BAB I
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan teknologi dan perubahan pola hidup
masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kesehatan, maka
berkembangnya penyakit di masyarakat tidak dapat dielakkan lagi.
Sehingga mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan
yang efisien dalam hal biaya tetapi tetap efektif dalam hal terapi.
Berkenaan dengan hal tersebut, swamedikasi menjadi alternatif yang
diambil oleh masyarakat.
Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri
yang bertujuan untuk menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan
yang dianggap tidak memerlukan konsultasi medis. Dengan dasar
kepraktisan waktu, kepercayaan pada obat tradisional, masalah
privasi, biaya, jarak, dan kepuasan terhadap pelayanan
kesehatan.
Sehingga swamedikasi dinggap memberikan keuntungan yaitu biaya
relatif murah dari pada biaya pelayanan kesehatan dan penghematan
waktu karena tidak perlu mengunjungi fasilitas/profesi
kesehatan,
Namun, pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena
keterbatasan pengetahuan masyarakat terhadap aturan pakai obat dan
kesalahan dalam penilaian keluhan penyakit.
Adapun keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering dilakukan
swamedikasi oleh masyarakat yaitu nyeri kepala dan migraine,
penyakit kulit seperti gatal dan jerawat, batuk, asma, demam, sakit
gigi, rematik, salesma, influenza, rhinitis alergi, maaq,
kecacingan, wasir, diare, dan konstipasi.
Diare dan konstipasi umumnya dapat diatasi sendiri baik dengan
penggunaan obat sintetik mapun obat herbal. Namun, penggunaan yang
kurang tepat dapat menimbulkan efek yang lebih beresiko, terutama
penanganan pada balita. Diare menempati urutan kelima dari sepuluh
penyakit utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit.
Olehnya itu, apoteker sebagai seorang profesional kesehatan
dalam bidang kefarmasian dituntut untuk dapat memberikan informasi
yang tepat kepada masyarakat sehingga dapat terhindar dari
penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug
misuse).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare
1. Definisi
Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang
abnormal. Frekuensi dan konsistensi BAB bervariasi dalam dan antar
individu. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali
sehari, sedangkan yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu
(Sukandar, Elin Y., dkk. 2008: 349)
2. Patofisiologi
a. Diare merupakan kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan
sekresi air dan elektrolit.
b. Terdapat empat mekanisme patofisiologi yang mengganggu
keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya
diare, yaitu:
1) Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan
absoprsi natrium dan peningkatan sekresi klorida.
2) Perubahan motilitas usus.
3) Peningkatan osmolaritas luminal.
4) Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
c. Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokan diare secara
klinik, yaitu:
1) Secretory diarrhea, terjadi ketika senyawa yang strukturnya
mirip (contoh: Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) atau toksin
bakteri) meningkatkan sekresi atau menurunkan abrsorbsi air dan
elektrolit dalam jumlah besar.
2) Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorbs zat-zat yang
mempertahankan cairan intestinal.
3) Exudative diarrhea, deisebabkan oleh penyakit infeksi saluran
pencernaan yang mengeluarkan mucus, protein, atau darah ke saluran
pencernaan.
4) Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak
di usus halus, pengosongan usus besar yang premature dan
pertumbuhan bakteri yang berlebihan (Sukandar, Elin Y., dkk. 2008:
349)
3. Manifestasi klinis
a. Diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Umumnya diare
akut hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis melibatkan
serangan yang lebih sering selama 2-3 periode yang lebih
panjang.
b. Penderita diare akut umumnya mengeluhkan onset yang tidak
terduga dari feses yang encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak
nyaman, dan nyeri perut. Karakteristik penyakit usus halus adalah
terjadinya intermitten periumbilical atau nyeri pada kuadran kanan
bawah disertai kram dan bunyi pada perut. Pada diare kronis
ditemukan adanya penyakit sebelumnya, penurunan berat badan dan
nafsu makan.
c. Diare dapat disebabkan oleh beberapa senyawa termasuk
antibiotic termasuk obat-obat lain (tabel 1), selain itu
penyalahgunaan pencahar untuk menurunkan berat badan juga dapat
menyebabkan diare.
d. Pada diare pemeriksaan fisik abdomen dapat mendeteksi
hiperperistaltik dengan borborygmi (bunyi pada lambung).
