Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman budaya atau tingkat heterogenitas yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman buadaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradisional hingga ke modern dan kewilayahan. Hal ini menjadikan bangsa Indonesia berbeda dan dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bangsa lain. Dengan begitu, sudah seyogyanya arah pembangunan sumberdaya manusia terutama melalui pendidikan pun harus sejalan dengan multikultural yang ada di Indonesia. Keragaman yang dimiliki Indonesia, di satu sisi adalah merupakan anugrah yang sangat berharga dan harus dilestarikan serta dapat dijadikan modal besar untuk membawa bangsa ini menjadi maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya, akan tetapi keragaman ini di sisi lain diakui atau tidak adalah sebuah tantangan karena di dalamnya akan dapat menimbulkan berbagai persoalan, seperti kolusi sesama etnis, nepotisme, kemiskinan, perusakan lingkungan, separatisme, dan dan yang lebih menghawatirkan adalah akan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain, yang merupakan
116

Chapter Report 1

Dec 29, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Chapter Report 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman

budaya atau tingkat heterogenitas yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman

buadaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam

konteks peradaban, tradisional hingga ke modern dan kewilayahan. Hal ini

menjadikan bangsa Indonesia berbeda dan dapat dikatakan mempunyai

keunggulan dibandingkan dengan bangsa lain. Dengan begitu, sudah seyogyanya

arah pembangunan sumberdaya manusia terutama melalui pendidikan pun harus

sejalan dengan multikultural yang ada di Indonesia. Keragaman yang dimiliki

Indonesia, di satu sisi adalah merupakan anugrah yang sangat berharga dan harus

dilestarikan serta dapat dijadikan modal besar untuk membawa bangsa ini menjadi

maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya, akan tetapi keragaman ini di sisi

lain diakui atau tidak adalah sebuah tantangan karena di dalamnya akan dapat

menimbulkan berbagai persoalan, seperti kolusi sesama etnis, nepotisme,

kemiskinan, perusakan lingkungan, separatisme, dan dan yang lebih

menghawatirkan adalah akan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati

hak-hak orang lain, yang merupakan bentuk nyata sebagai bagian dari

multikulturalisme tersebut, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penting

adanya kesadaran multikultural.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh.

Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling

multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural

sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan

konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu

kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih

berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan

kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

Page 2: Chapter Report 1

Isu yang mengemuka tentang hubungan antara bimbingan dan konseling

dan budaya yang kemudian muncul dalam bimbingan dan konseling lintas budaya

antara lain didorong oleh pemahaman baru tentang realitas pertemuan budaya.

Globalisasi kapitalisme yang merupakan arus utama di dunia dewasa ini pada

dasarnya telah mengakibatkan penyempitan dunia. Wilayah dunia seolah semakin

mengecil. Tidak jelas lagi batas-batas antar negara dalam arti kultural. Ditambah

lagi dengan pesatnya pemakaian teknologi cyber yang luar biasa menjadikan

seolah-olah dunia adalah satu adanya. Fenomena demikian membawa konsekuensi

berupa adanya pertemuan orang atau bangsa yang tidak hanya bersifat orang

perorang tetapi lebih dari itu adalah pertemuan antar budaya.

Keniscayaan tersebut di atas yang oleh sebagian kalangan dinilai sebagai

gerak maju peradaban yang di satu sisi harus dihadapi dan dijalani kalau tidak

ingin dikatakan sebagai komunitas yang tertinggal dan terkesan mengisolasi diri,

sementara itu di sisi yang lain dampak dari kesemuanya itu adalah terjadinya

persoalan benturan budaya. Persoalan yang tidak sederhana ini tidak hanya

menuntut adanya pemecahan atau resolusi. Lebih dari itu perlu penyikapan yang

sehat yang berangkat dari kesadaran dan pemahaman individu dan masyarakat

akan adanya keberagaman budaya yang pada gilirannya menuntut kompetensi

mereka dalam beradaptasi, menerima perbedaan, membangun hubungan yang

luas, mengatasi konflik yang berakar pada perbedaan budaya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar mengenai multikulturalisme ?

2. Bagaimana multikulturalisme di Amerika ?

3. Bagaimana multikulturalisme di Indonesia ?

4. Bagaimana peranan konselor dalam menghadapi masyarakat yang

multikultural?

C. Tujuan

1. Untuk memahami konsep dasar multikulturalisme.

2. Untuk mengetahui multikulturalisme di Negara Amerika.

3. Untuk mengetahui multikulturalisme di Negara Indonesia.

Page 3: Chapter Report 1

4. Untuk memahami peranan konselor dalam menghadapi masyarakat yang

multikultural.

Page 4: Chapter Report 1

BAB II

ISI CHAPTER

MULTIKULTURALISME KONSELING DI SEKOLAH

A. MULTIKULTURAL DI KONSELING SEKOLAH

Menurut Biro Sensus Amerika Serikat (The U.S Bureau of the Census),

penduduk AS akan meningkat 50 persen pada tahun 2050, dari 255 juta orang

menjadi 383 juta orang. Sebagian besar pertumbuhan berada di antara kelompok

ras dan etnis yang terlihat (Visible Racial and Ethnic Groups). (D. W. Sue et aL,

1998) mengungkapkan bahwa saat ini, 45 persen dari populasi siswa di sekolah

umum berasal dari kelompok ras dan etnis yang terlihat (Visible Racial and Ethnic

Groups). Pada tahun 2050, lebih dari 50 persen anak-anak sekolah Amerika akan

menjadi anak-anak dari ras kulit berwarna. Pada tahun 1980-an terjadi

peningkatan dramatis dalam populasi non-Putih: Jumlah Afrika Amerika

meningkat lebih dari 13 persen, penduduk asli Amerika 38 persen, Amerika

Hispanik,53 persen dan Asia Amerika 107 persen (D. W Sue & Sue, 1999).

Sedangkan, populasi kulit putih tumbuh hanya 6 persen selama periode yang

sama. Tingkat kelahiran yang rendah di antara Amerika Kulit Putih tentunya

menyebabkan semakin banyak anak-anak di sekolah umum yang berasal dari

kelompok ras dan etnis yang terlihat (Visible Racial and Ethnic Groups). dan 75

persen dari mereka juga kemudian memasuki angkatan kerja (D. W Sue & Sue,

1999). Saat ini, terdapat 33 persen populasi ras Afrika Amerika, Amerika

Hispanik, dan penduduk asli Amerika yang berusia dibawah 18 tahun di

Amerika Serikat, dan mereka diperkirakan akan meningkat menjadi 40

persen pada tahun 2030 (US Bureau of the Census, 2001b).

Meningkatnya diversifikasi masyarakat AS telah menciptakan tantangan bagi

konselor dalam konselor umum dan sekolah pada khususnya. Dalam beberapa

tahun terakhir, sebagian besar imigran ke Amerika Serikat berasal dari ras Eropa

Kulit Putih. Namun, saat ini, sebagian besar imigran tiba di Amerika Serikat

Page 5: Chapter Report 1

berasal dari Asia (34 persen), Amerika Latin (34 persen), dan negara-negara lain

dengan populasi ras atau etnis yang terlihat (Atkinson, Morton, & Sue, 1998).

Mereka datang ke negeri yang sudah beragam populasinya, di mana terdapat

populasi ras Afrika Amerika sebanyak 12,3 persen dari populasi penduduk asli

Amerika yang hanya sebanyak 0,9 persen (US Bureau of the Census, 2000).

Sekolah kami diciptakan dan dikelola sebagian besar oleh ras Eropa Kulit Putih,

namun guru dan administrator sekolah harus mereka melayani anak-anak yang

berasal dari keluarga yang latar belakang ras dan etnisnya sangat berbeda. Hal

tersebut tentunya menjadi potensi masalah yang jelas, dan tanggung jawab untuk

mencegah masalah tersebut sering terletak pada konselor sekolah.

Bab ini adalah tentang konselor sekolah dan kompetensi multikultural yang

dimilikinya, termasuk pengetahuan dan pemahaman serta kepekaan yang harus

dimiliki konselor sekolah untuk dapat bekerja secara efektif dengan siswa dari

budaya yang berbeda.

Tidak mungkin untuk menulis tentang kompetensi multikultural tanpa nuansa

sosial politik. Materi di sini tidak dimaksudkan untuk menyinggung, tetapi

dimaksudkan untuk menantang anggota kelompok dominan: Kulit Putih, laki-laki,

heteroseksual, dan orang-orang Kristen. Ia meminta mereka untuk menjelaskan

status kebudayaan mereka dalam masyarakat dan konsekuesnsi dari status mereka

tersebut terhadap konseling dengan siswa dari berbagai budaya. Hal ini juga

dimaksudkan untuk menantang para anggota dari ras atau budaya yang dominan,

untuk menjelaskan bagaimana mereka melakukan internalisasi mengenai interaksi

mereka dengan individu lain yang berasal dari kelompok dominan dan bagaimana

internalisasi tersebut menentukan hubungan terapeutik mereka dengan anggota-

anggota lainnya dalam konseling, baik yang berasal dari kelompok dominan

maupun kelompok non dominan.

KONSEP-KONSEP POKOK DALAM KONSELING MULTIKULTURALKonsep Definisi

Page 6: Chapter Report 1

ALANAs Afrika Amerika, Latin, Asia Amerika dan Penduduk Asli Amerika

Kebudayaan Nilai-nilai, keyakinan, bahasa, ritual, tradisi, dan perilaku lainnya diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam setiap kelompok sosial (Helms, 1994).

Etnis Pola budaya tertentu dari sebuah kelompok yang didefinisikan oleh wilayah geografis tertentu di dunia (Helms & Cook, 1999).

Mayoritas Digunakan untuk menunjuk kelompok dengan bagian yang tidak proporsional dari kekuasaan dalam masyarakat; identik dengan dominan dan umum.

Minoritas Digunakan untuk menunjuk posisi ekonomi, hukum, politik, dan sosial bawahan dari kelompok tertentu (Helms & Cook, 1999); identik dengan non-dominan.

Multikulturalisme Filosofi dari bersikap waspada dalam memperhatikan dan memperlakukan semua aspek keragaman manusia.

Ras Sebuah konstruksi sosial yang dihasilkan dari ciri biologis diasumsikan berdasarkan penampilan dan digunakan untuk menyertakan dan mengecualikan orang-orang tertentu dari sumber daya masyarakat (Helms & Cook, 1999).

VREG Visible Racial and Ethnic Groups/ Kelompok ras dan etnis yang terlihat.

Tidak mungkin untuk menulis tentang kompetensi multikultural tanpa

menggunakan terminologi yang disepakati. Dua dari label-label dalam tabel diatas

membutuhkan perhatian khusus. Ketika kita berbicara tentang kelompok

mayoritas atau budaya mayoritas, kita tidak mengacu pada ukuran relatif dari

kelompok atau budaya. Mayoritas dalam konteks ini berarti dominan: kelompok

atau budaya ini memiliki bagian yang tidak proporsional dari kekuasaan di

Page 7: Chapter Report 1

masyarakat. Dengan cara yang sama, minoritas berarti "tidak dominan": memiliki

posisi sebagai bawahan dalam ekonomi, politik, hukum, dan sosial dari kelompok

tertentu atau budaya (Helms & Cook, 1999). Definisi kami, mayoritas dan

minoritas berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk

mempertahankan dan mempengaruhi struktur sosial untuk memberi hak istimewa.

Budaya mayoritas jelas memiliki kepentingan dalam membatasi kekuatan budaya

lain. Respon dari orang dalam budaya minoritas dengan distribusi kekuasaan yang

tidak seimbang pun bervariasi: beberapa bertujuan untuk termasuk ke dalam

kelompok budaya dominan, sementara yang lain membenci dan melawan

ketidakadilan itu. Multikulturalisme yang dinamik merupakan faktor penting

dalam masyarakat dan di sekolah-sekolah kita.

1. Keanekaragaman: Kondisi Manusia

Kami percaya bahwa budaya mempengaruhi setiap aspek individu:

pikiran, perilaku, bahkan emosi. Terutama, dalam penekanan pada kompetensi

multikultural dan deskripsi perbedaan antara kelompok-kelompok anak-anak.

Tetapi beberapa pertanyaan proses konseling yang mendapatkan respon lebih

adalah kepada perbedaan antara kelompok orang daripada kesamaan antara

kelompok. Yang lain berfokus pada perbedaan antar kelompok yang dapat

mengaburkan perbedaan individu dalam kelompok.

2. Debat Etik vs Emik (The Ethic vs Emic Debate)

Selama bertahun-tahun, konselor telah berjuang dengan kesamaan dan

perbedaan. Apakah lebih baik untuk fokus pada kesamaan yang ada pada semua

orang, apa yang melampaui budaya dan sebagainya yang merupakan suatu

pendekatan etik? Atau pada perbedaan mereka, pada apa yang budaya tertentu dan

sebagainya merupakan suatu pendekatan emik? Beberapa berpendapat bahwa

ketika konseling berfokus pada perbedaan budaya, maka akan tidak mampu untuk

melihat kesamaan pada setiap orang. Mereka menunjuk praktek dan intervensi

konseling sebagai bukti masyarakat kesamaan, keduanya didasarkan pada prinsip-

prinsip umum yang telah terbukti efektif dari waktu ke waktu dengan orang-orang

dari semua latar belakang budaya yang berbeda. Mereka memegang apa yang RT

Carter dan Quereshi (1995) sebut sebagai posisi universal, dimana mereka tidak

menyangkal perbedaan budaya, tetapi jelas mereka percaya bahwa perbedaan

budaya merupakan kesamaan sekunder manusia.

Page 8: Chapter Report 1

Kritikus akan berpendapat bahwa mencari kesamaan pada orang, berarti

mereka mencari "Putih/Whiteness”. Mereka mengklaim bahwa prinsip-prinsip

konseling tradisional dan praktek berasal dari budaya-sudut pandang yaitu Putih

tertentu, laki-laki, dan Eropa-sentris. Teori berbasis ras, misalnya, bersikeras

bahwa kekuasaan yang diferensial antara kulit putih dan orang kulit berwarna

dapat mempengaruhi proses konseling, dan universalis, dengan mengabaikan isu-

isu kekuasaan dan ras, untuk mempertahankan status quo. Konselor sekolah harus

memahami kekuasaan diferensial dalam masyarakat dan dimensi sosio-historis

dari masing-masing asal ras. Bagaimana peran diferensial, tidak hanya dalam

proses konseling, tetapi juga dalam sistem pendidikan, memiliki konsekuensi

penting bagi konselor sekolah yang bekerja dengan siswa dari berbagai ras atau

warna.

Hal ini juga tampaknya harus diperhatikan, yakni perbedaan budaya yang

sangat dekat dan sangat penting untuk proses konseling. Bagaimana konselor

dapat menawarkan bantuan baik jika mereka tidak memahami bagaimana nilai-

nilai dan perilaku berbasis budaya siswa yang berbeda-beda dari budaya konselor

itu? Mereka yang mendukung posisi etik mungkin berpendapat bahwa aliansi

kerja diperlukan untuk semua konseling, apa pun latar belakang budaya klien

Meskipun beberapa akan menentang perlunya aliansi kerja, semua harus

menyadari bahwa bagaimana aliansi kerja dibentuk, dimana strategi yang

digunakan untuk mengembangkannyaharus bervariasi tergantung pada latar

belakang budaya masing-masing siswa. Misalnya, imigran Asia yang berusia

muda mungkin merasa tidak nyaman dengan konselor yang bebas

mengekspresikan emosi, sedangkan imigran Latin muda mungkin oleh seorang

konselor yang tidak menunda.

3. Perbedaan Dalam Grup

Meskipun penting untuk memperhatikan perbedaan antarkelompok, yakni

bagaimana kelompok budaya berbeda satu sama lain, Namun di sisi lain

memperhatikan perbedaan anggota-anggota dalam grup pun sama pentingnya,

yakni dari kelompok budaya tertentu yang berbeda di antara mereka sendiri.

Konselor sekolah bekerja di seluruh budaya perlu mengajukan pertanyaan tentang

setiap siswa, seperti Apa pola budaya yang luas dari siswa yang berasal dari ras

atau kelompok etnis tertentu? Dan sejauh mana perilaku siswa ini mencerminkan

Page 9: Chapter Report 1

pola tersebut? Pertanyaan pertama berbicara kepada perbedaan antarkelompok,

yang kedua, berbicara mengenai perbedaan dalam kelompok atau intragrup.

Perbedaan antarkelompok menghasilkan stereotip rasial dan etnis,

perbedaan intragrup membuktikan stereotip yang salah. Salah satu sumber utama

dari perbedaan intragrup adalah akuisisi kedua budaya: ketika orang-orang dari

budaya nondominan datang dan melakukan interaksi yang berkelanjutan dengan

orang-orang dari budaya yang dominan, mereka mengalami proses adaptasi,

dimana mereka belajar untuk hidup dalam budaya yang berbeda dari budaya

mereka sendiri.

Berry (1980) mengemukakan bahwa "budaya lain" adalah stimulus yang

membangkitkan tiga reaksi: bergerak menuju, bergerak melawan, atau bergerak

menjauh Bergerak terhadap budaya dominan berarti mengadopsi setidaknya

beberapa karakteristik budaya, sering sebagai sarana. untuk mendapatkan

penerimaan atau hak istimewa. Bergerak melawan terhadap budaya dominan

berarti menolak budaya itu, yang menciptakan hubungan negatif dengan budaya

dominan. Menjauh dari budaya dominan adalah bentuk penarikan, biasanya

menjadi kantong etnis. Anggota dari budaya nondominan yang menjauh dari

budaya mungkin menginginkan hubungan dengan anggota dari budaya dominan,

baik positif maupun negatif.

Baru-baru ini, adaptasi budaya telah digambarkan sebagai satu arah, dua

arah, atau proses multi arah (LaFromboise, Coleman, & Gerton, 1993). Ketika

adaptasi adalah searah, anggota gerakan budaya tidak dominan dalam satu arah,

menuju budaya yang dominan dan jauh dari budaya mereka sendiri. Ketika

adaptasi adalah dua arah, mereka bergerak maju mundur antara dua budaya dan

merasa dekat dengan masing-masing budaya tersebut. Ketika adaptasi multiarah,

anggota dari budaya nondominant mampu berpartisipasi dalam berbagai struktur

sosial lebih kompleks, terdiri dari beberapa kelompok budaya, sambil

mempertahankan identitas positif dengan budaya asal mereka. Jelas anak-anak

dari budaya lain harus menyesuaikan setidaknya beberapa derajat budaya dominan

di Amerika Serikat. Apa yang penting bagi Anggota konselor sekolah dari budaya

dominan juga dapat mengalami adaptasi budaya, tetapi biasanya proses

melibatkan adaptasi terhadap budaya dominan-di Amerika Serikat, Putih, laki-laki

dan Eropasentris.

