Top Banner
Clinical Science Session KEMOTERAPI RETINOBLASTOMA Oleh : 1. Hanna Ramadhani 1110311002 2. Ranti Verdiana 1110312084 3. Rezi Amalia Putri 1110312003 4. Vidya Hamzah 1110313019 Preseptor : dr. Ardizal Rahman, Sp.M (K) BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
39

CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Jan 31, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Clinical Science Session

KEMOTERAPI RETINOBLASTOMA

Oleh :

1. Hanna Ramadhani 1110311002

2. Ranti Verdiana 1110312084

3. Rezi Amalia Putri 1110312003

4. Vidya Hamzah 1110313019

Preseptor :

dr. Ardizal Rahman, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Page 2: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Clinical Science

Session (CSS) dengan judul ”Kemoterapi Retinoblastoma” dengan baik. CSS ini

merupakan salah satu syarat menyelesaikan tahap kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu

Kesehatan Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP. Dr. M. Djamil

Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dr. Ardizal Rahman,

Sp.M (K), serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karna itu penulis mengharpakan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah

ini. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan

serta pemahaman tentang Kemoterapi Retinoblastoma, terutama bagi penulis sendir dan

bagi rekan sejawat lainnya.

Padang, 5 Oktober 2015

Penulis

ii

Page 3: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii

BAB I.............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................1

1.3. Tujuan Penulisan...............................................................................................................2

1.4. Metode Penulisan..............................................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................3

2.1. Anatomi dan Fungsi Retina..............................................................................................3

2.2. Embriologi dan Anatomi Retina.......................................................................................4

2.3. Perubahan Energi Cahaya Menjadi Energi Listrik Biologik di Retina.............................8

2.4. Definisi Retinoblastoma...................................................................................................9

2.5. Klasifikasi Retinoblastoma...............................................................................................9

2.6. Epidemiologi...................................................................................................................12

2.7. Etiologi dan Patogenesis.................................................................................................13

2.8. Gambaran Klinis.............................................................................................................13

2.9. Diagnosis........................................................................................................................14

2.10. Tatalaksana.....................................................................................................................15

2.11. Prognosis.........................................................................................................................23

BAB III........................................................................................................................................25

KESIMPULAN...........................................................................................................................25

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................26

iii

Page 4: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokuler yang berasal dari

lapisan sensoris retina dan paling sering terjadi pada anak-anak. Retinoblastoma

berkembang dari sel retina yang imatur. Insidennya berkisar 1:20.000 kelahiran.1-2

Retinoblastoma dapat mengenai salah satu atau kedua mata. Apabila tumor

mengenai satu mata disebut dengan unilateral retinoblastoma dan bila terjadi pada kedua

mata disebut bilateral retinoblastoma. Bilateral retinoblastoma terdapat sebanyak 30%

kasus sedangkan unilateral retinoblastoma terdapat sebanyak 70% kasus. Sebanyak 95%

kasus disebabkan karena mutasi somatik sedangkan 5% kasus lainnya mempunyai riwayat

keturunan di keluarganya, yaitu terjadinya mutasi pada kromosom 13q.1-2

Di Rumah Sakit Dr M.Jamil Padang, pada tahun 2003-2012 didapatkan 99 kasus

retinoblastoma dimana terdapat 76 kasus unilateral retinoblastoma dan 23 kasus bilateral

retinoblastoma. Berdasarkan data tersebut, retinoblastoma paling banyak didapatkan pada

kelompok usia 3-4 tahun, yaitu sebanyak 40 pasien.3

Pertumbuhan tumor ini dapat secara endopitik dan eksopitik. Endopitik, yaitu

pertumbuhan kedalam korpus vitreus, sehingga dapat terlihat permukaan retina berwarna

putih, massa berkelompok dan terdapat pembuluh darah di permukaannya. Eksopitik,

yaitu pertumbuhan kearah sub retinal, dan akan terlihat massa epitel dengan multi

lobulus1.

Pada pasien retinoblastoma awalnya terlihat refleks pupil yang berwarna putih

disebut leukokoria atau kadang-kadang disebut sebagai refleks mata kucing. Selain

leukokoria dapat juga ditemukan kelainan lainnya, seperti strabismus, proptosis,

eksotropia, esotropia, glaukoma sekunder, dll.4-6

Diagnosa yang terlambat sering terjadi pada pasien dan berhubungan dengan

faktor sosial ekonomi atau misdiagnostik. Secara umum, semakin dini penemuan dan

Page 5: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

terapi tumor, semakin besar kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf

optikus dan jaringan orbita. Retinoblastoma ini sangat membahayakan kehidupan bila

tidak diobati secara tepat, dapat berakibat fatal karena dalam satu sampai dua tahun

setelah didiagnosis akan bermetastase ke otak atau bermetastase jauh secara hematogen

dimana prognosa sudah sangat kurang baik  dan  tindakan yang dapat dilakukan hanya

enukleasi, kemoterapi dan eksenterasi.7

Kemoterapi merupakan salah satu teknik pengobatan yang dapat dilakukan pada

pasien retinoblastoma. Kemoterapi dapat diindikasikan pada tumor yang sudah dilakukan

enukleasi bulbi yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada khoroid

dan atau mengenai nervus optikus, pasien yang sudah dilakukan eksenterasi dan dengan

metastase regional atau metastase jauh, dan tumor ukuran kecil dan sedang untuk

menghindarkan radioterapi.8

Berdasarkan hal di atas, kemoterapi digunakan di seluruh dunia dan berlaku

efektif untuk kontrol intraokular retinoblastoma serta pencegahan dari metastasis,

pinealoblastoma, dan kanker kedua.8 Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas

peran kemoterapi dalam terapi retinoblastoma.

