Teori-Teori Promosi Kesehatan
PendahuluanPromosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan
kemampuan penduduk mengontrol faktor penentu kesehatan dan
meningkatkan kesehatan. Selain itu promosi kesehatan juga
didefinisikan sebagai perilaku yang dimotivasi oleh keinginan untuk
meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan aktualisasi untuk lebih
sehat. Promosi kesehatan meliputi semua usaha yang ditunjukan untuk
menggerakan masyrakat mencapai kondisi sehat yang optimal atau
kondisi sejahtera yang lebih tinggi.
Promosi kesehatan menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan
adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu
dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh
terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan
tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan
perilaku kesehatan dari sasaran.
Promosi Kesehatan meliputi segala bentuk kombinasi pendidikan
kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan
organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Promosi kesehatan
mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan
lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan
Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat
kesejahteraan dari individu, keluarga, populasi, dan masyarakat.
Upaya meningkatkan kondisi sehat pada individu, keluarga, populasi,
dan masyarakat dapat menggunakan berbagai macam model atau teori
promosi kesehatan antara lain teori promosi kesehatan tannabill,
teori health belief model, teori social kognitif.
1. Model Promosi Kesehatan Tannabill
Tannahill menghasilkan model promosi yang didasarkan hubungan
antara pendidikan, perlindungan, dan pencegahan kesehatan. Dasar
dari model ini digambarkan oleh tiga lingkaran yang saling terkait
(gambar 2). Model ini menghasilkan tujuh domain yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan luasnya cakupan promosi
kesehatan dan memberikan dasar yang baik untuk mengklasifikasikan
dalam menganalisa kebijakan. Beberapa domain secara bersama-sam a
bertujuan untuk mencegah kondisi sakit dan melakukan peningkatan
kesehatan dan kondisi sejahtera. Domain 5, 6, 7 secara khusus
memiliki focus untuk mengukur pada tujuan kondisi sejahtera dan
domain 1, 2, 3 dan 4 memiliki focus untuk mengukur tindakan
pencegahan terdepan. Dari beberapa domain terlihat pendidikan
kesehatan bertujuan memberikan pendidikan pada kelompok
professional, dan pembuat kebijakan di masyarakat (seperti domain
2, 4, 5, dan 7). Penjelasan masing-masing domain adalah sebagai
berikut :
Domain 1 : pencegahan merupakan upaya untuk menghindari dari
kondisi sakit, meliputi : imunisasi, skrining pada kelompok rentan,
dan penemuan kasus malnutrisi.
Domain 2 : Preventive health education adalah pendidikan yang
ditujukan untuk mendorong perubahan perilaku sehat individu dalam
upaya pencegahan terhadap penyakit dan pendidikan yang diberikan
tenaga kesehatan yang digunakan untuk mendukung layanan pencegahan.
Contoh dukungan tenaga kesehatan dalam hal skrining nutrisi atau
penggunaan fasilitas public, mendorong keluarga rawan gizi untuk
aktif dating ke posyandu.
Domain 3 : Preventive health protection merupakan sebuah
peraturan, sebagai contoh program makanan tambahan amak sekolah,
peraturan makanan yang aman, kebijakan fiscal untuk industry
makanan.
Domain 4 : Protective health education merupakan pendidikan
kesehatan untuk mendukung domain 3 yang ditujukan untuk pencegahan.
Contoh proses lobi untuk peraturan makanan yang sehat, penambahan
pajak untuk makanan dan upaya lain yang mempengaruhi pada
lingkungan social sebagai tindakan efektif yang sinergi dengan
pelayanan pencegahan.
Domain 5 : health education meliputi pendidikan yang ditujukan
mendorong perubahan perilaku sehat individu untuk mencapai
kesehatan yang lebih optimal, seperti mendorong untuk melakukan
aktivitas, merubah kebiasaan diet, dan empowering indivisu atau
kelompok untuk sejahtera.
Domain 6 : health protection adalah peraturan pemerintah. Contoh
kebijakan keuangan untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang
menunjang kesehatan seperti sarana rekreasi dan fasilitas olahraga
di komunitas, menciptakan sarana bermain bagi anak, program bantuan
stimulasi usaha bagi keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan
keluarga.
Domain 7 : Health protective health education untuk mencapai
kondisi lebih sejahtera, contoh lobbying dengan pembuat kebijakan.
