 189: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

172

tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

17. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

18. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

19. KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

20. KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL IIIg ditanami tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

21. KPL VIIIw agroforestrytanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestry tanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

KPL VIIIw agroforestrytanaman semusim dan pisang teras miring ke dalam

22. Lahan kering: tembakau, cabe, pisang

Lahan kering: tembakau, cabe, pisang

Lahan kering: tembakau, cabe, pisang

Lahan kering: tembakau, cabe, pisang

Lahan kering: tembakau, cabe, pisang

Lahan kering: tembakau, cabe, pisang

Page 190: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

173

dipasang mulsa plastik

dipasang mulsa plastik

dipasang mulsa plastik

dipasang mulsa plastik

dipasang mulsa plastik

dipasang mulsa plastic

23. KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik

KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik

KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik

KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik

KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastik

KPL VIIIw tanaman singkong, jagung, pisang, teras miring ke dalam dipasang mulsa plastic

24. KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

25. KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg ditanam sayur cabe, tembakaupisang, teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

26. KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami kopi, singkong, sayur, tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

27. KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IVg, ditanami tembakau, sayur, cabe, pisang teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

28. KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke

KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke

KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke

KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke

KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke

KPL IIIg tembakau, sayur, cabe, pisang, teras miring ke

Page 191: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

174

dalam, ada tanaman rumput

dalam, ada tanaman rumput

dalam, ada tanaman rumput

dalam, ada tanaman rumput

dalam, ada tanaman rumput

dalam, ada tanaman rumput

29. KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembau, sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

30. KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

31. KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

32. KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembaku teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL VIIs tembakau teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

33. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

34. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

35. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

36. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong

37. KPL IIIg tembakau

KPL IIIg tembakau

KPL IIIg tembakau

KPL IIIg tembakau

KPL IIIg tembakau

KPL IIIg tembakau

38. KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

39. KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

KPL VIg Tembakau, cengkeh

40. KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman

KPL IVg Tembakau, kopi, singkong, pemukiman

Page 192: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

175

41. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

42. KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

43. KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

44. KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

45. KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang

KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang

KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang

KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang

KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang

KPL VIIIw tembakau, singkong, pisang

46. KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

47. KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

48. KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

KPL IIIg Tembakau, palawija

49. KPL VIg Tembakau, palawija, suren

KPL VIg Tembakau, palawija, suren

KPL VIg Tembakau, palawija, suren

KPL VIg Tembakau, palawija, suren

KPL VIg Tembakau, palawija, suren

KPL VIg Tembakau, palawija, suren

50. KPL IVg kopi, tembakau singkong

KPL IVg kopi, tembakau singkong

KPL IVg kopi, tembakau singkong

KPL IVg kopi, tembakau singkong

KPL IVg kopi, tembakau singkong

KPL IVg kopi, tembakau singkong

51. KPL II sawah tembakau cabe

KPL II sawah tembakau cabe

KPL II sawah tembakau cabe

KPL II sawah tembakau cabe

KPL II sawah tembakau cabe

KPL II sawah tembakau cabe

52. KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar

KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar

KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar

KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar

KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar

KPL VIg tembakau, jagung, cabe, teras miring keluar

53. KPL VII. tanaman utama tembakau.

KPL VII. tanaman utama tembakau.

KPL VII. tanaman utama tembakau.

KPL VII. tanaman utama tembakau.

KPL VII. tanaman utama tembakau.

KPL VII. tanaman utama tembakau.

Page 193: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

176

dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam). 5 ha miring keluar

dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar

dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar

dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar

dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar

dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam. 5 ha miring keluar

54. KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya.lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg. tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

Tahun 2011 Dinas Pertanian. Perkebunandan Kehutanan Kabupaten

55. KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

56. KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

KPL VIg tanaman utama tembakau. dan tanaman semuaim lainnya. lahan diteras batu (miring ke dalam.

57. KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras

KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras

KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras

KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras

KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras

KPL IIg tanaman utama tembakau cabe, padi, teras

Page 194: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

177

miring ke dalam dan rumput

miring ke dalam dan rumput

miring ke dalam dan rumput

miring ke dalam dan rumput

miring ke dalam dan rumput

miring ke dalam dan rumput

58. KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

KPL IIg pemukiman

59. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

60. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

61. KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa

KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa

KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa

KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa

KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa

KPL IIIg tembakau, cabe, kol teras miring ke dalam, rumput, sebagian besar pakai mulsa

62. KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

63. KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

KPL VIg Cengkeh, tembakau, palawija teras miring ke dalam rumput

64. KPL VIIg, tembakau,

KPL VIIg, tembakau,

KPL VIIg, tembakau,

KPL VIIg, tembakau,

KPL VIIg, tembakau,

KPL VIIg, tembakau,

Page 195: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

178

jagung, cabe, teras batu miring ke dalam

jagung, cabe, teras batu miring ke dalam

jagung, cabe, teras batu miring ke dalam

jagung, cabe, teras batu miring ke dalam

jagung, cabe, teras batu miring ke dalam

jagung, cabe, teras batu miring ke dalam

65. KPL IIc tembakau, cabe pisangdengan Teras datar dengan penguat rumput

KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput

KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput

KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput

KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput

KPL IIc tembakau, cabe pisang dengan Teras datar dengan penguat rumput

67. KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VII g, tembakau, jagung, cabe, suren teras miring keluar, tanpa penguat teras

68. KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras

KPL VI g, tembakau, jagung, cabe, suren, teras miring keluar, tanpa penguat teras

69. KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

70. KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput

KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput

KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput

KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput

KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput

KPL VIg tembakau dan suren, teras miring keluar, ditanam rumput

71. KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu

KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu

KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu

KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu

KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu

KPL VIIg tembakau, cabe, jagung, teras batu

Page 196: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

179

miring ke dalam

miring ke dalam

miring ke dalam

miring ke dalam

miring ke dalam

miring ke dalam

72. Gak ada

73. KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

KPL VIII-topografi. ditanami tembakau dan tanaman semusim dengan teras miring keluar

75. KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

76. KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

KPL Vg tembakau, cabe, jagung, teras miring keluar, sebagian pakai mulsa

78. KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

79. KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

KPL IV g tembakau, kopi, singkong, cabe teras miring datar-miring ke dalam dan penguat rumput

Page 197: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

180

80. KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa

KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa

KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa

KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa

KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa

KPL … tembakau, cabe, teras miring keluar dan dimulsa

81. KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

KPL IV g agroforestry, tembakau, jabe, jagung teras miring ke dalam rumput

82. KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

83.

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

85. KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

KPL IIIg tembakau,sayur dan cabe teras miring ke dalam, ada tanaman rumput

87. KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam

KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam

KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam

KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam

KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam

KPL III tembakau, cabe, palawija, teras batu miring ke dalam

88 KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam

KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam

KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam

KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam

KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam

KPL VIIIw Tanaman tembakau singkong, jagung, pisang, teras batu miring ke dalam

89 KPL IIIg tembakau, jagung,

KPL IIIg tembakau, jagung,

KPL IIIg tembakau, jagung,

KPL IIIg tembakau, jagung,

KPL IIIg tembakau, jagung,

KPL IIIg tembakau, jagung,

Page 198: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

181

cabe,teras batu miring keluar

cabe,teras batu miring keluar

cabe,teras batu miring keluar

cabe,teras batu miring keluar

cabe,teras batu miring keluar

cabe,teras batu miring keluar

Lampiran 5. Data Perubahan Penggunaan Per Unit Lahan di

DAS Mikro Pronggo Tahun 2009 - 2014

No.

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Ket

1. Jati Jati Jati Jati Jati Jati

2. Jati Jati Jati Jati Jati Jati

3. Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis

Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis

Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis

Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis

Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis

Tegal campuran: mahoni. kelapa. Acacia auriculiformis

Kondisi rapat

4. Acacia, jati Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

5. Acacia, gogo Acacia, gogo

Acacia, gogo

Acacia, gogo

Acacia, gogo

Acacia, gogo

6. Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati.Pisang

Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang

Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang

Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang

Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang

Tegal campuran: Acacia auriculiformis. cengkeh. mlinjo. sengon. jati. pisang (0.5 ha berubah jati +tanaman semusim)

7. Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang

8. Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa.pisang. sengon merah.kopi

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.

Tegal campuran: mahoni. cengkeh. jati. acacia. kelapa. pisang. sengon merah.

Page 199: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

182

kopi kopi kopi kopi kopi

9. Jati, mahoni Jati, mahoni

Jati, mahoni

Jati, mahoni

Jati, mahoni

Jati, mahoni

10.

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

11.

