Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak di negara industri dan negara berkembang. Data di Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai lebih dari 42 000 kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data statistik dari Center of Disease Control menunjukkan bahwa usia 1 th ke atas, insidensi sepsis meningkat 139%. Untuk usia 1-4 tahun sepsis menduduki posisi ke Sembilan sebagai penyebab kematian dengan estimasi angka kematian per tahun sebesar 0,5/100.000 populasi. Puncak insidensi sepsis menunjukkan distribusi ganda yaitu puncak pertama pada periode neonatus dan puncak kedua pada usia 2 tahun. Insidens sepsis pada perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah 24%. Sedangkan penelitian di Perancis yang dilakukan di 36 PICU- NICU didapatkan insidens sepsis sebanyak 3%, dengan rata-rata mortalitas sebanyak 30-60%. Dari penderita sepsis tersebut kira-kira 49% penderita mengalami 1
33

case urologi

Oct 20, 2015

Download

Documents

Rusiana Nasilah

presentasi kasus urologi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: case urologi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan

morbiditas pada anak di negara industri dan negara berkembang. Data di

Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di

unit perawatan intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai

lebih dari 42 000 kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data statistik

dari Center of Disease Control menunjukkan bahwa usia 1 th ke atas,

insidensi sepsis meningkat 139%. Untuk usia 1-4 tahun sepsis menduduki

posisi ke Sembilan sebagai penyebab kematian dengan estimasi angka

kematian per tahun sebesar 0,5/100.000 populasi. Puncak insidensi sepsis

menunjukkan distribusi ganda yaitu puncak pertama pada periode neonatus

dan puncak kedua pada usia 2 tahun. Insidens sepsis pada perawatan di

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah 24%. Sedangkan penelitian di

Perancis yang dilakukan di 36 PICU-NICU didapatkan insidens sepsis

sebanyak 3%, dengan rata-rata mortalitas sebanyak 30-60%. Dari penderita

sepsis tersebut kira-kira 49% penderita mengalami bakteremi yang terdiri dari

58% dengan bakteri gram (+), dan 42% dengan bakteri gram (-). (Dewi,

2011; Kumar 2009)

Sepsis adalah systemic inflammation respons syndrome (SIRS) yang

disertai dugaan atau bukti ditemukan infeksi di dalam darah. Kondisi

patologis pada keadaan sepsis (sepsis berat atau syok sepsis) dapat

mempengaruhi pada hampir setiap komponen sel sirkulasi mikro, termasuk

sel endotel, sel otot polos, lekosit, eritrosit, dan jaringan. Jika tidak dapat

dikoreksi secara tepat, suplai aliran darah mikro yang jelek dapat

menyebabkan distress respirasi pada jaringan dan sel, dan lebih lanjut lagi

menyebabkan disfungsi sirkulasi mikro yang hasil akhirnya adalah kegagalan

organ. Sirkulasi mikro menjamin ketersediaan oksigen untuk tiap sel dan

1

Page 2: case urologi

jaringan, menjadi penentu organ berfungsi baik atau tidak. Disfungsi sirkulasi

mikro yang terjadi selama beberapa waktu dapat menjadi penggerak utama

kondisi patologis sepsis yang berakibat pada kegagalan organ yang kemudian

dapat terjadi kegagalan multi organ. (Trzeciak, 2005; Sareharto, 2007)

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan masalah sepsis

pada anak ditinjau dari definisi, etiologi, patogenesis, faktor-faktor

predisposisi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan

prognosis serta untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di

bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2

Page 3: case urologi

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti

atau dugaan infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon

imun tubuh terhadap infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram

negative, virus, jamur, atau protozoa, dan sebagainya. Sepsis terjadi bila

bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi tidak dapat dieliminasi

sevara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan tubuh

secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik.

(Schexnayder, 1999).

B. ETIOLOGI

Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu

dan berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat

berhubungan erat dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa

neonatus, kuman tersering penyebba sepsis adalah E. coli, Staphylococcus

aureus, Streptococcus grup A. Sedangkan pada anak yang lebih besar sepsis

banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus pneumonia, Haemophyllus

influenza tipe B, Neisseria Meningitidins, Salmonella dan Streptococcus spp.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Levy et all yang

mengatakan bahwa sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh adanya

infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi nosokomial, dan bakteremi pada

49% penderita yaitu gram negative sebanyak 52% dan gram positif 48%.

