Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mielografi adalah sebuah prosedur diagnostik invasif menggunakan kontras yang disuntikkan intra techal, sehingga dapat menggambarkan korda spinalis dan serabut-serabut saraf, menilai ukuran kanalis spinalis, mengkonfirmasi masalah pada diskus, abses atau kista pada korda atau kanalis spinalis, dan menemukan sumber kebocoran Cerebrospinal Fluid (CSF) . Kontras yang digunakan adalah jenis kontras larut air yang disuntikkan melalui celah sub arachnoid melalui jarum kecil pada regio lumbal atau cervical dan pemosisiannya berdasarkan pemantauan fluoroscopi. Mielografi dapat digunakan untuk menilai regio cervical, thoracal, ataupun lumbal. Yang paling sederhana adalah dengan menggunakan foto polos x-ray, foto polos+CT myelogram, atau CT myelogram tanpa foto polos. Mielografi merupakan modalitas diagnostik untuk kelainan spinal dan basis cranii yang luas. Mielografi mulai tergantikan dengan berkembangnya CT scan dan MRI. (Fontaine dkk, 2002). Mielografi konvensional dengan foto x-ray dan CT mielografi memiliki prinsip umum yang hampir sama. Mielografi yang baik akan menggambarkan rongga subarachnoid dengan jelas , tidak hanya korda spinalis, namun juga kornu medularis, serabut saraf, dan selubung 1
26

CT Mielografi

Dec 01, 2015

Download

Documents

referat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CT Mielografi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mielografi adalah sebuah prosedur diagnostik invasif menggunakan

kontras yang disuntikkan intra techal, sehingga dapat menggambarkan korda

spinalis dan serabut-serabut saraf, menilai ukuran kanalis spinalis,

mengkonfirmasi masalah pada diskus, abses atau kista pada korda atau kanalis

spinalis, dan menemukan sumber kebocoran Cerebrospinal Fluid (CSF) . Kontras

yang digunakan adalah jenis kontras larut air yang disuntikkan melalui celah sub

arachnoid melalui jarum kecil pada regio lumbal atau cervical dan pemosisiannya

berdasarkan pemantauan fluoroscopi. Mielografi dapat digunakan untuk menilai

regio cervical, thoracal, ataupun lumbal. Yang paling sederhana adalah dengan

menggunakan foto polos x-ray, foto polos+CT myelogram, atau CT myelogram

tanpa foto polos. Mielografi merupakan modalitas diagnostik untuk kelainan

spinal dan basis cranii yang luas. Mielografi mulai tergantikan dengan

berkembangnya CT scan dan MRI. (Fontaine dkk, 2002).

Mielografi konvensional dengan foto x-ray dan CT mielografi memiliki

prinsip umum yang hampir sama. Mielografi yang baik akan menggambarkan

rongga subarachnoid dengan jelas , tidak hanya korda spinalis, namun juga kornu

medularis, serabut saraf, dan selubung sarafnya dapat terdefinisi dengan baik.

Yang juga dapat tampak adalah vaskuler spinal, ligamen denticulata, dan septa

arachnoid.

CT scan dapat membantu mendiagnosa berbagai kelainan spinal,

termasuk herniasi diskus, stenosis spinal, tumor, dan fraktur vertebrae. Modalitas

ini bagus untuk menunjukkan jaringan yang keras, seperti tulang. Sedangkan

mielografi atau mielogram adalah media diagnostik dengan kontras yang

disuntikkan ke dalam cairan serebrospinal. Setelah disuntikkan, kontras akan

mewarnai kanalis spinalis , korda spinalis, dan serabut saraf selama proses

imaging. Ketika CT scan dan mielografi digabungkan, maka akan tampak

gambaran tulang dan jaringan saraf di daerah spinal (Moulton, 2013)

1

Page 2: CT Mielografi

Kontras larut air yang digunakan diaplikasikan intra techal dan telah

memiliki lisensi, bersifat non neurotoxic, tidak menimbulkan epilepsi, dan non

toxic terhadap arachnoid, contoh kontras jenis ini adalah iohexol (Sutton, 2003).

