Top Banner

of 23

Coating membran

Oct 16, 2015

Download

Documents

coating membran merupakan teknik untuk melapisi permukaan membran agar memiliki kontur yang sesuai dan tahan terhadap faktor luar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Coating (pelapisan)

    Coating (pelapisan) adalah proses untuk melapisi suatu bahan dasar

    (substrate) dengan maksud dan tujuan tertentu. Tujuan pelapisan (coating) adalah

    memberi perlindungan pada material. Tingkat proteksi dari pelapisan tergantung

    pada sistem keseluruhan dari pelapisan yang terdiri dari jenis pelapisan, substrat

    logam dan preparasi permukaan. Walaupun demikian terdapat juga beberapa

    fungsi yang lebih khusus dari coating (pelapisan) ini misalkan untuk memberikan

    gaya apung negatif (negative buoyancy force), memberikan fungsi anti slip pada

    permukaan substrat dan beberapa fungsi lainnya.

    2.1.1 Bahan Penyusun Coating (pelapisan)

    Hal yang menentukan sifat-sifat suatu coating (pelapisan) adalah

    komposisi dari coating (pelapisan) itu sendiri. Umumnya coating (pelapisan)

    mengandung empat bahan dasar, yaitu pengikat (binder), aditif, solven dan

    pigmen (zat pewarna). Sangatlah penting bagi formulator untuk memahami fungsi

    dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui bagaimana mereka saling berinteraksi.

    1. Binder (pengikat)

    Binder (pengikat) berfungsi sebagai pengikat antar komponen coating dan

    juga bertanggung jawab terhadap gaya adhesi coating terhadap substrat.

    Terdapat banyak binder yang telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin

    alam, epoxy dan urethane. Hal yang perlu diketahui tentang binder adalah

    bagaimana mereka mengalami curing. Pada umumnya binder dapat

    mengalami curing dengan dua cara. Pertama adalah melalui evaporasi solven.

    Binder yang mengalami curing seperti ini disebut binder thermoplastik atau

    non-covertible. Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau setelah proses

    pengecatan. Binder ini dikenal sebagai binder thermosetting.

    Selain itu, hal yang harus dipahami dari binder adalah viskositas. Karena

    merupakan komponen utama dalam coating, viskositas binder sangat

  • 6

    menentukan viskositas coating. Faktor utama yang menentukan viskositas

    binder adalah berat molekularnya. Polimer yang mempunyai berat molekul

    tinggi akan lebih viskous daripada berat molekul rendah. Ada dua cara untuk

    mengontrol viskositas suatu coating, yaitu dengan memvariasi berat molekul

    binder atau dengan menambahkan sejumlah solven.

    2. Aditif

    Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam

    jumlah sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat coating (pelapisan).

    Bahan-bahan yang termasuk aditif adalah surfaktan, alat anti endapan (anti-

    settling agent), alat pencampur (coalescing agents), alat tahan pengulitan

    (anti-skinning agents), katalis, defoamers, penyerapan cahaya ultraviolet

    (ultraviolet light absorbers), alat dispersi, bahan pengawet (preservatives),

    pengering (driers) dan plastisizers.

    3. Solven

    Kebanyakan coating (pelapisan) memerlukan solven untuk melarutkan binder

    dan memodifikasi viskositas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam

    penentuan solven adalah kemampuannya dalam melarutkan binder dan

    komponen coating (pelapisan) yang lain. Prinsip kelarutan sangatlah

    sederhana, yaitu like dissolves like. Artinya solven polar akan melarutkan

    senyawa yang polar juga. Selain itu laju penguapan solven juga perlu

    diperhatikan. Solven yang mempunyai tekanan uap tinggi sehingga menguap

    dengan cepat disebut fast atau hot solvent, sedangkan yang lambat disebut

    slow solvent. Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating (pelapisan)

    dan beberapa cacat dapat disebabkan karena ketidak cocokan dalam pemilihan

    solven. Jika solven menguap terlalu cepat, coating (pelapisan) tidak cukup

    waktu untuk membentuk lapisan halus dan kontinu.

    4. Pigmen (zat pewarna)

    Zat pewarna (pigmen) merupakan pemberi warna dari coating (pelapisan).

    Selain berfungsi dalam hal estetika, Zat pewarna (pigmen) juga

    mempengaruhi ketahanan korosi dan sifat fisika dari coating (pelapisan) itu

    sendiri.

  • 7

    Zat pewarna (pigmen) dapat dikelompokkan menjadi pigmen organik dan

    anorganik. Pigmen anorganik contohnya adalah titanium dioksida dan besi

    oksida. TiO2 merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan,

    biasanya untuk coating eksterior. TiO2 mempunyai indeks refleksi yang tinggi

    dan stabil terhadap sinar ultraviolet dari sinar matahari yang dapat

    mendegradasi pelapisan pengikat (binder coating). FeO2 merupakan pigmen

    merah yang digunakan untuk pelapisan awal (coating primer) ataupun

    topcoat. Terdapat juga ekstender pigmen yang memberikan sedikit pengaruh

    terhadap warna dan ketahanan korosi namun banyak mempengaruhi sifat-sifat

    coating seperti kekentalan (densitas), aliran, kekerasan (hardness) dan

    permeabilitas. Contohnya adalah kalsium karbonat, kaolin, talc dan barium

    sulfat (barytes).

