BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell- mediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terletak di paru tetapi dapat juga mengenai organ lain. 1 Insidensi tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. 2 Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-
mediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terletak di paru tetapi dapat juga
mengenai organ lain.1
Insidensi tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada
dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini
biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat
sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit
infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas)
tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup
lama.2
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke
posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara
dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika
Selatan, Nigeria dan Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima
negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus
adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian
per tahunnya.1
Menurut Survey Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 per
kabupaten/ Kota dapat dilihat menunjukkan bahwa dibandingkan tahun 2008,
pada tahun 2009 Terjadi penurunan CDR TB paru BTA+ diprovinsi Sumatera
Selatan dari 46,57% menjadi 44,62%, dan CDR TB paru BTA+ belum mencapai
target (70%). Hal ini disebabkan karena belum semua RS dan DPS melaksanakan
strategi DOTS. penjaringan suspek di sebagian kab/kota masih ketat, dan mutasi
petugas masih tinggi. Oleh sebab itu maka diperlukan pelatihan P2TB bagi tim
1
2
DOTS di rumah sakit, memperluas jejaring untuk menemukan dan mengobati os
TB dengan ekspansi ke rumah sakit dan lapas/ rutan serta meningkatkan
kemitraan dengan Lembaga Sosial Masyarakat.2 Baik di Indonesia maupun di
dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama, Di
Indonesia, angka morbiditas dan mortalitas tuberkulosis masih begitu tinggi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan menyajikan
masalah ini dalam bentuk sebuah laporan kasus TB Paru yang didapatkan melalui
hasil kunjungan rumah agar dapat menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan
petugas kesehatan dalam memberantas penyakit Tuberkulosis paru.
1.2. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti
Kepanitraan Klinik bagian Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa belajar menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran
keluarga dalam mengatasi masalah tidak hanya pada penyakit pasien,
tetapi juga faktor psikososial dari keluarga yang mempengaruhi
timbulnya penyakit serta peran serta keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan.
1.3. Manfaat Penulisan
A. Manfaat untuk Puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan
mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka
mengoptimalisasi peran puskesmas.
B. Manfaat untuk Mahasiswa
Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan
kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi
dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meningeal, ginjal,
tulang, kelenjar limfe.3
2.2. Epidemiologi
Sepertiga populasi di dunia terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis,
terdapat 30 juta kasus TB aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap
tahun dan 3 juta orang meninggal akibat TB setiap tahun. TB menyebabkan
kematian 6% dari seluruh kematian di dunia.2
Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007)
angka prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipe kasus TB dan Kasus
baru TB Paru BTA Positif dan kematian kasus TB dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 2.1. Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia tahun 1990 dan 2009
4
Sumber: Global Report TB, WHO, 2009 (data tahun 2007)2.3. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Mycobacterium tuberculosis, berbentuk
batang, dengan panjang bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3 – 0,6
mikron, bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik – manik
atau bersegmen. tidak membentuk spora dan basil yang bersifat parasit
intraselular, tahan terhadap asam (BTA), hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin, aerob, tetapi tidak tahan terhadap sinar ultraviolet.4
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga pada saat diberikan pewarnaan gram,
maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan oleh asam. Oleh karena itu, maka
mikobakteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Kuman batang tahan
asam ini merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini
berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.4
Mycobacterium tuberculosis juga bersifat aerob, berarti kuman ini lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, yaitu bagian apikal
paru-paru, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yaitu
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag semula yang memfagositosis malah
kemudian ditempati karena banyak mengandung lipid.4
2.4. Faktor Resiko
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.2
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama
satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun. Berarti sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita
TB. 2
5
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Maka diantara 100.000
penduduk rata-rata menjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang)
akan menjadi sakit TB (BTA positif) setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi Pasien TB daya tahan tubuh yang rendah,
diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi.5
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan
lingkungan (environment).6
A. Agent
Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada. Agent
memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent
yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman
Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi. Pathogenitas adalah
daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host
dan berkembangbiak di dalmnya. Berdasarkan sumber yang sama
infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah.
Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber
yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.
B. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup. Beberapa faktor
host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :
1. Usia
Berdasarkan hasil penelitian WHO, penyakit tuberkulosis paru paling
sering ditemukan pada usia produktif (15-50 tahun) (Suswati, 2007).
