Top Banner
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : Ny. R Umur : 41 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Bangsa : Indonesia Pekerjaan : Ibu Rumah Tannga Pendidikan : Tamat SMA Alamat : RT 10 Kel.Pakuan Baru, Kec.Jambi Selatan II. ANAMNESIS (Autoanamnesis) 2.1 Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa kabur sejak ± 1 tahun yang lalu 2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak ± 1 tahun yang lalu, kabur dirasakan secara perlahan-lahan, mata kabur dan dirasakan memberat dalam 2 bulan ini, terutama setelah terpapar panas matahari, kemudian 1
50

CRS Pterygium

Feb 19, 2016

Download

Documents

qyura

CRS Pterygium
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CRS Pterygium

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Ny. R

Umur : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tannga

Pendidikan : Tamat SMA

Alamat : RT 10 Kel.Pakuan Baru, Kec.Jambi Selatan

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

2.1 Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa kabur sejak ± 1 tahun

yang lalu

2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak ±

1 tahun yang lalu, kabur dirasakan secara perlahan-lahan, mata kabur

dan dirasakan memberat dalam 2 bulan ini, terutama setelah terpapar

panas matahari, kemudian pasien juga mengeluhkan mata kanan terasa

ada yang mengganjal, terasa gatal, merah dan berair terutama setelah

terpapar udara dan debu. Saat mata terasa gatal pasien mengaku

mengucek-ngucek mata dengan tangan agar gatalnya hilang.

± 2 bulan yang lalu, pasien mengatakan keluhan semakin berat,

penglihatannya semakin kabur dan terasa ada yang mengganjal, mata

1

Page 2: CRS Pterygium

merah (+) gatal (+), nyeri (-), sekret (-), bengkak (-). Riwayat alergi

(-).

Pasien berobat ke puskesmas setempat dan diberi obat tetes mata

( pasien lupa obatnya). Setelah ditetesi obat mata, keluhan gatal dan

mata merah berkurang.

± 1 minngu ini mata terasa lebih gatal, berair dan merah. Akhirnya

pasien memutuskan untuk berobat ke RSRM.

Riwayat trauma, kelainan pada mata sebelumnya disangkal.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat trauma (-), sering terpapar sinar matahari dan debu

2. Riwayat Penyakit Sistemik :

Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal

Riwayat penyakit jantung koroner disangkal

3. Riwayat penggunaan kacamata (-)

2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga

- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.

- Riwayat keluarga dengan Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal.

2.5 Riwayat Gizi : Cukup

2.6 Keadaan Sosial Ekonomi : pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

2

Page 3: CRS Pterygium

III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : kompos mentis

TB / BB : 160 cm / 55 kg

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Respiratory rate : 20 x/menit

Suhu : afebris

3.2 Penyakit Sistemik

Trac. Respiratorius : Tidak ada keluhan

Trac. Digestivus : Tidak ada keluhan

Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan

Endokrin : Tidak ada keluhan

Neurologi : Tidak ada keluhan

THT : Tidak ada keluhan

Kulit : Tidak ada keluhan

3

Page 4: CRS Pterygium

3.3 Status Oftalmologikus

Pemeriksaan eksternal

Pemeriksaan OD OS

Visus Dasar 6/12 6/9

Kedudukan Bola Mata

Posisi Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

- Duksi

- Versi

Baik

Baik

Baik

Baik

Jernih, Jernih, jaringan fibrovaskuler

Jernih jernih

Superciilia warna hitam, distribusi merata

warna hitam, distribusi

merata

Palpebra

Superior Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema 4

jar.fibrovaskuler

Page 5: CRS Pterygium

Inferior

laserasi (-), entropion (-),

ekstropion (-)

Hiperemis (-), edema (-),

laserasi (-)

(-), laserasi

(-),entropion (-),

ekstropion (-)

Hiperemis (-), edema

(-), laserasi (-)

Konjungtiva

Konjungtiva tarsus

superior

Hiperemis (-), Anemis (-), Papil

(-), folikel (-), lytiasis (-)

Hiperemis (-), Anemis

(-), Papil (-), folikel (-),

lytiasis (-)

Konjungtiva tarsus

inferior

Hiperemis (-), Anemis (-), Papil

(-), folikel (-), lytiasis (-)

Hiperemis (-), Anemis

(-), Papil (-), folikel (-),

lytiasis (-)

Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-), Injeksi

Silier (-), secret (-), Kimosis (-),

Ekimosis (-), pterygium (+)

Injeksi konjungtiva (-),

Injeksi Silier (-),

secret(-) Kimosis (-),

Ekimosis (-),pterygium

(+)

Kornea

Jernih

Edema

Ulkus

Perforasi

pterygium +

-

-

-

pterygium +

-

-

-

5

Page 6: CRS Pterygium

Makula

Leukoria

Pigmen iris

Laserasi

Bekas jahitan

Jaringan

fibrovaskuler

-

-

-

-

+

+

-

-

-

-

-

-

Limbus Kornea

Arcus sinilis

Bekas jahitan

Jaringan

fibrovaskuler

-

-

+

-

-

+

Sklera

Sklera biru

Episkleritis

Skleritis

-

-

-

-

-

-

COA

Volume Sedang Sedang

Iris

Warna Coklat Coklat

6

Page 7: CRS Pterygium

Kripta

Prolaps

sinekia anterior

Normal

-

-

Normal

-

-

Pupil

Bentuk

Isokoria

Ukuran

RCL

RCTL

Bulat

Isokor

3 mm

+

+

Bulat

Isokor

3 mm

+

+

Lensa

Kejernihan Jernih Jernih

Tekanan Intra Okuler

Tonometer digital

Tonometer Schiotz

Normal

Tidak dilakukan

Normal

Tidak dilakukan

VISUAL FIELD NORMAL

FUNDUSKOPI TIDAK DILAKUKAN

Slit Lamp

7

Page 8: CRS Pterygium

o SLOD : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari

nasal dan apex melewati pupil sehingga penglihatan terganggu, kornea jernih,

BMD kesan normal, irirs coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) lensa jernih.

o SLOS : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput pada limbus dan belum

melewati limbus, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),

pupil bulat, RC (+), lensa jernih

Mata kanan

IV. RESUME

Pasien perempuan usia 41 tahun datang dengan keluhan mata sebelah kanan

terasa kabur sejak ± 1 tahun yang lalu, kemudian pasien juga mengeluhkan

mata terasa gatal dan berair terutama setelah terkena panas matahari, udara

dan debu. ± 2 bulan yang lalu, pasien mengatakan penglihatannya semakin

kabur dan terasa ada yang mengganjal, mata merah (+) gatal (+). ± 1 minggu

ini mata lebih terasa gatal, berair dan merah. Riwayat mengguna kacamata (-),

riwayat trauma (-), riwayat hipertensi (+) DM (-). Riwayat keluarga, tidak ada

keluarga pasien menderita hal yang sama dengan pasien. Pada pemeriksaan

fisik, secara umum tampak baik, status optalmologikus ditemui mata kanan

6/12 dan mata kiri 6/9, dilakukan koreksi didapat pinhole 6/9 pada mata kanan

dan 6/6 pada mata kiri, versi dan duksi baik.

8

Page 9: CRS Pterygium

V. DIAGNOSIS KERJA

Pterygium derajat III OD + pterygium derajat I OS

VI. Diagnosis Banding

Pseudopterigium

VII ANJURAN

Eksisi Pterigium + conjunctiva Graft

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

‐ Cendo Xytrol Eye Drop 3x 1 tetes/hari ODS yang mengandung neomycin

sulfate 3,5 mg, polymixin B sulfate 10000 IU dan dexamethason sodium

phosphate 1 mg

Non-medikamentosa

‐ Operasi

Pada pasien ini dipersiapkan untuk melakukan eksisi pterigium dan

conjunctiva autograft.

Edukasi :

- Menganjurkan memakai kacamata pelindung

- Hindari paparan sinar matahari secara langsung, udara dan debu

9

Page 10: CRS Pterygium

- Jangan mengucek-ngucek mata apabila gatal

- Menggunakan helm bila berkendaraan motor

- Edukasi bahwa penyakit ini bisa berulang

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

10

Page 11: CRS Pterygium

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata

bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.

Konjungtiva inimengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.1

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :1,2

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar

digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera

dibawahnya.

Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan

jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

11

Page 12: CRS Pterygium

 Gambar 2.1 Anatomi mata dan palpebra

ANATOMI KORNEA

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,

merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan.1,2

12

Page 13: CRS Pterygium

Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :1,2

1. Epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel

gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan

barrier.

epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu

dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di

bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat

kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak

di antara seratkolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar

dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.2

4. Membrane descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan selendotel dan merupakan membran basalnya.

13

Page 14: CRS Pterygium

Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai

tebal 40µm.

