Laporan Kasus Space Occupaying Lesion Oleh Alven Edra 1408465583 Pembimbing: dr. Amsar AT, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD ARIFIN ACHMAD 1
Laporan Kasus
Space Occupaying Lesion
Oleh
Alven Edra
1408465583
Pembimbing:
dr. Amsar AT, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
1
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
SMF/ BAGIAN SARAFSekretariat : Gedung Kelas 03, RSUD Arifin Achmad Lantai 04
Jl. Mustika, Telp. 0761-7894000E-mail : [email protected]
P E K A N B A R U
STATUS PASIEN
Nama Koass Alven Edra
N I M / N U K 1408465583
Tanggal 14 Desember 2015
Pembimbing dr. Amsar AT, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Ny. N
Umur 53 tahun
Jenis kelamin Wanita
Alamat Pekanbaru
Agama Islam
Status perkawinan Sudah menikah
Pekerjaan Swasta
Tanggal Masuk RS 27 November 2015
Medical Record 898330
ANAMNESIS : Alloanamnesis dengan anak pasien
Keluhan Utama
Lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
1
Sejak 1 hari SMRS, pasien merasa lemah tiba-tiba pada anggota gerak sebelah
kiri, lemah dirasakan muncul mendadak saat pasien istirahat. Pasien menjadi
tidak bisa berjalan dan mengangkat tangannya, mulut mencong tidak ada, pasien
juga mengeluhkan nyeri kepala hebat, terasa berdenyut diseluruh bagian
kepalanya. Nyeri kepala berkurang saat istirahat, muntah (+), tidak
menyemprot, sebanyak 2 kali, pingsan (-), kejang(-), demam (-).
Sejak 3 bulan SMRS pasien pernah mengalami kelemahan pada anggota gerak
kiri, pertama kali lemah pada lengan kiri, lalu menyebar ke tungkai kiri dan
akhirnya lemah keduanya. Pasien masih mampu berjalan dengan tangan
menumpu kedinding. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala berdenyut, nyeri
dirasakan terus menerus dan hilang saat pasien minum obat dari warung
(bodrex), muntah beberapa kali terutama saat nyeri kepala, saat nyeri kepala
mata pasien berair dan mata merah, 1 kali muntah menyemprot tampa didahului
mual sebelumya. Pasien tidak pernah kejang dan penurunan kesadaran. Pasien
terkadang menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, gangguan
penglihatan (-), mulut mencong (-), bicara pelo (-) lalu pasien dibawa berobat ke
rumah sakit S dan dilakukan CT scan dan didiagnosis SOL.
Sejak 1 bulan SMRS, pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah
kiri yang dirasakan semakin memberat. Pasien tidak mampu lagi menggerakkan
anggota gerak kirinya namun masih bisa menggerakkan jari-jari nya. Pasien
tampak sulit berbicara, mulut mencong tidak ada. Pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala, nyeri dirasakan pada seluruh kepala, nyeri dirasakan berdenyut,
nyeri semakin hari semakin bertambah parah dari sebelumnya dan lebih sering,
tidak hilang dengan istirahat dan minum obat harus dua tablet untuk mengurangi
nyerinya, pandangan ganda (-), mual (-), muntah (+) satu kali dan tidak
menyemprot, kejang (-), demam (-), penurunan kesadaran (-). Gangguan
penglihatan (-) gangguan pendengaran (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
2
Riwayat trauma kepala (+), pasien pernah jatuh dari sepeda motor pada bulan
februari 2015, dan dilakukan ct scan dan tidak tampak adanya kelainan, namun
sejak trauma pasien sering mengeluhkan nyeri kepala.
Riwayat sakit gigi (+) gigi graham bawah kiri sejak 1 tahun belakangan.