Mendorong dan mendukung anggota masyarakat untuk mengekspresikan
keinginannya seperti perlunya sarana olah raga. Menfasilitasi
keluarga rawan gizi, berdialog dengan pemegang kebijakan setingkat
lurah, petugas pemegang program nutrisi di tingkat puskesmas dan
dinas kesehatan.
Family- Centered Nursing
Praktek keluarga sebagai pusat keperawatan didasarkan pada
perspektif bahwa keluarga adalah unit dasar untuk perawatan
individu dari anggota keluarga dan dari unit yang lebih luas.
Keluarga adalah unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat,
mempresentasikan perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi.
Aplikasi dari teori ini termasuk mempertimbangkan faktor social,
ekonomi, politik dan budaya ketika melakukan pengkajian dan
perencanaan, implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan
keluarga.
Penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan
family-centered nursing salah satunya menggunakan Friedman Model.
Pengkajian dengan model ini melihat keluarga sebagai subsistem dari
masyarakat. Proses keperawatan keluarga meliputi : pengkajian,
diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Integrasi konsep Community as Partner, Tannabills Model, dan
Family-Centered Nursing
Integrasi konsep ini memberikan acuan bagaimana sebuah
peningkatan kualitas dilakukan, meningkatkan kesejahteraan eluarga
dan anak yang mengalami gangguan sulit makan, melakukan
perlindungan terhadap lingkungadan mewujudkan hal yang potensial
menjadi pembelajaran organisasi. Model ini juga dapat digunakan
dalam membuat strategi implementasi seperti memberikan pendidikan
pada keluarga pada area yang relevan dalam upaya promosi kesehatan
seperti pendidikan , komunikasi, manajemen dan ketrampilan
psikososial; meningkatkan kualitas informasi program komunikasi dan
pendidikan keterampilan memberikan latihan kepada keluarga dengan
anak yang mengalami gangguan sulit makan.
2. Teori Health Belief Model
Teori health belief model merupakam salah satu teori penting
yang digunakan dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan
untuk menjawab persoalan kesehatan yang sudah diupayakan optimal.
Ada empat variabel utama yang menjadi konsep dasar dari teori ini
yaitu kerentanan, keseriusan, manfaat dan rintangan yang dirasakan.
Persepsi rentan menjadi motivasi utama orang tua memberikan vaksin
influensa kepada anak mereka. Persepsi rentan juga membuat pria
yang pernah berhubungan seksual dengan pria untuk mengulang
vaksinasi hepatitis B. Penggunaan kondom untuk mencegah HIV juga
disebabkan karena adanya persepsi rentan ini. Persepsi serius
menyebabkan seseorang bertindak untuk melakukan tindakan pencegahan
dan pengobatan terhadap penyakit tertentu. Persepsi manfaat membuat
seseorang melakukan tindakan early diagnosis untuk menyakit kanker
unsus. Persepsi rintangan misalnya ketakutan pap test akan membuat
perempuan merasa kesakitan dan tidak mengetahui tempat melakukan
pap test membuat seseorang tidak melakukan tindakan pencegahan
tersebut3. Teori social kognitif
Teori social kognitif menjelaskan adanya keterkaitan antara
factor factor dalam menjelaskan perilaku manusia, disebut sebagai
hubungan timbal balik. Jadi ada factor yang saling berkaitan, yaitu
factor behavioral, factor personal dan factor lingkungan. Promosi
kesehatan berfokus pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit.
Tiga elemen teori social kognitif yang relevan dengan promosi
kesehatan.
1. Peran dari expectancies dalam menentukan perilaku
2. Proses vicarious learning
3. Tercapainya kesehatan yang baik sebagai outcome perilaku akan
memotivasi seseorang untuk melakukan perilaku tersebut.
1. Peran Expectancies
Perilaku memiliki orientaasi tujuan. Berdasarkan teori social
kognitif, individu kan termotivasi untuk melakukan perilaku bila
outcome dari perilaku bernilai dan ketika individu merasa bahwa
drinya mampu menampilkan perilaku secara aktif.
a. Action outcome expectancies ( menunjukan bahwa individu yakin
bahwa perilakunya mengarah pada outcome tertentu. Contoh : konsumsi
berlemak tinggi akan menyebabkan sakit jantung koroner, makan
buah-buahan akan mencegah terkena kanker. Outcome dari perilaku
tersebut dianggap bernilai.
b. Self efficacy expectancies ( menunjukan bahwa individu yakin
bahwa dirinya akan mampu melakukan perilaku yang dipertimbangkan.
Contoh : saya akan mampu memilih makanan yang banyak mengandung
serat, saya tidak yakin mampu mengurangi makan snack.
