Tinjauan Pustaka
Cumulative Trauma Disorders pada
Carpal Tunnel Syndrome akibat Pajanan Kerja
Fitry Hardiyanti
102011059
20 Oktober 2014
Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana
Jakarta 2014
Jl.Terusan Arjuna N0.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061
Fax. 021-5631731
Email : [email protected]
Tutor : dr. Setiawan Aslim
Pendahuluan
Kesehatan adalah factor sangat penting bagi produktivitas dan
peningkatan tenaga kerja selaku sumber daya manusia.kondisi
kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas
kerja yang baik pula. Gangguan kesehatan dan daya kerja juga
dikarenakan oleh berbagai factor yang bersifat fisik, kimiawi,
biologis, fisiologis dan atau mental psikologis yang terdapat dalam
lingkungan kerja. Atas dasar tingginya kesadaran mengenai perlu dan
pentingnya kesehatan bagi produktivitas tenaga kerja, maka telah
berkembang ilmu hiperkes dan prakteknya yang bertujuan mewujudkan
tenaga kerja sehat dan produktif dengan menyelenggarakan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative bagi komunitas
tenaga kerja. Dalam scenario 8 ini, adalah membahas mengenai
cumulative trauma disorders pada musculosceletal disorders yang
mengenai manus dekstra akibat Pajanan Kerja pada seseorang yang
berprofesi sebagai pedagang rujak ulek. Musculoskeletal disorders
(MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara
berulang dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan
berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).
Musculoskeletal disorders termasuk dari pembengkakan dan dampak
degenarif kondisi otot, tendon, ligament, sendi pembuluh perifer
dan pembuluh darah. Bagian utama tubuh yang terlibat adalah
punggung, leher, bahu, lengan bawah dan tangan (extrimitas bagian
atas), meskipun bagian extrimitas bawah perlu juga mendapatkan
perhatian lebih. Kejadian MSDs terdapat pada banyak negara, yang
berdampak pada pengeluaran biaya pengobatan dan juga penurunan
kualitas hidup. Pada banyak negara, kejadian tersebut banyak
terkait oleh penyakit akibat kerja.Scenario 8 Seorang perempuan
berusia 30 tahun dating ke klinik dengan keluhan nyeri pada tangan
kanan. Keluhan dirasakan sejak satu minggu terakhir terutama selama
kerja dan selesai kerja. Kesemutan pada jari-jari tangan, pekerjaan
sebagai tukang rujak ulek. Tanda-tanda vital dalam batas normal,
status lokalisasi look veel move saat menggerakan manus
dextra.Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (kerja)
dan Nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi
tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau
secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, dan
desain/perancangan. Ergonomi berhubungan pula dengan optimasi,
efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat
kerja, di rumah ataupun di tempat rekreasi.
Pada dasarnya ergonomi dapat menciptakan lingkungan kerja yang
dapat:
Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya
Menurunkan biaya kecelakaan kerja
Menurunkan kunjungan berobat
Mengurangi ketidakhadiran pekerja
Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja
Meningkatkan tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja
Di bawah ini merupakan beberapa fakta yang didapati dari
berbagai penelitian yang berhubungan dengan faktor-faktor risiko
dalam bekerja yang berhubungan dengan ergonomi; Kelainan trauma
kumulatif (Cummulative trauma disorders/CTDs) yang juga disebut
tekanan berulang telah teridentifikasi berdasarkan
keterangan-keterangan penyakit yang menggambarkan pekerjaan
spesifik: bahu tukang angkat batu bata, ibu jari pengawas binatang,
pergelangan tangan tukang jahit, dan kram seorang telegrafis.
Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan gerak berulang (repetitive
motion) adalah tunnel syndrome, syndrome, epicondylitis,
DeQuervains syndrome, thoracic outlet, shoulder tendinitis, cubital
tunnel, ganglion, tendinits, tendosynovitis, ulnar nerve.Cumulative
Trauma Disorders(CTDs)
Pengertian CTDsCumulative Trauma Disorders (CTDs) adalah
sekumpulan gangguan atau kekacauan pada sistem muskuloskeletal
(musculosceletal disorders) berupa cedera pada syaraf, otot,
tendon, ligamen, tulang dan persendian pada titik-titik ekstrim
tubuh bagian atas (tangan, pergelangan, siku dan bahu), tubuh
bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul) dan tulang belakang
(punggung dan leher).Cumulative trauma disorders dibagi menjadi 4
kategori yaitu, tendon disorders, nerve disorders, neurovascular
diorders, bone disorders. jenis penyakit akibat dari CTD ini adalah
carpal tunnel syndrome, tenosynovitis, reynauds phenomena, cacat
pada punggung, tendonitis, dan tringger finger. Seringkali CTDs
tidak terlihat dan sangat jarang memperlihatkan tanda awal yang
nyata. CTDs terjadi di bawah permukaan kulit dan menyerang
jaringan-jaringan lunak seperti otot, tendon, syaraf dan lain-lain.
Oleh karenanya CTDs sering disebut juga musculoskeletal disorders
(MSDs). Sikap tubuh yang dipaksakan adalah salah satu penyebab umum
CTDs. Kemunculannya sering tidak disadari sampai terjadinya
inflamasi, syaraf nyeri dan mengerut, atau aliran darah tersumbat.
CTDs biasanya muncul dalam bentuk sindrom terowongan carpal (carpal
tunnel syndrome), tendinitis, tenosinovitis dan bursitis.Selain
musculoskeletal disorders (MSDs), beberapa istilah lain yang sering
digunakan untuk menyebut CTDs adalah Work-related Musculoskeletal
Disorders (WMSDs), Repetitive Strain Injuries (RSI) atau Overuse
Syndrome.1. Diagnosis klinis
Sebelum menentukan penyakit pasien akibat hubungan kerja atau
bukan adalah pertama kita harus mendiagnosa penyakit klinisnya.
Dimana pada scenario 8 ini perempuan seorang tukang rujak ulek
datang ke klinik dengan keluhan nyeri pada tangan kanan dan
kesemutan, keluhan dirasakan sejak 1 minggu terakhir, terutama saat
bekerja dan selesai bekerja.status lokalisasi look veel move saat
menggerakan manus dekstra.Anamnesis
Identitas pasien : nama, usia, alamat, pekerjaan (tanyakan lebih
spesifik)
keluhan utama : pasien adalah nyeri pada tangan kanan dan
kesemutan. Riwayat penyakit sekarang dengan keluhan dirasakan sejak
1 minggu terakhir, terutama saat bekerja dan selesai bekerja.status
lokalisasi look veel move saat menggerakan manus dekstra. Frekuensi
nyeri? Nyeri dirasakan pada pagi hari, malam hari atau setiap kali?
Onset? Nyeri di rasa pada daerah mana? Ada panas pada tangan? Atau
reaksi peradangan seperti merah dan bengkak? Bagaimana
pergerakannya? Sudah di obati atau belum? Riwayat penyakit dahulu,
apakah pernah trauma? Apakah pernah dirawat dirumah sakit karena
penyakit lain? Atau ada riwayat Rematoid artritis? Bagaimana pola
makan, apakah sering mengkonsumsi kadar purin dalam jumlah besar?
Adakah riwayat diabetes mellitus? Riwayat penyakit keluarga :
apakah dikeluarga ada yang mengelami hal yang sama?
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Inspeksi : struktur anatomi tangan, simetris atau tidak? warna
kulit? Adakah pembengkakan pada sendi? Deformitas? Gambaran
pembuluh darah? Kontur tangan dorsal dan palmar (pergelangan
tangan, tangan, jari, tenar, hipotenar) Palpasi : meraba permukaan
dorsal dan palmar carpal, MCP, PIP, DIP, teraba hangat/tidak?
Nyeri/tidak?
Pergerakan : melakukan gerakan fleksi, ekstensi, adduksi,
abduksi, oposisi, pronasi, supinasi, eversi, inversi pergelangan
tangan, rotasi, sirkumduksi. Tes sensoris jari Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan diagnosa STK:1a. Flick's sign. Penderita diminta
mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila
keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK.
Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit
Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan
adanya atrofi otot-otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara
manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk
melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1 dipertemukan
dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada
ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan
meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau
menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan
secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul
gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara
maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes
ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini
sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK.
