KAJIAN PERUNDANGAN-UNDANGANTENTANG DANA BOSBAB
IPENDAHULUANA.Latar BelakangMasalahDalam UUD 1945 tanggungjawab
pendidikan bangsa, terutama pendidikan dasar adalah menjadi
tanggungjawab pemerintah. Hal ini terutama dijelaskan pemerintah
dalam pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Isu kritis
muncul dalam pembahasan ini adalah bagaimana komitmen pemerintah
menyikapi amanat konstitusi ini, padahal kita tahu bahwa pendidikan
dasar belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, dan biaya
pendidikannya sampai saat ini sebagian masih ditanggung masyarakat
sendiri.Artinya, pendidikan dasar 9 tahun masih belum benar-benar
gratis, bahkan masih terkesan tetap mahal bagi kalangan orang
miskin.Pemikiran tentang reformasi pendidikan didasarkan pada
penilaian atas kegagalan pendidikan nasional pada masa Orde Baru.
Upaya Orde Baru meningkatkan kualitas dan efektivitas pendidikan
tentu dilandasi niat baik dan membawa hasil yang spektakuler jika
dibanding dengan orde sebelumnya, tetapi kita tidak bisa
mendasarkan pada maksud baik semata. Catatan tentang kegagalan yang
mengecewakanpun perlu diungkap secara adil yang meliputi: 1)
Kegagalan memberikan pendidikan secara merata kepada anak usia
sekolah, yang dikenal dengan wajib belajar (wajar 9 tahun); 2)
Kegagalan hasil pendidikan membangun kepribadian yang mantap dan
bertanggung jawab pada masyarakat dan bangsa, karena tidak mampu
memcahkan masalah, lemah berkomunikasi dan dalam bekerja sama; 3)
Konflik yang tak terselesaikan tentang kurikulum sebagai alat
perubahan; 4) keterbatasan jumlah anggaran pendidikan dalam APBN;
5) Politisasi lembaga pendidikan dikaitkan dengan pemeliharaan
dukungan terhadap rezim Orde Baru oleh birokrasi pendidikan, dan
sebagainya.Reformasi pendidikan sebagai kesempatan yang terbuka
setelah tumbangnya rezim Orde Baru dan berfokus pada: 1)
Usaha-usaha meningkatkan Anggaran Pendidikan dalam APBN 2001; 2)
Perubahan jumlah mata pelajaran di SD; 3) Perubahan paradigma
pendidikan dari mengajar ke belajar; 3) Perubahan atau perumusan
falsafah pendidikan dalam cara pandang atau memposisikan murid
sebagai warga belajar yang bermartabat; dan 4) Perubahan atau
perumusan fungsi pendidikan untuk mengembangkan potensi kemanusiaan
warga belajar untuk menghadapi masa depan yang komplek dan dinamis
(berubah).Akibat dari kecilnya anggaran pendidikan salah satu
pengaruhnya adalah gagalnya arus murid dalam penyelenggaraan wajib
belajar. Wajib belajar adalah upaya melaksanakan UUD pasal 31 bahwa
tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Dari pasal ini
pemerintah memiliki dua mandat dari UUD 1945 yaitu: aspek
kualitatif mencerdaskan bangsa dan aspek kuantitatif tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran. Depdiknas sebagai aktor utama
dalam pelaksanaan pendidikan, dianggap berhasil apabila 29 juta
anak mendapat pendidikan SLTP. Tetapi angka BPS 2005 menunjukkan
bahwa 15 juta anak usia sekolah drop-out pada jenjang SD kelas3,
dan 7juta drop-out SD kelas 4-6.Dalam kaitan ini dilakukan manusia
sejak manusia berada dalam usia yang sangat dini (dalam kandungan
sang ibu). Kemudian terus berproses sampai ia mencapai usia dewasa.
Proses pendidikan ini bahkan berlangsung tanpa dibatasi usia,
kataJhon Deweydisebut sebagailong life education.Pada prinsipnya
bahwa pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan dan tidak
mengenal titik akhir, ini artinya bahwa berakhirnya pendidikan
berarti berakhir pula kehidupan. Tetapi, jika proses pendidikan
tidak berjalan dengan baik, yang terjadi adalah pengingkaran
terhadap hakikat hidup manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, upaya
untuk memperlancar proses pendidikan merupakan kewajiban, bukan
saja menjadi kewajiban bagi pemerintah, melainkan juga bagi semua
masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan UUD45 pasal
31 ayat (1) yang berbunyi: tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran,dan pasal 5 ayat (1) UU No.20 tahun 2003
tentang SISDIKNAS menegaskan bahwasetiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, bahkan pada
pasal 6 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia
tujuh tahun sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan
dasar.Pertanyaan yang perlu disampaikan di sini adalah tanggung
jawab siapa pendidikan itu? Jawabannya adalah seperti yang
dijelaskan dalam GBHN bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan
masyarakat. Oleh sebab itu, pendidikan adalah tanggung jawab kita
bersama, tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia. Namun dalam
kontek UUD 1945 nampaknya tanggungjawab pendidikan bangsa, terutama
pendidikan dasar (SD dan SMP) adalah menjadi tanggungjawab
pemerintah. Hal ini terutama dijelaskan pemerintah dalam pasal 31
ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya. Isu kritis muncul dalam
pembahasan ini adalah bagaimana komitmen pemerintah menyikapi
amanat konstitusi ini, padahal kita tahu bahwa pendidikan dasar
belum dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, dan biaya
pendidikannya sampai saat ini (walaupun ada dana BOS) sebagian
masih ditanggung masyarakat sendiri. Artinya, pendidikan dasar 9
tahun masih belum benar-benar gratis, bahkan masih terkesan tetap
mahal bagi kalangan orang miskin.Pendanaan pendidikan merupakan
ketersediaan dana dari pemerintah untuk pendidikan. Dana pendidikan
adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan
dan mengelola pendidikan. Pendanaan pendidikan adalah penyediaan
sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan.Dimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) No
48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan telah disetujui dan
ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Juli 2008,
namun PP itu tidak secara jelas mengatur larangan pungutan di
sekolah. PP tersebut, bahkan seakan melegalkan terjadinya pungutan
untuk pembiayaan pendidikan di satuan pendidikan sekolah negeri
maupun swasta.B. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana Tujuan Program BOS?1.
Apa manfaat dana BOS Dalam Penyelenggaraan Pendidikan?2. Bagaimana
permasalahan mengenai implementasi dana BOS (Biaya Operasional
Sekolah) sebagai salah satu pembiayaan gratis di sekolah dasar di
lapangan?C.LANDASAN HUKUM1. A. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945.B. Undang-Undang No. 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Badan
Pemeriksa Keuangan.C. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.D. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme.E. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang
Bendaharawan Wajib Memungut Pajak Penghasilan.F. Undang-Undang No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.G. Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.H. Undang-Undang No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.I. Undang-Undang No. 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.J. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.K. Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam
pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.L. Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.M. Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.N. Peraturan
Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib BelajarO. Peraturan
Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan PendidikanP.
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
dan Pemberantasan Buta Aksara.Q. Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar.R. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.S. Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional No. 060/U/2002 tentang Pedoman
Pendirian Sekolah.T. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
078/M/2008 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi 145 Judul Buku
Teks Pelajaran Yang Yang Hak Ciptanya Dibeli Oleh Departemen
Pendidikan NasionalU. Peraturan Mendiknas No. 46 Tahun 2007 Tentang
Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk
Digunakan Dalam Proses PembelajaranV. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Tentang BukuW.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 12
Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi
Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses PembelajaranX.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 28 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun
2008 tentang Harga Eceran Tertinggi Buku Teks Pelajaran Yang Hak
Ciptanya Dibeli Oleh Departemen Pendidikan NasionalY. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 34 Tahun 2008
Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat
Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran (SD: PKn, IPA,
IPS, Matematika, Bahasa Indonesia dan SMP: IPA, IPS, Matematika,
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris)Z. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2008 Tentang Penetapan
Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan
dalam Proses PembelajaranAA. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen
Keuangan Republik Indonesia No. SE-02/PJ./2006, tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan
Penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS) oleh Bendaharawan atau
Penanggung-Jawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di Masing-Masing
Unit Penerima BOS.D.TUJUAN PENULISAN1. Untuk mengetahui seberapa
besarnya dana BOS disalurkan di sekolah dasar.2. Untuk mengetahui
arti dalam peraturan perundangan PP No 48 tentang Pendanaan
Pendidikan.E.SISTEMATIKA PENULISANBab I Pendahuluan1. Latar
belakang masalah2. Rumusan masalah3. Landasan hukum4. Tujuan
penulisan5. Sistematika penulisaBab II Deskripsi kebijakan
Pembiayaan gratis di sekolah dasar menurut PP No 48 tahun 2008Bab
III Implementasi kebijakan Dana BOS di lapanganBab IV kesimpulan
dan RekomendasiDaftar PustakaBAB IILandasan TeoritisA.STRUKTUR
PERATURAN PEMERINTAH NO 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN
PENDIDIKAN1. Bab 1 ketentuan umum terdiri dari 6 pasal yaitu; Pasal
1 terdiri dari 6 ayat ;Pasal 2 terdiri dari 2 ayat ; Pasal 3
terdiri dari ; Pasal 4 ; Pasal 5 ;Pasal 62. Bab II Tanggung jawab
pendanaan pendidikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu enam bagianA. Bagian kesatu tentang
biaya investasi satuan pendidikan paragraph 1 biaya investasi lahan
pendidikan terdiri 3 pasal. Pasal 7 terdiri dari 7 ayat; pasal 8
terdiri 2 ayat; pasal 9 terdiri dari 3 ayat. Paragraf 2 biaya
investasi selain lahan pendidikan terdiri dari 4 pasal yaitu pasal
10 terdiri dari 3 ayat ; pasal 11 terdiri dari 2 ayat ;pasal 12
terdiri dari 2 ayat dan pasal 13 terdiri dari 3 ayat.B. Bagian
kedua tentang biaya investasi penyelenggaraan dan atau pengelolaan
pendidikan. Paragraph 1 biaya investasi lahan terdiri dari satu
pasal yaitu pasal 14 yang ter terdiri dari 2 ayat. Paragraf 2 biaya
investasi selain lahan yaitu pasal 15 terdiri 2 ayat.C. Bagian
ketiga tentang biaya operasi satuan pendidikan. Paragraph 1 biaya
personalia terdiri dari 5 pasal yaitu pasal 16 yang terdiri dari 2
ayat ,pasal 17 juga 2 ayat, pasal 18 ;2 ayat, pasal 19 ; 2 ayat,
dan pasal 20 terdiri dari 3 ayat. Paragraph 2 biaya nonpersonalia
terdiri dari 4 pasal yaitu pasal 21 terdiri 3 ayat, pasal 22
terdiri dari 2 ayat, pasal 23 terdiri dari 3 ayat, dan pasal 24
terdiri dari 3 ayat.D. Bagian keempat tentang biaya operasi
penyelanggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan. Paragraph 1 biaya
personalia terdiri dari 1 pasal yaitu pasal 25 yang terdiri dari 2
ayat. Paragraph 2 biaya nonpersonalia yaitu hanya pasal 26 yang
terdiri dari 2 ayat.E. Bagian kelima tentang bantuan biaya
pendidikan dan beasiswa. Terdiri dari 4 pasal yaitu pasal 27 yaitu
2 ayat, pasal 28 dengan 3 ayat, pasal 29 dengan 3 ayat, dan pasal
30 dengan 3 ayat.F. Bagian keenam pendanaan pendidikan di luar
negeri. Terdiri dari 1 pasal yautu pasl 31G. Bab III tanggung jawab
pendaan pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat. Dibagi menjadi beberapa bagian yaitu lima
bagian.i. Bagian kesatu biaya investasi satuan pendidikan.
