Top Banner
Laporan Kasus Laporan Kasus Space Occupaying Lesion Oleh PRATIWI RUKMANA 1208468665 Pembimbing: dr. Riki Sukiandra, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD ARIFIN ACHMAD 1
42

Case SOL Pratiwi Rukmana

Dec 13, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case SOL Pratiwi Rukmana

Laporan Kasus

Laporan Kasus Space Occupaying Lesion

Oleh

PRATIWI RUKMANA

1208468665

Pembimbing:

dr. Riki Sukiandra, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD ARIFIN ACHMAD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

1

Page 2: Case SOL Pratiwi Rukmana

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

SMF/ BAGIAN SARAFSekretariat : Gedung Kelas 03, RSUD Arifin Achmad Lantai 04

Jl. Mustika, Telp. 0761-7894000E-mail : [email protected]

P E K A N B A R U

STATUS PASIEN

Nama Koass Pratiwi Rukmana

N I M / N U K 1208468665

Tanggal 31 Juli 2015

Pembimbing dr. Riki Sukiandra, Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Tn. A

Umur 56 tahun

Jenis kelamin Laki-laki

Alamat Bangkinang

Agama Islam

Status perkawinan Sudah menikah

Pekerjaan Swasta

Tanggal Masuk RS 30 Juli 2015

Medical Record 896994

ANAMNESIS : Alloanamnesis dengan istri pasien

Keluhan Utama

Penurunan kesadaran sejak 4 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

1

Page 3: Case SOL Pratiwi Rukmana

Sejak 4 hari SMRS, pasien mengalami penurunan kesadaran. Penurunan

kesadaran ini terjadi secara tiba-tiba. Nyeri kepala (+), kejang (-), demam (-),

mual (-), muntah (-).

Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri dirasakan pada

seluruh kepala, nyeri dirasakan seperti ditekan, nyeri kepala muncul tiba-tiba

tanpa dicetuskan oleh aktivitas, nyeri terkadang berkurang dengan istirahat dan

meminum obat yang dibeli di apotik. Mual (+), muntah (+) hanya dua kali,

berisi makanan, anak pasien mengatakan muntah pertama seperti menyemprot,

kejang (-), demam (-), penurunan kesadaran (-). Gangguan penglihatan (-)

gangguan pendengaran (-), keluhan kebas-kebas (-). Pasien juga mengalami

kelemahan pada anggota gerak kanan. Pasien masih bisa berjalan menyeret.

Berbicara pelo (-), mulut mencong (-). Pasien masih bisa melakukan aktivitas

sehari-hari sendiri namun pasien tidak bisa bekerja lagi, makan dan minum (+),

pasien sudah mulai tampak kurus. Perubahan perilaku (-), mudah lupa (-),

pasien masih mampu mengenal keluarga dan lingkungan sekitar.

Sejak 1 bulan SMRS, pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak kanan

yang dirasakan semakin memberat. Pasien tidak mampu lagi menggerakkan

anggota gerak kanannya namun masih bisa menggerakkan jari-jari nya. Pasien

tampak sulit berbicara, mulut mencong (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri

kepala, nyeri dirasakan pada seluruh kepala, nyeri semakin hari semakin

bertambah parah dari sebelumnya dan lebih sering, tidak hilang dengan istirahat

dan minum obat dari dokter, nyeri seperti ditekan. Istri pasien mengatakan,

pandangan ganda (-), mual (-), muntah (-), kejang (-), demam (-), penurunan

kesadaran (-). Gangguan penglihatan (-) gangguan pendengaran (-). Pasien

terlihat bertambah lemah, tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari sendiri,

makan dan minum (+) tetapi sulit, penurunan berat badan secara cepat (+).

Perubahan perilaku (+), mudah lupa (+),pasien kadang masih mampu mengenal

keluarga dan lingkungan sekitar kadang tidak mengenali.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma kepala (-)

Riwayat stroke (-)

2

Page 4: Case SOL Pratiwi Rukmana

Riwayat menderita keganasan (-)

Diabetes Mellitus (-)

Hipertensi (-)

Riwayat infeksi di telinga, hidung atau tenggorokan tidak ada.

