Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Demam Chikungunya merupakan infeksi virus yang dapat mengenai semua kelompok
umur. Seperti kita ketahui, penyakit Chikungunya merupakan penyakit reemerging yaitu
penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Bahkan
sejak tahun 1779 di Batavia (Jakarta), telah dilaporkan penyakit yang memiliki gejala mirip
chikungunya yang dikenal dengan nama penyakit knuckle fever, knee trouble di Kairo
(1779), scarletina rhematica di Calcuta, Madras, dan Gujarat (1824).
Penyakit chikungunya dilaporkan telah berjangkit di beberapa negara Afrika misalnya
Angola, Botswana, Nigeria, Zimbabwe, dan negara lainnya, dan virusnya diisolasi pertama
kali pada tahun 1952 di Tanzania.
Di Indonesia sendiri Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya dilaporkan pertama
kali pada tahun 1979 di Bengkulu, dan sejak itu menyebar ke seluruh daerah baik di Sumatera
(Jambi, 1982) maupun di luar Sumatera yaitu pada tahun 1983 di Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 1984 terjadi KLB
di Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur, sedangkan pada tahun 1985 di Maluku, Sulawesi
Utara dan Irian Jaya.
Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian maka mulai tahun 2001 mulai dilaporkan
adanya KLB chikungunya lagi di Indonesia yaitu di Aceh, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat,
Page 2
sedangkan pada tahun 2002 terjadi KLB di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera
Selatan, dan Jawa Barat.
Gambaran infeksi virus CHIK berupa onset klinis yang mendadak, meliputi demam
dan seringkali artralgia berat dan artritis pada ekstremitas. Gejala-gejala ini kemudian diikuti
dengan gejala-gejala konstitusional seperti ruam (rash) makulopapular pada badan dan
tungkai. Gejala-gejala biasanya sembuh dengan sendirinya (self-limiting) dan dapat terjadi
dalam 1 sampai 10 hari, meskipun artralgia atau gejala-gejala persendian dapat bertahan
selama beberapa bulan setelahnya. Oleh karena manifestasi perdarahan ringan dapat terjadi,
khususnya pada kasus-kasus di Asia Tenggara dan Indian benua, salah diagnosis dan salah
lapor di daerah endemik DBD sering terjadi.
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang
disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah
kata dalam bahasa Swahili yang berarti "yang melengkung ke atas", merujuk kepada tubuh
yang membungkuk akibat gejala gejala arthritispenyakit ini. Demam chikungunya
merupakan suatu sindrom mirip dengue yang jinak dengan karakteristik : demam mendadak,
artralgia, ruam makula papular dan leukopenia, disebabkan oleh virus chikungunya. Dalam
sejarahnya terdapat istilah knokket koorts, abu rokab, mal de genoux, dengue, dyenga, dan
demam tiga hari diberikan untuk suatu epidemi yang disebabkan oleh virus chikungunya.
Demam chikungunya sering dianggap sebagai penyakit yang berbahaya, sehingga
kadang membuat kepanikan. Beberapa orang meyakini bahwa penyakit ini dapat
mengakibatkan kelumpuhan. Pendapat ini timbul karena penderita biasanya merasa nyeri
pada tulang-tulangnya terutama di seputar persendian sehingga tidak berani menggerakkan
anggota tubuh, tetapi bukan berarti terjadi kelumpuhan.
Chikungunya tidak mengancam jiwa, tetapi rasa lemas dan sakit di persendian bisa
mengganggu aktivitas untuk beberapa minggu sampai bulan. Tidak ada vaksin atau antivirus
spesifik yang dapat mencegah maupun mengobati penyakit ini. Penyakit ini biasanya dapat
membatasi diri sendiri dan akan sembuh sendiri. Pengobatan saat ini adalah pengobatan
simtomatis dan suportif. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mendidik
masyarakat dan petugas kesehatan masyarakat untuk mengendalikan vektor yang merupakan
pendekatan terbaik untuk mengontrol demam chikungunya karena belum ada vaksinnya saat
ini.
II. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah virus, yaitu jenis Alphavirus dan ditularkan lewat
nyamuk Aedes aegypti. Selama lebih dari 10 tahun, demam dengue dilaporkan sebagai satu-
satunya penyakit infeksi yang disebarkan oleh vektor Aedes aegypti dan Aedes albopticus.
Page 4
Akhir-akhir ini, vektor utama yang diidentifikasi menyebarkan virus chikungunya adalah
Aedes aegypti, tetapi saat ini virus chikungunya telah dihubungkan dengan Aedes albopticus
sebagai vektornya pula. Meski masih bersaudara" dengan demam berdarah, penyakit ini tidak
mematikan. Penyakit Chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus
Chikungunya. Virusini masuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus. Virus menyerang
semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis.
Virus chikungunya merupakan partikel berbentuk sferis berdiameter ± 42 nm. Mereka
memilih pembungkus yang mengandung lipid dengan tonjolan halus. Intinya berdiameter ±
25-30 nm yang pada potongan melintang berbentuk heksagonal dan mengandung
nukleokapsid yang tidak simetris. Bersama dengan alphavirus lainnya, memiliki genom
single strained RNA. Mereka mempunyai koefisien sedimentasi 46 dan mempunyai berat
molekul ± 4,2x106 dalton. Ekstrak fenol dari virus chikungunya memiliki material yang
infeksius. Bentuk prekusor virus dalam matriks sitoplasma dan menjadi lurus dalam daerah
membran sel atau berlawanan dengan membran vakuol. Gabungan dari partikel virus pada
permukaan sel menyebabkan proses budding yang melibatkan inti prekursor virus menjadi
partikel virus. Membran sel penjamu dimodifikasi selama infeksi dan mengandung antigen
virus ketika bergabung ke dalam pembungkus virus.
Virus chikungunya menyebabkan kematian pada tikus kecil, tikus besar, dan hamster
setelah diinokulasi intraserebri. Virus chikungunya juga menyebabkan efek sitopatik pada sel
ginjal hamster primer, BHK-21, BSC-1, Vero, FL, Hela dan sel ginjal rhesus.
III. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada
tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982
di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB
Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh
(2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara
bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti
Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain.
Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB,
Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera
Page 5
Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada
beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian.
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam
Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan
peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia
potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim
hujan. Penyakit Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.
IV. PATOGENESIS
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terdiri dari masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik. Masa inkubasi intrinsik
adalah periode sejak seseorang terinfeksi virus Chik sampai timbulnya gejala klinis,
sedangkan masa inkubasi ekstrinsik adalah periode sejak nyamuk terinfeksi virus Chik
sampai virus tersebut dapat menginfeksi orang lainnya melalui gigitan nyamuk tersebut.
Masa inkubasi intrinsik Chikungunya rata-rata antara 3-7 hari (range 1-12 hari), sedangkan
masa inkubasi ekstrinsik berkisar 10 hari.
Gambar 1. Masa Inkubasi
b. Vektor
Page 6
Virus chikungunya ditularkan oleh aedes aegypti dan mungkin juga ditularkan oleh
nyamuk jenis lain, virus o’nyong-nyong oleh anopheles spp, virus sindbis oleh berbagai culex
spp, terutama C. univittatus dan C. morsitans dan ae. communis. Virus mayaro oleh
mansonia dan haemagogus spp.
Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia oleh gigitan nyamuk betina yang
terinfeksi. Umumnya nyamuk aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang dapat menularkan
pada nyamuk virus lainnya, nyamuk ini dapat biasanya menggigit pada siang hari, walaupun
mungkin ada puncak aktivitas di pagi dan sore hari. Kedua spesies tersebut ditemukan
menggigit di luar rumah, namun ae.aegypti mengigit dalam rumah. Setelah gigitan nyamuk
yang terinfeksi, akan terjadi sakit pada host antara empat dan delapan hari, tetapi dapat
berkisar dari dua sampai 12 hari.
