BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit yang mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki- laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. 1 Hifema traumatik merupakan salah satu akibat dari trauma okuli. Hifema adalah suatu keadaan di mana terjadi perdarahan pada bilik mata depan, dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer atau terjadi lima sampai tujuh hari sesudah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan
rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit yang mengganggu fungsi
mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang
sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena
kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa
muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami
trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di
rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.1
Hifema traumatik merupakan salah satu akibat dari trauma okuli. Hifema
adalah suatu keadaan di mana terjadi perdarahan pada bilik mata depan, dapat
terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau
badan siliar. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut
perdarahan primer atau terjadi lima sampai tujuh hari sesudah trauma yang disebut
perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan
mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis
yang lebih buruk. Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan intraokuler, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan
katarak.1,2,3
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang hifema traumatik.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
hifema traumatik.
1
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada
berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Bilik Mata Depan dan Vaskularisasi Mata
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris.
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal
iris. Ciri-ciri anatomi sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan trabekula (yang
terletak di atas kanalis Sclemm), dan taji-taji sklera. Garis Schwalbe menandai
berakhirnya endotel kornea. Jalinan trabekula berbentuk segitiga pada potongan
melintang, yang dasarnya mengarah ke korpus siliaris. Garis ini tersusun dari
lembar-lembar berlobang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu
filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm. Bagian
dalam jalinan ini, yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan
uvea, bagian luar, yang berada di dekat kanalis Schlemm disebut jalinan
korneoskleral. Serat- serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan
trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di
antara korpus siliaris dan kanalis Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris
menempel. Saluran-saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 300 saluran
pengumpul, 12 vena aquous) berhubungan dengan sistem vena episklera.4
Gambar 1. Sudut Kamera Okuli Anterior
3
Vaskularisasi Bola Mata
Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika,
yaitu cabang besar pertama dari arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang
ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus
menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang
memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-
cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi
glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai
otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke
kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis. Arteri siliaris
posterior brevis memperdarahi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua arteri
siliaris posterior longus memperdarahi korpus siliaris dan saling beranastomosis
satu sama lain serta dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis
mayor iris.4
Aliran vena orbita terutama melewati vena oftalmika superior dan inferior
yang juga menampung darah dari vena siliaris anterior dan vena retina sentralis.
Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fissura orbitalis
superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fissura orbitalis
inferior.4
Gambar 2. Vaskularisasi Bola Mata
4
2.2. Definisi
Hifema traumatik merupakan hifema sebagai komplikasi umum dari
trauma tumpul dan trauma tembus pada mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan. Hifema merupakan keadaan di mana terdapat darah di dalam bilik
mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan
bercampur dengan aquous humor (cairan mata) yang jernih. Bila pasien duduk,
hifema akan terlihat terkumpul di bawah bilik mata depan atau pun dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. 1,2,5
2.3 Epidemiologi
Insiden hifema traumatik diperkirakan 12 kasus per 100.000 populasi,
dengan frekuensi pada laki-laki adalah tiga dari lima kasus lebih sering dari pada
wanita. Lebih dari 70% hifema traumatik terjadi pada anak-anak, dengan insiden
puncak pada usia antara 10 hingga 20 tahun. Pada Amerika Serikat, insiden
hifema traumatik adalah 17 hingga 20 kasus per 100.000 orang per tahun. 3,5
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade : 5
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA
(20%)
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)
5
gambar 3. Klasifikasi Hifema
2.5 Etiologi
Hifema traumatik disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti
terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Tujuh puluh persen kasus
hifema traumatik terjadi pada usia di bawah 20 tahun dan benda- benda tersebut
dilaporkan sebagai objek penyebab hifema. Hifema yang terjadi karena trauma
tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola
mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid.
Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan
menimbulkan perdarahan. Selain trauma tumpul, hifema traumatik dapat
disebabkan oleh trauma tembus dengan merusak secara langsung vaskularisasi
okuli. 6
2.6. Patogenesis
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan
limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan
tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada
sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,
6
antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliaris, arteri
koroidalis, dan vena-vena badan siliar.3,5
Gambar 4. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul pada Mata
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliaris.
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut
bilik mata depan. Darah di dalam aquous humor dapat membentuk suatu lapisan
yang dapat terlihat (hifema). Trauma menyebabkan pergeseran posterior dari lensa
dan diafragma iris serta pelebaran sklera di zona ekuator yang menyebabkan
robeknya arteri mayor iris, cabang arteri badan siliaris, arteri koroid rekuren dan
vena. Perdarahan pada segmen anterior sering tampak pada pemeriksaan
menggunakan penlight dengan ditemukan darah mengisi bagian bawah bilik
anterior. Pada kondisi yang lain, perdarahan itu samar sampai hanya bisa dideteksi
sedikit pada pemeriksaan slit lamp (hifema mikroskopik). Pada manifestasi klinis,
lebih dari 50% darah pada hifema mengisi kurang dari sepertiga bilik mata depan
dan kurang dari 10% mengisi seluruh bilik depan. 7
Gambar 5. Hifema
7
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit atau banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke-5 setelah trauma. Perdarahan sekunder dapat juga
terjadi pada hari kedua hingga hari ketujuh setelah trauma. Perdarahan biasanya
lebih hebat daripada yang primer. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi
karena resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah
tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. Perdarahan sekunder
dapat diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intraokular dengan prognosis yang
lebih buruk. Peningkatan tekanan intraokular ( lebih dari 22 mmHg) dapat
mengakibatkan terjadinya atrofi pada nervus optikus. Pada anak-anak dan dewasa,
peningkatan tekanan intraokular hingga 50 mmHg hanya dapat ditoleransi selama
lima hari sebelum terjadinya kerusakan pada nervus.2,3
2.7. Penegakan Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai mata dapat memastikan
adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA,
kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi
dari konjungtiva dan perikorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar),
penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan anisokor pupil.
