CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT – INTERPROFESSIONAL EDUCATION (CPD-IPE) BAHAN BACAAN “ESSENTIAL HYPERTENSION” HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI JULI 2017
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT – INTERPROFESSIONAL EDUCATION
(CPD-IPE)
BAHAN BACAAN
“ESSENTIAL HYPERTENSION”
HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI
JULI 2017
1
FARMAKOTERAPI HIPERTENSI
Dirangkum oleh: Franciscus Cahyo Kristianto, Apt.
1. Etiologi
a. Hipertensi primer (esensial): 90% (tidak ada penyebab jelas)
i. Obesitas memiliki kontribusi
ii. Evaluasi asupan Natrium
b. Hipertensi sekunder:
i. Aldosteronisme primer
ii. Penyakit pada parenkim renal
iii. Penyakit tiroid atau paratiroid
iv. Penggunaan obat (contoh: siklosporin, NSAIDs, simpatomimetik)
2. Klasifikasi dan management tekanan darah – berdasarkan JNC 7 dan ASH/ISH guidelines
a. Pre-‐HTN : SBP 120-‐139 mmHg; DBP 80-‐89 mmHg
b. Stadium 1 HTN : SBP 140-‐159 mmHg; DBP 90-‐99 mmHg
c. Stadium 2 HTN : SBP ≥ 160 mmHg; DBP ≥ 100 mmHg
d. Apabila SBP dan DBP terdapat pada klasifikasi yang berbeda, maka pasien
diklasifikasikan menurut kategori yang lebih tinggi.
3. Diagnosis
a. Pemeriksaan berkala perlu dilakukan untuk seluruh orang dewasa di atas umur 21 tahun.
b. Pasien dipersilahkan duduk di kursi terlebih dahulu sekurang-‐kurangnya 5 menit.
c. Gunakan ukuran manset (pengikat lengan) yang sesuai.
d. Pengukuran dilakukan minimal dua kali, dengan jarak pemeriksaan minimal 2 menit.
e. Untuk mendiagnosis hipertensi secara akurat, diperlukan hasil pengukuran rata-‐rata tekanan darah dari dua kunjungan yang terpisah.
2
4. Penyebab Hipertensi
a. Sleep apnea (gangguan tidur)
b. Akibat penggunaan obat (drug-‐induced)
c. Gagal ginjal kronis
d. Aldosteronisme primer
e. Penyakit renovaskular
f. Penggunaan obat steroid berkepanjangan atau cushing syndrome
g. Penyempitan aorta
h. Penyakit tiroid atau paratiroid
5. Risiko dari Hipertensi
a. Terdapat hubungan antara TD dan kejadian CVD merupakan hal berkesinambungan, konsisten, dan independen terhadap faktor risiko lainnya.
b. Untuk orang berumur 40-‐70 tahun, setiap peningkatan SBP 20 mmHg atau DBP 10 mmHg akan meningkatkan risiko CVD dua kali lipat apabila melewati rentang 115/75 mmHg -‐ 185/115 mmHg.
c. Kerusakan organ target:
i. Jantung:
o Hipertropi ventrikel kiri
o Angina atau Infark Miocard
o Revaskularisasi koroner
o Gagal jantung:
§ Reduced LVEF
§ Preserved LVEF
ii. Otak: Stroke atau TIA
iii. Gagal ginjal kronis (CKD)
iv. Penyakit arteri perifer (PAD)
v. Retinopati
3
6. Manfaat menurunkan tekanan darah
a. Terkait dengan penurunan risiko relatif (RRR) atas terjadinya:
i. Stroke : 35%-‐40% ii. Miokard Infark : 20%-‐25% iii. Gagal jantung : Lebih dari 50%
b. Pada pasien hipertensi stadium 1 dan adanya tambahan faktor risiko jantung lainnya,
pencapaian penurunan SBP sebesar 12 mmHg dalam kurun waktu 10 tahun akan mencegah 1 kematian dari setiap 11 pasien yang dirawat. Apabila terjadi CVD atau gangguan organ target lainnya, penjagaan dan penurunan SBP sebesar 12 mmHg akan mencegah 1 kematian dari 9 pasien yang dirawat.
7. Pengukuran tekanan darah yang benar
a. Pasien dipersilahkan duduk diam selama 5 menit dengan kaki menjejak di lantai, punggung bersandar, dan tangan disandarkan sejajar dengan posisi jantung.
b. Menggunakan manset (pengikat lengan) dengan ukuran yang sesuai.
c. Pengukuran TD minimal dilakukan dua kali dengan jeda pengukuran 2 menit.
d. Tenaga kesehatan perlu memberitahu pasien, baik secara verbal dan tertulis mengenai hasil pembacaan TD dan sasaran TD yang harus dicapai pasien.
8. Pengukuran tekanan darah secara mandiri
a. Membantu dalam mengevaluasi tekanan darah jangka panjang, dan untuk menghindari “white-‐coat hypertension”.
b. Akurasi alat sebaiknya diperiksa secara berkala
c. Alat pengukuran dengan manset yang dipasang pada lengan lebih disukai akurasinya dari pada pemasangan manset pada pergelangan tangan, baik manset yang mengembang secara otomatis maupun manual.
9. Evaluasi Pasien
a. Lakukan penilaian terhadap gaya hidup dan identifikasi faktor risiko kardiovaskular atau penyakit penyerta lainnya yang dapat mempengaruhi prognosis dan pengobatan.
b. Evaluasi penyebab peningkatan tekanan darah.
c. Lakukan penilaian terhadap adanya CVD atau kerusakan organ target lainnya.
4
10. Modifikasi gaya hidup yang disarankan dan efeknya terhadap TD
Modifikasi Rekomendasi Penurunan TD Sistolik
Penurunan berat badan Menjaga BB normal (BMI
18,5 -‐ 24,9 kg/m2)
5-‐20 mmHg setiap 10 kg
berat badan yang hilang
Menggunakan pola makan
DASH (termasuk asupan K
substansial)
Diet kaya akan buah,
sayuran, dan produk susu
rendah lemak dan makanan
yang rendah akan lemak
jenuh dan lemak total
8-‐14 mmHg
Mengurangi asupan Na
Menurunkan asupan Na
menjadi ≤ 2400 mg/hari.
Menurunkan asupan Na
menjadi ≤ 1500 mg/ hari
akan meningkatkan pe-‐
nurunan tekanan darah.
Menurunkan asupan Na
minimal 1000 mg/ hari akan
menurunkan TD apabila
target asupan Na tidak
tercapai.
