BAB IPENDAHULUAN
Seorang pasien bernama Tn. Tabrani dengan usia 53 tahun masuk ke
RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 20 Maret 2015 di rawat di
Bangsal Bedah dengan keluhan utama benjolan di lipat paha kanan
yang semakin memberat sejak 2 hari yang lalu. Dari hasil
pemeriksaan ditegakkan diagnosis Hernia Inguinalis Lateralis
Dekstra Reponible.Pada kunjungan pra anaestesi (KPA) dilakukan
pemeriksaan fisik, hasil yang didapatkan yaitu Tekanan darah saat
itu 140/80 mmHg, dan diketahui bahwa pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi sebelumnya. dan pada pemeriksaan penunjang tidak
ditemukan kelainan, oleh karena itu pasien digolongkan ke dalam ASA
II. Setelah pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan anastesi
spinal. Operasi dilakukan pada tanggal 26 Maret 2015 pukul 09.50
WIB oleh ahli bedah dr. Dennison, Sp.B dan ahli anastesi dr.Panal
Hendrik Dolok Saribu, SpAn.
BAB IILAPORAN KASUS
A.IDENTITAS PASIENTanggal: 26 Maret 2015Nama: Tn. TJenis
Kelamin: Laki-lakiUmur: 53 tahunBB: 54 kgRuang: BedahDiagnosis pra
bedah: Hernia Ingunalis Lateral Dextra ReponibleTindakan:
Hernioraphy
B.HASIL KUNJUNGAN PRA ANESTESIAnamnesisKeluhan Utama : Benjolan
di lipat paha kanan yang semakin memberat sejak 2 hari yang
lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang: 1 tahun yang lalu, timbul benjolan di
lipat paha sebelah kanan sebesar kelereng, benjolan sering hilang
timbul. Benjolan timbul saat pasien, batuk, bersin, mengangkat
beban berat atau mengedan, benjolan menghilang pada saat pasien
berbaring atau beristirahat. 2 bulan ini, pasien merasakan benjolan
semakin membesar, sebesar telur puyuh. Benjolan tersebut tampak
jika pasien batuk, mengedan, saat sedang bekerja berat atau
mengangkat barang berat. Namun apabila pasien baring atau istirahat
mau tidur benjolan tersebut hilang. Benjolan dapat masuk apabila
didorong dengan tangan. Benjolan tidak terasa nyeri, sakit, tidak
merah dan tidak terasa tegang. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya
mual dan muntah. Demam disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien belum pernah berobat kemanapun untuk penyakit ini. 2 hari
ini pasien mengaku benjolan semakin membesar sebesar telur ayam
dilipat paha kanan, terasa nyeri, tapi masih dapat dimasukan lagi,
muntah (+) 3x sehari, mual (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat penyakit dahulu: Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Asma (-)
Riwayat DM (-) Riwayat batuk lama/ TB (-) Riwayat operasi
sebelumnya (-) Riwayat Alergi Obat (-)
Riwayat kebiasaan : Merokok (-), Alkohol (-)Tidak menggunakan
gigi palsu
Riwayat penyakit keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang
mengalami keluhan serupa seperti yang dialami oleh pasien.
Pemeriksaan FisikKeadaan Umum: BaikKesadaran: Compos Mentis, GCS
15 (E4 M6 V5)Vital signTD: 140/80 mmhgRespirasi: 22 x/ menitNadi:
90 x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukupSuhu: 36,5 C
Kepala Mata: Pupil isokor kanan dan kiri, Refleks cahaya (+/+),
Konjungtiva anemis (-/-), Sclera ikhterik (-/-) Hidung: Discharge
(-), epistaksis (-), deviasi septum (-) Mulut: Mukosa tidak anemis,
lidah kotor (-), Mallampati I
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP 5 - 2 cm H2O, Thorax Paru
Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-) Palpasi : Vocal
Fremitus normal, kanan kiri sama Perkusi: Sonor di kedua lapangan
paru Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing
(-/-)Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi :
Thrill tidak teraba Perkusi: Batas jantung kanan ICS V - VI
Auskultasi: BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)Abdomen
Inspeksi: Datar Auskultasi: BU (+) Normal Palpasi: Supel, Nyeri
Tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), bising usus (+) normal
Perkusi: TimpaniGenitalia Inspeksi: Tidak tampak benjolan Palpasi:
Teraba massa di regio iliaka dextra ukuran 4 x 3 cm, konsistensi
kenyal, permukaan rata dan licin, batas atas jelas, tidak ada nyeri
tekan, dapat dimasukkan. Ekstremitas Superior: Akral hangat (+/+),
sianosis (-/-), edema (-/-) Inferior: Akral hangat (+/+), sianosis
(-/-), edema (-/-)
Pemeriksaan PenunjangEKG: Irama Sinus NormalFoto Thorak: Cor :
Dalam batas normal, Paru dalam batas NormalLaboratorium DARAH
RUTINWBC: 5,1 103/mm3RBC: 4,87 103/mm3HGB: 13,9 g/dlHCT: 40,8 %PLT:
189 103/mm3Clotting Time: 4 menitBleeding Time: 3 menit
KIMIA DARAHFaal HatiBilirubin Total: 1,2 mg/dlBilirubin Direk :
0,5 mg/dlBilirubin Indirek : 0,7 mg/dlProtein Total: 7,2
g/dlAlbumin : 4,6 g/dlGlobulin : 2,6 g/dlSGOT: 20 U/LSGPT: 12
U/L
Faal GinjalUreum : 33,1 mg/dlKreatinin: 1,3 mg/dlKESAN STATUS
FISIK Penentuan Status Fisik ASA: 1 / 2 / 3 / 4 / 5