Pada gigitan nyamuk yang terinfeksi, virus bereplikasi di dalam organ-organ limfoid
dan mieloid dan kemudian merangsang imunitas seluler dan humoral yang menyebabkan
timbulnya manifestasi penyakit ini. Kerusakan akibat peradangan pada tulang rawan dalam
bentuk nekrosis, kolagenosis dan fibrosis menyebabkan timbulnya gejala-gejala persendian.
Hal ini terbukti melalui penelitian biokimia yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah
mukopolisakarida, hidroksiprolin dan prolin di dalam urine penderita chikungunya. Penelitian
mengenai pelepasan sitokin pada pasien dengan chikungunya menunjukkan bahwa jumlah
protein terinduksi 10, protein kemoatraktan monosit dan IL 8 meningkat sementara jumlah
IFN γ, TNF α, IL 1β, 6, 10 dan 12 tercatat normal.
Penularan demam chikungunya terjadi pada penderita yang sakit (dalam keadaan
viremia) digigit oleh nyamuk aedes aegypti kemudian menggigit orang lain, biasanya
penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga dan dengan cepat menyebar ke wilayah
baik RT/RW/dusun atau desa.
Nyamuk aedes aegypti setelah menggigit penderita yang dalam keadaan viremia maka
nyamuk tersebut dalam beberapa saat sudah dapat menularkannya kepada orang lain. Virus
yang telah ditularkan oleh nyamuk tersebut akan berkembang biak dalam tubuh
manusia. Penularan demam chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan
viremia) digigit oleh nyamuk penular, kemudian nyamuk penular tersebut menggigit orang
lain. Biasanya tidak terjadi penularan dari orang ke orang. Penyakit ini biasanya berlangsung
selama beberapa hari kemudian sembuh sendiri.
Page 7
V. GAMBARAN KLINIS
Infeksi virus Chikungunya pada anak dapat terjadi tanpa gejala. Adapun gejala klinis
yang sering dijumpai pada anak umumnya berupa demam tinggi mendadak selama 1-6 hari,
yang disertai dengan sakit kepala, fotofobia ringan, mialgia dan atralgia yang melibatkan
berbagai sendi, serta dapat pula disertai anoreksia, mual dan muntah. Nyeri sendi (atralgia
dan/ atritis) merupakan gejala yang menonjol dan dapat menjadi persisten (pada sebagian
kecil kasus dapat menetap hingga satu tahun).
Gambar 2. Pembengkakan persendian
Gambar 3. Bercak kemarahan pada kaki dan telapak tangan
Kejang demam dapat terjadi pada sepertiga pasien. Pada kulit sering ditemukan
adanya petekie atau ruam makulopapular pada tubuh dan ekstremitas yang mengikuti atau
terjadi dengan segera setelah demam. Pada saat ini sering terjadi limfadenopati hebat.
Page 8
Demam pada umumnya akan mereda setelah 2 hari, namun keluhan lain, seperti nyeri sendi,
sakit kepala dan insomnia, pada sebagian besar kasus akan menetap 5-7 hari.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Demam dengue
Vektor utama adalah nyamuk Aedes aegepty. Penyakit ini memiliki masa inkubasi 3-
10 hari. Bermanifestasi sebagai demam tinggi yang mendadak, sakit kepala yang hebat, dan
persendian yang sakit untuk digerakkan. Gejala lain antara lain kelemahan yang sangat,
anoreksia, konstipasi, dan kolik abdomen. Demam ini biasa menyerang anak-anak di bawah
usia 15 tahun. Pada kasus ini mungkin terjadi plasma leakage dan hemostasis tak normal,
tang bermanifes dengan peningkatan nilai hematokrit dan terjadi trombositopenia.