Riwayat stroke (-)
Riwayat menderita keganasan (-)
Diabetes Mellitus (-)
Hipertensi (-)
Riwayat infeksi di telinga, hidung atau tenggorokan tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama
RESUME ANAMNESIS
Ny N 53 tahun masuk RSUD AA pada tanggal 27 November 2015, lemah
anggota gerak sebelah kiri, pasien masih sadar, tidak dapat menggerakkan lengan
dan tungkai sebelah kiri, nyeri kepala hebat, muntah (+). Keluhan ini dirasakan
semakin memberat dejak 1 bulan SMRS, kejang (-), demam (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. KEADAAN UMUM
Tekanan darah: Kanan : 140/90 mmHg Kiri : 140/90 mmHg
Denyut nadi : Kanan : 100 x/mnt, teratur Kiri : 100 x/mnt, teratur
Jantung : HR : 100 x/mnt, teratur
Paru : Respirasi : 21 x/mnt Tipe : abdominotorakal
Suhu : 36,5°C
Status Gizi : 55 Kg TB: 158 cm IMT: 22,0
B. STATUS NEUROLOGIK (pada tanggal 30 november 2015 pindahan
dari VIP RSUD)
1) KESADARAN : Komposmentis GCS : E4 V5 M6
2) FUNGSI LUHUR : Dalam batas normal
3
3) KAKU KUDUK : tidak ada
4) SARAF KRANIAL
1. N. I (Olfactorius )Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau + +Normal
2. N.II (Opticus)Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan
Lapang pandang
Pengenalan warna DBN DBN
3. N.III (Oculomotorius)Kanan Kiri Keterangan
Ptosis
Pupil
Bentuk
Ukuran
Gerak bola mata
Refleks pupil
Langsung
Tidak langsung
(-)
Bulat
Φ3mm
DBN
+
+
(-)
Bulat
Φ3mm
DBN
+
+
Dalam batas normal
4. N. IV (Trokhlearis)Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata DBN DBN Dalam batas normal
5. N. V (Trigeminus)Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Sensibilitas
Refleks kornea
DBN
DBN
(+)
DBN
DBN
(+)
Dalam batas normal
4
6. N. VI (Abduscens)Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mataStrabismusDeviasi
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
Dalam batas normal
7. N. VII (Facialis)Kanan Kiri Keterangan
TicMotorikDaya perasaTanda chvostek
-DBNDBN
-
-DBNDBN
-Dalam batas normal
8. N. VIII (Akustikus)Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran normal normal normal
9. N. IX (Glossofaringeus)Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings
Daya perasa
Refleks muntah
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
DBN
Dalam batas normal
10. N. X (Vagus)Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings
Dysfonia
DBN
DBN
DBN
DBN
Dalam batas normal
11.N. XI (Assesorius)Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Trofi
DBN
DBN
DBN
DBNSulit dinilai
12.N. XII (Hipoglossus)
5
Kanan Kiri KeteranganMotorik
Trofi
Tremor
Disartria
+
-
-
-
+
-
-
-
Sulit dinilai
IV. SISTEM MOTORIK
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.involunter
Clonus
5
5
Spastik
Eutrofi
-
-
3
3
normal
Eutrofi
-
-
Hemiparesis sinistra
type UMN
Ekstremitas bawah
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.involunter
Clonus
5
5
Spastik
Hipertrofi
-
+
3
3
Spastik
Hipertrof
i
-
-
Hemiparesis sinistra
type UMN
Badan
Trofi
Ger. involunter
Ref.dinding perut
-
-
+
-
-
+
V. SISTEM SENSORIKKanan Kiri Keterangan
Raba DBN Berkurang Hipestesia sinistra
6
Nyeri
Suhu
Propioseptif
Diskriminasi 2 titik
Stereognosis
DBN
DBN
DBN
DBN
Berkurang
Berkurang
DBN
DBN
VI. REFLEKSKanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps
Triseps
Patella
Achilles
(+)
(+)
(+)
(+)
(++)
(++)
(++)
(++)
Reflek fisiologis
meningkat pada sisi
kiri
Patologis
Babinski
Chaddock
Hoffman Tromer
Openheim
Schaefer
Reflek primitif :
Palmomental
Snout
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Reflek patologis
positif
Reflek primitif dbn
VII. FUNGSI KORDINASIKanan Kiri Keterangan
Test telunjuk hidung
Test tumit lutut
Gait
Tandem
DBN
SDN
SDN
SDN
DBN
SDN
SDN
SDN
Sulit Dinilai
7
Romberg SDN SDN
VIII. SISTEM OTONOM
Miksi : normal
Defekasi : normal
IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN
a. Laseque : Tidak terbatas
b. Kernig : Tidak terbatas
c. Patrick : -/-
d. Kontrapatrick : -/-
e. Valsava test : Pasien disuruh mengejan dan menahan nafas, nyeri (-)
f. Brudzinski : -/-
