Fajrie Ananda Putra - 1210015311020
DANAU MANINJAU, KONDISI KEKINIAN, PERMASALAHAN DAN
PENGELOLAANNYA
Jaya Arjuna
I. KONDISI KEKINIAN
1. Pendahuluan
Danau Maninjau bekas bentukan letusan Gunung Berapi Sitinjau
memiliki ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan laporan hasil studi LIPI (2003), batimetri danau
memiliki karakteristik luas permukaan 9.737,50 ha, panjang maksimum
16,46 km, lebar maksimum 7,5 km, keliling 65 Km, volume air
10.226.001.629,2 m3 dan kedalaman maksimum 105 m. Luas daerah
tangkapan air (catchment area) Danau Maninjau adalah 13.260 ha.
Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang berbentuk elips dengan
batas di sebelah timur dengan volkano-tektonik yang terbentuk dari
batuan dasar kompleks yaitu granodiorit, diabas, phyllitic, sekis
dan gamping. Bentukan danau yang memanjang terjadi setelah masa
erupsi yang lama atau berkali-kali pada waktu pergeseran lateral
kanan jalur patahan utama Sumatera. Puncak tertinggi endapan
letusan di sekitar Danau Maninjau adalah daerah Puncak Lawang.
Letusan Gunung Sitinjau melontarkan material sebanyak 220 250 km3,
yang tersebar sejauh 75 km dari pusat erupsi. Tuff (material
endapan letusan) yang disemburkan Gunung Sintinjau menimbun daerah
sekitar Bukit Tinggi diperkirakan hingga mencapai tinggi 220 meter.
Ngarai Sianok yang akhirnya membentuk lembah merupakan bekas
endapan material jatuhan letusan Maninjau Purba. Danau Maninjau
dapat dicapai dengan menyusur jalan Bukittinggi-Matur dan jalan
turun dari Ambun Pagi sepanjang 10 km melewati 44 kelokan yang
dikenal dengan Kelok 44.2. Wilayah Administrasi
Danau Maninjau secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan
Tanjung Raya Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dengan jarak
105 km dari kota Padang sebagai Ibu Kota Provinsi. Secara geografis
Danau Maninjau terletak pada 001512,15 002414,34 LS dan 1000
0912,88-1000 1311,57 BT, berjarak 36 kilometer dari Bukittinggi dan
27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam. Danau
Maninjau berada dalam lingkup 7 nagari (gabungan dari beberapa
desa) yaitu Nagari Maninaju, Nagari Bayur, Nagari Koto Kaciak,
Nagari Tanjung Sani, Nagari II Koto, Nagari III Koto dan Nagari
Sungai Batang yang masuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Raya.
Kecamatan Tanjung Raya sebagai elemen pemerintah yang mengelola
Danau Maninjau memiliki luas 24.400,03 Ha, termasuk luas perairan
danau sebesar 9.737,50 Ha. Sebagai danau bekas letusan gunung
berapi, Danau Maninjau hanya memiliki lahan datar di sekeliling
danau yang sangat terbatas. Daerah dataran dimanfaatkan untuk
permukiman penduduk, pertanian sawah dan palawija serta fasilitas
pariwisata, sedangkan pada lerengnya merupakan lahan konservasi
yang masih ditumbuhi hutan. Jumlah penduduk di kawasan Danau
Maninjau relatif merata di 7 nagari. Jumlah penduduk terbesar
berada di Nagari Tanjung Sani (5.799 jiwa), diikuti oleh Nagari II
Koto (4.781 jiwa) serta Nagari III Koto (4.667 jiwa), Nagari Bayur
(4.255 jiwa), Nagari Sungai Batang (4.019 jiwa), Nagari Koto Kaciak
(3.670 jiwa), sedangkan Nagari yang berpenduduk paling sedikit
adalah Nagari Maninjau (3.341 jiwa). Gambaran kondisi jumlah
penduduk di kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 1.
