Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan terletak disebelah timur Bukit Barisan memanjang arah barat laut – tenggara, membuka kearah timur laut hingga ke daerah lepas pantai, termasuk jenis cekungan belakang busur (back-arc basin), dibatasi oleh pegunungan Bukit Barisan disebelah barat daya dan paparan Sunda berumur Pra - Tersier disebelah timur laut (de Coster, 1974). Cekungan Sumatera Selatan merupakan suatu cekungan besar yang terdiri dari beberapa sub cekungan. Sub cekungan yang besar tersebut adalah : 1. Sub cekungan Jambi atau Palembang Utara yang menjorok ke selatan. Sub cekungan Palembang Tengah. 4 Tinjauan Pustaka
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Geologi Regional
Cekungan Sumatera Selatan terletak disebelah timur Bukit Barisan
memanjang arah barat laut – tenggara, membuka kearah timur laut hingga ke
daerah lepas pantai, termasuk jenis cekungan belakang busur (back-arc basin),
dibatasi oleh pegunungan Bukit Barisan disebelah barat daya dan paparan Sunda
berumur Pra - Tersier disebelah timur laut (de Coster, 1974).
Cekungan Sumatera Selatan merupakan suatu cekungan besar yang terdiri
dari beberapa sub cekungan. Sub cekungan yang besar tersebut adalah :
1. Sub cekungan Jambi atau Palembang Utara yang menjorok ke selatan.
Sub cekungan Palembang Tengah.
2. Sub cekungan Palembang Selatan atau disebut juga Kompleks
Palembang (Koesoemadinata, 1980).
Secara umum stratigrafi di cekungan Sumatera Selatan dapat dilihat pada
Tabel 2.1. Cekungan ini disusun oleh batuan dasar ekonomis (an economic
basement) berumur Pra - Tersier, secara tidak selaras diatasnya diendapkan
sekuen Tersier yang sangat tebal (Adiwidjaya and de Coster, 1973; de Coster,
1974). Proses sedimentasi Tersier dimulai pada awal Oligosen, menghasilkan
Formasi Lahat yang didominasi oleh batuan volkanik serta batulempung dan
serpih yang diendapkan secara terbatas pada daerah-daerah dalaman (graben).
4
Tinjauan Pustaka
Kemudian pada Oligosen Atas diendapkan Formasi Talangakar hampir
diseluruh cekungan. Kedua formasi tersebut merupakan sekuen transgresif yang
diendapkan selama periode Oligosen Akhir – Miosen Tengah. Sedangkan lapisan
sedimen yang diendapkan pada periode Miosen Tengah – Resen merupakan
sekuen regresif (de Coster, 1974).
Secara rinci batuan penyusun masing-masing formasi diuraikan dari
formasi yang tertua sampai formasi yang termuda adalah sebagai berikut :
1. Komplek Batuan dasar
Kompleks batuan ini merupakan batuan dasar yang tersisa dari komplek
batuan beku berumur Mesozoik, tersusun atas batuan beku, metamorf dan batuan
karbonat (de Coster, 1974). Batuan dasar ini secara intensif terlipat, terpatahkan
dan diintrusi oleh batuan beku.
2. Formasi Lahat (LAF)
Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar, terdiri
atas batuan tufaan, batuan klastik yang berbutir kasar dan batuan sedimen darat,
diikuti oleh rifting yang membentuk konfigurasi half - graben pada kala Oligosen.
Kemudian setelah terbentuknya struktur half - graben, diendapkan sedimen yang
mengisi graben dengan endapan pada lingkungan lacustrine dan menjadikan
Formasi Lahat ini berfungsi sebagai source rock yang baik. Formasi Lahat
terbentuk pada kala Oligosen Awal – Oligosen Akhir.
3. Formasi Talangakar (TAF)
Formasi Talangakar diendapkan diatas Formasi Lahat atau batuan dasar,
diendapkan dalam sistem delta. Ketebalan Formasi Talangakar berkisar 1500 ft –
Tinjauan Pustaka
5
2000 ft (460 m – 610 m) dalam beberapa area cekungan. Formasi Talangakar
mempunyai kisaran umur Oligosen Akhir – Miosen Awal. Formasi ini potensial
baik sebagai source rock maupun reservoir rock.