Pemeriksaan rectal dapat mendeteksi massa atau kemungkinan fecal
impaction, penyebab diare pada usia lanjut.
e. Pemeriksaan turgor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral
berguna dalam memperkirakan status cairan tubuh. Jika terjadi
hipotensi, takikardia, denyut lemah, diduga terjadi dehidrasi.
Adanya demam mengindikasikan adanya infeksi.
f. Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan, terutama pada
situasi kronis dapat dilakukan pemeriksaan parasit dan ova pada
feses, darah, mucus, dan lemak. Selain itu juga dapat diperiksa
osmolaritas feses, pH, dan elektrolit ((Sukandar, Elin Y., dkk.
2008: 350)
Tabel 1. Obat-obat Penyebab Diare
No.
Jenis Obat
1.
Laksatif
2.
Antasida yang mengandung magnesium
3.
Antineoplastik
4..
Auranolin
5.
Antibiotik (Klindamisin, Tetrasiklin, Sulfonamid, beberapa
antibiotik spectrum luas)
6.
Antihipertensi (Reserpin, Guanetidin, Metildopa, Guanabenz,
Guanadrel)
7.
Kolinergik (Betanakol, Neostigmin)
8.
Senyawa yang mempengaruhi jantung ( Kuinidin, Digitalis,
Digoxin)
8.
Obat AINS
9.
Kolkiksin
Sumber: Iso farmakoterapi 2008. ISFI: Jakarta
4. Terapi Farmakologi
Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan
menjadi beberapa kategori yaitu antimotilitas, adsorben,
antisekresi, antibiotik, enzim, dan mikroflora usus Obat-obat
tersebut tidak menyembuhkan tetapi hanya meringankan.
a. Opiat dan turunan opiate menunda transit isi intraluminal
atau meningkatkan kapasitas saluran cerna, memperpanjang waktu
kontak dan absorbsi. Keterbatan penggunaan opiat adalah potensi
terjadinya adiksi dan memperburuk penyakit pada siare yang
disebabkan oleh infeksi.
b. Loperamid sering direkomendasikan untuk terapi akut dan
kronis.
c. Adsorben (seperti Kaolin pektin) digunakan untuk meringankan
gejala, tetapi kerjanya tidak spesifik, sehingga dapat mengabsorbsi
nutrisi, toksin, obat, dan getah penccernaan. Pemberian bersama
dengan obat lain mengurangi bioavailabilitas.
d. Bismut subsalisilat sering digunakan untuk pengobatan atau
pencegahan diare dan memiliki efek antisekresi, antiinflamasi, dan
antibakteri.
e. Sediaan Lactobacillus merupakan pengobatan controversial yang
diharapkan dapat mengganti koloni mikroflora. Hal ini diduga dapat
mengembalikan fungsi usus dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen. Diet produk susu yang mengandung laktosa 200-400 g atau
dekstrin, efektif dalam rekolonisasi mikroba.
f. Obat-obat anti kolinergik seperti atropine, dapat menghambat
vagal tone dan memperpanjang waktu transit saluran cerna.
g. Antibiotik dapat menyembuhkan diare apabila organisme
penyebab peka terhadap antibiotic tersebut, tetapi infeksi diare
sangat terbatas dan diaobati dengan terapi pendukung.
h. Oktreotida, suatu analog oktapeptida sintetik dari
somatostatin yang diresepkan untuk pengobatan gejala tumor
karsinoid dan tumor sekresi VIP. Oktreopeptid menghambat pelesapan
serotonin dan peptide akti lain serta efektif dalam mengontrol
diare. Interval dosis untuk penanganan diare yang disertai tumor
karsinoid adalah 100-600 g/hari dalam 2-4 dosis terbagi secara
subkutan (Sukandar, Elin Y., dkk. 2008: 351).