Mahoni. gmelina. jati. kelapa. Cengkeh

Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon 1 ha

Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon

Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon

Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon. jati ditebang 1.5 ha untuk tanaman semusim

Mahoni. gmelina. jati. kelapa. cengkeh. tanam sengon. tanaman semusim

12.

Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.

Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.

Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.

Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon.

Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. 1.5 ha sengon ditebang dirubah tanaman karet

Pinus. acacia. cengkeh. pule. kelapa. jati. johar. sengon. karet

13.

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

14.

Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni

15.

Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni

16.

Pemukiman dan djati

Pemukiman dan djati

Pemukiman dan djati

Pemukiman dan djati

Pemukiman dan djati

Pemukiman dan djati

17.

Pekarangan Pekarangan

Pekarangan

Pekarangan

Pekarangan

Pekarangan

18.

Jati. acacia auriculiformis.Bamboo

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bamboo. 5 ha dibuka untuk tanaman semusim

Perlu dilakukan perbaikan teras pada lokasi tanaman semusim

19.

Mahoni (dominan)

Mahoni (dominan

Mahoni (dominan

Mahoni (dominan

Mahoni (dominan

Mahoni (dominan

Page 200: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

183

jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)

) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)

) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)

) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)

) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)

) jati. mlinjo. acacia. dlingsen (local)

20.

Sawah tadah hujan

Sawah tadah hujan

Sawah tadah hujan

Sawah tadah hujan

Sawah tadah hujan

Sawah tadah hujan

21.

Acacia, jati Acacia, jati, pengkayaan tanaman gmelina, sengon

Acacia, jati gmelina, sengon

Acacia, jati, gmelina, sengon

Acacia, jati, gmelina, sengon

Acacia, jati, gmelina, sengon

22.

Jati. acacia auriculiformis.Bamboo

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bambu

Jati. acacia auriculiformis. bamboo. 4 ha dibuka untuk tanaman semusim

Perlu dilakukan perbaikan teras pada lokasi tanaman semusim

23.

Pekarangan Pekarangan

Pekarangan

Pekarangan

Pekarangan

Pekarangan

24.

Jati. mahoni. acacia. kelapa. Trembesi

Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi

Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi 3 ha ditanami padi gogo

Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi padi gogo

Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi

Jati. mahoni. acacia. kelapa. trembesi padi gogo

25.

Acacia, jati Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

26.

Jati Jati Jati Jati Jati Jati

27.

Acacia. sengon. mahoni.Bamboo

Acacia. sengon. mahoni. bambu

Acacia. sengon. mahoni. bambu

Acacia. sengon. mahoni. bambu

Acacia. sengon. mahoni. bambo. dibuka 1100 m2 untuk padi gogo

Acacia. sengon. mahoni. bambo. padi gogo

28.

Ketela, dlisem Ketela, dlisem

Ketela, dlisem

Ketela, dlisem

Ketela, dlisem

Ketela, dlisem

29.

Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka. sawah tadah hujan

Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.

Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.

Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.

Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.

Jati. mahoni. sengon. cengkeh. aren. nangka.

Kondisi rapat

Page 201: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

184

sawah tadah hujan

sawah tadah hujan

sawah tadah hujan

sawah tadah hujan

sawah tadah hujan

30.

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

Pinus, jati, cengkeh, acacia

31.

Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)

Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)

Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)

Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)

Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)

Mahoni. jati. sengon. kelapa. acacia. cengkeh. Padi gogo (0.1 ha)

Perlu perbaikan teras. SPA. dan tanaman penguat teras

32.

Acacia, pinus Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

33.

Acacia, pinus Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

34.

Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai.mangga. cengkeh.

Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.

Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.

Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.

Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.

Jati. sengon. kelapa. mahoni. petai. mangga. cengkeh.

35.

Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis

Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis

Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis

Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis. jabon

Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis. jabon

Jati. kelapa. mahoni. mlinjo. acacia auriculiformis. jabon

Teras bagus

36.

Mahoni, jati Mahoni, jati

Mahoni, jati

Mahoni, jati

Mahoni, jati

Mahoni, jati

37.

Mahoni. jati.Acacia

Mahoni. jati. acacia

Mahoni. jati. acacia

Mahoni. jati. acacia

Mahoni. jati. acacia

Mahoni. jati. acacia

38.

Lahan tanaman semusim

Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa

Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa

Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa

Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa

Mahoni (dominan). jati. acacia. kelapa

39.

Tanah kosong Jati

jati jati Jati Jati

40.