3. Topografi
Kawasan Danau Maninjau mempunyai bentuk lahan dari datar sampai
dengan perbukitan atau bergunung. Topografi kawasan danau terdiri
dari berbagai kelas kelerengan, yaitu lahan datar dengan kelas
kelerangan (0 8%), landai (8 15%), agak curam (1525%), curam (2540%
) dan sangat curam > 40%. Wilayah di bagian utara-barat punggung
dalam DTA Danau Maninjau mempunyai Topografi relatif datar,
sehingga lebih berkembang sebagai kawasan pembangunan. Daya tarik
pengembangan wilayah ini karena adanya objek wisata alam danau yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti jalan, hotel dan
restoran. Wilayah di bagian timur-selatan punggung dalam DTA Danau
Maninjau mempunyai. Topografi berbukit dan bergunung dengan
kemiringan tanah >15% dengan luas 95,79 ha.
4. Jenis Tanah dan Tingkat Bahaya Erosi
Jenis-jenis tanah yang ada di kawasan danau secara keseluruhan
meliputi 6 jenis, yaitu (i) tanah andosol distrik seluas 17.319 ha
(32,69%), (ii) glisol distrik seluas 13.323 ha (25,15%), (iii)
kambisol distrik seluas 6.808 ha (12,85%), (iv) organosol saprik
seluas 3.687 ha (6,69 %), (v) regosol seluas 1.044 ha (1,97%) dan
(vi) kombisol eutrik seluas 558 ha (1,10 %).
5. Sumber Air Danau
Danau Maninjau terutama bersumber dari sungai-sungai yang
mengalir sepanjang DAS yang bermuara ke danau, air hujan dan dari
dalam danau sendiri. Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar
dan kecil dengan lebar maksimum 8 meter yang mengalir ke danau.
Sungai-sungai di sebelah utara yang bermuara ke Danau Maninjau
memiliki pola linear (lurus atau tidak bercabang), sedangkan sungai
di sebelah barat danau pada umumnya berpola dendritik (bercabang).
Kebanyakan dari sungai tersebut (61,4%) kering pada waktu musim
kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair sepanjang tahun hanya
34 buah sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan debit yang
relatif kecil. Menurut Bapedalda Sumbar tahun 2001, inflow air
Danau Maninjau sebagian besar bersumber dari aliran sungai dan juga
air dari dasar danau. Sungai relative besar yang bermuara ke Danau
Maninjau dapat dilihat pada Tabel 2.
6. Debit Aliran Masuk dan Keluar
Air yang masuk danau Danau Maninjau terdiri dari : air hujan
(281 juta m3 /th), surface run-off (250 juta m3/th) dan recharge
air tanah (4,18 juta m3/th), sedangkan air yang keluar danau
melalui Batang Antokan adalah 14.13 m3/sec atau 445,6 juta
m3/tahun. Evaporasi (97 juta m3 /th), aliran yang keluar melalui
Sungai Batang Antokan dan intake PLTA (4.6 juta m3/th). Komponen
aliran air tanah paling besar (89 %), yang masuk ke danau, sehingga
perlu untuk memberi perhatian terhadap upaya konservasi kawasan
yang memberi pasokan untuk pengisian kembali air tanah. Berdasarkan
kesetimbangan air masuk dan keluar, Danau Maninjau selain dari
hujan, air sungai dan air tanah juga memiliki mata air sendiri di
dasar danau sekitar 90,18 juta m3/tahun.7. Tinggi Muka Air
Danau
Dari data yang ditampilkan dokumen Penyusunan Rancana Tata Ruang
Kawasan Danau Maninjau diketahui bahwa tinggi dasar sungai saluran
keluar air Danau Maninjau adalah 462 mdpl. Saluran keluar air dari
Maninjau adalah Batang Sri Antokan yang juga dimanfaatkan untuk
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Maninjau. Kapasitas PLTA
Maninjau adalah 4 x 17 MW = 68 MW yang beroperasi mulai tahun 1983.
PLTA dioperasikan dengan membuat bendungan saluran air keluar pada
ketinggian bendung 464 meter dpl. Berdasarkan kondisi ini, maka
dipastikan puncak muka air tertinggi Danau Maninjau adalah 464
meter dpl. Pada kondisi air danau di bawah 462 mdpl, maka tidak ada
air yang keluar dari danau dan masuk ke Batang Antokan. Sebelum
PLTA Danau Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau
adalah berkisar 463,7 mdpl hingga 464,5 dpl (tahun 1984 s.d 1987).
