Top Banner

of 25

CR - Avian Influenza

Mar 05, 2016

Download

Documents

cr
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

STATUS PENDERITA

Masuk RSAY: 1 Januari 2013Pukul: 11.30 WIB

I. IDENTITAS PASIEN

Nama penderita: An. F Jenis kelamin: Laki-laki Umur: 11 Tahun Agama: Islam Suku: Jawa Status: Menikah Alamat: Metro

II. ANAMNESIS

Riwayat PenyakitKeluhan utama: Demam tinggi sejak 3 hari yang laluKeluhan tambahan: Batuk pilek, nafas terasa sesak, nyeri tenggorokan, nyeri kepala, dan diare

Riwayat Penyakit SekarangOS datang ke IGD RSAY metro dengan keluhan demam yang mendadak tinggi sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari. Demam tidak disertai menggigil, mual muntah, ataupun kejang. Ibu OS kemudian memberikan obat penurun panas namun setelah reaksi obatnya habis panasnya kembali muncul.

OS juga mengeluhkan batuk yang disertai dengan nafas yang terasa sesak dan nyeri tenggorokan namun tidak disertai dengan nyeri dada. Nyeri kepala juga dirasakan pasien namun tidak terlalu berat. Sakit pada mata tidak ada. Selain itu OS juga mengeluhkan BAB cair 4x perhari tapi tidak disertai adanya lendir atau darah.

OS baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. 4 hari sebelumnya tetangga OS juga mengalami keluhan yang sama dan telah dirawat dan dikatakan menderita infeksi flu burung. OS tinggal di lingkungan peternakan ayam dan dalam seminggu terakhir banyak ayam yang mati mendadak tanpa diketahui sebabnya.

Riwayat Penyakit DahuluOS belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga OS yg pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat KehamilanSelama hamil, ibu oasien rajin memeeriksakan kehamilannya ke bidan dan tidak terdapat keluhan yang berarti.

Riwayat PersalinanPasien lahir ditolong oleh bidan. Lahir cukup bulan, spontan, langsung menangis, tidak ada cacat, berat badan lahir 3000 gram, panjang 50 cm, pasien adalah anak pertama

Riwayat Makanan Usia 0-4 bulan: ASI Usia 4-6 bulan: ASI + Susu Formula Usia 6-9 bulan: Susu Formula + Bubur Susu + Buah + Nasi tim saring Usia 9-12 bulan: Susu Formula + Buah + Nasi tim Usia >12 bulan: Menurut menu keluarga

Riwayat Imunisasi BCG: 1x usia 1 bulan Polio: 3x usia 3-4-5 bulan DPT: 3x usia 3-4-5 bulan Campak: 1x usia 9 bulan Hepatitis B: 3x usia 1-2-7 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIKStatus Present Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos Mentis / E4V5M6 HR: 124 x/menit Respirasi: 32 x/menit Suhu: 38,8 C Tekanan Darah: 110/70 Berat Badan: 35 kg

Status GeneralisKelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh Pucat: (-) Sianosis: (-) Ikterus: (-) Perdarahan: (-) Oedem umum: (-) Turgor: Cukup Pembesaran KGB generalisata: (-)KEPALA Bentuk: Normocephalik Rambut: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut Mata: Tak cekung, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 2 mm, refleks cahaya +/+ Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (+) Mulut: Sianosis (-), pucat (-) Telinga : Simetris, liang lapang, serumen (-)

LEHER Inspeksi: Simetris, trachea ditengah, JVP tidak meningkat Palpasi: Massa (-), nyeri tekan (-), KGB tidak terdapat pembesaran PARU-PARU Inspeksi: Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri Palpasi: Fremitus taktil simetris, ekspansi dada simetris, massa (-), nyeri tekan (-) Perkusi: Redup pada seluruh basal paru kanan dan kiri Auskultasi: Suara nafas bronkovesikuler kanan = kiri, ronkhi basah halus +/+, wheezing -/-

JANTUNG Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi: Iktus kordis tidak teraba Perkusi: Batas jantung atas: ICS II linea parasternal sinistra Batas jantung kanan: ICS IV linea parasternal dextra Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikula sinistra Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terlihat adanya massa Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba, tegang (-), massa (-) Perkusi : Timpani Auskultasi : Bising usus (+) normal.