Berdasarkan ciri litologi, Formasi Talangakar (TAF) dibagi menjadi TAF-
GRM di bagian bawah dan TAF-TRM di bagian atas.
Talangakar Gritsand Member (TAF-GRM)
TAF-GRM secara umum diendapkan di daerah delta plain - alluvial plain,
terdiri dari selang-seling batupasir, serpih, batulanau dengan sisipan batubara dan
konglomerat dibagian bawah.
Talangakar Transition Member (TAF-TRM)
TAF-TRM secara umum diendapakan di daerah delta front - prodelta,
terdiri dari selang-seling batupasir, serpih dan batulanau dengan sisipan batubara.
4. Formasi Baturaja (BRF)
Formasi ini diendapkan pada kala Miosen Awal secara tidak selaras
dengan batuan Pra-Tersier atau secara selaras diatas Formasi Talangakar di
lingkungan shelf marine sebagai batugamping paparan. Formasi ini tersusun dari
batuan karbonat yang berupa bank limestone, reef dengan sisipan serpih.
Ketebalan Formasi Baturaja berkisar antara 200 ft – 250 ft (60 m – 75 m).
Formasi Baturaja merupakan reservoir yang bagus di cekungan Sumatera Selatan.
5. Formasi Gumai (GUF)
Selama Miosen Tengah, sedimen Formasi Gumai diendapkan di Basin
Sag, diikuti dengan genang laut sampai maksimum kearah cekungan, sehingga
penyebarannya merata. Formasi Gumai dicirikan oleh sedimen serpih marine,
Tinjauan Pustaka
6
yang mengandung fosil, dan kadang-kadang berupa lapisan tipis dari Glauconitic
Limestone. Formasi Gumai berumur Miosen Awal – Miosen Tengah. Formasi ini
berfungsi sebagai lapisan penutup pada cekungan Sumatera Selatan.
6. Formasi Air Benakat (ABF)
Formasi Air Benakat diendapkan pada tahapan awal siklus regresif, yang
terdiri atas serpih batupasir gluconitic dan kadang-kadang batugamping. Bagian
bawah formasi ini diendapkan pada lingkungan neritic-shallow marine pada
Miosen Akhir. Bagian tengah Formasi Air Benakat terdiri atas batupasir,
batulempung dan lapisan batubara yang diendapkan pada lingkungan shallow
marine, paludal, delta plain. Bagian atas formasi ini terdiri atas batupasir tufaan,
batulempung, batupasir berbutir kasar dan kadang-kadang lapisan tipis batubara.
7. Formasi Muara Enim (MEF)
Formasi Muara Enim berumur Miosen Akhir, terletak selaras diatas
Formasi Air Benakat pada fase susut laut. Formasi ini terdiri dari batulempung
dengan sisipan batubara, batupasir dan batulanau. Formasi Muara Enim
diperkirakan diendapkan di lingkungan transisi (payau dekat laut).
Tinjauan Pustaka
7
Tabel 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Tabel 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Tinjauan Pustaka
8
2.2 Konsep Dasar
Metode seismik refleksi ini merupakan suatu metode geofisika yang
sedang berkembang dewasa ini. Konsep dasar perkembangannya berdasarkan sifat
gelombang getar yang elastis dan merambat pada suatu medium. Secara
sederhana, pengertiannya dapat ditunjukkan dengan gambar berikut.
Downgoing Ray Reflection
Acoustic Impedance Boundary or Reflektor
Refraction
Gambar 2.1 Refleksi dan Refraksi pada Batas IA
Berawal dari getaran yang ditimbulkan di atas permukaan bumi, menghasilkan
suatu pulsa seismik yang merambat melewati gelombang elastis yang mentransfer
energi menjadi pergerakan partikel batuan. Energi gelombang tersebut akan
merambat melalui suatu medium yang memiliki harga “ketahanan” tertentu yang
mengakibatkan energi gelombang yang datang akan mengalami dua fase yaitu
fase terpantulkan dan fase terbiaskan. Harga ketahanan tersebut biasa dikenal
dengan Impedansi Akustik (IA), yang merupakan hasil perkalian antara densitas
(ρ) dan kecepatan (V).
