Top Banner
Teori-Teori Promosi Kesehatan Pendahuluan Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan penduduk mengontrol faktor penentu kesehatan dan meningkatkan kesehatan. Selain itu promosi kesehatan juga didefinisikan sebagai perilaku yang dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan aktualisasi untuk lebih sehat. Promosi kesehatan meliputi semua usaha yang ditunjukan untuk menggerakan masyrakat mencapai kondisi sehat yang optimal atau kondisi sejahtera yang lebih tinggi. Promosi kesehatan menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran.
28

cases report for hospitality

Sep 24, 2015

Download

Documents

cases report for hospitality in nitibi world please give me some download link
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Teori-Teori Promosi Kesehatan

PendahuluanPromosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan penduduk mengontrol faktor penentu kesehatan dan meningkatkan kesehatan. Selain itu promosi kesehatan juga didefinisikan sebagai perilaku yang dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan aktualisasi untuk lebih sehat. Promosi kesehatan meliputi semua usaha yang ditunjukan untuk menggerakan masyrakat mencapai kondisi sehat yang optimal atau kondisi sejahtera yang lebih tinggi.

Promosi kesehatan menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran.

Promosi Kesehatan meliputi segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dari individu, keluarga, populasi, dan masyarakat. Upaya meningkatkan kondisi sehat pada individu, keluarga, populasi, dan masyarakat dapat menggunakan berbagai macam model atau teori promosi kesehatan antara lain teori promosi kesehatan tannabill, teori health belief model, teori social kognitif.

1. Model Promosi Kesehatan Tannabill

Tannahill menghasilkan model promosi yang didasarkan hubungan antara pendidikan, perlindungan, dan pencegahan kesehatan. Dasar dari model ini digambarkan oleh tiga lingkaran yang saling terkait (gambar 2). Model ini menghasilkan tujuh domain yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan luasnya cakupan promosi kesehatan dan memberikan dasar yang baik untuk mengklasifikasikan dalam menganalisa kebijakan. Beberapa domain secara bersama-sam a bertujuan untuk mencegah kondisi sakit dan melakukan peningkatan kesehatan dan kondisi sejahtera. Domain 5, 6, 7 secara khusus memiliki focus untuk mengukur pada tujuan kondisi sejahtera dan domain 1, 2, 3 dan 4 memiliki focus untuk mengukur tindakan pencegahan terdepan. Dari beberapa domain terlihat pendidikan kesehatan bertujuan memberikan pendidikan pada kelompok professional, dan pembuat kebijakan di masyarakat (seperti domain 2, 4, 5, dan 7). Penjelasan masing-masing domain adalah sebagai berikut :

Domain 1 : pencegahan merupakan upaya untuk menghindari dari kondisi sakit, meliputi : imunisasi, skrining pada kelompok rentan, dan penemuan kasus malnutrisi.

Domain 2 : Preventive health education adalah pendidikan yang ditujukan untuk mendorong perubahan perilaku sehat individu dalam upaya pencegahan terhadap penyakit dan pendidikan yang diberikan tenaga kesehatan yang digunakan untuk mendukung layanan pencegahan. Contoh dukungan tenaga kesehatan dalam hal skrining nutrisi atau penggunaan fasilitas public, mendorong keluarga rawan gizi untuk aktif dating ke posyandu.

Domain 3 : Preventive health protection merupakan sebuah peraturan, sebagai contoh program makanan tambahan amak sekolah, peraturan makanan yang aman, kebijakan fiscal untuk industry makanan.

Domain 4 : Protective health education merupakan pendidikan kesehatan untuk mendukung domain 3 yang ditujukan untuk pencegahan. Contoh proses lobi untuk peraturan makanan yang sehat, penambahan pajak untuk makanan dan upaya lain yang mempengaruhi pada lingkungan social sebagai tindakan efektif yang sinergi dengan pelayanan pencegahan.

Domain 5 : health education meliputi pendidikan yang ditujukan mendorong perubahan perilaku sehat individu untuk mencapai kesehatan yang lebih optimal, seperti mendorong untuk melakukan aktivitas, merubah kebiasaan diet, dan empowering indivisu atau kelompok untuk sejahtera.

Domain 6 : health protection adalah peraturan pemerintah. Contoh kebijakan keuangan untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang menunjang kesehatan seperti sarana rekreasi dan fasilitas olahraga di komunitas, menciptakan sarana bermain bagi anak, program bantuan stimulasi usaha bagi keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga.