Page 10: Chapter Report 1

Juga, ketidaksepakatan baik dan kebingungan dalam literatur tentang

penggunaan adaptasi budaya sebagai istilah umum untuk semua tanggapan bahwa

orang-orang dari satu budaya dapat memiliki ke budaya lain. Beberapa lebih suka

akulturasi, kita akan berpendapat akulturasi yang menyiratkan bergerak menuju

dan akuisisi dari budaya lain. Sebaliknya, adaptasi budaya memungkinkan untuk

bentuk-bentuk adaptasi yang tidak mengarah ke akuisisi ke tingkat yang nyata

dari budaya perilaku atau sikap dominan yang bekerja dengan anak-anak dan

keluarga mereka adalah pemahaman tentang proses dan kesadaran bahwa anak-

anak dan orang tua mereka mungkin memiliki sangat berbeda, bahkan

bertentangan bentuk adaptasi budaya. Hal ini tidak biasa, misalnya, untuk anak-

anak untuk bergerak menuju budaya dominan dan orang tua mereka untuk

bergerak melawan itu.

Ada beberapa bentuk adaptasi budaya, yang masing-masing melibatkan dua arah

searah, atau adaptasi multiarah:

Asimilasi. Merupakan bentuk adaptasi searah. Individu beradaptasi dengan

menolak budaya aslinya dan berusaha sebisa mungkin untuk menjadi

individu dari budaya yang dominan.

Integrasi. Individu mempertahankan beberapa aspek dari budaya asli,

sementara dia juga melakukan atribut budaya yang dominan.

Bikulturalisme (pergantian). Bikulturalisme adalah mengetahui dan

memahami dua budaya., Menjaga hubungan positif dengan kedua, dan

mengubah perilaku seseorang agar sesuai dengan konteks budaya tertentu

(LaFromboise et al., 1993). Hubungan keduanya dua arah dan non-rasial.

Penolakan. individu tidak mencari hubungan yang positif dengan budaya

dominan, melainkan ia terus mengidentifikasi budaya non-dominan secara

kuat.

Keterpinggiran. Individu mengidentifikasi dengan baik budaya dominan

maupun budaya nondominant.

Konselor sekolah harus berperan dengan baik dalam bidang adaptasi

budaya. Mereka ingin siswa mereka untuk mengembangkan dan mencapai, dan

Page 11: Chapter Report 1

kenyataannya adalah bahwa di negeri ini proses tersebut berlangsung dalam hanya

bagi kelompok ras kulit putih, laki-laki, dan masyarakat Eropa-sentris. Pada saat

yang sama, mereka menyadari pentingnya keragaman budaya, keragaman rasa

menambah individu, untuk komunitas sekolah, dan masyarakat yang lebih luas.

Jawabannya tampaknya akan menjadi adaptasi melalui bikulturalisme. Tentu saja

kemampuan untuk bergerak dengan nyaman antara dua budaya yang berbeda

adalah penangkal imperialisme budaya, pada saat yang sama, mempromosikan

kepekaan terhadap dan penerimaan pandangan dunia yang berbeda. Mampu

bergerak dengan kenyamanan dalam budaya ras kulit putih menciptakan berbagai

peluang-pendidikan, sosial, dan profesional-untuk anak-anak dari budaya

nondominan. Konselor sekolah memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi

adaptasi bikultural, kegagalan untuk melakukannya hanya bisa membatasi pilihan

siswa minoritas.

Bikulturalisme dapat memfasilitasi peningkatan pemahaman terhadap orang lain

yang merupakan proses yang sama pentingnya bagi anak-anak dari budaya yang

dominan. Belajar tentang budaya yang berbeda mengajarkan fleksibilitas, empati,

dan toleransi, melainkan memperluas cara anak-anak berpikir, merasa, dan

berperilaku. Masuknya siswa VREG di sekolah adalah kesempatan untuk

memperkaya pengalaman semua siswa.

B. KONSELING MULTIKULTURAL DENGAN KELOMPOK RASIAL

Kami melangkah di area yang sensitif. Konseling multikultural merupakan

istilah lain yang memicu perdebatan di bidang konseling. Beberapa sarjana

percaya bahwa istilah harus disediakan untuk bekerja dengan orang-orang dari ras

atau kulit berwarna saja (lihat, misalnya, Locke, 1997). Istilah untuk ras lainnya

hilang karena konseling multikultural menyatakan bahwa semua orang adalah

produk dari proses sosialisasi berbasis budaya (lihat, misalnya, Pederson, 1991).

Kami percaya bahwa konseling multikultural itu merupakan area yang sensitif dan

menganggap serius semua aspek keragaman manusia tetapi juga menentukan

status khusus pada aspek ras yang dianggap merupakan penentu utama dari

budaya.

Pada bagian ini, kita akan mendeskripsikan pola budaya dan implikasinya

terhadap konseling bagi penduduk Amerika ras kulit putih, ras Afrika Amerika,

Page 12: Chapter Report 1

Hispanik Amerika, Asia Amerika, dan penduduk asli Amerika. Organisasi bagian

ini tidak dirancang untuk mengecualikan kelompok manapun. Namun, hal ini

dimaksudkan untuk menyoroti keunggulan ras-ras tersebut dalam konseling

multikultural.

1. Ras Amerika Kulit Putih

“ Di kelas saya, ketika isu ras muncul, sekarang dan lagi seorang

mahasiswa yang berasal dari kelompok ras dan etnis yang terlihat

(VREG) berbagi pengalaman dengan kami. Ketika itu terjadi, pasti dua

atau lebih siswa ras kulit putih menanggapi dengan mengakui

pengalaman siswa VREG dan kemudian pindah dengan cepat untuk

menggambarkan pengalaman minoritas mereka sendiri. Tumbuh

lingkungan keluarga yang miskin, tumbuh sebagai seorang Amerika

Italia di lingkungan Irlandia, tumbuh sebagai seorang Yahudi di

lingkungan yang didominasi Kristen (atau sebaliknya). Apa yang siswa

tersebut, saya pikir, menyatakan memori mereka yang merasa tidak

nyaman atau bahkan mengalami penindasan, mungkin bertujuan untuk

meminimalkan masalah ras dan keuntungan menjadi orang ras kulit

putih.

Seorang wanita yang aku tahu, seorang wanita Yahudi yang lahir di

lingkungan Yahudi di Kota New York, pernah mengatakan kepada saya

dari percakapan dia dengan ayahnya ketika dia masih gadis, tidak

lama setelah keluarganya pindah ke lingkungan yang lebih beragam

dalam pinggiran kota. Dia memperingatkan bahwa dia mungkin akan

menghadapi anti-Semitisme, dan mungkin akan mengganggunya, yang

mengguncang rasa percaya dirinya, dan membuatnya mempertanyakan

kemampuannya untuk mencapai apa yang dia inginkan dalam hidup.

Lalu ia mencubit lembut pada lengan bawah dan berkata, “tapi ingat,

Anda selalu memiliki kulit putih ini”

Diskusi kita dari kelompok ras dimulai dengan ras putih karena sangat

penting untuk melihat ras tersebut sebagai budaya seperti budaya ras lainnya.

Page 13: Chapter Report 1

Meskipun di negara ini, budaya ras putih dominan, Kulit Putih menjadi

keuntungan ketika berada di dunia yang penuh dengan cara lain. Ras putih adalah

bagian dari mosaik warna yang membentuk masyarakat Amerika. Bagaimanapun,

hanya sedikit orang yang sadar diri mereka sebagai ras putih. Tidak seperti orang

kulit berwarna, yang dihadapkan dengan identitas ras mereka setiap hari, ras putih

dapat dengan mudah menjalani kehidupan mereka tanpa pernah merenungkan apa

artinya putih mereka, menjadi putih-atau pandangan dunia mereka yang unik.

Pandangan dunia

Budaya Amerika yang dapat diterima di dunia seperti yang didefinisikan

oleh Ras Kulit Putih yang berasal dari Eropa Utara-telah menjadi fokus dari

banyak penelitian. Dalam salah satu penelitian terhadap dampak dan dominasi

budaya Ras Kulit Putih, Ho (1987) menarik perbandingan antara nilai-kelas

menengah Amerika ras putih dan orang-orang dari kelompok minoritas ras atau

etnis. Tabel 6.2 menunjukkan perbandingan tersebut sepanjang beberapa dimensi.

Nilai-nilai Budaya dari Kelas Menengah Amerika Putih Dan Grup Rasial

Lain

Dimensi

Kelompok Rasial

Amerika

Putih

kelas

menengah

Asia

Amerika

Amerika

Indian

Amerika

Hitam

Amerika

Hispanik

Hubungan

orang

dengan

alam

Penguasaan

atas masa

depan

Keharmonisan

dengan masa

lalu dan masa

sekarang

Keharmonisan

dengan masa

sekarang

Keharmonisan

dengan masa

sekarang

Keharmonisan

dengan masa

sekarang

Orientasi

waktu

Masa

Depan

Dulu-

sekarang

(Past-present)

sekarang sekarang Dulu-sekarang

(Past-present)

Page 14: Chapter Report 1

Definisi

Diri

individualis sejajar sejajar sejajar Sejajar

Modus

aktivitas

yang

dipilih

melakukan melakukan Sedang terjadi melakukan Sedang terjadi

Sifat

individu

Baik dan

Buruk

Baik Baik Baik dan

Buruk

Baik

Dalam sebuah diskusi tentang bagaimana pandangan dunia terbentuk, D.

W Sue (1978) menggunakan konsep locus of control dan lokus tanggung jawab

(Rotter, 1966, 1975) untuk menarik perbandingan antara arus utama budaya ras

kulit Putih Eropa-Amerika dan budaya lain (juga lihat D. W Sue & Sue, 2003).

Keduanya, baik locus of control maupun lokus tanggung jawab dapat berupa

internal atau eksternal. Gambar 6.1 menunjukkan empat pandangan dunia

berdasarkan kombinasi yang berbeda dari locus of control dan locus tanggung

jawab internal dan eksternal. Menurut Sue, di kuadran 1, merupakan keadaan di

mana keduanya, locus of control dan lokus tanggung jawab berada pada area

internal (IC-IR), yang merupakan pandangan dunia mengenai budaya ras kulit

putih pada kelas menengah.

Nilai tinggi untuk memecahkan masalah ditempatkan pada sumber daya

pribadi: kemandirian, pragmatisme, individualisme, status prestasi melalui

usahanya sendiri, dan kekuasaan atau kendali atas orang lain, hal-hal, hewan, dan

kekuatan atau alam. Cita-cita demokrasi seperti "akses yang sama terhadap

kesempatan," kebebasan dan keadilan untuk semua, "" Tuhan membantu mereka

yang membantu diri mereka sendiri, "dan" pemenuhan takdir pribadi "semua

mencerminkan pandangan dunia ini. Individu yang bertanggung jawab atas

semua. Kegagalan yang konstan dan berkepanjangan atau ketidakmampuan untuk

mencapai tujuan menyebabkan gejala menyalahkan diri sendiri (depresi, rasa

bersalah, dan perasaan tidak mampu). (D. W Sue & Sue, p. 277)

Page 15: Chapter Report 1

Konselor sekolah, disosialisasikan oleh pandangan dunia IGIR, harus peka

ketika bekerja dengan siswa dari budaya tidak dominan yang pandangan dunia

mungkin sangat berbeda. Beberapa anak-anak berasal dari negara-negara dengan

rezim totaliter, tempat di mana sulit untuk mengadopsi locus of control internal.

Beberapa orang dari ras kulit berwarna, setelah mengalami rasisme kelembagaan

dan sosial, tidak percaya pada cita-cita demokrasi. Pendidikan di negeri ini selalu

dianggap sebagai sarana untuk mencapai kontrol lebih besar atas nasib seseorang,

dan personel sekolah hanya melakukan asumsi dan filosofi yang siswa dan orang

tua miliki itu. Tentu saja pendidikan adalah pintu gerbang ke mobilitas ke atas,

namun konselor sekolah harus peka terhadap siswa yang memiliki pandangan

dunia yang dibentuk oleh kontrol tempat eksternal atau lokus eksternal tanggung

jawab atau keduanya. Apakah 'terlalu sering dianggap kurangnya motivasi di

kalangan siswa minoritas mungkin merupakan refleksi dari pandangan dunia yang

dibentuk oleh eksternalitas.

Identitas Ras Kulit Putih

Identitas Rasial adalah kombinasi dari sikap, keyakinan, dan perilaku yang

mendefinisikan individu sebagai makhluk ras. Semua orang, yang berasal dari ras

manapun memiliki identitas rasial. Menurut Helms dan Cook (1999), model

identitas ras adalah model psikologis yang menggambarkan cara untuk mengatasi

Page 16: Chapter Report 1

"internalisasi perlakuan yang rasis " dan mencapai " konsepsi diri sosi-ras yang

sehat dalam berbagai kondisi penindasan rasial" (hal.81).

Helms (1984, 1990c, 1995) menyatakan bahwa dalam masyarakat di mana

satu ras dinilai superior hanya karena yang lain secara implisit atau eksplisit

dianggap rendah akan membentuk pengalaman psikologis individu ras tertentu,

termasuk sikap terhadap ras nya sendiri maupun terhadap ras lain, mitra dalam

dinamika dominasi atau penindasan. Helms mengusulkan enam tahap, dia

memanggil mereka untuk menjelaskan status pengalaman ras kulit putih. Setiap

Status mewakili sekelompok sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang mempengaruhi

pandangan dunia, individu dan mempengaruhi cara dia memproses informasi

tentang ras:

1. Status hubungan. Hubungan ras kulit putih tidak menyadari isu-isu ras dan

rasisme. Mereka tidak mengerti bahwa ras membangun politik sosial yang

menentukan tempat individu dalam masyarakat. Ras kulit putih menyukai

sikap mereka yang tidak mengabaikan status mereka yang berasal dari ras

kulit warna ("Saya tidak melihat warna, saya melihat orang itu"). Mereka

bahkan dapat menunjukkan ke teman hitam sebagai bukti bahwa mereka

tidak rasis. Karena warna tidak masalah, mereka percaya bahwa jika orang

kerja keras, mereka bisa maju sama seperti orang lain.

2. Status Disintegrasi. Hancurnya ras Kulit Putih telah menyadarkan akan

isu-isu rasisme dalam masyarakat. Dengan kesadaran datang perasaan

cemas, rasa bersalah, kehilangan, atau tidak berdaya. Karena mereka

merasa tidak mampu melakukan sesuatu untuk mengurangi konflik

keadaan, sering ras putih menghindari kontak dengan orang kulit

berwarna, yang berlindung dalam kenyamanan kelompok ras mereka

sendiri.

3. Status Reintegrasi. Reintegrasi ras Kulit Putih adalah suatu keadaan

dimana mereka percaya bahwa Ras Kulit Putih adalah orang-orang yang

unggul dibandingkan orang-orang ras kulit warna. Reintegrasi Pasif

mencoba untuk menghindari orang kulit berwarna, sedangkan reintegrasi

Page 17: Chapter Report 1

aktif terlibat dalam tindakan terang-terangan bermusuhan dan kekerasan

terhadap orang kulit berwarna.

4. Status Pseudoindependence. Ras putih Pseudoindependent mengakui

rasisme, menerima orang kulit berwarna secara intelektual, dan ingin

membantu orang kulit berwarna dengan memberlakukan standar dan

budaya ras kulit putih pada mereka. Ras putih Pseudoindependence

percaya solusi untuk rasisme melibatkan orang kulit putih berubah

menjadi berwarna. Meskipun pandangan mereka secara politik benar, ras

putih pseudoindependence berbuat banyak untuk benar-benar memerangi

rasisme.

5. Status Immersion / emersion. Orang-orang di status ini sedang membentuk

identitas ras Kulit Putih positif dengan belajar tentang menjadi orang Kulit

Putih, tentang konsekuensi menjadi Kulit Putih, dan tentang hubungan

menjadi Kulit Putih ke seluruh masyarakat: Fokus mereka telah bergeser

dari perubahan orang kulit berwarna untuk mengubah diri. Orang-orang ini

mencari orang lain yang juga telah berjuang untuk mencapai identitas ras

kulit putih yang non-rasis.

6. Status otonomi. Ras kulit putih otonom mencari kontak dengan kelompok-

kelompok budaya yang berbeda dan mengalami kontak bahwa saling

memperkaya. Mereka nyaman berkembang dalam identitas ras Putih,

mereka percaya bahwa mereka memiliki sesuatu untuk menawarkan serta

sesuatu untuk belajar. Berkomitmen untuk bekerja untuk perubahan,

mereka mungkin bersedia untuk membuat pilihan hidup yang

mencerminkan sikap itu.

Setiap status semakin kompleks, dan dalam status tiap individu mampu

memproses informasi. Pada waktu tertentu, satu statusnya biasanya mendominasi,

meskipun beberapa karakteristik individu lain mungkin ada yang harus

mengintegrasikan tugas dan tantangan dari setiap status dalam gilirannya sebelum

maju ke status berikutnya. Namun dalam situasi tertentu, ia mungkin kembali ke

status yang lebih rendah.

Page 18: Chapter Report 1

Menurut Helms, dua proses mendasar yang mendasari kemajuan individu

melalui status semakin lebih kompleks: ditinggalkannya rasisme dan

pengembangan identitas positif ras Kulit Putih. Dalam kontak pertama tiga status,

disintegrasi dan reintegrasi, individu meninggalkan rasisme, mengembangkan

identitas rasial yang positif.

Teori Helms memiliki peran penting bagi konselor ras putih yang bekerja

dengan anak-anak kulit berwarna. Konselor sekolah harus menyadari status

identitas ras mereka sendiri dan melakukan segala upaya untuk menjadi otonom.

Ada beberapa metode untuk menilai identitas rasial. Pada tahun 1996, Helms

mengusulkan penggunaan Skala Identitas Sikap Ras Putih (WRIAS) ( Helms &

Carter, 1990) untuk menghasilkan profil yang menunjukkan bagaimana identitas

ras individu rusak oleh status. Konselor dapat menggunakan WRIAS untuk

memahami identitas ras mereka sendiri dan sebagai dasar untuk lokakarya

penggalangan kesadaran bagi personil sekolah dan untuk bekerja dengan

kelompok-kelompok kecil.

2. Afrika Amerika

Pada tahun 2000, Afrika Amerika terdiri lebih dari 12 persen dari populasi

US (US Bureau of the Census, 2000). Kelompok ras ini beragam dalam hal kelas

sosial ekonomi, pendidikan, status ras-identitas (hubungan dengan budaya ras

kulit putih), dan struktur keluarga. Sekitar 35 persen dari Afrika Amerika

termasuk ke dalam kelas menengah atau lebih tinggi (W Sue & Sue , 2003). Hal

ini penting karena status sosial ekonomi merupakan variabel penting dalam

menentukan derajat asimilasi ke dalam budaya Kulit Putih (Hildebrand, Phenice,

Gray, & Hines, 1906). Namun, ras Afrika Amerika terus memegang status

minoritas di negeri ini. Sebagai bukti, Sue dan Sue mengemukakan hal-hal

berikut ini:

Tingkat Afrika Amerika hidup dalam kemiskinan tiga kali lebih tinggi

dari ras Kulit Putih Amerika .

Page 19: Chapter Report 1

Tingkat pengangguran adalah dua kali lebih tinggi di antara Afrika

Amerika.