GENITALIA Tidak dilakukan pemeriksaan

SISTEM UROGENITAL Tidak dilakukan pemeriksaan

EKSTREMITAS Superior: Oedem (-), sianosis (-), pucat (-), kekuatan otot 5/5 Inferior: Oedem (-), sianosis (-), pucat (-), kekuatan otot 5/5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (1 Januari 2013)1. HematologiWBC: 3300(5.000-10.000/ uL)HGB: 12,4(14,8-18 g/dL)HCT: 37,9(41-54 %)MCV: 37,7(80-92 Fl)MCH: 27,9(27-31 pg)MCHC: 31,9(32-36 g/dL)PLT: 168000(150-450 rb/uL)

2. Tes Fungsi HatiSGOT: 235(< 35 U/L)SGPT: 97(< 31U/L)

3. Test Fungsi GinjalUreum: 19,3(19-44 mg/dL)Creatinin: 1,15(0,9-1,3mg/dL)

Foto Rontgen Thoraks AP Terdapat infiltrat difus dan multifokal pada interstitial pulmo sinistra dan dekstra Terdapat gambaran Air Bronchogram Kesan : Pneumonia

V. RESUME

Anak laki-laki 11 tahun OS datang dengan keluhan demam yang mendadak tinggi sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai batuk, nafas yang terasa sesak dan nyeri tenggorokan. Keluhan juga disertai nyeri kepala dan BAB cair 4x perhari tapi.

Keluhan baru pertama kali. 4 hari sebelumnya tetangga OS juga mengalami keluhan yang sama dan telah dirawat dan dikatakan menderita infeksi flu burung. OS tinggal di lingkungan peternakan ayam dan dalam seminggu terakhir banyak ayam yang mati mendadak tanpa diketahui sebabnya.

Status Present Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran: Compos Mentis Tekanan Darah: 110/80 mmHg Nadi : 124 x/mnt RR: 32 x/mnt Suhu : 38,8 o C Berat Badan: 35 kg

Status LokalisPARU-PARU Inspeksi: Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri Palpasi: Fremitus taktil simetris, ekspansi dada simetris, massa (-), nyeri tekan (-) Perkusi: Redup pada seluruh basal paru kanan dan kiri Auskultasi: Suara nafas bronkovesikuler kanan = kiri, ronkhi basah halus +/+, wheezing -/-

VI. DIAGNOSIS KERJASuspect Avian Influenza

VII. DIAGNOSIS BANDINGPneumonia

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN Pemeriksaan kultur dan identifikasi virus H5N1 Pemeriksaan PCR untuk H5 Uji Serologi : Immunofluoresence (IFA) test Uji Netralisasi Uji Penapisan

IX. PENGOBATANNon medikamentosa : Rawat inap di ruang isolasi IVFD RL gtt 12/menit Awasi tanda-tanda vital

Medikamentosa : Ampicillin 3x500 mg IV Oseltamivir 2x60 mg PO Paracetamol 3x500 mg PO Dexametasone 2x5 mg IV

X. PROGNOSIS Quo ad vitam: dubia ad malam Quo ad fungtionam: dubia ad malam Quo ad sanationam : dubia ad malam

FLU BURUNG ( AVIAN INFLUENZA)

A. Definisi Flu Burung (Avian Influenza)

Penyakit Flu Burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza yang ditularkan oleh unggas. Influenza A (H5N1) adalah penyebab wabah flu burung pada hewan di Hong Kong, Cina, Vietnam, Thailand, Indonesia, Korea, Jepang, Laos, Kamboja kecuali Pakistan (H7N7) (Rahardjo, 2004). Secara umum, influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala, dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif. Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri ( Nelwan, 2006).