Karakteristik yang membedakan Demam Chikungunya Demam Dengue
Tanda dan Gejala klinis
1. Onset demam Akut Gradual
2. Lama demam 1 - 2 hari 5 - 7 hari
3. Ruam makulopapular Sering Jarang
4. Timbul syok dan perdarahan masif
Tidak lazim Lazim
5. Nyeri sendi Sering dan bisa lebih dari 1 bulan
Jarang dan berlangsung singkat
Parameter Laboratorium
1. Leukopenia Sering Jarang
2. Trombositopenia Jarang Sering
Page 9
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis kasus Demam Chikungunya ditegakkan berdasarkan kriteria sebagai
berikut:
1. Kriteria Klinis: Demam mendadak > 38,5ºC dan nyeri persendian hebat (severe
athralgia) dan atau dapat disertai ruam (rash).
2. Kriteria Epidemiologis: Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah yang
sedang terjangkit Chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus positif RDT/
pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari sebelum timbulnya gejala
(onset of symptoms)
3. Kriteria Laboratoris: sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan berikut:
• Isolasi virus
• Terdeteksinya RNA virus dengan RT-PCR
• Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chik pada sampel serum
• Peningkatan 4 kali lipat (four-fold) titer IgG pada pasangan sampel yang diambil
pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya 2-3 minggu)
Berdasarkan kriteria di atas, Diagnosis Demam Chikungunya digolongkan dalam 3
kategori yaitu:
1. KASUS TERSANGKA (Suspected case/ Possible case)
Penderita dengan kriteria klinis.
2. KASUS PROBABEL (Probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
3. KASUS KONFIRM (Confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris.
VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari inokulasi serum fase akut, pemeriksaan
Page 10
serologis dengan cara ELISA, pemeriksaan IgG dan IgM dengan metode Immuno
Fluorescent Assay (IFA), pemeriksaan materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction
(PCR), pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test) menggunakan
serum diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam ).
1. Isolasi Virus
Isolasi virus chikungunya didasarkan pada inokulasi spesimen biologis dari nyamuk
atau dari manusia (serum) secara invitro dengan menggunakan kultur jaringan sel vero,
BHK-21, HeLa sel dan sel C6/36. Isolasi virus juga dapat dilakukan secara in vivo dengan
menggunakan anak mencit yang masih menyusui (suckling mice).
Jenis untuk isolasi virus chikungunya adalah serum pada masa akut 0-6 hari, tetapi
ada beberapa literatur menyebutkan bisa sampai 8 hari. Spesimen yang berasal dari
nyamuk juga dapat digunakan untuk bahan isolasi virus. Semua spesimen biologis untuk
isolasi virus harus diproses secepatnya, bila memang perlu ditunda maksimal penundaan
adalah 48 jam dengan disimpan pada suhu 2-8ºC
2. Deteksi Viral RNA
Deteksi viral RNA virus chikungunya dapat dilakukan pada saat akut penderita (<8
hari). Deteksi viral RNA juga dapat menggunakan spesimen biologis dari nyamuk
(vektor). Deteksi viral RNA didasarkan pada gen NSP1 atau E16 saat ini telah
dikembangkan berbagai macam teknik deteksi viral RNA virus chikungunya yaitu secara
RT-PCR (Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction) dan Real Time PCR.
3. Serologi (Deteksi IgM dan atau IgG)
Infeksi Chikungunya juga dapat dideteksi secara serologi dengan mendeteksi anti-
chik berupa IgM atau IgG. Sampai saat ini telah banyak dikembangkan teknik diagnostik
untuk mendeteksi chikungunya secara serologi diantaranya Haemaglutination,
Complement Fixation Test (CFT), Immuno flourescent assay (IFA), dan Plaque
Reduction Neutralization Testing (PRNT). Antibodi IgM dapat dideteksi dari hari ke-4
infeksi sampai beberapa minggu waktu lamanya. Antibodi IgG dapat dideteksi hari ke- 15
sampai beberapa tahun lamanya.
