Top Banner
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan terletak disebelah timur Bukit Barisan memanjang arah barat laut – tenggara, membuka kearah timur laut hingga ke daerah lepas pantai, termasuk jenis cekungan belakang busur (back-arc basin), dibatasi oleh pegunungan Bukit Barisan disebelah barat daya dan paparan Sunda berumur Pra - Tersier disebelah timur laut (de Coster, 1974). Cekungan Sumatera Selatan merupakan suatu cekungan besar yang terdiri dari beberapa sub cekungan. Sub cekungan yang besar tersebut adalah : 1. Sub cekungan Jambi atau Palembang Utara yang menjorok ke selatan. Sub cekungan Palembang Tengah. 4 Tinjauan Pustaka
30

CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Oct 25, 2015

Download

Documents

sanugrah17

geologi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Geologi Regional

Cekungan Sumatera Selatan terletak disebelah timur Bukit Barisan

memanjang arah barat laut – tenggara, membuka kearah timur laut hingga ke

daerah lepas pantai, termasuk jenis cekungan belakang busur (back-arc basin),

dibatasi oleh pegunungan Bukit Barisan disebelah barat daya dan paparan Sunda

berumur Pra - Tersier disebelah timur laut (de Coster, 1974).

Cekungan Sumatera Selatan merupakan suatu cekungan besar yang terdiri

dari beberapa sub cekungan. Sub cekungan yang besar tersebut adalah :

1. Sub cekungan Jambi atau Palembang Utara yang menjorok ke selatan.

Sub cekungan Palembang Tengah.

2. Sub cekungan Palembang Selatan atau disebut juga Kompleks

Palembang (Koesoemadinata, 1980).

Secara umum stratigrafi di cekungan Sumatera Selatan dapat dilihat pada

Tabel 2.1. Cekungan ini disusun oleh batuan dasar ekonomis (an economic

basement) berumur Pra - Tersier, secara tidak selaras diatasnya diendapkan

sekuen Tersier yang sangat tebal (Adiwidjaya and de Coster, 1973; de Coster,

1974). Proses sedimentasi Tersier dimulai pada awal Oligosen, menghasilkan

Formasi Lahat yang didominasi oleh batuan volkanik serta batulempung dan

serpih yang diendapkan secara terbatas pada daerah-daerah dalaman (graben).

4

Tinjauan Pustaka

Page 2: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Kemudian pada Oligosen Atas diendapkan Formasi Talangakar hampir

diseluruh cekungan. Kedua formasi tersebut merupakan sekuen transgresif yang

diendapkan selama periode Oligosen Akhir – Miosen Tengah. Sedangkan lapisan

sedimen yang diendapkan pada periode Miosen Tengah – Resen merupakan

sekuen regresif (de Coster, 1974).

Secara rinci batuan penyusun masing-masing formasi diuraikan dari

formasi yang tertua sampai formasi yang termuda adalah sebagai berikut :

1. Komplek Batuan dasar

Kompleks batuan ini merupakan batuan dasar yang tersisa dari komplek

batuan beku berumur Mesozoik, tersusun atas batuan beku, metamorf dan batuan

karbonat (de Coster, 1974). Batuan dasar ini secara intensif terlipat, terpatahkan

dan diintrusi oleh batuan beku.

2. Formasi Lahat (LAF)

Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar, terdiri

atas batuan tufaan, batuan klastik yang berbutir kasar dan batuan sedimen darat,

diikuti oleh rifting yang membentuk konfigurasi half - graben pada kala Oligosen.

Kemudian setelah terbentuknya struktur half - graben, diendapkan sedimen yang

mengisi graben dengan endapan pada lingkungan lacustrine dan menjadikan

Formasi Lahat ini berfungsi sebagai source rock yang baik. Formasi Lahat

terbentuk pada kala Oligosen Awal – Oligosen Akhir.

3. Formasi Talangakar (TAF)

Formasi Talangakar diendapkan diatas Formasi Lahat atau batuan dasar,

diendapkan dalam sistem delta. Ketebalan Formasi Talangakar berkisar 1500 ft –

Tinjauan Pustaka

5

Page 3: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

2000 ft (460 m – 610 m) dalam beberapa area cekungan. Formasi Talangakar

mempunyai kisaran umur Oligosen Akhir – Miosen Awal. Formasi ini potensial

baik sebagai source rock maupun reservoir rock.