II. Kelenjar Getah Bening Regional
Axilla : KGB tidak teraba
Mammaria interna : KGB tidak teraba
Inguinal : KGB tidak teraba
IV. RESUME PEMERIKSAAN
Keadaan umum:
Kesadaran : composmentis GCS : E4V5M6
TD : 140/90 mmHg
HR : 100 x/menit
Pernafasan : 21 x/menit tipe abdominotorakal
Suhu : 36,5°C
Status Gizi : gizi baik
Fungsi luhur : normal
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : dalam batas normal
Motorik : hemiparase sinistra
8
Sensorik : hemihipestesia sinistra
Koordinasi : dalam batas normal
Otonom : dalam batas normal
Refleks
Fisiologis : +/+ meningkat pada sisi kiri
Patologis : refleks babinsky (+) chadock (+)
V. DIAGNOSIS KERJA :
DIAGNOSIS KLINIS : SOL
DIAGNOSIS TOPIK : Intracranial
DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Suspek SOL tumor primer
DIAGNOSIS BANDING : Abses otak
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan kimia darah
3. Pemeriksaan elektrolit
4. CT Scan Kepala dengan kontras
5. Foto thorax
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Dexametason 3 x 5 mg
Inj Citicoline 2 x 500 mg
LABORATORIUM
Darah rutin (27 desember 2015)
Hb : 15,9 gr%
Leukosit : 16.500 /mm3
Trombosit : 298.000/mm3
Ht : 45,4 vol%
9
Kimia darah ( 27 desember 201 5 )
Glukosa : 195 mg/dl (70 - 125)
Ureum : 21,3 mg/dl (10 - 50)
Creatinin : 0, 57 mg/dl ( 0,6 – 1,3)
AST : 20,9 U/L (14 – 50)
ALT : 45 U/L (11 – 60)
HEAD CT SCAN dengan kontras
FOLLOW UP
Tgl 1 desember 2015 pasien dipulangkan
10
Kesan : -SOL gambaran multiple abses cerebri kanan dan edema cerebrimidline shift terdorong ke kanan.-Herniasi subfalcine ke kiri
PEMBAHASAN
2. Lesi Desak Ruang (SOL)
Lesi desak ruang (Space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang
meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi
maka lesi-lesi ini, akan meningkatkan tekanan intrakranial. Suatu lesi yang meluas
pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi
darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai
naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan
absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-
hal seperti diatas.1
Posisi lesi desak ruang dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang
dramatis pada tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu lesi desak ruang dapat
menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau yang langsung menekan
pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisir
lesi akan tergantung pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan
jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat
peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak
merupakan keluhan yang umum. Suatu pungsi lumbal tidak boleh dilakukan pada
pasien yang diduga tumor intracranial. Pengeluaran cairan serebrospinal akan
mengarah pada timbulnya pergeseran mendadak hemispherium cerebri melalui
takik tentorium kedalam fossa cranii posterior atau herniasi medulla oblongata
dan serebellum melalui foramen magnum. Pada saat ini CT-scan dan MRI
digunakan untuk menegakkan diagnosis.1
2.1 TUMOR OTAK
2.1.1 Pendahuluan
Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah
radiologisnya disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL).
11
Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan kerusakan progresif
disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhanya lambat
akan memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang
terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan
cepat.10 Sekitar 10% dari semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan
pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di
ruang kanalis spinalis. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe,
yaitu:1
a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang
cenderung berkembang ditempat-tempat tertentu. Seperti ependimoma yang
berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis,
glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal,
oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau
pons.