Domain 7 : Health protective health education untuk mencapai kondisi lebih sejahtera, contoh lobbying dengan pembuat kebijakan. Mendorong dan mendukung anggota masyarakat untuk mengekspresikan keinginannya seperti perlunya sarana olah raga. Menfasilitasi keluarga rawan gizi, berdialog dengan pemegang kebijakan setingkat lurah, petugas pemegang program nutrisi di tingkat puskesmas dan dinas kesehatan.

Family- Centered Nursing

Praktek keluarga sebagai pusat keperawatan didasarkan pada perspektif bahwa keluarga adalah unit dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga dan dari unit yang lebih luas. Keluarga adalah unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat, mempresentasikan perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi. Aplikasi dari teori ini termasuk mempertimbangkan faktor social, ekonomi, politik dan budaya ketika melakukan pengkajian dan perencanaan, implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan keluarga.

Penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan family-centered nursing salah satunya menggunakan Friedman Model. Pengkajian dengan model ini melihat keluarga sebagai subsistem dari masyarakat. Proses keperawatan keluarga meliputi : pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

Integrasi konsep Community as Partner, Tannabills Model, dan Family-Centered Nursing

Integrasi konsep ini memberikan acuan bagaimana sebuah peningkatan kualitas dilakukan, meningkatkan kesejahteraan eluarga dan anak yang mengalami gangguan sulit makan, melakukan perlindungan terhadap lingkungadan mewujudkan hal yang potensial menjadi pembelajaran organisasi. Model ini juga dapat digunakan dalam membuat strategi implementasi seperti memberikan pendidikan pada keluarga pada area yang relevan dalam upaya promosi kesehatan seperti pendidikan , komunikasi, manajemen dan ketrampilan psikososial; meningkatkan kualitas informasi program komunikasi dan pendidikan keterampilan memberikan latihan kepada keluarga dengan anak yang mengalami gangguan sulit makan.

2. Teori Health Belief Model

Teori health belief model merupakam salah satu teori penting yang digunakan dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan untuk menjawab persoalan kesehatan yang sudah diupayakan optimal. Ada empat variabel utama yang menjadi konsep dasar dari teori ini yaitu kerentanan, keseriusan, manfaat dan rintangan yang dirasakan. Persepsi rentan menjadi motivasi utama orang tua memberikan vaksin influensa kepada anak mereka. Persepsi rentan juga membuat pria yang pernah berhubungan seksual dengan pria untuk mengulang vaksinasi hepatitis B. Penggunaan kondom untuk mencegah HIV juga disebabkan karena adanya persepsi rentan ini. Persepsi serius menyebabkan seseorang bertindak untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit tertentu. Persepsi manfaat membuat seseorang melakukan tindakan early diagnosis untuk menyakit kanker unsus. Persepsi rintangan misalnya ketakutan pap test akan membuat perempuan merasa kesakitan dan tidak mengetahui tempat melakukan pap test membuat seseorang tidak melakukan tindakan pencegahan tersebut3. Teori social kognitif

Teori social kognitif menjelaskan adanya keterkaitan antara factor factor dalam menjelaskan perilaku manusia, disebut sebagai hubungan timbal balik. Jadi ada factor yang saling berkaitan, yaitu factor behavioral, factor personal dan factor lingkungan. Promosi kesehatan berfokus pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

Tiga elemen teori social kognitif yang relevan dengan promosi kesehatan.

1. Peran dari expectancies dalam menentukan perilaku

2. Proses vicarious learning

3. Tercapainya kesehatan yang baik sebagai outcome perilaku akan memotivasi seseorang untuk melakukan perilaku tersebut.

1. Peran Expectancies

Perilaku memiliki orientaasi tujuan. Berdasarkan teori social kognitif, individu kan termotivasi untuk melakukan perilaku bila outcome dari perilaku bernilai dan ketika individu merasa bahwa drinya mampu menampilkan perilaku secara aktif.

a. Action outcome expectancies ( menunjukan bahwa individu yakin bahwa perilakunya mengarah pada outcome tertentu. Contoh : konsumsi berlemak tinggi akan menyebabkan sakit jantung koroner, makan buah-buahan akan mencegah terkena kanker. Outcome dari perilaku tersebut dianggap bernilai.

b. Self efficacy expectancies ( menunjukan bahwa individu yakin bahwa dirinya akan mampu melakukan perilaku yang dipertimbangkan. Contoh : saya akan mampu memilih makanan yang banyak mengandung serat, saya tidak yakin mampu mengurangi makan snack.

