[REFERAT TIROID] April, 2015 TIROID 1. Anatomi Kelenjar tiroid berwarna coklat dan konsistensi padat, terletak posterior dari otot sternothyroid dan sternohyoid. Pada orang dewasa kelenjar tiroid yang normal beratnya sekitar 30 gram, kelenjar tiroid lebih berat pada wanita daripada laki-laki dan dapat bervariasi tergantung berat badan dan asupan yodium. Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus dan terhubung di garis tengah oleh isthmus yang biasanya terletak lebih rendah dari tulang rawan krikoid. Kelenjar tiroid berada pada vertebra servikalis V sampai vertebra toraks I. Kelenjar tiroid memiliki kapsul jaringan ikat yang membentuk stroma organ. Bagian luar kapsul adalah lapisan yang berkembang dari fasia pretracheal disebut juga selubung perithyroid atau kapsul bedah. Bagian anterior dan lateral fasia berkembang dengan baik, bagian posterior tipis dan longgar, memungkinkan pembesaran kelenjar tiroid posterior. 2. Embriologi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
[ ] April, 2015
TIROID
1. Anatomi
Kelenjar tiroid berwarna coklat dan konsistensi padat, terletak posterior dari otot
sternothyroid dan sternohyoid. Pada orang dewasa kelenjar tiroid yang normal beratnya
sekitar 30 gram, kelenjar tiroid lebih berat pada wanita daripada laki-laki dan dapat
bervariasi tergantung berat badan dan asupan yodium. Kelenjar tiroid terdiri dari dua
lobus dan terhubung di garis tengah oleh isthmus yang biasanya terletak lebih rendah
dari tulang rawan krikoid. Kelenjar tiroid berada pada vertebra servikalis V sampai
vertebra toraks I. Kelenjar tiroid memiliki kapsul jaringan ikat yang membentuk stroma
organ. Bagian luar kapsul adalah lapisan yang berkembang dari fasia pretracheal disebut
juga selubung perithyroid atau kapsul bedah. Bagian anterior dan lateral fasia
berkembang dengan baik, bagian posterior tipis dan longgar, memungkinkan
pembesaran kelenjar tiroid posterior.
2. Embriologi
Kelenjar tiroid muncul sebagai kantong yang keluar dari foregut primitif pada minggu
ketiga kehamilan, asalnya di dasar lidah di sekitar foramen sekum. sel endoderm di dasar
anlage faring menebal membentuk anlage tiroid medial yang turun di depan leher
dengan struktur yang membentuk tulang hyoid dan laring. Selama perkembangannya,
anlage tetap terhubung ke foramen sekum melalui saluran berlapis epitel yaitu duktus
thyroglossal. Sel-sel epitel yang membentuk anlage merangsang perkembangan sel-sel
folikel tiroid. anlages lateral berasal dari kantong branchial keempat dan menyatu
1
[ ] April, 2015
dengan anlage median pada minggu kelima kehamilan. Anlages lateral berasal dari
neuroectodermal dan mengaktivasi kalsitonin memproduksi sel parafollicular atau C
yang terletak di superoposterior kelenjar. Folikel tiroid berkembang selama 8 minggu
dan pembentukan koloid dimulai pada minggu ke sebelas kehamilan.
3. Histologi
Kelenjar tiroid ini dikelilingi oleh
kapsul tiroid yang merupakan
lapisan tipis jaringan ikat. Dari
kapsul, beberapa septa memperluas
parenkim tiroid yang dibagi lagi
menjadi beberapa lobulus. Sel epitel
(cuboidal atau skuamosa) membentuk folikel tiroid, dipisahkan oleh stroma penghubung
tipis yang banyak pembuluh getah bening dan darah. Koloid dikumpulkan di dalam
folikel. Setiap folikel memiliki dua jenis sel yaitu sel folikel dan parafollicular atau C.
Menurut Ross dan Reith, sel folikel berperan dalam sintesis thyroglobulin, iodinasi,
penyimpanan thyroglobulin, resorpsi dari thyroglobulin, hidrolisis thyroglobulin, dan
pelepasan hormon tiroid ke dalam darah dan limfatik. Sel parafollicular atau C dapat
ditemukan di stroma jaringan ikat antara folikel dalam epitel folikel. Khas epitel folikel
memiliki granul-granul sekretori.