Sekitar sepertiga dari pria Amerika Afrika di usia dua puluhan mereka

berada di penjara, sedang dalam masa percobaan, ataupun sudah

mendapatkan pembebasan bersyarat.

Rentang hidup orang Amerika Afrika adalah lima sampai tujuh tahun

lebih pendek dari Kulit Putih Amerika.

Konseling multikultural menuntut bahwa konselor sekolah melihat siswa

dalam konteks sejarah, pengalaman hidup dan budaya mereka Tentu saja tidak

semua siswa Amerika Afrika hadir untuk konseling dengan katalog panjang

insiden di mana mereka adalah korban diskriminasi rasial, tetapi tidak ada

konselor yang dapat menutup mata terhadap dampak diskriminasi yang

berkepanjangan pada siswa kulit berwarna. Dimana konseling tradisional akan

mencari sumber-sumber internal masalah siswa, konseling multikultural akan

menuntut konselor untuk menganggap sekelompok masyarakat -khususnya

rasisme dan diskriminasi- ketika bekerja dengan siswa Kulit Hitam yang

merespon otoritas Kulit Putih dengan pemberontakan, kecurigaan, atau

penghindaran.

Pola budaya

Setiap usaha untuk menggambarkan pola-pola budaya yang luas menjalankan

risiko stereotip, dari menghadap perbedaan individu. Di sisi lain, kegagalan untuk

mempertimbangkan pola budaya meningkatkan risiko imperialisme dominan-

budaya, ketidakpekaan terhadap karakteristik dan perilaku yang berkaitan dengan

budaya.

Menurut Helms dan Cook (1999), budaya Afrika Amerika memadukan

berbagai elemen dari banyak kelompok etnis Afrika yang datang ke Amerika

Serikat selama beberapa abad. Karakteristik tertentu tampaknya bersama oleh

budaya Afrika, dan karakteristik mendefinisikan budaya Afrika Amerika hari ini:

Page 20: Chapter Report 1

Spiritualitas. Keyakinan bahwa pasukan nonfisik, terutama Maha

tinggi yang dapat muncul dalam berbagai manifestasi, memiliki

kekuatan untuk menentukan apa yang terjadi dalam kehidupan

masyarakat sehari-hari.

Keharmonisan. Diri dan sifat adalah berhubungan dan dimaksudkan

untuk beroperasi dengan selaras.

Gerakan. Gerakan dan gerak melengkapi kata yang diucapkan.

Mempengaruhi Pikiran Tubuh. Emosi individu, pikiran, dan tubuh

membentuk tiga serangkai saling berhubungan yang dimaksudkan

untuk berfungsi dalam keseimbangan. Apapun alter salah satu

komponen tiga serangkai yang juga mempengaruhi orang lain

Komunalisme. Kelompok ini memainkan peran penting dalam

mendefinisikan diri, dan kelompok adalah sama pentingnya dengan

individu.

Ekspresif. Aspek unik dari kepribadian yang diekspresikan melalui

perilaku individu dan kreativitas.

Oralitas. Pengetahuan yang diperoleh dan ditransmisikan secara lisan,

dan individu mencapai kredibilitas dengan menjadi seorang

komunikator lisan yang efektif. Komunikasi yang efektif adalah ritmis

dan simbolik, dan itu terjadi pada tingkat kognitif, afektif, dan

perilaku.

Waktu. Waktu diukur oleh peristiwa bermakna sosial dan adat istiadat

daripada kuantitas.

Keluarga Afrika Amerika

Mungkin karakteristik yang paling menonjol dari keluarga Afrika Amerika

adalah adanya struktur, diperpanjangnya jaringan, dan kekuatannya, dukungan

ekonomi dan emosional yang menyediakan jaringan (DW Sue & Sue, 2003).

Keduanya, baik struktur dan kekuatan telah memungkinkan keluarga Afrika

Amerika untuk bertahan hidup bahkan dalam perbudakan (Gutman, 1977). Hanya

budaya Kulit Putih Eropasentris, yang menekankan pada keluarga inti, yang

Page 21: Chapter Report 1

cenderung melakukan pengasuhan patologis seseorang anak laki-laki oleh ibu

biologis atau ayah. Konselor sekolah pasti menemukan siswa Amerika Afrika

yang dibesarkan oleh kakek-nenek atau bibi atau paman atau saudara. Kuncinya

adalah mengakui bahwa praktek adalah kebudayaan diterima dan tanda kekuatan

di keluarga Amerika Afrika.

Bekerja dengan orang tua atau wali siswa yang berasal dari ras Kulit Hitam

bisa menjadi tantangan khusus untuk konselor sekolah. Tahun-tahun yang penuh

rasisme dan diskriminasi dapat meninggalkan curiga dari orang tua dan wali pada

konselor yang berasal dari ras Kulit Putih. Sebaliknya, mereka harus

memberdayakan para pengasuh dan untuk membuat kolaborasi pekerjaan mereka

bersama-sama. Cara terbaik untuk memulai adalah dengan memperlakukan orang

tua atau pengasuh sebagai ahli: "Kau tahu Michael orang yang lebih baik dari

orang lain Kami membutuhkan bantuan Anda untuk membantu dia.." Hanya saja

setelah orang tua atau pengasuh mengakui kolaborasi konselor harusmembuat

sugesti yang membantu anak.

Identitas Lintas Ras Kulit Hitam

Cross (1971) adalah salah satu yang pertama mempublikasikan model

proses identitas kulit hitam yang dikembangkan. Ia menyebut proses "kehitaman/

Nigrescence" dan Helms menggambarkannya sebagai menjadi “Hitam/ Black”

dalam hal cara seseorang tentang mengevaluasi diri sendiri dan kelompok. Helms

(1984, 1990b, 1994), menggambar pada model persilangan, mengembangkan

model identitas rasial Hitam yang telah dikutip dan digunakan secara luas di

literatur. Baru-baru saja bahwa model tersebut sekarang disebut Model Identitas

Warna Rasial Rakyat yang diperluas untuk mencakup semua orang kulit berwarna

yang hidup di Amerika Serikat (Helms & Cook, 1999):

1. Kesesuaian Status. Individu tidak menyadari isu-isu ras dan implikasi

politik sosialmereka. Mereka mematuhi standar jasa ras Kulit Putih

2. Disonansi Status. Melalui pengalaman dari beberapa macam, individu

disonan menjadi bingung dan ambivalen tentang isu-isu ras dan

kelompok ras sosial mereka sendiri. Mereka mulai mempertanyakan kulit

Page 22: Chapter Report 1

putihnya sebagai standar utama untuk menilai diri mereka sendiri dan

orang lain.

3. Pendalaman Status. Individu dalam pendalaman statusnya menjunjung

kelompok sosial rasial mereka sendiri dan merendahkan Kulit Putih.

Mereka mendefinisikan diri mereka dengan kelompok ras mereka dan

percaya bahwa komitmen dan kesetiaan kepada kelompok adalah hal

yang terpenting. Orang-orang ini cenderung sangat waspada dan

hipersensitif terhadap isu-isu Ras.

4. Kemunculan Status. Orang-orang dalam kemunculanstatus memperoleh

rasa kesejahteraan dari solidaritas dengan kelompok ras mereka sendiri.

5. Internalisasi Status. Orang yang berasal dari ras kulit berwarna

mengalami internalisasi komitmen untuk dan menerima kelompok sosial

rasial mereka sendiri, telah mendefinisikan ulang atribut rasial mereka

sendiri, dan mampu untuk menilai secara objektif dan menanggapi

anggota dari kelompok dominan.

6. Kesadaran Status Integratif. Orang-orang ini menghargai hubungan

identitas kolektif mereka sendiridan mampu berempati dan bekerja sama

dengan anggota kelompok minoritas dan dengan kelompok kulit putih.

Keputusan hidup mereka dapat termotivasi oleh ekspresi humanisme

global.

Banyak dari apa yang kita katakan di bagian terakhir tentang dinamika

perkembangan ras identitas Kulit Putih dapat dikatakan tentang perkembangan

identitas rasial antara orang kulit berwarna. Model Helms dan Cook adalah model

fluida, di mana semua status untuk satu derajat atau lain yang hadir dalam

individu, tapi satu mendominasi pada waktu khusus mereka atau dalam situasi

tertentu. Dalam setiap status, orang kulit berwarna harus menegosiasi hubungan

mereka dengan budaya yang dominan. Bagi mereka dalam status sesuai, yang

berarti meninggikan budaya Putih, bagi mereka dalam pendalaman status, yang

berarti dapat menolak budaya Putih, dan bagi mereka yang telah mencapai

kesadaran integratif, yang dapat berarti saling memperkaya melalui Interaksi

dengan orang-orang dari semua kelompok ras.

Page 23: Chapter Report 1

Mengukur Identitas Rasial Kulit Hitam.

The Racial Identity Attitude Scale (RIAS), yang dikembangkan oleh Parham

dan Helms (1981), adalah upaya pertama untuk menempatkan model persilangan

dalam praktek. Skala ini terdiri dari 30 item yang dirancang untuk mengukur

sikap rasial dominan individu. RIAS menghasilkan skor pada empat sub-skala,

dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan dominasi suatu sikap ras tertentu.

Konsistensi koefisien reliabilitas internal untuk RIAS kisaran 0,66- 0,77. RIAS

telah mengalami dua revisi: RIAS-B (Helms, 1990a) dan RIAS-L (Helms 6

Parham, 1996). RIAS-B terdiri dari 30 item yang sama seperti RIAS asli, tapi

beberapa item telah terlihat ditugaskan untuk sub-skala yang berbeda. RIAS-L

memiliki tambahan 20 item, yang ditambahkan untuk meningkatkan konsistensi

internal.

Implikasi Konseling.

Dalam beberapa artikelnya pada pengembangan identitas ras, Helms (1984)

mendefinisikan empat kemungkinan jenis hubungan antara konselor dari ras Kulit

Putih dan klien dari ras Kulit Hitam (ataupun sebaliknya): paralel, progresif,

regresif, dan menyeberang. Hubungan paralel adalah salah satu di mana konselor

dan klien berada pada tingkat pembangunan identitas ras yang sama. Misalnya,

seorang konselor ras Kulit Putih di kontak status dan klien ras Kulit Hitam di

status kesesuaian akan berada dalam hubungan paralel. Dalam hubungan

progresif, konselor setidaknya satu tingkat lebih tinggi dari klien. Dalam

hubungan regresif, konselor setidaknya satu tingkat lebih rendah dari klien.

Akhirnya, dalam hubungan menyeberang, konselor dan klien memegang sikap

konflik terus menerus : misalnya, seorang konselor ras Kulit Hitam di status

pendalaman dan klien ras Kulit Putih di status pseudoindependence. Hipotesisnya

adalah bahwa hubungan progresif menguntungkan proses konseling sementara

hubungan regresif merugikan itu telah mendapat dukungan empiris (Bradby &

Helms, 1990; RT Carter, 1988, 1990; RT Carter & Helms, 1992; Helms & Carter,

1991). Hubungan persilangan dalam konseling biasanya antagonis dan berumur

pendek (Helms, 1995). Hubungan paralel, di sisi lain, bisa bertahan karena

Page 24: Chapter Report 1

kecenderungan untuk menghindari ketegangan dan keharmonisan utama, tetapi

mereka tidak memberikan kontribusi pada pengembangan identitas ras.

Penilaian status identitas dalam hubungan konseling dapat untuk formal

maupun informal. Penilaian formal memanfaatkan tindakan rasial-identitas seperti

yang telah kita bahas. Perkiraan informal menuntut konselor untuk mendengarkan

tema identitas rasial ketika konselor dan klien mendiskusikan ras atau budaya dan

kemudian untuk mengukur identitas sesuai ras klien. Atau konselor Kulit Putih

hanya bisa meminta klien ras Kulit Hitam "Bagaimana Anda berinteraksi dalam

masyarakat yang didominasi kulit putih?" Hari mungkin tiba ketika konselor dapat

mengajukan pertanyaan serupa pada klien berkulit putih ("Bagaimana Anda

berhubungan dengan menjadi seorang Kulit Putih?") tanpa membuat pertanyaan

tersebut tampak menggelikan. Tentu saja pertanyaan jenis ini adalah salah satu

yang adil. Dalam proses penilaian, konselor sekolah bebas menanyakan kepada

siswa tentang hubungan mereka dengan orang tua mereka, hal yang tidak kalah

penting untuk meminta siswa tentang hubungan mereka dengan ras mereka

sendiri.

Untuk konselor sekolah yang bekerja dengan siswa dari berbagai ras atau

warna, identitas ras dapat memperjelas sikap dan perilaku dari para siswa dan

orang tua mereka. Misalnya, kesesuaian status orang tua akan jauh lebih mungkin

untuk menerima saran konselor Kulit Putih bagi anak mereka daripada akan

pendalaman status orang tua. Memahami sumber perlawanan orang tua atau

bahkan permusuhan memungkinkan konselor sekolah untuk intervensi yang tepat

untuk membangun hubungan kolaboratif dengan orang tua. Dinamika yang sama

berlaku ketika konselor sekolah warna bekerja dengan siswa Putih dan orang tua

mereka.

3. Amerika Hispanik

Sebelum kita membahas pola budaya Amerika Hispanik, kita harus

menjelaskan istilah Hispanik dan Latin atau Latino. Kata Hispanik berarti berasal

dari Spanyol. Bahwa istilah memiliki asal-usul di tempat yang sebenarnya

Page 25: Chapter Report 1

beberapa perasaan bahwa itu terlalu mencerminkan beberapa keturunan dan

budaya asli orang Latin. Orang-orang ini lebih memilih istilah Latin atau Latino.

Di sini, kita menggunakan istilah Hispanik untuk mengacu pada semua kelompok

yang berasal dari negara-negara berbahasa Spanyol Di belahan bumi Barat selain

Spanyol, termasuk negara-negara di Karibia dan di Amerika Tengah dan Selatan.

Demografi terbaru menurut sensusangka Amerika Serikat (2000), ada

32,5 Juta Amerika Hispanik, hanya beberapa persen dari total populasi AS.

Dari jumlah tersebut, sekitar 57 persen adalah keturunan Meksiko, 10 persen

Puerto, dan 4 persen Kuba. Sisanya memiliki akar di negara-negara Amerika

Latin lainnya. Jumlah tingkat kelahiran tinggiAmerikaHispanik berkembang

pesat. Amerika Hispanik saat ini merupakan kelompok minoritas terbesar dalam

Amerika Serikat. Negara dengan populasi Hispanik yang besar termasuk Arizona,

California, Colorado, Connecticut, Florida, Illinois, New Mexico, dan New York.

Amerika Hispanik yang menduduki antara negeri ini sepertiga dari keluarga

Hispanik hidup di bawah garis kemiskinan. Karena status berpenghasilan rendah,

Hispanik menderita tingkat masalah medis tinggi, terutama tuberkulosis, AIDS,

dan obesitas (D. W Sue & Sue, 2003). Tingkat pendidikan di kalangan Hispanik

umumnya berlanjut menjadi rendah.

Pola Budaya

Meskipun kami menemukan sejumlah besar perbedaan antara Amerika Hispanik,

kita mendeteksi pola-pola yang luas beberapabudaya:

Allocentrism. Sebagai kelompok, Amerika Hispanikpercaya bahwa pusat

individu bukanlah diri kecuali yang lain, atau kelompok. Penyangkalan

kebutuhan sendiri dan kepentingan untuk menguntungkan saya kelompok

dianggap layak dan healdiy (Helms & Masak 1999; Marin, 1994).

Familialism. Dalam budaya Amerika Hispanik, keluarga diperpanjang

keluarga yang unggul, dan hanya merupakan pengertian yang sangat

mendalam kesetiaan kepada keluarga. Dalam masa-masa sulit, banyak

orang Amerika Hispanik mengandalkan exclusivery pada keluarga mereka.

Page 26: Chapter Report 1

Dan siapa saja yang membantu membesarkan anak-anak dapat menjadi

compai atau commai (dewa-ayah atau ibu baptis).

Personalismo. Hubungan Hispanik dibangun di sekitar konsep orang, yang

dalam konteks ini ada hubungannya dengan perasaan nyaman Bagaimana

individu merasa dalam suatu hubungan lebih diutamakan daripada apa

pun. Jadi, misalnya, konselor sekolah tidak bisa berasumsi bahwa keahlian

atau posisi mereka akan membantu menjalin hubungan kerja dengan siswa

Hispanik atau orang tua mereka. Kerjasama dan kolaborasi datang

jikakonselor dapat menciptakan rasa kehangatan dan sambutan dalam

hubungan.

Katolik Romawi dan Marianismo. Pengaruh Katolik Roma dalam budaya

Hispanik adalah Pengabdian sangat signifikan untuk perawan membentuk

kehidupan perempuan Hispanik. Mereka diharapkan untuk membentuk

kehidupan mereka setelah menikah, untuk menjadi rendah hati, berkorban,

bersabar harus tunduk, dan mengabdikan diri untuk keluarga

(marianismo). Marianismo mendefinisikan perempuan Hispanik,

kejantanan mendefinisikan pria Hispanik. Ini mengikat kelelakian dan

kebanggaan laki-laki untuk mengontrol, agresivitas, kekuatan, dan

kecakapan seksual, dan menjadi penyedia ekonomi tunggal untuk

keluarga. Ini menciptakan standar ganda untuk pria dan wanita.

Fatalisme. Fatalisme terhubung ke masalah danmengatur tanggung jawab

kita bicarakan sebelumnya (lihat Gambar 6,1). Ini adalah keyakinan bahwa

takdir individu dikendalikan oleh kekuatan eksternal: "Que sera, sera"

(Apa yang akan terjadi, terjadilah). Isu-isu identitas yang dihadapi oleh

Amerika Hispanik dapat ras atau etnis atau keduanya, sebagian Hispanik

mengidentifikasi diri sebagai salah Putih atau "ras lainnya" (Helms &

Cook, 1999). Konselor sekolah harus mendengarkan dengan seksama

pesan halus bahwa siswa Hispanik mungkin memberikan tentang

hubungan mereka dengan budaya yang dominan. Seringkali kemiskinan

dan bahasa menggabungkan untuk meminggirkan ini. Dan konselor harus

memberikan perhatian khusus kepada siswa yang belajar bahasa Inggris,

Page 27: Chapter Report 1

sebuah proses yang dapat meningkatkan akulturatif stres dengan membuat

lingkungan sekolah lebih mendukung.

4. Asia Amerika

Asia Amerika adalah penduduk minoritas yang tumbuh paling cepat di

Amerika Serikat. Saat ini ada sekitar 10,6 juta orang Amerika Asia (hampir 4

persen dari penduduk AS), dan populasi diperkirakan akan mencapai 6 persen

pada tahun 2010 dan 10 per ¬ sen pada tahun 2050 (US Biro Sensus, 2000). Asia

Amerika adalah kelompok yang sangat heterogen, dengan akar di setidaknya 29

negara di Asia dan Kepulauan Pasifik, semua dengan bahasa, adat istiadat, dan

agama mereka sendiri(D. Sue, 1998). Kelompok terbesar adalah Cina (2.432.585

orang pada tahun 2000), Filipina (1850314), Asia-Indian (1678765), Vietnam

<1.122 £ 28), Korea (1 * 076.872), dan Jepang (796.700) (US. Biro Sensus 2000).