Jadi pengambilan keputusan untuk berperilaku akan dipengaruhi
keyakinan individu bahwa outcome dari perilaku bernilai dan bahwa
mampu untuk melalukan perilaku tersebut.
2. Vicarious learning dan modeling
Perilaku individu merupakan konsekuensi dari model-model
perilaku yang tampak sepanjanh hidup. Melalui observasi pada
model-model, individu belajar secara tidak langsung.
Berdasarkan teori social kognitif, individu belajar dari
observasi pada orang lain, lalu membentuk perencanaan perilaku
berlandaskan nilai yang didapat. Pada umumnya individu akan
menampilkan perilaku yang diobservasi jika orang menjadi model
memiliki kesamaan dengan dirinya. Misal, jenis kelamin, umur dan
ras. Orang yang memiliki status tinggi dalam lingkungan social akan
berpengaruh lebih kuat dari pada orang memiliki starus lebih redah.
Pemilihan model untuk mempromosi kesehatan harus mempertimbangkan
factor-faktor tersebut.
3. Pencapaian kondisi sehat sebagai outcome yang bernilai
Kondisi sehat akan membentuk action outcome expextancies.
Kondisi sehat dapat menjadi reward dalam proses mempertahankan
kesehatan atau promosi perilaku sehat. Motivasi untuk melakukan
perilaku sehat yang utcomenya jangka panjang seringkali
berkompetisi dengan kebanyakan kesenangan jangka pendek yang
ditawarkan oleh perilaku yang tidak sehat. Promosi kesehatan di
sekolah
WHO menetapkan dasar-dasar bagi promosi kesehatan disekolah
Kebijakan kesehatan di sekolah, mengembangkan kebijakn untuk
perilaku sehat di sekolah
Menetapkan lingkungan yang aman, sehat secara fisik dan
social
Mengajarkan keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan
Menyediakan makanan sehat
Adanya program promosi kesehatan untuk staff di sekolah
Menyediakan program konseling sekolah dan psikologi
Program pendidikan fisik/ olah raga di sekolah
Berdasarkan dasar-dasar WHO tersebut, physicaland Healt
Education Canada membuat program 4E sebagai pengelompokan program
promosi kesehatan di sekolah
Education( melibatkan proses belajar mengajar yang mendukung
bagi promosi kesehatan untuk semua anggota komunitas sekolah
Environment ( melibatkan semua aspek lingkungan sekolah untuk
menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi promosi
kesehatan disekolah.
Everyone ( melibatkan seluruh anggota dari sekolah dan juga luar
sekolah
Evidence ( terdiri dari konsep kolaboratif dalam
mengidentifikasi tujuan, perencanaan tindakan dan mengumpulkan
semua informasi yang dapat mendukung keefektifan program promosi
kesehatan.4. THEORY OF PLANED BAHAVIOR
Teori ini yang awalnya dinamai Theory of Reasoned Action (TRA),
dikembangkan di tahun 1967, selanjutnya teori tersebut terus
direvisi dan diperluas oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. Mulai
tahun 1980 teori tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku
manusia dan untuk mengembangkan intervensiintervensi yang lebih
mengena. Pada tahun 1988, hal lain ditambahkan pada model reasoned
action yang sudah ada tersebut dan kemudian dinamai Theory of
Planned Behavior (TPB), untuk mengatasi kekurangadekuatan yang
ditemukan oleh Ajzen dan Fishbein melalui penelitian-penelitian
mereka dengan menggunakan TRA.
GAMBARAN SINGKAT MENGENAI THEORY OF PLANED BAHAVIOR
Ada beberapa tujuan dan manfaat dari teori ini, antara lain
adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional
terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu
sendiri. Untuk mengidentifikasi bagaimana dan kemana mengarahkan
strategi-strategi untuk perubahan perilaku dan juga untuk
menjelaskan pada tiap aspek penting beberapa perilaku manusia
seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang calon
dalam pemilu, mengapa tidak masuk kerja atau mengapa melakukan
hubungan pranikah.
Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap
terhadap perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting
perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi
individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari
sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif.
Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai
suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif,
kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.
Jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari menampilkan suatu
perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap
perilaku tersebut. Yang sebaliknya juga dapat dinyatakan bahwa jika
suatu perilaku difikirkan negatif. Jika orang-orang lain yang
relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai
sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk
memenuhi harapan orang-orang lain yang relevan, maka itulah yang
disebut dengan norma subjektif yang positif. Jika orang-orang lain
melihat perilaku yang akan ditampilkan sebagai sesuatu yang negatif
dan seseorang tersebut ingin memenuhi harapan orangorang lain
tersebut, itu yang disebut dengan norma subjektif negatif. Sikap
dan norma subjektif diukur dengan skala (misalnya skala Likert)
menggunakan frase suka/tidak suka, baik/buruk, dan setuju/tidak
setuju. Intensi untuk menampilkan suatu perilaku tergantung pada
hasil pengukuran sikap dan norma subjektif. Hasil yang positif
mengindikasikan intensi berperilaku.
Theory of Reasoned Action paling berhasil ketika diaplikasikan
pada perilaku yang di bawah kendali individu sendiri. Jika perilaku
tersebut tidak sepenuhnya di bawah kendali atau kemauan individu,
meskipun ia sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektifnya,
ia mungkin tidak akan secara nyata menampilkan perilaku tersebut.
Sebaliknya, Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk
memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak di bawah
kendali individu.
Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu
intensi berperilaku yang ke tiga, yaitu perceived behavioral
control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs
(kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived
power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan
suatu perilaku). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang
dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau
kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang
memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada
yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut
memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu
perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi
yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki
control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat
perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu,
antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap
norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu.
Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia
adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi
yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi
dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau
tidak melakukan perilakuperilaku tertentu.
TRA/TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai
anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin
kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu,
diharapkan semakin berhasil ia melakukannya. Intensi adalah suatu
fungsi dari beliefs dan atau informasi yang penting mengenai
kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan
mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah
karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku,
semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena
Ajzen dan Fishbein tidak hanya tertarik dalam hal meramalkan
perilaku tetapi juga memahaminya, mereka mulai mencoba untuk
mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi berperilaku. Mereka
berteori bahwa intensi adalah suatu fungsi dari dua penentu utama,
yaitu a) sikap terhadap perilaku dan b) norma subjektif dari
perilaku.
Theory of Planned Behavior dapat digambarkan melalui bagan
sebagai berikut:
Penelitian-penelitian di bidang psikologi klinis (kesehatan dan
olah raga)
Salah satu penelitian di bidang psikologi klinis yang didasarkan
pada TPB dilakukan oleh Godin dkk. (1992) yang bertujuan untuk
memverifikasi asumsiasumsi dasar dalam TPB untuk memprediksi
intensi berolah raga dan berperilaku (melakukan olah raga) pada
orang dewasa dalam kelompok umum (penelitian 1) dan kelompok wanita
hamil (penelitian 2). Dalam kedua penelitian, data baseline
dikumpulkan di rumah mereka melalui para pewawancara terlatih dan
melalui kuesioner. Laporan diri perilaku mereka dikumpulkan enam
bulan (penelitian 1) dan antara delapan hingga sembilan bulan
(penelitian 2) setelah data baseline dikumpulkan. Pada penelitian 1
ditemukan bahwa PBC mempengaruhi perilaku hanya melalui intensi.
Pada penelitian 2, tak satupun variabel dari model Ajzen
berhubungan dengan perilaku berolahraga. Akan tetapi, intensi
dipengaruhi oleh sikap, kebiasaan dan PBC. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa PBC berkontribusi terhadap pemahaman mengenai
intensi untuk berolah raga tetapi tidak dapat meramalkan perilaku
berolah raga.
Penelitian lain dilakukan oleh Higgins dan Marcum (2005). Tujuan
penelitian yang mereka lakukan adalah untuk menguji kemampuan TPB
dalam memediasi pengaruh rendahnya kendali diri (self-control)
dalam penggunaan alkohol. Hal tersebut dilandasi oleh alasan bahwa
penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan rendahnya kendali diri
memainkan peranan penting dalam penggunaan alkohol, sedang
kemampuan pengendalian diri cenderung stabil. Sementara ditemukan
bahwa mengkonsumsi alkohol mulai menjadi sesuatu yang umum bagi
para mahasiswa, padahal mengkonsumsi alkohol berdampak buruk.
Umumnya mereka menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang
lain, misalnya ketinggalan kelas, terlibat aktivitas seksual yang
tidak terencana dan tidak aman, menjadi korban kekerasan fisik dan
kekerasan seksual, mengalami kecelakaan, melakukan tindak kriminal,
mengalami ketidakseimbangan fisik dan kognitif, serta prestasi
akademik yang rendah (Wechsler et al., 1998). Akibat yang dirasakan
oleh orang lain terdekat mereka di antaranya belajar atau tidur
yang terganggu, harus merawat teman yang mabuk, atau membuat malu,
dimana hal tersebut merupakan faktor yang bisa menghambat
keberhasilan di perguruan tinggi. Untuk itu diperlukan suatu
pendekatan atau penggunaan teori yang lebih pas yang bisa
menjelaskan dan mengatasi masalah tersebut.