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas
tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes
ini menyokong diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa bila timbul
parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau
dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan
sedikit dorsofleksi.
h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal
dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik
timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan
ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit
tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat
membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih
dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan
menyokong diagnosa.
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah
innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa
STK.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan sinar X
terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada
penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra.
USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama
yang akan dioperasi.Pemeriksaan laboratorium Bila etiologi STK
belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan
tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti
kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
Carpal Tunnel Syndrome
Carpal tunnel syndrome adalah salah satu jenis cumulative trauma
disorders (CTD) yang disebabkan terjebaknya nervus medianus dalam
terowongan carpal pada pergelangan tangan, dengan gejala nyeri,
kebas dan kesemutan pada jari-jari dan tangan di daerah persa-rafan
nervus medianus2.Carpal tunnel syndrome adalah 8 tulang karpal
dipergelangan tangan yang dibungkus oleh selaput tendon (flexor
retinaculum / ligament transversum) tendon pada otot flexor jari
melewati (terdapat selaput synovial) tunnel terdapat median nervus
yang berfungsi mengontrol pergerakan jari-jari tangan dan juga
sebagai penggerak pada otot thenar pada dasar ibu jari dan kedua
otot kecil lumbrikal pada jari manis dan jari tengah. Median nervus
salah satu dari 3 syaraf yang utama pada anggota gerak bagian atas
sebagai penggerak, sensoris, dan otomatis fibers, fleksi dan
ekstensor pada pergelangan tangan yang berulang ulang biasa
menyebabkan penebalan pada selaput tendon, pembengkakan selaput
tendon atau tenosynovitis. Sedangkan peningkatan tekanan pada
median nervus akan menyebabkan terjadinya carpal tunnel
syndrome.
Sindroma Terowongan Karpal (STK) merupakan neuropati tekanan
atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal
pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum.
Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median
thenar neuritis atau partial thenar atrophy. STK pertama kali
dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada
kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal.
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan
tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan
sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus.
Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan
yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor
retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament)
yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut.
Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus
medianus
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenese dari STK. Sebagian
besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik clan vaskular
memegang peranan penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi
secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang
berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan
intravasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.
Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan
nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan
berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut
(mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah).
Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural
yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan
digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus
medianus terganggu secara menyeluruh.Pada STK akut biasanya terjadi
penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi
gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik
ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf
terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan
invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi
saraf terganggu.3-5Gejala klinis karakteristik parastesia, nyeri,
lemah pada jari-jari menurut distribusi N. medianus distal gejala
khas tadi memburuk malam hari ataupun sesudah fleksi yang lama
misal : pengemudi mobil
hilangnya rasa raba permukaan tangan sebelah medial
kelemahan tenar/atrofi
kesemutan dari pergelangan ke bawah
EMG, hubungan dengan kerja dinilai secara hati-hati, penggunaan
tangan, posisi tangan & sering atau beratnya kekuatan atau
tekanan pada pergelangan tangan atau vibrasi.
Gejala berkurang sesudah istirahat kerja
2. Pajanan yang dialami
Secara garis besar, faktor-faktor ergonomi yang menyebabkan
resiko MSDs dapat dipaparkan sebagai berikut:
Repetitive MotionRepetitive Motion atau melakukan gerakan yang
sama berulang-ulang. Resiko yang timbul bergantung dari berapa kali
aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam
pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam
kerja tersebut. Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan
ketegangan pada syaraf dan otot yang berakumulatif. Dampak resiko
ini akan semakin meningkat apabila dilakukan dengan postur/posisi
yang kaku dan penggunaan usaha yang terlalu besar. Awkward
PosturesSikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang
diterima otot pada saat aktivitas dilakukan. Awkward postures
meliputi reaching, twisting, bending, kneeling, squatting, working
overhead dengan tangan maupun lengan, dan menahan benda dengan
posisi yang tetap. Sebagi contoh terdapat tekanan/ketengan yang
berlebih pada bagian low back.
Contact stressesTekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan
karena sisi tepi atau ujung dari benda yang berkontak langsung. Hal
ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf maupun aliran darah.
Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi yang
keras/tajam pada meja secara kontinu.
VibrationGetaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh
atau seluruh tubuh kontak dengan benda yang bergetar seperti
menggunakan power handtool dan pengoperasian forklift mengangkat
beban.
