DAMPAK UNDANG-UNDANG ORMAS TERHADAP KEBEBASAN ORGANISASI BAGI ORMAS ISLAM DI PROVINSI LAMPUNG (STUDI KASUS DPW FPI KOTA BANDAR LAMPUNG) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar sarjana Sosial (S.sos) Dalam Ilmu Ushuluddin Dan Studi Agama Oleh: ARIYANTO ARDI NPM : 1431040100 Program Studi : Pemikiran Politik Islam FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN LAMPUNG 1440 H/2019 M
96
Embed
DAMPAK UNDANG-UNDANG ORMAS TERHADAP KEBEBASAN …repository.radenintan.ac.id/7726/1/SKRIPSI.pdf · DAMPAK UNDANG-UNDANG ORMAS TERHADAP KEBEBASAN ORGANISASI BAGI ORMAS ISLAM DI PROVINSI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DAMPAK UNDANG-UNDANG ORMAS TERHADAP KEBEBASANORGANISASI BAGI ORMAS ISLAM DI PROVINSI LAMPUNG
(STUDI KASUS DPW FPI KOTA BANDAR LAMPUNG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan MemenuhiSyarat-syarat Guna Memperoleh Gelar sarjana Sosial (S.sos)
Dalam Ilmu Ushuluddin Dan Studi Agama
Oleh:
ARIYANTO ARDINPM : 1431040100
Program Studi : Pemikiran Politik Islam
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN
LAMPUNG1440 H/2019 M
DAMPAK UNDANG-UNDANG ORMAS TERHADAP KEBEBASANORGANISASI BAGI ORMAS ISLAM DI PROVINSI LAMPUNG
(STUDI KASUS DPW FPI KOTA BANDAR LAMPUNG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan MemenuhiSyarat-Syarat Guna Mendapatkan Gelar sarjana Sosial (S.sos)
Dalam Ilmu UshuluddinDan Studi Agama
Oleh:
ARIYANTO ARDINPM : 1431040100
Program Studi : Pemikiran Politik Islam
Pembimbing I : Dr. Arsyad Sobby Kesuma, Lc. MAg
Pembimbing II : Dr. Nadirsah Hawari, M.A
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN
LAMPUNG1440 H/2019 M
ii
DAMPAK UNDANG-UNDANG ORMAS TERHADAP KEBEBASANORGANISASI BAGI ORMAS ISLAM DI PROVINSI LAMPUNG
(STUDI KASUS DPW FPI KOTA BANDAR LAMPUNG)
ABSTRAK
Disahkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 menjadi Undang-UndangNomor 16 Tahun 2017 oleh pemerintah telah menimbulkan pro dan kontradikalangan masyarakat terutama DPW FPI Kota Bandar Lampung karena merekamenganggap itu adalah sebuah aturan yang mengekang kebebasan berdemokrasibagi ormas islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodekualitatif. Jenis penelitian ini menggunakan jenis deskriptif, yang digunakansebagai upaya eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataansosial. Teknik pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara mendalam,dan dokumentasi. Adapun informan yang diwawancarai adalah Ketua Umum FPIkota bandar lampung, serta fungsionaris atau pengurus FPI kota bandar lampungperiode 2016-2021. Penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana undang-undang ormas yang banyak dikritisi oleh ormas-ormas islam karenamenghilangkan proses peradilan. Padahal penyelenggaraan peradilan gunamenegakkan hukum dan keadilan merupakan salah satu kunci atau pilar dalamnegara hukum dan penegakan hak asasi manusia, mengingat organisasimasyarakat merupakan salah satu manifestasi hak konstitusional wagra negaradalam bidang kebebasan berkumpul dan berserikat. Potensi kesewenang-wenangan pemerintah serta peluang tereduksinya kebebasan hak berkumpul danberserikat menjadi terbuka semakin luas. Berdasarkan hasil penelitian, dapatdisimpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan dari adanya undang-undangtersebut adalah dapat mengekang kebebasan berserikat dan kebebasanbeorganisasi karena semakin ketatnya sistem hukum yang ada, semakinmemburuknya hubungan antara ormas dan pemerintah karena tidak adanya sistemhukum yang berpihak kepada ormas malah justru semakin mengancampembubaran suatu ormas, Pemerintah dapat sewaktu waktu membubarkanormas yang bersebrangan dengan pemerintah dengan alasan anti pancasila danlain sebagainya tanpa proses peradilan dan pemberian hak pembelaan terhadapormas.
iii
iv
v
MOTTO
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. Annisa: 58)
vi
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya. Sebuah karya sederhana namun butuh perjuangan dengan bangga
penulis mempersembahkan skripsi ini kepada:
1. Bapak Solihin dan Ibu Nurwati tercinta yang dengan sabar, tulus, ikhlas dan
kasih sayangnya yang selalu memberikan dorongan dan doa restu untuk
keberhasilanku dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kakakku Wahyu Setiawan dan Adik Rita Rahmawati tercinta, atas kasih
sayang dan pengertiannya.
3. Almamater tercinta Fakultas Usuluddin dan Studi Agama Pemikiran Politik
Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis mempunyai nama lengkap Ariyanto Ardi , anak kedua dari
pasangan Bapak Solihin dan Ibu Nurwati. Lahir di Padang Ratu, Lampung
Tengah Pada tanggal 02 Maret 1997. Penulis mempunyai saudara kandung yaitu
seorang kakak laki-laki yang bernama Wahyu Setiawan dan Seorang Adik
Perempuan Rita Rahmawati.
Penulis mempunyai riwayat pendidikan pada:
1. Sekolah Dasar Swasta 01 Sidorahayu Kabupaten Waykanan tahun 2002 dan
selesai pada tahun 2008
2. SMPN 10 KOTABUMI Lampung Utara pada tahun 2008 dan selesai pada
tahun 2011.
3. SMA PRIMA KOTABUMI Lampung Utara pada tahun 2011 dan selesai pada
tahun 2014.
4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung, mengambil
Program Studi Pemikiran Politik Islam pada Fakultas Usuluddin Dan Studi
Agama pada tahun 2014.
5. Penulisan Ilmiah Skripsi ini mencapai proses penyelesaian pada tahun 2019 di
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung.
viii
KATA PENGANTAR
Assalalamu’alaikumWr. Wb.
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
serta hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Dampak Undang-Undang
Ormas Terhadap Kebebasan Berorganisasi Bagi Ormas Islam di Provinsi
Lampung (Studi Kasus DPW FPI Kota Bandar Lampung)” dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, para sahabat dan para pengikutnya yang setia kepadanya hingga
akhir zaman.
Skripsi ini ditulis dan diselesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi pada program Strata Satu (S1) Jurusan Pemikiran Politik
Islam Fakultas Usuluddin Dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung guna
memperoleh gelar Sarjana (S.sos) dalam bidang Ilmu Usuluddin .
Atas semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini, tak lupa penulis
haturkan terima kasih sebesar- sebesarnya. Secara rinci ungkapan terimakasih itu
disampaikan kepada:
1. Bapak Dr. H. Afif Anshori, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Usuluddin dan
Studi Agama UIN Raden Intan Lampung yang senantiasa tanggap terhadap
kesulitan- kesulitan mahasiswa;
2. Ibu Dr. Tin Amalia Fitri, M.Si selaku Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam
dan Ibu Eska Prawisudati Ulpa, M.si selaku Sekretaris Jurusan Pemikiran
Politik Islam Fakultas Usuludin dan Studi Agama UIN Raden Intan
Lampung;
ix
3. Bapak Dr. Arsyad Sobby Kesuma Lc, M.Ag selaku Pembimbing I dan
Bapak Dr.H.Nadirsah Hawari, Lc M.A., selaku Pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membantu dan membimbing serta memberi
arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staff Karyawan Fakultas Usuluddin dan Studi
Agama ;
5. Kepala Perpustakaan UIN Raden Intan Lampung dan Pengelola Perpustakaan
yang telah memberikan informasi, data, referensi, dan lain- lain;
6. Rekan- rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu Pemikiran Politik Islam
2014, khususnya PPI kelas B. dan Rekan-rekan HMI Komisariat Ushuluddin;
7. Almamater Fakultas Usuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung
tercinta.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang akan membangun
penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis
serahkan segalanya, mudah- mudahan betapapun kecilnya skripsi ini, dapat
bermanfaat dalam pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, khusunya
ilmu- ilmu keIslaman.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Bandar Lampung, Juli 2019
Ariyanto ArdiNPM. 1431040100
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN................................................................................................ vii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ viii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ix
DAFTAR ISI......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul ...........................................................................................1
B. Alasan Memilih Judul ..................................................................................3
C. Latar Belakang Masalah...............................................................................3
D. Fokus Penelitian .........................................................................................13
E. Rumusan Masalah ......................................................................................13
F. Tujuan Penelitian .......................................................................................13
G. Kegunaaan Penelitian.................................................................................14
H. Metode Penelitian.......................................................................................14
BAB II ORGANISASI MASYARAKAT DAN UNDANG-UNDANG ORMAS
A. Organisasi Masyarakat ...............................................................................201. Pengertian Organisasi Masyarakat ..................................................202. Sejarah Organisasi Masyarakat .......................................................223. Peran Organisasi Masyarakat ..........................................................244. Tujuan Organisasi Masyarakat ........................................................26
xii
B. Undang-Undang Ormas..............................................................................281. Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang Ormas .................282. Alasan Pemerintah Mengesahkan Undang-Undang Ormas ...........34
C. Tinjauan Pustaka ........................................................................................38
BAB III GAMBARAN UMUM FPI
A. Sejarah FPI .................................................................................................40B. Struktur Organisasi FPI Kota Bandar Lampung ........................................46C. Asas FPI .....................................................................................................47D. Visi dan Misi FPI .......................................................................................50E. Pedoman FPI ..............................................................................................50F. Semboyan FPI ............................................................................................52
BAB IV DAMPAK DAN SIKAP DPW FPI KOTA BANDAR LAMPUNGTERHADAP UNDANG-UNDANG ORMAS
A. Dampak Undang-Undang Ormas Terhadap Kebebasan BerorganisasiMenurut DPW FPI Kota Bandar Lampung................................................53
B. Sikap DPW FPI Kota Bandar Lampung Terhadap Undang-Undang Ormas67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................79B. Saran...........................................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENEGASAN JUDUL
Judul karya ilmiah yang penulis bahas dalam skripsi ini adalah:
Dampak Undang-Undang Ormas Terhadap Kebebasan Berorganisasi
Bagi Ormas Islam di Provinsi Lampung (Studi Kasus DPW Front Pembela
Islam Kota Bandar lampung). Penulis akan menguraikan terlebih dahulu judul
skripsi ini untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. Hal ini dimaksudkan
untuk lebih memudahkan pemahaman, juga mengarahkan pada pemahaman
yang jelas sesuai dengan yang diinginkan penulis.
Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik
negatif maupun positif. Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk
secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, serta tujuan untuk ikut serta berpartisipasti demi
terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.1
Undang-Undang adalah suatu peraturan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) Dengan persetujuan bersama presiden. Undang-
Undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang
mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan diantara keduanya.2
1 Otto Soemarwoto, Dampak Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Grafindo Persada, 1993),h.26
2 Bagir Magnan, Dasar Perundang-Undangan Indonesia, (Jakarta: Grafindo Persada, 1992),h.58
2
Kebebasan menurut Kamus Besar Bahas Indonesia berasal dari kata
kuncinya yaitu bebas yang berarti lepas, tidak terhalang, terganggu, dan
sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara dengan leluasa.3 Kebebasan
yang dimaksud dalam judul ini yaitu bermaksud ingin mengkaji bagaimana
kebebasan ormas islam dalam menjalankan organisasinya setelah ditetapkan
Undang-Undang ormas Nomor 16 tahun 2017.
Ormas islam adalah organisasi berbasis massa yang disatukan oleh
tujuan untuk memperjuangkan tegaknya agama islam sesuai dengan alqur‟an
dan as-sunnah serta memajukan umat islam dalam bidang agama, pendidikan,
ekonomi, sosial dan budaya.4
FPI (Front Pembela Islam) adalah gerakan Islam yang muncul pada
tahun 1998 di Jakarta, arti front itu sendiri mengacu pada pengrtian depan,
didalam konteks Islam menjadi pembela paling depan. Pembela diambil dari
ayat al- qur‟an: ya ayyuhal-ladzina amanu kunu ansharallah. Artinya wahai
orang-orang yang beriman, jadilah engkau pembela/penolong Allah (QS. Ash-
Shaff:14).5 Jadi didalam peneletian ini membahas tentang bagaimana dampak
Undang-Undang Ormas menurut DPW FPI kota Bandar lampung .
Jadi Dampak Undang-Undang Ormas Terhadap Kebebasan Berorganisai
Bagi Ormas Islam di Provinsi Lampung (Studi Kasus DPW Front Pembela
Islam Kota Bandar Lampung) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
bagaimana Dampak dari adanya Undang-Undang ormas tersebut bagi ormas
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.204 Ian Douglas Wilson, Ormas dan Kuasa Jalanan Pasca Orde Baru, (Bandung: Angkasa, 2002),
h.985 Andi Rosadi, Hitam Putih FPI, (Jakarta: Nun Publisher, 2008), h.88
3
islam dikota bandar lampung dan bagaimana sikap ormas dikota bandar
lampung terhadap undang-undang ormas yang ditimbulkan dengan adanya
Undang-Undang ormas.
B. ALASAN MEMILIH JUDUL
Penulis memilih judul dalam penelitian ini dikarenakan adanya sebuah
masalah atau problem sehingga tergerak untuk di lakukan penelitian. Adapun
hal- hal menarik atau alasan-alasan penulis dalam memilih judul skripsi ini ialah
sebagai berikut:
1. Karena adanya masalah mengenai Undang-Undang tersebut oleh sebab
itu penulis menganggap bahwa diperlukan adanya penelitian khusus
terkait persoalan ini yang melibatkan ormas terutama diprovinsi
lampung.
2. Bahwa penelitian ini sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki
oleh penulis yaitu ilmu Ushuluddin lebih spesifik jurusan Pemikiran
Politik Islam sehingga berniat untuk meneliti lebih dalam tentang
Undang-Undang ormas.
C. LATAR BELAKANG MASALAH
Terbentuknya Undang-Undang bertujuan untuk mewujudkan manusia
Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil,
makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila,
perlu dilaksanakan pembangunan disegala bidang yang pada hakikatnya
4
merupakan merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.6
Dengan hakekat pembangunan sebagaimana tersebut,maka pembangunan
adalah pengamalan dari isi Pancasila. Dengan pengertian mengenai hakekat
pembangunan, maka terdapat dua masalah pokok yang perlu diperhatikan.
Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secara aktif seluruh
lapisan masyarakat Warga Negara Indonesia. Kedua, karena pembangunan
nasional merupakan pengamalan Pancasila maka keberhasilannya harus
dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan bangsa Indonesia terhadap Pancasila.7
Dalam kerangka inilah letak pentingnya suatu Organisasi masyarakat.
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas dengan segala
bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dinamika
perkembangan. Ormas dan perubahan sistem pemerintahan membawa
paradigma baru dalam tata kelola organiasi kemasyarakatan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.8 Sehingga peraturan serta
pembinaannya perlu diarahkan kepada dua sasaran pokok, yaitu :
1. Terwujudnya Organisasi kemasyarakatan yang mampu memberikan
pendidikan kepada Masyarakat Warganegara Indonesia kearah : a) makin
mantapnya kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945; b).
6 Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Angkasa, 1980), h. 215.7 Ibid, h. 135-136.8 Jimly Asshiddiqie, Pengantar ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT.Rajagrafindo
Persada,(2010), h. 281.
5
tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada manusia dan masyarakat
Indonesia untuk ikut serta aktif dalam pembangunan nasional.
2. Terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mandiri dan
mampu berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berserikat
atau berorganisasi bagi masyarakat Warga Negara Republik Indonesia
guna menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional, yang
sekaligus merupakan penjabaran pasal 28 Undang-Undang Dasar
1945.9
Kemudian pada tanggal 10 juli 2017 Pemerintah melalui Kementrian
Koordinator Politik, Hukum, dan HAM menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 tahun 2017 yang telah
ditandatangani oleh presiden joko widodo tentang perubahan atas Undang-
Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan. Landasan Yuridis penerbitan perppu tertuang pada
pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 “Dalam hal ihwal yang memaksa ,
Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah penggsnti Undang-Undang”.
Lebih lanjut kembali tertuang dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan yang
berbunyi, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa”. Dari dua bunyi Pasal tersebut, dapat diketahui
9 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: Rajawali Press, Tahun 2010), H.89
6
bahwa syarat Presiden untuk mengeluarkan Perppu adalah adanya hal ihwal
kegentingan yang memaksa.10
Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 menegaskan, bahwa Organisasi
Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang
didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan
aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaturan
Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Perppu ini, Ormas dilarang menggunakan nama, lambang,
bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut
lembaga pemerintahan; menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang,
bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang,
atau bendera Ormas; dan/atau menggunakan nama, lambang, bendera atau
tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara
keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain
atau partai politik.11
Selain itu dalam Perppu ini menegaskan, bahwa Ormas dilarang
melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan;
melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang
dianut diIndonesia;melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman
10 M. Beni Kurniawan, Konstitutionalitas Undang-Undang No.16 Tahun 2017 Tentangpenetapan Perppu No 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Ditinjau Dari UUD 1945DanKonsep Negara Hukum, (Jurnal Legislasi Indonesia,Vol.11.No.3.September 2014) h. 5
11 Ibid, h. 10
7
dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan
melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ormas juga dilarang melakukan kegiatan sparatis yang mengancam
kedaulatan NKRI, dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan
ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. “Ormas yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi
pidana,” bunyi Pasal 60 Perppu ini. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud,
menurut Perppu ini, terdiri atas:
a) Peringatan tertulis;
b) Penghentian kegiatan; dan/atau
c) Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan
hukum.
Perppu ini juga menegaskan, setiap orang yang menjadi anggota
dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak
langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (3)
huruf c dan huruf d, yaitu melakukan tindakan kekerasan, mengganggung
ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas
sosial, dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak
hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana
dengan penjara pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu)
tahun. Diundangkannya Undang-Undang Nomor Tahun 2017 tentang penetapan
Perppu Nomor 2 Tahun 2017 oleh Pemerintahan Jokowi seakan-akan
8
memperlihatkan kediktatoran Pemerintah yang mengambil alih wewenang
pembubaran Ormas dari kekuasaan yudikatif kepada kekuasaan eksekutif.
Aturan tersebut memberikan rasa takut kepada Ormas karena sewaktu-waktu
dapat dibubarkan dan terhadap pemimpin maupun anggotanya dapat dikenakan
sanksi Pidana. Hal ini seperti menegaskan hak kebebasan berserikat yang telah
dijamin oleh Konstitusi kita.12
Secara umum organisasi masyarakat di Indonesia diatur melalui UU
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam pasal 61
UU Nomor 17 Tahun 2013 disebutkan bahwa sanksi terhadap ormas dilakukan
secara berjenjang dari peringatan tertulis, penghentian bantuan/ atau hibah,
penghentian sementara kegiatan, dan pencabutan surat keterangan terdaftar
atau pencabutan status badan hukum. Mengenai Sanksi pembubaran ormas
diatur dalam Pasal 68 bahwa “pencabutan status badan hukum ormas
dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum”. Dalam Undang-
undang tersebut pembubaran Ormas hanya dapat dilakukan setelah adanya
putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Tujuannya adalah agar pemerintah
tidak sewenang-wenang dalam membubarkan sebuah Ormas.13
Sekilas jika kita lihat tidak ada yang salah dalam pengesahan Perppu
tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, Namun yang menjadi
permaslahan adalah pemerintah dinilai semakin mempersempit aturan hukum
karena sebelumnya sudah ada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013. Dalam
12 Undang-Undang nomor 17 Tahun 2013, Tentang Organisasi masyarakat13 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, pasal 60
9
hal ini DPW FPI kota bandar lampung memprotes adanya kesewenang-
wenangan pemerintah dalam membuat aturan karena adanya perubahan aturan
yang ada didalam undang-undang tersebut yang banyak merugikan ormas
diantaranya Penghapusan Proses Peradilan, Pemberian sanksi yang diskriminatif,
Pemberian sanksi yang cenderung represif dan kewenangan yang sentralistik.
Ketentuan tersebut menunjukkan, bahwa Pemerintah mengambil alih semua
kewenangan dalam pembubaran Ormas. Akibatnya adalah bisa jadi
pembubaran suau organisasi hanya berdasarkan keputusan politik
pemerintah yang sangat bergantung pada kepentingan-kepentingan parsial
pemerintah dan pertimbangan-pertimbangan politik semata. Hal ini dapat
memberikan implikasi negatif terhadap iklim kemerdekaan berserikat dan
berkumpul di Indonesia.14
Dari pihak Pro seperti Nahdlatul Ulama menilai bahwa penerbitan
perppu ini menjadi langkah yang tepat untuk melawan semua gerakan-gerakan
radikalisme dan ancaman-ancaman terpecahnya keutuhan Kesatuan Negara
Republik Indonesia. Dengan adanya sikap Pro tersebut penulis mewawancarai
salah satu fungsionaris PWNU Kota Bandar lampung yaitu H. Fauzi Basri
sebagai berikut:
“Jika kita mengambil dari kaidah fiqih dar’u al mafasid muqoddamun ala jalbilmasholih (mencegah kerusakan harus lebih didahulukan dibandingkanmendatangkan kebaikan). Selain itu terbitnya perppu yang telah disahkanmenjadi Undang-Undang bertujuan untuk mencari titik limashlahatil ammah(untuk kemaslahatan umat) atau kemaslahatan rakyat indonesia. Untuk mencarikemaslahatan tersebut maka pemerintah harus hadir seperti itu. Salah satu alat
14 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan AtasUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Pasal 59
10
untuk mencegah hal yang membahayakan negara memang harus adanyaperppu”.15
Menjadi menarik, berbagai penolakan terhadap perppu ini juga
datang dari sejumlah lapisan masyarakat dan termasuk Ormas- Ormas islam
yang ada diindonesia bukan hanya FPI tapi juga Muhammadiyah, karena mereka
menilai bahwa langkah pemerintah tersebut adalah hal yang dianggap merugikan
ormas islam. Penulis dalam hal ini juga mewawancarai Zaid Fadillah selaku
Fungsionaris PW Muhammadiyah Kota Bandar Lampung sebagai berikut:
“Memang secara umum dari pengesahan undang-undang tersebut tidak ada yangsalah namun jika dipahami secara teliti sangat kontroversial, dalam hal ini kamimuhammadiyah menganggap bahwa Undang-Undang tersebut bisa berakibatpada terjadinya semakin memperluas permusuhan antara ormas dan pemerintah,karena secara langsung pemerintah menggunakan undang-undang tersebutsebagai alat untuk membubarkann ormas yang tidak sejalan dengan kebijakanpemerintah”.16
Penulis berniat untuk mengkaji lebih lanjut meneliti bagaimana dampak
dan tanggapan dari pihak pro dan kontra dari sebagian ormas islam yang ada di
kota bandar lampung namun dalam hal ini lebih kepada pihak kontra yaitu FPI
kota bandar lampung, organisasi ini jika berdakwah berbeda dengan ormas-
ormas lainnya, seperti merazia tempat hiburan malam, minuman keras, dan
sering melakukan aksi dilapangan atau demonstrasi jika ada permasalahan sosial
maupun kebijakan pemerintah sekalipun yang tidak sesuai dengan koridor
ajaran agama islam.17
15 Wawancara dengan H. Fauzi Basri Selaku Fungsionaris PWNU Kota Bandar Lampung, 22Agustus 2019 Jam 8:26 WIB
16 Wawancara dengan Zaid Fadillah Selaku Fungsionaris PW Muhammadiyah Kota BandarLampung, 22 Agustus 2019 Jam 13:00 WIB
17 Al-Habib Muhammad Rieziq, Dialog Fpi: Amar ma’ruf nahi mungkar, (jakarta:PustakaIbnu Sidah, 2013) h. 13
11
Arti Front itu sendiri mengacu pada pengertian depan, dan dalam konteks
Islam menjadi pembela Islam paling depan. Organisasi ini dengan cepat popular
di Indonesia sejak beberapa tahun belakangan. Kelompok Front Pembela Islam
(FPI) muncul di berbagai media massa dalam berbagai pemberitaan karena
sebagian masyarakat seringkali menganggap bahwa ormas ini dianggap
kontroversial.18 Hal ini berhubungan erat dengan kegiatan utama mereka, yaitu
melakukan aksi- aksi penertiban (sweeping) terhadap kegiatan-kegiatan maksiat
seperti prostitusi, perjudian, premanisme dan lain-lain. Namun aksi-aksi yang
mereka lakukan tidak selalu mendapatkan respon masyarakat, karena mereka
menganggap FPI menggunakan cara-cara yang dianggap tidak wajar seperti
halnya menggunakan kata-kata kasar. Seperti halnya yang terjadi di kelurahan
antasari kota bandar lampung saat memaksa menutup Mixology atau tempat
hiburan malam yang ada dibandar lampung, Penulis sempat mewawancarai salah
satu kepala lingkungan dikelurahan antasari bapak Zainal Arifin sebagai berikut:
“Ya tentunya kita tidak menyalahkan apa yang dilakukan FPI dalammenertibkan tempat-tempat huburan malam maupun tempat maksiat lainnyaselama itu masih dalam kewajaran atau bisa dibilang masih dalam koridorhukum tapi alangkah baiknya FPI lebih merangkul aparat setempat sepertihalnya polisi dan aparat hukum lainnya. Karena selain adanya kekhawatiranakan adanya kegaduhan, protes dari para pengunjung khusunya, tentu akanmemberikan citra buruk dari FPI itu sendiri”.19
Namun, penulis mendapatkan keterangan dari Kepala lingkungan
diwilayah perumahan citra garden yakni bapak sholeh beliau justru sepakat
dengan apa yang dilakukan FPI karena tidak bertentangan dengan hukum dan
aturan serta norma agama. Berikut wawancara dengan bapak sholeh :
18Ibid. h. 1719 Wawancara Dengan Zainal Arifin Selaku Kepala Lingkungan di Wilayah Kelurahan Antasari
Kota Bandar Lampung, 16 Agustus Jam 13:00 WIB
12
“Apa yang dilakukan FPI itu sesuai dengan aturan hukum karna sayamenyaksikan sendiri diwilayah sini FPI apabila ingin melakukan penggrebekanatau sweeping tempat-tempat hiburan mereka selalu berkoordinasi dengan wargasetempat dan juga aparat kepolisian mereka selalu minta dukungan warga danjuga aparat jadi kalau ada yang bilang FPI itu keras apalagi radikal saya tidaksetuju”.20
Jika dilihat dari permasalahan diatas maka penulis telah mendapatkan
beberapa masalah baik dari Undang-Undang ormas maupun dari organisasi
masyarakat yang ada dibandar lampung khususnya FPI. FPI juga dikenal sangat
kontroversial karena sering menentang aturan pemerintah termasuk saat
pemerintah mengesahkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 menjadi Undang-Undang,
dari pihak FPI pusat maupun daerah beranggapan bahwa pemerintah pusat telah
bersifat otoriter karena mengesahkan Undang-Undang Ormas bahwa syarat
kegentingan memaksa tidak terpenuhi karena tidak memenuhi tiga
persyaratan keadaan kegentingan yang dimaksud tersebut. Pertama,
adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara tepat
berdasarkan Undang-Undang. Kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan
tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum tersebut tidak dapat
diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena
akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak
tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.21
20 Wawancara Dengan Sholeh Selaku Kepala Lingkungan di Wilayah Citra Garden BandarLampung, 16 Agustus Jam 10:00 WIB
21 Website Alungsyah (On-line), Tersedia di: “Ahli Hukum Tata Negara: Perppu Ormas AncamKebebasan Berserikat”, http://sidinconstitution.co.id/ahli-hukum-tata-negara-perppu- ormas-ancamkebebasan-berserikat/ (10 Oktober 2017)
13
D. FOKUS PENELITIAN
Penelitian ini fokus membahas mengenai dampak undang-undang ormas
terhadap kebebasan berorganisasi menurut DPW FPI Kota Bandar Lampung.
E. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana dampak Undang-Undang Ormas terhadap kebebasan
berorganisasi bagi ormas islam menurut DPW FPI kota bandar lampung
?
2. Bagaimana sikap DPW FPI Kota Bandar Lampung terhadap
Undang-Undang ormas yang ditetapkan oleh pemerintah ?
F. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Berkenaan
dengan itu, tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui undang ormas terhadap kebebasan
berorganisasi bagi Ormas islam menurut DPW FPI kota bandar
lampung.
2. Untuk mengetahui sikap DPW FPI kota bandar lampung terhadap
Undang-Undang ormas yang ditetapkan oleh pemerintah.
14
G. KEGUNAAN PENELITIAN
Bertitik tolak dari tujuan penelitian atau penulisan skripsi itu sendiri,
penelitian mempunyai dua kegunaan yaitu dari sisi teoritis dan praktis,
adapun kegunaannya dalam penelitian ini adalah :
a) Secara Teoritis
Hasil penulisan ini di harapkan dapat memperluas cakrawala
serta dapat menjadi bahan refrensi dan dapat memberikan masukan-
masukan kepada mahasiswa bahwa organisasi masyarakat juga berhak
mendapat keadilan atas kebijakan dari pemerintah termasukdengan
ditetapkannya undang-undang ormas yang banyak menuai pro kontra.
b) Secara praktis
Hasil penulisan ini di harapkan dapat membrikan sumbangan
teoritis serta rujukan bagi mahasiswa, dan pihak-pihak terkait mengenai
bagaimana dampak ditetapkannya undang-undang ormas khususnya
Ormas islam diprovinsi lampung, Selain itu juga sebagai informasi dan
pengembangan teori dan tambahan keputusan bagi politisi maupun
akademisi.
H. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu prosedur atau cara untuk
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah langkah sistem. Metode
penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau
langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta
15
dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis.22 Dalam
prakteknya terdapat sejumlah metode yang biasa digunakan untuk kepentingan
penelitian.
1. Jenis dan sifat penelitian
a) Jenis Penelitian
Dilihat dari jenisnya, penelitian yang di inginkan penulis
adalah penelitian lapangan atau “field research”. Penelitian
lapangan pada hakikatnya adalah merupakan metode untuk
menemukan secara khusus terhadap realitas apa yang terjadi di
tengah hiruk pikukmasyarakat.23 Pada umumnya
penelitianlapangan di gunakan untuk memecahkan masalah-
masalah praktis dalam kehidupan sehari hari.
b) Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat penelitian
deskriptif. Yang di maksud adalah sebagai proedur
pemecahan masalah yang di selidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau sebagaimana
organization. Syamsi menyatakan bahwa organisasi dapat diartikan dua
macam, yaitu: Dalam arti statis, organisasi sebagai wadah kerja sama
sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu;
Dalam arti dinamis, organisasi sebagai suatu sistem atau kegiatan
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Berikut adalah
pengertian Organisasi Masyarakat Menurut beberapa tokoh:
a) Menurut Robbins, organisasi adalah kesatuan sosial yang
dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif
dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus
menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama.
b) Organisasi menurut Handayaningrat adalah wadah
(wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerja sama
dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan
tersebut, setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggung
jawabnya, hubungan dan tata kerjanya.
c) Menurut Hardjito, organisasi adalah kesatuan sosial yang
21
dikoordinasikan secara sadar, yang memungkinkan
anggota mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai melalui
tindakan individu secara terpisah.
d) Menurut Max Weber Definisi Organisasi Masyarakat adalah
suatu kerangka hubungan terstruktur yang didalamnya
terdapat wewenang, dan tanggung jawab serta pembagian kerja
menjalankan sesuatu fungsi tertentu.
e) Prof. Dr. Sondang P. Siagian berpendapat bahwa Organisasi
Masyarakat adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang
atau lebih yang saling bekerjasama dan telah diberikan hak oleh
negara untuk berserikat dan berkumpul sesuai dengan aturan
hukum yang ada serta terikat secara formal dalam rangka
melakukan pencapaian tujuan yang sudah ditentukan dalam
ikatan yang ada pada seseorang atau beberapa orang yang dikenal
sebagai atasan atau orang yang dikenal sebagai bawahan.32
Dari pengertian yang disebutkan para ahli, dapat disimpulkan
bahwa organisasi adalah suatu wadah yang terdiri dari orang-orang yang
bekerja sama dalam usahanya sehingga maksud dan tujuan dari
sekelompok orang tersebut dapat tercapai.