b. Tumor sekunder (metastasis), yaitu tumor yang berasal dari metastasis
karsinoma yang berasal dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan
adalah metastasis karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma
mammae pada wanita. 1
12
2.1.2 Metastase serebral
Metastase serebral adalah sel-sel kanker yang telah menyebar ke otak dari
sel-sel kanker pada organ lain yang ada dalam tubuh. Penyebab paling sering
adalah kanker paru-paru 48%, kanker payudara 21%, geniturinari sebnyak 11%,
kanker kulit (melanoma) 9%, gastrointestinal sebanyak 6%, kanker kepala dan
leher 5%. Kanker primer pada organ tersebut menyebar melalui aliran darah
hingga menyebar ke otak sehingga disebut tumor sekunder. Metastase otak paling
banyak terjadi pada serebrum 80%, serebelum 16%, dan batang otak 4%,Insidensi
terjadinya metastasis ke otak ialah 20%-40% dari seluruh pasien kanker, sebanyak
70 % memiliki lesi multiple.2
Sel Kanker yang berkembang dalam otak dapat menekan, mengiritasi dan
atau menghancurkan jaringan normal otak, sehingga akan menimbulkan gejala
nyeri kepala yang progresif, muntah, kejang, ganguan gejala verbal, kelemahan
anggota gerak, kelumpuhan, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Hal ini
terjadi jika ukuran tumor sudah menyebabkan kerusakan di otak. Namun tidak
semua orang mengeluhkan hal tersebut, bahkan sepertiga dari penderita tumor
metastase tidak memiliki gejala sama sekali.2
Secara umum semua jenis kanker dapat menyebar ke otak, sehingga
penting bagi dokter untuk menetukan sumber primer penyebab tumor metastase
otak. Sehingga dapat menentukan dan menerapkan pilihan penatalaksanaan yang
efektif. Diagnosis dini dan pengobatan metastasis otak dapat menyebabkan remisi
atau pemulihan gejala gangguan pada otak dan dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien dan memperpanjang kelangsungan hidup.2
2.1.3 Klasifikasi
A. Berdasarkan Patologi Anatomi3
Berdasarkan kebanyakan tumor patologi anatomi, tumos sistem saraf pusat
dibagi:
1. Tumor Jaringan Otak
2. Tumor Jaringan Mesenkim
3. Tumor Selaput Otak
4. Tumor dari cacat perkembangan
5. Tumor Kelenjar Pineal
6. Tumor Medula Spinalis
7. Tumor Otak Metastatik.
B. Berdasarkan Lokasi1
Berdasarkan lokasi tumor pada jaringan otak, maka dapat dibagi menjadi
kelompok tumor intra aksial, ekstra aksial dan intra ventrikuler. Tumor intra
aksial disebut juga sebagai tumor intraserebral, yaitu tumor yang terdapat dalam
jaringan otak. Sedangkan tumor ekstra-aksial adalah tumor yang terdapar diluar
jaringan otak, dan kerap disebut pula ekstraserebral. Tumor intra-ventrikular
adalah tumor yang terdapat dalam ventrikel otak.:
1. Tumor intra-aksial
a. Tumor supratentorial
Glial, Astrositik
- Astrositoma derajat rendah
- Astrositoma anaplastik
- Glioblastoma multiforme
Glial Non Astrositik
- Oligodendroglioma
- ganglioglioma
- tumor disembrioblastik neuroepitelial
Non-Glial
- Limfoma serebri primer
- Tumor metastasis
b. Tumor infratentorial
Glial, Astrositik
- Astrositoma pilositik juvenilis
- Astrositoma (derajat rendah, anaplastik, glioblastoma)
Non-Glial
- Meduloblastoma
- Hemangioblastoma
- Tumor metastasis
2. Tumor ekstra aksial
16
a. Supratentorial
Dural
- meningioma
- hemangioperisitoma
- tumor metastasis
Hipofisis
- adenoma hipofisis
Pineal
- pineositoma
- tumor germ cell
- pineoblastoma
Suprasellar
- kraniofaringioma
- tumor germ cell
- limfoma
- tumor metastases
- astrositoma pilositik juvenilis
Basis kranii
- kordoma
- plasmasitoma
- tumor metastase
- tumor kondroid
b. Infratentorial
Dural
- meningioma
- hemangioperisitoma
- tumor metastase
Sudut serebelo-pontin
- meningioma
- schwannoma
- epidermoid
3. tumor intra ventrikel
17
a. Supratentorial
- tumor pleksus khoroideus
- neurositoma
- meningioma
- tumor metastase
b. Infratentorial
- ependimoma/subependimoma
- tumor pleksus khoroideus
Tabel 1 Neoplasma intrakranial dan Penyakit-penyakit paraneoplastik4
Tumor Persentase total
Glioma
- Glioblastoma multiforme
- Astrositoma
- Ependimoma
- Meduloblastoma
- Oligodendroglioma
20
10
6
4
5
Meningioma 15
Pituitary adenoma 7
Neurinoma 7
Karsinoma metastasis 6
Kraniofaringioma, dermoid, epidermoid, teratoma 4
Angioma 4
Sarkoma 4
Tak dapat diklasifikasikan (terutama glioma) 5
Miscellaneous (Pinealoma, kordoma, granuloma, limfoma 3
Total 100
18
2.1.4 Gejala Klinis
Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan dengan tumor otak, yaitu
perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan kejang.