Sedangkan Gejala (avian influenza) yang ada pada manusia seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri sendi sampai infeksi selaput mata (konjungtivitis). Bila keadaan semakin memburuk dapat terjadi severe respiratory distress dan pneumonia yang menyebabkan kematian (Aditama, 2004).

B. Etiologi

Flu burung atau Avian Influenza (AI), termasuk virus Influenza A bersama-sama dengan virus Influenza B dan C, virus ini merupakan famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza A dapat menginfeksi unggas, termasuk ayam, itik, angsa, kalkun dan berbagai jenis burung dara, burung camar, burung elang, babi, kuda, anjing laut serta manusia. Sementara virus Influenza B dan C hanya menginfeksi manusia. Dengan mikroskop elektron virus Avian Influenza mempunyai 8 segmen yang terdiri dari rangkaian RNA dengan ukuran 80-120 nanometer. Setiap virus mempunyai 500 spike. Segmen ini merupakan genome yang akan menghasilkan protein untuk hidupnya. Kedelapan segmen ini terdiri dari hemaglutinin (HA), neuroaminidase (NA), nukleoprotein (NP), matriks (M), polimerase A (PA), polimerase B1 (PB1) dan polimerase B2 (PB2) serta non struktural (NS). Kedelapan segmen tersebut akan menghasilkan 10 macam gen M (matriks) dan NS (non struktural) (Rahardjo, 2004).

Virus Avian Influenza ini dibungkus oleh glikoprotein dan dilapisi oleh lemak ganda (bilayer lipid). Glikoprotein HA (hemaglutinin) dan NA (neuroaminidase) merupakan protein permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus dari sel inang. Protein HA (hemaglutinin) merupakan bagian terbesar dari spike yaitu 80% dan NA (neuroaminidase) sebesar 20%. Sedangkan NP (nukleoprotein) dan M (matriks) digunakan untuk membedakan antara virus Influenza A dengan B atau C. Virus Influenza A ini bersifat sangat mudah mutasi, terutama pada HA (hemaglutinin) dan NA (neuroaminidase). Sampai saat ini berdasarkan struktur HA (hemaglutinin) terdapat 15 subtipe, H1 H15 dan berdasarkan NA (neuroaminidase) terdapat 9 subtipe N1 N9. Hal ini disebabkan virus ini sangat unik karena mampu mengubah diri melalui proses antigenic drift dan antigenic shift sehingga sulit dikenali sistem kekebalan seseorang (Rahardjo, 2004).

C. Epidemiologi

Meskipun terpapar luas pada unggas yang terinfeksi dengan avian influenza A (H5N1) virus, penyakitnya pada manusia sangat jarang. Sejak Mei 2005, jumlah negara-negara yang terinfeksi dan menkonfirmasi kasus Influenza A adalah 340 kasus. Usia rata-rata pasien dengan infeksi virus influenza A (H5N1) adalah sekitar 18 tahun, dengan 90% pasien usia 40 tahun atau lebih muda dan orang dewasa yang lebih tua. Proporsi fatalitas keseluruhan kasus adalah 61%, merupakan tertinggi di antara 10 sampai 19 tahun dan terendah di antara usia 50 tahun keatas. Belum diketahui dengan jelas hubungan dengan sistem imun atau kekebalan yang sudah ada sebelumnya, perbedaan dalam eksposur, atau faktor lainnya yang mungkin memberikan kontribusi pada frekuensi infeksi dan penyakit mematikan pada orang dewasa yang lebih tua, hal ini masih belum pasti. Kebanyakan pasien dengan infeksi virus influenza A (H5N1) sebelumnya sehat. Dari enam ibu hamil yang terkena, empat telah meninggal dunia, dan dua korban mengalami aborsi spontan (WHO, 2005).