1.2. Batasan Masalah

Clinical Science Session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,

klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan terutama peran kemoterapi,

komplikasi dan prognosis dari retinoblastoma.

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan Case Science Session ini bertujuan menambah pengetahuan para dokter

muda mengenai peran kemoterapi pada tatalaksana retinoblastoma.

1.4. Metode Penulisan

Penulisan Case Science Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka

dengan mengacu pada berbagai literatur.

2

Page 6: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fungsi Retina

ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis

yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, membentang dari

papil saraf optic ke depan sampai Oraserata.

Retina mempunyai ketebalan 0,23 mm pada polus posterior dan 0,1 mm pada

Oraserata yang merupakan lapisan paling tipis.9

3

Page 7: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

2.2. Embriologi dan Anatomi Retina

Retina berasal dari bagian dalam cawan optic yang timbul dari bagian cefal

tabung neural embrio. Bagian luar cawan ini akan menjadi satu lapisan epitel pigmen. Sel

bakal retina tersebut terus berkembang dari satu jenis sel embrional akhirnya menjadi 5

jenis sel yang tersusun teratur.

1. Sel-sel reseptor, Berupa sel batang dan kerucut.

Sel kerucut (cones) paling banyak terdapat di bagian sentral yang dinamakan

sebagai daerah macula lutea. Pada sentral macula lutea, yaitu daerah fovea sentralis yang

tidak tercampuri sel-sel batang. Besar macula lutea 1-2 mm, daerah ini daya

penglihatannya paling tajam terutama di fovea sentralis.10 Struktur macula lutea :

a. Tidak ada sel saraf

b. Sel sel ganglion sangat banyak di pinggir

c. Lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Pada fovea sentralis hanya

terdapat sel kerucut.

Pada nasal dari macula lutea terdapat papilla nervi opticum yaitu tempat dimana

nervus II menembus sclera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung

sel batang atau sel kerucut sama sekali. Oleh karena itu, tidak dapat melihat sama sekali

dan disebut titik buta (skotoma fisiologis, blind spot). Bentuk papil lonjong, berbatas

tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang

tampak agak pucat besarnya 1/3 diameter papil yang disebut ekskavasasi fisiologis.9 Dari

tempat ini keluarlah arteri dan vena retina sentral yang kemudian bercabang-cabang ke

temporal dan ke nasal, keatas dan ke bawah.

Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision (melihat warna, cahaya

intensitas tinggi dan penglihatan sentral/ketajaman penglihatan). Persepsi detail dan

warna pada cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang remang-remang sel kerucut ini

kurang berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang masing-masing

peka terhadap sinar merah, hijau, biru. Pigmen yang peka terhadap sinar merah, spectrum

absorbsinya luas, 575 mA. Pigmen yang peka terhadap sinar hijau mempunyai frekuensi

maksimal 540 mA, sedang pigmen yang peka terhadap sinar biru frekuensi absorbs

maksimalnya 430 mA. Sel-sel batang lebih banyak di bagian perifer terutama di sekitar

macula. Fungsinya adalah untuk penglihatan di tempat gelap untuk scotoptic vision, yaitu

4

Page 8: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah tidak dapat melihat warna, untuk

penglihatan perifer dan orientasi ruangan.

2. Sel-Sel Bipolar

Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion. Bentuknya ada yang

khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan sel ganglion dan ada pula

bercabang banyak yang menghubungkan beberapa sel batang ke satu sel ganglion.

3. Sel Ganglion

Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang meliputi

lapisan permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan selanjutnya sampai di

badan genikulatum lateral untuk bersinaps di sini dengan sel sel saraf yang melanjutkan

impuls visual kekorteks ke daerah fissure calcarina lobus oksipitalais.

4. Neuron Lainnya : Sel Horizontal dan Sel Amakrin

Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring aliran impuls

dari masing-masing sel saraf sebelumnya.

5. Sel Muller

Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk sistem kerangka

penunjang jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna adalah bagian yang

dibentuknya. Sel muller berfungsi sebagai depot glikogen yang penting untuk energi sel

lainnya.

5

Page 9: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Gambar 1 dan 2: Gambar histologi neuroretina terdiri atas 9 lapisan, 10 dengan lapisan

epitel pigmen yaitu (dari dalam keluar)10

1. Lapisan membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina

dan badan kaca.

2. Lapisan serat saraf dari sel ganglion, yang mengandung akson-akson sel

ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus.

3. Lapisan inti sel ganglion

6

Page 10: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

4. Lapisan molikuler (flexiform) dalam, yang mengandung sambungan-

sambungan (sinaps) sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.

5. Lapisan nukleus dalam, merupakan lapisan aselular yang merupakan tempat

sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

6. Lapisan flexiform luar, merupakan lapisan aselular mengandung sambungan-

sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.

7. Lapisan nuklearis luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan sel

batang

8. Lapisan membrane limitan eksterna, merupakan membrane ilusi

9. Lapisan segmen luar dari sel reseptor

10. Epitel pigmen

Gambar 3: Pendarahan pada retina10:

Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina

sentral masuk retina melalui papil syaraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina

dalam. Dari ekskavasasi fisiologis papilla nervi optisi keluarlah arteri dan vena retina

sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke

bawah. Arteri ini merupakan arteri terminal dan tidak ada anastomose (end artery).

Kadang-kadang didapat anastomose antara pembuluh darah arteri siliaris dan arteri retina

sentral yang disebut arteri silioretina yang biasanya terletak di daerah makula.

Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang

tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah :

Arteri : diameter lebih kecil dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah,

bentuknya lebih lurus di tengah-tengahnya terdapat reflex cahaya.

7

Page 11: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Vena : lebih besar, warna lebih tua dan bentuk lebih berkelok-kelok.

Retina menerima darah dari 2 sumber :

1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform luar dan

lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.

2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.

Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris. Pembuluh darah retina

mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina.

Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

3. Fisiologi Retina

Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan atau

terfokuskan.11 Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan perubahan kimia

dari rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel reseptor. Dengan cara

tertentu perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan keluar masuknya ion Na, K,

Ca lewat “ion gate” sehingga menimbulkan perubahan potensial pada membrane sel.

Penjalaran perubahan potensial dinding membran sel yang kemudian terjadi terus di

sampaikan ke sel-sel bipolar dan ke sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi

rentetan impuls saraf yang diteruskan kearah otak secara berantai lewat beberapa neuron

lainnya.

Di dalam retina diduga terdapat sel-sel khusus yang memantau kekuatan/jumlah

cahaya yang diterimanya. Bila cahaya berlebihan, maka sel itu memberikan perintah

lewat suatu busur reflex untuk penyempitan lobang pupil.

2.3. Perubahan Energi Cahaya Menjadi Energi Listrik Biologik di Retina

Rhodopsin, derivat vitamin A, merupakan bahan dasar untuk proses perubahan

cahaya ke impuls listrik pada retina. Lapisan epitel pigmen di bawah retina sebagai

gudang zat ini, disamping memberikan nutrisi pada retina. Bila rhodopsin sudah

mengabsorbsi energi cahaya, rhodopsin segera terurai dalam waktu sepertriliun detik.

Penyebabnya adalah foto aktivasi electron pada bagian retinal dari rhodopsin yang

menyebabkan perubahan segera pada bentuk cis dari retianal menjadi bentuk all-trans.

8

Page 12: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Produk yang segera terbentuk adalah batorhodopsin, kemudian menjadi lumirhodopsin,

metarhodopsin I, metarhodopsin II dan akan jadi produk pecahan terakhir menjadi

scotopsin dan all-trans retina. Metarhodopsin II (rhodopsin teraktivasi merangsang

perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian menjalarkan bayangan visual ke

system syaraf pusat. Perangan sel batang menyebabkan peningkatan negatifitas dari

potensial membrane yang merupakan keadaan hiperpolarisasi hal ini disebabkan sewaktu

rhodopsin yang ada di segmen luar batang terpapar cahaya dan mulai terurai, terjadi

penurunan konduktansi natrium ke dalam sel batang walaupun ion ion natrium terus di

pompa keluar dari segmen dalam. Berkurangnya ion ion ini dalam sel sel batang

menciptakan negatifitas di dalam membrane, dan semakin banyak jumlah energi cahaya

yang mengenai sel batang, maka semakin besar muatan elektro negatifnya, semakin besar

pula derajat hiperpolarisasinya.

Fotokimiawi kerucut hampir sama persis dengan komposisi kimiawi rhodopsin

dalam sel batang. Perbedaaannya hanya terletak pada bagian protein, opsin, yang disebut

fotopsin dalam sel keucut berbeda dengan sel batang. Pigmen peka terhadap warna dari

sel kerucut merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin. Pigmen warna ini

dinamakan sesuai dengan sifatnya, pigmen peka warna biru, pigmen peka warna hijau,

dan pigmen peka warna merah. Sifat absorbs dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga

macam kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang gelombang

cahaya, berturut turut sebesar 445, 535, dan 570 nanometer.11 Panjang gelombang ini

merupakan puncak sensitifitas cahaya untuk setiap tipe kerucut, yang dapat mulai dipakai

untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna.

2.4. Definisi Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah neoplasma murni dari sel retina. Diantara insiden kasus

tumor pada anak, retinoblastoma adalah tumor dengan insiden yang rendah yakni 3% dari

keganasan pada anak dibawah 15 tahun, tetapi merupakan keganasan primer intraokuler

yang paling sering pada anak.

2.5. Klasifikasi Retinoblastoma

Terdapat beberapa cara pembagian penyakit, terpraktis untuk kepentingan terapi,

retinoblastoma dibagi menjadi: intraocular dan ekstraokular.

9

Page 13: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Intraokular: retinoblastoma terlokalisir di dalam mata, dapat terbatas pada

retina saja atau melibatkan bola mata; namun demikian tidak berekstensi

keluar dari mata kearah jaringan lunak sekitar mata atau bagian lain dari

tubuh. Angka bebas penyakit (DFS) selama 5 tahun : > 90%.

Ekstraokular: retinoblastoma telah melakukan ekstensi keluar dari mata.

Dapat terbatas pada jaringan lunak di sekitar mata, atau telah menyebar,

umumnya ke sistem saraf pusat, sumsum tulang, atau kelenjar getah bening.

Angka bebas penyakit selama 5 tahun: <10%.

Klasifikasi menurut Reese-Ellsworth untuk Tumor Intraokuar:

1. Grup I : penglihatan sangat memungkinkan untuk dipertahankan

2. Tumor soliter, ukuran lebih kecil dari 4 diameter disk (DD), pada atau di

belakang ekuator bola mata.

3. Tumor multiple, tidak ada yang lebih besar dari 4 DD, seluruhnya pada

atau di belakang ekuator.