Perubahan status mental
Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari,
lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi,
bahkan psikosis.2 Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering
disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari
disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi,
halusinasi, atau letargi.5
Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20%
penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di
kepala seolah-olah mau meledak.2 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan
episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga
intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat
kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh
batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.3 Lokasi nyeri
yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di
fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler
ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi
tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.5
Muntah
Muntah ini juga sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan
dengan makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak
didahului oleh mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di
fossa posterior.5
Kejang
Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-
15% penderita tumor otak.3 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala
kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa
mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang berkaitan tumor otak ini
19
awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya kerusakan fokal
serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat menjadi kejang umum
yang terutama merupakan manifestasi dari glioblastoma multiforme.13
Kejang biasanya paroxysmal, akibat defek neurologis pada korteks serebri.
Kejang parsial akibat penekanan area fokal pada otak dan menifestasi pada
lokal ekstrimitas tersebut, sedangkan kejang umum terjadi jika tumor luas
pada kedua hemisfer serebri.6
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya
tergantung ketersediaan fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan lebih
murah dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila menggunakan
kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih khusus untuk
mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang tengkorak dan di
fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli bedah untuk
merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada sejumlah bidang.6
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan SOL meliputi: 5,6
a. Simptomatik
Antikonvulsi
Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien
dengan tumor otak.
Edema serebri
Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran
radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat
digunakan mengurangi edema tersebut.
b. Radioterapi
Radioterapi memainkan peran penting dalam pengobatan metastasis otak,
dan mencakup seluruhnya yaitu iradiasi, radioterapi dan radiosurgery. Selama
beberapa dekade, iradiasi seluruh otak telah dianjurkan untuk pasien dengan
beberapa lesi, harapan hidup kurang dari tiga bulan, atau nilai kinerja Karnofsky
20
rendah. Namun harus diperhatikan sering menyebabkan efek samping yang parah,
termasuk radiasi nekrosis, demensia, mual, sakit kepala, dan radang. Pada anak-
anak yang mendapatkan perawatan ini dapat menyebabkan keterbelakangan
mental, gangguan kejiwaan dan efek neuropsychiatric lainnya.
c. Operasi
Metastasis otak sering dikelola pembedahan, dengan maksimum reseksi
bedah yang diikuti dengan stereotactic radiosurgery atau seluruh otak iradiasi
memberikan manfaat lebih untuk kelangsungan hidup pasien dibandingkan
dengan seluruh otak menggunakan metode iradiasi.5,6
d. Kemoterapi
Kemoterapi jarang digunakan untuk pengobatan metastasis otak, sebagai
agen kemoterapi menembus penghalang darah otak sangat buruk. Namun,
beberapa jenis kanker seperti limfoma, karsinoma paru-paru sel kecil dan kanker
payudara adalah sangat chemosensitive dan kemoterapi dapat digunakan untuk
mengobati ekstrakranial untuk penyakit metastasis kanker ini. Pengobatan
eksperimental untuk metastasis otak adalah intrathecal kemoterapi, teknik di mana
obat kemoterapi disampaikan melalui intralumbar injeksi ke cairan serebrospinal.
Namun, itu tidak disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk
pengobatan otak metastasis.6
2.1.7 Prognosis
Tumor otak umumnya memberikan prognosis yang jelek. Tabel berikut
memperlihatkan kesimpulan akhir untuk pasien dengan beberapa keganasan pada
otak yang sering dijumpai.
21
3. Nyeri kepala
3.1 Definisi
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Nyeri
kepala merupakan salah satu keluhan subjektif yang sering dilaporkan.2,8
3.2 Klasifikasi
Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari
Internasional Headache Society (IHS):9
A. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak terkait dengan
penyakit lainnya.