Riwayat nyeri ulu hati sudah dirasakan sejak 5 tahun yang lalu dan sudah

mendapatkan pengobatan, namun keluhan tidak berkurang.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama

Abang pasien meninggal dunia setelah di diagnosa dengan tumor paru.

RESUME ANAMNESIS

Tn A 56 tahun masuk RSUD AA pada tanggal 30 Juli 2015 dengan

penurunan kesadaran sejak 4 hari SMRS. Nyeri kepala dan kelemahan pada

anggota gerak kanan (+). Kedua keluhan ini dirasakan semakin memberat dejak 1

bulan SMRS. Kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), mudah lupa, tidak bisa

berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari sendiri.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. KEADAAN UMUM

Tekanan darah: Kanan : 140/90 mmHg Kiri : 140/90 mmHg

Denyut nadi : Kanan : 100 x/mnt, teratur Kiri : 100 x/mnt, teratur

Jantung : HR : 100 x/mnt, teratur

Paru : Respirasi : 21 x/mnt Tipe : abdominotorakal

Suhu : 36,5°C

Status Gizi : 55 Kg TB: 158 cm IMT: 22,0

B. STATUS NEUROLOGIK

1) KESADARAN : Komposmentis GCS : E4 V2 M4

kurang kooperatif

2) FUNGSI LUHUR : Dalam batas normal

3) KAKU KUDUK : ditemukan

3

Page 5: Case SOL Pratiwi Rukmana

4) SARAF KRANIAL

1. N. I (Olfactorius )Kanan Kiri Keterangan

Daya pembau SDN SDNSulit dinilai

2. N.II (Opticus)Kanan Kiri Keterangan

Daya penglihatan

Lapang pandang

Pengenalan warna

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit dinilai

3. N.III (Oculomotorius)Kanan Kiri Keterangan

Ptosis

Pupil

Bentuk

Ukuran

Gerak bola mata

Refleks pupil

Langsung

Tidak langsung

(-)

Bulat

Φ3mm

SDN

+

+

(-)

Bulat

Φ3mm

SDN

+

+

Dalam batas normal

4. N. IV (Trokhlearis)Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata SDN SDN Sulit dinilai

5. N. V (Trigeminus)Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Sensibilitas

Refleks kornea

SDN

SDN

(+)

SDN

SDN

(+)

Dalam batas normal

6. N. VI (Abduscens)

4

Page 6: Case SOL Pratiwi Rukmana

Kanan Kiri KeteranganGerak bola mata StrabismusDeviasi

SDNSDNSDN

SDNSDNSDN

Sulit dinilai

7. N. VII (Facialis)Kanan Kiri Keterangan

TicMotorikDaya perasaTanda chvostek

--

SDN-

--

SDN-

Dalam batas normal

8. N. VIII (Akustikus)Kanan Kiri Keterangan

Pendengaran normal normal normal

9. N. IX (Glossofaringeus)Kanan Kiri Keterangan

Arkus farings

Daya perasa

Refleks muntah

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit dinilai

10. N. X (Vagus)Kanan Kiri Keterangan

Arkus farings

Dysfonia

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit dinilai

11.N. XI (Assesorius)Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Trofi

SDN

SDN

SDN

SDNSulit dinilai

12.N. XII (Hipoglossus)Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Trofi

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit dinilai

5

Page 7: Case SOL Pratiwi Rukmana

Tremor

Disartria

-

-

-

-

IV. SISTEM MOTORIK

Kanan Kiri Keterangan

Ekstremitas atas

Kekuatan

Distal

Proksimal

Tonus

Trofi

Ger.involunter

Clonus

SDN

SDN

Spastik

Eutrofi

-

-

SDN

SDN

normal

Eutrofi

-

-

Pasien tidak

kooperatuf,

Diberikan

rangsangan nyeri

pada sternum,

Kesan lateralisasi ke

kanan

Ekstremitas bawah

Kekuatan

Distal

Proksimal

Tonus

Trofi

Ger.involunter

Clonus

SDN

SDN

Spastik

Hipertrof

i

-

+

SDN

SDN

Spastik

Hipertrofi

-

-

Pasien tidak

kooperatif, dilakukan

test tungkai jatuh,

Kesan lateralisasi ke

kanan

Badan

Trofi

Ger. involunter

Ref.dinding perut

-

-

-

-

-

-

Areflek dinding

perut

V. SISTEM SENSORIKKanan Kiri Keterangan

Raba

Nyeri

Suhu

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Pasien tidak

kooperatif

6

Page 8: Case SOL Pratiwi Rukmana

Propioseptif

Arah gerak

Diskriminasi 2 titik

Stereognosis

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

VI. REFLEKSKanan Kiri Keterangan

Fisiologis

Biseps

Triseps

Patella

Achilles

(++)