Jadi pengambilan keputusan untuk berperilaku akan dipengaruhi keyakinan individu bahwa outcome dari perilaku bernilai dan bahwa mampu untuk melalukan perilaku tersebut.

2. Vicarious learning dan modeling

Perilaku individu merupakan konsekuensi dari model-model perilaku yang tampak sepanjanh hidup. Melalui observasi pada model-model, individu belajar secara tidak langsung.

Berdasarkan teori social kognitif, individu belajar dari observasi pada orang lain, lalu membentuk perencanaan perilaku berlandaskan nilai yang didapat. Pada umumnya individu akan menampilkan perilaku yang diobservasi jika orang menjadi model memiliki kesamaan dengan dirinya. Misal, jenis kelamin, umur dan ras. Orang yang memiliki status tinggi dalam lingkungan social akan berpengaruh lebih kuat dari pada orang memiliki starus lebih redah. Pemilihan model untuk mempromosi kesehatan harus mempertimbangkan factor-faktor tersebut.

3. Pencapaian kondisi sehat sebagai outcome yang bernilai

Kondisi sehat akan membentuk action outcome expextancies. Kondisi sehat dapat menjadi reward dalam proses mempertahankan kesehatan atau promosi perilaku sehat. Motivasi untuk melakukan perilaku sehat yang utcomenya jangka panjang seringkali berkompetisi dengan kebanyakan kesenangan jangka pendek yang ditawarkan oleh perilaku yang tidak sehat. Promosi kesehatan di sekolah

WHO menetapkan dasar-dasar bagi promosi kesehatan disekolah

Kebijakan kesehatan di sekolah, mengembangkan kebijakn untuk perilaku sehat di sekolah

Menetapkan lingkungan yang aman, sehat secara fisik dan social

Mengajarkan keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan

Menyediakan makanan sehat

Adanya program promosi kesehatan untuk staff di sekolah

Menyediakan program konseling sekolah dan psikologi

Program pendidikan fisik/ olah raga di sekolah

Berdasarkan dasar-dasar WHO tersebut, physicaland Healt Education Canada membuat program 4E sebagai pengelompokan program promosi kesehatan di sekolah

Education( melibatkan proses belajar mengajar yang mendukung bagi promosi kesehatan untuk semua anggota komunitas sekolah

Environment ( melibatkan semua aspek lingkungan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi promosi kesehatan disekolah.

Everyone ( melibatkan seluruh anggota dari sekolah dan juga luar sekolah

Evidence ( terdiri dari konsep kolaboratif dalam mengidentifikasi tujuan, perencanaan tindakan dan mengumpulkan semua informasi yang dapat mendukung keefektifan program promosi kesehatan.4. THEORY OF PLANED BAHAVIOR

Teori ini yang awalnya dinamai Theory of Reasoned Action (TRA), dikembangkan di tahun 1967, selanjutnya teori tersebut terus direvisi dan diperluas oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. Mulai tahun 1980 teori tersebut digunakan untuk mempelajari perilaku manusia dan untuk mengembangkan intervensiintervensi yang lebih mengena. Pada tahun 1988, hal lain ditambahkan pada model reasoned action yang sudah ada tersebut dan kemudian dinamai Theory of Planned Behavior (TPB), untuk mengatasi kekurangadekuatan yang ditemukan oleh Ajzen dan Fishbein melalui penelitian-penelitian mereka dengan menggunakan TRA.

GAMBARAN SINGKAT MENGENAI THEORY OF PLANED BAHAVIOR

Ada beberapa tujuan dan manfaat dari teori ini, antara lain adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu sendiri. Untuk mengidentifikasi bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan perilaku dan juga untuk menjelaskan pada tiap aspek penting beberapa perilaku manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang calon dalam pemilu, mengapa tidak masuk kerja atau mengapa melakukan hubungan pranikah.

Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.

Jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut. Yang sebaliknya juga dapat dinyatakan bahwa jika suatu perilaku difikirkan negatif. Jika orang-orang lain yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orang-orang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang positif. Jika orang-orang lain melihat perilaku yang akan ditampilkan sebagai sesuatu yang negatif dan seseorang tersebut ingin memenuhi harapan orangorang lain tersebut, itu yang disebut dengan norma subjektif negatif. Sikap dan norma subjektif diukur dengan skala (misalnya skala Likert) menggunakan frase suka/tidak suka, baik/buruk, dan setuju/tidak setuju. Intensi untuk menampilkan suatu perilaku tergantung pada hasil pengukuran sikap dan norma subjektif. Hasil yang positif mengindikasikan intensi berperilaku.

Theory of Reasoned Action paling berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yang di bawah kendali individu sendiri. Jika perilaku tersebut tidak sepenuhnya di bawah kendali atau kemauan individu, meskipun ia sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektifnya, ia mungkin tidak akan secara nyata menampilkan perilaku tersebut. Sebaliknya, Theory of Planned Behavior dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak di bawah kendali individu.

Perbedaan utama antara TRA dan TPB adalah tambahan penentu intensi berperilaku yang ke tiga, yaitu perceived behavioral control (PBC). PBC ditentukan oleh dua faktor yaitu control beliefs (kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan) dan perceived power (persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan suatu perilaku). PBC mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia mempersepsi tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika ia memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang menghambat perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu.

Theory of Planned Behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang mungkin baginya, secara sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilakuperilaku tertentu.

TRA/TPB dimulai dengan melihat intensi berperilaku sebagai anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi dari beliefs dan atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mangarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Karena Ajzen dan Fishbein tidak hanya tertarik dalam hal meramalkan perilaku tetapi juga memahaminya, mereka mulai mencoba untuk mengindentifikasi penentu-penentu dari intensi berperilaku. Mereka berteori bahwa intensi adalah suatu fungsi dari dua penentu utama, yaitu a) sikap terhadap perilaku dan b) norma subjektif dari perilaku.

Theory of Planned Behavior dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut:

Penelitian-penelitian di bidang psikologi klinis (kesehatan dan olah raga)

Salah satu penelitian di bidang psikologi klinis yang didasarkan pada TPB dilakukan oleh Godin dkk. (1992) yang bertujuan untuk memverifikasi asumsiasumsi dasar dalam TPB untuk memprediksi intensi berolah raga dan berperilaku (melakukan olah raga) pada orang dewasa dalam kelompok umum (penelitian 1) dan kelompok wanita hamil (penelitian 2). Dalam kedua penelitian, data baseline dikumpulkan di rumah mereka melalui para pewawancara terlatih dan melalui kuesioner. Laporan diri perilaku mereka dikumpulkan enam bulan (penelitian 1) dan antara delapan hingga sembilan bulan (penelitian 2) setelah data baseline dikumpulkan. Pada penelitian 1 ditemukan bahwa PBC mempengaruhi perilaku hanya melalui intensi. Pada penelitian 2, tak satupun variabel dari model Ajzen berhubungan dengan perilaku berolahraga. Akan tetapi, intensi dipengaruhi oleh sikap, kebiasaan dan PBC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PBC berkontribusi terhadap pemahaman mengenai intensi untuk berolah raga tetapi tidak dapat meramalkan perilaku berolah raga.

Penelitian lain dilakukan oleh Higgins dan Marcum (2005). Tujuan penelitian yang mereka lakukan adalah untuk menguji kemampuan TPB dalam memediasi pengaruh rendahnya kendali diri (self-control) dalam penggunaan alkohol. Hal tersebut dilandasi oleh alasan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan rendahnya kendali diri memainkan peranan penting dalam penggunaan alkohol, sedang kemampuan pengendalian diri cenderung stabil. Sementara ditemukan bahwa mengkonsumsi alkohol mulai menjadi sesuatu yang umum bagi para mahasiswa, padahal mengkonsumsi alkohol berdampak buruk. Umumnya mereka menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain, misalnya ketinggalan kelas, terlibat aktivitas seksual yang tidak terencana dan tidak aman, menjadi korban kekerasan fisik dan kekerasan seksual, mengalami kecelakaan, melakukan tindak kriminal, mengalami ketidakseimbangan fisik dan kognitif, serta prestasi akademik yang rendah (Wechsler et al., 1998). Akibat yang dirasakan oleh orang lain terdekat mereka di antaranya belajar atau tidur yang terganggu, harus merawat teman yang mabuk, atau membuat malu, dimana hal tersebut merupakan faktor yang bisa menghambat keberhasilan di perguruan tinggi. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan atau penggunaan teori yang lebih pas yang bisa menjelaskan dan mengatasi masalah tersebut.