2-‐8 mmHg
Aktivitas fisik
Melakukan olah raga
aerobik, seperti jalan cepat
(minimal 30 menit/ hari
setiap hari).
4-‐9 mmHg
Pembatasan konsumsi
alkohol
Batasi konsumsi menjadi:
Pria: 2 gelas/hari
Wanita: 1 gelas/hari
2-‐4 mmHg
5
11. Target Tekanan Darah
Populasi Pasien Target TD
(mmHg)
Populasi umum usia > 60 tahun
Populasi umum usia < 60 tahun
< 150/90
< 140/90
Dewasa usia 18-‐80 tahun < 140/90
Pasien dengan DM usia > 18 tahun
Pasien dengan DM
(Catatan: target yang lebih rendah (misal: SBP 130 mmHg) lebih cocok untuk beberapa individual, misalnya pasien yang muda
Hamil dan DM
< 140/90
< 140/80
110-‐129/65-‐79
Pasien dengan CKD
Untuk pasien > 18 tahun:
Pada orang dewasa dengan dan tanpa DM memiliki ekskresi albumin di urin < 30 mg/ 24 jam (atau ekivalen) dengan TD selalu konsisten > 140/90 mmHg
Orang dewasa dengan dan tanpa DM dengan ekskresi albumin ≥ 30 mg/24 jam (atau ekivalen) dengan TD selalu konsisten > 130/80 mmHg
< 140/90
<130/80
Pasien dengan HFpEF atau HFrEF < 130/80
Pasien lansia usia 55-‐79
Umur ≥80 tahun
PENGECUALIAN:
(1) pada pasien dengan SBP < 150 mmHg mudah tercapai dengan penggunaan satu atau dua obat, dapat dipertimbangkan untuk melakukan intensifikasi pengobatan lebih lanjut untuk mencapai < 140 mmHg.
(2) Pasien dengan SBP yang masih tetap ≥ 150 mmHg, target terendah SBP ≥ 150 mmHg dapat diterima jika: (a) target terapi belum tercapai, walaupun sudah menggunakan pengobatan dengan dosis yang sesuai; (b) Muncul efek samping yang tidak dapat diterima, terutama hipotensi postural yang dapat menyebabkan konsekuensi luka fisik; (c) Percobaan untuk mencapai SBP target menghasilkan penurunan DBP hingga mencapai tekanan yang membahayakan (< 65 mmHg).
SBP ≤ 140
SBP 140-‐145
6
James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood pressure in adults - report from the panel members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC8). JAMA 2013. Available at http://jama.jamanetwork.com/article. aspx?articleid=1791497.
Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community. A statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension. J Clin Hyper 2013. Available at www.ash-us.org/ documents/ASH_ISH-Guidelines_2013.pdf.
American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes – 2014. Diabetes Care 2014;37:S14-80.
KDIGO clinical practice guideline for the management of blood pressure in chronic kidney disease. Kidney Int Suppl 2012;2:341-2.
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation 2013;128:e240-e327.
Aronow WS, Fleg JL, Pepine CJ, et al. ACCF/AHA 2011 expert consensus document on hypertension in the elderly.
A report of the American College of Cardiology Foundation Task Force on Clinical Expert Consensus Documents. J
Am Coll Cardiol 2011;57:2037-114.
12. Gologan Obat Antihipertensi
a. ACE Inhibitor (lisinopril, enalapril, captopril, ramipril)
i. Mekanisme kerja -‐ Mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II (vasokonstriktor kuat) melalui penghambatan kompetitif ACE. Rendahnya kadar angiotensin II akan menghasilkan penurunan TD, meningkatkan kadar aktivitas renin plasma, dan mengurangi sekresi aldosteron.
ii. Bukti klinis:
(a) Efek dari inhibitor ACE, ramipril, pada kejadian KV pada pasien berisiko tinggi: “the Heart Outcomes Prevention Evaluation Study” (HOPE).
(b) Khasiat Perindopril dalam mengurangi kejadian kardiovaskular di antara Pasien dengan Penyakit Arteri Koroner Stabil: uji coba randomized, double-‐blind, placebo-‐controlled, multicenter (EUROPA).
(c) ACE inhibitor pada Coronary Arterial Disease yang stabil (PEACE).
(d) Uji coba secara acak menggunakan penurun tekanan darah perindopril di antara 6.105 orang dengan riwayat stroke atau TIA sebelumnya (PROGRESS).
(e) Efek kaptopril terhadap mortalitas dan morbiditas pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri setelah MI: hasil uji “Survival And Ventricular Enlargement” (SAVE).
(f) Perbandingan hasil dengan inhibitor ACE dan diuretik untuk HTN pada lansia (ANBP2).
7
iii. Penggunaan klinis:
(a) Indikasi penggunaan ACE inhibitor sebagai lini pertama:
1) Pasien Amerika non-‐Afrika
2) DM -‐ Mengurangi perkembangan nefropati dan albuminuria
3) CKD -‐ Mengurangi perkembangan penyakit ginjal diabetes dan nondiabetes
4) HF atau disfungsi ventrikel kiri dengan LVEF 40% atau kurang
5) CAD (coronary arterial disease).
6) Pencegahan stroke berulang -‐ Mengurangi kekambuhan saat digunakan dalam kombinasi dengan diuretik thiazide.
(b) Rekomendasi sebagai terapi tambahan (add-‐on) bagi pasien keturunan Amerika-‐Afrika.
iv. Kontraindikasi:
(a) Bilateral renal artery stenosis
(b) Kehamilan
(c) Angiodema
v. Efek samping yang penting:
a) Peningkatan Creatinine (Cr) – Batas peningkatan sebesar 30% di atas baseline masih dapat diterima. Ini menjadi tingkat Cr baru baseline pasien.
b) Hyperkalemia
c) Angioedema -‐ Terjadi 2-‐4 kali lebih sering pada keturunan Afrika Amerika
d) Batuk kering (11% dengan penghentian 2,5%).
vi. Pengaturan dosis dan pemantauan
a) Pertimbangkan untuk tidak dipakai oleh wanita selama tahun-‐tahun melahirkan.
b) Pertimbangkan untuk memulai pada dosis yang lebih rendah dari dosis rata-‐rata jika hendak diberikan pada pasien berusia lanjut, sedang minum diuretik secara bersamaan, atau sedang mengalami gangguan ginjal.