Pada sebuah penelitian tentang tingkat akurasi diagnosa pasien dengan

kecurigaan herniasi segmen lumbal didapatkan angka sebagai berikut.

Pemeriksaan mielografi (81%), CT mielografi (84%), dan MRI sebesar (94%)

(Janssen dkk, 1994). Namun dalam penelitian lain disebutkan tingkat akurasi dan

spesifisitas neuroimaging terhadap diagnosa HNP dan spinal stenosis adalah

sebagai berikut. Untuk CT mielografi memiliki akurasi paling baik untuk

diagnosa HNP sebesar 76,4% dan sensitifitas 77,8%, sedangkan mielografi

memiliki spesifisitas tertinggi 89,2%. Untuk diagnosa stenosis spinal, CT

mielografi dan MRI memiliki akurasi dan sensitifitas yang seimbang, akurasi

85,3%, sensitivitas 87,2%. Sedangkan mielografi memiliki spesifisitas tertinggi,

sebesar 88,9%. (Bischoff, 2003)

Salah satu kelebihan yang dimiliki CT mielografi dibandingkan MRI

adalah sensitifitas yang tinggi terhadap masalah pada foramen karena dapat

mendiferensiasi tulang dan jaringan lunak dengan baik, sedangkan pada MRI

sering ditemui false negatif dalam deteksi kompresi serabut saraf di bagian

foramen (kurangnya kemampuan menggambarkan diskus foramen dan osteofit).

(Birchall dkk, 2003). Beberapa centre kesehatan menggabungkan kedua teknik ini

untuk proses diagnostik. Menurut Modic dkk, akurasi MRI dalam mendeteksi

pasien spondilitis cervical dengan radikulopati sebesar 74%, CT mielografi

sebesar 85%, jika keduanya digabungkan akurasinya mencapai 90% (Modic,

1986).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi CT mielografi?

2. Apa saja indikasi dan kontra indikasi untuk tindakan CT mielografi?

3. Bagaimana prosedur tindakan CT mielografi?

4. Bagaimana pencitraan dari CT mielografi?

2

Page 3: CT Mielografi

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi CT mielografi

2. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi tindakan CT mielografi.

3. Mengetahui prosedur tindakan CT mielografi.

4. Mengetahui pencitraan dari CT mielografi.

3

Page 4: CT Mielografi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

CT mielogram merupakan prosedur diagnostik yang dikerjakan setelah

kontras diinjeksikan dalam rongga sub arachnoid. Biasanya diindikasikan untuk

pasien yang tidak dapat dikerjakan MRI atau pada pasien yang sebelumnya pernah

dipasang plat pada vertebranya, sehingga plat logam tersebut dapat menyebabkan

distrorsi dari gambar. Sebagai tambahan, pada beberapa kasus, CT mielogram

dapat memberikan gambaran lebih jelas daripada MRI.

CT Mielogram memberikan hasil yang sama dengan MRI. Bedanya, pada

CT Mielogram, pasien mengalami radiasi, sedangakan pada MRI, pasien tidak

mengalami radiasi. Pada CT myelogram juga lebih invasif karena kontras yang

dimasukkan dapat menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri.

CT Mielografi umumnya digunakan untuk mendeteksi abnormalitas pada

korda spinalis, kanalis spinalis, serabut saraf spinal, dan vaskuler di korda

spinalis. Termasuk menunjukkan adanya herniasi diskus intervertebralis,

penekanan serabut saraf atau korda spinalis, menggambarkan kelainan yang

berkaitan dengan tulang dan jaringan lunak di sekitar kanalis spinalis (seperti

kondisi stenosis spinal). Pada gambaran stenosis spinal akan menunjukkan

penyempitan kanalis spinalis karena ada perkembangan jaringan lunak,

terbentuknya osteofit, dan penebalan ligamen.