Tabel 2. Penilaian Derajat Dehidrasi Penderita Diare
Penilaian
Tanpa Dehidrasi
Dehidrasi Ringan
Dehidrasi Berat
Keadaan Umum
Baik
Gelisah
Lesu, tak sadar
Mata
Normal
Cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Mulut, lidah
Basah
Kering
Sangat kering
Rasa haus
Minum biasa
Sangat haus
Tidak bisa minum
Kekenyalan kulit
Normal
Kembali lambat
Kembali sangat lambat
Sumber: Iso farmakoterapi 2008. ISFI: Jakarta.
B. Konstipasi
1. Definisi
Konstipasi adalah periode buang air besar (BAB) kurang dari tiga
kali seminggu untuk wanita dan lima kali seminggu untuk laki-laki,
atau periode lebih dari tiga hari tanpa pergerakan usus.
BAB yang dipaksakan lebih dari 25% dari keseluruhan waktu dan
atau dua kali atau kurang BAB setiap minggu.
Ketegangan saat defekasi dan kurang dari satu kali BAB per hari
dengan usaha yang minimal (Sukandar, Elin Y., dkk. 2008: 372)
Konstipasi adalah kesulitan defekasi karena tinja yang mengeras,
otot polos usus yang lumpuh misalnya pada megakolon congenital dan
gangguan reflex defekasi (Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2007:
525)
2. Patofisiologi
a. Konstipasi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala
yang mengindikasikan adanya penyakit atau masalah.
b. Yang dapat menyebabkan konstipasi antara lain kelainan
saluran pencernaan (contoh:diverticulitis), gangguan metabolisme
(contoh diabetes), gangguan endokrin (contoh hipertiroidisme).
c. Konstipasi umumnya terjadi akibar dari rendahnya konsumsi
serat atau penggunaan opiat.
d. Penyakit atau kondisi yang dapat menimbulkan konstipasi yaitu
sebagai berikut:
1) Gangguan saluran pencernaan
a) Obstruksi gastroduodenal akibat ulser atau kanker.
b) Irritable bowel syndrome
c) Diverticulities
d) Hemmoroids, anal fissures
e) Ulcerative proctitis
f) Tumor
2) Gangguan metabolisme dan endokrin
a) Diabetes mellitus
b) Hipirtiroidisme
c) Panhipopituitarism
d) Peokromositoma
e) Hiperkalsemia
3) Kehamilan
4) Konstipasi neurologik
a) Head trauma
b) Central nervous system tumors
c) Stroke
d) Pankirson
5) Konstipasi psikogenik
a) Gangguan psikiatrik
b) Inappropriate bowel habits
6) Obat-obat yang menginduksi konstipasi
a) Analgesik: penghambat sintesis progstaglanding dan opiat.
b) Antikolinergik: antihistamin, antiparkinson, dan
fenotiazin.
c) Antidepresan trisiklik.
d) Antasida yang mengandung kalium karbonat atau aluminium
hodroksida.
e) Barium sulfat
f) Blok kanal kalsium
g) Klonidin
h) Diuretik (nonpotasium sparing)
i) Ganglion blokers
j) Muscle blockers (d-tubokurarin, suksinilkolin)
k) Polistiren sodium sulfonat
7) Pemberian opiat per oral memiliki efek penghambatan pada
saluran cerna lebih besar disbandingkan pemberian parenteral
(Sukandar, Elin Y., dkk. 2008: 372-373)
e. Konstipasi kadang-kadang dapat juga diakibatkan oleh factor
psikologis, misalnya akibat perubahan kondisi kakus, perubahan
kebiasaan defekasi pada anak, perubahan situasi misalnya saat
perjalanan, atau gangguan emosi misalnya pada keadaan depresi
mental (Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2007: 525).