Setelah PLTA beroperasi, tinggi muka air terus menurun mulai tahun
1993 hingga 1995, dan puncaknya tahun 1998 sudah tidak mengalir
(over flow) ke Batang Antokan. Data tinggi muka air danau sejak
tahun 1984 hingga 2001 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi muka air
Danau Maninjau adalah 462,5 hingga 463,5 dpl. PLTA Maninjau
beroperasi normal pada tinggi muka air 463,15 dpl, maka keberadaan
dan operasional PLTA Maninjau hampir selalu berada pada kondisi
tidak dapat beroperasi sesuai kapasitas pasangnya. Hal ini berarti
kerugian bagi Sumatera Barat karena kekurangan energy dari sumber
yang dapat terbarukan, biaya operasinal murah dan tidak mencemari
lingkungan. Selain dari curah hujan di permukaan danau, fluktuasi
tinggi muka air danau juga ditentukan oleh curah hujan di daerah
tangkapan air yang jadi pemasok air ke Danau Maninjau. Pengelolaan
hutan dan pemanfaatan lahan pada DTA ini akan mempengaruhi pasokan
maupun kualitas air Danau Maninjau.
8. Saluran Keluar dari Danau Maninjau
Saluran keluar air dari Maninjau adalah Batang Sri Antokan.
Debit Batang Antokan tergantung kepada tinggi muka air Danau
Maninjau yang dapat diatur. Batang Antokan sebagai saluran keluar
air danau dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Maninjau. Kapasitas PLTA Maninjau adalah 4 x 17 MW = 68 MW. Sesuai
dengan ketersediaan air danau, tidak semua turbin dapat
dioperasikan maksimal selama 24 jam. Hanya 1 unit turbin dapat
dioperasikan 24 jam/hari dan 3 unit turbin beroperasi 6 jam/perhari
dari jam 18.00 24.00. Dari hasil pengamatan 22 30 januari 2006
outflow rata-rata 960,708 m3/hari dan dari laporan tahun 2005
outflow rata-rata 1.164.604 m3/hari. Terjadi penurunan debit Batang
Antokan akibat defisit debit Danau Maninjau. Defisit danau
mengakibatkan over flow ke Batang Antokan juga berkurang, sehingga
berakibat pada pemadaman listrik secara bergiliran di Sumatra
Barat. Pada kondisi debit air kritis, PLTA Maninjau hanya
menghasilkan kurang dari 50% kapasitas terpasang.
9. Iklim
Curah hujan di kawasan danau tahun 2003 adalah 1.466 mm dengan
jumlah hari hujan 112 hari, sedangkan curah hujan pada tahun 2004
adalah 1.413 mm dengan jumlah hari hujan 177 hari. Pada tahun 2005
curah hujan menurun hingga 1.363 mm dengan jumlah hari hujan 140
hari. Bulan terkering di kawasan Danau Maninjau adalah Juni dengan
curah hujan 171,3 mm dan bulan terbasah adalah Nopember dengan
curah hujan 497,8 mm. Kawasan Danau Maninjau memiliki curah hujan
rata-rata tahunan kurang lebih 1.563 mm, mengalami dua puncak hujan
dalam setahun yaitu bulan AprilMei dan OktoberNopember. Keragaman
curah hujan di kawasan danau juga dipengaruhi oleh sistem topografi
yang memungkinkan terjadinya tipe hujan orografik. Kondisi ini
menyebabkan kawasan danau memiliki sifat relatif basah, terjadi
hujan sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata bulanan pada musim
yang lebih kering (kemarau) berkisar antara 171,3267,6 mm,
sedangkan pada musim hujan berkisar antara 283,4497,8 mm. Data
iklim bulanan di daerah kawasan Danau Maninjau tercantum pada Tabel
3.
10. Penggunaan Lahan
Sebahagian besar (50%) daerah di sekitar Danau Maninjau masih
didominasi hutan. Pemanfaatan lain adalah kegiatan perkebunan,
termasuk kebun campuran dan sawah, baik sawah irigasi maupun tadah
hujan. Kegiatan permukiman, pariwisata, dan perikanan menempati
luas lahan yang cukup pesat pertumbuhannya. Pengelolaan lahan dalam
kawasan Daerah Tangkapan Air dengan cara membuka tutupan tanah akan
berpengaruh terhadap erosi dan sedimentasi di sub-sub DAS yang
bermuara di Danau Maninjau. Besarnya erosi yang terbawa oleh
limpasan yang terjadi di wilayah kawasan danau per tahun rata-rata
16 ton per ha, dengan total sedimen yang masuk ke danau setiap
tahunnya sebanyak 2.410 ton (PSDA Sumbar, 2005). Erosi yang terjadi
di kawasan Danau Maninjau menurunkan produktivitas lahan,
meningkatkan kerusakan lingkungan, dan mengganggu estetika danau.