Kondisi lain yang juga dapat terdeteksi melalui CT mielografi adalah:

Tumor di area vertebrae, meningens, serabut saraf, dan korda spinalis. Infeksi

yang melibatkan vertebrae, diskus intervertebralis, meningen, dan jaringan lunak

di sekitar. Inflamasi membran arachnois. Lesi spinal yang dibabkan trauma.

Kondisi-konsisi ini seharusnya dilakukan MRI, namun jika MRI tidak

memungkinkan untuk dilakukan, maka CT scan merupakan pilihan yang cukup

baik (Radiological Society of North America, 2012).

4

Page 5: CT Mielografi

2.2 Dasar Anatomi

Total cairan serebrospinal manusia dewasa sekitar 150 ml (50%

intracranial, 50% spinal). Sekitar 500-750 ml cairan serebrospinal diproduksi

setiap hari (0,4 ml/menit, 20-30 ml/jam), takanan normal pada manusia dewasa

sekitar 7-15 mmH2O, jika >18 mmH2O sudah merupakan kondisi abnormal.

Namun untuk dewasa muda, angka normalnya sedikit tinggi, yaitu <18-20

mmH2O

Menurut dr. Hodges, Diameter AP korda spinalis 7 mm sampai C7,

sedangkan dari C7-conus sebesar 6 mm, dan 7 mm di bagian comus. Ukuran

korda dinyatakan abnormal jika >8 mm atau <6 mm.

Secara normal akan didapatkan 7 korpus vertebrae cervical, 12 korpus

vertebrae torakal, 5 korpus vertebrae lumbal, sakrum, dan koksigeus. Terdapat

beberapa serabut saraf yang saling berkaitan, 8 cervical, 12 torakal, 5 lumbal, 5

sakral, dan coksigeus (Washington University, 2010).

2.3 Indikasi

MRI merupakan imaging pertama yang digunakan sebagai pemeriksaan

untuk mengevaluasi spinal cord dan radiks syaraf. Namun pada beberapa kondisi,

myelografi dan atau CT myelografi diindikasikan, misalnya untuk pasien yang

tidak dapat dikerjakan MRI atau pada pasien yang sebelumnya pernah dipasang

plat pada vertebranya, sehingga plat logam tersebut dapat menyebabkan distorsi

dari gambar2. Sebagai tambahan, pada beberapa kasus, CT myelografi dapat

memberikan gambaran lebih jelas daripada MRI. CT myelografi memberikan

hasil yang sama dengan MRI. Bedanya, pada CT Myelogram, pasien mengalami

radiasi, sedangakan pada MRI, pasien tidak mengalami radiasi. Pada CT

myelogram juga lebih invasi karena kontras yang dimasukkan dapat menimbulkan

ketidaknyamanan tersendiri. Sehingga pada sebagian besar, MRI lebih dipilih1.

CT mielografi paling sering digunakan untuk mendeteksi kelainan pada

spinal cord, kanalis spinalis dan radiks syaraf serta pembuluh darah yang

mensuplai spinal cord, termasuk 2,3:

Untuk menunjukkan apakah herniasi dari diskus intervertebra menekan

spinal cord atau radix saraf

5

Page 6: CT Mielografi

Menunjukkan kondisi yang sering menyertai degenerasi dari tulang dan

jaringan lunak disekitar kanalis spinalis (spinal stenosis – Kanalis

spinalis menyempit, akibat jaringan disekeliling mengalami pembesaran

akibat adanay osteofit dan penebalan dari ligamen disekitar – )

Adanya kelainan kongenital seperti meningocele ( spina bifida),

meningomielocele ( penonjolan bagian medulla spinalis dan membran

pembungkusnya melalui tulang di kanal spinalis. Ditutupi oleh membran

transparan tipis, yang dapat mengeras dan lembab

Untuk membantu mendeteksi arachnoiditis atau trauma pada jaringan

saraf tulang belakang.

