Laporan Kasus TUMOR OTAK Disusun Oleh: Tarash Burhanuddin NIM: 030.10.265 Pembimbing: dr. Marwatal Hutadjulu, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 0
Laporan Kasus
TUMOR OTAK
Disusun Oleh:
Tarash Burhanuddin
NIM: 030.10.265
Pembimbing:
dr. Marwatal Hutadjulu, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI
RSUP FATMAWATI JAKARTA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
Periode 01 Desember 2014 – 3 Januari 2015
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah presentasi kasus yang berjudul “Tumor
Otak” ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para dokter
pengajar SMF Neurologi, khususnya dr. Marwatal Hutadjulu, Sp.S, atas bimbingan dan
segala masukan di bagian neurologi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan sebaik – baiknya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini serta
untuk melatih kemampuan penulis dalam menulis makalah berikutnya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca, khususnya bagi teman sejawat yang sedang menempuh pendidikan.
Jakarta, Desember 2014
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2
BAB I STATUS PASIEN ......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38
BAB I
2
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. EM
Jenis Kelamin : Perempuan
TTL : Bogor 12/06/1968
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : tamat SD
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Kp. Pondok Udik Rt 01/03 Kab. Bogor Jawa Barat.
No.RM : 01337581
1.2 ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 13 Desember 2014 pukul 09.00 WIB di Ruang
Rawat HCU 627 RSUP Fatmawati.
a.Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1 minggu SMRS
b.Keluhan Tambahan
Nyeri kepala progresif(+)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan kesadaran sejak 1 minggu SMRS dan sempat dirawat
di rumah sakit lain selama 6 hari tetapi tidak ada perbaikan. 1
Minggu sebelumnya didahului Lemah di Ke- Empat ekstremitas
sejak diikuti dengan muntah biasa berisi makanan ketika
dieberikan makan, Nyeri kepala yang bersifat progresif(+), Bicara
ngawur / Emosi tidak stabil(+), Kejang(-).
3
d.Riwayat Penyakit Dahulu
Os pernah mengalami keluhan lemah keempat ekstremitas pada
3 bulan yang lalu, dan diberikan pengobatan herbal selanjutnya
keluhan membaik. Riwayat trauma kepala terbentur dibagian dahi 1 tahun yang
lalu(+), riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung(-)
d. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Kehidupan sosial pasien tidak ada gangguan, Riw. merokok(-),
Riwayat konsumsi alcohol (-). kegiatan sehari-hari pasien aktifitas
dirumah.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik di ruangan 627 HCU lantai 6 Teratai bangsal RSUP Fatmawati tanggal
13 Desember 2014
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 92x/menit, regular, kuat, isi cukup, ekual
Pernapasan : 20x/menit, reguler
Suhu : 37,20C
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 155 cm
BMI : 25 kg/m2
B. Status Generalis
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-,sklera ikterik -/-, pupil bulat
anisokor Ø 5mm/4mm, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga, Hidung,Tenggorokan
Telinga :
- Inspeksi :
4
o Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)
o Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)
o Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-)
o Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), otorhea (-)/(-)
Hidung :
- Inspeksi : deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi septum (-)/(-),
edema (-)/(-)
- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-), etmoidalis(-)/(-), frontalis(-)/(-)
Tenggorokan dan tongga mulut :
- Inspeksi :
o Bucal : warna normal, ulkus (-)
o Lidah : pergerakan simetris, plak (-)
o Palatum mole simetris pada keadaan diam dan bergerak,
arkus faring simetris, penonjolan (-)
o Uvula : normal
o Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-)
o Dinding anterior faring licin, hiperemis (-),
o Dinding posterior faring licin, hiperemis (-), post nasal
drip (-)
o Pursed lips breathing (-), karies gigi (-), kandidisasis oral (-)
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
KGB dan kelenjar tiroid.
Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan=kiri, regular, equal
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB submandibula, parotis
dan submental
Pemeriksaan Thoraks
Pemeriksaan Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordus teraba di ICS v Linea Midclavikularis Sinistra
5
Perkusi : Batas kanan ICS IV Linea Sternalis Dextra, batas kiri ICS
V, 2 jari lateral linea Midclavikularis Sinistra
Auskultasi : S1 – S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Pergerakan naik-turun dada simetris kanan kiri
Palpasi : Vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-
Columna Vertebralis : Lurus di tengah, skoliosis (-), kifosis (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Jejas (-), perut tidak buncit
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Proksimal : akral hangat +/+, edema -/-
Distal : akral hangat +/+, edema -/-
Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 2 detik
C.Status Neurologis
1) GCS
Apatis, GCS: E4M6Vafasia
2) Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (+)
Laseque : <70° <70°
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
3) Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah proyektil : (-)
Sakit kepala hebat : (-)
Papil edema : tidak dilakukan pemeriksaan
4) Saraf-saraf Kranialis
6
N. I : TVD
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : TVD
Visus Campus : TVD TVD
Melihat Warna : TVD TVD
Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan
N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata : TVD
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Anisokor Anisokor
Bentuk : Bulat, Ø 5mm Bulat, Ø 4mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : Normal Normal
Konvergensi : ` Normal Normal
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : TVD
Cabang Sensorik
Opthalmik : TVD
Maxilla : TVD
Mandibularis : TVD
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : TVD
Motorik Orbicularis : TVD
Pengecap Lidah : TVD
N. VIII Kanan Kiri
Vestibular
7
Romberg : tidak dilakukan tidak dilakukan
Nistagmus : tidak dilakukan tidak dilakukan
Cochlear
Tinnitus : TVD
Rinner : TVD
Weber : TVD
Schwabach : TVD
N. IX, X
Bagian Motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara : TVD
Kedudukan Arcus Pharynx : TVD
Kedudukan Uvula : TVD
Bagian Sensorik
Reflek Muntah (pharynx) : normal
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : TVD
Menoleh : TVD
N. XII Kanan Kiri
Kedudukan Lidah
Waktu istirahat : TVD
Waktu gerak : TVD
Atrofi : TVD
Fasikulasi/tremor : TVD
5) Sistem Motorik
TVD
6) Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
8
7) Trofik : eutrofi pada keempat ekstremitas
8) Tonus : normotonus pada keempat ekstremitas
9) Sistem Sensorik
TVD
10) Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
TVD
11) Fungsi Luhur
TVD
12) Fungsi Otonom
Miksi : On DC
Defekasi : On Pampers
Sekresi Keringat : TVD
13) Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Bisep : (+3) (+3)
Trisep : (+3) (+3)
Patella : (+3) (+3)
Achilles : (+3) (+3)
14) Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (+) (+)
Chaddock : (+) (+)
Gordon : (+) (+)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
15) Keadaan Psikis
TVD
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.4.1 Laboratorium
A. Darah
9
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
13,1
40
11,7
323
4,04
g/dL
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/uL
12-14
37-43
5-10
150-500
4,0-5,0
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
97,8
32,4
33,1
12.8
fl
18,5
g/dL
%
82-92
27-31
32-36
11,5-14,5
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
29
61
U/L
U/L
0-34
0-40
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 49 mg/dl 20-40
Kreatinin Darah 0,7 mg/dl 0,6-1/5
DIABETES
Glukosa Garah Sewaktu 86 mg/dl <180
ELEKTROLIT DARAH
Natrium
Kalium
Klorida
142
3,55
106
mmol/l
mmol/l
mg/dl
137-145
3,1-5,10
95-108
10
1.4.2 Radiologi
1. CT-Scan tanpa kontras
Tampak massa hiperdens berbatas sebagian tidak tegas, berlobulasi,
berukuran +/- 7 x 7 x 5 cm curiga ekstra axial di midline lobus fronto-
temporal dan basal ganglia yang mengobliterasi ventrikel lateralis kornu
anterioir, dan ventrikel III
Massa tampak mendekstrusi atap sinus sphenoid kiri dan meluas ke sinus
sphenoid kiri.
Sulci dan fissura sylvii menyempit dengan gyri mendatar.
Ventrikel lateral kanan kornu posterior tampak lebih membesar.
Ventrikel IV menyempit.
Sistem cisterna menyempit
Tampak lesi hipodens di pons sisi kiri
Tak tampak pergeseran garis tengah
Cerebellum baik
Kesan : Massa curiga ekstra axial berukuran +/- 7 x 7 x 5 cm di midline
lobus fronto-temporal dan basal ganglia yang mengobliterasi ventrikel
lateralis kornu anterior, ventrikel III, mendestruksi atap sinus sphenoid kiri
dan meluas ke sinus sphenoid kiri serta sinus etmoid kiri. Infark di pons sisi
kiri. Edema cerebri
11
2. Foto Thorax
Trakea relatif di tengah
Mediastinum superior tak melebar
Aorta baik
Cor : ukuran kesan membesar
12
Pulmo: kedua hilus tak menebal. Infiltrat di parakardial dan suprahiler
kanan.
Kedua sinus costofrenikus dan hemidiafragma baik.
Tulan-tulang intak
Kesan : Kardiomegali
Infiltrat di parakardial
3. EKG Sinus Rhythm Dalam batas normal
13
1.3 Follow Up
Pemeriksaan fisik di ruangan 627 High Care bangsal RSUP Fatmawati tanggal 18
Desember 2014
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/menit, regular, kuat, isi cukup, ekual
Pernapasan : 18x/menit, reguler
Suhu : 36,50C
B.Status Neurologis
1) GCS
Compos mentis, GCS: E4M5Vafasia
2) Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (+)
Laseque : <70° <70°
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
3) Saraf-saraf Kranialis
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : Normal Normal
Motorik Orbicularis : Normal normal
Pengecap Lidah : Normal Normal
4) Sistem Motorik
TVD
5) Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
14
Mioklonik : (-)
6) Sistem Sensorik Kanan Kiri
Proprioseptif : TVD
Eksteroseptif : TVD
7) Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi Keringat : Normal
8) Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Bisep : (+3) (+3)
Trisep : (+3) (+3)
Patella : (+3) (+3)
Achilles : (+3) (+3)
9) Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
1.5 RESUME
Lemah di Ke- Empat ekstremitas sejak 2 minggu yang lalu diikuti
dengan muntah biasa berisi makanan ketika dieberikan makan,Nyeri
kepala yang bersifat progresif(+), Bicara ngawur(+), selanjutnya
terjadi penurunan kesadaran sejak 1 minggu SMRS dan sempat dirawat
di RS lain tetapi tidak ada perbaikan.