IA = ρ. V
Kecepatan memiliki arti lebih penting dalam mengontrol harga IA
dibandingkan densitas. Sebagai contoh, porositas atau meterial pengisi batuan (air,
minyak, gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas. Anstey
(1977) mengartikan IA dengan acustic hardness atau dengan artian bahwa batuan
Tinjauan Pustaka
9
dengan tingkat kekerasan yang tinggi dan sukar dimampatkan, seperti
batugamping dan granit, akan mempunyai harga IA yang tinggi. Sebaliknya
batuan lunak seperti lempung yang labih mudah dimampatkan memiliki harga IA
yang rendah.
Energi seismik yang terus merambat ke dalam permukaan bumi akan di
serap dalam tiga bentuk:
Divergensi spherical dimana kekuatan gelombang (energi per unit dari muka
gelombang) menurun sebanding dengan jarak akibat adanya spreading
geometris. Besar pengurangan densitas energi ini berbanding terbalik dengan
kwadrat jarak penjalaran gelombang.
Absorbsi atau Q yaitu energi yang berkurang karena terserap oleh massa
batuan. Besar energi yang terserap ini meningkat dengan frekuensi.
Terpantulkan yang merupakan dasar penggunaan metoda seismik refleksi ini.
Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi yang datang
pada keadaan normal adalah:
E (pantul) / E (datang) = KR . KR
KR = (IA2 – IA1) / (IA1 + IA2 ),
Dengan : E = energi
KR = koefisien refleksi
IA1 = impedansi akustik lapisan atas
IA2 = impedansi akustik lapisan bawah
Dari persamaan di atas maka dapat dijelaskan bahwa harga kontras IA dapat
diperkirakan dari amplitudo refleksinya, semakin besar amplitudonya semakin
Tinjauan Pustaka
10
besar pula refleksi dan kontras IA-nya. Maka hanya sebagian kecil energi seismik
yang direfleksikan, sedangkan sebagian besar lainnya akan terus dipancarkan pada
lapisan yang lebih dalam sehingga memungkinkan terjadinya refleksi berikutnya.
Akibat adanya efek dari impedansi akustik dan kaitannya dengan
frekuensi, kecepatan dan panjang gelombang maka pada suatu penampang
seismik akan didaptkan suatu respon dalam bentuk wavelet. Bentukan trough atau
puncak refleksi terjadi pada bidang batas refleksi dengan IA2 IA1, sedangkan
bentukan peak atau lembah refleksi terjadi pada bidang batas refleksi dengan
IA2 IA1.
Tinjauan Pustaka
11
Gambar 2.2 Efek Frekwensi Gelombang pada Respon Seismik (Anstey, 1980)
2.3 Interpretasi data seismik
Sebelum memulai suatu tahapan interpretasi, seorang interpreter harus
mengetahui bahwa pada dasarnya data yang terdapat pada penampang seismic
refleksi merupakan rekaman kronostratigrafi (time stratigraphy) dari pola
struktur dan pengendapan, dan bukan merupakan rekaman litostratigrafi (rock
stratigraphy).
2.3.1 Efek Distorsi pada Penampang Seismik Refleksi
Proses lebih lanjut dari analisis data, berdasarkan konsep-konsep dasar di
atas, akan diperoleh hasil akhir berupa penampang seismik refleksi. Penampang
seismik ini menurut Anstey (1977) dihasilkan dari rambatan gelombang pada
daerah di dekat permukaan bumi yang akan terus dipantulkan oleh bidang pantul
diantara perlapisan batuan di kerak bumi yang kemudian diterima oleh geofon dan
terekam dalam pita megnetik.
Source Midpoint Geophone Surface
Reflektor
Gambar 2.3 Geometri Reflektor pada Reflektor Horizontal
Tetapi data penampang seismik refleksi tersebut tidak mutlak mewakili aspek-
aspek geologi yang ada. Hal ini disebabkan adanya efek bising (noise) atau
distorsi yang umumnya akan ikut terekam pada penampang seismik. Efek dari
bising yang masih tertinggal dapat menjadi jebakan (pitfall) yang akan merusak
Tinjauan Pustaka
12
atau menurunkan kwalitas dari hasil interpretasi apabila tidak dilakukan netralisir
terlebih dahulu. Diantara efek bising tersebut:
2.3.1.1 Bising Acak (random noise)
Bising acak tidak membentuk pola tertentu, tidak koheren dan umumnya
menjadi penyebab utama yang akan menurunkan kwalitas dari interpretasi. Di
daratan, efek bising ini akan tertangkap oleh geofon dari faktor-faktor seperti
angin, lalulintas arus listrik tegangan tinggi, bentuk permukaan dari daratan, dll.