Kemungkinan dapat disertai gangguan umum yaitu letargi, disorientasi atau
somnolen.2
Anisokor pupil termasuk salah satu gejala klinis yang dapat ditemukan
pada hifema traumatik. Robeknya otot sfingter iris dapat mengakibatkan miosis
atau midriasis. Kombinasi dari kerusakan pada iris dan jaringan parut sebagai
respon terhadap peradangan selama 24 hingga 48 jam pertama dapat
menyebabkan penurunan reaktivitas pada pupil dan anisokor pada pupil.
Penurunan reaktivitas pupil juga dapat mengakibatkan fotofobia pada penderita
hifema traumatik.3
Fotofobia (tidak tahan sinar) terjadi akibat nyeri pada mata karena mata
tidak dapat merespon dengan baik terhadap datangnya cahaya. Cahaya terang
yang masuk ke mata seharusnya menyebabkan penyempitan pupil dan kontraksi
pada otot-otot iris. Namun, pada hifema, darah yang mengisi bilik mata depan
8
dapat mengganggu penyempitan pupil karena peradangan yang terjadi pada iris
(iritis) oleh darah tersebut serta akibat turunnya reaksi pupil terhadap datangnya
cahaya.3
Gambar 6. Hifema pada 1/2 bilik mata depan
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan
darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila
pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan,
pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining)
pada kornea, anisokor pupil.2,4
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara
langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat
bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini
disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa
darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada
di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan
kerusakan jaringan kornea.4
9
Pemeriksaan
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan : menggunakan kartu mata Snellen, visus
dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
b) Lapangan pandang : penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler
okuler, glaukoma.
c) Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy : untuk menentukan kedalaman kamera okuli
anterior, flare, dan sinekia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler.
f) Pemeriksaan laboratorium : pada ras tertentu seperti kulit hitam dan Hispanik,
perlu dilakukan pemeriksaan ke arah kemungkinan penyakit sickle cell
dengan cara pemeriksaan slide darah merah,elektroforesis hemoglobin, dan
fungsi pembekuan darah.
g) Pemeriksaan USG : untuk mengetahui adanya kekeruhan pada segmen
posterior bola mata, dan dapat diketahui tingkat kepadatan kekeruhannya.
Pemeriksaan USG dilakukan pada keadaan dimana oftalmoskopi tidak dapat
dilakukan oleh adanya kekeruhan kornea, bilik mata depan, lensa, karena
berbagai sebab atau perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema penuh).2
2.8. Penatalaksanaan
Manajemen penatalaksanaan hifema traumatik secara umum termasuk
hospitalisasi, tirah baring, siklopegik topikal, steroid topikal, sistemik, dan sedasi.
Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan,
namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder yang merupakan
faktor risiko signifikan terjadinya glaukoma.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan
mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang
lain.
10
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.8
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
hifema traumatik pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan
dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan
tindakan operasi.
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler).
Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris.
2. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema traumatik tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsi dan menekan komplikasi yang timbul.
Antifibrinolitik
Pada hifema yang baru dan terisi darah segar pemberian obat anti
fibrinolitik bermanfaat untuk mencegah bekuan darah terlalu cepat diserap
dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu
sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan
sekunder dapat dihindari. Asam aminokaproat oral (100 mg/kg setiap 4
jam sampai maksimum 30 gram/hari selama lima hari) untuk menstabilkan
pembentukan bekuan darah sehingga menurunkan risiko perdarahan ulang.
Selain itu, dalam penelitian klinis, asam traneksamat oral dapat digunakan
sebagai antifibrinolitik dengan dosis 75 mg/kg/hari terbagi dalam tiga
dosis. Pada anak, asam traneksamat oral digunakan dengan dosis 25
mg/kg/hari.4,11
Steroid
Penggunaan steroid berupa topikal (prednisolone asetat 1% qid)
dan sistemik (prednisone 0,5-1,0 mg/kg/hari) digunakan sebagai
manajemen hifema. Prednisolone asetat 1% pada dewasa dan anak
diberikan dalam 1-2 tetes pada konjungtiva setiap empat jam per hari.
Steroid dapat mengurangi iritis dan spasme siliaris, meningkatkan