Menurut Higgins dan Marcum, penelitiannya signifikan dalam tiga hal. Pertama, akan memberi pemahaman yang lebih baik pada para peneliti bagaimana pengukuran melalui teori self-control dan tipe belajar sosial dihubungkan. Kedua, akan memberi pemahaman yang lebih baik mengenai pengukuran yang dapat diubah untuk mengurangi masalah penggunaan alkohol pada anak muda. Ketiga, temuantemuannya akan memberi para peneliti informasi-informasi untuk mengembangkan kebijakan dalam membantu mereka yang memiliki self-control rendah untuk melihat konsekuensi dari penggunaan alkohol.

Penelitian lain di bidang kesehatan yang menggunakan landasan TPB adalah yang dilakukan oleh Tang dan Wong (2005) dari The Chinese University of Hong Kong. Penelitian yang mereka lakukan di tahun 2003 mengeksplorasi faktor-faktor psikososial yang mempengaruhi praktek perilaku preventif dalam menghadapi SARS (severe acute respiratory syndrome) pada orang-orang tua China di Hong Kong .

Penelitian mereka dilatar belakangi oleh keadaan pada waktu itu dimana SARS telah menjadi wabah yang mengancam hampir seluruh permukaan bumi. Pada umumnya yang terserang SARS adalah orang dewasa (tua), 17% hingga 30% korban SARS dari 26 negara yang terserang SARS berusia di atas 50 tahun. Di antara korban yang memerlukan perawatan intensif rata-rata berusia 50 tahun, sedang yang tidak memerlukan perawatan intensif rata-rata berusia 35 tahun. Pada mereka yang berusia di bawah 65 tahun, tingkat kematiannya mencapai 6,8% dan meningkat menjadi 8,9% pada mereka yang berusia antara 65 hingga 74 tahun. Pada mereka yang berusia 75 tahun ke atas, tingkat kematiannya malah mencapai 28,6%. Sementara, menurut Berrigan, dkk. (2003); Hui & Morrow (2001); Johansson & Sundquist (1999), dikatakan bahwa praktek perilaku pencegahan oleh individu adalah salah satu cara paling efektif dalam mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Meskipun otoritas kesehatan telah berkali-kali memberikan nasehat, kebanyakan orang tidak mempraktekkan perilaku preventif yang mereka rekomendasikan. Diduga, berbagai faktor psikososial ikut berpengaruh dalam hal tersebut, sehingga diperlukan suatu pendekatan melalui faktor-faktor psikososial tersebut untuk memotivasi orang agar mau melakukan perilaku preventif terkait dengan suatu penyakit tertentu.

Penelitian yang dilakukan Tang dan Wong difokuskan pada health belief model dan TPB untuk mempermudah pemahaman terhadap praktek perilaku-perilaku preventif pada orang-orang tua. Berdasarkan pada the health belief model (Janz & Becker, 1984; Rosenstock dkk., 1988), praktek perilaku preventif merupakan fungsi dari tingkat persepsi individu mengenai kerentanannya terhadap gangguan kesehatan, sedikitnya hambatan yang dihadapi, dan penilaian bahwa hasil yang dicapai akan mengikuti perilaku preventifnya. TPB (Ajzen, 1991) mengkhususkan bahwa perilaku preventif merupakan hasil langsung dari intensi untuk berperilaku, sebagai hasil dari sikap positif bahwa perilaku preventif akan memberikan hasil yang diharapkan, motivasi untuk mematuhi tekanan normatif agar menampilkan perilaku tersebut dan kepercayaan bahwa ia memiliki kapasitas untuk melakukannya. Dari berbagai penelitian sebelumnya yang telah banyak dilakukan, diperoleh bahwa komponen-komponen utama dalam teori-teori tersebut merupakan prediktor perilaku preventif yang signifikan.