Migrain8,9
Gangguan periodik yang ditandai oleh nyeri kepala unilateral dan
kadang kadang bilateral yang dapat disertai muntah dan gangguan visual.
Kondisi ini sering terjadi, lebih dari 10% populasi mengalami setidaknya
satu serangan migren dalam hidupnya. Migren dapat terjadi pada semua
umur, tetapi umumnya onset terjadi saat remaja atau usia dua puluhan
dengan wanita lebih sering. Terdapat riwayat migren dalam keluarga pada
sebahagian besar pasien.
22
Migren dengan aura, pasien mengalami gejala prodromal yang tidak jelas
beberapa jam sebelum serangan seperti mengantuk, perubahan mood dan rasa
lapar. Serangan klasik dimulai dengan aura. Gejala visual meliputi pandangan
gelap yang berupa kilasan gelap yang cepat. Aura umumnya membaik setelah 15
hingga 20 menit, dimana setelah itu timbul nyeri kepala. Nyeri terasa seperti
ditusuk- tusuk dan lebih berat jika batuk, mengejan atau membungkuk. Nyeri
kepala terjadi selama beberapa jam, umumnya antara 4 hingga 72 jam. Pasien
lebih suka berbaring di ruangan yang gelap dan tidur. Gejala yang menyertai
adalah fotofobia, mual, muntah, pucat dan dieresis.
Migren tanpa aura, pasien mungkin mengalami gejala prodromal yang
tidak jelas. Nyeri kepala dapat terjadi saat bangun tidur dan gejala yang lain sama
dengan migren tipe klasik.
Nyeri kepala tipe tegang /Tension-type headache (TTH)8,9
Nyeri kepala ini merupakan kondisi yang sering terjadi dengan penyebab
belum diketahui, walaupun telah diterima bahawa kontraksi otot kepala dan leher
merupakan mekanisme penyebab nyeri. Kontraksi otot dapat dipicu oleh faktor-
faktor psikogenik yaitu ansietas atau depresi atau oleh penyakit lokal pada kepala
dan leher.
Pasien umumnya pasien akan mengalami nyeri kepala yang sehari-hari
yang dapat menetap selama beberapa bulan atau tahun. Nyeri dapat memburuk
pada sore hari dan umumnya tidak responsif terhadap obat-obatan analgesik
sederhana. Nyeri kepala ini juga besifat bervariasi. Nyeri kepala bervariasi adalah
nyeri yang dimulai dari nyeri tumpul di berbagai tempat hingga sensasi tekanan
yang menyeluruh sampai perasaan kepala diikat ketat. Selain kadang ada mual,
tidak ada gejala penyerta lainnya dan pemeriksaan neurologis adalah normal.
Nyeri kepala tipe klaster8,9
Sindrom ini berbeda dengan migren, walaupun sama-sama ditandai oleh
nyeri kepala unilateral, dan dapat terjadi bersamaan. Mekanisme histaminergik
dan humoral diperkirakan mendasari gejala otonom yang terjadi bersamaan
dengan nyeri kepala ini.
23
Pasien biasanya laki-laki, onset usia 20 hingga 60 tahun. Pasien merasakan
serangan nyeri hebat di sekitar satu mata(selalu pada sisi yang sama) selama 20
hingga 120 menit, dapat berulang beberapa kali dalam sehari, dan sering
membangunkan pasien lebih dari satu kali dalam semalam. Alkohol juga dapat
mencetuskan serangan. Pola ini berlangsung selama berhari-hari, berminggu-
minggu bahkan bulanan kemudian bebas serangan selam berhari-hari, berminggu-
minggu, bulan bahkan tahunan. Tidak seperti migren, pasien nyeri kepala klaster
seringkali gelisah selama serangan dan tampak kemerahan.
B. Nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala disebabkan oleh penyakit
terkait:
Headache attributed to head and/or neck trauma and cranial or cervical
vascular disorder.
Headache attributed to non-vascular intracranial disorder.
Headache attributed to a substance or its withdrawal and infection.
Headache attributed to disorder of homeoeostasis.
Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears,
nose, sinuses, teeth,mouth, or other facial or cranial structures.
Headache attributed to psychiatric disorder.
Cranial Neuralgias and facial pains.
