Top Banner
Laporan Kasus Kronik Cor Pulmonal Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Jantung dan Pembuluh Universitas Syiah Kuala BLUD/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Oleh: Safarna lavia 1507101030018 Pembimbing: dr. Sri Murdiati Sp.JP BAGIAN/SMF KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN
31

Cor Pulmon Al

Jul 15, 2016

Download

Documents

1
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Cor Pulmon Al

Laporan Kasus

Kronik Cor Pulmonal

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Jantung dan Pembuluh Universitas Syiah

Kuala BLUD/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:

Safarna lavia

1507101030018

Pembimbing:

dr. Sri Murdiati Sp.JP

BAGIAN/SMF KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN

JANTUNG DAN PEMBULUH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BLUD/RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2016

Page 2: Cor Pulmon Al

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan waktu untuk

penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini.

Adapun maksud dan tujuan pembuatan tugas laporan kasus yang berjudul

“Cor Pulmonal” ini adalah untuk memenuhi tugas dalam menjalankan

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kesehatan Jantung dan

Pembuluh Fakultas Kedokteran Unsyiah, Provinsi Aceh.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pembimbing dr.

Sri Murdiati Sp.JP yang telah membimbing, memberi saran dan kritikan sehingga

terselesaikannya tugas ini, juga kepada teman-teman dokter muda yang turut

membantu dalam pembuatan tugas ini.

Akhirnya penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam tulisan ini,

kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian untuk

kesempurnaan tulisan ini, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Februari 2016

Penulis

Page 3: Cor Pulmon Al

BAB IPENDAHULUAN

Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi

ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang

menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat

berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Menurut World Health Organization

(WHO), definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan hipertrofi

ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru.

Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan

penyakit jantung kongenital (bawaan). Istilah hipertrofi yang bermakna sebaiknya

diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan.

Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel

kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan

mempengaruhi secara selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang

menyebabkan kor pulmonal adalah peningkatan dari resistensi aliran darah

melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal.

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor

pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik

sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor

pulmonal kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-

pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.

Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali

terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal

adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung. Di Inggris terdapat

sedikitnya 0,3% populasi dengan resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi

usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami hipertensi

pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit

yang secara primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang

mengganggu aliran darah paru. Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia,

menemukan penyebab terbanyak kor pulmonal berturut-turut adalah asma

bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial paru,

Page 4: Cor Pulmon Al

bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis. Menurut penelitian sekitar 80-90%

pasien kor pulmonal mempunyai PPOK dan 25 % pasien dengan PPOK akan

berkembang menjadi kor pulmonal.

Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan

berlebihan pada ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja

ventrikel kanan yang menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya

berdinding tipis, yang akhirnya dapat menyebabkan disfungsi ventrikel dan

berlanjut kepada gagal jantung.

Page 5: Cor Pulmon Al

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Pernafasan

Paru-paru mempunyai sumbe suplai darah dari Arteria Bronkialis dan

Arteria pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalan

sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan

darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava superior

dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih kecil akan

mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak berperanan

pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3%

curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari

sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-

paru.

Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah

vena campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam

pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup

alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas

antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan

melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya

kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

Page 6: Cor Pulmon Al

2.2 Anatomi Jantung Ventrikel Kanan

Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu tepat

di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan

depan ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah

bulatan berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di

ventrikel kiri yang lebih besar.

Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula

karnae yang sering membentuk persilangan satu sama lain. otot ini di bagian

apikal berukuran besar yaitu trabecula septo marginal (moderator band). Ventrikel

kanan secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk ventrikel

kanan (Righ ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding

licin terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu infundibulum/conus

arteriosus. Alur masuk dan keluar dipisahkan oleh krista supra ventrikuler yang

terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspid.

Page 7: Cor Pulmon Al

2.3 Definisi

Cor pulmonal kronik adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat

hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh

darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Istilah hipertrofi

yang bermakna patologis sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi

ventrikel kanan. Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada

pasien gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema.

Hipertensi pulmonal “sine qua non” dengan cor pulmonal maka defenisi kor

pulmonal yang terbaik adalah: hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit

yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru; hipertensi pulmonal

menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan

berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit paru

obstruktif konis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik

dan kor pulmonal, diperkirakan 80˘ 90% kasus.

Page 8: Cor Pulmon Al

2.4 Etiologi

Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan

menjadi 4 kelompok :

1. Penyakit pembuluh darah paru.

2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,

granuloma atau fibrosis.