15
Os pernah mengalami keluhan yang sama pada 3 bulan yang lalu,
dan menjalani pengobatan herbal selanjutnya keluhan membaik. Riwayat
trauma kepala terbentur dibagian dahi 1 tahun yang lalu(+),
.Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 150/90, bicara pelo dan sering
tersedak ketika makan dan minum disertai air liur yang terus menetes, pada status
neurologis didapatkan, refleks patologis babinsky, chaddock, gordon positif di kedua
tungkai.
1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis klinis :
o Penurunan kesadaran
o Tetraparese UMN
o Gangguan emosional
o Riwayat Nyeri Kepala
Diagnosis etiologis : Tumor Cereberi
Diagnosis topis : Lobus Frontalis
Diagnosis kerja : Tumor Cerebri
1.7 TATALAKSANA
NaCl 0,9% 2x500ml
Omeprazole 2x1 IV
Dexamethasone 10 mg IV 4 x 4mg IV
Piracetam 3 x 3 gram IV
Konsul bedah saraf
1.8 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Otak
Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar dan
terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium (tengkorak), yang
secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa. Berat otak
manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron atau dapat
diibaratkan sejumlah bintang di langit. Masing-masing neuron mempunyai 1000 sampai
10.000 korteks sinaps dengan sel saraf lainnya, sehingga mungkin jumlah keseluruhan
sinaps di dalam otak dapat mencapai 100 triliun.Gambar penampang otak dapat dilihat
pada gambar di bawah
Jaringan otak dillindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar
adalah kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput otak), dan likuor serebrospinal.
Meningens terdiri dari tiga lapisan, yaitu : Duramater (meningens cranial terluar),
arakhnoid (lapisan tengah antara duramater dan piamater), dan piamater (lapisan selaput
otak yang paling dalam). Di tempat-tempat tertentu duramater membentuk sekat-sekat
17
Gambaran Penampang Otak
rongga cranium dan membaginya menjadi tiga kompartemen. Tentorium merupakan sekat
yang membagi rongga cranium menjadi supratentorial dan infratentorial, memisahkan
bagian posterior-inferior hemisfer serebri dari serebelum.
Korteks serebrum mempunyai pola individual (yang berbeda antara manusia satu
dan lainnya) yang ditandai dengan celah-celah yang disebut sulkus dan birai-birai yang
dikenal dengan nama girus. Dengan adanya sulkus di atas, serebrum dapat dibagi menjadi
beberapa lobus ; (1) Lobus frontalis di fosa anterior; pusat fungsi perilaku, pengambilan
keputusan, dan control emosi; (2) Lobus temporalis di fosa media; pusat pendengaran,
keseimbangan, dan emosi-memori; (3) Lobus oksipitalis di belakang dan di atas tentorium;
pusat penglihatan dan asosiasi; (4) Lobus parietalis di antara ketiganya; pusat evaluasi
sensorik umum dan rasa kecap.
2.2 Definisi Tumor Otak
Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostat, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.
Penegakkan diagnosis pasti tumor otak adalah berdasarkan hasil pemeriksaan patologi
anatomi. Klasifikasi tumor otak primer dan sekunder berdasarkan patologi anatomi dapat
dilihat pada tabel di bawah
18
Klasifikasi Tumor Otak Primer – Tumor Otak Sekunder
2.3 Epidemiologi
Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput
myelin. Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang biasa berasal dari hampir
semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis SSP yang melalui perderan darah yaitu yang
paling sering adalah tumor paru-paru dan prostat, ginjal, tiroid, atau traktus digestivus,
sedangkan secara perkontinuitatum masuk ke ruang tengkorak melalui foramina basis
kranii yaitu infiltrasi karsinoma anaplastik nasofaring.
Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan bermetastasis,
hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke medulla spinalis dan
kepermukaan otak melalui peredaran likuor serebrospinalis.Perbandingan tumor otak
primer dan metastasis adalah 4 : 1.
Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira 50% adalah
glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma. Pada orang dewasa 60 %
terletak di supratentorial, sedangkan pada anak-anak 70 % terletak di infratentorial. Tumor
yang paling banyak ditemukan pada anak adalah tumor serebellum yaitu meduloblastoma
dan astrositoma.Statistik primer adalah 10 % dari semua proses neoplasma dan terdapat 3
– 7 penderita dari 100.000 orang penduduk.
2.4 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor herediter yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
19
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya
suatu radiasi.Selain itu pada pasien-pasien penderita tinea kapitis yang medapat
radiasi kepala jangka panjang
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
2.5 Klasifikasi Tumor Otak
Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan berkembang secara luas seperti
konsep pembagian dari Borders (1915) yang mengelompokkan tumor otak (yang struktur
selulernya sejenis) menjadi empat tingkat anaplasia seluler.