2. Grup II : penglihatan memungkinkan untuk dipertahankan

1. Tumor soliter, 4 – 10 DD pada atau di belakang ekuator.

2. Tumor multiple, 4 – 10 DD di belakang ekuator.

3. Grup III : penglihatan mungkin dapat dipertahankan

1. Setiap lesi yang terletak di depan ekuator.

2. Tumor soliter, >10 DD di belakang ekuator.

4. Grup IV : penglihatan sulit untuk dipertahankan

1. Tumor multiple, beberapa >10 DD.

2. Setiap lesi yang meluas ke anterior kepada ora serrata.

5. Grup V : penglihatan tidak mungkin dipertahankan

1. Tumor massif meliputi lebih dari setengah retina.

2. Terdapat penyebaran kearah vitreus.

Klasifikasi retinoblastoma lainnya yang lebih baru adalah The International Classification

of Intraocular Retinoblastoma:

1. Grup A: tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus.

Seluruh tumor berukuran < 3mm, terbatas pada retina

Seluruh tumor berlokasi ≥ 3 mm dari fovea

10

Page 14: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

≥ 1,5 mm dari diskus optikus

2. Grup B: seluruh tumor lainnya yang berukuran keci dan terbatas pada retina

Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi kategori grup

A.

Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran ≤ 3 mm dari tumor

tanpa penyebaran sub retina.

3. Grup C: tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau vitreus.

4. Grup D: penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina atau vitreus.

Tumor dapat bersifat massif atau difus.

Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa penyebaran,

yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina.

Tumor pada vitreus bersifat difus atau massif yang dapat mencakup

manifestasi “greasy” atau massa tumor avascular

Tumor diskrit

Terdapat cairna sub retina, saat ini atau lampau, tanpa penyebaran, yang

meliputi maksimal hingga seperempat retina.

Terdapat penyebaran local pada vitreus yang terletak dekat pada tumor

diskrit.

Penyebaran local sub retina < 3 mm (2DD) dari tumor.

Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plak sub retina atau

nodul tumor.

5. Grup E : terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk di bawah ini:

Tumor mencapai lensa

Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan siliar atau

segmen anterior mata.

Diffuse infiltrating retinoblastoma

Glikoma neovaskular

Media opak dikarenakan perdarahan

Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik.

Phthisis bulbi.

11

Page 15: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Klasifikasi berdasarkan International Staging System for Retinoblastoma (ISSRB):

1. Stadium 0 : pasien diterapi secara konservatif (klasifikasi preoperative);

2. Stadium I : Enukleasi mata, reseksi komplit secara histopatologik;

3. Stadium II : enukleasi mata, terdapat residu tumor mikroskopik;

4. Stadium III : ekstensi regional

(a) Melebih orbita

(b) Terdapat pembesaran KGB preaurikular atau KGB servikal;

5. Stadium IV : terdapat metastasis

(a) Metastasis hematogen : (1) Lesi tunggal, (2) Lesi multipel

(b) Perlunakan ke SSP: (1) Lesi prechiasma, (2) Massa intracranial/SSP, (3)

Tumor mencapai leptomeningeal

2.6. Epidemiologi

Retinoblastoma terjadi 1 dalam 14000-20.000 kelahiran kelahiran anak.12 Untuk

umur 1-4 tahun, insiden 10,6 per satu juta penduduk; untuk 5-9 tahun, 1,53 per satu juta

penduduk; dan untuk 10-14 tahun, 0,27 per satu juta penduduk. Tidak ada perbedaan

insiden berdasarkan jenis kelamin atau antara mata kanan dengan mata kiri. 95 % kasus

didiagnosis sebelum umur 5 tahun.

Di Rumah Sakit Dr M.Jamil Padang, pada tahun 2003-2012 didapatkan 99 kasus

retinoblastoma dimana terdapat 76 kasus unilateral retinoblastoma dan 23 kasus bilateral

retinoblastoma. Berdasarkan data tersebut, retinoblastoma paling banyak didapatkan pada

kelompok usia 3-4 tahun, yaitu sebanyak 40 pasien.3

Ada dua bentuk pola retinoblastoma. Pola herediter (germinal) dan nonheredditer

(non germinal). Yang herediter dapat timbul unilateral sekitar atau bilateral pada mata,

dan kebanyakan unilateral pada yang nonherediter, dimana anak-anak dengan

retinoblastoma bilateral lebih cendrung untuk bentuk herediter. Pada herediter

retinoblastoma, tumor terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan yang

nonherediter.

12

Page 16: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Untuk bisa melihat hubungan lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini ;

2.7. Etiologi dan Patogenesis

Retinoblastoma disebabkan karena hilangnya atau mutasi kedua alel dari gen RB1

pada kromosom 13q14. Terdapat dua bentuk retinoblastoma, yaitu germinal dan non

germinal. Gen retinoblastoma (RB1) terletak pada kromosom 13q14 dan untuk mengkode

protein pRB. yang berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah

nukleoprotein yang mengikat DNA dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G ke

S, sehingga menghambat proliferasi sel. Individu dengan bentuk penyakit yang herediter

memiliki satu alel terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina

yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk

nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh

dinonaktifkan oleh mutasi spontan.13

2.8. Gambaran Klinis

Retinoblastoma dapat muncul dalam bentuk bermacam-macam. Pada awalnya

pasien retinoblastoma muncul dengan refleks pupil yang berwarna putih disebut

leukokoria atau kadang-kadang disebut sebagai refleks mata kucing. Penyakit mata lain

juga dapat muncul dengan refleks pupil yang berwarna putih ini, leukokoria tidak selalu

menunjukkan retinoblastoma. Ini adalah tanda awal pada lebih dari 75% kasus.