3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan

pernafasaan saat tidur.

Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah

PPOK, diperkirakan 80-90% kasus.

2.5 Patogenesis

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit

yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-

paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-paru akibat

penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi

peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi

pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga

Page 9: Cor Pulmon Al

mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian

kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler paru pada

arteri dan arteriola kecil.

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler

paru adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat adanya

hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru.

Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk

menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia

alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru,

sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,

hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan

vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia

dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan

hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.

Mekanisme kedua  yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan tekanan

arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh kerusakan

bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari

kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen

menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu, pada penyakit

obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik dari

volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik

terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi hipoksik

dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira duapertiga sampai tigaperempat dari

anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi

peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik

terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat

hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-ventilasi. Setiap

penyakit paru memengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau jaringan

vaskular paru dapat mengakibatkan kor pulmonal.

Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi

pulmonal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan pada

Page 10: Cor Pulmon Al

parenkim paru, kinerja paru, maupun sistem peredaran darah paru secara akut

maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.

Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada paru

yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada akhirnya

dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru yang

mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian. Hipertensi

pulmonal dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah

hipertensi pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya penyakit jantung,

parenkim paru, maupun penyakit sistemik yang melatarbelakanginya. Hipertensi

pulmonal lain selain kriteria tersebut disebut hipertensi pulmonal sekunder.

Hipertensi pulmonal akibat komplikasi kronis paru (sekunder) didefinisikan

sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20

mmHg. Pada hipertensi pulmonal primer angka ini lebih tinggi yakni >25 mmHg.

Pada pasien muda (<50 tahun) TAP normalnya berada pada kisaran 10-15 mmHg.

Dengan bertambahnya usia TAP akan meningkat kurang lebih 1 mmHg setiap 10

tahun. Selain dipengaruhi usia TAP juga dipengaruhi oleh aktivitas. Semakin

berat aktivitas maka TAP akan semakin meningkat. Pada aktivitas ringan TAP

dapat meningkat >30 mmHg. Melihat hal tersebut maka pemeriksaan TAP harus

dilakukan saat pasien dalam keadaan istirahat dan rileks.

Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya

hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.

Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh darah

pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat adanya dua

faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric oxide dan

prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari mediator

vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya mekanisme tersebut

maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni dengan

pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin, antagonis reseptor

endothelin-1, dan inhibitor phosphodiesterase-5.

Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja ventrikel kanan

dan dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan jantung. Timbulnya

keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia jaringan,

Page 11: Cor Pulmon Al

hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta meningkatnya cardiac

output. Ketika jantung kanan tidak lagi dapat melakukan adaptasi dan kompensasi

maka akhirnya timbul kegagalan jantung kanan yang ditandai dengan adanya

edema perifer. Jangka waktu terjadinya hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan

maupun gagal jantung kanan pada masing-masing orang berbeda-beda.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, kor pulmonal dibagi menjadi 5 fase:

Tabel Fase perjalanan penyakit kor pulmonal

Fase Deskripsi

Fase 1

Fase 2

Pada fase ini belum nampak gejala klinis

yang jelas, selain ditemukannya gejala

awal penyakit paru obstruktif kronis

(PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis

paru, bronkiektasis dan sejenisnya.

Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya

didapatkan kebiasaan banyak merokok.

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-

tanda berkurangnya ventilasi paru.

Gejalanya antara lain, batuk lama yang

berdahak (terutama bronkiektasis), sesak

napas, mengi, sesak napas ketika berjalan

menanjak atau setelah banyak bicara.

Sedangkan sianosis masih belum

nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan

kelainan berupa, hipersonor, suara napas

berkurang, ekspirasi memanjang, ronki

basah dan kering, mengi. Letak

diafragma rendah dan denyut jantung

lebih redup. Pemeriksaan radiologi

menunjukkan berkurangnya corakan

bronkovaskular, letak diafragma rendah

dan mendatar, posisi jantung vertikal.

Page 12: Cor Pulmon Al

Fase 3

Fase 4

Fase 5

Pada fase ini nampak gejala hipoksemia

yang lebih jelas. Didapatkan pula

berkurangnya nafsu makan, berat badan

berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik

nampak sianotik, disertai sesak dan

tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah,

mudah tersinggung kadang somnolen.

Pada keadaan yang berat dapat terjadi

koma dan kehilangan kesadaran.