Di Sumatera Utara terdapat kasus flu burung pada bulan Mei tahun 2006 di Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo ditemukan kasus terinfeksi virus Avian Influenza positif menurut hasil pemeriksaan laboratorium Departemen Kesehatan RI dan laboratorium di Hongkong sebanyak 8 orang dan 7 orang telah meninggal dunia. Menurut WHO bahwa kasus Avian influenza yang ada di Kabupaten Karo merupakan klaster terbesar di dunia (Depkes R.I, 2009).

D. Transmisi

Virus Avian Influenza (AI) berkembang biak pada jaringan seperti saluran pernapasan, pencernaan, pembuluh darah, limfosit, syaraf, ginjal dan atau sistem reproduksi. AI (avian influenza) dikeluarkan dari hidung, mulut, konjungtiva dan kloaka unggas terinfeksi. Penularan bisa terjadi dengan kontak langsung dari unggas terinfeksi dan unggas peka melalui saluran pernapasan, konjungtiva, lendir dan tinja. Juga secara tidak langsung misalnya debu yang mengandung virus, air minum, petugas, peralatan kandang, sepatu, baju, kendaraan, lalat juga mempunyai peranan dalam menyebarkan AI (Rahardjo, 2004).

Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Disimpulkan sementara bahwa jalur paling mungkin terjadinya infeksi Avian Influenza pada manusia adalah dari unggas ke manusia. Sementara itu, penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga di Thailand (Nainggolan, dkk, 2006).

Bahan infeksius pada unggas adalah tinja dan sekret saluran nafasnya. Penularan dapat terjadi dari unggas ke unggas, ke hewan lain dan kini ke manusia (Aditama, 2004). Selain itu, transmisi dapat terjadi dari lingkungan ke manusia, dapat terjadi pada air yang terkontaminasi yaitu kolam renang yang secara langsung masuk melalui hidung dan konjungtiva, dan dari kontaminasi tangan terhadap infeksi (WHO, 2005).

E. Patogenesis

Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi malalui udara (droplet infection) di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran nafas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human Influenza Viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat melakukan replikasi secara efisien terhadap manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran nafas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuroaminidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang besilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengak dan intinya mengkerut dan kemudian mangalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia, selanjutnya akan terbentuk badan inklusi (Nainggolan, 2004).

Proses patologik primer yang dapat menyebabkan kematian adalah Fulminant viral pneumonia. Target sel dari influenza A (H5N1) termasuk tipe 2 alveolar pneumosit dan makrofak, bronkiolar, dan alveolar sel, tetapi tidak sel-sel epitel dari trakea atau saluran nafas atas (WHO, 2005).

Gambaran skematis patogenesis dari Avian Influenza (AI) adalah :1. Mula-mula virion menempel pada reseptor sel tropisma (membran mukosa saluran napas) melalui protein Hemaglutinin 2. Terjadi proses endositosis yang akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan pengamatan di laboratorium diketahui selama 10 menit. Proses ini bersama dengan pelepasan selubung dari virion sampai semua segmen RNA keluar kedalam sitpolasma 3. Segmen segmen tersebut masuk ke dalam inti sel (nukleus) dan mengalami transkripsi 4. Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein selubung (Hemaglutinin, Neuroaminidase, Matriks dan protein Nonstruktural) untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan. 5. Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaitu perbaikan RNA. Berbeda dengan virus RNA lainnya, dimana replikasinya terjadi diluar inti sel. Dengan berlangsung di dalam inti sel, AI menggunakan bahan bahan yang diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses ini yang memudahkan terjadi Antigenic drift dan antigenic shift.

Antigenic drift merupakan keadaan virus AI yang mengalami mutasi urutan nukleotida pada gen HA (hemaglutinin) atau NA (neuroaminidase) atau keduanya yang menyebabkan antibodi tidak bisa secara lengkap menetralisasi virus ini. Sementara Antigenic shift merupakan aktifitas dari dua macam virus influenza A yang menghasilkan segmen gen yang baru sebagai hasil rekombinan genetik. Aktifitas ini mengakibatkan antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh tidak dapat menetralkan sama sekali terhadap virus baru tersebut.

6. Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma dan dibungkus oleh protein HA (hemaglutinin), NA (neuroaminidase), M (matriks) serta NS (nonstruktural) . Dan keluar dari sel inangnya. Proses ini bisa berlangsung dua jam sejak terjadi infeksi (Rahardjo, 2004).

F. Gejala Klinis

1. Gejala pada Hewan Unggas Avian Influenza (AI) yang lazim disebut flu burung, yang ganas dapat muncul dengan tiba-tiba di kandang dan banyak ayam yang mati tanpa gejala yang termonitor seperti depresi, lesu, bulu rontok, dan panas. Kerabang telur yang diproduksi lembek dan segera diikuti pemberhentian produksi. Muka dan pial kebiruan, kaki kemerahan dan udem. Ayam mengalami diare dan terlihat sangat haus, pernapasan terlihat berat, terjadi perdarahan pada kulit tanpa bulu. Kematian bervariasi dari 50% sampai dengan 100% (Rahardjo, 2004).

2. Gejala pada Manusia Masa inkubasi Avian Influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan rentang 2-4 hari. Manifestasi klinis Avian Influenza pada manusia terutama terjadi pada sistem respiratorik mulai dari yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis Avian Influenza secara umum sama dengan gejala ILI (Influenza Like Illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Demam biasanya cukup tinggi yaitu > 38 derajat Celcius. Gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise (Nainggolan, dkk, 2006).

Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjuntivitis. Keadaan klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome). Perjalan klinis Avian Influenza umunya berlangsung sangat progressif dan fatal. Mortalitas penyakit ini dilaporkan terakhir sekitar 50%. Kelainan laboratorium rutin yang hampir selau dijumpai adalah leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia. Dan banyak yang mengalami gangguan ginjal berupa peningkatan nilai ureum dan kreatinin. Kelainan gambaran radiologis toraks berlangsung sangat progressif dan sesuai dengan manifestasi klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas. Kelainan foto toraks bisa berupa infiltrat bilateral luas, infiltrat difus, multifokal, atau patchy, atau berupa kolaps lobar (Nainggolan, dkk, 2006).

G. Kelompok Resiko Tinggi

Kelompok yang perlu diwaspadai dan beresiko tinggi terinfeksi flu burung adalah (DepKes RI, 2006) : 1. Pekerja peternakan atau pemprosesan unggas (termasuk dokter hewan atau Ir. Peternakan) 2. Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien atau unggas terjangkit 3. Pengunjung peternakan atau pemprosesan unggas (1 minggu terakhir) 4. Pernah kontak dengan unggas (ayam,itik,burung) sakit atau mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir 5. Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.

H. Diagnosis Flu Burung

1. Diagnosis pada unggas Diagnosis harus dipastikan dengan isolasi dan identifikasi virus penyebab penyakitnya. Isolasi virus memakai Gold strandard dari OIE (Office International des Epizooties) sampel berasal dari trakea, paru-paru, limpa, otak, dan atau usapan kloaka ayam sakit atau mati. Dilakukan pada SPF (spesific phatogen free) embrio anak ayam umur 4 11 hari hingga embrio mati dalam 48 72 jam. Identifikasi virus dan penentuan subtipe HA (hemaglutinin) dan NA (neuroaminidase) dengan beberapa cara yaitu Antigen capture ELISA tes yang ada beberapa macam, dan PCR Genetic sequencing. Selain itu, gejala klinis dan patologis yang patut dicurigai adalah bila ada bengkak wajah, cyanosis pial dan petechiae di mukosa dan kulit. Masa inkubasinya 3 7 hari, dengan kematian terjadi 2 jam sampai beberapa minggu (Rahardjo, 2004).