© Grade I : diferensiasi sel 75 – 100%
© Grade II : diferensiasi sel 50 – 75%
© Grade III : diferensiasi sel 25 – 50%
© Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25%
Klasifikasi tumor otak berdasarkan World Health Organization (WHO):
20
1. TUMOR NEUROEPITHELIAL
1. Tumor Glial
a. Astrositoma
i. Astrositoma Pilositik
ii. Astrositoma Difus
iii.Astrositoma Anaplastik
iv.Glioblastoma
v. Xantoastrositoma Pleomorfik
vi.Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
b. Tumor Oligodendroglial
i. Oligodendroglioma
ii. Oligodendroglioma Anaplastik
c. Glioma campuran (Mixed Glioma)
i. Oligoastrositoma
ii. Oligoastrositoma Anaplastik
d. Tumor Ependimal
i. Ependimoma Myxopapilari
ii. Subependimoma
iii.Ependimoma
iv.Ependimoma Anaplastik
e. Tumor Neuroepithelial lainnya
i. Astroblastoma
ii. Glioma Koroid dan ventrikel III
iii.Gliomatomosis serebri
2. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
a. Ganglisitoma
b. Gangliglioma
c. Astrositoma desoplastik Infantile
d. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial (BNET)
e. Neurositoma operasi
f. Liponeurositoma Serebelar
g. Paraganglioma
3. Tumor Non-glial
21
a. Tumor Embrional
i. Ependimoblastoma
ii. Meduloblastoma
iii. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
b. Tumor Pleksus Khoroideus
i. Papiloma Pleksus Khoroideus
ii. Karsinoma Pleksus Khoroideus
c. Tumor Parenkim Pineal
i. Pineoblastoma
ii. Pineositoma
iii. Tumor Parenkim Pineal dengan Diferensiasi Intermediet
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
3. TUMOR GERM CELL
1. Germinoma
2. Karsinoma Embrional
3. Tumor Sinus Endodermal (Yolk sac)
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor Germ cell bercamputan
4. TUMOR SELLA
i. Adenoma hiposifif
ii. Karsinoma Prostat
iii. Kraningofaringoma
5. TUMOR DENGAN HISTOGENESIS YANG TIDAK JELAS
i. Hemangioblastoma Kapiler
6. LIMFOMA SISTEM SARAF PUSAT PRIMER
7. TUMOR NERVUS PERIFER YANG MEMPENGARUHI SSP
8. TUMOR METASTASIS
1. TUMOR EPITHELIAL
22
1. Tumor Glial
Astrositoma
Astrositoma merupakan tumor susunan saraf pusat otak primer dengan frekuensi kasus 17-30% dari semua glioma dan 11-13% dari seluruh tumor otak.Tumor ini berasal dari sel astrosit yang merupakan bagian dari jaringan penunjang otak.Sel ini dinamakan astrosit karena bentuknya yang menyerupai bintang.
Elvidge dan kawan-kawan membagi astrositoma menjadi tipe-tipe: piloid,
gemistositik dan difusl; namun system gradai yang popular adalah pembagian atas
Grade I sampai IV (bukan berdasarkan tipe di atas). Kernohan dan kawan-kawan
menggabungkan Grade III dan IV dan menamakannya menjadi astrositoma
anaplastik atau glioblastoma (sesuai dengan derajat anaplasianya). WHO membagi
astrositoma atas subtype: fibriler, protoplasmic, dan gemistositik, dan tipe-tipe
pilositik, subependymal giant cell, astroblastoma, anaplastik.
Astrositoma serebri dapat terjadi pada semua golongan umur dengan usia kasus rata-rata berkisar antara 35-40 tahun. Astrositoma yang diferensiasinya baik cenderung pada kelompok usia yang lebih muda; sedangkan yang anaplastik lebih sering kelompok usia menengah. Predileksi jenis kelamin kasus usia dewasa didominasi oleh laki-laki.
Durasi gejala astrositoma Grade I rata-rata: 21 bulan sedangkan Grade II: 11 bulan. Walaupun sakit kepala dan muntah bukanlah merupakan keluhan yang tersering, namun 72% astrositoma serebrum mempunyai keluhan ini, dimana 11% diantaranya cenderung melibatkan nyeri sebelah saja (75% darinya ipsilateral terhadap tumor). Muntah dijumpai pada kira-kira 31% kasus.Gejala awal yang sering adalah kejang (40-75%), baik kejang umum maupun fokal.Kejang ini merupakan akibat insufisiensi aliran darah yang sesaat menimbulkan elektrik yang berlebihan.19% penderita menunjukkan gejala paresis atau paralisa, 55% parese fasial dan 41% parese tungkai.
Gambaran histopatologi pada low grade astrocytoma adalah memiliki gambaran sel multipolar dan multinuklear yang atipik.Sedangkan, gambaran CT-Scan yang merupakan suatu revolusi dalam mendiagnosis astrositoma dengan akurasi 100% pada low grade astrocytoma tergambar lesi yang hipodens dengan sedikit atau bahkan tidak terdapat massa tumor
23
Gradasi Astrositoma :a. Grade I (Astrositoma Pilositik)
Tumor ini tumbuh secara lambat dan sering berkista.Tumor ini sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda.Tumor ini merupakan tumor glial yang tersering pada anak, sekitar 10% melibatkan bagian serebral dan 85% mengenai serebellum. Lokasi yang paling sering dijumpai, pada: nervus optikus, kiasma optikum, hipotalamus, ganglia basalis, hemisfer serebri, serebellum, dan batang otak. Gambaran histologinya: berupa sel-sel bipolar dengan serat Rosenthal dan sel-sel multipolar yang tampak kehilangan teksturnya dengan mikro kista dan granular bodies.
b. Grade II (Astrositoma Difus)
Karakteristik tumor ini adalah tumbuhnya lambat dan menginfiltrasi struktur otak di dekatnya.Sekitar 35% tumor otak astrositik adalah jenis ini. Biasanya mengenai orang-orang usia dewasa muda dan cenderung untuk menjadi ganas ke arah astrositoma anaplastik da glioblastoma. Lokasi tumor ini bisa di mana saja, namun paling sering di daerah serebelar.
Gambaran histopatologis tumor ini berupa fibrilasi yang berdiferensiasi baik atau gemistositik neoplastik astrosit. Terdapat varian histologis: astrositoma fibrilari, astrositoma gemistositik.
c. Grade III (Astrositoma Anaplastik) dan Grade IV (Glioblastoma
Multiforme)
Termasuk astrositoma maligna.Biasanya muncul secara sporadik tanpa kecenderungan familial maupun keterlibatan faktor lingkungan.Akan tetapi, keduanya dapat menjadi faktor penyulit pada beberapa kelainan genetic seperti neurofibromatosis tipe 1 dan 2, syndrome Li-Fraumeni, dan
24
Gambaran CT-Scan Low Grade Astrocytoma
Gambaran Histopatologi Low Grade Astrocytoma
syndrome Turcot.Gambaran mikroskopis tumor ini; tampak adanya peningkatan selularitas, nukleus atipik, dan aktifitas mitosis yang meningkat dibandingkan dengan astrositoma difus (Grade II). Sedangkan pada glioblastoma multiforme, secara mikroskopik akan tampak bersifat anaplastik, seluler glioma berdiferensiasi buruk, dan juiga seringkali terlihat sel tumor astrosit pleomorfik dengan nukleus atipik dan aktifitas mitosis yang tinggi.
Penanganan astrositoma ditujukan untuk menegakkan diagnose pasti dan perbaikan prognosa, mengurangi-pemulihan gejala serta memperpanjang harapan hidup. Radioterapi tampaknya cukup berperan bagi tumor-tumor ini, dimana banyak peneliti yang mengemukakan adanya harapan hidup yang lebih panjang pada penderita-penderita tumor yang pascabedahnya diberikan radiasi .
“Five Year Survival” Astrositoma
Peneliti (+) Radioth/ (-) Radioth/
Bloom dkk 49% 36%
Leibel dkk 35% 23%
Levy & Elvige 36% 26%
Uihlein dkk 54% 65%
Tumor Oligodendroglioma
Tumor oligodendroglioma berasal dari sel-sel oligodendrosit. Tumor ini banyak ditemukan pada usia dewasa dengan puncak insiden antara dekade ke empat dan keenam. Derajat rendah muncul pada usia yang sedikit lebih muda. Pada laki-laki sedikit lebih dominan dibandingkan wanita.Oligondendroglioma merupakan tumor yang pertumbuhan nya lambat dan mungkin hanya menyebabkan
25
Gambaran MRI T1 – Axial.Preoperatif dan postoperatif
kejang.Jika lebih ganas (astrositoma anaplastik dan oligodendroglioma anaplastik).Bisa menyebabkan kelainan fungsi otak, seperti kelemahan, hilangnya rasa dan langkah yang goyah.Tumor oligodendroglioma juga sering berkalsifikasi.
Tumor Ependimoma
Tumor ini merupakan neoplasma glial yang susunannya didominasi oleh sel-sel ependim dan mempunyai frekuensi kira-kira 5% dari seluruh glioma.Pada ependimoma klasik, secara makroskopisnya tumor tampak padat dengan batas yang tegas dan berasal dari lantai ventrikel IV/ kanalis spinalis.Tumor dapat meluas hingga sudut serebro pontin melalui foramen Luscka, sisterna magna, dan foramen magendi.serta dapat mencapai batang otak jika sudah melalui foramen magnum. Secara histologis akan tampak sel kolumnar uniform dan sel astrosyte like fibriler yang membentuk barisan ependimal roossete. Gejala yang ditemukan mual, muntah, dan nyeri kepala dengan intensitas yang terasa lebih berat di pagi hari, diplopia, ataksia, hemiparesis dan paresis nervus kranialis.