Pada fase ini nampak kelainan jantung,

dan tekanan arteri pulmonal meningkat.

Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel,

namun fungsi ventrikel kanan masih

dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi

hipertrofi ventrikel kanan kemudian

terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan

fisik nampak sianotik, bendungan vena

jugularis, hepatomegali, edema tungkai

dan kadang asites.

Untuk mempermudah pemahaman mengenai patogenesis kor pulmonal,

disediakan ringkasan pada gambar berikut :

Hipertensi Pulmonal

Polisitemia dan hiperviskositas

darah

Vasokonstriksi Berkurangnya vascular bed paru

Asidosis dan hiperkapnia

Hipoksia alveolar

Kerusakan paru & semakin terdesaknya pembuluh darah

oleh paru yang mengembang

Penyakit paru kronis

Page 13: Cor Pulmon Al

Gambar. Patogenesis Kor Pulmonal

2.6 Diagnosis

Diagnosis cor pulmonale dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya

hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk

menegakkan diagnosis cor pulmonale secara pasti maka dilakukan prosedur

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada

anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang

mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun

fungsional. Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti

dengan hanya pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan

penunjang.

Pada cor pulmonale selama jantung masih bisa melakukan kompensasi

terhadap hipertensi pulmonal, anamnesis pada penderita cor pulmonale hanya

didapatkan keluhan yang terkait dengan gangguan yang melatarbelakanginya.

Keluhan yang biasanya didapatkan adalah batuk produktif, sesak nafas saat

aktivitas (dispneu on effort), adanya mengi, cepat letih, dan lemas. Ketika

progresivitas penyakit bertambah keluhan yang sering muncul adalah sesak nafas

walaupun tidak beraktivitas, tachypnea, orthopnea, edema, dan perasaan tidak

nyaman pada kuadran kanan atas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bentuk dada dengan diameter terbesar

anteroposterior atau disebut barrel chest. Pada pemeriksaan auskultasi paru

Page 14: Cor Pulmon Al

didapatkan memanjangnya suara nafas ekspirasi dan pada pasien eksaserbasi

biasanya didapatkan mengi dan ronki. Pasien yang telah menjadi gagal jantung

kanan didapatkan tanda-tanda seperti edema, peningkatan tekanan vena jugularis,

refluks hepatojugular, pulsasi epigastrium dan parasternal, asites, hepatomegali

dan takikardia. Menurunnya cardiac output dapat menyebabkan hipotensi dan

pulsasi yang lemah. Pada pemeriksaan jantung pasien dengan gagal jantung kanan

didapatkan kardiomegali ventrikel kanan yang menyebabkan batas jantung kanan

bawah bergeser ke bawah kanan. Pada auskultasi didapatkan suara gallop S3

disertai meningkatnya intensitas bunyi P2. Insufisiensi katup trikuspid ditandai

dengan adanya pansistolik murmur yang terdengar di parasternal kiri bawah dan

mengeras dengan inspirasi. Selain itu, dapat pula terdengar ejeksi sistolik

pulmonal.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara pasti tejadinya cor

pulmonale adalah dengan kateterisasi jantung kanan (Swan-Ganz catheterization)

untuk mengukur secara pasti hipertensi pulmonal. Kateterisasi jantung kanan ini

dimasukkan melalui vena sentral (V. axillaris, v, jugularis, atau v.

brachiocephalica) dan diteruskan ke dalam ventrikel kanan melalui katup trikuspid

dan diteruskan ke dalam arteri pulmonalis.

Dalam pemasangannya pasien diharuskan puasa 8 jam sebelumnya.

Operator harus memperhatikan gambaran radiologis sebelumnya agar dalam

memasang kateter tidak mencederai organ yang dilewati. Adapun penggunaan

kateter ini memiliki resiko antara lain, infeksi, emboli, jendalan darah dan dapat

menyebabkan aritmia. Penggunaan kateter ini masih sangat terbatas karena

sifatnya yang invasif, menimbulkan rasa tidak nyaman, dan biaya yang diperlukan

cukup tinggi.