2. Diagnosis pada manusia Diagnostik (Leonard, dkk, 2006) a. Uji konfirmasi : Kultur dan identifikasi virus H5N1 Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5 Uji serologi Immunofluorescence (IFA) test : ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoclonal Influenza A H5N1 Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi. Uji penapisan : a)Rapid test untuk mendeteksi Influenza A b)HI test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1 c)Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.

b. Pemeriksaan Lain Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatife dan trombositopeni. Kimia : Albumin/Globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisa Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatinin kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnomal. Kelainan laboratotium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditentukan. Pemeriksaan radiologik : pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral. Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.

I. Definisi Kasus

Departemen Kesehatan RI (2006) membuat kriteria diagnosis Flu burung sebagai berikut : 1. Pasien dalam Observasi Seseorang yang menderita demam/panas > 38 derajat Celcius disertai satu atu lebih gejala di bawah ini : a. batuk b. sakit tenggorokan c. pilek d. napas pendek/ sesak nafas (pneumonia) dimana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya. Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis dan pemeriksaan laboratorium.

2. Kasus suspek AI H5N1 (Under Investigation atau dalam pengawasan) Seseorang yang menderita demam/panas > 38 derajat Celcius disertai satu atau lebih gejala di bawah ini : a. batuk b. sakit tenggorokan c. pilek d. napas pendek/ sesak nafas e. pneumonia dan diikuti satu atau lebih keadaan di bawah ini : Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, atau burung) sakit/ mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas. Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas Pernah kontak dengan spesimen AI H5N1 dalam 7 hari terakhir, sebelum timbul gejala di atas (bekerja di laboratorium untuk AI) Ditemukan leukopeni < 3000/l atau mm Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA untuk Influenza A tanpa subtipe. AtauKematian akibat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini : a. lekopenia atau limfopenia dengan atau tanpa trombositopenia (trombosit < 150.000) b. foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada serial

3. Kasus Probable AI H5N1 Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini: a. ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA test b. hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (dideteksi antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan neutralisasi tes (dikirim ke referensi laboratorium) c. dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal nafas/meninggal dan terbukti tidak ada penyebab lain

4. Kasus Konfirmasi Influenza A H5N1 Kasus suspek atau Probable dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini: a. kultur positif Influenza A H5N1 b. PCR positif Influenza A H5N1 c. Pada Immunoflurescence (IFA) test ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal Influenza A H5N1 d. Kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.

Kriteria Rawat 1. Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : a. sesak napas dengan frekuensi napas > 30 kali/menit b. nadi > 100 kali/menit c. ada gangguan kesadaran d. kondisi umum lemah 2. suspek dengan leukopeni 3. suspek dengan gambaran radiologi pneumonia 4. kasus Probabel dan Konfirmasi

J. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan Avian Influenza adalah : istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi, immunomodulators.

Antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obatnya adalah : 1. penghambat M2 : a. Amantadin (symadine). b. Rimantidin (flu-madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari. 2. Penghambat neuraminidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza). b. Oseltamivir (tami-flu). Dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu (Nainggolan, dkk, 2006).

Departemen Kesehatan RI (2006) dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut: 1. Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi. 2. Pada kasus probabel flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipikal dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat dan ARDS (acute respiratory distress sindrom) sesuai indikasi 3. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).

K. Pencegahan

Secara umum cara pencegahan terkena flu umumnya adalah tetap menjaga daya tahan tubuh, makan makanan seimbang, istirahat teratur dan olahraga teratur. Dan kebiasaan mencuci tangan secara teratur juga perlu dilakukan (Aditama, 2004). Sebenarnya manusia memiliki imunitas terhadap infeksi virus influenza yang beredar, yaitu imunitas lokal/mukosa pada saluran pernafasan yang menghasilkan immunoglobulin A (IgA) dan immunoglobulin M & G (Ig M dan IgG) yang bersifat humoral dan spesifik. Namun karena sifat virus influenza yang selalu mengalami perubahan antigen dan terbentuknya subtipe baru, sehingga imunitas alamiah ini tidak banyak bermanfaat bagi pertahanan tubuh kita terhadap infeksi (Rahardjo, 2004).

Saat ini ada 3 jenis vaksin influenza yang beredar, dengan karakteristik berbeda dalam hal imunogenitas, reaktogenitas dan implikasi kliniknya yaitu (1) Whole virion vaccine (virus utuh), (2) Split virus vaccine (vaksin virus split), (3) Sub unit virus vaccine (vaksin virus sub unit) (Raharjo, 2004).

WHO (2004) mengeluarkan Penuntun Vaksinasi WHO Guidlines for the use of seasonal influenza vaccine in human at risk of H5N1 infection pada 30 Januari 2004. Salah satu vaksin influenza terdiri dari dua tipe virus influenza A dan satu tipe B, dan harus diproduksi sesuai dengan rekomendasi WHO kepada produsen vaksin tentang virus influenza sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga lebih murni, efektif dan memiliki tingkat keamanan yang sangat tinggi.

Selain vaksinasi dilakukan juga Biosekuriti, yang secara garis besar berkaitan dengan lalu lintas unggas dan manusia serta sanitasi lingkungan ternak. Berikut ini adalah beberapa tindakan yang tercakup dalam biosekuriti : 1. Membatasi secara ketat lalu lintas unggas, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas kandang 2. Membatasi lalu lintas pekerja atau orang dan kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan 3. Peternak dan orang yang hendak masuk peternakan ayam (unggas) harus mengenakan pakaian pelindung seperti masker, kaca mata pelindung (goggle), sarung tangan dan sepatu. 4. Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau burung air, tikus, dan hewan lain. 5. Melakukan desinfeksi terhadap semua bahan, sarana, dan prasarana peternakan, termasuk bangunan kandang dengan menggunakan desinfektan yang sudah direkomendasikan seperti asam parasetat, hidroksi peroksida, sediaan ammonium kuartener, formaldehid/ formalin 2 5 %, iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, dan natrium /kalium hipoklorit (Atmawinata, 2006).

Pencegahan yang lain adalah dengan Depopulasi. Depopulasi adalah tindakan pemusnahan selektif terhadap unggas yang diindikasikan menderita flu burung dan juga terhadap unggas unggas yang diindikasikan terjangkit virus flu burung meskipun unggas tersebut masih tampak sehat. Depopulasi ini merupakan tindakan darurat hingga vaksin yang efektif dan handal ditemukan. Pembakaran dan penguburan dilakukan di areal peternakan (Atmawinata, 2006).

Khusus untuk pekerja peternakan dan pemotongan hewan ada beberapa anjuran WHO (2006) yang dapat dilakukan, yaitu :1. Semua orang yang kontak dengan binatang yang telah terinfeksi harus sering-sering mencuci tangan dengan sabun. Mereka yang langsung memegang dan membawa binatang yang sakit sebaiknya menggunakan desinfektan untuk membersihkan tangannya. 2. Mereka yang memegang, membunuh dan membawa atau memindahkan unggas yang sakit dan atau mati karena flu burung seharusnya melengkapi diri dengan baju pelindung, sarung tangan karet, masker, kaca mata goggle dan juga sepatu boot. 3. Ruangan kandang perlu selalu dibersihkan dengan prosedur yang baku dan memperhatikan faktor keamanan petugas. 4. Pekerja peternakan, pemotongan dan keluarganya perlu diberi tahu untuk melaporkan ke petugas kesehatan bila mengidap gejala-gejala pernapasan, infeksi mata dan gejala flu lainnya. 5. Dianjurkan juga agar petugas yang dicurigai punya potensi tertular ada dalam pengawasan petugas kesehatan secara ketat. Ada yang menganjurkan pemberian vaksin influenza, penyediaan obat anti virus dan pengamatan perubahan secara serologi pada pekerja ini. Untuk masyarakat umum, pencegahan terbaik adalah dengan menjaga kesehatan, makan bergizi, istirahat cukup dan menjaga kebersihan seperti membudidayakan kembali kebiasaan mencuci tangan. Mereka yang sedang menderita influenza tentu harus istirahat, minum banyak dan bila keluhan tidak membaik dalam beberapa hari agar segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan terdekat (Aditama, 2004).