Paragraph 1 biaya investasi lahan pendidikan terdidir dari 2 pasal
yaitu pasal 32 dengan 4 ayat dan pasal 33 dengan 4 ayat. Paragraph
biaya investasi selain lahan pendidikan yaitu pasal 34 dengan 5
ayat dan pasal 35 dengan 4 ayat.ii. Bagian kedua biaya investasi
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan. Paragraf 1 baiay
investasi lahan pasal 36. Paragraph 2 biaya investasi selain lahan
pasal 37.iii. Bagain ketiga baiya operasi satuan pendidikan .
paragraph 1 biaya personalia pasal 38 dengan 3 ayat dan pasal 39
dengan 4 ayat. Paragraf 2 biaya non personalia pasal 40 dengan 6
ayat dan Pasal 41 dengan 4 ayat.iv. Bagain keempat biaya operasi
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan . paragraph 1 baiay
personalia pasal 42, paragraph 2 biaya nonpersonalia pasal 43v.
Bagian kelima bantuan biaya pendidikan dan beasiswa terdiri dari 3
pasal. Pasal 44 dengan 3 ayat, pasal 45 dengan 2 ayat dan pasal
46.vi. Bab IV tanggung jawab pendanaan pendidikan oleh masyarakat
diluar penyelenggara dan astuan pendidikan yang didirikan
masyarakat. Dibagi menjadi beberapa bagian yaitu 2 bagiana. Bagian
kesatu tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau wali
peserta didik terdiri dari 2 pasal. Pasal 47 dan pasal 48.b. Bagian
kedua tanggung jawab pendanaan pendidikan oleh masyarakat di luar
penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan masyarakat serta
peserta didik atau orang tua/walinya. Pasal 49 dengan 3 ayat.vii.
Bab V sumber pendanaan pendidikan terdiri dari 8 pasal. Pasal 50
dengan 4 ayat, pasal 51 dengan 6 ayat, pasal 52, pasal 53, pasal
54, pasal 55 dengan 2 ayat, pasal 56 dengan 2 ayat, pasal 57 dengan
10 ayat.viii. Bab VI pengelolaan dana pendidikan dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu lima bagian.a. Bagian kesatu. Prinsip pasal
58, paragraph 1 prinsip umum pasal 59 dengan 5 ayat, paragraph 2
prinsip khusus terdiri dari 4pasal.Pasal60 dengan 3 ayat, pasal 61
dengan 4 ayat, pasal 62 dengan 4 ayat, pasal 63 dengan 2 ayat.b.
Bagian kedua. Perencanaan terdiri dari 3 pasal. Pasal 67 dengan 3
ayat.c. Bagian ketiga realisasi penerimaan dan pengeluaran dana
pendidikan dengan 6 pasal. Pasal 68 dengan 2 ayat, pasal 69 dengan
3 ayat, pasal 70 dengan 3 ayat, pasal 71 dengan 3 ayat sampai
dengan pasal 73.d. Bagian keempat pengawasan dan pemeriksaan
teridiri dari 5 pasal. Pasal 74 dengan 2 ayat, pasal 75 dengan 2
ayat, pasal 76 dengan 2 ayat, pasal 77 dengan 2 ayat, pasal 78
dengan 2 ayat.e. Bagian kelima pertanggungjwaban. Pasal 79 dengan 3
ayat.ix. Bab VII pengalokasian dana pendidikan dengan 5 pasal.
Pasal 80 dengan 2 ayat, pasal 81 dengan 2 ayat, pasal 82 dengan 3
ayat, pasal 83 dengan 3 ayat, dan pasal 84.x. Bab VIII ketentuan
peralihanxi. Bab IX etentuan penutup terdiri dari 3 pasal, pasal
86, pasal 87, dan pasal 88.B.Isi dari peraturan pemerintah no 48
tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan1. Pengertian Pendanaan
PendidikanDana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang
disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan.
Pendanaan pendidikan yaitu pendanaan pendidikan adalah penyediaan
sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan. pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud adalah meliputi penyelenggara atau satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat, peserta didik, orang tua atau
wakil peserta didik dan pihak lain selain yang dimaksud sebelumnya
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan.2.Jenis Pembiayaan PendidikanSebagaimana tertuang dalam
PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam bagian ini akan diuraikan
jenis-jenis biaya pendidikan sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2008
tersebut. Biaya pendidikan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
Biaya Satuan Pendidikan, Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan
Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik.1) Biaya Satuan
Pendidikan adalah biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan yang meliputi:a) Biaya investasi adalah biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia,
dan modal kerja tetap.b) Biaya operasional, terdiri dari biaya
personalia dan biaya nonpersonalia. Biaya personalia terdiri dari
gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan-tunjangan
yang melekat pada gaji. Biaya nonpersonalia adalah biaya untuk
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung
berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi,
dll.c) Bantuan biaya pendidikan yaitu dana pendidikan yang
diberikan kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak
mampu membiayai pendidikannya.d) Beasiswa adalah bantuan dana
pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi.2)
Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan adalah biaya
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau
penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.3) Biaya
pribadi peserta didik adalah biaya personal yang meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan.Selain itu pada pasal 6 biaya pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 yang merupakan
tanggung jawab Pemerintah dialokasikan dalam anggaran Pemerintah,
dan yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dialokasikan
dalam anggaran pemerintah daerah sesuai dengan sistem penganggaran
dalam peraturan perundangundangan. Tanggung jawab pendanaa
pendidikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam bantuan
biaya pendidikan dan beasiswa, dijelaskan pada pasal 27 bab II
yaitu tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pendanaan pendidikan sebagai berikut1) Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan atau
beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak
mampu membiayai pendidikannya.2) Pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai kewenangannya dapat memberi beasiswa kepada peserta didik
yang berprestasi.Pada pasal 28, bantuan biaya pendidikan mencakup
sebagian atau seluruh biaya pendidikan yang harus ditanggung
peserta didik, termasuk biaya pribadi peserta didik dan diatur
dengan peraturan Menteri atau peraturan menteri sesuai kewenangan
masing-masing serta diatur dengan peraturan kepala daerah.Beasiswa
harus mencakup sebagian atau seluruh biaya pendidikan yang harus
ditanggung peserta didik, termasuk biaya pribadi peserta didik.
Pemberian beasiswa oleh pemerintah diatur dengan peraturan menteri
atau peratutan menteri agama sesuai dengan wewenang masing-masing.
Pemberian yang diberikan oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan
pertauran kepala daerah ini semua pada pasal 29.Satuan pendidikan
yang diselanggarakan oleh pemerintah atau Pemda wajib menerima
biaya nonpersonalia dari pemerintah atau pemerintah daerah bial
terjadi penolakan terhadap bantuan biaya nonpersonalia maka satuan
pendidikan harus sesuai dengan yang telah diselenggarakan
pemerintah atau pemerintah daerah dan satuan pendidikan dilarang
memungut biaya tersebut dari peserta didik, orang tua atau wakil
peserta didik. Dan jika terjadi pemungutan maka satuan pendidikan
tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.Di bab 3 tentang tanggung jawab pendanaan
pendidikan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat pada bantuan biaya pendidikan dan beasiswa pasal 44
yaitu Penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada
peserta didik atau orang tua atau walinya yang tidak mampu
membiayai pendidikannya dan memberi beasiswa kepada peserta didik
yang berprestasi. Sumber nya bisa dari :1. penyelenggara atau
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;2. Pemerintah;3.
pemerintah daerah;4. orang tua/wali peserta didik;5. pemangku
kepentingan di luar peserta didik dan orang tua/walinya;6. bantuan
pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau7. sumber lainnya yang
sah.Pasal 45 bantuan biaya pendidikan dan beasiswa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 mencakup sebagian atau seluruh biaya
pendidikan yang harus ditanggung peserta didik, termasuk biaya
personal. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan biaya
pendidikan dan beasiswa oleh penyelenggara atau satuan pendidikan
yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
diatur dengan peraturan penyelenggara atau satuan pendidikan yang
bersangkutan.Pasal 46 satuan pendidikan pelaksana program wajib
belajar yang diselenggarakan masyarakat, yang tidak dikembangkan
menjadi bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal,
wajib menerima bantuan biaya nonpersonalia dari Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah.Hubungan dengan peraturan perundang-udangan yang
lainD.DESKRIPSI TENTANG PP NO 48 TAHUN 2008Berdasarkan pada
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.(Penerbit Asa Mandiri,
2007: 50)Adapun rumusan pengertian tentang Pendidikan Nasional
dapat penulis kemukakan pendapat Ki. Hajar Dewantara, seorang tokoh
pendidikan Nasional di Indonesia serta yang diangkat oleh
Pemerintah sebagai Bapak Pendidikan, menyatakan sebagai
berikut:Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis
hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan peri-kehidupan
yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat
bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemulian segenap
manusia di seluruh dunia.(Ahmadi & Uhbiyati, 2001: 190)Dengan
demikian nampak erat sekali hubungan antara seorang nasionalisme
dengan keyakinan hidup kebangsaan. Hal ini akan dihayati bagi orang
yang menyatakan diri dengan hidup bangsanya dan merasa terikat
dengan benang sutera kecintaan yang halus dan suci dengan
bangsanya.S. Mangunsarkoro menyatakan:Baru jika si pendidik itu
sendiri seorang nasionalis, barulah ia bisa menyiarkan keyakinan
kebangsaan itu pada tiap-tiap hal yang diajarkannya kepada murid.
Dan karena si pendidik itu seorang nasionalis, maka dengan
sendirinya ia dapat melihat pekerjaannya sebagai guru itu dalam
lingkungan dan susunan pekerjaan kebangsaan yang luas.(Ahmadi &
Uhbiyati, 2001: 191)Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9
tahun gratis memang menjadi impian setiap warga. Namun, pendidikan
gratis itu sering disalahartikan. Ada yang mengartikan pendidikan
gratis adalah tidak membayar uang sekolah berikut segala
keperluannya seperti buku, seragam, dan transportasi. Ada pula yang
mengartikan pendidikan gratis hanya meliputi biaya operasional
sekolah.Pengertian Wajar Dikdas gratis versi pemerintah, dalam hal
ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), hanya mencakup
biaya operasional sekolah seperti uang sekolah dan gaji guru, serta
biaya investasi yang meliputi penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap yang
penggunaannya lebih dari satu tahun.Sedangkan biaya transportasi
siswa dari rumah ke sekolah masih dibebankan pada orangtua murid.
Dalam PP No 48 Tahun 2008 tentang Pembiayaan Pendidikan, disebutkan
bahwa pemerintah hanya menanggung biaya operasional sekolah seperti
gaji pokok bagi pegawai pada satuan pendidikan, tunjangan yang
melekat pada gaji bagi pegawai pada satuan pendidikan, tunjangan
struktural bagi pejabat structural pada satuan pendidikan,
dll.Pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan-pengorbanan
yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional,
melekat pada proses produksi, dan tidak dapat dihindarkan. Bila
tidak demikian, maka pengeluaran tersebut dikategorikan sebagai
pemborosan.Lembaga pendidikan sebagai produsen jasa pendidikan,
seperti halnya pada bidang usaha lainnya menghadapi masalah yang
sama, yaitu biaya produksi, tetapi ada beberapa kesulitan khusus
mengenai penerapan perhitungan biaya ini. J. Hallack mengemukakan
tiga macam kesulitan, yaitu berkenaan dengan (1) definisi produksi
pendidikan, (2) identifikasi transaksi ekonomi yang berhubungan
dengan pendidikan, dan (3) suatu kenyataan bahwa pendidikan
mempunyai sifat sebagai pelayanan umum.Biaya pendidikan dapat
dikategorikan dalam beberapa cara, antara lain biaya ini
dikategorikan atas (1) biaya langsung dan biaya tidak langsung, (2)
biaya sosial dan biaya privat, dan (3) biaya moneter dan biaya
non-moneter.Dilihat dari luasnya, analisis pengeluaran pendidikan
dapat dilakukan secara keseluruhan dan secara mikro. Studi biaya
pendidikan secara keseluruhan atau nasional menyangkut (1) biaya
pendidikan dan produk domestik bruto, dan (2) unsur-unsur biaya
pendidikan. Analisis biaya secara mikro, adalah analisis biaya pada
tingkat lembaga, yaitu pada tingkat distrik/yayasan dan pada
tingkat satuan pendidikan.Sebagaimana dijelaskan oleh Davis
(Robbins, 1999) bahwa: The primaryobjectie at business firm is
economic service. Tidak ada organisasi yang dapat hidup jika tidak
memberikan nilai ekonomis. Nilai ekonomis ini dikembangkan melalui
aktivitas yang dilakukan oleh para anggotanya untuk menciptakan
produk atau jasa organisasi. Aktivitas-aktivitas tersebut kemudian
menghubungkan tujuan organisasi dengan hasilnya. Adalah pekerjaan
manajemen untuk mengelompokan aktivitas-aktivitas tersebut
sedemikian rupa sehingga membentuk sturuktur organisasi. Davis
kemudian berkesimpulan bahwa dengan demikian struktur organisasi
bergantung pada tujuan-tujuan organisasi.Keuangan dan pembiayaan
merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang
efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut
lebih tersa lagi dlam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, yang
menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara
transparansi kepada masyarakat dan pemerintah.Dalam penyelenggaraan
pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat
menentukan dan merupakan bagian yang tak trpisahkan dalam kajian
manajemen pendidikan. Komponen-komponen keuangan dan pembiayaan
pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan
terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di sekolah bersama dengan
komponen-komponen yang lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang
dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang
tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola
sebaik-baiknya, agar dana-dana yangada dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk menunjang tercapainnya tujuan pendidikan. Hal ini
penting, terutama dalam rangka MBS, yang memberikan kewewenangan
kepada sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana
sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah karena pada umumnya
dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah
keterbatasan dana, apalagi dalam kondisi krisis pada sekarang
ini.Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis
besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu:1. Pemerintah,
baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat
umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan.2.