Mitos Model Minoritas Di Amerika Serikat

Ada persepsi bahwa orang Asia Amerika mengembangkan "model

minoritas," sebuah kelompok yang telah mencapai status pendidikan dan

pekerjaan yang tinggi. Asia Amerika dianggap cerdas, pekerja keras, giat, dan

disiplin (Morrissey, 1997). Dan ada statistik yang mendukung pemikiran ini.

Empat puluh persen orang Amerika Asia di atas usia 25 memegang gelar sarjana,

dibandingkan dengan sekitar 25 persen dari ras Kulit Putih. Dan Asia Amerika

membuat bagian yang tidak proporsional dari badan mahasiswa di Berkeley (22

persen), MIT (19 persen), dan Harvard (10 persen) (Sandhu, 1997). Rendahnya

angka perceraian, kenakalan, dan penyakit meutal juga berkontribusi terhadap

gambar model minoritas Asia Amerika (D. Sue, 1998).

Tapi dilihat lebih dekat pada statistik ras Asia Amerika, menunjukkan

sesuatu yang lain dari model minoritas. D. W Sue dan Sue (2003) menunjukkan

bagaimana statistik rata-rata untuk Asia Amerika yangm distribusi bimodal.

Sebagian kecil terjadi, namun signifikan yaitu dari penerima upah yang tinggi

meningkatkan rata-rata dan menutupi persentase dari golongan miskin yang tidak

proporsional dalam populasi. Sandhu melaporkan bahwa angka kemiskinan di

Page 28: Chapter Report 1

antara kelompok Asia Tenggara yaitu lima kali lebih tinggi daripada populasi

umum di AS, dan bahwa orang-orang ini tiga kali lebih mungkin pada bantuan

publik. Selain itu, hanya 31 persen dari etnik Hmong telah lulus SMA, dan hanya

6 persen dari etnik Hmong, Laos, dan Kamboja memegang gelar sarjana.

"Asiantown" di kota-kota besar seperti New York dan San Francisco yang dikenal

untuk kondisi mereka dan untuk tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan,

prosedur kesehatan, dan kenakalan remaja (D. W Sue & Sue, 2003). Banyak dari

lingkungan ini bekerja di mana menerima upah yang rendah atau bentuk

eksplosiatif lainnya dari lingkungan. Bahkan, statistik mungkin mengecilkan dasi

luasnya masalah dari banyak orang Amerika Asia yang dihadapi, terutama

pengungsi Asia Tenggara. Sanksi budaya mungkin mencegah banyak dari mereka

dengan masalah kesehatan keluarga, sosial, dan mental dari mencari bantuan dari

rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, dan lembaga-lembaga utama lainnya.

Poinnya adalah, sekelompok kecil orang Amerika Asia melakukannya

dengan sangat baik, tetapi lebih banyak lagi yang tidak. Konselor sekolah harus

berhati-hati untuk tidak menerima dasi stereotipe populer, yang juga dapat

menyebabkan mereka untuk meminimalisasi gejala dari masalah pada populasi

ini.

Pola budaya

Meskipun banyak perbedaan yang ada di antara Asia Amerika, beberapa

pola budaya yang luas telah diidentifikasi

Allegiance to parents/kesetiaan atau pengabdian kepada orang tua. Anak-

anak Amerika Asia dari segala usia diharapkan untuk menghormati dan

loyal kepada orang tua mereka. Untuk remaja, ini dapat berarti tekanan

budaya untuk memilih karir die bahwa orang tua mereka inginkan untuk

mereka.

Familial interdependence /Saling ketergantungan dalam kekeluargaan.

Budaya Eropa-Amerika Wlu'te menyamakan jatuh tempo dengan

memenuhi kebutuhan diri, dalam budaya Amerika Asia, jatuh tempo

berarti menanggapi kebutuhan keluarga. Apa pun yang akan mengganggu

Page 29: Chapter Report 1

keharmonisan keluarga dan fungsi tersembunyi. Selain itu, sesuatu yang

negatif tentang anggota keluarga masing-masing membawa malu pada

seluruh keluarga. Potensi konflik antara anak dan orang tua mereka

sangat besar ketika anak-anak cepat. Sistem patriarki. Dengan beberapa

pengecualian, budaya Amerika Asia cenderung patriarki: lebih banyak

hak dan hak istimewa yang diberikan kepada laki-laki laki-laki dengan

perempuan. Ketika berkonsultasi dengan kedua orang tua, konselor

sekolah harus membahas ayah dalam pengakuan sistem patriarki (Root,

1998). Pengekangan emosional. Mengerutkan kening budaya pada layar

emosi atau kasih sayang, dan berbicara tentang seks dan seksualitas

adalah tabu (Root). Meskipun konselor diajarkan bahwa seksualitas

merupakan area yang penting untuk mengeksplorasi dengan siswa,

mereka mungkin menemukan bahwa siswa Amerika Asia merasa sangat

tidak nyaman dengan jenis-jenis diskusi. Komunikasi konteks tinggi.

Komunikasi antara Asia Amerika cenderung tinggi konteks yaitu, situasi

menentukan berarti lebih daripada kata-kata yang sebenarnya. Sebagai

contoh, kata tidak mungkin berarti tidak atau ya tergantung pada konteks

(nada, intonasi, dan nonverbals yang mengiringi pesan). Selain itu,

konteks menentukan apakah jenis tertentu pesan lisan diperbolehkan atau

tidak Misalnya, seorang mahasiswa Amerika Asia mungkin mengatakan

ya untuk konselor sekolah untuk menghormati, karena konteksnya tidak

memungkinkan siswa untuk mengatakan tidak, meskipun tidak adalah

apa artinya siswa. Atau seorang mahasiswa Amerika Asia mungkin

menghindari kontak mata dengan konselor, yang merupakan tanda

hormat dalam budaya siswa, dalam budaya yang dominan, tentu saja, itu

sinyal tidak hormat atau ketidakjujuran.

Tabel 6.3 membandingkan perbedaan dalam pendekatan untuk konseling

antara klien Amerika Asia dan konselor terlatih dalam tradisi Barat. Konselor

sekolah harus peka terhadap perbedaan-perbedaan ini ketika mereka bekerja

dengan siswa Amerika Asia dan orang tua mereka.

Page 30: Chapter Report 1

Akuisisi Kebudayaan Kedua dan Isu Identitas Rasial

Ada sedikit model pengembangan identitas untuk Asia Amerika yang

dikembangkan oleh Blacks (D. W Sue & Sue, 1999). Model Helms dan Cook

(1999) dapat digunakan pada orang Asia Amerika. Selain itu, Atkinson et al.

(1998) mengusulkan pengembangan identitas minoritas (MID) Model generik

yang dapat berguna dalam memahami hubungan Asia Amerika dengan mereka

sendiri dan budaya dominan (Tabel 6.4). Model MLD mendefinisikan sikap

responden tidak hanya terhadap kelompok dominan tetapi juga terhadap

kelompok minoritas lainnya. Namun kedua model ini, baik Model Helms dan

Cook menunjukkan perkembangan yang: bergerak dari merendahkan individu

budaya sendiri dan memuja budaya yang dominan, melalui memuja budaya

individu dan merendahkan budaya yang dominan, terhadap apresiasi dari semua

budaya.

Asia Amerika memperoleh ciri-ciri budaya dalam banyak cara yang sama

dengan budaya minoritas lainnya: melalui asimilasi, integrasi, bikulturalisme,

penolakan, dan marjinalitas. Kitano dan Maki (1996) mengembangkan tipologi

untuk menyelesaikan konflik di antara Asia Amerika untuk masalah kedua

akulturasi (proses menjadi ras Amerika) dan identitas etnik (retensi sikap,

keyakinan, dan perilaku budaya asal). Mereka mencatat bahwa konflik dapat

diselesaikan melalui satu dari empat cara berikut:

Tipe A yang tinggi dalam asimilasi memiliki identitas etnis yang rendah

(sangat kebarat-baratan)

Tipe B. Tinggi dalam asimilasi dan mempunyai identitas etnis yang tinggi

(bikultural)

Tipe C. Tinggi dalam identitas etnis dan rendah dalam asia (sangat Asia)

Tipe D. Rendah dalam identitas etnis dan rendah dalam asimilasi

(terpinggirkan)

Page 31: Chapter Report 1

Tabel 6.3 Perbedaan dalam Pendekatan untuk Konseling: Klien Ras Asia

Amerika versus Konselor Barat yang Terlatih

Dimensi Konseling Klien Asian-Amerika Konselor Barat yang

Terlatih

Pengembangan diri kolektivitas --- keluarga

dan kelompok terarah,

saling ketergantungan

fokus pada individu,

kemandirian

Hubungan antara

Konselor dengan Klien

Hirarki Setara

Kematangan Psikologis Pengendalian Emosional Ungkapan Emosi

Penyelesaian Masalah Tanggung Jawab

Konselor

Tanggung jawab klien

melalui introspeksi diri

Penyakit Mental Memalukan Masalah seperti masalah

lain

Tabel 6.4 Model Umum Identitas Minoritas

Attitudes Toward/Menuju Sikap

Tahapan

Pembangunan

Identitas

Minoritas

Sikap

terhadap diri

sendiri

Yang lain

dari kaum

minoritas

yang sama

Yang lain

dari

minoritas

yang berbeda

Kelompok

yang

dominan

1. Kesesuaian Depresiasi diri Depresiasi

kelompok

Diskriminatif Kelompok

menguat

2.Ketidaksesuaian Konflik antara

depresiasi diri

dan

menghargai

diri

Konflik antara

depresiasi dan

kelompok

menguat

Konflik antara

pandangan

utama hirarki

minoritas dan

perasaan

Konflik antara

apresiasi dan

kelompok

depresiasi

Page 32: Chapter Report 1

berbagi

pengalaman

3. Perlawanan

dan perendaman

apresiasi diri apresiasi

kelompok

Konflik antara

perasaan

empati

(berbagi

pengalaman

minoritas) dan

culturocentris

apresiasi

kelompok

4. Introspeksi Kepedulian

dengan dasar

penghargaan

diri

Kepedulian

dengan alam

apresiasi yang

tegas

Kepedulian

dengan dasar

etnosentris

untuk

menghakimi

orang lain

Kepedulian

dengan dasar

kelompok

penyusutan

5. Artikulasi

sinergis dan

kesadaran

apresiasi diri apresiasi

kelompok

apresiasi

kelompok

apresiasi

selektif

5. Suku Indian Amerika dan Penduduk Asli Alaska

Pengobatan Indian Amerika di tangan pemukim putih di negeri ini begitu

brutal dan destruktif yang diperkirakan 90 persen dari populasi Indian Amerika

telah hancur pada akhir abad ke-19. Namun seabad kemudian, penduduk yang

meningkat secara dramatis. Bahkan, antara tahun 1980 dan 1990, jumlah Indian

Amerika meningkat hampir 55 persen, dari 1,3 juta menjadi hanya di bawah 2,1

juta, tingkat tertinggi di antara kelompok ras di Amerika Serikat untuk jangka

waktu tertentu (Choney, Benyhill-Paapke, atau Robbins, 1995), dan populasi

diperkirakan akan mencapai 4,3 juta di tahun 2050. Sebagian besar peningkatan

berasal dari orang-orang dengan keturunan ras campuran yang mengidentifikasi

diri mereka sebagai penduduk asli Amerika. Populasi gabungan dari Indian

Page 33: Chapter Report 1

Amerika, Eskimo, dan Aleuts pada tahun 2000 adalah sekitar 2,4 juta, kurang dari

1 persen dari penduduk AS. Populasi ini relatif muda 39 persen saja anggota di

bawah usia 29, dibandingkan 29 persen dari total penduduk AS. (US Bureau of

the Census, 2000).

Istilah Indian, Indian Amerika, penduduk asli Amerika dan digunakan

secara bergantian, mereka merujuk kepada masyarakat adat untuk benua Amerika

Serikat. Istilah Alaska Native (Penduduk Asli Alaska) ini digunakan untuk

merujuk pada Eskimo dan Aleut, yang merupakan bangsa Alaska. Pemerintah

federal telah menetapkan bahwa siapa pun dengan setidaknya 25 persen darah

Indian adalah Indian dan memenuhi syarat untuk manfaat. Lainnya bersikeras

bahwa afiliasi suku adalah ciri khas bangsa Indian. Menurut Trimble (1990), lebih

dari 60 persen dari Indian Amerika adalah warisan campuran, hasil dari

pernikahan antar ras dengan kulit hitam, Hispanik, dan kulit putih.

Penduduk asli amerika dan penduduk asli Alaska sangat beragam:

anggotanya berasal dari 542 kelompok suku dan berbicara lebih dari 150 bahasa

India (Bureau of Indian Affairs, 1993). Lima kelompok terbesar adalah Cherokee

(308.000), Navajo (219.000), Chippewa (104.000), Sioux (103.000), dan Choctaw

(82.000) (US Bureau of the Census, 2000). Sekitar 22 persen orang India lima di

lebih dari 300 pemesanan, 15 persen hidup dalam yurisdiksi suku, desa asli

Alaska, atau wilayah yang ditetapkan suku, dan sekitar 63 persen lima di daerah

pedesaan dan perkotaan (Choney et aL, 1995).

Indian Amerika dan penduduk asli Alaska adalah yang termiskin dari yang

miskin di Amerika Serikat. Beberapa statistik tampaknya mendukung bahwa

penilaian (Atkinson dkk, 1998):

Kematian akibat alkohol pada populasi ini adalah 6 kali lebih besar dari

pada populasi umum, dan terminal sirosis hati adalah 14 kali lebih besar.

Tingkat bunuh diri dua kali rata-rata nasional , dengan masa remaja hingga

dewasa saat risiko terbesar

Page 34: Chapter Report 1

Pendapatan rata-rata orang dalam kelompok ini adalah sekitar 75 persen

lebih sedikit dibandingkan dengan kulit putih.

Pengangguran adalah 10 kali rata-rata nasional.

Kematian bayi setelah tiga bulan pertama kehidupan adalah tiga kali rata-

rata nasional.

Angka putus sekolah dari sekolah yang lebih tinggi dan tingkat pendidikan

yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok etnis lainnya.

Tingkat kenakalan dan penyakit mental jauh melampaui orang-orang dari

sebagian kelompok dalam masyarakat.

Anak-anak dan remaja tampaknya sangat beresiko. Diperkirakan bahwa lebih

dari 34 persen dari anak-anak Indian adalah korban dari penyalahgunaan atau

kelalaian (National Indian Justice Center, 1990). Sebuah sidang Kongres

menemukan bahwa 52 persen dari remaja yang hidup di kota-kota dan 80 persen

dari mereka yang tinggal di reservasi terlibat dalam sedang sampai berat alkohol

atau penyalahgunaan obat, dibandingkan dengan 23 persen dari rekan-rekan

perkotaan non-Indian mereka (LaFromboise, 1998). Seiring dengan tingginya

tingkat kehamilan remaja, satu studi menemukan bahwa sepertiga dari anak

perempuan India melaporkan keinginan bunuh diri (Bee-Gates, Howard-Pitney,

LaFromboise, & Rowe, 1996). Statistik ini seharusnya mengingatkan konselor

sekolah untuk peran penting mereka bisa bermain dalam membantu anak-anak

penduduk asli Amerika dan remaja.

Pola budaya itu ada lebih dari 500 suku Indian diidentifikasi hari ini berbicara

kepada keragaman populasi ini. Namun Helms dan Cook (1999), menjelaskan

karya Locust (1990), yang mengidentifikasi delapan keyakinan dari sebagian

besar warga asli Amerika:

Maha Pencipta adalah kehadiran spiritual mahakuasa yang mengontrol

semua aspek eksistensi.

Manusia adalah gabungan dari roh, pikiran, dan tubuh. Dari tiga

komponen, semangat (“Saya” ) adalah yang paling penting karena ia

Page 35: Chapter Report 1

mendefinisikan esensi dari orang Tubuh fisik, disiapkan oleh individu

orang tua, adalah rumah di mana roh bersemayam. Dan pikiran menengahi

antara roh dan tubuh mirip dengan mediasi ego antara superego dan id.

Orang-orang berbagi kekerabatan spiritual dengan semua makhluk hidup

karena segala sesuatu berasal dengan Pencipta Agung.

Roh adalah. Immortal Ketika tubuh mati (atau "gudang"), semangat terus

mengulangi proses kelahiran - kematian hingga mencapai kesempurnaan

dan bisa kembali ke Pencipta Agung.

Kesehatan adalah keselarasan jiwa, raga, dan pikiran. Harmony

merupakan suatu keadaan yang berasal dari dalam, itu adalah tujuan

individu.

Penyakit adalah gangguan harmoni roh - tubuh-pikiran. Obatnya adalah

untuk mengidentifikasi keadaan apa pun melemah semangat dan

mengambil langkah-langkah untuk memperbaikinya.

Penyakit dapat disebabkan oleh sebab-sebab alamiah atau tidak wajar.

Penyakit alami terjadi ketika salah tidak sengaja atau dengan sengaja

melanggar suatu larangan suku suci tidak wajar penyakit - kecelakaan,

depresi, pemikiran irasional , atau perilaku yang tidak biasa, misalnya -

hasil dari kekuatan jahat yang mengambil bentuk beruang, burung hantu,

atau ular. (Inkarnasi sebenarnya adalah suku tertentu)

Setiap orang bertanggung jawab untuk dirinya atau status kesehatannya

sendiri. Namun, seorang penyembuh yang mengakui keterkaitan dari tiga

serangkai manusia (jiwa, raga, dan pikiran) sering dapat membantu

individu memulihkan harmoni setelah hilang.

Perbedaan yang mencolok antara keyakinan penduduk asli Amerika dan

penduduk kulit putih Eropa Amerika sebenarnya sangat mencolok. Hal ini sedikit

mengherankan bahwa banyak penduduk asli Amerika menemukan diri mereka

dipaksa untuk memilih antara asimilasi ke dalam budaya dominan atau penolakan

dari budaya dominan. Dan itu sedikit mengherankan bahwa konflik budaya yang

tercermin dalam hubungan antara konselor sekolah-siswa. Ini adalah masalah

Page 36: Chapter Report 1

tertentu dengan anak-anak membuat transisi ke sekolah menengah saat banyak

mulai mempertanyakan kebutuhan untuk sekolah (Wood & Clay, 1996). Fokus

pada saat ini di kalangan penduduk asli Amerika mungkin akan sulit bagi siswa

untuk memahami nilai masa depan pendidikan. Untuk konselor sekolah bekerja

dengan individu siswa, tugas ini adalah untuk menghubungkan nilai pendidikan

dengan nilai-nilai yang lebih relevan dengan budaya India-misalnya, berbagi,

kerjasama, dan harmoni dengan alam. Pada skala yang lebih besar, konselor dapat

bekerja menuju perubahan sistemik, seperti pengenalan kurikulum bikultur yang

relevan.