Sebagian besar dari kasus TB (98%) terjadi di Negara-negara yang
sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia produktif
yaitu 20-49 tahun (Ilmu Penyakit Dalam FK UI). Dewasa ini, dengan
terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia
6
menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari 55 tahun system
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB paru.5
2. Jenis Kelamin
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Data dari India (2008) penemuan pasien laki-
laki 3x lebih banyak dari pasien perempuan TB. Di Indonesia, tahun
2007 ditemukan 94.614 os laki-laki dan 65.642 os TB perempuan dengan
BTA (+). Untuk pasien dengan BTA (-) jumlah yang ditemukan tahun
2007 di negara kita 56.758 pasien laki-laki dan 45.572 pasien perempuan
(Yoga, 2008). Sedangkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Surakarta
menyatakan bahwa proporsi kasus pada laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan tetapi tidak ada perbedaan yang
bermakna. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penyakit TB paru tidak
memilih jenis kelamin tertentu.5
3. Parut BCG (Bacillis Calmette Guerin)
Tidak ada parut BCG pada lengan penderita merupakan tanda bahwa
penderita belum atau tidak pernah mendapatkan vaksin BCG yang
merupakan pencegahan penyakit TB sehingga kemungkinan untuk
tertular TB paru lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat yang
pernah divaksinasi.6
Hasil penelitian dalam jurnal kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa
risiko orang yang tidak mendapat imunisasi BCG untuk terjadinya TB
paru sebesar 2.855 kali lebih besar dibandingkan orang yang mendapat
imunisasi BCG.6
4. Tingkat pendidikan
WHO (1999) menyatakan bahwa selain menyerang pada kelompok
usia produktif, tuberkulosis juga menyerang pada masyarakat
berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan ini
memungkinkan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat pengetahuan seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan
7
dengan tuberkulosis. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Jember
menyatakan bahwa tingkat pendidikan paling banyak pada penderita TB
adalah Sekolah Dasar (43%).4
5. Pekerjaan
Penelitian WHO menyatakan bahwa penyakit TB paru mudah
menyerang pada kelompok masyarakat dengan status sosial ekonomi
rendah. Kemungkinan berhubungan dengan status gizi, imun, hygiene
sanitasi dan kemampuan menjalani pengobatan dengan benar. Penelitian
yang dilakukan H.A Gani di Surakarta yang menyatakan bahwa
pekerjaan penderita tuberkulosis paru terbanyak adalah buruh tani.3
Penderita TB paru sebagian besar adalah kelompok usia produktif dan
sebagian besar sosial ekonomi lemah (Ditjen PPM & PLP, 1999).
Dengan makin memburuknya keadaan ekonomi Indonesia, kelompok
miskin bertambah banyak, daya beli menurun, dan dikhawatirkan
keadaan ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat khususnya
penderita TB paru. disamping program pemerintah untuk mengentaskan
kemiskinan, penderita TB paru juga perlu disembuhkan.3
6. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,
bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok
meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Prevalensi
merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi
pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%.
Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya
infeksi TB paru.5
7. Status Gizi
Penelitian Etjang (1991) bahwa penyakit tuberkulosis disebabkan oleh
adanya sumber penularan (penderita) dan adanya orang-orang yang
rentan dalam masyarakat. Kerentanan akan tuberkulosis ini terjadi karena
daya tahan tubuh yang rendah yang disebabkan oleh gizi yang buruk,
8
terlalu lelah, kedinginan, dan cara hidup yang tidak teratur. Gizi buruk
akan menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi rendah sehingga
rentan terhadap penularan penyakit.6
Menurut David Ovedoff (1991), yang dapat mencegah terjadinya
peyakit TB adalah perbaikan gizi dan lingkungan rumah untuk
mengurangi insidensi dan prevalensi penyakit TB.6
8. Infeksi HIV
Sekitar 10% individu yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
akan berkembang menjadi TB klinis seumur hidup mereka. Namun,
resiko yang lebih besar adalah pada individu yang imunosupresif,
khususnya bagi mereka yang terkena infeksi HIV. HIV akan merusak
limfosit dan monosit, yang keduanya merupakan sel pertahanan primer
untuk melawan infeksi TB.4
Gledovic, dkk menyampaikan beberapa masalah yang membuat TB
masih sulit dieradikasi, meliputi kurangnya perhatian pada tuberkulosis dari
berbagai pihak terkait, adanya resistensi terhadap obat TB, migrasi
penduduk dan daerah berprevalensi tinggi serta epidemi infeksi human
immunodeficiency virus (HIV).4
C. Environment (Lingkungan)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu).
1. Kepadatan penghuni dalam satu rumah
Seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang
anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Mengurangi kepadatan
penghuni dalam satu rumah merupakan salah satu tindakan yang dapat
menurunkan risiko penularan tuberkulosis paru yang berkaitan dengan
hygiene dan sanitasi lingkungan. Menurut APHA (American Public
Health Assosiation), salah satu syarat lingkungan rumah yang sehat yaitu
jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan
jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari
lima tahun minimal 4,5 m³, artinya dalam satu ruangan anak yang
berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume
9
ruangan 4,5 m³ (1,5 x 1 x3 m³) dan diatas lima tahun menggunakan
ruangan 9 m³ (3 x 1 x 3 m³). Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3
m²/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk
suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga
yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur
dengan anggota keluarga lainnya.5
2. Pencahayaan
Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.
Dengan begitu cahaya matahari perlu dapat masuk ke dalam ruangan.
Untuk mendapatkan cahaya matahari pagi secara optimal, sebaiknya
jendela kamar menghadap ke cahaya matahari terbit dan luas jendela
paling sedikit 10-20% dari luas lantai. Kebutuhan standar cahaya alam
yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan menurut
Depkes RI khusus untuk pencahayaan dalam rumah adalah 60-120 Lux.5
Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman mycobacterium
tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh
tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2-
10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Rumah yang
tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7
kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.3
3. Ventilasi
Ventilasi rumah merupakan sarana untuk menjaga agar udara ruangan
selalu segar dengan mengganti udara yang sudah terpakai dengan udara
baru dari luar. Luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
10% dari luas lantai ruangan dan tetap ditambah 5% dari ventilasi yang
dibuka dan ditutup (jendela). Menurut Sanropie, kelembaban udara agar
dipertahankan antara 40-60%.5
4. Jenis Lantai
10
Lantai rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB Paru.
Risiko untuk menderita TB Paru 3 - 4 kali lebih tinggi pada penduduk
yang tinggal pada rumah yang lantainya tidak memenuhi syarat
kesehatan. Lantai dari tanah perlu dilapisi dengan satu lapisan semen
yang kedap air. Rumah dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi
lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya
tahan hidup kuman TBC dalam lingkungan. Pada akhirnya akan
meyebabkan potensi penularan TBC menjadi lebih besar.6
5. Jenis Dinding
Dinding rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB.
Risiko untuk menderita TB Paru 6 - 7 kali lebih tinggi pada penduduk
yang tinggal pada rumah yang dindingnya tidak memenuhi syarat
kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil survei kesehatan lingkungan Dinas
Kesehatan Kabupaten Gunung kidul tahun 2004 yang menyatakan bahwa
dinding rumah yang tidak memenuhi syarat 70,65%. Dinding rumah
sebaiknya kering agar ruangan tidak menjadi lembab.6
6. Kelembaban udara
Menurut Sanropie, kelembaban udara agar dapat dipertahankan antara
40-60% dengan temperature kamar 22o -30o C. kuman TB paru akan cepat
mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.5
Bakteri mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain, akan
tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena
air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal
yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.
Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang
meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen
termasuk bakteri tuberculosis.3
2.5. Cara Penularan
11
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman tuberkulosis. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pasien ini
disebut BTA positif bila pada tiga kali pemeriksaan sputum dengan pewarnaan
asam, menghasilkan sedikitnya dua sediaan yang terlihat BTA nya.
Pada waktu batuk atau bersin, os menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Jumlah nuclei dapat mencapai 3000 buah
tiap kali batuk, dengan jumlah basil dapat mencapai 100.000 kuman/ml sputum.