Orang tua atau peserta didik3. Masyarakat, baik mengikat maupun
tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua
dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional 1989 bahwa karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam
pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggungjawab atas pemenuhan
dana pendidikan merupaka tanggungjawab bersama antara pemerintah,
masyarakat dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputi biaya
rutin dan biaya pembangunan.Biaya rutin adalah biaya yang harus
dikeluarkan dari tahun ke tahun seperti gaji pegawai (guru dan non
guru), serta biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung,
fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang habis pakai).
Sementara biaya pembangunan, misalnya biaya pembelian atau
pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab
gedung. Dalam implementasi MBS, manajemen komponen keuangan harus
dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari tahap penyusunan
anggaran, penggunaan sampai pengawasan dan pertanggungjawaban
sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah
benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada
kebocoran-kebocorann serta bebas dari korupsi. Kepala sekolah dalam
hal ini, sebagai manajer berfungsi sebagai otorisator dan dilimpahi
fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun tidak
dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban
melakukan pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai
fungsi-fungsi bendaharawan juga dilimpahi fungsi ordinator untuk
menguji atas pembayaran.Tiap unit kerja selalu berhubungan masalah
keuangan, demikian pula sekolah. Persoalan yang menyangkut keuangan
sekolah pada garis besarnya berkisar pada uang sumbangan
pendidikan, uang kesejahteraan personal dan gaji serta keuangan
yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan sekolah.BAB
IIIPEMBAHASANIMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBIAYAAN GRATIS SEKOLAH DASAR
DI LAPANGANA.PROFESIONALPenyelenggaraan pendidikan merupakan salah
satu instrumentbagi pemerintah dalam menerapkan tujuan bangsa yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Globalisasi dan perkembangan
teknologi yang memaksakan pemerintah untuk menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu. Namun, kenyataannya ketika pemerintah
mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) kekhawatiran pada
masyarakat menengah ke bawah terhadap daya beli yang menurun akan
berdampak negatif pada partisipasi masyarakat terhadap pendidikan.
Misalnya terdapat anak-anak di umur 7-15 tahun terancam putus
sekolah, akibat naiknya biaya sekolah. Sehingga pemerintah
mengalokasikan subsidi silang yaitu perencanaan subsidi sekolah
sebesar 20% dari APBN dan APBD.Masukan instrumental (instrumental
input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan
(sekolah) adalah biaya pendidikan. Biaya pendidikan terbukti tidak
dapat diabaikan dalam proses pendidikan (sekolah). Supriadi
(2004:3) mengartikan biaya (cost) yakni semua jenis pengeluaran
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk
uang maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang).
Contohnya adalah iuran siswa, biaya sarana fisik, buku sekolah, dan
guru.1.Pengertian Biaya Operasional sekolah (BOS)BOS adalah program
pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi
satuan pendiidkan dasar sebagai pelaksana program wajib
belajar.2.Tujuan program BOS adalah1. menggratiskan seluruh siswa
miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional
sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta2.
menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya
operasional sekolah, kecuali pada Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)3.
meringankan beban biaya opersional sekolah bagi siswa di sekolah
swasta. Hal tersebut menggambarkan bahwa program BOS bermanfaat
pada penuntasan wajib belajar 9 tahun, yakni sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama negeri maupun swasta. Sekolah program
kejar Paket A dan B serta SMP terbuka tidak termasuk dalam sasaran
dari PKPS-BBM (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak) bidang pendidikan, karena hampir semua komponen dari ketiga
program tersebut dibiayai oleh pemerintah (Santoso, 2007: 20).
Madrasah Diniyah juga tidak berhak memperoleh BOS, karena siswanya
telah terdaftar di sekolah reguler yang telah menerima BOS.3.Waktu
Penyaluran DanaSetiap tahun anggaran, dana BOS akan diberikan
selama 12 bulan untuk periode Januari sampai Desember, yaitu
semester 2 tahun pelajaran 2008/2009 dan semester 1 tahun
pelajaran. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan,
yaitu periode Januari-Maret, Paril-Juni, Juli-September dan
Oktober-Desember. Penyaluran diharapkan dilakukan di bulan pertama
setiap triwulan.4.Manfaat BOS Dalam Penyelenggaraan
PendidikanMembantu peserta didik untuk mandapatkan pendidikan yang
bebas biaya dan bermutu. Masyarakat mempunyai pengharapan yang
begitu tinggi dengan adanya pendanaan biaya operasional pendidikan
oleh pemerintah dan pemerintah daerah dapat berlangsung dengan
semestinya dan pihak-pihak yang terkait bertanggung jawab dalam
pelaksanaannya. Tahap awal penerapan program ini adalah dengan
membebaskan biaya operasional bagi peserta didik yang kurang mampu.
Setelah penerapan pertama berlangsung sukses, pemerintah mengubah
tujuan BOS menjadi program pendidikan gratis bagi peserta didik di
sekolah dasar dan menengah pertama negeri dan swasta. Tujuan
tersebut memaksakan sekolah menyelenggarakan pendidikan yang
bermutu tanpa mengurangi mutu pendidikan yang telah dicapai oleh
sekolah.Program BOS dalam pemanfaatannya adalah untuk pemerataan
dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk
peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik. Melalui program ini yang
terkait dengan pendidikan dasar 9 tahun, setiap pengelola program
pendidikan harus memperhatikan hal-hal berikut:1) BOS harus menjadi
sarana penting untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan dasar 9
tahun2) tidak adanya peserta didik miskin yang putus sekolah3)
lulusan SD harus diupayakan keberlangsungan pendidikannya ke SMP;4)
kepala sekolah mengajak peserta didik SD yang akan lulus dan
berpotensi tidak melanjutkan sekolah ditampung di SMP sementara,
apabila terdapat peserta didik SMP yang akan putus sekolah agar
diajak kembali ke bangku sekolah5) kepala sekolah bertanggung jawab
mengelola dana BOS secara transparan dan akutabel6) BOS bukan
penghalang bagi peserta didik, orang tua, atau walinya dalam
pemberian sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah.
Hal-hal diatas menjelaskan peranan BOS dalam penyelenggaraan
pendidikan dasar 9 tahun. BOS adalah bantuan biaya operasional
sekolah namun bukan penghalang bagi sumbangan sekolah.Dalam
menetapkan alokasi dan BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa
dalam satu tahun anggaran terdapat dua periode tahun pelajaran yang
berbeda, sehingga perlu acuan sebagai berikut: alokasi dana BOS
untuk periode tertentu misalnya Januari-Juli 2008-2009 didasarkan
pada jumlah siswa tahun 2009, alokasi BOS periode Juli-Desember
2009 didasarkan pada data siswa tahun pelajran 2009/2010 (sekolah
diharapkan mengirimkan jumlah data siswa kepada Tim Manajemen BOS
Kab/Kota setelah pendaftaran siswa baru tahun 2009 selesai. Untuk
besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk BOS
Buku, dihitung berdasarkan jumlah dengan ketentuan sebagai berikut
:a) SD/SDLB di kotaRp.400.000,00/siswa/tahun,b) SD/SDLB di
kabupatenRp.397.000,00/siswa/tahun,Agar pelaksanaan pendidikan
gratis dapat terlaksana dan tercapai sesuai dengan target, maka
untuk penyaluran dananya dilakukan secara langsung dari lembaga
penyalur yang diberikan kewenangan oleh pemerintah ke rekening
sekolah. Oleh karena itu, sekolah penerima BOS harus memiliki
rekening sekolah atas nama lembaga yang harus di tandatangani oleh
kepala sekolah dan bendahara BOS. Cara tersebut di anggap efektif
dalam mekanisme penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah yang dituju.
Pengambilan dana BOS dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai keperluan
sekolah. Pasalnya, dengan dana BOS yang ada seyogyanya telah
membantu pemerintah daerah meringankan biaya operasional yang
ditanggung sekolah. Hal ini membuktikan bahwa BOS digunakan untuk
membantu kegiatan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan sekolah
untuk penyelenggaraan pendidikan, sehingga sekolah yang telah mampu
memenuhi kebutuhannya dapat mengalihkan dana BOS tersebut kepada
siswa yang tidak mampu agar pelaksanaan pendidikan gratis
terlaksana. Namun dalam buku panduan BOS tahun 2009, penyaluran
dana disalurkan secara bertahap, yaitu setiap periode tiga bulan,
disalurkan pada bulan awal dari periode tiga bulan.Penggunaan dana
BOS di atur oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan
dalam dunia pendidikan. Buku panduan BOS versi 2006 dalam Santoso
(2007: 25) diatur penggunaan dana BOS sebagai berikut:Dana BOS
digunakan untuk :1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka
penerimaan siswa baru2. Pembelian Buku teks pelajaran dan buku
referensi untuk dikoleksi di Perpustakaan.3. Pembelian bahan-bahan
habis pakai, misalnya kapur tulis peralat.4. Pembiayaan kegiatan
kesiswaan: program remedial, program pengayaan, olahraga, kesenian,
karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya.5.
Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan
hasil belajar siswa.6. Pengembangan Profesi Guru: pelatihan
KKG/MGMP dan KKKS/MKKS.7. Pembiayaan perawatan sekolah. Misalnya
pengecatan dan perbaikan atap bocor.8. Pembiayaan langganan daya
dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru
jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah.9. Pembayaran honorarium
guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah yang tidak di biayai
pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Tambahan intensif bagi
kesejahteraan guru PNS di tanggung sepenuhnya oleh pemerintah
daerah.10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa
miskin.11. Khusus untuk pesantren Salafiyah dan sekolah agama non
Islam, dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan
membeli peralatan ibadah.12. Pembiayaan Pengelolaan BOS: ATK,
penggandaan, surat menyurat dan penyusunan laporan.Telah jelas
apabila program BOS dapat diartikan sebagai bantuan pendidikan
gratis bagi siswa yang berada di jenjang pendidikan SD. Pelaksanaan
BOS ini pun masih perlu monitoring dan evaluasi oleh petugas yang
ditunjuk dari sekolah sebagai usaha bagi pemerintah dan pemerintah
daerah untuk merealisasikan penuntasan pendidikan wajib belajar
dasar 9 tahun yang bermutu, agar dapat menciptakan masyarakat yang
beradab dan berdaya saing global.Pada dasarnya penciptaan
masyarakat beradab adalah usaha untuk membuat kehidupan yang lebih
baik, apabila mengingat sejarah bangsa kita pada abad sebelum
merdeka kita berada pada suatu kondisi yang sangat jauh dari
kehidupan yang cerdas. Maka bangsa Indonesia perlu perubahan
melalui transformasi budaya. Pendidikan adalah jawaban dari
pernyataan sebelumnya. Dengan pendidikan, budaya-budaya yang ada
dapat terjamin keberadaannya, terutama pada pendidikan
dasar.B.Penggunaan dana BOS yang dilarang1) untuk disimpan dalam
jangka waktu lama dengan maksud dibungakan; dipinjamkan kepada
pihak lain: membiayai kegiatan yang bukan merupakan prioritas
sekolah2) membayar bonus, transportasi, atau pakaian yang tidak
berkaitan dengan kepentingan murid3) melakukan rehabilitasi sedang
dan berat4) membangun gedung/ruanganbaru5) membeli bahan atau
peralatan yang tidak mendukung prosespembelajaran6) menanam saham
dan7) membiayai kegiatan yang telah dibiayai sumber dana pemerintah
pusat atau daerah.C.FAKTA-FAKTA PENYELEWANGAN DANA BOS IRONI
SEKOLAH GRATIS1. A. Sebanyak 62.85% sekolah tidak mencantumkan
penerimaan BOS dan DPL (indikasi korupsi)i. Sebanyak 62,84% sekolah
yang disamping tidak mencantumkan seluruh penerimaan dana BOS dan
DPL dalam RAPBS dengan nilai Rp 479,96 miliar [TA 2007] dan Rp 144,
23 miliar [TA 2008 semester I]. Padahal salah satu media
perencanaan yang dipakai sekolah dalam pengelolaan keuangannya
adalah Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).ii.
Penyalahan ini disebabkan oleh :1) petunjuk teknis BOS dalam
penyusunan RAPBS tidak mengatursecara jelas cara penyusunan dan
mekanisme pengesahan dari RAPBS menjadi APBS dan2) Kepala sekolah
tidak transparan dalam mengelola dana sekolah.Sebanyak 4.12%
sekolah tidak mengratiskan biaya operasional sekolah pada
siswadidiknya.Dari4.127 sekolah di 62 kabupaten/kota, diperoleh 47
SD (27 SD Negeri dan 20 SD Swasta) dan 123 SMP (95 SMP Negeri dan
28 SMP Swasta) di 15 kabupaten/kota belum membebaskan biaya/iuran
bagi siswa tidak mampu di sekolah dan tetap memungut iuran/biaya
pendidikan seperti iuran ekstra kurikuler, sumbangan pengembangan
sekolah, dan iuran komputer kepada siswa.1. 2. Dana BOS sebesar
Rp28.14 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya (indikasi
korupsi).Sesuai dengan peraturan dan perundangan, dana BOS
diperuntukkan untuk :1. A. pembiayaan seluruh kegiatan Penerimaan
Siswa Baru (PSB)B. pembelian buku tekspelajaran dan buku penunjang
untuk koleksi perpustakaanC. pembelian bahan-bahan habis pakai,
misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku
induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan teh
untuk kebutuhan sehari-hari di sekolahD. pembiayaan kegiatan
kesiswaan, program remedial, program pengayaan siswa, olahraga,
kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan
sejenisnyaE. pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah
dan laporan hasil belajar siswaF. pengembangan profesi guru antara
lain pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKSG. pembiayaan perawatan
sekolah seperti pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu
dan jendela, perbaikan meubelair dan perawatan lainnyaH. pembiayaan
langganan daya dan jasaI. pembayaran honorarium guru dan tenaga
kependidikan honorer sekolahJ. pemberian bantuan biaya transportasi
bagi siswa miskinK. pembiayaan pengelolaan BOS dan bila seluruh
komponen diatas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan jika
masih terdapat sisa dana maka sisa dana BOS tersebut dapat
digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran
sekolah.Permasalahan-permasalahan mengenai dana BOS bisa diliat
dari berbagai artikel sebagai literatur informasai, seperti:1.
Banyak Pengelola Masih Ragu Gunakan Dana BOSTASIKMALAYA,
(PRLM),-Para stakeholder di tingkat sekolah sering serba ragu dalam
menggunakan bantuan dana BOS (bantuan opersional sekolah), sebab
antara anggaran yang dialokasikan dengan penggunaannya senantiasa
ada perbedaan, sehingga hal itu menjadi masalah yang
menjaditemuantim pemeriksa.Wakil Ketua PGRI Kota Tasikmalaya, Drs
Derry Daswara, Rabu (21/1) melalui telefon selularnya mengatakan
hal tersebut, ketika ditanya tentang permasalahan yang ditemui pada
pelaksanaan bantuan dana BOS.Namun, Kadisdik Kota Tasikmalaya,
Endang Suherman membantah, penyaluran dana BOS banyak ditemukan
masalah di lapangan. Justru untuk mengantisipasi kerawanan terkait
dana bantuan terhadap sekolah, ratusan guru se-Kota Tasikmalaya
diikutsertakan dalamworkshoprencana pengembangan sekolah (RPS),
agar sekolah bisa menyusun RPS dengan benar dan klop dengan
kebijakan pemerintah.Demikian dikemukakan Kepala Dinas Pendidikan
(Kadisdik) Kota Tasik, Endang Suherman seusai membukaworkshopRPS di
aula Al Mutaqin, Jl A.Yani, Kota Tasik, Rabu (21/1).Kegiatan itu
justru di antaranya untuk mengantisipasi, dan sebagai payung hukum
bagi sekolah. Kegiatan itu pun guna meningkatkan akuntabiltas
sekolah dalam menyusun RPS ke depan. Untuk masalah relatif, paling
tidak ini sebuah proses, pemahaman untuk pelaksanaan program
sekolah ke depan, jelas Endang Suherman.Ungkapan yang sama
disampaikan Ketua Panitia, Dadang Abdul Fatah, yang menjabarkan
bahwa kegiatan itu dilakukan untuk menyamakan persepsi antara
program pendidikan dengan kebijakan pemerintah.1. 2.Bos Belum
Selesaikan MasalahFAKTAdi lapangan, ada sekolah yang merasa
terbantu dengan program pemberian bantuan opersional sekolah
(BOS).Namun, ada pula sekolah yang mengaku pemberian BOS tak
memberi jawaban terhadap persoalan keuangan.Kepala Sekolah SMPN I
Bantul Bambang Edy adalah salah satu guru yang mengaku tidak
menemui kendala terkait pengelolaan dana BOS. Sebab, pencairan dana
BOS yang dikirimkan melalui rekening sekolah selalu tepat
waktu.Hanya, pada tahun ajaran baru 2009/2010, Bambang mengaku
belum mengetahui apakah telah cair atau belum. Sebab, ia belum
mengecek ke bagian keuangan.Kami juga sudah diberi pelatihan oleh
Dinas Pendidikan Dasar Bantul terkait penggunaan dana BOS, dan
laporan penggunaan dana BOS. Sehingga kami tidak menemui kendala,
kata Bambang.Namun, ia mengakui sering disambati SMP Negeri lain.
Keluhan tersebut menyangkut dana BOS sebesar Rp 570 ribu per siswa
per tahun asal APBN, dan BOP Rp 130 ribu per siswa per tahun dari
Pemkab Bantul.Dana tersebut tidak cukup untuk membiayai operasional
sekolah. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut tidak ada jalan
lain kecuali sekolah melalui komite sekolah menarik dana secara
sukarela dari orang tua siswa. Tapi, dana sukarela itu sifatnya
incidental. Tidak setiap bulan, ungkap Bambang.Berdasarkan
perhitungan, per siswa per tahun membutuhkan dana sebesar Rp
1.150.000. Padahal, total dana BOS dan BOP hanya Rp 700 ribu.
Karena totalnya kurang dari Rp 1.150.000, dan tidak cukup untuk
membiayai operasional sekolah, sekolah terpaksa menarik iuran
secara isendental.Iuran tersebut digunakan untuk biaya pembangunan
gedung, les IPA dan keperluan lain yang sifatnya mendadak, atau
dana BOS tidak mencukupi. Sebelum ditarik, orang tua murid diundang
ke sekolah untuk membicarakan setuju dan tidaknya penarikan
tersebut.Besarnya iuran bervariasi. Sesuai kemampuan orang tua,
terang Bambang. Karena itu, sekolah berharap Bupati Bantul Idham
Samawi membantu mengatasi masalah kekurangan biaya yang dihadapi
sekolah. Kepala Sekolah SMP Nasional Bantul Nuzul Antono
mengatakan, dana BOS telah cair 7 Juli lalu.Namun, dana yang
diterima tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan sekolah. Dana
BOS dan BOP yang totalnya sebesar Rp 700 ribu per siswa per tahun
tidak mencukupi untuk membiayai operasional sekolah.Berdasarkan
perhitungan, biaya yang harus dikeluarkan per siswa per tahun
sebesar Rp 950 ribu. Karena BOS dan BOP tidak cukup, kami sekolah
menarik iuran Rp 20 ribu per siswa per bulan yang kami sebut Iuran
Dewan Sekolah, terang Nuzul didampingi bendahara BOS Mudal
Wardono.Iuran digunakan untuk peningkatan mutu siswa, seperti try
out, mid semester, les dan kegiatan ekstra kulikuler. Nuzul
menambahkan jumlah karyawan di sekolah SMP Nasional Bantul sebanyak
24 orang. Terdiri15 orang guru, dan sembilan orang karyawan. Setiap
orang digaji Rp 375 ribu per bulan.Gaji guru hitungannya per jam Rp
5 ribu. Kami tidak bisa memberi gaji besar karena keuangan sekolah
minim. Padahal, sekolah lain banyak yang berani memberi gaji guru
Rp 10 ribu per jam, terang Nuzul.Di Sleman, sekolah harus memutar
otak untuk menyiasati kekurangan meski ada BOS dan BOP. Wakil
Kepala Sekolah SMPN 2 Sleman Harminastiti mengungkapkan harus
melakukan pemangkasan anggaran.Dana pemangkasan biaya peningkatan
mutu guru dikumpulkan untuk membeli perlengkapan sekolah yang tidak
masuk kategori BOS. Sebelum program sekolah gratis diterapkan
Januari 2009, komite sekolah memungut iuran sebesar Rp 15 ribu
kepada setiap siswa.Uang itulah yang digunakan untuk membeli
sejumlah keperluan sekolah. Termasuk biaya-biaya di luar dana
operasional sekolah. Setelah muncul instruksi sekolah gratis,
pungutan ditiadakan. Alhasil, setiap sekolah harus mandiri.Ada satu
gedung sekolah yang pembangunannya mandek setelah pelarangan
memungut biaya tambahan kepada siswa. Awalnya gedung itu dibangun
oleh komite sekolah dengan memungut iuran dari siswa,
terangnya.Kata Harminastiti, koperasi menjadi satu-satunya lembaga
usaha yang bisa diharapkan untuk menyokong proses belajar-mengajar
bagi 657 siswa di SMPN 2 Sleman. Namun, hasilnya tidak seberapa.
Harminastiti berharap pemerintah menambah dana BOS.Kepala Dinas
Pendidikan Sleman Suyamsih mengatakan, besaran dana operasional
setiap siswa SD sebesar Rp 600 ribu per tahun. Siswa SMP mendapat
jatah Rp 1 juta per tahun. Siswa SD mendapat Rp 397 ribu berasal
dari pemerintah pusat, Rp 100 ribu dari Pemprov DIJ, dan Rp 103
ribu dianggarkan pada APBD. Siswa SMP, dari pemerintah pusat
dianggarkan Rp 570 ribu, pemprov DIJ sebesar Rp 200 ribu, dan
pemkab Sleman sebesar Rp 230 ribu.Itu jumlah rencana awal. Tapi
nyatanya, pemerintah provinsi DIJ tidak jadi mencairkan dana sampai
sekarang. Padahal jumlah tersebut adalah standar minimal, keluhnya.