Mengingat banyaknya kekurangan dengan menggunakan kateter Swan-

Ganz maka untuk menunjang diagnosis cor pulmonale diperlukan pemeriksaan-

pemeriksaan lain yang lebih mudah, tidak invasif, dan lebih terjangkau.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

Page 15: Cor Pulmon Al

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui penyakit yang

mendasari dan untuk menilai komplikasi serta perjalanan penyakit. Pemeriksaan

yang dilakukan antara lain, hematokrit untuk mengetahui polisitemia, antinuclear

antibody untuk mengetahui penyakit vaskuler kolagen seperti skleroderma,

proteins S dan C, antitrombin III, factor V Leyden, antikardiolipin antibodi, dan

homocysteine untuk mengetahui hiperkoagulasi, analisis gas darah untuk

mengetahui saturasi oksigen, pemeriksaan kadar BNP (Brain Natruretic Peptide)

untuk mengatahui hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan, serta

pemeriksaan spirometri untuk mengetahui status fungsional paru.

2. Pemeriksaan pencitraan

a. Foto Toraks

Pada pasien dengan cor pulmonale hasil foto toraks didapatkan pelebaran arteri

pulmonal sentral. Hipertensi pulmonal dicurigai jika ditemukan diameter arteri

pulmonal desenden kanan lebih lebar dari 16 mm dan arteri pulmonal kiri lebih

lebar dari 18 mm.4 Pelebaran jantung kanan menyebabkan diameter transversal

meningkat dengan cardiothorax ratio (CTR) 50% dan bayangan jantung melebar

ke kanan pada foto toraks posisi anteroposterior. Pada pasien dengan PPOK

didapatkan gambaran sela iga melebar, diafragma mendatar dan gambaran

pinggang jantung pendulum.4 Pada foto lateral didapatkan pengisian ruang

retrosternal dan meningkatnya diameter toraks anterroposterior.

Page 16: Cor Pulmon Al

Gambar . Foto toraks posisi anteroposterior

Gambar Foto toraks posisi anteroposterior dan lateral.

b. Ekokardiografi

Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan

diagnosis cor pulmonale adalah dengan ekokardiografi. Pemeriksaan dengan

gelombang suara menggunakan Doppler ekokardiografi ini memungkinkan

Page 17: Cor Pulmon Al

penghitungan gradien tekanan yang transtrikuspid dari kecepatan puncak pancaran

regurgitan katup trikuspid, yakni dengan menggunakan persamaan Bernouili.

Dengan asumsi bahwa tekanan atrium kanan adalah 5 mmHg maka tekanan

sistolik ventrikel kanan yang identik dengan tekanan sistolik arteri pulmonal dapat

diestimasikan. Caranya, yakni dengan menjumlahkan tekanan atrium kanan

dengan gradient tekanan transtrikuspid.

Pada pasien PPOK penggunaan Doppler ekokardiografi ini kurang efektif

karena hiperinflasi dan pengisian ruang retrosternal yang menyebabkan transmisi

gelombang suara kurang optimal. Computed tomography (CT) scan, Magnetic

Resonance Imaging (MRI), maupun ekokardiografi dua dimensi dapat digunakan

untuk menilai ketebalan dinding ventrikel kanan sehingga dapat mengetahui

hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan

Gambar Ekokardiogram (Dilatasi atrium dan ventrikel kanan)

3. Pemeriksaan EKG

Gambaran abnormal cor pulmonale pada pemeriksaan EKG dapat berupa:

a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

b. Terdapat pola S1S2S3

c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

Page 18: Cor Pulmon Al

f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau

inkomplet.

g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan

prekordial.

h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena

adanya hiperinflasi.

i. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran

gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan

infark miokard.

j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur

atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial

paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter.

Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan penyakit yang mendasari

(kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan

elektrolit, serta penggunaan bronkodilator berlebihan).

Diagnosis cor pulmonale biasanya menunjukkan kombinasi adanya

gangguan respirasi yang dihubungkan dengan hipertensi pulmonal dan adanya

gangguan pada ventrikel kanan yang didapat secara klinis, radiologis,

elektrocardiogram. Dalam praktek sehari-hari sering didapatkan kesulitan dalam

membuat diagnosis col pulmonal yakni bila keadaan pasien sedang stabil atau

Page 19: Cor Pulmon Al

belum terjadi gagal jantung kanan. Untuk itu dianjurkan membuatkan EKG dan

pemeriksaan radiologis dada secara serial.

2.8 Diagnosis Banding

- Hipertensi vena pulmonal yang biasanya diderita penderita stenosis katup

mitral. Gambaran foto toraks berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran

arteri pulmonal karena peninggian tekanan aorta yang relatif kecil (pada

fase lanjut), pembesaran ventrikel kanan, pada paru-paru terlihat tanda-

tanda bendungan vena

- Perikarditis konstriktifa dapat dibedakan dengan test fungsi paru dan

analisa gas darah.