3. Manifestasi klinik
a. Pasien mengeluh rasa tidak nyaman dan kembung pada perut,
pergerakan usus yang hilang timbul, feses dengan ukuran kecil,
perasaan penuh, atau kesulitan dan sakit saat mengeluarkan
feses.
b. Implikasi dari konstipasi dapat bervariasi mulai dari rasa
tidak nyaman sampai gejala kanker usus besar atau penyakit serius
lainnya.
c. Terapi pasien dengan mengetahui frekuensi pergerakan usus dan
tingkat keparahan konstipasi, makanan, penggunaan laksatif, dan
penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan konstipasi (Sukandar,
Elin Y., dkk. 2008: 373).
4. Klasifikasi Pencahar
a. Pencahar Rangsang (Stimulant Cathartics)
Pencahar rangsang bekerja dengan merangsang mukosa, saraf
intramural atau otot polos usus sehingga meningkatkan peristaltik
dan sekresi lender usus. Banyak di antara pencahar rangsang juga
meningkatkan sintesis prostaglandin dan siklik AMP dan kerja ini
meningkatkan sekresi air dan elektrolit Contoh obatnya yaitu minyak
jarak, Difenilmetan, Bisakodil, Oksifenisatin, Antrakonin, Kaskara
sagrada, Sena, Dantron (Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2007: 526)
b. Pencahar Garam dan Osmotik
Contoh obat dari golongan ini ialah garam magnesium, garam
natrium, dan laktulosa. Peristaltic usus meningkat disebabkan
pengaruh tidak langsung karena daya osmotiknya. Air ditarik ke
dalam lumen usus dan feses menjadi lunak setelah 3-6 jam. Absorbsi
pencahar garam melalui usus berlangsung lambat dan tidak sempurna.
Contoh obatnya yaitu Magnesium sulfat, susu Magnesium, Magnesium
oksida, Magnesium sitrat, Natrium fosfat, Natrium sulfat (Gunawan,
Sulistia Gan, dkk. 2007: 529)
c. Pencahar Pembentuk Massa
Obat dari golongan ini berasal dari alam atau dibuat secara
semisintetik. Golongan obat ini bekerja dengan mengikat air dan ion
dalam lumen kolon sehingga feses menjadi lebih banyak dan lunak.
Sebagian dari komponennya misalnya pectin akan dicerna bakteri
kolon dan metabolitnya akan meningkatkan efek pencahar melalui
peningkatan osmotik cairan lumen. Contoh sediaan alam ialah
agar-agar dana psilium sedangkan sediaan semisintetik ialah
metilselulosa dan natrium karboksimetilselulosa (Gunawan, Sulistia
Gan, dkk. 2007: 530)
d. Pencahar Emolien
Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan jalan
melunakkan feses tanpa merangsang peristaltic usus, baik langsung
maupun tidak langsung (Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2007: 530).
e. Zat Penurun Tegangan Permukaan
Obat yang termasuk golongan ini adalah Dioktilnatrium
sulfosuksinat, paraffin cair, dan minyak zaitun. Bekerja dengan
menurunkan tegangan permukaan sehingga memudahkan penetrasi air dan
lemak ke dalam massa feses. Feses menjadi lunak setelah 24-48 jam
setelah pemberian.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Swamedikasi Diare
Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah untuk mengatur pola
makan, mencegah pengeluaran air berlebihan, elektrolit, dan
gangguan asam basa, menyembuhkan gejala, mengatasi penyebab diare,
dan mengatur gangguan sekunder yang menyebabkan diare (Sukandar,
Elin Y., dkk. 2008: 350)
1. Terapi non farmakologi
Swamedikasi diare tanpa obat dapat dilakukan dengan sebagai
berikut:
a. Pengaturan pola makan merupakan prioritas utama untuk
pengobatan diare.