    2.1.2 Konsep Formulasi Coating (Pelapisan)

    Setelah menentukan komponen-komponen untuk pelapisan (coating),

    maka harus disatukan dalam jumlah yang sesuai. Berikut ini adalah parameter-

    parameter yang penting untuk formulasi pelapisan.

    a. Konsentrasi volume pigmen (PVC)

    Pigmen Volume Concentration (PVC) merupakan rasio volume pigmen

    terhadap volume total binder dan pigmen. Dua jenis pelapisan dapat

    memiliki nilai pigmen dan binder yang sama namun sangat berbeda nilai

    PVCnya. Secara sederhana hal ini dapat dihasilkan dengan menggunakan

    pigmen dengan densitas yang berbeda.

    Nilai PVC dimana terdapat jumlah pengikat yang tepat untuk

    menghasilkan lapisan tipis permukaan secara sempurna untuk setiap

    partikel dari zat pewarna (pigmen) merupakan nilai PVC kritis (CPVC).

    Di atas nilai CPVC, tidak ada cukup pengikat untuk membasahi semua zat

    pewarna. Sedangkan di bawah nilai CPVC, terdapat kelebihan pengikat.

    Beberapa sifat pelapisan dapat secara signifikan dipengaruhi oleh variasi

    formulasi PVC.

    b. Densitas, berat solid dan volume solid

  • 8

    Densitas, berat solid dan volume solid serta persentase pengikat (binder)

    dan persentase zat pewarna (pigmen) seringkali disebut sebagai konstanta

    fisik dari pelapisan. Densitas biasanya dinyatakan dalam satuan pound per

    gallon. Berat solid pelapisan biasanya dalam bentuk persentase non

    volatile, merupakan berat solid dibagi dengan berat total pelapisan

    (coating). Volume solid adalah persentase volume material non-volatil.

    Kemudian persentase pengikat (binder) dan persentase zat pewarna

    (pigmen) merupakan persentase pengikat dan zat pewarna dalam pelapisan

    (coating).

    c. Rasio zat pewarna (pigmen)/pengikat (binder)

    Merupakan perbandingan berat pigmen terhadap berat pengikat. Lapisan

    atas (Topcoat) biasanya memiliki pigmen/binder 1,0 atau kurang

    sedangkan primer coating mempunyai pigmen/binder 2-4. Coating gloss

    biasanya mempunyai pigmen/binder yang lebih rendah daripada coating

    flat.

    2.1.3 Preparasi Coating (Pelapisan)

    Kunci dari suatu lapisan ialah kemampuan untuk melekat pada permukaan

    substrat. Permukaan substrat biasanya belum bisa langsung diberikan coating

    (pelapisan), karena kualitas permukaan substrat yang rendah serta kemungkinan

    adanya kotoran dan minyak dapat mengganggu sifat adhesive dari coating

    (pelapisan). Oleh karena itu perlu dilakukan proses preparasi terlebih dahulu

    sebelum dilakukan proses coating (pelapisan). Proses preparasi coating

    (pelapisan) ini terdiri dari dua jenis, yaitu pembersihan secara kimiawi (chemical

    cleaning) dan pembersihan secara mekanik (mechanical cleaning).

    1. Chemical cleaning, yaitu proses pembersihan dengan menggunakan bahan

    kimia. Cara pengaplikasiannya dapat diusapkan, disemprot, diuapkan, dan

    dicelupkan. Ada beberapa jenis chemical cleaning, antara lain:

    a. Emulsion cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan berbahan dasar

    organic (surfactant) yang dapat membersihkan minyak seperti

    detergent atau emulsifier.

  • 9

    b. Alkaline cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan garam alkali

    untuk membersihkan kotoran dan minyak. Larutan yang umum

    digunakan antara lain sodium hydroxide (NaOH) dan sodium

    carbonate (Na2CO3). Biasanya garam tersebut dilarutkan dengan air

    hangat sebanyak 80-40%. Setelah proses alkaline cleaning, semua zat

    alkaline harus dibersihkan dengan air atau uap agar tidak mengganggu

    kinerja coating.

    c. Pickling (Acid cleaning), yaitu dengan menggunakan larutan asam

    untuk membersihkan scale dan korosi. Larutan asam yang biasa

    digunakan yaitu asam sulfat (H2SO4) yang akan melarutkan oksida

    pada permukaan.

    2. Mechanical cleaning, yaitu dengan menggunakan material abrasif untuk

    menghilangkan kotoran pada permukaan. Proses mechanical yang digunakan

    umumnya yaitu grinding, sand blasting, dan lain-lain. Kontaminan yang dapat

    dibersihkan antara lain scale, produk korosi, maupun sisa coating sebelumnya

    dengan mengikis permukaan material substrat tersebut.

    2.1.4 Sifat Adhesive Coating (Pelapisan)

    Ketahanan pelapisan (coating) sangat dipengaruhi oleh kemampuan

    pelapisan (coating) untuk menempel pada material substrat. Jika daya adhesive

    tidak kuat maka selain pelapisan (coating) tidak menempel dengan baik, hal ini

    dapat juga memberi kesempatan kepada udara lembab masuk ke celah antara

    coating dan substrat yang menyebabkan kontaminasi. Ada beberapa jenis daya

    ikatan (adhesive) antara coating dengan material substrat, antara lain:

    a. Daya ikat mekanik (mechanical adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi

    karena ikatan secara mekanik (mechanical interlocking). Contohnya

    yaitu dengan penggunaan pelapisan (coating) pada permukaan substrat

    yang kasar, seperti penggunaan sand blast ataupun bahan abrasif sebelum

    proses pelapisan. Selain itu bisa juga penggunaan pelapisan yang akan

    mengkerut ketika curing sehingga akan membungkus material substrat

    dengan baik, seperti epoxy, polyester, dan lain-lain.

  • 10

    b. Daya ikat kimia (chemical bonding adhesion), yaitu daya ikat yang

    terjadi antara pelapisan (coating) dengan material substrat berupa ikatan

    atom. Contohnya yaitu pada pelapisan (coating) zinc (seng) untuk

    melapisi baja, atau yang biasa disebut galvanized steel. Zinc berikatan

    dengan baja membentuk paduan intermetalik FeZn. Jenis ikatan ini

    adalah ikatan yang paling kuat.

    c. Daya ikat polar (polar adhesion) , yaitu daya ikat yang terjadi karena

    gaya tarik menarik material polar. Contohnya yaitu pelapisan (coating)

    organik, yang banyak mengandung senyawa polar. Jenis ikatan ini tidak

    akan bekerja dengan baik apabila terdapat zat pengotor di permukaan

    substrat seperti kotoran, minyak, air, dan lain-lain.

    2.1.5 Macam-macam Proses Coating (Pelapisan)

    2.1.5.1 Dip Coating

    Dip coating adalah suatu proses yang digunakan untuk pelapisan,

    misalnya bahan semikonduktor. Pada proses pelapisan ini, biasanya di bagi

    menjadi beberapa langkah. Perendaman (immersion), dimana substrat ini

    direndam dalam larutan bahan lapisan pada kecepatan konstan. Kemudian

    Start-up, dimana substrat telah berada di dalam larutan untuk sementara

    waktu dan mulai ditarik ke atas. Kecepatan menentukan ketebalan lapisan

    (penarikan lebih cepat memberikan bahan pelapis yang lebih tebal).

    Pengeringan, dimana kelebihan cairan akan mengalir dari permukaan. Penguapan

    (evaporation), dimana pelarut yang menguap dari cair, membentuk lapisan

    tipis. Pada proses dip coating ini, kecepatan alat sangat berpengaruh pada tiap

    langkah yang dilalui. Untuk itu, perlu diperhatikan dalam pengontrolan kecepatan

    gerak alat agar hasil pelapisan bahan semikonduktor mencapai hasil yang sesuai

    dengan kebutuhan.

    2.1.5.2 Powder Coating

    Powder coating adalah jenis lapisan yang diterapkan sebagai serbuk kering.

    Perbedaan utama antara cat cair konvensional dan powder coating adalah bahwa

    powder coating tidak memerlukan pelarut untuk menjaga bagian binder dan filler

  • 11

    dalam bentuk suspensi cair. Lapisan ini biasanya diterapkan elektrostatik dan

    kemudian dipanaskan untuk memungkinkan agar serbuk mengalir dan membentuk

    lapisan. Serbuk bisa thermoplastik atau polimer termoset. Hal ini biasanya

    digunakan untuk membuat hard finish yang lebih keras dari cat konvensional.

    Powder coating terutama digunakan untuk pelapisan logam, seperti whiteware,

    ekstrusi aluminium, dan mobil dan bagian-bagian sepeda. Teknologi baru

    memungkinkan bahan lain, seperti MDF (medium-density papan serat), menjadi

    serbuk dilapisi dengan menggunakan metode yang berbeda.

    2.1.5.3. Spin Coating

    Spin coating dapat diartikan sebagai pembentukan lapisan melalui proses

    pemutaran (spin). Bahan yang akan dibentuk lapisan dibuat dalam bentuk larutan

    (gel) kemudian diteteskan di atas suatu substrat yang disimpan di atas piringan

    yang dapat berputar, karena adanya gaya sentripetal ketika piringan berputar,

    maka bahan tersebut dapat tertarik ke pinggir substrat dan tersebar merata.

    Selain untuk penumbuhan bahan semikonduktor, teknik spin coating ini juga

    dapat digunakan untuk mendeposisi lapisan tipis bahan lainnya seperti bahan

    polimer maupun bahan keramik oksida.

    2.2 Kaca

    Kaca adalah amorf (non kristalin) material padat yang bening dan tembus

    pandang (transparan), biasanya rapuh. Jenis yang paling banyak digunakan selama

    berabad-abad adalah gelas minum dan jendela. Kaca dibuat dari campuran 75%

    silicon dioksida (SiO2) plus CaO, Na2O dan beberapa zat tambahan. Suhu

    lelehnya adalah 2000oC.

  • 12

    Gambar 2.1.: (a). Gelas minum

    (b). Kaca jendela

    Dipandang dari segi kimia kaca adalah kaca adalah gabungan dari

    berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari

    dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai

    penyusun lainnya. Dari segi fisika, kaca merupakan zat cair yang sangat dingin.

    Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling

    berjauhan seperti dalam zat cair namum kaca sendiri berbentuk padat. Ini terjadi

    akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat, sehingga partikel-partikel

    silica tidak sempat menyusun diri secara teratur. Kaca memiliki sifat-sifat yang

    khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini

    terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2) dan proses pembentukannya.

    Beberapa sifat-sifat kaca secara umum antara lain:

    Berwujud padat tetapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair.

    Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen

    fluorida.Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium.

    Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.

    Efektif sebagai isolator.

    Padatan amorf (short range order).

    Tidak memiliki titik lebur yang pasti (ada range tertentu).

    Mempunyai viskositas cukup tinggi (lebih besar dari 1012 pa.s).

  • 13

    2.2.1 Sejarah Penemuan Kaca

    Riwayat penemuan kaca hingga sekarang belum jelas. Salah satu rujukan

    yang paling tua mengenai bahan ini dibuat oleh Pliny, yang menceritakan

    bagaimana pedagang-pedagang phoenisia purba menemukan kaca tatkala

    memasak makanan. Periuk yang digunakannya secara tidak sengaja diletakkan di

    atas massa trona di suatu pantai. Sejak tahun 6000 atau 5000 sebelum Masehi,

    orang Mesir telah membuat permata tiruan dari kaca dengan keterampilan yang

    halus dan keindahan yang mengesankan. Kaca jendela sudah mulai disebut-sebut

    sejak tahun 290. Silinder kaca jendela tiup ditemukan oleh para Pendeta pada

    abad kedua belas. Dalam abad tengah, Venesia memegang monopoli sebagai

    pusat industri kaca. Di Jerman dan Inggris, kaca baru mulai dibuat pada abad ke-

    16. Secara keseluruhan sebelum tahun 1900, industri ini merupakan seni yang

    dilengkapi oleh rumus-rumus rahasia yang dijaga ketat. Proses pembuatannya-pun

    bersifat empiris dan hanya berdasarkan pada pengalaman.

    Pada tahun 1914, di Belgia dikembangkan proses Fourcault untuk menarik

    kaca plat secara kontinu. Selama 50 tahun berikutnya para ilmuwan dan insinyur

    telah berhasil menciptakan berbagai modifikasi terhadap proses penarikan kaca

    dengan tujuan untuk memperkecil distorsi optik kaca lembaran (kaca jendela) dan

    menurunkan biaya pembuatan.

    2.2.2 Proses Pembuatan Kaca

    Proses pembuatan kaca sama seperti pengerjaan kaca lengkung yang kita

    gunakan saat ini untuk kaca mobil, etalase dan kaca lengkung rumah. Ternyata

    proses pembuatan kaca dari awal hingga akhir tidak semudah hasil yang telah kita

    lihat, namun ada beberapa tahapan yang harus dilalui hingga berbentuk seperti

    sekarang ini.

    Kaca dibuat dengan mencampur pasir dengan abu soda dan kapur atau

    dengan oksida timah. Bangsa Mesir kuno dianggap sebagai orang-orang pertama

    yang membuat kaca. Di alam juga ada bahan pembuat kaca, gambarnya seperti

    ini:

  • 14

    Gambar 2.2. Kaca Alam

    Tiga bahan dasar dicampur dengan cullet (pecahan kaca), dolomite dan

    saltcake, kemudian dilelehkan dalam tungku pembakaran. Panas sangat tinggi

    membuat bahan-bahan itu menyatu dan mencair, lalu keluar dari tungku dan

    mengalir ke sebuah ruang yang terapung. Disini kaca mengapung di atas lelehan

    timah. Setelah agak dingin, kaca dialirkan ke pipa air yang dingin. Pendinginan

    lebih lanjut terjadi dengan penyemprotan air pada kaca yang juga berfungsi

    memperkuatnya. Bila kaca sudah benar-benar dingin, baru dipotong sesuai

    kebutuhan.

    Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara ringkas adalah sebagai berikut :

    Na2CO3 + aSiO2 Na2O.aSiO2 + CO2 (2.1)

    CaCO3 + bSiO2 CaO.bSiO2 + CO2 (2.2)

    Na2SO4 + cSiO2 + C Na2O.cSiO2 + SO2 + SO2 + CO (2.3)

    Walaupun saat ini terdapat ribuan macam formulasi kaca yang dikembangkan

    dalam 30 tahun terakhir ini, namun silika dan soda masih merupakan bahan baku

    dari 90 persen kaca yang diproduksi di dunia.

    2.2.3 Penggolongan Kaca

    Secara umum, kaca komersial dapat dikelompokkan menjadi beberapa

    golongan:

    a) Kaca soda gamping. Kaca soda gamping (soda-lime glass) merupakan 95

    persen dari semua kaca yang dihasilkan. Kaca ini digunakan untuk

    membuat segala macam bejana, kaca lembaran, jendela mobil dan barang

    pecah belah.

  • 15

    b) Kaca khusus. Kaca berwarna, bersalut, opal, translusen, kaca keselamatan,

    fitokrom, kaca optik dan kaca keramik semuanya termasuk kaca khusus.

    Komposisinya berbeda-beda tergantung pada produk akhir yang

    diinginkan.

    c) Alkali silikat. Alkali silikat adalah satu-satunya kaca dua komponen.

    Untuk membuatnya, pasir dan soda dilebur bersama-sama, dan hasilnya

    disebut Natrium silikat. Larutan silikat soda juga dikenal sebagai kaca

    larut air (water soluble glass) banyak dipakai sebagai adhesif dalam

    pembuatan kotak-kotak karton gelombang serta memberi sifat tahan api.

    d) Kaca timbal. Dengan menggunakan oksida timbal sebagai pengganti

    kalsium dalam campuran kaca cair, didapatlah kaca timbal (lead glass).