Strabismus adalah yang kedua paling umum (18-22% kasus) di mana retinoblastoma

muncul jika tumor mencapai makula dan penglihatan sentral hilang. Mata anak mungkin

13

Page 17: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

mengarah ke lateral, disebut eksotropia, atau mengarah ke medial yang disebut

esotropia.14

Manifestasi lainnya yaitu gangguan penglihatan (5%), asimptomatik (4%),

inflamasi orbita dan proptosis yaitu bola mata yang menonjol ke arah luar akibat

pembesaran tumor intra dan ekstra okuler (2%), glaukoma sekunder dengan mata merah

(2%). Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi invasi tumor

ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula terjadi akibat

gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau

endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang mengalami nekrosis.

Buftalmus merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan tekanan intraokuler akibat

tumor yang bertambah besar. Pupil midriasis terjadi karena tumor yang telah

mengganggu sistem saraf parasimpatik.15

2.9. Diagnosis

Berdasarkan manifestasi klinis yaitu leukokoria, strabismus, glaukoma sekunder,

protusio dst. Pemeriksaan awal dapat dilakukan pemeriksaan dengan anestesi umum

Bertujuan untuk melakukan pemeriksaan bola mata secara baik, yaitu menentukan

diameter kornea, Tekanan Intra Okuler, pemeriksaan funduskopi serta melihat pembuluh

darah atau neovaskularisasi yang terjadi. Evaluasi pretreatment dari pasien dengan

dugaan retinoblastoma membutuhkan pencitraan kepala dan orbit yang dapat memastikan

diagnosis dan dapat membantu dalam mengevaluasi kemungkinan ekstensi ekstraokular

dan penyakit intrakranial. CT dapat menunjukkan kalsifikasi intraokular, ukuran serta

perluasan tumor ke saraf optik, ekstensi orbital dan sistem saraf pusat. Namun ini

memerlukan dosis radiasi yang signifikan yang dapat membahayakan pasien. MRI baik

untuk melihat adanya kalsifikasi, ukuran dan perluasan tumor. MRI telah terbukti

menjadi teknik yang paling sensitif untuk mengevaluasi retinoblastoma, terutama

mengenai infiltrasi tumor dari saraf optik, perluasan ekstraokular dan penyakit

intrakranial. Ultrasonografi digunakan untuk melihat ukuran tumor dan mendeteksi

kalsifikasi. MRI dan ultrasonografi dapat digunakan untuk menghindari penggunaan

radiasi, karena risiko tumor sekunder yang tinggi. 13,16

Lainnya, tes lebih invasif hanya untuk kasus-kasus atipikal. Aspirasi cairan mata

untuk pengujian diagnostik harus dilakukan hanya dalam keadaan yang paling tidak biasa

14

Page 18: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

karena prosedur seperti dapat menyebarkan sel-sel ganas dan biasanya tidak diperlukan.

Pada Lumbar Puncture, pemeriksaan patologi anatomi akan terlihat adanya sel-sel tumor

dan dilakukan hanya pada pasien dengan keterlibatan saraf optik atau terbukti ekstensi

extraokuler. 13,16

2.10. Tatalaksana

Tujuan utama tatalaksana retinoblastoma intraokuler adalah untuk

mempertahankan kehidupan. Mempertahankan organ dan fungsi penglihatan merupakan

tujuan sekunder dan tertier. Terdapat beberapa metode tatalaksana retinoblastoma

intraokuler, meliputi terapi fokal (krioterapi, laser fotokoagulopati, dan plaque

brachytherapy), terapi local (external beam radiotherapy/ EBR, enukleasi), dan terapi

sistemik (kemoterapi). Terapi fokal terutama untuk tumor dengan ukuran kecil,

sedangkan terapi local dan sistemik digunakan untuk terapi retinoblastoma lebih lanjut.20

1. Krioterapi

Krioterapi dilakukan pada tumor ukuran kecil, yaitu diameter maksimal 4 mm,

dan ketebalan maksimal 2 mm. Biasanya dilakukan tiga kali dalam interval 4-6 minggu

sampai terjadi regresi tumor. Krioterapi dilakukan dengan alat yang dapat mengeluarkan

suhu – 60 sampai – 80 ᵒC, sehingga terjadi krionekrosis tumor.17,18,22

2. Terapi laser

Terapi laser dilakukan pada tumor primer dengan ukuran kecil, atau tumor dengan

ukuran besar yang telah mengecil setelah kemoterapi. Terapi laser tidak efektif pada

massa yang telah memenuhi korpus vitreus. Laser dimasukkan ke dalam mata melalui

oftalmoskop atau mikroskop indirek. Dua gelombang yang umum digunakan adalah

cahaya hijau dengan panjang gelombang 532 nM dan cahaya inframerah dengan panjang

gelombang 810 nM. Tujuan terapi ini adalah untuk menghambat aliran darah ke tumor,

sehingga terjadi nekrosis jaringan tumor.15,18,19

3. Plaque Brachyterapi

15

Page 19: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Terapi ini diindikasikan pada tumor dengan ukuran diameter kurang dari 16 mm,

dan ketebalannya kurang dari 8 mm. metodenya adalah dengan memancarkan gelombang

radioaktif ke tumor melalui sclera. Materi radioaktif yang biasa digunakan adalah