Sedangkan di lautan, efek bising ini yang akan tertangkap oleh geofon dapat
berasal dari gelombang, pergerakan kapal, dll. Metoda Common Depth Point
(CDP) atau Common Mid Point (CMP) kemudian dikembangkan untuk
meminimalisir terjadinya efek bising acak ini yaitu dengan melakukan sampling
berulang dari suatu titik bawah permukaan menggunakan jejak perambatan muka
gelombang yang berbeda dengan jalan memperkecil jarak antara sumber dan
penerima relatif terhadap titik target dan melakukan perekaman secara overlap
dan menerus untuk mendapatkan cangkupan bawah permukaan ganda.
2.3.1.2 Multipel
Efek multipel terjadi akibat muka gelombang terpantulkan lebih dari satu
kali yang akan terlihat seperti penggandaan permukaan pada penampang seismik.
Parameter pengambilan data dapat didesain sedemikian rupa untuk
menghilangkan multipel tetapi umumnya efek ini dihilangkan pada saat
pemrosesan data terutama dengan menggunakan teknik stacking dan dekonvolusi
Multipel dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu long-path dan short-path. Long-
path multiple mempunyai lintasan penjalaran lebih panjang dari refleksi primer
Tinjauan Pustaka
13
untuk bidang reflektor dalam yang sama, akibatnya akan muncul sebagai refleksi
yang terpisah. Short-path multiple timbul segera setelah refleksi primer dan
berinterferensi dengan refleksi primer tersebut sehingga merubah bentuk
gelombang tapi tidak harus muncul sebagai refleksi yang terpisah.
2.3.1.3 Difraksi dan Pantulan Refraksi
Difraksi merupakan sumber umum dari bising dan dapat timbul akibat
perubahan tajam dari bidang reflektor, misalnya akibat sesar, intrusi dan
permukaan tidak teratur pada daerah karst. Efek difraksi ini biasanya dihilangkan
deengan teknik migrasi, meskipun begitu sering masih muncul dalam rekaman
seismik sehingga mengganggu interpretasi.
Pantulan gelombang refraksi adalah gelombang suara yang telah menjalar
lateral sepanjang jarak tertentu di bawah permukaan sebelum mencapai geofon.
Pada penampang seismik, pantulan refraksi ini umumnya dapat dikenali dari
penyebarannya yang memotong refleksi primer.
2.3.2 Parameter Seismik Stratigrafi
Seperti yang diketahui bahwa seismik stratigrafi merupakan cara yang
biasa digunakan agar dari data yang didapatkan dari seismik refleksi tersebut
didapatkan suatu konsep geologi. Hal ini dapat dilakukan karena sifat fisik
permukaan batuan yang berlapis-lapis dan adanya ketidakselarasan menimbulkan
suatu stratigrafi berdasarkan waktu dan bentuk struktur.
Di dalam interpretasi data seismik refleksi tersebut akan didapatkan
parameter-parameter seismik stratigrafi yang berupa sekuen-sekuen yang berguna
Tinjauan Pustaka
14
untuk mengetahui pengendapannya. Dengan parameter-parameter ini pola-pola
strukturpun dapat diketahui dan dipelajari baik proses kejadiannya maupun
habitatnya.
2.3.2.1 Konfigurasi Refleksi
Pola-pola pelapisan yang berkembang sebagai suatu hasil proses-proses
pengendapan, erosi dan paleotopografi dapat diinterpretasikan dengan
menggunakan pola-pola refleksi seismik. Kontinuitas berhubungan erat dengan
kontinuitas perlapisan, hal akan nampak pada penampang seismik refleksi yang
dihasilkan. Contoh konfigurasi refleksi utama yang sudah dikenali adalah sebagai
berikut :
Paralel dan Subparalel
Refleksi seismik yang terbentuk adalah seragam (paralel) sampai relatif
seragam (subparalel) dengan amplitudo, kontinuitas, cycle breath, dan time
separationnya. Tingkat variasi lateralnya menunjukkan tingkatan perubahan
dalam kecepatan pengendapan lokal dan kandungan litologi-nya. Biasanya
menunjukkan kecepatan pengendapan yang konstan pada suatu paparan atau
basin plain yang stabil.
