15. CEKUNGAN SUNDA
15.1 REGIONAL Nama Cekungan Polyhistory
: Paleogene Back Arc - Neogene Back Arc Basin
Klasifikasi Cekungan
: Cekungan Sedimen dengan Produksi Hidrokarbon
15.1.1 Geometri Cekungan
Cekungan Sunda. Terletak diantara Pulau Jawa dan Sumatera, pada
koordinat 106 - 107 BT dan 4- 6 LS (Gambar 15.1). Cekungan Sunda
dibatasi oleh Pulau Sumatera di sebelah barat sementara di selatan
dibatasi oleh daratan Pulau Jawa dan tinggian Pulau Seribu hingga
ke bagian timur-tenggara. Cekungan Jawa Barat Utara menjadi batas
di sebelah timur dan dangkalan di sebelah utara. Kontras densitas
yang sangat baik juga ditunjukan oleh peta anomali gaya berat di
cekungan ini yang ada pada Gambar 15.2.
Cekungan ini mencakup luas sekitar 18.840 km2 dengan ketebalan
sedimen mulai 1.000 7.500 m (Gambar 15.3).
Gambar 15.1 Lokasi Cekungan Sunda.
Gambar 15.2 Peta anomali gaya berat (Pusat Survei Geologi,
2000).
Gambar 15.3 Peta isopach dan distribusi lokasi sumur Cekungan
Sunda.15.2 TEKTONIK REGIONALTektonik Cekungan Sunda didominasi oleh
sesar normal dan sedikit pengaruh struktur-struktur kompresional.
Cekungannya terdiri dari beberapa deposenter diantaranya
Kitty-Nora, Nunung dan Yani (Gambar 15.4). Deposenter tersebut
biasanya terisi oleh sedimen tersier dengan ketebalan melebihi
6.000 meter. Struktur yang lazim ditemukan di Cekungan Sunda adalah
tinggian yang dibentuk oleh struktur perlipatan dan blok horst,
perlipatan dari sesar normal dan struktur draping pada tinggian
batuan dasar. Struktur kompresional hadir dalam bentuk reaktivasi
dari patahan berarah baratlaut-tenggara dan berasosiasi dengan
struktur transpressional dari sesar mendatar. Periode tektonik
signifikan yang pertama adalah pada saat Paleosen-Eosen yang
melibatkan tektonik regangan yang menyertai pengendapan Formasi
Banuwati. Sesar-sesar berarah baratlaut-tenggara dan utara-selatan
aktif dan bertindak sebagai batas cekungan (Gambar 15.5). Pada
Oligosen Awal mulai terdapat volkanisme dan peregangan di daerah
Cekungan Sunda. Pada Oligosen Akhir, reaktivasi rekahan yang tua
kembali terjadi sebagai akibat dari pergerakan mendatar blok
Indochina dan mulai membukanya Laut Cina Selatan (32-30 jtl) (Tung,
1992 and Daly, 1991) disertai dengan terbentuknya pola struktur
baru berarah utara-selatan yang konsisten dengan pola kompresional
di cekungan depan busur di Pulau Jawa (Daly, 1987).Pengangkatan
signifikan terjadi pada Oligosen Akhir mengakibatkan perubahan
sumber sedimen yang mengisi Cekungan Sunda. Formasi Talang Akar
Anggota Zelda diendapkan pada masa, pengendapannya dikendalikan
oleh sesar-sesar yang membentuk blok-blok besar horst. Periode
tektonik tenang pada Miosen Awal yang disertai genang laut maksimum
menjadi periode yang tepat untuk pengendapan batugamping Formasi
Baturaja dan menandai dimulainya periode sagging dari sedimen yang
diendapkan di Cekungan Sunda kemudian diikuti oleh fase transgresi
yang terjadi di seluruh cekungan kecuali pada beberapa tinggian
lokal. Periode yang lebih muda pada Miosen Akhir -Pliosen masih
merupakan kelanjutan dari proses tektonik regangan sebelum kemudian
digantikan oleh periode tektonik kompresional Plio Pleistosen yang
membentuk magmatisme alkali yang diendapkan dalam bentuk sill atau
dyke dengan arah dominan N18E.