Berikut ini disajikan langkah langkah mencuci tangan secara benar (Noorkasini dan Tamher, 2008) : 1. Lakukan cuci tangan pada tempat yang telah disediakan 2. Buka kran dan pertahankan aliran air lurus dari mulut kran 3. Bungkukkan tubuh sedikit untuk menjauh dari percikan air 4. Basahi kedua tangan sampai sebatas siku 5. Ambil sabun dan usapkan secukupnya dalam genggaman kedua tangan 6. Kembalikan sabun ketempatnya dengan hati-hati 7. Buat busa secukupnya dari sabun yang melekat di tangan yang basah 8. Gosokkan dengan keras ke seluruh permukaan tangan dan jari jari kurang lebih 10-15 detik. 9. Ratakan ke seluruh tangan dengan memperhatikan bagian bawah kuku dan antara jari 10. Bilas kedua tangan dengan air mengalir11. Keringkan tangan dengan kertas tissue atau kain lap yang telah disediakan, setelah itu gunakan lap untuk mematikan keran 12. Buang kertas tissue atau kain lap yang telah terpakai ke tempat yang telah disediakan.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, 2004. Flu Burung di Manusia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI PRESS).

Atmawinata, 2006. Kiat Bebas Flu Burung. Bandung: Penerbit YRAMA WIDYA. Hal: 84-89.

Departemen Kesehatan RI, 2004. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Pedoman Surveilans Integrasi Avian Influenza.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Panduan Praktis Penanggulangan Avian Influenza di Tingkat Puskesmas.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Rumah Sakit.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Intervensi Kesehatan Masyarakat Untuk Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung.

Departemen Kesehatan RI, Balitbangkes, Puslitbang Biomedis dan Farmasi, 2006. Pedoman Pengambilan dan Pengiriman Spesimen yang Berhubungan dengan Flu Burung, Jakarta.

Departemen Pertanian RI, 2006. Direktorat Jenderal Peternakan Pedoman Prosedur Operasional Standar Pengendalian Penyakit Avian Influenza di Indonesia. Komnas FBPI, 2005. Rencana Strategis Nasional Pengendalian AI (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza 2006 2008, Republik Indonesia, Jakarta.

Nainggolan, dkk, 2006. Influenza Burung (AVIAN INFLUENZA). Jakarta: Pusat Penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal: 1741-1743.

Nelwan, R.H.H, 2006. Influenza dan Pencegahannya. Jakarta: Pusat Penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :1729 1730.

Notoadmodjo, S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rieneka Cipta : 87 91.

Rahardjo, 2004. Avian Influenza Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasannya, Hasil Investigasi Kasus Lapangan. Jakarta: PT Gallus Indonesia Utama (GITA Pustaka).

Soejoedono dan Handharyani, 2006. Flu Burung. Jakarta: Penebar Swadaya. 5-12. Noorkasiani dan Tamher, 2008. Flu Burung Aspek Klinis dan Epidemiologis. Jakarta: Salemba Medika : 14 - 15.

Watanabe, 2006. Avian Influenza, WHO. Available from : http:////MyDocuments/NEJM journal.html. (accesed 16 April 2010).

WHO, 2005. Avian Influenza A (H5N1) Virus Infection in Humans. Available from : http:////My Documents/NEJM journal.html. (accesed 10 April 2010).

WHO, 2008. Update on Avian Influenza A (H5N1) Virus Infection in Humans. Available from : http:////My Documents/NEJM journal.html. (accesed 15 April 2010).