BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mielografi adalah sebuah prosedur diagnostik invasif menggunakan kontras yang disuntikkan intra techal, sehingga dapat menggambarkan korda spinalis dan serabut-serabut saraf, menilai ukuran kanalis spinalis, mengkonfirmasi masalah pada diskus, abses atau kista pada korda atau kanalis spinalis, dan menemukan sumber kebocoran Cerebrospinal Fluid (CSF) . Kontras yang digunakan adalah jenis kontras larut air yang disuntikkan melalui celah sub arachnoid melalui jarum kecil pada regio lumbal atau cervical dan pemosisiannya berdasarkan pemantauan fluoroscopi. Mielografi dapat digunakan untuk menilai regio cervical, thoracal, ataupun lumbal. Yang paling sederhana adalah dengan menggunakan foto polos x-ray, foto polos+CT myelogram, atau CT myelogram tanpa foto polos. Mielografi merupakan modalitas diagnostik untuk kelainan spinal dan basis cranii yang luas. Mielografi mulai tergantikan dengan berkembangnya CT scan dan MRI. (Fontaine dkk, 2002). Mielografi konvensional dengan foto x-ray dan CT mielografi memiliki prinsip umum yang hampir sama. Mielografi yang baik akan menggambarkan rongga subarachnoid dengan jelas , tidak hanya korda spinalis, namun juga kornu medularis, serabut saraf, dan selubung 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mielografi adalah sebuah prosedur diagnostik invasif menggunakan
kontras yang disuntikkan intra techal, sehingga dapat menggambarkan korda
spinalis dan serabut-serabut saraf, menilai ukuran kanalis spinalis,
mengkonfirmasi masalah pada diskus, abses atau kista pada korda atau kanalis
spinalis, dan menemukan sumber kebocoran Cerebrospinal Fluid (CSF) . Kontras
yang digunakan adalah jenis kontras larut air yang disuntikkan melalui celah sub
arachnoid melalui jarum kecil pada regio lumbal atau cervical dan pemosisiannya
berdasarkan pemantauan fluoroscopi. Mielografi dapat digunakan untuk menilai
regio cervical, thoracal, ataupun lumbal. Yang paling sederhana adalah dengan
menggunakan foto polos x-ray, foto polos+CT myelogram, atau CT myelogram
tanpa foto polos. Mielografi merupakan modalitas diagnostik untuk kelainan
spinal dan basis cranii yang luas. Mielografi mulai tergantikan dengan
berkembangnya CT scan dan MRI. (Fontaine dkk, 2002).
Mielografi konvensional dengan foto x-ray dan CT mielografi memiliki
prinsip umum yang hampir sama. Mielografi yang baik akan menggambarkan
rongga subarachnoid dengan jelas , tidak hanya korda spinalis, namun juga kornu
medularis, serabut saraf, dan selubung sarafnya dapat terdefinisi dengan baik.
Yang juga dapat tampak adalah vaskuler spinal, ligamen denticulata, dan septa
arachnoid.
CT scan dapat membantu mendiagnosa berbagai kelainan spinal,
termasuk herniasi diskus, stenosis spinal, tumor, dan fraktur vertebrae. Modalitas
ini bagus untuk menunjukkan jaringan yang keras, seperti tulang. Sedangkan
mielografi atau mielogram adalah media diagnostik dengan kontras yang
disuntikkan ke dalam cairan serebrospinal. Setelah disuntikkan, kontras akan
mewarnai kanalis spinalis , korda spinalis, dan serabut saraf selama proses
imaging. Ketika CT scan dan mielografi digabungkan, maka akan tampak
gambaran tulang dan jaringan saraf di daerah spinal (Moulton, 2013)
1
Kontras larut air yang digunakan diaplikasikan intra techal dan telah
memiliki lisensi, bersifat non neurotoxic, tidak menimbulkan epilepsi, dan non
toxic terhadap arachnoid, contoh kontras jenis ini adalah iohexol (Sutton, 2003).
Pada sebuah penelitian tentang tingkat akurasi diagnosa pasien dengan
kecurigaan herniasi segmen lumbal didapatkan angka sebagai berikut.