(++)

(++)

(++)

(+)

(+)

(+)

(+)

Reflek fisiologis

meningkat pada sisi

kanan

Patologis

Babinski

Chaddock

Hoffman Tromer

Openheim

Schaefer

Reflek primitif :

Palmomental

Snout

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Reflek patologis

positif

Reflek primitif dbn

VII. FUNGSI KORDINASIKanan Kiri Keterangan

Test telunjuk hidung

Test tumit lutut

Gait

Tandem

Romberg

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

SDN

Sulit Dinilai

7

Page 9: Case SOL Pratiwi Rukmana

VIII. SISTEM OTONOM

Miksi : Menggunakan pampers

Defekasi : menggunakan pampers

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN

a. Laseque : Tidak terbatas

b. Kernig : -/-

c. Patrick : -/-

d. Kontrapatrick : -/-

e. Valsava test : -/-

f. Brudzinski : -/-

II. Kelenjar Getah Bening Regional

Axilla : KGB tidak teraba

Mammaria interna : KGB tidak teraba

Inguinal : KGB tidak teraba

IV. RESUME PEMERIKSAAN

Keadaan umum:

Kesadaran : Somnolen GCS : E4V2M4

kurang kooperatif

TD : 140/90 mmHg

HR : 100 x/menit

Nadi : 100 x/menit

Pernafasan : 21 x/menit tipe abdominotorakal

Suhu : 36,5°C

Status Gizi : gizi baik

Fungsi luhur : terganggu

Rangsang meningeal : (-)

Saraf kranial : N. 1, N.II, N. IV, N. VI, N. IX-N. XII sulit dinilai

Motorik : hemiparase destra

Sensorik : sukar dinilai

8

Page 10: Case SOL Pratiwi Rukmana

Koordinasi : sukar dinilai

Otonom : sukar dinilai

Refleks

Fisiologis : +/+ meningkat pada sisi kanan

Patologis : refleks babinsky (+)

V. DIAGNOSIS KERJA :

DIAGNOSIS KLINIS : Sindrom peningkatan TIK

- Hemiparase destra progresif

- Cefalgia kronik progresif

- Susp. Ulkus peptikum

DIAGNOSIS TOPIK : Hemisfer cerebri sinistra

DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Suspek SOL (tumor primer otak)

DIAGNOSIS BANDING : Abses otak

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah rutin

2. Pemeriksaan kimia darah

3. CT Scan Kepala dengan kontras

4. MRI dengan kontras

PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20 gtt/menit

Inj. Dexametason 4 x 5 mg

Inj Ranitidin 2 x 50 mg

Inj Omeprazol 2 x 40 mg

Inj Citicoline 2 x 500 mg

LABORATORIUM

Darah rutin (30 Juli 2015)

9

Page 11: Case SOL Pratiwi Rukmana

Hb : 13,9 gr%

Leukosit : 11.000 /mm3

Trombosit : 394.000/mm3

Ht : 39,4 vol%

Kimia darah ( 30 Juli 201 5 )

Glukosa : 125 mg/dl (70 - 125)

Ureum : 15,3 mg/dl (10 - 50)

Creatinin : 1, 00 mg/dl ( 0,6 – 1,3)

AST : 36,9 U/L (14 – 50)

ALT : 37 U/L (11 – 60)

Rontgen Foto Thorax

HEAD CT SCAN tanpa kontras

Rontgen toraks : Paru = tidak tampak kelainanJantung = CTR< 50%

Kesan : SOL er frontotemporal susp GBM.midline shift terdorong ke kanan.

Advice : pemeriksaan CT scan / MRI kepala dengan contrast.