Forceful exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)
Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung
pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas,
postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya.
Duration Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam
melakukan suatu pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan
pekerjaan yang sama akan semakin tinggi resiko yang diterima dan
semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaganya.
Static Posture Pada waktu diam, dimana pergerakan yang tak berguna
terlihat, pengerutan supplai darah, darah tidak mengalir baik ke
otot. Berbeda halnya, dengan kondisi yang dinamis, suplai darah
segar terus tersedia untuk menghilangkan hasil buangan melalui
kontraksi dan relaksasi otot.
Physical Environment; Temperature & Lighting Pajanan pada
udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat
pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak daya
sentuh. penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja
dapat menurunkan resiko ergonomik. tekanan udara panas dari panas,
lingkungan yang lembab dapat menurunkan seluruh tegangan fisik
tubuh dan akibat di dalam panas kelelahan dan heat stroke. Begitu
juga dengan pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu
fungsi organ tubuh, seperti halnya pekerjaan menjahit yang didukung
oleh pencahayaan yang lemah mengakibatkan suatu tekanan pada mata
yang lama-lama membuat keruasakan yang bisa fatal.
Other Conditionkekurangan kebebasan dalam bergerak adalah
dipertimbangkan sebagai faktor resiko, ketika pekerjaan operator
dengan sepenuhnya telah di perintah oleh orang lain. kandungan
kerja dan pengetahuan dipertimbangkan faktor resiko yang lain,
ketika operator hanya melakukan satu tugas dan tidak memeliki
kesempatan untuk belajar satu macam kemampuan ataun tugas. faktor
tambahan dimasukkan organisasi asfek sosial, tidak dikontrol
gangguan, ruang kerja, beratnya bagian kerja, dan sift kerja.6,73.
Hubungan pajanan dan penyakit Gerakan tangan berulang secara terus
menerus
Hanya mengandalkan sebelah tangan dan tidak secara
bergantian
Pergerakan tangan yang cepat
Penekanan tangan yang berlebihan
Hanya bertumpu pada jari tangan dan bukan semua tangan4. Pajanan
cukup besar
Patogenesis dan Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome Patogenesis
CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling
populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan
teori getaran. Teori insufisiensi mikro - vaskular mennyatakan
bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan
oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan
kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan
fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan
cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik
gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama
dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap
gejala untuk iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler
laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam
saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal
transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung
teori iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan
karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi
sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah
sistolik . Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada
median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan
mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu. Menurut
teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan
jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal
tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median
dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam.
Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik,
dan trauma.14 Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor
mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya CTS.
Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor
retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus.
Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian
tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.
Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga
terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan
nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari
akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau
diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis
epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi
nervus medianus terganggu secara menyeluruh Selain akibat adanya
penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan
gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik
ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf
terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut.
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS
terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal
transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT
yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi
fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT minimal 25 lebih mungkin
untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai
berat badan ramping. American Obesity Association menemukan bahwa
70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap
peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat.8Kualitatif :
cara/proses kerja, lama kerja, lingkungan kerja
Faktor Penyebab CTDsSecara pasti hubungan sebab dan akibat
faktor penyebab timbulnya CTDs sulit untuk dijelaskan. Namun ada
beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan
atau memberikan kontribusi terhadap timbulnya CTDs. Faktor-faktor
resiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu
pekerjaan, lingkungan dan manusia/pekerja.A. Faktor
pekerjaanBeberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan penyebab
timbulnya CTDs adalah :
1. Gerakan berulang
Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang
terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi
terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika
pekerjaan dilakukan dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat
cepat dan waktu pemulihan kurang.2. Sikap paksa tubuh
Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam posisi duduk
maupun berdiri akan meningkatkan risiko terjadinya CTDs.
Posisi-posisi tubuh yang ekstrim akan meningkatkan tekanan pada
otot, tendon dan syaraf.3. Manual handling
Salah satu penyebab terjadinya cedera muskuloskeletal adalah
pekerjaan manual handling. Manual handling adalah pekerjaan yang
memerlukan penggunaan tenaga yang besar oleh manusia untuk
mengangkat, mendorong, menarik, menyeret, melempar, dan
membawa.