CT myelografi juga dapat digunakan untuk mengakses kondisi berikut, dimana

MRI tidak dapat dikerjakan ( atau sebagai tambahan dari MRI, ketika MRI tidak

dapat memberikan informasi cukup )2 :

Tumor yang mengenai tulang belakang, meningen, radiks saraf ayau spinal

cord

Infeksi pada tulang belakang, diskus intervertebralis, meningen dan

jaringan lunak disekeliling

Inflamasi membran arachnoid yang menutupi spinal cord

Lesi spinal yang dibabkan oleh penyakit atau trauma

2.4 Kontra Indikasi

2.4.1 Kontraindikasi penggunaan imaging CT myelografi 3:

Ibu hamil, karena hal ini dapat menyebabkan paparan radiasi

yang dapat membahayakan janin sang ibu.

Pemanjangan PT dan PTT (normal : 10 – 12 detik), trombosit

dibawah 50.000.

Alergi kontras

2.4.2 Kerugian dari penggunaan imaging CT myelografi 2:

Adanya paparan radiasi ( pada penggunaan MRI, pasien tidak

mengalami paparan radiasi)

6

Page 7: CT Mielografi

Nyeri kepala parah akibat leak cairan serebrospinal ( biasanya

mulai 2-3 hari setelah prosedur dikerjakan )

Reaksi alergi terhadap kontras

Infeksi, perdarahan maupun cidera saraf

2.4.3 Keterbatasan dari penggunaan imaging CT myelografi 2:

Tidak dapat dikerjakan apabila sisi injeksi mengalami infeksi

Injeksi kontras akan sulit bila terdapat kelaianan struktur

vertebra

2.5 Prosedur Pemeriksaan

2.5.1 Persiapan :

Surat persetujuan pelaksanaan CT myelografi

History taking : riwayat alergi (obat maupun non-obat), pengobatan yang sedang

digunakan, penyakit yang sedang di derita dan past medical history, kehamilan.

Beberapa obat perlu distop penggunaan nya sebelum myelogram dikerjakan.

Fasilitas minimal yang perlu dipersiapkan adalah :

7

Page 8: CT Mielografi

1. Peralatan radiografi/fluoroskopi yang mendukung. Meja radiografy

yang dapat dinaik – turunkan sampai minimal 30o.

2. Spinal needle yang adekuat dan kontras nonion yang sesuai untuk

penggunaan intratechal.

3. Peralatan dan fasilitas yang sesuai untuk penanggulangan efek

samping ( kejang, reaksi vasovagal, kolaps cardiorespirasi)

4. CT scan yang sesuai.

Gambar 2.1 Peralatan CT Scan dan Prosedur Mielografi

2.5.2 Prosedur Pelaksanaan4

2.5.2 Prosedur Pemeriksaan

1. Pasien di posisikan prone di atas meja radiografi, letakkan bantal di

bawah perut untuk membuat fleksi vertebrae lumbal, dan kulit tempat

pungsi di sterilisasi

2. Dengan bantuan fluoroskopi, pada L2-L3 atau L3-L4 ( dapat pula

dikerjakan pada C1-C2), lokal anestesi diaplikasikan dengan spinal

needle. Setelah mencapai rongga subarachnoid, cairan serebrospinal

dapat diambil untuk diperiksakan bila perlu. Penusukan jarum melalui

ligament intraspinosum. Jarum harus muncul untuk menjadi gambaran

titik diproyeksikan antara prosesus transversum pada AP fluoroskopi.

Pegang jarum dengan dua tangan, satu jari telunjuk harus memegang

stylet di tempat, sisi lain harus di kulit.