Mahoni. jati.. manga.Mlinjo

Mahoni. jati.. manga. mlinjo. tanah kosong

Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium

Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium

Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium

Mahoni. jati.. manga. mlinjo. Acacia mangium

Page 202: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

185

41.

Jati, acacia Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

42.

Jati, acacia Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

43.

Jati. mahoni. acacia auriculiformis.Sengon

Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon

Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon

Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon

Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon

Jati. mahoni. acacia auriculiformis. sengon

Teras bagus

44.

Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim

Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim

Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim

Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim

Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim

Acacia auriculiformis. johar. mahoni. tanaman semusim

45.

Jati. mahoni. kelapa. sengon merah

Jati. mahoni. kelapa. sengon merah

Jati. mahoni. kelapa. sengon merah

Jati. mahoni. kelapa. sengon merah

Jati. mahoni. kelapa. sengon merah

Jati. mahoni. kelapa. sengon merah

46.

Jati, acacia Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

Jati, acacia

47.

Acacia, pinus Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

Acacia, pinus

48.

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

Pemukiman, acacia

49.

Acacia, jati Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

50.

Acacia, jati Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

51.

Acacia, jati Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

Acacia, jati

52.

Jati Jati Jati Jati Jati Jati

53.

Jati, sawah Jati, sawah

Jati, sawah

Jati, sawah

Jati, sawah

Jati, sawah

54.

Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim

Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim

Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim

Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim

Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim

Sengon. cengkeh. kelapa. 1 ha untuk tanaman semusim

55.

Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. Temu

Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim

Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim

Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim

Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim

Sengon. jati. kelapa. mahoni. kopi. cengkeh. temu. 0.75 ha ditanami tanaman semusim

Page 203: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

186

56.

Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia.asam

Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam

Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam

Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam

Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam

Mahoni. johar. jati. kelapa. acacia. asam

57.

Jati. sawah tadah hujan

Jati. sawah tadah hujan

Jati. sawah tadah hujan

Jati. sawah tadah hujan

Jati. sawah tadah hujan

Jati. sawah tadah hujan

Konservasi bagus

Page 204: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

187

TENTANG PENULIS

Purwanto. Lahir di Magelang 29 Juli 1961. Alumnus Fakultas Kehutanan IPB, Bogor (1986) dan melanjutkan ke Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan, UKSW Salatiga (2008). Awal karirnya dimulai sebagai peneliti Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar (1987 – 2000). Bergabung ke BTPDAS IBB yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo tahun 2000 dan sekarang sebagai Peneliti Utama bidang Ekonomi Sumberdaya. Penelitian yang pernah dilakukan dalam aspek: valuasi nilai ekonomi air, pengelolaan DAS pada skala mikro, pemberdayaan masyarakat, dan perencaan pengelolaan DAS. Pada tahun 2012 turut aktif sebagai narasumber dalam penyusunan 8 Peraturan Menteri dan 1 Keputusan Presiden turunan Peraturan Presiden No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Menulis pada seminar nasional, jurnal, bagian buku, dan buku. Beberapa tulisan kritis tentang ekonomi dan kebijakan publik terbit di harian cetak dan media online.

Page 205: (DAS) MIKRO

Belajar dari Pengalaman Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mikro

188

Agung Budi Supangat. Doktor lulusan Program Studi Ilmu Kehutanan, UGM Yogyakarta (2013) dilahirkan di Rembang, 23 Maret 1975. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan IPB (1998), Gelar Master didapatkan di dua tempat: Program Studi Ilmu Lingkungan, UNS Surakarta (2004) dan Program Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB Bandung (2005). Pada tahun 1999, mulai menekuni sebagai peneliti pada BTPDAS IBB yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo dan saat ini sebagai Peneliti Madya bidang Hidrologi. Penelitian yang pernah dilakukan terutama terkait dengan hidrologi DAS, hidrologi hutan, pemodelan hidrologi, dan perencanaan DAS. Saat ini dipercaya sebagai Ketua Kelompok Peneliti Hidrologidi BPTKPDAS Solo.

Beny Harjadi. Lahir di Solo, 16 Maret 1961. Gelar Sarjana S1, diperoleh dari Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB (1987) di gelar Master of Science diperoleh dari Ecole Nationale du Genie Rural, des Eaux et des Forest, Perancis (1996). Bergabung ke BTPDAS yang sekarang bernama BPTKPDAS Solo tahun 2000 dan sekarang sebagai Peneliti Utama bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh. Penelitian yang digelutinya yakni: kemampuan dan kesesuaian lahan, rehabilitasi lahan dan tanah longsor.

user
Rectangle
user
Agung
user
Beny