Cranial neuralgias and central causes of facial pain.
Other headache, cranial neuralgia central, or primary facial pain.
4. Abses Otak
4.1 Pendahuluan
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri,
jamur dan parasite. Biasanya tumpukan nanah ini mempunyai selubung yang
disebut sebagai kapsul. Tumpukan nanah tersebut bisa tunggal atau terletak
beberapa tempat di dalam otak.10
Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak. Infeksi ini dapat berasal
dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui
24
pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada benturan hebat pada kepala,
misalnya pada kecelakaan lalu lintas. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa
abses otak dapat terjadi tanpa faktor atau dari sumber yang tidak diketahui.
Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan
Streptococcus yang bersifat anaerob, bakteri lain yang menyebabkan abses otak
Bacteriodes, Propinobacterium dan Proteus. Beberapa jenis jamur yang berperan
terhadap pembentukan abses otak antara lain Candida, Mucor, dan Aspergilus.11
4.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi11,12
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi
menjadi:
1. Organisme aerobik:
Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus
Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas
2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp,
Prevotella sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.
3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia
4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba.
Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai
dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus
parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Dapat juga timbul akibat trauma
tembus pada kepala atau trauma pasca operasi. Sebagian besar abses otak berasal
langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis,
sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak juga dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogi Fallot. Penyebab abses yang jarang dijumpai seperti, erysipelas wajah,
abses tonsil, infeksi gigi. Yang terpenting dalam faktor predisposisi dari abses
otak adalah host, virulensi kuman dan faktor lingkungan.11
25
4.3 Histopatologi12
Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan
otak dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti jaringan
otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai
beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi
jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Pada abses otak terbagi dalam 4 stadium :
1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada
hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.
Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak
dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan
nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis
didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblas
yang terpencar. Fibroblas mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar
3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan
fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk
anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan
dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi
alba dibandingkan substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat di
permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi alba. Bila
26
abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan
kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul
kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi pusat nekrosis terdiri dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
4.4 Diagnosis Banding11,12
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat
bermanifestasi klinis hampir sama dengan suatu neoplasma maupun hematoma
subdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosa yang menyeluruh agar
terapi yang diberikan menjadi tepat.
Tabel 2.2 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging
ABSCESS TUMOUR
Wall Smooth, thin, regular Thick , irregular
Thinner on inner aspect Thinner on outer aspect
Nodularity If present, on inner border outer border
T1 Hyperintense rim.
T2 Hypointense rim.
Meningeal enhancement
Favours not seen.
Diffusion imaging High signal low signal
27
Perfusion imaging.dynamic
normal signal due to collagen and fibrosis in wall
Low signal due high capillary density in tumour.
Tabel 2.3 Perbedaan Abses, perdarahan dan infark berdasarkan gejala klinis
Gejala/Pemeriksaan Infark Otak Perdarahan Intraserebral
Abses Otak
Gejala yang mendahului
TVA/TIA (+) [50%]
TVA/TIA(-) TVA/TIA (-)
Aktivitas waktu onset
Saat istirahat/tidur/segera setelah istirahat
Sering waktu aktivitas
Muncul secara progresif
Nyeri kepala dan muntah
Jarang Sangat hebat Sangat hebat
Penurunan kesadaran
Jarang Sering Jarang
Hipertensi Sedang/normotensi Berat, kadang-kadang berat
Normotensi
Rangsangan meningeal
Tidak ada Ada Ada
Deficit neurologi fokal
Sering kelumpuhan dengan gangguan fungsi mental
Deficit neurologis cepat terjadi
Deficit neurologis progresif
Gejala TIK/papil edem
Jarang papil edem Papil udem dan perdarahan subhialoid
Papil edem
Darah dalam cairan LCS
Tidak ada Ada Tidak ada
Ct scan kepala Terdapat area hipodensitas
Masa intracranial dengan area hiperdensitas dan dapat dijumpai pergeseranglandula pienalis
Gambaran ring enhancement
Angiografi Dapat dijumpai gambaran penyumbatan, penyempitas dan vaskulitis
Dapat dijumpai aneurisma, AVM, masa intrahemisfer atau vasospasme
Normal
5. Radiologi MRI
28
Jika pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya lesi ring enchanment
untuk menentukan pembanding diagnosa maka digunakan istilah MAGIC DR
dengan:
M : metastase
A : abses
G : glioblastoma
I : infeksi
C : contussio
D : dimyelinisasi
R : radiasi nekrosis
Gambrat 1. Radiologi MRI kepala
Namun jika sangkaan penderita memiliki riwayat infeksi virus HIV perlu
dilakukan pemeriksaan untuk membedakan penyebab lesi tersebut seperti
algoritma dibawah ini:
29
Gambar 1. Radiologi MRI kepala
DASAR DIAGNOSIS
Dasar Diagosis Klinis : SOL
Dari anamnesis diketahui bahwa pada pasien ini terjadi defisit neurologis
yang terjadi secara perlahan dan terasa semakin memburuk, diantaranya:
Nyeri kepala hebat
Muntah tiap nyeri kepala
Kelemahan anggota gerak (hemiparese kanan)
Hal ini sesuai dengan gejala peningkatan tekanan intrakranial, dimana
terdapat trias peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yaitu nyeri kepala, muntah.