Tabel 6.5 Proses Perolehan Budaya-Kedua bagi Penduduk asli Amerika:

Warisan Budaya yang Konsistensi dan Ketidakkonsistenan

Ciri Warisan Budaya yang Konsisten

Penekanan pada komunikasi nonverbal, terbatas kemampuan bahasa Inggris

Sosialisasikan hanya dengan Indian lainnya, kontak terbatas dengan non India

Keterampilan akademik Tertinggal atau terbatas

Sedikit nilai ditempatkan pada pendidikan

Penilaian perilaku dalam hal dampaknya terhadap suku dan keluarga diperpanjang

Kesulitan menetapkan tujuan jangka panjang

Menempatkan nilai positif pada pengendalian emosi

Lokus eksternal tanggung jawab sebagai akibat dari paternalisme pemerintah

Terbiasa dengan harapan budaya dominan

Ciri Warisan Budaya yang Tidak Konsisten

Menyangkal dan tidak memiliki kebanggaan menjadi penduduk asli Amerika

Merasakan tekanan untuk mengadopsi nilai-nilai budaya yang dominan

Merasa bersalah karena tidak tahu atau berpartisipasi dalam budaya India

Memegang pandangan negatif dari penduduk asli Amerika

Bisa menderita kurangnya dukungan atau sistem kepercayaan

Page 37: Chapter Report 1

Akulturasi antara penduduk asli Amerika Sebuah merupakan sejarah

panjang kekejaman dan pengkhianatan dan genosida telah meninggalkan

penduduk asli Amerika curiga dan marah dengan Putih budaya. Bahkan pilihan

mereka saat ini memperkuat perasaan itu. Ketika Indian Amerika memilih untuk

tinggal di luar reservasi, mereka dipaksa untuk mengasimilasi, ketika rasa hormat

yang mendalam untuk tradisi mereka membuat mereka reservasi, mereka

terpinggirkan tidak heran bahwa adaptasi budaya untuk kelompok ini orang penuh

dengan konflik.

Zitkow dan Estes (1981) mengemukakan bahwa akulturasi dari penduduk

asli Amerika hasil sepanjang kontinum. Pada salah satu ujung kontinum yang

adalah konsistensi warisan, kepatuhan terhadap tradisi kesukuan. Di lain adalah

inkonsistensi warisan, penolakan terhadap tradisi kesukuan. Tabel 6.5 daftar

karakteristik yang menandai setiap akhir kontinum.

Penduduk asli Amerika yang memiliki karakteristik dari kedua kelompok

telah beradaptasi menjadi lebih mendekati budaya yang dimiliki penduduk ras

kulit putih dan mengisi suatu tempat di tengah-tengah kontinum. Bentuk adaptasi

parsial ini tidak harus bingung dengan bikulturalisme, karena bentuk adaptasi

parsial ini adalah kemampuan untuk hidup nyaman dalam dua budaya. Dalam hal

pengembangan identitas ras/budaya baik Model Helms (1990b, 1995) yang

mengemukakan model untuk orang kulit berwarna dan Model MID Atkinson et al

(1998) dapat diterapkan untuk penduduk asli Amerika.

C. MEMPROMOSIKAN PRESTASI AKADEMIK SISWA MINORITAS:

STUDI KASUS

Dan Smith, seorang guru matematika yang berpengalaman, datang ke Rachel

Goodwin, konselor sekolah kelas sembilan, untuk berbicara tentang salah seorang

muridnya, Carlos Martinez. Dia mengatakan bahwa Carlos belum siap untuk

sembilan kelas aljabar, bahwa anak itu termasuk dalam remedial matematika. Mr

Smith melanjutkan dengan mengatakan bahwa ia telah meminta Carlos untuk

datang untuk bantuan tambahan, tetapi Carlos belum membuat janji. "Saya pikir

Page 38: Chapter Report 1

ia tidak akan mampu mengikuti kelas ini dan pada akhirnya ia hanya akan

mendapatkan nilai gagal." Mr Smith merasa terganggu oleh kemungkinan ini

karena ia tahu bahwa kegagalan bisa memperlambat pencapaian pendidikan

Carlos, dan ia menyadari tingkat drop out tinggi di kalangan Hispanik yang gagal

di sekolah. Namun, ia menegaskan, dia tidak bisa memperlambat siswa lainnya di

dalam kelas hanya karena satu siswa, sehingga dalam kepentingan terbaik dari

semua yang Carlos dipindahkan ke kelas remedial.

Ms Goodwin relatif baru dalam pekerjaannya, dan ia merasa sedikit

terintimidasi oleh Mr Smith, seorang guru veteran yang dihormati. Di sisi lain,

pelatihan itu telah membuatnya menyadari konsekuensi jangka panjang

menempatkan siswa dalam perbaikan matematika. Ya, Carlos mungkin akan

mendapatkan kelas yang lebih tinggi tapi dia juga tahu itu mungkin berarti dia

mendapatkan catatan prestasi matematika yang rendah, yang dapat menutup

kesempatan pendidikan dan pekerjaan di masa depan. Asumsi dasar, kemudian,

adalah bahwa mengingat kondisi yang tepat, membiarkan Carlos bisa belajar

aljabar. Dia mengumpulkan keberanian untuk mengatakan bahwa Mr Smith dan

kemudian menyarankan bahwa ia melihat lebih jauh ke dalam situasi Carlos

sebelum tiupan kelasnya

Mr Smith tampak terkejut dengan tanggapannya: "Saya tidak bisa ingat kapan

terakhir kali konselor sekolah tidak setuju dengan saya," katanya.

Ms Goodwin mungkin masih muda, tapi dia tahu pentingnya menjaga

hubungan kerja yang baik dengan guru. Dia tidak melawan, tapi dia tidak

mundur. Sebaliknya ia dinegosiasikan: "Mr Smith, biarkan aku memiliki satu

minggu untuk menilai sejarah sosial dan pendidikan Carlos sebelum kami

membuat keputusan. Apakah itu adil? "

Mr Smith enggan setuju. Tapi dia meninggalkan kantor konselor dengan

menggelengkan kepalanya.

Ms Goodwin merasa baik tentang intervensi nya dengan guru matematika, dia

merasa kurang baik tentang bekerja ekstra dia telah memberikan dirinya sendiri.

Ini akan lebih mudah saya hanya mengubah kelas carlos '. Tapi dia menyisihkan

tumpukan folder di mejanya menarik rekor Carlos 'di komputer-nya, dan mulai

Page 39: Chapter Report 1

bekerja. Carlos menunjukkan nilai rata-rata, dengan sedikit penurunan di kelas

matematika saat sekolah menengah, tapi komentar dari seorang guru kelas enam

tertangkap Ms Goodwies: "Carlos tampaknya melakukan dan belajar lebih baik

dalam kegiatan kelompok . Sebagian besar guru-gurunya mencatat bahwa Carlos

adalah menyenangkan dan bukan masalah perilaku.

Catatan juga memberikan penjelasan singkat mengenai situasi keluarga

Carlos. Dia adalah yang tertua dari enam bersaudara, semua yang dibesarkan oleh

ibu mereka, keluarga telah tiba dari Puerto Rico lima tahun sebelumnya.

Ketika dia selesai meninjau catatan Carlos ', Ms Goodwin mengirim catatan

ke kelas meminta Carlos untuk datang menemuinya selama periode makan siang.

Ketika ia masuk ke kantornya, ia tampak malu dan jelas gugup, takut bahwa ia

sedang dalam kesulitan. Ms Gooddwin menjelaskan kepada Carlos bahwa dia

ingin tahu tentang kelas matematika, bahwa Mr Smith datang ke kantor untuk

berbicara tentang kemajuannya.

"Saya tidak suka matematika." Kata Carlos. Kemudian ia menambahkan.

"Dan aku tidak suka Mr Smith. Dia selalu meminta saya atau memaksa saya ke

papan tulis ketika saya tidak tahu jawabannya "Carlos mengakui bahwa ia sering

merasa malu di kelas aljabar dan meminta Ms Goodwin jika dia bisa mengganti

kelasnya ke tingkat yang lebih mudah.

Ms Goodwin langsung mengenali tanda-tanda harga diri rendah dan

ketidakberdayaan yang dikembangkan Carlos. Ini akan sangat mudah hanya

untuk mengubah kelas Carlos. Tapi itu terlalu cepat, katanya dalam hati.

Sebaliknya ia mulai menjelaskan kepada Carlos pentingnya belajar aljabar,

bagaimana telah dikaitkan dengan skor SAT yang lebih tinggi dan kemampuan

untuk melakukan operasi kompleks banyak diminta oleh pasar kerja saat ini.

Carlos tidak terkesan. "Saya tidak berencana untuk pergi ke perguruan

tinggi." Dia mengatakan.

"Tapi bahkan jika Anda memutuskan untuk tidak pergi ke perguruan tinggi,

Carlos, aljabar dapat membantu Anda mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Itu alasan yang cukup bagi kami untuk mencoba untuk membuat Anda di kelas

Mr Smith. "

Page 40: Chapter Report 1

Kemudian Ms Goodwin menata dan menjelaskan rencananya untuk Carlos:

"Bagaimana bila seperti ini? Klub matematika bertemu sepulang sekolah dan

memiliki tutor yang bekerja dengan dua atau tiga siswa pada suatu waktu.

Sebagian besar anak-anak Hispanik, sehingga klub juga berencana kegiatan di

sekitar budaya Latin. "Ms Goodwin beralasan bahwa les kelompok kecil akan

menjadi cara yang paling efektif untuk memperbaiki nilai matematika Carlos itu,

dan bahwa kegiatan klub akan membantu meningkatkan harga diri nya.

Dia melanjutkan: "Juga, saya akan bicara dengan Mr Smith dan bertanya

kepadanya tentang kemungkinan Anda melakukan pekerjaan kelompok yang

lebih di kelas. Dan saya akan menyarankan bahwa akan memanggil Anda hanya

ketika ia cukup yakin Anda tahu jawabannya. Dan hanya untuk memastikan

bahwa masalah Anda dengan matematika tidak ada hubungannya dengan

ketidakmampuan belajar, aku akan meminta Anda untuk melihat psikolog

sekolah untuk pengujian. Bagaimana menurut Anda? "

"Oke," jawab Carlos. "Tapi aku tidak bisa melakukan hal setelah sekolah.

Aku punya pekerjaan paruh waktu setelah sekolah, saya bekerja di sebuah pompa

bensin jam empat sore untuk membantu ibuku."

Ms Goodwin merasa binging, yang les dan kegiatan setelah jam sekolah

adalah bagian penting dari rencana. Dia akan untuk datang dengan sesuatu yang

lain yang akan membantu Carlos secara akademis dan emosional tapi itu akan

mengakomodasi kesetiaannya dan tanggung jawab untuk keluarganya. Lalu ia

teringat surat yang telah datang di mejanya beberapa hari sebelum: sebuah

perusahaan teknologi lokal mulai semacam program magang pada hari Sabtu bagi

siswa yang diperlukan untuk bekerja dan ingin belajar teknologi komputer. Dia

menemukan surat di tumpukan to-do di mejanya jahitan dan kemudian

menyerahkannya kepada Carlos untuk membaca.

"Ini mungkin jawabannya," katanya, "Carlos, saya pikir Anda akan

memenuhi syarat untuk program ini, dan jika Anda melakukannya, Anda bisa

mendapatkan hampir sebanyak pada hari Sabtu karena Anda bekerja empat hari

seminggu di pom bensin, "

Page 41: Chapter Report 1

Carlos tampak ragu-ragu: "Saya harus berbicara dengan ibu saya tentang hal

itu."

"Mungkin aku bisa membantu. Apakah akan baik-baik saja bagi saya untuk

menelepon dan berbicara dengannya? "

"Tentu, tapi dia tidak berbicara bahasa Inggris."

"Jangan khawatir. Aku berbicara sedikit bahasa Spanyol dan kami akan

menemukan cara untuk berkomunikasi. Sekarang mari kita menjadwalkan

pertemuan kami berikutnya dan aku akan menindaklanjuti dengan psikolog

sekolah "

Setelah itu, Carlos pergi, Ms Goodwin membuat panggilan untuk ibunya.

Dalam bahasa Spanyol yang patah-patah, ia memperkenalkan dirinya, dengan

cepat menjelaskan kepada Senora Martines yang takut bahwa Carlos sedang

dalam kesulitan, dan menjelaskan bahwa ia berdosa * ingin membahas

bagaimana Carlos bisa berbuat lebih baik di sekolah. Dia selesai dengan meminta

ibu Carlos untuk datang ke sekolah untuk pertemuan, di mana seorang

penerjemah bisa membantu mereka bicara.

Senora Martinez jelas ingin membantu, tapi dia menjelaskan bahwa hal itu

sangat sulit baginya untuk meninggalkan apartemen. Dia punya tiga anak kecil di

rumah. Dan salah satunya mengidapsakit kronis.

"Puedo visitar su casa?" ("Bisakah aku datang ke rumahmu?") Tanya Ms

Goodwin. Senom Martinez menanggapi mudah. "Como nol Con eso, tidak ada

problema! ("itu tidak masalah!") Dan mereka menetapkan tanggal dan waktu.

Ms Goodwin tersenyum saat dia menulis sendiri catatan untuk meminta Sam

Rosario, asisten guru yang dibesarkan di lingkungan dan berbicara bahasa

Spanyol dengan lancar, untuk menjadi penerjemah pada pertemuan dengan ibu

Carlos.

Konsultasi dengan Guru

Tantangan Ms Goodwin dihadapi dalam studi kasus kami melampaui Carlos,

siswa. Integral dari proses membantu dia sedang berinteraksi dengan gurunya.

Hubungan konselor-guru selalu penting ketika seorang siswa mengalami

Page 42: Chapter Report 1

permasalahan-permasalahan akademik. Hal ini bahkan lebih penting ketika siswa

adalah anggota dari kelompok minoritas.

Bahwa ada dasar budaya untuk belajar dan kepribadian berarti konselor

sekolah harus peka terhadap konflik antara gaya mengajar tradisional Eropasentris

dan cara siswa yang dari budaya lain tersebut belajar. Vazquez (1998)

menyarankan prosedur tiga langkah untuk mengadaptasi instruksi untuk ciri-ciri

budaya (Gambar 6.2). Dalam modelnya, guru pertama mengidentifikasi sifat

siswa, kemudian meminta serangkaian pertanyaan tentang isi, konteksnya, dan

modus instruksi yang dapat diubah untuk mengatasi sifat mahasiswa dan akhirnya

mengembangkan strategi pembelajaran baru berdasarkan jawaban kepada mereka

pertanyaan. Konselor sekolah dapat memainkan peran dalam setiap langkah dari

prosedur, terutama dengan membantu guru mengidentifikasi ciri-ciri budaya siswa

dan kemudian membantu mereka menemukan cara-cara untuk beradaptasi konteks

dan mode instruksi kepada sifat-sifat.

Tentu saja, efektivitas konselor disini bertumpu pada hubungan dia telah

dengan guru. Ms Goodwin sangat menyadari kebutuhan untuk membangun dan

memelihara hubungan kerja yang baik dengan Mr Smith. Di sisi lain, dia merasa

perlu untuk menantang solusi Mr Smith: menempatkan Carlos di kelas

matematika remedial. Metode ia memilih adalah negosiasi, dia tawar-menawar

untuk beberapa waktu untuk belajar tentang Carlos sebelum membuat keputusan.

Mr Smith terkejut bahwa dia tidak setuju dengan dia firom awal tapi ia berhasil

untuk mengadvokasi mahasiswa tanpa mengasingkan guru.

Kuncinya untuk hubungan masa depan Ms Goodwin dengan Mr Smith dan

kerjasama bersedia di intervensi untuk Carlos terletak pada kemampuannya untuk

datang dengan sebuah rencana yang baik untuk Carlos dan yang masuk akal untuk

Mr Smith. Setiap kolaborasi konselor-guru harus dimulai dengan asumsi bahwa

pihak lain berkomitmen untuk membantu siswa. Jika komitmen itu ada dan

intervensi adalah suara, baik konselor dan guru harus datang jauh dari proses

dengan menghormati satu sama lain.

Page 43: Chapter Report 1

Prosedur Tiga Langkah Instruksi untuk Istilah Budaya

Langkah 1

Guru mengamati / mengidentifikasi ciri-ciri

siswa

Langkah 2

Sifat dilewatkan melalui "filter" dari tiga

pertanyaan untuk mengidentifikasi aspek pengajaran (konten/isi, konteks, mode) harus

terpengaruh.

Langkah 3

Guru menyampaikan / menulis strategi

pembelajaran baru

1. Carlo sangat khawatir tentang menyenangkan keluarganya.

Isi:

a. Apakah ada aspek dari sifat menunjukkan jenis bahan mengajar?

Konteks:

b. Apakah ada aspek dari sifat tersebut menyarankan fisik pengaturan psikologis saya harus membuat di dalam kelas?

Mode:

c. Apakah ada aspek dari sifat tersebut menunjukkan cara di mana saya harus mengajar?

1. Aku akan memberitahu Carlos bahwa saya akan memberitahu orang tuanya ketika ia tidak bekerja benar-benar baik. (Carlos harus bekerja dengan susah payah dan harapan sehingga baginya konteksnya berubah)

2. Sammy dan Joanna tampak tertarik ketika diberi kerja individual dan lebih "dihidupkan" saat berinteraksi dengan orang lain.

2. Aku akan memberikan lebih banyak kegiatan yang memungkinkan Sammy dan Joanna untuk bekerja pada proyek dengan orang lain dalam kelompok-kelompok kecil. (Mode berubah sejak sarana instruksi telah bergeser untuk memasukkan lebih stident input)

3. Ben tampaknya terintimidasi dan malu

3. Aku akan meminta Ben pertanyaan di

Page 44: Chapter Report 1

ketika saya mengajukan pertanyaan yang dia tidak tahu jawabannya.

kelas yang saya cukup yakin dia bisa menjawabnya dengan benar, dan bekerja dengan dia secara individu di daerah-daerah di mana ia kurang berpengetahuan. (Strategi ini mempengaruhi baik modus instruksi dan konteks psikologis bagi Ben)

4. Charlotte lebih baik ketika saya mengajar materi melibatkan orang-orang yang berinteraksi dengan satu sama lain.

4. Aku akan mengajarkan konsep-konsep matematika yang lebih dalam contenxt orang berurusan dengan satu sama lain, seperti dalam pembelian, menginjak, pinjaman. (Mode pada dasarnya berubah sesuai gaya pilihan Charlotte pembelajaran)

Konseling Mahasiswa

Ms Goodwin melakukan pekerjaan yang baik dari negosiasi waktu untuk

penilaian Carlos sebelum membuat keputusan yang dapat memiliki konsekuensi

serius bagi masa depannya. Dan dia benar untuk memulai penilaian nya dengan

catatan-catatan sekolah yang merupakan sumber informasi yang berharga, tidak

hanya pada prestasi, tetapi juga pada keluarga latar belakang, hasil tes psikologi,

dan penilaian guru terhadap siswa. Dalam hal ini, Ms Goodwin menemukan

catatan yang menyarankan Carlos bekerja terbaik dalam kelompok kecil. Bahkan,

penelitian menunjukkan bahwa Hispanik, terutama mereka dengan tingkat yang

lebih rendah dari akuisisi budaya kedua, mencapai yang lebih baik dalam

Page 45: Chapter Report 1

pengaturan kelompok (Avellar & Kagan, 1976; Concha, Garcia, & Perez, 19751

Vazquez, 1979.).