Pada hasil pemeriksaan CT-Scan dan MRI akan tampak kontras mengisi daerah tumor di ventrikel lateral. Pasien didapati mengalami hidrosefalus.Tumor jenis ini memang dapat menutupi saluran cairan serebrospinalis sehingga menyebabkan hidrosefalus (ventrikel melebar, jaringan otak tipis)
2. Tumor Neuronal dan campuran neuronal – glial
Gangliglioma
Tumor ini berisi sel ganglion dan neuron abnormal. Tumor ini jarang terjadi
terhadap seseorang
3. Tumor Non-Glial
a. Tumor Primitive Neuroektodermal Suratentorial (PNET)
26
Gambaran Penumpukan zat Kontras pada Tumor di
Ventrikel Lateral – Ependimoma
Tumor embrional maligna yang memiliki diferensiasi yang divergen dengan derejat yang bervariasi yang berasal dari matriks germinal dari primitive neural tube.
b. Tumor Plexus Khoroideus
Pleksus khoroid secara embriologis berasal dari lapisan ependimal tabung neural. Tumor ini dapat terjadi pada semua kelompok usia termasuk bayi. 35-45% usia< 20 tahun dan kasus tertua 74 tahun. Rasio pria dan wanita seimbang.Persentasi gejala tumor pleksus khoroid biasanya hanya berupa tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa disertai gejala neurologis fokal.Tumor intraventikel IV kadang juga menimbulkan gejala nistagmus dan ataksia.Secara makroskopis, permukaan tumor plexus khoroideus berwarna kuning kecoklatan, dengan struktur yang tampak seperti brokoli dengan batas tegas pada ventrikel, dan disertai adanya kalsifikasi.Penanganan tumor ini berupa operasi pengangkatan tumor.
c. Meduloblastoma
Tumor ini sering terjadi pada anak, dan bahkan merupakan tumor primer maligna yang solid dan paling banyak pada anak 30%. Sekitar 75% kasus tumor ini terjadi pada anak usia kurang 15 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, meduloblastoma sangat jarang yaitu sekitar 1%. Di Amerika Serikat, insiden tahunan dari tumor ini diperkirakan sekitar 0,5 setiap 100.000 anak. Tumor ini sebagian besar berasal dari vermis serebelar (75%) yang meluas hingga ventrikel IV dan dapat mengisi seluruh ventrikel.Sedangkan sekitar 25% terjadi pada bagian lateral serebelum.Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai papiledema, nistagmus, dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI.Selain itu, dapat terjadi ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia, dismetria.Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa
27
Gambaran MRI T1 – Sagital.Postkontras.Tumor
Plexus Khoroideus.
letargi, irritable, dan dapat terjadi makrosefali yang progresif dengan fontanella anterior yang membonjol. Durasi rata-rata gejala sebelum operasi adalah 4-5 bulan yang kemudian akan secara progresif memburuk setelah onset. Penanganan pada tumor ini dapat berupa operasi yang dikombinasikan dengan radiasi.Tindakan operasi pengangkatan diharapkan minimal dilakukan sampai sumbatan saluran likuor dapat lancer kembali.Radioterapi secara bermakna dapat meningkatkan five years survival penderita.
2. TUMOR MENINGEAL
1. Meningioma
Tumor jinak yang berasal dari selaput yang membungkus otak (meningen), bisa menyebabkan berbagai gejala yang tergantung kepada lokasi pertumbuhannya.Para ahli masih belum memastikan apa penyebab meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma.Di antara 40% dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2).
Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak begitu menonjol.Bisa terjadi kelemahan atau mati rasa, kejang, gangguan penciuman, penonjolan matadan gangguan penglihatan. Pada penderita lanjut usia bisa
28
Gambaran Histopatologik Sel Rosette – pseudorosette pada pasien dengan Meduloblastoma
Gambaran MRI Meduloblastoma di
Cerebellum
menyebabkan hilang ingatan dan kesulitan dalam berfikir, mirip dengan yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
Gejala pada pasien meningioma dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-
otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya
berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
Terapi operatif radikal yang maksimal merupakan penanganan terpilih untuk tumor ini, peranan radiasi untuk meningioma yang tidak berhasil diangkat seluruhnya masih belum terlalu jelas, mengingat secara umum meningioma merupakan tumor yang relatif radioresisten.Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.
29
Gambaran CT-Scan venogram – potongan koronal
Meningioma di Sinus Sagitalis Superior
2. Hemangioperisitoma
Tumor ini termasuk golongan tumor yang vaskuler, dengan terapi definitifnya adalah reseksi. Seperti pada meningioma, peranan angiografi dan embolisasi juga diharapkan akan meningatkan efektifitas dan keamanann dari reseksi yang dilakukan.
3. TUMOR SELLA
1. Kraniofaringioma
Termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan tumor epithelial jinak region sellar.Secara embriologi, tumor ini berasal dari sisa sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu keempat gestasi, divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum oral akan membentuk kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan bermigrasi kea rah cranial membentuk vesikel Rathke dan bersatu dengan infundibulum. Vesikel Rathke ini akan membentuk adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis, dan intermedia pada jalur sepanjang lintasan migrasinya akan terbentuk duktus kraniofaringeal.