2.9 Penatalaksanaan

Penanganan cor pulmonale secara umum adalah mencegah berlanjutnya

proses patogenesis yang masih bisa ditangani secara langsung dan secara

bersamaan menangani komplikasi yang terjadi seperti hipoksemia, hiperkapnia,

dan asidosis. Pemberian terapi pada cor pulmonale ditujukan untuk mengurangi

hipoksemia, meningkatkan toleransi aktivitas pasien dan jika memungkinkan

menghilangkan faktor yang mendasari. Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut

diatas perlu diambil tindakan berikut.

a) Mengusahakan supaya jalan nafas tetap terbuka dengan jalan memberikan

obat-obatan (bronkodilator, mukolitik), drainase postural, pengisapan

lendir dari jalan nafas dan lain-lain.

b) Terapi O2 pada penderita cor pulmonale yang disebabkan oleh PPOK

harus berhati-hati oleh karena dapat mengakibatkan retensi CO2.. Oleh

karena itu pemeriksaan analisa gas darah yang berulang-ulang sangat

penting. Biasanya O2 diberikan dengan konsentrasi rendah. Pemberian

terapi oksigen jangka panjang pada pasien PPOK terbukti memperbaiki

prognosis dan dapat mencegah terjadinya hipertropi ventrikel kanan.

c) Mengatasi infeksi saluran nafas, yakni dengan pemberian antibiotik yang

sesuai dan dengan dosis adekuat.

Page 20: Cor Pulmon Al

d) Pemberian glikosida jantung (digoxin) pada pasien dengan gagal jantung

kanan. Digoxin bersifat inotropik positif sehingga dapat meningkatkan

cardiac output pada pasien dengan gagal jantung kanan.

e) Vasodilator arteri pulmonal seperti diazoxide, nitroprussid, hydralazin,

ACE inhibitor, penyekat kanal kalsium, atau prostaglandin. Pemberian

inhalasi vasodilator dalam jangka panjang harus dihindari karena efek

toksiknya. Pada pasien PPOK pemberian vasodilator masih dipertanyakan.

Hal ini dikarenakan hipertensi pulmonal pada PPOK cenderung ringan

tetapi dapat menjadi berat saat terjadi eksaserbasi.

f) Flebotomi untuk mengurangi jumlah sel darah merah. Hal ini jarang

dilakukan karena prosedur yang invasif. Tujuannya adalah menghilangkan

polisitemia.

g) Antikoagulan untuk mengurangi resiko tromboemboli.

h) Diet rendah garam, pembatasan asupan cairan, pemberian diuretic, untuk

mengurangi edema dan mengurangi afterload.

2.10 Komplikasi

Komplikasi dari cor pulmonale adalah bisa terjadi syncope, hypoxia, pedal

edema, passive hepatic congestion dan kematian.

2.11 Prognosis

Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari

prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti

"restrictive pulmonary disease", dan kelainan pembuluh darah paru. Forrer

mengatakan penderita kor pulmonal masih dapat hidup antara 5 sampai 17 tahun

setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan mendapat pengobatan

yang baik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14 tahun. Sadouls di

Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: Cor Pulmon Al

1. Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, L

Longo, J Larry Jameson. Heart Failure and Cor pulmonale. Harrison’s

Principles of Internal Medicine, seventeenth edition, 2010, PP. 158-160

2. Fishman A, Elias J.A, et al. Cor pulmonale. Fishman’s Pulmonary Diseases

and Disorders, fourth edition,2008, PP. 1360- 1370

3. Aderaye, G. Causes and Clinical Characteristics Of Chronic Cor-Pulmonale In

Ethiopia. East African Medical Journal. 2004. 81 (4): 202-205.

4. Springhouse. Cor pulmonale. Professional Guide to Diseases. Lippincott

Williams & Wilkins.2005.

5. Hill. N.S and Farber. W. Pulmonary Hypertension. N Engl J Med. 2008.

359;20.

6. Allegra et al. Possible Role Of Erythropoietin In The Pathogenesis Of Chronic

Cor pulmonale. Nephrol Dial Transplant. 2005. 20: 2867.

7. Weitzenblum, Emmanuel. Chronic Cor pulmonale. Heart. 2003. 89(2): 225–

230.

8. Lily Ismodiati, Faisal Baras, Santoso K, Popy S : Buku Ajar Kardiologi,

FKUI, Jakarta 2003.