4. Peralatan kerja tidak sesuai
Penggunaan alat-alat yang menekan tajam ke telapak tangan dan
menimbulkan iritasi pada tendon bisa menyebabkan terjadinya CTDs.
Cara memegang alat atau benda dengan menekankan jari-jari ke ibu
jari atau membawa benda dengan posisi pegangan pada titik yang jauh
dari pusat gravitasinya juga bisa menimbulkan CTDs. B. Faktor
lingkungan1. Getaran mekanis
Getaran atau vibrasi adalah suatu gerakan osilatoris dalam area
frekuensi infrasonik dan sebagian dalam rentang frekuensi suara
yang bisa didengar manusia. Respon tubuh manusia terhadap getaran
sangat bergantung pada bagian atau anggota-anggota tubuh yang
terpapar. Semakin kecil bentuk anggota tubuh maka semakin cepat
gerakan atau getaran yang ditimbulkan dan semakin tinggi frekuensi
resonansinya.
2. Mikroklimat
Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga
gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot
menurun.
5. Factor individu : alergi, Riwayat penyakit keluarga,
kebiasaan olahraga, status mental, higiensC. Faktor invidu
manusia/pekerja1. Umur
Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada umur
30 tahun dan semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini
disebabkan secara alamiah pada usia paruh baya kekuatan dan
ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan
pada otot meningkat.
2. Jenis kelamin
Otot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan
kekuatannya hanya dua pertiga (60%) daripada otot-otot pria
terutama otot lengan, punggung dan kaki. Dengan kondisi alamiah
yang demikian maka wanita mempunyai tingkat risiko terkena CTDs
lebih tinggi. Perbandingan keluhan otot antara wanita dan pria
adalah 3 dibanding 1.
3. Ukuran tubuh / antropometri
Meskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan
dan massa tubuh mempengaruhi terjadinya keluhan otot. Misalnya
wanita yang gemuk mempunyai risiko keluhan otot dua kali lipat
dibandingkan wanita kurus. Ukuran tubuh yang tinggi pada umumnya
juga sering menderita sakit punggung. Kemudian orang-orang yang
mempunyai ukuran lingkar pergelangan tangan kecil juga lebih rentan
terhadap timbulnya CTDs.
4. Kesehatan / kesegaran jasmani
Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang yang
mempunyai cukup waktu istirahat dalam aktivitas sehari-harinya.
Laporan dari NIOSH menyebutkan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang
rendah mempunyai tingkat keluhan 7,1%, tingkat kesegaran tubuh
sedang 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi sebesar 0,8%.96.
Factor lain di luar pekerjaanKegiatan lain diluar pekerjaan adalah
kegiatan yang dilakukan sesorang setelah pulang kerja, misalnya
bergadang, main game terlalu lama, ikut kegiatan yang membahayakan,
atau bekerja sampingan di tempat lain.7. Diagnosis okupasi
Diagnosis penyakit termasuk penyakit akibat kerja adalah
kewenangan dan kompetensi profesi medis yaitu para dokter.bagaiman
dokter membuat suatu diagnosis tidak pada tempatnya diatur sebagai
ketentuan normative. Dari sudut pandang lain diagnosis penyakit
akibat kerja menyangkut pelaksanaan peraturan perundang-undangan
yaitu UU No. 1 Th.1970 tentang keselamatan kerja dan UU No.3
Th.1992 tetang jamsostek.10
5 langkah penegakan diagnosis akibat kerja :1. Anamnesis tentang
riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan, riwayat pekerjaan harus
harus ditanyakan dengan teliti dari permulaan bekerja sampai waktu
terakhir bekerja.jangan hanya sekali-sekali mencurahkan perhatian
hanya pada pekerjaannya yang sekarang, namun harus di kumpulkan
informasi tentang pekerjaan sebelumnya.misalnya dimana? Sebagai
apa? Bagaimana pekerjaannya? Lingkungan pekerjaan? Sudah berapa
lama bekerja? Berapa jam perhari? Sebelum bekerja di tempat
sekarang, apakah sebelumnya pernah bekerja di tempat lain? Apakah
ada kerjaan selingan selain bekerja di tempat tersebut? 2.