4. Fisiologi
Sintesis hormon tiroid terdiri dari beberapa tahapan. Langkah pertama, penjeratan
iodida, melibatkan transpor aktif iodida (ATP-dependent) melintasi membran basement
thyrocyte melalui protein membran intrinsik, Na + / I-symporter (NIS). Thyroglobulin (Tg)
adalah glikoprotein (660-kDa) yang besar, masuk dalam folikel tiroid dan memiliki empat
residu tyrosyl. Langkah kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida
untuk yodium dan iodinasi dari residu tirosin pada Tg, untuk membentuk
monoiodotyrosines (MIT) dan diiodotyrosines (DITs). Kedua proses ini dikatalisis oleh
peroksidase tiroid. Langkah ketiga, molekul diiodotyrosines membentuk
tetraiodothyronine atau tiroksin (T4), dan satu molekul diiodotyrosines dengan satu
molekul monoiodotyrosines membentuk 3,5, 3'-triiodothyronine (T3). Jika dirangsang
2
[ ] April, 2015
oleh TSH, thyrocytes pseudopodia yang mengelilingi bagian dari membran sel yang
mengandung thyroglobulin menyatu dengan enzim lisosom. Pada langkah keempat,
thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan iodothyronines bebas (T3 dan T4) dan
mono-dan diiodotyrosines. Yang terakhir adalah deiodinasi pada langkah kelima untuk
menghasilkan iodida, yang digunakan kembali dalam thyrocyte tersebut.
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh hipotalamus-hipofisis-tiroid. Hipotalamus
menghasilkan peptida, maka hormon thyrotropin-releasing (TRH) merangsang pituitari
untuk melepaskan TSH atau thyrotropin. TRH mencapai pituitari melalui sirkulasi
portovenous. TSH, sebuah glycopeptide 28-kDa, menengahi penjeratan iodida, sekresi,
dan pelepasan hormon tiroid, selain untuk meningkatkan cellularity dan vaskularisasi
dari kelenjar tiroid. Reseptor TSH memiliki G-reseptor protein-coupled yang memiliki
tujuh domain transmembran-rentang dan memanfaatkan cAMP dalam jalur transduksi
sinyal. sekresi TSH oleh hipofisis anterior juga diatur melalui umpan balik negatif oleh T4
dan T3. Karena pituitari memiliki kemampuan untuk mengubah T4 ke T3, yang terakhir
ini dianggap lebih penting dalam kontrol umpan balik. T3 juga menghambat pelepasan
TRH.
Kelenjar tiroid juga mampu autoregulasi, yang memungkinkan untuk memodifikasi
fungsi independen terhadap TSH. Sebagai adaptasi terhadap asupan iodida rendah,
kelenjar mensintesis preferentially T3 daripada T4, sehingga meningkatkan efisiensi
hormon dilepaskan. Dalam situasi kelebihan yodium, transportasi iodida, generasi
peroksida, sintesis, dan sekresi hormon-hormon tiroid terhambat. Dosis besar iodida
dapat mengakibatkan peningkatan organification awal, diikuti dengan penekanan,
3
[ ] April, 2015
fenomena yang disebut efek Wolff-Chaikoff. Epinefrin dan gonadotrophin chorionic
manusia (hCG) hormon tiroid merangsang produksi hormon. Dengan demikian,
peningkatan kadar hormon tiroid ditemukan pada kehamilan dan dalam keganasan
ginekologis seperti mola hidatidosa. Sebaliknya, glukokortikoid menghambat produksi
hormon tiroid. Pada pasien sakit parah, hormon tiroid perifer dapat dikurangi, tanpa
kompensasi kenaikan kadar TSH, sindrom sakit-euthyroid T3 rendah.