Erosi yang mengikis lapisan tanah memberi dampak terhadap sifat
fisik dan kimia dan juga aktivitas biologi tanah, terutama akibat
tertutupnya pori tanah lapisan atas. Lahan di bahagian lereng
kaldera Danau Maninjau yang relative curam didominasi oleh tanaman
keras tahunan . Sedangkan pada bagian lereng yang lebih landai
dijumpai tanaman tahunan alami dan tanaman kebun yang dibudidayakan
oleh masyarakat seperti cengkeh, lada, jeruk, pisang dan kayu
manis. Pada kawasan yang datar didominasi tutupan lahan untuk
tanaman padi sawah dan palawija seperti cabe. Pada Tabel 4 dapat
dilihat klasifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Tanjung Raya
selingkup Danau Maninjau.
Tabel 4. Penggunaan Lahan di selingkup Danau Maninjau.
Penggunaan lahan berpengaruh terhadap penutupan tanah yang akan
berdampak terhadap tingkat erosi dan sedimentasi serta akhirnya
akan mempengaruhi kualitas air danau. Beberapa penggunaan lahan
yang mempengaruhi dan memberi tekanan terhadap kualitas air danau
adalah: (i) Permukiman yang menyebar di selingkup danau. Penyebaran
pusat permukiman umumnya mengikuti ketersediaan sarana dan
prasarana jalan. Terdapat kecenderungan menempatkan tapak perumahan
atau hotel pada bantaran pantai danau. Limbah yang bersumber dari
permukiman baik bentuk padat maupun cair dapat menimbulkan dampak
penurunan kualitas lingkungan tanah dan lahan yang akhirnya masuk
dan mempengaruhi air danau. (ii) Hutan alam yang keberadaannya
sangat menentukan terhadap kualitas dan kelestarian danau.
Singkapan tutupan hutan akan menyebabkan erosi dan pengurangan
resapan air. (iii) Sawah merupakan salah satu sumber pencaharian
yanag mendukung usaha budidaya pertanian. Selain untuk lahan
pertanian, sawah juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan.
Umumnya sawah menggunakan sistem pertanian tadah hujan, hanya
sebagian yang mendapat pasokan air dari sarana irigasi setengah
teknis. Penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak tepat waktu,
tepat dosis dan tepat cara akan meningkatkan nutrient atau unsur
hara di perairan. (iv) Tegalan diusahakan untuk tanaman pertanian
yang tidak banyak menggunakan air seperti palawija.
II. TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN
Danau Maninjau merupakan salah satu berkah luar biasa dari Allah
Swt. untuk rakyat Sumatera Barat, khususnya yang bermukim di
selingkup danau. Keindahan pemandangan danau dapat dinikmati dari
lokasi pengamatan seperti dari Embun Pagi dan Puncak Lawang. Air
danau dan segala biota yang dikandungnya baru sebagian kecil yang
terungkap dalam pengetahuan kita melalui penelitian, sementara
masih banyak species yang dikhawatirkan sudah punah sebelum
diketahui keberadaan dan fungsinya dalam ekosistem danau. Demikian
juga dengan legenda adanya bunyi suara music yang terdengar dari
tengah danau setiap kali air danau melepaskan belerang, konon ada
kaitannya dengan pesta urang bunian Kita menikmati dan mengetahui
secerbis kekayaan Danau Maninjau dalam pengalaman hidup yang
rentang waktunya sangat singkat, tanpa memahami sepenuhnya untuk
apa Allah menitipkan Danau Maninjau dalam kehidupan kita. Kita
bahkan tak pernah merasa kehilangan, walau begitu banyak bagian
lain yang sirna tanpa kita pernah menyadari tahu manfaatnya baik
bagi kita maupun ekosistem danau itu sendiri. Kita banyak
kehilangan masa depan danau karena merasa bahwa keberadaan danau
hanyalah untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin saat ini.