Pemeriksaan klinis dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda
yang sesuai untuk suatu syndrome, yang khas untuk suatu penyakit
akibat kerja.
3. Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk benar tidak suatu
penyakit akibat kerja ada dalam tubuh tenaga kerja yang
bersangkutan.
4. Pemeriksaan rongtgen, hasil pemeriksaan sinar tembus baru
akan bermakna jika dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan
serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja
5. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja10Pengobatan Terapi
konservatif.
Istirahatkan pergelangan tangan.
@ Obat anti inflamasi non steroid.
@ Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai
dapat dipasang terus menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu.
@ lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison
10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke
dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil,
suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan
operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan
setelah diberi 3 kali suntikan.
@ Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika.
@ Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa
salah satu penyebab STK adalah defisiensi piridoksin sehingga
mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3
bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar
@ Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi
pergelangan tangan. 8. Pencegahan
Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral
Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan
hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Batasi gerakan tangan yang repetitif.
Istirahatkan tangan secara periodik.
Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat.
Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan
peregangan secara teratur.3Diagnosis bandingReumatoid
Artrhtiris
Manifestasi Klinis Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan
pergi, tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan
tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti
meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara
spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa
bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan
orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif
lagi (kambuh) ataupun gejala kembali. Ketika penyakit ini aktif
gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu
makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot
dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping
itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi
dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa
nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan
gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis. Gejala
sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu,
takikardi, berat badan menurun, anemia. Pola karakteristik dari
persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di
tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai
persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang
belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut,
bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak,
kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.De Quervains
diseaseSyndrome De Quervain atau disebut juga washerwomans sprain,
merupakan pembengkakan dan peradangan yang terjadi pada tendon dan
selubung tendon yang berfungsi untuk menggerakan ibu jari kearah
luar.
Penyebab
Melakukan gerakan-gerakan tertentu pada pergelangan tangan
secara berulang-ulang, seperti menggenggam atau meremas (misalnya
saat mencuci baju). Gangguan ini sering ditemukan pada wanita yang
baru menjadi ibu akibat kebiasaan mengangkat bayi dengan cara yang
salah, yaitu bertumpu pada sendi pergelangan tangan.
Cedera langsung pada pergelangan tangan atau tendon di
pergelangan tangan
Peradangan sendi seperti reumathoid artrithis
De Quervains disease adalah sejenis tenosinovitis yang khas,
mengenai sarung 2 buah tendo di pergelangan tangan yang menuju ibu
jari, yaitu tendo-tendo m.abduktor pollisis longus dan m.ekstensor
pollisis brevis, dapat mengenai juga beberapa otot ekstensor
jari-jari tangan. K adang-kadang dikenal juga dengan istilah
trigger thumb, karena menimbulkan gerakan ibu jari seperti menarik
pelatuk pistol yang berulangulang disertai timbulnya rasa nyeri
yang hebat, tidak kuat menggenggam, kadangkadang menimbulkan
pembengkakkan disekitar pergelangan tangan dan jari-jari tangan.
Seringkali terjadi pada pengemudi kendaraan niaga jarak
jauh.11Gejala utama sindrom de Quervain adalah rasa nyeri di
pergelangan tangan pada sisi ibu jari dan di pangkal ibu jari, yang
bertambah hebat dengan pergerakan dan biasanya disertai dengan
pembengkakan, penderita menjadi kesulitan untuk menggerakan ibu
jari dan pergelangan tangan saat melakukan aktifitas dengan gerakan
seperti menggenggam atau mencubit
Jika kondisi ini dibiarkan terlalu lama tanpa terapi, maka nyeri
bisa menyebar lebih luas ke ibu jari dan lengan bawah.
Gerakan-gerakan pada ibu jari dan pergelangan tangan akanmembuat
nyeri bertambah hebatDeteksi adanya rasa nyeri pada dua tendon
pergelangan tangan, biasanya disertai dengan pembengkakan. Bisa
dilakukan tes finkelstein, yaitu dengan cara mengenggam ibu jari
dan menekuk pergelangan tangan kea rah jari kelingking. Pemeriksaan
ini dikatakan positif jika timbul rasa nyeri yang
hebat.12Tendinitis dan TenosinovitisTendinitis adalah peradangan
yang terjadi pada tendon. Tenosynovitis adalah peradangan yang
tejadi pada selubung pelindung disekeliling tendon. Tendon
merupakan jaringan fibrosa yang kuat yang menghubungkan otot dengan
tulang. Bebrapa tendon yang berdekatan di bungkus oleh selubung
tendon. Tendinitis biasanya terjadi pada orang-orang di usia
pertengahan atau usia tua, dimana tendon menjadi lebih lemah
sehingga lebih rentan untuk mengalami cedera dan peradangan.