Fungsi Hormon Tiroid
Hormon tiroid free memasuki membran sel dengan difusi atau oleh reseptor tertentu
dan dibawa ke membran dengan mengikat protein tertentu. T4 deiodinated untuk T3
dan memasuki inti melalui transpor aktif, di mana ia mengikat ke reseptor hormon
tiroid. T3 reseptor mirip dengan reseptor nuklir untuk Glukokortikoid,
mineralocorticoids, estrogen, vitamin D, dan asam retinoat. Pada manusia, dua jenis gen
reseptor T3 (dan) terletak pada kromosom 3 dan 17. ekspresi reseptor Thyroid
tergantung pada konsentrasi perangkat hormon tiroid dan jaringan spesifik-bentuk yang
melimpah di sistem saraf pusat, sedangkan bentuk dominan dalam hati. Setiap produk
gen memiliki domain, ligan-independen aminoterminal, sebuah domain, ligan-mengikat
carboxyterminal; dan daerah-mengikat DNA terletak di pusat. Pengikatan hormon tiroid
menyebabkan transkripsi dan translasi dari gen spesifik hormon-responsif.
Hormon tiroid mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh. Mereka adalah
penting untuk perkembangan otak janin dan pematangan kerangka. T3 meningkatkan
konsumsi oksigen, tingkat metabolisme basal dan produksi panas oleh stimulasi Na + / K
+ ATPase dalam berbagai jaringan. Ini juga memiliki efek inotropik dan chronotropic
positif pada jantung dengan meningkatkan transkripsi ATPase + Ca2 dalam retikulum
sarkoplasma dan meningkatkan tingkat reseptor beta-adrenergik dan konsentrasi
protein G. reseptor miokard mengalami penurunan dan tindakan katekolamin diperkuat.
Hormon tiroid bertanggung jawab untuk menjaga hipoksia dan hiperkapnia normal di
pusat pernapasan otak. Mereka juga meningkatkan motilitas gastrointestinal, yang
menyebabkan diare pada hipertiroidisme dan sembelit pada hipotiroidisme. hormon
tiroid juga meningkatkan tulang dan pergantian protein dan kecepatan kontraksi otot
dan relaksasi. Mereka juga meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis hepatik,
penyerapan glukosa usus, dan sintesis kolesterol dan degradasi. Fungsi Hormon Thyroid:
4
[ ] April, 2015
- Meningkatkan basal metabolic rate (BMR) dan pemakaian oksigen
- Meningkatkan sintesis protein, lipolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis
- Meningkatkan heart rate dan kontraktilitas
- Meningkatkan sensitivitas katekolamin
- Stimulasi pelepasan hormon steroid
- Stimulasi erythropoiesis dan produksi 2,3-diphosphoglycerate (DPG)
- Meningkatkan bone turnover
5
[ ] April, 2015
KELAINAN-KELAINAN TIROID
Struma
1. Definisi
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa
lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid
umumnya disebut struma. Struma adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid
membesar. Struma merupakan salah satu penyakit endokrin terbanyak di Indonesia,
sehingga struma cukup banyak ditemukan dalam pelayanan kesehatan di bagian
penyakit dalam.
2. Penyebab
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang
bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu
ada 4 hal utama.
Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau
jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid
lingual).
Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit
tiroiditis Hashimoto.
Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada
struma koloid dan struma endemik.
Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma –
sejenis tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
3. Klasifikasi
Berdasarkan fisiologisnya:
6
[ ] April, 2015
o Eutiroid: aktivitas kelenjar tiroid normal
o Hipotiroid: aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
o Hipertiroid: aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
Berdasarkan klinisnya:
a) Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
- Difusa: endemik goiter, gravida
- Nodusa: neoplasma
b) Toksik (hipertiroid)
- Difus: grave, tirotoksikosis primer
- Nodusa: tirotoksikosis skunder
Berdasarkan morfologinya:
a) Struma Hyperplastica Diffusa. Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine
(baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive
biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena
kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah
yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.
Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat.
Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali
(diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam
struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b) Struma Colloides Diffusa. Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan
excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas,
laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui
hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil
vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.
c) Struma Nodular. Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan
sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat
kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi
tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional
(fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan
daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul
7
[ ] April, 2015
dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi. Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi
dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan
sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular,
kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian
kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang
berlebihan/mengecil)
Struma Difusa Non-Toksik
Goiter
1. Definisi
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi
kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan
produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada
leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid
yang tidak normal.