Pemanfaatan danau yang hanya kita lihat dari sisi ekonomi dan
kepentingan pembangunan saat ini sudah mulai dirasakan dampak
negatifnya. Masyarakat tepi danau mulai merasakan terjadinya
penurunan kualitas lingkungan perairan dan daratan serta nilai
estetika dari danau. Bila kita dapat mensyukuri nikmat dan
mengelolanya dengan baik, maka Allah akan menambah nikmat tersebut.
Bila kita menyia-nyiakan, kita akan memperoleh azab yang kita tidak
tahu bila dan apa bentuknya, serta sejauh mana akan mempengaruhi
hidup kita dimasa depan. Sesuai dengan potensinya, pemerintah telah
menetapkan bahwa pembangunan Danau Maninjau menganut tiga pilar
kesetimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Danau
Maninjau dan daerah tangkapan airnya ditetapkan sebagai (i) kawasan
resapan bagi DAS Antokan dan sekitarnya, (ii) objek wisata alam dan
buatan, (iii) sumber energi terbarukan bagi Provinsi Sumatera Barat
dan Riau, (iv) sumber air bagi penduduk setempat dan masyarakat di
hilirnya dan (e) budi daya atau perikanan tangkap air tawar.
Tantangan utama dalam membangun Danau Maninjau sesuai dengan
peruntukkannya adalah karena rona awalnya sudah mengalami tekanan
dan bahkan perubahan akibat berbagai kegiatan dari sektor
pembangkit energy, perikanan, jasa pariwisata, pertanian, kehutanan
dan pemukiman . Tekanan yang dialami Danau Maninjau berdampak
terhadap perubahan kualitas dan kuantitas air danau, serta berbagai
komponen lingkungannya. Tekanan yang berdampak terhadap penurunan
kualitas lingkungan serta mengancam kelestarian danau antara lain
dilihat dari:
1. Penurunan Tinggi Muka Air Danau
Tinggi muka air danau sebelum PLTA Maninjau beroperasi diatas
463,6 mdpl. PLTA Maninjau dirancang untuk beroperasi normal pada
tinggi muka air danau 463,15 mdpl. Empat tahun berturut turut
sebelum PLTA Maninjau beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau
berfluktuasi pada 464,7 mdpl dan 463,7. Setelah PLTA Maninjau
beroperasi, tinggi muka air Danau Maninjau terus menurun dan bahkan
tahun 1992, 1993 dan 1998 sampai tidak bisa beroperasi karena tidak
ada lagi air overflow dari badan air danau.Karena rendahnya muka
air danau, dipastikan PLTA Maninjau tidak bisa beroperasi maksimal.
Penurunan kualitas dan fungsi air danau sangat dirasakan karena
terdapat perbedaan tinggi muka air danau pada musim penghujan
dengan musim kemarau. Kondisi ini akan mempengaruhi terhadap
beberapa spesies biota air yang diduga sebagian telah punah karena
tidak mampu bertahan hidup dengan fluktuasi muka air yang relative
sangat tajam.
2. Tekanan Aktivitas Penduduk
Selingkup Danau Maninjau berada dalam wilayah Kecamatan Tanjung
Raya. Berdasarkan data dari Penduduk Kecamatan Tanjung Raya dalam
angka tahun 2005, penduduknya berjumlah 30.532 jiwa. Kecamatan
Tanjung Raya dengan luas 244,03 Km2 terdiri atas 9 (sembilan)
Nagari dengan 53 jorong yang didominasi oleh permukaan danau,
persawahan dan perbukitan. Masyarakat Kecamatan Tanjung Raya
menggantungkan sumber kehidupannya pada bidang perdagangan, pegawai
dan sebagian besar pada bidang pertanian meliputi usaha keramba,
bercocok tanam dan berkebun. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten
Agam Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, warga Kecamatan Tanjung Raya
berjumlah 28.311 jiwa yang terdiri atas 2.939 KK dan sebanyak 2.126
KK diantaranya masih dikategorikan miskin. Walaupun memiliki danau
yang sangat potensial sebagai objek wisata, namun potensi ini belum
bisa dibangkitkan untuk membuka kesempatan berusaha dan lapangan
kerja sebagai sumber pendapatan. Besarnya jumlah penduduk
yangtergolong miskin akan memberikan tekanan terhadap kualitas dan
kelestarian danau maupun daerah daratan yang dimanfaatkan untuk
usaha pertanian. Kemiskinan juga dapat menyebabkan terjadinya
perpindahan penduduk. Kerusakan lahan pada daerah tangkapan air
menyebabkan terjadinya kerusakan pada DAS yang berpengaruh terhadap
aliran air sungai yang bermuara ke danau. Aliran air sungai yang
dahulunya dimanfaatkan untuk sumber air bersih kering pada musim
kemarau dan meluap di musim hujan. Kerusakan lahan dan tata air
lainnya dirasakan dengan menghilangnya mata air di selingkar danau,
sehingga masyarakat kekurangan sumber air bersih. Makin
meningkatnya kebutuhan masyarakat yang bersandar pada potensi
sumber daya alam danau, menyebabkan kearifan local menyelamatkan
ikan danau dengan membatasi penangkapan telah hilang. Demikian juga
karena rendahnya tingkat pendapatan petani di darat menyebabkan
masyarakat tidak mampu menjalankan upaya konservasi lahan. Pada
lokasi permukiman, seluruh limbah cair masyarakat telah jadi beban
bagi badan air Danau Maninjau, karena belum ada upaya pengolahan
limbah tinja maupun rumah tangga dilakukan baik oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat perseorangan.