    Kaca ini sangat penting dalam bidang optik, karena mempunyai indeks

    refraksi dan dispersi yang tinggi. Kandungan timbalnya bisa mencapai

    82% (densitas 8,0, indeks bias 2,2). Kandungan timbal inilah yang

    memberikan kecemerlangan pada kaca potong (cut glass). Kaca ini juga

    digunakan dalam jumlah besar untuk membuat bola lampu, lampu reklame

    neon, radiotron, terutama karena kaca ini mempunyai tahanan (resistance)

    listrik tinggi. Kaca ini juga cocok dipakai sebagai perisai radiasi nuklir.

    e) Silika lebur. Silika lebur atau silika vitreo dibuat melalui pirolisis silikon

    tetraklorida pada suhu tinggi, atau dari peleburan kuarsa atau pasir murni.

    Secara umum, kaca ini sering disebut kaca kuarsa (quartz glass). Kaca ini

    mempunyai ciri-ciri nilai ekspansi rendah dan titik pelunakan tinggi.

    Karena itu, kaca ini mempunyai ketahanan termal lebih tinggi daripada

    kaca lain. Kaca ini juga sangat transparan terhadap radiasi ultraviolet.

    Kaca jenis inilah yang sering digunakan sebagai kuvet untuk spektrometer

    UV-Visible yang harganya sekitar dua jutaan per kuvet.

    f) Serat kaca (fiber glass). Serat kaca dibuat dari komposisi kaca khusus,

    yang tahan terhadap kondisi cuaca. Kaca ini biasanya mempunyai

    kandungan silika sekitar 55%, dan alkali lebih rendah.

    g) Kaca borosilikat. Kaca borosilikat biasanya mengandung 10 sampai 20%

    B2O3, 80% sampai 87% silika, dan kurang dari 10% Na2O. Kaca jenis ini

  • 16

    mempunyai koefisien ekspansi termal rendah, lebih tahan terhadap kejutan

    dan mempunyai stabilitas kimia tinggi, serta tahanan listrik tinggi. Perabot

    laboratorium yang dibuat dari kaca ini dikenal dengan nama dagang pyrex.

    Kaca borosilikat juga digunakan sebagai isolator tegangan tinggi, pipa

    lensa teleskop seperti misalnya lensa 500 cm di Mt. Palomer (AS).

    2.3 Sudut Kontak

    Sudut kontak ( ) merupakan sudut yang dibentuk antara permukaan bahan

    uji dengan air yang diteteskan ke permukaan bahan uji yang bersangkutan, atau

    sudut yang terjadi antara permukaan padat dan garis singgung cairan. Sudut

    kontak berkaitan dengan karakteristik isolator yaitu sifat menyerap air

    (hydrophilic) atau sifat tolak air (hydrophobic). Sudut kontak memberikan

    informasi mengenai energi permukaan, kekerasan dan keheterogenan permukaan.

    Selain itu sudut kontak juga merupakan ukuran dari suatu permukaan

    terkontaminasi.

    Gambar 2.3. Ilustrasi skematik pembasahan permukaan dan sudut kontak.

    Gambar di atas memperlihatkan suatu ilustrasi skematik dari berbagai derajat

    pembasahan permukaan dan sudut kontak. Gambar tersebut memperlihatkan

    bahwa semakin kecil sudut kontak semakin basah permukaan. Bila sudut kontak

    antara 30oC sampai dengan 89

    o, permukaan material disebut basah sebagian.

    Sudut kontak lebih besar dari 90o, permukaan material tidak basah oleh cairan.

    Bila cairan adalah air, permukaan bersifat hidrofobik atau tolak air. Sudut kontak

    lebih besar dari 150o disebut superhidrofobik.

    Permukaan superhydrofobic (sudut kontak air lebih besar dari 150o)

    memiliki kemampuan anti beku, tahan panas, dan anti kontaminan. Contoh

  • 17

    sempurna dari permukaan sangat anti air (superhydrofobic) dari alam adalah daun

    teratai (lotus), dimana air yang jatuh berbentuk bola dan menggelinding.

    Ahli botani yang mempelajari fenomena ini menemukan bahwa daun teratai

    memiliki mekanisme pembersihan diri secara alami. Struktur mikroskopik dan

    kimia permukannya menyebabkan dedaunan teratai tidak pernah dapat basah.

    Malah, butir-butiran air akan menggumpal pada permukaan daun seperti air raksa,

    mengambil lumpur, serangga dan bahan-bahan pengotor bersamanya. Fenomena

    ini dikenal sebagai efek lotus. Pada daun teratai (lotus), struktur permukaannya

    dipenuhi tonjolan-tonjolan kecil dan berlapis lilin sehingga menahan air agar tidak

    merembes masuk ke dalam daun. Daun teratai (lotus) memiliki permukaan yang

    dipenuhi dengan duri bulu-bulu halus tak beraturan. Ketika butiran air jatuh pada

    permukaan ini, hanya mengenai bulu-bulu halus. Butiran-butiran ini ditahan oleh

    kantong udara di bawahnya dan akhirnya dihalau dari daun. Berdasarkan hal

    tersebut para peneliti mengatakan bahwa tekstur permukaan dari daun teratai

    (lotus) adalah anti air (hydrofobic).

    Gambar 2.4. Daun teratai (lotus)

    Gambar 2.5. Permukaan daun teratai yang terkena air

    Keuntungan dari sifat hidrofobik ini adalah anti basah, terlihat selalu

    bersih, mengurangi overloading fluida di permukaan dan mengurangi gesekan

  • 18

    fluida dengan permukaan. Dengan memperhatikan efek ini, permukaan dapat

    dimodifikasi untuk dikembangkan menjadi superhidrofobik coating. Dan apabila

    diterapkan pada kaca maka akan memiliki sifat membersihkan sendiri (self

    cleaning). Ketika kaca terkena air, permukaan kaca akan semakin cemerlang dan

    bersih. Kaca akan terlihat bersih lebih lama serta biaya perawatan lebih murah.

    Ada hubungan antara sudut kontak dengan gaya kohesif. Gaya kohesif

    adalah gaya antara lapisan dengan air yang menetes di permukaan lapisan. Jadi air

    yang menetes di atas lapisan berbentuk menggumpal karena gaya kohesif yang

    kuat yang mengikat atau menarik air sehingga berbentuk gumpalan air.

    2.4 Metode Sol-Gel

    Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya berbentuk solid (padat)

    dan fasa pendispersinya berbentuk liquid (cairan). Suspensi dari partikel padat

    atau molekul-molekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi dan

    dihidrolisis dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam

    larutan. Reaksinya adalah reaksi hidrolisis.

    Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan

    cairan, dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat

    pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel point, dimana

    energi ikat lebih rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau

    air, yang menghasilkan oxygen bridge untuk mendapatkan metal oksida.

    Prekursor (senyawa awal) dalam proses sol-gel tersusun atas unsur logam

    atau metaloid yang dikelilingi oleh ligan. Pada umumnya prekursor yang

    digunakan yaitu logam alkoksida atau garam anorganik. Dari larutan prekursor

    tersebut akan terbentuk sol. Perubahan bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi

    melalui reaksi hidrolisis dan reaksi kondensasi. Pada reaksi hidrolisis terjadi

    penempelan ion hidroksil pada atom logam dengan pemutusan pada salah satu

    ikatan logam alkoksida atau garam anorganik. Kemudian molekul yang telah

    terhidrolisis dapat bergabung membentuk hasil reaksi kondensasi, dimana dua

    logam digabungkan melalui rantai oksigen. Polimer-polimer besar terbentuk saat

  • 19

    reaksi hidrolisis dan kondensasi berlanjut, yang akhirnya menghubungkan

    polimer-polimer tersebut ke dalam bentuk gel.

    Untuk mendapatkan produk oksida, ada satu tahap lanjutan pada proses sol-

    gel yaitu perubahan bentuk gel menjadi produk oksida melalui drying dan firing.

    Gel biasanya tersusun atas material amorf yang terdapat pori-pori berisi cairan.

    Cairan ini harus dihilangkan sehingga gel menjadi xerogel atau dry gel melalui

    proses drying. Selama firing, xerogel atau dry gel mengalami densifikasi dan

    perubahan bentuk struktur kristal (menjadi glass atau kristalin).

    Metode sintesis menggunakan sol-gel untuk material berbasis oksida

    berbeda-beda bergantung prekursor dan bentuk produk akhir, baik itu powder,

    film, aerogel, atau serat.

    Seperti gambar di bawah ini:

    Gambar 2.6 Diagram produk akhir dari sintesis sol gel

    Metode sol-gel cocok untuk preparasi thin film dan material berbentuk

    powder. Tujuan preparasi ini agar suatu material keramik dapat memiliki

    fungsional khusus (elektrik, opik, magnetik, dll).

    2.4.1 Kelebihan dari Proses Sol-gel

    Proses sol-gel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan

    pemrosesan dengan cara konvensional. Di bawah ini adalah beberapa keuntungan

    yang didapat dari cara sol-gel:

    Peningkatan keseragaman kimiawi (chemical homogeneity) di

    dalam sistem multi komponen.

  • 20

    Dapat menghasilkan permukaan yang luas dari pada gel atau

    tepung (powder).

    Tingkat kemurnian yang tinggi karena tidak adanya proses

    pengikisan (grinding) ataupun penekanan (pressing).

    Rendahnya temperatur dari proses.

    Proses pelapisan (coating) dapat dilakukan dalam kondisi atmosfer.

    Proses yang terus menerus (continuous processing).

    Kombinasi yang khas antara sifat dari film dengan sifat dari

    substrat.

    Dapat menghasilkan berbagai jenis produk dalam bentuk serat

    (fibers), tepung (powders) dengan cara yang relatif mudah dimulai

    dengan larutan yang sederhana.

    Dari semua kelebihan/keunggulan yang tersebut di atas, satu hal yang amat

    penting adalah bahwa semua sifat-sifat (kimia, komposisi, dan sebagainya) yang

    terdapat pada awal proses akan tetap terjaga sampai dengan akhir proses.

    2.5 Titanium Tetraklorida (TiCl4)

    Titanium adalah logam yang sudah lama diimpikan oleh manusia. Titanium

    diminati karena memiliki banyak sifat unggul, keunggulannya antara lain; massa

    jenis yang rendah, tahan temperatur tinggi, tahan karat dan memiliki sifat

    biokompatibilitas yang tinggi dengan tubuh sehingga biasa juga digunakan

    sebagai produk implan di tubuh. Titanium merupakan unsur kesembilan terbanyak

    yang ada di permukaan bumi setelah aluminium, besi dan magnesium.