32 Ridaya Ladongkawe, Mengatur Masyarakat Sipil: Pengaturan Organisasi Masyarakat Sipil diIndonesia, (Depok: Piramedia. 2010), h.70
22
2. Sejarah Lahirnya Organisasi Masyarakat
Berdirinya Budi Utomo pada tanggal 5 Mei 1908 yang
kemudian dapat membangkitkan bangsa ini dengan membentuk
kelompok-kelompok terlihat dari berdirinya Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928 yang diikuti dengan adanya Jong Java, Jong
Sumatera, Jong Ambon. Secara historis keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia diawali oleh perjalanan perjuangan yang didukung
oleh kelompok-kelompok atau organisasi masyarakat yang mempunyai
keinginan dan tujuan yang sama yaitu kemerdekaan Indonesia, yang
terwujud pada tanggal 17 Agustus l945.34 Dalam perjalanan perjuangan
kemerdekaan Indonesia kehadiran beberapa organisasi, merupakan
fakta yang tidak terbantahkan, karena organisasi -organisasi pada zaman
itu mempunyai tujuan yang sama membangun kesadaran masyarakat
Indonesia sehingga mampu menghantarkan negara indonesia kepada
kemerdekaan Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut sampai saat ini,
masih diakui keberadaannya dan berkembang dengan cara melakukan
kiprahnya di tengah-tengah masyarakat pada berbagai bidang kehidupan
sosial kemasyarakatan, misalnya organisasi keagamaan, yang bergerak di
bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Organisasi-organisasi dimaksud diantaranya adalah :
a) Tahun 1908, Budi Oetomo berbasis subkultur Jawa.
b) Tahun 19l1, Serikat Dagang Islam, kaum entrepreneur Islam
yang bersifat ekstrovert dan politis.
23
c) Tahun 1912, Muhammadiyah dari kultur Islam modernis
yang bersifat introvert dan social.
d) Tahun 1912, Indiche Party dari subkultur campuran yang
mencerminkan elemen politis nasionalisme nonrasial dengan
slogan “tempat yang member nafkah yang menjadikan Indonesia
sebagai tanah airnya”.
e) Tahun 1913 Indische Social Democratiche Vereniging yang
mengejawantahkan nasionalisme politik radikal dan berorientasi
Marxist.
f) Tahun 1915, Trikoro Dharmo, sebagai imbrio Jong Java.
g) Tahun 1918, Jong Java.
h) Tahun 1925, Manifesto Politik.
i) Tahun 1926, Nahdlatul Ulama (NU) dari subkultur santri dan
ulama serta pergerakan lain seperti subetnis Jong Ambon, Jong
Sumatera, maupun Jong Selebes yang melahirkan pergerakan
nasionalisme yang berjati diri Indonesia.
j) Tahun 1928, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.33
Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan diatas, merupakan
sejarah berkembangnya kesadaran sekaligus ekspresi kebebasan
mengeluarkan pendapat dalam konteks berserikan dan berkumpul. Pada
pemerintahan Orde baru, secara konkret banyak organisasi
kemasyarakatan lainnya berdiri meskipun sistem politik pada saat itu
33 Ibid, h. 100
24
kurang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk berekspresi,
pembatasan dan larangan untuk kegiatan yang mengarah pada hal-hal
politik harus tunduk dan patuh pada satu kendali, yaitu stabilitas
nasional. Dalam konteks organisasi kemasyarakatan dan partai politik
dikendalikan melalui instrument asas tunggal, yaitu bahwa semua
organisasi, baik ormas maupun Parpol harus berasas tunggal, yaitu
Pancasila.34
3. Peran Organisasi Masyarakat
Menurut Riyadi, Peran sebuah orientasi atau konsep
yang terbentuk karena suatu pihak dalam oposisi sosial di kehidupan
masyarakat. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu
rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan
tertentu. Kepribadian seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran
itu harus dijalankan. Peran yang dimainkan hakekatnya tidak ada
perbedaan, baik yang dimainkan/diperankan pimpinan tingkat atas,
menengah maupun bawah akan mempunyai peran yang sama. Peran
merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang
menempati suatu posisi di dalam status sosial, syarat-syarat peran
mencangkup 3 (tiga) hal, yaitu :
a) Peran meliputi norma - norma yang dihubungkan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
34 Ibid, h. 75
25
merupakan rangkaian peraturan - peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b) Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan
oleh individu - individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang
penting bagi struktur sosial masyarakat.
c) Peran adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan
karena suatu jabatan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki
kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan
berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota
masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya.
Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling ketergantungan.
Dalam kehidupan bermasyarakat itu munculah apa yang
dinamakan peran.35
Adanya organisasi terbentuk karena dipengaruhi aspek-
aspek seperti penyatuan visi dan misi serta mempunyai tujuan yang sama.
Organisasi yang dianggap baik merupakan sebuah organisasi yang
diakui keberadaannya, hal ini karena organisasi tersebut
memberikan kontribusi misalnya: pengambilan sumber daya manusia
sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Individu yang terdapat
dalam sebuah organisasi memiliki keterkaitan secara terus menerus. Rasa
keterkaitan tersebut bukanlah merupakan keanggotaan seumur hidup.
35 Kania Nia Winayanti, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran ORMAS, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia. 2014), h.20
26
Namun sebaliknya, organisasi mampu untuk menghadapi adanya
perubahan yang konstan dalam keanggotaan mereka, meskipun saat
menjadi anggota, masing-masing individu dalam organisasi tersebut
berpartisipasi secara relatif teratur.36
Suatu organisasi yang ideal seharusnya memiliki tujuan. Tujuan
inilah yang kemudian menjadi dasar kegiatan dari organisasi. Tanpa
adanya tujuan, organisasi akan mati karena tidak ada yang diperjuangkan.
Tujuan dari sebuah organisasi harus dijelaskan dengan jelas agar kegiatan
yang dilakukan berorientasi guna meraih tujuan organisasi yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Dengan adanya tujuan menjadi penyemangat
kerja serta komitmen bagi para anggotanya. Organisasi bukan hanya
memiliki tujuan, juga memiliki berbagai manfaat organisasi yang banyak
dalam kehidupan. Adanya manfaat organisasi tersebut dapat dirasakan
oleh siapa saja yang mengikuti organisasi tersebut pada berbagai
tingkatan. Salah satu manfaat organisasi nyata dari keikutsertaan dalam
berganisasi adalah untuk membentuk mental individu yang berani dalam
mengungkapkan pendapat di depan umum serta dapat terbiasa dalam
melakukan kerja sama untuk memecahkan masalah.37
4. TUJUAN ORGANISASI MASYARAKAT
Masing-masing individu yang terdapat dalam organisasi secara
alamiah memiliki sebuah tujuan pribadi yang tidak sama persis antara
36 Ibid, h.5737 Ibid, h.68
27
satu sama lain. Tujuan akhir masing-masing individu sebagian besar
untuk mendapatkan penghasilan. Tujuan organisasi serta masing-masing
anggota sering kali beriringan yaitu untuk melakukan pekerjaan secara
baik serta dapat naik pangkat. Langkah dari para anggota organisasi
tersebut yaitu dengan adanya konsistensi dari si pendukung terhadap
tujuan organisasi yaitu dalam meningkatkan pendapatan serta untuk
meningkatkan produktivitas. Tujuan organisasi menurut salah satu pakar
ahli yaitu Simon bahwa pada tugas guna mewujudkan sasaran organisasi
tersebut berada pada masing-masing orang yang ada pada tingkat paling
bawah di struktur organisasi. Demikian juga bagi seseorang yang paling
bawah di struktur organisasi tersebut tidak boleh diabaikan, hal ini karena
mereka merupakan anggota level bawah yang dapat menentukan tentang
keberlangsungan hidup serta untuk tercapainya tujuan organisasi.38
Chris Agyris menyatakan sebuah eksistensi sebuah organisasi
melalui pernyataan.“Organisasi–organisasi biasanya dibentuk orang guna
mencapai sasaran-sasaran yang dapat dicapai terbaik secara kolektif”.
Tujuan organisasi mempunyai pengaruh dalam mengembangkan
organisasi baik itu untuk perekrutan anggota, serta pencapaian apa yang
ingin dicapai dalam berjalannya organisasi. Tujuan organisasi tersebut
antara lain :
a) Tempat untuk mencapai tujuan dengan efisien serta selektif
karena dilakukan secara bersama-sama.
38 Jimly Ashiddiqie, Op. Cit, h. 91
28
b) Tempat dalam mendapatkan pembagian kerja dan jabatan.
c) Tempat untuk mencari keuntungan dan pendapatan bersama-
sama.
d) Tempat untuk mengelola lingkungan secara bersama-sama
mendapatkan pengawasan dan kekuasaan.39
B. UNDANG-UNDANG ORMAS
1. Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang Ormas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 adalah hasil dari pengesahan
yang dilakukan oleh DPR dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(Perppu) yang juga merupakan salah satu produk hukum yang juga diakui dalam
tata hukum dan hierarki peraturan perundang-undangan. Keberadaannya sejajar
dengan undang-undang. Hal ini dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 7 ayat
(1) Undang- Undang tersebut mengatakan, jenis dan hierarki perundang-
undangan terdiri atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebagai tatanan tertinggi, Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat sebagai tata urutan yang kedua, undang-undang/Perppu yang berada
setelah ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat, serta beberapa
peraturan perundang-undangan lain di bawahnya.40
Secara hierarkis, undang-undang dan Perppu berdasarkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut memang sejajar. Namun, yang menjadi
39 Jimly Ashiddiqie, Op. Cit, h. 9340 Kania Nia Winayanti, Op. Cit, h. 72
29
perbedaan salah satunya adalah syarat dan prosedur dikeluarkannya produk
hukum tersebut sehingga berpengaruh pada keabsahannya. Jika undang-
undang dikeluarkan atas dasar persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
presiden, maka Perppu dapat dikeluarkan serta merta oleh presiden dengan
adanya hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Kegentingan yang memaksa
tersebut sejauh ini memang menjadi subjektifitas presiden, atau dalam
penjelasan UUD 1945 disebut juga noodverordeningsrecht (menyetujui
atau menolak untuk menjadi undang-undang dalam persidangan berikutnya, jika
menolak untuk menyetujui, maka perppu tersebut harus dicabut).41
Dasar yuridis konstitusional lain dikeluarkannya Perppu ini dapat dilihat
dari konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun1945 khususnya Pasal 12 dan Pasal 22. Pasal 12 UUD 1945 mengatakan
bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat- syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Sedangkan pada Pasal 22
UUD 1945 dikatakan, khususnya pada ayat (1), “Dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah
sebagai pengganti undang-undang”.42
Mahkamah Konstitusi yang dikenal sebagai penafsir konstitusi (the
sole interpreter of constitution), telah memberikan tafsiran sekaligus pembatasan
mengenai kualifikasi kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 UUD 1945. Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 ada
41 Jurnal “Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia: Menuju Democratic Governance”, IlmuSosial & Ilmu Politik, Vol. 8, No.3, Maret 2015, h. 12
42 Ibid, h.24
30
tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi
Presiden untuk menetapkan PERPPU yaitu :
1) Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan
masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang- Undang.
2) Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi
kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.
3) Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan
memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak
tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.43
Adanya batasan dari Mahkamah Konstitusi tersebut harus diakui tidak
dapat membatasi subjektifitas presiden untuk mengeluarkan Perppu. Hal inilah
kiranya yang mendasari dikeluarkannya Perppu, yang hampir setiap presiden
pasca reformasi telah mengeluarkan produk hukum tersebut. Pada tanggal 10
Juli 2017 pemerintah telah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Disampaikan oleh Menko Bidang Polhukam, Wiranto,
memberikan berbagai argumen tentang terbitnya Perppu tersebut. Yang poin
pokoknya sebagai berikut :
1) Perppu tersebut diterbitkan dalam rangka tugas pemerintah untuk
melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.
43 Maria Farida, Ilmu Perundang Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya,(Yogyakarta: Kanisius. 1998), h. 96
31
2) Organisasi kemasyarakatan di Indonesia yang saat ini
mencapai 344.039 ormas, yang telah beraktifitas di segala bidang
kehidupan, baik dalam tingkat nasional maupun di tingkat daerah, harus
diberdayakan dan dibina. Sehingga dapat memberikan kontribusi positif
bagi pembangunan nasional.
3) Kenyataannya pada saat ini, terdapat kegiatan-kegiatan ormas yang
bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia
1945, yang merupakan ancaman terhadap eksistensi bangsa dengan
telah menimbulkan konflik di masyarakat.
4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas tidak lagi
memadai sebagai sarana untuk mencegah meluasnya ideologi yang
bertentangan dengan Pancasila dan UUD NKRI 1945, baik dari aspek
substantif terkait dengan norma, larangan dan sanksi serta prosedur
hukum yang ada. Antara lain, tidak terwadahinya asas hukum
administrasi contrario actus yaitu asas hukum bahwa lembaga yang
mengeluarkan izin atau yang memberikan pengesahan adalah lembaga
yang seharusnya mempunyai wewenang untuk mencabut atau
membatalkannya.
5) Selama ini, pengertian tentang ajaran dan tindakan yang bertentangan
dengan Pancasila dirumuskan secara sempit yaitu hanya sebatas pada
ajaran Atheisme, Marxisme dan Lininisme, padahal sejarah Indonesia
32
membuktikan bahwa ajaran-ajaran lain juga bisa dan bertentangan
dengan Pancasila.44
Atas dasar argumen di atas maka Undang-Undang Ormas ini menjadi
payung hukum untuk bagaimana pemerintah dapat lebih leluasa, dapat
menjamin bagaimana memberdayakan dan membina ormas. Terdapat pula
dalam Undang-Undang Ormas ini asas contrarius actus, dalam artian yang
memberikan ijin dan mengesahkan ormas itu diberikan hak dan kewenangan
untuk mencabut ijin itu pada saat ormas yang bersangkutan melanggar
ketentuan yang berlaku pada saat diberikan izin.45
Pada sumber yang lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum
dan Keamanan, menjelaskan adanya tiga pertimbangan pemerintah dalam
penetapan Perppu menjadi Undang-Undang Ormas ini. Pertama,
dikeluarkannya Perppu tersebut memang menjadi hak prerogratif
pemerintah yang dijamin secara konstitusional. Dengan demikian, maka wajar
apabila pemerintah mengeluarkan Perppu tersebut. Kedua, pemerintah menilai
bahwa sejauh ini, Perppu tersebut dikeluarkan karena aturan hukum yang
ada belum memadai. Penerbitan Perppu tersebut diharapkan menjadi
solusi untuk menghindari kekosongan hukum. Ketiga, Perppu ini
dikelurakan karena payung hukum yang lain tidak bisa mengatasi persoalan
hukum, sedangkan untuk membuat undang-undang, dibutuhkan waktu yang
cukup lama padahal persoalan hukumnya membutuhkan penanganan dan
44 Ayu Mia Maulidia, “Tinjauan Yuridis Terhadap Kebebasan Berserikat, Berkumpul danMengeluarkan Pendapat Berdasarkan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang OrganisasiKemasyarakatan”, (Jurnal Fakultas Hukum Unila,Vol.11.No.3.September 2010), h 6.