Dalam pertemuannya dengan Carlos, Ms Goodwin tidak langsung

menjelaskan kepada Carlos mengenai harga diri rendah dan ketidakberdayaan

yang dipelajarinya. Tapi reaksi awal Ms Goodwin adalah menempatkan dia di

kelas matematika remedial memberitahu dia untuk masalah lain: kontrol lokus

eksternal Carlos. Anak itu percaya bahwa nasibnya bertumpu pada kekuatan luar

dirinya. Budaya kulit putih Eropa-Amerika memiliki orientasi IC-IR: kontrol

individual dan bertanggung jawab atas perilaku sendiri. Jika Ms Goodwin telah

dikenakan orientasi ini pada Carlos. dia hanya akan menasihati dia untuk bekerja

lebih keras pada matematika (DW Sue & Sue, 1999). Tapi Ms Goodwin mengakui

bahwa ketika Carlos memintanya untuk mengubah, ia berkata, "Aku tidak bisa

melakukan apa-apa tentang masalah saya dalam matematika." Sebuah locus of

control eksternal adalah terlalu umum di antara siswa minoritas, terutama mereka

yang tinggal di kondisi sosial ekonomi yang buruk. Jadi konselor berjanji untuk

berbicara dengan Mr Smith untuk mengubah beberapa aspek dari lingkungan

kelas Carlos. Ia berharap Cados akan merespon kondisi pembelajaran berubah

dengan upaya yang baik untuk meningkatkan keterampilan aljabar.

Konsultasi dengan Orang Tua

Konsultasi dengan orang tua memberikan informasi berharga tentang

sejarah psikososial anak, yang lebih penting, melibatkan orang tua dalam

pendidikan anak mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa keterlibatan orang

tua dalam pendidikan anak mereka, menciptakan lingkungan belajar yang

postitive di rumah, dan harapan akademik positif memiliki dampak yang

signifikan terhadap prestasi siswa (Henderson, 1987). Tapi ketika orang tua

imigran, miskin, atau orang kulit berwarna, membuat mereka terlibat dalam

sebuah kolaborasi dengan sekolah dapat menantang.

Dalam kasus Senora Martinez, ibu Carlos, ada dua masalah: logistik dan

komunikasi. Ini bisa sulit jika tidak mustahil untuk berpenghasilan rendah tunggal

Page 46: Chapter Report 1

orang tua untuk menghadiri sebuah konferensi di sekolah. Mudah bagi personil

sekolah untuk mengatakan bahwa orang tua ini tidak peduli tentang pendidikan

anaknya. Tapi itu jarang terjadi. Sebagai contoh, satu studi menemukan bahwa

orang tua siswa Hispanik pada risiko gagal di sekolah memiliki aspirasi

pendidikan tertinggi untuk anak-anak mereka dibandingkan dengan orang tua

yang berisiko Anglo, siswa, sukses Anglo, siswa, dan mahasiswa Hispanik sukses

(cam, Furlong, Carranza, Solber, & Jamaika, 1986). Namun, ketika orang tua

yang sama ditanya tentang harapan yang realistis mereka (versus aspirasi) untuk

anak-anak mereka, 43 persen mengatakan ijazah sekolah tinggi, 85 persen dari

orang tua siswa Anglo sukses dan 79 persen dari orang tua siswa Hispanik sukses

diharapkan anak-anak mereka untuk mendapatkan setidaknya gelar sarjana.

Temuan ini menunjukkan bahwa orang tua minoritas peduli tentang pendidikan

anak-anak mereka, lebih atas, mereka menunjukkan pentingnya sekolah konselor

mendorong orang tua siswa beresiko untuk memegang harapan tinggi untuk anak-

anak mereka.

Dalam studi kasus, Ms Goodwin tidak menampik ketidakmampuan Senora

Martinez untuk datang ke sekolah sebagai bukti bahwa dia tidak peduli tentang

pendidikan anaknya, melainkan ia menanggapi realitas situasi Senora Martinez

dengan menawarkan untuk mengunjunginya di rumah. Fleksibilitas semacam ini

pada bagian dari konselor sekolah dapat penting untuk membantu siswa minoritas

mencapai akademis.

Ketika saya bekerja sebagai konselor sekolah di kalangan Latin yang sangat miskin, lingkungan, saya sering mengadakan pertemuan orang tua di kamar masyarakat kompleks apartemen besar di mana siswa banyak sekolah lain hidup. Fleksibilitas yang meningkatkan Keterlibatan orang tua tunggal, juga membahas masalah lain, orang tua intimidasi dari budaya nondominant sering mengalami di sekolah yang dioperasikan oleh budaya yang dominan. Saya menemukan bahwa diferensial kekuasaan antara orang tua dan sekolah berkurang secara substansial ketika saya bertemu dengan orang tua di tempat yang asing bagi mereka.

Ketika orang tua tidak berbicara bahasa Inggris dan konselor tidak berbicara

bahasa mereka, jelas ada akan menjadi masalah komunikasi. Masalah yang lebih

halus adalah kontratransferensi atau kecenderungan untuk memandang rendah

Page 47: Chapter Report 1

mereka yang tidak berbahasa Inggris (DW Sue & Sue, 1999). Idealnya konselor

sekolah yang bekerja di lingkungan multikultural harus belajar bahasa kelompok

terbesar dari siswa minoritas yang mereka layani. Jika itu tidak layak, mereka

setidaknya harus belajar beberapa kata sehingga mereka dapat membangun

koneksi langsung kepada orang tua siswa mereka. Itulah yang Ms Goodwin

lakukan ketika dia menggunakan Spanyol yang terbatas untuk menelepon Senora

Martinez, membuat sambungan Tapi ketika dia benar-benar mengunjungi rumah

untuk berbicara dengan ibu Carlos, Ms Goodwin berencana untuk membawa

penerjemah. Mr Rosario adalah pilihan yang baik: ia berbicara Spanyol lancar dan

ia dibesarkan di lingkungan, yang berarti Ms Goodwin tidak akan harus

menavigasi daerah asing sendirian.

Jaringan Komunitas 

Penelitian menunjukkan kelompok imigran, khususnya Amerika Hispanik,

memanfaatkan jaringan informal untuk mengakses layanan dan membangun

hubungan (De LaRos, 1998; Delgado, 1997,1998; Delgado & Humm-X) elgado,

1982). 

Ketika saya menjadi seorang konselor sekolah di Bronx Selatan, banyak

keberhasilan, saya telah bekerja dengan orang tua berasal dari pemimpin jaringan

komunitas yang terlibat di dalam gereja, organisasi pelayanan sosial, dan

kelompok pemuda. Orang-orang ini telah memiliki kepercayaan dari masyarakat,

dan saya mengandalkan mereka untuk membantu saya mendapatkan kepercayaan

orang tua dan berkolaborasi untuk membantu anak-anak mereka. Satu orang yang

saya ingat khususnya adalah seorang imam Katolik setempat, Pastur Joe (el Padre

Jose), yang sering mengunjungi sekolah dan menikmati huubungan dekat dengan

kepala sekolah. Beberapa anggota staf membenci kehadirannya, tapi saya

memutuskan untuk meminta dia untuk menjadi bagian dari jaringan saya.

Sebagian besar orang dalam populasi masyarakat Latin di lingkungan tersebut

adalah Katolik, jadi saya pikir bantuan Pastor Joe bisa sangat berharga. Meskipun

isu-isu tertentu dari jaminan kerahasiaan harus dihormati, ketika Pastor Joe

membantu dengan sejumlah intervensi sensitif untuk siswa dan keluarga mereka. 

Page 48: Chapter Report 1

Ketika Ms Goodwin meminta Mr Rosario untuk mengunjungi rumah

Martinez dengannya, pada dasarnya dia membentuk jaringan komunitas untuk

membantu Carlos. Para manajer perusahaan teknologi lokal, salah magang pada

hari Sabtu, juga akan menjadi bagian dari jaringan yang mengharuskan Carlos

mulai bekerja di sana. Seiring waktu, Ms Goodwin menjadi lebih terlibat dalam

masyarakat setempat-suatu keharusan bagi konselor sekolah -dia akan

menambahkan orang lain dengan keterampilan ke jaringan lain dia bisa

mengandalkan semua siswanya. 

D. MEMPROMOSIKAN KESADARAN MULTIKULTURAL 

Konselor sekolah, karena pelatihan mereka dan kepekaan mereka terhadap

isu-isu keragaman, secara khusus dilengkapi dengan baik untuk meningkatkan

kesadaran multikultural di sekolah. Seringkali proses ini tidak resmi, hanya

memperkenalkan isu-isu ras dan budaya ke dalam percakapan dengan guru dan

anggota staf lain. Kuncinya adalah untuk menjadi pengetahuan tapi tidak

mengancam. Tetapi yang lebih penting daripada pemberian kesempatan oleh

pertemuan individu adalah kesempatan untuk mengembangkan program untuk

mempertinggi multikultural seluruh sekolah. 

LS Johnson (1995) mengusulkan bahwa konselor sekolah membantu

membangun dewan penasehat multikultural dalam sistem sekolah yang diisi

dengan mengidentifikasi isu keragaman. Dewan ini harus mewakili bagian-lintas

dari kelompok ras dan etnis dan fungsi (adrninistrator, guru, orang tua, siswa, dan

tokoh masyarakat). Setelah dewan mengidentifikasi bidang yang menjadi

perhatian, para anggota dapat mulai menetapkan tujuan dan sasaran serta rencana

kegiatan untuk pertemuan mereka. Misalnya, perkiraan dewan adalah untuk

memperhatikan tentang multikultural antara anggota staf sekolah. Dewan

mungkin merekomendasikan serangkaian pengembangan workshop staf oleh

otoritas pada multikulturalisme. Workshop ini bisa memiliki tujuan dua dimensi:

pengetahuan diri dan pengetahuan orang lain. Melalui latihan ras-identitas, guru

dan anggota staff lain dapat memahami dinamika kekuasaan diferensial antara ras

dan etnis. Selain itu, mereka harus mendapatkan pengetahuan budaya yang lebih

Page 49: Chapter Report 1

baik dari yang mereka kerjakan. Untuk dewan untuk melakukan pekerjaan yang

efektif, harus disetujui dan didukung oleh kepala sekolah dan mungkin dari

pengawasan dari pemerintahan. Perlawanan harus diharapkan dari guru dan

anggota staf sekolah lainnya, yang pada akhirnya tidak berbeda dari masyarakat

ketika ditanya masalah ujian keragaman isu dalam diri mereka sendiri dan sistem

di mana mereka bekerja. 

Sejumlah intervensi asing dapat membantu siswa bekerja melalui isu-isu

multikultural. Johnson menyarankan mediasi konflik dan program mediasi teman

sebaya untuk memberikan siswa alternatif kekerasan untuk menyelesaikan konflik

rasial. Konseling kelompok kecil dan unit bimbingan kelompok besar adalah

modalitas yang sangat baik untuk mengembangkan kesadaran

multikultural. Komposisi kelompok-kelompok kecil harus ras dan etnis yang

beragam, dan siswa harus memiliki kesempatan untuk berbagi warisan mereka

dengan satu sama lain. Kurikulum untuk program kelas harus memberikan waktu

bagi siswa untuk memecah menjadi kelompok-kelompok kecil untuk diskusi dan

berbagi. Untuk memimpin kelompok-kelompok, konselor dapat membentuk tim

multikultural terdiri dari anggota staf profesional dan non-profesional yang sangat

tertarik pada isu-isu multikultural (T. Robinson, 1992). 

Selama bertahun-tahun saya sebagai konselor sekolah, saya terus-menerus

mencari cara untuk mencapai siswa sebanyak mungkin dengan menggunakan tim

multikultural. Saya sangat bangga satu program saya dikembangkan pada sekolah

menengah (Kelas 5 sampai 8). Saya bekerja dengan sekelompok siswa kelas

delapan yang kemudian akan mentor untuk kelas lima, untuk membantu mereka

menyesuaikan diri dengan sekolah. Program mentor adalah bagian dari kurikulum

bimbingan untuk siswa kelas lima. 

Konselor sekolah dapat kewalahan oleh beban kasus besar dan tantangan

untuk mencapai semua siswa di sekolah, atau mereka dapat menemukan cara-cara

kreatif memanfaatkan sumber daya lain di sekolah untuk memperbanyak layanan

mereka. Alih-alih berpikir bahwa mereka harus menyediakan semua layanan

kepada semua siswa, konselor sekolah harus menganggap diri mereka sebagai

koordinator program (Gysbers & Henderson, 2000), yang bekerja sama dengan

Page 50: Chapter Report 1

orang lain dan mengawasi di sekolah untuk memberikan layanan konseling

paraprofessional. 

Akhirnya, mustahil untuk meningkatkan multikulturalisme di sekolah

tanpa pendidikan orang tua (LS Johnson, 1995). Kami berbicara sebelumnya

tentang strategi untuk melibatkan minoritas orang tua dalam pendidikan anak-

anak mereka. Sebuah tantangan yang lebih besar dapat bekerja dengan orang tua

dari budaya yang dominan untuk membantu mereka menghargai populasi di

sekolah anak-anak mereka dan cara keragaman dapat memperkaya pembelajaran

dan perkembangan anak-anak mereka. Tentu saja, banyak orang tua yang bisa

mendapatkan manfaat dari pemahaman tentang keragaman tidak longer.send

anak-anak mereka ke sekolah-sekolah umum, mereka telah membuat keputusan

pendidikan atas dasar ras. 

Seorang mahasiswa pascasarjana ras Kulit Putih selalu bersekolah di

sekolah ras yang beragam. Dia mengatakan baru-baru ini bahwa ia terganggu oleh

fakta bahwa anak-anaknya sendiri, karena di daerah yang dijadikan tempat tinggal

keluarganya, mungkin akan menghadiri sekolah yang didominasi Kulit Putih. Dia

meratapi fakta bahwa anak-anaknya tidak akan memiliki pengalaman

multikultural di sekolah, bahwa mereka akan kehilangan sesuatu yang sangat

berharga. 

Bagaimana konselor sekolah menjalankan program keragaman kesadaran

bagi orang tua? Sementara siswa belajar dalam kelompok kecil dan ruang kelas,

konselor sekolah dapat menyelenggarakan workshops untuk orang tua tentang

budaya yang berbeda yang diwakili sekolah. Ini masuk akal untuk mengajar

anak-anak tentang apresiasi multikultural jika orangtua mereka membuat

komentar rasis di rumah. 

Mendasari diskusi ini, mempromosikan multikulturalisme di kalangan

guru, pelajar, dan orang tua adalah asumsi bahwa Identitas rasial konselor sekolah

sendiri dikembangkan dengan tinggi, dan hati dan jiwa mereka berkomitmen

untuk membantu orang lain memahami keragaman budaya sebagai sumber

pengayaan 

Page 51: Chapter Report 1

PERSIAPAN POSTSECONDARY 

Persiapan postsecondary siswa dari latar belakang budaya minoritas

menyajikan tantangan khusus. Seringkali siswa tersebut kurang memiliki panutan

dan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana untuk mempersiapkan

kehidupan setelah sekolah tinggi. Konselor sekolah dapat memainkan peran

penting dengan para siswa dengan menyediakan informasi yang akurat dan

menunjukkan kepada mereka bagaimana aspirasi mereka bisa menjadi kenyataan. 

Kebutuhan Informasi yang Akurat 

Seorang mahasiswa Honduras kelas delapan datang ke kantor saya untuk

membahas rencana kariernya. Dia bilang dia ingin menjadi seorang

dokter anak. Tanpa pikir panjang, dan dengan seksisme yang dimiliki.

Saya bertanya jika dia benar-benar mengerti dokter medis atau apakah

yang dia maksud adalah seorang perawat pediatrik. Dia menjawab

dengan tegas: bukan perawat. . Seorang dokter medis "Dan kemudian,

hampir dalam napas yang sama, ia menambahkan:" Tapi aku tidak ingin

pergi ke perguruan tinggi dalam empat tahun ". 

Realitas ini memiliki banyak hubungannya dengan mempersiapkan siswa

dari kelompok berpenghasilan rendah dan minoritas untuk kehidupan setelah

SMA. Beberapa siswa, seperti anak kelas delapan yang ingin menjadi dokter anak,

membuat tidak ada ruang untuk realitas dalam rencana mereka untuk masa

depan. Masalahnya tidak begitu banyak bahwa mereka menyangkal realitas,

melainkan lebih kurangnya informasi yang akurat dan paparan model peran

kehidupan nyata. Mahasiswa Honduras saya mungkin melihat seorang dokter

anak di acara TV. Dia mungkin tidak pernah ke kantor dokter atau bertemu

dengan seorang dokter yang bisa menjelaskan tahun persiapan akademik yang

terlibat untuk menjadi seorang dokter anak. Siswa minoritas lain melihat realitas

dengan sangat jelas. Kesukaran kehidupan sehari-hari mereka membuat mereka

merasa putus asa tentang masa depan. 

Page 52: Chapter Report 1

Hal ini penting, kemudian, bahwa konselor sekolah, terutama di sekolah

dasar, mengekspos siswa minoritas untuk orang-orang nyata melakukan berbagai

pekerjaan nyata. Yang sama pentingnya adalah kunjungan ke kampus, di mana

anak-anak yang lebih muda dapat berbicara dengan siswa dan professor atau dua. 

Seorang teman saya baru-baru ini bercerita tentang anaknya. Kembali di

kelas tujuh anak itu mengunjungi Notre Dame. Sejak saat itu, teman saya

berkata, ia tidak pernah berjuang dengan anaknya tentang melakukan

pekerjaan rumah. Tahun lalu, pemuda itu diterima masuk awal untuk

Notre Dame. 

Konselor sekolah bekerja dengan siswa dari budaya minoritas harus

merangsang para siswa tentang peluang karir mereka dan menyediakan mereka

dengan informasi yang akurat tentang pekerjaan yang terlibat dalam membuat

peluang menjadi kenyataan.

Transisi  Sekolah ke Pekerjaan

Banyak jumlah siswa minoritas yang tidak melanjutkan ke perguruan

tinggi setelah lulus. Konselor sekolah harus yakin bahwa siswa lulus dari sekolah

dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk bekerja

di pekerjaan yang baik. Peluang sekolah ke bekerja (1994) dapat menjadi sumber

daya berharga di sini (lihat Bab 5).Yang menarik adalah pembayaran magang

untuk pemuda berpenghasilan rendah di perusahaan-perusahaan lokal. Tidak

hanya magang ini memberikan pelatihan pekerjaan, yang meningkatkan

kemampuan kerja siswa di masa depan, magang juga menghilangkan tekanan

yang dimiliki banyak anak muda berpenghasilan rendah yang merasa harus

mendapatkan uang, namun juga membantu anak-anak untuk tetap berada di

sekolah. Para kritikus berpendapat bahwa pelatihan adalah variasi dari magang

tradisional, yang melacak siswa untuk karir tertentu. Tetapi penelitian telah

menunjukkan bahwa siswa yang bekerja setelah lulus dilapangan dimana mereka

telah dilatih menjadi lebih baik (Stern, Batu, Hopkins, McMillion, & Crain,

1994). Konselor sekolah harus memeriksa kabupaten mereka ketersediaan

pelatihan. Dana asli dibagikan melalui departemen pendidikan negara, dan semua

Page 53: Chapter Report 1

distrik sekolah di negara bagian dipersilakan untuk mengajukan bagian dari uang

tersebut. 