Page 12: Case SOL Pratiwi Rukmana

FOLLOW UP

Sabtu, 1 Agustus 2015

S : Penurunan kesadaran

O : Ku: tampak sakit berat

Kesadaran: somnolen GCS : E4V2M4

TD : 140/90 mmHg Nadi : 98x/menit, teratur

Nafas : 20x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,5°C

Fungsi luhur : terganggu

Rangsang meningeal : (+)

Saraf kranial : sulit dinilai

Motorik : lateralisasi ke kanan

Sensorik : sulit dinilai

Kordinasi : sulit dinilai

Otonom : sulit dinilai, pasien memakai pampers

Refleks

Fisiologis : ++ / +

Patologis : +/ -

A : SOL ec tumor primer otak

Susp. Ulkus peptikum

P :

IVFD RL 20 gtt/menit

Inj. Dexametason 4 x 5 mg

Inj Ranitidin 2 x 50 mg

Inj Omeprazol 2 x 40 mg

Inj Citicoline 2 x 500 mg

Minggu, 2 Agustus 2015

S : Penurunan kesadaran

O : Ku: tampak sakit berat

Kesadaran: somnolen GCS : E4V2M4

11

Page 13: Case SOL Pratiwi Rukmana

TD : 150/90 mmHg Nadi : 92x/menit, teratur

Nafas : 22x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,5°C

Fungsi luhur : terganggu

Rangsang meningeal : (+)

Saraf kranial : sulit dinilai

Motorik : lateralisasi ke kanan

Sensorik : sulit dinilai

Kordinasi : sulit dinilai

Otonom : sulit dinilai, pasien memakai pampers

Refleks

Fisiologis : ++ / +

Patologis : +/ -

A : SOL ec tumor primer otak

Susp. Ulkus peptikum

P :

IVFD RL 20 gtt/menit

Inj. Dexametason 4 x 5 mg

Inj Ranitidin 2 x 50 mg

Inj Omeprazol 2 x 40 mg

Inj Citicoline 2 x 500 mg

Senin, 3 Agustus 2015

S : Penurunan kesadaran

O : Ku: tampak sakit berat

Kesadaran: somnolen GCS : E4V2M4

TD : 140/80 mmHg Nadi : 98x/menit, teratur

Nafas : 22x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,5°C

Fungsi luhur : terganggu

Rangsang meningeal : (+)

Saraf kranial : sulit dinilai

Motorik : lateralisasi ke kanan

Sensorik : sulit dinilai

Kordinasi : sulit dinilai

Otonom : sulit dinilai, pasien memakai

Page 14: Case SOL Pratiwi Rukmana

pampers

Refleks

Fisiologis : ++ / +

Patologis : +/ -

A : SOL ec tumor primer otak

Susp. Ulkus peptikum

P :

IVFD RL 20 gtt/menit

Inj. Dexametason 4 x 5 mg

Inj Ranitidin 2 x 50 mg

Inj Omeprazol 2 x 40 mg

Inj Citicoline 2 x 500 mg

Senin, 3 Agustus2015

Pasien meninggal dunia

13

Page 15: Case SOL Pratiwi Rukmana

PEMBAHASAN

2.1 TUMOR OTAK

2.1.1 Pendahuluan

Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah

radiologisnya disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL).

Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif

disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhanya lambat

akan memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang

terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan

cepat.1 Sekitar 10% dari semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan

pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di

ruang kanalis spinalis. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe,

yaitu: 2

a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang

cenderung berkembang ditempat-tempat tertentu. Seperti ependimoma yang

berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis,

glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal,

oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau

pons.

b. Tumor sekunder, yaitu tumor yang berasal dari metastasis karsinoma yang

berasal dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan adalah

metastasis karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma mammae

pada wanita.

14

Page 16: Case SOL Pratiwi Rukmana

2.1.2 Epidemiologi

Saat ini, tiap tahun diperkirakan terdapat 540.000 kematian akibat kanker

di Amerika Serikat. Dimana sejumlah pasien yang meninggal akibat tumor otak

primer secara komparatif lebih kecil (sekitar 18.000, setengah dari keganasan

glioma) tetapi secara kasar 130.000 pasien lain meninggal akibat metastase.