b. Klinisi merekomendasikan menghentikan makanan padat selama 24
jam dan menghindari produk-produk yang mengandung susu.
c. Apabila terjadi mual dan muntah tingkat sedang, diberikan
pola makan residu rendah yang mudah dicerna selama 24 jam.
d. Pemberian makanan lunak dimulai seiring adanya penurunan
gerakan usus (Sukandar, Elin Y., dkk. 2008: 350).
e. Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari
alkohol, susu. Teruskan pemberian air susu ibu pada bayi, tetapi
pada pemberian susu pengganti ASI encerkan sampai dua kali.
f. Minum cairan rehidrasi (1 liter air ditambahkan 8 sendok the
gula dan 1 sendok the garam).
g. Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan
sebelum menyiapkan makanan sebab diare karena infeksi bakteri/virus
dapat menular.
h. Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat, kecoa
dan tikus.
i. Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang,
simpanlah sisa makanan di dalam kulkas.
j. Gunakan air bersih untuk memasak
k. Buang air besar pada jamban
l. Jaga kebersihan lingkungan
m. Bila diare berlanjut lebih dari dua hari, bila terjadi
dehidrasi, kotoran berdarah, atau terus-menerus kejang perut
periksakan ke dokter (diare pada anak-anak/bayi sebaiknya segera
dibawa ke dokter) (Direktorat Bina Farmasi dan Klinik. 2006:
48).
2. Terapi Farmakologi
a. Penggunaan Obat-obat Sintetik
Obat-obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare secara
swamedikasi yaitu sebagai berikut:
1. Oralit
a) Indikasi
Mengganti cairan tubuh yang keluar bersama feses
b) Aturan pemakaian
Tabel 3 Aturan Pemakaian Oralit
Keadaan diare
4 tahun sehari 1x1 suppositorium anak atau sehari 1x1 tablet
diberikan malam hari sebelum tidur.
d) Kontraindikasi
Ileus obstruksi usus baru mengalami pembedahan dibagian perut
seperti usus buntu, radang usus akut.
e) Kemasan
Dus 50 suppositoria
3) Dulcolactol PT.Boehringer Ingelheim (T)
a) Mengandung laktulosa 10g/15 ml sirup
b) Indikasi
Terapi konstipasi, konstipasi kronik, portal sistemik
encelopati, termasuk keadaan pre koma hepatic, dan koma
hepatik.
c) Dosis
Dewasa keadaan parah dosis awal sehari 2x15 ml sirup, dosis
penunjang sehari 15-25 ml sirup; keadaan sedang dosis awal sehari
15-30 ml sirup, dosis penunjang sehari 10-15 ml; keadaan ringan 15
ml sirup,; dosis penunjang sehari 10 ml sirup; anak 5-10 tahun
dosis awal sehari 2x10 ml sirup, dosis penunjang 10 ml sirup
sehari; anak 1-5 tahun dosis awal sehari 2x5 ml sirup, dosis
penunjang 5-10 ml sirup; anak 12 tahun 1 botol/hari dosis
tunggal.
d) Kontraindikasi
Perdarahan rectum, penyakit ginjal, diet restriksi Na, mual,
muntah, dan nyeri.
e) Kemasan
Botol 133 ml
5) Laxadine PT. Galanium Pharmasia Laboratories (B)
a) Mengandung Parafin cair 1200 mg, Fenolftalein 55 mg, gliserin
378 mg, jeli 9,4 mg/5 ml
b) Indikasi
Mengatasi buang air besar, persiapan menjelang tindakan
radiologis dan operasi.
c) Dosis
Dewasa 1-2 sendok makan sehari 1x pada malam menjelang tidur,
anak setengah dosis dewsa.
d) Perhatian:
Pemakaian dalam waktu lama dapat menyebabkan penurunan berat
badan, kelemahan otot, kekurangan cairan dan elektrolit tubuh,
tidak s]dianjurkan untuk anak usia dibawah 6 tahun, wanita hamil
dan menyusui.
e) Kemasan
Botol 30 ml, 60 ml, 110 ml emulsi..
6) Laxarec PT. Galanium Pharmasia Laboratories (T)
a) Mengandung Na-Laurisulfat 45 mg, asam sorbet 5 mg,
polietilenglikol 625 mg, Na-sitrat 450 mg, sorbitol 4,465 mg/5 g
jeli
b) Indikasi
Mengatasi kesulitan buang air besar
c) Kontraindikasi
Hemoroid akut
d) Dosis
Dewasa 1 tube untuk sekali pakai, anak 1 tube untuk 2 kali pakai
dimasukkan ke dalam dubur dengan bantuan aplikator.
e) Kemasan
Tube 5 ml dengan aplikator.
7) Microlax PT. Pharos, Labaz (B)
a) Mengandung na-Lauril sulfasetat 45 mg, na-sitrat 450 mg, asam
sorbet 5 mg, PEG-400 625 mg, sorbitol 4.465 mg
b) Indikasi
Konstipasi rectal dan sigmoidal, konstipasi pada kehamilan,
konstipasi bakal atau peralihan pada anak.
c) Dosis
d) Kemasan
5 ml enema
8) Picusan PT. Mahakan Beta Farma (B)
a) Mengandung Na-Picosulfat 7,5 mg
b) Indikasi
Memerlukan defekasi
c) Dosis
Dewasa dan anak >12 tahun 10-20 tetes (5-10 mg), anak 4-10
tahun 5-10 tetes (2,5-5 mg)
d) Kemasan
Sirup 3,35g/5 mlx100 ml.
c. Penggunaan Obat Tradisional
1) Buah Nanas (Ananas comosus)
a) Kandungan:
Dekstrose, globulin, sakarosa, asam organik, proteose, globulin
dan bromelin.
b) Bahan:
Buah nanas 1 buah
c) Cara Pengobatan:
Kupas kulit buah nanas lalu peras. Air perasan diminum 2 kali
sehari.
2) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
a. Kandungan:
Minyak atsiri dan kurkuminoid
b. Bahan:
Rimpang temulawak 1 buah, asam jawa, gula aren
c. Cara Pengobatan
Rimpang temulawak diparut lalu diperas. Air perasan diberi
sedikit asam jawa dan gula aren, saring lalu minum sekali
sehari.
3) Daun Umbi Jalar ( Ipomea batatas folium)
a. Kandungan:
Alkaloid, Saponin, Flavonoid, dan Polifenol.
b. Bahan:
Daun umbi jalar 60 gram
c. Cara Pengobatan:
Rebus daun umbi jalar dengan air secukupnya. Minum air rebusan
selagi hangat dan daunnya dapat dimakan.
4) Buah Pepaya (Carica papaya L.)
a. Kandungan:
Vitamin A, B dan C, mineral, kalsium, fosfor, lemak,
karbohidrat, protein,
b. Cara pengobatan:
Makan buah papaya matang 150 gram secara teratur 2 kali
sehari.
5) Lidah Buaya (Aloe vera)
a. Kandungan:
Aloin, barbaloin, isobarbaloin, aloe-emodin, aloenin, aloesin.
Asam amino, mineral, vitamin, polisakarida,
b. Bahan:
Lidah buaya 100 gram, madu 1 sendok makan, air 200 ml.
c. Cara Pengobatan:
Lidah buaya diiris-iris kecil lalu direbus dengan air selama 15
menit dan tambahkan dengan madu. Air rebusan diminum selagi hangat
dan buahnya dapat dimakan.
Pertanyaan dan jawaban hasil diskusi
Pertanyaa dari: Agustri Darma Bakti
1. Bagaimana swamedikasi terhadap diare spesifik dan diare
nonspesifik?
2. Bagaimana penatalaksanaan penggunaan pencahar yang keseringan
pada lanjut usia?