RENCANA TINDAKAN ANESTESI Diagnosis Pra Bedah: Hernia Inguinalis
lateralis dekstra Reponible Tindakan Bedah: Hernioraphy Status ASA:
II Metode: Anestesi Regional Premedikasi: Ondansentron 4 mg
Ranitidin 50 mg Dexametason 5 mg Teknik anestesi : Spinal
(Intrathecal) Lokasi Tusukan : L3 L4 Obat anestesi local :
Bupivacaine 0,5% hiperbarik Adjuvant: Klonidin 45 g, Mo 0,1 mg
Keadaan Selama Operasi Keadaan selama operasi1) Posisi
Penderita: Terlentang2) Intubasi: Tidak diintubasi3) Lama Anestesi:
1 jam4) Jumlah CairanInput: RL 3 Kolf 1500 mlTotal 1500 mlOutput:
Urin 100 mlPerdarahan : 80 mlKebutuhan Cairan Pasien ini:BB = 54 kg
Defisit Cairan Karena Puasa (P)P = 2 cc x BB x Lama puasa = 2 cc x
54 kg x 6 = 648 cc Maintenance (M)M = BB x 2ccM = 54 x 2 cc = 108
cc Stress Operasi (O)O = BB x 6 cc (operasi sedang)O = 54 x 6 = 324
cc PerdarahanTotal 80 ccKebutuhan cairan selama operasiJam I :
(648) + 108 + 324 = 756 ccJam II : (648) +108 + 324 = 594 ccTotal
cairan : 756 cc + 594 cc + 80 cc = 1430 cc
5) MonitoringTD awal : 140/80 mmHg, N : 84x/menit, RR :
20x/menitJam TDNadi
09.45140/8078
10.00120/8078
10.15120/8072
10.30120/8572
10.45120/8583
Ruang Pemulihana. Masuk Jam : 10.45 WIBb. Keadaan Umum:
Kesadaran: compos mentis, GCS : 15TD : 110/70 mmHgNadi : 84
x/mntRespirassi : 22 x/mntc. Pernafasan: baikd. Skor Bromage :Tidak
mampu fleksi pergelangan kaki : 3e. Skoring aldereteAktifitas :
1Pernafasan : 2Warna kulit : 2Sirkulasi : 2Kesadaran : 2 Jumlah :
9
Instruksi anestesi post operasi Observasi KU, TTV, dan
perdarahan tiap 15 menit selama 24 jam Tidur memakai bantal selama
1x24 jam Mobilisasi bertahap Makan dan minum bertahap Terapi sesuai
dengan dr. Dennison Sp.B
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
4.1Hernia4.1.1DefinisiHernia merupakan protrusi atau penonjolan
isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah atau dinding
rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aporneurotik
dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong, dan isi hernia.
Hernia merupakan suatu kasus bagian bedah yang pada umumnya sering
menyebabkan masalah kesehatan dan memerlukan tindakan operasi.1
Gambar 1. Hernia inguinalis
4.1.2EpidemiologiHernia inguinalis indirek merupakan hernia yang
paling sering ditemukan yaitu sekitar 50% sedangkan hernia inguinal
direk 25% dan hernia femoralis sekitar 15%. Di Amerika Serikat
dilaporka bahwa 25% penduduk pria dan 2% penduduk wanita menderita
hernia inguinal di dalam hidupnya, dengan hernia inguinalis indirek
yang sering terjadi. Insidensi hernia inguinalis pada bayi dan anak
antara 1-2 %. Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60%, pada
sisi kiri 20-25% dan bilateral 15%. Kejadian hernia bilateral pada
nak perempuan dibandingkan anak laki-laki sama (10%) walaupun
frekuensi prosessus vaginalis yang tetap terbuka lebih tinggi pada
perempuan. Perbandingan antara hernia inguinalis lateralis kanan,
kiri dan bilateral adalah 60% : 25% : 15%. Prosentase kejadian
hernia inguinalis lateralis kanan lebih sering dibandingkan hernia
lateralis kiri disebabkan karena adanya keterlambatan descensus
testicularis kanan dari pada yang kiri, sesuai dengan obliterasi
yang lambat dari proscessus peritonei yang kanan.1
4.1.3Etiologi dan PatofisiologiHernia inguinalis dapat terjadi
karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Hernia
dapat dijumpai pada setiap usia. Berbagai faktor penyebab berperan
pada pembentukan pintu masuk pada annulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu
diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia untuk
melewati pintu yang cukup lebar tersebut.1Pada orang yang sehat,
ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis, yaitu:1 Kanalis inguinalis yang berjalan miring, Adanya
struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus
inguinalis internus ketika berkontraksi, Adanya fasia transversa
yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir
tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan
terjadinya hernia inguinalis lateralis.1
Banyak kontroversi mengenai penyebab dari timbulnya suatu
hernia. Secara garis besar, sedikitnya 3 faktor yang dipandang
berperan dalam hernia yaitu:11. Prosesus vaginalis yang
terbukaKurang dari 90% prosessus vaginalis tetap terbuka, sedangkan
pada bayi umur 1 tahun sekitar 30% prosessus vaginalis belum
tertutup. Tidak sampai 10% dari anak dengan prosessus vaginalis
paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi anak dapat
dijumpai prosessus vaginalis paten kontralateral, tetapi insiden
hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan adanya prosessus
vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya
hernia, tetapi diperlukan vaktor lain, seperti anulus inguinalis
yang cukup lebar.