Selain itu, terdapat gejala klinis lain yang mendukung peningkatan tekanan
intrakranial yaitu perubahan motorik menjadi lemah. Tekanan intrakranial ini
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu volume jaringan otak, volume darah dan cairan
serebrospinal. Apabila terdapat peningkatan salah satu faktor tersebut, maka akan
meningkatkan tekanan intrakranial.
Pada pasien ini, terapat tanda Red flag “nyeri kepala” yaitu :
30
- Semakin berat frekuensi dan intensitas
- Nyeri terus-menerus dalam 72 jam.
- Terdapat defisit neurologi seperti kelemahan anggota gerak.
Dasar Diagnosis Topis : Intra kranial
Dari anamnesis didapatkan nyeri kepala yang progresif dan semakin hari
semakin memberat, dan muntah tiap kali nyeri tibul, dan juga mengeluhkan
adanya kelemahan anggota gerak kanan, maka diduga diagnosis topik pada kasus
ini adalah intrakranial.
Dasar Diagnosis Etiologis : SOL tumor primer
Pada pasien ini didapatkan nyeri kepala yang bersifat kronik progresif
dan kelumpuhan yang bersifat progresif. Dari pemeriksaan CT-scan
didapatkan gambaran kesan Kesan : -SOL gambaran multiple abses
cerebri kanan dan edema cerebri midline shift terdorong ke kanan,
serta herniasi subfalcine ke kiri
Terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang dikelilingi
dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses).
Dasar Diagnosis Banding
Abses Otak
Pada dasarnya gejala dan tanda yang diberikan abses otak hampir sama
dengan tumor, pada pasien ini ditemukan leukosistosis, namun tidak ada keluhan
demam dan tidak didapatkan riwayat infeksi pada hidung maupun telinga
sebelumnya, pada pasien adanya riwayat trauma kepala dan infeksi kronis pada
graham kiri bawah.
31
Daftar Pustaka
1. Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan. 2006
2. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic
Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th edition.
USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-88
3. Price SA, Wilson ML. Patofiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Ed 6. Jakarta : EGC 2005. h. 1021-2024.
4. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 6. Jakarta : EGC
2011. h. 151-154
5. Wilkinson I, Lennox G, Essential Neurology. Ed 4th. Blackwell
Publishing. Australia; 2005. p40-53.
6. Patil CG, Pricola K, Garg SK, Bryant A, Black KL. Whole brain radiation
therapy (WBRT) alone versus WBRT and radiosurgery for the treatment
of brain metastases. Cochrane Database Syst Rev. 2010 Jun 16;
(6):CD006121. Review. PMID 20556764
7. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic
Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th edition.
USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-88
8. Kleinberg LR. Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York:
Demos Medical.
9. Shams, Shahzad. 2011. Intracranial Tuberculoma. Omar Hospital, Jail
Road, Lahore: Pakistan.
10. Dewantoro, G dkk., Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit
Saraf, Jakarta : EGC, 2009.
11. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Dian Rakyat. 2008.
12. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah
Saraf RSUP H Adam Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 38 No. 4. Sumatera Utara: Desember 2005. [Diakses pada tanggal
29 november 2015]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005
%20(9).pdf.
32