Ruthenium 106 dan Iodine 125. Keuntungan terapi ini adalah kerusakan minimal pada

struktur normal di sekitarnya.18,19

4. Enukleasi

Enukleasi adalah tindakan yang paling umum dilakukan pada pasien

retinoblastoma yang sudah berkembang. Enukleasi biasanya dilanjutkan dengan terapi

lainnya, untuk mencegah metastasis. Tindakan ini biasanya dilakukan pada RB

intraokuler yang sudah diikuti adanya neovaskularisasi iris, glaucoma sekunder, invasi

tumor ke kamera okuli anterior, tumor mengisi > 75% korpus vitreus, tumor nekrosis

dengan inflamasi orbital sekunder, dan tumor yang berhubungan dengan adanya hifema

atau hemoragik vitreus.18,19,20

Enukleasi tepat waktu mengurangi risiko penyebaran metastasis, morbiditas, efek

samping dari kemoterapi dan pengobatan laser fokal, dan pemeriksaan ulang setelah

enakluasi anesthesia. Biasanya dilakukan untuk retinoblastoma yang besar pada

retinoblastoma Grup E, beberapa retinoblastoma Grup D stadium lanjut, dan mata yang

diduga memiliki ekstensi ekstraokular (misalnya, selulitis orbita, perdarahan intraokular,

glaukoma neovascular, tumor COA, yang mencurigakan keterlibatan saraf optik, atau

dicurigai penyakit ekstraokuler pada pencitraan). Enukleasi untuk retinoblastoma

dibutuhkan perhatian khusus untuk penyebaran tumor yang menentukan bahaya

terjadinya penyakit metastasis. Implan Orbital Secara umum, enakluasi dilakukan pada

retinoblastoma stadium lanjut (Grup E) dengan keterlibatan segmen anterior.21

5. Kemoterapi Untuk Retinoblastoma

Kemoterapi adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi

sel kanker (disebut sitostatika) yang diminum ataupun yang diinfuskan ke pembuluh

darah. Kombinasi obat kemoterapi dan menggabungkan pengobatan lainnya

(thermotherapy, cryotherapy, atau plak radioterapi, enakluasi dan eksentrasi) selama

kemoterapi dan / atau setelah kemoterapi ini penting untuk manajemen yang tepat dari

penyakit.

16

Page 20: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

5.1. Kemoterapi Intravena

Kemoterapi sistemik dengan protokol yang berbeda merupakan kemajuan besar

dalam manajemen retinoblastoma dalam beberapa tahun terakhir. Tujuan dari

chemoreduction adalah untuk menghindari enukleasi dan external beam radioteraphy

(EBR) dan mempertahankan bola mata dan visus dengan pengobatan adjuvant lokal.

Chemoreduction diperkenalkan sebagai manajemen untuk retinoblastoma pada

pertengahan 1990-an. Observasi awal bahwa kemoterapi dilakukan sebelum external

beam radioteraphy (EBR) meningkatkan pengontrolan tumor dengan menyelamatkan

okular dari 30% menjadi 70%. Pada tahun 1996, beberapa penelitian terkemuka

menyatakan bahwa kemoterapi sistemik efisien dalam pengendalian jangka pendek dari

tumor di berbagai tahap retinoblastoma.20

Kemoterapi sistemik umumnya melibatkan regimen multidrug berbeda melalui

intravena setiap bulan selama 6-9 bulan berturut-turut. Yang paling sering digunakan

adalah regimen kemoterapi 6 bulan dengan dosis standar VEC berdasarkan berat badan

pasien untuk pasien < 3 tahun. 21

Menurut klasifikasi internasional retinoblastoma, pada pemeriksaan 249 mata,

bola mata yang terselamatkan mencapai 100% pada Grup A, 93% pada Grup B, 90%

pada Grup C, 47% pada Grup D, dan 25% pada mata Grup E . Wilson et al menggunakan

vincristine dan carboplatin secara terpisah untuk 36 mata dengan retinoblastoma selama

delapan siklus selama 6 bulan. Mereka menemukan hanya menemukan 8% dengan

pengontrolan lengkap , sedangkan 92% mengalami kegagalan. Hal ini pentingnya

menggunakan terapi adjuvant local tumor dan juga pentingnya tiga regimen kemoterapi

untuk meningkatkan pengontrolan tumor. Mata dengan retinoblastoma yang luas,

diklasifikasikan sebagai Grup E merupakan kelompok yang paling sulit untuk diobati

dengan kemoterapi sistemik. Retinoblastoma ini umumnya dikelola dengan enukleasi.

Namun, apabila mengenai kedua mata, upaya untuk menyelamatkan setidaknya satu mata

dengan chemoreduction buatan.

Toksisitas sistemik seperti mielosupresi dan demam umum di chemoreduction

sistemik. Pendengaran dan ginjal toksisitas, serta leukemia jarang terjadi. Selain kontrol

17

Page 21: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

keganasan, kemoterapi sistemik memberikan hasil yang nyata yang luar biasa dengan

ketajaman visus pada 20/20-20/40 di 37% -50% pasien. Secara umum, kemoterapi

sistemik diberikan terutama untuk pasien dengan tumor bilateral retinoblastoma,

retinoblastoma hrediter, setiap kecurigaan yang mengenai choroidal luas dan keterlibatan

saraf optik, dan kasus-kasus mengenai anak usia < 4 bulan. 21

5.2. Kemoterapi Intra-Arteri

Kemoterapi n lokal sebagai injeksi langsung dari agen kemoterapi ke dalam arteri

ophthalmic. Teknik ini sangat efektif dalam mengobati tumor dengan stadium lebih tinggi

dan menyelamatkan sebagian besar mata yang ditujukan untuk di enukleasi dan, mirip

dengan terapi lainnya, bisa mendapatkan keuntungan dari pengobatan fokal tambahan

seperti cryotherapy, laser, dan brachytherapy. Yamane et al dan Suzuki dan Kaneko

pertama kali dilaporkan keberhasilan penggunaan intra-arteri melphalan menggunakan