3. Usaha Keramba Jaring Apung
Usaha Kerqamba Jaring Apung mulai diperkenalkan ke perairan
Danau Maninjau pada tahun 1991. Usaha Keramba Jaring Apung (KJA)
dilakukan masyarakat pada 8 nagari (Koto Malintang, Koto Gadang VI
Koto, Koto Kaciak, Duo Koto, Bayua, Maninjau, Sungai Batang dan
Tanjung Sani. Tahun 2008 - 2009 terdapat 15.051 petak KJA di
permukaan danau, dan jumlah ini menurun menjadi 12.860 petak pada
tahun 2009 - 2010 dan tahun 2010-2011 sebanyak 9.830 petak.
Penurunan ini dapat diduga karena adanya kejadian gempa bumi yang
menghunjam Tanah Agam. Tahun 2010, sembilan (seluruh) nagari di
Kecamatan Tanjung Raya menjadi tempat usaha pembibitan ikan yang
awalnya tahun 2008 - 2009 hanya menempati areal 71,5 Ha, dan tahun
2009 - 2010 meningkat menjadi 91,5 Ha. Selain budidaya ikan
keramba, sebanyak 363 KK dari masyarakat melakukan usaha perikanan
tangkap (2009 - 2010). Selain budi daya ikan di permukaan danau,
masyarakat juga melakukan budi daya ikan di kolam air deras
sebanyak 129 petak. Rendahnya pengetahuan tentang kegiatan akrab
lingkungan untuk usaha pada daerah danau sebagaimana rendahnya juga
pengetahuan untuk lahan usaha di darat, menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas lingkungan danau maupun daratan secara
bersamaan. Erosi yang terjadi di darat menyebabkan pendangkalan di
danau. Penurunan kualitas air danau akan menurunkan daya dukungnya
baik untuk ketersediaan air bersih, pariwisata maupun untuk
budidaya perikanan. Keluhan masyarakat yang juga didukung oleh
hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat
kejernihan air serta munculnya bau tak sedap dari air danau.