Droplet yang besar segera jatuh ke tanah, basil yang ada dapat berpindah ke debu
rumah, tetapi secara umum tidak dianggap sebagai sumber penularan. Droplet
berukuran medium bila diinhalasi akan terjebak dalam saluran pernafasan atas,
dan akan dibersihkan tanpa menyebabkan infeksi. Droplet kecil dengan diameter
kurang dari 25 mikron, langsung menguap, meninggalkan intinya yang disebut
droplet nucleus yang berisi basil. Droplet nucleus yang berukuran 1-5 mikron ini
bila diinhalasi akan melewati atau menembus system mukosilier saluran nafas,
sehingga dapat mencapai dan bersarang dibronkiolus dan alveolus, dimana satu
organisme saja dapat menyebabkan infeksi. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.5
2.6. Gambaran Klinis Penderita Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis sering dijuluki “The Great Imitator” yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti demam dan lemah. Gejala-gejala pada tuberkulosis paru
datang perlahan selama beberapa minggu/bulan, khususnya pada gejala sistemik.2
A. Gejala Respiratorik, meliputi:
1. Batuk > 3 minggu / batuk darah
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
12
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan lebih lanjut adalah
batuk darah (hemoptysis) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
2. Sesak nafas
Pada tahap awal belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru-paru. TB paru dengan efusi pleura yang massif atau
TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang mendasarinya.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan
pleura yang kaya akan persarafan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura saat inspirasi/ekspirasi.
B. Gejala Sistemik
1. Demam
Biasanya subfebris dan menyerupai demam influenza, tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-410. Serangan demam pertama
dapat sembuh kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza.
2. Keringat di malam hari
Penderita TB paru berkeringat pada waktu malam hari tanpa disertai
aktivitas.
2.7. Patogenesis
A. Tuberkulosis Primer
Port de’entri kuman M.Tuberkulosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis
terjadi melalui udara, yaitu inhalasi droplet nuclei berukuran 1-5 mikron
yang mengandung basil-basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi saat orang tersebut batuk atau bersin. Penyakit dapat menyebar
13
melalui kelenjar getah bening atau pembuluh darah. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer, basil yang lebih besar tertahan
di saluran pernapasan atas atau jatuh ke tanah. Pada partikel yang berukuran
lebih besar, kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya. Namun, pada partikel kecil, karena ukuran yang sangat
kecil menyebabkan mudahnya melewati atau menembus system mukosilier,
akhirnya basil tuberkel mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus.3
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di bagian
bawah lobus atas paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru makrofag, kemudian makrofag akan melakukan 3
fungsi penting:
1. Menghasilkan enzim proteolitik dan metabolit lain yang mempunyai efek
mikrobakterisidal
2. Menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap
M.tuberkulosis berupa IL-1, IL-6, TNF-α (Tumor Necrosis Faktor Alfa),
TGF-β (Transforming Growth Factor Beta)
3. Memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada limfosit T.
Sitokin yang dihasilkan makrofag mempunyai potensi untuk menekan
efek imunoregulator dan menyebabkan manifestasi klinis terhadap
tuberkulosis. IL-1 merupakan pirogen endogen menyebabkan demam. IL-6
akan meningkatkan produksi immunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi,
menyebabkan hiperglobulinemia yang banyak dijumpai pada pasien
tuberkulosis. TGF berfungsi sama dengan IFN untuk meningkatkan
metabolit nitrit oksida dan membunuh bakteri serta diperlukan untuk
pembentukan granuloma untuk mengatasi infeksi mikobakteri. Selain itu,
TNF dapat menyebabkan efek pathogenesis seperti demam dan nekrosis
jaringan yang merupakan ciri khas tuberkulosis. Sedangkan TGF menekan
proliferasi sel T dan menghambat fungsi efektor makrofag (Martin, 2008).
14
Karbohidrat dan komponen glikolipid pada dinding sel mikobakteri sama
fungsinya dengan protein yang disekresikan yaitu akan meningkatkan efek
imunosupresi makrofag pada pasien TB. Lipoarabinoman, suatu kompleks
heteropolisakarida yang terletak didalam membrane sel mikobakteri akan
menekan respon proliferasi terhadap M.tuberkulosis melalui rangsangan
terhadap makrofag oleh IFN dan akan mengambil radikal bebas oksigen
serta menghambat kerusakan oleh pathogen intraseluler. Dengan
menghindari aktivasi makrofag, lipoarabinoman yang berasal dari strain
M.tuberkulosis virulen berperan sebagai faktor virulen yang menyebabkan
organism terlepas dari mekanisme eliminasi sitokin.5
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau sarang (focus)
Ghon. Dimana alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan akan
mengalami gejala pneumonia akut. Semua proses ini berjalan 3-8 minggu.