2. Klasifikasi Goiter
a) Goiter kongenital. Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak
besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
b) Goiter endemik dan kretinisme. Biasa terjadi pada daerah geografis dimana
detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya,
goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut.
c) Goiter sporadic. Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik
yang terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan
kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting
untuk diagnosa. Digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:
Goiter yodium. Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar
secara difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
Goiter sederhana (Goiter kollot). Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien
bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid
dan epitel pipih.
8
[ ] April, 2015
Goiter multinodular. Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal
atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan
kistik dan fibrosis.
d) Goiter intratrakea. Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering
berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO:
1) Stadium O–A: tidak ada goiter.
2) Stadium O–B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher
terekstensi penuh.
3) Stadium I: goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.
4) Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
5) Stadium III: goiter yang besar terlihat dari Darun.
3. Patofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk
membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup
jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu
akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim
sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya,
hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam
ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang
disebut sebuah gondok.
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal
sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus.
Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon
tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi
TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan
fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH
reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat
9
[ ] April, 2015
mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau
sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH
meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia
kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini
berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid
termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor
TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis,
adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic
gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi
TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan
pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan
adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka
akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar
meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial
kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam
sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen,
nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara
menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke
arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman
dan konsep diri klien.
10
[ ] April, 2015
4. Manifestasi klinis
Gejala utama:
Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar,
di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang
tenggorokan).
Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
Suara serak.
Distensi vena leher.
Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
Kelainan fisik (asimetris leher)
Dapat juga terdapat gejala lain, di antaranya:
Tingkat peningkatan denyut nadi
Detak jantung cepat
Diare, mual, muntah
Berkeringat tanpa latihan
Goncangan
Agitasi
Struma Difusa Toksik
Grave Disease
1. Definisi
Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun 1830, adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari
kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga disebut
penyakit Basedow. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20–40
tahun terutama wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur.
11
[ ] April, 2015
2. Etiologi
Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan
terjadi peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin
(TSI), suatu IgG yang sepertinya “mirip” reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada
sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-
kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang
berada di darah. Hipertiroidisme dapat terjadi secara primer maupun sekunder.
3. Epidemiologi
Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50
tahun. Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita.
Insidens puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan.
Penderita penyakit ini akan mempunyai tanda-tanda kardiovaskular yang seringkali
menutupi gejala-gejala dan tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme.
4. Patofisiologi
Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan tersebut terdapat
beragam antibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH,
perisoksom tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen
terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk
berbeda-beda tergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya.
Sebagai contoh, salah satu antibodi yang disebut thyroid growth-stimulating
immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat
siklase/AMP siklik yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid.
Golongan antibodi lain yang juga ditujukan pada reseptor TSH dilaporkan menyebabkan
proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-stimulating immunoglobulin atau TGI).
Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII), yang
menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam
prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi
aktifitas sel epitel tiroid sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak
jarang ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan
menghambat dalam serum pasien yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa
12
[ ] April, 2015
sebagian pasien dengan morbus Graves secara spontan mengalami episode
hipotiroidisme.
Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya terdapat di
dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan
mengeluarkan factor larut seperti interferon-γ dan faktor nekrosis tumor (TNF). Faktor
ini pada gilirannya akan memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul
konstimulatorik sel T pada sel epitel tiroid yang memungkinkan antigen tersaji ke sel T
lain.
Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya
oftalmopati infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa diperkirakan
bekerja pada dermopati Graves dengan fibroblas pretibia yang mengandung reseptor
TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi
dan sitokin.
5. Manifestasi klinis
Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan:
- Eksoftalmus (50%)
- Tremor
- Goiter
Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar:
- Derajat 0-a: kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari ukuran
normal
- Derajat 0-b: kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam posisi
normal
- Derajat I: mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal, dan
terlihat nodulus
- Derajat II: jelas terlihat pembesaran
- Derajat III: tampak jelas dari jauh
- Derajat IV: sangat besar
13
[ ] April, 2015
Metabolisme energy
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas,
proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir
mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan
mudah berkeringat. Pada satu sisi, lipolisis akan menyebabkan penurunan berat badan
dan pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia dan peningkatan enzim
proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan
pembentukan dan ekskresi urea. Hal ini menyebabkan penurunan massa otot dan
menyebabkan otot melemah. Pelepasan hormon tiroid berlebihan juga dapat
menyebabkan perangsangan glikogenolisis dan glukoneogenesis sehingga kadar gula
darah juga naik, bahkan terkadang menjadi glukosuria. Sementara itu, kosentrasi VLDL,
LDL, dan kolestrol berkurang. Pengaruhnya pada metabolisme karbohidrat memudahkan
pembentukan diabetes mellitus (reversible). Bila diberikan glukosa (tes toleransi
glukosa), konsentrasi glukosa dalam plasma akan meningkat secara cepat dan lebih
nyata daripada orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan yang cepat.