Gambar 15.4 Elemen tektonik dan struktur di Cekungan Sunda
(dimodifikasi dari PERTAMINA-BEICIP, 1992).
Gambar 15.5 Penampang seismik regional Cekungan Sunda
(dimodifikasi dari PERTAMINA-BEICIP, 1992).15.3 STRATIGRAFI DAN
SEDIMENTASIDua siklus pengendapan dikenali di Cekungan Sunda sejak
Pra-Tersier, yang pertama didominasi genang laut yang dimulai pada
Oligosen Awal hingga Miosen Awal dilanjutkan dengan fase susut laut
sejak Miosen Awal hingga Miosen Akhir (Gambar 15.6). Formasi
Banuwati merupakan endapan pertama yang dikenali dengan variasi
litologi berupa konglomerat, batupasir kipas alluvium dan serpih
danau (Bushnell dan Temansja, 1986) dengan hubungan tidak selaras
terhadap batuan dasar Pra-Tersier. Formasi Talang Akar diendapkan
kemudian (Oligosen Akhir-Miosen Awal) yang terdiri dari
konglomerat, batupasir kuarsaan, dan serpih coklat yang diendapkan
dalam lingkungan sungai-danau. Sisipan batubara dikenali di bagian
atas dari formasi ini yang memperlihatkan fasies rawa payau.
Anggota Zelda dan Gita merupakan bagian dari Formasi Talang Akar
memiliki variasi litologi yang berbeda, Anggota Zelda memiliki
litologi berupa batupasir fluviatil, batulempung, serpih dan
batulanau yang didominasi oleh batupasir dari fasies sungai
teranyam, Fasies channel yang terbatas juga terdapat pada Anggota
Zelda sementara Anggota Gita diwakili oleh sedimen yang diendapkan
dengan energi yang lebih rendah berupa batupasir channel dan
batulempung dengan fasies rawa dan overbanks. Volkanik juga terekam
dalam formasi ini dengan dijumpainya retas basalt di bagian atas
formasi. Secara selaras diatasnya diendapkan Formasi Baturaja yang
diendapkan pada lingkungan paparan karbonat pada fase genang laut.
Bagian bawahnya berfasies packstone glaukonitan, wackestone dan
serpih yang diendapkan di lingkungan litoral dalam sementara bagian
tengahnya didominasi oleh pertumbuhan karbonat yang secara periodik
dipengaruhi oleh genang laut dan susut laut. Formasi Gumai
diendapkan secara selaras diatas Formasi Baturaja dengan variasi
litologi berupa batupasir dan batulempung yang menandai berakhirnya
fase genang laut. Di atas Formasi Gumai diendapkan Formasi Air
Benakat pada Mosen Akhir dengan variasi litologi didominasi oleh
batupasir di bagian bawah dan berubah menjadi batulempung dengan
sisipan batugamping ke arah atas yang dikenal dengan Formasi
Parigi. Pada Miosen Akhir Pliosen diendapkan Formasi Cisubuh dengan
litologi berupa batulempung dan mudstones yang diendapkan secara
selaras di atas Formasi Air Benakat.
Gambar 15.6 Stratigrafi regional Cekungan Sunda (dimodifikasi
dari Bushnell dan Temansja, 1986).15.4 SISTEM PETROLEUM 15.4.1
Batuan IndukSerpih berumur Oligosen Bawah Formasi Banuwati menjadi
batuan induk bagi beberapa lapangan di Cekungan Sunda sementara
yang paling baik dimiliki oleh serpih Formasi Talang Akar yang
pelamparannya menebal ke arah deposenter dengan kandungan TOC 3%
bertipe kerogen II. Reflektansi vitrinit mencapai harga 0,5% dengan
Tmaks 435o C memperlihatkan tingkat kematangan dari Formasi Talang
Akar. 15.4.2 Batuan ReservoirSatuan batupasir konglomeratan dari
Formasi Banuwati dan batupasir berfasies sungai teranyam dari
Formasi Talang Akar menjadi reservoir utama. Formasi Baturaja
bagian bawah berupa batugamping menjadi alternatif reservoir yang
lain ditambah dengan kompleks batuan terumbu di bagian yang lebih
muda. Batuan dasar Pra-Tersier juga berpotensi menjadi reservoir
yang baik dengan mengambil analog dari Cekungan Jawa Barat Utara
begitu juga dengan batuan volkanik Formasi Jatibarang yang telah
terbukti menghasilkan hidrokarbon di Cekungan Jawa Barat Utara.