5. Endotel

Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm.

endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan

zonula okluden.

Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman melepaskan

selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis

terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di

daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan.1,2

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system

pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema

kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenarasi. 1,2

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40

dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1,2

14

Page 15: CRS Pterygium

Gambar 2.2 Histologi Kornea

2.2 PTERYGIUM

2.2.1 DEFINISI

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang

bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium (L. Pterygion = sayap) adalah suatu

proses degeneratif dan hiperplastik dengan fibrovaskular berbentuk segitiga

(sayap) yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea antara lain lapisan

stroma dan membrana Bowman. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada

konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron

yang artinya sayap. Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah

bangunan mirip sayap, khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang

abnormal dalam fisura interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke

kornea, bagian puncak (apeks) lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak

15

Page 16: CRS Pterygium

dapat digerakkan sementara bagian tengahnya melekat erat pada sclera, dan

kemudian bagian dasarnya menyatu dengan konjungtiva.1,2,3.4

Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah poliferasi

jaringan subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal

konjuntiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi

permukaannya.3

Gambar 2.3 Pterygium

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas

dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang

sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak

kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22%

di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400

Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah

ekuator, yaitu 13,1%.4,5,6,11

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi

pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan.

Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Pasien yang berusia lebih dari 40 tahun

merupakan prevalensi tertinggi. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada

umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan

16

Page 17: CRS Pterygium

berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di

luar rumah.4,5,6

2.2.3 ETIOLOGI

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih

sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang

paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan

seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin

kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan

konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan

fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada

daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.6

Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium.

Disebutkan bahwa  radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya.

Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen

suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa

adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta

akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada

sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut

termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskular,

seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal

atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia.4,6

Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi,

bahan iritan lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko

pterygium. Orang yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan

aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula

dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan.

Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau

17

Page 18: CRS Pterygium

olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang

multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter).7

Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab

dominannya pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun

kemungkinan disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area

tersebut. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja

seperti lensa menyamping (side-on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke

area nasal tersebut. Teori lainnya menyebutkan bahwa pterygium memiliki bentuk

yang menyerupai tumor. Karakteristik ini disebabkan karena adanya kekambuhan

setelah dilakukannya reseksi dan jenis terapi yang diikuti selanjutnya (radiasi,

antimetabolit). Gen p53 yang merupakan penanda neoplasia dan apoptosis 

ditemukan pada pterygium. Peningkatan ini merupakan kelainan pertumbuhan

yang mengacu pada proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada kelainan

degeneratif.6,7

2.2.4 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni

radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor

herediter.3,4,6

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium

adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva

menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah,

penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan

berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan

pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain 18

Page 19: CRS Pterygium

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea

merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal

defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong

juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan

pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah,

dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga

penyebab dari pterygium. Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya

pterigium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu,

polutan).6 UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem

sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan

memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis.

Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen

dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi

membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.4,6

2.2.4 PATOFISIOLOGI

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih

sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang

paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan

seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin

kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan

konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan

fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada

daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.6

Terjadinya pterigium berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet,

kekeringan, inflamasi dan paparan angin dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B

atau ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal

19

Page 20: CRS Pterygium

stem cell. Tanpa apoptosis, Transforming Growth Factor-Beta dan vascular

endothelial growth factor (VEGF) yang berperanan penting dalam peningkatan

regulasi kolagen, migrasi sel angiogenesis diproduksi dalam jumlah berlebihan dan

menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial

fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi

jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan

pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan

fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau

tipis dan kadang terjadi displasia.6

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan

defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada

permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke

kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan

pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena

itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari

defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi

kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.6

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan

phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan

konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan

fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada

fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks

ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah

bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke

stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.6

20

Page 21: CRS Pterygium

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan

ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,

Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan

basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat

dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang

sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. 8

Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang

berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada

daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang

berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembuluh darah. Degenerasi

ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea

bagian atas.

Pterigium memiliki tiga bagian : 10

1. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri dari zona abu-abu pada

kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan

menghancurkan lapisan bowman pada kornea. Gari zat besi (iron

line/stocker’s line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini juga

merupakan area kornea yang kering.