Sistem saraf
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi
oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4.
Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak,
menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan
mencemaskan hal-hal yang sepele. Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya
tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan, dan insomnia.
Kardiovaskular
Penderita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan
meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya
gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer)
Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus
shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh
darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal,
14
[ ] April, 2015
serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone
steroid dan obat akan dipercepat.
Gastrointestinal
Perangsangan usus halus akan meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare.
Dengan demikian banyak kalsium yang dikeluarkan bersama feses. Lagi pula pada
hipertiroid terjadi mobilisasi kalsium tiroid keluar dari tulang akibat meningkatnya
metabolisme tulang dan ditambah dengan faktor diare akan menyebabkan tulang-tulang
menjadi osteoporosis. Kehilangan kalsium ini perlu diperhitungkan, karena pasca
tiriodektomi mungkin timbul tetani akibat terganggunya hormon-hormon paratiroid.
Mata
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder,
gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme
imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi
cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air
mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi
imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH.
Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi
limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
Untuk memudahkan pemantauan maupun diagnosis dibuat klasifikasi beberapa klas
dengan singkatan NO SPECS, di mana:
- Klas 0 N o physical signs or symptoms
- Klas 1 O nly signs, no symptom (hanya stare, lidlag, upper eyelid retraction
- Klas 2 S oft tissue involvement (palpebra bengkak, kemosis dan lain-lain) 90%
15
[ ] April, 2015
- Klas 3 P roptosis (> 3mm dari batas atas normal) 30%
- Klas 4 E xtraocular muscle involvement (sering dengan diplopia) 60%
- Klas 5 C orneal involvement 9%
- Klas 6 S ight loss (karena saraf optikus terlibat) 34%
Kulit
Kulit penderita hipertiroid akan menjadi lebih halus karena perubahan metabolisme dan
hormonal tubuh dan juga basah akibat hipersekresi ke permukaan tubuh.
6. Komplikasi
Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung
oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi
takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur
di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air
mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup
musinus, karsinoma medulare, dan karsinoma anaplastik.
Karsinoma tiroid sering hormone-dependent. Misalnya pada TSH dimana mengatur
sekresi normal dari tiroid. Hormone-dependent maksimal pada Ca papiller dan praktis
nol pada tipe anaplastik dan folikuler bervariasi responnya.
Klasifikasi karsinoma tiroid
1) Klasifikasi karsinoma tiroid menurut WHO:
a) Tumor epitel maligna
Karsinoma folikulare
Karsinoma papilare
Campuran karsinoma folikulare – papilare
Karsinoma anaplastik (undifferentiated)
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma tiroid medulare
b) Tumor non-epitel maligna
Fibrosarkoma
Lain-lain
c) Tumor maligna lainnya
Sarcoma
Limfoma maligna
Hemangiotelioma maligna
Teratoma maligna
d) Tumor sekunder dan unclassified tumor
2) Klasifikasi karsinoma tiroid berdasarkan histopatologi mayor, antara lain:
a) Karsinoma papiler. Karsinoma ini merupakan jenis karsinoma yang banyak diderita
pada umur muda. Sebanyak 1/3 penderita umumnya menunjukkan metastase
18
[ ] April, 2015
intraglanduler lymphatic (yang sebelumnya dianggap multisentrik). Metastasis yang
paling sering terutama ke limfonodi servikal, namun karsinoma ini relatif tidak terlalu
ganas. Secara histologis, terciri atas struktur papiler yang sangat bercabang dilapisi
sel-sel yang tersusun tidak teratur dengan inti yang umumnya jernih opaque. Benda-
benda psamoma (konkremen kapur dengan susunan berlapis konsentris) sering
didapatkan. Di samping daerah papiler, sering terdapat campuran dengan bagian
folikuler.