Infeksi nosokomial yang tersering adalah karena coagulase – negative

staphylococcus, staphylococcus aereus dan enterococcus, infeksi jamur

meningkat menjadi 20%. (Chareulfatah, 2002; Levy et all, 2009)

Menurut studi Rismala Dewi menunjukkan bahwa kuman penyebab

sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella pneumoniae (26%),

Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%). Sebagian

3

Page 4: case urologi

besar kuman yang ditemukan adalah kuman gram negatif. Levy et al6 juga

menemukan hal yang serupa pada penelitian tahun 1996. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa bakteri Gram negative menyebabkan lebih dari 50%

dari seluruh kasus bakteremia pada anak, dengan Klebsiella pneumoniae

sebagai penyebab terbanyak. (Dewi, 2011)

Pada penelitian Rismala Dewi Ditemukan pula hasil kultur berupa

jamur, termasuk didalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp.

Dapat ditemukan pada pasien PICU seperti dilaporkan oleh Singhi et al.

bahwa pasien dengan kondisi kritis dan status imunokompromais merupakan

target infeksi oportunistik Candida sp. Mekanisme pertahanan lokal berupa

keasaman lambung, peristaltik, sekresi substansi antibakteri, dan flora

endogen mengalami perubahan pada pasien kritis sehingga terjadi kolonisasi

dan pertumbuhan berlebihan Candida sp. Pada pasien sepsis, penggunaan

antibiotik spektrum luas menekan flora normal gastrointestinal dan paparan

kortikosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk proliferasi Candida sp.

Sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan. Menurut Singhi et

al, insidens kolonisasi Candida sp. sangat tinggi pada pasien PICU yang

dirawat lebih dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut berhubungan

dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis. (Singhi et al., 2008)

Selain bakteri, ilmuwan Marshall dan Taneja menyebutkan bahwa

virus pernah diisolasikan dari penderita sepsis dengan gejala mirip dengan

sepsis yang disebabkan oleh infeksi kuman gram negative penting pula untuk

diketahui bahwa dahulu para ilmuwan mempercayai bahwa sepsis selalu

disertai dengan bakteriemia, oleh karenya sering kita dengar istilah

septicemia, namun penelitian multisenter akhir-akhir ini menemukan bahwa

bakterimia hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan gambaran klinis

sepsis, dikatakan hanya 32% yang terbukti adanya infeksi pada aliran

darahnya. (Trzeciak, 2005)

C. PRESDIPOSISI

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens

sepsis pada anak adalah :

4

Page 5: case urologi

1. faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit

kronik, trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis

2. faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau

invasif, antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan

rumah sakit. (Budhiarso, 2000)

D. PATOGENESIS

Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis,

yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme

timbulnya sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (#)

Tahap disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema

mekanisme timbulnya sepsis digambarkan dalam Skema 2.1

5

Page 6: case urologi

Skema 2.1 Patogenesis terjadinya sepsis

Jejas atau infeksi

Inflamasi

Kerusakan dinding pembuluh darah

Ekspresi faktor-faktor jaringan

Pembentukan trombin

Aktivasi sistem koagulasi

Konsumsi cepat dari protein C

Defisiensi protein C aktif

Koagulasi

Penyumbatan mirovaskuler

Kerusakan jaringan

Disfungsi organ

Kematian

Peningkatan PAI-1

Supresi Fibirinolisis

TAFIa teraktivasi

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

6

Page 7: case urologi

Keterangan :

Tahap 1 : Inflamasi

Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response

Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar,

trauma, infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai

imunomodulator yang mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh

darah. Apabila ada infeksi, proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan

endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari organisme yang ada. Proses ini

dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus toksik lainnya juga

merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses inflamasi

(proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti

TNF dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan

menginflamasi lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses

pembekuan darah, serta merangsang pelepasan modulator inflamasi lainnya.

Tahap 2 (Koagulasi)

Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam

tubuh manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor

jaringan, yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus

utama agar terbentuk bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan

membentuk fibrin, suatu protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah.

Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan abnormal.

Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)

Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui

serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan

bekuan darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses

yang disebut fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses

fibrinolisis ditekan. Hal ini akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis

mulai terbentuk dalam organ vital, menghambat aliran darah dan

menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia yang berperan

adalah :

7

Page 8: case urologi

- Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis

- Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor)

- Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu :

inhibitor utama PAI-1)

Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat

menyeimbangkan proses yang berlangsung selama sepsis, termasuk

inflamasi, koagulasi, dan fibrinolisis. Protein C endogen dalam bentuk

teraktivasi, secara cepat menghambat proses pembekuan darah, terutama

dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C teraktivasi

biasanya menurun. Ha ini dikarenakan kadar thrombomodulin (yang

diperlukan untuk konversi protein C menjadi protein C-teraktivasi) juga

menurun. Penurunan kadar protein C teraktivasi terkait dengan outcome

buruk pada pasien sepsis. (Paterson, 2008; Powell, 2000; Sareharto 2007)

E. KLASIFIKASI

Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Sepsis berat

Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler atau ARDS atau ≥ 2

disfungsi organ lain

2. Syok septik

Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler

Tabel 2.1. Kriteria Disfungsi Organ

Kriteria disfungsi organ

Disfungsi kardiovaskuler

Meskipun pemberian bolus cairan intravena isotonis ≥ 40 ml/kg BB

dalam 1 jam

- Penurunan tekanan darah (hipotermi) < persentil 5 th sesuai usia atau

sistolik < 2 SD di bawah normal sesuai usia ATAU

- Membutuhkan obat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah dalam

rentang normal (dopamine > 5 µg/kg/menit atau dobutamin, epinefrin,

atau norepinefrin pada berbagai dosis)

- Dua dari berikut ini :

8

Page 9: case urologi

Asidosis metabolic yang tak dapat dijelaskan: deficit basa > 5 mEq/L

Meningkatnya laktat arteri > 2 kali batas normal

Oliguria : urin < 0,5 cc/kgBB/jam

Pemanjangan cappilarry refill > 5 detik

Beda suhu core dan perifer > 3 C⁰

Pernafasan

- PaO2/FiO2 < 300 tanpa adanya penyakit jantung sianotik atau

penyakit paru sebelumnya ATAU

- PaCO2>65 torr atau 20 mmHg di atas PaCO2 normal ATAU

- Dibutuhkan FiO2>50% untuk menjaga saturasi di atas 92% ATAU

- Membutuhkan ventilasi mekanik non elektif invasive atau non

invasive

Neurologi

- Glasgow Coma Scale ≤ 11

- Perubahan akut pada status mental dengan penurunan GCS ≥ 3 poin

dari keadaan abnormal

Hematologi

- Hitung trombosit < 80.000/mm3 atau penurunan 50% hitung

trombosit dari nilai tertinggi yang dicatat dalam 3 hari terakhir (untuk

pasien hematologi.onkologik kronik) ATAU

Ginjal

- Serum kreatinin ≥ 2 kali batas atas normal sesuai usia atau 2 kali lipat

peningkatan dari kreatinin awal

Hepar

- Bilirubin total ≥ 4 mg/dl (tidak untuk neonatus) ATAU

- SGPT 2 kali di atas batas normal sesuai usia

Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang. 2004

F. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi

dengan ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :

a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C

b. denyut jantung > 90x/menit

c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit

9

Page 10: case urologi

d. PaCO2 < 32 mmHg

e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah

leukosit < 4000 sel/mm3

f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.

Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor,

menggil, demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus

infeksi tersering yang dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus

urinarius, traktus gastrointestinal, dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien

tidak dapat ditentukan focus infeksinya. Perjalanan penyakit dari sindrom

sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat langsung mengalami

syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi organ dalam

berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.

Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi,

apneu, distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot,

penurunan aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan

suhu tubuh yang abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi

sering didapatkan mottling, sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan

curah jantung, dan resistensi vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan

lesi kulit spesifik, seperti ptekie atau pustule, terutama yang disebabkan oleh

kuman meningococcus dan Pseudomonas aeuruginosa.

Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit

yang mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi,

sianosis, gangrene, oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung.