Jika seorang siswa mengatakan serius bahwa ia ingin pergi ke perguruan

tinggi, konselor sekolah dan sekolah harus melakukan yang terbaik untuk

membuat itu terjadi. Tapi konselor dan sekolah juga memiliki tanggung jawab

untuk mereka yang tidak terikat perguruan tinggi. Untuk siswa tersebut, STWOA

harus menjadi bagian dari program pengembangan karir secara keseluruhan.

E. ISU ETIKA DAN HUKUM

Sebagian besar materi dalam bab ini dirancang untuk membantu konselor

sekolah memahami sosialisasi budaya mereka sendiri dan dari kelompok ras atau

etnis utama di Amerika Serikat. Pemahaman ini bukanlah pilihan, melainkan

merupakan tanggung jawab etis: 

Konselor sekolah profesional memahami alasan belakang budaya yang

beragam -dari konseli dengan siapa dia bekerja. Ini termasuk, namun

tidak terbatas pada, belajar bagaimana identitas budaya/ etnis / ras

konselor sekolah berdampak pada nilai-nilai dia dan keyakinan tentang

proses konseling. (American School Counselor Association, 1998, hal. 3) 

Arredondo et al. (1996) menyempurnakan definisi ini dalam deskripsi

kompetensi konseling multicultural mereka. Kompetensi diorganisir sekitar tiga

dimensi (keyakinan / sikap, pengetahuan, dan keterampilan), yang masing-masing

memiliki tiga karakteristik (kesadaran konselor tentang asumsinya, nilai-nilai, dan

bias, pemahaman klien memandang dunia dan mengembangkan intervensi strategi

dan teknik yang tepat). 

Praktek etis mewajibkan konselor untuk melihat budaya sebagai bagian

penting dari proses konseling dan untuk mengenali perbedaan intragrup (WelfeL,

2002). Ketika konselor gagal untuk mengenali pentingnya budaya, biasanya

mereka memaksakan sosialisasi budaya mereka sendiri pada orang lain, yang

sering menyebabkan mereka untuk membuat penilaian negatif tentang mereka

yang berbeda-suatu bentuk imperialisme budaya. Dan ketika mereka gagal untuk

melihat perbedaan di antara anggota kelompok minoritas, yang berdampak pada

Page 54: Chapter Report 1

terbentuknya stereotip anggota kelompok itu. Tidak apa-apa untuk melihat pola

budaya untuk menjelaskan atau memahami mahasiswa, tetapi berbatasan pada

tidak etis untuk mengabaikan cara-cara di mana masing-masing siswa berbeda

dari pola itu. Keduanya, identitas ras model Putih dan Hitam, status tertinggi

menggabungkan kebanggaan dalam identitas ras individu dengan pengakuan dan

penghargaan atas perbedaan antara orang-orang. 

Dua daerah tertentu yang menimbulkan tantangan etika untuk konselor

sekolah di sekolah-sekolah dengan siswa yang beragam adalah penilaian

pendidikan dan bimbingan karir. Kami telah berbicara panjang lebar tentang

tanggung jawab konselor sekolah 'untuk menjadi yakin bahwa hasil tes standar

tidak digunakan sebagai dasar tunggal untuk penempatan pendidikan (lihat Bab

4). Tanggung jawab itu menjadi lebih penting ketika siswa terisolasi dari budaya

tidak dominan. Penelitian telah menemukan bahwa tes standar bias terhadap siswa

minoritas (Anastasi & Urbina, 1997). Meskipun perbaikan tertentu, tes ini

bernorma pada populasi yang tidak cukup beragam, dan kemudian diberikan

kepada siswa dari latar belakang budaya yang beragam dan diinterpretasikan

tanpa kualifikasi. Kurangnya kemampuan bahasa Inggris juga dapat

mempengaruhi hasil tes negatif, menutupi bakat siswa untuk belajar. Konselor

sekolah tidak dapat menerapkan hasil tes standar untuk digunakan dalam cara

yang mendiskriminasi siswa minoritas. 

Tantangan bagi bimbingan karir adalah perasaan tanggung jawab anak-

anak warna terhadap orang tua mereka dan keluarga, tanggung jawab yang

menggantikan keinginan dan tujuan mereka sendiri. Respon para konselor disini

harus menghormati loyalitas siswa kepada orang tua mereka ketika mencoba

untuk menengahi karir yang lebih baik dengan para siswa sendiri

F. KESIMPULAN 

Isu-isu keragaman budaya mempengaruhi semua siswa. Konflik antara

budaya asal siswa minoritas dan budaya yang dominan dapat memiliki dampak

yang signifikan pada pengalaman pendidikan dan sosial di sekolah. Dan dengan

tidak menghargai dan belajar dari yang lain, siswa Kulit Putih akan ditolak dari

Page 55: Chapter Report 1

pendidikan multikultural. Karena efek rasisme dan diskriminasi yang begitu

meluas, konselor sekolah harus mempertimbangkan cara-cara untuk

memperbanyak layanan mereka dengan mengembangkan program-program untuk

menjangkau semua anak. Tentu saja, jika dipaksa untuk membuat pilihan karena

beban kasus yang berlebihan, maka konselor harus memfokuskan energi mereka

pada mereka yang paling berisiko karena tidak mencapai potensi mereka. Dalam

bab ini kita telah menjelaskan keduanya kelompok yang paling berisiko untuk

gagal dan konsekuensi jangka panjang  dari kegagalan itu. 

Mempromosikan multikulturalisme adalah sebuah tantangan. Tetapi juga

merupakan kesempatan bagi konselor sekolah untuk terlibat dalam membantu

semua siswa, apapun status warna kulit atau sosial ekonomi mereka, untuk belajar

dan untuk mencapai pendidikan. Dan itu bisa membuat perbedaan besar dalam

kehidupan seorang anak. 

Page 56: Chapter Report 1

BAB III

ANALISIS

A. Pembahasan

1. Pengertian Multikultural (Multiculture)

Dalam ensiklopedia Americana “Culture is the whole complex of ideas and

things and activities produce by man in their historial experience” (Kebudayaan

adalah seluruh hasanah gagasan dan benda-benda yang dihasilkan manusia

sepanjang sejarah).

Menurut Wissler, 1929 secara normatif, budaya adalah tatanan kehidupan

yang ditekuni oleh kelompok dianggap sebagai kebudayaan. Yang mencakup

tatanan masyarakat, kebudayaan sesuatu puak/suku (tribe) adalah keseluruhan

kepercayaan dan tatanan yang dianut oleh suku tersebut.

Menurut Small, 1905 kebudayaan dari aspek psikologi merupakan seluruh

alat termasuk yang mekanis, mental dan moral, yang digunakan manusia untuk

mencapai tujuannya. Kebudayaan terdiri dari cara-cara manusia untuk mencapai

tujuannya, baik secara individu ataupun secara berkelompok.

Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah

kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi

kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini

telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep

multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman

secara sukubangsa atau kebudayaan  sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat

majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan

dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan

mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi  ini, yaitu politik dan

demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha,

HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan

moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian

dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan

tentang penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural

Page 57: Chapter Report 1

yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga

dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran

politik (Azyumardi Azra, 2007).

Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan

akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan

luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap

pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu

masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai

masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan

yang sangat banyak dan beraneka ragam.

Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural

adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan

mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun

secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat dilihat

sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat

tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua

kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk

terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang

seperti sebuah mozaik tersebut. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah

digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa

yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam

penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi “Kebudayaan bangsa (Indonesia)

adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”(Pratama, 2008).

Jadi, Multikultural merupakan suatu paham atau situasi, kondisi masyarakat

yang tersusun dari banyak kebudayaan. Multikultural lebih menekankan pada

kesetaraan budaya. Multicultural sering merupakan perasaan nyaman yang

dibentuk oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dibangun oleh keterampilan yang

efektif, dengan setiap orang dari sikap kebudayaan yang ditemui dalam setiap

situasi yang melibatkan sekelompok orang yang berbeda latar belakang

kebudayaannya.

Page 58: Chapter Report 1

2. Faktor – Faktor Multikultural

Merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa negara Indonesia

terdiri atas berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain. Oleh karena

itu, bangsa Indonesia disebut sebagai masyarakat multikultural yang unik dan

rumit. Pada dasarnya terdapat banyak faktor yang menyebabkan masyarakat

Indonesia menjadi masyarakat multikultural dan multiras. Menurut Ria (2012)

Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Faktor Sejarah Indonesia

Di mata dunia, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Segala sesuatu

yang diperlukan semua bangsa tumbuh di Indonesia. Misalnya, palawija dan

rempahrempah. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negeri incaran bagi bangsa

lain. Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain

yaitu Portugis, Belanda, Inggris, Cina, India, dan Arab. Kesemua bangsa tersebut

datang dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka

tinggal dan menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan

Indonesia memiliki struktur ras dan budaya yang makin beragam.

b. Faktor Geografis

Apabila dilihat secara geografisnya Indonesia berada di jalur persilangan

transportasi laut yang ramai dan strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa

pedagang singgah ke Indonesia sekadar untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut

seperti Arab, India, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda,

Jerman, dan lain-lain. Kesemua bangsa tersebut mempunyai struktur budaya yang

berbeda-beda. Persinggahan ini mengakibatkan masuknya unsure budaya tertentu

ke negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa

Belanda, agama Islam, Nasrani, Hindu, dan Buddha.

c. Faktor Bentuk Fisik Indonesia

Apabila dilihat dari struktur geologinya, bangsa Indonesia terletak di

pertemuan tiga lempeng benua besar. Hal ini menjadikan Indonesia berbentuk

negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau. Masing-masing pulau

mempunyai karakteristik fisik sendiri-sendiri. Untuk mempertahankan hidup,

Page 59: Chapter Report 1

masyarakat di masing-masing pulau mempunyai cara yang berbeda-beda, sesuai

dengan kondisi fisik daerahnya. Oleh karena itu, masing-masing pulau juga

mempunyai perkembangan yang berbeda-beda pula. Teknologi, budaya, seni,

bahasa mereka pun berbeda-beda yang akhirnya membentuk masyarakat

multikultural.

d. Faktor Perbedaan Struktur Geologi

Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa pada dasarya Indonsia terletak

di antara tiga pertemuan lempeng, yaitu lempeng Asia, Australia, dan Pasifik.

Kondisi ini menjadikan Indonesia mempunyai tiga tipe struktur geologi yaitu tipe

Asia dengan struktur geologi Indonesia Barat, tipe peralihan dengan zona geologi

dengan struktur geologi Indonesia Tengah, dan tipe Australia dengan struktur

geologi Indonesia Timur. Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan

ras, suku, jenis flora dan faunanya.

3. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural

Menurut Ayu (2012) ciri-ciri masyarakat multikultural, yaitu :

a. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam

suku,ras,dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah

suatu konsep yang di sebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari

berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negri maupun

luar negri, dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan

primordial kedaerahaannya.

b. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah

dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami kesulitan dalam

menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya

persatuan tyang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.

c. Konsesnsus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu

adany asuatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan

Page 60: Chapter Report 1

bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat

majemuk sulit sekali dalam penganbilan keputusan.       

d. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri

dari berbagai macam suku adat dankebiasaan masing-masing. Dalam teorinya

semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan

terjadinya konflik itu sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga

susah

e. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan di

atas, bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi

pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan,

walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.

f. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat

multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling

tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas

masyarakat itu maka dia akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.

4. Konseling Multikultural

Kajian menyangkut keragaman budaya dikenal beberapa istilah seperti cross

cultur ( lintas budaya), intercultur ( antar budaya) dan multicultur ( multikultural).

Dalam konseling istilah multicultural atau multikultural lebih sering digunakan

karena mencerminkan kesetaraan dari masing-masing budaya dan menafikan

keunggulan satu budaya pada budaya lain, (Pedersen,1988). Sebuah proses

konseling dianggap sebagai konseling multicultural apabila konselor dan konseli

merupakan individu yang berbeda latar budayanya dan apabila konselor dan

konseli dapat berasal dari satu ras yang sama, namun memiliki perbedaan dalam :

jenis kelamin, usia, orientasi seksual, reregius, social ekonomi dan lain-lain, ( Sue

et el, 1982). Draguns (1989), menawarkan point kunci dalam pelaksanaan

konseling multicultural yaitu :

Page 61: Chapter Report 1

a. Teknik konseling harus dimodifikasi jika terjadi proses yang melibatkan latar

belakang budaya yang berbeda.

b. Konselor harus mempersiapkan diri dalam memahami kesenjangan yang

makin meningkat antara budayanya dengan budaya konseli pada saat proses

konseling berlangsung.

c. Konsepsi menolong atau membantu harus berdasarkan pada perspektif

budaya konseli, dan konselor dituntut memiliki kemampuan

mengkomunikasikan bantuannya serta memahami distrees dan kesusahan

konseli.

d. Konselor dituntut memahami perbedaan gejala dan cara menyampaikan

keluhan masing-masing kelompok budaya yang berbeda.

e. Konselor harus memahami harapan dan norma yang mungkin berbeda antara

dirinya dengan konseli.

Kelima aspek tersebut menunjukkan konselor sebagai actor utama dalam

proses dituttut memiliki kemampuan dalam memodifikasi teknik konseling dan

memahami aspek-aspek budaya dari konselinya serta memahami kesenjangan dan

perbedaan antara budayannya dengan budaya konseli.

Dalam melaksanakan konseling Multikultur pendapat beberapa prinsip yang

harus dijalankan secara sinergis oleh konselor, konseli, dan proses konseling yang

melibatkan kedua pihak secara timbal balik. Sebagai inisiator dan pihak yang

membantu, konselor wajib memahami prinsip-prinsip tersebut dan

mengaplikasikannya, dalam proses konseling. Adapun prinsip-prinsip dasar yang

dimaksut adalah sebagai berikut :

a. Untuk konselor

1) Kesadaran terhadap pengalaman dan sejarah dalam kelompok budayanya.

2) Kesadaran tentang pengalaman diri dalam lingkungan arus besar kulturnya.

3) Kepekaan perceptual terhadap kepercayaan diri dan nilai-nilai yang

dimilikinya.

b. Untuk pemahaman konseli

Page 62: Chapter Report 1

1) Kesadaran dan pengertian/pemahaman tentang sejarah dan pengalaman

budaya konseli yang dihadapi.

2) Kesadaran perceptual akan pemahaman dan pengalaman dalam lingkungan

kultur dari konseli yang dihadapi.

3) Kepekaan perceptual terhadap kepercayaan diri konseli dan nilai-nilainya.

c. Untuk proses konseling

1) Hati-hati dalam mendengarkan secara aktif, konselor harus dapat

menunjukkan baik secara verbal maupun nonverbal bahwa ia memahami

yang dibicarakan konseli, dan dapat mengkomunikasikan tanggapannya

dengan baik sehingga dapat dipahami oleh konseli.

2) Memperhatikan konseli dan situasinya seperti konselor memperhatikan

dirinya dalam situasi tersebut, serta memberikan dorongan optimisme dalam

menemukan solusi yang realistis.

3) Mempersiapkan mental dan kewaspadaan jika tidak memahami

pembicaraan konseli dan tidak ragu-ragu memintak penjelasan.

Dengan tetap memelihara sikap sabar dan optimis. Secara singkat dapat

dikemukakan bahwa prinsip-prinsip tersebut menuntut konselor dapat memahami

secara baik tentang situasi budayanya dan budaya konseli, serta memiliki

kepekaan konseptual terhadap respon yang diberikan konseli, sehingga dapat

mendorong optimisme, dalam mendapatkan solusi yang realistis. Konselorpun

harus memiliki sikap sabar, optimis dan waspada jika tidak dapat memahami

pembicaraan konseli serta tidak ragu-ragu memintak penjelasan agar proses

konseling berjalan efektif.

5. Karakteristik Konselor Multikultural

Untuk dapat melaksanakan proses konseling multikultural secara efektif,

konselor multikultural dituntut memiliki beberapa kemampuan atau kopetensi

Page 63: Chapter Report 1

(Sue,1978), menyebutkan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh

konselor multicultural sebagai berikut :

a. Mengenali nilai dan asumsi tentang perilaku yang diinginkan dan tidak

diingikan.

b. Memahami karakteristik umum tentang konseling.

c. Tanpa menghilangkan peranan utamanya sebagai konselor ia harus dapat

berbagi pandangan dengan konselinya.

Dapat melaksanakan proses konseling secara efektif. Selain ke empat aspek

tersebut, dalam artikelnya 1981, Sue menambahkan beberapa kompetensi yang

harus dimiliki konselor multicultural sebagai berikut :

a. Menyadari dan memiliki kepekaan terhadap budayanya.

b. Menyadari perbedaan budaya antara dirinya dengan konseli serta mengurangi

efek negative dari perbedaan atau kesenjangan tersebut dalam proses

konseling.

c. Merasa nyaman dengan perbedaan antara konselor dengan konseli baik

menyangkut ras maupun kepercayaan.

d. Memiliki informasi yang cukup tentang cirri-ciri khusus dari kelompok atau

budaya konseli yang akan ditangani.

e. Memiliki pemahamn dan keterampilan tentang konseling dan psikoterapi.

f. Mampu memberikan respon yang tepat baik secara verbal maupun non

verbal.

g. Harus dapat menerima dan menyampaikan pesan secara teliti dan tepat baik

verbal maupun non verbal.

6. Multikultural di Sekolah Indonesia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfah pada umumnya siswa

MAN Insan Cendikia Serpong Tanggerang telah memiliki pemahaman dan

Page 64: Chapter Report 1

kesadaran yang tinggi tentang budaya sendiri, budaya lain, norma atau sistem nilai

yang berlaku dalam lingkungannya; dan telah memiliki kemampuan bagaimana

berperilaku dalam lingkungannya. Bahkan aspek pemahaman dan kesadaran

tentang budaya sendiri dan bagaimana berperilaku pada lingkungannya memiliki

kecenderungan lebih tinggi daripada aspek penyesuaian diri yang lainnya,

sedangkan pemahaman dan kesadaran tentang budaya lain lebih rendah.

Kemampuan penyesuaian diri terhadap keragaman budaya ditandai dengan: (1)

kesadaran dan pemahaman yang kuat tentang budayanya sendiri dan budaya orang

lain, (2) ketahanan emosi dalam menyikapi suatu perbedaan; (3) fleksibilitas dan

keterbukaan terhadap pengalaman baru; dan memiliki kekuatan otonomi pribadi

agar mampu mengorganisasikan perilaku positif sehingga memunculkan

keharmonisan baik bagi budayanya sendiri maupun budaya orang lain di

sekitarnya.