Page 11
Gambar 4. Timeline antibodi
Interpretasi:
1. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang 10-14
hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut primer
2. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari kemudian.
Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer >4X berarti infeksi
sekunder.
3. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Hematologi rutin
a. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin.
Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila ada perdarahan .
b. Pemeriksaan Trombosit
Dapat ditemukan Trombositopenia
c. Pemeriksaan Hematokrit
Ht normal atau meningkat bila dengan dehidrasi
d. Pemeriksaan Leukosit
Leukopenia atau juga leukositosis
e. Hitung Jenis Leukosit
Page 12
Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis.
f. Pemeriksaan Laju Endap Darah
LED meningkat karena adanya infeksi
2. Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa meningkat bila
dijumpai hepatomegali.
CK (Creatinin Kinase) yang meningkat karena adanya nyeri otot.
3. Serologis Chik: Rapid Diagnostic Test (RDT) terhadap anti-IgM Chikungunya dapat
dilakukan sebagai penapisan (screening) untuk diagnosis chikungunya.
Pemilihan Rapid Diagnostik Test (RDT) juga harus memenuhi persyaratan
sensitifitas dan spesifisitas diatas 85% dengan uji lokal.
4. Serologis Dengue : Anti Dengue IgM-IgG untuk menyingkirkan DBD
IX. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya pengobatan bersifat suportif. Tirah baring di anjurkan selama masa
demam. Antipiretik atau kompres digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh di bawah
40°C. Analgesik atau sedasi ringan mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri. Karena
pengaruhnya pada hemostasis, aspirin (asam salisilat) tidak boleh digunakan. Analgesik dan
sedatif ringan mungkin diperlukan untuk mengurangi rasa sakit. Atritis setelah sakit mungkin
memerlukan terapi dengan obat anti radang dan fisioterapi.
Kejang demam dapat diterapi dengan fenobarbital yang diberikan secara intravena
atau oral dan diteruskan sampai temperatur normal. Kejang yang berulang atau hebat
mungkin menunjukkan respons terhadap diazepam intravena. Penggantian cairan dam
elektrolit diperlukan bila defisit yang disebabkan oleh keringat, puasa, haus, muntah, datau
diare.
X. PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan adanya kematian.
Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi
Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild
Page 13
discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual joint stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6%
mempunyai keluhan sendi yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.
XI. PENCEGAHAN
Satu-satunya cara menghindari penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa
virusnya yaitu nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di
genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang
menampung air bersih. Selain itu, nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di
benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain
itu, nyamuk ini juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap.
Cara yang sering dipakai antara lain:
Menguras bak mandi
Menutup tempat penampungan air
Mengubur sampah terutama yang dapat menampung air
Menaburkan larvasida
Memelihara ikan pemakan jentik
Pengasapan
Pemakainan obat anti nyamuk
Pemakaian kawat kasa di rumah
Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan
malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan
cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk
Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang
menggantung.
Page 14
BAB III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang
disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti.
Penularan penyakit Chikungunya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita lain.
Selain itu factor cuaca dan juga padatan hunian akan mempengaruhi penularan
penyakit ini.
Pencegahan penyakit chikungunya dimulai dari lingkungan. Caranya, membasmi
nyamuk pembawa virusnya, yaitu nyamuk Aedes aegypti
Page 15
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarno S et all, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar Penyakit Infeksi Tropis.
Jakarta: IDAI, 2012. Hal 226 – 233
2. Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam
Chikungunya, Edisi 2.
3. Behrman, Kliegman Arvin. (editors). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol II, Edisi 15.
Jakarta: EGC
4. SEARO, 2009. Guidelines for Prevention and Control of Chikungunya Fever. WHO-
SEARO 2009.