2. Peninggian tekanan di rongga abdomen yang kronis, seperti
batuk kronik, hipertropi prostat, konstipasi dan acites sering
disertai inguinalis. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut,
bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan
itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut
berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan
anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke
dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain
terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan n. iliofemoralis
setelah apendektomi. 3. Kelemahan otot dinding perut karena faktor
usia.Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin
karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen
dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya.
4.1.4Klasifikasi HerniaBerdasarkan terjadinya, hernia dibagi
atas:11. hernia bawaan atau kongenital 2. hernia dapatan atau
akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya misalnya:11. Hernia
diafragma2. Hernia inguinal3. Hernia umbilikal4. Hernia
femoral.
Gambar 2. Hernia Menurut Letaknya
Menurut sifatnya, hernia dibagi menjadi:11. Hernia Reponibel
Bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk ke
perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel Bila isi kantong tidak dapat direposisi
kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh
perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak ada
keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3. Hernia inkarserata dan hernia strangulataHernia disebut
hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak
dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan
pasase atau vaskularisasi. Secara klinis, hernia inkarserata lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase,
sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia
strangulata. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi telah
terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan
mulai dari bendungan sampai nekrosis.
4.1.5 Klasifikasi Hernia inguinalis31. Hernia Inguinalis Direk
(Medialis)Hernia inguinalis direk terjadi sekitar 15% dari semua
hernia inguinalis. Kantong hernia inguinalis direk menonjol
langsung ke anterior melalui dinding posterior kanalis inguinais,
medial terhadap arteria dan vena epigastrika inferior, karena
adanya cojoint tendon (tendo gabungan insersio musculus obliquus
internus abdominis dan musculus transversus abdominis) yang kuat,
hernia ini biasanya hanya merupakan penonjolan biasa, oleh karena
itu leher kantong hernia lebar.3 Hernia inguinalis medialis atau
hernia direk hampir selalu disebabkan olehpeninggian tekanan
intraabdomen kronik dan kelemahan otot di dinding trigonum
hasselbach. Oleh sebab itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral
khususnya pada lelaki tua. Hernia ini jarang bahkan hampir tidak
pernah mengalami inkarserasi atau strangulasi. Mungkin terjadi
hernia gelincir yang mengandung sebagian dinding kandung kemih atau
kolon. Kadang ditemukan defek kecil di otot oblikus internus
abdominis pada segala usia dengan cincin yang kaku dan tajam sering
menyebabkan strangulasi.1Hernia inguinalis direk jarang pada
perempuan, dan sebagian besar bersifat bilateral. Hernia ini
merupakan penyakit pada laki-laki tua dengan kelemahan otot dinding
abdomen.3
2. Hernia Inguinalis Indirek (Lateralis)Hernia inguinalis
indirek (lateralis) merupakan bentuk hernia yang paling sering
ditemukan dan diduga mempunyai penyebab kongenital.3Hernia disebut
lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior dan disebut indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis, berbeda
dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga
hasselbach dan disebut sebagai hernia direk. Padapemeriksaan hernia
lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia
medialis berbentuk tonjolan bulat.1Pada bayi dan anak, hernia
lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya
prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses turunnya testis
ke skrotum. Hernia gelincir dapat terjadi di sebelah kanan atau
kiri. Hernia yang dikanan biasanya berisi sekum dan sebagian kolon
ascendens, sedangkan yang kiriberisi sebgian kolon descendens.1
Gambar 3. Hernia Inguinalis Indirect
4.1.6Manifestasi Klinis Hernia InguinalisSebagian besar hernia
adalah asimtomatik dan paling banyak di temukan pada pemeriksaan
fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis
superfisialis. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa benjolan di
lipat paha yang timbulpada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat
beban berat dan menghilang waktu istirahat baring.1
4.1.6.1 Diagnosis1. Gejala dan keluhanHampir seluruh hernia
biasanya tidak menimbulkan gejala, sampai pasien menyadari bahwa
terdapat massa atau benjolan pada daerah inguinalnya. Pada hernia
reponible keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha
yang muncul pada waktu berdiri, batuk, menangis, bersin, atau
mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
periumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong
hernia. Nyeri yang disertai mual muntah baru timbul kalau terjadi
inkaserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau
ganggren.1,42. Pemeriksaan FisikPertama dilakukan inspeksi pada
lipat paha. Kemudian, jari telunjuk ditempatkan pada sisi lateral
kulit skrotum dan dimasukan sepanjang funikulus spermatikus sampai
ujung jari mencapai annulus inguinalis profundus. Jika jari tangan
pemeriksa didalam kanalis inguinalis maka hernia inguinalis
lateralis maju menuruni kanalis pada samping jari tangan.1Tanda
klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis
lateralis muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang
berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Jika kantong hernia
kosong kadang dapat di raba pada fenikulus spermatikus sebagai
gesekan dari dua lapis kantong. Jika kantong hernia berisi organ,
tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum
(seperti karet), atau ovarium.1Diagnosa ditegakkan atas dasar
benjolan yang dapat di reposisi, atau, jika tidak dapat di
reposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah
kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus
eksternus.1Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan
atau kongenital dan hernia akuisita. Hernia diberi nama menurut
letaknya, umpamanya diafragma, inguinal, umbilical dan femoral.
Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponible bila isi
hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan
dan masuk lagi apabila berbaring atau didorong masuk, tidak ada
keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong hernia
tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga disebut hernia
irreponibel, hal ini biasanya didisebabkan oleh pelekatan kantong
hernia. Hernia ini disebut hernia akreta (perlekatan karena
fibrosis). Tidak ada keluhan nyeri ataupun tanda sumbatan
usus.1
Pemeriksaan fisik pada hernia inguinalis lateralis:1 Finger Test
Jari telunjuk dimasukkan melalui annulus eksternus pada kanalis
inguinalis, kearah annulus internus lalu pasien disuruh mengejan,
jika ada pendesakan yg dirasakan pada ujung jari maka pasien
tersebut mengidap penyakit hernia inguinalis lateralis.
Gambar 4. Finger Test
Thumb TestIbu jari ditutupkan pd annulus internus (pertengahan
antara spina iliaca anterior superior dan tuberkulum pubicum, + 2
cm diatasnya). Jika benjolan tidak keluar saat penderita mengejan
maka pasien tersebut mengidap penyakit hernia inuinalis
lateralis.
Gambar 5. Thumb Test
Ziemen TestPosisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu
(biasanya oleh penderita). Hernia kanan diperiksa dengan tangan
kanan. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada : jari ke 2 :
Hernia Inguinalis Lateralis. jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
jari ke 4 : Hernia Femoralis
Gambar 6. Ziemen Test4.1.6.2 Pemeriksaan PenunjangHernia yang
tidak dapat di deteksi dengan pemeriksaan fisik, dapat terlihat
dengan ultrasonografi atau tomografi komputer.4
4.1.7 Penatalaksanaan Hernia InguinalisPengobatan konservatif
terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah
direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia strangulata
kecuali pada anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual dimana
tangan kiri memegang isi hernia dengan membentuk corong dan tangan
kanan mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit
tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Jika reposisi
tidak berhasil dalam waktu enam jam maka harus dilakukan operasi
sesegera mungkin.1Pemakaian bantalan atau penyangga hanya bertujuan
agar menahan hernia yang sudah direposisi dan tidak pernah
menyembuh dan harus dipakai seumur hidup. Cara ini mempunyai
komplikasi antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut
di daerah yang ditekan sedangkan strangulasi tetap mengacam. Pada
anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan
pada tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis.1Pengobatan
operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan.
Prinsip pengobatan hernia adalah herniotomi dan hernioplasti.1 Pada
herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin
lalu dipotong.1Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil
anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis. Hernioplastik dalam mencegah residif dibandingkan
dengan herniotomi. Dikenalnya berbagai metode hernioplastik seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus,
menutup dan memperkuat fasia tranversa dan menjahitkan pertemuan m.
tranversus abdominis internus dan m. internus abdominis yang
dikenal dengan cojoint tendon ke ligamentum inguinal poupart
menurut metode basinni atau menjahit fasia tranversa, m.tranversa
abdominis, m.oblikus internus ke ligamentum cooper pada Mc
Vay.1,5
4.1.8 Komplikasi Hernia InguinalisKomplikasi hernia inguinalis
lateralis bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia inguinalis lateralis,
pada hernia ireponibel: ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu
besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal atau
merupakan hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali
benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia
sehingga terjadi hernia strangulata/ inkarserasi yang menimbulkan
gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia sempit,
kurang elastis atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan
hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial.1Jepitan
cincin hernia inguinalis lateralis akan menyebabkan gangguan
perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena
sehingga terjadi udem organ atau struktur di dalam hernia dan
transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan
jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan
kantong hernia akan berisi transudant berupa cairan serosanguinus.
Kalau isi hernia terdiri usus, dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis
jika terjadi hubungan dengan rongga perut.1
4.1.9 PrognosisPrognosis hernia inguinalis lateralis pada bayi
dan anak sangat baik. Insiden terjadinya komplikasi pada anak hanya
sekitar 2%. Insiden infeksi pasca bedah mendekati 1%, dan recurent
kurang dari 1%. Meningkatnya insiden recurrent ditemukan bila ada
riwayat inkarserata atau strangulasi.6
4.2Anestesi spinal4.2.1 Anatomi Medula SpinalisColumna
vertebralis terbagi atas 7 vertebra servikal, 12 vertebra thorakal,
5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral menyatu pasa dewasa dan 4-5
vertebrae koksigeal menyatu pada dewasa. Prosesus spinosus C2
teraba langsung di bawah oksipital. Prosesus spinosus C7 menonjol
dan disebut sebagai vertebra prominens. Garis lurus yang
menghungkan kedua Krista iliaka setinggi akan memotong prosesus
spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5.7,8Peredaran darah untuk
medulla spinalis di perdarahi oleh a.spinalis anterior dan a.
spinalis posterior. Untuk mencapai cairan serebrospinal maka jarum
suntik akan menembus kulit ke subkutis kemudian ligamentum
supraspinosum ke ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang
epidural, duramater dan ruang subarachnoid.7Medulla spinalis berada
dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal,
dibungkus meningens ( duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada
dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan
sakus duralis berakhir setinggi S2.7Cairan serebrospinalis
merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus
aryeria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral.