Menurut Naim dan Sauqi tahun 2008, jenis-jenis masalah multikultural di

sekolah adalah :

a. Keragaman Identitas Budaya Daerah, keragaman ini menjadi modal sekaligus

potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khasanah

budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang

multikultural. Namun kondisi neka budaya itu sangat berpotensi memecah

belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Masalah

itu muncul jika tidak ada komunikasi antar budaya daerah. Tidak adanya

komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok budaya lain ini justru

dapat menjadi konflik. Sebab dari konflik-konflik yang terjadi selama ini di

Indonesia dilatar belakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama dan

ras.

b. Pergeseran Kekuasaan dari Pusat ke Daerah, sejak dilanda arus reformasi dan

demokratisasi, Indonesia dihadapkan pada beragam tantangan baru yang

sangat kompleks. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah persoalan

budaya. Dalam arena budaya, terjadinya pergeseran kekuasaan dari pusat ke

daerah membawa dampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan

keragamannya. Kebudayaan, sebagai sebuah kekayaan bangsa, tidak dapat

Page 65: Chapter Report 1

lagi diatur oleh kebijakan pusat, melainkan dikembangkan dalam konteks

budaya lokal masing-masing. Ketika sesuatu bersentuhan dengan kekuasaan

maka berbagai hal dapat dimanfaatkan untuk merebut kekuasaan ataupun

melanggengkan kekuasaan itu, termasuk di dalamnya isu kedaerahan.

c. Kurang Kokohnya Nasionalisme, keragaman budaya ini membutuhkan

adanya kekuatan yang menyatukan (“integrating force”) seluruh pluralitas

negeri ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional

dan ideologi negara merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi dan

berfungsi sebagai integrating force. Saat ini Pancasila kurang mendapat

perhatian dan kedudukan yang semestinya sejak isu kedaerahan semakin

semarak. Sejarah telah menunjukkan peranan Pancasila yang kokoh untuk

menyatukan kedaerahan ini. Kita sangat membutuhkan semangat

nasionalisme yang kokoh untuk meredam dan menghilangkan isu yang dapat

memecah persatuan dan kesatuan bangsa ini.

d. Fanatisme Sempit, fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun

yang salah adalah fanatisme sempit, yang menganggap menganggap bahwa

kelompoknyalah yang paling benar, paling baik dan kelompok lain harus

dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini

banyak terjadi di tanah air ini.

e. Konflik Kesatuan Nasional dan Multikultural, ada tarik menarik antara

kepentingan kesatuan nasional dengan gerakan multikultural. Di satu sisi

ingin mempertahankan kesatuan bangsa dengan berorientasi pada stabilitas

nasional. Namun dalam penerapannya, kita pernah mengalami konsep

stabilitas nasional ini dimanipulasi untuk mencapai kepentingan-kepentingan

politik tertentu. Di sisi multikultural, kita melihat adanya upaya yang ingin

memisahkan diri dari kekuasaan pusat dengan dasar pembenaran budaya yang

berbeda dengan pemerintah pusat yang ada di Jawa ini.

f. Kesejahteraan Ekonomi yang Tidak Merata di antara Kelompok Budaya,

kejadian yang nampak bernuansa SARA seperti Sampit beberapa waktu yang

lalu setelah diselidiki ternyata berangkat dari kecemburuan sosial yang

melihat warga pendatang memiliki kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik

Page 66: Chapter Report 1

dari warga asli. Jadi beberapa peristiwa di tanah air yang bernuansa konflik

budaya ternyata dipicu oleh persoalan kesejahteraan ekonomi. Keterlibatan

orang dalam demonstrasi yang marak terjadi di tanah air ini, apapun kejadian

dan tema demonstrasi, seringkali terjadi karena orang mengalami tekanan

hebat di bidang ekonomi.

g. Keberpihakan yang salah dari Media Massa, khususnya televisi swasta dalam

memberitakan peristiwa, Di antara media massa tentu ada ideologi yang

sangat dijunjung tinggi dan dihormati. Persoalan kebebasan pers, otonomi,

hak publik untuk mengetahui hendaknya diimbangi dengan tanggung jawab

terhadap dampak pemberitaan. Mereka juga perlu mewaspadai adanya pihak-

pihak tertentu yang pandai memanfaatkan media itu untuk kepentingan

tertentu,yang justru dapat merusak budaya Indonesia.

h. Kesenjangan multidimensional, Berikut ini beberapa kesenjangan

multidimensional yang terjadi dalam masyarakat multidimensional:

1) Kesenjangan aspek aspek kemasyarakatan

2) Kesenjangan sesiografis

3) Kesenjangan yang berkaitan dengan aspek metetial.

4) Kesenjangan antara mayoritas dan minoritas

Konflik antar etnis dan antar pemeluk agama yang berbeda, Konflik antar

suku bangsa sebenarnya adalah produk dari hubungan antar suku bangsa yang

berlaku setempat,oleh karna itu factor penyebabnya ada dalam konteks-konteks

setempat.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya

(2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural,

bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat

untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling

dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di

atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal

pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan

yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

Page 67: Chapter Report 1

B. Implikasi terhadap Bimbingan dan Konseling

Perubahan kompleksitas kehidupan masyarakat ke arah multikultur

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang konseling, keberagaman

budaya menyadarkan pentingnya konseling yang berbasis multikultural dan

kompetensi multikultur bagi konselor profesional. Konselor sekolah dalam

menghadapi beragam perbedaan konseli, menurut (Holcomb-McCoy, 2004) perlu

“mengubah persepsi mereka, belajar tentang konseling dan konsultasi,

mencukupkan diri dengan pengetahuan tentang budaya lain, bentuk rasisme dan

berperan sebagai agen perubahan sosial.

Dalam masyarakat dinamis yang berubah mensyaratkan para konselor

menjadi fasilitator, ahli perbantuan, advokat dan terampil membuat kebijakan.

Konselor aktif merefleksi atas pertanyaan-pertanyaan, konsultasi diri secara

berkelanjutan dan memantau perkembangan untuk meningkatkan kompetensi

dalam melayani konseli yang beragam budaya (Johannes & Erwin, 2004).

Dari beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa terdapat keberagaman

konseli yang perlu sikap proaktif berupa peningkatan kesadaran, pengetahuan dan

ketrampilan konselor terhadap keberagaman konseli. Isu multiklturalisme

menuntut setiap konselor memiliki wawasan yang meyakini bahwa manusia hidup

dengan perbedaan dan keberagaman, menolak terhadap kebenaran tunggal,

memunculkan isu persamaan sosial (social equality), gender, kelompok minoritas

dan marginal dan pemberdayaan. Profesi konselor sekolah dituntut menumbuhkan

pemahaman multikultural, artinya harus menyikapi keberagaman secara lebih

terbuka, akomodatif, mampu berkolaborasi dengan bidang profesi lainnya.

Penelitian Holcomb-McCoy (2005) menemukan bahwa kegiatan pelatihan

multikultural, seperti kursus multikultural dan lokakarya, secara signifikan

meningkatkan kompetensi konseling multikultural. Selain itu, Sodowsky (1998)

menemukan bahwa pengalaman berkontribusi secara signifikan terhadap

kompetensi konseling multikultural. Wheaton dan Granello (1998) menemukan

adanya hubungan yang signifikan antara kompetensi konseling multikultural

dengan faktor pelatihan dan pengalaman. Bellini (2002) melaporkan bahwa

Page 68: Chapter Report 1

konselor yang partisipasi dalam lokakarya multikultural memiliki skor

keseluruhan yang lebih tinggi pada inventori konseling multikultural

Target populasi pelayanan konseling semakin luas tidak hanya dari latar

belakang budaya yang sama. Layanan konseling semakin terbuka untuk semua

tahap perkembangan mulai usia dini sampai lanjut, bahkan dari karakteristik

individu yang normal maupun yang berkebutuhan khusus, dan berada dalam

berbagai lingkup seperti di sekolah, luar sekolah, keluarga, rumah sakit, rumah

penitipan anak & lembaga pemasyarakatan, oleh karena itu konselor dituntut

memiliki memahami kompleksitas interaksi individu-lingkungan dalam

keberagaman budaya.

Collins & Pieterse (2007) merekomendasikan (a) pendidik konselor

semestinya meninjau kembali dan mengimplementasikan Critical incident

analysis based learning An approach to training for active racial and cultural

awareness yang mempengaruhi aspek kompetensi multikultural dan mendukung

kesadaran multikultural, (b) para pendidik konselor dan peneliti memerlukan

pemahaman empiris yang luas dan mendalam tentang proses kompetensi dan

nonkompetensi multikultural, dan (c) membuat dan mengimplementasikan

pelatihan kompetensi konseling multikultural.

Temuan penelitian dan kajian teoritis tersebut menjadi dasar peningkatan

kompetensi konseling multikultural konselor sekolah secara integratif yaitu,

kesadaran, pengetahuan dan keterampilan. Kajian ini menyediakan cara

mempelajari konteks budaya konselor konseli, cara meningkatkan kompetensi,

mengatasi permasalahan yang timbul dalam proses konseling multikultural.

Dengan demikian, penelitian ini dapat menambah keluasan literatur konseling

multikultural sebagai bagian integral peningkatan kompetensi konselor sekolah

dan penyempurnaan kurikulum pelatihan konselor. Mengingat profesi konselor di

tanah air telah mendapatkan pengakuan resmi dan semakin tumbuhnya kesadaran

akan perlunya layanan konseling yang berkualitas, maka perlu peningkatan

kompetensi konseling multikultural bagi konselor sekolah. Ketiga dimensi

tersebut membutuhkan perlakuan.

Page 69: Chapter Report 1

Dalam upaya mensosialisasikan pendidikan multikultural di instansi-instansi

pendidikan, Bimbingan dan Konselinglah yang harus memberikan kontribusi

lebih. Karena Bimbingan sendiri adalah proses untuk membantu seseorang untuk

memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya serta mengembangkan

pandangan-pandangannya sendiri secara bertanggung jawab. Sedangkan

Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan

masalah kehidupannya secara tatap muka. Oleh sebab itu bimbingan dan

konseling harusnya mampu menunjukan peran lebih dalam upaya

mengembangkan pendidikan Multikultural di instansi-instansi pendidikan.

Konselor sekolah dituntut untuk menunjukkan ketrampilan profesional dan

kualifikasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konseli yang beragam

perbedaan identitas dan budaya. Keterampilan dasar konseling mencakup

kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif, mendengarkan dengan penuh

perhatian, ketrampilan empati, pengungkapan diri dan pemahaman informasi

pribadi (Hayden Davis, 2006).

Konseling multikultural membutuhkan integrasi kesadaran, pengetahuan dan

keterampilan multikultural dan budaya spesifik ke dalam lingkungan konseling,

dengan penekanan pada teknik terapi yang efektif sesuai konteks budaya

(Pedersen, 1997). Kode Etik Konseling Amerika menggambarkan kompetensi

multikultural sebagai "kapasitas konselor yang memiliki kesadaran dan

pengetahuan tentang keberagaman budaya pada diri sendiri danorang lain, dan

bagaimana kesadaran dan pengetahuan tersebut diterapkan secara efektif dalam

praktek terhadap konseli dan kelompok konseli" (APA, 2006). Konseling

multikultural dan konseling tradisional memiliki konsep yang saling terkait,

"kompetensi konseling multikultural mencakup pengetahuan dan keterampilan

konseling yang lebih spesifik dan mumpuni" (Patterson, 2004), (Fuertes,

Bartolomeo, & Matthew, 2001).

Konseling multikultural tidak mengabaikan pendekatan tradisional yang

monokultur, melainkan mengintegrasikannya dengan perspektif budaya yang

beragam (Rakhmat, 2008). Tujuannya adalah memperkaya teori dan metode

konseling yang bersesuaian dengan konteks konseling. Konseling multikultural

Page 70: Chapter Report 1

mengharuskan konselor mengambil sikap proaktif terhadap perbedaan budaya,

mengenali dan menghargai multikultural setiap individu serta memiliki

pengetahuan dan kesadaran multikultural. Konselor yang memiliki kompetensi

konseling multikultural dalam layanan konseling menyadari tantangan pemenuhan

layanan beragam konseli. Konselor menghargai dan mampu berinteraksi dengan

beragam konseli, memiliki tata pandang positif terhadap beragam budaya

(Pederson,1988). Konselor memahami manifestasi kultural sebagai keunikan latar

belakang pribadi, sosial dan psikologis. Konselor dapat mengadaptasi

modelmodel, teori-teori dan teknik-teknik konseling dalam rangka menghargai,

memperlakukan dan memenuhi keunikan kebutuhan konseli. Ketrampilan ini

dapat membantu konselor sekolah memahami konseli sebagai individu maupun

anggota kelompok kultural tertentu. Dalam profesi perbantuan, kompetensi

multikultural menunjukkan bahwa a) bentuk penanganan (treatment)

konvensional one-to one untuk memperbaiki permasalahan yang ada dapat

bertentangan dengan pengalaman sosio-politik dan kultural konseli. b) kompetensi

konseling multikultural dapat dilihat dalam tiga dimensi, yaitu komponen

kesadaran terhadap sikap/kepercayaan (attitudes/beliefs component), komponen

pengetahuan (knowledge component) dan komponen ketrampilan (skills

component). c) kompetensi multikultural diarahkan pada tingkat

personal/individual dan tingkat organisasi/sistem. d) Kompetensi multikultural

membahas perkembangan alternatif helping.

Bimbingan dan konseling dalam memberikan arahan kepada siswa, harus

pula memahami teori-teori pendidikan multikultural agar dapat memahami pikiran

seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada

kedalama jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari interaksi

sosial yang didasari oleh sejarah hidupnya (Moll & Greenberg). Dengan

mengetahui kondisi sosial dan sejarah hidup seseorang tentunya dapat lebih

mempermudah peranan BK untuk mensosialisasikan Pendidikan multikultural di

kalangan peserta didik.

Bimbingan dan Konseling dapat saja melakukan evaluasi program terhadap

berjalannya proses pendidikan multikultural yang salah satu contohnya dengan

Page 71: Chapter Report 1

menggunakan teori belajar sosiokultur. Membantu merupakan usaha memberikan

pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang

timbul dalam kehidupan manusia. Melalui proses bimbingan inilah diharapkan

ada usaha lebih giat dari bimbingan dan konseling untuk menanamkan sikap mau

menerima perbedaan kepada seluruh peserta didik, dan sebagai konselor pun

bimbingan dan konseling diharapkan mampu menanamkan sikap menghargai dan

mau menerima budaya lain sebagai obyek yang dapat dipelajari dengan segala

kelebihan dan kekurangannya, tidak kemudian mengganggap budayanyalah yang

paling baik. Hal ini terkait dengan konselor harus berusaha lebih giat untuk

menunjukan peranan bimbingan dan konseling di instansi-instansi pendidikan

agar dapat mewujudkan tujuan-tujuan bimbingan dan konseling sesuai dengan

yang diharapkan. Bimbingan dan konseling mempunyai peranana penting untuk

mengukuhkan adanya pendidikan multikultural di Indonesia.

Bimbingan dan konseling dapat mengadakan ceramah dan bentuk sosialisasi

lainnya agar pendidikan multikultural dapat dikenal oleh peserta didik dan BK

sendiri yang selama ini keberadaannya kurang dirasakan peserta didik dapat mulai

dirasakan kehadirannya ditengah-tengah peserta didik. Akan tetapi dalam

perkembangannya nanti, pendidikan multikultural tidak mungkin langsung dapat

diterima oleh masyarakat. Pendidikan Multikultural membutuhkan proses secara

bertahap agar peserta didik memahami konsep perbedaan, dan mau menerima

setiap perbedaan yang ada. Kemudian meyakini bahwa perbedaanlah yang

menyebabkan hidup ini indah dan tak ada manusia yang sama dalam dunia ini.

Seperti penuturan Lev Vygotsky, jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari

latar sosial dan budayanya.

Page 72: Chapter Report 1

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Isu-isu keragaman budaya mempengaruhi semua siswa. Konflik antara budaya

asal siswa minoritas dan budaya yang dominan dapat memiliki dampak yang

signifikan pada pengalaman pendidikan dan sosial di sekolah. Karena efek

rasisme dan diskriminasi yang begitu meluas, konselor sekolah harus

mempertimbangkan cara-cara untuk memperbanyak layanan mereka dengan

mengembangkan program-program untuk menjangkau semua anak. Tentu saja,

jika dipaksa untuk membuat pilihan karena meliputi beban kasus, maka konselor

harus memfokuskan energi mereka pada mereka yang paling berisiko karena tidak

mencapai potensi mereka. Dalam bab ini kita telah menjelaskan keduanya

kelompok yang paling berisiko untuk gagal dan konsekuensi jangka panjang  dari

kegagalan itu. 

Mempromosikan multikulturalisme adalah sebuah tantangan. Tetapi juga

merupakan kesempatan bagi konselor sekolah untuk terlibat dalam membantu

semua siswa, apapun status warna kulit atau sosial ekonomi mereka, untuk belajar

dan untuk mencapai pendidikan. Dan itu bisa membuat perbedaan besar dalam

kehidupan seorang anak. 

Page 73: Chapter Report 1

B. Rekomendasi

Dalam laporan bab ini masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan jauh dari

kata sempurna, maka dari itu, penyusun merekomendasikan beberapa hal dibawah

ini kepada konselor di sekolah, guru, serta pembaca, yaitu:

1. Konselor sebaiknya selalu meng-upgrade soft skill agar lebih memahami

keragaman budaya konseli

2. Sebainya membuka literatur-literatur terkait dengan pengetahuan

mengenai multikulturalisme karena di Indonesia sangat beragam budaya

3. Keragaman budaya merupakan hal yang perlu diterima dan dipahami agar

terjalin konseling yang efektif dan kondusif

4. Sebaiknya lebih diperbanyak lagi penelitian mengenai bacaan terkait agar

ilmu dan pengetahuannya semakin kaya

Page 74: Chapter Report 1

DAFTAR PUSTAKA

. (2013). Pendekatan Konseling Multikultural Terhadap AnakBerkebutuhan Khusus. [Online]. Tersedia di: http://jofipasi.wordpress.com/2013/01/23/pendekatan-konseling-multikultur-terhadap-anak-berkebutuhan-khusus/. [21 Februari 2014]

Rahmadonna, Sisca. (-). Peranan Bimbingan dan Konseling dalamMengembangkan Pendidikan Multikultural di Indonesia. [Online]. Tersedia di: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/sisca-rahmadonna-spd-mpd/artikel%20Sosiokultur%20dalam%20Implementasi.pdf. [21 Februari 2014]

Heru Mugiarso. (2012). Konseling dalam Analisis Lintas Budaya. [Online].

Tersedia di: http://bk-fkip.umk.ac.id/2012/09/konseling-dalam-analisis-lintas-budaya.html. [21 Februari 2014]

Sciarra, T. Daniel. ()