8
b. ARB/ Angiotensin II Receptor Blocker (losartan, irbesartan, candesartan, olmesartan, telmisartan)
i. Mekanisme kerja -‐ Menghambat reseptor tipe I dari reseptor angiotensin II secara selektif dan kompetitif, mengurangi respons “end-‐organ” terhadap angiotensin II. Hasilnya adalah penurunan resistensi perifer total (afterload) dan kembalinya vena kardiak (preload). Proses penurunan TD ini terjadi terlepas dari status sistem renin-‐angiotensin.
ii. Bukti klinis:
a) Morbiditas dan mortalitas KV pada “Losartan Intervention For Endpoint reduction in hypertension”: sebuah percobaan secara acak yang dibandingkan dengan atenolol (LIFE).
b) Valsartan, kaptopril, atau keduanya pada pasien MI yang dipersulit oleh HF, disfungsi ventrikel kiri, atau keduanya (VALIANT).
iii. Penggunaan klinis:
a) Indikasi penggunaan ARB sebagai lini pertama:
1) Pasien Amerika non-‐Afrika
2) DM -‐ Mengurangi perkembangan nefropati dan albuminuria
3) CKD-‐ Mengurangi perkembangan penyakit ginjal diabetes dan nondiabetes
4) HF atau disfungsi ventrikel kiri dengan LVEF 40% atau kurang
5) CAD
6) Pencegahan stroke berulang -‐ Mengurangi kekambuhan saat digunakan dalam kombinasi dengan diuretik thiazide.
b) Rekomendasi sebagai terapi tambahan (add-‐on) bagi pasien keturunan Amerika-‐Afrika.
iv. Kontraindikasi:
a) Stenosis arteri renal bilateral
b) Kehamilan
c) Angioedema (dipicu oleh ARB atau idiopatik) -‐ Meskipun ARB dapat dianggap sebagai terapi alternatif untuk pasien yang pernah mengalami angioedema saat menggunakan inhibitor ACE, pasien-‐pasien tsb juga dapat mengalami angioedema dengan ARB, dan sangat disarankan agar berhati-‐hati pada saat mengganti ARB pada pasien yang pernah mengalami angioedema ketika menggunakan ACE inhibitor.
v. Efek samping yang penting:
a) Peningkatan SCr -‐ Kenaikan sebanyak 30% di atas garis dasar (baseline) masih dapat diterima. Ini akan menjadi kadar SCr awal bagi pasien.
b) Hiperkalemia c) Angioedema – lebih rendah dari inhibitor ACE
9
vi. Pengaturan dosis dan pemantauan
a) Pertimbangkan untuk tidak dipakai oleh wanita selama tahun-‐tahun melahirkan.
b) Pantau kadar SCr dan Kalium selama 7-‐10 hari di awal pemberian atau titrasi dosis.
c. Renin Inhibitor (aliskiren)
i. Mekanisme kerja -‐ Penghambatan renin secara langsung, penurunan aktivitas renin plasma dan menghambat konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I.
ii. Bukti klinis:
a) Tidak ada data hasil yang tersedia untuk aliskiren sebagai monoterapi. b) Uji coba Aliskiren pada Diabetes Tipe 2 menggunakan titik akhir penyakit
kardiovaskular dan renal (ALTITUDE)-‐Penelitian diakhiri lebih awal.
1) Aliskiren ditambahkan pada terapi ACE inhibitor atau ARB yang diberikan kepada kelompok pasien DM tipe 2 dan gangguan ginjal kemudian dibandingkan dengan kelompok pasien lain yang mendapatkan plasebo.
2) Adanya peningkatan kejadian buruk (stroke nonfatal, komplikasi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi) serta tidak adanya manfaat nyata di antara kelompok pasien yang mendapatkan aliskiren hasil randomisasi.
iii. Kontraindikasi:
a) Kehamilan
b) Jangan digunakan bersama dengan ARB atau ACE inhibitor pada pasien yang menderita DM.
iv. Efek samping yang penting:
a) Angiodema
b) Hiperkalemia jika digunakan secara bersamaan dengan ACE inhibitor.
v. Pengaturan dosis dan pemantauan:
a) Pertimbangkan untuk menghindari wanita selama masa usia subur. b) Makanan berlemak tinggi menurunkan penyerapan secara substansial. c) Pasien dengan insufisiensi ginjal dikeluarkan dari uji klinis.
10
d. Beta Blocker (bisoprolol, metoprolol, atenolol, carvedilol)
i. Mekanisme kerja -‐ Pengeblok reseptor Beta selektif (β1 saja) atau nonselektif (β1 dan β2) menghasilkan efek inotropik dan kronotropik yang negatif. Beberapa β-‐blocker (misalnya pindolol, acebutolol) menunjukkan aktivitas simpatomimetik intrinsic (ISA), yang berarti mereka mampu mengerahkan aktivitas agonis tingkat rendah pada reseptor β-‐adrenergik sekaligus bertindak sebagai antagonis situs reseptor. Senyawa kardioselektif tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik biasanya digunakan untuk HTN. Carvedilol dan labetalol juga memiliki aktivitas pemblokiran α1.
ii. Bukti klinis: Pedoman ACCF / AHA sejak tahun 1980an.
iii. Penggunaan klinis:
a) Indikasi:
1) HF atau disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan LVEF 40% atau kurang -‐ Lini pertama (metoprolol, carvedilol, bisoprolol) dengan ACE inhibitor
2) Pasca-‐MI (dalam 3 tahun pertama) -‐ Lini pertama.
b) Pemblokir β dengan aktivitas pemblokiran α1 cenderung merupakan senyawa antihipertensi yang lebih efektif daripada bloker β tanpa mekanisme ini.
iv. Kontraindikasi:
a) Disfungsi nodus sinoatrial atau atrioventrikular (AV) b) Gagal jantung dekompensasi c) Penyakit bronkospasme berat
v. Efek samping yang penting:
a) Bradycardia -‐ Penyesuaian dosis hanya untuk bradikardia simtomatik. b) Heart Block -‐ Penyesuaian dosis dilakukan pada tingkat yang lebih besar
dari heart block tingkat pertama. c) Penyakit bronkospasme d) Intoleransi olahraga, disfungsi seksual, kelelahan.
vi. Pengaturan dosis dan pemantauan
a) Kontraindikasi relatif meliputi disfungsi sinus atau AV yang signifikan, hipotensi, gagal jantung dekompensasi, dan penyakit paru bronkospasme berat.
b) Pantau nadi secara teratur.