Sekitar 25% pasien dengan kanker, otak dan yang melapisinya terkena neoplasma

dan kadang-kadang merupakan perjalanan penyakitnya. Sebagai perbandingan,

terdapat 200.000 kasus kanker payudara baru pertahun. Sejumlah kasus kematian

pada penyakit intrakranial selain tumor otak adalah akibat stroke. Secara

berlawanan, pada anak-anak, tumor otak primer tersering diakibatkan oleh tumor

padat dan menggambarkan 22% dari seluruh neoplasma pada masa anak-anak,

peringkat kedua adalah leukemia. Pada perspektif lain, di Amerika Serikat insiden

tumor otak pertahun adalah 46 per 100.000 dan 15 per 100.000 dari tumor otak

primer.

Tabel 1 Neoplasma intrakranial dan Penyakit-penyakit paraneoplastik2

Tumor Persentase total

Glioma

- Glioblastoma multiforme

- Astrositoma

- Ependimoma

- Meduloblastoma

- Oligodendroglioma

20

10

6

4

5

Meningioma 15

Pituitary adenoma 7

Neurinoma 7

Karsinoma metastasis 6

Kraniofaringioma, dermoid, epidermoid, teratoma 4

Angioma 4

Sarkoma 4

Tak dapat diklasifikasikan (terutama glioma) 5

Miscellaneous (Pinealoma, kordoma, granuloma, limfoma 3

Page 17: Case SOL Pratiwi Rukmana

Total 100

2.1.3 Klasifikasi

A. Berdasarkan Patologi Anatomi1

Berdasarkan kebanyakan tumor patologi anatomi, tumos sistem saraf pusat

dibagi:

1. Tumor Jaringan Otak

2. Tumor Jaringan Mesenkim

3. Tumor Selaput Otak

4. Tumor dari cacat perkembangan

5. Tumor Kelenjar Pineal

6. Tumor Medula Spinalis

7. Tumor Otak Metastatik.

B. Berdasarkan Lokasi1

Berdasarkan lokasi tumor pada jaringan otak, maka dapat dibagi menjadi

kelompok tumor intra aksial, ekstra aksial dan intra ventrikuler. Tumor intra

aksial disebut juga sebagai tumor intraserebral, yaitu tumor yang terdapat dalam

jaringan otak. Sedangkan tumor ekstra-aksial adalah tumor yang terdapar diluar

jaringan otak, dan kerap disebut pula ekstraserebral. Tumor intra-ventrikular

adalah tumor yang terdapat dalam ventrikel otak.:

1. Tumor intra-aksial

a. Tumor supratentorial

Glial, Astrositik

- Astrositoma derajat rendah

- Astrositoma anaplastik

- Glioblastoma multiforme

Glial Non Astrositik

- Oligodendroglioma

- ganglioglioma

- tumor disembrioblastik neuroepitelial

Non-Glial

16

Page 18: Case SOL Pratiwi Rukmana

- Limfoma serebri primer

- Tumor metastasis

b. Tumor infratentorial

Glial, Astrositik

- Astrositoma pilositik juvenilis

- Astrositoma (derajat rendah, anaplastik, glioblastoma)

Non-Glial

- Meduloblastoma

- Hemangioblastoma

- Tumor metastasis

2. Tumor ekstra aksial

a. Supratentorial

Dural

- meningioma

- hemangioperisitoma

- tumor metastasis

Hipofisis

- adenoma hipofisis

Pineal

- pineositoma

- tumor germ cell

- pineoblastoma

Suprasellar

- kraniofaringioma

- tumor germ cell

- limfoma

- tumor metastases

- astrositoma pilositik juvenilis

Basis kranii

- kordoma

- plasmasitoma

17

Page 19: Case SOL Pratiwi Rukmana

- tumor metastase

- tumor kondroid

b. Infratentorial

Dural

- meningioma

- hemangioperisitoma

- tumor metastase

Sudut serebelo-pontin

- meningioma

- schwannoma

- epidermoid

3. tumor intra ventrikel

a. Supratentorial

- tumor pleksus khoroideus

- neurositoma

- meningioma

- tumor metastase

b. Infratentorial

- ependimoma/subependimoma

- tumor pleksus khoroideus

2.1.4 Gejala Klinis

Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum,

gejala lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor.