Pemeriksaan mielografi (81%), CT mielografi (84%), dan MRI sebesar (94%)
(Janssen dkk, 1994). Namun dalam penelitian lain disebutkan tingkat akurasi dan
spesifisitas neuroimaging terhadap diagnosa HNP dan spinal stenosis adalah
sebagai berikut. Untuk CT mielografi memiliki akurasi paling baik untuk
diagnosa HNP sebesar 76,4% dan sensitifitas 77,8%, sedangkan mielografi
memiliki spesifisitas tertinggi 89,2%. Untuk diagnosa stenosis spinal, CT
mielografi dan MRI memiliki akurasi dan sensitifitas yang seimbang, akurasi
85,3%, sensitivitas 87,2%. Sedangkan mielografi memiliki spesifisitas tertinggi,
sebesar 88,9%. (Bischoff, 2003)
Salah satu kelebihan yang dimiliki CT mielografi dibandingkan MRI
adalah sensitifitas yang tinggi terhadap masalah pada foramen karena dapat
mendiferensiasi tulang dan jaringan lunak dengan baik, sedangkan pada MRI
sering ditemui false negatif dalam deteksi kompresi serabut saraf di bagian
foramen (kurangnya kemampuan menggambarkan diskus foramen dan osteofit).
(Birchall dkk, 2003). Beberapa centre kesehatan menggabungkan kedua teknik ini
untuk proses diagnostik. Menurut Modic dkk, akurasi MRI dalam mendeteksi
pasien spondilitis cervical dengan radikulopati sebesar 74%, CT mielografi
sebesar 85%, jika keduanya digabungkan akurasinya mencapai 90% (Modic,
1986).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi CT mielografi?
2. Apa saja indikasi dan kontra indikasi untuk tindakan CT mielografi?
3. Bagaimana prosedur tindakan CT mielografi?
4. Bagaimana pencitraan dari CT mielografi?
2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi CT mielografi
2. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi tindakan CT mielografi.
3. Mengetahui prosedur tindakan CT mielografi.
4. Mengetahui pencitraan dari CT mielografi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
CT mielogram merupakan prosedur diagnostik yang dikerjakan setelah
kontras diinjeksikan dalam rongga sub arachnoid. Biasanya diindikasikan untuk
pasien yang tidak dapat dikerjakan MRI atau pada pasien yang sebelumnya pernah
dipasang plat pada vertebranya, sehingga plat logam tersebut dapat menyebabkan
distrorsi dari gambar. Sebagai tambahan, pada beberapa kasus, CT mielogram
dapat memberikan gambaran lebih jelas daripada MRI.
CT Mielogram memberikan hasil yang sama dengan MRI. Bedanya, pada
CT Mielogram, pasien mengalami radiasi, sedangakan pada MRI, pasien tidak
mengalami radiasi. Pada CT myelogram juga lebih invasif karena kontras yang
dimasukkan dapat menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri.
CT Mielografi umumnya digunakan untuk mendeteksi abnormalitas pada
korda spinalis, kanalis spinalis, serabut saraf spinal, dan vaskuler di korda
spinalis. Termasuk menunjukkan adanya herniasi diskus intervertebralis,
penekanan serabut saraf atau korda spinalis, menggambarkan kelainan yang
berkaitan dengan tulang dan jaringan lunak di sekitar kanalis spinalis (seperti
kondisi stenosis spinal). Pada gambaran stenosis spinal akan menunjukkan
penyempitan kanalis spinalis karena ada perkembangan jaringan lunak,
terbentuknya osteofit, dan penebalan ligamen.
Kondisi lain yang juga dapat terdeteksi melalui CT mielografi adalah:
Tumor di area vertebrae, meningens, serabut saraf, dan korda spinalis. Infeksi
yang melibatkan vertebrae, diskus intervertebralis, meningen, dan jaringan lunak
di sekitar. Inflamasi membran arachnois. Lesi spinal yang dibabkan trauma.
Kondisi-konsisi ini seharusnya dilakukan MRI, namun jika MRI tidak
memungkinkan untuk dilakukan, maka CT scan merupakan pilihan yang cukup
baik (Radiological Society of North America, 2012).
4
2.2 Dasar Anatomi
Total cairan serebrospinal manusia dewasa sekitar 150 ml (50%
intracranial, 50% spinal). Sekitar 500-750 ml cairan serebrospinal diproduksi
setiap hari (0,4 ml/menit, 20-30 ml/jam), takanan normal pada manusia dewasa
sekitar 7-15 mmH2O, jika >18 mmH2O sudah merupakan kondisi abnormal.
Namun untuk dewasa muda, angka normalnya sedikit tinggi, yaitu <18-20
mmH2O
Menurut dr. Hodges, Diameter AP korda spinalis 7 mm sampai C7,
sedangkan dari C7-conus sebesar 6 mm, dan 7 mm di bagian comus. Ukuran
korda dinyatakan abnormal jika >8 mm atau <6 mm.
Secara normal akan didapatkan 7 korpus vertebrae cervical, 12 korpus
vertebrae torakal, 5 korpus vertebrae lumbal, sakrum, dan koksigeus. Terdapat
beberapa serabut saraf yang saling berkaitan, 8 cervical, 12 torakal, 5 lumbal, 5
sakral, dan coksigeus (Washington University, 2010).
2.3 Indikasi
MRI merupakan imaging pertama yang digunakan sebagai pemeriksaan
untuk mengevaluasi spinal cord dan radiks syaraf. Namun pada beberapa kondisi,
myelografi dan atau CT myelografi diindikasikan, misalnya untuk pasien yang
tidak dapat dikerjakan MRI atau pada pasien yang sebelumnya pernah dipasang
plat pada vertebranya, sehingga plat logam tersebut dapat menyebabkan distorsi
dari gambar2. Sebagai tambahan, pada beberapa kasus, CT myelografi dapat
memberikan gambaran lebih jelas daripada MRI. CT myelografi memberikan
hasil yang sama dengan MRI. Bedanya, pada CT Myelogram, pasien mengalami
radiasi, sedangakan pada MRI, pasien tidak mengalami radiasi. Pada CT
myelogram juga lebih invasi karena kontras yang dimasukkan dapat menimbulkan
ketidaknyamanan tersendiri. Sehingga pada sebagian besar, MRI lebih dipilih1.
CT mielografi paling sering digunakan untuk mendeteksi kelainan pada
spinal cord, kanalis spinalis dan radiks syaraf serta pembuluh darah yang
mensuplai spinal cord, termasuk 2,3:
Untuk menunjukkan apakah herniasi dari diskus intervertebra menekan
spinal cord atau radix saraf
5
Menunjukkan kondisi yang sering menyertai degenerasi dari tulang dan
jaringan lunak disekitar kanalis spinalis (spinal stenosis – Kanalis
spinalis menyempit, akibat jaringan disekeliling mengalami pembesaran
akibat adanay osteofit dan penebalan dari ligamen disekitar – )
Adanya kelainan kongenital seperti meningocele ( spina bifida),
meningomielocele ( penonjolan bagian medulla spinalis dan membran
pembungkusnya melalui tulang di kanal spinalis. Ditutupi oleh membran
transparan tipis, yang dapat mengeras dan lembab
Untuk membantu mendeteksi arachnoiditis atau trauma pada jaringan
saraf tulang belakang.
CT myelografi juga dapat digunakan untuk mengakses kondisi berikut, dimana
MRI tidak dapat dikerjakan ( atau sebagai tambahan dari MRI, ketika MRI tidak
dapat memberikan informasi cukup )2 :
Tumor yang mengenai tulang belakang, meningen, radiks saraf ayau spinal
cord
Infeksi pada tulang belakang, diskus intervertebralis, meningen dan
jaringan lunak disekeliling
Inflamasi membran arachnoid yang menutupi spinal cord
Lesi spinal yang dibabkan oleh penyakit atau trauma
2.4 Kontra Indikasi
2.4.1 Kontraindikasi penggunaan imaging CT myelografi 3:
Ibu hamil, karena hal ini dapat menyebabkan paparan radiasi
yang dapat membahayakan janin sang ibu.