Hipotensi merupakan penyebab gagal jantung akut, gangrene perifer dan

asidosis laktat. Pada fase ini rentan untuk terjadinya acute respiratory distress

syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut, gagal hati akut, disfungsi saraf

pusat, disseminated intravascular coagulation/DIC dan disfungsi organ

multiple.

Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau

jarena hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap

penyakit yang mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai

petanda sepsis melainkan juga sebagai kontributor terhadap kematian pada

pasien sepsis.

a. Sistem Respirasi

10

Page 11: case urologi

Disfungsi organ oaru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50%

terjadi Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60%

bila disertai syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru

diawali dengan adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil

teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru.

Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan terjadinya edem

alveolar dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang kaya

akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi

terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan penghancuran

membrane dasar.

b. Sistem Kardiovaskuler

Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin

proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar

belakang timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran

kapiler yang mneyebabkan penurunan volume preload dan curah jnatung.

Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun

demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan

depresi miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi adalah

vasodilatasi, volume intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi

miokard.

c. Sistem Urinarius

Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan

vasodilatasi oleh sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan

renal disebabkan oleh karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif,

nefritis interstisial rabdomiolisis dan glomerulonefritis.

d. Sistem Traktus Gastrointestinal

Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali

dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi

kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi

klinis dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya

integritas mukosa yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau

perdarahan saluran cerna. Pada penderita-penderita yang dirawat lama,

penghentian diet enteral dapat mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili

usus. Adanya kerusakan barier mukosa menyebabkan translokasi bakteri

11

Page 12: case urologi

dari usus ke sirkulasi sistemik. Akibat lain dari sepsis adalah terjadinya

gangguan fungsi enzim dan system filtrasi imunologis dan mekanis dari

hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali fosfatase

menandakan adanya kerusakan organ lain.

e. Sistem Hematologi

Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC

menyebabkan terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit.

Akibat adanya pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan

inhibisi dari fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya pelepasan

sitokin, molekul-molekul adhesi dari sel proinflamasi dan promosi dari

kaskade sepsis. Petanda yang dijumpai adalah kenaikan Protrombin Time,

Partial Tromboplastin Time, D-Dimer dan produk-produk pemecahan

fibrinogen. Pada penderita dengan ventilator mekanik yang relative statis

berisiko mengalami thrombosis vena dalam dan emboli pulmonal.

(Paterson, 2008; Sareharto, 2007)

G. DIAGNOSIS

Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan

pendekatan pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ

Dysfunction). Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh,

penggunaan alat-alat invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter

intravena, kateter urin, pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit

untuk membuktikan sepsis hanya berdasar kultur darah semata, karena pasien

biasanya sudah mendapatkan antibiotik sebelumnya. Bila kultur darah postif,

diagnosis menjadi lebih mudah. Ditemukan disfungsi organ akan menguatkan

diagnosis sepsis berarti sepsis telah lanjut (severe sepsis). (FK Undip, 2004)

1. Respon sistem inflamasi sistemik

SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons

sistemik terhadap berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma

dan luka bakar) yang ditandai dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :

a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)

b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai

umur dalam keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian

obat-obat jangka panjang atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR <

12

Page 13: case urologi

10 persentil sesuai umur tanpa stimulus vagal eksternal, pemakaian

beta blocker atau penyakit jantung bawaan.

c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator

mekanik yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit

neuromuskuler atau penggunaan anestesi umum.

d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari

kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.

2. Infeksi

Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif,

pengecatan jaringan, atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen

atau sindrom klinis yang berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi.

Bukti infeksi meliputi penemuan positif pada pemeriksaan klinis,

pencitraan atau test laboratorium (misalnya sel darah putih pada cairan

tubuh yang normal steril, perforasi usus, foto rongen dada yang

menunjukkan adanya pneumonia, ruam ptekiae atau purpura atau purpura

fulminan). (FK UNDIP, 2004)

Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable

laboratorium :

Tabel 2.2 Tanda vital dan variable laboratorium (batas bawah untuk HR, jumlah leukosit, dan tekanan darah sistolik untuk persentil 5 dan bata atas untuk frekuensi jantung,laju nafas atau hitung leukosit untuk persentil 95)

Kelompok usia

Heart rateTakikardi Bradikardi

Laju nafas(x/

menit)

∑leukosit (x103/mm3)

tekanan sitolik

(mmHg)

0 hari-1 minggu

> 180 < 100 > 50 > 34 < 65

1 minggu – 1bulan

> 180 < 100 > 40 > 19,5 atau < 5

< 75

1 bulan – 1 tahun

> 180 < 90 > 34 > 17,5 atau < 5

< 100

2-5 tahun > 140 not applicable

> 22 > 15,5 ataun < 6

< 94

6- 12 tahun > 130 not > 18 > 13,5 atau < < 105

13

Page 14: case urologi

applicable 4,5

13- < 18 tahun

>110 not applicable

> 14 > 11 atau < 4,5 < 117

Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang. 2004

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit

b. GDS

c. CRP

d. Faktor koagulasi

e. Kultur darah berseri

f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the

left

g. Urinalisis

h. Foto thoraks

i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut

1. Early Goal Directed Therapy

EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,

pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam

sesuadh diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi

awal 20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai

lebih dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan

tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.

2. Inotropik/vasopresor/vasodilator

Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi

volume, dan mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine

merupakan pilihan pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa

14

Page 15: case urologi

pemberian dopamine, maka dapat diberikan epinefrin atau norepinefrin.

Dobutamin diberikan pada keadaan curah jantung yang rendah.

Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan pembuluh darah perifer yang

meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian

inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan apabila

terjadi curah jantung rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik

meningkat disertai syok.

3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)

ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi

cairan, inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.

4. Suplemen oksigen

Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat

bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik,

karena kapasitas residual fungsional yang rendah.

5. Koreksi asidosis

Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi

kebutuhan akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat

dan pH > 7,15 dengan hipoperfusi.

6. Terapi antibiotik

Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan

dan pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak

jelas, maka antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang

mengalami perburukan, status imunologik yang buruk, adanya kateter

intravena berdasarkan kuman penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip

pemulihan antibiotik tergantung dari berbagai hal antara lain dari :

communityacquired disease atau pola infeksi di wilayah tersebut, pola

resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita dengan

imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam

kaitanya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.

Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008

direkomendasikan untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini

mungkin, dalam waktu satu jam setelah diagnosis syok septik (1B) dan

15

Page 16: case urologi

sepsis berat tanpa syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk

satu atau lebih obat yang aktif melawan semua kemungkinan patogen

(bakteri) dan dapat berpenetrasi dalam konsentrasi yang adekuat ke organ

yang dicurigai merupakan sumber infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan

yaitu :

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis,

dikombinasikan dengan aminoglikosida, garamycin 5-7

mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20 mg/kgBB/hari iv atau netilmisin

5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis

- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime

100mg/kgBB/hari intravena dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih

disukai apabila terdapat gangguan fungsi ginjal atau tidak tersedia

sarana pengukuran aminoglikosida.

Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi

sama efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi

b- laktam dan aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi yang

digunakan, yaitu yang dapat mencakup pathogen penyebab yang dicurigai

dari fokus infeksi, memiliki potensi resistensi rendah, dan profil keamanan

yang baik. Namun, monoterapi tidak dapat dipilih sebagai terapi antibiotik

empiris secara universal. Pemilihan antibiotik empiris bergantung pada

beberapa faktor, terkait dengan latar belakang pasien (termasuk intoleransi

obat-obatan), penyakit penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah

sakit. Pilihan rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk melawan

semua kemungkinan patogen. Penggunaan terapi kombinasi dua antibiotik

dapat memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang

meningkatkan aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau

superinfeksi.

7. Sumber infeksi

Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses,

debridement jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.

8. Terapi kortikosteroid

16

Page 17: case urologi

Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan

fludorcortison 50 µg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian

absolute sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan

untuk syok septik pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50

mg/kg untuk terapi empiris syok septik diikuti dosis yang sama diberikan

dalam 24 jam.

9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)

Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung

neutrofil < 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.

10. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)

Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :

a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi

bakterisid, fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin

b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.

c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody

anti-laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit

dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki

koagulopati dang gangguan elektrolit.

11. Hemofiltrasi

Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri

dan mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen,

memperbaiki fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas

opsonin, memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.

12. Terapi Suportif

a. Profilaksis Stress Ulcer

Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.

b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang

mempunyai kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati

berat, perdarah aktif, riwayat perdarahan intraserebral.

c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis

17

Page 18: case urologi

Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia,

sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau

gkujose 10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam

batas normal.

d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ

Disfungsi paru

Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dam

positif end expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah

kolaps alveolus.

Disfungsi saluran cerna

Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1

atau 2 hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna,

mencegah atrofi mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran

cerna, dan mempertahankan hormone saluran cerna.

Disfungsi koagulasi

Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada

perdarahan pasca operasi yaitu sebagai berikut :

- jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan

- jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya

perdarahan

- jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan

tindakan operasi.

Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan

perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/

recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi

organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin

dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)

Disfungsi renal

Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria.

Hemofiltrasi venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc.

Pemberian dopamine dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal

18

Page 19: case urologi

belum terbukti. (FK UNDIP, 2004; Kumar 2009; Paul, 2009; Sareharto

2007)

J. KOMPLIKASI

Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory

respon syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini

mungkin, sepsis dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe

sepsis (sepsis dengan disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan

hipotensi arterial refraksi), multiple organ disfunction syndrome (MODS)

atau disfungsi organ multiple dan berakhir pada kematian (Powell, 2000)

K. PROGNOSIS

Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi,

patogenisitas kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun

penderita. Kematian karena sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka

kematian mencapai 40-60% untuk penderita dengan sepsis karena kuman

enteric gram negative. Tanda-tanda prognosis buruk bila terjadi hipotensi,

koma, leukopeni )< 500/ul), trombositopenia (<100.000/ul) kadar fibrinogen

rendah (< 150 mg/dl)

19

Page 20: case urologi

BAB III

KESIMPULAN

1. Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau

dugaan infeksi sebagai penyebabnya..

2. Organisme yang paling sering menyebabkan infeksi menurut penelitian tahun

2011 adalah bakteri gram negative terutama di PICU.

3. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak yaitu faktor

host dan pengobatan.

4. Patogenesis timbulnya sepsis melalui tiga tahapan, yiau : tahap inflamasi,

koagulasi, dan disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian.

5. Berdasarkan mulai timbul gejala klinis, sepsis diklasifikasikan menjadi 2,

yaitu sepsis berat dan syok sepsis.

6. Pendekatan diagnosis pada anak adalah menggunakan pemndekatan

pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).

7. Prinsip penatalaksanaan meliputi early goal directed therapy, inotropik, extra

corporeal membrane oxygenation, suplemen oksigen, koreksi asidosis, terapi

antibiotika, sumber infeksi, terapi kortikosteroid, anti-inflamasi, granulocyte

macrophage colony stimulating factor, intravenous immunoglobulin,

hemofiltrasi, dan terapi suportif.

8. Prognosis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada

tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita.

20

Page 21: case urologi

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-PICU. FK UNDIP; Semarang. 2004

Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah Tepi Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. 2000.

Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic shock. Crit Care Journal. 2009;25(4):733-51.

Levy MM, Fink MP, Marshal JC, Abraham E, Angus D, Cook D, et all. International Sepsis Definitions Confrence. Crit Care Med. 2009; 31 (4): 1250-6

Paterson, R. L., and Webster N. R., Sepsis and Inflamatory Respon Syndrome dalam Journal of The Royal College of Surgeoons of Edinburgh 2008;p. 178-82

Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment versus monotherapy: the contribution of meta-analyses. Infect Dis Clin North Am. 2009;23(2):277-93.

Powell, KR. Sepsis and Shock. In: Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 16 th Ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. P.747-51

Schexnayder SM. Pediatric Septic Shock. Pediatrics in Review 1999; 20 (9): 303-8

Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and candidemia in a pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med. 2008;9(1):91-5.

Sareharto, TP. Sirkulasi Mikro Pada Sepsis. SUB Bagian Pediatri GAwat Darurat Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2007; p. 1-12

Trzeciak S, Rivers EP. Clinical manifestations of disordered microcirculatory perfusion in severe sepsis. Critical Care 2005, 9(suppl 4):S20-S26.

21

Page 22: case urologi

22