Suyamsih menjelaskan, pemkab hanya mengangarkan BOS untuk SD
sebesar Rp 103 ribu, dan SMP Rp 230 ribu. Angka ini dengan asumsi
akan mendapat bantuan dari pemerintah provinsi DIJ. Artinya, saat
ini anggaran BOS untuk SD hanya sebesar Rp 500 ribu/siswa, siswa
SMP sebesar Rp 800 ribu. Jadi, kalau ada sekolah yang ketahuan
memungut biaya, jangan langsung disalahkan. Kami harap pemprov ikut
bertanggungjawab dan memikirkan keberlangsungan sekolah gratis ini,
harap Suyamsih. Ia menegaskan, BOS hanya untuk kebutuhan
operasional sekolah. Sedangkan keperluan pribadi siswa, bukan
diartikan sebagai pungutan. Misalnya, buku dan seragam. Itu kan
keperluan pribadi? Sekolah bisa saja meminjami buku. Tapi kalau
siswa mau beli ya boleh saja, terangnya.(mar/yog)1. 3.BOS (an)
BermasalahSELAINsubsidi langsung tunai (SLT) dan PKPS BBM
infrastruktur, bantuan operasional sekolah (BOS) juga merupakan
alternatif pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
miskin setelah subsidi BBM dikurangi. Sampai saat ini penggunaan
BOS memang belum ada penyimpangan secara signifikan.Namun, tidak
menutup kemungkinan program BOS juga akan bermasalah seperti SLT.
Oleh sebab itu, pihak-pihak berkompeten yang mengurusinya tampaknya
harus menyediakan payung sebelum hujan.Di Kabupaten Rembang, dana
BOS untuk semester Juli-Desember 2005 sebesar Rp 11,250 miliar
telah dicairkan ke rekening 435 SD/MI dan 82 SLTP/MTs
/salafiyah.Jumlah tersebut tentunya tidak kecil. Oleh karena itu
penggunaan dana tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara
benar dan tepat. Permasalahannya, banyak pengelola, khususnya di
lembaga pendidikan dasar/MI mengeluh karena dibebani administrasi
penggunaan BOS yangnjelimet.Seperti yang dikatakan oleh Kepala
Dinas Pendidikan Rembang Drs Sadono, aturan pemanfaatan dana itu
dinilai kaku, sehingga banyak sekolah mengalami kesulitan
mengelolanya (Suara Merdeka19/10).Kenyataan di lapangan memang
demikian. Banyak kepala sekolah yang bingung untuk membuat surat
pertanggungjawaban (SPj) dana itu sesuai dengan aturannya.Alasan
yang dikemukakan mereka rata-rata memang klasik. Mereka mengaku
belum berpengalaman mengerjakan administrasi keuangan. Berbeda
dengan karyawan kantor/instansi yang setiap hari berkutat dengan
berbagai proyek, sehingga masalah pembuatan SPj sudah biasa dan
bukan mejadi permasalahan merepotkan.Tetapi, bagi guru SD/MI
administrasi pelaporan keuangan seperti surat perintah perjalanan
dinas (SPPD), administrasi pembayaran pajak memang termasuk hal
baru. Maklum, waktu sekolah dulu guru-guru SD/MI sedikit sekali
menerima pelajaran administrasi keuangan. Maka ketika berhadapan
dengan seabrek administrasi pelaporan penggunaan dana BOS mereka
merasa kerepotan.Berbeda dengan lembaga pendidikan sekolah menengah
( SLTP/MTs). Untuk mengerjakan administrasi pelaporan dana BOS
tidak terlalu bermasalah. Karena pada umumnya lembaga pendidikan
setingkat SLTP dan MTs sudah memiliki tenaga tata usaha. Kepala
sekolah tidak repot-repot mengerjakannya sendiri.Tapi, untuk
setingkat SD, kepala sekolahnya masih banyak yang mengajar karena
kekurangan tenaga pengajar. Oleh karena idealnya kepala SD itu
memang tidak banyak dibebani dengan tugas mengajar agar lebih fokus
mengerjakan administrasi sekolah.Tetapi, apakah karena kesulitan
mengerjakan administrasi, dana BOS lantas tidak
dipertanggungjawabkan? Jawabnya tentu saja tidak!Karena betapa
beratnya aturan yang dibuat oleh Pemkab, tujuannya tak lain agar
pengelola dana BOS yang notabene dana berasal dari rakyat itu harus
diselamatkan. Karena pada prinsipnya pembuatan SPj atau surat
pertanggungjawaban keuangan merupakan rambu-rambu sehingga
pembuatan pelaporan tidak melenceng dari aturan.Cuma masalahnya,
mengapa pelaporan penggunaan dana BOS harus kaku? Tidak fleksibel
saja agar mudah dipahami dan dikerjakan oleh pengelolanya?Sebagai
contoh, aturan penggunaan dana BOS antara lain tidak boleh
digunakan untuk honor guru yang kelebihan jam mengajar atau mereka
yang memberi les murid pada sore hari.Dalam sisi administrasi
memang sulit, karena pemberian honor guru tersebut harus
diartikan/dialokasikan sebagai uang transpor. Oleh sebab itu dalam
pembuatam pelaporannya harus dilengkapi dengan SPPD.Sedangkan
pembuatan SPPD itu sendiri fungsinya sebagai surat tugas yang
ditandatangani oleh kepala sekolah. Aturannya, setelah sampai ke
suatu tempat, pembawa SPPD harus minta tanda tangan pejabat/pegawai
dari instansi yang dituju.Sebagai bukti bahwa dirinya telah hadir
atau menjalankan tugas dari kepala sekolah. Padahal kalau guru
memberi les, lokasinya ya di SD itu sendiri sehingga tidak boleh
ditandatangani oleh temannya atau kepala sekolahnya sendiri.Itulah
sulitnya kalau dana BOS dialokasikan untuk honor guru. Mestinya
Pemkab mempunyai kebijakan agar dana BOS bisa untuk kelebihan jam
menghajar tanpa melampirkan SPPD.Lantas kenapa dana BOS tidak boleh
digunakan untuk honor kelebihan jam mengajar? Bukankah dengan
memberi les tambahan, para siswa dari keluarga tidak mampu bisa
menikmati les gratis, dan pemerintah cukup memberi honor guru
sebagai uang lelah?Beban Kepala SekolahCara lain untuk mengurangi
beban kepala sekolah (pengelola BOS) khususnya SD/MI misalnya
dengan memberi tenaga TU/administrasi kepada setiap SD/MI.
Risikonya pemerintah harus merencanakan anggaran yang cukup tinggi
untuk menggaji mereka. Dan, itu mustahil dilaksanakan oleh
pemerintah dalam situasi dan kondisi negara sekarang ini.Tetapi,
bagaimana bila SD/MI atau pengelola BOS itu sendiri yang
diperbolehkan mempekerjakan tenaga honor para lulusan SMU/SMK?
Tentunya tenaga honor yang tidak mengikat dan tidak menuntut
menjadi PNS.Saya kira dengan honor sebesar Rp 300.000 per bulan
(sama dengan honor pegawai kontrak Pemkab Rembang ) tidak terlalu
menjadi beban keuangan sekolah atau fungsi penggunaan BOS itu
sendiri.Karena isu-isu yang muncul di lapangan selama ini pihak
pengelola BOS masih banyak yang kebingungan membuat laporan
pertanggungjawaban dana BOS yang hanya boleh digunakan untuk;
perbaikan dan pemeliharaan fisik sekolah, daya dan jasa, pembinaan
siswa, alat tulis kantor (ATK), rapat pengurus komite sekolah dan
pengawasan.Tentu saja usulan para peengelola BOS itu bukan harga
mati karena yang berhak menentukan atau sebagaidecision makeradalah
pemerintah yang berwenang.Namun, apabila suara-suara dari bawah
tidak didengarkan dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan atau
perekayasaan-perekayasaan dalam pembuatan pelaporan (SPj)
penggunaan dana BOS. Atau barangkali karena pengelola BOS merasa
tidak mampu, mengerjakannya sendiri maka bisa jadi pihak pengelola
BOS mengambil jalan pintas dengannjahitkeke pihak lain. Yang
penting SPJ jadi tapi penggunaannya bisa direkayasa.Nah, itulah
antara lain masalah di seputar BOS yang harus segera diantisipasi
terlebih dahulu guna mencari jalan keluarnya sehingga tak menjadi
bom waktu yang kapan pun akan meledak menjadi masalah besar. Para
guru tampaknya sudah BOS (an) bermasalah! Sebab, masalah keseharian
mereka pun tak bisa dihindarkan dari tiada hari tanpa masalah.1.
4.Dana BOS dilalap Oleh BOSDana bantuan operasional sekolah (BOS)
yang seharusnya diberikan untuk meringankan beban murid seperti
Riska seorang murid kelas 6 sekolah dasar sebuah sekolah yang
berjualan koran sepulangnya dari sekolah di perempatan Tugu Tani,
Jakarta Pusat, ternyata banyak ditilep oknum kepala sekolah ataupun
pejabat Diknas.SP/Alex SubanPengantarDana bantuan operasional
sekolah (BOS) yang dikucurkan pemerintah sebagai upaya meringankan
beban orangtua siswa akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
sejak 2005 lalu, ternyata banyak bocor. Tujuan penyaluran dana
bantuan itu jadi tidak dirasakan orangtua siswa. Selain jumlahnya
kecil, di lapangan banyak dilalap para oknum kepala sekolah dan
oknum pejabat. Hasil investigasi wartawanSPsoal penyimpangan
penyaluran dana BOS tersebut disajikan dalam tulisan berikut
ini.Pada Maret dan Oktober 2005, pemerintah mengurangi subsidi
bahan bakar minyak (BBM) dan merelokasi sebagian besar dananya ke
empat program besar yang dirancang untuk mengurangi beban
masyarakat. Keempat program tersebut adalah untuk bidang
pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan bantuan langsung
tunai.Lahirnya bantuan operasional sekolah (BOS) dilatarbelakangi
adanya kekhawatiran bahwa peningkatan harga BBM akan mengakibatkan
turunnya daya beli masyarakat.Selain itu, juga akan berdampak
negatif terhadap akses masyarakat miskin untuk mendapat pendidikan
serta menghambat pencapaian wajib belajar pendidikan dasar (wajar
dikdas) 9 tahun.Sedangkan UU 20/2003 tentang Sistim Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) Pasal 5 ayat (1) menyatakan, setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. Selanjutnya, Pasal 11 ayat (1) menyatakan, pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan untuk kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi.Prinsipnya, program BOS dicetuskan
sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat, khususnya siswa
dari keluarga miskin atau kurang mampu terhadap pendidikan yang
berkualitas. Sayangnya, pada tataran pelaksanaannya, pungutan liar
(pungli) dan korupsi seolah menodai program ini.Seorang kepala
sekolah dasar (SD) di Kabupaten Serang, Banten, menuturkan, pungli
berkedok untuk memuluskan pengucuran dana BOS seolah sudah menjadi
kewajiban bagi setiap sekolah. Pungli itu, katanya, hampir terjadi
di semua SD di Kabupaten Serang.Sangat sulit dihentikan. Mungkin
ini sudah menjadi simbiosis mutualistis antara sekolah dan dinas
pendidikan, tuturnya, ketika ditemuiSP, di Serang, belum lama
ini.Dia mencontohkan, para kepala sekolah diharuskan menyetor uang
sebesar Rp 300.000 ke Dinas Pendidikan dengan berbagai alasan.
Upeti itu disetorkan untuk rehabilitasi bangunan. Kalau tidak
menyetor, bantuan untuk rehabilitasi pasti terganggu, katanya.Tidak
hanya alasan untuk memperlancar rehabilitasi bangunan, dana BOS
juga disunat dengan alasan iuran untuk membayar guru honorer.