15.4.3 Perangkap Perangkap yang ditemukan berupa three four way
dip, antiklin yang terbentuk karena sesar-sesar naik atau bagian
dari struktur transpressional juga hadir sebagai perangkap
potensial. Blok-blok sesar yang termiringkan juga menyimpan potensi
untuk menjadi jebakan selain sedimen yang onlapping terhadap batuan
dasar pembatas cekungan. Jebakan stratigrafi berupa perubahan
fasies dari karbonat build-up menjadi batulempung intraformasi
merupakan alternatif jebakan yang potensial.
15.4.4 Batuan PenyekatBatuan penyekat cekungan ini sering
ditemukan berupa sisipan intraformasi pada hampir semua formasi,
kecuali pada tutupan batulempung dalam kondisi lapuk atau tererosi.
Batuan penutup yang terdapat secara regional adalah serpih dari
Formasi Gumai dan serpih Formasi Air Benakat. 15.4.5 MigrasiMigrasi
primer dan sekunder berlangsung baik di Cekungan Sunda. Migrasi
primer telah terbukti terjadi pada batupasir, konglomerat dan
kemungkinan pada retakan-retakan batubara pada Formasi Talang Akar.
DAFTAR PUSTAKA
Bushnell, D. C. & Temansja. 1986. A model for hydrocarbon
accumulation in Sunda basin, West Java Sea, Indonesian Pet. Assoc.,
15th Annual Convention Proceeding.
Charles, M. G. A., Ballantyne, P. D., Hall, R., 1988,
Mesozoic-Cenozoic Rift- Drift Sequence of Asian Fragments from
Gondwanaland, Tectonophysics.Daly M. C., Cooper, M. A., Wilson J.,
Smith, D. G., Hooper, B.G.D., 1991, Cenozoic Plate Tectonics and
Basin Evolution in Indonesia, Marine And Petroleum Geology.Davis,
G., Reynolds, S. J., 1996, Structural Geology of Rocks and Regions;
John Willey and Sons Inc., New York.Geological Society, London,
Spec.Publication Packham, G., 1996, Cenozoic SE Asia:
Reconstructing its Aggregation and Reorganization, Tectonic
Evolution of Southeast Asia, Geological Society of London Special
Publication.Hall, R., 1996, Reconstructing Cenozoic SE Asia. In:
Hall, R. dan Blundell, D. J., 1996, Tectonic Evolution of Southeast
Asia, Geological Society of London, Special Publication 106,
pp.153-184.
Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian region, U.S.
Geological Survey Professional Paper, No. 1078, 345p.
Hariadi, N dan R.A. Soeparjadi, 1975, Exploration of The
Mentawai Block West Sumatra, Indonesian Pet. Assoc., 4th Annual
Convention Proceeding, hal. 55 65.LEMIGAS, 2006, Kuantifikasi
Sumberdaya Hidrokarbon, Volume I, Cekungan Sumatra Tengah, LEMIGAS,
Jakarta, hal. 4-1 4-11.PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1992, Sunda
Basin, Global Geodynamics, Basin Classification and Exploration
Play-types in Indonesia, Volume I, PERTAMINA, Jakarta, hal 74
78.Yulihanto, B., Situmorang, B., Nurdjajadi, A., dan Saim, B.,
1995, Structural Analysis of The Onshore Bengkulu Forearc Basin and
its Implication for Future Hydrocarbon Exploration Activity,
Indonesian Pet. Assoc., 24th Annual Convention Proceeding, hal 85
96.U
15-12