Pemanjangan PT dan PTT (normal : 10 – 12 detik), trombosit
dibawah 50.000.
Alergi kontras
2.4.2 Kerugian dari penggunaan imaging CT myelografi 2:
Adanya paparan radiasi ( pada penggunaan MRI, pasien tidak
mengalami paparan radiasi)
6
Nyeri kepala parah akibat leak cairan serebrospinal ( biasanya
mulai 2-3 hari setelah prosedur dikerjakan )
Reaksi alergi terhadap kontras
Infeksi, perdarahan maupun cidera saraf
2.4.3 Keterbatasan dari penggunaan imaging CT myelografi 2:
Tidak dapat dikerjakan apabila sisi injeksi mengalami infeksi
Injeksi kontras akan sulit bila terdapat kelaianan struktur
vertebra
2.5 Prosedur Pemeriksaan
2.5.1 Persiapan :
Surat persetujuan pelaksanaan CT myelografi
History taking : riwayat alergi (obat maupun non-obat), pengobatan yang sedang
digunakan, penyakit yang sedang di derita dan past medical history, kehamilan.
Beberapa obat perlu distop penggunaan nya sebelum myelogram dikerjakan.
Fasilitas minimal yang perlu dipersiapkan adalah :
7
1. Peralatan radiografi/fluoroskopi yang mendukung. Meja radiografy
yang dapat dinaik – turunkan sampai minimal 30o.
2. Spinal needle yang adekuat dan kontras nonion yang sesuai untuk
penggunaan intratechal.
3. Peralatan dan fasilitas yang sesuai untuk penanggulangan efek
Gambar 2.1 Peralatan CT Scan dan Prosedur Mielografi
2.5.2 Prosedur Pelaksanaan4
2.5.2 Prosedur Pemeriksaan
1. Pasien di posisikan prone di atas meja radiografi, letakkan bantal di
bawah perut untuk membuat fleksi vertebrae lumbal, dan kulit tempat
pungsi di sterilisasi
2. Dengan bantuan fluoroskopi, pada L2-L3 atau L3-L4 ( dapat pula
dikerjakan pada C1-C2), lokal anestesi diaplikasikan dengan spinal
needle. Setelah mencapai rongga subarachnoid, cairan serebrospinal
dapat diambil untuk diperiksakan bila perlu. Penusukan jarum melalui
ligament intraspinosum. Jarum harus muncul untuk menjadi gambaran
titik diproyeksikan antara prosesus transversum pada AP fluoroskopi.
Pegang jarum dengan dua tangan, satu jari telunjuk harus memegang
stylet di tempat, sisi lain harus di kulit.
3. Kontras nonion kemudian dapat dimasukkan sebanyak 17ml dengan
konsentrasi 180mg/dl atau 12ml dengan konsentrasi 240 mg/dl untuk
8
pemeriksaan lumbar. Sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 300mg/dl
untuk pemeriksaan servikalis atau basal sisterna. Secara umum, dosis
total dari iodin tidak boleh melebihi 3mg.
4. Sebelum jarum diambil, dapat diambil foto X-Ray sebagai
dokumentasi.
5. Jarum spinal diambil, pasien diposisikan dengan alat oengaman dan
meja radiografi dapat di naik – turunkan.
6. Dengan fluoroskopi, sambil meja radiografi dinaik – turunkan, dapat
dilihat pengisian rongga subarachnoid dan gambaran spinal cord oleh
kontras.
7. Untuk myelografi servikal, dan pada beberapa myelografi thorax,
kepala di hiperekstensikan pada bagian leher, sehingga posisi pasien
menjadi lordosis dan barulah meja radiografi dinaik-turunkan sampai
kontras mengisi tempat yang diinginkan.
8. Jika diinginkan sisternografi, pasien kemudian diposisikan horisontal,
kepala yang semula hiperekstensi diposisikan normal kembali (fleksi)
secara perlahan – lahan. Sisternografi biasanya dikerjakan dengan
menggunakan CT scan.