Setiap siswa biasanya dipungut Rp 3.500 yang dipotong dari kucuran
BOS, ucapnya.Dia melanjutkan, sistem pengucuran dana BOS memang
sudah bagus, yakni langsung masuk rekening sekolah. Hal ini untuk
memangkas alur birokrasi. Tapi, sering kali Dinas Pendidikan
setempat meminta setoran dari sekolah sebagai uang terima
kasih.Upeti kepada Dinas Pendidikan setempat ternyata tidak
berhenti di situ.Dia mengungkapkan, sebagian dana BOS juga disunat
untuk membayar kegiatan terkait ulangan bersama. Misalnya, honor
pengawas ulangan. Padahal, sejak digulirkan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) setiap sekolah berhak mengadakan,
mengatur, dan membuat soal ulangan sendiri. Lha ini, soal ulangan
bisa sama sekabupaten. Biayanya? Ya dikutip dari BOS dan orangtua,
ujarnya.Setiap siswa SD, katanya, mendapatkan hak dana BOS sebesar
Rp 254.000 per siswa per tahun. Ditanyakan mengenai Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), dia menegaskan,
sampai saat ini RAPBS tidak partisipatif. Artinya, penyusunan RAPBS
tidak melibatkan orangtua murid. Sehingga, sebagian besar orangtua
tidak tahu-menahu soal penggunaan dana BOS.Bisa Berupa
BarangSetoran SD ke Dinas Pendidikan ternyata tidak hanya terjadi
di Kabupaten Serang.Di Depok, Jawa Barat, dan di Jakarta pun
demikian. Kepala sekolah di salah satu SD di Depok mengaku setelah
menerima dana BOS harus menyetor sesuatu ke Dinas Pendidikan.
Setoran itu bisa berupa barang atau uang.Sama saja seperti di
daerah lain. Bisa menyetor ke dinas atau kecamatan,
katanya.Ditanyakan besar setorannya, kepala sekolah itu enggan
menyebutkan. Kalau tidak menyetor, susah kita maungapa-ngapain.
Misalnya, minta bantuan dana untuk rehabilitasi atau mengurus izin
bangunan atau kegiatan sekolah lainnya, tuturnya.Penyaluran dana
BOS di lapangan ternyata banyak dilalap para bos (pejabat-Red.)
Seorang kepala sekolah di Jakarta yang tak mau disebut identitasnya
mengungkapkan, petugas Dinas Pendidikan lazim melakukan pungli
terhadap guru-guru di sekolah yang dipimpinnya maupun di sekolah
lain. Pungli ini sudah berlangsung bertahun-tahun.Subsidi atau uang
insentif dari pemerintah yang sebetulnya juga milik rakyat
(APBN/APBD) untuk guru sebesar Rp 200.000 per bulan itu harus
dipotong Rp 10.000 sampai Rp 15.000. Selain itu, jika pengawas
datang harus diberi uang. Kalau tidak memberi uang pelicin maka
sekolahnya akan dikucilkan dan bantuan bisa tak datang-datang.Pada
November-Desember 2007, ungkapnya, bantuan untuk setiap murid
sebesar Rp 40.000 per bulan juga dipotong 15 persen. Alasannya
untuk administrasi, tapi tak ada kuitansi.Uang itu disetor ke
pengurus di kecamatan atas nama paguyuban sekolah swasta. Dana BOS
sebesar Rp 21.166 per siswa per bulan juga dipotong 5-10
persen.Jika selama ini sekolah dianggap suka memeras orangtua
murid, ternyata para guru juga diperas oleh pejabat.Aktivis Aliansi
Orangtua Peduli Transparansi Dana Pendidikan (Auditan) Teguh Imawan
mengakui, kebijakan pemerintah memberikan bantuan pendidikan bagi
pelajar SD dan SMP patut diacungi jempol. Namun, pada tataran
pelaksanaan pemberian dana BOS cenderung amburadul.Dia
mengungkapkan, korupsi berkedok BOS dan bantuan operasional
pendidikan (BOP) sudah sangat sistematis di tingkatan sekolah.
Penyimpangan terbesar justru dilakukan di pihak sekolah, contohnya
adalah dalam bentuk penyusunan RAPBS.Hal itu bisa terlihat dalam
pembahasan RAPBS yang kerap tidak transparan dan melibatkan komite
sekolah. Pembuatan RAPBS tersebut kerap didesain untuk menyedot
uang agar masuk ke sekolah. Padahal, pemerintah sudah mengucurkan
BOS. Lebih aneh lagi, tidak ada laporan pertanggungjawaban yang
diberikan kepada para orangtua siswa, katanya.Dia menuturkan,
korupsi sistemik yang dilakukan di tataran sekolah tidak mengenal
apakah sekolah tersebut memiliki mutu yang bagus atau
tidak.Misalnya, berbagai pungutan yang dikeluhkan terjadi pada
sebuah SD negeri di Jakarta. Padahal, SD ini sangat bagus dengan
berbagai prestasi. Kenyataannya, banyak orangtua murid yang
memberikan laporan maraknya pungutan dari sekolah itu, katanya.Dia
mengemukakan, upaya dalam menyusun RAPBS partisipatif masih
menghadapi sejumlah persoalan krusial. Pertama adalah persoalan
regulasi. Secara teori RAPBS memang sangat bagus, namun masih lemah
pada implementasinya. Kelemahan mendasar ini terletak pada
rendahnya kompetensi teknis pihak sekolah, dalam hal ini kepala
sekolah, dalam mengelola keuangan.Persoalan kedua adalah pencairan
dana BOS. Pencairan dana BOS atau BOP ke rekening bank sekolah
tidak di awal bulan kegiatan belajar mengajar, namun cair di bulan
kedua dan ketiga. Pola ini justru menciptakan bandar-bandar untuk
meminjamkan uang mereka, ucapnya. Persoalan ketiga adalah persoalan
yang paling krusial, yakni tidak adanya pengawasan terhadap
keuangan sekolah. Di sinilah, sering terjadi penyimpangan,
katanyaMenurut Manajer Divisi Monitoring dan Pelayanan Publik
Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, beban biaya pendidikan
yang ditanggung orangtua makin bertambah di tengah kenaikan
anggaran untuk sektor pendidikan dan adanya dana BOS.Beragam
PungutanDia mengatakan, beragam pungutan yang dibebankan kepada
orang tua murid sebagian besar tidak ada laporan
pertanggungjawabannya.Hasil penelitian ICW pada orangtua murid di
lima daerah, yakni DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kabupaten
Garut, Kota Padang, dan Kota Banjarmasin selama 2007, menunjukkan,
orangtua murid tingkat SD menanggung biaya pendidikan anaknya yang
rata-rata sebesar Rp 4,7 juta. Dana sebesar itu, katanya, untuk
biaya tidak langsung sebesar Rp 3,2 juta, seperti untuk biaya
membeli buku, alat-alat tulis, serta les privat di luar.Padahal
anggaran dana untuk BOS buku itu Rp 900 miliar, yang berarti setiap
siswa mendapatkan Rp 254.000 per tahun, tapi kenyataannya biaya
yang dikeluarkan orangtua untuk sekolah terus meningkat,
katanya.Dia melanjutkan, biaya pungutan sekolah sebesar Rp 1,5
juta, dan pungutan paling sering terjadi adalah pembayaran lembar
kerja siswa (LKS) dan buku paket yang kemudian diikuti uang infak,
penerimaan siswa baru dan uang bangunan sekolah.Pengeluaran
terbesar dikeluarkan untuk pungutan kursus di sekolah Rp 311.000,
kemudian diikuti oleh buku ajar, bangunan serta LKS dan buku paket
masing-masing Rp 145.000, Rp 140.000 dan Rp 123.000.Bahkan beberapa
pungutan yang dilarang bagi SD yang menerima dana BOS, ternyata
masih terjadi, seperti uang ujian, uang ekstrakurikuler, uang
kebersihan, uang daftar ulang dan uang perpisahan murid, guru dan
kepala sekolah, katanya.Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Depdiknas Suyanto menegaskan,
program BOS dinilai efektif bagi siswa SD dan SMP. Tingkat
efektivitas program mencapai 96,5 persen, ujarnya mantap.Karena
itu, katanya, pemerintah kembali mengucurkan dana program BOS 2008.
Tahun ini nilainya mencapai Rp 11,2 triliun. Adapun sasaran program
BOS adalah siswa setingkat SD dan SMP dengan nilai untuk siswa SD
dan setaranya Rp 254.000 per siswa per tahun, serta siswa SMP dan
setaranya Rp 354.000 per siswa per tahun. Jumlahnya sekitar 40 juta
siswa.Dia menambahkan, beberapa manfaat dana BOS dari hasil
penelitian Balitbang Depdiknas, di antaranya siswa yang tidak mampu
dapat memanfaatkan BOS dalam bentuk pembebasan iuran sekolah dan
bantuan transportasi. BOS juga membantu meningkatkan kesejahteraan
guru honorer. [SP/Willy Masaharu]Sekolah Rawan KorupsiKetua Aliansi
Orangtua Peduli Pendidikan (Auditan), Handaru Widjatmoko
mengungkapkan, sejumlah sekolah di DKI Jakarta masih terindikasi
rawan korupsi yang disertai dengan tindakan pelanggaran HAM oleh
pihak manajemen sekolah. Permasalahan tentang dana pendidikan yang
tidak transparan sudah terjadi sejak lama, tetapi hingga kini belum
ada tindakan nyata dari lembaga pemerintahan yang berwenang.Masih
ada SD negeri yang memberlakukan berbagai pungutan untuk murid
baru. Ironisnya, para guru dan orangtua yang melaporkan hal itu
malah diancam dan diintimidasi, kata Handaru, di Jakarta, Selasa
(13/5).Handaru menuturkan, pihaknya bersama sejumlah orangtua murid
sebenarnya telah melaporkan masalah itu ke berbagai instansi,
antara lain Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Kejaksaan Tinggi, hingga
ke DPRD DKI Jakarta. Namun, intimidasi masih berlanjut, seperti
yang dikeluhkan oleh sejumlah orangtua di sebuah SD negeri di
Rawamangun, Jakarta Timur.Padahal pada saat pertemuan dengan Komisi
E (Bidang Kesejahteraan Rakyat) DPRD, jelas dikatakan bahwa
pungutan itu salah dan tidak boleh diteruskan, serta tidak boleh
ada intimidasi terhadap orangtua siswa, kata Handaru.Dia
menuturkan, bentuk perilaku intimidasi yang diskriminatif itu
antara lain menangguhkan rapor siswa yang orangtuanya belum
membayar uang penerimaan siswa baru maupun sumbangan rutin bulanan.