sebuah microballoon, kateter, dan flushing hub. 21

Abramson dkk melaporkan teknik dalam memberikan melphalan langsung

melalui microcatheter ke dalam ostium arteri ophthalmic tanpa perlu sebuah

microballoon. Oleh karena itu, beberapa kelompok mengembangkan strategi yang

berbeda untuk meningkatkan hasil di mata yang berisiko tinggi ini. IAC umumnya

melibatkan satu sampai tiga regimen obat. Obat ini diberikan perlahan selama 30 menit

dengan cara pulsasi, dengan hati-hati diambil untuk tidak menutup jalan arteri dan

meminimalkan refluks ke dalam arteri karotid internal. IAC dianggap pengobatan primer

atau sekunder dalam pengelolaan kasus retinoblastoma. 21

Kombinasi melphalan dan topotecan untuk IAC retinoblastoma efektif dan

ditoleransi dengan baik tanpa peningkatan toksisitas hematologi dibandingkan dengan

melphalan diberikan sebagai obat tunggal.21

Penilaian secara keseluruhan komplikasi dengan pengalaman 5 tahun termasuk

perdarahan vitreous (2%), obstruksi arteri retina cabang (1%), kejang arteri ophthalmic

dengan reperfusi (2%), obstruksi arteri oftalmik (2%), iskemia choroidal parsial (2%),

dan optik neuropati (1%). Penelitian lain menunjukkan edema kelopak mata,

blepharoptosis, kehilangan silia, dan kemacetan orbital dengan dismotilitas sementara,

ablasio retina, katarak, dan retina kerusakan epitel pigmen (47%).21

18

Page 22: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

5.3. Kemoterapi Periokular

Kemoterapi periokular biasanya diindikasikan untuk retinoblastoma Grup lanjutan

D bilateral atau E di mana dosis lokal lebih tinggi dari kemoterapi yang diperlukan dan

pada beberapa pasien dengan tumor terlokalisir yang reccurent. Kemoterapi periokular

akan lebih cepat dan enam sampai sepuluh kali lebih efektif daripada rute intravena

dalam vitreous humor dalam 30 menit dan dapat bertahan selama berjam-jam.

Metode injeksi dapat bervariasi dari injeksi cairan biasa; injeksi dalam depot

seperti gel, balon Lincoff, long-acting sealant fibrin, atau nanopartikel; polimer padat;

atau injeksi dirangsang oleh iontophoresis. Kebanyakan dokter menggunakan salah

carboplatin atau topotecan. Injeksi periokular dari carboplatin telah digunakan untuk

kontrol retinoblastoma. Umumnya sebagai tambahan untuk kemoterapi sistemik tapi

kadang-kadang untuk mengobati kekambuhan tumor. Topotecan periokular disuntikkan

dalam sealant fibrin atau sebagai implan episclera.21

Efek samping lokal termasuk peradangan, ptosis, jaringan parut, dan kehilangan

penglihatan. Yousef dkk menemukan bahwa topotecan periokular efektif dan

menyebabkan komplikasi lebih sedikit fibrosis dibandingkan carboplatin dengan tindak

lanjut periode rata-rata 37 bulan. Kemoterapi periokular dapat digunakan pada tumor

lanjutan (D atau E) atau kekambuhan dengan kebutuhan dosis lokal yang lebih besar dari

agen kemoterapi.21

5.4. Kemoterapi Intravitreal

Komplikasi dilaporkan dengan Ivic sebagian besar merupakan minor pigmen

retina epitel bintik di tempat suntikan dan extra-aksial katarak. Namun, efek samping

yang lebih signifikan seperti perdarahan preretinal, perdarahan vitreous, perdarahan

subretinal, ablasi retina, iris atrofi, hipotonia, dan penyakit paru-paru dapat dilihat pada

beberapa pasien. Tidak ada kasus dilaporkan ekstensi tumor ekstraokuler sejauh ini.21

Hal yang utama adalah waktu mengingat Ivic. Ini termasuk pasien vitreous seed

tidak responsif terhadap pengobatan standar dan seed berulang setelah pengobatan

selesai. Hal ini jelas bahwa obat ini dan dosis yang digunakan tidak efektif untuk

pengobatan tumor residual. Selain itu, beberapa suntikan agen Ivic baik sebagai agen

19

Page 23: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

tunggal atau ganda agen tidak menghalangi perkembangan tumor baru. Secara teoritis,

penyebaran tumor dapat terjadi setelah Ivic.

5.5. External Beam Radiotheraphy (EBR)

Pada tahun 1990-an, EBR digunakan secara luas sebagai tatalaksana

retinoblastoma, namun akhir-akhir ini dihindari karena berisiko memunculkan

keganasam sekunder, meningkatkan risiko katarak, mata kering dan atrofi jaringan. EBR

baru dilakukan ketika terapi local dan kemoterapi gagal, atau ketika kemoterapi

dikontraindikasikan.19

5.6. Terapi suportif

a. Pemasangan prosthesis atau mata buatan setelah enukleasi, tindakan ini

merupakan bagian yang cukup penting untuk rehabilitasi. Biasanya dilakukan

beberapa minggu setelah operasi

b. Dukungan psikologis untuk pasien dan keluarganya

c. Penggunaan pelindung mata pada mata yang sehat saat beraktivitas

d. Konseling pada keluarga tentang risiko retinoblastoma pada anggota keluarga

lainnya.18

2.11. Prognosis

1. Prognosis terhadap kehidupan

Tumor yang tidak diterapi dapat mengakibatkan invasi local dan metastastis, dan

biasanya pasien akan meninggal dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun. Kasus yang