45 Ibid, h.10
33
penyelesaian segera. Ketiga pertimbangan tersebut yang mendasari pemerintah
mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 ini yang pada dasarnya ialah embrio
atas munculnya Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
Sebagaimana diketahui, dasar yuridis tentang organisasi kemasyarakatan
di Indonesia sebelumnya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah menilai, undang-undang ini telah tidak
mampu mewadahi problematika organisasi kemasyarakatan yang sedang
berkembang saat ini. Secara lebih spesifik, pemerintah menilai,
penindakan melalui undang-undang tersebut terhadap organisasi kemasyarakatan
yang bertentangan dengan Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945
sebagai konstitusi tidak lagi efektif.46 Tidak efektiktifnya sanksi berdasarkan
undang-
undang tersebut, lebih lanjut dijelaskan oleh Wiranto sebagai Menko
Polhukam, yaitu yang berkaitan dengan asas hukum administrasi yang berkaitan
dengan asas contrarius actus, yaitu sebuah asas yang mengatakan bahwa
lembaga yang mengeluarkan izin atau memberikan suatu pengesahan terhadap
organisasi kemasyarakatan adalah yang berwenang untuk membatalkannya.
46 Muhamad Alim, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Madinah dan UUD1945,( Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 21
34
2. Alasan Pemerintah Mengesahkan Undang-Undang Ormas
1. Adanya Kegentingan yang Memaksa
“Kegentingan” berasal dari kata dasar “genting.” Menurut KBBI, genting
ialah tegang dan berbahaya tentang keadaan yang mungkin segera menimbulkan
bencana perang dan sebagainya. Sedangkan kegentingan berarti keadaan yang
genting, krisis dan kemelut. Sementara itu, kata memaksa mempunyai kata dasar
“paksa”, yang mempunyai arti mengerjakan sesuatu yang diharuskan
walaupun tidak mau. Sedangkan kata “memaksa” mempunyai suatu arti
memperlakukan, menyuruh dan meminta dengan paksa.47
Sehingga dalam konteks penetapan Perppu, memaknai dimensi
kegentingan yang memaksa ialah menilai bagaimana ukuran pembeda dan
batasan dari dimensi kegentingan yang memaksa. Sehingga ukuran
pembeda dan batasan itu dapat dimaknai dengan terpenuhinya unsur-unsur
kegentingan yang memaksa berdasarkan ukuran tertentu yaitu keputusan dari
Mahkamah Konstitusi yang telah mengatur tentang standardisasi
kegentingan yang memaksa yang antara lain sebagai berikut:
a) Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan
masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.
b) Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi
kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.
c) Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat
Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu
47 Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.21
35
yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak perlu kepastian
untuk diselesaikan.48
2. Adanya Ormas yang Ingin mengganti Ideologi Negara
Isu adanya ormas yang ingin mengganti ideologi pancasila dengan sistem
ideologi khilafah merupakan alasan paling kuat pemerintah menetapkan
Undang-Undang Ormas adalah adanya isu radikalisme dari Organisasi islam
yang ingin mengganti ideologi negara dengan sistem khilafah. Banyak ormas
yang menganggap pemerintah dinilai kurang paham mengenai arti khilafah
yang sebenarnya sehingga menganggap hal tersebut adalah hal yang radikal atau
bersebrangan dengan ideologi pancasila.
Khilafah dalam perspektif Islam mempunyai fungsi ganda, yaitu
sebagai seorang pemimpin di muka bumi di satu sisi yang harus
merealisasikan tugas sucinya (pembawa rahmat bagi alam semesta), dan
sebagai hamba Allah di sisi lain (yang harus patuh dan tunduk serta senantiasa
terpanggil untuk mengabdikan dirinya di jalan Allah). Masalah khilafah adalah
masalah yang berhubungan dengan sosial, dimana di dalamnya terjadi interaksi
timbal balik (antara yang memimpin dan yang dipimpin) untuk mencapai tujuan
yang sama.49
Dari pengertian diatas sepintas tidak ada yang salah dalam arti penting
khilafah karena tidak ada yang bersebrangan dengan pancasila dan Undang-
Undang karena pada dasarnya memang ideologi negara indonesia banyak
48 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan Pertama, LP3ES,( Jakarta: PenerbitErlangga 1998.), h. 38
49 A.Zaeny, Khilafah Islamiyah Dan Profil Kepemimpinan Pada Lembaga Keagamaan diIndonesia, (Jurnal tapis, Vol.11 No.2, Juli-Desember 2015), h.2
36
mengambil kajian dari ayat-ayat Al-Qur’an dan itu pula yang banyak
dijadikan pedoman oleh ormas islam diindonesia termasuk DPW FPI Kota
bandar lampung yang hampir setiap visi dan misinya mengedepankan ketentuan
allah dan al-qur‟an sebagai pedoman serta nabi muhammad sebagai panutan.
Dalam penetapan Undang-Undang ormas ini telah terjadi salah kaprah
diantaranya negara indonesia yang menganut sistem demokrasi yang
mengandung garis besar memberikan kebebasan berpendapat, berserikat,
berkumpul dan lain-lain, sesuai dengan Undang-Undang bukan justru Undang-
Undang dijadikan alat untuk membuat aturan yang mengekang. Akar demokrasi
yang ada sebenarnya lahir dari sistem liberalisme, Menurut Ali Mudhafir,
Liberalisme merupakan aliran Filsafat yang mempertahankan kebebasan
perseorangan terhadap kekuasaan yang hendak berlaku secara mutlak.
Kebebasan ini mencakup bidang agama,ekonomi dan politik. Liberalisme
kemudian menjadi moralitas tertinggi bagi kemajuan bersama, yaitu
kebebasan individu dalam kehidupan bernegara. Yang kemudian melahirkan
nasionalisme dan demokrasi dalam kehidupan politik, melahirkan tatanan
kapitalis dengan semboyan Laisser Faire, laisser passer le monde va de lui-
meme (produksi bebas, perdagangan bebas, hukum kodrat akan
menyelenggarakan harmaoni dunia) dibidang ekonomi, dan kebebasan beragama
dengn sekularisme.
Banyak terjadinya kontra dalam penetapan Undang-Undang tersebut
karena pemerintah terlalu otoriter dalam memaknai kata khilafah dan
radikalisme seolah-olah pemerintah ingin memisahkan antara agama dan negara.
37
Jika dilihat dari beberapa teori dari beberapa tokoh berikut maka kita bisa
memahami apa arti radikal sebenarnya :
A. Sartono Kartodirjo radikalisme adalah suatu gerakan sosial dengan
menolak seluruh aturan sosial yang sedang berjalan dengan menunjukan
kebencian yang kuat kepada yang sedang berkuasa.
B. KH. Hasyim Muzadi, radikal, radikalisme dan radikalisasi adalah suatu
hal yang berbeda. Radikal adalah suatu pemikiran yang mendalam
sampai ke akar-akarnya dan pemikiran ini sangat diperbolehkan selagi
itu masih dalam sebatas pemikiran saja. Karena pimikiran seseorang
tidak dapat dijadikan sebuah tindak kejahatan atau diadili kecuali
pemikiran tersebut berubah menjadi sebuah tindakan yang salah.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa radikalisme adalah
tindakan seseorang yang begitu reaktif dikarenakan adanya ketidakadilan di
masyarakat. Bentuk ketidakadilan di masyarakat bisa dalam beberapa bidang
seperti ekonomi, politik, ataupun ketidakadilan dalam penegakan hukum.
Apabila masalah-masalah dan ketidakadilan masih terjadi dimasyarakat, maka
radikalisme masih akan tetap muncul. Negara dalam hal ini mempunyai tugas
yang penting yaitu mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang
timbul dalam masyarakat yang bertentangan satu sama lain, disamping itu
negara juga mempunyai tugas untuk mengorganisasi dan mengintegrasi aktivitas
individu atau orang perseorangan dan golongan agar dapat dicapai tujuan- tujuan
dari masyarakat seluruhnya seperti apa yang mereka cita- citakan.
38
Negara juga dibentuk sebagai alat politik dalam upaya untuk mencapai
polity (masyarakat politik) yang terbaik. Menurut Plato dan Aristoteles Negara
harus memiliki tujuan menciptakan keadaan dimana rakyat dapat mencapai
keinginan-keinginan mereka secara maksimal dan memungkinkan rakyat
berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin. Dengan
demikian tujuan akhir semua negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi
rakyatnya.50
C. TINJAUAN PUSTAKA
Menghindari terjadinya kesamaan dalam penulisan dengan penelitian
yang ada sebelumnya,maka penulis melakukan penelusuran terhadap
penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya, berkaitan dengan penelitian
yang di lakukan oleh penulis terhadap tema skripsi yang sepadan.
Berdasarkan studi keputusan yang telah penulis lakukan, ada beberapa penelitian
yang mirip dengan tema penelitian baik dari buku-buku, jurnal,makalah tulisan-
tulisan bebas, skripsi, tesis, dan desertasi yang penulis lakukan.
a) Jurnal yang berjudul “Khilafah Islamiyah Dan Profil Kepemimpinan
Pada Lembaga Keagamaan di Indonesia”. Jurnal ini ditulis oleh
A.Zaeny, dalam jurnal ini membahas tentang khilafah dan
kepemimpinan yang ada diindonesia.
b) Jurnal yang berjudul “Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”.
Jurnal ini ditulis oleh Ellya Rosana, dalam jurnal ini membahas tentang
50 Ellya Rosana, Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jurnal Tapis, Vol.12 No.1 Januari-Juni 2016), h. 5
39
peran suatu negara dalam mengawal kehidupan demokrasi dan hak asasi
manusia.
c) Jurnal yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Kebebasan Berserikat,
Berkumpul dan Mengeluarkan Pendapat Berdasarkan”. Jurnal ini
ditulis oleh Ayu Mia Maulidia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017
Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam jurnal ini membahas
tentang bagaimana tentang perubahan aturan yang ada dalam Undang-
Undang nomor 16 tahun 2017.
40
BAB III
GAMBARAN UMUM FPI
A. Sejarah FPI
FPI didirikan pada tanggal 25 robiutsaani 1419 hijriyah bertepatan
dengan 17 agustus 1998 milladiyyah, oleh sejumlah habaib dan ulama serta
ribuan umat islam dijakarta. FPI didirikan sebagai wadah kerja sama ulama-
umat dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar diseluruh sektor kehidupan.
Karenanya FPI harus peduli terhadap persoalan dakwah dan harokah, akidah
dan syariat, akhlak kebudayaan, ekonomi dan industri, politik dan keamanan,
pengetahuan dan teknologi, serta sektor-sektor lainnya. dari sini dapat dikatakan
bahwa FPI sudah memposisikan diri sebagai organisasi amar ma’ruf nahi
munkar.
Sedangkan FPI kota bandar lampung berdiri pada tanggal 19 agustus
2004 yang dipelopori oleh para habib yang ada diwilayah lampung pada waktu
itu seperti habib umar assegaf, habib hasan al-jufri serta umat islam lainnya yang
ada di bandar lampung. DPW FPI Kota Bandar Lampung kembali aktif pada
30 desember 2016 M setelah adanya permohonan dari sejumlah fungsionaris
DPW FPI kota bandar lampung karena banyaknya tindakan kemaksiatan dan
kegiatan yang merusak moral agama dikalangan masyarakat khususnya
diwilayah bandar lampung.
Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk mengurangi masalah
penyakit sosial yang terjadi di kota bandar lampung seperti perjudian, pelacuran,
41
perampokan, penyalahgunaan narkoba dan lain-lain. karena perbuatan tersebut
tidak sesuai atau tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat, baik yang dilakukan secara sadar ataupun tidak. Bentuk-bentuk
penyimpangan tersebut, apabila terus berkembang akan menyebabkan timbulnya
penyakit sosial dalam masyarakat. Dengan kata lain, penyakit sosial adalah
bentuk penyimpangan terhadap norma masyarakat yang dilakukan secara
terus- menerus.
merajalelanya kezholiman dan maraknya kemaksiatan ditengah
masyarakat yang oleh karenanya telah terjadi kerusakan dimana-mana, bahkan
telah mengundang berbagai musibah di seantero negeri. Sehingga tidak bisa
tidak harus ada dari bagian umat ini sudi tampil kedepan untuk melawan segala
resiko perjuangannya, agar terhindar dari segala mala petaka yang bisa
menghancurkan negeri dengan segala isinya, untuk itulah Front Pembela Islam
lahir. Allah SWT berfirman :
Artinya : “Hendaklah ada dintara kamu segolongan umat islam yang menyerukepada kebajikan, menyuruh kepada yang kepada yang ma’ruf dan mencegaahdari yang mungkar. mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S.3 Aliimran ayat 104).51
Disebut Front karena orientasi kegiatan yang dikembangkan lebih
pada tindakan yang konkrit berupa aksi frontal yang nyata dan terang dalam
51 Al-qur’an Terjemahan, (Bandung : Diponegoro, 2012), h. 50
42
menegakkan amar ma‟ruf nahi mungkar. sehingga diharapkan agar senantiasa
berada digaris terdepan untuk melawan dan memeraangi kebathilan, baik dalam
keadaan senang maupun duka. Dengan demikian diharapkan pula bisa menjadi
pendorong untuk selalu berlomba-lomba untuk mencari ridho Allah SWT,
agar selalu ada didepan dan tidak pernah ketinggalan dalam perjuangan,
insyaallah. hal ini mengiangat firman Allah SWT :
Artinya : “Dan bersegeralah kamu mencari pengampunan dari tuhan mu danmendapatkan surga yang luasya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagiorang-orang yang bertaqwa”. (Q.S.3 Ali imran ayat 133).52
Lihatlah bagaimana dahulu para sahabat rasulullah senantiasa berlomba
untuk berada di Front atau terdepan pada setiap peperangan melawan musuh
Allah SWT dan Rasullahllah Saw, sebagaimana mereka juga senantiasa
berlomba untuk berada di shoff terdepan pada saat menegakkan shalat
berjama’ah sesama mereka.
Disebut pembela dengan harapan agar senantiasa bersikap pro aktif
dalam melalukan pembelaan terhadap nilai-nilai kebenaran dan keadilan. dan
dengannya diharapkan pula bisa menjadi pendorong untuk tidak berfikir tentang
52 Ibid, h. 53
43
apa yang bisa didapat, namun sebaliknya agar bisa berfikir tentang apa yang bisa
diberi. dengan kata lain, FPI harus siap melayani bukan dilayani. sikap seperti
inilah yang yang diharapkan bisa menjadi penyubur keberanian dan pembangkit
semangat berkorban dalam perjuangan FPI.
Adapun kata Islam menunjukkan bahwa perjuangan FPI harus
berjalan diatas ajaran Islam yang benar lagi mulia. Jadi jelas, bahwa
pendirian nama organisasi dengan Front Pembela Islam adalah sebagai identitas
perjuangan yang dengan membaca atau mendengar namanya saja, maka secara
spontan terlintas dibenak mereka yang tidak kusut pemikirannya dan tidak
berkudis hatinya. bahwa organisasi ini siap berada dibarisan terdepan untuk
mengadakan syar’at islam. sehingga identitas perjuangannya jelas dan mudah
dipahami. Dengan demikian, tidak benar jika pemberian nama tersebut
berkonotasi sektarian, karena islam yang diperjuangakan agama rahmatan
lil‟alamin, lintas sektoral. Islam melarang umatnya memaksa umat lain masuk
kedalam agama islam. Allah Swt berfirman :
44
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam),sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karenaitu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, makasesungguhnya ia telah berpegang teguh kepadabuhul tali yang amat kuatyang tidak akan putus. Dan allah maha mendengar lagi maha mengetahui. (QS.Albaqarah: 256)53
Islam juga melarang umatnya untuk melakukan propaganda licik dalam
mengislamkan orang lain, seperti penipuan, bujuk rayu tau dengan iming-iming,
apalagi lewat teror dan intimidasi. Bahkan Islam melarang umatnya untuk
menghina agama lain. dzimmi adalah orang kafir yang hidup dinegeri kaum
muslim secara baik, ia patuh kepada peraturan dan tidak mengganggu islam.
hadits ini telah dibahas oleh asy-syeikh ismail ibnu muhammad al-ajluni rhm
dalam kitab kasyful khofa’wa muzilul ilbas jus II hal 218 hadits ke-2341.
Bahkan Allah SWT menjelaskan bahwa diciptakannya manusia dengan
berbagai macam suku bangsa adalah untuk saling mengenal dan bergaul antar
mereka. Allah berfirman :
Artinya : “Wahai manusia ! sungguh, kami telah menciptakan kamu dariseorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamuberbangsa- bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguhyang paling mulia diantara kamu disisi allah ialah orang yang paling
53 Ibid, h. 33
45
bertaqwa. Sungguh, allah maha mengetahui, maha teliti.” (Q.S.49. Al-hujaratayat 13).54
Karena itulah, Allah SWT tidak melarang umat islam untuk berbuat
baik dan berprilaku adil kepada seorang kafir yang tidak mengganggu.
Allah berfirman :
Artinya: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadaporang-orang yang berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu Dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu.Sesungguhnya allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (Q.S. 60.Al- mumtahanah ayat 8).55
Demikian pula yang dicontohkan oleh nabi SAW tentang bermu‟amalat
terhadap orang kafir. Hanya saja, dalam persoalan yang prinsip, baik yang
menyangkut aqidah, syariat ataupun akhlaq, kita harus tegas dan tidak
mencampur adukkannya dengan kekafiran dan kebathilan. Allah SWT berfirman
:
Artinya : “Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebailandan (janganlah) sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya”(Q.S.2. Al-baqarah ayat 42).56
54 Ibid, h. 41255 Ibid, h. 43956 Ibid, h.7
46
Itulah ajaran islam yang dijunjung tinggi oleh FPI. jadi, tidak benar jika
dikatakan FPI anti toleransi dan mengambil sikap bermusuhan kepada orang
kafir. kalaupun FPI menunjukkan sikap anti AS, Inggris dan Israel, itu bukan
karena mereka nasrani atau yahudi, bukan pula karena mereka AS, Inggris atau
Israel dan tidak sekali-kali karena mereka orang bule berkulit putih. akan tetapi
karena mereka melakukan kejahatan kemanusiaan yang luar bisa,
melecehkan keadilan, melanggar ham, menjajah negeri orang, membunuh dan
membantai bangsa lain, serta melakukan berbagai macam kejahatan dan
ketidakadilan.
B. Struktur Organisasi DPW FPI Kota Bandar Lampung Periode 2016-2021
NAMA JABATAN
Zuherdi Ketua Tanfidzi
Iqbal Aini Wakabid Dakwah
Sarbini Wakabid Hisbah
Ahmad Wardana Wakabid Jihad
Afif Ramdhani Wakabid Keorganisasian
M.Irvansyah Sekretaris
Sumadi Bendahara
47
C. Asas FPI
FPI adalah organisasi amar ma‟ruf nahi mungkar yang berdasarkan
Islam dan berakidhkn ahlus sunnah waljama‟ah. islam dijadikan dasar organisasi
karena memang islam adalah agama yang khamil syamil (sempurna lagi
menyeluruh). Islam mengatur secara ijmali (global) maupun tafshili (rinci)
berbagai masalah dan tata cara kehidupan manusia. sehingga bagi
seorang muslim tidak mungkin melepaskan diri sesaat diri jua daari ajaran islam.
Kapan saja, dimana saja dan dalam kondisi apa saja, wajib ia tunduk kepada
aturan Islam secara utuh, menyeluruh dan tidak boleh secara separuh-
separuh. Allah berfirman :
Artinya: “Apakah kamu beriman kepada sebagian al-kitab dan ingkar kepadasebagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikiandaripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia. dan pada harikiamat mereka dikembalikan pada siksa yang sangat berat. allah tidak lengahdari apa yang kamu perbuat”. Q.S. Al-baqarah ayat 85).57
Ahlus sunnah waljama‟ah sebagai aqidah organisasi, akan menjadi
benteng kokoh bagi perjuangan organisasi dari segala pemikiran dan keyakinan
57 Ibid, h.9
48
yang sesat lagi menyesatkan. ahlus sunnah wal jama’ah sesuai dengan namanya,
maka organisasi ini wajib berpegang teguh kepada Al-qur‟an dan as- sunnah.
karenanya tidak ada tempat dalam organisasi ini bagi siapapun yang menolak
salah satunya, apalagi keduanya.
Khusus as-sunnah, maka segenap ahlus sunnah waljama’ah telah sepakat
bahwa setiap hadits shahih, baik mutawatir maupun ahad, wajib hukumnya
dijadikan pedoman dan hujjah dalam aqidah, syariat serta akhlaq. Karenanya,
tidak ada tempat pula dalam organisasi ini bagi siapapun yang menolak hadits
ahad yang telah terbukti keshohihannya.
Organisasi ini wajib menjunjung tinggi persatuan, kesatuan dan
persaudaraan umat islam. karenanya tidak ada tempat dalam organisasi ini bagi
siapapun yang begitu mudah mengkafirkan dan menyesatkan saudara muslimnya
hanya karena khilafiah diantara mereka. Dan sudah menjadi karakter ahlus
sunnah waljama‟ah untuk senantiasa menyintai Rasullallah SAW dan segenap
keluarganya termasuk para isteri dan keturuannya, serta menyintai seluruh
sahabatnya dan segenap tabi’in serta tabi’it tabi’in yang mengikutinya. karenaya,
tidak ada tempat dalam organisasi ini bagi siapapun yang membenci keluarga
nabi muhammad SAW termasuk para istri dan keturunannya, atau memusuhi
para sahabatnya atau menghina para tabi‟in dan tabi‟it tabi‟in yang dikenal
setia mengikuti ajaran ajaran Nabi SAW.
Sudah menjadi ciri khas Ahlus sunnah wal jama’ah untuk selalu
menghormati para imam mazhab yang berpegang teguh pada Al-qur‟an dan As-
sunnah, seperti imam abu hanifah, imam malik, imam syafi‟i dan imam ahmad.
49
mereka adalah para imam yang menjadi bagian dari salaf yang sholeh. karenanya,
ahlu sunnah pun selalu menghargi para pengikutnya. disamping itu, ahlus sunnah
wal jama‟ah selalu membuka pintu ijtihad sepanjang zaman bagi para ahlinya.
Dengan demikian FPI wajib menghormati mereka yang bermadzab
kepada imam yang shaleh, dan wajib pula menghargai para mujtahid yang tidak
bermadzab namun selalu senantiasa menghormati para imam madzab beserta
pengikutnya. Karenanya, tidak ada tempat bagi FPI bagi siapapun yang anti
madzab yaitu mereka yang selalu menunjukkan sikap kebencian dan permusuhan
terhadap para imam madzab beserta pengikutnya, yang terang-terangan
menyesatkan dan mengkafirkan para penganut madzab.
Apalagi yang dibanyak kesempatan mereka mengaku melepaskan diri
dari madzab dan langsung berijtihad dari al-quran dan as-sunnah, tetapi
kenyataanya kemampuan ijtihad mereka sangat rendah dan kemampuan
pengetahuannya pun terlalu dangkal. Anehnya, ternyata akhirnya mereka hanya
mengikuti ajaran guru-gurunya yang berkemampuan berada jauh dibawah para
imam madzab, bahkan masih jauh dibawah para mujtahid dalam madzab. artinya
mencela bermadzab kepada imam madzab yang telah teruji dan terbukti
kemampuan ilmunya dan kemulian akhlaqnya, tetapi akhirnya meraka bermdzab
guru mereka yang tingkatannya, baik dalam ilmu maupun akhlaq, jauh
dibawah para imam madzab tadi.
50
D. Visi Dan Misi FPI
Sesuai dengan latar belakang pendiriannaya, maka FPI mempunyai sudut
pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi (visi), bahwa penegakan
amar ma’ruf nahi mungkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauhkan
kedzoliman dan kemungkaran akan sirna dari kehidupan umat manusia didunia.
FPI bermaksud menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar secara kaffah
disegenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat yang sholihat
yang hidup dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhoan
Allah azza wa jalla. Jadi visi dan misi FPI adalah menegakkan mar ma‟ruf nahi
mungkar untuk menerapkan syariat islam secara kaffah.
E. Pedoman FPI
Para pendiri organisasi ini mengadopsi lima prinsip perjuangan Islam
yang pernah diletakkan oleh seorang mujahid dakwah, al-imam hasan al-banna
Sebagai pedoman FPI sebagai berikut :
Allah SWT adalah tuhan kami dan dialah tujuan kami. Semua program dan
segala bentuk kegiatan dalam perjuangan FPI harus berdiri atas dasar niat yang
ikhlas karena Allah SWT. Tidaklah kita diciptakan Allah SWT melainkan untuk
peribadatan kepadanya, dan tidaklah kita diperintah allah swt kecuali untuk
mengikhlaskan agama kita hanya kepadanya. Allah berfirman :
51
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar merekaberibadahi kepada-Ku”. (Q.S Adz-dzariyat ayat 56).58
Artinya : “padahal mereka hanya diperintah hanya menyembah allah, denganikhlas menaatinya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agarmelaksanakan shalat dan menunaikan zakat dan demikian itulah agama yanglurus (benar)”. (Q.S 98. Al-bayyinah ayat 5).59
Sebuah hadits menyebutkan yang artinya “manusia semuanya mati
kecuali orang yag berilmu dan mereka yang berilmu semuannya binasa kecuali
orang yang beramal, dan mereka yang beramal semuanya tenggelam kecuali orang
yang ikhlas, dan mereka yang ikhlas dalam bahaya yang besar”. Hadist tersebut
diriwayatkan oleh Al-imam as-suyuthi rhm dari Abu hayyan, sebagaimana
diuraikan oleh As-syeikh ismail ibnu Muhammad al- ajluni rhm dalam kasyful
khofa, juz 2 hal 312 hadits ke 2.796. hadits tersebut menjelaskan tentang
pentingnya keikhlasan, sekaligus memberikan peringatan tentang bahaya yang
akan dihadapi oleh orang-orang ikhlas. Hal ini dimaksudkan agar semakin
mantap keikhlasannya dan juga semakin tinggi kewaspadaanya dalam menjaga
keikhlasannya. Muhammad adalah teladan kami. Dalam setiap derap langkah,
FPI harus menjadikan Rasulallah SAW sebagai sebagai teladan. Dan suri
tauladan nabi Saw tidak hanya terbatas pada persoalan ibadah mahdoh
seperti sholat, zakat puasa dan naik haji. Bahkan mencakup seluruh prilaku dan
sikap hidup rasulullah SAW. Karena dalam Q.S. 33. Al-ahzab ayat 21, Allah
SWT menegaskan bahwa suritauladan Rasulullah SAW terpancar dari dalam
diri beliau, dari setiap langkah kehidupannya.
Artinya : “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baikbagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) harikiamat dan Dia banyak mengingat Allah". (Q.S al-ahzab ayat 21).60
F. Semboyan FPI
Semboyan perjuangan FPI adalah hidup mulia atau mati syahid.
Semboyan ini pernah diserukan oleh asy-syahid sayyid quthb rhm, penulis tafsir
il zhilalil qur‟an, sesaat sebelum ajal menjemputnya ditiang gantungan rezim
diktator mesir, jamal abdun nashir. Seruan pendek yang mampu menggetarkan
setiap hati mujahid. Semboyan ini sebenarnya diambil dari salah satu bagian
wasiat rasulallah SAW kepada Ali ibnu abi thalib krw, sebagaimana yang
dinukilkan oleh syeikh abdul wahhab asy-syarani rhm dalam kitab al-minah asy-
sayyinahala al-washiyyah al-matbuliyyah, pada halaman pertama dibagian
hamisy-nya: “Hai ali, kedudukan mu disisiku sebagaimana kedudukan harun
disisi musa as, hanya saja tidak ada nabi setelah aku. Sesungguhnya hari iku
berwasiat kepada mu dengan wasiat yang jika engkau menjaganya maka kau
hidup secara mulia dan dan engkau mati secara syahid”.
60 Ibid, h.480
53
BAB IV
DAMPAK DAN SIKAP DPW FPI KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP
UNDANG-UNDANG ORMAS
A. Dampak Undang-Undang Ormas Menurut DPW FPI Kota Bandar
Lampung
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas
atau suatu tindakan yang dilaksanakan sebelumnya yang merupakan konsekuensi
dari dilaksanakannya suatu kebijakan sehingga akan membawa perubahan positif
maupun negatif. Dalam hal ini penulis meneliti tentang dampak undang-undang
ormas menurut DPW FPI Kota bandar lampung, selain FPI penulis ikut serta
mewawancarai Muhammadiyah yang ikut serta menolak UU ormas yang dalam
notabenenya undang-undang tersebut telah menimbulkan kontra di FPI Kota
bandar lampung, Dampak dari adanya Undang-Undang ini adalah dapat
mengekang kebebasan berserikat dan kebebasan beorganisasi karena semakin
ketatnya sistem hukum yang ada, semakin memburuknya hubungan antara ormas
dan pemerintah karena tidak adanya sistem hukum yang berpihak kepada ormas
malah justru semakin mengancam pembubaran suatu ormas, Pemerintah dapat
sewaktu waktu membubarkan ormas yang bersebrangan dengan pemerintah
dengan alasan anti pancasila dan lain sebagainya tanpa proses peradilan dan
pemberian hak pembelaan terhadap ormas. secara prinsip pembatasan terhadap
hak-hak tertentu dapat dilakukan oleh Negara. Walaupun demikian ada satu
ormas di kota bandar lampung yang setuju dengan adanya Undang-Undang
54
Ormas tersebut yaitu Nahdlatul Ulama karena mereka beranggapan itu adalah
langkah cerdas pemerintah demi keutuhan NKRI. Berikut wawancara dengan
KH. Hamdan Ma’mun selaku mustasyar PC NU kota bandar lampung:
“Jika memang itu untuk kebaikan NKRI dan keutuhan bangsa ya kamimendukungitu kan berarti langkah cerdas dari pemerintah. Karna memang sikapradikalisme diindonesia ini seperti kanker yang terus menyebar dikalanganmasyarakat dan hal itu harus diterapkan aturan yang ketat seperti halnya Undang-Undang diharapkan memberikan dampak yang signifikan diantaranya membuatormas yang melanggar menjadi jera dan berfikir kembali untuk mendirikanormas yang sesuai dengan ideologi pancasila. Memang kalo diperhatikan selamaini radikalisme sepertinya menjadi kajian serius diindonesia”.61
Sondang P. Siagian berpendapat bahwa Organisasi Masyarakat adalah
setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang saling bekerjasama
dan telah diberikan hak oleh negara untuk berserikat dan berkumpul sesuai
dengan aturan hukum yang ada. serta terikat secara formal dalam rangka
melakukan pencapaian tujuan yang sudah ditentukan dalam ikatan yang ada pada
seseorang atau beberapa orang yang dikenal sebagai atasan atau orang yang
dikenal sebagai bawahan. Dari teori yang dikatakan Sondang. P. Siagian tersebut
dapat disimpulkan bahwa ormas disini diberikan kebebasan berkumpul dan
berserikat oleh negara, apalagi dinegara indonesia yang menganut sistem
demokrasi sehingga diberikan kebebasan berserikat, berfikir dan berpendapat
sesuai dengan ideologi pancasila dan undang-undang.
Negara Indonesia menganut sistem demokrasi, dimana salah satu prinsip
dari Negara yang menganut sistem demokrasi adalah adanya kebebasan
berorganisasi atau berserikat yang mana telah diatur oleh Undang-Undang 1945
61 Wawancara dengan KH. Hamdan Ma’mun Selaku Mustasyar PC NU Kota Bandar Lampungpada 18 Agustus 2019 jam 20:08 WIB
55
pasal 28. Tapi di Indonesia justru kebebasan berorganisasi dibatasi oleh
pemerintah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017. Dengan alasan
ancaman keamanan atau keadaan yang mendesak dan genting.
Pembatasan terhadap hak-hak sipil politik yang dilakukan oleh
pemerintah saat ini sekiranya belum mencerminkan norma atau prinsip hak asasi
manusi, dengan bukti bahwa syarat pembatasan yang ditentukan dalam UUD
1945 Pasal 28 J yaitu: “ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.”
Sedangkan pada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik, sebagaimana disahkan menjadi UU Nomor 12 Tahun 2005, khususnya
yang diatur dalam Pasal 22 ayat (2), selengkapnya sebagai berikut: “Tidak
diperkenankan untuk membatasi pelaksanaan hak ini, kecuali yang telah diatur
oleh hukum, dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk
kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum,
perlindungan kesehatan dan moral umum, atau perlindungan atas hak dan
kebebasan dari orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah diberikannya
pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan kepolisian dalam
melaksanakan hak ini.”
Yang norma-norma tersebut juga pada dasarnya hampir sama dengan
aturan pembatasan kebebasan berpendapat atau prinsip siracusa manusia dalam
56
Instrument internasional. Prinsip Siracusa juga menyatakan istilah “perlu”
mengimplikasikan bahwa pembatasan guna Menjawab kebutuhan sosial. Bahwa
jika dikaji, berdasarkan Kovenan Internasional Hak sipil daan politik Pasal 22
ayat (2) paling tidak diatur dalam beberapa unsur yang pertama, berdasarkan
hukum dengan tiga parameter yaitu:
pembatasan hanya dapat dilakukan oleh norma hukum yang bersifat
nasional dan tidak boleh sewenang-wenang tanpa alasan aturan hukum dalam
pembatasan HAM harus jelas dan bisa diakses siapa pun, serta negara
harus menyediakan upaya perlindungan dan pemulihan yang memadai terhadap
pembatasan yang bersifat sewenang-wenang terhadap hak-hak tersebut harus
dapat diakses dan tidak bersifat ambigu. Jika berpegang pada 3 (tiga)
parameter pengertian diatur berdasarkan hukum pertama Undang-Undang
Ormas dapat dikatakan bagian dari instrumen hukum yang bersifat nasional, akan
tetapi masih mengarah pada kesewenang-wenangan karena Undang-Undang
Ormas lahir dari Perppu berdasarkan kewenangan subjektifitas presiden yang
tidak dapat diukur secara obyektif. Kedua aturan hukum dalam
pembatasan HAM dalam Undang-Undang Ormas terlihat jelas, akantetapi
negara belum menyediakan upaya perlindungan, yang berarti sebelum hak itu
dilanggar maka harus ada bentuk upaya untuk menjaga atau meminimalisir agar
hal tersebut tidak terjadi. Ketiga Undang-Undang Ormas ini dapat diakses dan
pada tataran norma hal pengaturan bersifat jelas sehingga tidak menimbulkan
ambigu.
57
Unsur yang kedua diperlukan dalam masyarakat yang demokratis
terdapat 2 unsur yaitu pertama bahwa beban untuk menetapkan persyaratan
pembatasan terletak pada negara yang menetapkan aturan pembatasan,
dengan menunjukkan bahwa pembatasan tersebut tidak mengganggu
berfungsinya demokrasi di dalam masyarakat. Kedua model masyarakat yang
demokratis mengacu pada masyarakat yang mengakui dan menghormati HAM
yang tercantum dalam piagam PBB. Dalam Undang-Undang Ormas negara
masih belum menunjukkan sudah membuktikan bahwa adanya pembatasan tidak
mengganggu fungsi demokrasi dalam masyarakat yang merupakan parameter
pertama dari unsur diperlukan dalam masyarakat demokratis. Kedua parameter
masyarakat yang demokratis sudah dapat dipenuhi, karena kesadaran akan hak
asasi manusia juga hadir dalam masyarakat indonesia.
Unsur yang ketiga keamanan nasional dan melindungi keselamatan
publik syarat ini digunakan hanya untuk melindungi eksistensi bangsa, integritas
wilayah atau kemerdekaan politik terhadap adanya kekerasan atau ancaman
kekerasan. Negara tidak boleh menggunakan syarat ini sebagai dalih untuk
melakukan pembatasan yang sewenang-wenang dan tidak jelas. Pembatasan
dengan klausul ini tidak sah, jika tujuan yang sesungguhnya atau dampak yang
dihasilkannya adalah untuk melindungi kepentingan- kepentingan yang tidak
berhubungan dengan keamanan nasional. Yang perlu dipahami dalam ketentuan
ini ialah dapat dikatakannya keamanan nasional atau keselamatan publik
apabila adanya ancaman kekerasan ataupun adanya kekerasan. Sehingga apabila
dilihat dalam hal ini Undang-Undang Ormas kurang tepat mengatur akan hal
58
tersebut karena peraturan-peraturan tersebut lebih ideal masuk kedalam
pengaturan dalam hukum pidana. Dalam hal keamanan nasional komite hak asasi
manusia PBB mengkritik adanya definisi yang longgar dan tidak jelas yang
kemudian membuka ruang kesewenang- wenangan alasan keamanan nasional
bagi pembatasan hak asasi manusia.
Selanjutnya unsur yang keempat untuk melindungi kesehatan publik
dan moral publik syarat ini dilakukan untuk mengambil langkah dalam keadaan
penangnan atas sebuah ancaman yang bersifat serius terhadap kesehatan
masyarakat. Dan negara wajib menunjukkan urgensi pembatasan agar
terpeliharanya nilai-nilai mendasar komunitas. Sejauh ini pembatasan yang ada di
dalam Undang-Undang Ormas masih belum menyangkut kesehatan publik,
akan tetapi menyangkut dengan moral publik yang dimana pemerintah
beranggapan pelanggaran terhadap asas dan tujuan organisasi kemasyarakatan
yang didasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
perbuatan yang sangat tercela. Akan tetapi belum adanya parameter objektif
yang pada akhirnya menunjukkan bahwa pemerintah belum dapat membuktikan
apa yang dimaksud memelihara nilai-nilai mendasar. Keputusan yang
dikeluarkan oleh pemerintah ini mengundang pro kontra dikalangan masyarakat
dan organisasi kemasyarakatan sendiri termasuk jajaran seluruh fungsionaris
maupun anggota FPI . Keputusan ini seolah olah ingin memberangus kebebasan
berorganisasi, padahal seharusnya sebagai Negara yang menganut
sistem demokrasi, kebebasan berorganisasi sangat dijunjung tinggi, sebagai
ciri dan prinsip dari sistem demokrasi sendiri.
59
Namun itu dibantah oleh pemerintah karena menurut pemerintah seiring
berkembangnya zaman, paham anti pancasila atau radikalisme justru
berkembang bebas di Indonesia dan justru disebarkan dan dikembangkan
melalui organisasi kemasyarakatan. Maka demi menertibkan Ormas yang
terindikasi paham anti pancasila atau radikalisme maka pemerintah
mengesahkankan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas.
Seolah tidak sejalan dengan pernyataan pemerintah, DPW FPI Kota Bandar
Lampung berpendapat bahwa, belakangan paham anti pancasila atau
radikalisme hanya dijadikan alasan untuk membubarkan ormas yang menentang
pemerintah, keadaan ini juga dinilai mempersempit ruang gerak Ormas untuk
dapat berdemokrasi, Seperti yang disampaikan oleh Ketua FPI Kota Bandar
Lampung:
“Ya tentu kita dari FPI tidak menyetujui adanya Undang-Undang Ormas yangtelah disahkan oleh pemerintah karna sebelumnya sudah ada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yang telah mengatur tentang organisasimasyarakat. apa yang dilakukan pemerintah seolah membuat organisasimasyarakat lebih terkekang dalam berdemokrasi, Apalagi banyak sekalituduhan kepada ormas islam tentang isu radikalisme membuat pemerintah bisasewaktu-waktu membubarkan ormas yg tidak sejalan dengan pemerintah. Initerbukti ketika suatu ormas seperti FPI melakukan cara seperti halnya dakwahtidak ada pmberitaan di media, sedangkan jika FPI melakukan pengrusakantempat-tempat maksiat ataupun berdemo bisa dibilang suatu aksi masa barupemberitaan negatif bermunculan dimedia. Hal seperti inilah yang bisadimanfaatkan pemerintah untuk membubarkan suatu ormas menurut penilaianmereka sendiri atas nama undang-undang”.62
Hukum atau regulasi seolah masih menjadi satu alat yang ampuh untuk
menangani segala permasalahan negara tanpa pernah memprioritaskan konten,
lembaga implementor, kelompok sasaran maupun penerima manfaat hingga
62 Wawancara dengan Zuherdi selaku Ketua Tanfidzi Dpw FPI Kota Bandar lampung pada 1Mei 2019 jam 20:08 WIB
60
dampak yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan. Keyakinan itulah yang masih di
pegang teguh oleh anggota legislatif kita dalam merumuskan perubahan status
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun
2017 menjadi Undang-undang dalam sidang paripurna DPR yang di gelar pada
24 Oktober 2017.
Jika mengikuti prosedur konseptual dalam mekanisme pembuatan
kebijakan publik, argumentasi yang dinyatakan oleh legislatif yang menyetujui
pengesahaan undang-undang Ormas mempunyai suatu kadar rasionalitas yang
cukup dengan mengacu pada isu tentang radikalisme maupun gerakan-gerakan
ormas yang dapat mengancam pancasila dan kesatuan NKRI. Penulis
mendapatkan beberapa catatan dan juga didukung dengan beberapa pernyataan
fungsionaris DPW FPI kota bandar lampung yang layak untuk mendapatkan
perhatian karena bersinggungan dengan kerangka teoritis dan konseptual
dalam penerapan hukum. Beberapa hal untuk diperhatikan secara detail dan
spesifik yaitu:
1. Penghapusan Proses Peradilan dalam Proses Pembubaran Ormas
Salah satu yang menjadi kajian yang banyak dilakukan saat
dikeluarkannya UU Ormas oleh pemerintah ialah hilangnya proses peradilan
dalam sanksi pencabutan badan hukum yang dimiliki oleh ormas yang
dianggap melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur oleh pemerintah dalam
Perppu tersebut. Hal ini dipandang berbeda dengan peraturan sebelumnya
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan Pasal 68 khususnya ayat (2) yang normanya
61
menjelaskan, sanksi pencabutan status badan hukum dijatuhkan setelah adanya
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai
pembubaran Ormas berbadan hukum. Konsekuensi terhadap pencabutan badan
hukum tersebut juga dirumuskan secara jelas kedalam pasal tambahan
dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang yakni Pasal 80A, apabila pencabutan
badan hukum dilakukan maka sekaligus menyatakan ormas yang di cabut badan
hukumnya bubar.
2. Pemberian Sanksi yang Diskriminatif
Secara substantif terdapat norma yang mengatur serta menetapkan
sanksi pidana apabila ormas melanggar ketentuan yang ada di dalam aturan
Perppu Ormas. Sanksi yang diterapkan masih menimbulakan perdebatan
sacara akademik dalam artian di dalam Pasal 82A UU Ormas menjelasakan
bahwa yang dapat dikenakan sanksi pidana yang ancamannya minimal 6
(enam) bulan dan maksimal 1 (satu) tahun ialah setiap orang yang menjadi
anggota dan/atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung
ataupun tidak langsung melanggar ketentuan yaitu melakukan tindakan
kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak
fasilitas umum dan fasilitas sosial, dan/atau melakukan kegiatan yang menjadi
tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Tidak hanya hal di atas, masih terdapat ancaman yang
62
tergolong tinggi dari UU Ormas tersebut ialah Adanya ketentuan pidana seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun.
3. Pemberian Sanksi yang Cenderung Represif
Sehubungan dengan ditetapkannya UU Ormas, terdapat beberapa Pasal
yang dihapuskan terutama mengenai pemberian sanksi terhadap ormas yang
dianggap melanggar aturan yang telah ditentukan dalam UU Ormas. Dari
peraturan sebelumnya yaitu undang-undang ormas mengatur tentang pemberian
sanksi yang bersifat bertahap seperti peringatan tertulis, penghentian bantuan
dan/atau hibah, penghentian sementara kegiatan, dan/atau pencabutan surat
keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Dalam artian
mekanisme pemberian sanksi tersebut harus di jalankan dari saksi yang paling
ringan yaitu adanya peringatan tertulis, apabila tidak di indahkan maka
diteruskan dengan sanksi penghentian bantuan atau hibah hingga sampai
kepada pencabutan status badan hukum Akan tetapi dalam aturan UU Ormas
penerapan sanksi yang bertahap tersebut tidak lagi digunakan, dan
terdapat beberapa sanksi administratif yang dihapuskan dan diubah yaitu
peringatan tertulis sebelumnya tertulis 3 (tiga) kali, yang masing-masing
peringatan tersebut berjangka waktu 30 (tiga puluh) hari, sedangkan di dalam
UU Ormas hanya mengatur peringatan tertulis 1 (satu) kali, dengan jangka
waktu maksimal 7 (tujuh) hari, dan penghentian sementara kegiatan dihilangkan,
digantikan menjadi penghentian kegiatan, penghetian bantuan dan/atau hibah.
63
Sehingga sangat mudah bagi pemerintah untuk mencabut status badan hukum
organisasi kemasyarakatan tanpa adanya bentuk sanksi yang berjenjang.
4. Kewenangan yang Sentralistik
Perbedaan terhadap peraturan sebelumnya tentang organisasi
kemasyarakatan yaitu terdapat pada kewenagang pemberian sanksi administratif
yang di dalam undang-ungan ormas melibatakan pemerintah daerah yaitu dalam
lingkup Provinsi, Kabupaten/Kota yang masih dalam kewenangannya. Dengan
penjelasan bahwa organisasi kemasyarkatan yang lingkupnya provinsi di bina
oleh pemerintah provinsi, sedangkan organisasi masyarakat yang lingkupnya
kabupaten/kota di bina oleh Pemerintah Provinsi. Akan tetapi di dalam
UU Ormas ini segala bentuk pemberian sanksi dan penerapannya dilakukan
oleh pemerintah pusat secara langsung dalam hal ini diberikan kewenangan
kepada Menteri Hukum dan HAM. Perubahan terhadap prosedur ini
menunjukkan bahwa Pemerintahan Pusat seolah-olah menegasikan
kewenangannya yang bersifat otonomi dari masing-masing daerah. Produk
hukum yang bersifat sentralistik dan lebih didominasi oleh lembaga negara
terutama pemegang kekuasaan eksekutif merupakan proses pembuatan hukum
yang berkarakter ortodoks.
Beberapa poin diatas didukung oleh pernyataan Zuherdi Selaku Ketua
Umum DPW FPI Bandar Lampung bahwa beliau menyatakan terdapat 2
Dampak akibat adanya Undang-Undang Ormas tersebut :
“Baik terima kasih sebelumnya, dalam hal Undang-Undang Ormas yangdisahkan pemerintah saya dapat memberikan pendapat setidaknya ada 2 dampakyang terjadi bagi Ormas, yang Pertama, Terdapat hukuman pidana bagi anggotadan pengurus ormas yang dinilai bertentangan dengan ideologi Pancasila dengan
64
sanksi pidana penjara seumur hidup, pidana paling singkat 5 tahun dan palinglama 20 tahun. Pasal ini kan banyak dikritisi oleh beberapa pihak, karenahukuman yang diberikan dianggap terlalu lama dan langsung menyasar padakeseluruhan anggota ormas. Yang kedua menurut kami adalah, Tidak adanyaproses pengadilan bagi ormas yang dibubarkan. Artinya, pembubaran ormas bisadilakukan secara sepihak tanpa melewati mekanisme peradilan. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, ketentuan yang mengatur soal pengadilanseperti yang tertera dalam Pasal 63 sampai dengan pasal 80 Undang-Undangnomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat dihapus. Peniadaan proseshukum tersebut kan sebenarnya dianggap sewenang-wenang karena secarasepihak memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan HAM untukmencabut kegiatan ormas dan melakukan pembubaran dengan sendirinya”.63
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017, maka secara
langsung pemerintah akan mendapatkan payung hukum yang sangat kuat, untuk
menggunakan Undang-Undang tersebut sebagai kekuasaan penuh pemerintah,
untuk mengontrol ormas-ormas yang berbeda pandangan dengan
pemerintah. Semenjak era reformasi, ormas-ormas oposisi tumbuh seperti
jamur yang tumbuh setelah hujan turun. Maka dari itu dengan berdalih
pemberantasan ormas anti pancasila, pemerintah dapat dengan sewenang-
wenang melumpuhkan ormas-ormas yang bersebrangan dengan pemerintah,
dengan dalih ormas-ormas tersebut tidak sesuai dengan pancasila atau anti
pancasila. Dalam hal ini penulis mewawancarai fungsionaris Muhammadiyah
Drs. Mansur Hidayat selaku wakil ketua DPD Muhammadiyah kota bandar
lampung ormas yang ikut serta menolak UU ormas :
“Dalam hal ini Undang-Undang ormas memberi kekuatan penuh pemerintahdalam membubarkan ormas, dampaknya ormas harus lebih berhati-hati dalammenyampaikan pendapat maupun berserikat apalagi ormas-ormas yang seringmengkritik kebijakan pemerintah tidak bisa leluasa seperti sebelumnya karenahal yang ditakutkan adalah ormas tersebut dinilai bersebrangan denganpemerintah dan lalu ditafsirkan kemudian dibubarkan ini bisa menjadi ancaman
63 Wawancara dengan Zuherdi Selaku Ketua Umum Dpw FPI Kota Bandar lampung padahari 5 Mei 2019, jam 20:26 WIB
65
bagi ormas tersebut. Walaupun ada sebagian ormas yang tidak setuju denganadanya undang-undang ini tapi sudah disahkan menjadi aturan tetap kita harusmengikuti aturan yang sudah ada”.64
Undang-Undang ini dapat dijadikan senjata-senjata ampuh bagi
pemerintah, untuk melumpuhkan ormas-ormas yang menjadi lawan politik
pemerintah. Sehingga undang-Undang ini akan dijadikan alat bagi pemerintah,
untuk membungkam ormas-ormas kritis yang dianggap bersebrangan dengan
pemerintah. Pada era orde baru, cara-cara ini pernah dilakukan untuk
membungkam lawan-lawan politik rezim soeharto. Sehingga Undang-Undang
ini dapat membangkitkan sistem demokrasi terpimpin yang pernah berjaya di era
orde baru dahulu. Sehingga tentunya, merupakan langkah pengebirian
demokrasi yang dilakukan pemerintah, demi kepentingan politik pemerintah,
untuk membungkam ormas-ormas yang selama ini kritis dan bersebrangan
dengan pemerintah.
Indonesia yang kita kenal semenjak era reformasi, tentunya perlahan-
lahan menjadi negara yang demokratis dalam menjalankan setiap peraturan
hukum dan politiknya. Kebebasan berorganisasi dan berserikat adalah bagian
dari demokrasi itu sendiri. Dengan adanya Undang-Undang pembubaran ormas
anti pancasila tersebut. Indonesia akan bertransformasi menjadi negara
kekuasaan, yang mana dalam produk hukum berupa perppu yang disahkan
menjadi Undang-Undang ini, adalah cara pemerintahan pusat untuk mengekang
kebebasan berpendapat dan berorganisasi yang terjadi selama era reformasi
dewasa ini.
64 Wawancara dengan Zuherdi Selaku Ketua Umum Dpw FPI Kota Bandar lampung padahari 5 Mei 2019, jam 22:00 WIB
66
Dengan adanya Undang-Undang yang refresif tersebut, adalah cara halus
dari pemerintah untuk mengekang kebebasan berpendapat dengan produk
hukum berupa Undang-Undang ini. Pemerintahan pusat akan bisa berubah
menjadi pemerintah otoriter, yang bisa membungkan setiap sayap-sayap
organisasi atau ormas yang dianggap berbahaya, bagi keberadaan rezimnya
dengan menggunakan dalih ormas tersebut bertentangan dengan pancasila.
Sebagai contoh, pada era orde baru, rezim soeharto pernah menggunakan cara
ini dengan menyebut kekuatan- kekuatan organisasi masyarakat yang dianggap
bersebrangan dengan pemerintah, adalah bahaya laten. pihak-pihak yang
berseteru dengan pemerintah akan dianggap anti pancasila, anti lambang
negara, serta dianggap berbahaya terhadap keberadaan negara.
Mengakui dan memberikan kebebasan setiap orang untuk
berserikat atau membentuk organisasi adalah salah satu prinsip dari demokrasi
itu sendiri. Setiap orang boleh berkumpul dan membentuk identitas dengan
organisasi yang ia dirikan. Karena melalui organisasi tersebut setiap orang
dapat memperjuangkan hak sekaligus memenuhi kewajibannya. Dalam
kehidupan berdemokrasi dewasa ini di indonesia, banyak ormas-ormas yang
mewakili identitas-identitas tertentu dalam setiap kegiatannya, banyaknya
bermunculan ormas-ormas yang mewakili identitas-identitas tertentu adalah
wujud dari realitas demokrasi itu sendiri. Setiap ormas yang ada, baik mewakili
indentitas maupun kelompok adalah wujud untuk memperjuangan hak yang
tentu saja dibarengi dengan kewajibannya.
67
Sehingga dengan adanya Undang-Undang tersebut tentu saja dapat
berdampak luas terhadap kehidupan berdemokrasi Indonesia, karena kebebasan
berorganisasi dan berserikat adalah salah satu bagian utama dalam sistem
demokrasi. Langkah blunder pemerintah Joko Widodo dengan mengeluarkan
produk hukum yang represif terhadap kehidupan demokrasi masyarakat tersebut,
dapat membuat kemunduran dari pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang
tengah mengalami perbaikan dewasa ini. Karena dengan adanya Undang-
Undang tersebut, maka akan membuat pemerintah memiliki kekuasaan yang
absolut dan menyeluruh terhadap kebebasan berpendapat dan berorganisasi di
indonesia.
B. Sikap DPW FPI Kota Bandar Lampung Terhadap Undang-Undang Ormas
Sikap adalah suatu pikiran, kecenderungan perasaan sesorang maupun
kelompok untuk mengenal aspek-aspek tertentu pada lingkungan yang seringnya
bersifat permanen atau sulit diubah. Perasaan inilah yang akan dijadikan
sebagai dasar orang atau kelompok tersebut untuk berperilaku atau
merespon menggunakan cara tertentu sesuai dengan pilihannya. Indonesia
yang menganut sistem demokrasi dengan berlandaskan pancasila dinilai tidak
siap dalam melaksanakan sistem demokrasi karena masih banyak kebijakan dan
peraturan termasuk Undang-Undang ormas yang dianggap merugikan atau
dianggap adanya suatu kepentingan politik sehingga tidak melahirkan kebjikaan
yang mampu merangkul setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara
faktual, gagasan tentang demokrasi bermula dari negara-negara Barat,
khususnya Inggris, Amerika dan Prancis. Akar ideologi demokrasi Barat adalah
68
Liberalisme, Menurut Ali Mudhafir, Liberalisme merupakan aliran Filsafat yang
mempertahankan kebebasan perseorangan terhadap kekuasaan yang hendak
berlaku secara mutlak. Kebebasan ini mencakup bidang agama,ekonomi dan
politik. Liberalisme kemudian menjadi moralitas tertinggi bagi kemajuan
bersama, yaitu kebebasan individu dalam kehidupan bernegara.
Dinegara kita, prinsip-prinsip demokrasi telah disusun sesuai dengan
nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, meski harus dikatakan baru sebatas
demokrasi prosedural, dalam proses pengambilan keputusan lebih mengedepan
voting ketimbang musyawarah untuk mufakat, yang sejatinya merupakan azas
asli demokrasi Indonesia. Praktek demokrasi ini tanpa dilandasi mental state yang
berakar dari nilai - nilai luhur bangsa merupakan gerakan omong kosong belaka.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, diteken Presiden Joko
Widodo pada 10 Juli 2017. Dalam pertimbangan Undang-Undang tersebut bahwa
pemerintah beranggapan ada kekosongan hukum karena Undang-Undang
berumur 4 tahun tersebut belum mengatur secara komprehensif mengenai
keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun dalam kenyataannya
pengesahan Undang-Undang tersebut banyak yang tidak setuju terutama
dikalangan masyarakat dan Ormas, terutama FPI karena mereka beranggapan hal
ini semakin mempersempit ruang demokrasi dalam hal berserikat dan berkumpul.
Seperti yang disampaikan oleh Irvansyah selaku Sekretaris DPW FPI Kota
Bandar Lampung:
69
“FPI termasuk salah satu ormas islam yang secara tegas tidak setuju denganadanya Undang-Undang tersebut, alasan kami adalah bisa saja kan Pemerintahmenafsirkan sendiri secara sepihak apakah ormas tersebut dianggap bertentangandengan ideologi Pancasila, tanpa melewati proses seperti pembelaan atauklarifikasi ormas di pengadilan. Tentunya itu dianggap menghalangi hakmasyarakat yang ada dalam berkumpul serta ikut serta dalam hidupbermasyarakat. Demikian juga setelah adanya putusan dari DPR mengesahkanundang-undang tersebut FPI kota bandar lampung mengirimkan sejumlahFungsionaris yang ada bersama dengan ormas islam lainnya untuk melakukanaksi dijakarta namun sampai sekarang belum ada tanggapan khusus daripemerintah”.65
Ada beberapa substansi dalam Undang-Undang tersebut yang melahirkan
kontroversial di tengah masyarakat mengenai sanksi pidana dan pembubaran
ormas. Pasal 62 ayat (3) yang memberikan kewenangan penuh kepada Eksekutif
untuk melakukan pencabutan badan hukum Ormas, yang di dalam Pasal 80A
ditegaskan sebagai pembubaran ormas. Ketentuan tersebut sangat subyektif,
sangat pasal karet, dan memberi kewenangan mutlak kepada pemerintah
memberikan tafsir, vonis hukum, serta mencabut dan membubarkan tanpa ada
mekanisme peradilan.
Wewenang pembubaran Ormas yang tersentralistik dalam kekuasaan
eksekutif akan melahirkan negara kekuasaan bukan negara hukum. Padahal
dalam konsep Negara hukum, penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan tidak
bersifat sentralistik. Negara hukum sendiri cirinya adalah adanya pembatasan
kekuasaan Negara (eksekutif). Meskipun ada yang berpendapat Undang-Undang
Ormas tidak menutup mekanisme kontrol melalui lembaga peradilan yaitu
dengan menggugat KTUN (Ketentuan Tata Usaha Negara) tersebut melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun mekanisme tersebut tidak mencegah
65 Wawancara dengan Irvansyah selaku sekertaris Dpw FPI Kota Bandar lampung pada harirabu 10 Mei 2019 jam 14:44 WIB.
70
pemerintah untuk membubarkan Ormas secara sepihak sampai ada pengajuan
gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara dan putusan hakim tersebut telah
berkekuatan hukum tetap. Karenanya sebelum adanya putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap maka Surat Keputusan Pemerintah tentang pembubaran
Ormas tersebut yang berlaku. Hal ini di sampaikan oleh Ahmad Wardana
selaku wabid jihad DPW FPI Kota Bandar Lampung:
“Menurut hemat saya, dengan disahkannya Undang-Undang Ormas inijangan dijadikan untuk alat bertindak atas nama hukum. Mestinya dalammenangani kasus ormas yang bertentangan dengan pancasila dankonstitusi, lebih baik mengedepankan upaya hukum dalam melakukanpenindakan. Apa yang dilakukan pemerintah sebenarnya adalah hal yang konyol,karena seperti apa yang sudah terjadi sebelumnya yaitu pembubaran HTI yangkatanya ingin mengganti ideologi pancasila dengan khilafah namunpadakenyataannya kasus tersebut redam dan tidak ada tindak lanjut sertapembuktian yang jelas seperti apa yang dituduhkan sebelumnya”.66
secara substansi ada beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2017 yang apabila ditinjau dari UUD 1945 adalah inkonstitutional. Pasal
61 dan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 memungkinkan
pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum ormas tanpa didahului
oleh pemeriksaan di Pengadilan. Peniadaan penegakan hukum secara adil dalam
pembubaran Ormas tentunya akan mengarahkan pemerintah kepada
pemerintahan yang diktator. Hal ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Salah satu ciri Negara
hukum adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan
kekuasaan Negara. Sebagaimana disebutkan oleh Julius Stahl, sebuah Negara
dapat disebut dengan Negara hukum harus mencakup empat elemen penting,
66 Wawancara dengan dengan Ahmad Wardana selaku wabid jihad DPW FPI kota Bandarlampung pada 10 Mei 2019 pukul 22:49 WIB
71
Perlindungan Hak Asasi Manusia, Pembagian Kekuasaan, Pemerintahan
berdasarkan undang-undang, Peradilan Tata Usaha Negara.
Keberadaan jaminan atas perlindungan Hak Asasi Manusia
termasuk Hak untuk berserikat menjadi unsur penting dalam hukum yang
demokratis dan berdasarkan konstitusi. Meskipun demikian pencantuman
jaminan HAM di konstitusi tidaklah cukup, melainkan harus diikuti pula oleh
aturan perundang-undangan yang pro terhadap perlindungan HAM. Ketentuan
Pembubaran Ormas yang dimuat dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2017 merupakan sebuah langkah kemunduran karena dalam pembubaran
Ormas, Undang-Undang tersebut menghilangkan penegakan hukum secara adil,
dan pembagian kekuasaan, dimana eksekutif memonopoli semua mekanisme
dalam pembubaran sebuah Ormas.Sesuai dengan pernyataan sarbini selaku
wakabid hisbah DPW FPI Kota Bandar Lampung :
“FPI kota bandar lampung beserta DPP telah berkoordinasi dengan sejumlahormas lainnya sebelumnya telah mendesak agar DPR menolak pengesahanPerppu Ormas menjadi Undang-Undang. Penolakan Undang- Undang Ormas,selain karena proses pembentukannya bermasalah, substansinya bermasalah danjuga karena DPR hanya memiliki kewenangan menerima atau tidak Perppumenjadi Undang-Undang. mengingat Undang-Undang Ormas ini dapatmenimbulkan kesewenang- wenangan pemerintah sehingga menjadi ancamanserius bagi kehidupan demokrasi dan negara hukum serta mengancam hak asasimanusia. Pemerintah disini menurut saya tidak mampu melihat negara indonesiayang rumit, pemikiran-pemikiran keagamaan yang dibawa ormas islam dianggapmenentang kehidupan bernegara, masak pemikiran tentang khilafah ditakutimestinya pemerintah mengerti apa itu khillafah dan perlu merangkul ormas-ormas islam yang ada agar tidak terjadi keputusan yang sepihak”.67
Pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara mutlak
diperlukan, karena apabila fungsi kekuasaan negara terpusat dan terkonsentrasi di
67 Wawancara dengan Sarbini selaku Wakabid Hisbah Dpw FPI Kota Bandar lampung pada rabu9 Mei 2019 pukul 08:18 WIB
72
tangan satu orang akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan
berkecenderungan menindas hak-hak rakyat. Lord Acton, seorang ahli sejarah
inggris, sebagaimana yang dikutip Miriam Budiardjo menyebutkan “Manusia
yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan
itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan absolut akan menyalahgunakan
kekuasaannya secara absolut.