Dalam penelitian yang mereka lakukan, Tang dan Wong melibatkan 354 orang subjek (167 pria dan 187 wanita) China dewasa berusia 60 tahun atau lebih, data penelitian diperoleh melalui wawancara telepon. Variabel terikat yang diukur adalah praktek perilaku preventif yang diklasifikasikan secara tidak konsisten dan secara konsisten mempraktekkannya. Variabel bebasnya meliputi awareness atau kesadaran akan adanya bahaya SARS, persepsi mengenai kerentanan untuk mendapat serangan SARS, persepsi mengenai kemampuan diri dalam menjalankan perilaku preventif yang disarankan (self-eficacy), persepsi tentang efektifitas perilaku preventif tersebut, dan persepsi tentang kemampuan otoritas kesehatan lokal. Kelima variabel bebas tersebut diukur dengan menggunakan skala (4-point items scale).

Hasil penelitan Tang dan Wong menunjukkan bahwa mereka yang persepsi mengenai kerentanan untuk mendapat serangan SARS-nya lebih tinggi, mereka yang persepsi mengenai kemampuan dirinya dalam menjalankan perilaku preventif yang disarankan lebih tinggi, dan mereka yang memiliki kepercayaan lebih tinggi akan kemampuan otoritas kesehatan lokal dalam mengatasi SARS, lebih konsisten dalam mempraktekkan perilaku preventif yang disarankan. Akan tetapi, awareness atau kesadaran akan adanya bahaya SARS dan persepsi tentang efektifitas perilaku preventif dalam mencegah bahaya SARS bukan merupakan prediktor yang signifikan ketika faktor-faktor motivasi yang lain juga disertakan.

Kesimpulannya, hasil tersebut mendukung konsep kerangka kerja bahwa persepsi mengenai gangguan kesehatan secara khusus dan kepercayaan mengenai kemampuan merupakan dua dimensi utama faktor-faktor yang memotivasi praktek perilaku preventif terhadap SARS pada para orang tua. Akan tetapi, persepsi mengenai gangguan kesehatan hanya berhubungan dengan kerentanan, tidak didukung oleh awareness; dan kepercayaan mengenai kemampuan hanya menunjuk pada self-efficacy dan kepercayaan pada kemampuan otoritas kesehatan lokal, tetapi tidak pada efektifitas perilaku itu sendiri.

Kesimpulan

Promosi kesahatana adalah penyamaaian pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu yang di harapkan dapat meningkatkan kemampuan penduduk dalam hal kesehatan. Promosi kesehatan tidak berdiri sendiri, promosi kesehatan juga perlu di dudukung oleh sektor pendidikan, ekonomi, politik dan organisasi organisasi yang lain guna tercapainya kesehatan yang lebih baik.

Promosi kesehatan memiliki beberapa teroi seperti teori Tannabill, Health belief model, Social Kognitif. Teori tanabil digambarkan dengan tiga lingkaran yang saling terkait. Lingkaran tersebut menggambarkan pendidikan, perlindungan, dan pencegahan kesehatan. Dari tiga lingkaran tersebut menghasilkan 7 dmain yang bertujuan untuk mencapai kesejaterahaan.

Teroi Health belief model. Merupakan teori yang digunakan dalam pedidikan kesehatan dan promosi kesehatan guna menjawab persoalan kesehatan yang sudah dinyatakan optimal. Kerentanan, Keseriusanm manfaat dan rintangan yang dirasakan merupakan empat variabel utama menjadi kosen dasar dari teori ini.

Teori Socia kognitif sebuah teroi yang menhelaskan keterkaitan faktor faktor dalam menjelaskan prilaku manusia. sering disebut dengan istilah timbal balik. Faktor faktor yang saling berkaitan yaitu, faktor behavioral, faktor personal dan faktor lingkungan. Promosi kesehatan terletak dalam faktor kesehatan dan pencegahan penyakit.

Theori Planed behavior, dikembangkan tahun 1967 dengan nama Theory of Reasoned Action. Yang selanjutnya pada tahun 1980 digunakan untuk mempelajari manusia dan pada tahun 1988 di ubah namanya menjadi Theory Planed Bheaviour (TPB). TPB membantu memperkirakan dan memeahi pengaruh pengaruh apa yang bukan dikenadali oleh alam sadar individu sendiri. Mengidentifikasi segala strategi untuk merubah prilaku dan menhelaskan beberapa aspek aspen yang sukar untuk dipahami.

Daftar Pustaka