Divergent
Adalah refleksi seismik yang membentuk suatu paket membaji, hal ini
dikarenakan penebalan ke arah lateral akibat penebalan dari refleksi itu sendiri
dan bukan karena onlap( lapisan yang lebih muda menunjukkan terminasi
terhadap lapisan yang lebih tua dalam suatu hubungan top-discordant), offlap(
lapisan yang lebih tua menunjukkan terminasi terhadap lapisan yang lebih
Tinjauan Pustaka
15
muda) atau erosi. Bentuk ini mencerminkan variasi lateral kecepatan
pengendapan atau tilting secara progresif bidang pengendapan.
Sigmoid
Segmen bagian atas dan bawah relatif tipis dan hampir horizontal dengan
batas atas konkordan dan batas bawah downlap. Hal ini mencerminkan proses
agradasi yang menerus segmen atas sejalan dengan progradasi bagian tengah
akibat suplai sedimen yang relatif pelan pada basin yang relatif subsiding
secara cepat dan/atau cepatnya kenaikan m.a.l. Bentuk ini merefleksikan
regim pengendapan energi rendah dari hasil sedimen deltaic yang berukuran
halus sampai kasar.
Tangensial Oblique
Suatu pola oblique clinoform yang pada bagian segmen-segmen foreset
kemiringannya berkurang secara berangsur, dan membentuk cekungan yang
konkaf ke arah atas. Hal ini menandakan berkurangnya accomodation.
Paralel Oblique
Mempunyai pola refleksi dengan sudut yang relatif curam. Gambaran ini
menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dengan sedimen suplai yang
besar, Penurunan basin lambat dan permukaan laut yang tidak berubah.
Complex Sigmoid Oblique
Pola ini terdiri dari kombinasi variasi selang-seling gambaran refleksi
sigmoidal dan oblique di dalam suatu satuan fasies seismik tunggal. Hal ini
menunjukkan suatu lingkungan pengendapan yang tumbuh ke atas dan
bypassing pengendapan dalam segmen topset.
Tinjauan Pustaka
16
Shingled
Yaitu suatu pola prograding clinoform yang terdiri dari refleksi-refleksi
prograding prograding yang tipis, biasanya menggambarkan batas atas dan
bawah yang sejajar, serta terminasi toplap dan downlap yag semu. Konfigurasi
shingled biasanya biasanya menunjukkan satuan-satuan progradasi di air
dangkal.
Hummocky
Pola ini biasanya di-interpretasikan mewakili perlapisan yang membentuk
pola clinoform yang kecil dan interfingering yang meluas ke dalam air
dangkal, pada suatu prodelta atau interdelta. Hummocky clinoform
menandakan progradasi lidah ke dalam air dangkal dalam prodelta atau
interdelta.
Chaotic
Bentuk ini terjadi karena adanya diskontiniu atau refleksi-refleksi diskordan,
yang menunjukkan suatu susunan permukaan-permukaan refleksi yang tidak
beraturan. Hal ini mengindikasikan adanya lingkungan pengendapan energi
tinggi dengan dasar pengendapan berubah-ubah atau akibat deformasi kuat.
Umumnya bentuk ini tersusun dari sedimen berbutir kasar, dan biasanya
diendapkan di lingkungan pengendapan terrestrial.
Zona Bebas Refleksi
Zona ini mengindikasikan adanya kesamaan sedimen atau litologi. Pada
profil-profil refleksi yang beresolusi tinggi umumnya material sedimennya
berukuran halus sampai sangat halus dan diendapkan pada lingkungan
Tinjauan Pustaka
17
berenergi rendah, misalnya teluk, estuari atau daerah paparan dangkal yang
tidak terganggu oleh arus dasar yang kuat. Bentuk ini relatif tidak terdapat
struktur.
2.3.2.2 Refleksi yang Tidak Terputus (kontiniu)
Refleksi yang menerus bergantung pada tidak terputusnya kontras
kecepatan-densitas seluas daerah yang diteliti atau adanya ketidakselarasan yang
dapat menggambarkan hubungan antara perlapisan dan batas sekuen. Pola refleksi
yang mengidentifikasikan terminasi refleksi dan stratigrafi yang saling
berhubungan, dengan :
Toplap, terminasi pantulan seismik yang menunjukkan lapisan miring yang
berakhir pada permukaan lapisan.