3. Kontras nonion kemudian dapat dimasukkan sebanyak 17ml dengan

konsentrasi 180mg/dl atau 12ml dengan konsentrasi 240 mg/dl untuk

8

Page 9: CT Mielografi

pemeriksaan lumbar. Sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 300mg/dl

untuk pemeriksaan servikalis atau basal sisterna. Secara umum, dosis

total dari iodin tidak boleh melebihi 3mg.

4. Sebelum jarum diambil, dapat diambil foto X-Ray sebagai

dokumentasi.

5. Jarum spinal diambil, pasien diposisikan dengan alat oengaman dan

meja radiografi dapat di naik – turunkan.

6. Dengan fluoroskopi, sambil meja radiografi dinaik – turunkan, dapat

dilihat pengisian rongga subarachnoid dan gambaran spinal cord oleh

kontras.

7. Untuk myelografi servikal, dan pada beberapa myelografi thorax,

kepala di hiperekstensikan pada bagian leher, sehingga posisi pasien

menjadi lordosis dan barulah meja radiografi dinaik-turunkan sampai

kontras mengisi tempat yang diinginkan.

8. Jika diinginkan sisternografi, pasien kemudian diposisikan horisontal,

kepala yang semula hiperekstensi diposisikan normal kembali (fleksi)

secara perlahan – lahan. Sisternografi biasanya dikerjakan dengan

menggunakan CT scan.

9. CT scan myelografi atau CT scan sisternografi dapat dikerjakan

setelahnya.

2.5.3 Perawatan Pasca Pelaksanaan 1,2,4

Setelah selesai, pasien diwajibkan untuk tirah baring dengan posisi

kepala lebih diatas (head elevation) selama beberapa jam (head elevasi

30-45o), menghindari aktivitas berat, banyak minum air untuk

mengeliminasi kontras

2.6 Efek Samping

Komplikasi yang paling umum adalah karena reaksi meningeal, nyeri

kepala, muntah, vertigo, dan sakit leher. Ini akibat dari hilangnya CSF akibat dari

tusukan pada lapisan dura. Komplikasi ini dapat diminimalkan dengan

9

Page 10: CT Mielografi

menggunakan jarum kecil. nyeri kepala yang tipikal setelah pungsi dapat

dibedakan dari migrain atau jenis nyeri kepala dengan posisi tegak nyeri akan

semakin memberat dan membaik secara spontan dalam posisi supinasi. Nyeri

kepala ini memiliki onset segera setelah pungsi atau dalam beberapa jam.

Komplikasi lainnya termasuk kerusakan saraf, meningitis, abses epidural,

reaksi kontras, kebocoran CSF, atau perdarahan, Komplikasi mungkin termasuk

kerusakan sumsum tulang belakang, seperti karena konus rendah atau kabel

ditambatkan dengan pendekatan lumbar atau kerusakan kabel langsung dalam

pendekatan serviks. Komplikasi lainnya termasuk kematian atau kelumpuhan dari

kerusakan kabel akibat suntikan kontras ke kabel atau perdarahan dalam kabel

dari kerusakan jarum.

2.7 Gambaran Radiologi dengan CT mielografi

1.

2.

10

A Normal lumbar myelogram, proyeksi AP. Perhatikan kontras putih yang mengisi sakus tekal.Akar saraf mudah teridentifikasi sebagai "negative defect" pada kontras(panah). B Cervical myelogram, proyeksi AP. Sumsum tulang belakang (asterisk) dapat dilihat sebagai gambaran yang memiliki densitas yang rendah dalam kolom kontras. Akar saraf juga dapat terlihat pada gambar(panah).

A B

Page 11: CT Mielografi

3. Gambaran CT myelografi pada pasien dengan sakit kepala nontraumatik

dengan disertai kebocoran cairan serebrospinal

(B) Coronal refformated CT myelogram menunjukkan adanya kumpulan cairan

serebrospinal pada jaringan lunak di paravertebra sinistra posterior pada level

T12. (C). Sagittal refformated CT myelogram menunjukkan adanya agregasi

kontras pada posterior subdural space.