2. Adenoma Hipofisis
Tumor ini cukup banyak ditemukan.Bahkan ada yang menyatakan sebagai jenis tumor ketiga terbanyak setelah glioma dan mengioma.Beberapa literature menyebutkan tumor ini merupakan 10-15% dari tumor primer intrakranial. Insiden pertahunnya sekitar 0,5-8,2% per 100.000 individu dengan perbandingan kejadian pada pria dan wanita yang tidak berbeda.
30
Gambaran MRI T1 – Postkontras Potongan Koronal (A) dan Sagital (B) Tumor Kistik Selar dan Supraselar Kraniofaringioma.
Kelenjar hipofisis merupakan organ yang berada dalam fossa hiposfisis atau sela tursika, dan mempunyai berat sekitar 0,5 gr. Organ ini terdiri dari dua bagian yang berasal dari sel embrional yang berbeda, yaitu adenohipofisis yang merupakan lobus anterior kelenjar hipofisis, yang berasal dari kantung Rathke; lobus posteriornya, neurohipofisis yang berasal dari hipothalamus ventral.
Tanda dan gejala klinis yang tampil pada penderita adenoma hipofise diakibatkan oleh hipersekresi atau hiposekresi satu atau beberapa hormone hipofise.Keluhan gangguan penglihatan perlahan dannyeri kepala pada 20% penderita. Penanganan adenoma pituitari mempunyai tujuan: (1) dekompresi struktur saraf khususnya traktus penglihatan dan (2) restorasi sekresi hormonal yang normal.
31
Gambaran Adenoma Hipofise
Akromegali pada Seorang Penderita Tumor Adenoma Hipofise
2.6 Tingkah Laku Biologis dan Keganasan Tumor Otak
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosisnya didasari oleh
morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan tingkah laku
biologis. Sifat-sifat keganasan otak secara klasik didasari oleh hasil evaluasi morfologi
makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokan atas kategori-kategori:
1. Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis menunjukkan batas
yang jelas, tidak infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitarnya. Di
samping itu, biasanya juga dijumpai adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya
metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan
histologisnya menunjukkan struktur sel yang regular, pertumbuhan lambat tanpa
mitosis, densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas
parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi yang baru.
2. Maligna (ganas), ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltrative atau
ekspansi destruktif tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung
membentuk metastasis dan rekurensi pasca-pengangkatan total. Gambaran
histologis menunjukkan meningkatnya selularitas, pleomorfisme walaupun susunan
sel dan jaringannya masih baik, diferensiasi sel kurang begitu jelas , disporporsi
rasio nukleus terhadap sitoplasma, multinukleus, formasi sel-sel raksasa, tumbuh
cepat dengan mitosis yang banyak, area nekrosis, pertumbuhan patologis dan
32
Gigantisme pada Seorang Penderita Tumor Adenoma Hipofise
neoformasi terutama seperti bentuk-bentuk fistula atau sinusoidal (pintas arteri-
vena).
2.7 Manifestasi Klinis Tumor Otak
Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional akan
menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan gangguan pada
nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada tingkat neurofisiologi dan neuroanatomi
tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan, gangguan mental, gangguan endokrin, dan
sebagainya. Persentasi klinis sering kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan lokasi
tumor otak.Secara umum persentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otakmerupakan
manifestasi dari peninggian tekanan intrakranial; namun sebaliknya gejala neurologis yang
bersifat progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial,
perlu dicurigai adanya tumor otak.
Tekanan Tinggi Intrakranial
Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah: nyeri kepala,
muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala disini cenderung bersifat
intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu hebat terutama di pagi hari karena selama
tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan CBF
(Cerebral Blood Flow) dan dengan demikian mempertinggi tekanan intrakranial. Juga
lonjakan sejenak seperti karena batuk, mengejan atau berbangkis memperberat nyeri
kepala.Nyeri dirasa berlokasidi sekitar daerah frontal atau oksipital.Penderita sering kali
disertai muntah yang “menyemprot” (proyektil) dan tidak didahului oleh mual.Hal ini
terjadi oleh karena tekanan Intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam,
akibat PCO2 serebral meningkat.Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran likuor
serebrospinal sering kali ditampilkan dengan pembesaran lingkar kepala yang progresif
dan ubun-ubun besar yang menonjol; sedangkan pada anak-anak yang lebih besar di mana
suturanya relative sudah merapat, biasanya gejala papiledema terjadi lebih
menonjol.Papiledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi atau akibat
penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung.Papiledema memperlihatkan
kongesti venosa yang jelas, dengan papil yang berwarna merah tua dan perdarahan-
perdarahan di sekitarnya.
33
Teori mekanisme peninggian tekanan intrakranial, pada tumor otak:
1. Karena adanya obstruksi pada system ventrikel sehingga menghalangi liquor
cerebrospinalis,
2. Adanya massa tumor yang membesar, padahal kapasitas tengkorak terbatas
untuk otak dan liquor saja,
3. Tenaga penyerapan terhadap liquor cerebrospinal terganggu,
4. Karena adanya obstruksi pada system vena, sehingga aliran darah yang kembali
ke vena terhalang,
5. Karena tumor sendiri merupakan stimulasi produksi liquor cerebrospinalis,
sehingga terjadi produksi yang berlebihan, seperti pada “papiloma plexus”.
Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat berupa
kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal.Kejang dapat merupakan gejala awal
yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetap untuk beberapa lama sampai
gejala lainnya timbul.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
Mengalami post iktal paralisis
Mengalami status epilepsi
Resisten terhadap obat-obat epilepsi
Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien dengan
astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
Perdarahan Intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan perdarahan
intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.
Gejala Disfungsi Umum
34
Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan fungsi
intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma.Penyebab umum dari disfungsi
serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan pergeseran otak akibat
gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau hidrosefalus sekunder yang
terjadi.
Gejala Neurologis Fokal
Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-tumor
yang terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga sering kali penderiita-
penderita tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau fungsionil.Gejala afasia agak
jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada di hemisfer kiri (dominan).Tumor-
tumor daerah supraselar, nervus optikus dan hpotalamus dapat mengganggu akuitas
visus.Kelumpuhan saraf okulomotorius merupakan tampilan khas dari tumor-tumor
paraselar, dan dengan adanya tekanan intracranial yang meninggi kerap disertai dengan
kelumpuhan saraf abdusens.Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior;
sedangkan tumor-tumor supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali) menyebabkan
gejalapatognomonik berupa nistagmus ‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan mata
diskonjugat, ventrikal dan rotasional di mana masing-masing mata geraknya saling
berlawanan.Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan gangguan sensorik
serta kadang ada efek visual merupakan refleksi kerusakan yang melibatkan kapsula
interna atau korteks yang terkait.Ataksia trukal adalah pertanda suatu tumor fosa posterior
yang terletak di garis tengah.Gangguan endokrin menunjukkan adanya kelainan pada
hipotalamus-hipofise.
2.8 Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak
Pemeriksaan sken magnet (MRI) dan sken tomografi computer merupakan
pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intrakranial.Dalam hal ini
dapat diketahuisecara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya terhadap jaringan
sekitarnya, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat pula diduga jenisnya dengan akurasi
yang hamper tepat. Pemeriksaan konvensional seperti: foto polos kepala, EEG,
ekhoensefalografi, dan pemeriksaan penunjang diagnostic yang invasive seperti: angiografi
35
serebral, pneumoensefalografi sudah jarang diterapkan, kecuali pada keadaan-keadaan
darurat dengan Kendala fasilitas pemeriksaan mutakhir di atas tidak ada atau sebagai
pembantu perencanaan teknik pembedahan otak.
2.9 Diagnosis Tumor Otak
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak adalah dengan
mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya, batasnya, hubungannya
dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak misalnya; sirrkulus
willisi dan hipotalamus. Selain itu, juga diperlukan periksaan radiologis canggih yang
invasive maupun non invasive. Pemeriksaan non invasive mencakup CT-Scan dan MRI
bila perlu diberikan kontras agar dapat mengetahui batas-batas tumor.Pemeriksaan invasif
seperti angiografi serebral yang dapat memberikan gambaran sistem pendarahan tumor,
dan hubungannya dengan sistem pembuluh darah sirkulus willisi.
-Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari anamnesis kita dapat
mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan
gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya; ada tidaknya nyeri kepala, muntah
dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya
gejala seperti edema papil dan deficit lapangan pandang.
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk
memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
Elektroensefalografi (EEG)
Foto polos kepala
Arteriografi
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang
diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada
tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong
struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat
36
jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah
dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis
tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan
pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
Tanda proses desak ruang:
Pendorongan struktur garis tengah otak
Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
Kelainan densitas pada lesi:
Hipodens
Hiperdens atau kombinasi
Kalsifikasi, perdarahan
Edema perifokal
2.10 Penanganan Tumor Otak
Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita tumor otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
Kondisi umum penderita
Tersedianya alat yang lengkap
Pengertian penderita dan keluarga
Luasnya metastasis
Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-
tindakan:
Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK. Peranan nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek samping yang dapat timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid lama seperti: penurunan kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia, hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.
Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak dapat diberikan secara terus-menerus.Persiapan prabedah, penanganan pembiusan, teknik operasi dan
37
penanganan pascabedah sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap tumor otak.
Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson. Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa faktor:1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi
radiasi.
o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali.Saat ini yang menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil), PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU, BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG (dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi), melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna, via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.
o Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan tumor.
2.11 Prognosis Tumor Otak
38
Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara
maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan
dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar
50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahaun (10 years survival) berkisar 30-40%.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, Mahar. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam: neurologi klinis
dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal. 390 – 402.
2. Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine Angle, Majalah
Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3; 2005.
3. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta; Gajah Mada
University Press; 1999. hal: 201 – 7.
4. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM. 1991 (324):1471-2
5. Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik. Jakarta: EGC; 2007.
6. MacDonal, Tobey. Pediatric Medulloblastoma (serial online) 2012 March 1st
(diakses 20Maret 2014). Diunduh dari:
URL :http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview.
7. Stephen,Huff. Brain neoplasms.Access on www.emedicine.com. (diakses 20 Maret
2014)
40