jarang, dapat terjadi perhentian pertumbuhan tumor secara spontan dan membentuk

retinoma, atau nekrosis dan menyebabkkan phtisis bulbi.18,22

Tumor dengan ukuran kecil atau sedang, jika diterapi dengan tepat dapat

mempunyai survival rate mencapai 95% (pada negara maju),sedangkan pada negara

berkembang adalah sekitar 50%. Prognosis yang buruk berhubungan dengan ukuran

tumor, keterlibatan nervus optikus, penyebaran ekstraokuler, dan usia yang lebih tua saat

onset.18

2. Prognosis penglihatan

20

Page 24: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Di negara maju, prognosis penglihatan retinoblastoma cukup bagus, yaitu dapat

mencapai 50% pada mata yang tidak di-enukleasi. Prognosis penglihatan pada mata yang

tidak terkena tumor mencapai lebih dari 80%.18

BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

21

Page 25: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokuler yang berasal dari

lapisan sensoris retina dan paling sering terjadi pada anak-anak. Retinoblastoma

berkembang dari sel retina yang imatur. Retinoblastoma ini sangat membahayakan

kehidupan bila tidak diobati secara tepat, dapat berakibat fatal karena dalam satu sampai

dua tahun setelah didiagnosis akan bermetastase ke otak atau bermetastase jauh secara

hematogen dimana prognosa sudah sangat kurang baik.

Kemoterapi merupakan salah satu teknik pengobatan yang dapat dilakukan pada

pasien retinoblastoma. Kemoterapi dapat diindikasikan pada tumor yang sudah dilakukan

enukleasi bulbi yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada khoroid

dan atau mengenai nervus optikus, pasien yang sudah dilakukan eksenterasi dan dengan

metastase regional atau metastase jauh, dan tumor ukuran kecil dan sedang untuk

menghindarkan radioterapi.

Retinoblastoma dengan kemoterapi saja bukanlah tindakan kuratif yang efektif,

karena kemoterapi ini harus diikuti dengan terapi lokal lainnya. Gabungan kemoterapi

dan terapi fokal dapat meminimalisis kebutuhan untuk enukleasi, eksenterasi, atau

radioterapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ellsworth RM, Boxrud CA, Retinoblastoma. 1997. Tasman W, Jaeger E A eds,

Duane”s clinical Ophthalmology , Vol III, Chap 35. New York. Livincott-Raven

Publisher. 1 – 19.

2. Lang G. 2006. Ophthalmology 2nd edition, A Pocket Textbook Atlas. New York.

Thieme. 368-369.

22

Page 26: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

3. Rahman A, 2014. Dilemma in management of retinoblastoma. J Community Med

Health Educ 2014 4:323.

4. Saxena S, 2011. Clinical Ophtalmology medical and surgical approach 2nd ed.

New York: JayPee-Highlights Medical Publisher 647-654.

5. Balmer A, Munier F, 2007. Differential diagnosis of leukocoria and strabismus,

first presenting signs of retinoblastoma. Clin Ophthalmol 1(4): 431–439.

6.  Shields CL, Shields JA, 2004 Diagnosis and management of retinoblastoma.

Cancer Control 11(5):317-327.

7. Paduppai S, 2010. Characteristic of retinoblastoma patiens at Wahidin

Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesian J Medical Science.  2(1): 1-7.

8. Shields CL, Fulco EM, Arias JD, Alarcon C, Pellegrini M, Rishi P, et al, 2013.

Retinoblastoma frontiers with intravenous, intraarterial, periocular, and

intravitreal chemotherapy. Eye 27, 253–264.

9. Guyton& Hall, buku ajar fisiologi kedokteran. EGC. Jakarta, 2005.

10. Jon Langmans & Langmans. Medical embryology. EGC, 2006.

11. Richard. S Snell. Anatomi kuliah untuk mahasiswa kedokteran. EGC, Jakarta,

2005.

12. American Academy of ophthalmology. Ophthalmologic Pathology and intraocular

tumors section 4. American academy of ophthalmology. San Francisco, 2008.

13. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, 2011. Section 6: Pediatric Ophtalmology and

Strabismus 2011-2012. American Academy of Ophtalmology. 354

14. Hay WW, 2012. Current diagnosis and treatment pediatrics 21st ed. US: The

McGraw-Hill Companies 973

15. Saxena S, 2011. Clinical Ophtalmology medical and surgical approach 2nd ed.

New York: JayPee-Highlights Medical Publisher 647-654.

16. Graaf PD, Goricke S, Rodjan F, Galluzi P, Maeder P, Castelijns JA, et al, 2012.

Guidelines for imaging retinoblastoma: imaging principles and MRI

standardization. Pediatr Radiol 42:2–14

17. Aerts, I., L. L. Rouic, M. Gauthier-Villars, H. Brisse, F. Doz, and L.Desjardins.

2006. Review : Retinoblastoma. Orphanet Journal of Rare Disease, 1:31.

18. Parulekar, M. V. 2010. Retinoblastoma – Current treatment and future direction.

Early Human Development, 86: 619-25.

23

Page 27: CSS Kemoterapi Retinoblastoma.docx

19. Chintagumpala, M., P. Chevez-Barrios, E. A. Paysse, S. E. Plon, and R. Hurwitz.

2007. Retinoblastoma : Review of Current Management. The Oncologist, 12:

1237-469.

20. Reddy, V. A. P., and S. G. Honavar. 2008. Retinoblastoma – Advanced in

Management. Apollo Medicine, 5(3): 183-9.

21. Ghassemi F, Khodabande A, 2015. Risk definition and management strategies in

retinoblastoma :current perspectives. Clinical Ophtalmology, 9: 987-990.

22. Othman, I. S. 2012. Retinoblastoma major review with updates on Middle east

management protocols. Saudi Journal of Ophthalmology, 26: 163-75.

24