b) Karsinoma folikuler. Karsinoma folikuler biasanya terjadi pada penderita yang lebih
tua. Karsinoma ini bersifat lebih ganas dibandingkan tipe papiler. Selain itu,
karsinoma ini sering merupakan komplikasi dari adenoma benigna soliter ataupun
struma multinoduler. Metastasis jauh sering ditemukan terutama secara hematogen
ke dalam otot dan paru. Secara histologi, sering menyerupai jaringan kelenjar tiroid
normal. sel berukuran medium dan teratur dalam berkas atau trabekula dengan
daerah folikuler yang teratur. Oleh karena secara mikroskopik terlihat sel teratur
dalam bentuk aciner (sel kolumner rendah atau kuboid), terkadang digambarkan
seperti halnya karsinoma alveolar. Bentuk khusus karsinoma folikular adalah
karsinoma sel hurtle, terdiri dari sel-sel eosinofil, granular halus yang mengandung
banyak mitokondria.
c) Karsinoma anaplastic. Karsinoma jenis ini merupakan tumor yang tidak menunjukkan
diferensiasi ke arah folikuler ataupun papiler dan terdiri dari rangkaian sel-sel solid
yang tidak mempunyai aspek khas untuk karsinoma meduler. Biasanya diderita pada
usia lanjut. Penyebaran biasanya secara limfogen ataupun hematogen pada stadium
awal. Secara histologi, terdapat 2 tipe sel yaitu tipe small cell dan giant cell. Kedua
tipe menunjukkan gambaran pleomorphi tetapi tipe giant cell lebih ganas.
d) Karsinoma meduler. Karsinoma ini berasal dari sel parafolikuler C (derivat dari corpus
ultimobranchial) dan beberapa ragu-ragu bahwa ini berasal dari jaringan tiroid. Ada
2 tipe, yaitu familial dan sporadis. Tipe familial sering melibatkan dua lobus dan
dapat berasal multifocal sebagai sel parafolikular pada jaringan interstisial dari
kelenjar tiroid. Metastasis dengan limfonodi dalam persentase yang tinggi penderita
dan prognosis buruk. Tipe sporadis biasanya unilobar dan kurang malignant.
Histologi menunjukkan karakter undifferentiated terdiri dari berkas-berkas gel bulat
19
[ ] April, 2015
dan dapat menyerupai tumor karsinoid. Karakteristik adanya amiloid baik
mikroskopik maupun makroskopik.
e) Karsinoma epidermoid. Karsinoma ini merupakan kanker sekunder berasal dari luar,
biasanya dari perluasan sekunder kanker esofagus atau faring. Dalam klinik
terkadang ditemukan adenoma maligna (perubahan menjadi ganas dalam adenoma.
Karsinoma yang terjadi awalnya dapat berupa struma nodular soliter. Bisa berupa
occult (tersembunyi) bila yang primer tidak palpabel tetapi pasien biasanya
menampilkan metastasis pada limfonodi di dekatnya (thyroid aberrant lateral).
Klasifikasi TNM Karsinoma Tiroid
T – Tumor primerTx Tumor primer tidak dapat dinilaiT0 Tidak didapatkan tumor primerT1 Tumor ? 1 cm, terbatas di tiroidT2 Tumor > 1 cm tapi tidak lebih dari 4 cm, masih terbatas di tiroid
T3Tumor > 4 cm, terbatas di tiroid atau tumor ukuran berapapun dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misal ke m. sternocleidomastoideus atau kelenjar paratiroid
T4a Tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi daerah berikut : jaringan subkutis, laring, trakea, esophagus, n. laryngeus reccurens
T4b Tumor menginvasi fascia prevertebralis, pembuluh mediastinal atau arteri karotisT4a* Tumor ukuran berapapun yang masih terbatas pada tiroidT4b* Tumor ukuran berapapun yang berekstensi keluar kapsul tiroid*khusus pada karsinoma anaplastik
N – Kelenjar limfe regionalNx Kelenjar limfe tidak dapat dinilaiN0 Tidak didapatkan metastase kelenjar limfeN1 Terdapat metastase kelenjar limfe