a. Gejala Umum

Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses

difus dari tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih

progresif daripada tumor jinak. Tumor pada lobus temporal depan dan frontal

dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa

menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya memberikan gejala-

gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan

oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian

18

Page 20: Case SOL Pratiwi Rukmana

memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan

dengan tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan

kejang. 2

Perubahan status mental

Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari,

lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi,

bahkan psikosis.2 Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering

disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari

disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi,

halusinasi, atau letargi.3

Nyeri kepala

Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20%

penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di

kepala seolah-olah mau meledak.2 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan

episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga

intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat

kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh

batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.3 Lokasi nyeri

yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di

fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler

ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi

tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.2

Muntah

Muntah ini juga sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan

dengan makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak

didahului oleh mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di

fossa posterior.2

Kejang

Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-

15% penderita tumor otak.3 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala

kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa

19

Page 21: Case SOL Pratiwi Rukmana

mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang berkaitan tumor otak ini

awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya kerusakan fokal

serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat menjadi kejang umum

yang terutama merupakan manifestasi dari glioblastoma multiforme.2

Kejang biasanya paroxysmal, akibat defek neurologis pada korteks serebri.

Kejang parsial akibat penekanan area fokal pada otak dan menifestasi pada

lokal ekstrimitas tersebut, sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas

pada kedua hemisfer serebri.3

b. Gejala lokal (localizing signs)

1. Tumor Kortikal1

Lobus frontalis

Lobus frontal memiliki berbagai fungsi penting, termasuk fungsi motorik,

bahasa, atensi, fungsi eksekutif, judgment, perencanaan (planning) dan

pemecahan masalah (problem solving).3 Gejala lokal yang sering timbul

akibat tumor di lobus frontalis adalah sakit kepala yang merupakan gejala

dini dan muntah timbul pada tahap lanjut. Gangguan mental, kemunduran

intelegensi, kejang adversif, katatonia, dan anosmia yang kadang timbul

bersama dengan sindrom Foster-Kennedy pada meningioma (atrofi nervus

optikus ipsilateral dan papiledema kontralateral).

Lobus temporalis

Gambaran tumor lobus temporal adalah disfungsi traktus kortikospinal

kontralateral, defisit perimetri visual homonimus, afasia (dengan kelainan

hemisfer dominan), dan kejang kompleks parsial. Kejan terjadi pada

sepertiga kasus pasien. Afasia konduktif dan disnomia secara khusus

sering menyertai tumor lobus temporal dominan. Perubahan kepribadian

dan disfungsi memori juga sering ditemukan.

Lobus parietal

Gambaran tumor lobus parietal adalah gangguan sensorik dan defisit

atensi. Dua pertiga pasien memperlihatkan tanda disfungsi kortikospinal

20

Page 22: Case SOL Pratiwi Rukmana

kontralateral. Keterlibatan radiata optik parietal menyebabkan

kuadrananopsia homonim inferior atau hemianopsia. Hilangnya visus

kontralateral pada stimulasi simultan dalam suatu kuadran atau

hemiperimeter dapat menjadi gambaran awal. Setengah kasus pasien

dengan tumor parietal mengalami kejang, yang umumnya berupa tipe

motorik atau sensorik sederhana. Kemungkinan gambaran lainnya,

bergantung pada hemisfer yang terkena, adalah penyangkalan (neglect)

motorik atau sensorik kontralateral, apraksia konstruksional, agnosia jari,

dan kekacauan sisi kanan-kiri (right-left confusion).

Lobus oksipital

Tumor lobus oksipital memberikan gejala gangguan visual. Defek

lapangan pandang yang paling sering adalah hemianopsia homonim

kongruen yang melibatkan makula. Kejang oksipital fokal umumnya

ditandai oleh adanya episode penglihatan kilatan cahaya, warna-warni,

atau bentuk-bentuk pola geometris secara kontralateral. Adanya gangguan

visuospatial terhadap benda bergerak menuju hemiperimeter yang

berlawanan menunjukan adanya kerterlibatan pada pusat penatapan

oksipital (occipital gaze center). Kadang-kadang dapat pula terjadi

metamorphosia (distorsi pada bentuk gambaran visual).