9. CT scan myelografi atau CT scan sisternografi dapat dikerjakan
setelahnya.
2.5.3 Perawatan Pasca Pelaksanaan 1,2,4
Setelah selesai, pasien diwajibkan untuk tirah baring dengan posisi
kepala lebih diatas (head elevation) selama beberapa jam (head elevasi
30-45o), menghindari aktivitas berat, banyak minum air untuk
mengeliminasi kontras
2.6 Efek Samping
Komplikasi yang paling umum adalah karena reaksi meningeal, nyeri
kepala, muntah, vertigo, dan sakit leher. Ini akibat dari hilangnya CSF akibat dari
tusukan pada lapisan dura. Komplikasi ini dapat diminimalkan dengan
9
menggunakan jarum kecil. nyeri kepala yang tipikal setelah pungsi dapat
dibedakan dari migrain atau jenis nyeri kepala dengan posisi tegak nyeri akan
semakin memberat dan membaik secara spontan dalam posisi supinasi. Nyeri
kepala ini memiliki onset segera setelah pungsi atau dalam beberapa jam.
Komplikasi lainnya termasuk kerusakan saraf, meningitis, abses epidural,
reaksi kontras, kebocoran CSF, atau perdarahan, Komplikasi mungkin termasuk
kerusakan sumsum tulang belakang, seperti karena konus rendah atau kabel
ditambatkan dengan pendekatan lumbar atau kerusakan kabel langsung dalam
pendekatan serviks. Komplikasi lainnya termasuk kematian atau kelumpuhan dari
kerusakan kabel akibat suntikan kontras ke kabel atau perdarahan dalam kabel
dari kerusakan jarum.
2.7 Gambaran Radiologi dengan CT mielografi
1.
2.
10
A Normal lumbar myelogram, proyeksi AP. Perhatikan kontras putih yang mengisi sakus tekal.Akar saraf mudah teridentifikasi sebagai "negative defect" pada kontras(panah). B Cervical myelogram, proyeksi AP. Sumsum tulang belakang (asterisk) dapat dilihat sebagai gambaran yang memiliki densitas yang rendah dalam kolom kontras. Akar saraf juga dapat terlihat pada gambar(panah).
A B
3. Gambaran CT myelografi pada pasien dengan sakit kepala nontraumatik
dengan disertai kebocoran cairan serebrospinal
(B) Coronal refformated CT myelogram menunjukkan adanya kumpulan cairan
serebrospinal pada jaringan lunak di paravertebra sinistra posterior pada level
T12. (C). Sagittal refformated CT myelogram menunjukkan adanya agregasi
kontras pada posterior subdural space.
11
Gambaran CT normal pada tulang belakang. A Soft tissue windows. A = Aorta; D = diskus intervertebralis; N = foramen saraf; P = otot psoas; panah = ligamentum flavum; asterisk = sakus tekal. B Bone window. Asterisk = kanalis spinalis; P = pedikel; B = korpus vertebrae; T = prosesus tranversus; F = sendi facet. Perhatikan detail tulangdan lingkar tipis tulang kortikal yang normal padat (panah).
4.Pria 57 tahun dengan kista meningeal extradural. Axial CT myelogram
menunjukkan kista setinggi S1 sebelah kiri yang terisi dengan kontras. Perhatikan
adanya persarafan menempel di dinding kista yang ditunjuk dengan tanda panah
5. Pria 47 tahun dengan kista meningeal ekstradural multiple. Oblique CT
myelogram menunjukkan adanya kista perineurium meultiple (tanda panah) yang
membungkus radiks saraf sebelah kiri
6. Kista meningeal intradural pada laki-laki usia 50 tahun. Lateral Thoracic
myelogram menunjukkan adanya masa intradural yang berbatas tegas (panah)
12
yang tampak sebagai filling defect kontras pada columna spinalis. Kista kedua
yang lebih kecil dapat dilihat secara inferior.