11

Gambaran CT normal pada tulang belakang. A Soft tissue windows. A = Aorta; D = diskus intervertebralis; N = foramen saraf; P = otot psoas; panah = ligamentum flavum; asterisk = sakus tekal. B Bone window. Asterisk = kanalis spinalis; P = pedikel; B = korpus vertebrae; T = prosesus tranversus; F = sendi facet. Perhatikan detail tulangdan lingkar tipis tulang kortikal yang normal padat (panah).

Page 12: CT Mielografi

4.Pria 57 tahun dengan kista meningeal extradural. Axial CT myelogram

menunjukkan kista setinggi S1 sebelah kiri yang terisi dengan kontras. Perhatikan

adanya persarafan menempel di dinding kista yang ditunjuk dengan tanda panah

5. Pria 47 tahun dengan kista meningeal ekstradural multiple. Oblique CT

myelogram menunjukkan adanya kista perineurium meultiple (tanda panah) yang

membungkus radiks saraf sebelah kiri

6. Kista meningeal intradural pada laki-laki usia 50 tahun. Lateral Thoracic

myelogram menunjukkan adanya masa intradural yang berbatas tegas (panah)

12

Page 13: CT Mielografi

yang tampak sebagai filling defect kontras pada columna spinalis. Kista kedua

yang lebih kecil dapat dilihat secara inferior.

7. Traumatic cervical pseudomeningocele pada laki-laki usia 24 tahun. CT

myelogram serial menunjukkan komponen pseudomeningocele intraspinal

(arrowheads) dan extraspinal (arrow)

8. Gambaran cervical myelography pada pasien normal (posisi pronasi). Dengan

kepala pasien terbaring, ada waktu yang cukup untuk mendapatkan gambar yang

menunjukkan radiks saraf cervical dengan sangat mendetail tanpa kehilangan

kontras

13

Page 14: CT Mielografi

9. Avulsi radiks servikal setelah kecelakaan motor. (a) CT myelography

menunjukkan adanya pseudoceles traumatic di C7-T1. Cabang-cabang radiksnya

tidak dapat dibedakan. (b) Irisan tipis (1.25mm) CT myelography dan potongan

koronal menunjukan adanya avulsi komplit dari radiks ventral dan dorsal.

14

Page 15: CT Mielografi

10.

11.

15

Gambar 10. Potongan aksial CT mielografi menunjukkan adanya stenosis kanal ringan karena osteofit corpus posterior

Gambar 11. Potongan aksial CT mielogram menunjukkan adanya stenosis

kanal ringan, stenosis neuroforamina kiri, protursi diskus yang menekan

serabut saraf, degenerasi sendi facet

Page 16: CT Mielografi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. CT mielogram merupakan prosedur diagnostik yang dikerjakan

setelah kontras diinjeksikan dalam rongga sub arachnoid.

2. Salah satu kelebihan yang dimiliki CT mielografi dibandingkan MRI

adalah sensitifitas yang tinggi terhadap masalah pada foramen karena

dapat mendiferensiasi tulang dan jaringan lunak dengan baik.

3. CT mielografi paling sering digunakan untuk mendeteksi kelainan

pada spinal cord, kanalis spinalis dan radiks syaraf serta pembuluh

darah yang mensuplai spinal cord

16

Page 17: CT Mielografi

4. Kontra indikasi dilakukannya CT mielografi adalah ibu hamil,

pemanjangan PTT, aPPT, dan trombosit <50.000, serta alergi terhadap

kontras.

5. Prosedur pelaksanaan CT mielografi dimulai dari persiapan pasien,

injeksi kontras, dan proses imaging.

6. Komplikasi yang paling umum adalah karena reaksi meningeal, nyeri

kepala, muntah, vertigo, dan sakit leher.