11
e. Diuretics
i. Thiazide (mis. hydrochlorothiazide, chlorthalidone, indapamide)
a) Mekanisme kerja -‐ Bekerja pada ginjal dengan mengurangi reabsorpsi Na di tubulus distal. Dengan mengganggu transpor Na di tubulus distal, maka akan memicu terjadinya natriuresis dan kehilangan air secara bersamaan.
b) Bukti klinis:
1) ALLHAT 2) Pencegahan stroke dengan pengobatan antihipertensi pada orang
tua dengan hipertensi sistolik terisolasi: Hasil akhir dari Program Hipertensi Sistolik pada Lanjut Usia (SHEP)
3) Uji coba Medical Research Council (MRC) untuk pengobatan HTN ringan: Hasil utama.
c) Penggunaan klinis:
1) Sebagai pilihan terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien dengan HTN, baik sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan salah satu kelas obat lainnya (mis. ACE inhibitor, ARB, CCB).
2) Meningkatkan khasiat dari pemberian multidrug. d) Kontraindikasi: Anuria
e) Efek samping yang penting:
1) Kelainan elektrolit (hipokalemia, hiponatremia) 2) Hyperuricemia
f) Pengaturan dosis dan pemantauan 1) Tidak efektif untuk pasien dengan GFR kurang dari 30 mL / menit 2) Pantau SCr, Na, dan Kalium 7-‐10 hari setelah inisiasi atau titrasi.
ii. Loop diuretics (mis. Furosemide, bumetanide, ethacrynic acid)
a) Mekanisme kerja -‐ Bertindak dengan mengikat mekanisme cotransport
Na, K, klorida secara reversibel pada sisi luminal dari loop of Henle, sehingga akan menghambat reabsorpsi aktif terhadap ion-‐ion ini (Na, K, dan Cl).
b) Penggunaan klinis: Penatalaksanaan HTN untuk pasien HF dan CKD dengan menggunakan dosis dua kali sehari.
c) Kontraindikasi: Anuria
d) Efek samping yang penting:
(1) Kelainan elektrolit (hipokalemia, hiponatremia, hypomagnese-‐mia)
(2) Dehidrasi
e) Pengaturan dosis dan pemantauan: (1) Pantau SCr, Na, dan K 7-‐10 hari setelah inisiasi atau titrasi. (2) Perkirakan ekuivalensi dosis.
12
iii. K-‐sparing (mis. Triamterene, amiloride)
a) Mekanisme kerja -‐ Menutup kanal Na epitel di sisi lumen dari tubulus
ginjal. Penghambat saluran Na secara langsung akan menghambat masuknya Na ke dalam kanal Na.
b) Penggunaan klinis: Biasanya digunakan dalam kombinasi dengan diuretik thiazide untuk menjaga keseimbangan K.
c) Kontraindikasi:
(1) Anuria
(2) Hiperkalemia
(3) Penyakit hepar atau ginjal yang berat.
d) Efek samping yang penting: Hiperkalemia
e) Pengaturan dosis dan pemantauan: (1) Hindari pada pasien dengan CrCl kurang dari 10 mL / menit. (2) Pantau SCr dan K 7-‐10 hari setelah inisiasi atau titrasi.
f. Calcium Channel Blocker
i. Dihydropiridin (mis., Amlodipin, felodipin, nifedipin, nicardipin)
a) Mekanisme kerja -‐ Bekerja dengan cara merelaksasi otot polos di dinding arteri, mengurangi resistensi perifer total, sehingga dapat mengurangi tekanan darah; Pada kondisi angina, mereka (DHP) meningkatkan aliran darah ke otot jantung.
b) Bukti klinis:
(1) Percobaan ACCOMPLISH (2) Pencegahan kejadian KV dengan rejimen antihipertensi
amlodipin, menambahkan perindopril sesuai kebutuhan versus atenolol, menambahkan bendroflumethiazide sesuai yang diperlukan, di dalam Uji klinis “Anglo-‐Scandinavian Cardiac Outcomes Trial-‐Blood Pressure Lowering Arm”: -‐ sebuah uji klinis multicenter yang terkontrol secara randomisasi. (ASCOT-‐BPLA)
(3) Hasil pada pasien hipertensi dengan risiko KV tinggi ang diobati dengan rejimen berdasarkan valsartan atau amlodipine (VALUE)
(4) Efek penurunan tekanan darah intensif dan aspirin dosis rendah pada pasien dengan HTN: Hasil utama uji klinis secara randomisasi “Hypertension Optimal Treatment” (HOT).
c) Penggunaan klinis:
(1) Pilihan terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien dengan HTN (2) Penurun tekanan darah yang poten (3) Memperbaiki gejala angina
13
d) Efek samping yang penting: Edema perifer
e) Pengaturan dosis dan pemantauan: Mulailah dengan dosis rendah untuk pasien lanjut usia.
ii. Non-‐dihidropiridin (verapamil, diltiazem)
a) Mekanisme kerja -‐ Bekerja sebagai vasodilator ampuh pada pembuluh darah koroner, meningkatkan aliran darah dan menurunkan nadi dengan menekan konduksi terhadap nodus AV. Juga bekerja sebagai vasodilator ampuh dari pembuluh perifer, mengurangi hambatan perifer dan afterload. Memiliki efek inotropik negatif.
b) Bukti klinis:
(1) Hasil utama dari uji klinis “Controlled Onset Verapamil Investigation of Cardiovascular End Points” (CONVINCE).
(2) Sebuah strategi pengobatan untuk pasien dengan CAD (coronary arterial disease) dengan menguji antagonis kalsium versus antagonis non-‐kalsium: “INternational VErapamil-‐Trandolapril Study”: sebuah uji klinis terkontrol secara randomisasi (INVEST).
(3) Percobaan yang dirandomisasi untuk mengukur efek antagonis kalsium dibandingkan dengan diuretik dan β bloker terhadap morbiditas KV dan mortalitas pada hipertensi: “The Nordic Diltiazem Study” (NORDIL).
c) Penggunaan klinis: Digunakan untuk mengatasi hipertensi pada pasien dengan kondisi lainnya secara bersamaan (mis., Atrial fibrillation atau angina stabil) yang akan mendapat manfaat dari pengobatan ini.
d) Kontraindikasi:
(1) Heart block (2) Sick sinus syndrome
e) Efek samping yang penting:
(1) Bradikardia
(2) Heart block
(3) Konstipasi
f) Pengaturan dosis dan pemantauan:
(1) Merupakan penghambat enzim cytochrome P450 (CYP) yang kuat; sehingga akan menjadi sumber interaksi obat-‐obatan yang berpotensi serius.