Caitran ini jernih tak berwarna mengisi ruang subaracnoid dengan
jumlah total 100-150 ml, sedangkan yang ada di punggung sekitar
25-45 ml.7
Gambar 7. Medula Spinalis
4.2.2 Fisiologi Anestesi SpinalAda 3 kelas saraf: motorik,
sensorik dan otonom. Stimulasi saraf motorik menyebabkan otot
berkontraksi ketika terjadi blok saraf, otot mengalami kelumpuhan.
Saraf sensorik mengirimkan sensasi seperti sentuhan dan nyeri dari
sumsum tulang belakang ke otak, sedangkan saraf otonom mengontrol
caliber pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan fungsi
lainnya yang tidak berhubungan dengan kendali kesadaran. Umumnya
saraf otonom dan sensorik terblok sebelum saraf motorik.
Vasodilatasi dan penurunan tekanan darah pun dapat terjadi ketika
saraf otonom di blok.8,9
4.2.3 DefenisiSpinal anestesi adalah pemberian obat anestetik
lokal dengan cara menyuntikkan ke dalam ruang subarakhnoid.
Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok
spinal intradural atau blok intratekal.7
Gambar 8. Spinal anestesi
3 4.2.4 Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia7,8,10 Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu
mendapat perhatian khususs, misalnya alergi, mual, muntah, nyeri
otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah sehingga kita dapat
merencanakan anesthesia berikutnya dengan lebih baik.
Pemeriksaan fisikPemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang
keadaan umum tentu tidak boleh dilewakan seperti inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
Klasifikasi status fisikKlasifikasi yang lazim digunakan untuk
menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The
American Society of Anesthesiologist (ASA)Kelas I: Pasien sehat
organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimiaKelas II: Pasien dengan
penyakit sistemik ringan sampai sedangKelasIII: Pasien dengan
penyakit sistemik berrat, sehingga aktivitas rutin terbatasKelas
IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya
setiap saatKelas V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau
tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
Masukan oral Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak
kecil 4-6 jam dan bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan
5 jam sebelum induksi anesthesia.
Premedikasi Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anesthesia dengan tujuan untuk memperlancar induksi, rumatan dan
bangun dari anesthesia. Obat peredam kecemasan biasanya diazepam
oral 10-15 mg beberapa jam sebelum indksi. Jika disertai nyeri
dapat diberikan petidin 50 mg intramuscular.
Induksi anestesiMerupakan tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tida sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anesthesia dan pembedahan. Induksi anesthesia dapat dikerjakan
dengan intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah
pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan
pemeliharaan anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai.
4.2.5 Indikasi dan kontraindikasiIndikasi:7 Bedah ekstremitas
bawah Bedah panggul Tindakan sekitar rectum-perineum Bedah
obsetri-genekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah Pada bedah
abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan
anesthesia umum ringanKontraindikasi Absolut7 Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan Hipovolemia berat, syok Koagulopati
atau mendapat terapi antikoagulan Tekanan intracranial meninggi
Fasilitas resusitasi minim Kurang pengalaman atau tanpa didampingi
konsultan anesthesiaKontraindikasi relative 7 Infeksi sistemik
(sepsis, bakteremi) Infeksi sekitar tempat suntikan Kelainan
neurologis Kelainan psikis Bedah lama Penyakit jantung Hipovolemia
ringan Nyeri pinggang kronis
4.2.6 Komplikasi anestesi spinal 71. Hipotensi beratAkibat blok
simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum
tindakan.2. BradikardiaDapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau
hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-23. HipoventilasiAkibat
paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas4.
Trauma pembuluh saraf5. Trauma saraf6. Mual-muntah7. Gangguan
pendengaran8. Blok spinal tinggi atau spinal totalKomplikasi Pasca
Tindakan71. Nyeri tempat suntikan2. Nyeri punggung3. Retensio
urine4. Meningitis5. PDPH (Post Dural Puncture Headache)Pasien akan
merasakan sakit kepala di daerah frontal dan oksipital ketika
berdiri dan mereda jika berbaring. Ini terjadi akibat bocornya
cairan cerebrospinal akibat penusukan rongga dura. Hal ini
menyebabkan berkurangnya tekanan dalam ruang ini dan mengakibatkan
pergerseraan otak saat pasien dalam posisi tegak, termasuk tarikan
pada struktur struktur yang sensitive terhadap nyeri serta
menyebabkan vasodilatasi pembuluh otak. Timbulnya PDPH pada umumnya
24-48 jam pascaspinal, namun dapat juga timbul seminggu setelahnya.
Sebagian besar pasien akan sembuh spontan dalam 1-6 minggu.Terapi
yang dianjurkan adalah terapi paliatif, tirah baring dan hidrasi.
Pemberian 500 mg kafein intravena diketahui dapat menurunkan aliran
darah otak sebanyak 22% pada penderita PDPH. Kafein oral 300 mg
juga dapat diberikan, dengan tingkat keberhasilan sebesar 50%.