c. Tumor Pada Ventrikel Ketiga dan Daerah Pineal

Tumor yang terletak di dalam atau berdekatan ventrikel ketiga

seringkali mengobstruksi ventrikel atau akuaduktus, sehingga terjadi

hidrosefalus. Perubahan posisi dapat secara mendadak akan

meningkatkan tekanan ventrikuler dan dapat menyebabkan nyeri

kepala frontal atau verteks, muntah-muntah, atau bahkan sampai

terjadi sinkop. Tumor pada regio ventrikel ketiga juga dapat

menyebabkan gangguan memori, diabetes insipidus, amenorhea,

galaktorhea, dan gangguan satiasi (rasa kenyang) atau termoregulasi.

Tumor daerah pineal dapat menyebabkan hidrosefalus bila

mengobstruksi bagian posterior ventrikel ketiga. Sindroma Parinaud

(disosiasi refleks akomodasi-cahaya pupil dan gangguan pada vertical

21

Page 23: Case SOL Pratiwi Rukmana

gaze) disebabkan oleh adanya tekanan pada tektum dari otak-tengah

dan komisura posterior. Pubertas prekoks dapat terjadi pada anak laki-

laki dengan tumor daerah pineal.

d. Tumor Pada Batang Otak

Midbrain

Disfungsi neurologis fokal, vertical gaze, sindroma parinaud, kesulitan

pendengaran. Tumor pada tegmentum dapat menyebabkan kelemahan

dengan adanya penekanan pada jaras kortikospinal, serta oftalmoplegia

internuklear. Juga terdapat ataksia dan nistagmus.

Pons

Neuropati kranial, disfungsi batang otak lebih khas untuk tumor

serebelopontin, nervus-nervus kranial, serebelum, meningen, dan basis

kranialis.

Medula oblongata

Lebih banyak pada anak-anak. Gambaran awal palsi abdusen, hemiparesis

kontralateral dan ketidak seimbangan pola jalan. Nistagmus vertikal atau

horizontal. Kompresi ventrikel keempat dapat menimbulkan gejala

hidrosefalus obstruktif.

e. Tumor Serebelum

Muntah-muntah yang bersiklus dan nyeri kepala oksipital menunjukan

gejala umum tumor serebelum. Nyeri kepala umumnya bilateral dan

menjalar ke dalam daerah retroorbital atau temporal, serta leher dan bahu.

Kekakuan dan keterbatasan gerak leher dan angkat kepala. Vertigo serta

nistagmus horisontal dan rotational. Ataksia apendikuler atau trunkat.

Reflek tendon dan tonus berkurang pada sisi ipsilateral. Palsi N kranialis

dan kortikospinal dapat muncul belakangan. Obstruksi aliran keluar

ventrikel empat menimbulkan tanda-tanda umum peningkatan tekanan

intrakranial.

22

Page 24: Case SOL Pratiwi Rukmana

IN TUMOUR

Gambar 1. Tampak lateral, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat4

23

Page 25: Case SOL Pratiwi Rukmana

Gambar 2. Tampak Medial, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat.4

c. Gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor (False localizing

signs)

Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai

dengan fungsi tempat yang didudukinya. Keadaan ini sering sebagai akibat dari

peningkatan tekanan intrakranial. Saat tekanan meningkat pada beberapa

kompartemen di otak, tumor mulai memencarkan jaringan, namun pemencaran ini

juga terjadi di tempat yang jauh dari tumor, keadaan inilah yang memberikan

gambaran false localizing signs, yaitu:1

24

Page 26: Case SOL Pratiwi Rukmana

Kelumpuhan nervus kranialis, yang sering terkena adalah nervus 6, sebab

nervus ini merupakan nervus yang paling panjang di intrakranial. Hal ini juga

terjadi akibat penekanan ligamentum petrosal akibat peningkatan TIK.

Invasi tumor difus pada lobus frontal atau korpus kalosum menyebabkan

ataksia pada pola jalan (frontal ataxia) yang sukar dibedakan dengan gejala

ataxia serebelar. Dismetria pada anggota gerak yang mengalami kelemahan

dan disartria kortikal dapat pula salah didiagnosis sebagai penyakit serebelar.

Nistagmus jarang ditemukan pada tumor frontal atau kalosal, dan tidak adanya

nistagmus pada lesi supratentorial dapat merupakan titik yang penting untuk

membedakannya.