3.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai dasar-dasar

pemilihan teknik imaging untuk tiap kondisi pasien

2. Perlu dilakukan pengkajian tentang perbedaan hasil CT mielografi

dengan teknik imaging lain yang sejenis

DAFTAR PUSTAKA

Birchall dkk. 2003. Evaluation of magnetic resonance myelography in the

investigation of cervical spondylotic radiculopathy. British Journal of

Radiology (2003) 76, 525-531

Bischoff dkk. 1993. A Comparison of Computed Tomography-myelography,

magnetic resonance imaging, and myelography in the diagnosis of

herniated nucleus pulposus and spinal stenosis. J Spinal Disord 1993

Aug:6(4):289-295.

Chen, Michael Y. M., Pope, Thomas L. and Ott, David J. Imaging of the spine.

Basic Radiology. United State : Mc Graw-Hill Companies, inc, 2004.

17

Page 18: CT Mielografi

Davagnanam, I., Nikoubashman, O., Shanahan, P. 2013. Teaching Neuroimages:

Nontraumatic Spinal CSF Leak on CT Myelography in Patients With

Low-Pressure Headache.

http://www.neurology.org/content/75/22/e89.full.pdf. diakses pada

tanggal 13 Juni 2013

Fontaine, Suzaine dkk. 2002. CAR Standards and Guidelines for Myelography.

http://radiology.org. Diakses tanggal 10 Juni 2013 jam 15.00

http://www.mir.wustl.edu/neurorad/internal/asp?NavID=72.Diakses tanggal 12

Juni 2013 jam 16.15

Janssen dkk. 1994. Lumbar Herniated Disk Disease: Comparison of MRI,

myelography, and post myelographic CT Scam with Surgical Finding.

Orthopedics. 1994 Feb, 17(2):121-127

Kapur V. 2009. Better Understanding of CT Myelography.

http://neuroocean.com/neuroradiology/ct-myelography.php. diakses

pada tanggal 13 Juni 2013

Khosla, A., Wippold, F. 2002. American Journal of Roentgenology Volume 78:

CT Myelography and MR Imaging of Extramedullary Cysts of the

Spinal Canal in Adult and Pediatric Patients.

Kieffer, Stephen. 2008. ACR–ASNR PRACTICE GUIDELINE FOR THE

PERFORMANCE OF MYELOGRAPHY AND CISTERNOGRAPHY.

US : ACR-ASNR.

Luetmer, P., Mokri, B. 2003. Dynamic CT Myelography: A Technique for

Localizing High-Flow Spinal Cerebrospinal Fluid Leaks.

http://www.ajnr.org/content/24/8/1711.figures-only. diakses pada

tanggal 13 Juni 2013

Modic MT, Masaryk TJ, Mulopulos GP, Bundschuh C, Han JS, Bohlman H.

Cervical radiculopathy: prospective evaluation with surface coil MRI,

CT with metrizamide, and metrizamide myelography. Radiology

1986;161:753–9.

Moulton, Andrew. 2013. CT Scan with Myelogram.

http://www.andrewmoultonmd.com/ct-myelogram.php. (online). diakses

tanggal 12 Juni 2013.Jam 09.30.

18

Page 19: CT Mielografi

Ozdoba, C., Gralla, J., Rieke, A. 2011. Radiology Research and PracticeVolume

2011 (2011), Article ID 329017. University of Bern.

Piedmont Orthopaedic Associates. 2005. CT Myelogram.

Radiological Society of North America. 2012. Myelography. Page 1-7. Reviewed

at July, 6th 2012.

Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology Imaging Edition 7th Volume 2.

Churcill Livingstone: United Kingdom. Page 1645-1647

Washington University. 2010. Myelography Procedur Manual.

http://www.mir.wustl.edu/neurorad/internal.asp?NavID=72 (online).

Diakses tanggal 5 Juni 2013, Jam 18.34

19