Erosional Truncation, terminasi yang menunjukkan lapisan pengendapan yang
tererosi sepanjang permukaan ketidakselarasan.
Onlap, terminasi yang menunjukkan lapisan horizontal yang berakhir pada
suatu permukaan yang miring.
Downlap, terminasi pantulan seismik yang menunjukkan lapisan miring yang
berakhir pada permukaan horizontal di bawahnya.
Konkordan, dapat terjadi pada batas atas atau bawah sekuen pengendapan,
hubungan ini berupa kesejajaran strata atau lapisan terhadap batas permukaan.
2.3.2.3 Frekuensi Refleksi
Frekuensi refleksi didasarkan pada bilangan vibrasi atau osilasi gelombang
seismik tiap detik. Frekuensi mempengaruhi penetrasi kedalaman gelombang ke
Tinjauan Pustaka
18
bawah pemukaan dan juga resolusi seismik. Frekuensi rendah menghasilkan
penetrasi yang cukup besar tetapi berenergi kecil.
2.3.2.4 Amplitudo Refleksi
Pada seismik amplitudo diukur sebagai jarak titik tengah gelombang
terhadap posisi ekstrim. Amplitudo refleksi dikontrol dengan kontras kecepatan
dan densitas sepanjang permukaan. Amplitudo seismik refleksi dapat pula
dipengaruhi oleh kandungan fluida lapisan sedimen dan akumulasi gas.
Tinjauan Pustaka
19
Tinjauan Pustaka
20
Gambar 2.4 Contoh Konfigurasi Refleksi (Mitchum dkk., 1977)
Gambar 2.5 Hubungan Antara Lapisan dan Batas Sekuen (Mitchum dkk., 1977)
Tinjauan Pustaka
21
Gambar 2.6 Terminasi Refleksi Seismik dalam Sekuen Ideal (Mitchum dkk., 1977
2.3.3 Deformasi pada Data Seismik
Profil seismik dapat menunjukkan bukti nyata tentang beberapa deformasi
utama, yaitu patahan (fault), lipatan (fold), ketidakselarasan (unconformity), dan
diapir.
2.3.3.1 Patahan
Patahan merupakan struktur geologi yang mengakibatkan kondisi tubuh
batuan yang mengalami perubahan bentuk serta mengalami pergerakan atau
pergeseran yang dapat mencapai ratusan meter. Kecenderungan pergerakan dari
blok patahan bergantung pada gaya tektonik yang berlaku. Terbagi atas tiga jenis
patahan utama, yaitu normal, naik, dan geser atau strike-slip. Patahan normal
disebabkan oleh gaya tangensial atau ekstensional dimana dua blok akan bergerak
saling menjauh. Patahan naik disebabkan oleh gaya kompresi atau tekan dengan
dua blok akan saling mendekat satu sama lain. Sedangkan patahan geser (strike-
slip) merupakan patahan dengan pergerakan yang mendatar yang terbagi dua yaitu
mendatar sinistral dan mendatar dekstral.
Pada profil yang didapat dari hasil rekaman data seismik, patahan dapat
diidentifikasi sebagai reflektor yang terlihat bergeser atau berpindah secara
vertikal.
2.3.3.2 Lipatan
Lipatan yang dapat dideteksi dan dipetakan dengan metode seismik hanya
lipatan dengan skala besar, seperti antiklinal, sinklinal dan monoklinal. Deformasi
terjadi karena lipatan ini terjadi dalam waktu yang bervariasi selama proses
Tinjauan Pustaka
22
sedimentasi sebuah cekungan, misalnya pertumbuhan struktur yang menipis
karena sumbu antiklinal dan penebalan dalam sumbu axis sinklinal.
2.3.3.3 Ketidakselarasan
Hal ini terjadi pada saat proses sedimentasi terhenti hingga menjadi
periode non deposisi yanng kemudian dilanjutkan kembali dengan proses
sedimentasi. Daerah dengan perbedaan deposisi dinamakan ketidakselarasan. Hal
tersebut dapat terjadi karena perubahan iklim, perubahan muka laut, dan aktifitas
tektonik di luar cekungan. Dari hasil rekaman seismik dapat dikenali yaitu dengan
melihat lapisan atas dan bawahnya menunjukkan perbedaan sudut perlapisan.