2. Bagian whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan sebuah lapisan

vesicular yang tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.

3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian mobile (dapat bergerak ),

lembut, merupakan area vesicular pada konjungtiva bulbi dan merupakan

area paling ujung. Badan ini menjadi tanda yang khas untuk dilakukan

koreksi pembedahan.

21

Page 22: CRS Pterygium

Gambar 2.4

Gambar 2.5 perjalanan pterigium

2.2.5 KLASIFIKASI PTERYGIUM

a. Berdasarkan lokasi:

1. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja

2. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal

b. Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe,

yaitu :

1. Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di

depan kepala pterygium (disebut cap pterygium).

2. Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi 4

membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :6

22

Page 23: CRS Pterygium

1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.

2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea.

3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata

dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.

Gambar 2.6. Pterigium derajat I Gambar 2.7 Pterigium derajat II

Gambar 2.8 Pterigium derajat III Gambar 2.9 Pterigium derajat IV

Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi

ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena

pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga

menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.3

23

Page 24: CRS Pterygium

2.2.6 MANIFESTASI KLINIS

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.

Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang

terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di

daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris.

Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi

sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.3,4,5,6,7

Pterygium dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Pterygium  dapat hanya

terdiri atas sedikit vaskular dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. Pterygium dapat

aktif dengan tanda-tanda hiperemia serta dapat tumbuh dengan cepat.2,6

Pasien yang mengalami pterygium dapat tidak menunjukkan gejala apapun

(asimptomatik). Kebanyakan gejala ditemukan saat pemeriksaan  berupa iritasi,

perubahan tajam penglihatan, sensasi adanya benda asing atau fotofobia. Penurunan

tajam penglihatan dapat timbul bila pterygium menyeberang axis visual atau

menyebabkan meningkatnya astigmatisme. Efek lanjutnya yang disebabkan

membesarnya ukuran lesi menyebabkan terjadinya diplopia yang biasanya timbul

pada sisi lateral. Efek ini akan timbul lebih sering pada lesi-lesi rekuren (kambuhan)

dengan pembentukan jaringan parut. Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau

akan memberikan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan

mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi aksis visual yang akan memberikan

keluhan gangguan penglihatan.1,2

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap.

Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus

disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A

subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir

pterygium.6

24

Page 25: CRS Pterygium

2.2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesis

Pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa

keluhan sama sekali (asimptomatik).Beberapa keluhan yang sering dialami

pasien antara lain: .1,2,4

a. Mata sering berair dan tampak merah.

b. Merasa seperti ada benda asing

c. Timbul astigmatase akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium

tersebut, biasanya astigmatase with the rule ataupun astigmatase irregular

sehingga menganggu penglihatan.

d. Pada stadium yang lanjut ( derajat III dan IV ) dapat menutupi pupil dan

aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun. .1,2,4

Pemeriksaan Fisik

Pterigium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada

permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang

pada konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat

sementara dan juga pada lokasi yang lain.1,2,4

Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :

1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi

minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok

ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai

insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.

2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh

cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium

dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan

tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.

25

Page 26: CRS Pterygium

Pemeriksaan Oftalmologis

a. Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala yang

mengarah ke kornea dan badan.

b. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea

yang oleh pertumbuhan pterigium dan dapat menjadi gradasi.

-Stadium 1 : Jika hanya terbatas pada limbus kornea

-Stadium 2: Sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea.

-Stadium 3: Sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran

pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4

mm)

-Stadium 4: sudah melewati pupil sehingga menganggu penglihatan.

2.2.8 DIAGNOSA BANDING

1. pseudopterigium.

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.

Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea,

sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan

sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium

dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan biasanya berbentuk oblieq.

Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada posisi jam 3 atau jam

9.1,2

Gambar 2.10 Pseudopterigium

26

Page 27: CRS Pterygium

Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut

fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan

pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya

seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus

perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada

limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian

bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada

pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body

dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda

dengan true pterygium.1,2,6

Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium  Pterigium PseudopterigiumEtiologi Proses degenerasi Proses inflamasiUmur Sering terjadi pada orang

tuaTerjadi pada semua umur

Lokasi Pada konjungtiva nasal atau temporal

Dapat terjadi pada semua sisi dari konjungtiva

Stadium Progresif, regresif atau stationer

Biasanya stasioner

Tes sondase Negative Positif 

2. pinguekula

Secara klinis Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan

dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang

mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden

meningkat dengan meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan

iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar

ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.3,5 Penebalan terbatas pada

konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna kekuningan.1,2,6

27

Page 28: CRS Pterygium

Gambar 2.11 Mata dengan pinguekula

2.2.9 PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih

muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes

mata dekongestan. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor

dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada

derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti

menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet. Pengobatan

pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila

terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau

pterigium yang telah menutupi media penglihatan.1,2,4

Lindungi mata dari sinar matahari, menghindari debu, asap dan udara

kering dengan kacamata pelindung ultraviolet. Bila terdapat tanda radang

berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat

delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila

vasokonstriktor maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikan

maka pengobatan dihentikan.1,2,4,6

.

28

Page 29: CRS Pterygium

b. Tindakan operatif

Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan

dengan indikasi:

1. Pterigium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm.

2. Pertumbuhan yang progresif, terutama pterigium jenis vascular.

3. Mata terasa mengganjal.

4. Visus menurun, terus berair.

5. Mata merah sekali.

6. Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus.

7. Alasan kosmetik.

8. Mengganggu pergerakan bola mata.

9. Mendahului operasi intra okuler

Pascaoperasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti

pengggunaan sinar radiasi β atau terapi lainnya untuk mencegah

kekambuhan seperti mitomycin C.6

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata

yang licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium

dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah

limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai,

kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar

otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.

Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu : 6

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk

melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan

suatu daerah sklera yang terbuka. Teknik ini bertujuan untuk menyatukan kembali

konjungtiva dengan permukaan sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya

tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.29

Page 30: CRS Pterygium

2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman

teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relative kecil. Tepi konjungtiva

yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva sangat kecil).

3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva

digeser untuk menutupi defek.

4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah

konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya/bekas eksisi.

5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi

sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium,

mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru

mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterygium.

Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi

rekuren tetapi jarang digunakan.

30

Gambar 2.14: Jenis-jenis operasi pterigium4

a. Bare sclerab. Simple closurec. Sliding flapd. Rotational flape. Conjungtival

graft

Page 31: CRS Pterygium

Tindakan pembedahan untuk eksisi pterigium biasanya bisa dilakukan

pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anestesi local, bila perlu

diperlukan dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien

biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata

atau salep mata antibiotik atau antinflamasi.2,4,6

2.2.10 KOMPLIKASI

Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah astigmatisme

karena pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya

mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran dari pada meridian

horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme

pendataran dari meridian horizontal itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat

terbentuknya “tear meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterigium.

Astigmat yang ditimbulkan oleh pterigium adalah astigmat “with the rule “ dan

irregular astigmat.6 Komplikasi lain yang dapat disebabkan yaitu mata kemerahan,

iritasi, luka kronik dari konjungtiva dan kornea Komplikasi intra-operatif dapat

terjadi perforasi kornea atau sclera dan trauma pada muskulus rektus medial atau

lateral. Komplikasi post-operatif bisa terjadi infeksi, granuloma dan sikatriks

kornea.6

2.2.11 PROGNOSIS

Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik.

Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien

dengan pterygium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan

konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion.4

31

Page 32: CRS Pterygium

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang perempuan usia 41 tahun, bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga datang

dengan keluhan mata sebelah kanan terasa kabur sejak ± 1 tahun yang lalu, pasien

mengatakan penglihatannya kabur dirasakan secara perlahan-lahan, mata kabur dan

dirasakan memberat dalam 2 bulan ini, terutama setelah terpapar panas matahari,

kemudian pasien juga mengeluhkan mata kanan terasa ada yang mengganjal, terasa

gatal, merah dan berair terutama setelah terpapar udara dan debu. Saat mata terasa

gatal pasien mengaku mengucek-ngucek mata dengan tangan agar gatalnya hilang. ±

2 bulan yang lalu, pasien mengatakan keluhan semakin berat, penglihatannya

semakin kabur dan terasa ada yang mengganjal, mata merah (+), gatal (+), berair (+),

nyeri (-), sekret (-), bengkak (-). Riwayat alergi (-). Pasien berobat ke puskesmas

setempat dan diberi obat tetes mata ( pasien lupa obatnya). Setelah ditetesi obat mata,

keluhan gatal dan mata merah berkurang. ± 1 mingu ini mata terasa lebih gatal, berair

dan merah. Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke RSRM. Riwayat trauma

(-), kelainan pada mata sebelumnya disangkal.

Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada anamnesis

didapatkan adanya keluhan seperti mata merah, gatal, mata sering berair, dan

gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD 6/12 dan VOS 6/9.

Pada pemeriksaan status oftalmologis, didapatkan adanya jaringan fibrovaskular yang

berbentuk segitiga pada daerah kornea sekitar 2 mm dari limbus pada kedua mata.

Tidak tampak kekeruhan pada kornea dan lensa. Refleks cahaya pada kedua pupil

baik, pupil isokor.

Literatur mengatakan bahwa pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan

fibrovaskuler pada permukaan konjungtiva. Pterigium paling sering ditemukan pada

konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal. Kasus ini juga didukung dengan

32

Page 33: CRS Pterygium

adanya faktor resiko yaitu paparan sinar matahari dan iritasi kronis akibat paparan

debu pada mata pasien.

PEMERIKSAAN VISUS DAN MEDIA REFRAKSI

Dari pemeriksaan visus didapati pada mata kanan tajam penglihatannya 6/12,

sedangkan mata kirinya 6/9, dilakukan koreksi didapat pinhole 6/9 pada mata kanan

dan 6/6 pada mata kiri,versi dan duksi baik.

Slit Lamp

o SLOD : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal

dan apex melewati pupil sehingga penglihatan terganggu, kornea jernih, BMD

kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) lensa jernih.

o SLOS : konjungtiva hiperemis (-), tampak selaput pada limbus dan belum

melewati limbus, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil

bulat, RC (+), lensa jernih.

Penatalaksanaan pada kasus ini adalah pasien dipersiapkan untuk operasi

eksisi pterigium dimana berdasarkan literatur, bedah eksisi adalah satu-satunya

pengobatan yang memuaskan, yang diindikasikan karena mata terasa mengganjal,

visus menurun, terus berair, mata merah, Telah masuk daerah pupil atau melewati

limbus alasan kosmetik, perkembangan lanjutan yang mengancam daerah pupil, dan

diplopia karena gangguan gerakan okular. Pada pasoen ini juga diberikan

kortikosteroid untuk mencegah peradangan lebih lanjut.

Prognosis pada kasus ini adalah baik walaupun dapat terjadi rekurensi. Secara

visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik. Prosedur operasi dapat

ditoleransi secara baik oleh pasien, dan disamping rasa tak nyaman pada hari-hari

33

Page 34: CRS Pterygium

pertama pasca pembedahan, pasien bisa melanjutkan aktivitas secara penuh dalam 48

jam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi Ke-3. Cetakan ke-7 Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.p.2-7,116-7.

2. Nana, Wijana. Konjungtiva., pterygium Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:

EGC. 1996. Hal: 41-42.

3. Riordan, Paul. Anatomi & Embriologi Mata. Dalam: Daniel G. Vaughan, Taylor

Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Penerbit

Widya Medika. 2002. Hal: 7.

4. Fisher, Jerome P, Hampton Roy Sr. Pterigium Clinical Presentation. Updated: 17

April 2013. Diunduh dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/1192527-

clinical pada tanggal 01 November 2015.

5. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, D T

H Tan. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. Br J

Ophthalmol 2002;86:1341–1346.

6. Laszuarni. Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat (Tesis). Medan:

Departemen Ilmu Kesehatan mata FK USU. 2009. Diunduh dari URL://

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22521/Chapter

%20II.pdf;jsessionid=7313124AE3B433598DA8AE9B81C2868C?sequence=4

pada tanggal 01 November 2015

7. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to

Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In :

External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of

Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.

34

Page 35: CRS Pterygium

8. Pterigium, Selaput segitiga pada Mata. Diunduh dari URL://

http://www.artikelkedokteran.com/1439/pterigium-selaput-segitiga-pada-

mata.html . pada tanggal 01 November 2015.

9. Khurana,AK. Disease of the Conjungtiva. In : Comprehensive Opthalmology 4 th

edition. New Delhi:New Age International.2007. p80-1

10. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New

York : Thieme Stutgart. 2000

11. G Gazzard, S-M Saw, M Farook, D Koh, D Widjaja, S-E Chia, C-Y Hong, D T H Tan. Pterygium in Indonesia: prevalence, severity and risk factors. Br J Ophthalmol 2002;86:1341–1346.

35