Pada usia lanjut, kerja organ-organ dalam tubuhnya semakin
menurun, termasuk sistem pencernaan, hindari kebiasaan mengonsumsi
obat pencahar secara rutin untuk membantu buang air besar, sebab
hal ini akan membuat otot usus menjadi kurang konstraksi karena
keseringan menggunakan pencahar jadi sebaiknya atur pola makan
dengan meningkatkan konsumsi serat dan gunakan pencahar apabila
benar-benar diperlukan.
Pertanyaan dari : Firmanita
3. Mengapa pada saat gugup seseorang terkadang mengalami
diare?
Pada saat gugup, detakan jantung semakin meningkat sehingga
aliran darah ke suruh organ, termasuk organ pencernaan semakin
banyak. Hal ini memicu gerakan peristaltik usus yang semakin cepat
yang menyebabkan kurangnya absorbsi air sehingga frekuensi
pengeluaran feses meningkat dengan konsistensi yang lebih cair.
Pertanyaan dari: Alfriani Dewa Putu
4. Apa yang menyebabkan konstipasi pada wanita hamil?
Penyebab ibu hamil mengalami konstipasi karena pengaruh hormon
progesterone yang menurunkan peristaltik usus serta penekanan
rektum akibat perut yang membesar.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Diare merupakan kondisi ketidak seimbangan absorbs dan
sekresi air dan elektrolit dalam tubuh sehingga meningkatkan
frekuensi dan likuiditas buang air besar.
2. Terapi non farmakologi diare dapat dilakukan pengaturan pola
makan, minum banyak cairan untuk menghindari dehidrasi akibat diare
yang berlebihan, serta menjaga kebersihan.
3. Obat-obat sintetik yang dapat digunakan untuk swamedikasi
mengatasi penyakit diare yaitu oralit, karbo adsorben, attapulgit,
kombinasi attapulgit-pektin, kombinasi kaolin-pektin, Lacto B, dan
zinc.
4. Obat herbal yang dapat digunakan untuk swamedikasi diare
yaitu anstrep, diapet, dan fitodiar)
5. Penanganan secara tradisional untuk diare dapat digunakan
daun jambu biji kering dan segar, daun teh kering, daun kayu putih,
daun kemangi, rimpang kunyit, buah sawo muda, dan daun sendok.
6. Konstipasi adalah ketegangan saat defekasi karena feses yang
mengeras.
7. Terapi non farmakologi untuk mengatasi konstipasi yaitu
mengonsumsi makanan tinggi serat seperti nbuah dan sayur, minum air
putih minimal 8 gelas sehari, olahraga secara teratur dan hindari
stress.
8. Obat-obat sintetik yang dapat digunakan untuk mengatasi
penyakit konstipasi yait bisakodil, laktulosa, monobasic na-fosfat,
paraffin liquidum, natrium laurisulfat, natrium lauril sulfasetat,
dan natrium picosulfat.
9. Penanganan secara tradisional untuk konstipasi dapat
digunakan buah nanas, rimpang temulawak, daun umbi jalar, buah
papaya, dan lidah buaya.
Daftar Pustaka
Anonim, 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas
Terbatas. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 2014. Iso Indonesia Volume 48. Jakarta: ISFI.
Gunawan, Gun S. 2009. Farmakologi dan Terapan. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Ipang, Djanarko dan Yosephine. 2011. Swamedikasi yang Baik dan
Benar.Yogyakarta: Citra Aji Pramana.
Mangoting. 2006. Tanaman Lalap Berkhasiat Obat. Jakarta:
Swadaya.
Sukandar, Elin Y. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: ISFI.
Tugas Swamedikasi
DIARE DAN KONSTIPASI
Oleh:
Kelas A
Kelompok 10
A. Masrurah Patawari N21113807
Natalya WongsoN21113808
AkbarN21113814
Semester Akhir 2013/2014
Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
2014