Kompleks primer ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada
sisa yang tertinggal dan pada orang dengan system imun baik, bentuk
dormant akan akan tetap sepanjang hidup.5
B. Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun sebagai infeksi endogen. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior
lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru.
Pada orang dengan system imun yang buruk, bakteri terus berkembang biak
sehingga tuberkel bertambah banyak. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10-20 hari.4
15
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi
lembek membentuk seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding
tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast
dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Terjadinya
perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam
nukleat oleh enzim yang diproduksi makrofag, dan proses yang berlebihan
oleh sitokin dengan TNF-nya.2
2.8. Penegakan Diagnosis TB
A. Diagnosis TB paru1
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi -sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA) pada pemeriksaan dahak secara
mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya
2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif.
B. Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis, TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB.
16
Gambar 2.1. Alur Diagnosis TB paru
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2006)
1. Reaksi Hipersensitivitas
Uji ini menggunakan dasar hipersensitivitas untuk menilai pajanan
pathogen TB. Respon peradangan itu ditimbulkan oleh Tuberkuloprotein
yang berasal dari basil (Derivat protein tuberkulin yang telah dimurnikan
(PPD) disuntikkan ke dalam kulit individu yang limfositnya sensitive
akan mengadakan reaksi dengan ekstrak tersebut dan menarik makrofag
ke daerah tersebut), beberapa tes yang menggunakan dasar reaksi
hipersensitivitas.2
17
2. Tes Tuberkulin Intradermal (Tes Mantoux)
Teknik dasar Mantoux adalah dengan menyuntikkan Tuberkulin
(PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit T.U.(Intermediate
strength) tuberkulin secara intrakutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan berdiameter
6-10 mm, seperti gigitan nyamuk yakni merupakan reaksi antara antibodi
selular dan antigen tuberkulin yang juga dipengaruhi antibodi humoral.
Makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang
ditimbulkan.
3. Tes Anergi
Tes Anergi dapat dilakukan bila penderita TB suspect memberikan
hasil (-) atau hasil yang tidak seharusnya dalam tes Mantoux. Anergi
adalah tidak adanya respon hipersensitivitas tipe lambat terhadap pajanan
antigen dahulu, seperti tuberkulin. Anergi spesifik adalah tidak adanya
reaksi antigen seseorang; anergi nonspesifik secara keseluruhan adalah
ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap berbagai antigen.
Penyebab Anergi dapat berasal dari infeksi HIV, sakit berat atau
demam, campak, dan pemberian obat kortikosteroid atau obat
immunosupresive. Tidak adanya standarisasi dari hasil data, membatasi
evaluasi keefektifan tes anergi. Karena alasan ini CDC (2000) tidak lagi
menyarankan tes anergi untuk penapisan rutin TB diantara penderita
AIDS.
4. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis TB
adalah pemeriksaan sputum untuk menentukan BTA +/-. Kriteria sputum
BTA+ adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml
sputum. Sediaan yang telah difiksasi diwarnai dengan larutan pewarna
Ziehl Neelson. Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan pada
pemeriksaan mikroskopis yaitu berbentuk batang berwarna merah.
18
Kultur merupakan golden diagnostic untuk kasus TB, hanya saja
peralatan yang dibutuhkan sangat mahal jika dibandingkan dengan CXR,
dibutuhkan keterampilan tinggi dari praktisi yang melakukan, serta
dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendapatkan hasil (1-2
bulan).5
5. Gambaran foto Thoraks
Pemeriksaan foto thoraks standar untuk menilai kelainan pada paru
ialah foto thoraks PA dan Lateral.1
Crofton mengemukakan beberapa karakteristik radiologik pada TB paru:
Bayangan lesi terutama pada lapangan atas paru
Bayangan berawan atau berbercak
Terdapat kavitas tunggal atau banyak
Terdapat kalsifikasi
Lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru
Letak lesi pada orang dewasa biasanya pada segmen apikal dan
posterior lobus atas, segmen posterior lobus bawah, meskipun juga dapat
mengenai semua segmen.
2.9. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Os dalam Pedoman Penanggulangan
Tuberkulosis Nasional
A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru).
2. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya