Top Banner
Laporan Analisis Kebijakan DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP INDUSTRI PERBENIHAN HORTIKULTURA 0leh Erwidodo, Muchjidin Rachmat dan Erma Suryani PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016
38

DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

Jun 07, 2019

Download

Documents

lydiep
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

Laporan Analisis Kebijakan

DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING

TERHADAP INDUSTRI PERBENIHAN HORTIKULTURA

0leh

Erwidodo, Muchjidin Rachmat dan Erma Suryani

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2016

Page 2: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tanggal 11 Februari 2016, Pemerintah telah mengubah aturan daftar

negative investasi untuk mendorong pertumbuhan penanaman modal di dalam

negeri dalam Paket Kebijakan ke-X. Perubahan aturan itu dilakukan dengan

memperjelas sejumlah ketentuan tentang investasi di berbagai bidang usaha. Di

beberapa sektor usaha, pemerintah mengeluarkan 35 bidang usaha dari daftar

negatif investasi. Bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI tersebut 100 persen

sahamnya dapat (boleh) dimiliki oleh pemodal asing, diantaranya industry karet

kering (crumb rubber), gudang berpendingin (cold storage), restoran, bar, kafe

dan usaha rekreasi.

Pemerintah menjamin bahwa ketentuan dalam Paket kebijakan X ini tidak

akan berdampak negatif terhadap pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang

memiliki kekayaan bersih kurang dari Rp 10 miliar. Perubahan ketentuan DNI

tersebut justeru diyakini akan memotong mata rantai oligopoly dan kartel yang

selama ini hanya diikmati oleh kelompok tertentu. Kebijakan ini untuk mendorong

peningkatan investasi baik melalui UKM, penanaman modal dalam negeri (PMDN)

maupun penanaman modal asing (PMA).

Selain itu, 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKM dan koperasi

diperluas nilai pekerjaannya, dari semula sampai dengan Rp 1 miliar menjadi Rp

50 miliar. Penguasaan modal asing untuk budidaya hortikultura dan pembenihan

hortikultura yang semula maksimum 30 persen (sesuai Perpres 39/2014, UU

Hortiukultura no 13/2010) ditingkatkan menjadi 67 persen. Demikian juga bidang

usaha “cold storage” yang batas penguasaan modal asing semula 33 persen

meningkat menjadi 100 persen.

Yang menarik adalah UU Hortikultura No 13/2010 sampai sekarang masih

berlaku. Belum jelas apakah mungkin Paket kebijakan ke-X untuk bidang usaha

budidaya dan perbenihan hortikultura menyalahi UU Hortikultura No 13/2010 yang

masih berlaku? Apakah UU Hortikultura ini akan segera diamendemen atau

pemerintah telah mempersiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (Perpu)?

Page 3: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

2

Pemberlakuan paket kebijakan ke-X perlu diantisipasi dan ditindaklanjuti

pelaksanaannya agar sesuai dengan yang diharapkan. Demikian juga

kemungkinan akan direvisinya (lewat amendemen UU Hortikultura No 13/2010

ataupun lewat Perpu, terkait batas maksimum kepemilikan asing di usaha

perbenihan hortikultura) perlu diantisipasi dan dikaji dampaknya terhadap

kegiatan investasi perbenihan hortikultura dan sektor hortikultura secara

keseluruhan. Kajian pendahuluan ini bertujuan untuk memahami dampak

ketentuan batas maksimum kepemilikan asing sebagaimana tertuang dalam Pasal

100 ayat 3 UU Hortikultura No 13/2010 terhadap kinerja sektor hortikultura dan

usaha perbenihan hortikultura selama ini dan potensi dampaknya bilamana

Pemerintah pada akhirnya merevisi ketentuan tersebut, baik lewat Perpu maupun

lewat amandemen UU No 13/2010 tersebut.

1.2. Dasar Pertimbangan

Undang-Undang No. 13/2010 tentang Hortikultura telah mengatur

penyelenggaraan usaha hortikultura termasuk usaha perbenihan hortikultura.

Dalam pasal 100 ayat 3 UU No. 13/2010 dinyatakan bahwa maksimal modal asing

untuk usaha hortikultura adalah 30 persen, dan dalam waktu 4 tahun setelah

penetapan UU No. 13/2010 atau paling lambat tahun 2014 investor asing yang

sudah melakukan penanaman modal dan mendapatkan izin usaha hortikultura

wajib mengalihkan atau menjual sahamnya kepada investor domestik sehingga

kepemilikannya tinggal maksimal 30 persen (Pasal 131).

Dengan demikian pelaksanaan UU No. 13/2010, khususnya tentang

pembatasan modal asing dalam subsektor hortikultura, berpotensi menimbulkan

pertentangan diantara para pihak terutama dalam industri perbenihan. Sebagian

kalangan menyetujui UU No.13/2010 karena dianggap akan memberdayakan

produsen benih lokal. Sebagian pihak tidak setuju dengan aturan tersebut karena

bisa merugikan perkembangan benih nasional. Pelaku usaha terutama PMA yang

bergerak dalam investasi terutama perbenihan keberatan dengan peraturan

tersebut. Pembatasan ini dinilai menciptakan ketidakpastian hukum berinvestasi

karena UU yang lain memungkinkan kepemilikan modal asing hingga 100 persen.

Page 4: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

3

Disamping itu adanya ketentuan tentang alih modal dan alih teknologi sebagai

latar belakang pembatasan modal asing diNILAI tidak tepat.

Namun pembatasan modal asing boleh jadi disambut baik oleh produsen

benih PMDN. Dengan ketentuan tersebut diharapkan peran produsen benih

PMDN bisa semakin meningkat. Walaupun dampak selanjutnya perlu

dipertanyakan berkaitan dengan terobosan teknologi terutama penemuan varietas

unggul dari produsen PMDN. Dengan demikian sejak awal beberapa kalangan

berpendapat sebaiknya pembatasan saham asing dalam bisnis hortikultura ditinjau

kembali. Dengan demikian Paket Kebijakan ke-X tanggal 11 Februari 2016 yang

telah mengubah aturan daftar negative investasi diharapkan akan mampu

memberikan iklim investasi yang lebih baik bagi PMA tanpa mengorbankan pelaku

UMKM dalam negeri.

Pada bagian lain, peraturan yang terkait dengan usaha hortikultura juga

cukup banyak antara lain yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan

Permentan. Seperti Permentan No. 05/2012 tentang Pemasukan dan

Pengeluaran Benih Hortikultura, Permentan No. 38/2011 tentang pendaftaran

varietas hortikultura. Permentan No. 48/2012 mengatur tentang produksi,

sertifikasi, dan pengawasan peredaran benih. Permentan No. 42/2012 tentang

Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-

buahan Segar dan Sayuran Buah Segar, Permentan No. 43/2012 tentang

Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Umbi

Lapis Segar ke dalam Wilayah Negara Indonesia. Untuk mendukung

pengembangan hortikultura dalam negeri, Pemerintah juga telah mengeluarkan

Permentan No. 60/2012 yang merupakan revisi dari Permentan No. 03/2012

tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Secara paralel Menteri

Perdagangan mengeluarkan Permendag No. 60/2012 yang merupakan revisi dari

Permendag No. 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.

1.3. Tujuan

Terlepas dari pertanyaan yang menyangkut landasan konstitusi/legal diatas,

analisis kebijakan ini juga ditujukan untuk melihat dampak potensial dari paket

kebijakan ke X, khususnya DNI di bidang usaha dan perbenihan hortikultura,

Page 5: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

4

terhadap kinerja subsektor hortikultura kedepan, termasuk produksi dan impor

benih dan produk hortikultura. Secara lebih sepesik, tujuan analisis kebijakan ini

adalah sebagai berikut:

(1) Menganalisis dampak UU Hortikultura No 13/2010 dan pembatasan DNI

dalam Perpres 39/2014 terhadap kinerja bidang usaha budidaya dan

perbenihan hortikultura: kinerja realisasi PMA dan PMDN bidang usaha dan

perbenihan hortikultura, jumlah perusahaan budidaya dan perbenihan,

produksi dan impor benih hortikultura, produksi dan impor produk

hortikultura (ex-post analysis).

(2) Menganalisis potensi dampak ekonomis Paket Kebijakan ke-X terkait DNI

bidang usaha budidaya dan perbenihan hortikultura terhadap kinerja

subsektor hortikultura secara keseluruhan: potensi jumlah perusahaan

PMDN/PMA budidaya dan perbenihan hortikultura, produksi dan impor benih

hortikultura, produksi dan impor produk hortikultura (ex-ante analysis).

(Catatan: saat analisis kebijakan ini dilakukan, diperoleh informasi bahwa

rencana untuk keluarnya PERPU pengganti UU Hortikultura No 13/2010

belum akan dilakukan dan masih sebatas wacana sampai saat ini).

1.4. Metodologi

a. Jenis dan Sumber data

Analisis kebijakan ini menggunakan data sekunder dan primer. Data

sekunder akan dikumpulkan dari berbagai sumber instansi terkait, baik di tingkat

pusat dan daerah (Jawa barat dan Jawa Timur). Data primer akan dikumpulkan

dari lokasi penelitian melalui kegiatan wawancara dengan beberapa narasumber

dan didukung dengan diskusi kelompok di lokasi penelitian.

b. Lokasi Penelitian

Kunjungan/pengecekan singkat ke lapang diperlukan untuk memperoleh

data dan informasi terkait permasalahan dan faktor-faktor penjelas dalam analisis

ini. Lokasi penelitian dipilih Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur. Dasar

pertimbangan pemilihan lokasi Jawa Barat (Lembang), selain melakukan

kunjungan ke Balai Penelitian Sayuran (Balitsa), juga kunjungan ke beberapa

pelaku perbenihan dan budidaya sayuran mengingat Jawa Barat umumnya dan

Page 6: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

5

Lembang khususnya merupakan daerah produksi sayuran. Sementara pemilihan

lokasi Jawa Timur (Malang), karena selain mengunjungi lokasi budidaya sayuran

tim berkepentingan untuk melakukan diskusi dan pengumpulan data dan informasi

di Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropis (BalitJestro). Tim juga berkunjung

dan mengumpulkan informasi di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih tanaman

Pangan dan Hortikultura (BPSBTH) di Malang.

c. Metode Analisis

Analisis data dilakukan secara dekriptif dengan mengkombinasikan data

sekunder dan data primer. Analisis deskriptif dan tabulatif dilakukan mencakup: (i)

perubahan aturan perundangan dan iklim investasi, (ii) dampak pengetatan

investasi terhadap industri hortiklutura, (iii) perkembangan produksi hortikultura,

(iv) perkembangan ekspor dan impor produk hortikultura, dan (v) Kinerja

penelitian perbenihan hortikultura.

II. PERUBAHAN ATURAN PERUNDANGAN DAN IKLIM INVESTASI

2.1. UU No 13/2010 tentang Hortikultura

Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang hortikultura mengatur

penyelenggaraan subsektor hortikultura termasuk usaha perbenihan hortikultura.

Hortikultura didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan buah,

sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut,

dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau

bahan estetika. Usaha hortikultura tersebut mencakup usaha perbenihan,

budidaya, indudtri pengolahan, penelitian, wisata agro dan jasa hortikultura.

Undang-Undang No. 13/2010 dalam kaitan dengan bidang investasi, pasal

100 ayat 3 UU No. 13/2010 dinyatakan bahwa maksimal modal asing untuk usaha

hortikultura adalah 30 persen. Dalam waktu 4 tahun setelah penetapan UU No.

13/2010 atau paling lambat tahun 2014 investor asing yang sudah melakukan

penanaman modal dan mendapatkan izin usaha hortikultura wajib mengalihkan

atau menjual sahamnya kepada investor domestik sehingga kepemilikannya

tinggal maksimal 30 persen (Pasal 131).

Page 7: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

6

Aturan lain dari investasi asing dalam UU tersebut antara lain:(a) investor

asing harus bermitra dengan pelaku usaha Indonesia, dengan membentuk badan

hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; (b) besarnya investasi asing

maksimal 30 persen dari total investasi; (c) investor asing di bidang hortikultura

harus memberi kesempatan pemagangan dan melakukan alih teknologi bagi

pelaku usaha hortikultura Indonesia.

Secara teknis terdapat beberapa peraturan pemerintah yang juga berkaitan

dengan investasi hortikultura, antara lain :

a. Peraturan tentang pendaftaran varietas hortikultura diatur melalui Permentan

No. 38/2011. Peraturan ini digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan

pendaftaran varietas. Tujuannya adalah melindungi konsumen dari perolehan

benih yang performa/keragaman varietasnya tidak sesuai dengan deskripsi.

b. Permentan No. 48/2012 mengatur tentang produksi, sertifikasi, dan

pengawasan peredaran benih. Peraturan ini digunakan sebagai dasar hukum

dalam pelayanan pelaksanaan produksi, sertifikasi dan pengawasan

peredaran.

c. Permentan No. 42/2012 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina

Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-buahan Segar dan Sayuran Buah Segar

dan Permentan No. 43/2012 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan

Karantina Tumbuhan unutk Pemasukan Umbi Lapis Segar ke dalam Wilayah

Negara Indonesiasebagai perubahan atas Permentan No. 15/2012. Impor

buah segar dan sayuran buah segar serta umbi lapis segar hanya diijinkan

melalui Pelabuhan Laut Belawan (Sumatera Utara), Bandara Soekarno-Hatta

Cengkareng (Banten), Pelabuhan Laut Tanjung Perak (Jawa Timur), dan

Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta Makassar (Sulawesi Selatan).

d. Permentan No. 05/2012 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih

Hortikultura untuk menjamin ketersediaan benih bermutu secara cukup dan

berkesinambungan, menumbuhkembangkan industri benih dalam negeri,

meningkatkan keragaman genetik dan menjaga keamananan hayati,

meningkatkan devisa negara.

Page 8: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

7

e. Untuk mendukung pengembangan hortikultura dalam negeri, Pemerintah

telah mengeluarkan Permentan No. 60/2012 yang merupakan revisi dari

Permentan No. 03/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.

Secara paralel Menteri Perdagangan mengeluarkan Permendag No. 60/2012

yang merupakan revisi dari Permendag No. 30/2012tentang Ketentuan

Impor Produk Hortikultura.

2.2. Daftar Negatif Investasi: Perpres 36/2010 menjadi Perpres

39/2014

Sektor pertanian (tanaman pangan dan perkebunan termasuk peternakan

serta hortikultura) merupakan salah satu sektor yang diminati oleh para investor

asing, dilihat dari realisasi nilai investasi PMA, yaitu urutan ke-4 (empat) terbesar

pada tahun 2014 setelah sektor perindustrian, sektor pertambangan/penggalian,

dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi.

Kinerja PMA agregat (semua sektor) setelah berlakunya Perpres 36/2010

(2010-2013) memperlihatkan pertumbuhan pesat, baik dari jumlah maupun nilai

proyeknya. Nilai total investasi meningkat hampir dua kali lipat dari USD 16.2b

pada tahun 2010 menjadi USD 28.5b pada tahun 2013, atau tumbuh dengan laju

rata-rata 19.0% per tahun selama periode tersebut. Namun, pertumbuhan ini

tidak berlanjut pada periode 2013-2014, dimana laju pertumbuhan investasi justru

menurun 0.31% dari USD 28.6b pada tahun 2013 menjadi USD 28.5b. Realisasi

nilai investasi tahun 2015 diperkirakan akan terus menurun, karena realisasi

sampai dengan triwulan ketiga 2015 baru mencapai USD 21.3b lebih rendah dari

nilai investasi pada reriode yang sama pada tahun 2014.

Kinerja PMA di sektor pertanian (subsektor tanaman pangan dan

perkebunan serta peternakan) pada periode 2010-1014 saat diberlakukannya

Perpres 36/2010 ( atau sebelum Perpres 39/2014) memperlihatkan pertumbuhan

pesat, baik dari jumlah maupun nilai proyeknya. Nilai total investasi meningkat

hampir dua kali lipat dari USD 775,98 juta pada tahun 2010 menjadi USD 2237,5

juta pada tahun 2014, atau kenaikan sebesar 288,6 persen dalam empat tahun

atau tumbuh dengan laju rata-rata 72,16% per tahun selama periode tersebut.

Page 9: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

8

Pada era pemberlakuan Perpres 39/2014, sampai triwulan ketiga tahun 2015 nilai

investasi baru mencapai USD 1435,9 juta, lebih rendah dari nilai investasi pada

periode yang sama tahun 2014 sebesar USD 1646,3 (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan investasi PMA sektor pertanian, 2010-2015

Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (Q3)

A. Jumlah Proyek 170 278 275 539 350 446

1. Tanaman Pangan &

Perkebunan 159 264 261 520 324 401

2. Peternakan / Livestock 11 14 14 19 26 45

B. Nilai Investasi (US Juta) 775,981 1243,629 1621,692 1616,647 2237,538 1435,944

1. Tanaman Pangan &

Perkebunan 750,955 1222,493 1601,87 1605,345 2206,722 1421,017

2. Peternakan / Livestock 25,026 21,1356 19,822 11,30222 30,816 14,9265

Sumber : Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik

Menurunnya nilai investasi usaha pertanian pada periode 2013-2014

seharusnya menjadi alasan yang ‘legitimate’ bagi pemerintah (dhi kementan)

untuk menggulirkan revisi aturan investasi di sektor pertanian kearah yang lebih

longgar baik untuk PMDN dan PMA. Perkembangan investasi 2014-2015 yang

terus menurun dapat menjadi alasan kuat untuk kembali melakukan revisi Perpres

no 39/2014 yang masa berlakunya baru genap satu tahun.

Perpres 39/2014 merupakan penyempurnaan dari Perpres 36/2010. Dalam

Perpres 36/2010 kepemilikan asing di bidang usaha hortikultura tidak diatur.

Jenis-jenis bidang usaha yang memungkinkan adanya PMA dan segala

persyaratannya semula diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 77/2007

kemudian diubah dengan Perpres No. 36/2010. Dalam Lampiran Perpres No.

36/2010 bidang usaha perbenihan termasuk yang terbuka bagi PMA. Maksimal

modal asing dalam usaha perbenihan/pembibitan tanaman pangan pokok maupun

budidaya tanaman pangan pokok (jagung, kedele, kacang tanah, kacang hijau,

padi, ubikayu, ubijalar) lebih dari 25 ha adalah 49 persen. Untuk usaha

perbenihan/pembibitan tanaman pangan lainnya maupun budidaya tanaman

pangan lainnya dengan luas lebih dari 25 ha (termasuk hortikultura) masing-

masing pemilikan modal asing bisa mencapai 95 persen dengan rekomendasi dari

Menteri Pertanian. Pembatasan pemilikan modal asing dalam usaha hortikultura

Page 10: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

9

tampaknya didasari keinginan untuk kedaulatan dan kemandirian industri benih

hortikultura domestik.

III. DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP

INDUSTRI PERBENIHAN HORTIKULTURA

3.1. Struktur Industri Benih Hortikultura

Bidang investasi utama di sub sektor hortikultura yang dominan adalah

perbenihan, terutama perbenihan sayuran. Kegiatan investasi perbenihan telah

diminati oleh investasi asing (PMA) dan domestik (PMDN). Banyaknya minat

investasi ini menunjukkan bahwa bisnis benih sayuran relatif menjanjikan

Beberapa produsen benih sayuran PMA yang dominan antara lain PT East

West Seed Indonesia (ESWI), PT Branita Sandhini (Monsanto), PT BISI

Internasional Tbk (BISI), PT Clause Indonesia (Clause), PT Oriental Seed

Indonesia (Oriental), dan PT Koreana Seed Indonesia (Koreana). Sedangkan

produsen benih PMDN meliputi PT Inko Seed Makmur, PT Prabu Agro Mandiri, PT

Primaseed, PT Aditya Sentana Agro (Aditya), CV Aura Seed Indonesia (Aura), dan

PT Benih Citra Asia (BCA). Disamping itu juga terdapat produsen benih yang

memproduksi benih skala kecil dan dikelola oleh koperasi instansi pemerintah,

yaitu UPTD Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura

Yogyakarta, UPBS Balitsa Lembang, dan BPTP Jawa Timur di Malang.

Benih sayuran yang dihasilkan oleh PMA maupun PMDN umumnya relatif

sama dan yang banyak diproduksi antara lain cabe, tomat, timun, kacang

panjang, semangka, melon dan jagung manis. Harga benih sayuran yang relatif

mahal dibanding harga benih tanaman pangan tidak menjadi hambatan bagi

petani karena nilai produksi yang diperoleh juga relatif jauh tinggi. Sebagian

produk PMA dan PMDN juga telah diekspor ke negara lain misalnya PT Koreana

Seed Indonesia, dan ada juga PMDN yang sudah melakukan ekspor benih sayuran

seperti PT BCA. Peran PMA yang dominan adalah dalam penemuan varietas yang

unggul dan beradaptasi luas. Peran ini belum dapat sepenuhnya dilakukan oleh

produsen benih sayuran PMDN. Disamping itu PMA juga telah berperan dalam

Page 11: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

10

memberi kesempatan magang dan alih teknologi kepada pelaku usaha dalam

negeri.

Tidak dipungkiri bahwa perusahaan PMA mendominasi produksi beberapa

benih sayuran, hal ini tercermin dari nilai rasio konsentrasi empat produsen

terbesar atau concentration ratio of four largest producers (CR4) industri benih

sayuran yang hampir sebagian besar adalah produsen benih PMA (Tabel 2).

Tabel 2. Struktur pasar benih hortikultura, 2012

No. Industri Benih CR-4 (%) Produsen Benih *)

1. Tomat 88.02 BCA (58,31), Aura (16,11), Oriental (8,59), EWSI (5,01)

2. Cabe 79,40 BCA (28,46), BISI (13,68), EWSI (12,56), Oriental (7,35)

3. Jagung manis 87,26 BISI (46,59), Agri (22,18), EWSI (14,79), Prabu (3,70)

4. Timun 89,60 EWSI (45,21), BCA (27,31), BISI (12,54), Agri (4,54)

5. Kacang panjang 76,55 BCA (22,94), BISI 19,67), EWSI (19,24), Aura (15,59)

6. Terung 98,29 BCA (86,18), EWSI (7,88), BISI (2,92), Oriental (1,31)

7. Kangkung 86,82 BISI (56,36, Agri (15,65), Primasid (9,39), Inko Seed

(5,41)

8. Melon 71,43 MGA (20,41), BCA (17,01), Koreana (17,01), Agri (17,01)

9. Semangka 77,44 BCA (44,49), Oriental 14,32), Aditya (11,46), Mulia

Bintang (7,16)

10. Sawi 98,03 Mulia Bintang (56,20), B C A(20,85), Royal (18,73), BISI (2,25)

11. Caisim 100,00 BCA (58,65), Prabu (39,10), Oriental (1,27), Aditya (0,98)

12. Paria 90,35 BCA (40.30), EWSI (39,38), BISI (5,59), Raja Pilar (5,08)

13. Gambas (Oyong) 93,77 BCA (57,24), Oriental (16,60), AgriMakmur (16,60), Aditya (3,32)

14. Buncis 78,52 BCA (39,47), BISI (19,02), Aura Seed (10,75), Balitsa (10,33)

15. Bayam 100,00 BCA (43,62), BISI (28,19), Mulia Bintang (15,66), Aditya (12,53)

Sumber : Sayaka, 2012.

Catatan: *) angka dalam kurung menunjukkan persentase

Memperhatikan tingkat konsentrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa

pasar benih sayuran utama cenderung bersifat oligopoli. Sebagian besar produksi

Page 12: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

11

benih tomat dikuasai oleh PT BCA, yaitu 58,3 persen, diikuti oleh CV Aura Seed

Indonesia (Aura), PT Orieantal Seed Indonesia (Oriental), dan PT East West Seed

Indonesia (ESWI) masing-masing 16,1 persen, 8,5persen, dan 5,0 persen. Pasar

benih cabe dikuasai oleh empat produsen terbesar, yaitu BCA PT BISI

International Tbk (BISI), EWSI, dan Oriental masing-masing 38,4 persen, 18,5

persen, 12,6 persen, dan 9,9 persen. Pasar benih jagung manis didominasi oleh

BISI (47%), PT Agri Makmur Pertiwi (Pertiwi) 22 persen, ESWI 15 persen, dan PT

Prabu Agro Mandiri (Prabu) 3,7 persen. Produsen ESWI, BCA, BISI, dan Pertiwi

merupakan empat produsen terbesar benih timun masing-maisng memiliki pangsa

45,2 persen, 27,3 persen, 12,5 persen, dan 4,5 persen.

Struktur pasar industri benih kacang panjang juga bersifat oligopoli yang

diindikasikan oleh penguasaan empat produsen terbesar sebanyak 77 persen,

masing masing adalah BCA 22 persen, BISI 20 persen, ESWI 19 persen, dan Aura

16 persen. Pasar industri benih terung hampir 90 persen dikuasai oleh BCA,

selebihnya ESWI 7,9 persen, BISI 2,9 persen, dan Oriental 1,3 persen. Benih

kangkung sebagian besar (87%) dikuasai oleh empat produsen yaitu, BISI

(56,3%), Pertiwi (15,7%), PT Primasid Andalan Utama (Primasid) 9,4 persen, dan

ESWI 5,4 persen. Pasar benih melon juga dikuasai oleh empat produsen besar,

yatu CV Multi Global Agrindo (MGA) 20,4 persen, BCA, PT Koreana Seed Indonesia

(Koreana), dan Pertiwi masing-masing 17,0 persensehingga kumulatif keempat

perusahaan tersebut sebesar 71,4 persen. Benih semangka didominasi (77,4

persen) oleh BCA yang memproduksi benih semangka dengan pangsa terbesar

(44,5%), diikuti oleh Oriental 14,3 persen, CV Aditya Sentana Agro (Aditya) 11,5

persen, dan PT Mulia Bintang Utama 7,2 persen.

CR4 yang nilainya lebih dari 40 persen juga ditemukan pada industri benih

sawi, caisim, paria, gambas (oyong), buncis, dan bayam (Tabel Lampiran 10-15).

Produksi benih sawi dikuasai oleh Multi Bintang, benih paria, gambas, bayam, dan

caisim didominasi oleh BCA masing-masing 40 persen, 57 persen, 44 persen, dan

59 persen.

Besarnya nilai CR tidak selalu negatif. Untuk industri yang bersifat padat

modal dan padat teknologi yang memerlukan investasi sangat besar umumnya

Page 13: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

12

dicirikan dengan nilai CR diatas 90% yang bersifat oligopoli bahkan cenderung

duopoli atau monopli. Industri perbenihan secara utuh, yang bukan sekedar

perbanyakan benih, memerlukan investasi besar dengan kandungan teknologi

yang tinggi. Oleh karenanya, tidak heran jika CR4 dari industri benih hortikultura

diatas 80%. Diperlukan tingkat keuntungan perusahaan yang tinggi, umumnya

diatas keuntungan normal, agar perusahaan dapat terus berinvestasi dan

berinovasi untuk menghasilkan dan mengembangkan benih/bibit yang lebih

unggul.

Secara teoritis, dan empiris, keunggulan seperti ini tidak mungkin dihasilkan

oleh perusahaan benih berskala kecil. Perusahan benih berskala kecil umumnya

terbatas pada kegiatan perbanyakan benih yang mutu/kualitasnya sering tidak

terjamin. Demikian juga perusahaan PMDN termasuk BUMN (misalnya PT

SangHyang Sri) tidak berkinerja seperti yang diharapkan, tidak berkembang dan

bahkan terus merugi. Fakta empiris di Indonesia juga membuktikan bahwa

perusahaan benih yang maju dan berkembang umumnya perusahaan PMA dan

berstatus Multi-national Corporation (MNC). Penjelasannya adalah, perusahaan

benih PMA yang berstatus MNC terintegrasi dalam sistem rantai pasok yang

efisien, dimana investasi dalam kegiatan riset dan inovasi menjadi tumpuan

kegiatan untuk terus bertahan dan memenangkan persaingan di era pasar global.

Oleh karenanya, membatasi secara berlebihan investasi asing (PMA) dalam

perbenihan hortikultura diperkirakan akan berdampak negatif. Dibatasinya

kepemilikan modal asing dalam bidang perbenihan hortikultura dan keharusan

melakukan divestasi dapat mendorong perusahan benih PMA di Indonesia

mengurangi kegiatannya dan secara bertahap memindahkan operasinya ke negara

lain. Harapan tumbuhnya PMDN perbenihan hortikultura untuk menggantikan

perusahan benih PMA hanyalah ilusi yang jauh dari kenyataan. Hal ini karena

PMDN (swasta dan BUMN) belum tertarik dan belum siap untuk berinvestasi di

bidang usaha perbenihan, yang padat teknologi, padat modal dan berjangka

panjang. Keberadaan perusahaan PMDN, termasuk perusahaan skala kecil, yang

umumnya melakukan perbanyakan benih sebar tidak dapat menggantikan posisi

Page 14: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

13

PMA benih. Bila situasi ini dibiarkan terus berlangsung maka Indonesia akan

menjadi importir besar dunia, baik produk maupun benih hortikultura.

3.2. Dampak Kebijakan Investasi Terhadap Industri Perbenihan Hortikultura

Dalam kaitan pemberlakuan UU No 13/2010, sebagian kalangan menyetujui

UU No.13/2010 karena dianggap akan memberdayakan produsen benih lokal.

Sebagian pihak tidak setuju dengan aturan tersebut karena bisa merugikan

perkembangan benih nasional. Produsen benih PMA keberatan dengan peraturan

tersebut. Produsen benih tersebut sudah lama menanamkan modalnya di

Indonesia dan melakukan penelitian dan pengembangan secara intensif. Produsen

benih asing berharap peraturan tersebut berlaku bagi investor baru, sementara itu

investor lama tetap mengendalikan perusahaan seperti saat ini yaitu bisa memiliki

saham secara penuh.

Pembatasan modal asing disambut baik oleh produsen benih PMDN.

Namun demikian peluang yang ada yang ditimbulkan dari UU tersebut tidak dapat

sepenuhnya dimanfaatkan olek industri benih PMDN. Dalam masa perberlakuan

UU No.13/2010 kinerja industri benih lokal (PMDN) juga tidak memperlihatkan

peningkatan kinerjanya.

Hambatan utama bagi investor untuk masuk ke industri benih adalah modal

yang besar untuk rekruitmen tenaga ahli pemuliaan (breeders), pembuatan

fasilitas penelitian dan pengembangan, pengolahan benih, maupun jaringan

pemasaran termasuk biaya promosi. Hambatan lainnya adalah pembatasan impor

maksimal dua tahun untuk varietas hibrida yang sudah dapat diproduksi di dalam

negeri. Walaupun demikian peraturan ini juga merupakan peluang bagi produsen

benih lokal untuk memproduksi benih tersebut di dalam negeri.

Hambatan berikutnya, khususnya bagi PMA, adalah aturan pemerintah

melalui UU No. 13/2010 (pasal 100 dan pasal 131) tentang pembatasan investasi

asing dalam bidang hortikultura maksimal 30 persen. Bagi produsen benih PMA hal

ini dapat menyebabkan penguasaan saham menjadi minoritas yang berdampak

tidak bisa mengendalikan perusahaan secara penuh atau penutupan perusahaan

benih asing dan akan pindah ke negara lain. Bagi produsen benih PMDN maupun

Page 15: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

14

PMA yang sudah mapan umumnya tidak akan mudah keluar dari industri ini.

Besarnya investasi yang sudah ditanamkan serta banyaknya keuntungan yang

diperoleh akan menjadi hambatan utama jika harus meninggalkan industri ini.

Ada dua dampak yang mungkin ditimbulkan karena pembatasan pemilikan

saham oleh pihak asing. Pertama, pembatasan ini menciptakan ketidakpastian

hukum berinvestasi karena UU yang lain memungkinkan kepemilikan modal asing

hingga 100 persen. Kedua, alih modal dan alih teknologi sebagai latar belakang

pembatasan modal asing tidak tepat. Penjualan saham secara terbuka tergantung

pemegang saham mayoritas. Di pihak lain, penguasaan teknologi harus dilakukan

melalukan penelitian dan pengembangan secara terstruktur jangka panjang.

Dalam kasus industri benih hortikultura di Jawa Timur, pelaku usaha

(produsen) benih sayuran di Jawa timur khususnya di sekitar Kota/kabupaten

Malang berkembang cukup pesat, hal ini sejalan dengal lokasi malang yang

sangat stretagis dataran tinggi pada area sekitar kawasan pengembangan

sayuran. Dalam memperoduksi benih, umumnya perusahaan perbenihan tersebut

bekerja dengan petani. Problem kualitas hasil dengan kerjasama dengan petani

tersebut sering dikeluhkan dengan banyaknya produksi yang dibawah ketentuan

dan harus di dibuang dan menyebabkan biaya produkti total menjadi mahal.

Usaha perbenihan skala besar umumya telah melakukan sertifikasi mendiri dengan

menerapkan standar ISO dan standar sertifikasi lain.

Sampai saat ini kinerja usaha perbenihan sayuran berjalan dengan

sebagaimana mestinya. Pelaku usaha PMDN seperti PT A di Malang dapat

mengembangkan usaha dengan baik dalam mengisi peluang pasar yang

berkembang, juga usaha PMA juga berkembang. Beberapa usaha berkembang

maju ditandai dengan meningkatnya omset produksi dan penjualan diikuti oleh

penambahan staf, gudang, akat transportasi dan lainnya (Tabel 3 dan Lampiran

1 - 4 ).

Page 16: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

15

Tabel 3. Perkembangan produksi benih PT. A di Malang, 2013-2015

Jenis Komoditas Produksi (kg) Rataan Pertumbuhan

2013 2014 2015 (kg) (%/thn)

1. Bayam 43,754 41,960 56,986 47,567 15.85

2. Buncis 27,064 32,798 11,839 23,900 (21.36)

3. Cabe Keriting 698 970 750 806 8.16

4. Cabe Rawit 2,077 2,136 2,165 2,126 2.09

5. Caisim 626 347 368 447 (19.28)

6. Jagung Manis 18,388 7,002 8,937 11,442 (17.14)

7. Kacang Panjang 101,418 112,540 73,456 95,804 (11.88)

8. Kangkung 166,335 165,125 128,609 153,356 (11.42)

9. Ketimun 2,561 2,690 2,884 2,712 6.13

10.Oyong 958 628 735 774 (8.69)

11.Paria 1,000 627 795 807 (5.25)

12.Pepaya 148 163 86 133 (18.61)

13.Semangka 1,628 1,442 1,140 1,403 (16.19)

14.Terong 1,108 815 694 872 (20.64)

15.Tomat 879 682 503 688 (24.35)

Jumlah 368,642 369,924 289,948 342,838 (10.64)

Sumber : PT.A, 2016

Perkembangan produksi tersebut juga diikuti oleh perkembangan ekspor

benih yaitu benih bayam dan benih kankung. Dalam tahun 2013 -2014 ekspor

bayam oleh PT A meningkat dari 100 kg menjadi 165 kg atau kenaikan 65 persen

dan ekspor kankung meningkat dari 200 kg menjadi 250 kg atau peningkatan 25

persen (Tabel 4).

Tabel 4. Perkembangan ekspor benih dan negara tujuan ekspor PT. A, 2013-2014

Jenis Komoditas Jumlah Ekspor (kg)

Tujuan Ekspor 2013 2014

Bayam 100 165 Malaysia

Kangkung 200 250 Malaysia Sumber : PT. A, 2016

UU 13 tahun 2010 mengharuskan pananaman modal asing maksimal 30 %

(pasal 100 UU 13/2010) dan untuk itu PMA yang memiliki modal diatas ketentuan

tersebut harus melakukan divestasi. Tampaknya aturan adanya divestasi modal

PMA tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya, meskipun beberapa PMA

mulai melalukan analisa alternatif divestasi apabila aturan harus dilaksanakan. Di

Page 17: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

16

PT Namddhari Seed, beberapa alternatif divesasi mulai dikaji antara lain : (a)

merger dengan peruashaan PMDN sejenis, (b) go publik, (c) penambahan aset,

dan (d) pengalihanpemilikan aset ke staf (karyawan).

Dalam kasus di Jawa Barat, industry benih sayuran di Jawa Barat juga

berkembang. Sebagian besar produsen benih tersebut umumnya bermula dari

pedagang benih (dengan status CV) yang umumnya sebagai agen pemasaran

dari benih atau mengimpor benih dari luar dan menjualnya di dalam negeri, dan

kemudian terlibat menjadi produsen benih tertentu dengan tetap juga sebagai

pedagang benih. Untuk mendukung kegiatan produksi benih Pelaku usaha PMDN

tersebut merekrut pemulia untuk membantu menseleksi atau menghasilkan

varietas baru.

Pelaku produsen benih umumnya adalah produsen dari luar negeri

(perusahaan multi nasional PMA) yang membuka cabang di Indonesia. Banyak

produsen benih PMDN yang semula sebagai pedagang merekrut eks pegawai

perusahaan benih dari perusasahaan PMA. Dalam kerjasama dengan perusahaan

benih PMDN pemulia yang direkrut bekerja sangat pragmatis. Seringkali bahan

dasar yang diseleksi dan atau dijadikan materi induk untuk disiangkan dan

dijadikan varietas baru berasal dari pertanaman masyarakat atau mengambil dari

luar negeri. Kondisi ini menurut penilaian BPSBTH kurang sesuai dengan aturan

perbenihan dan menyebabkan konflik dalam kegiatan sertifikasi. BPSBTH selalu

menuntut bukti kebenaran varietas yang dihasilkan sesuai dengan aturan dalam

perbenihan, dan tuntutan tersebut oleh produsen benih dinilai menghambat dan

membuat proses sertifikasi menjadi lama dan bertele.

Keberadaan perusahaan benih PMA dinilai tidak berpengaruh besar terhadap

industry benih dalam negeri (PMDN). Hal ini karena disamping pasar benih dalam

negari cukup besar dan belum tergarap sepenuhnya, juga karena masing masing

produk yang dihasilkan mempunyai pangsa pasar sendiri. Keberadaan PMA benih

dinilai dibutuhkan terutama untuk penyediaan benih yang memang tidak bisa

dihasilkan di dalam negeri seperti kubis ubisan (brasica). Keberadaan PMA benih

juga dinilai positip dalam alih teknologi perbenihan ke petani domestic (karena

Page 18: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

17

hampir seluruh produksi benih bekerjasama dangan petani local) dan sumber

plasma nuftah dan teknologi benih.

IV. PERKEMBANGAN PRODUKSI HORTIKULTURA

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai

nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Sesuai SK Menteri Pertanian

Nomor : 511/Kpts/PD310/9/2006, komoditas binaan Direktorat Jenderal

Hortikultura mencakup 323 jenis komoditas yang terdiri dari : 60 jenis buah-

buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas tanaman obat dan 117

jenis komoditas florikultura. Penetapan komoditas unggulan didasarkan pada

beberapa kriteria, yaitu (1) berdampak terhadap ekonomi makro, (2) produksi, (3)

luas area, (4) potensi ekspor, (5) substitusi impor, (6) jumlah pelaku usaha, (7)

nilai ekonomi, (8) potensi nilai tambah, (9) ketersediaan teknologi, (10) kebutuhan

bahan baku industri, (11) permintaan domestik, (12) pangsa pasar relatif dalam

kelompok komoditas (Renstra Ditjen Hortikultura, 2015-2019). Terkait dengan

penetapan komoditas unggulan hortikultura maka telah diterbitkan Permentan No.

76/Permentan/OT.140/12/2012 tentang Syarat dan Tatacara Penetapan Produk

Unggulan Hortikultura dan mengacu pada Permentan No.50/Permentan/OT.140/

8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan Kementan No.

45/Kpts/PD.200/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Cabai, Bawang Merah, dan

Jeruk Nasional. Adapun komoditas hortikultura yang secara intensif mendapat

perhatian utama pada level nasional pada periode 2015 – 2019 adalah aneka

cabai, bawang merah, dan jeruk.

Komoditas hortikultura yang dikelompokkan menjadi komoditas sayuran,

buah-buahan, florikultura, dan biofarmaka secara umum mengalami peningkatan

selama periode 2005-2013 (Tabel 5). Jenis komoditas yang tergolong sayuran

yang produksinya relatif tinggi, adalah bawang merah, cabe besar, cabe rawit,

dan kentang. Untuk kelompok buah-buahan, jenis komoditas yang produksinya

relatif tinggi adalah pisang, jeruk, mangga, dan durian.

Sentra produksi bawang merah selama periode 2008-2012 masih

didominasi wilayah Jawa, yaitu Jawa Tengah (43,32%), Jawa Timur (20,91%),

Page 19: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

18

Jawa Barat (12,15%), dan NTB (10,29%). Sedangkan untuk komoditas kentang,

daerah sentra produksi berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan pangsa

produksi masing-masing 25,57% dan 24,63%, sementara untuk Jawa Timur,

Sumatera Utara, dan Gorontalo masing-masing pangsa produksinya sekitar 11%.

Produksi cabe besar banyak dihasilkan di Jawa Barat (22,76%), Sumatera Utara

(19,14%), dan Banten (12,10%). Untuk komoditas cabe rawit, wilayah sentra

berada di Provinsi DI Yogyakarta (22,13%), Jawa Barat (15,84%), Banten

(9,15%), dan Jawa Timur (8,88%).

Tabel 5. Perkembangan produksi tanaman hortikultura di Indonesia, 2005-2013

Tahun Produksi tanaman hortikultura

Sayuran Buah-Buahan Florikultura Biofarmaka

(000 ton) (000 ton) (000 tangkai) (ton)

2005 9,102 14,787 173,240 321,889

2006 9,527 16,171 167,670 416,871

2007 - 17,117 179,374 444,201

2008 10,035 18,028 205,565 398,809

2009 10,628 18,654 263,531 408,187

2010 10,706 15,490 378,916 351,155

2011 10,871 18,314 486,852 316,572

2012 11,265 18,917 616,859 374,657

2013 11,558 18,288 684,098 453,206

Sumber : Pusdatin Kementan, Statistik Pertanian 2012 dan 2014 Keterangan : (-) tidak ada data

Untuk kelompok buah-buahan, sentra produksi pisang dengan pangsa

diatas 10 % selama periode 2008-2012 berada di Provinsi Jawa Barat (20,93%),

Jawa Timur (18,31%), Jawa Tengah (13,20%), dan Lampung (11,52%). Produksi

jeruk didominasi Provinsi Sumatera Utara dengan pangsa mencapai 32,99% dan

Jawa Timur sebesar 18,97% selama periode 2008-2012. Dalam periode waktu

yang sama, untuk komoditas mangga, produksi tertinggi dihasilkan di Jawa Timur

dengan pangsa mencapai 33,50%, diikuti Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan

pangsa masing-masing sebesar 17,26% dan 16,87%.

Pada kelompok florikultura, jenis tanaman hias yang banyak diproduksi

antara lain anggrek, krisan, mawar, dan sedap malam. Pada periode 2008-2012,

produksi bunga anggrek banyak diproduksi di Jawa Barat dengan pangsa

Page 20: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

19

mencapai 30,97%, diikuti Banten dan Jawa Timur dengan pangsa masing-masing

17,47% dan 14,32%. Untuk bunga krisan, dapat dikatakan hanya diproduksi di

Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan total pangsa sebesar 96,35%.

Kondisi yang sama berlaku untuk produksi bunga mawar, dimana total pangsa

produksi dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mencapai 97,67%.

Perkembangan produksi tanaman hortikultura secara umum mengalami

peningkatan dengan tingkat pertumbuhan per tahun bervariasi antar kelompok

tanaman. Pertumbuhan kelompok tanaman sayuran berkisar antara 0,73%/tahun

hingga 5,91%/tahun, sedangkan kelompok tanaman buah-buahan berkisar antara

-16,96%/tahun hingga 18,23%/tahun. Kelompok tanaman florikultura secara

umum mengalami pertumbuhan produksi relatif tinggi berkisar antara -

3,22%/tahun hingga 43,78%/tahun. Sementara untuk kelompok tanaman

biofarmaka, pertumbuhan produksinya fluktuatif berkisar antara -13,97%/tahun

hingga 29,51%/tahun. Diantara keempat kelompok tanaman hortikultura,

kelompok tanaman florikultura pertumbuhan produksinya paling tinggi

(19,55%/tahun) selama periode 2005-2013 dibandingkan kelompok tanaman

lainnya berkisar antara 3,16%/tahun hingga 5,46%/tahun (Tabel 6).

Tabel 6. Perkembangan pertumbuhan produksi tanaman hortikultura di Indonesia,

2005-2013

Tahun

Pertumbuhan produksi tanaman hortikultura

Sayuran (%/thn)

Buah-Buahan (%/thn)

Florikultura (%/thn)

Biofarmaka (%/thn)

2005/2006 4.67 9.36 -3.22 29.51

2006/2007 - 5.85 6.98 6.56

2007/2008 - 5.32 14.60 -10.22

2008/2009 5.91 3.47 28.20 2.35

2009/2010 0.73 -16.96 43.78 -13.97

2010/2011 1.54 18.23 28.49 -9.85

2011/2012 3.62 3.29 26.70 18.35

2012/2013 2.60 -3.32 10.90 20.97

Rataan 3.18 3.16 19.55 5.46

Sumber : Pusdatin Kementan, Statistik Pertanian 2012 dan 2014

Page 21: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

20

Peningkatan produksi salah satunya perlu didukung dengan ketersediaan

luas panen. Mengacu pada Tabel 7. perkembangan luas panen komoditas sayuran

dan buah-buahan secara umum meningkat selama periode 2008-2013. Sementara

untuk tanaman florikultura dan biofarmaka relatif fluktuatif dalam periode waktu

yang sama. Rata-rata luas panen komoditas sayuran mencapai lebih dari 1 juta

hektar, sedangkan untuk komoditas buah-buahan rata-rata luas panennya

mencapai 722 ribu hektar. Luas areal tanam komoditas florikultura relatif kecil,

rata-rata 1638 hektar dan untuk luas lahan tanaman biofarmaka rata-rata 20,530

hektar.

Tabel 7. Perkembangan luas panen tanaman hortikultura di Indonesia, 2005-2013

Tahun Sayuran

(000 ha)

Buah-Buahan

(000 ha)

Florikultura

(ha)

Biofarmaka

(ha)

2005 945 717 1,479 18,292

2006 1,008 728 632 22,266

2007 - 757 919 24,525

2008 1,027 781 1,673 23,529

2009 1,078 826 1,997 21,484

2010 1,111 668 2,322 18,263

2011 1,080 823 1,868 16,947

2012 1,089 819 1,912 18,503

2013 1,100 830 1,940 20,963

Rataan 1,055 722 1,638 20,530

Sumber : Pusdatin Kementan, Statistik Pertanian 2012 dan 2014

1) Tanaman hias dalam satuan tangkai meliputi : anggrek, kuping gajah, gladiol, pisang-pisangan,

krisan, mawar, sedap malam, anyelir dan gerbera 2) Merupakan penjumlahan dari jahe, kencur, kunyit, lengkuas, lempuyang, temulawak,

temuireng, temukunci dan dringo.

Ketersediaan luas panen untuk tanaman hortikultura berfluktuasi untuk

semua kelompok tanaman (Tabel 8). Pertumbuhan luas tanam paling tinggi terjadi

pada tanaman florikultura, sedangkan untuk tanaman sayuran, buah-buahan, dan

biofarmaka relatif sama, yaitu berkisar antara 2,29 %/tahun hingga 2,42 %/tahun

selama periode tahun 2005-2013.

Page 22: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

21

Tabel 8. Perkembangan pertumbuhan luas panen tanaman hortikultura di

Indonesia, 2005-2013

Tahun

Sayuran (%/thn)

Buah-Buahan (%/thn)

Florikultura (%/thn)

Biofarmaka (%/thn)

2005/2006 6,68 1,50 -57,26 21,73

2006/2007 - 3,92 45,38 10,15

2007/2008 - 3,25 81,99 -4,06

2008/2009 4,98 5,77 19,39 -8,69

2009/2010 3,01 -19,19 16,29 -14,99

2010/2011 -2,73 23,17 -19,56 -7,21

2011/2012 0,85 -0,43 2,37 9,18

2012/2013 0,96 1,28 1,46 13,29

Rataan 2,29 2,41 11,26 2,42

Sumber : Pusdatin Kementan, Statistik Pertanian 2012 dan 2014

Terkait komoditas unggulan sesuai SK Kementan No. 45/Kpts/PD.200/

1/2015 telah ditetapkan ada empat jenis komoditas, yaitu bawang merah, jeruk,

cabe besar, dan cabe rawit. Perkembangan produksi keempat jenis komoditas

tersebut selama periode 2008-2012 menunjukkan untuk bawang merah terjadi

peningkatan selama periode 2008-2010, namun ada penurunan pada tahun 2011

dan kembali meningkat pada tahun 2012 (Gambar 1).

Gambar 8.1. Perkembangan produksi, luas areal, dan produktivitas komoditas

unggulan hortikultura di Indonesia, 2008-2012

Page 23: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

22

Pola peningkatan/penurunan produksi bawang merah ternyata memiliki

pola yang sama dengan perkembangan luas areal tanamnya. Sementara untuk

produktivitasnya relatif stabil, yaitu berkisar antara 9,28 ton/ha hingga 9,69

ton/ha (Lampiran 5). Stabilnya produktivitas bawang merah menunjukkan bahwa

belum ada penerapan teknologi yang mampu meningkatkan produksi. Oleh karena

itu, peningkatan produksi hanya mengandalkan ketersediaan lahan.

Perkembangan produksi jeruk selama periode 2008-2012 cenderung

menurun seiring penurunan luas areal tanamnya. Daerah sentra penghasil jeruk

yang dominan hanya di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur, tingkat

produktivitasnya relatif stabil bahkan ada kecenderungan menurun dari 35 ton/ha

menjadi 31 ton/ha (Lampiran 5). Kondisi ini menunjukkan bahwa penanganan

budidaya jeruk kurang mendapat perhatian serius. Informasi yang diperoleh dari

Balai Penelitian Jeruk dan Tanaman Tropika, Malang menyatakan bahwa banyak

kendala untuk mengembangkan varietas jeruk dengan kualitas super. Selain

membutuhkan waktu yang lama untuk proses pemuliaan, jumlah pemulia

(breeder) juga relatif terbatas. Kendala lain yang kadang terjadi yaitu alokasi

anggaran untuk pemuliaan tidak dapat terjamin ketersediaannya hingga proses

pemuliaan varietas selesai. Permasalahan-permasalahan tersebut secara tidak

langsung berkontribusi terhadap kurang berkembangnya budidaya jeruk di

Indonesia.

Perkembangan produksi cabai besar dan cabai rawit memiliki pola yang

hampir sama, cenderung meningkat selama periode 2008-2012. Peningkatan

produksi ini selain didukung adanya peningkatan luas areal tanam, juga ada

peningkatan produktivitas (Lampiran 5). Produktivitas cabai besar pada tahun

2008 sebesar 6,37 ton/ha, meningkat menjadi 7,93 ton/ha pada tahun 2012.

Sementara untuk produktivitas cabai rawit mencapai 4,47 ton/ha pada tahun

2008, selanjutnya meningkat menjadi 5,75 ton/ha.

Page 24: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

23

V. PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

Gambaran ekspor sektor pertanian pada data tahun 2014 menunjukkan

ekspor subsektor perkebunan mendominasi dengan pangsa mencapai 95,79%,

urutan kedua dari subsektor peternakan sebesar 1,89 %, sedangkan subsektor

hortikultura dan subsektor tanaman pangan masing-masing 1,65 % dan 0,66%.

Sebaliknya untuk impor sektor pertanian, subsektor tanaman pangan

mendominasi dengan pangsa sebesar 48,27 %, urutan kedua subsektor

peternakan sebesar 23,95 %, sedangkan pangsa subsektor perkebunan dan

subsektor hortikultura masing-masing sebesar 17,50 % dan 10,29 % (Pusdatin

Kementan, 2015).

Untuk produk subsektor hortikultura yang menjadi fokus pembahasan

dalam penelitian ini menunjukkan volume dan nilai impor lebih tinggi dibandingkan

volume dan nilai ekspor selama periode 2008-2014 (Gambar 2). Kondisi ini

menyebabkan neraca perdagangan mengalami defisit, baik volume maupun nilai

perdagangan. Data volume dan nilai ekspor, impor dan neraca perdagangan

secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 2. Perkembangan volume dan nilai ekspor dan impor komoditas

hortikultura di Indonesia, 2008-2014

Page 25: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

24

Perkembangan ekspor hortikultura sejak tahun 2008 sedikit menurun

hingga tahun 2010, selanjutnya meningkat lambat hingga tahun 2014. Sementara

untuk perkembangan nilai ekspor cenderung seiring dengan pola perkembangan

volume ekspor. Komoditas ekspor produk hortikultura yang menjadi andalan pada

tahun 2014, antara lain nenas, cabai, manggis, dan kentang. Total nilai ekspor

keempat jenis komoditas tersebut mencapai US$ 231,65 juta (Pusdatin Kementan,

2015).

Perkembangan volume impor komoditas hortikultura cenderung meningkat

selama periode 2008-2012, selanjutnya menurun tahun 2013 dan sedikit

meningkat pada tahun 2014. Nilai impor terlihat tidak seiring dengan

meningkatnya volume impor. Pada periode 2008-2009, ketika volume impor

meningkat, justru nilainya menurun, hal ini diduga disebabkan perubahan faktor

harga. Pada periode 2009-2012, perubahan nilai impor memiliki pola yang sama

dengan volume impor.

Volume dan nilai impor yang lebih tinggi dibandingkan volume dan nilai

ekspor, menyebabkan neraca perdagangan komoditas hortikultura defisit selama

periode 2008-2014. Defisit neraca volume perdagangan komoditas hortikultura

cenderung meningkat pada periode 2008-2012, selanjutnya defisit neraca volume

menurun akibat volume impor menurun pada tahun 2013.

Pertumbuhan volume dan nilai ekspor dan impor selama periode 2008-2014

bervariasi antar waktu (Tabel 9). Angka rataan pertumbuhan selama periode

2008-2014 menunjukkan bahwa volume ekspor cenderung menurun, sedangkan

nilai ekspor cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 3,8%/tahun.

Peningkatan pertumbuhan nilai ekspor diduga adanya peningkatan harga

beberapa komoditas ekspor.

Page 26: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

25

Tabel 9. Perkembangan pertumbuhan ekspor, impor, dan neraca perdagangan

komoditas hortikultura di Indonesia, 2008-2014

Tahun

Pertumbuhan (%/thn)

Volume

ekspor

Nilai

ekspor

Volume

impor

Nilai

impor

Neraca

volume

Neraca

nilai

2008/2009 (14.66) (12.48) 6.62 (33.99) 18.95 (41.77)

2009/2010 (18.65) 2.90 2.37 20.00 11.11 29.31

2010/2011 4.81 25.74 31.49 30.41 39.61 32.43

2011/2012 0.84 (3.75) 0.58 4.08 0.53 7.30

2012/2013 (7.16) (10.65) (25.26) (12.85) (29.41) (13.66)

2013/2014 21.27 21.23 6.73 6.72 2.34 1.18

Rataan (2.26) 3.83 3.75 2.40 7.19 2.46

Sumber : Pusdatin Kementan, Statistik Pertanian 2012 dan 2014

Keterangan : ( ) angka negatif

Mengacu pada Tabel 9, pertumbuhan volume impor meningkat tajam

(31,49%) pada tahun 2010/2011, sebaliknya pada tahun 2012/2013 terjadi

penurunan relatif tinggi (-25,26%). Pertumbuhan nilai impor menurun tajam

(33,99%) pada tahun 2008/2009, namun selama periode 2008-2014 masih

tumbuh positif sebesar 2,40%/tahun.

Pertumbuhan neraca perdagangan baik volume maupun nilai selama periode

2008-2014 memiliki pertumbuhan positif dengan nilai rataan masing-masing 7,19

%/tahun dan 2,46%/tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa defisit

perdagangan komoditas hortikultura cenderung meningkat. Berdasarkan data

neraca perdagangan produk hortikultura tahun 2014, nenas merupakan komoditas

yang mengalami surplus sebesar US$ 193 juta. Sementara untuk komoditas

lainnya mengalami defisit seperti bawang putih, apel, jeruk, anggur, dan kentang

dengan total defisit sebesar US$ 999,94 juta.

Berdasarkan negara tujuan ekspor komoditas pertanian pada tahun 2014,

ada tiga negara andalan tujuan ekspor, yaitu India, China, dan Amerika Serikat.

Untuk subsektor hortikultura, total ekspor ke India untuk beberapa komoditas

termasuk cabai, nenas, dan lainnya seluruhnya senilai US$ 11,93 juta selama

periode Januari-Desember 2014. Sementara untuk tujuan ekspor ke China,

komoditas hortikultura yang diekspor antara lain pisang, nenas, salak, dan lainnya

dengan total nilai US$ 23,08 juta pada periode yang sama (Pusdatin Kementan,

2015).

Page 27: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

26

Berdasarkan jenis komoditi yang diperdagangkan, dalam tahun terakhir

benih komoditi dengan status net ekspor adalah benih bayam, pare, labu

manis/pumkin, cabe, jagung manis, kankung, buncis, gambas, labu botol dan

terong; sedangkan yang berstatus net impor adalah sawi sawian (hijau dan putih),

wortel dan tomat (Tabel 10).

Tabel 10. Pengeluaran dan pemasukan benih sayuran, 2013-2015

(kg)

No

Komoditas

2013 2014 2015

Penge- luaran

Pema- sukan

Penge- luaran

Pema-sukan

Penge- luaran

Pema- sukan

1. Bayam/Spinach 20 - 2,92 1,7 8,101 1,5

2. Buncis/French bean - - 5,502 - 705 -

3. Cabe/Hot Pepper 1,264 1,646 6,348 2,935 3,875 256

4. Gambas/Luffa - - 882 - 559 -

5. Jagung Manis 270 12,162 2,09 59 1,012 1,93

6. Kacang Panjang - - 3,221 4 - -

7. Kangkung - 300 742,451 251 848,234 -

8. Labu Botol - - 4,204 - 151 -

9. Labu Air/Pumpkin 1,922 - 10,138 - 7,556 57

10. Lobak/Radish 30 - 4,5 - -

11. Mentimun/Cucumber 3,101 - 10,421 - 5,08 -

12. Pare/Bittergourd 537 281 15,176 656 8,035 -

13. Sawi Putih/Chinese cabbage

- 4,88 - - - 3,878

14. Sawi Hijau/Caisim 100 500 75 7,293 - 41,221

15. Sawi Pahit/Mustard - 0 - 121,3 - -

16. Sawi Sendok/Pok Choy - 850 - 12,154 - 6,36

17. Terong/Eggplant - - 196 - 77 -

18. Tomat - 31 546 1,86 527 1,286

19. Wortel - 2,2 - 6,6 - 5,975

Jumlah Biji (kg) 7,214 22,88 804,17 159,312 883,911 62,463

Sumber: Ditjen Hortikultura

VI. Kondisi dan Kinerja Riset Perbenihan Hortikultura

Dalam usaha perbenihan hortikultura di Indonesia, peran swasta dalam

usaha benih buah relatif terbatas kepada buah musiman seperti semangka, melon

dan sejenisnya, namun belum ada yang bergerak dibidang usaha benih tanaman

tahunan seperti jeruk, apel, mangga dan lainnya. Dengan demikian,

pengembangan teknologi dan penyediaan benih bermutu buah tahunan umumnya

mengandalkan peran dari Balai Penelitian lingkup Badan Litbang. Namun demikian

Page 28: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

27

penanganan perbenihan oleh balai penelitian tersebut juga relatif terbatas, seperti

halnya di Balai Penelitian Jeruk dan Tanaman Sub Tropis (Balijestro), perhatian

lebih terfokus kepada tanaman Jeruk, sementara tanaman lain yang juga menjadi

mandatnya seperti Apel, Strawberi, dan lainnya belum ditangangi secara serius.

Upaya Balijestro untuk menyediakan benih jeruk bermutu juga tetap saja tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan.

Berbeda dengan buah, investasi usaha perbenihan sayur oleh swasta (PMA

dan PMDN) tumbuh pesat. Namun demikian secara umum industri perbenihan

hortikultura nasional adalah, sebagai berikut: (a) industri benih hortikultura

dikuasai oleh investasi asing (PMA), (b) beberapa tahun terakhir impor benih

meningkat pesat, (b) plasma nuftah benih sayur yang umumnya merupakan

sayuran sub tropis sebagian besar masuk ke Indonesia secara illegal, (3) benih

tersebut umumnya dikuasai oleh perusahaan besar, dan (4) belum berperannya

Balitsa dan perguruan Tinggai dalam menghasilkan benih bermutu (sangat

terbatas).

Balitsa sebagai institusi penelitian sayuran pemerintah menghadapi kendala

semakin dibatasinya tugas yang diberikan yaitu hanya kepada penelitian dasar

untuk komoditi cabe, bawang merah dan kentang. Dana yang diberikan juga

terbatas dan terfokus kepada ketiga komoditi tersebut. Namun demikian peneliti

juga berupaya menjaga kegiatan penelitian dasar untuk komoditi lain yang selama

ini digelutinya, sehingga dana yang ada juga harus berbagi untuk kegiatan lain

tersebut. Dana penelitian juga dirasakan semakin kecil.

Pada era otonomi daerah dimana posisi BBI dan BBU berada di pemerintah

daerah (tidak lagi dibiayai dana pusat) dirasakan terjadinya penurunan fungsi BB

tersebut sehingga menghambat alur diseminasi teknologi perbenihan yang

dihasilkan oleh Balitsa.

Upaya kerjasama Balitsa dengan swasta telah dilakukan, namun yang baru

berjalan terbatas kepada produsen swasta kecil dan pemula, sementara

perusahaan benih swasta besar justru memandang hasil produk yang dihasilkan

Balitsa kurang bersaing/kurang bernilai komersial. Balitsa menghadapi kendala

berkaitan dengan lamanya waktu untuk menghasilkan varietas. Untuk itu peneliti

Page 29: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

28

balitsa mengharapkan output penelitian dan bidang kerjasama dengan swasta bisa

dimulai dari galur. Balitsa juga selama ini lebih terfokus kepada kegiatan penelitian

perbenihan yang open pollination, dan baru melangkah ke hibrida.

Lebih jauh lagi, keberadaan sumberdaya peneliti di Balitsa khususnya dan

Puslitbanghort umumnya berkurang, baik dari segi kualitas dan kuantitas karena

sebagian telah dan akan segera pensiun sementara rekruitmen baru dan

pendidikan lanjutan dibatasi. Akibatnya, jumlah dan komposisi tenaga peneliti di

bidang hortikultura tidak memenuhi ‘critical mass’ dan mengalami ketimpangan.

Jumlah tenaga peneliti utama bidang ‘pemuliaan’ di Balitsa, misalnya, sangat

terbatas untuk memenuhi kebutuhan. Sebagian dari tenaga di bidang pemulian di

Balitsa merupakan tenaga teknisi. Kalau situasi ini dibiarkan berlangsung lama,

tidak mustahil bila subsektor hortikultura akan semakin tertinggal, pasar Indonesia

akan semakin kebanjiran baik benih maupun produk hortikultura.

Terbatasnya sumberdaya penelitian dan peneliti, khususnya jumlah tenaga

peneliti pemulia, di Balitsa juga merupakan kendala tersendiri untuk menghasilkan

dan mengembangkan varietas unggul baru sayuran. Situasi ini juga membuat

Balitsa menghadapi keterbatasan untuk melakukan kerjasama dengan Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) untuk mengawal diseminasi teknologi dan

uji-multilokasi varietas serta untuk menghasilkan benih induk unggul yang sangat

dibutuhkan oleh penakar benih. Disamping itu Balitsa juga tidak dapat memenuhi

harapan untuk melakukan pengawalan pengadaan benih sebar yang dilakukan

para penakar benih di seluruh wilayah tanah air.

Dalam kondisi seperti ini, keberadaan perusahaan perbenihan BUMN dan

swasta, baik PMDN maupun PMA, menjadi keharusan. Sementara PMDN belum

tertarik untuk masuk di industri perbenihan (terbukti dari pertumbuhannya yang

relatif lambat), maka keputusan pemerintah untuk membatasi secara ketat

keberadaan PMA, bukan keputusan yang tepat karena akan berakibat terpuruknya

subsektor hortikultura untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap produk

hortikultura yang terus meningkat. Jika aturan pembatasan kepemilikan modal

asing masimal 30%, sebagaimana tertuang dalam UU No UU 13 tahun 2010,

Page 30: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

29

hampir dipastikan beberapa tahun mendatang Indonesia akan kebanjiran impor

benih dan produk hortikultura.

Melonggarkan ketentuan investasi bidang perbenihan hortikultura kedalam

Paket Kebijakan ke-X tentang DNI tidak memungkinkan karena terkendala oleh UU

No 13 tahun 2010 yang masih berlaku sampai saat ini. Melihat potensi dampak

akibat dibatasinya kepemilikan asing maksimal 30%, sebagaimana tertuang dalam

pasal 100 ayat 3 UU No UU 13 tahun 2010, maka sebaiknya pemerintah untuk

mengeluarkan Perpu untuk menggatikan UU No 13 tahun 2010 tersebut. Dengan

keluarnya Perpu, maka pemerintah dapat segera melakukan revisi Paket Kebijakan

no X dengan memasukan revisi (melonggarkan) batas maksimum kepemilikan

modal asing bidang perbenihan hortikultura.

VII. Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Sebagai negara dengan potensi sumberdaya yang dimilikinya, seharusnya

indonesia dapat menjadi eksportir utama produk pertanian, termasuk produk

hortikultura tropis. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan produksi

pertanian yang berdaya saing, dengan mendayagunakan semaksimal mungkin

potensi sumberdaya yang dimiliki dan membuka peluang pengembangan

usaha pertanian melalui kegiatan investasi di sektor pertanian umumnya dan

hortikultura khususnya. Jika kenyataan selama ini kinerja PMDN di subsektor

hortikultura masih sangat terbatas, maka PMA seharusnya dapat menjadi

alternatif untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan daya saing produk

hortikultura, sehingga Indonesia mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri

dan juga menjadi eksportir utama produk hortikultura tropis.

2. Kegiatan investasi dan perdagangan tidak dapat dipisahkan. Kemampuan

untuk meningkatkan ekspor produk pertanian sangat ditentukan oleh investasi

untuk meningkatkan produksi dan nilai tambah produk pertanian. Idealnya

untuk memaksimalkan nilai tambah, kegiatan investasi usaha pertanian dapat

dilakukan sebesar-besarnya oleh pelaku usaha domestik (PMDN), namun

kenyataannya hal ini belum dapat sepenuhnya dilakukan, sehingga dibutuhkan

Page 31: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

30

investasi asing (PMA). Disamping membantu peningkatan produksi dan

ketersediaan produk dalam negeri, PMA juga berguna dalam rangka

mendorong alih teknologi untuk dapat menghasilkan produk secara efisien,

berkualitas dan berdaya saing.

3. Upaya untuk lebih melonggarkan persyaratan kepemilikan asing (PMA) di

bidang usaha perbenihan hortikultura tidak dapat dilakukan karena akan

bertentangan dengan perintah UU No. 13/2010 tentang Hortikultura. Oleh

karena itu, Paket Kebijakan ke-X tahun 2016 belum termasuk bidang usaha

perbenihan hortikultura. UU 13 tahun 2010 mengharuskan pananaman modal

asing maksimal 30% (pasal 100 UU 13/2010) dan untuk itu PMA yang memiliki

modal diatas ketentuan tersebut harus melakukan divestasi.

4. Sampai saat ini, aturan tentang keharusan divestasi modal PMA tersebut belum

berjalan sebagaimana mestinya, meskipun beberapa PMA mulai melalukan

analisa alternatif divestasi apabila aturan harus dilaksanakan. Di PT Namddhari

Seed, misalnya, beberapa alternatif divestasi mulai dikaji antara lain: (a)

merger dengan peruashaan PMDN sejenis, (b) go publik, (c) penambahan aset,

dan (d) pengalihan pemilikan aset ke staf dan karyawan.

5. Namun perlu disadari dan diantisipasi bahwa pembatasan kepemilikan modal

asing (PMA) ini menjadi dilematis karena dikuatirkan akan menjadi

penghambat pertumbuhan sub-sektor hortikultura yang berakibat terjadinya

stagnasi produksi, produktivitas dan nilai tambah produk hortikultura. Akibat

lebih lanjut, Indonesia tidak akan mampu memenuhi permintaan domestik

produk hortikultura yang terus meningkat sehingga akan semakin tergantung

impor.

6. Keberadaan perusahaan benih PMA dinilai tidak berpengaruh besar terhadap

industry benih dalam negeri (PMDN). Hal ini karena disamping pasar benih

dalam negari cukup besar dan belum tergarap sepenuhnya, juga karena

masing masing produk yang dihasilkan mempunyai pangsa pasar sendiri.

Keberadaan PMA benih dinilai dibutuhkan terutama untuk penyediaan benih

yang memang tidak bisa dihasilkan di dalam negeri seperti kubis ubisan

(brasica). Keberadaan PMA benih juga dinilai positip dalam alih teknologi

Page 32: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

31

perbenihan ke petani domestic (karena hampir seluruh produksi benih

bekerjasama dangan petani local) dan sumber plasma nuftah dan teknologi

benih.

7. Terbatasnya sumberdaya penelitian dan peneliti, khususnya jumlah tenaga

peneliti pemulia, di Balitsa juga merupakan kendala tersendiri untuk

menghasilkan dan mengembangkan varietas unggul baru sayuran, termasuk

menghasilkan benih induk unggul yang dibutuhkan oleh penakar benih. Situasi

ini juga membuat Balitsa menghadapi keterbatasan untuk melakukan

kerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) untuk

mengawal diseminasi teknologi dan uji-multilokasi varietas unggul yang

dihasilkan. Para peneliti Balitsa juga tidak dapat turut melakukan pengawalan

untuk pengadaan benih sebar yang dilakukan para penakar benih di seluruh

wilayah tanah air.

8. Dalam kondisi seperti ini, keberadaan perusahaan perbenihan BUMN dan

swasta, baik PMDN maupun PMA, menjadi keharusan. Sementara PMDN belum

tertarik untuk masuk di industri perbenihan (terbukti dari pertumbuhannya

yang relatif lambat), maka keputusan pemerintah untuk membatasi secara

ketat keberadaan PMA, bukan keputusan yang tepat karena akan berakibat

terpuruknya subsektor hortikultura untuk memenuhi permintaan masyarakat

terhadap produk hortikultura yang terus meningkat. Jika aturan pembatasan

kepemilikan modal asing masimal 30%, sebagaimana tertuang dalam UU No

UU 13 tahun 2010, hampir dipastikan beberapa tahun mendatang Indonesia

akan kebanjiran impor benih dan produk hortikultura.

9. Melonggarkan ketentuan investasi bidang perbenihan hortikultura kedalam

Paket Kebijakan X tentang DNI tidak memungkinkan karena terkendala oleh

UU No 13 tahun 2010 yang masih berlaku sampai saat ini. Melihat potensi

dampak akibat dibatasinya kepemilikan asing maksimal 30%, sebagaimana

tertuang dalam pasal 100 ayat 3 UU No UU 13 tahun 2010, maka sebaiknya

pemerintah untuk mengeluarkan Perpu untuk menggatikan UU No 13 tahun

2010 tersebut. Dengan keluarnya Perpu, maka pemerintah dapat segera

melakukan revisi Paket Kebijakan no X dengan memasukan revisi

Page 33: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

32

(melonggarkan) batas maksimum kepemilikan modal asing bidang perbenihan

hortikultura.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia : Perkembangan Investasi PMA

sektor pertanian 2009-2015. Jakarta.

[Kementan] Keputusan Menteri Pertanian Nomor 45/Kpts/PD.200/1/2015 tentang

penetapan kawasan cabai, bawang merah, dan jeruk nasional. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2012

tentang rekomendasi impor produk hortikultura. Berita Negara Republik Indonesia No. 148 Tahun 2012. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/2/2012

tentang pemasukan dan pengeluaran benih hortikultura. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/Permentan/OT.140/7/2011

tentang pendaftaran varietas hortikultura. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/6/2012 tentang persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk

pemasukan buah-buahan segar dan sayuran buah segar. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/6/2012

tentang persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan umbi lapis segar ke dalam wilayah negara Indonesia.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/SR.120/8/2012 tentang produksi, sertifikasi, dan pengawasan peredaran benih. Berita Negara Republik Indonesia No. 818 Tahun 2012. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/OT.140/9/2012 tentang rekomendasi impor produk hortikultura. Jakarta.

[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian Nomor 76/Permentan/OT.140/12/2012 tentang syarat dan tatacara penetapan produk unggulan hortikultura. Jakarta.

[Permendag] Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang ketentuan impor produk hortikultura. Jakarta.

[Permendag] Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60/M-DAG/PER/9/2012 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang ketentuan impor produk hortikultura. Jakarta.

Page 34: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

33

[Perpres] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang

daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Jakarta.

[Perpres] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan

persyaratan di bidang penanaman modal. Jakarta.

[Perpres] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan

persyaratan di bidang penanaman modal. Jakarta.

[Pusdatin Kementan] Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

2012. Statistik Pertanian 2012.

[Pusdatin Kementan] Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

2014. Statistik Pertanian 2014.

[Pusdatin Kementan] Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. 2015. Buletin Triwulanan Ekspor Impor Komoditas Pertanian, Volume 7

No.1.

[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang

hortikultura. Jakarta.

Page 35: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

34

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perkembangan volume penjualan benih bayam PT. A, 2013-2015

Provinsi Penjualan (kg)

2013 2014 2015

Sumut - Aceh 3,197.42 4,125.02 2,630.12

Sumbar - Riau 2,658.91 2,591.86 4,383.53

Jambi 1,884.80 2,094.79 1,753.41

Sumsel 5,721.71 5,374.15 7,452.01

Babel - Kepri 918.84 603.58 1,315.06

Bengkulu 3,830.18 2,966.27 4,383.53

Lampung 3,574.38 3,431.06 4,383.53

Jabar - Banten 1,130.88 974.77 1,315.06

Jateng - DIY 2,958.46 1,946.31 3,945.18

Jatim 1,255.41 2,139.98 3,945.18

Papua - Maluku 2,207.91 2,562.81 3,945.18

Bali - Nustra 306.28 103.29 438.35

Sulawesi 3,348.88 1,742.97 1,753.41

Kalimantan 652.95 1,620.31 2,191.77

Total 33,657.10 32,277.18 43,835.34

Sumber : PT.A, 2016

Lampiran 2. Perkembangan volume penjualan benih buncis PT.A, 2013-2015

Provinsi Penjualan (kg)

2013 2014 2015

Sumut - Aceh 1,977.77 3,224.25 546.43

Sumbar - Riau 1,644.67 2,025.88 910.72

Jambi 1,165.84 1,637.35 364.29

Sumsel 3,539.16 4,200.60 1,548.22

Babel - Kepri 568.35 471.78 273.22

Bengkulu 2,369.16 2,318.53 910.72

Lampung 2,210.94 2,681.83 910.72

Jabar - Banten 699.5 761.91 273.22

Jateng - DIY 1,829.95 1,521.30 819.65

Jatim 776.53 1,672.67 819.65

Papua - Maluku 1,365.70 2,003.17 819.65

Bali - Nusra 189.45 80.73 91.07

Sulawesi 2,071.45 1,362.36 364.29

Kalimantan 403.88 1,266.49 455.36

Total 20,818.60 25,228.85 9,107.20 Sumber : PT.A, 2016

Page 36: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

35

Lampiran 3. Perkembangan volume penjualan benih cabe keriting PT.A, 2013-

2015

Provinsi Penjualan (kg)

2013 2014 2015

Sumut - Aceh 51.00 95.37 34.61

Sumbar - Riau 42.41 59.92 57.69

Jambi 30.06 48.43 23.08

Sumsel 91.26 124.25 98.07

Babel - Kepri 14.65 13.95 17.31

Bengkulu 61.09 68.58 57.69

Lampung 57.01 79.33 57.69

Jabar - Banten 18.04 22.54 17.31

Jateng - DIY 47.19 45.00 51.92

Jatim 20.02 49.48 51.92

Papua - Maluku 35.21 59.25 51.92

Bali - Nusra 4.88 2.39 5.77

Sulawesi 53.41 40.30 23.08

Kalimantan 10.41 37.46 28.84

Total 536.81 746.24 576.89

Sumber : PT.A, 2016

Lampiran 4. Perkembangan jumlah barang inventaris PT.A, 2013-2015

No. Jenis Barang Jumlah (unit)

Keterangan 2013 2014 2015

1. Gudang penyimpanan terkendali 2. Mesin brushing 1 1 1

3. Mesin blowup 1 1 1 4. Mesin air seperator 1 1 1

5. Mesin pewarna 1 1 1

6. Mesin labeling switch 1 1 1 7. Mesin horizontal packing 1 1 1 8. Mesin vertikal packing 1 1 1 9. Kolam limbah prosessing - - 1 10. Phytopatologi

Laminar 1 1 1

Autoclaf 1 1 1

Microskop 1 1 1

Micropipet (set) 1 1 1

Screen house 1 1 1 Uk. 10 x 10 M2

11. Lab. quality control

Magnifer lampu 1 1 1

Timbangan digital and 1 1 1

Moisture meter keet 1 1 1

Mousiture meter gmk 1 1 1

Oven memert 1 1 1

Grinder 1 1 1

Desikator 1 1 1

Devaider 1 1 1

Page 37: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

36

Truck pengiriman 1 1 2

Mobil 5 5 9

Motor 3 4 5

12. R & D

Screen house 2 3 5 luasan 24 x 8 M2

Lahan R & D 3 ha 3 ha 3 ha

Traktor 1 1 1

Lahan R & D Jember 0.25 ha 0.25 ha 0.25 ha

13. Produksi

Mesin prosesing cabe 1 1 2

Mesin prosesing bayam 2 2 4

Semangka - - 1

Mesin cuci 4 4 4

Screen house - - 3

Mesin grading 2 2 2

Mesin blower 3 3 3

Mesin treser 2 4 6

Luasan lahan petani mitra 200 ha 230.5 ha

235.5

ha 14. Sumber Daya Manusia (SDM)

Staff 90 org 94 org 99 org

Karyawan harian 40 org 45 org 58 org

Sumber : PT. A, 2016

Lampiran 5. Perkembangan produksi, luas areal, dan produktivitas komoditas unggulan hortikultura, 2008-2012

Jenis Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012

Produksi (ton)

Bawang Merah 853,615 965,164 1,048,934 893,124 964,195

Cabe Besar 695,707 787,433 807,160 888,810 954,310

Cabe Rawit 457,353 591,294 521,704 594,204 702,214

Jeruk 2,467,632 2,131,768 2,026,689 1,818,949 1,611,768

Luas Areal (ha)

Bawang Merah 91,339 104,009 109,634 93,667 99,519

Cabe Besar 109,178 117,178 122,755 121,063 120,275

Cabe Rawit 102,388 116,726 114,350 118,707 122,091

Jeruk 68,673 60,190 57,026 51,688 51,795

Produktivitas (ton/ha)

Bawang Merah 9.35 9.28 9.57 9.54 9.69

Cabe Besar 6.37 6.72 6.58 7.34 7.93

Cabe Rawit 4.47 5.07 4.56 5.01 5.75

Jeruk 35.93 35.42 35.54 35.19 31.12

Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian, Statistik Pertanian 2012 dan 2014

Page 38: DAMPAK PENGETATAN INVESTASI ASING TERHADAP …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2016_11.pdf · 2019-02-18 · Laporan Analisis Kebijakan ... Kunjungan/pengecekan singkat

37

Lampiran 6. Perkembangan ekspor, impor, dan neraca perdagangan komoditas

hortikultura Di Indonesia, 2008-2014

Tahun

Ekspor Impor Neraca

Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai

(000 ton) (US$ juta) (000 ton) (US$ juta) (000 ton) (US$ juta)

2008 524.5 433.9 1,430.0 1,632.2 (905.5) (1,198.3)

2009 447.6 379.7 1,524.7 1,077.5 (1,077.1) (697.7)

2010 364.1 390.7 1,560.8 1,293.0 (1,196.7) (902.2)

2011 381.6 491.3 2,052.3 1,686.1 (1,670.6) (1,194.8)

2012 384.8 472.9 2,064.3 1,755.0 (1,679.4) (1,282.1)

2013 357.3 422.5 1,542.7 1,529.4 (1,185.4) (1,106.9)

2014 433.3 512.2 1,646.5 1,632.2 (1,213.2) (1,120.0)

Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian (data BPS diolah)

Keterangan : ( ) angka negatif