Ormas sebagai instrumen penting yang berperan dalam demokrasi dan
sebagai wujud dari kebebasan berserikat, pembekuan dan pembubarannya harus
tetap diputuskan melalui mekanisme penegakan hukum secara adil (due process
of law) oleh pengadilan yang independen. Proses hukum ini menjadi sangat
penting artinya, karena pembubaran yang dapat dilakukan oleh eksekutif secara
sendiri akan menimbulkan kesewenang-wenangan sebagaimana yang terjadi
dalam pemerintahan Orde Baru maupun Orde Lama. Pemerintah juga
dikhawatirkan akan dapat membekukan dan membubarkan Ormas tanpa disertai
bukti, saksi, dan suatu keputusan yang adil dan berimbang. Hal ini tentunya
bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) yang menyebutkan setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Karenanya
substansi dari Undang-Undang Ormas lebih bersifat sentralistik dan didominasi
oleh lembaga eksekutif yang merupakan proses pembuatan hukum yang
berkarakter represif dan ortodoks. seperti apa yang dikatakan oleh
irvansyah sekretaris DPW FPI Kota Bandar Lampung :
“Apa yang dilakukan pemerintah yaitu menerbitkan perppu kemudianmengesahkannya menjadi Undang-Undang adalah usaha memberanguskebebasan berserikat dan berkumpul sehingga menjadi ancaman serius bagikehidupan demokrasi dan negara hukum. Padahal, kebebasan berserikat,
73
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat adalah hak yang dilindungi olehKonstitusi. Hak atas kebebasan berserikat bukan hanya bagi individu danmasyarakat, melainkan juga menjadi komponen politik penting dari berjalanbaiknya demokrasi di sebuah negara. Dan bahkan, kebebasan ini disebutkansebagai jantung dari demokrasi. Kebebasan ini sangat terkait erat dengankebebasan dan hak asasi lainnya, seperti kebebasan berpendapat danberekspresi, berkumpul, berpikir, berkeyakinan, dan beragama”.68
Adanya mekanisme kontrol melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara tidak mencegah pemerintah untuk membubarkan Ormas secara sepihak
sampai ada pengajuan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara dan putusan
hakim tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Karenanya sebelum adanya
putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka Surat Keputusan Pemerintah
tentang pembubaran Ormas tersebut yang berlaku. Konsekuensi hukumnya
adalah semua kegiatan dan atribut Ormas tersebut dilarang sampai adanya
putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang diperkirakan proses
tersebut akan memakan waktu lama karena pihak yang kalah akan menggunakan
instrumen banding, sampai dengan kasasi. Penulis memperkirakan proses
adjudikasi tersebut dapat memakan waktu selama 1-2 tahun. Inilah yang
akan menimbulkan kerugian konstitutional bagi warga negara Indonesia
yang berkumpul dalam Ormas tersebut karena tidak dapat menggunakan haknya
sampai waktu tersebut. Dalam hal ini Penulis juga mewawancarai Ormas yang
ikut menolak UU ormas yaitu Muhammadiyah berikut wawancara dengan Drs.
Syarief Fatah selaku sekretaris DPD Muhammadiyah kota bandar lampung :
“Kami dalam hal Perppu Ormas juga ikut menolak setelah adanya usulan tersebutakan disahkan menjadi undang-undang kami telah berkoordinasi dengan PWMuhammadiyah lampung untuk mewakili aksi dijakarta karena alasan
68 Wawancara Dengan Irvansyah Selaku Sekertaris Dpw Kota Bandar Lampung Pada 18 Mei2019 Pukul 22:07 WIB
74
menyesalkan atas keputusan pemerintah mengesahkan Perppu menjadi Undang-Undang Ormas karena dalam hal ini sangat berbeda dengan Undang-UndangNomor 17 Tahun 2013 karena menghilangkan proses peradilan dalam prosesperadilan dalam hal ini ormas yang dinyatakan melanggar tidak bisa membeladiri. Dengan adanya aturan seperti ini kami menilai salah satu jalan pemerintahmengekang demokrasi di indonesia, padahal indonesia sendiri telah memberikanhak kebebasan berkumpul dan berpendapat”.69
Hal ini juga diperkuat dalam konsiderasi putusan MK 6-13-
20/PUU-VIII/2010 yang menegaskan bahwa tindakan perampasan atau
pembatasan terhadap kebebasan sipil dalam bentuk pelarangan, yang dilakukan
secara absolut oleh pemerintah, tanpa melalui proses peradilan, adalah tindakan
negara kekuasaan, bukan negara hukum seperti Indonesia sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum. Dikatakan MK pula, tindakan pelarangan atau pembatasan
terhadap suatu kebebasan sipil, terutama tanpa melalui proses peradilan,
merupakan suatu eksekusi tanpa peradilan yang sangat ditentang dalam suatu
negara hukum yang menghendaki penegakan hukum secara adil.
Hak asasi manusia juga menjadi kajian yang tidak dapat ditinggalkan
dalam prinsip hukum Islam. Perkembangan hak asasi manusia, khususnya
pada hak berkumpul dan berserikat menjadi salah satu pembahasan dalam
hukum Islam. Tidak ada ketentuan syariat yang hukum islam yang melarang
hak atas keikutsertaan dalam perkumpulan damai untuk tujuan benar yang
dipilihnya sendiri selama ia bukan merupakan hasutan untuk menyerang atau
melakukan huru-hara publik sebagaimana ditekankan oleh ketentuan Pasal 21
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Prinsip yang sama
69 Wawancara Dengan Drs. Syarief Fatah selaku sekretaris DPD Muhammadiyah kota bandarlampung Pada 16 Agustus 2019 Pukul 22:07 WIB
75
berlaku pula pada hak atas kebebasan berserikat yang dikemukakan oleh Pasal
22 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Hak untuk berkumpul secara damai diakui oleh hukum Islam
berdasarkan ketentuan Al-Qur‟an yang menyuruh pada kerjasama untuk
mencapai kebajikan dan ketakwaan dan tidak untuk mencapai kebejatan dan
permusuhan. Berserikat merupakan bentuk yang lebih kongkrit dari sekedar
berkumpul, oleh sebab itu hak-hak ini memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Karena jaminan terhadap hak atas berkumpul dan berserikat itulah islam juga
memberikan jalan di dalam pelaksanaannya yang mana segala sesuatunya tidak
boleh bertentangan dengan syari’at (Al-quran, Al-hadist). Segala bentuk
pelanggaran dalam Islam baik yang terkait dengan hak-hak sipil dan politik,
ataupun mengenai hak ekonomi, sosial, budaya haruslah dikembalikan pada
syari’at tersebut, seperti firman Allah :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dantaatilah Rasulnya dan ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamuberlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah danrasulnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya. (Q.S.Annisa: 59).
76
Artinya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurutapa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkankamu dari sebagian kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allahkepadamu. Jika mereka berpaling dari hukum yang telah diturunkan Allah, makaketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibahkepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnyakebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-maidah: 49)
Pemimpin atau kepala negara tidak boleh bertindak sendiri, sebab dalam
memahamkan hukum, belum tentu pendapatnya benar wajiblah syura memanggil
ahlul hilli wal aqdi, lalu menimbang diantara mafsadah (yang merusak), dan
maslahat (yang berfaedah). Oleh sebab itu pemerintah yang diktator ialah yang
memerintah dengan kemauan sendiri dan tidak terbuka kepada islam.
Pemerintahan dalam hal ini ialah Presiden ialah wakil dari orang banyak, dan
bukan merupakan wakil Tuhan di muka bumi, hakimlah yang memelihara
keadilan Allah di muka bumi dan hal itu wajib ditaati oleh rakyat dan turut
mendirikan syari‟at. Penjelasan tersebut memberikan keterkaitan antara lembaga-
lembaga yang terdapat di Indonesia yang secara garis besar ialah lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dalam proses pembatasan ataupun pencabutan
dari hak asasi manusia dalam islam. Lembaga eksekutif bukanlah yang
menentukan kesalahan (mengadili) suatu perkara di dalam islam.
77
Pejabat negara diberi tugas untuk melaksanakan penerapan peraturan,
sedangkan ketika terjadi pelanggaran hukum terapan yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi hukum, maka hal ini menjadi tugas hakim dalam
menegakkan hukum dan keadilan melalui proses litigasi. Kekuasaan Negara
dalam mencampuri tindakan-tindakan tiap individu tidak sepenuhnya dibuang
dalam hak asasi manusia, tapi semata-mata dibatasi pada kemestian hukum.
Keharusan pengendalian otoritas politik melalui hukum diakui, tapi pembatasan
apapun yang dikenakan pada setiap kebebasan dan kemerdekaan individu mesti
bisa dijustifikasi sesuai dengan hukum dan tidak bisa bersifat semena-mena.
Maka itu, prinsip justiikasi (justiicatory principle) yang menetapkan pembatasan
pada hak- hak asasi individu itu mesti bisa secara jelas ditentukan dan
dibenarkan melalui hukum supaya tidak melanggar kebebasan individu,
kemerdekaan dan hak asasi manusia yang fundamental. Ibnu Rusyd dalam
kitabnya yang berjudul Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid pada
bagian Aqdiyah (mengadili atau menyelesaikan persengketaan) terdapat
penjelasan yang berjudul Keputusan Selain dari Hakim yang terdapat 3 (tiga)
pendapat para ahli fiqih fuqaha ialah menurut Maliki, perselisihan pendapat
antara para pihak yang berperkara dan diputuskan oleh orang yang menjabat
bukan sebagai hakim itu boleh, selama mendapat persetujuan dari para pihak
yang berperkara, pendapat yang Syafi’i tidak memperbolehkan keputusan selain
dari hakim dalam perkara mengadili; pendapat yang terakhir menurut Abu
Hanifah, memutuskan perkara dalam mengadili selain dari hakim itu boleh,
apabila keputusannya sesuai dengan keputusan Hakim Negeri itu.
78
Penjelasan di atas menunjukkan tidak adanya legitimasi untuk mengadili
dan memutus sebuah perkara oleh lembaga ataupun perseorangan yang
kepadanya tidak melekat kewenangan sebagai hakim. Menyatakan seorang atau
sebuah organisasi bersalah dalam islam sesungguhnya telah diberikan kepada
lembaga kehakiman (yudikatif) dan hal tersebut sejalan dengan Pasal 19 (e)
Deklarasi Kairo Organisasi Konferensi Islam tentang Hak Asasi Manusia dalam
Islam menetapkan bahwa: Tertuduh adalah tak bersalah sampai terbukti
bersalah dalam pengadilan yang adil di mana dia menerima semua jaminan
pembelaan.
Nilai yang menjadi titik tekan yaitu adanya kesaksian serta kesempatan
baik dari yang menuduh maupun yang tertuduh berkaitan dengan pembuktian,
dan menyampaikan segala sesuatu yang memiliki hubungan dengan perkara.
Pembatasan terhadap hak menurut islam juga mengajarkan agar segala sesuatu
harus melalui mekanisme yang benar, transparan, dan obyektif agar
memandang suatu perkara dalam keadaan yang utuh.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya Undang- Undang ormas menurut
DPW FPI Kota Bandar Lampung dapat disimpulkan menjadi tiga yaitu yang
pertama, dapat mengekang kebebasan berserikat dan kebebasan beorganisasi
karena semakin ketatnya sistem hukum yang ada. Kedua, semakin
memburuknya hubungan antara ormas dan pemerintah karena tidak adanya
sistem hukum yang berpihak kepada ormas malah justru semakin mengancam
pembubaran suatu ormas. Ketiga, Pemerintah dapat sewaktu waktu
membubarkan ormas yang bersebrangan dengan pemerintah dengan alasan anti
pancasila dan lain sebagainya tanpa proses peradilan dan pemberian hak
pembelaan terhadap ormas. secara prinsip pembatasan terhadap hak-hak tertentu
dapat dilakukan oleh Negara.
2. Sikap DPW FPI Kota Bandar Lampung secara tegas menolak Undang-Undang
tersebut karena dapat digunakan sewenang- wenang oleh pemerintah guna
membubarkan ormas yang tidak sejalan dengan pemerintah dan banyaknya
pasal-pasal yang semakin mempersempit ruang gerak organisasi masyarakat
untuk kehidupan berdemokrasi
80
B. Saran
1. Penelitian ini bisa menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, untuk
melakukan penelitian secara objektif dan mendalam mengenai Undang-Undang
ormas.
2. Pemerintah harus lebih teliti dan berhati-hati dalam membuat suatu peraturan,
terutama mengenai mekanisme pembatasan atau bahkan pencabutan atas hak-
hak tertentu diantaranya :
a) Pemerintah tidak boleh memonopoli hak-hak Ormas adalah pemberian
negara dan dapat diambil atau dikesampingkan secara semena-mena.
b) Harmonisasi pembentukan peraturan perundang-undangan harus
diperhatikan agar tidak terjadi pertentangan peraturan.
c) Pengakuan dan perlindungan atas Organisasi masyarakat harus benar-
benar dijalankan baik dalam bentuk peraturan tertulis (perundang-
undangan).
d) Proses revisi seharusnya pemerintah menerapkan kembali norma hukum
berupa sanksi yang mengatur tentang pencabutan status badan
hukum yang melanggar aturan dalam Undang-Undang Ormas wajib
melalui proses peradilan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Al-qur’an Terjemahan, 2012, Bandung : Diponegoro, 2012
Alim, Muhamad, 2001, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam KonstitusiMadinah dan UUD 1945, Yogyakarta: UII Press
Asshiddiqie, Jimly, 2010, Pengantar ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada
Farida, Maria, 1998, Ilmu Perundang Undangan Dasar-Dasar danPembentukannya, Yogyakarta: Kanisius
Usman Husain, Purnomo stiadi, Amar, 2010 metodologi peneitian sosial,Jakarta: Bumi Aksara
Wilson, Ian Douglas, 2002, Ormas dan Kuasa Jalanan Pasca Orde Baru,Bandung: Angkasa
Winayanti, Kania Nia, 2014, Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran ORMAS,Yogyakarta: Pustaka Yustisia
Jurnal :
A.Zaeny, Khilafah Islamiyah Dan Profil Kepemimpinan Pada LembagaKeagamaan di Indonesia, Jurnal tapis, Vol.11 No.2, Juli-Desember 2015
Ayu Mia Maulidia, “Tinjauan Yuridis Terhadap Kebebasan Berserikat,Berkumpul dan Mengeluarkan Pendapat Berdasarkan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan”,Jurnal Fakultas Hukum Unila,Vol.11.No.3.September 2010
Ellya Rosana, Negara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Tapis, Vol.12No.1 Januari- Juni 2016
Sumber Hukum :
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentangOrganisasi Kemasyarakatan, pasal 60
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentangOrganisasi Kemasyarakatan, Pasal 59
Undang-Undang nomor 17 Tahun 2013, Tentang Organisasi masyarakat
Wawancara :.
Zainal Arifin, wawancara dengan penulis, 16 Agustus 2019
Sholeh, wawancara dengan penulis, 16 Agustus 2019
H. Fauzi Basri, wawancara dengan penulis, 22 Agustus 2019
Zaid Fadillah, wawancara dengan penulis, 22 Agustus 2019
KH. Hamdan Ma’mun, wawancara dengan penulis, 18 Agustus 2019
Zuherdi, wawancara dengan penulis, 1 Mei 2019
Irvansyah, wawancara dengan penulis, 10 Mei 2019
Ahmad Wardana, wawancara dengan penulis, pada 10 Mei 2019
Sarbini, wawancara dengan penulis, 9 Mei 2019
Irvansyah, wawancara dengan penulis, 18 Mei 2019
Drs. Syarief Fatah, wawancara dengan penulis,16 Agustus 2019