Pemberian obat-obat vasokonstriktor atau hormone
adrenokortikotropik (ACTH) dapat membantu. ACTH meningkatkan
produksi LCS, menimbulkan edema dura karena produksi aldosterone
dan peningkatan produksi -endorfin. Sumatriptan, agonis reseptor
serotonin tipe 1d merupakan vasokonstriktor serebral yang poten.
Sumatriptan dapat diberikan secara intranasal, oral dan
subkutan.Untuk mencegah terjadi PDPH, dianjurkan menggunakan jarum
spinal caliber kecil, nontraumatik (pencil point) dan jika
menggunakan jarum biasa arah level sejajar aksis panjang dura.Usaha
Pencegahan HipotensiCrichley, Short dan Gin dalam satu
penelitiannya mendapatkan bahwa preload NaCl 0,9% 16 ml/kg gagal
mempertahankan tekanan darah sistolik pada 5 dari 10 pasien,
meskipun mampu mempertahankan cardiac index, systemic vascular
resistance index dan tekanan vena sentral. McCrae dkk juga
menyimpulkan bahwa preload cairan kristaloid 16 ml/kgBB gagal
mempertahankan tekanan darah sistolik yang adekuat pada beberapa
pasien yang mendapat anestesi spinal. Sternio dkk. Menyatakan bahwa
pemberian cairan preload kristaloid saja kurang efektif untuk
mencegah hipotensi pada anestesi spinal terutama pada pasien tua
dengan kelainan jantung. Studi kualitatif tahun 1988-2000
disimpulkan bahwa preload kristaloid untuk mencegah hipotensi tidak
konsisten dibandingkan dengan koloid.Penggunaan preload larutan
dextrosa 5% juga kurang efektif mencegah hipotensi pada seksio
sesaria dengan tehnik anestesia regional. Preload Gelatin 4 %
(Gelofusine) 15ml/kgBB juga membutuhkan lebih sedikit metaraminol
dibandingkan tanpa preload pada seksio sesaria.Sejak Valesco
dkk.(1980) pertama kali menguraikan manfaat larutan NaCl hipertonik
7,5% sebagai small volume resuscitation untuk syok hemoragik berat,
penelitian tentang pemakain larutan ini baik secara sendiri maupun
sebagai kombinasi dengan koloid terus berkembang. Larutan NaCl
hipertonik 3% memiliki kadar natrium lebih dari 3,3 kali besar dari
laruatan NaCl 0,9% dan memiliki tekanan osmotik 1026
mOsm/l.Mekanisme cairan NaCl hipertonis dalam melawan
perubahan-perubahan hemodinamik akibat anestesi spinal adalah
terutama melalui mobilisasi cairan endogen sepanjang gradien
tekanan osmotik dari intraseluler dan interstisiil ke dalam
intravaskuler. Penggunaan preload 1,6 ml/kgBB NaCl hipertonik
(7,5%) adalah sama baiknya dengan 13 ml/kg BB NaCl 0,9 % dalam
pencegahan hipotensi karena anestesi spinal. Koloid jarang dipakai
oleh karena pertimbangan biaya dan resiko anafilaktik. Shiv K Sarma
juga meneliti preload larutan hetastrach 6% 500 ml yang ternyata
lebih efektif mencegah hipotensi dibandingkan dengan larutan ringer
laktat 1000 ml. Dengan insiden hipotensinya 45% berbanding
80%.Penggunaan Hydroxyethylstarch (HES) 10% 500 ml juga lebih
efektif dibandingkan larutan Ringer Laktat 1000 ml 25. Insiden
hipotensinya 40% berbanding 80%. Pada pasien tua, derajat hipotensi
atau kebutuhan obat vasopresor tidak berhubungan dengan preload
kristaloid atau koloid.
Terapi Hipotensi Pada Anestesi SpinalTerdapat 4 tindakan utama
terapi hipotensi pada anestesi spinal :1. Posisi head down/
TrendelenbergTindakan memposisikan pasien head down/ trendelenberg
yaitu Kepala pasien diturunkan sekitar 5 8 derajat merupakan
tindakan yang sederhana, mudah dan sangat bermanfaat. Adanya
gravitasi dari posisi tersebut akan meningkatkan venous return dan
curah jantung sehingga tekanan darah akan meningkat.Selama anestesi
spinal tekanan darah akan meningkat dari 80/ 70 mmHg menjadi
130/100 mmHg hanya dengan posisi ini saja, hal ini telah dibuktikan
oleh Gordh ( 1945 ).Tindakan ini sebaiknya tidak boleh dilakukan
bila hipotensi terjadi pada 15 menit pertama setelah anestesi
spinal oleh karena bahaya penyebaran anestesi lokal hiperbarik ke
segmen yang lebih tinggi.2. Pemberian oksigenTujuan pemberian
oksigen selama hipotensi untuk meningkatkan kandungan oksigen darah
arteri sehinga dapat mengurangi hipoksia sekaligus mual dan
muntah.3. Pemberian cairan intra venaHipotensi selama anestesi
spinal dapat juga diterapi dengan infus cairan iv cepat dengan
volume cairan yang relatif besar, biasanya 1 1,5 liter per 70 kgBB
dalam waktu kurang dari 10 menit. Larutan yang sering digunakan
larutan seimbang elektrolit. Pemberian cairan ini akan meningkatkan
venous return dan curah jantung.Pemberian cairan yang berlebihan
justru sebaliknya akan merugikan dan membahayakan pasien oleh
karena bisa terjadi hemodilusi dan mengganggu transport oksigen.