Masyarakat juga menemukan endapan lumpur dan peralatan pendukung
usaha keramba di dasar danau seperti limbah potongan bambu, karung,
sekam (sisa pakan), jala dan juga drum bekas. Penurunan kualitas
air danau yang paling dirasakan secara langsung adalah karena
terjadinya penurunan jumlah kujungan dari wisatawan baik local
maupun asing. III. RESPON DAN UPAYA PENGELOLAANMenyadari bahwa
tingginya tingkat penyusutan muka air danau disebabkan oleh
pemanfaatan airnya untuk memutar turbin ditambah dengan factor
lainnya seperti curah hujan, air larian dan juga mata air, PLTA
Maninjau perlu melakukan evaluasi terhadap kondisi ketersediaan air
dan jumlah dan rentang waktu operasi turbin. Upaya mengurangi jam
operasi serta jumlah turbin yang dipakai perlu lebih dimaksimalkan,
sehingga pemakaian air tidak mengurangi fungsi dan kualitas air
danau. Sebagai konsekwensinya, Sumatera Barat akan kekurangan
sumber listrik yang berbiaya murah dan rendah polusi. Upaya
pengaturan pemanfaatan air juga disertai dengan pemulihan luas
tutupan hutan serta pencegahan masuknya sedimen ke badan air sungai
yang bermuara ke Danau Maninjau. Upaya lain adalah dengan mengolah
lahan dalam kawasan DTA dengan pola pertanian dan perkebunan akrab
lingkungan. Tingginya tingkat sedimentasi di dasar danau dengan
berbagai material baik hasil erosi, limbah padat, sisa pembangunan
dan operasi Keramba Jaring Apung. Pemerintah bersama pengusaha
keramba serta masyarakat perlu melakukan pencegahan antara lain
dengan penerapan usaha Keramba Jaring Apung yang lebih ramah
lingkungan, pengelolaan lahan darat dalam daerah tangkapan air dan
pengerukan sedimen yang dirasa sudah menghambat aktivitas
pemanfaatan danau. Dari berbagai masalah terkait kegiatan usaha
Keramba Jaring Apung perlu upaya memininimalkan dampaknye terhadap
lingkungan antara lain dengan cara:
1. Pembatasan jumlah unit dan sebaran Keramba Jaring Apung di
permukaan air danau sehingga keberadaannya tidak menurunkan
kualitas lingkungan baik dari sisi aspek fisik-kimia dan biologi
perairan serta estetika. Dari hasil perhitungan, dengan system
pengelolaan maksimum daya dukung Danau Maninjau hanya untuk 2.500
s.d. 3.500 petak keramba, sedangkan saat ini jumlahnya sudah
mencapai 10.000 unit. 2. Penarikan retribusi jasa lingkungan kepada
pengusaha keramba yang proposional dengan dampak yang
ditimbulkannya dengan pertimbangan atas lokasi, jumlah unit serta
kualitas air disekitar lokasi kegiatannya.
3. Pembentukan tim independen yang bertindak sebagai pembimbing
dan penyuluh kegiatan usaha keramba jaring apung, sekaligus
menyerap aspirasi masyarakat terkait kasus kerusakan lingkungan
yang patut diduga berasal dari kegiatan pengelolaan Keramba Jaring
Apung. Tim independen juga bertindak sebagai inovator bagi upaya
peningkatan nilai ekonomis dan ekologis kegiatan usaha Keramba
Jaring Apung. 4. Menurunnya tingkat kunjungan wisatawan karena
semakin kotor dan baunya air Danau Maninjau perlu dicermati secara
serius. Perlu kajian manfaat dan resiko keberadaan Keramba Jaring
Apung dari aspek lingkungan fisik-kimia-biologi, ekonomi, social,
serta aestetika untuk jangka pendek dan menengah terkait fungsi dan
pertimbangan manfaat keberadaan danau untuk kesejahteraan
masyarakat selingkup danau. Usaha Keramba Jaring Apung yang sudah
beroperasi sejak 1991 ternyata terbukti tidak mampu mengangkat
tingkat perkenomian dan pendapatan penduduk Kecamatan Tanjung Raya
yang dilihat dari masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat.
Indikator lain adalah tingginya tingkat perpindahan penduduk yang
ditunjukkan terjadinya penurunan jumlah penduduk tahun 2010
dibanding tahun 2005. Ketidak berhasilan dari segi ekonomi juga
ditandai dengan makin menurunnya kualitas lingkungan.5. Sampai saat
ini belum ada pengelolaan limbah rumah tangga dan perhotelan yang
dikelola dengan baik seperti menggunakan septik tank akrab
lingkungan pada kawasan permukiman dan jasa pariwisata di selingkup
danau. Selain menimbulkan pencemaran, bangunan permukiman dan hotel
yang menempati sepandan danau juga harus ditertibkan.
Tabel 1: Penduduk di selingkup Danau Maninjau dalam wilayah
Kecamatan Tanjung Raya.
Gambar 1: Lokasi Danau Maninjau dalam wilayah administrasi
Kabupaten Agam
Danau Maninjau
Tabel 2: Sungai besar dari 88 sungai sebagai sumber air yang
masuk ke Danau Maninjau
Tabel 3: Kondisi Iklim sekitar Danau Maninjau
Gambar 2: Fluktuasi Muka Air Danau Maninjau 1984-2001
Danau Maninjau, Kondisi Kekinian, Permasalahan Dan
Pengelolaannya