Kompresi pada pedunkulus serebri oleh tepi bebas tentorium serebeli yang

sifatnya kontralateral terhadap hemisfer serebri yang mengalami herniasi

(sindroma Kernohan’s notch) dapat menyebabkan hemiparesis terlokalisir

palsu yang bersifat ipsilateral lesi.

Kompresi atau invasi dan status hiperkoagulabilitas yang berhubungan dengan

sifat keganasan atau terapinya dapat menyebabkan infark atau perdarahan

yang jauh dari lokasi tumor. Sebagai contohnya, infark korteks oksipital yang

dapat terjadi akibat kompresi arteri serebral posterior selama herniasi

transtentorial.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya

tergantung ketersediaan fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan lebih

murah dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila menggunakan

kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih khusus untuk

mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang tengkorak dan di

fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli bedah untuk

merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada sejumlah bidang.3

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan SOL meliputi: 2,3,4

a. Simptomatik

25

Page 27: Case SOL Pratiwi Rukmana

Antikonvulsi

Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien

dengan tumor otak.

Edema serebri

Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran

radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat

digunakan dengan keuntungan yang signifikan. Rasa tidak menyenangkan

pada pasien akan dikurangi dan kadang-kadang juga berbahaya, gejala dan

tanda status intrakranial ini akan lebih aman bila intervensi bedah saraf

akan diambil.

b. Etiologik (pembedahan)

Complete removal

Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak mempan dengan terapi

medis, neuroma akustik dan beberapa metastase padat di berbagai regio

otak dapat diangkat total. Terkadang, operasi berlangsung lama dan sulit

jika tumor jinak tersebut relatif sulit dijangkau.

Partial removal

Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan

operasi radical debulking. Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat

secara keseluruhan karena posisi tumor atau psikis pasien.

2.1.7 Prognosis

Tumor otak umumnya memberikan prognosis yang jelek. Tabel berikut

memperlihatkan kesimpulan akhir untuk pasien dengan beberapa keganasan pada

otak yang sering dijumpai.

26

Page 28: Case SOL Pratiwi Rukmana

DASAR DIAGNOSIS

Dasar Diagosis Klinis : Sindrom peningkatan TIK

Dari anamnesa didapatkan nyeri kepala sejak 3 bulan yang lalu dan semakin

berat dari hari ke hari, nyeri kepala seperti ditekan dan nyeri tidak hilang

dengan minum obat penghilang rasa sakit, muntah menyemprot satu kali. Hal

tersebut merupakan gejala dari peningkatan tekanan intrakranial.

Pasien juga mengalami penurunan kesadaran sejak 4 hari SMRS

Dasar Diagnosis Topis : Hemisfer Cerebri Sinistra

Dari anamnesis didapatkan kelumpuhan pada lengan dan tungkai kanan, topis

dari diagnosis ini adalah pada korteks serebri occipito parietal kiri karena

gejala motorik yang timbul akibat gangguan pada traktus kortikospinal yang

kontralateral. Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan lokasi lesi pada

korteks serebri kiri

Dasar Diagnosis Etiologis : SOL tumor primer

Pada pasien ini didapatkan nyeri kepala yang bersifat kronik progresif.

Dari pemeriksaan CT-scan didapatkan gambaran kesan Massa

27

Page 29: Case SOL Pratiwi Rukmana

hiperdense pada batang otak, dan tidak ada ditemukan adanya keluhan

benjolan pada bagian tubuh lain.

Dasar Diagnosis Banding

Abses Serebri

Pada dasarnya gejala dan tanda yang diberikan abses otak hampir sama dengan

tumor, pada pasien ini ditemukan leukosistosis, namun tidak ada keluhan demam

dan tidak didapatkan riwayat infeksi pada hidung maupun telinga sebelumnya.

.

28

Page 30: Case SOL Pratiwi Rukmana

Daftar Pustaka

1. Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan. 2006

2. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic

Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8 th edition.

USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-88

3. Kleinberg LR.Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York:

Demos Medical.

4. Wilkinson I, Lennox G, Essential Neurology, 4th edition, Blackwell

Publishing, Australia; 2005, 40-53.

29