Selain itu, pihak manajemen sekolah mempersilakan siswa yang tidak
setuju dengan kebijakan manajemen untuk pindah ke sekolah
lain.Untuk itu, Auditan berharap agar berbagai pihak mengusut
tuntas dugaan pelanggaran HAM itu, yang terdiri atas melanggar hak
atas informasi, hak atas pendidikan yang layak, dan hak atas
kepastian hukum.Peneliti pendidikan pada Indonesia Corruption Watch
(ICW) Febri Hendri, menambahkan, dua sekolah di Jakarta diduga
melakukan korupsi dan intimidasi kepada peserta didik telah
dilaporkan ke Komnas HAM. Salah satunya adalah sekolah
percontohan.Salah satu orangtua murid, Alex Yuswar, mengatakan,
terjadi intimidasi kepada siswa, yang orangtuanya vokal dalam
memeriksa laporan keuangan sekolah. Jika tidak bisa menjawab
pertanyaan dari guru, dikatakan bego, bodoh. Gurunya juga ngomong,
pantas anaknya bego, orangtuanya banyak omong, katanya. [W-12]Sudah
Kecil, Dipangkas LagiOrangtua murid mengeluhkan pemotongan dana
bantuan operasional sekolah (BOS) yang akan dilakukan Pemerintah
mulai tahun ajaran baru 2008/2009, Juli 2008. Saat ini saja,
orangtua murid sudah terbebani banyak pungutan di sekolah dan biaya
sehari-hari anak-anak mereka.Mardianto (46 tahun), misalnya,
orangtua murid yang dua anak perempuannya menimba ilmu di kelas
tiga sebuah SMP negeri dan kelas lima SD negeri di kawasan
Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, mengaku gelisah ketika
pemerintah memastikan bakal mengurangi dana BOS.Ia yang bekerja
sebagai buruh tukang sepatu di Jalan Mahakam, Kota Malang, ini
berpenghasilan tidak menentu, karena saat ini tidak banyak orang
yang mereparasi sepatu, apalagi memesan sepatu di toko kecil milik
majikannya.Saya malu Mas, entah bagaimana nanti saya mencari uang
agar anak saya bisa menyelesaikan sekolah tanpa harus mengetahui
kesulitan orangtua, ujarnya ketika ditemuiSP, beberapa waktu
lalu.Mardianto mengaku, dalam menopang kebutuhan hidup keluarga
empat jiwa (satu isteri dan dua anak) sekarang merasakan sangat
berat. Apa-apa mahal dan mencari uang sangat sulit. Isterinya yang
bekerja sebagai buruh melinting rokok dengan penghasilannya tidak
cukup untuk makan.Kita gabung penghasilan untuk membiayai sekolah
dua anak kami. Kalau istri tidak bekerja mungkin anak-anak saya
terpaksa putus sekolah, tutur Mardianto. Ia berharap, Pemerintah
Kota Malang merealisasikan program sekolah gratis yang pernah
didengung-dengungkan Wali Kota Peni Suparto ketika masa kampanye,
lima tahun lalu.Terus terang, saya tidak setuju pemotongan BOS. Ini
hak rakyat untuk memperoleh pendidikan yang bagus, tetapi tiba-tiba
harus diganggu. Kan moto Jawa Timur jelas dan tegas, yakni Jer
Basuki Mawa Bea, artinya sukses itu memerlukan biaya, ujar Sulthon
yang pada tahun ajaran 2007/2008 mendapat alokasi 190 orang (masuk
kategori miskin) dari 840 siswanya tercatat sebagai penerima
BOS.Ervina (30 tahun), orangtua murid di SD Budi Satria Medan,
Sumatera Utara (Sumut), juga berkeluh-kesah. Menurutnya, bantuan
dana BOS yang diberikan Pemerintah bisa lumayan membantu dalam
meringankan beban biaya anaknya di sekolah. Potongan uang sekolah,
katanya, hanya sebesar Rp 10.000 dari uang sekolah yang wajib
dibayar Rp 60.000.Sudah kecil, dipangkas lagi. Pemotongan dana BOS
belum saatnya dilakukan pemerintah. Pemerintah boleh melakukan hal
itu di saat kondisi perekonomian masyarakat sudah stabil. Lihat
saja sekarang ini, semua harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
Sementara penghasilan dari suami tidak mencukupi,
tuturnya.KesulitanHal senada juga disampaikan Netty (40), orangtua
murid di SD Jalan Halat, Kecamatan Medan Area. Dia mengharapkan,
pemerintah provinsi dapat mencari solusi agar dana bantuan BOS
tersebut tidak dipotong. Bila perlu program pendidikan gratis mulai
dicanangkan.Pemangkasan BOS ini bukannya meringankan beban
orangtua, tetapi malah mematikan program pendidikan secara
perlahan-lahan. Biaya hidup sekarang sangat tinggi, apalagi BBM
akan naik pula. Berat Bang, ucapnya. [AHS/070]Jangan Takut
MelaporLaporan soal penyimpangan dana BOS di lapangan sebenarnya
sudah terang benderang dibeberkan masyarakat melalui media massa.
Namun, Depdiknas sepertinya lepas tangan dengan alasan otonomi
daerah.Direktur Pembinaan SMP Depdiknas, Hamid Muhammad,
mengemukakan, daftar kasus penyimpangan dalam pelaksanaan program
BOS selalu ditelaah secara bertingkat oleh Depdiknas. Penyimpangan
itu terjadi di level mana? Jika terjadi di level daerah, maka sudah
ada yang berhak untuk mengatasi masalah itu di tingkat kabupaten
dan provinsi, ucapnya.Depdiknas adalah pembuat tataran kebijakan
dan program. Karena itu, lanjutnya, pengawasan Depdiknas adalah
pengawasan nasional, pengawasan program, dan pengawasan kebijakan.
Tapi pengawasan implementasi itu sudah menjadi tanggung jawab staf
pengawas, yaitu BPK, BPKP, dan Bawasda.Terhadap segala macam kasus
penyimpangan dana BOS, katanya, Depdiknas mengimbau kepada seluruh
lapisan masyarakat untuk berperan aktif sebagai pengawas
pelaksanaan BOS. Depdiknas juga membuka saluran bebas pulsa
0-800-140-1299 dan 021-5725980, sebagai salah satu jalur pengaduan
program BOS.Kita tunggu tindakan nyata sebagai respons pengaduan
itu. [W-12]BAB IVPENUTUP1. A.KESIMPULANWajib Belajar Pendidikan
Dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun gratis bukanlah seperti yang
diasumsikan oleh masyarakat pada umumnya seperti tidak membayar
uang sekolah berikut segala keperluannya seperti buku, seragam, dan
transportasi, maupun biaya operasional sekolah. Namun, Wajar Dikdas
gratis adalah hanya mencakup biaya operasional sekolah seperti uang
sekolah dan gaji guru, serta biaya investasi yang meliputi
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia,
dan modal kerja tetap yang penggunaannya lebih dari satu
tahun.Walaupun telah diatur dalam UUD 1945 terutama dijelaskan
pemerintah dalam pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Namun, dikarenakan anggaran yang masih minim untuk pendidikan dalam
APBN menyebabkan amanah konsitusi ini belum terwujudkan. Sehingga,
pemerintah membuat perturan yang berkenaan dengan pendanaan
pendidikan yang tertuang didalamPP Nomor 48 Tahun 2008tentang
Pendanaan Pendidikan, yang mana pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat.Kemudian, jenis-jenis biaya pendidikan sesuai dengan PP
Nomor 48 Tahun 2008 tersebut, dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
Biaya Satuan Pendidikan, Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan
Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik.PP Nomor 48 Tahun
2008ini mempunyai banyak kaitan hukum dan hubungan dengan
hukum-hukum ataupun peraturan-peraturan lainnya terutama yang
menyangkut dengan pendanaan pendidikan.1. B.REKOMENDASI2. Dalam
perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan penggunaan Dana BOS
harus lebih Profesional karena menggunakan dana masyarakat untuk
Peningkatan Mutu Pendidikan.3. Kepala Sekolah harus transparansi
terhadap penggunaan Dana BOS.4. petunjuk teknis BOS dalam
penyusunan RAPBS harus mengatursecara jelas cara penyusunan dan
mekanisme pengesahan dari RAPBS menjadi APBS.DAFTAR PUSTAKABag.
Perencanaan. (2010). Biaya Operasional sekolah.[Online].
Tersedia:http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/bos.html[7
April 2010]Departemen Pendidikan Nasional. (2010).Biaya Operasional
Sekolah, Jakarta: Depdiknas.Fattah, Nanang., Kurniatun, Taufani C.,
dan Abubakar. (2009).Mata Kuliah: Manajemen Keuangan
Pendidikan.Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.R.I.,
Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2001 tentang informasi keuangan
daerah. Pemerintah RI.R.I., Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2001
tentang dekonsentrasi. Pemerintah RI.R.I., Peraturan Pemerintah No
48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan. Pemerintah RI.R.I.,
Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003. Menteri Pendidikan
Nasional.Tamin, Sudriman. (2009).Pendidikan Gratis Vs Undang-Undang
BHP. Jakarta: Sosmindo
Tujuan Studi Pembiayaan Pendidikan Dasar dan Menengah,
mendapatkan informasi tentang:1. Biaya Satuan Pendidikan (BSP)
keseluruhan --- BSP yang ditanggung orang tua/siswa, BSP yang
dikeluarkan sekolah/madrasah, BSP yang digunakan untuk manajemen
pemerintah di kecamatan, kab/kota, propinsi, dan pusat, faktual
maupun ideal yang dirinci ke dalam masing2 komponen biayanyaa. BSP
untuk pendidikan dasar dan menengah yang ditanggung orang tua siswa
menurut: * jenjang pendidikan, * jenis pendidikan, * status
sekolah/madrasah, * topografi, dan * wilayahb. Besaran dan
persentase komponen BSP untuk pendidikan dasar dan menengah yang
ditanggung orang tua siswa menurut jenjang pendidikan, jenis
pendidikan, dan status sekolah/madrasah, baik faktual maupun
idealc. BSP untuk pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan di
sekolah/madrasah menurut jenjang pendidikan, jenis pendidikan,
status sekolah/madrasah, mutu sekolah/madrasah, penghasilan orang
tua, lokasi sekolah/madrasah, topografi, dan wilayahd. Besaran dan
persentase komponen2 BSP untuk pedidikan dasar dan menengah di
tingkat sekolah/madrasah menurut jenjang pendidikan, jenis
pendidikan, dan status sekolah/madrasah, baik faktual maupun
ideal2. Biaya Total Pendidikan (BTP), baik yang ditanggung orang
tua siswa, yang dikeluarkan di sekolah/madrasah, dikeluarkan untuk
manajemen pemerintah, maupun keseluruhan serta yang semestinya
ditanggung pemerintah3. Biaya Total Pendidikan (BTP) yang
semestinya menjadi tanggungjawab pemerintahBTP = BSP x jumlah siswa
di masing2 jenis & jenjang pendidikan dengan memperhatikan
faktor2 lain yang menentukan.Dana Pendidikan 2002/2003 = Rp 426,326
TDitanggung OT= Rp 300,913 TDikeluarkan sekolah/madrasah= Rp 95,705
TDikeluarkan untuk mgt pemerintah= Rp 29,709 TBSPK ideal berkisar
1,31 s/d 1,48 dari BSPK faktualBSPK faktual rata2: Dikeluarkan
orang tua49,00% 73,41% Dikeluarkan sekolah20,95% 30,47% Utk Adm/Mgt
kec s/d pusat 0,35% 23,52%BSP faktualrata2: Operasional54% 63%
Operasional Personel68% 84%1. Kepala Sekolah, Wkl Kepsek, Guru,
Pegawai2. Gaji, Tunjangan, Kesejahteraan, Transport, Seragam,
Overtime, THR, Dana Sosial, Konsumsi, Asuransi/Kesehatan
Kesejahteraan95,65-98,58%; Pengembangan 1,42-4,35%Non Personel16%
32%1. ATK & BHP (20,26-26,99%), Daya & Jasa (19,17-25-96%),
R & M (16,31-19,79%), Pembinaan Siswa (8,88-11,49%), Peralatan
& Perlengkapan, Pendampingan, Pengawasan, Pelaporan, dll
Investasi37% s/d 46% SD/MI Rp 614 780 rb; SMP/MTs Rp 811 rb 1,056
jt1. Bangunan (30,62-38,95%), Perabot & Mebeler (20,43-27,08%),
Peralatan & Perlengkapan (14,38-25,36%), Tanah
(12,27-17,76%)Langsung (67,93% - 74,79%); Tidak Langsung (25,21% -
32,07%)BSPK Ideal: SD/MI 1,31 1,40 kali; SMP/MTs 1,39 1,43 kaliBSP
Investasi Ideal: 1,41 1,73 kali BSP Faktual
Konsep Biaya Pendidikan (BP)A. menurut Input dan Jenis
Penggunaan a.d. Tingkat Penggunaan dan Komponen Biaya Satuan
Pendidikan (BSP): BP per tahun per siswa BSP Keseluruhan (BSPK):
BSP yang1. ditanggung OT, 11 item2. dikeluarkan di Sekolah, 1.