    Logam titanium tidak pernah ditemukan sendirian, keberadaannya selalu

    berkaitan dengan mineral lainnya seperti rutile, ilmenite, leucoxence, anatase,

    brookite, perovskite, dan sphene yang ditemukan dalam titanat dan beberapa besi.

    Material yang mengandung titanium dan paling banyak ada dibumi dan paling

    sering dimanfaatkan oleh manusia adalah rutile dan anatase. Rutile adalah bentuk

    paling stabil dari titania dan paling banyak ditemukan pada sumber titanium.

  • 21

    Tabel 2.1 Perbandingan sifat rutile dan antase

    Sifat Rutile Antase

    Bentuk kristal Tetragonal Tetragonal

    Konstanta Kisi a (A) 4,58 3,78

    Konstanta Kisi b (A) 2,5 9,49

    Massa Jenis (g/cm3) 4,27 3,90

    Indeks Bias 2,71 2,52

    Kekerasan (VHN) 6,0-7,0 5,5-6,0

    Titik leleh (0C) 1858 Berubah menjadi rutil

    pada suhu tinggi

    Gambar 2.7: struktur antase dan rutile

    Pada suhu ruang titanium memiliki struktur kristal heksagonal dan

    memiliki kekerasan 6 skala mohs. Titanium memiliki massa jenis 4,51 g/cm3 serta

    memiliki ultimate tensile strengths sekitar 63.000 psi, artinya kekuatan ini

    sebanding dengan baja, namun 45% lebih ringan. Massa titanium 1,6 kali lebih

    besar dari aluminium, tetapi dua kali lebih berat. Kurangnya pertumbuhan industri

    titanium tidak lain disebabkan biaya pengolahan yang sangat tinggi. Titanium

    tahan terhadap korosi bahkan lebih baik daripada stainless. Selain itu, titanium

    juga tahan terhadap asam, gas klor dan garam inorganik. Titanium tahan terhadap

    korosi karena ia membentuk lapisan oksida yang melindunginya agar tidak

    teroksidasi lebih lanjut, namun tidak kehilangan kilapnya dalam temperatur

    kamar. Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya baik secara fisik maupun

    kimia, logam titanium banyak digunakan sebagai bahan baku industri.

  • 22

    Penggunaan sebagai bahan baku raket, perlengkapan golf, dan sepeda gunung

    dalam industri alat-alat olahraga. Pipa dalam industri kimia dan petrokimia, serta

    berbagai aplikasi pada industri otomotif, titanium bahkan digunakan dalam

    industri perkapalan dan penerbangan luar angkasa.

    Memproses titanium menjadi barang siap pakai juga merupakan hal yang

    sangat sulit. Keunggulan titanium juga merupakan kelemahannya. Sifat titanium

    yang tahan panas dan konduktivitasnya yang rendah menyulitkan untuk perlakuan

    termal dalam memproses titanium. Kekuatannya menyulitkan untuk perlakuan

    mekanik. Hal inilah yang menyebabkan untuk memproses titanium membutuhkan

    biaya yang lebih besar daripada logam pada umumnya.

    2.6 Karakterisasi Lapisan TiO2(C3H7)2

    2.6.1 XRD (X-Ray Diffraction)

    Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang

    gelombang antara 0,1 100 A. Kecepatan tempuh sinar-X dengan sinar tampak

    sama di ruang hampa. Sinar-X dapat berlaku sebagai gelombang dan partikel.

    Sinar-X dapat berinteraksi dengan film. Interaksi fluoresensi dengan bahan ZnS,

    CdS, dan NaI, serta pada kondisi tertentu dapat menimbulkan proses ionisasi.

    Indeks refraksi sinar-X mendekati satu. Fenomena utama dari sinar-X ini adalah

    dapat didifraksikan dengan baik oleh sebuah kristal. Karena daya tembusnya

    cukup tinggi, maka sinar-X banyak digunakan pada peralatan radiografi untuk

    keperluan kesehatan (Rontgen). Difraktometer sinar-X adalah sebuah peralatan

    ukur untuk mendapatkan karakteristik fasa dan struktur kristal suatu material

    kristalit dan non-kristalit.

    Unsur utama yang ada pada peralatan XRD tersebut antara lain : sumber

    sinar-X (beam source), sole slit (kolimator), divergent slit, sampel holder

    (goniometer), filter, monokromator, dan detektor.

    Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai

    permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar

    tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan

    berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif

  • 23

    (menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi

    inilah yang digunakan untuk analisis. Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada

    sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu.

    Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah

    tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel

    standar.

    Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut

    bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan

    sinar X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller.

    Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga

    jika disinari dengan sinar X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram

    yang khas pula. Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-

    puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik

    tersebut dengan database ICDD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD

    dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program

    RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta sruktur, space group, dan

    parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui.

    Gambar 2.8 XRD (X-Ray Difraction)

  • 24

    2.6.2 Pengukuran Sudut Kontak

    Berikut adalah prosedur untuk pengukuran sudut kontak antara kaca dan air

    sehingga didapat hasil apakah substrat bersifat hidrofobik atau hidrofilik ataupun

    super hidrofobik :

    1. Setelah substrat mengalami pengujian SEM maka substrat akan diuji sifat

    hidrofilik atau hidrofobiknya. Pertama yang harus dilakukan

    mempersiapkan sampel uji.

    2. Mempersiapkan peralatan pengujian yaitu kamera digital dan seperangkat

    komputer.

    3. Melakukan pengujian yaitu dengan memberi tetesan air dengan pipet tetes

    sebanyak 50l pada permukaan sampel uji A, B, C dan D, setelah itu

    dilakukan pemotretan tetesan air tersebut.

    4. Menghitung besarnya sudut kontak () dari hasil pemotretan dengan

    menggunakan proyektor berskala.

    Gambar 2.9 Alat uji sifat hidrofobik

    2.6.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

    SEM merupakan suatu mikroskop elektron yang mampu untuk

    menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah permukaan sampel. Gambar

    yang dihasilkan oleh SEM memiliki karakteristik penampilan tiga dimensi, dan

    dapat digunakan untuk mengetahui struktur permukaan dari sampel. Hasil gambar

    dari SEM hanya ditampilkan dalam warna hitam putih. SEM menerapkan prinsip

    difraksi elektron, dimana pengukurannya sama seperti mikroskop optik.

  • 25

    Prinsipnya adalah elektron yang ditembakkan akan dibelokkan oleh lensa

    elektromagnetik dalam SEM.

    SEM menggunakan suatu sumber elektron berupa pemicu elektron

    (electron gun) sebagai pengganti sumber cahaya. Elektron-elektron ini akan

    diemisikan secara termionik (emisi elektron dengan membutuhkan kalor, sehingga

    dilakukan pada temperatur yang tinggi) dari sumber elektron. Elektron-elektron

    yang dihasilkan adalah elektron berenergi tinggi, yang biasanya memiliki energi

    berkisar 20 KeV-200 KeV atau sampai 1 MeV. Dalam prinsip pengukuran ini

    dikenal dua jenis elektron, yaitu elektron primer dan elektron sekunder. Elektron

    primer adalah elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dari katoda (Pt, Ni, W)

    yang dipanaskan. Katoda yang biasa digunakan adalah tungsten (W) atau

    lanthanum hexaboride (LaB6). Tungsten digunakan karena memiliki titik lebur

    yang paling tinggi dan tekanan uap yang paling rendah dari semua metal,

    sehingga memungkinkannya dipanaskan pada temperatur tinggi untuk emisi

    elektron. Elektron sekunder adalah elektron berenergi rendah, yang dibebaskan

    oleh atom pada permukaan. Atom akan membebaskan elektron sekunder setelah

    ditembakan oleh elektron primer. Elektron sekunder inilah yang akan ditangkap

    oleh detektor, dan mengubah sinyal tersebut menjadi suatu sinyal image (gambar).

    Gambar 2.10 Instrumentasi SEM

  • 26

    2.6.4 Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

    Spektrofotometer UV-Vis mempunyai rentang pengukuran pada panjang

    gelombang 190-1100 nm. Gugusan atom yang mengabsorpsi radiasi UV-Vis

    adalah gugus kromofor. Ketika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi

    elektromagnetik, molekul tersebut akan mengabsorbsi radiasi elektromagnetik

    yang energinya sesuai. Pada molekul terjadi transisi elektronik dan absorbsi

    tersebut menghasilkan garis spektrum.

    Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) digunakan untuk

    menentukan lebar celah pita energi dalam semikonduktor. Lebar celah pita energi

    semikonduktor menentukan sejumlah sifat fisis semikonduktor tersebut. Beberapa

    besaran yang bergantung pada lebar celah pita energi adalah mobilitas pembawa

    muatan dalam semikonduktor, kerapatan pembawa muatan, spektrum absorpsi,

    dan spektrum luminisensi. Ketika digunakan untuk membuat divais

    mikroelektronik, lebar celah pita energi menentukan tegangan cut off

    persambungan semikonduktor, arus yang mengalir dalam devais, kebergantungan

    arus pada suhu, dan sebagainya.

    Dasar pemikiran metode penggunaan UV-Vis sederhana. Jika material

    disinari dengan gelombang elektromagnetik maka foton akan diserap oleh

    elektron dalam material. Setelah menyerap foton, elektron akan berusaha

    meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jika elektron yang menyerap foton

    mula-mula berada pada puncak pita valensi maka tingkat energi terdekat yang

    dapat diloncati electron adalah dasar pita konduksi. Jarak ke dua tingkat energi

    tersebut sama dengan lebar celah pita energi.

  • 27

    Gambar 2.11 Eksitasi elektron saat di sinari dengan gelombang.

    Jika energi foton yang diberikan kurang dari lebar celah pita energi maka

    elektron tidak sanggup meloncat ke pita valensi. Elektron tetap berada pada pita

    valensi. Dalam keadaan ini dikatakan elektron tidak menyerap foton. Radiasi yang

    diberikan pada material diteruskan melewati material (transmisi). Elektron baru

    akan meloncat ke pita konduksi hanya jika energi foton yang diberikan lebih besar

    daripada lebar celah pita energi. Elektron menyerap energi foton tersebut. Dalam

    hal ini dikatakan terjadi absorpsi gelombang oleh material. Ketika kita mengubah-

    ubah frekuensi gelombang elektromagnetik yang dijatuhkan ke material maka

    energi gelombang dimana mulai terjadi penyerapan oleh material bersesuaian

    dengan lebar celah pita energi material. Lebar celah pita energi semikonduktor

    umumnya lebih dari 1 eV. Energi sebesar ini bersesuaian dengan panjang

    gelombang dari cahaya tampak ke ultraviolet.