Menurut Higgins dan Marcum, penelitiannya signifikan dalam tiga
hal. Pertama, akan memberi pemahaman yang lebih baik pada para
peneliti bagaimana pengukuran melalui teori self-control dan tipe
belajar sosial dihubungkan. Kedua, akan memberi pemahaman yang
lebih baik mengenai pengukuran yang dapat diubah untuk mengurangi
masalah penggunaan alkohol pada anak muda. Ketiga, temuantemuannya
akan memberi para peneliti informasi-informasi untuk mengembangkan
kebijakan dalam membantu mereka yang memiliki self-control rendah
untuk melihat konsekuensi dari penggunaan alkohol.
Penelitian lain di bidang kesehatan yang menggunakan landasan
TPB adalah yang dilakukan oleh Tang dan Wong (2005) dari The
Chinese University of Hong Kong. Penelitian yang mereka lakukan di
tahun 2003 mengeksplorasi faktor-faktor psikososial yang
mempengaruhi praktek perilaku preventif dalam menghadapi SARS
(severe acute respiratory syndrome) pada orang-orang tua China di
Hong Kong .
Penelitian mereka dilatar belakangi oleh keadaan pada waktu itu
dimana SARS telah menjadi wabah yang mengancam hampir seluruh
permukaan bumi. Pada umumnya yang terserang SARS adalah orang
dewasa (tua), 17% hingga 30% korban SARS dari 26 negara yang
terserang SARS berusia di atas 50 tahun. Di antara korban yang
memerlukan perawatan intensif rata-rata berusia 50 tahun, sedang
yang tidak memerlukan perawatan intensif rata-rata berusia 35
tahun. Pada mereka yang berusia di bawah 65 tahun, tingkat
kematiannya mencapai 6,8% dan meningkat menjadi 8,9% pada mereka
yang berusia antara 65 hingga 74 tahun. Pada mereka yang berusia 75
tahun ke atas, tingkat kematiannya malah mencapai 28,6%. Sementara,
menurut Berrigan, dkk. (2003); Hui & Morrow (2001); Johansson
& Sundquist (1999), dikatakan bahwa praktek perilaku pencegahan
oleh individu adalah salah satu cara paling efektif dalam mencegah
penyakit dan meningkatkan kesehatan. Meskipun otoritas kesehatan
telah berkali-kali memberikan nasehat, kebanyakan orang tidak
mempraktekkan perilaku preventif yang mereka rekomendasikan.
Diduga, berbagai faktor psikososial ikut berpengaruh dalam hal
tersebut, sehingga diperlukan suatu pendekatan melalui
faktor-faktor psikososial tersebut untuk memotivasi orang agar mau
melakukan perilaku preventif terkait dengan suatu penyakit
tertentu.
Penelitian yang dilakukan Tang dan Wong difokuskan pada health
belief model dan TPB untuk mempermudah pemahaman terhadap praktek
perilaku-perilaku preventif pada orang-orang tua. Berdasarkan pada
the health belief model (Janz & Becker, 1984; Rosenstock dkk.,
1988), praktek perilaku preventif merupakan fungsi dari tingkat
persepsi individu mengenai kerentanannya terhadap gangguan
kesehatan, sedikitnya hambatan yang dihadapi, dan penilaian bahwa
hasil yang dicapai akan mengikuti perilaku preventifnya. TPB
(Ajzen, 1991) mengkhususkan bahwa perilaku preventif merupakan
hasil langsung dari intensi untuk berperilaku, sebagai hasil dari
sikap positif bahwa perilaku preventif akan memberikan hasil yang
diharapkan, motivasi untuk mematuhi tekanan normatif agar
menampilkan perilaku tersebut dan kepercayaan bahwa ia memiliki
kapasitas untuk melakukannya. Dari berbagai penelitian sebelumnya
yang telah banyak dilakukan, diperoleh bahwa komponen-komponen
utama dalam teori-teori tersebut merupakan prediktor perilaku
preventif yang signifikan.