7. Traumatic cervical pseudomeningocele pada laki-laki usia 24 tahun. CT
myelogram serial menunjukkan komponen pseudomeningocele intraspinal
(arrowheads) dan extraspinal (arrow)
8. Gambaran cervical myelography pada pasien normal (posisi pronasi). Dengan
kepala pasien terbaring, ada waktu yang cukup untuk mendapatkan gambar yang
menunjukkan radiks saraf cervical dengan sangat mendetail tanpa kehilangan
kontras
13
9. Avulsi radiks servikal setelah kecelakaan motor. (a) CT myelography
menunjukkan adanya pseudoceles traumatic di C7-T1. Cabang-cabang radiksnya
tidak dapat dibedakan. (b) Irisan tipis (1.25mm) CT myelography dan potongan
koronal menunjukan adanya avulsi komplit dari radiks ventral dan dorsal.
14
10.
11.
15
Gambar 10. Potongan aksial CT mielografi menunjukkan adanya stenosis kanal ringan karena osteofit corpus posterior
Gambar 11. Potongan aksial CT mielogram menunjukkan adanya stenosis
kanal ringan, stenosis neuroforamina kiri, protursi diskus yang menekan
serabut saraf, degenerasi sendi facet
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. CT mielogram merupakan prosedur diagnostik yang dikerjakan
setelah kontras diinjeksikan dalam rongga sub arachnoid.
2. Salah satu kelebihan yang dimiliki CT mielografi dibandingkan MRI
adalah sensitifitas yang tinggi terhadap masalah pada foramen karena
dapat mendiferensiasi tulang dan jaringan lunak dengan baik.
3. CT mielografi paling sering digunakan untuk mendeteksi kelainan
pada spinal cord, kanalis spinalis dan radiks syaraf serta pembuluh
darah yang mensuplai spinal cord
16
4. Kontra indikasi dilakukannya CT mielografi adalah ibu hamil,
pemanjangan PTT, aPPT, dan trombosit <50.000, serta alergi terhadap
kontras.
5. Prosedur pelaksanaan CT mielografi dimulai dari persiapan pasien,
injeksi kontras, dan proses imaging.
6. Komplikasi yang paling umum adalah karena reaksi meningeal, nyeri
kepala, muntah, vertigo, dan sakit leher.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai dasar-dasar
pemilihan teknik imaging untuk tiap kondisi pasien
2. Perlu dilakukan pengkajian tentang perbedaan hasil CT mielografi
dengan teknik imaging lain yang sejenis
DAFTAR PUSTAKA
Birchall dkk. 2003. Evaluation of magnetic resonance myelography in the
investigation of cervical spondylotic radiculopathy. British Journal of
Radiology (2003) 76, 525-531
Bischoff dkk. 1993. A Comparison of Computed Tomography-myelography,
magnetic resonance imaging, and myelography in the diagnosis of
herniated nucleus pulposus and spinal stenosis. J Spinal Disord 1993
Aug:6(4):289-295.
Chen, Michael Y. M., Pope, Thomas L. and Ott, David J. Imaging of the spine.
Basic Radiology. United State : Mc Graw-Hill Companies, inc, 2004.
17
Davagnanam, I., Nikoubashman, O., Shanahan, P. 2013. Teaching Neuroimages:
Nontraumatic Spinal CSF Leak on CT Myelography in Patients With
Low-Pressure Headache.
http://www.neurology.org/content/75/22/e89.full.pdf. diakses pada
tanggal 13 Juni 2013
Fontaine, Suzaine dkk. 2002. CAR Standards and Guidelines for Myelography.
http://radiology.org. Diakses tanggal 10 Juni 2013 jam 15.00
http://www.mir.wustl.edu/neurorad/internal/asp?NavID=72.Diakses tanggal 12
Juni 2013 jam 16.15
Janssen dkk. 1994. Lumbar Herniated Disk Disease: Comparison of MRI,
myelography, and post myelographic CT Scam with Surgical Finding.
Orthopedics. 1994 Feb, 17(2):121-127
Kapur V. 2009. Better Understanding of CT Myelography.