Pada penderita normovolemik penurunan tekanan darah arteri tidak
dapat dipertahankan hanya dengan infus iv larutan kristaloid,
tetapi harus dikombinasi dengan posisi head down dan penggunaan
vasopresor.4. Terapi vasopressorObat vasopressor bekerja melalui 4
mekanisme, yaitu : aksi langsung pada otot arteriola yang
mengakibatkan vasokonstriksi, stimulasi pusat vasomotor, stimulasi
miokard dan melalui konstriksi vena yang akan meningkatkan curah
jantung dan venous return.Obat-obat vasopressor yang biasa
digunakan pada hipotensi selama anestesi spinal yaitu efedrin,
metoksamin, fenilefrin, adrenalin, metaraminol, dopamin dan
dobutamin.
4.2.7 Persiapan Analgisia Spinal7Pada dasarnya persiapan untuk
analgesia spinal seperti persiapan pada analgesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu
perlu diperhatikan hal-hal berikut :1. Informed Consent (izin dari
pasien)Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi
spinal2. Pemeriksaan fisikTidak ada kelainan spesifik seperti
tulang punggung dan lain-lain.3. Pemeriksaan laboratorium
anjuranHemoglobin, hematokrit, PT (protrombin time) dan PTT
(partial tromboplastine time)
4.2.8 Peralatan Analgesia Spinal71. Peralatan monitorTekanan
darah, nadi, oksimetri, denyut (pulse oksimeter) dan EKG2.
Peralatan anetesia/resusitasi umum3. Jarum spinalJarum spinal
dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke bobcock) atau
jarum spinal denga ujung pensil (pensil poit whitecare)
Gambar 9. Jarum Spinal
4. Anastetik lokal untuk analgesia spinalBerat jenis cairan
cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut
isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari css
disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil
dari css disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan
adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local
dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain
diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:1. Lidokaine
(xylobain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis
20-100mg (2-5ml)2. Lidokaine (xylobain, lignokaine) 5% dalam
dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg
(1-2ml)3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005,
sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)4. Bupivakaine (markaine) 0.5%
dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis
5-15mg (1-3ml)
4.2.9 Teknik analgesia spinal 7,8,10,11Posisi duduk atau posisi
tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.1. Setelah dimonitor,
tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus
mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.2. Perpotongan antara garis
yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4,
L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap
medulla spinalis.Teknik: Inspeksi : garis yang menghubungkan 2
titik tertinggi krista iliaka kanan-kiri akan memotong garis tengah
punggung setinggi L4 atau L4-L5. Palpasi : untuk mengenal ruang
antara dua vetebra lumbalis Pungsi lumbal hanya antara : L2-3,
L3-4, L4-5 atau L5-S1 Duduk atau berbaring lateral dengan punggung
fleksi maksimal.
Gambar 10. Posisi penyuntikan
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.4. Beri
anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2%
2-3ml5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal
besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu
jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam
kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur
miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat
dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia
spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
Gambar 11. Cara Tusukan
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya
bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak
kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.7. Penyebaran anastetik lokal
tergantung:7,11 Faktor utama: Berat jenis anestetik lokal
(barisitas) Posisi pasien Dosis dan volume anestetik local
Kecepatan suntikan/barbotase Ukuran jarum Keadaan fisik pasien
Tekanan intra abdominal Lama kerja anestetik lokal tergantung:
Jenis anestetia lokal Besarnya dosis Ada tidaknya vasokonstriktor
Besarnya penyebaran anestetik lokal
BAB IVPEMBAHASAN
Pasien Tn.T, 53 tahun, dirawat di Bangsal Bedah dengan diagnosa
Hernia Inguinalis Lateralis Reponible. Pada saat kunjungan pra
anestesi (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang),
didapatkan kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5. Status fisik pada
pasien ini adalah ASA II, yaitu dengan penyakit sistemik sedang
sehingga aktivitas rutin tidak terbatas. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 140/80 mmHg, untuk pasien ini TD sangat penting untuk
menentukan penundaan anestesia dan operasi. Pada pemeriksaan
didaerah genitalia tampak benjolan sebesar telur ayam dan tidak ada
tanda radang di regio iliaka dextra dan pada perabaan didapatkan
massa di regio iliaka dextra ukuran 4 x 3 cm, konsistensi kenyal,
permukaan rata dan licin, batas atas jelas, tidak ada nyeri tekan,
dapat dimasukkan. Pada pemeriksaan thorak pada jantung dan paru
didapatkan normal. Untuk hasil laboratorium dalam batas normal.