Dalam penelitian yang mereka lakukan, Tang dan Wong melibatkan
354 orang subjek (167 pria dan 187 wanita) China dewasa berusia 60
tahun atau lebih, data penelitian diperoleh melalui wawancara
telepon. Variabel terikat yang diukur adalah praktek perilaku
preventif yang diklasifikasikan secara tidak konsisten dan secara
konsisten mempraktekkannya. Variabel bebasnya meliputi awareness
atau kesadaran akan adanya bahaya SARS, persepsi mengenai
kerentanan untuk mendapat serangan SARS, persepsi mengenai
kemampuan diri dalam menjalankan perilaku preventif yang disarankan
(self-eficacy), persepsi tentang efektifitas perilaku preventif
tersebut, dan persepsi tentang kemampuan otoritas kesehatan lokal.
Kelima variabel bebas tersebut diukur dengan menggunakan skala
(4-point items scale).
Hasil penelitan Tang dan Wong menunjukkan bahwa mereka yang
persepsi mengenai kerentanan untuk mendapat serangan SARS-nya lebih
tinggi, mereka yang persepsi mengenai kemampuan dirinya dalam
menjalankan perilaku preventif yang disarankan lebih tinggi, dan
mereka yang memiliki kepercayaan lebih tinggi akan kemampuan
otoritas kesehatan lokal dalam mengatasi SARS, lebih konsisten
dalam mempraktekkan perilaku preventif yang disarankan. Akan
tetapi, awareness atau kesadaran akan adanya bahaya SARS dan
persepsi tentang efektifitas perilaku preventif dalam mencegah
bahaya SARS bukan merupakan prediktor yang signifikan ketika
faktor-faktor motivasi yang lain juga disertakan.
Kesimpulannya, hasil tersebut mendukung konsep kerangka kerja
bahwa persepsi mengenai gangguan kesehatan secara khusus dan
kepercayaan mengenai kemampuan merupakan dua dimensi utama
faktor-faktor yang memotivasi praktek perilaku preventif terhadap
SARS pada para orang tua. Akan tetapi, persepsi mengenai gangguan
kesehatan hanya berhubungan dengan kerentanan, tidak didukung oleh
awareness; dan kepercayaan mengenai kemampuan hanya menunjuk pada
self-efficacy dan kepercayaan pada kemampuan otoritas kesehatan
lokal, tetapi tidak pada efektifitas perilaku itu sendiri.
Kesimpulan
Promosi kesahatana adalah penyamaaian pesan kesehatan kepada
masyarakat, kelompok atau individu yang di harapkan dapat
meningkatkan kemampuan penduduk dalam hal kesehatan. Promosi
kesehatan tidak berdiri sendiri, promosi kesehatan juga perlu di
dudukung oleh sektor pendidikan, ekonomi, politik dan organisasi
organisasi yang lain guna tercapainya kesehatan yang lebih
baik.
Promosi kesehatan memiliki beberapa teroi seperti teori
Tannabill, Health belief model, Social Kognitif. Teori tanabil
digambarkan dengan tiga lingkaran yang saling terkait. Lingkaran
tersebut menggambarkan pendidikan, perlindungan, dan pencegahan
kesehatan. Dari tiga lingkaran tersebut menghasilkan 7 dmain yang
bertujuan untuk mencapai kesejaterahaan.
Teroi Health belief model. Merupakan teori yang digunakan dalam
pedidikan kesehatan dan promosi kesehatan guna menjawab persoalan
kesehatan yang sudah dinyatakan optimal. Kerentanan, Keseriusanm
manfaat dan rintangan yang dirasakan merupakan empat variabel utama
menjadi kosen dasar dari teori ini.
Teori Socia kognitif sebuah teroi yang menhelaskan keterkaitan
faktor faktor dalam menjelaskan prilaku manusia. sering disebut
dengan istilah timbal balik. Faktor faktor yang saling berkaitan
yaitu, faktor behavioral, faktor personal dan faktor lingkungan.
Promosi kesehatan terletak dalam faktor kesehatan dan pencegahan
penyakit.
Theori Planed behavior, dikembangkan tahun 1967 dengan nama
Theory of Reasoned Action. Yang selanjutnya pada tahun 1980
digunakan untuk mempelajari manusia dan pada tahun 1988 di ubah
namanya menjadi Theory Planed Bheaviour (TPB). TPB membantu
memperkirakan dan memeahi pengaruh pengaruh apa yang bukan
dikenadali oleh alam sadar individu sendiri. Mengidentifikasi
segala strategi untuk merubah prilaku dan menhelaskan beberapa
aspek aspen yang sukar untuk dipahami.
Daftar Pustaka