Berdasarkan ciri litologi, Formasi Talangakar (TAF) dibagi menjadi TAF-

GRM di bagian bawah dan TAF-TRM di bagian atas.

Talangakar Gritsand Member (TAF-GRM)

TAF-GRM secara umum diendapkan di daerah delta plain - alluvial plain,

terdiri dari selang-seling batupasir, serpih, batulanau dengan sisipan batubara dan

konglomerat dibagian bawah.

Talangakar Transition Member (TAF-TRM)

TAF-TRM secara umum diendapakan di daerah delta front - prodelta,

terdiri dari selang-seling batupasir, serpih dan batulanau dengan sisipan batubara.

4. Formasi Baturaja (BRF)

Formasi ini diendapkan pada kala Miosen Awal secara tidak selaras

dengan batuan Pra-Tersier atau secara selaras diatas Formasi Talangakar di

lingkungan shelf marine sebagai batugamping paparan. Formasi ini tersusun dari

batuan karbonat yang berupa bank limestone, reef dengan sisipan serpih.

Ketebalan Formasi Baturaja berkisar antara 200 ft – 250 ft (60 m – 75 m).

Formasi Baturaja merupakan reservoir yang bagus di cekungan Sumatera Selatan.

5. Formasi Gumai (GUF)

Selama Miosen Tengah, sedimen Formasi Gumai diendapkan di Basin

Sag, diikuti dengan genang laut sampai maksimum kearah cekungan, sehingga

penyebarannya merata. Formasi Gumai dicirikan oleh sedimen serpih marine,

Tinjauan Pustaka

6

Page 4: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

yang mengandung fosil, dan kadang-kadang berupa lapisan tipis dari Glauconitic

Limestone. Formasi Gumai berumur Miosen Awal – Miosen Tengah. Formasi ini

berfungsi sebagai lapisan penutup pada cekungan Sumatera Selatan.

6. Formasi Air Benakat (ABF)

Formasi Air Benakat diendapkan pada tahapan awal siklus regresif, yang

terdiri atas serpih batupasir gluconitic dan kadang-kadang batugamping. Bagian

bawah formasi ini diendapkan pada lingkungan neritic-shallow marine pada

Miosen Akhir. Bagian tengah Formasi Air Benakat terdiri atas batupasir,

batulempung dan lapisan batubara yang diendapkan pada lingkungan shallow

marine, paludal, delta plain. Bagian atas formasi ini terdiri atas batupasir tufaan,

batulempung, batupasir berbutir kasar dan kadang-kadang lapisan tipis batubara.

7. Formasi Muara Enim (MEF)

Formasi Muara Enim berumur Miosen Akhir, terletak selaras diatas

Formasi Air Benakat pada fase susut laut. Formasi ini terdiri dari batulempung

dengan sisipan batubara, batupasir dan batulanau. Formasi Muara Enim

diperkirakan diendapkan di lingkungan transisi (payau dekat laut).

Tinjauan Pustaka

7

Page 5: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Tabel 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Tabel 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Tinjauan Pustaka

8

Page 6: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

2.2 Konsep Dasar

Metode seismik refleksi ini merupakan suatu metode geofisika yang

sedang berkembang dewasa ini. Konsep dasar perkembangannya berdasarkan sifat

gelombang getar yang elastis dan merambat pada suatu medium. Secara

sederhana, pengertiannya dapat ditunjukkan dengan gambar berikut.

Downgoing Ray Reflection

Acoustic Impedance Boundary or Reflektor

Refraction

Gambar 2.1 Refleksi dan Refraksi pada Batas IA

Berawal dari getaran yang ditimbulkan di atas permukaan bumi, menghasilkan

suatu pulsa seismik yang merambat melewati gelombang elastis yang mentransfer

energi menjadi pergerakan partikel batuan. Energi gelombang tersebut akan

merambat melalui suatu medium yang memiliki harga “ketahanan” tertentu yang

mengakibatkan energi gelombang yang datang akan mengalami dua fase yaitu

fase terpantulkan dan fase terbiaskan. Harga ketahanan tersebut biasa dikenal

dengan Impedansi Akustik (IA), yang merupakan hasil perkalian antara densitas

(ρ) dan kecepatan (V).

IA = ρ. V

Kecepatan memiliki arti lebih penting dalam mengontrol harga IA

dibandingkan densitas. Sebagai contoh, porositas atau meterial pengisi batuan (air,

minyak, gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas. Anstey

(1977) mengartikan IA dengan acustic hardness atau dengan artian bahwa batuan

Tinjauan Pustaka

9

Page 7: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

dengan tingkat kekerasan yang tinggi dan sukar dimampatkan, seperti

batugamping dan granit, akan mempunyai harga IA yang tinggi. Sebaliknya

batuan lunak seperti lempung yang labih mudah dimampatkan memiliki harga IA

yang rendah.

Energi seismik yang terus merambat ke dalam permukaan bumi akan di

serap dalam tiga bentuk:

Divergensi spherical dimana kekuatan gelombang (energi per unit dari muka

gelombang) menurun sebanding dengan jarak akibat adanya spreading

geometris. Besar pengurangan densitas energi ini berbanding terbalik dengan

kwadrat jarak penjalaran gelombang.

Absorbsi atau Q yaitu energi yang berkurang karena terserap oleh massa

batuan. Besar energi yang terserap ini meningkat dengan frekuensi.

Terpantulkan yang merupakan dasar penggunaan metoda seismik refleksi ini.

Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi yang datang

pada keadaan normal adalah:

E (pantul) / E (datang) = KR . KR

KR = (IA2 – IA1) / (IA1 + IA2 ),

Dengan : E = energi

KR = koefisien refleksi

IA1 = impedansi akustik lapisan atas

IA2 = impedansi akustik lapisan bawah

Dari persamaan di atas maka dapat dijelaskan bahwa harga kontras IA dapat

diperkirakan dari amplitudo refleksinya, semakin besar amplitudonya semakin

Tinjauan Pustaka

10

Page 8: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

besar pula refleksi dan kontras IA-nya. Maka hanya sebagian kecil energi seismik

yang direfleksikan, sedangkan sebagian besar lainnya akan terus dipancarkan pada

lapisan yang lebih dalam sehingga memungkinkan terjadinya refleksi berikutnya.

Akibat adanya efek dari impedansi akustik dan kaitannya dengan

frekuensi, kecepatan dan panjang gelombang maka pada suatu penampang

seismik akan didaptkan suatu respon dalam bentuk wavelet. Bentukan trough atau

puncak refleksi terjadi pada bidang batas refleksi dengan IA2 IA1, sedangkan

bentukan peak atau lembah refleksi terjadi pada bidang batas refleksi dengan

IA2 IA1.

Tinjauan Pustaka

11

Page 9: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Gambar 2.2 Efek Frekwensi Gelombang pada Respon Seismik (Anstey, 1980)

2.3 Interpretasi data seismik

Sebelum memulai suatu tahapan interpretasi, seorang interpreter harus

mengetahui bahwa pada dasarnya data yang terdapat pada penampang seismic

refleksi merupakan rekaman kronostratigrafi (time stratigraphy) dari pola

struktur dan pengendapan, dan bukan merupakan rekaman litostratigrafi (rock

stratigraphy).

2.3.1 Efek Distorsi pada Penampang Seismik Refleksi

Proses lebih lanjut dari analisis data, berdasarkan konsep-konsep dasar di

atas, akan diperoleh hasil akhir berupa penampang seismik refleksi. Penampang

seismik ini menurut Anstey (1977) dihasilkan dari rambatan gelombang pada

daerah di dekat permukaan bumi yang akan terus dipantulkan oleh bidang pantul

diantara perlapisan batuan di kerak bumi yang kemudian diterima oleh geofon dan

terekam dalam pita megnetik.

Source Midpoint Geophone Surface

Reflektor

Gambar 2.3 Geometri Reflektor pada Reflektor Horizontal

Tetapi data penampang seismik refleksi tersebut tidak mutlak mewakili aspek-

aspek geologi yang ada. Hal ini disebabkan adanya efek bising (noise) atau

distorsi yang umumnya akan ikut terekam pada penampang seismik. Efek dari

bising yang masih tertinggal dapat menjadi jebakan (pitfall) yang akan merusak

Tinjauan Pustaka

12

Page 10: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

atau menurunkan kwalitas dari hasil interpretasi apabila tidak dilakukan netralisir

terlebih dahulu. Diantara efek bising tersebut:

2.3.1.1 Bising Acak (random noise)

Bising acak tidak membentuk pola tertentu, tidak koheren dan umumnya

menjadi penyebab utama yang akan menurunkan kwalitas dari interpretasi. Di

daratan, efek bising ini akan tertangkap oleh geofon dari faktor-faktor seperti

angin, lalulintas arus listrik tegangan tinggi, bentuk permukaan dari daratan, dll.

Sedangkan di lautan, efek bising ini yang akan tertangkap oleh geofon dapat

berasal dari gelombang, pergerakan kapal, dll. Metoda Common Depth Point

(CDP) atau Common Mid Point (CMP) kemudian dikembangkan untuk

meminimalisir terjadinya efek bising acak ini yaitu dengan melakukan sampling

berulang dari suatu titik bawah permukaan menggunakan jejak perambatan muka

gelombang yang berbeda dengan jalan memperkecil jarak antara sumber dan

penerima relatif terhadap titik target dan melakukan perekaman secara overlap

dan menerus untuk mendapatkan cangkupan bawah permukaan ganda.

2.3.1.2 Multipel

Efek multipel terjadi akibat muka gelombang terpantulkan lebih dari satu

kali yang akan terlihat seperti penggandaan permukaan pada penampang seismik.

Parameter pengambilan data dapat didesain sedemikian rupa untuk

menghilangkan multipel tetapi umumnya efek ini dihilangkan pada saat

pemrosesan data terutama dengan menggunakan teknik stacking dan dekonvolusi

Multipel dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu long-path dan short-path. Long-

path multiple mempunyai lintasan penjalaran lebih panjang dari refleksi primer

Tinjauan Pustaka

13

Page 11: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

untuk bidang reflektor dalam yang sama, akibatnya akan muncul sebagai refleksi

yang terpisah. Short-path multiple timbul segera setelah refleksi primer dan

berinterferensi dengan refleksi primer tersebut sehingga merubah bentuk

gelombang tapi tidak harus muncul sebagai refleksi yang terpisah.

2.3.1.3 Difraksi dan Pantulan Refraksi

Difraksi merupakan sumber umum dari bising dan dapat timbul akibat

perubahan tajam dari bidang reflektor, misalnya akibat sesar, intrusi dan

permukaan tidak teratur pada daerah karst. Efek difraksi ini biasanya dihilangkan

deengan teknik migrasi, meskipun begitu sering masih muncul dalam rekaman

seismik sehingga mengganggu interpretasi.

Pantulan gelombang refraksi adalah gelombang suara yang telah menjalar

lateral sepanjang jarak tertentu di bawah permukaan sebelum mencapai geofon.

Pada penampang seismik, pantulan refraksi ini umumnya dapat dikenali dari

penyebarannya yang memotong refleksi primer.

2.3.2 Parameter Seismik Stratigrafi

Seperti yang diketahui bahwa seismik stratigrafi merupakan cara yang

biasa digunakan agar dari data yang didapatkan dari seismik refleksi tersebut

didapatkan suatu konsep geologi. Hal ini dapat dilakukan karena sifat fisik

permukaan batuan yang berlapis-lapis dan adanya ketidakselarasan menimbulkan

suatu stratigrafi berdasarkan waktu dan bentuk struktur.

Di dalam interpretasi data seismik refleksi tersebut akan didapatkan

parameter-parameter seismik stratigrafi yang berupa sekuen-sekuen yang berguna

Tinjauan Pustaka

14

Page 12: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

untuk mengetahui pengendapannya. Dengan parameter-parameter ini pola-pola

strukturpun dapat diketahui dan dipelajari baik proses kejadiannya maupun

habitatnya.

2.3.2.1 Konfigurasi Refleksi

Pola-pola pelapisan yang berkembang sebagai suatu hasil proses-proses

pengendapan, erosi dan paleotopografi dapat diinterpretasikan dengan

menggunakan pola-pola refleksi seismik. Kontinuitas berhubungan erat dengan

kontinuitas perlapisan, hal akan nampak pada penampang seismik refleksi yang

dihasilkan. Contoh konfigurasi refleksi utama yang sudah dikenali adalah sebagai

berikut :

Paralel dan Subparalel

Refleksi seismik yang terbentuk adalah seragam (paralel) sampai relatif

seragam (subparalel) dengan amplitudo, kontinuitas, cycle breath, dan time

separationnya. Tingkat variasi lateralnya menunjukkan tingkatan perubahan

dalam kecepatan pengendapan lokal dan kandungan litologi-nya. Biasanya

menunjukkan kecepatan pengendapan yang konstan pada suatu paparan atau

basin plain yang stabil.

Divergent

Adalah refleksi seismik yang membentuk suatu paket membaji, hal ini

dikarenakan penebalan ke arah lateral akibat penebalan dari refleksi itu sendiri

dan bukan karena onlap( lapisan yang lebih muda menunjukkan terminasi

terhadap lapisan yang lebih tua dalam suatu hubungan top-discordant), offlap(

lapisan yang lebih tua menunjukkan terminasi terhadap lapisan yang lebih

Tinjauan Pustaka

15

Page 13: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

muda) atau erosi. Bentuk ini mencerminkan variasi lateral kecepatan

pengendapan atau tilting secara progresif bidang pengendapan.

Sigmoid

Segmen bagian atas dan bawah relatif tipis dan hampir horizontal dengan

batas atas konkordan dan batas bawah downlap. Hal ini mencerminkan proses

agradasi yang menerus segmen atas sejalan dengan progradasi bagian tengah

akibat suplai sedimen yang relatif pelan pada basin yang relatif subsiding

secara cepat dan/atau cepatnya kenaikan m.a.l. Bentuk ini merefleksikan

regim pengendapan energi rendah dari hasil sedimen deltaic yang berukuran

halus sampai kasar.

Tangensial Oblique

Suatu pola oblique clinoform yang pada bagian segmen-segmen foreset

kemiringannya berkurang secara berangsur, dan membentuk cekungan yang

konkaf ke arah atas. Hal ini menandakan berkurangnya accomodation.

Paralel Oblique

Mempunyai pola refleksi dengan sudut yang relatif curam. Gambaran ini

menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dengan sedimen suplai yang

besar, Penurunan basin lambat dan permukaan laut yang tidak berubah.

Complex Sigmoid Oblique

Pola ini terdiri dari kombinasi variasi selang-seling gambaran refleksi

sigmoidal dan oblique di dalam suatu satuan fasies seismik tunggal. Hal ini

menunjukkan suatu lingkungan pengendapan yang tumbuh ke atas dan

bypassing pengendapan dalam segmen topset.

Tinjauan Pustaka

16

Page 14: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Shingled

Yaitu suatu pola prograding clinoform yang terdiri dari refleksi-refleksi

prograding prograding yang tipis, biasanya menggambarkan batas atas dan

bawah yang sejajar, serta terminasi toplap dan downlap yag semu. Konfigurasi

shingled biasanya biasanya menunjukkan satuan-satuan progradasi di air

dangkal.

Hummocky

Pola ini biasanya di-interpretasikan mewakili perlapisan yang membentuk

pola clinoform yang kecil dan interfingering yang meluas ke dalam air

dangkal, pada suatu prodelta atau interdelta. Hummocky clinoform

menandakan progradasi lidah ke dalam air dangkal dalam prodelta atau

interdelta.

Chaotic

Bentuk ini terjadi karena adanya diskontiniu atau refleksi-refleksi diskordan,

yang menunjukkan suatu susunan permukaan-permukaan refleksi yang tidak

beraturan. Hal ini mengindikasikan adanya lingkungan pengendapan energi

tinggi dengan dasar pengendapan berubah-ubah atau akibat deformasi kuat.

Umumnya bentuk ini tersusun dari sedimen berbutir kasar, dan biasanya

diendapkan di lingkungan pengendapan terrestrial.

Zona Bebas Refleksi

Zona ini mengindikasikan adanya kesamaan sedimen atau litologi. Pada

profil-profil refleksi yang beresolusi tinggi umumnya material sedimennya

berukuran halus sampai sangat halus dan diendapkan pada lingkungan

Tinjauan Pustaka

17

Page 15: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

berenergi rendah, misalnya teluk, estuari atau daerah paparan dangkal yang

tidak terganggu oleh arus dasar yang kuat. Bentuk ini relatif tidak terdapat

struktur.

2.3.2.2 Refleksi yang Tidak Terputus (kontiniu)

Refleksi yang menerus bergantung pada tidak terputusnya kontras

kecepatan-densitas seluas daerah yang diteliti atau adanya ketidakselarasan yang

dapat menggambarkan hubungan antara perlapisan dan batas sekuen. Pola refleksi

yang mengidentifikasikan terminasi refleksi dan stratigrafi yang saling

berhubungan, dengan :

Toplap, terminasi pantulan seismik yang menunjukkan lapisan miring yang

berakhir pada permukaan lapisan.

Erosional Truncation, terminasi yang menunjukkan lapisan pengendapan yang

tererosi sepanjang permukaan ketidakselarasan.

Onlap, terminasi yang menunjukkan lapisan horizontal yang berakhir pada

suatu permukaan yang miring.

Downlap, terminasi pantulan seismik yang menunjukkan lapisan miring yang

berakhir pada permukaan horizontal di bawahnya.

Konkordan, dapat terjadi pada batas atas atau bawah sekuen pengendapan,

hubungan ini berupa kesejajaran strata atau lapisan terhadap batas permukaan.

2.3.2.3 Frekuensi Refleksi

Frekuensi refleksi didasarkan pada bilangan vibrasi atau osilasi gelombang

seismik tiap detik. Frekuensi mempengaruhi penetrasi kedalaman gelombang ke

Tinjauan Pustaka

18

Page 16: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

bawah pemukaan dan juga resolusi seismik. Frekuensi rendah menghasilkan

penetrasi yang cukup besar tetapi berenergi kecil.

2.3.2.4 Amplitudo Refleksi

Pada seismik amplitudo diukur sebagai jarak titik tengah gelombang

terhadap posisi ekstrim. Amplitudo refleksi dikontrol dengan kontras kecepatan

dan densitas sepanjang permukaan. Amplitudo seismik refleksi dapat pula

dipengaruhi oleh kandungan fluida lapisan sedimen dan akumulasi gas.

Tinjauan Pustaka

19

Page 17: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Tinjauan Pustaka

20

Gambar 2.4 Contoh Konfigurasi Refleksi (Mitchum dkk., 1977)

Page 18: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Gambar 2.5 Hubungan Antara Lapisan dan Batas Sekuen (Mitchum dkk., 1977)

Tinjauan Pustaka

21

Page 19: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

Gambar 2.6 Terminasi Refleksi Seismik dalam Sekuen Ideal (Mitchum dkk., 1977

2.3.3 Deformasi pada Data Seismik

Profil seismik dapat menunjukkan bukti nyata tentang beberapa deformasi

utama, yaitu patahan (fault), lipatan (fold), ketidakselarasan (unconformity), dan

diapir.

2.3.3.1 Patahan

Patahan merupakan struktur geologi yang mengakibatkan kondisi tubuh

batuan yang mengalami perubahan bentuk serta mengalami pergerakan atau

pergeseran yang dapat mencapai ratusan meter. Kecenderungan pergerakan dari

blok patahan bergantung pada gaya tektonik yang berlaku. Terbagi atas tiga jenis

patahan utama, yaitu normal, naik, dan geser atau strike-slip. Patahan normal

disebabkan oleh gaya tangensial atau ekstensional dimana dua blok akan bergerak

saling menjauh. Patahan naik disebabkan oleh gaya kompresi atau tekan dengan

dua blok akan saling mendekat satu sama lain. Sedangkan patahan geser (strike-

slip) merupakan patahan dengan pergerakan yang mendatar yang terbagi dua yaitu

mendatar sinistral dan mendatar dekstral.

Pada profil yang didapat dari hasil rekaman data seismik, patahan dapat

diidentifikasi sebagai reflektor yang terlihat bergeser atau berpindah secara

vertikal.

2.3.3.2 Lipatan

Lipatan yang dapat dideteksi dan dipetakan dengan metode seismik hanya

lipatan dengan skala besar, seperti antiklinal, sinklinal dan monoklinal. Deformasi

terjadi karena lipatan ini terjadi dalam waktu yang bervariasi selama proses

Tinjauan Pustaka

22

Page 20: CEKUNGAN SUMATRA SELATAN.doc

sedimentasi sebuah cekungan, misalnya pertumbuhan struktur yang menipis

karena sumbu antiklinal dan penebalan dalam sumbu axis sinklinal.

2.3.3.3 Ketidakselarasan

Hal ini terjadi pada saat proses sedimentasi terhenti hingga menjadi

periode non deposisi yanng kemudian dilanjutkan kembali dengan proses

sedimentasi. Daerah dengan perbedaan deposisi dinamakan ketidakselarasan. Hal

tersebut dapat terjadi karena perubahan iklim, perubahan muka laut, dan aktifitas

tektonik di luar cekungan. Dari hasil rekaman seismik dapat dikenali yaitu dengan

melihat lapisan atas dan bawahnya menunjukkan perbedaan sudut perlapisan.

Tinjauan Pustaka

23