Tendinitis juga bisa terjadi pada orang-orang yang berusia lebih
muda akibat melakukan aktivitas yang berlebihan atau gerakan
gerakan yang berulang.
Selubung tendon juga dapat mengalami peradangan(tenosynovitis)
antara lain karena : Penyakit sendi tertentu, misalnya RA dan
gout
Infeksi tertentu misalnya gonorrhea, bakteri gonococcus bisa
menyebabkan tenosynovitis, biasanya mengenai jaringn bahu,
pergelangan tangan, jari-jari, pinggul, pergelangan kaki, atau
kaki. Gejala tendon yang meradang biasanya terasa nyeri saat
digerakkan atau ditekan. Jika sendi di dekat tendon yang meradang
digerakkan, meskipun hanya sedikit, bisa menyebabkan nyeri yang
hebat, tergantung dari seberapa berat peradangan yang terjadi.
Adakalanya tendon, atau selubungnya mengalami pembengkakan dan
terasa hangat. Jika tendinitis berlangsung untuk waktu yang lama
maka bisa terjadi endapan kalsium selain nyeri sendi yang terkena
juga bisa menjadi kaku dan lemah serta terasa berderak saat
digerakan.13Diagnosa
MRI atau Ultrasonografi.1KesimpulanUntuk mendiagnosis suatu
penyakit dengan hubungan pekerjaan adalah dengan 7 langkah
diagnosis okupasi yaitu: diagnosis klinis, pajanan yang dialami,
hubungan pajanan dengan penyakit, jumlah pajanan, factor individu,
factor lain diluar pekerjaan, diagnosis okupasi.
Pada scenario 8 ini hubungan antara penyakit dengan pekerjaan
adalah di lihat dari awal proses pembuatan rujak, waktu bekerja,
berapa lama bekerja, berapa lama dia beristirahat, seberapa kuat
penekanan yang di lakukan.
Daftar Pustaka1) Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed.
Lakeland (Florida) : Greenberg Graphics; 2004.p.414-419. 2) Tanaka
S, Deanna K W, Seligman PJ. Prevalence and Work-relatedness of Self
Reported Carpal Tunnel Syndrome Among U.S. Workers: Analysis of The
Occupational Health Supplement Data of 1988 National Health
Interview Survey. Am J Ind Med, 2005; 27: 45 1-4703) Moeliono F.
Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.)
atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 2003; 10 : 16-27.
4) Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6th
ed. New York:McGraw-Hill ; 2007.p.1358-1359.
5) Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill ;
2000.p.599-601.
6) UCLA-LOSH [homepage dari internet]. Handout of Ergonomic Risk
Factors. Diunduh pada 1 oktober 2009, tersedia di:
http://www.afscme3090.org/ergo/pdf/handout_d_02-23.pdf7) World
Health Organization [homepage dari internet]. Protecting Workers
Health Series No. 5 Preventing musculoskeletal disorders in the
workplace. Diunduh pada 1 oktober 2009, tersedia
di:
http://www.who.int/entity/occupational_health/publications/oehmsd3.pdf8)
Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011.
Vol.7 No. 14.
9) Hakkanen, M, et al. 2001. Job Experience, work load, and Risk
of Musculoskeletal disorders, Occupational Environment
Med;58:129-135
10) Sumamur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Sagung Seto; Jakarta: 2009.84-8
11) Barton,N.J.,Hooper,G.,Noble,J,Steel,W.M,2002. Occupational
causes of disorders in the upper limb. B. M. J. 311.824-823.
12) Mayo Clinic. De Quervains Tenosynovitis. 2012
13) B, Joseph J. Tendinitis and Tenosynovitis. Merck Manual Home
Health Handbook. 2013.
14) Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja
Garmen di Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no.
2: 73-82
20