(2) Jangan gunakan bersamaan dengan HF disfungsi sistolik (fraksi ejeksi kurang dari 40%).
(3) Gunakan dengan hati-‐hati pada pasien dengan terapi beta-‐blocker secara bersamaan.
14
g. Alpha1 Blocker
i. Mekanisme kerja -‐ Antagonis α1 selektif yang bekerja dengan menghalangi aksi adrenalin pada otot polos dinding pembuluh darah.
ii. Bukti klinis: ALLHAT menunjukkan bahwa tingkat kombinasi penyakit kardiovaskular (CVD) 25% lebih tinggi dan tingkat HF 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok diuretik.
iii. Penggunaan klinis:
g) Secara umum, disediakan untuk pasien hipertensi dengan hiperplasia prostat jinak (BPH).
h) Biasanya ditempatkan sebagai pilihan lini keempat atau kelima untuk HTN.
iv. Efek samping yang penting: Pusing dan hipotensi ortostatik
v. Pengaturan dosis dan pemantauan: Mulailah dengan dosis yang sangat rendah. Pasien harus mempertimbangkan untuk meminum dosis pertama di malam hari saat di tempat tidur. Titrasikan perlahan dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan.
h. Aldosterone Receptor Blocker (spironolactone)
i. Mekanisme kerja -‐ Menghambat efek aldosteron dengan cara bersaing dengan reseptor aldosteron intraseluler di duktus pengumpul kortikal. Hal ini akan menurunkan reabsorpsi Na dan air sambil menurunkan sekresi K.
ii. Bukti klinis:
a) Khasiat spironolakton dosis rendah pada subyek dengan HTN yang resisten.
b) Peran spironolakton dalam pengobatan pasien HTN refrakter.
iii. Penggunaan klinis:
a) Hipertensi yang resisten
b) Pasien dengan hipertensi dan gagal jantung.
iv. Kontraindikasi:
a) Anuria b) Insufisiensi ginjal akut -‐ Hindari jika CrCl adalah 30 mL/menit atau
kurang. c) Hiperkalemia -‐ Hindari jika kadar K adalah 5,0 mEq/L atau lebih.
v. Efek samping yang penting:
a) Hiperkalemia b) Ginekomastia dan mastodinia dengan spironolakton
vi. Pengaturan dosis dan pemantauan: Pantau SCr dan K 3 hari, 7 hari dan bulanan selama 3 bulan pertama setelah inisiasi atau titrasi, kemudian secara berkala setelahnya.
15
i. Central Alpha2 agonist (clonidine, methyldopa)
i. Mekanisme kerja -‐ Merangsang reseptor α2 di otak, yang akan menurunkan aliran curah jantung dan resistensi vaskular perifer secara simpatis, sehingga tekanan darah dan nadi akan menurun.
ii. Penggunaan klinis:
a) Dapat berguna untuk HTN yang resisten b) Bermanfaat untuk urgensi hipertensi.
iii. Efek samping yang penting:
a) Pusing dan hipotensi ortostatik b) Mengantuk c) Mulut kering
iv. Pengaturan dosis dan pemantauan:
a) Kambuhnya HTN kembali dapat dimungkinkan terjadi jika dihentikan terlalu cepat, terutama jika bersamaan dengan β-‐blocker (kecuali carvedilol dan labetalol, karena stimulasi α yang tidak diikat).
b) Hindari pada pasien dengan HF.
j. Vasodilator (hydralazine, minoxidil)
i. Mekanisme kerja – Bekerja langsung sebagai pelemas otot polos yang berfungsi sebagai vasodilator, terutama pada pembuluh arteri dan arteriol.
ii. Penggunaan klinis:
a) Dapat berguna untuk HTN yang resisten. b) Dapat bermanfaat bagi pasien dengan HTN dan HF (hydralazine)
iii. Efek samping yang penting:
a) Hydralazine
(1) Takikardia (dipakai dengan Beta blocker)
(2) Memicu timbulnya sindrom seperti lupus.
b) Minoxidil
(1) Retensi cairan (penggunaan dengan diuretic)
(2) Efusi pericardial
(3) Hirsutism (pertumbuhan bulu berlebihan).
iv. Pengaturan dosis dan pemantauan: dapat diberikan dua hingga empat kali per hari.
16
13. Prinsip pengobatan berdasarkan bukti klinis
a. JNC 8:
i. Populasi non African-‐American: terapi antihipertensive sebaiknya dimulai dengan obat golongan diuretic tiazid, CCB, ACE inhibitor, atau ARB.
ii. Populasi African-‐American: terapi antihipertensi sebaiknya dimulai dengan obat golongan diuretic tiazid atau CCB.
iii. Orang dewasa dengan CKD: sebagai terapi awal antihipertensi atau tambahan dapat diberikan obat yang termasuk dalam ACE inhibitor atau ARB
iv. Tidak ada rekomendasi terapi spesifik untuk pasien dengan DM atau CVD
b. 2013 ASH/ISH HTN guidelines
i. Hipertensi Stadium I (140-‐159/ 90-‐99 mmHg) -‐ Dapat menunda terapi hingga tuntas mencoba modifikasi gaya hidup
o Pasien non African-‐American:
§ Usia < 60 tahun:
i. Awal: ACE inhibitor atau ARB
ii. Terapi selanjutnya: Tambahkan CCB atau diuretic tiazid (kombinasi bila perlu)
§ Usia ≥ 60 tahun:
i. Awal: CCB atau diuretik tiazid (kombinasi bila perlu)
ii. Lanjutan: Tambahkan ACE inhibitor atau ARB
ii. Hipertensi Stadium II ( ≥ 160/100 mmHg)
o Mulai dengan 2 obat: CCB atau diuretik tiazid PLUS ACE inhibitor atau ARB
o Bila perlu, kombinasikan CCB, tiazid diuretic, dan ACE inhibitor atau ARB
iii. Penyakit penyerta:
o CKD
§ Awal: ACE inhibitor atau ARB
§ Lanjutan: Tambahkan CCB atau diuretik tiazid (kombinasi bila perlu)
o Diabetes:
§ Awal: ACE inhibitor atau ARB
§ Lanjutan: Tambahkan CCB atau diuretik tiazid (kombinasi bila perlu)
o Penyakit jantung koroner
§ Awal: Beta blocker dengan ACE inhibitor atau ARB
§ Lanjutan: Tambahkan CCB atau diuretik tiazid (kombinasi bila perlu)
17
o Stroke
§ Awal: ACE inhibitor atau ARB
§ Lanjutan: Tambahkan CCB atau diuretik tiazid (kombinasi bila perlu)
o Gagal jantung simtomatik
§ Berapapun TD nya, berikan ACE inhibitor atau ARB + Beta-‐blocker + Diuretic + spironolactone
§ Apabila TD meningkat, tambahkan CCB golongan dihydropyridine (amlodipine).
c. 2013 ACC/AHA: “An Effective approach to high blood pressure control”
i. Untuk HTN Stadium I, direkomendasikan pemberian diuretik tiazid sebagai terapi Awal
ii. ACE inhibitor, ARB, CCB direkomendasikan sebagai terapi lanjutan
iii. Untuk HTN Stadium 2, direkomendasikan terapi menggunakan dua obat:
o Tiazid + ACE inhibitor/ARB/CCB
o ACE inhibitor + CCB
iv. Penyakit tertentu memerlukan rekomendasi pengobatan yang spesifik:
o CAD : Beta blocker dan ACE inhibitor
o Gagal jantung Sistolik : ACE inhibitor/ARB, beta blocker, aldosterone antagonists, tiazid diuretic
o Gagal jantung Diastolik : ACE inhibitor, ARB, beta blocker, diuretik tiazid
o Diabetes mellitus : ACE inhibitor, ARB, Diuretik tiazid, Beta-‐blocker, CCB
o Penyakit ginjal : ACE inhibitor, ARB
o Stroke atau TIA : Diuretik tiazid, ACE inhibitor
d. Uji klinis unggulan: “Primary outcomes in high-‐risk hupertensive patiens randomized to ACE inhibitor or CCB versus diuretic: The Antihypertensive and Lipid-‐Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT) – 2002”
i. Lebih dari 33.000 pasien yang dilibatkan, 55 tahun keatas, dengan Hipertensi dan satu faktor risiko tambahan.
ii. Subyek penelitian secara acak diberikan chlorthalidone 12,5-‐25 mg/hari (n=15.255), amlodipine 2,5-‐10 mg/hari (n=9048), atau lisinoprol 10-‐40 mg/hari (n=9054)
18
iii. Luaran utama yang diharapkan adalah kombinasi penyakit jantung coroner (CHD) yang fatal atau miokard infark nonfatal, dianalisis secara ITT (intent-‐to-‐treat).
iv. Ditemukan tidak ada perbedaan yang bermakna pada luaran utama CHD atau pada mortalitas antara penggunaan diuretic tiazid (chlorthalidone); ACE inhibitor (lisinopril); atau CCB (amlodipine)
v. Kesimpulan peneliti: Diuretik jenis tiazid lebih baik dalam mencegah satu atau lebih gangguan CVD dan memiliki harga yang lebih murah.
vi. Keterbatasan penelitian ALLHAT:
o Atenolol ditambahkan sebagai obat kedua
o SBP rata-‐rata lebih tinggi pada grup amlodipine (0,8 mmHg; p=0,03) dan grup lisinopril (2 mmHg; p<0,001) dibandingkan dengan grup chlorthalidone.
o Munculnya kasus DM baru lebih tinggi pada grup chlorthalidone.
o Chlorthalidone bukan merupakan tiazid yang paling sering digunakan di Amerika Serikat, dan implikasi klinis dari membandingkan hydrochlortiazid dengan obat antihipertensi lainnya masih belum diketahui.
o Awalnya diberikan dengan terapi tunggal, namun akhir-‐akhir ini telah mulai ada banyak pergeseran menuju terapi kombinasi (hal ini didukung dengan uji klinis ACCOMPLISH yang melibatkan pemberian benazepril PLUS amlodipine atau HCT untuk pasien HTN yang berisiko tinggi).
o Diuretik jenis tiazid sudah tidak lebih murah lagi dibandingkan dengan obat antihipertensi generik.
19
14. Algoritma pengobatan HTN
Stadium II HTN SBP > 160 mmHg atau DBP > 100 mmHg:
• Modifikasi gaya hidup • Mulai terapi dengan 2 obat
CCB/tiazid + ACEI/ARB
Bila perlu, tambahkan CCB+tiazid+ACEI/ARB
Stadium I HTN SBP 140-‐159 mmHg atau DBP 90-‐99 mmHg:
• Modifikasi gaya hidup • Dapat menunda
pengobatan farmakologi
African American CCB/tiazid
Non African-‐American: CCB/tiazid
Umur <60 tahun
Umur >60 tahun
ACEI atau ARB
CCB atau tiazid
Bila perlu, tambahkan ACEI atau
ARB
Bila perlu, tambahkan CCB atau Tiazid
Bila perlu, CCB + ACEI (atau ARB) + Tiazid
Bila perlu tambahkan ACEI atau ARB atau CCB + tiazid
Bila perlu, tambahkan CCB + ACEI (atau ARB) + Tiazid
Apabila masih tidak terkontrol, pertimbangkan penambahan agen lainnya (misal: spironolactone,
central acting agents, beta-‐blockers)
20
15. Indikasi spesifik
a. Ischemic Heart Disease
i. Merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada pasien HTN
ii. 2011 AHA/ACFF secondary prevention update:
o Pasien dengan penyakit jantung koroner dan arterosklerosis
o Pengukuran TD ≥ 140/90 mmHg harus ditangani dengan pengobatan
hipertensi, pengobatan dimulai dengan beta-‐blocker dan/atau ACE Inhibitor,
dengan tambahan obat lain bila perlu untuk mencapai target TD.
iii. 2012 AHA/ACFF on stable ischemic heart disease:
o Pada pasien dengan Stable Ischemic Heart Disease dengan TD ≥ 140/90
mmHg, dapat diberikan terapi antihipertensi sebagai tambahan yang
diberikan secara bersamaan atau sesudah percobaan perubahan gaya hidup.
o Pengobatan spesifik yang digunakan untuk mengobati HTN sebaiknya
berdasarkan karakteristik spesifik pasien, hal ini termasuk pemberian ACE
inhibitor dan/atau Beta blocker, dengan tambahan obat lainnya (misal:
diuretik tiazid, CCB) jika diperlukan untuk mencapai target TD < 140/90
mmHg.
b. Gagal jantung
i. Tidak ada target TD spesifik
ii. Pasien tanpa gejala dengan disfungsi ventrikel: ACE inhibitor dan Beta-‐blocker
iii. Pasien disertai gejala dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung stadium
akhir: ACE inhibitor (atau ARB), beta-‐blocker (metoprolol, carvedilol, bisoprolol),
antagonis aldosterone (dengan diuretik loop)
c. Hipertensi pada pasien dengan diabetes
i. ADA Standards of Medical Care in Diabetes 2014: target TD < 140/80 mmHg.
ii. Cochrane review 2009: tidak ada penurunan signifikan pada mortalitas total,
MI, stroke, HF, atau kejadian CVD dengan target TD yang lebih rendah
iii. European Society of Cardiology 2012 guidelines on primary prevention
merekomendasikan target TD < 140/80 mmHg untuk pasien dengan DM
berdasarkan hasil dari penelitian ACCORD, yang menunjukkan adanya
penurunan kecil pada pada stroke (secondary end point), tidak ada penurunan
21
pada primary end point, dan bahkan terjadi peningkatan efek samping ketika
terapi antihipertensi ditargetkan untuk mencapai < 120 mmHg (Eur Heart J
2012;33:1635-‐701).
iv. Kombinasi antara dua atau lebih obat biasanya dibutuhkan untuk mencapai
target < 140/80 mmHg. Kombinasi sebaiknya melibatkan ACEI atau ARB (tidak
dikombinasi keduanya) jika tidak ada kontraindikasi terhadap pasien.
v. ACE inhibitor, ARB, tiazid diuretic, Beta-‐blocker, dan CCB dihidropiridin
bermanfaat dalam menurunkan kejadian CVD dan stroke pada pasien dengan
riwayat DM.
vi. Pengobatan yang berbasis pada ACE inhibitor dan ARB dapat mempengaruhi
perkembangan diabetik nefropati dan menurunkan albuminuria.
vii. Jika pasien menggunakan lebih dari satu macam obat antihipertensi, maka salah
satu obatnya sebaiknya ada yang dikonsumsi sebelum tidur.
d. Gagal Ginjal Kronis (GFR < 60 mL/menit atau terdapat albuminuria)
i. Menurut KDIGO guidelines, penatalaksanaan TD bergantung pada pasien
mengalami proteinuria atau tidak. Penatalaksanaan ini didasarkan pada
penelitian African-‐American Study of Kidney Disease (AASK), yang menunjukkan
manfaat menurunkan TD dalam mencegah semakin memburuknya gangguan
ginjal pada pasien dengan rasio proteinuria/Cr > 0,22. Pengobatan yang
diberikan adalah sbb:
o ACE inhibitor/ARB sebaiknya digunakan:
§ Pada pasien dewasa dengan dan tanpa DM yang memiliki CKD dan
ekskresi albumin di urin > 30 mg/24 jam (atau ekivalen)
§ Pada pasien dewasa dengan dan tanpa DM yang memiliki CKD dan
ekskresi albumin di urin > 300mg/24 jam (atau ekivalen)
o Tidak ada obat yang diberikan: pasien dengan CKD namun proteinuria yang
tidak bermakna.
ii. Penatalaksanaan TD seringkali membutuhkan tiga atau lebih obat antihipertensi.
iii. Peningkatan kreatinin serum dalam jumlah terbatas (30% dari kadar awal)
akibat pemakaian ACE Inhibitor dan ARB masih dapat ditoleransi.
22
e. Gangguan cerebrovaskular
i. Angka kejadian stroke berulang dapat diturunkan dengan penggunaan kombinasi
ACE Inhibitor dan diuretic tiazid.
ii. 2011 AHA/ACCF secondary prevention update: Pasien dengan gangguan
arterosklerosis dengan TD ≥ 140/90 mmHg harus ditangani.
Gambar 1. Algoritma pemilihan antihipertensi berdasarkan indikasi spesifik
16. Pertimbangan penggunaan obat antihipertensi
a. Beta-‐blocker
i. Hati-‐hati pada pasien dengan asma atau COPD (terutama dosis tinggi) karena
adanya hambatan reseptor beta di paru-‐paru.
ii. Meningkatan risiko diabetes lebih tinggi jika dibandingkan dengan ACEI, ARB,
dan CCB; gunakan dengan hati-‐hati pada pasien dengan risiko tinggi DM
(misal: riwayat keluarga DM, obesitas)
iii. Dapat menutupi gejala hipoglikemia pada pasien dengan DM
iv. Dapat menyebabkan depresi
Pemilihan pengobatan Awal berdasarkan indikasi spesifik
DM CKD Stroke atau TIA
Gangguan koroner
HFrEF HFpEF
ACEI atau ARB,
tiazid atau CCB apabila African American
ACEI atau ARB
Diuretika + ACEI atau ARB
BB
Kmd + ACEI atau ARB
Kmd CCB, diuretika
ACEI atau ARB, BB, AA, diuretic
ACEI atau ARB, BB, diuretic
23
b. Tiazid
i. Memperburuk gout dengan meningkatkan kadar asam urat dalam serum
ii. Peningkatan risiko DM dibandingkan dengan ACEI, ARB, dan CCB; gunakan
dengan hati-‐hati pada pasien dengan risiko tinggi DM (misal: riwayat keluarga
DM, obesitas)
iii. Dapat membantu dalam penanganan osteoporosis dengan mencegah
kehilangan kalsium di urin
c. ACE Inhibitor dan ARB
i. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil
ii. Kontraindikasi pada pasien bilateral renal artery stenosis
iii. Perlu monitoring Kalium, terutama apabila terdapat gangguan ginjal atau
penggunaan obat hemat Kalium lainnya
iv. Adanya diabetik nefropati akan mempengaruhi pemilihan ACE inhibitor
dibanding ARB.
d. Aliskiren
i. Antagonis renin secara langsung
ii. Kontraindikasi pada kehamilan
iii. Kontraindikasi apabila diberikan sebagai kombinasi dengan ACE inhibitor
atau ARB pada pasien DM karena dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal,
hiperkalemia, dan hipotensi
iv. Hindari penggunaannya dengan kombinasi siklosporin atau itraconazole
v. Hindari penggunaan yang bersamaan dengan ACE inhibitor atau ARB pada
pasien dengan gangguan ginjal (CrCl < 60 mL/menit)
24
17. Penyebab resistensi pada hipertensi (kegagalan mencapai target TD pada pasien yang
diberikan regimen tiga obat dengan dosis maksimum dan diuretik termasuk dalam regimen
pengobatan tersebut):
a. Pengukuran TD yang tidak benar
b. Kelebihan volume dan pseudotolerance
i. Asupan Na yang berlebih
ii. Retensi cairan akibat gangguan ginjal
iii. Terapi dengan diuretik yang tidak adekuat
c. Akibat penggunaan obat:
i. Ketidahpatuhan dalam minum obat:
o Edukasi pasien tentang manfaat TD yang terkontrol. Mengajak pasien
untuk terlibat dalam target TD, mengembangkan strategi pengobatan
patient-‐centered, dan menjelaskan tentang pentingnya pemeriksaan
TD mandiri
o Memastikan regimen pengobatan terjangkau dan dapat diikuti
o Menyesuaikan pengobatan dengan budaya dan kepercayaan pasien
o Gunakan semua tenaga kesehatan yang tersedia
ii. Dosis yang tidak adekuat
iii. Kombinasi obat yang tidak sesuai
iv. Penggunaan obat-‐obatan lain, seperti:
o NSAIDs
o Cocaine, amphetamine
o Simpatomimetik
o Kotrasepsi oral
o Adrenal steroid
o Siklosporin atau tacrolimus
o Erythropoietin
o Licorice
o Suplemen
v. Kondisi lain terkait dengan:
o Obesitas
o Alkoholik
25
18. Pengobatan HTN yang RESISTEN
a. Apabila memungkinkan, hilangkan dan/atau tangani penyebab HTN resisten
b. Pada pasien yang belum terkontrol dengan pemberian ACE inhibitor (atau ARB) +
diuretik tiazid + CCB, pertimbangkan penambahan satu atau lebih dari:
i. Mineralocorticoid antagonist (spironolactone)
ii. Beta-‐blocker
iii. Alfa-‐blocker
iv. Vasodilator
v. Obat yang bekerja secara sentral
26
DAFTAR SINGKATAN HIPERTENSI
AASK : African-‐American Study of Kidney Disease
ACE : Angiotensin Converting Enzyme
ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
AHA/ACCF : American Heart Association/ American College of Cardiology Foundation
ARB : Angiotensin Receptor Blocker
ASH/ISH : American Society of Hypertension/ International Society of Hypertension
BB : Beta-‐Blocker
BMI : Body Mass Index
BP : Blood Pressure
CCB : Calcium Channel Blocker
CHD : Coronary Heart Disease
CKD : Chronic Kidney DIsease
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Cr : Creatinine
CVD : Cardiovascular Disease
DASH : Dietary Approach to Stop Hypertension
DBP : Diastolic Blood Pressure
DM : Diabetes mellitus
GFR : Glomerulus Filtration Rate
HF : Heart Failure
HFpEF : Heart Failure with preserved Ejection Fraction
HFrEF : Heart Failure with reduced Ejection Fraction
HTN : Hypertension
JNC 7 : 7th Joint National Committee
JNC 8 : 8th Joint National Committee
KDIGO : Kidney Disease-‐Improving Global Outcome
KVD : kardiovaskular
27
LVEF : left ventricular ejection fraction
MI : myocardial infarction
NSAIDs : Non-‐steroid Anti-‐Inflammatory Drugs
SBP : systolic blood pressure (tekanan darah sitolik)
TD : tekanan darah
TIA : transient ischemic attack
REFERENSI
1. Appel LJ, Brands MW, Daniels SR, et al. Dietary approaches to prevent and treat hypertension: a scientific
statement from the American Heart Association. Hypertension 2006;47:296-‐308.
2. Aronow WS, Fleg JL, Pepine CJ, et al. ACCF/AHA 2011 Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly: a report of the American College of Cardiology Foundation Task Force on Clinical Expert Consensus Documents. Developed in Collaboration with the American Academy of Neurology, American Geriatrics Society, American Society for Preventive Cardiology, American Society of Hypertension, American Society of Nephrology, Association of Black Cardiologists, and European Society of Hypertension. J Am Coll Cardiol 2011;57:2037-‐114.
3. The ACCOMPLISH Trial Investigators. Benazepril plus amlodipine or hydrochlorothiazide for hypertension in high-‐risk patients. N Engl J Med 2008;359:2417-‐28.
4. The ACCORD Study Group. Effects of intensive blood pressure control in type 2 diabetes mellitus. N Engl J Med 2010;362:1575-‐85.
5. ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Collaborative Research Group. Major outcomes in high-‐risk hypertensive patients randomized to angiotensin-‐converting enzyme inhibitor or calcium channel blocker vs diuretic: the antihypertensive and lipid-‐lowering treatment to prevent heart attack trial (ALLHAT). JAMA 2002;288:2981-‐97.
6. American Diabetes Association (ADA). Standards of medical care in diabetes – 2016. Diabetes Care 2016;39:suppl 1.
7. Bakris GL, Fonseca V, Katholi RE, et al. Metabolic effects of carvedilol vs metoprolol in patients with type 2 diabetes mellitus and hypertension: a randomized controlled trial. JAMA 2004;292:2227-‐36.
8. Beckett NS, Peters R, Fletcher AE, et al. Treatment of hypertension in patients 80 years of age or older. N Engl J Med 2008;358:1887-‐98.
9. Black HR, Elliott WJ, Grandits G, et al.; CONVINCE Research Group. Principal results of the Controlled Onset Verapamil Investigation of Cardiovascular End Points (CONVINCE) trial. JAMA 2003;289:2073-‐82.
28
10. Braunwald E, Domanski MJ, Fowler SE, et al.; PEACE Trial Investigators. Angiotensin-‐converting-‐enzyme inhibition in stable coronary artery disease. N Engl J Med 2004;351:2058-‐68
11. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA 2003;289:2560-‐72.
12. Dahlof B, Sever PS, Poulter NR, et al.; ASCOT Investigators. Prevention of cardiovascular events with an antihypertensive regimen of amlodipine adding perindopril as required versus atenolol adding bendroflumethiazide as required, in the Anglo-‐Scandinavian Cardiac Outcomes Trial-‐ Blood Pressure Lowering Arm (ASCOT-‐BPLA): a multicentre randomised controlled trial. Lancet 2005;366:895-‐906.
13. James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence-‐based guideline for the management of high blood pressure in adults – report from the panel members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC8). JAMA 2014;311:507-‐20.
14. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease. Kidney Int Suppl 2012;2:339.
15. Rosendorff C, Black HR, Cannon CP, et al. Treatment of hypertension in the prevention and management of ischemic heart disease: a scientific statement from the American Heart Association Council for High Blood Pressure Research and the Councils on Clinical Cardiology and Epidemiology and Prevention. Circulation 2007;115:2761-‐88.
16. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community. A statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension. J Clin Hyper 2013. Available at www.ash-‐us.org/documents/ ASH_ISH-‐Guidelines_2013.pdf. Accessed January 4, 2014.
17. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation 2013;128:e240-‐e327.