Tindakan premedikasi pada pasien ini, yaitu pemberian obat 1-2 jam
sebelum induksi bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan
diantaranya untuk meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar
induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus,
meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca
bedah, menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung,
mengurangi refleks yang membahayakan. Sebagai obat premedikasi,
yaitu: ondansentron 4mg, ranitidine 50 mg, dexametason 5
mg.Premedikasi jarang diberikan terutama pada penderita dengan
keadaan umum yang buruk, atau karena keterbatasan waktu. Namun pada
beberapa kasus dapat diberikan premedikasi secara intravena atau
intramuscular. Pada pasien ini, digunakan ranitidine 50 mg dan
ondancetron 4 mg sebagai premedikasi. Ranitidine merupakan golongan
antagonis reseptor H-2 yang dapat mengurangi sekresi asam lambung
dengan menghalangi kerja histamine. Sedang ondansetron yang
bersifat antiemetic, merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi
dari asam lambung.Pengelolaan anestesia pada kasus ini adalah
menggunakan Regional Anestesi. Anestesi spinal mulai dilakukan,
posisi pasien duduk tegak dengan kepala menunduk hingga prosesus
spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang menghubungkan
krista iliaka dengan tulang punggung yaitu antara vertebra L3-L4
lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian
sterilkan tempat tusukan dengan alcohol 70 % dan betadine, jarum
spinal no.27, identifikasi cairan yang keluar, apabila LCS (+) dan
tidak di jumpai darah maka lokasi penusukan sudah tepat. Kedalam
LCS masukkan obat anastesi local yang digunakan yaitu bupivacaine
0,5 % 15 mg dan Morfin 0,1 mg. inhalasi menggunakan O2 sebanyak 2
L. Induksi menggunakan Bupivacaine HCL dan dikombinasikan dengan
Morfin. Bupivacaine HCL merupakan anestesi lokal golongan amida.
Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau
sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu
memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat
reversibel.Morfin merupakan agonis reseptor opioid dengan efek
utama mengikat dan mengaktivasi reseptor -opioid pada sistem saraf
pusat. Aktifasi ini akan menyebabkan efek analgesik, sedasi,
euphoria, psikal dependent dan depresi nafas. Morfin juga bertindak
sebagai reseptor k-opioid yang terkait analgesic spinal dan
miosis.Monitor tekanan darah setiap 15 menit sekali untuk
mengetahui penurunan tekanan darah yang bermakna. Pada pasien
hipertensi penurunan TD harus ditoleransi dengan baik untuk
mencegah terjadinya hipoperfusi target organ. Efek dari pemberian
obat anestesi spinal adalah hipotensi, karena penurunan kerja
syaraf spinal. Hipotensi terjadi bila penurunan tekanan darah
sebesar 20-30% atau sistole 100 mmHg. Setelah itu pasang kateter
folley untuk melihat output cairan yaitu sebanyak 100cc. Operasi
dilakukan pukul 09.45 dengan TD 140/80 mmHg, N: 84x/ menit,
pernafasan 20 x/ menit. Pukul 10.45 operasi selesai, diberikan
ketorolac 30 mg, tramadol 100 mg, ondansentron 4 mg di drip
bersamaan cairan RL.Selama operasi jumlah cairan yang telah
diberikan adalah RL 1500 ml sebanyak 3 kolf, total cairan yang
masuk adalah 1500 ml, dan jumlah pengeluaran dari urin sebanyak 100
ml dan perdarahan 80 ml.Pukul 13.00 pasien di bawa ke Bangsal
Bedah, Saran dari bagian anastesi yaitu pantau vital sign tiap 15
menit, tidur terlentang dengan memakai bantal 1X24 jam post
operasi, boleh minum bertahap gelas selama 1 jam, serta lanjutkan
terapi sesuai instruksi dari dr. Dennison, SpB.
BAB VKESIMPULAN
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah atau dinding rongga bersangkutan.
Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian
lemah dari lapisan muskulo-aporneurotik dinding perut. Hernia
terdiri dari cincin, kantong, dan isi hernia. Hernia merupakan
suatu kasus bagian bedah yang pada umumnya sering menyebabkan
masalah kesehatan dan memerlukan tindakan operasi.Spinal anestesi
adalah pemberian obat anestetik lokal dengan cara menyuntikkan ke
dalam ruang subarakhnoid. Pada pasien ini dilakukan spinal
anestesi/Sub-arachnoid block (SAB) karena teknik ini digunakan
untuk anestesi, terutama untuk operasi pada daerah bawah
umbilicus.
DAFTAR PUSTAKA1. Jong WD dan Sjamsuhidayat R. Buku ajar Ilmu
Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC, 2011.1. Pangayoman R. Hernia
Inguinalis. Bandung: Unpad, 2002.1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk
Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006.1. Malindra P.
Perbandingan Nyeri Antara Teknik Bassini dan Teknik Mesk Hernia
pada Pasien Pasca Operasi Hernia Inguinal. Jambi: FKIK UNJA,
2013.1. Hernia. Diunduh dari;
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/21384/4/Chapter%20II.pdf Pada tanggal 27 Maret 2015.1.
Hernia Inguinalis. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21381/4/Chapter%20II.pdf
Pada tanggal 27 maret 2015.1. Latief S.A dkk. Petunjuk praktis
Anestesiologi Edisi 2. Jakarta; FKUI;20011. Sukmono RB. Anestesia
Regional. Dalam:Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: FKUI, 2012.1.
Casey WF. Spinal anesthesiaA Practical Guide. United Kingdom:
Consultant Anaesthetist. 2000; Diunduh dari URL:
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/ul208-02.htm1. Dachlan R.
Persiapan Pra Anestesia. Dalam: Anestesiologi. Jakarta:
FKUI,2004.1. Kristanto S. Analgesia Regional. Dalam: Anestesiologi.
Jakarta: FKUI,2004.
PembedahanKetinggian kulit
Tungkai bawahPanggulUterus-vaginaBuli-buli prostatTungkai bawah
(dengan manset)Testis ovariumIntraabdomen bawahIntraabdomen
lainT12T10T10T10T8T8T6T4
35