Operasional1. Personel1. Kesejahteraan12 item2. Pengembangan12
item2. Non Personel 8 item2. Investasi/Modal 9 item3. dikeluarkan
u/ Mgt di Kec s/d Pusat 1. Operasional 2 item2. Investasi/Modal 8
itempada jenjang SD/MI s/d SMA/MA Biaya Total Pendidikan (BTP): BSP
x jml siswaB. menurut Sifat Penggunaan Biaya Langsung--- langsung
untuk proses pembelajaran1. Biaya Lancar (Personel dan Non
Personel)2. Biaya Pengeluaran OT siswa3. Biaya Investasi/Modal
Biaya Tidak Langsung--- digunakan untuk kelembagaan1. Biaya Lancar
(Personel dan Non Personel)2. Biaya Investasi/ModalC. menurut Pihak
Yang Menanggung Biaya Pribadi--- 10 item (= BSP ditanggung OT minus
Kesehatan) Biaya Publik--- operasional; investasi; iurang OT;
sumbangan masyarakat Biaya Sosial--- dari pribadi; dari pemerintah;
dari masyarakat
BOSTujuan: Meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan
pendidikan1. Membebaskan pungutan pada peserta didik SD/SMP2.
Membebaskan pungutan peserta didik miskin3. Meringankan biaya
operasional sekolah peserta didik sekolah swasta Mempercepat
pencapaian SPM dan SNPSasaran:...
Tersedianya informasi biaya yang tepat dan akurat akan sangat
menunjang manajemen dalam menentukan beragam kebijakan, terutama
untuk membantu kepentingan manajerial dalam hal costing, decision
making dan planning serta control. Activity-Based Costing System
(ABC System) merupakan sistem akuntansi biaya yang mampu
menghasilkan informasi biaya yang lebih akurat, dapat
mengakomodasikan dan membebankan biaya-biaya yang terjadi secara
tepat. Dengan kata lain ABC system adalah suatu sistem dalam
akuntansi biaya yang mampu merefleksikan konsumsi biaya dan sumber
daya dalam kegiatan produksi ataupun penyediaan jasa. ABC system
menelusuri biaya ke produk atau jasa atas dasar aktivitas yang
digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut sehingga ABC
system dapat dipakai untuk meningkatkan akurasi kalkulasi beban
produk atau jasa dan mengurangi distorsi biaya. Melalui penulisan
ini ingin ditunjukkan bahwa kepentingan manajerial yang berkaitan
dengan costing perlu ditunjang oleh tersedianya informasi akuntansi
manajemen yang menghasilkan informasi biaya yang akurat yang harus
dibebankan kepada siswa atas layanan jasa pendidikan yang
dikonsumsi. Aplikasi ABC dimaksudkan untuk memperoleh informasi
biaya yang akurat yang harus dibebankan kepada siswa atas jasa
layanan pendidikan yang diberikan karena ABC mendasarkan pembebanan
biaya pada aktivitas pendidikan dan sumber daya yang dikonsumsi.
Aktivitas pendidikan yang dimaksud tidak hanya yang terkait
langsung dengan pendidikan tetapi juga yang bersifat sebagai
penunjang pendidikan dan non pendidikan. Dengan penerapan ABC dapat
diketahui beban pokok tiap siswa dari masing-masing jenjang kelas,
dan juga mereka yang termasuk kelompok "slow learners" ya g
memerlukan bantuan khusus, sehingga dapat diputuskan apakah untuk
siswa kategori ini perlu dikenakan biaya tambahan atau tidak. Hasil
penulisan ini menunjukkan bahwa dengan dilakukannya perhitungan
beban pokok jasa pendidikan pada setiap awal tahun pelajaran akan
sangat membantu pengelola untuk menentukan besarnya SPP yang harus
dibayarkan oleh tiap siswa. Terlihat bahwa jumlah siswa, jenis
aktivitas dan guru pengasuh mempunyai pengaruh yang significant
terhadap biaya. Penerapan ABC system pada SC dilakukan dalam
beberapa tahap sebagai berikut: (1) mengidentifikasikan jenjang
pendidikan yang akan dianalisis, (2) identifikasi aktivitas
pendidikan yang dijalankan oleh di sekolah khususnya di unit yang
diteliti, (3) pengelompokkan aktivitas, dan (4) analisis alur biaya
berdasarkan cost driver untuk mendapatkan biaya-biaya tidak
langsung atas masing-masing cost center unntuk kemudian
dialokasikan ke masing-masing siswa sesuai dengan jenjang
pendidikan mereka dan jam belajar yang diserap.
Kajian penghitungan SPM vs BOSPbylpkipi
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENDIDIKAN DASAR BELUM MAMPU
MENCUKUPI KEBUTUHAN DASAR PEMBIAYAAN OPERASIONAL NON PERSONALIA
PENDIDIKAN (BOSP)A. RasionalitasPendidikan merupakan salah satu
pilar penting meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 11 ayat (1) dan (2) menegaskan, pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi; dan wajib menjamin tersedianya dana bagi
penyediaan pendidikan untuk setiap warganegara yang berusia 7-15
tahun. Karena itu, pembangunan pendidikan harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi
dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan
sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu cara untuk
menanggulangi kemiskinan, meningkatkan kesetaraan gender, pemahaman
nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta meningkatkan
keadilan social.Layanan minimal pendidikan dasar mulai berlaku
sejak diundangkannya SPM Pendidikan Dasar yang tertuang dalam
Permendiknas No. 15 Tahun 2010. Regulasi ini sebagai tindaklanjut
pelaksanaan Permendiknas No. 63 Tahun 2009 tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP), yang mengamanatkan bahwa
penyelenggara satuan pendidikan dan pemerintah daerah
Kabupaten/Kota wajib memenuhi kebutuhan layanan pendidikan dasar
paling lama 5 tahun setelah ditetapkan SPM Pendidikan dasar (Pasal
15 ayat (1) dan (2)). Merujuk batasan waktu tinggal 3 tahun lagi
(2015) apakah Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) mampu menggapai
SPM pendidikan dasar?, karena disisi yang lain pemerintah daerah
wajib mencukupi kebutuhan operasional pembiayaan pendidikan satuan
pendidikan sebagai pendamping BOS KITA, yang diluncurkan setiap
tahun oleh pemerintah sejak tahun 2005.Fakta yang menarik kedua
pembiayaan tersebut tidak saling menutupi secara penuh, namun
pembiayaan operasional non personalia satuan pendidikan hanya
menjadi sebagai sub set dari SPM, dan berdasarkan studi yang
dilakukan diberbagai kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur hanya
sebagian kecil saja (kurang dari 20%) yang terpenuhi apabila
pemerintah kabupaten/kota mencukupi SPM. Dengan demikian pemerintah
kabupaten/kota walaupun telah berupaya keras mencukupi SPM, masih
belum mampu mencukupi kebutuhan pembiayaan satuan pendidikan.B.
Landasan teoriPeraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, yang merupakan peraturan pelaksana UU
No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri
atas tiga jenis biaya, yaitu: (1) biaya investasi, (2) biaya
operasional, dan (3) biaya personal. Selanjutnya PP No. 19 Tahun
2005 memberi definisi Standar Pembiayaan sebagai standar yang
mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan
(BOSP) yang berlaku selama satu tahun. BOSP adalah bagian dari dana
pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan
pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai
standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.
Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan usulan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Telaah pembiayaan pendidikan dari PP
No. 19 Tahun 2005 dipertajam dalam PP No. 48 Tahun 2008 tentang
pendanaan pendidikan.Dalam Pasal 3, ayat (1), (2) dan (3) PP No. 48
Tahun 2008 bahwa biaya pendidikan meliputi: (a) biaya satuan
pendidikan (BSP), (b) biaya penyelenggaraan pendidikan dan (c)
biaya peserta didik. Biaya penyelenggaaraan pendidikan menjadi
tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat,
sedangkan biaya pribadi peserta didik menjadi tanggung jawab orang
tua, dengan demikian yang menjadi fokus kajian adalah BSP yang
terdiri dari (a) biaya investasi lahan pendidikan dan selain lahan,
(b) biaya operasi untuk personalia (pendidik dan tenaga
kependidikan) dan non personalia, (c) bantuan biaya pendidikan dan
(d) beasiswa. Komponen biaya investasi dan operasi personalia
menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
yang apabila dipenuhi maka secara tidak langsung SPM dapat
tercapai, akan tetapi biaya operasi non personalia jika dicukupi
hanya terkait dengan SPM saja maka kegiatan operasional pendidikan
tidak akan berjalan secara teratur dan berkelanjutan. bagai mana
metode penhitungannyasilahhubungi kami [email protected].
Rekomendasi1. PemerintahUntuk mempertahankan proses belajar
mengajar yang baik, teratur dan berkesinambungan maka ditinjau
ulang kebijakan pencapaian SPM, dengan cara:a. Menambahkan komponen
pembiayaan yang terkait dengan proses belajar mengajar dalam satuan
pendidikan.b. Menyusun kategorisasi pencapaian SPM dikaitkan dengan
zona seperti dalam RPJMN yaitu wilayah Jawa-Bali, Sumatra,
Kalimantan, dan seterusnya, hal ini disebabkan terdapat beberapa
butir SPM yang tak menimbulkan pembiayaan (cost driver), untuk
wilayah Jawa Bali SPM 1 tidak perlu dihitung karena coverage area
untuk 1 SD/MI kurang dari 3 km dan 1 SMP/MTs kurang dari 6 km.
Demikian pula, pengendalian proses PBM seperti terdapat dalam SPM
18 dan 19, dengan waskat yang berjalan normal dengan berbagai
sanksi yang diberikan pemerintah daerah tentang kedisiplinan PNS,
berdampak pada PBM sesuai dengan SPM serta tidak berimplikasi pada
pembiayaan.2. Pemerintah daerahPemerintah daerah mulai sekarang
mempersiapkan diri untuk mengetahui kapasitas fiskal bagi sektor
pendidikan, dengan mempersiapkan secara bertahap program untuk
menggenapi SPM danBOSP.F. RUJUKAN1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional2. Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan3. Peraturan
pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan4.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 Tahun 2009 tentang
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan5. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 15 Tahun 2010 tentang Standar Minimal Pendidikan
Dasar6. DBE-1 USAID, 2010, Panduan Analisis Keuangan Pendidikan
Kabupaten/Kota, edisi Juni 2010, Jakarta7. DBE-1 USAID, 2011,
Panduan Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan, edisi
Juni 2011, Jakarta8. DBE-1 USAID, 2011, Panduan Penghitungan Biaya
Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan, edisi Juli 2011.Disusun
oleh: M. Adri Budi S.dan Lutfi Firdausi
Akuntansi Biaya: Ragam Metode Costing (Keunggulan dan
Kelemahannya)olehMr. JAK18 Komentar
Ditulis olehMr. JAK 37
7
0
0
Akuntansi biaya (cost accounting) termasuk aspek penting dalam
dunia akuntansi. Salah satu aktivitas yang paling fundamental dalam
akuntansi biaya adalah penentuan biaya (costing)yang dijadikan
sebagai acuandasardalam menentukan harga jual produk/jasa. Esensi
dari penentuan biaya (costing), tiada lain, merupakan aktivitas
memilih dan menjalankan metode costing yang paling sesuai bagi
perusahaanmulai dari pengumpulan data, pengolahan data, hingga
penyajian laporan cost bagi pihak management.Fungsi akuntansi biaya
yang terkelola dengan baik, dapat memberikan informasi penting bagi
manajemen sehubungan dengan: pengaruh dari penentuan harga jual
suatu produk, kecenderunga cost, kinerja per departemen dan
perusahaan secara keseluruhan, kapasitas pegawai dan produksi,
bahkan berkontribusi besar terhadap penentuan strategi bisnis
perusahaan hingga pada derajat tertentu.Setengah dari alur
akuntansi, di dalam perusahaan, ada di wilayah costing. Sehingga,
bagi akuntan yang bekerja di dalam perusahaan (terutama
manufaktur), kurangnya penguasaan akuntansi biaya adalah masalah
serius, lubang kelemahan yang harus segara diatasi jika ingin
menjadi akuntan yang handal di luar urusan jurnal-menjurnal dan
penyusunan laporan keuangan.Apakah cost accounting hanya urusan
para cost accountantsehingga merek